Judul PENGARUH PERSEPSI KUALITAS TERHADAP MINAT PEMBELIAN PADA PRODUK SMART PHONE DI KOTA SURAKARTA

26
Judul PENGARUH PERSEPSI KUALITAS TERHADAP MINAT PEMBELIAN PADA PRODUK SMART PHONE DI KOTA SURAKARTA Latar Belakang Masalah Perkembangan informasi era digital kian bergeser menjadi kebutuhan primer bagi setiap orang. Hampir semua individu menginginkan pemberitaan terbaru mengenai dunia politik, ekonomi, sosial ,budaya, bahkan tentang rekan kerja, rekan bisnis atau sahabat-sahabat lamanya di bangku sekolah. Kebutuhan akan update informasi ini mendorong setiap orang untuk mengadopsi gadget berteknologi tinggi yang mampu menyediakan fitur-fitur unggulan sebagai pintu kemana saja untuk memantau perkembangan bisnis, serta kabar-kabar penting lainnya dengan motif yang bervariasi. Dampak dari perkembangan teknologi dan informasi yang kian tajam pertumbuhannya, mengakibatkan pergeseran gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat dari penggunaan produk-produk tradisional menjadi produk berteknologi tinggi sebagai jawaban dari rongrongan kebutuhan informasi yang kian menjadi-jadi. Motif konsumsi masyarakat terhadap telepon genggam yang dulu hanya sebagai fasilitator penyampai pesan singkat berformat teks dan audio, kini berameliorasi menjadi fasilitas pendukung bisnis, fotografi, dan presentasi. Selain itu layanan berkirim pesan pun diperluas tak hanya berupa teks dan audio melainkan juga audio dan video dengan jaringan 3G. Variasi kebutuhan yang semakin meninggi tersebut menyebabkan penyerapan pasar smart phone di tanah air kian meningkat. Bagi sejumlah raksasa vendorsmart phone, Indonesia merupakan pasar potensial untuk mengeruk keuntungan.Sebut saja Nokia dan

Transcript of Judul PENGARUH PERSEPSI KUALITAS TERHADAP MINAT PEMBELIAN PADA PRODUK SMART PHONE DI KOTA SURAKARTA

Judul

PENGARUH PERSEPSI KUALITAS TERHADAP MINAT PEMBELIAN PADA

PRODUK SMART PHONE DI KOTA SURAKARTA

Latar Belakang Masalah

Perkembangan informasi era digital kian bergeser menjadi

kebutuhan primer bagi setiap orang. Hampir semua individu

menginginkan pemberitaan terbaru mengenai dunia politik,

ekonomi, sosial ,budaya, bahkan tentang rekan kerja, rekan

bisnis atau sahabat-sahabat lamanya di bangku sekolah. Kebutuhan

akan update informasi ini mendorong setiap orang untuk

mengadopsi gadget berteknologi tinggi yang mampu menyediakan

fitur-fitur unggulan sebagai pintu kemana saja untuk memantau

perkembangan bisnis, serta kabar-kabar penting lainnya dengan

motif yang bervariasi.

Dampak dari perkembangan teknologi dan informasi yang kian

tajam pertumbuhannya, mengakibatkan pergeseran gaya hidup dan

pola konsumsi masyarakat dari penggunaan produk-produk

tradisional menjadi produk berteknologi tinggi sebagai jawaban

dari rongrongan kebutuhan informasi yang kian menjadi-jadi.

Motif konsumsi masyarakat terhadap telepon genggam yang dulu

hanya sebagai fasilitator penyampai pesan singkat berformat teks

dan audio, kini berameliorasi menjadi fasilitas pendukung

bisnis, fotografi, dan presentasi. Selain itu layanan berkirim

pesan pun diperluas tak hanya berupa teks dan audio melainkan

juga audio dan video dengan jaringan 3G. Variasi kebutuhan yang

semakin meninggi tersebut menyebabkan penyerapan pasar smart phone

di tanah air kian meningkat.

Bagi sejumlah raksasa vendorsmart phone, Indonesia merupakan

pasar potensial untuk mengeruk keuntungan.Sebut saja Nokia dan

Ericcson pada awal 2000 kemudian bergeser menjadi Blackberry dan

yang terakhir raja smartphone dari Korea Selatan,

Samsung.Dilansir teknoflas.com, Selasa (30/7/2013), para analis

memprediksi penjualan smartphone di Indonesia dalam waktu dekat

akan menembus 12 juta sampai 15 juta unit.

Dikutip dari swa.co.id, berdasarkan hasil riset Ericsson Lab

pada 2011 hingga awal 2012 kepada 6.600 responden di seluruh

Indonesia, pertumbuhan penggunaan smartphone di perkotaan naik

dari 8% pada 2011 menjadi 22% di 2012. Yang mengejutkan, di

pedesaan angka penggunanya juga naik dari 5% menjadi 21%.Orang-

orang di desa sepertinya tak mau ketinggalan menggunakan

smartphone.

Ditengah ketatnya persaingan produk smartphone, para produsen

hendaknya memperhitungkan kebutuhan dan motivasi apa saja yang

mendasari perilaku konsumen, yang akan memungkinkan para pemasar

untuk memahami dan meramalkan perilaku konsumen. Perilaku

konsumen merupakan suatu proses yang muncul saat individu

memilih, menggunakan dan membuang produk ataupun jasa untuk

memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Peranan perilaku konsumen

adalah penting, karena produsen akan mempunyai pandangan yang

lebih luas dan akan mengetahui peluang baru yang berasal dari

belum terpenuhinya kebutuhan konsumen, untuk keperluan tersebut,

maka tahap pertama yang harus dipahami oleh para produsen adalah

variabel-variabel apa saja yang mempengaruhi perilaku konsumen.

Salah satu variabel penting yang menjadi bahan pertimbangan

konsumen smartphoneadalah kualitas produk. Aspek penting dalam

kualitas meliputi pertanyaan mengenai “Apakah suatu produk atau

jasa tersebut memenuhi atau bahkan melebihi harapan pelanggan?”

Konsep kualitas sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan

suatu produk atau jasa. Para pakar pun berbeda-beda dalam

mendefinisikan kualitas, salah satunya adalah menurut Goetsch

dan Davis (Diptono dan Diana, 2001) yang mendefinisikan bahwa

kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubngan dengan

produk jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau

melebihi harapan. Adanya konsep tentang penilaian suatu kualitas

produk lebih didasarkan dari terbentuknya persepsi seseorang

terhadap produk tersebut. Sedangkan untuk persepsi terhadap

kualitas produk sendiri dapat didefinisikan sebagai persepsi

pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu

produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan

oleh pelanggan (Durianto, dkk, 2001). Karena persepsi terhadap

kualitas merupakan persepsi dari pelanggan, maka tidak dapat

ditentukan secara obyektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan

apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki

kepentingan yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa.

Persepsi terhadap kualitas suatu produk perlu dinilai

berdasarkan sekumpulan kriteria yang berbeda karena mengingat

kepentingan dan keterlibatan konsumen berbeda-beda. Persepsi

terhadap kualitas mencerminkan perasaan konsumen yang secara

menyeluruh mengenai suatu merk. Dalam konsep perilaku konsumen

persepsi terhadap kualitas dari seorang konsumen adalah hal yang

sangat penting, produsen berlomba-lomba dengan berbagai cara

untuk dapat menghasilkan suatu produk atau jasa yang bagus

menurut konsumen (Parji, 1991).

Berkaitan dengan kualitas produk, konsumen seringkali

mengasosiasikan kualitas berdasarkan nilai instrinsik dan nilai

ekstrinsik yang ada pada produk. Untuk nilai ekstrinsik yang

terkait dengan produk smartphoneantara lain desain, bahan, fitur,

dan kinerja softwarenya. Hal-hal ini sering kali menjadi bahan

pertimbangan khusus bagi pelanggan sebelum melakukan keputusan

pembelian. Namun demikian minat membeli yang muncul pada seorang

konsumen sering kali bukan hanya didasarkan pada pertimbangan

kualitas dari produk atau jasa tersebut, tetapi ada dorongan-

dorongan lain yang menimbulkan keputusan dalam pembelian suatu

barang atau jasa seperti kebudayaan, kelas sosial, keluarga,

pengalaman, kepribadian, sikap, kepercayaan diri, konsep diri

dan sebagainya. Keputusan konsumen untuk membeli barang atau

jasa, sering juga didasarkan atas pertimbangan yang irrasional,

dalam artian karena barang tersebut akan dapat meningkatkan

harga dirinya, supaya tidak ketinggalan jaman, dikagumi,

dianggap sebagai kelas tertentu, dan sebagainya (Susana, 2002).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang ada dalam pendahuluan di atas, maka

rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Bagaimana persepsi kualitas dapat mempengaruhi keputusan

pembelian konsumen?

2. Apakah dalam melakukan proses pembelian smartphoneperilaku

pembelian konsumen akan bergantung pada nilai-nilai yang di

anut ?

3. Seberapa besar keterlibatan konsumen ketika hendak mengambil

keputusan pembelian smartphone?

4. Serta, bagaimanakah keterlibatan konsumen ini mempengaruhi

konsumen dalam mempersepsikan kualitas produk-produk

smartphone?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka tujuan

dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Apakah ada hubungan antara persepsi terhadap kualitas produk

dengan minat membeli produk smartphone.

2. Sumbangan efektif persepsi terhadap kualitas produk dengan

minat membeli smartphone pada konsumen.

3. Seberapa besar tingkat minat membeli konsumen.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini menguji persepsi kualitas yang muncul dibenak

konsumen dan pengaruh yang ditimbulkannya terhadap sikap dan

perilaku pembelian konsumen terhadap produk smartphone, oleh

karena itu penelitian ini akan memiliki banyak manfaat yang

antara lain sebagai berikut :

1. Bagi ilmu pengetahuan khususnya psikologi konsumen, yaitu

untuk dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan berupa data

empiris tentang hubungan antara persepsi terhadap kualitas

produk dengan minat membeli.

2. Bagi produsen, membantu perusahaan untuk dapat lebih

meningkatkan persepsi di masyarakat tentang kualitas produk

mereka secara positif, sehingga diharapkan pembelian akan

dilanjutkan dengan minat untuk pembelian ulang.

3. Bagi konsumen dapat menjadi pertimbangan untuk menetapkan

keputusan pembelian apakah akan menggunakan ponsel biasa atau

smartphone.

E. Tinjauan Pustaka

1. Nilai

Banyak peneliti yang memprediksi bahwa nilai-nilai yang

dianut konsumen akan memberikan dampak yang sangat

signifikan pada sikap social dan perilaku konsumen. Nilai-

nilai tertentu yang dianut oleh seseorang akan mempengaruhi

gaya belanja mereka, hal ini akan terkait dengan tingginya

pendidikan dan jurusan apa pendidikan orang tersebut,

afiliasi partai politik, serta norma-norma agama yang ia

anut (Scwartz and Bilsky). Literature-literatur pemasaran

menyebutkan bahwa nilai-nilai yang dipegang konsumen akan

memiliki pengaruh langsung terhadap pemilihan konsumen

terhadap produk yang akan mereka konsumsi, dan nilai ini

memberikan dampak tidak langsung terhadap sikap, minat dan

perilaku pembelian mereka (pitts dan Woodside, 1984).

2. Keterlibatan

Keterlibatan menjadi isu penting yang banyak diteliti

untuk menilai sikap, perilaku konsumen, persuasi, dan riset

tentang periklanan. Keterlibatan pada produk adalah

persepsi yang berkaitan dengan kelas produk berdasarkan

pada sifat-sifat dasar konsumen, ketertarikan, dan nilai

(zaichkowsky, 1985).

Pendekatan yang paling popular digunakan untuk

menjelaskan peran keterlibatan adalah The Elaboration

Likelihood Model yang dipopulerkan oleh petty et al, teori

ini menjelaskan bahwa sikap konsumen berubah dari

sentralnya dan sekitarnya. Sikap konsumen bisa berubah

karena konsumen tidak memiliki pengetahuan yang cukup

tentang produk dan tidak dapat membuat penilaian secara

objektif.Keterlibatan pada produk juga memiliki pengaruh

terhadap kepuasan, ia menjadi mediator antara mood dengan

minat belanja.

3. Kepuasan

Kotler dan Keller (2000), menyatakan bahwa kepuasan

pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang

setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan

dibandingkan dengan harapannya. Konsumen yang merasa puas

adalah konsumen yang menerima nlai tambah yang lebih dari

perusahaan. Memuaskan konsumen tidak hanya berarti

memberikan tambahan produk atau jasa, pelayanan ataupun

system yang digunakan.

Kepuasan pelanggan dianggap sebagai gagasan yang sangat

penting dan menjadi tujuan utama dalam pemasaran ( Ereveles

dan levit, 1992). Kepuasan berperan penting dalam pemasaran

karena menjadi predictor dalam menilai perilaku pembelian

konsumen. Perilaku pembelian konsumen antara lain pembelian

kembali, minat pembelian, pilihan merek, dan perilaku

penggantian merek.

4. Perspsi Kualitas

a. Pengertian persepsi terhadap kualitas produk

Pada hakekatnya, setiap orang selalu melakukan persepsi

terhadap hal-hal di sekitarnya. Hal-hal telah dipelajari

sebeluknya atau pengalaman-pengalaman masa lalunya bersama

dengan hal-hal dari luar individu yang baru saja dipelajari,

ditambah dengan hal-hal lain, seperti sikap, harapan-harapan,

fantasi, ingatan dan nilai-nilai yang dimiliki individu akan

mempengaruhi persepsinya terhadap suatu obyek persepsi.

Simamora (2002) mengatakan bahwa yang terpenting dari

kualitas produk adalah kualitas obyektif dan kualitas menurut

persepsi konsumen (persepsi kualitas) yang terpenting adalah

persepsi di mata konsumen.

Persepsi konsumen terhadap sesuatu hal ini kualitas suatu

produk berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh konsumen,

karena persepsi kualitas merupakan persepsi dari konsumen maka

persepsi kualitas tidak dapat ditentukan secara obyektif.

Persepsi konsumen akan melibatkan apa yang penting bagi

konsumen sehingga akan membawa minat membeli yang berbeda

pula. Melalui kemampuan mempersepsi obyek stimulus, seseorang

memperoleh input berupa pengetahuan tentang kualitas suatu

produk. Sehingga konsumen yang dihadapkan pada suatu produk

akan merasa yakin dan tertarik terhadap kualitas dari suatu

produk dan dapat pula digunakan dalam pengambilan keputusan

(Wetley dan Yuki, 1992).

Persepsi terhadap kualitas produk didefinisikan sebagai

persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau

keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa

yang diharapkan oleh pelanggan (Durlanto, Sugiarto & Sitinjak,

2001). Karena persepsi terhadap kualitas merupakan persepsi

dari pelanggan, maka tidak dapat ditentukan secara obyektif.

Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting agar

pelanggan karena setiap pelanggan memiliki kepentingan yang

berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa

persepsi terhadap kualitas produk adalah suatu proses yang

terjadi dalam diri individu dalam memilih, menafsirkan,

mengorganisasikan, menginterprestasikan, dan memberikan

penilaian terhadap kualitas suatu produk apakah produk

tersebut memuaskan atau tidak yang didasarkan pada pengalaman

dan pengetahuannya.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap kualitas

produk

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi individu

terhadap suatu obyek. Faktor-faktor itu menyangkut faktor yang

ada dalam diri individu dan faktor yang berhubungan dengan

lingkungan individu. Faktor-faktor teknis dan timbul dalam

diri individu yang mempengaruhi proses persepsi diantaranya

faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuan

(Mar’at, 1981). Kriteria-kriteria tersebut juga mempengaruhi

persepsi konsumen terhadap kualitas produk yang akan mereka

beli. Konsumen dapat mempunyai kesan-kesan tentang diri mereka

sendiri maupun produk yang akan mereka beli, sehingga konsumen

dapat mempersepsi produk yang akan dibeli dan melakukan

keputusan pembelian.

Seseorang yang mendapat rangsangan siap untuk melakukan

suatu perilaku tertentu. Bagaimana orang tersebut melakukannya

dipengaruhi oleh persepsi terhadap situasi. Dua orang yang

mendapat rangsangan yang sama dalam situasi yang sama mungkin

bertindak lain, karena mereka memandang situasi dengan cara

yang berbeda.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan lingkungan individu

adalah usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, kelas sosial dan

lokasi dimana konsumen berada juga mempengaruhi persepsi

konsumen (Walters dan Paul dalam Orbandini, 1996). Faktor-

faktor ini menyebabkan seseorang individu memiliki pengalaman

yang berbeda dengan individu lainnya, sehingga berpengaruh

pula pada caranya mempersepsi stimulus yang diterima. Faktor-

faktor lain yang juga ikut mempengaruhi persepsi terhadap

kualitas produk adalah harga dan merk.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap kualitas

produk adalah harga, merk, pengalaman, suasana hati, usia,

pendidikan dan pengetahuannya, pekerjaan, kelas sosial dan

lokasi dimana konsumen itu berada.

c. Aspek untuk mengukur persepsi terhadap kualitas produk

Persepsi terhadap kualitas produk merupakan persepsi

konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu

produk yang berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh

konsumen. Karena persepsi kualitas tidak dapat ditentukan

secara obyektif. Persepsi konsumen akan melibatkan apa yang

penting bagi konsumen, karena setiap konsumen memiliki

kepentingan yang berbeda-beda terhadap suatu produk (Durianto,

dkk, 2001).

Sehubungan dengan penelitian ini aspek-aspek untuk

mengukur persepsi terhadap kualitas produk berdasarkan teori

dari Rakhmat (1988) yang terdiri dari pengetahuan dan

pengalaman. Sedangkan obyek yang dipersepsi adalah kualitas

produk yang pengukurannya didasarkan pada dimensi kualitas

produk dengan mengacu pada pendapat Garvin (Durianto dkk,

2001) yang mengatakan bahwa terdapat tujuh dimensi

karakteristik yang digunakan oleh para konsumen dalam

mempersepsi kualitas produk. Ketujuh dimensi karakteristik

kualitas produktsb adalah :

1) Kinerja : melibatkan berbagai karakteristik operasional

utama, misalnya karakteristik operasional mobil adalah

kecepatan, akselerasi, sistem kemudi serta kenyamanan.

2) Pelayanan : mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan

pada produk tersebut. Misalnya motor merk tertentu

menyediakan bengkel pelayanan kerusakan atau service

bergaransi

3) Ketahanan : mencerminkan umur ekonomis dari produk tsbn,

atau beberapa lama produk dapat digunakan. Misal motor merk

tertentu yang memposisikan dirinyta sebagai mobil tahan

lama walau telah berumur di atas 5 tahun tetapi masih

berfungsi dengan baik.

4) Keandalan : konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu

produk dari satu pembelian ke pembelian berikutnya.

5) Karakteristik produk : bagian-bagian tambahan dari produk.

Bagian-bagian tambahan ini memberi penekanan bahwa

perusahaan memahami kebutuhan pelanggarannya yang dinamis

sesuai perkembangan, yaitu menyangkut corak, rasa,

penampilan, bau dan daya tarik produk.

6) Kesesuaian dengan spesifikasi : merupakan pandangan

mengenai kualitas proses manufaktur (tidak ada cacat

produk) sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan

teruji.

7) Hasil : mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang

melibatkan enam dimensi sebelumnya. Jika perusahaan tidak

dapat menghasilkan hasil akhir produk yang baik maka

kemungkinan produk tersebut tidak akan mempunyai atribut

kualitas lain yang penting.

Martinich (Yamit, 2001) mengemukakan bahwa ada enam

dimensi karakteristik yang digunakan oleh para konsumen dalam

mempersepsi kualitas suatu produk. Keenam dimensi

karakteristik kualitas produk tersebut adalah :

1) Performance : karakteristik operasi dasar dari suatu

produk.

2) Range and type of features : kemampuan atau keistimewaan

yang dimiliki produk.

3) Reliability and durability : kehandalan produk dalam

penggunaan secara normal dan berapa lama produk dapat

digunakan

4) Maintainability and serviceability : kemudahan untuk

pengoperasian produk dan kemudahan pemakaian.

5) Sensory characteristics : penampilan, corak, rasa, daya

tarik, bau, selera dan beberapa faktor lainnya yang mungkin

terjadi aspek penting dalam kualitas.

6) Ethical profile and image : kualitas adalah bagian terbesar

dari kesan pelanggan terhadap produk.

Dari aspek-aspek yang telah diterangkan di atas maka

dipilih salah satu aspek yang dipakai, yaitu aspek persepsi

terhadap kualitas produk oleh David A. Garvin (Durianto, dkk :

2001) yaitu dimensi persepsi terhadap kualitas produk terdiri

dari kinerja, pelayanan, ketahanan, keandalan, karakteristik

produk, kesesuaian dengan spesifikasi dan hasil yang

didapatkan oleh konsumen.

d. Hubungan antara Persepsi terhadap Kualitas Produk dengan

Minat Membeli

Individu dalam membeli produk selalu menginginkan

untuk mendapatkan produk yang baik dan berkualitas. Selama

ini persepsi konsumen terhadap kualitas suatu produk masih

diwarnai keragu-raguan. Ini disebabkan karena konsumen

hanya mendapat sedikit informasi yang obyektif dari

produsen atau pemasar. Seseorang yang telah melihat dan

mendengar kualitas suatu produk tentu telah mempunyai sikap

dan keyakinan terhadap produk. Hal ini tentunya akan

mempengaruhi perilaku yang dimilikinya berkaitan dengan

stimuli yang diterimanya. Dengan kata lain terdapat

rangsangan pada diri individu yang mendorongnya berperilaku

sesuai dengan obyek stimuli yang diterimanya.

Persepsi terhadap kualitas suatu produk didefinisikan

sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas

atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan

dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan (Durianto, dkk,

2001). Karena persepsi terhadap kualitas merupakan persepsi

dari pelanggan, maka tidak dapat ditentukan secara

obyektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang

penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki

kepentingan yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau

jasa.

Sesuai dengan pendapat Kotler (1999) yang mengatakan

bahwa para konsumen tidak asal saja mengambil keputusan

pembelian. Pembelian konsumen sangat terpengaruh oleh

sifat-sifat budaya, sosial, pribadi dan psikologi. Faktor-

faktor psikologi dari sini diantaranya adalah motivasi,

belajar, persepsi, kepercayaan dan sikap. Persepsi

merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengambilan

keputusan.

Minat merupakan sesuatu hal yang penting, karena minat

merupakan suatu kondisi yang mendahului sebelum individu

mempertimbangkan atau membuat keputusan untuk membeli suatu

barang, sehingga minat membeli merupakan sesuatu hal yang

harus diperhatikan oleh para produsen atau penjual. Susanto

(1997) mengatakan bahwa individu yang mempunyai minat

membeli, menunjukkan adanya perhatian dan rasa senang

terhadap barang tersebut. Adanya minat individu ini

menimbulkan keinginan, sehingga timbul perasaan yang

menyakinkan dirinya bahra barang tersebut mempunyai manfaat

bagi dirinya dan apa yang menjadi minat indibidu ini dapat

diikuti oleh suatu keputusan yang akhirnya menimbulkan

realisasi berupa perilaku membeli. Seperti diketahui,

persepsi terhadap kualitas produk pada tiap-tiap orang

berbeda, sehingga akan membawa minat membeli yang berbeda

pula. Persepsi seseorang tentang kualitas suatu produk akan

berpengaruh terhadap minat membeli yang terdapat pada

individu. Persepsi yang positif tentang kualitas produk

akan merangsang timbulnya minat konsumen untuk membeli yang

diikuti oleh perilaku pembelian. Konsumen cenderung menilai

kualitas suatu produk berdasar faktor-faktor yang mereka

asosiasikan dengan produk tersebut. Faktor tersebut dapat

bersifat intrinsik yaitu karakteristik produk seperti

ukuran, warna, rasa atau aroma dan faktor ekstrinsik

seperti harga, citra toko, citra merk dan pesan promosi.

Apabila atribut-atribut yang terdapat dalam suatu produk

itu sesuai dengan apa yang diinginkan konsumen, maka ini

akan menimbulkan minat membeli (Schiffman and Kanuk dalam

Cahyono, 1990).

Produsen sebagai pembuat suatu produk, pastilah

memiliki harapan agar produk yang dihasilkannya dapat laku

dipasaran. Tetapi bagaimanakah sikap dari konsumen sendiri

terhadap barang tersebut, apakah mereka akan memandang

barang tersebut sebagai barang yang bagus, menarik, tahan

lama ataukah barang tersebut jelek, tidak menarik, mudah

rusak dan sebagainya yang diharapkan dari apa yang telah

didengar atau dilihat oleh masyarakat itu dapat menimbulkan

minat mereka untuk mengetahui lebih lanjut tentang kualitas

barang tersebut secara langsung. Sehingga, berangkat dari

minat tersebut mereka dapat sekedar mencoba apa yang

ditawarkan, yang nantinya menimbulkan keinginan dari diri

konsumen untuk ingin memiliki, terutama bila minat membeli

menempatkan persepsi terhadap kualitas suatu produk sebagai

faktor yang penting dalam membuat keputusan.

5. Minat Membeli

a. Pengertian Minat

Minat merupakan salah satu aspek psikologis yang

mempunyai pengaruh cukup besar terhadap sikap perilaku dan

minat juga merupakan sumber motivasi yang akan mengarahkan

seseorang dalam melakukan apa yang mereka lakukan (Hurigck,

1978). Gunarso (1985), mengartikan bahwa minat adalah

sesuatu yang pribadi dan berhubungan dengan sikap, individu

yang berminat terhadap suatu obyek akan mempunyai kekuatan

atau dorongan untuk melakukan seorangkaian tingkah laku

untuk mendekati atau mendapatkan objek tersebut.

Woodworth dan Marquis (Sab’atun, 2001) berpendapat,

minat merupakan suatu motif yang menyebabkan individu

berhubungan secara aktif dengan obyek yang menarik

baginya.Oleh karena itu minat dikatakan sebagai suatu

dorongan untuk berhubungan dengan lingkungannya,

kecenderungan untuk memeriksa, menyelidiki atau mengerjakan

suatu aktivitas yang menarik baginya.Apabila individu

menaruh minat terhadap sesuatu hal ini disebabkan obyek itu

berguna untuk menenuhi kebutuhannya.

Kecenderungan seseorang untuk memberikan perhatian

apabila disertai dengan perasaan suka atau sering disebut

dengan minat (Rustan, 1988). Minat tersebut apabila sudah

terbentuk pada diri seseorang maka cenderung menetap

sepanjang obyek minat tersebut efektif baginya, sehingga

apabila obyek minat tersebut tidak efektif lagi maka

minatnya pun cenderung berubah. Pada dasarnya minat

merupakan suatu sikap yang dapat membuat seseorang merasa

senang terhadap obyek situasi ataupun ide-ide tertentu yang

biasanya diikuti oleh perasaan senang dan kecenderungan

untuk mencari obyek yang disenangi tersebut. Minat seeorang

baik yang bersifat menetap atau yang bersifat sementara,

dan berbagai sistem motivasi yang dominan merupakan faktor

penentu internal yang benar-benar mendasar dalam

mempengaruhi perhatiannya (Marx dalam Suntara, 1998).

The Liang Gie (1995) menyatakan bahwa minat merupakan

landasan bagi konsentrasi dalam belajar, sedangkan Crow &

Crow (Gie, 1995) menyatakan bahwa minat adalah dasar bagi

tugas hidup untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Seseorang yang mempunyai minat terhadap sesuatu maka akan

menampilkan suatu perhatian, perasaan dan sikap positif

terhadap sesuatu hal tersebut. Eysenck, dkk (Ratnawati,

1992) mengemukakan bahwa minat merupakan suatu

kecenderungan untuk bertingkah laku yang berorientasi pada

obyek, kegiatan dan pengalaman tertentu, selanjutnya

menjelaskan bahwa intensitas kecenderungan yang dimiliki

seseorang berbeda dengan yang lainnya, mungkin lebih besar

intensitasnya atau lebih kecil tergantung pada masing-

masing orangnya.

Menurut Chaplin (1995) minat merupakan suatu sikap

yang kekal, mengikutsertakan perhatian individu dalam

memilih obyek yang dirasakan menarik bagi dirinya dan minat

juga merupakan suatu keadaan dari motivasi yang mengarahkan

tingkah laku pada tujuan tertentu. Sedangkan Witheringan

(1985) menyataka bahwa minat merupakan kesadaran individu

terhadap suatu obyek tertentu (benda, orang, situasi,

masalah) yang mempunyai sangkut paut dengan dirinya. Minat

dipandang sebagai reaksi yang sadar, karena itu kesadaran

atau info tentang suatu obyek harus ada terlebih dahulu

daripada datangnya minat terhadap obyek tersebut, cukup

kalau individu merasa bahwa obyek tersebut menimbulkan

perbeedaan bagi dirinya.

Dari beberapa uraian di atas, secara umum dapat

diambil kesimpulan bahwa minat merupakan suatu

kecenderungan seseorang untuk bertindak dan bertingkah laku

terhadap obyek yang menarik perhatian disertai dengan

perasaan senang.

b. Jenis-jenis minat

Sikap seorang konsumen terhadap minat dalam penelitian

ini merupakan suatu sikap tindakan yang dilakukan oleh

konsumen untuk memenuhi kebutuhan batinnya.Akan tetapi

sikap seorang dalam jiwa seorang konsumen, Blum dan

Balinsky (Sumarni, 2000) membedakan minat menjadi dua,

yaitu :

a. Minat subyektif adalah perasaan senang atau tidak senang

pada suatu obyek yang berdasar pada pengalaman.

b. Minat obyektif adalah suatu reaksi menerima atau menolak

suatu obyek disekitarnya.

Jones (Handayani, 2000) membagi minat menjadi dua,

yaitu :

a. Minat instrinsik yaitu minat yang berhubungan dengan

aktivitas itu sendiri dan merupakan minat yang tampak

nyata.

b. Minat ekstrinsik yaitu minat yang disertai dengan

perasaan senang yang berhubungan dengan tujuan aktivitas.

Antara kedua minat tersebut seringkali sulit

dipisahkan pada minat intrinsik kesenangan itu akan terus

berlangsung dan dianjurkan meskipun tujuan sudah tercapai,

sedangkan pada minat ekstrinsik kemungkinan bila tujuan

tercapai, maka minat akan hilang.

Menurut Syamsudin (Lidyawati, 1998) minat terbagi menjadi

dua jenis, yaitu :

a. Minat spontan, yaitu minat yang secara spontan timbul

dengan sendirinya.

b. Minat dengan sengaja, yaitu minat yang timbul karena

sengaja dibangkitkan melalui rangsangan yang sengaja

dipergunakan untuk membangkitkannya.

Berdasarkan beberapa teori di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa minat terbagi menjadi beberapa jenis,

yaitu minat subyektif, minat obyektif, minat instrinsik,

minat ekstrinsik, minat spontan dan juga minat dengan

sengaja yang pada dasarnya kesemua jenis minat tersebut

dapat timbul karena adanya rangsangan.

c. Pengertian minat membeli

Pemahaman terhadap perilaku konsumen tidak lepas dari

minat membeli, karena minat membeli merupakan salah satu

tahap yang pada subyek sebelum mengambil keputusan untuk

membeli. Poerwadarminto (1991) mendefinisikan membeli

adalah memperoleh sesuatu dengan membayar uang atau

memperoleh sesuatu dengan pengorbanan, sehingga dengan

mengacu pada pendapat di atas, minat membeli dapat

diartikan sebagai suatu sikap senang terhadap suatu obyek

yang membuat individu berusaha untuk mendapatkan obyek

tersebut dengan cara membayarnya dengan uang atau dengan

pengorbanan.

Engel dkk (1995) berpendapat bahwa minat membeli

sebagai suatu kekuatan pendorong atau sebagai motif yang

bersifat instrinsik yang mampu mendorong seseorang untuk

menaruh perhatian secara spontan, wajar, mudah, tanpa

paksaan dan selektif pada suatu produk untuk kemudian

mengambil keputusan membeli.Hal ini dimungkinkan oleh

adanya kesesuaian dengan kepentingan individu yang

bersangkutan serta memberi kesenangan, kepuasan pada

dirinya.Jadi sangatlah jelas bahwa minat membeli diartikan

sebagai suatusikap menyukai yang ditujukan dengan

kecenderungan untuk selalu membeli yang disesuaikan dengan

kesenangan dan kepentingannya.

Menurut Markin (Suntara, 1998) minat membeli merupakan

aktivitas psikis yang timbul karena adanya perasaan

(afektif) dan pikiran (kognitif) terhadap suatu barang atau

jasa yang diinginkan.

Berdasarkan uraian di atas maka pengertian membeli

adalah pemusatan perhatian terhadap sesuatu yang disertai

dengan perasaan senang terhadap barang tersebut, kemudian

minat individu tersebut menimbulkan keinginan sehingga

timbul perasaan yang meyakinkan bahwa barang tersebut

mempunyai manfaat sehingga individu ingin memiliki barang

tersebut dengan cara membayar atau menukar dengan uang.

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi minat membeli

Minat membeli adalah suatu tahapan terjadinya

keputusan untuk membeli suatu produk. Francesco (Susanto,

1977) menyatakan bahwa individu dalam mengambil keputusan

untuk membeli suatu barang atau jasa ditentukan oleh dua

faktor, yaitu :

a. Faktor luar atau faktor lingkungan yang mempengaruhi

individu seperti lingkungan kantor, keluarga, lingkungan

sekolah dan sebagainya.

b. Faktor dalam diri individu, seperti kepribadiannya

sebagai calon konsumen.

Swastha dan Irawan (2001) mengemukakan faktor-faktor

yang mempengaruhi minat membeli berhubungan dengan perasaan

dan emosi, bila seseorang merasa senang dan puas dalam

membeli barang atau jasa maka hal itu akan memperkuat minat

membeli, kegagalan biasanya menghilangkan minat.

Super dan Crites (Lidyawatie, 1998) menjelaskan bahwa

ada beberapa faktor yang mempengaruhi minat, yaitu :

a. Perbedaan pekerjaan, artinya dengan adanya perbedaan

pekerjaan seseorang dapat diperkirakan minat terhadap

tingkat pendidikan yang ingin dicapainya, aktivitas yang

dilakukan, penggunaan waktu senggangnya, dan lain-lain.

b. Perbedaan sosial ekonomi, artinya seseorang yang

mempunyai sosial ekonomi tinggi akan lebih mudah mencapai

apa yang diinginkannya daripada yang mempunyai sosial

ekonomi rendah.

c. Perbedaan hobi atau kegemaran, artinya bagaimana

seseorang menggunakan waktu senggangnya

d. Perbedaan jenis kelamin, artinya minat wanita akan

berbeda dengan minat pria, misalnya dalam pembelanjaan.

e. Perbedaan usia, artinya usia anak-anak, remaja, dewasa

dan orangtua akan berbeda minatnya terhadap suatu barang,

aktivitas benda dan seseorang.

Swastha (2000) mengatakan bahwa dalam membeli suatu

barang, konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor di

samping jenis barang, faktor demografi, dan ekonomi juga

dipengaruhi oleh faktor psikologis seperti motif, sikap,

keyakinan, minat, kepribadian, angan-angan dan sebagainya.

Kotler (1999) mengemukakan bahwa perilaku membeli

dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu :

a. Budaya (culture, sub culture dan kelas ekonomi)

b. Sosial (kelompok acuan, keluarga serta peran dan status)

c. Pribadi (usia dan tahapan daur hidup, pekerjaan, keadaan

ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri).

d. Psikologis (motivasi, persepsi, belajar, kepercayaan dan

sikap)

Schiffman dan Kanuk (Cahyono, 1990) mengatakan bahwa

persepsi seesorang tentang kualitas produk akan berpengaruh

terhadap minat membeli yang terdapat pada individu.

Persepsi yang positif tentang kualitas produk akan

merangsang timbulnya minat konsumen untuk membeli yang

diikuti oleh perilaku pembelian.

Perilaku membeli timbul karena didahului oleh adanya

minat membeli, minat untuk membeli muncul salah satunya

disebabkan oleh persepsi yang didapatkan bahwa produk

tersebut memiliki kualitas yang baik. Jadi, minat membeli

dapat diamati sejak sebelum perilaku membeli timbul dari

konsumen.

KETERLIBATAN PERSEPSI KUALITAS PRODUK

PERSEPSI KUALITAS PRODUK

Berdasarkan uraian di atas maka aspek yang dipilih

untuk diukur adalah aspek minat membeli dari Second dan

Backman (Sab’atun, 2001) yaitu aspek kognitif, afektif dan

konatif pada ketertarikan, keinginan, dan keyakinan dalam

pengukuran minat membeli.

F. Hipotesis

Menurut PPKI (2000: 12) “hipotesis merupakan jawaban sementara

terhadap masalah penelitian yang secara teoritis diangggap

paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya”.

Sehubungan dengan adanya pengaruh persepsi kualitas terhadap

minat pembelian barang untuk produk telepon pintar (smartphone)

di Kota Surakarta, maka hipotesis yang diajukan adalah :

H1 : Keterlibatan konsumen terhadap produk akan berpengaruh

positif terhadap persepsi kualitas produk

H2 : Nilai-nilai konsumen akan berpengaruh positif terhadap

kepuasan secara keseluruhan dengan produk

H3 : Kepuasan yang menyeluruh dengan produk akan berhubungan

positif terhadap minat pembelian produk

H4 : Persepsi kualitas produk berpengaruh positif terhadap

minat pembelianH5 : Persepsi kualitas produk berpengaruh positif terhadap

kepuasan yang menyeluruh

G. Kerangka Pikir

Berdasarkan hipotesis diatas, kerangka pikir penelitian ini dapat

digambarkan sebagai berikut :

NILAIKEPUASAN SECARA

MENYELURUH

PERSEPSI KUALITAS PRODUK

H. Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian, penentuan metode penelitian

adalah hal yang sangat penting karena hal ini sangat

menentukan benar atau salahnya pengambilan data dan kesimpulan

dari hasil suatu penelitian. Dalam hal ini metode merupakan

cara yang utama yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan

penelitian dengan menggunakan teknik serta alat analisa

tertentu, maka langkah-langkah yang harus ditempuh hendaknya

harus sesuai dengan masalah yang dikemukakan. Hadi (2000)

mengatakan bahwa kesalahan yang dilakukan dalam menentukan

metode akan mengakibatkan kesalahan dalam pengambilan

keputusan, sebaliknya semakin tepat metode yang digunakan

diharapkan semakin baik pula hasil yang diperoleh.

a. Populasi, Sampel dan Teknik Pengumpulan Sampel

1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah semua konsumen yang

telah membeli ponsel smart phone di kota surakarta

2. Sampel

Dari populasi diatas akan diambil sampel sebanyak 200

orang yang melakukan pembelian smart phone di Pusat

Perbelanjaan Singosaren Kota Surakarta. Sampel yang

diteliti adalah mereka yang telah berpenghasilan sendiri

dengan rentang umur antara 20-40 tahun. Jenis kelamin

dari sampel ini adalah laki-laki dan perempuan.

3. Teknik pengambilan sampel

Sampel acak secara probabilistik diambil, dengan

melakukan wawancara terstruktur menggunakan kuisioner

kepada pengunjung pusat perbelanjaan elektronik terbesar

di Kota Surakarta, yaitu Singosaren. Mereka yang terpilih

sebagai responden adalah pengunjung yang berniat

melakukan pembelian smart phone dan mereka yang telah

menggunakan smartphone, serta mereka yang saat itu sedang

membeli smartphone.

b. Metode Pengujian

Untuk menguji keterlibatan konsumen dengan produk

smartphone digunakan Personal Involvement Inventory (PII)

yang dikembangkan oleh Zaichkowsky (1985,1994). Sedangkan

untuk mengukur nilai digunakan List of Value (LOV) yang

dikembangkan oleh Kahle (1986). LOV digunakan untuk

mengukur nilai yang biasanya sering digunakan oleh para

peneliti.LOV memiliki Sembilan variable nilai yaitu rasa

kepemilikan, ketertarikan, kesenangan hidup, hubungan yang

akrab dengan sesame, eksistensi diri, dihormati orang lain,

rasa ingin berprestasi, keamanan, dan kehormatan diri.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyono. 1990. Studi Eksperimental : Pengaruh Pencantuman Merk

terhadap Persepsi tentang Kualitas Susu Coklat pada Siswa-

Siswi SMA N I Yogyarkata. Skripsi (tidak diterbitkan).

Kahle,Rodoula.2006. The Role of Preceived product Quality and

overall Satisfaction on Purchase Intention.Journal of Consumer

Studies,207-217

Solopos.2013. Penjualan Smart Phone Samsung Kuasai 80% Pasar Indonesia :01

Agustus : Solo

RANCANGAN PROPOSAL SKRIPSI

PENGARUH PERSEPSI KUALITAS TERHADAP MINAT PEMBELIAN

KONSUMEN TELEPON PINTAR

DI KOTA SURAKARTA

OLEH

MALIKI ALIMUDIN F1212044

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PEMASARAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2013