Judul PENGARUH PERSEPSI KUALITAS TERHADAP MINAT PEMBELIAN PADA PRODUK SMART PHONE DI KOTA SURAKARTA
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
2 -
download
0
Transcript of Judul PENGARUH PERSEPSI KUALITAS TERHADAP MINAT PEMBELIAN PADA PRODUK SMART PHONE DI KOTA SURAKARTA
Judul
PENGARUH PERSEPSI KUALITAS TERHADAP MINAT PEMBELIAN PADA
PRODUK SMART PHONE DI KOTA SURAKARTA
Latar Belakang Masalah
Perkembangan informasi era digital kian bergeser menjadi
kebutuhan primer bagi setiap orang. Hampir semua individu
menginginkan pemberitaan terbaru mengenai dunia politik,
ekonomi, sosial ,budaya, bahkan tentang rekan kerja, rekan
bisnis atau sahabat-sahabat lamanya di bangku sekolah. Kebutuhan
akan update informasi ini mendorong setiap orang untuk
mengadopsi gadget berteknologi tinggi yang mampu menyediakan
fitur-fitur unggulan sebagai pintu kemana saja untuk memantau
perkembangan bisnis, serta kabar-kabar penting lainnya dengan
motif yang bervariasi.
Dampak dari perkembangan teknologi dan informasi yang kian
tajam pertumbuhannya, mengakibatkan pergeseran gaya hidup dan
pola konsumsi masyarakat dari penggunaan produk-produk
tradisional menjadi produk berteknologi tinggi sebagai jawaban
dari rongrongan kebutuhan informasi yang kian menjadi-jadi.
Motif konsumsi masyarakat terhadap telepon genggam yang dulu
hanya sebagai fasilitator penyampai pesan singkat berformat teks
dan audio, kini berameliorasi menjadi fasilitas pendukung
bisnis, fotografi, dan presentasi. Selain itu layanan berkirim
pesan pun diperluas tak hanya berupa teks dan audio melainkan
juga audio dan video dengan jaringan 3G. Variasi kebutuhan yang
semakin meninggi tersebut menyebabkan penyerapan pasar smart phone
di tanah air kian meningkat.
Bagi sejumlah raksasa vendorsmart phone, Indonesia merupakan
pasar potensial untuk mengeruk keuntungan.Sebut saja Nokia dan
Ericcson pada awal 2000 kemudian bergeser menjadi Blackberry dan
yang terakhir raja smartphone dari Korea Selatan,
Samsung.Dilansir teknoflas.com, Selasa (30/7/2013), para analis
memprediksi penjualan smartphone di Indonesia dalam waktu dekat
akan menembus 12 juta sampai 15 juta unit.
Dikutip dari swa.co.id, berdasarkan hasil riset Ericsson Lab
pada 2011 hingga awal 2012 kepada 6.600 responden di seluruh
Indonesia, pertumbuhan penggunaan smartphone di perkotaan naik
dari 8% pada 2011 menjadi 22% di 2012. Yang mengejutkan, di
pedesaan angka penggunanya juga naik dari 5% menjadi 21%.Orang-
orang di desa sepertinya tak mau ketinggalan menggunakan
smartphone.
Ditengah ketatnya persaingan produk smartphone, para produsen
hendaknya memperhitungkan kebutuhan dan motivasi apa saja yang
mendasari perilaku konsumen, yang akan memungkinkan para pemasar
untuk memahami dan meramalkan perilaku konsumen. Perilaku
konsumen merupakan suatu proses yang muncul saat individu
memilih, menggunakan dan membuang produk ataupun jasa untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Peranan perilaku konsumen
adalah penting, karena produsen akan mempunyai pandangan yang
lebih luas dan akan mengetahui peluang baru yang berasal dari
belum terpenuhinya kebutuhan konsumen, untuk keperluan tersebut,
maka tahap pertama yang harus dipahami oleh para produsen adalah
variabel-variabel apa saja yang mempengaruhi perilaku konsumen.
Salah satu variabel penting yang menjadi bahan pertimbangan
konsumen smartphoneadalah kualitas produk. Aspek penting dalam
kualitas meliputi pertanyaan mengenai “Apakah suatu produk atau
jasa tersebut memenuhi atau bahkan melebihi harapan pelanggan?”
Konsep kualitas sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan
suatu produk atau jasa. Para pakar pun berbeda-beda dalam
mendefinisikan kualitas, salah satunya adalah menurut Goetsch
dan Davis (Diptono dan Diana, 2001) yang mendefinisikan bahwa
kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubngan dengan
produk jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan. Adanya konsep tentang penilaian suatu kualitas
produk lebih didasarkan dari terbentuknya persepsi seseorang
terhadap produk tersebut. Sedangkan untuk persepsi terhadap
kualitas produk sendiri dapat didefinisikan sebagai persepsi
pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu
produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan
oleh pelanggan (Durianto, dkk, 2001). Karena persepsi terhadap
kualitas merupakan persepsi dari pelanggan, maka tidak dapat
ditentukan secara obyektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan
apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki
kepentingan yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa.
Persepsi terhadap kualitas suatu produk perlu dinilai
berdasarkan sekumpulan kriteria yang berbeda karena mengingat
kepentingan dan keterlibatan konsumen berbeda-beda. Persepsi
terhadap kualitas mencerminkan perasaan konsumen yang secara
menyeluruh mengenai suatu merk. Dalam konsep perilaku konsumen
persepsi terhadap kualitas dari seorang konsumen adalah hal yang
sangat penting, produsen berlomba-lomba dengan berbagai cara
untuk dapat menghasilkan suatu produk atau jasa yang bagus
menurut konsumen (Parji, 1991).
Berkaitan dengan kualitas produk, konsumen seringkali
mengasosiasikan kualitas berdasarkan nilai instrinsik dan nilai
ekstrinsik yang ada pada produk. Untuk nilai ekstrinsik yang
terkait dengan produk smartphoneantara lain desain, bahan, fitur,
dan kinerja softwarenya. Hal-hal ini sering kali menjadi bahan
pertimbangan khusus bagi pelanggan sebelum melakukan keputusan
pembelian. Namun demikian minat membeli yang muncul pada seorang
konsumen sering kali bukan hanya didasarkan pada pertimbangan
kualitas dari produk atau jasa tersebut, tetapi ada dorongan-
dorongan lain yang menimbulkan keputusan dalam pembelian suatu
barang atau jasa seperti kebudayaan, kelas sosial, keluarga,
pengalaman, kepribadian, sikap, kepercayaan diri, konsep diri
dan sebagainya. Keputusan konsumen untuk membeli barang atau
jasa, sering juga didasarkan atas pertimbangan yang irrasional,
dalam artian karena barang tersebut akan dapat meningkatkan
harga dirinya, supaya tidak ketinggalan jaman, dikagumi,
dianggap sebagai kelas tertentu, dan sebagainya (Susana, 2002).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang ada dalam pendahuluan di atas, maka
rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
1. Bagaimana persepsi kualitas dapat mempengaruhi keputusan
pembelian konsumen?
2. Apakah dalam melakukan proses pembelian smartphoneperilaku
pembelian konsumen akan bergantung pada nilai-nilai yang di
anut ?
3. Seberapa besar keterlibatan konsumen ketika hendak mengambil
keputusan pembelian smartphone?
4. Serta, bagaimanakah keterlibatan konsumen ini mempengaruhi
konsumen dalam mempersepsikan kualitas produk-produk
smartphone?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Apakah ada hubungan antara persepsi terhadap kualitas produk
dengan minat membeli produk smartphone.
2. Sumbangan efektif persepsi terhadap kualitas produk dengan
minat membeli smartphone pada konsumen.
3. Seberapa besar tingkat minat membeli konsumen.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini menguji persepsi kualitas yang muncul dibenak
konsumen dan pengaruh yang ditimbulkannya terhadap sikap dan
perilaku pembelian konsumen terhadap produk smartphone, oleh
karena itu penelitian ini akan memiliki banyak manfaat yang
antara lain sebagai berikut :
1. Bagi ilmu pengetahuan khususnya psikologi konsumen, yaitu
untuk dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan berupa data
empiris tentang hubungan antara persepsi terhadap kualitas
produk dengan minat membeli.
2. Bagi produsen, membantu perusahaan untuk dapat lebih
meningkatkan persepsi di masyarakat tentang kualitas produk
mereka secara positif, sehingga diharapkan pembelian akan
dilanjutkan dengan minat untuk pembelian ulang.
3. Bagi konsumen dapat menjadi pertimbangan untuk menetapkan
keputusan pembelian apakah akan menggunakan ponsel biasa atau
smartphone.
E. Tinjauan Pustaka
1. Nilai
Banyak peneliti yang memprediksi bahwa nilai-nilai yang
dianut konsumen akan memberikan dampak yang sangat
signifikan pada sikap social dan perilaku konsumen. Nilai-
nilai tertentu yang dianut oleh seseorang akan mempengaruhi
gaya belanja mereka, hal ini akan terkait dengan tingginya
pendidikan dan jurusan apa pendidikan orang tersebut,
afiliasi partai politik, serta norma-norma agama yang ia
anut (Scwartz and Bilsky). Literature-literatur pemasaran
menyebutkan bahwa nilai-nilai yang dipegang konsumen akan
memiliki pengaruh langsung terhadap pemilihan konsumen
terhadap produk yang akan mereka konsumsi, dan nilai ini
memberikan dampak tidak langsung terhadap sikap, minat dan
perilaku pembelian mereka (pitts dan Woodside, 1984).
2. Keterlibatan
Keterlibatan menjadi isu penting yang banyak diteliti
untuk menilai sikap, perilaku konsumen, persuasi, dan riset
tentang periklanan. Keterlibatan pada produk adalah
persepsi yang berkaitan dengan kelas produk berdasarkan
pada sifat-sifat dasar konsumen, ketertarikan, dan nilai
(zaichkowsky, 1985).
Pendekatan yang paling popular digunakan untuk
menjelaskan peran keterlibatan adalah The Elaboration
Likelihood Model yang dipopulerkan oleh petty et al, teori
ini menjelaskan bahwa sikap konsumen berubah dari
sentralnya dan sekitarnya. Sikap konsumen bisa berubah
karena konsumen tidak memiliki pengetahuan yang cukup
tentang produk dan tidak dapat membuat penilaian secara
objektif.Keterlibatan pada produk juga memiliki pengaruh
terhadap kepuasan, ia menjadi mediator antara mood dengan
minat belanja.
3. Kepuasan
Kotler dan Keller (2000), menyatakan bahwa kepuasan
pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang
setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan
dibandingkan dengan harapannya. Konsumen yang merasa puas
adalah konsumen yang menerima nlai tambah yang lebih dari
perusahaan. Memuaskan konsumen tidak hanya berarti
memberikan tambahan produk atau jasa, pelayanan ataupun
system yang digunakan.
Kepuasan pelanggan dianggap sebagai gagasan yang sangat
penting dan menjadi tujuan utama dalam pemasaran ( Ereveles
dan levit, 1992). Kepuasan berperan penting dalam pemasaran
karena menjadi predictor dalam menilai perilaku pembelian
konsumen. Perilaku pembelian konsumen antara lain pembelian
kembali, minat pembelian, pilihan merek, dan perilaku
penggantian merek.
4. Perspsi Kualitas
a. Pengertian persepsi terhadap kualitas produk
Pada hakekatnya, setiap orang selalu melakukan persepsi
terhadap hal-hal di sekitarnya. Hal-hal telah dipelajari
sebeluknya atau pengalaman-pengalaman masa lalunya bersama
dengan hal-hal dari luar individu yang baru saja dipelajari,
ditambah dengan hal-hal lain, seperti sikap, harapan-harapan,
fantasi, ingatan dan nilai-nilai yang dimiliki individu akan
mempengaruhi persepsinya terhadap suatu obyek persepsi.
Simamora (2002) mengatakan bahwa yang terpenting dari
kualitas produk adalah kualitas obyektif dan kualitas menurut
persepsi konsumen (persepsi kualitas) yang terpenting adalah
persepsi di mata konsumen.
Persepsi konsumen terhadap sesuatu hal ini kualitas suatu
produk berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh konsumen,
karena persepsi kualitas merupakan persepsi dari konsumen maka
persepsi kualitas tidak dapat ditentukan secara obyektif.
Persepsi konsumen akan melibatkan apa yang penting bagi
konsumen sehingga akan membawa minat membeli yang berbeda
pula. Melalui kemampuan mempersepsi obyek stimulus, seseorang
memperoleh input berupa pengetahuan tentang kualitas suatu
produk. Sehingga konsumen yang dihadapkan pada suatu produk
akan merasa yakin dan tertarik terhadap kualitas dari suatu
produk dan dapat pula digunakan dalam pengambilan keputusan
(Wetley dan Yuki, 1992).
Persepsi terhadap kualitas produk didefinisikan sebagai
persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau
keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa
yang diharapkan oleh pelanggan (Durlanto, Sugiarto & Sitinjak,
2001). Karena persepsi terhadap kualitas merupakan persepsi
dari pelanggan, maka tidak dapat ditentukan secara obyektif.
Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting agar
pelanggan karena setiap pelanggan memiliki kepentingan yang
berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
persepsi terhadap kualitas produk adalah suatu proses yang
terjadi dalam diri individu dalam memilih, menafsirkan,
mengorganisasikan, menginterprestasikan, dan memberikan
penilaian terhadap kualitas suatu produk apakah produk
tersebut memuaskan atau tidak yang didasarkan pada pengalaman
dan pengetahuannya.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap kualitas
produk
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi individu
terhadap suatu obyek. Faktor-faktor itu menyangkut faktor yang
ada dalam diri individu dan faktor yang berhubungan dengan
lingkungan individu. Faktor-faktor teknis dan timbul dalam
diri individu yang mempengaruhi proses persepsi diantaranya
faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuan
(Mar’at, 1981). Kriteria-kriteria tersebut juga mempengaruhi
persepsi konsumen terhadap kualitas produk yang akan mereka
beli. Konsumen dapat mempunyai kesan-kesan tentang diri mereka
sendiri maupun produk yang akan mereka beli, sehingga konsumen
dapat mempersepsi produk yang akan dibeli dan melakukan
keputusan pembelian.
Seseorang yang mendapat rangsangan siap untuk melakukan
suatu perilaku tertentu. Bagaimana orang tersebut melakukannya
dipengaruhi oleh persepsi terhadap situasi. Dua orang yang
mendapat rangsangan yang sama dalam situasi yang sama mungkin
bertindak lain, karena mereka memandang situasi dengan cara
yang berbeda.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan lingkungan individu
adalah usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, kelas sosial dan
lokasi dimana konsumen berada juga mempengaruhi persepsi
konsumen (Walters dan Paul dalam Orbandini, 1996). Faktor-
faktor ini menyebabkan seseorang individu memiliki pengalaman
yang berbeda dengan individu lainnya, sehingga berpengaruh
pula pada caranya mempersepsi stimulus yang diterima. Faktor-
faktor lain yang juga ikut mempengaruhi persepsi terhadap
kualitas produk adalah harga dan merk.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap kualitas
produk adalah harga, merk, pengalaman, suasana hati, usia,
pendidikan dan pengetahuannya, pekerjaan, kelas sosial dan
lokasi dimana konsumen itu berada.
c. Aspek untuk mengukur persepsi terhadap kualitas produk
Persepsi terhadap kualitas produk merupakan persepsi
konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu
produk yang berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh
konsumen. Karena persepsi kualitas tidak dapat ditentukan
secara obyektif. Persepsi konsumen akan melibatkan apa yang
penting bagi konsumen, karena setiap konsumen memiliki
kepentingan yang berbeda-beda terhadap suatu produk (Durianto,
dkk, 2001).
Sehubungan dengan penelitian ini aspek-aspek untuk
mengukur persepsi terhadap kualitas produk berdasarkan teori
dari Rakhmat (1988) yang terdiri dari pengetahuan dan
pengalaman. Sedangkan obyek yang dipersepsi adalah kualitas
produk yang pengukurannya didasarkan pada dimensi kualitas
produk dengan mengacu pada pendapat Garvin (Durianto dkk,
2001) yang mengatakan bahwa terdapat tujuh dimensi
karakteristik yang digunakan oleh para konsumen dalam
mempersepsi kualitas produk. Ketujuh dimensi karakteristik
kualitas produktsb adalah :
1) Kinerja : melibatkan berbagai karakteristik operasional
utama, misalnya karakteristik operasional mobil adalah
kecepatan, akselerasi, sistem kemudi serta kenyamanan.
2) Pelayanan : mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan
pada produk tersebut. Misalnya motor merk tertentu
menyediakan bengkel pelayanan kerusakan atau service
bergaransi
3) Ketahanan : mencerminkan umur ekonomis dari produk tsbn,
atau beberapa lama produk dapat digunakan. Misal motor merk
tertentu yang memposisikan dirinyta sebagai mobil tahan
lama walau telah berumur di atas 5 tahun tetapi masih
berfungsi dengan baik.
4) Keandalan : konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu
produk dari satu pembelian ke pembelian berikutnya.
5) Karakteristik produk : bagian-bagian tambahan dari produk.
Bagian-bagian tambahan ini memberi penekanan bahwa
perusahaan memahami kebutuhan pelanggarannya yang dinamis
sesuai perkembangan, yaitu menyangkut corak, rasa,
penampilan, bau dan daya tarik produk.
6) Kesesuaian dengan spesifikasi : merupakan pandangan
mengenai kualitas proses manufaktur (tidak ada cacat
produk) sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan
teruji.
7) Hasil : mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang
melibatkan enam dimensi sebelumnya. Jika perusahaan tidak
dapat menghasilkan hasil akhir produk yang baik maka
kemungkinan produk tersebut tidak akan mempunyai atribut
kualitas lain yang penting.
Martinich (Yamit, 2001) mengemukakan bahwa ada enam
dimensi karakteristik yang digunakan oleh para konsumen dalam
mempersepsi kualitas suatu produk. Keenam dimensi
karakteristik kualitas produk tersebut adalah :
1) Performance : karakteristik operasi dasar dari suatu
produk.
2) Range and type of features : kemampuan atau keistimewaan
yang dimiliki produk.
3) Reliability and durability : kehandalan produk dalam
penggunaan secara normal dan berapa lama produk dapat
digunakan
4) Maintainability and serviceability : kemudahan untuk
pengoperasian produk dan kemudahan pemakaian.
5) Sensory characteristics : penampilan, corak, rasa, daya
tarik, bau, selera dan beberapa faktor lainnya yang mungkin
terjadi aspek penting dalam kualitas.
6) Ethical profile and image : kualitas adalah bagian terbesar
dari kesan pelanggan terhadap produk.
Dari aspek-aspek yang telah diterangkan di atas maka
dipilih salah satu aspek yang dipakai, yaitu aspek persepsi
terhadap kualitas produk oleh David A. Garvin (Durianto, dkk :
2001) yaitu dimensi persepsi terhadap kualitas produk terdiri
dari kinerja, pelayanan, ketahanan, keandalan, karakteristik
produk, kesesuaian dengan spesifikasi dan hasil yang
didapatkan oleh konsumen.
d. Hubungan antara Persepsi terhadap Kualitas Produk dengan
Minat Membeli
Individu dalam membeli produk selalu menginginkan
untuk mendapatkan produk yang baik dan berkualitas. Selama
ini persepsi konsumen terhadap kualitas suatu produk masih
diwarnai keragu-raguan. Ini disebabkan karena konsumen
hanya mendapat sedikit informasi yang obyektif dari
produsen atau pemasar. Seseorang yang telah melihat dan
mendengar kualitas suatu produk tentu telah mempunyai sikap
dan keyakinan terhadap produk. Hal ini tentunya akan
mempengaruhi perilaku yang dimilikinya berkaitan dengan
stimuli yang diterimanya. Dengan kata lain terdapat
rangsangan pada diri individu yang mendorongnya berperilaku
sesuai dengan obyek stimuli yang diterimanya.
Persepsi terhadap kualitas suatu produk didefinisikan
sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas
atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan
dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan (Durianto, dkk,
2001). Karena persepsi terhadap kualitas merupakan persepsi
dari pelanggan, maka tidak dapat ditentukan secara
obyektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang
penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki
kepentingan yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau
jasa.
Sesuai dengan pendapat Kotler (1999) yang mengatakan
bahwa para konsumen tidak asal saja mengambil keputusan
pembelian. Pembelian konsumen sangat terpengaruh oleh
sifat-sifat budaya, sosial, pribadi dan psikologi. Faktor-
faktor psikologi dari sini diantaranya adalah motivasi,
belajar, persepsi, kepercayaan dan sikap. Persepsi
merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengambilan
keputusan.
Minat merupakan sesuatu hal yang penting, karena minat
merupakan suatu kondisi yang mendahului sebelum individu
mempertimbangkan atau membuat keputusan untuk membeli suatu
barang, sehingga minat membeli merupakan sesuatu hal yang
harus diperhatikan oleh para produsen atau penjual. Susanto
(1997) mengatakan bahwa individu yang mempunyai minat
membeli, menunjukkan adanya perhatian dan rasa senang
terhadap barang tersebut. Adanya minat individu ini
menimbulkan keinginan, sehingga timbul perasaan yang
menyakinkan dirinya bahra barang tersebut mempunyai manfaat
bagi dirinya dan apa yang menjadi minat indibidu ini dapat
diikuti oleh suatu keputusan yang akhirnya menimbulkan
realisasi berupa perilaku membeli. Seperti diketahui,
persepsi terhadap kualitas produk pada tiap-tiap orang
berbeda, sehingga akan membawa minat membeli yang berbeda
pula. Persepsi seseorang tentang kualitas suatu produk akan
berpengaruh terhadap minat membeli yang terdapat pada
individu. Persepsi yang positif tentang kualitas produk
akan merangsang timbulnya minat konsumen untuk membeli yang
diikuti oleh perilaku pembelian. Konsumen cenderung menilai
kualitas suatu produk berdasar faktor-faktor yang mereka
asosiasikan dengan produk tersebut. Faktor tersebut dapat
bersifat intrinsik yaitu karakteristik produk seperti
ukuran, warna, rasa atau aroma dan faktor ekstrinsik
seperti harga, citra toko, citra merk dan pesan promosi.
Apabila atribut-atribut yang terdapat dalam suatu produk
itu sesuai dengan apa yang diinginkan konsumen, maka ini
akan menimbulkan minat membeli (Schiffman and Kanuk dalam
Cahyono, 1990).
Produsen sebagai pembuat suatu produk, pastilah
memiliki harapan agar produk yang dihasilkannya dapat laku
dipasaran. Tetapi bagaimanakah sikap dari konsumen sendiri
terhadap barang tersebut, apakah mereka akan memandang
barang tersebut sebagai barang yang bagus, menarik, tahan
lama ataukah barang tersebut jelek, tidak menarik, mudah
rusak dan sebagainya yang diharapkan dari apa yang telah
didengar atau dilihat oleh masyarakat itu dapat menimbulkan
minat mereka untuk mengetahui lebih lanjut tentang kualitas
barang tersebut secara langsung. Sehingga, berangkat dari
minat tersebut mereka dapat sekedar mencoba apa yang
ditawarkan, yang nantinya menimbulkan keinginan dari diri
konsumen untuk ingin memiliki, terutama bila minat membeli
menempatkan persepsi terhadap kualitas suatu produk sebagai
faktor yang penting dalam membuat keputusan.
5. Minat Membeli
a. Pengertian Minat
Minat merupakan salah satu aspek psikologis yang
mempunyai pengaruh cukup besar terhadap sikap perilaku dan
minat juga merupakan sumber motivasi yang akan mengarahkan
seseorang dalam melakukan apa yang mereka lakukan (Hurigck,
1978). Gunarso (1985), mengartikan bahwa minat adalah
sesuatu yang pribadi dan berhubungan dengan sikap, individu
yang berminat terhadap suatu obyek akan mempunyai kekuatan
atau dorongan untuk melakukan seorangkaian tingkah laku
untuk mendekati atau mendapatkan objek tersebut.
Woodworth dan Marquis (Sab’atun, 2001) berpendapat,
minat merupakan suatu motif yang menyebabkan individu
berhubungan secara aktif dengan obyek yang menarik
baginya.Oleh karena itu minat dikatakan sebagai suatu
dorongan untuk berhubungan dengan lingkungannya,
kecenderungan untuk memeriksa, menyelidiki atau mengerjakan
suatu aktivitas yang menarik baginya.Apabila individu
menaruh minat terhadap sesuatu hal ini disebabkan obyek itu
berguna untuk menenuhi kebutuhannya.
Kecenderungan seseorang untuk memberikan perhatian
apabila disertai dengan perasaan suka atau sering disebut
dengan minat (Rustan, 1988). Minat tersebut apabila sudah
terbentuk pada diri seseorang maka cenderung menetap
sepanjang obyek minat tersebut efektif baginya, sehingga
apabila obyek minat tersebut tidak efektif lagi maka
minatnya pun cenderung berubah. Pada dasarnya minat
merupakan suatu sikap yang dapat membuat seseorang merasa
senang terhadap obyek situasi ataupun ide-ide tertentu yang
biasanya diikuti oleh perasaan senang dan kecenderungan
untuk mencari obyek yang disenangi tersebut. Minat seeorang
baik yang bersifat menetap atau yang bersifat sementara,
dan berbagai sistem motivasi yang dominan merupakan faktor
penentu internal yang benar-benar mendasar dalam
mempengaruhi perhatiannya (Marx dalam Suntara, 1998).
The Liang Gie (1995) menyatakan bahwa minat merupakan
landasan bagi konsentrasi dalam belajar, sedangkan Crow &
Crow (Gie, 1995) menyatakan bahwa minat adalah dasar bagi
tugas hidup untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Seseorang yang mempunyai minat terhadap sesuatu maka akan
menampilkan suatu perhatian, perasaan dan sikap positif
terhadap sesuatu hal tersebut. Eysenck, dkk (Ratnawati,
1992) mengemukakan bahwa minat merupakan suatu
kecenderungan untuk bertingkah laku yang berorientasi pada
obyek, kegiatan dan pengalaman tertentu, selanjutnya
menjelaskan bahwa intensitas kecenderungan yang dimiliki
seseorang berbeda dengan yang lainnya, mungkin lebih besar
intensitasnya atau lebih kecil tergantung pada masing-
masing orangnya.
Menurut Chaplin (1995) minat merupakan suatu sikap
yang kekal, mengikutsertakan perhatian individu dalam
memilih obyek yang dirasakan menarik bagi dirinya dan minat
juga merupakan suatu keadaan dari motivasi yang mengarahkan
tingkah laku pada tujuan tertentu. Sedangkan Witheringan
(1985) menyataka bahwa minat merupakan kesadaran individu
terhadap suatu obyek tertentu (benda, orang, situasi,
masalah) yang mempunyai sangkut paut dengan dirinya. Minat
dipandang sebagai reaksi yang sadar, karena itu kesadaran
atau info tentang suatu obyek harus ada terlebih dahulu
daripada datangnya minat terhadap obyek tersebut, cukup
kalau individu merasa bahwa obyek tersebut menimbulkan
perbeedaan bagi dirinya.
Dari beberapa uraian di atas, secara umum dapat
diambil kesimpulan bahwa minat merupakan suatu
kecenderungan seseorang untuk bertindak dan bertingkah laku
terhadap obyek yang menarik perhatian disertai dengan
perasaan senang.
b. Jenis-jenis minat
Sikap seorang konsumen terhadap minat dalam penelitian
ini merupakan suatu sikap tindakan yang dilakukan oleh
konsumen untuk memenuhi kebutuhan batinnya.Akan tetapi
sikap seorang dalam jiwa seorang konsumen, Blum dan
Balinsky (Sumarni, 2000) membedakan minat menjadi dua,
yaitu :
a. Minat subyektif adalah perasaan senang atau tidak senang
pada suatu obyek yang berdasar pada pengalaman.
b. Minat obyektif adalah suatu reaksi menerima atau menolak
suatu obyek disekitarnya.
Jones (Handayani, 2000) membagi minat menjadi dua,
yaitu :
a. Minat instrinsik yaitu minat yang berhubungan dengan
aktivitas itu sendiri dan merupakan minat yang tampak
nyata.
b. Minat ekstrinsik yaitu minat yang disertai dengan
perasaan senang yang berhubungan dengan tujuan aktivitas.
Antara kedua minat tersebut seringkali sulit
dipisahkan pada minat intrinsik kesenangan itu akan terus
berlangsung dan dianjurkan meskipun tujuan sudah tercapai,
sedangkan pada minat ekstrinsik kemungkinan bila tujuan
tercapai, maka minat akan hilang.
Menurut Syamsudin (Lidyawati, 1998) minat terbagi menjadi
dua jenis, yaitu :
a. Minat spontan, yaitu minat yang secara spontan timbul
dengan sendirinya.
b. Minat dengan sengaja, yaitu minat yang timbul karena
sengaja dibangkitkan melalui rangsangan yang sengaja
dipergunakan untuk membangkitkannya.
Berdasarkan beberapa teori di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa minat terbagi menjadi beberapa jenis,
yaitu minat subyektif, minat obyektif, minat instrinsik,
minat ekstrinsik, minat spontan dan juga minat dengan
sengaja yang pada dasarnya kesemua jenis minat tersebut
dapat timbul karena adanya rangsangan.
c. Pengertian minat membeli
Pemahaman terhadap perilaku konsumen tidak lepas dari
minat membeli, karena minat membeli merupakan salah satu
tahap yang pada subyek sebelum mengambil keputusan untuk
membeli. Poerwadarminto (1991) mendefinisikan membeli
adalah memperoleh sesuatu dengan membayar uang atau
memperoleh sesuatu dengan pengorbanan, sehingga dengan
mengacu pada pendapat di atas, minat membeli dapat
diartikan sebagai suatu sikap senang terhadap suatu obyek
yang membuat individu berusaha untuk mendapatkan obyek
tersebut dengan cara membayarnya dengan uang atau dengan
pengorbanan.
Engel dkk (1995) berpendapat bahwa minat membeli
sebagai suatu kekuatan pendorong atau sebagai motif yang
bersifat instrinsik yang mampu mendorong seseorang untuk
menaruh perhatian secara spontan, wajar, mudah, tanpa
paksaan dan selektif pada suatu produk untuk kemudian
mengambil keputusan membeli.Hal ini dimungkinkan oleh
adanya kesesuaian dengan kepentingan individu yang
bersangkutan serta memberi kesenangan, kepuasan pada
dirinya.Jadi sangatlah jelas bahwa minat membeli diartikan
sebagai suatusikap menyukai yang ditujukan dengan
kecenderungan untuk selalu membeli yang disesuaikan dengan
kesenangan dan kepentingannya.
Menurut Markin (Suntara, 1998) minat membeli merupakan
aktivitas psikis yang timbul karena adanya perasaan
(afektif) dan pikiran (kognitif) terhadap suatu barang atau
jasa yang diinginkan.
Berdasarkan uraian di atas maka pengertian membeli
adalah pemusatan perhatian terhadap sesuatu yang disertai
dengan perasaan senang terhadap barang tersebut, kemudian
minat individu tersebut menimbulkan keinginan sehingga
timbul perasaan yang meyakinkan bahwa barang tersebut
mempunyai manfaat sehingga individu ingin memiliki barang
tersebut dengan cara membayar atau menukar dengan uang.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi minat membeli
Minat membeli adalah suatu tahapan terjadinya
keputusan untuk membeli suatu produk. Francesco (Susanto,
1977) menyatakan bahwa individu dalam mengambil keputusan
untuk membeli suatu barang atau jasa ditentukan oleh dua
faktor, yaitu :
a. Faktor luar atau faktor lingkungan yang mempengaruhi
individu seperti lingkungan kantor, keluarga, lingkungan
sekolah dan sebagainya.
b. Faktor dalam diri individu, seperti kepribadiannya
sebagai calon konsumen.
Swastha dan Irawan (2001) mengemukakan faktor-faktor
yang mempengaruhi minat membeli berhubungan dengan perasaan
dan emosi, bila seseorang merasa senang dan puas dalam
membeli barang atau jasa maka hal itu akan memperkuat minat
membeli, kegagalan biasanya menghilangkan minat.
Super dan Crites (Lidyawatie, 1998) menjelaskan bahwa
ada beberapa faktor yang mempengaruhi minat, yaitu :
a. Perbedaan pekerjaan, artinya dengan adanya perbedaan
pekerjaan seseorang dapat diperkirakan minat terhadap
tingkat pendidikan yang ingin dicapainya, aktivitas yang
dilakukan, penggunaan waktu senggangnya, dan lain-lain.
b. Perbedaan sosial ekonomi, artinya seseorang yang
mempunyai sosial ekonomi tinggi akan lebih mudah mencapai
apa yang diinginkannya daripada yang mempunyai sosial
ekonomi rendah.
c. Perbedaan hobi atau kegemaran, artinya bagaimana
seseorang menggunakan waktu senggangnya
d. Perbedaan jenis kelamin, artinya minat wanita akan
berbeda dengan minat pria, misalnya dalam pembelanjaan.
e. Perbedaan usia, artinya usia anak-anak, remaja, dewasa
dan orangtua akan berbeda minatnya terhadap suatu barang,
aktivitas benda dan seseorang.
Swastha (2000) mengatakan bahwa dalam membeli suatu
barang, konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor di
samping jenis barang, faktor demografi, dan ekonomi juga
dipengaruhi oleh faktor psikologis seperti motif, sikap,
keyakinan, minat, kepribadian, angan-angan dan sebagainya.
Kotler (1999) mengemukakan bahwa perilaku membeli
dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu :
a. Budaya (culture, sub culture dan kelas ekonomi)
b. Sosial (kelompok acuan, keluarga serta peran dan status)
c. Pribadi (usia dan tahapan daur hidup, pekerjaan, keadaan
ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri).
d. Psikologis (motivasi, persepsi, belajar, kepercayaan dan
sikap)
Schiffman dan Kanuk (Cahyono, 1990) mengatakan bahwa
persepsi seesorang tentang kualitas produk akan berpengaruh
terhadap minat membeli yang terdapat pada individu.
Persepsi yang positif tentang kualitas produk akan
merangsang timbulnya minat konsumen untuk membeli yang
diikuti oleh perilaku pembelian.
Perilaku membeli timbul karena didahului oleh adanya
minat membeli, minat untuk membeli muncul salah satunya
disebabkan oleh persepsi yang didapatkan bahwa produk
tersebut memiliki kualitas yang baik. Jadi, minat membeli
dapat diamati sejak sebelum perilaku membeli timbul dari
konsumen.
KETERLIBATAN PERSEPSI KUALITAS PRODUK
PERSEPSI KUALITAS PRODUK
Berdasarkan uraian di atas maka aspek yang dipilih
untuk diukur adalah aspek minat membeli dari Second dan
Backman (Sab’atun, 2001) yaitu aspek kognitif, afektif dan
konatif pada ketertarikan, keinginan, dan keyakinan dalam
pengukuran minat membeli.
F. Hipotesis
Menurut PPKI (2000: 12) “hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap masalah penelitian yang secara teoritis diangggap
paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya”.
Sehubungan dengan adanya pengaruh persepsi kualitas terhadap
minat pembelian barang untuk produk telepon pintar (smartphone)
di Kota Surakarta, maka hipotesis yang diajukan adalah :
H1 : Keterlibatan konsumen terhadap produk akan berpengaruh
positif terhadap persepsi kualitas produk
H2 : Nilai-nilai konsumen akan berpengaruh positif terhadap
kepuasan secara keseluruhan dengan produk
H3 : Kepuasan yang menyeluruh dengan produk akan berhubungan
positif terhadap minat pembelian produk
H4 : Persepsi kualitas produk berpengaruh positif terhadap
minat pembelianH5 : Persepsi kualitas produk berpengaruh positif terhadap
kepuasan yang menyeluruh
G. Kerangka Pikir
Berdasarkan hipotesis diatas, kerangka pikir penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut :
NILAIKEPUASAN SECARA
MENYELURUH
PERSEPSI KUALITAS PRODUK
H. Metode Penelitian
Dalam suatu penelitian, penentuan metode penelitian
adalah hal yang sangat penting karena hal ini sangat
menentukan benar atau salahnya pengambilan data dan kesimpulan
dari hasil suatu penelitian. Dalam hal ini metode merupakan
cara yang utama yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan
penelitian dengan menggunakan teknik serta alat analisa
tertentu, maka langkah-langkah yang harus ditempuh hendaknya
harus sesuai dengan masalah yang dikemukakan. Hadi (2000)
mengatakan bahwa kesalahan yang dilakukan dalam menentukan
metode akan mengakibatkan kesalahan dalam pengambilan
keputusan, sebaliknya semakin tepat metode yang digunakan
diharapkan semakin baik pula hasil yang diperoleh.
a. Populasi, Sampel dan Teknik Pengumpulan Sampel
1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah semua konsumen yang
telah membeli ponsel smart phone di kota surakarta
2. Sampel
Dari populasi diatas akan diambil sampel sebanyak 200
orang yang melakukan pembelian smart phone di Pusat
Perbelanjaan Singosaren Kota Surakarta. Sampel yang
diteliti adalah mereka yang telah berpenghasilan sendiri
dengan rentang umur antara 20-40 tahun. Jenis kelamin
dari sampel ini adalah laki-laki dan perempuan.
3. Teknik pengambilan sampel
Sampel acak secara probabilistik diambil, dengan
melakukan wawancara terstruktur menggunakan kuisioner
kepada pengunjung pusat perbelanjaan elektronik terbesar
di Kota Surakarta, yaitu Singosaren. Mereka yang terpilih
sebagai responden adalah pengunjung yang berniat
melakukan pembelian smart phone dan mereka yang telah
menggunakan smartphone, serta mereka yang saat itu sedang
membeli smartphone.
b. Metode Pengujian
Untuk menguji keterlibatan konsumen dengan produk
smartphone digunakan Personal Involvement Inventory (PII)
yang dikembangkan oleh Zaichkowsky (1985,1994). Sedangkan
untuk mengukur nilai digunakan List of Value (LOV) yang
dikembangkan oleh Kahle (1986). LOV digunakan untuk
mengukur nilai yang biasanya sering digunakan oleh para
peneliti.LOV memiliki Sembilan variable nilai yaitu rasa
kepemilikan, ketertarikan, kesenangan hidup, hubungan yang
akrab dengan sesame, eksistensi diri, dihormati orang lain,
rasa ingin berprestasi, keamanan, dan kehormatan diri.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono. 1990. Studi Eksperimental : Pengaruh Pencantuman Merk
terhadap Persepsi tentang Kualitas Susu Coklat pada Siswa-
Siswi SMA N I Yogyarkata. Skripsi (tidak diterbitkan).
Kahle,Rodoula.2006. The Role of Preceived product Quality and
overall Satisfaction on Purchase Intention.Journal of Consumer
Studies,207-217
Solopos.2013. Penjualan Smart Phone Samsung Kuasai 80% Pasar Indonesia :01
Agustus : Solo
RANCANGAN PROPOSAL SKRIPSI
PENGARUH PERSEPSI KUALITAS TERHADAP MINAT PEMBELIAN
KONSUMEN TELEPON PINTAR
DI KOTA SURAKARTA