IMPLIKASI KEGIATAN USAHA PENITIPAN DAN PENGELOLAAN (TRUST) DALAM AKTIVITAS PERBANKAN DALAM RANGKA...

116
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banks leading the development , besarnya peran perbankan dalam keseluruhan sistem keuangan nasional, menuntut peran lebih sektor perbankan yang dapat memberdayakan ekonomi masyarakat mengawal pencapaian pertumbuhan ekonomi, Sesuai dengan fungsi intermediary perbankan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 3 UU No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan) bahwa “Fungsi utama Bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan dan menyalurkannya dalam bentuk pinjaman (kredit)“. Terbitnya Peraturan Bank Indonesia (selanjutnya ditulis PBI) No : 14/7/PBI/2012 Tanggal 23 November 2012 Tentang Kegiatan Usaha Bank Berupa Penitipan dengan Pengelolaan (Trust) menambah jenis perjanjian yang berkembang dalam praktik perbankan. PBI ini merupakan tindak lanjut dari kebijakan makropudensial tentang penerimaan devisa hasil ekspor (DHE) dan devisa utang luar negeri (DULN) melalui perbankan di dalam negeri. 1

Transcript of IMPLIKASI KEGIATAN USAHA PENITIPAN DAN PENGELOLAAN (TRUST) DALAM AKTIVITAS PERBANKAN DALAM RANGKA...

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Banks leading the development, besarnya peran perbankan

dalam keseluruhan sistem keuangan nasional, menuntut

peran lebih sektor perbankan yang dapat memberdayakan

ekonomi masyarakat mengawal pencapaian pertumbuhan

ekonomi, Sesuai dengan fungsi intermediary perbankan

sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 3 UU No 10 Tahun

1998 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 tahun

1992 tentang Perbankan (UU Perbankan) bahwa “Fungsi utama

Bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

tabungan dan menyalurkannya dalam bentuk pinjaman

(kredit)“.

Terbitnya Peraturan Bank Indonesia (selanjutnya

ditulis PBI) No : 14/7/PBI/2012 Tanggal 23 November 2012

Tentang Kegiatan Usaha Bank Berupa Penitipan dengan

Pengelolaan (Trust) menambah jenis perjanjian yang

berkembang dalam praktik perbankan. PBI ini merupakan

tindak lanjut dari kebijakan makropudensial tentang

penerimaan devisa hasil ekspor (DHE) dan devisa utang

luar negeri (DULN) melalui perbankan di dalam negeri.

1

Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh fakta adanya

kebutuhan bisnis khususnya di sektor migas yang masih

menggunakan jasa Trustee oleh perbankan di luar negeri.dan

Penggunaan konsep trust dalam aktivitas bisnis di Indonesia

semakin berkembang, tidak hanya di dalam transaksi

perbankan, namun juga di dalam transaksi pasar modal, dan

investasi.

Landasan hukum dari penerbitan PBI ini yang

berdasarkan kepada Pasal 6 Huruf i UU Perbankan.

Berdasarkan pasal tersebut, Bank dapat melakukan

kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain

berdasarkan suatu kontrak. Secara teoritis terdapat

perbedaan yang substansial antara perjanjian penitipan

guna kepentingan pihak ketiga dalam KUHPerdata dengan

konsep trust, yang berasal dari common law system.

Dari sudut pandang hukum , konsep trust masih

menimbulkan perdebatan , mengingat secara historis konsep

trust berasal dari sistem hukum Anglo-Saxon (common law

system) yang mengenal dual-ownership , dimana terhadap

suatu benda dimungkinkan untuk dimiliki oleh subjek hukum

berbeda, yaitu pemilik legal (legal owner) dan pemilik

2

manfaat ( beneficial owner). Hal ini tidak dikenal dalam

sistem hukum benda dan hukum perjanjian di Indonesia,

namun eksistensi dari perjanjian trust ini dimungkinkan

berdasarkan asas kebebasan berkontrak dalam hukum

perjanjian (Pasal 1338 Ayat 1).

Dalam kegiatan trust yang dilakukan perbankan

terdapat 3 (tiga) pihak yang terlibat yakni (i) settlor

sebagai pihak yang memiliki dan menitipkan hartanya untuk

dikelola oleh trustee; (ii) trustee yang terdiri dari bank

yang melakukan kegiatan Trust; dan (iii) beneficiary yakni

pihak yang menerima manfaat dari kegiatan Trust. Pada

dasarnya hubungan hukum yang terjalin di antara settlor,

trustee, maupun beneficiary termasuk ke dalam lingkup

perjanjian.

Perjanjian pada umumnya diatur pada Pasal 1313

KUHPerdata, yang menyebutkan bahwa :

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana

satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

satu orang lain atau lebih”

Berdasarkan sistem hukum benda di Indonesia ( Buku

II) KUHPerdata, pemilik legal adalah merupakan pemilik

3

manfaat. Dalam tataran praktis, penggunaan konsep trust

ini akan bersinggungan dengan kepentingan pihak ketiga,

yakni pemilik dana yang dititip dan dikelola oleh pihak

bank. Selanjutnya, Berdasarkan PBI, bank dimungkinkan

bertindak sebagai agen investasi dimana Bank akan

bertindak sebagai trustee yang melakukan investasi asset

berdasarkan instruksi yang jelas dan rinci dari settlor,

yang disesuaikan dengan jenis kegiatan atau instrument

yang digunakan.

Buku III KUHPerdata yang bersifat terbuka mengandung

beberapa asas penting seperti asas kebebasan berkontrak,

asas konsensualisme, asas kepercayaan, asas kekuatan

mengikat, asas persamaan hukum, asas keseimbangan, asas

kepastian hukum, asas moral, asas kepatutan, dan asas

kebiasaan.1 Miriam Darus Badrulzaman menyatakan bahwa asas

kebebasan berkontrak tersebut di atas pada dasarnya

dibatasi juga oleh tanggung jawab para pihak.2 Asas-asas

yang disebutkan di atas harus dikandung dalam setiap

perjanjian termasuk perjanjian Trust yang didesain oleh

1 Miriam Darus Badrulzaman, KUHPerdata, Buku III, Hukum Perikatan dengan PEnjelasan, Bandung, Alumni 2001, hlm. 1082 Miriam Daruz BAdrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung, Alumni 1994, hlm. 45

4

bank, yang dibentuk berdasarkan PBI No. 14/17/PBI/2002

tentang Kegiatan Usaha Bank Berupa Penitipan Dengan

Pengelolaan (Trust).

PBI tersebut bertujuanmemberikan penguatan struktur

pasokan devisa yang berssumber dari devisa hasil ekspor

migas. Kegiatan Trust ini dilakukan oleh unit kerja yang

terpisah dari unit bank lainnya. Ketentuan PBI ini akan

bermanfaat untuk mengelola potensi devisa yang belum

tergali secara maksimal.

Kegiatan Pengelolaan dan Penitipan (Trust) ini memiliki

tiga fungsi yaitu; sebagai agen pembayar, sebagai agen

investasi secara konvensional dan atau berdasarkan

prinsip syariah serta sebagai agen peminjam dan atau agen

pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Untuk menjalankan

fungsi trustee, bank umum selain kantor cabang bank asing

(KCBA) yang akan menjadi trustee harus memenuhi dua tahap

yang harus ditempuh dan sudah di tentukan okeh Bank

Indonesia. Pertama. harus memiliki izin prinsip dengan

sejumlah syarat selain berbadan hukum Indonesia, Bank

tersebut memiliki Kpaasitas untuk melakukan kegiatan Trust,

mencantumkan rencana kegiatan Trust dalam Rencana Bisnis

5

Bank (RBB) yang sudah memperoleh assessment dari Bank

Indonesia. Setelah itu Bank yang ingin memperoleh

kegiatan trustee harus mendapatkan surat penegasan dari Bank

Indonesia. Jika dua tahap ini sudah dipenuhi, baru sebuah

bank dapat menjalankan kegiatan trustee nya.

Berdasarkan PBI tersebut, hubungan hukum yang

mendasari kegiatan usaha penitipan dan pengelolaan ini

didasarkan pada perjanjian, yakni perjanjian trust.

Sebagaimana telah dijelaskan , perjanjian trust merupakan

perjanjian yang berasal dari common law system. Oleh

karena itu perlu dikaji perjanjian penitipan dan

pengelolaan ( trust) berdasarkan PBI ini agar dalam

praktik dapat dilaksanakan sesuai dengan maksud dan

tujuan berlakunya PBI tersebut dan harmonis dengan hukum

yang berlaku. Ada pun judul penelitian yang diangkat

adalah IMPLIKASI KEGIATAN USAHA PENITIPAN DENGAN

PENGELOLAAN (TRUST) DALAM AKTIVITAS PERBANKAN TERHADAP

PEMBAHARUAN HUKUM PERJANJIAN INDONESIA

1.2 Rumusan Masalah

6

Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana

diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa

permasalahan, antara lain :

1. Bagaimana kedudukan perjanjian penitipan dan

pengelolaan (trust) dalam sistem hukum perjanjian

Indonesia?

2. Bagaimana tanggung jawab Bank terhadap pengelolaan

asset yang dititipkan dan dikelola oleh Bank?

3. Apakah implikasi hukum dari kegiatan penitipan dan

pengelolaan (trust) terhadap pembaruan hukum

perjanjian Indonesia?

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kegiatan Usaha Bank Pada Umumnya

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN 2010-2014) yang dituangkan dalam Peraturan

Presiden Nomor 5 Tahun 2010 sebagai pelaksanaan Undang-

undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa pembangunan

di bidang ekonomi ditujukan untuk menjawab berbagai

permasalahan dan tantangan dengan tujuan akhir adalah

meningkatkan kesejahteraan rakyat. Selanjutnya,

tercapainya peningkatan kesejahteraan rakyat memerlukan

terciptanya kondisi-kondisi dasar yaitu :

a) Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan;

b) Penciptaan sector ekonomi yang kokoh serta;

c) Pembangunan ekonomi yang inklusif dan

berkeadilan.

Di sisi lain, perkembangan ekonomi nasional tidak

dapat dilepaskan dari perkembangan ekonomi dunia yang

8

saat ini sedang mengalami krisis ekonomi yang dipicu

oleh kasus subprime mortgage di Amerika Serikat.3

2.2 Kegiatan Penitipan Dan Pengelolaan (Trust) yang Di

kelola Oleh Bank

Indonesia telah mengambil kebijakan di sektor

moneter melalui Bank Indonesia, kebijakan tersebut

terkait devisa hasil ekspor dan utang luar negeri.

Berdasarkan PBI no : 14/25/PBI/2012 Tentang Penerimaan

Devisa Hasil ekspor dan Penarikan Devisa Luar Negeri,

maka bank di Indonesia dimungkinkan untuk menawarkan

kegiatan usaha yang berkenaan dengan penitipan dan

pengelolaan asset (trust) berdasarkan perjanjian.

Diharapkan dengan kebijakan ini, pasokan devisa dapat

menjadi lebih berkesinambungan (sustainable), yang dapat

yang dapat dioptimalkan untuk keperluan kegiatan usaha

bank yang mendukung pengelolaan devisa. Lebih lanjut

pengelolaan devisa dapat dilakukan melalui kegiatan

usaha bank berupa penitipan dan pengelolaan (trust) yang

dapat mendukung peningkatan daya saing perbankan di

3 Lihat Bab III .Ekonomi dalam Lampiran PErturan Presiden RI No : 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010- 2014.

9

dalam negeri, pendalaman pasar keuangan atau financial

deepening, dan terwujudnya pasar keuangan yang aktif dan

sehat..4

Jenis kegiatan penitipan pengelolaan ini merupakan

wujud pengembangan dari jenis usaha bank yang sudah

diatur didalam Pasal 6 UU perbankan. Didalam Pasal 6

huruf (i) diatur bahwa salah satu usaha bank adalah

menyediakan Jasa Penitipan Untuk Kepentingan Pihak

ketiga (custody).

Realisasi dari perkembangan Kegiatan usaha bank

untuk penitipan dan pengelolaan (trust) dapat mendukung

upaya Bank Indonesia untuk menjaga kestabilan nilai

Rupiah. Upaya ini ini sesuai dengan fungsi Bank sebagai

intermediary yang mempertemukan mereka yang mempunyai

kelebihan dana (surplus of fund) dengan pihak yang

membutuhkan dana (Lack of Fund).

Sebelumnya Bank tidak diperkenankan untuk

menyelenggarakan kegiatan trust sehingga peluang untuk

menarik devisa sisa hasil ekspor dan utang luar

negeri tidak terfasilitasi. Diharapkan dengan terbitnya

4 Lihat bagian menimbang PBI No 14/17/PBI/2012 Tentang Kegiatan UsahaBank berupa Penitipan dan pengelolaan (trust).

10

PBI no 14/ 17/ PBI/2012 kelebihan dana yang berasal

dari devisa hasil ekpor dan utang luar negeri dapat

digunakan di dalam negeri, dan pada akhirnya dapat

menunjang pembangunan ekonomi di Indonesia. Walaupun

usaha dan jenis usaha bank termasuk pengembangan

kegiatan usaha penitipan dan pengelolaan (trust) harus

tetap patuh terhadap prinsip utama dalam aktifitas

perbankan yakni Prinsip kehati-hatian (prudential banking

plinciples) 5

Berkaitan dengan kegiatan usaha ini, jika dilihat

dari sudut pandang hukum perjanjian, pengembangan

kegiatan usaha penitipan dan pengelolaan asset (trust)

yang didasarkan pada perjanjian ini merupakan

pengembangan dari jenis perjanjian yang tetap tunduk

pada ketentuan umum dalam Buku III KUHPerdata Tentang

Perikatan. KUHperdata merupakan produk system hukum

Eropa Kontinental, namun dalam perkembangannya banyak

produk hukum di Indonesia yang dipengaruhi oleh system

hukum Anglo Saxon dan salah satunya adalah perjanjian

trust sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya.

Dalam kegiatan trust yang dilakukan perbankan5 Lihat Pasal 2, Pasal 8 dan Pasal 29 UU Perbankan.

11

terdapat 3 (tiga) pihak yang terlibat yakni (i) settlor

sebagai pihak yang memiliki dan menitipkan hartanya

untuk dikelola oleh trustee; (ii) trustee yang terdiri dari

bank yang melakukan kegiatan Trust; dan (iii) beneficiary

yakni pihak yang menerima manfaat dari kegiatan Trust.

Pada dasarnya hubungan hukum yang terjalin di antara

settlor, trustee, maupun beneficiary termasuk ke dalam lingkup

perjanjian yang masi didasarkan Keada ketentuan-

ketentuan umum dalam Buku II KUHPerdata diantaranya

Pasal 1313, 1320 , dan 1338.

Buku III KUHPerdata yang bersifat terbuka

mengandung beberapa asas penting seperti asas kebebasan

berkontrak, asas konsensualisme, asas kepercayaan, asas

kekuatan mengikat, asas persamaan hukum, asas

keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moral, asas

kepatutan, dan asas kebiasaan.6 Miriam Darus

Badrulzaman menyatakan bahwa asas kebebasan berkontrak

tersebut di atas pada dasarnya dibatasi juga oleh

tanggung jawab para pihak.7 Asas-asas yang disebutkan

di atas harus dikandung dalam setiap perjanjian

6 Miriam Darus Badrulzaman, KUHPerdata, Buku III, Hukum Perikatan dengan PEnjelasan, Bandung, Alumni 2001, hlm. 1087 Miriam Daruz BAdrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Op.. Cit, hlm. 45

12

termasuk perjanjian Trust yang didesain oleh bank, yang

dibentuk berdasarkan PBI No. 14/17/PBI/2002 tentang

Kegiatan Usaha Bank Berupa Penitipan Dengan Pengelolaan

(Trust).

Terbitnya Peraturan Bank Inonesia PBI No :

14/7/PBI/2012 Tanggal 23 November 2012 Tentang

Kegiatan Usaha Bank Berupa Penitipan dengan Pengelolaan

(Trust) menambah jenis perjanjian yang berkembang dalam

praktik perbankan. PBI ini merupakan tindak lanjut

dari kebijakan makropudensial tentang penerimaan devisa

hasil ekspor (DHE) dan devisa utang luar negeri (DULN)

melalui perbankan di dalam negeri. Kebijakan ini

dilatarbelakangi oleh fakta adanya kebutuhan bisnis

khususnya di sektor migas yang masih menggunakan jasa

Trustee oleh perbankan di luar negeri.. berdasarkan PBI

ini Bank akan bertindak sebagai trustee guna menarik

potensi devisa dari industry Migas yang semula dikelola

oleh trustee di luar negeri.

Berdasarkan hasil wawancara dengan BI diperoleh

keterangan bahwa Bank Indonesia mengambil peluang

tersebut dengan cara mendorong perbankan domestic untuk

13

menyediakan dan mengembangkan jasa yang diatur dalam UU

Perbankan. Pasal 6 huruf 1 jo Pasal 9 UU Perbankan

mengatur tentang kegiatan penitipan untuk kepentingan

pihak ketiga berdasarkan suatu kontrak. Selanjutnya

kontrak yang dibuat harus memenuhi rambu-rambu sebagai

berikut :

a. Bank Umum yang menyelenggarakan kegiatan

penitipan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

huruf i bertanggung jawab untuk menyimpan

harta mulik penitip dan memenuhi kewajiban

sesuai dengan kontrak;

b. Harta yang dititipkan wajib dibukukan dan

dicatat secara tersendiri;

c. Dalam hal mengalami kepailitan, semua harta

yang dititipkan pada Bank tersebut tidak

dimasukkan ke dalam harta pailit dan wajib

dikembalikan kepada penitip yang

bersangkutan.

Mengacu pada peluang mengembangkan jasa penitipan di

atas, PBI menerbitkan PBI No : 14/17/PBI/2012 Tentang

Kegiatan Usaha Bank Berupa Penitipan dan Pengelolaan

14

(Trust). PBI ini tentu bukan satu2nya regulasi yang

mengatur kegiatan trust di perbankan. Banyak regulasi

terkait yang melengkapi UU Perbankan dan PBI tentang

trust tersebut. Salah satu yang terkait dengan fungsi

pengawasan terhadap aktivitas Trust ini, Bank Indonesia

mengeluarkan Surat Edaran No : 15/10/DPNP 2013 Tentang

Laporan Kegiatan Penitipan dengan Pengelolaan (Trust)

Bank Umum yang disampaikan kepada Bank Umum.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa

hingga saat ini baru 3 Bank yang menawarkan jasa

penitian dengan pengelolaan (trust) ini, yakni Bank

Mandiri, Bank BNI dan Bank BRI. Berkenaan dengan

kontrak sebagai dasar hubungan hukum bank selaku trustee

dengan settlor/beneficiary, kewenangan Bank selaku trustee

dibatasi oleh PBI. Selanjutnya Pasal 5 Ayat 1 PBI

memgatur tentang kegiatan yang dapat dilakukan oleh

Bank selaku trustee, yakni :

a) agen Pembayar (paying agent) ; kegiatan menerima

dan melakukan pemindahan uang dan/atau dana,

serta mencatat arus kas masuk dan keluar untuk

dan atas nama Settlor.

15

b) Agen investasi dana secara konvensional

dan/atau berdasarkan prinsip syariah.; kegiatan

menempatkan , mengkonversi, melakukan lindung

nilai (hedging) dan mengadministrasikan

penempatan dana untuk dan atas nama Settlor.

c) Agen peminjaman (borrowing agent) dan/atau agen

pembiayaan berdasarkan prinsip syariah untuk

dan atas nama settlor sesuai perjanjian trust.

Disini Bank akan bertinfak sebagai perantara

dalam rangka mendapatkan sumber-sumber

pendanaan antara lain dalam bentuk

pinjaman/pembiayaan.

Selanjutnya Pasal 14 Ayat 2 menegaskan bahwa seluruh

kegiatan yang dimaksud wajib dilakukan berdasarkan

instruksi tertulis dari settlor sebagaimana termuat

dalam perjanjian trust.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam PBI , tugas

bank sebagai trust dalam Perjanjian Trust sebatas pihak

yang akan melakukan perbuatan hukum berdasarkan

perintah tertulis untuk kepentingan settlor, yang

sekaligus beneficiary. Dalam Pasal 1 butir 2 dan Pasal

16

23 dari PBI No. 14/17/PBI/2012 disebutkan bahwa

perjanjian Trust yang dibuat secara tertulis harus

memuat hal-hal sebagai berikut :

a) penunjukan bank sebagai trustee

b) penunjukan beneficiary

c) hak dan kewajiban para pihak, yaitu trustee, settlor,

dan beneficiary

d) kewajiban trustee untuk menjaga kerahasiaan data

dan transaksi settlor dan beneficiary, kecuali untuk

kepentingan pelaporan kepada Bank Indonesia

e) harta Trust tidak termasuk dalam harta pailit

dan wajib dikembalikan kepada settlor

f) pencatatan harta Trust dilakukan secara terpisah

dari harta bank

g) pembebasan trustee dari tanggung-jawab

(indemnification) terhadap kerugian, kecuali karena

kelalaian (negligence) dan pelanggaran (unlawful

conduct) yang dilakukan trustee

h) mekanisme penghentian perjanjian Trust

i) penunjukan trustee pengganti dalam hal bank

sebagai trustee dicabut izin usahanya sebagai

17

bank baik atas inisiatif Bank Indonesia maupun

atas Permintaan bank (self liquidation), atau

dicabut persetujuan prinsipnya untuk melakukan

kegiatan Trust

j) penyelesaian sengketa

k) pilihan hukum (choice of law)

l) yurisdiksi pengadilan apabila penyelesaian

sengketa ditempuh melalui jalur hukum

m) klausula yang menyatakan bahwa kegiatan yang

diperjanjikan dalam perjanjian Trust adalah

kegiatan Trust sebagaimana dimaksud dalam

Peraturan Bank Indonesia No. 14/17/PBI/2012

n) klausula yang menyatakan bahwa perubahan

terhadap isi perjanjian hanya dapat dilakukan

secara tertulis dan disepakati oleh para pihak

o) tidak bertujuan untuk pencucian uang dan/ atau

terorisme sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

dan peraturan perundang-undangan yang mengatur

mengenai anti pencucian uang dan pencegahan

pendanaan terorisme

p) tidak bertentangan dengan ketentuan dan

18

peraturan perundang-undangan lainnya yang

berlaku.

2.3 Perjanjian Pada Umumnya dalam Sistem Hukum Indonesia

Pengaturan mengenai perjanjian di Indonesia

tercantum dalam Buku III KUHPerdata. Berdasarkan Pasal

1313 KUHPerdata yang dimaksud dengan Perjanjian adalah:

“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan

mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih”.

Perjanjian secara umum dapat mempunyai arti yang

luas dan sempit. Dalam arti luas suatu perjanjian berarti

setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai

yang dikehendaki (atau dianggap dikehendaki) oleh para

pihak, termasuk di dalamnya perkawinan, perjanjian

kawin, dan lain-lain. Dalam arti sempit “perjanjian”

disini hanya ditujukan terhadap hubungan-hubungan hukum

dalam lapangan hukum kekayaan saja seperti yang dimaksud

oleh Buku III KUHPerdata.

19

Hukum perjanjian dibicarakan sebagai bagian daripada

hukum perikatan, sedangkan hukum perikatan adalah bagian

daripada hukum kekayaan. Maka hubungan yang timbul antara

para pihak di dalam perjanjian adalah hubungan hukum

dalam lapangan hukum kekayaan. Karena perjanjian

menimbulkan hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan,

maka dapat kita simpulkan, bahwa perjanjian menimbulkan

perikatan. Itulah sebabnya dikatakan, bahwa perjanjian

adalah salah satu sumber utama perikatan. Dan karenanya

ada yang mengatakan, bahwa perjanjian yang diatur di

dalam Pasal 1313 BW adalah perjanjian yang menimbulkan

perjanjian yang menimbulkan perikatan atau perjanjian

obligatoir. 8

Perjanjian selalu merupakan perbuatan hukum bersegi

dua atau jamak, di mana untuk itu diperlukan kata sepakat

para pihak. Akan tetapi tidak semua perbuatan hukum yang

bersegi banyak merupakan persetujuan/perjanjian, misalnya

pemilihan umum. Perjanjian kalau dilihat dari wujudnya

adalah merupakan rangkaian kata-kata yang mengandung

janji-janji atau kesanggupan-kesanggupan yang diucapkan

8 J. Satrio, Op. Cit, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Buku 1, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 28

20

atau dituangkan dalam bentuk tulisan oleh pihak-pihak

yang membuat perjanjian. Dalam perjanjian tercantum hak-

hak dan kewajiban dari pihak yang membuatnya.9

Melaksanakan perjanjian berarti melaksanakan

sebagaimana mestinya apa yang merupakan hak dan kewajiban

terhadap siapa perjanjian itu dibuat. Oleh karena itu

melaksanakan perjanjian pada hakikatnya adalah berbuat

sesuatu atau tidak berbuat sesuatu untuk kepentingan

orang lain, yakni pihak yang berhak atas pelaksanaan

perjanjian tersebut. Apabila perjanjian itu bersegi satu

maka kewajiban untuk melaksanakan perjanjian tersebut

hanya ada pada satu pihak saja sedangkan pihak yang lain

hanya mempunyai hak. Tapi bilamana perjanjian itu

bersegi dua maka kewajiban untuk melaksanakan perjanjian

ada pada kedua belah pihak, sehingga kedua belah pihak

secara timbal balik masing-masing mempunyai hak dan

kewajiban yang saling berhadapan satu sama lain.

2.3.1 Asas-asas dalam Hukum Perjanjian

Mengenai hukum perjanjian khususnya kita mengenal

beberapa asas yaitu :9 Mariam Darus Badruldjaman, Keputusan-keputusan Tentang Perkara Perdata, Bapit Cabang Sumatera Utara, Medan, 1962, hlm. 253.

21

1. Asas itikad baik

Asas ini terkandung dalam Pasal 1338 ayat 3

KUHPerdata yang menyatakan bahwa surat perjanjian

harus dilaksanakan dengan itikad baik. Adanya itikad

baik merupakan hal utama dalam suatu perjanjian. Hal

ini menunjukan bahwa dalam mengadakan suatu

perjanjian, para pihak mendasarkannya atas tujuan

yang, dan memang berniat baik untuk melaksanakan

perjanjian tersebut sesuai dengan yang

diperjanjikan, tanpa adanya tipu muslihat.

2. Asas kebebasan berkontrak

Merupakan kebebasan mengadakan perjanjian yang

berisi dan bersyarat apa saja dengan siapa saja.

Kebebasan berkontrak merupakan kehendak bebas

sebagai perwujudan dan diakuinya hak asasi manusia.

Hal ini berarti bahwa para pihak bebas membuat

perjanjian dan mengatur sendiri isi perjanjian

tersebut, sepanjang memenuhi syarat sebagai

berikut:10

1. Memenuhi syarat sebagai suatu perjanjian

10 Munir Fuady, “Hukum Kontrak (Dari sudut pandang Hukum Bisnis)” PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 1999, hlm. 30

22

2. Tidak dilarang oleh undang-undang

3. Sesuai dengan kebiasaan yang berlaku

4. Dilaksanakan dengan itikad baik

Asas ini terdefinisikan dalam Pasal 1319 KUHPerdata

yang menyatakan bahwa Semua persetujuan, baik yang

mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal

dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan

umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lain.

3. Asas konsensualisme

Konsensualisme berasal dari kata ‘konsesnsus’ yang

berarti kesepakatan. Hal ini menunjukan dengan

adanya kesepakatan diantara para pihak, berarti

telah tercapai sesuatu kehendak. Kehendak ini harus

dinyatakan. Dengan demikian, menurut asas ini,

perjanjian dilahirkan pada saat tercapainya

kesepakatan.

4. Asas kekuatan mengikat

Terikatnya para pihak pada perjanjian tidak hanya

terbatas pada apa yang diperjanjikan, tetapi juga

kebiasaan, kepatutan, dan moral. Hal ini secara

tegas dinyatakan dalam Pasal 1254 KUHPerdata “semua

23

syarat yang bertujuan melakukan sesuatu yang tidak

mungkin terlaksana, sesuatu yang bertentangan dengan

kesusilaan baik, atau sesuatu yang dilarang oleh

undang-undang, adalah batal, dan berakibat bagi

persetujuan yang digantungkan padanya, tidak

berdaya.”

5. Asas kepastian hukum

Asas ini harus terdapat dalam setiap perjanjian yang

dibuat. Kepastian ini terungkap dari kekuatan

mengikat perjanjian tersebut sebagai undang-undang

bagi pihak-pihak yang membuatnya.

6. Asas kepatutan

Asas ini terkandung dalam Pasal 1339 KUHPerdata dan

berkaitan dengan isi perjanjian. Hal yang dinyatakan

secara tegas oleh pihak-pihak mengenai hak-hak dan

kewajiban mereka dalam suatu perjanjian harus

memenuhi nilai kepatutan yang dianut oleh masyarakat

dan harus memenuhi rasa keadilan masyarakat

7. Asas kebiasaan

24

Hal ini diatur dalam Pasal 1339 dan Pasal 1347

KUHPerdata. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat

hal-hal yang secara tegas telah diatur, tetapi juga

hal-hal yang memenuhi kebiasaan umum lazim diikuti.

2.4 Perjanjian Penitipan Dan Pengelolaan (Trust) Dalam

Perspektif Sistem Hukum Indonesia.11

2.4.1Trust merupakan bagian dari Equity.

Dalam pandangan tradisi hukum Anglo Saxon trust is created

where the absolute owner of property (the settlor) passes the legal title in

that property to a person, (the trustee) to hold that peoperty on trust for

the benefit of another person (the beneficiary) in accordance with terms

set out by the settlor

Disamping itu pengertian yuridis dari Trust, berikut ini

diberikan definisi yang diberikan oleh Black’s Law

Dictionary sebagai berikut :

“(1) the right, enforceable solely in equity, to the beneficial enjoyment of

property to which another person holds the legal title; a property

11 Sub bab ini merupakan Bagian dari Hasil penelitian Tri Handayani &Lastuti Abubakar, Upaya Perlindungan terhadap Pihak Ketiga (Beneficiary) dalamPerjanjian Trust (Trusteeship Agreement) sebagai Perjanjian yang Berkembang dalamPraktikI, dibiayai oleh DIPA BLU Universitas Padjadjaran.

25

interest held by one person ( the trustee ) at the request of another (the

settler) for the benefit of a third party (beneficiary);

(2) a fiduciary relationship regarding property and charging the person

with title to the property with equitable duties to deal with it for

another’s benefit; the confidence placed in a trustee, together with the

trustee’s obligations toward the property and the beneficiary”12

teoritis, dalam suatu pernyataan trusts, settlor

menyerahkan suatu benda untuk diletakkan dalam trusts

yang tercatat atas nama atau dalam kepemilikan trustee.

Pemberian oleh seorang settlor ini disertai dengan

kewajiban kepada trustee untuk menyerahkan kenikmatan

atau kemanfaatan benda tersebut kepada pihak ketiga

yang disebut dengan beneficiary. Ini menunjukkan bahwa

settlor sebagai pemberi suatu benda, setelah pernyataan

trusts yang diucapkan olehnya dilaksanakan tidak lagi

menguasai, memiliki atau mempunyai kepentingan apapun

atas benda yang sudah diserahkan dalam trusts tersebut.

Penyerahan benda tersebut tidak disertai dengan suatu

kontra prestasi langsung yang harus dilakukan oleh

trustee kepada settlor, melainkan kepada seorang pihak12 Bryan A Garner, Black’s Law Dictionary, (St. Paul, Minn: Thompson Reuters,9th ed, 2009) hlm. 1647-1648

26

ketiga yang disebutkan oleh settlor dalam pernyataan

trusts-nya tersebut.

Pada negara-negara dengan tradisi Anglo saxon, trusts

adalah suatu pranata atau institusi yang unik. Trust

tidaklah berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian

dati suatu sistem yang lebih besar, yaitu equity.13 Trust

merupakan salah satu kontribusi terbesar dari equity.14

Dalam perjanjian trust dikenal ada 2 (dua) jenis

kepemilikan (ownerships) yakni pemilik secara hukum (legal

owner) yang disebut dengan trustee yang melakukan dungsi

pengurusan atau pengelolaan atas kekayaan trust, dan

pemilik manfaat (beneficial owner) yang dinamakan dengan

beneficiary. Pemilik menurut hukum (legal owner) adalah trustee,

sedang pemilik manfaat (beneficiary) hanya memperoleh

manfaat menggunakan atau memakai benda yang berada

dalam pemilikan trustee.15

13 Peter Joseph Loughlin, “The Domestication of The “Trust: Bridging theGap between Common Law and Civil Law, hlm. 3,http://jurisconsultsgroup.com/Trusts.htm 14 Angela Sydenham, Nutshells: Equity & Trusts, (London: Sweet & Maxwell,2000), hlm. 1. 15 Jonker Sihombing:Pengaturan KEgiatan Trust Bagi Industri PErbankan di Indonesia. Jurnal law review vol XII No 3- Maret 2013 hlm. 474

27

Dalam suatu trust, trustee tidaklah memiliki hubungan

langsung dengan benefiaciary. Trustee adalah pihak yang

menerima hak milik atas suatu benda dari tangan settlor,

baik yang diberikan setelah settlor meninggal (trust will)

maupun selama settlor masih hidup (iter vivos) dengan

kewajiban untuk menyerahkan kenikmatan trust corpus

kepada beneficiary. Trustee, meskipun merupakan

pemegang hak milik atas benda yang berada dalam trusts

tidaklah memiliki wewenang yang penuh atas benda yang

berada di dalam trusts tersebut.

Pure trusts adalah suatu perjanjian dengan tiga pihak.

Trust demikian dibentuk dari suatu perjanjian yang

disebut dengan “indenture”, yang memuat kesepakatan

antara pihak yang disebut dengan nama grantor atau creator

atau settlor yang meletakkan suatu benda ke dalam trusts,

dengan trustee sebagai pihak yang dipercayakan untuk

melindungi, mengurus, dan memberikan kemanfaatan dari

benda yang diletakkan dalam trusts (trusts corpus) untuk

kepentingan pihak-pihak yang dinamakan beneficiaris,

yang berhak atas pemanfaatan atau penghasilan yang

diperoleh berdasarkan atau menurut syarat-syarat dan

28

ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian tersebut.

Selanjutnya karena trusts ini dibentuk berdasarkan pada

suatu perjanjian, dalam hal ini seluruh ketentuan yang

berlaku dalam common law berlaku bagi trusts yang

demikian.

2.4.2 Prinsip-prnsip yang terkandung dalam Equity

Equity merupakan konstruksi etikal, 16 yang diterapkan

secara kasuistis ternyata pada akhirnya juga memperoleh

bentuk-bentuk hukumnya, yang selanjutnya menghasilkan

prinsip-prinsip (hukum) dalam equity, yang kemudian

diterapkan setiap proses dalam peradilan, khususnya

setelah berlakunya judicature Act (Imp) 1873. Prinsip-prinsip

equity secara garis besar dijelaskan berikut di bawah ini

:17

1. Equity will not suffer a wrong to be without remedy

Prinsip ini merupakan dasar atau pondasi equity.

Pada dasarnya setiap pihak yang melakukan perbuatan

yang melawan hukum atau yang bersalahan dengan

hukum (termasuk perikatan yang lahir dari

perjanjian) dapat digugat dihadapan pengadilan16 Alastair Hudson, Equity and Trusts, (London: Cavendish Publishing, 2002), hlm 13-14.17 Ibid, hlm 17-18

29

untuk memberikan ganti rugi atau untuk

mengembalikan kerugian pada keadaan seperti semula,

maupun untuk memenuhi kewajibannya. Dalam hal

ketentuan hukum yang berlaku tidak cukup memberikan

penggantian yang layak atau pelaksanaan kewajiban

yang sepadan, equity mencoba untuk menyeimbangkan

kekurangan tersebut dengan memberikan penggantian

yang seimbang.

2. Equity follows the law

Court of Chancery tidak berhak mengeluarkan putusan

yang berbeda atau mengabaikan putusan yang

dikeluarkan oleh court of common law, kecuali dalam hal

terjadinya ketidakaadilan. Court of chancery juga tidak

boleh menyimpang dari ketentuan perundang-undangan

yang berlaku.18

3. Where there is equal equity, the law shall prevail

Dalam prinsip ketiga ini menggambarkan bahwa dua

orang yang secara bersama-sama memiliki hak dalam

equity (equitable right) menuntut kepemilikan atas suatu

benda, dan salah satu dari orang tersebut memiliki

18 Todd and Lowrie, textbook on Trust, London: Blackstone Press limited, 2000, hlm. 14

30

titel hak dalam hukum ( legal rights), dalam equity

pun, orang yang memiliki titel hak dalam hukum

menjadi pemilik dari benda tersebut, meskipun hak

dalam equity dari orang yang lainnya sudah

diperolehnya lebih dahulu sebelum orang yang

memiliki titel hak dalam hukum ini memperoleh hakya

dalam equity.

4. Where the Equities are equal, the first in time shall prevail

Dalam prinsip ini, jika ada dua orang yang

memiliki hak dalam equity yang sama, dan tidak ada

alah satu pun dari mereka yang memiliki titel hak

dalam hukum, maka org pertama kali memperoleh hak

dalam equity merupakan pemilik dari benda tersebut.

5. He who seeks equity must do equity

Menurut prinsip ini jika seseorang menuntut hak ya

dalam equity harus melaksanakan juga kewajiban-

kewajiban dalam equity. Misalnya, seorang beneficiary

yang menuntut agar seorang trustee melaksanakan

kewajiban sebagai trustee bagi beneficiary, harus

memelihara dan atau menyelamatkan benda yang berada

31

dalam trust nya tersebut.19

6. He who comes to equity come with clean hands

Berdasarkan prinsip ini setiap orang yang menuntut

hak nya dalam equity, harus dapat membuktikan bahwa

ia telah memeroleh hak dalam equty nya tersebut

tanpa melakukan pelanggaran hak orang lain. Jika

terbukti bahwa dalam memperolehnya, ada hak pihak

lain yang telah dilanggar, equity menolak untuk

peneguhan hak dalam equity nya tersebut.20

7. Delay defeats equity

Dalam prinsip ini, waktu untuk mempertahankan hak

dalam equity menjadi perhatian yang penting. Seorang

yang menuntut haknya dalam equity tidak boleh

mengabaikannya, begitu ia mengetahui adanya keadaan

atau fakta hukum yang menunjukan telah terjadi

pelanggaran terhadap hak nya dalam equity.21

8. Equity is equity

Menurut prinsip ini ika ada lebih dari satu orang

yang menikmati kepentingan yang sama atas suatu

19 Michael Evans, outline of equity and trusts, (Sydney; Butterworths, 1995),hlm. 1120 Ibid, hlm1221 Hudson, OpCit, hlm. 19

32

benda tertentu, tetapi tanpa adanya suatu

ketentuan, kesepakatan atau perjanjian bagaimana

cara membagi benda tersebut diantara mereka, equity

menyatakan bahwa benda tersebut harus dibagi di

antara mereka secara adil dan sama besarnya.

9. Equity looks on that as done which ought to be done

Prinsip ini menyatakan bahwa dalam hal suatu

perjanjian adalah suatu perjanjian yang dapat

dipaksakan pelaksanaannya, equity menganggap pihak

yang menjanjikan untuk melakukan prestasi telah

melakukan prestasi yang dijanjikan olehnya

tersebut, karena ia dapat dipaksa untuk

melakukannya.

10. Equity imputes an intentionto fulfil an obligation

Equity menempatkan tindakan manusia dalam konstruksi

yang paling menguntungkan. Bilamana ada seseorang

melakukan suatu tindakan yang dapat dikonstruksikan

untuk memenuhi kewajibannya yang harus dipenuhi,

maka equity memperlakukan tindakan tersebut sebagai

tindakan pemenuhan kewajibannya tersebut.

11. Equity acts in personam

33

Equity tidak memberikan tuntutan hak kebendaan atas

harta kekayaan tertentu, melainkan hanya memberikan

hak untuk mengajukan gugatan secara pribadi dan

perorangan

2.4.3 Konsepsi Trust dalam Hukum Perjanjian (Menurut

Sistem Hukum Anglosaxon dan Sistem Hukum Eropa

Kontinental)

Definisi secara umum mengenai trust adalah : ‘Legal

relationships created –inter vivos or on Death- by a person, the settlor,

when assets have been placed under the control of a trustee for the

benefits of a beneficiary or for a Specified Purpose ( The hague convention

on law applicable for trusts and its recognition, 1985)’22 atau dengan

kata lain legal relationship created under the laws of equity whereby

property (the corpus) is held by one party (the trustee) for the benefit of

other. Konsepsi trusts tersebut jelas berbeda dengan

konsepsi perjanjian dalam tradisi hukum Anglo Saxon.

Sementara itu, pengertian dari perjanjian menurut

tradisi hukum anglo saxon adalah ‘contract is a private

relationship between the parties to the contract; it is not of the essence of22 Sebagaimana di kutip dari Kajian Hukum mengenai Trustee, ‘aspek Legal Skim Trustee dalam Industri Hulu Migas’ oleh Direktorat Hukum Bank Indonesia, Juni 2010.

34

a trust that a setllor can give property to his trustee on trust for a third

party.23 Dengan demikian terdapat beberapa perbedaan

atara trust dengan perjanjian diantaranya yaitu;

a. Perjanjian menurut tradisi system hukum anglo

saxon harus memiliki consideration ( Prestasi

Timbal balik) agar perjanjian tersebut sah, atau

dalam hal tidak adanya consideration, perjanjian

tersebut harus dibuat dalam bentuk akta

(autentik). Consideration terdiri dari executed

consideration dan executory consideration. Yang dimaksud

dengan excecutory consideration adalah suatu janji

yang dibuat oleh salah satu pihak sebagai

penukaran (exchange) atau suatu imbalan atas suatu

janji yang akan dilaksanakan pada waktu yang

akan datang (future) Sementara itu yang dimaksud

dengan Executed Consideration adalah merupakan harga

yang dibayarkan oleh satu pihak sebagai imbalan

dari janji atau perbuatan/ tindakan oleh pihak

lain. 24

23 Beswick v Beswick (1968) pada 19.1 dikutip dari Gary Watt Briefcaseon Equity and Trust (London; Cavebdish Publishing ltd, 1999) hlm. 324 Sri Sunarni Sunarto, Syarat Consideration dalam Perjanjian Menurut Sistem AngloSaxon tidak Diharuskan dalam Perjanjian Hukum Perdata Internasional dengan NegaraPenganut Sistem Hukum Eropa Kontinental, Dalam Bukunya Etty R. Agoes ‘Peran

35

Dengan demikian konsepsi hukum perjanjian dalam

system hukum anglo saxon tidak dapat dibuat

secara cuma-cuma, setiap perjanjian harus

berisikan prestasi secara timbal balik antara

para pihak yang membuat perjanjian tersebut.

Kecuali dibuat dalam bentuk akta.

Perjanjian tidak dapat dibuat untuk kepentingan

pihak ketiga. Dalam pandangan tradisi hukum Anglo

Saxon, asas privity of contract, meskipun dalam suatu

perjanjian dicantumkan kepentingan pihak ketiga,

namun pihak ketiga tersebut tidak dapat

memperoleh manfaat atau menuntut dipenuhinya hak

pihak ketiga yang ada dalam perjanjian

tersebut.25

b. Perjanjian tidak dapat dibuat untuk kepentingan

pihak ketiga. Dalam pandangan tradisi hukum Anglo

Saxon, asas Privity of Contract ,meskipun dalam suatu

perjanjian dicantumkan kepentingan pihak ketiga,

namun pihak ketiga tersebut tidak dapat

Hukum dalam Pembangunan Di Indonesia;Kenyataan, Harapan, Tantangan, Rosda,Bandung 2012, hlm. 54725 Stephen Graw, An Introduction to the Law of Contract, (Melbourne: The law Book Company Limited, 1993), hlm 129.

36

memperoleh manfaat ayau menuntut dipenuhinya hak

pihak ketiga yang ada dalam perjanjian tersebut.

Trust dalam sistem hukum Indonesia seringkali

disalahgunakan sebagai penyelundupan hukum, hal

ini dikarenakan pranata trust merupakan pranata

hukum yang bebas nilai, trust pada hakikatnya

menyerahkan kewenangan bahkan kepamilikan kepada

seseorang untuk kepentingan orang lain. Di

Indonesia, belum ada hukum yang mengatur tentang

lembaga trust ini, namun secara implisit

pengaturannya masih tersebar dalam Buku III

KUHperdata. Hal ini disebabkan trust ini berasal

dari tradisi hukum anglo saxon, maka tidak heran

jika dalam sistem hukum kita tidak mengenal

pranata trust ini.

Sebagaimana diketahui Buku III KUHPerdata

menganut sistem terbuka dan dengan adanya asas

kebebasan berkontrak maka dimungkinkan

terbentuknya suatu perjanjian baru yang berkembang

dalam praktik yang sebelumnya tidak tercantum

37

dalam KUHPerdata. Keberadaan lembaga trust di

Indonesia ini didasarkan oleh suatu perjanjian.

Munir fuady dalam bukunya menyatakan bahwa,

paranata hukum trustee dapat berlaku di Indonesia

apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 26

a. Harus ada kontrak untuk itu. Perlu diketahui

ada juga trustee yang tidak berlandaskan kontrak,

karena itu tidak berlaku di Indonesia aitu apa

yang disebut dengan implied trustee

b. Berlakunya bukan secara kepranataan, melainkan

secara kontraktual. Maksudnya hak, kewajiban

dan tanggung jawab hukum dan para pihak semata-

mata seperti yang diatur dalam kontrak

tersebut. Selebihnya hanya berlaku sesuai

dengan penafsiran hukum yang lazim atas kontrak

tersebut. Tidak ada ketentuan lain yang berlaku

selain itu.

c. Harus mengikuti syarat-syarat yang berlaku

untuk suatu kontrak, karena itu suatu kontrak

trustee yang bertujuan untuk menyelundupi suatu26 Munir fuady, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Buku ke IV, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 2002, hlm. 110.

38

peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak

bisa diberlakukan dan haruslah null and void (batal

demi hukum), karena itu bertentangan dengan

syarat yang dipepruntukan bagi suatu kontrak,

yakni:

(1) Suatu kontrak harus dibuat untuk suatu

sebab yang halal (Pasal 1320 KUHPerdata)

(2) Suatu Kontrak tidak boleh bertentangan

dengan ketertiban umum (Pasal 1337

KUHPerdata)

39

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan Penelitian

Penelitian terkait kegiatan usaha penitipan dan

pengelolaan (trust) oleh Bank dapat ditujukan sebgai

berikut:

1. Untuk mengetahui kedudukan perjanjian penitipan dan

pengelolaan (trust) dalam sistem hukum perjanjian

Indonesia

2. Untuk mengetahui tanggung jawab Bank terhadap

pengelolaan asset yang dititipkan dan dikelola oleh

Bank

3. Untuk mengetahui implikasi hukum dari kegiatan

penitipan dan pengelolaan (trust) terhadap

pembaruan hukum perjanjian Indonesia

3.2. Manfaat Penelitian

3.2.1 Kegunaan teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini secara teoritis

dapat memberikan sumbangan pemikiran dan merupakan

40

sumber teoritis bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya

hukum perbankan, terutama yang berkaitan dengan fungsi

intermediary perbankan.

3.2.2 Kegunaan praktis

Memberikan informasi dan dapat dijadikan bahan

masukan kepada para pihak dalam pengambilan kebijakan

bagi para pihak baik otoritas perbankan (Bank

Indonesia) dalam membentuk regulasi, Bank Operasional

dalam menentukan kebijakan yang mendukung sector bisnis

khususnya disektor Migas yang masih menggunakan jasa

trustee oleh perbankan di luar negeri.

Diharapkan dapat berguna bagi pihak yang bermaksud

mengembangkan ilmu hukum, khususnya hukum perbankan

sebagai alternatif pembiayaan

41

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Spesifikasi Penelitian;

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu

membuat pencandraan secara sistematis, faktual dan

akurat mengenai fakta-fakta.27 Juga dimaksudkan untuk

memberikan data seteliti mungkin tentang manusia dan

gejala lainnya.28 Dengan demikian penelitian ini akan

menggambarkan berbagai masalah hukum dan fakta serta

gejala lainnya yang berkaitan upaya pemberdayaan UMKM

untuk menunjang sektor riil melalui revitalisasi fungsi

intermediary fungsi perbankan, kemudian menganalisisnya

guna memperoleh gambaran yang utuh dan menyeluruh

tentang permasalahan-permasalahan yang diteliti

4.2 Metode Pendekatan;

Metode pendekatan yang digunakan adalah metode

pendekatan yuridis normatif, yaitu menelusuri, mengkaji

dan meneliti data sekunder yang berkaitan dengan materi

peneltian ini. Digunakannya pendekatan yuridis dengan

27 Sumadi, Metode Penelitian, CV Rajawali, Jakarta, 1988, hlm. 19.28 Soerjono Soekanto,Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hlm. 10.

42

pertimbangan masalah yang diteliti berkisar pada

keterkaitan suatu peraturan dengan peraturan lainnya.

4.3 Tahap Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu

penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian

lapangan (field research). Penelitian kepustakaan bertujuan

untuk mengkaji, meneliti dan menelusuri data sekunder

yang berupa bahan hukum primer yang berkaitan dengan

penelitian ini antara lain :

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

b. Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah

dengan UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.

c. Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 sebagimana diubah

dengan UU No : 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia.

d. Peraturan Bank Indonesia No 14/17/PBI/2012 tentang

Kegiatan usaha Bank Penitipan dan Pengelolaan (trust)

Studi kepustakaan juga meliputi bahan-bahan hukum

sekunder berupa literatur, hasil penelitian, lokakarya

yang berkaitan dengan materi penelitian. Untuk

melengkapi dapat digunakan bahan hukum tersier berupa

kamus atau artikel pada majalah, surat kabar. Selain

43

studi kepustakaan pengumpulan data juga dilakukan

melalui penelitian lapangan, tujuannya mencari data-

data lapangan (data primer) yang berkaitan dengan

materi penelitian dan berfungsi sebagai pendukung data

sekunder.

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah studi dokumen untuk mengumpulkan

data sekunder, sedangkan untuk mengumpulkan data primer

dilakukan dengan wawancara dengan responden yang

terpilih.

44

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Implementasi PBI No : 17/2012 tentang Perjanjian

Penitipan dan Pengelolaan.

5.1.1 Latar Belakang Terbitnya PBI No : 17/PBI/2012

Tentang Kegiatan Usaha Bank Berupa Penitipan Dengan

Pengelolaan (Trust).

Lahirnya PBI Tentang Trust merupakan dampak dari

kebijakan yang dikeluarkan oleh BP Migas terkait

penerimaan devisa hasil ekspor dan utang luar negeri

melalui perbankan di dalam negeri, yang diharapkan

pasokan devisa dapat lebih berkesinambungan (sustainable).

Kebijakan ini khususnya terkait dengan aktivitas

pertambangan, khususnya Minyak Bumi dan Gas

(Migas).mengatur tentang pelaksanaan pengadaan barang dan

jasa dengan mengutamakan penggunaan rekening di Bank Umum

Nasional. Berdasarkan kajian dari Bank Indonesia, dampak

kebijakan sektor Migas tersebut memang belum signifikan

menambah pasokan devisa, namun demikian berpeluang

memberikan kesempatan bagi bank-bank BUMN untuk terlibat

45

dalam industri Migas, mendorong peningkatan level of

playing field, fee based income dan daya saing terhadap

KCBA (Kantor Cabang Bank Asing).29

Selama ini , Devisa Hasil Ekspor (DHE) PT

Pertamina masuk ke dalam cadangan devisa di bank

Indonesia yang nilainya kurang lebih 40 % dari dari

keseluruhan ekspor migas. Jumlah ini berasal dari pola

bagi hasil Migas antara KPS dan Pemerintah sebesar 75 :

25. Sebagai gambaran pada tahun 2009 , DHE Migas

memasukkan $864,7 juta atau sekitar 51 % masuk ke dalam

cadangan devisa BI. Di sisi lain, untuk impor, PT

Pertamina menggunakan pembiayaan yang bersumber dari

pembelian valas di pasar (melalui Bank Mandiri, BRI dan

BNI) dan pasokan dari Bank Indonesia. Pembelian PT

Pertamina di pasar mencapai USD 1,2 miliar per bulan atau

30 % dari total pembelian nasabah bank, lebih besar dari

DHE Migas yang masuk ke dalam cadangan devisa BI.

disimpan di luar negeri. Oleh karena itu , diperlukan

upaya untuk mengalihkan seluruh potensi devisa tersebut

ke dalam negeri. Peluang tersebut dapat direalisasi29 Hasil Kajian Hukum Bank Indonesia mengenai Potensi Sumber Devisa Migas : Fakta, Peluang, dan Tantangan Kebijakan ( Pemenuha Penugasan Matriks Kebijakan 2010).

46

dengan cara mengembangkan dan mengoptimalkan jasa

perbankan nasional , yakni jasa penitipan sebagaimana

diatur dalam Pasal 6 jo Pasal 9 UU Perbankan.

Praktik aliran dana/potensi dari industri Migas

sebelum dan setelah terbitnya SK BP Migas Tahun 2008 saat

ini dapat dilihat dari skema di bawah ini

Skema IV.1.1. sebelum Kebijakan BP Migas/ Surat Keputusan BP MigasNo . Kep-0066/B/BP00000/2008/50 /2008

47

skema IV.1.2 sesudah Kebijakan BP Migas

Operating Cost

K3S$10.6 BILL.

INVESTORS(TRUSTEE)

Indonesia Share

$35.3 Bill.

Gross Revenue:$54.2 Bill.

Cost Recovery$9.3 Bill.

Contractor Share $17.4 Bill.

Bp Migas Share$27.5 Bill.

Petroleum Operations

Corporate & Income Tax$7.8 Bill.

- Internal- Vendors

Taxes

Tax Reimbursement

Expenditures (Cash Call)

Bank LN & KCBA

Cost

48

Dalam praktik saat ini, selain cash call, potensi pasokan

devisa antara lain berasal dari hasil penjualan gas dan

dana yang dikelola oleh trustee di luar negeri. Berdasarkan

hasil kajian, setidaknya ada 3 hal yang harus dibenahi

bagi bank-bank BUMN memanfaatkan peluang , yaitu.

Potensi Sumber Devisa Cash Call

Operating Cost

K3S$10.6 BILL.

INVESTORS(TRUSTEE)

Indonesia Share$35.3 Bill.

Gross Revenue:$54.2 Bill.

Cost Recovery$9.3 Bill.

Contractor Share $17.4 Bill.

Bp Migas Share$27.5 Bill.

Petroleum Operations

Corporate & Income Tax$7.8 Bill.

- Internal- Vendors

Taxes

Tax Reimbursement

Expenditures (Cash Call)

Bank LN & KCBA

Cost

49

Beberapa fakta terkait pengelolaan sumber devisa cash call

sebelum diterbitkannya kebijakan BP Migas, yaitu:

1. pooling account umumnya di Bank Luar dan masuk ke

dalam Negeri secara terjadwal melalui KCBA.

2. Dana yang diterima BUMN mayoritas dalam rupiah

3. Turnover cukup tinggi dan dapat dikatakan tidak ada

float.

4. konversi disesuaikan dengan kebutuhan operasional

5. efektif sudah menjadi sumber pasokan devisa saat

ini.

Fakta di atas menciptakan peluang sekaligus tantangan

bagi industri perbankan Indonesia untuk meningkatkan level

of playing field dan fee based income bank-bank BUMN serta

meningkatkan likuiditas valas/rupiah bank-bank BUMN.

Peluang ini dapat diperoleh dengan menempatkan dana yang

semula dititipkan di Bank Luar Negeri tersebut untuk

ditempatkan pada surat-surat berharga di Indonesia

seperti Surat Utang Negara (SUN) melalui dana titipan,

dan penempatan di Bank Indonesia (BI). Mengingat selama

ini, dana hasil ekspor Migas disimpan pada Bank di luar

negeri, maka tantangan terbesar bank-bank BUMN adalah

50

bagaimana meningkatkan kepercayaan pemilik dana agar

dananya aman di simpan di Indonesia. Untuk itu Indonesia

perlu mempersiapkan kualitas teknologi dan pelayanan

bank-bank BUMN yang belum mampu sepenuhnya memenuhi

kebutuhan K3S dan cross border issues seperti regional treasury,

counterparties, biaya transfer dll.30

Adapun kebijakan yang dibutuhkan adalah :

1. pelaksanaan dari ketentuan BP Migas terkait

transaksi barang dan jasa K3S.

2. Peningkatan teknologi dan kualitas pelayanan bank-

bank BUMN

3. Mewajibkan penggunaan rekening di bank dalam negeri

sebagai pooling account untuk kontrak Migas yang baru.

A. Potensi Sumber Devisa : Hasil Penjualan gas (revenue)

Berkenaan sumber devisa berupa hasil penjualan gas

(revenue), maka selama ini faktanya adalah :

1. dana ditempatkan di bank luar negeri yang berperan

sebagai trustee

30 Bank Indonesia, Op.cit, hlm.10

51

2. akumulasi dana akan meningkat sesuai dengan

kapasitas produksi;

3. dana mengendap sesuai jadwal pembayaran/instalment;

4. re-investment dana oleh trustee berdasarkan kriteria

tertentu dan harus seizin BP Migas (join signature).,

berdasarkan fakta di atas, maka terdapat peluang bagi

perbankan di Indonesia untuk menggantikan posisi trustee

di luar negeri sebagai trustee. Selain itu, dana dapat

ditempatkan melalui instrumen Surat Utang Negara (SUN)

melalui kegiatan penitipan atau penempatan dana di

Bank Indonesia. Adapaun tantangan yang dihadapi adalah

:

1. diperlukan regulasi perbankan yang memungkinkan

pengembangan kegiatan penitipan.

2. Kajian aspek legak terkait dengan pencantuman

klausula terbebas dari boedel pailit dan penempatan

dan trust di dalam negeri.

3. Diperlukan biaya untuk mengubah kontrak yang berlaku

saat ini.

Beberapa kebijakan yang dibutuhkan untuk mengatasi

hambatan tersebut adalah :

52

1. penyusunan ketentuan mengenai kegiatan penitipan

termasuk aturan mengenai kontrak antara pemilik dan

pengelola harta yang dititipkan ( trusteeship

agreement);

2. penyediaan instrumen di dalam negeri untu menampung

aliran devisa;

3. mewajibkan penempatan trust fund di dalam negeri untuk

kontrak migas yang baru.

b. Eksistensi trustee dalam kegiatan pengelolaan dana yang

bersumber dari industri Migas.

Eksistensi trustee dalam kegiatan pengelolaan dana ini

lebih banyak berkaitan dengan aspek hukum, antara lain :

1. penggunaan bank di luar negeri berdasarkan

kesepakatan para pihak (perjanjian)

2. didirikan di negara yang memiliki pranata trust.

3. Trustee dapat bertindak sebagai guarantor, menerima,

mengelola dan membagi revenue ( untuk bagian para

pihak maupun pembayaran utang),

4. Dana yang dikelola terlindungi dari boedel pailit

jika trustee di likuidasi.

53

Adapun peluang yang dapat dimanfaatkan adalah

mengambil alih fungsi trustee ke dalam negeri melalui

kegiatan penitipan di bank BUMN (khusus untuk non-borrowing

scheme) dan penempatan dana di Bank Indonesia. Sedangkan

tantangan yang dihadapi adalah keberadaan regulasi

mengenai kegiatan penitipan, penggunaan konsep trust

khususnya maxim “bankcruptcy remote dan penempatan trust fund

di dalam negeri. Untuk mengantisipasi hambatan-hambatan

terkit eksistensi trustee diperlukan ketentuan mengenai

kegiatan penitipan termasuk aturan mengenai kontrak

antara pemilik dan pengelola harta yang dititipkan;

penyediaan instrumen di dalam negeri untuk menampung

aliran devisa serta dasar hukum bagi kewajiban penggunaan

bank dalam negeri sebagai agen pembayar (paying agent)untuk

kontrak-kontrak migas baru.

Berdasarkan kondisi-konsidi sebagaimana dipaparkan,

Bank Indonesia sebagai regulator, khususnya terkait

fungsi pengaturan telah menerbitkan PBI No : 14 Tahun

2012 tentang Trust.

54

V.1.2.

Skema Kerangka Regulasi yang mendukung Kegiatan Penitipan dengan

Pengelolaan

Baik pengaturan dalam UU

Perbankan dan UU BI maupun aturan-aturan terkait , pada

UU NO ; 8/2010 TTG PENCEGAHANDAN PEMBERANTASAN TPPU

UU NO : 5 TAHUN 1995 TTG PASAR MODAL

PBI 14/3/PBI/2012 TTG PROGRAMANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME BAGI PENYELENGGARAAN JASA SISTEM PEMBAYARAN SELAIN BANK

PBI NO : 12/20/PBI/2010 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME BAGI BPR DAN BPRS

PBI NO : 12/3/ PBI/2010 TTG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHANPENDANAAN TERORISME PADA PEDAGANG VALAS BUKAN BANK

11/28/PBI/2009 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHANPENDANAAN TERORISME BAGI BANKUMUM

13/25/PBI/2011 TTG PRINSIP KEHATI-HATIAN BANK YANG MELAKUKAN PENYERAHAN SEBAGIANPELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PIHAK LAIN

PBI 12/21/PBI/2010 TENTANG RENCANA BISNIS BANK

PBI 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM

PBI 7/6/PBI/2005 TENTANG

14/17/PBI/2012 TENTANGKEGIATAN USAHA BANK BERUPA

PENITIPAN DENGANPENGELOLAAN (TRUST)

SE 15/10/DPNP 2013

LAPORAN KEGIATANPENITIPAN DENGAN

PENGELOLAAN (TRUST)BANK UMUM YANG

DISAMPAIKAN KEPADA BI

55

dasarnya memastikan bahwa dalam kegiatan penitipan dengan

pengelolaan , Bank sebagai trustee dibatasi oleh rambu-

rambu sebagai berikut :

a. bank selaku trustee wajib menjaga kekayaan settlr dan

melaporkan kegiatan yang dilakukan kepada settlor.

b. Bank yang melakukan kegiatan penitipan dengan

Pengelolaan wajib mengetahui asal usul dana yang

dititipkan, khususnya tidak berasal dari aktivitas

illegal, sehingga berpotensi mendudukkan Bank selaku

trustee terlibat dalam TPPU.

c. Bank selaku trustee wajib menerapkan prinsip kehati-

hatian Bank ( prudential banking principle) , mengingat

dana yang dikelola oleh Bank sebagai trustee

d. Mengadopsi konsep trust dimana trustee adalah pemilik

secara hukum (legal owner), maka settlor atau benerficiary

merupakan pemilik manfaat (beneficial owner), maka

regulasi kegiatan penitipan dengan pengelolaan

mewajibkan Bank selaku trustee untuk mematuhi

ketentuan tentang transparansi produk dan penggunaan

data pribadi nasabah.

56

e. Selanjutnya regulasi juga mewajibkan Bank selaku

trustee membuat perencanaan bisnis Bank, mengelola

risiko yang berpotensi timbul dalam kegiatan

penitipan dengan pengelolaan

Selain regulasi yang terkait, maka PBI No 14/17/PBI/2012

mengatur substansi Kegiatan Penitipan dengan Pengelolaan,

termasuk mengatur apa saja yang harus dimasukkan dalam

perjanjian Penitipan dengan pengelolaan. Berdasarkan PBI

ini, kegiatan penitipan dengan pengelolaan yang berlaku

di lingkungan perbankan Indonesia dapat diperbandingkan

dengan konsep trust yang berlaku pada sistem common law.

Berikut ini, beberapa perspektif legal dari substansi

pengaturan kegiatan penitipan dengan pengelolaan menurut

PBI No : 14/17/PBI/2012.

a. Kegiatan Penitipan dengan Pengelolaan ini mengadopsi

konsep trust sebagaimana dianut dalam sistem common

law. PBI secara tegas menggunakan istilah trust bagi

kegiatan penitipan dengan pengelolaan ini.

Dimaksudkan dengan trust dalam PBI iniadalah kegiatan

penitipan dengan pengelolaan atas harta milik

settlor berdasarkan perjanjian tertulis antara Bank

57

sebagai trustee dengan settlor sebagai pemilik dan pihak

yang menitipkan hartanya untuk kepentingan beneficiary

sebagai pihak yang akan menerima manfaat (Pasal 1).

b. Penerapan prinsip kehati-hatian dalam kegiatan Trust.

PBI mewajibkan Bank yang akan melakukan kegiatan trust

ini berhati-hati dalam menyelenggarakan kegiatan

penitipan dengan pengelolaan, khususnya untuk

mencegah kegiatan trust sebagai upaya cara untuk

melakukan pencucian uang dan pendanaan kegiatan

terorisme (Pasal 3). Oleh karena itu, trustee harus

melakukan beberapa hal berikut ini :

1. customer due dilligence;

2. enhanced due dilligence; dan/atau

3. pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan;

untuk memastikan harta turst tidak berasal dari

kejahatan dan/atau tidak bertujuan untuk

pencucian uang dan pendanaan terorisme.

c. Penerapan “Bankcruptcy remote” dalam kegiatan Penitipan

dengan Pengelolaan

58

Bank yang melakukan kegiatan trust wajib memenuhi

prinsip-prinsip sebagai berikut (Pasal 4) :

1. kegiatan trust harus dilakuakn oleh unit yang

terpisah dari unit kegiatan Bank lainnya;

2. harta yang dititipkan oleh settlor untuk dikelola

terbatas pada aset finasial, yaitu aset berupa

dana, tagihan dan/atau surat berharga;

3. harta yang dititipkan settlor untuk dikelola oleh

trustee dicatat dan dilaporkan secara terpisah.

4. Dalam hal Bank yang melakukan kegiatan trust

dilikuidasi, semua harta trust tidak dimasukkan

dalam harta pailit (boedel pailit) dan

dikembalikan kepada settlor âtau dialihkan kepada

trustee pengganti yang ditunjuk settlor.

Ketentuan-ketentuan di atas menegaskan bahwa

kegiatan penitipan dengan pengelolaan menerapkan

bankcruptcy remote. PBI juga menegaskan bahwa kegiatan

trust dituangkan dalam perjanjian tertulis antara

trustee dan settlor.

d. Kegiatan trustee berdasarkan perintah tertulis dari

Settlor

59

Bank yang melakukan kegiatan Penitipan dengan

Pengelolaan (trust), dapat bertindak sebagai ( Pasal

5) :

1. agen pembayar (paying agent); yakni kegiatan

menerima dan melakukan pemidahan uang dan/atau

dana, serta mencatat arus kas masuk dan keluar

untuk dan atas nama settlor. Sebagai agen

pembayar, kegiatan trustee meliputi ;membuka dan

menutup rekening untuk dan atas nama settlor;

menerima dan menyimpan dana ke dalam rekening

settlor, melakukan pembayaran dari rekening settlor

kepada beneficiary dan/atau pihak lain; serta

mencatat , mendokumentasikan, dan

mengadministrasikan dokumen terkait dengan

rekening settlor.

2. Agen investasi dana secara konvensional dan/atau

berdasarkan prinsip syariah. Dimaksudkan dengan

kegiatan agen investasi disini adalah kegiatan

menempatkan, mengkonversi, melakukan lindung nilai

(hedging) dan mengadminsitrasikan penempatan dana

untuk dan atas nama settlor. Kegiatan investasi

60

dana baik secara konvensional maupun syariah

dilaksanakan berdasarkana instruksi yang jelas dan

rinci dari settlor, yang sesuai dengan jenis

kegiatan atau instrumen yang digunakan. Instrumen

yang jelas dan rinci tersebut antara lain :

a. jenis mata uang;

b. jenis/instrumen penempatan;

c. jangka waktu;

d. jumlah nominal’

e. counterparty;

f. counterparty limit;

g. penjamin;dan/atau

h. peringkat instrumen investasi.

Dalam hal settlor menginstruksikan trustee untuk

melakukan kegiatan investasi dana selain kegiatan

yang diatur dalam peraturan perundanga-undangan

yang berlaku, maka investasi tersebut harus

dilakukan oleh manajer investasi. Disini berlaku

ketentuan di Pasar Modal.

3. Agen peminjaman (borrowing agent) dan/atau agen

pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, untuk dan

61

atas nama settlor sesuai perjanjian trust. Dalam

kegiatan ini , dimaksudkan sebagai agen pinjaman

adalah kegiatan perantara dalam rangka mendapatkan

sumber –sumber pendanaan antara lain dalam bentuk

pinjaman /pembiayaan. Dimaksudkan dengan kegiatan

sebagai agen peminjaman dan/atau pembiayaan ini,

antara lain mencakup : memperoleh pinjaman atau

pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, yang

dibuktikan dengan perjanjian kredit atau

perjanjian pembiayaan berdasarkan prinsip syariah;

melakukan transaksi lindung nilai (hedging) atau

tahawwuth , mencadangkan dana untuk membayar

pinjaman atau pembiayaan berdasarkan prinsip

syariah berdasarkan mekanisme yang ditetapkan oleh

settlor.

Khusus untuk Bank Umum Syariah yang melakukan

kegiatan trust hanya dapat bertindak sebagai agen

pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Seluruh

kegiatan Trustee di atas wajib dilakukan

berdasarkan instruksi tertulis dari settlor.

Kewajiban berdasarkan instruksi tertulis ini harus

62

dimuat dalam perjanjian trust. Penafsiran kewajiban

ini menurut pendapat peneliti harus ditafsirkan

baik dicantumkan maupun tidak dalam klausul

perjanjian trust.

e. Larangan Bagi Trustee

PBI mengatur secara tegas bahwa dalam melakukan

kegiatan trust , trustee dilarang memanfaatkan harta

trust untuk kepentingan sendiri; dan /atau melakukan

kegiatan di luar yang telah diatur dalam perjanjian

trust, baik atas inisiatif sendiri maupun berdasarkan

perintah settlor (Pasal 9).

f. Kegiatan Trust merupakan Fee Based Income

Dalam melaksanakan kegiatan trust, trustee memperoleh fee

atau ujrah sesuai dengan perjanjian trust.bagi bank

umum syariah, fee atau ujrah disesuaikan dengan akad

yang digunakan (Pasal 10)

g. Pencatatan Kegiatan Trust terpisah dari pembukuan

Bank

63

Dalam melaksanakan kegiatan trust , trustee wajib

membuat pencatatan kegiatan trust yang terpisah dari

pembukuan Bank, termasuk rincian masing-masing

kegiatan trust. Pencatatan tersebut paling kurang

meliputi pencatatan mengenai transaksi dan posisi

harta trust. Tata cara pencatatan kegiatan trust mengacu

pada pernyataan standar akuntansi keuangan yang

berlaku. Selain itu, trustee wajib menggunakan rekening

pada bank di dalam negeri untuk seluruh kegiatan

trust. Penggunaan pada Bank dalam negeri antara lain

untuk menerima seluruh pendapatan, membayarkan

seluruh kewajiban settlor, pemindahan dana dari

rekening settlor kepada beneficiary. Selanjutnya

kegiatan trust wajib diaudit oleh auditor internal dan

auditor eksternal paling kurang 1 kali dalam

setahun.

Trustee wajib memastikan bahwa kegiatan trust merupakan

bagian sari audit umum terhadap bank.

64

5.1.3 Kesiapan perbankan Indonesia untuk mengembangkan

jasa Penitipan dengan Pengelolaan

Eksistensi Kegiatan Usaha Penitipan dengan

Pengelolaan diakui dalam UU Perbankan, khususnya

dalam Pasal 6 jo Pasal 9 UU Perbankan , yang menjadi

landasan bagi bank untuk melayani jasa penitipan .

Dalam praktik perbankan saat ini, Pasal 6 digunakan

sebagai landasan bagi jasa penitipan yang dikenal

dengan save deposite box, sedangkan Pasal 9 menjadi

dasar bagi Bank untuk menyediakan jasa sebagai

Kustodian dan Wali Amanat, sebagai lembaga penunjang

dipasar modal. Oleh karena itu, terhadap Bank yang

menjadi Bank Kustodian dan Wali Amanat tunduk pada

regulasi di Pasar Modal, khususnya UU No : 5 Tahun

1995 Tentang Pasar Modal.

Berdasarkan hasil penelitian, saat ini baru terdapat

3 Bank umum nasional yang memperoleh persetujuan

Bank Indonesia untuk memberikan jasa penitipan

dengan pengelolaan (trust) di Indonesia, yaitu Bank

Mandir, Tbk, Bank BNI, Tbk, dan Bank BRI.31 Pemilihan31 Hasil wawancara dengan Asisten Direktur Departemen kebijakan Makroprudensial, Bank Indonesia, Bapak Indra Gunawan dan Manajer

65

ke 3 bank umum nasional ini berdasarkan pertimbangan

regulasi, kesiapan teknologi informasi dan

pertimbangan dari Bank Indonesia selaku regulator.

Pemilihan ke 3 bank tersebut tentunya harus terlebih

dahulu memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam

peraturan perundang-undangan.

a. Persyaratan bagi Bank yang akan melakukan

kegiatan Trust.

Pasal 15 PBI mensyaratkan bahwa Bank sebagai trustee

harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. berbadan hukum Indonesia;

2. merupakan bank devisa dengan modal inti paling

sedikit Rp.5 triliun;

3. rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum paling

rendah sebesar 13 % selama 18 bulan terakhir

berturut-turut

4. memiliki Tingkat Kesehatan Bank sebagai berikut :

Depertemen Kebijakan, Bank Indonesia, pada Selasa tanggal 26 November2012 pkl 15.00 –selesai.

66

a) paling rendah tingkat peringkat komposit 2 pada

periode penilaian dalam 12 bulan terakhir

secara berturut-turut;

b) paling rendah peringkat komposit 3 pada periode

penilaian dalam 6 bulan sebelum periode

sebagaimana diatur dalam angka 1.

5. Mencantumkan rencana kegiatan trust dalam rencana

bisnis bank. Dan

6. Memiliki kapasitas untuk melakukan kegiatan trust

berdasarkan hasil penilaian Bank Indonesia..

Selama melakukan kegiatan trust, Bank wajib memenuhi

persyaratan sebagai berikut :

1. modal inti paling sedikit sebesar Rp.5 triliun;

2. rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum yang

paling rendah sebesar 13 %; dan

3. tingkat kesehatan Bank paling rendah peringkat

komposit 2.

Selain Bank umum nasional, kegiatan trust dapat

dilakukan oleh kantor selain cabang bank asing yang

berbadan hukum Indonesia dengan modal inti dan rasio

kewajiban modal minimumm yang sama dengan bank umum

67

nasional. Selain itu, bagi kantor cabang bank asing

harus memenuhi syarat khusus yakni :

1. memiliki Capital Equivalency Maintained Assets

(CEMA) minimum sebesar Rp. 5 triliun;

2. memenuhi persyaratan badan hukum Indonesia

paling lambat 3 tahun sejak ketentuan ini berlaku.

Selama melakukan kegiatan trust, kantor cabang dari bank

yang berkedudukan di luar negeri wajib memnuhi

persyaratan :

1. CEMA minimum dengan penghitungan sesuai ketentuan

yang berlaku dan paling sebesar Rp.5 triliun;

2. Rasio Kewajiban Peyediaan Modal Minimum paling

rendah sebesar 13 %,

3. Tingkat kesehatan Bank paling rendah peringkat

komposit 2.

b. Akibat Hukum Bagi Bank yang tidak lagi memenuhi

persyaratan selama melaksanakan kegiatan trust.

Akibat hukum apabila selama melaksanakan kegiatan

trust , persyaratan sebagai trustee tidak terpenuhi, maka

68

berdasarkan Pasal 15, Bank atau kantor cabang dari bank

yang berkedudukan di luar negeri :

1. dilarang membuat perjanjian trust baru;

2. wajib menyelesaikan pemenuhan persyaratan; dan

3. wajib mengembalikan harta trust kepada settlor atau

mengalihkan harta trust kepada trustee pengganti yang

ditunjuk oleh settlor sesuai dengan perjanjian trust ,

apabila trustee tidak dapat memenuhi persyaratan

sebagaimana ditentukan dalam angka 2.

c. Penilaian oleh Bank Indonesia bagi Bank untuk melakukan

kegiatan trust

Bank Indonesia , selain mempunyai kewenangan untuk

melakukan penilaian terhadap Bank sebelum memperoleh

persetujuan sebagai trustee, juga memeliki kebijakan

terhadap sumber daya manusia untuk mengelola unit trustee.

Penilaian yang dilakukan oleh Bank Indonesia, paling

kurang mencakup (Pasal 18):

1. manajemen risiko Bank yang memadai khususnya untuk

sistem operasi dan prosedur yang didukung oleh

69

teknologi informasi yang memadai untuk seluruh

kegiatan trust yang diperkenankan;

2. bank tidak sedang dikenakan tindakan pengawasan

bank. Sedangkan yang dimaksud dengan tindakan

pengawasan adalah Cease and Desist Order (CDO)yang

disebabkan oleh fraud.

3. Kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan pada saat

Bank menyampaikan permohonan untuk melakukan

kegiatan trust.

Selain penilaian terhadap Bank yang akan melaksanakan

kegiatan trust, Bank Indonesia menetapkan kebijakan

bagi sumber daya manusia yang mengelola unit trust

sebagai berikut (Pasal 19) :

1. Bank wajib memliki kebijakan terkait sumber daya

manusia yang mengelola unit kerja trustee;

2. Dalam menetapkan kebijakan sumber daya manusia pada

unit kerja trustee, Bank tetap berpedoman pada

ketentuan BI yan mengatur mengenai prinsip kehati-

hatian Bank yang melakukan penyerahan sebagian

pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain.

70

3. Kebijakan SDM tersebut antara lain berupa penentuan

persyaratan dan kualifikasi SDM untuk kegiatan trust;

4. Komposisi jumlah SDM unit kerja trustee paling sedikit

50 % merupakan pegawai Bank (dalam hal ini pegawai

tetap) dan berkewarganegaraan Indonesia.

5. Kualifikasi jabatan pimpinan unit kerja trustee dan

pejabat satu tingkat di bawah pimpinan unit kerja

trustee paling kurang meliputi kompetensi di bidang

keuangan dan memiliki integritas

Di samping persyaratan untuk menjadi Trustee, PBI juga

mengatur bahwa settlor adalah nasabah korporasi; dan bukan

merupakan pihak terafiliasi dengan Bank. 32 Berdasarkan

PBI, settlor juga dapat bertindak sebagai beneficiary.

5.2. Perjanjian Penitipan dengan Pengelolaan sebagai

Perjanjian Tidak Bernama yang berkembang dalam Praktik

Perbankan.

5.2.1 Perjanjian Penitipan dengan Pengelolaan tunduk

pada Prinsip-prinsip Hukum perjanjian Indonesia.

32 Yang dimaksud dengan Pihak Terafiliasi adalah Pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Angka 22 UU Perbankan. Lihat juga UU No : 21Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.

71

Berdasarkan PBI, hubungan antara settlor dan trustee

dituangkan dalam perjanjian Penitipan dengan Pengelolaan

yang dibuat secara tertulis. Sebagaimana telah diuraikan

sebelumnya, bahwa kegiatan Penitipan dengan pengelolaan

ini merupakan perngembangan dari jasa yang sebelumnya

sudah dilakukan oleh dunia perbankan, yakni jasa

penitipan untuk kepentingan pihak ke tiga berdasarkan

suatu kontrak, yang diatur dalam Pasal 6 i jo Pasal 9 UU

Perbankan. Selama ini, Pasal 6 i jo pasal 9 ini dalam

praktik di implementasikan dalam perjanjian dalam rangka

fungsi Bank sebagai Kustodian dan Bank sebagai Wali

Amanat, yaitu lembaga penunjang pasar modal. Pengembangan

kegiatan Penitipan dengan pengelolaan berdasarkan hukum

positif Indonesia diperkenankan dengan mengacu pada Pasal

1319 , Pasal 1318 Ayat (1) sepanjang memenuhi syarat sah

nya suatu perjanjian.

Oleh karena itu, Kegiatan Penitipan dengan

pengelolaan yang dituangkan dalam Perjanjian Penitipan

dengan pengelolaan (trusts) merupakan perjanjian yang

berkembang dalam praktik perbankan. Berdasarkan sistem

terbuka dan asas kebebasan berkontrak, maka perjanjian

72

penitipan dengan pengelolaan ini digolongkan sebagai

perjanjian tidak bernama (onbenoemde overeenskomst) yang

tetap tunduk pada prinsip/asas dan ketentuan dalam Buku

III KUHPerdata tentang Perikatan, khususnya Pasal 1320

KUHPerdata sebagai syarat lahir dan mengikatnya

perjanjian trust ini bagi para para pihak.

Perjanjian Penitipan dengan Pengelolaan tentunya

telah memenuhi persyaratan sahnya perjanjian, yakni :

a. adanya kesepakatan antara settlor dan trustee untuk

membuat perjanjian pentipan dengan pengelolaan yang

dituangkan dalam bentuk tertulis dan ditandatangani

oleh ke dua belah pihak (syarat kesepakatan para

pihak) baik Bank sebagai trustee dan settlor

b. Bank sebagai trustee dan pemilik dana (settlor ) adalah

badan hukum yang merupakan subjek hukum yang cakap

melakukan perbuatan hukum, termasuk membuat

perjanjian. Bank yang bertindak sebagai trustee harus

memenuhi persyaratan khusus yang diatur dalam PBI

dan ketentuan terkait lainnya, sedangkan settlor

adalah pemilik dana berupa nasabah korporasi (syarat

cakap untuk melakukan perjanjian)

73

c. objek atau hal tertentu dalam Perjanjian Penitipan

dengan Pengelolaan adalah jasa penitipan dengan

pengelolaan yang akan dilakukan oleh trustee untuk

kepentingan beneficiary (syarat hal tertentu)

d. perjanjian Penitipan dengan pengelolaan diatur dalam

peraturan Bank Indonesia, dan tunduk pada peraturan

lainnya yang bersifat memaksa , khususnya UU

Perbankan.

Bagan V.2.1.2Kedudukan Perjanjian Penitipan dengan Pengelolaan dalam Sistem Hukum

Perjanjian Indonesia.

74

mengacu pada skema di atas, keberadaan perjanjian

Pengelolaan dengan penitipan di Indonesia, khususnya di

perbankan dapat diterima sebagai jenis perjanjian baru

yang dapat digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan

peran perbankan dalam mendorong perekonomian Indonesia,

khususnya untuk meningkatkan pengelolaan cadangan devisa

negara. Namun demikian, tentu saja perjanjian Penitipan

dengan pengelolaan ini harus disesuaikan dengan sistem

hukum Indonesia, mengingat sistem hukum Indonesia tidak

mengenal konsep trust sebagaimana dikenal dalam sistem

coomon law. Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian atau

BUKU III KUHPERDATA

PERJANJIAN BERNAMA (PERJANJIAN YANG

DIATUR DLM KUHPERDATA/KUHD)

PERJANJIAN TIDAK BERNAMA /DILUAR KUHPERDATA/KUHD

PERJANJIAN PENITIPAN DENGAN

PENGELOLAAN (TRUST)

PSL 1319 dan 1338 (1)

SISTEM TERBUKA DALAM HUKUM

PERJANJIAN & ASAS KEBEBASAN BERKONTRAk

75

harmonisasi agar dapat digunakan secara baik. Salah satu

cara yang digunakan oleh otoritas perbankan, dalam hal

ini menerbitkan PBI No ; 14/17/PBI/2012 merupakan langkah

yang tepat, mengingat landasan hukum yang akan dijadikan

acuan bagi para pihak adalah perjanjian Penitipan dengan

pengelolaan (trust) yang akan di buat oleh para pihak dan

mengikat ke para pihak. PBI mengatur persyarata para

pihak , bentuk dan substansi apa saja yang harus

diakomodasikan ke dalam perjanjian penitipan dengan

pengelolaan.

Penunjukan Bank sebagai trustee dan penunjukan

beneficiary harus disampaikan secara tertulis oleh settlor

kepada Bank. Dan bank yang ditunjuk sebagai trustee harus

membuat pernyataan tertulis atas kesanggupannya sebagai

trustee. Selanjutnya, penunjukan dan kesepakatan lainnya

wajib dituangkan dalam perjanjian trustee secara tertulis.

Selain diwajibkan dibuat dalam bentuk tertulis,

perjanjian trust harus dibuat dalam bahasa Indonesia, dan

dapat dialihbahasakan ke dalam bahasa lain sesuai dengan

kepentingan para pihak. Dalam hal perjanjian

dialihbahasakan, maka perjanjian tersebut arus memuat

76

informasi yang sama dengan perjanjian trust yang disusun

dalam bahasa Indonesia. Apabila terdapat perbedaan

penafsiran, maka yang berlaku adalah perjanjian yang

disusun dalam bahasa Indonesia.

PBI memberikan cakupan minimal tentang hal-hal yang

dimuat dalam perjanjian trust, yaitu :

a. Penunjukan Bank sebagai Trustee;

b. Penunjukan beneficiary;

c. Hak dan kewajiban para pihak, yaitu Trustee, Settlor dan

Beneficiary;

d. Kewajiban Trustee untuk menjaga kerahasiaan data dan

transaksi Settlor dan Beneficiary, kecuali untuk

kepentingan pelaporan kepada bank Indonesia;

e. Harta trust tidak termasuk dalam harta pailit dan

wajib dikembalikan kepada Settlor;

f. Pencatatan harta trust dilakukan secara terpisah dari

harta Bank;

g. Pembebasan Trustee dari tanggung jawab (indemnification)

terhadapa kerugian , kecuali karena kelalain

(negligence) dan pelanggarab (willful misconduct) yang

dilakukan trustee.

77

h. Mekanisme penghentian perjanjian Trust;

i. Penunjukan Trustee pengganti antara lain dalam hal

Bank sebagai Trustee dicabut izin usahanya sebagai

Bank baik atas inisiatif Bank Indonesia maupun atas

permintaan Bank (self liquidation) atau dicabut

persetujuan prinsipnya untuk melakukan kegiatan trust;

j. Penyelesaian sengketa;

k. Pilihan hukum (choice of law);

l. Yurisdiksi pengadilan apabila penyelesaian sengketa

ditempuh melalui jalur hukum;

m. Klausul yang menyatakan bahwa kegiatan yang

diperjanjikan dalam perjanjian Trust adalah kegiatan

Trust sebagaimana dimaksud dalam PBI No :

14/17/PBI/2012.

n. Klausul bahwa perubahan terhadap isi perjanjian

hanya dapaty dilakukan secara tertulis dan

disepakati oleh para pihak;

o. Tidak bertujuan untuk pencucian uang dan/atau

terorisme sebagaimana dimaksud dalam ketentuan dan

perundang-undangan yang mengatur mengenai anti

pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme;

78

p. Tidak bertentangan dengan ketentuan dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku lainnya.

Berdasarkan ketentuan dalam PBI, dapat disimpulkan

bahwa perjanjian Penitipan dengan Pengelolaan merupakan

pengembangan dari jasa Penitipan untuk kepentingan

pihak ketiga berdasarkan suatu kontrak, yang sudah

diatur dalam Pasal 6 i jo Pasal 9 UU Perbankan.

Pengembangan tersebut adalah kewenangan pengelolaan

oleh pihak trustee sesuai kesepakatan. Namun demikian,

kewenangan pengelolaan ini lebih sempit dari fungsi

Trustee dalam konsep common law. Dalam Perjanjian Trust

menurut PBI terkandung esensi yang mirip dengan

beberapa perjanjian yang sudah ada dalam KUHPerdata,

yakni :

1. Perjanjian pemberian kuasa di bidang bisnis

(perjanjian keperantaraan/keagenan) ; dimana Trustee

bertindak untuk dan atas nama Settlor. Hal ini secara

tegas disebutkan antara lain dalam Pasal 5 PBI,

bahwa trustee bertindak untuk dan atas nama settlor. Hal

ini berarti, ketika melakukan hubungan hukum dengan

79

pihak ketiga terkait dengan kegiatan trust, maka secara

yuridis sebenarnya Settlor ditarik menjadi Pihak. Oleh

karena itu, Tim peneliti berkesimpulan dalam konteks

ini Bank selaku Trustee menempatkan diri sebagai

perantara. Penyebutan trustee sebagai penerima kuasa

kurang tepat mengingat esensi dari kegiatan

Penitipan dengan pengelolaan ini (trust) murni

bertujuan mendapatkan profit melalui fee based income,

yang bukan menjadi ciri pemberian kuasa (Pasal 10

PBI). Berbeda dengan perjanjian pemberian kuasa,

berdasarkan Pasal 1794 KUHPerdata bahwa pemberian

kuasa bersifat cuma –cuma kecuali ditentukan

sebaliknya. Tim Peneliti berkesimpulan, bahwa ada

unsur perjanjian keagenan dalam kegiatan Penitipan

dengan pengelolaan ini.

Berikut ini hubungan para pihak dalam perjanjian

Penitipan dengan pengelolaan .

Skema V.2.1 Para Pihak dalam Perjanjian Penitipan denganPengelolaan yang setttlor dan beneficiary nya adalah pihak yang

berbeda

TRUSTEESETTLOR INVESTASI

80

Skema V2.1. Perjanjian Penitipan dan Pengelolaan dimana settlordan beneficiary berada dalam pihak yang sama. (Perantara)

Dalam perjanjian penitipan dan pengelolaan Settlor

sebagai pemilik kekayaan/dana mengadakan perjanjian

trust dengan Trustee, dan berdasarkan perintah tertulis

melakukan investasi atau pembayaran untuk kepentingan

beneficiary.

2. Perjanjian Penitipan

Pasal 1694 KUHPerdata menegaskan bahwa perjanjian

penitipan terjadi apabila orang menerima barang

orang lain untuk menyimpannya dan kemudian

BENEFICIARY

TRUSTEESETTLOR/

BENEFICIARYINVESTASI

81

mengembalikannya dalam keadaan yang sama. Penerima

titipan wajib memelihara barang titipan sebaik-

baiknya seperti barang milik sendiri. Trustee dalam

perjanjian penitipan dengan pengelolaan tidak hanya

menyimpan kekayaan trust, namun mempunyai kewajiban-

kewajiban lain baik yang ditentukan oleh peraturan

perundang-undangan maupun perjanjian. Oleh karena

itu peneliti berkesimpulan bahwa kegiatan penitipan

dengan pengelolaan lebih banyak mengandung unsur

penitipan.

3. Perjanjian guna kepentingan pihak ketiga (derden

beding) yang diatur dalam Pasal 1317 KUHPerdata; “

dapat pula diadakan perjanjian untuk kepentingan

pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat

untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada

orang lain, mengandung syarat semacam itu. Siapapun

yang telah menentukan suatu syarat, tidak boleh

menariknya kembali, jika pihak ketiga telah

menyatakan akan mempergunakan syarat itu.”Disini,

dapat dilihat bahwa dalam perjanjian guna

82

kepentingan pihak ke tiga diperlukan adanya kehendak

dari pihak ketiga. Dalam konsep trust, syarat kehendak

pihak ketiga, dalam hal ini benefficiary, tidak

diperlukan, karena dalam perjanjian trust yang akan

diperoleh adalah manfaat atau penghasilan. PBI

tidak menyebutkan syarat bahwa beneficiary harus

menyatakan kehendaknya Disini perbedaannya dengan

Perjanjian guna kepentingan pihak ketiga. PBI

mengadopsi kedudukan beneficiary dalam konsep trust pada

common law sebagai pihak yang hanya akan menerima

manfaat.Mengacu pada ke tiga jenis perjanjian

bernama yang diatur dalam KUHPerdata di atas, dapat

disimpulkan bahwa perjanjian penitipan dengan

pengelolaan merupakan perjanjian yang berkembang

dalam praktik. Oleh karena itu, ketentuan-ketentuan

yang mengatur ke tiga jenis perjanjian di atas

tidak sesuai apabila diterapkan pada perjanjian

penitipan dengan pengelolaan. Tim peneliti

berkesimpulan, PBI dan perjanjian trust yang dibuat

oleh para pihak akan menjadi landasan hukum bagi hak

83

dan kewajiban para pihak yang terlibat dalam

perjanjian ini, yaitu trustee, settlor dan beneficiary.

5.2.2 Perbedaan Perjanjian Penitipan dengan Pengelolaan

(trust) dengan konsep Trust dalam common law system

Perjanjian dengan Pengelolaan (trust) yang berkembang

dalam praktik perbankan ini mengadopsi sebagian kecil

dari konsep trust yang dianut oleh sistem common law, yang

berlaku di negara-negara Anglo –Saxon. Terdapat perbedaan

yang mendasar antara trust sebagai perjanjian tidak bernama

dalam sistem hukum perjanjian Indonesia dengan konsep trust

dalam sistem common law. Beberapa perbedaan substansial

tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

Tabel V.1.1 Perbedaan Antara Perjanjian Trust dlm PBIdengan Trust dalam common law system

Perbedaan Perjanjian

Penitipan

dengan

Pengelolaan

Trust dalam

sistem

common law

Keterangan

Sumber Hukum UU dan Equity Dalam sistem

84

Perjanjian

Penitipan

dengan

pengelolaan

(trust)

(kepatutan)

yang timbul

dan

berkembang di

luar hukum

hukum

Indonesia,

kepatutan

merupakan

salah satu

asas yang

terkandung

dalam

perjanjian

Kedudukan

trustee

Pihak yang

melakukan

kegiatan

penitipan

dengan

pengelolaan

berdasarkan

perintah

settlor

Pihak yang

mengelola

aset trust

berdasarkan

maxim/prinsip

trust.

Trustee dalam

perjanjian

penitipan

dengan

pengelolaan

mempunyai

kewenangan

terbatas,

yakni hanya

atas

perintah.

Aset/dana Bukan milik Secara legal bankcruptcy

85

trust trustee diakui

sebagai milik

trustee

remote diatur

dalam PBI,

tidak berlaku

demi hukum

Kepemilikan

thd aset trust

Tidak dikenal

dual ownership

Dikenal dual

ownershipSistem hukum

benda tidak

mengenal

pemisahan

antara

pemilik

secara hukum

dan pemilik

manfaat,

namun

mengenal

kepemilikan

bersama

(medeeigendom

)

Sumber : diolah oleh Tim peneliti, 2013.

86

Esensi dalam konsep trust menurut sistem common law adalah

adanya pengakuan secara hukum bahwa aset trust berpindah

kepada trustee, walaupun kepemilikan itu dibatasi oleh

kewajiban untuk mengalihkan manfaatnya pada beneficiary.

Oleh karena itu, timbul permasalahan yuridis lainnya,

yaitu pengakuan adanya dual ownership dalam mekanisme trust

yang tidak dikenal dalam sistem hukum benda Indonesia.

Perbedaan ini akan mengakibatkan beberapa hambatan

yuridis terkait dengan tanggung jawab trustee, khususnya

apabila trustee dinyatakan pailit. Permasalahan lainnya

adalah ketiadaan sumber hukum yang dapat digunakan untuk

mengakomodasikan akibat hukum adanya dual ownership .

Anatomi trust dalam sistem common law berbeda dengan sistem

hukum Indonesia.

87

Bagan V.1.2. Anatomi trust dalam sistem common law

Sumber : Routledge, Trusts Law , Lawcards series, 2006.

Dari bagan anatomi trust di atas, makan dapat

diidentifikasi bahwa hambatan yuridis implementasi konsep

trust adalah tidak dikenalnya Equity sebagai alternatif

sumber hukum selain peraturan perundang-undangan, dan

tidak dikenalnya dual ownership dalam sistem hukum benda.

PROPERTY (ANYTHING CAPABLE OF BEING OWNED)

DUAL OWNERSHIP (RESULTING FROM EQUITY'S INTERVENTION

LEGAL OWNERSHIP (MANAGEMENT CONTROL)

TRUSTEE

EQUITABLE OWNERSHIP (BENEFICIAL ENJOYMENT)

BENEFICIARIES

(INDIVIDUALS OR PRIVATE

CLAS)

PURPOSES (USUALLY

CHARITABLE)

88

5.3 Tanggung jawab Terbatas Bank sebagai trustee dalam

Perjanjian Penitipan dengan Pengelolaan.

Salah satu alasan diterbitkannya PBI tentang trust

tidak dapat dilepaskan keinginan untuk dapat menarik dana

yang semula disimpan di bank trust di luar negeri. Salah

satu yang harus disiapkan adalah kesiapan infrastruktur

legal yang mampu menjaga kepercayaan pemilik dana kalau

dana mereka disimpan di bank di Indonesia. Berdasarkan

hal itu, maka kepastian dan jaminan perlindungan terhadap

aset trust menjadi sangat penting untuk mengembangkan

kegiatan penitipan dengan pengelolaan. Mengingat landasan

hukum trust di Indonesia berdasarkan PBI, maka hak dan

kewajiban para pihak harus diperjanjikan secara rinci

dalam perjanjian trust. Salah satu aspek yang menjadi kunci

keberhasilan pengembangan kegiatan penitipan dengan

pengelolaan adalah tanggung jawa bank selaku trustee.

5.3.1 Bank sebagai trustee bertanggug jawab atas kerugian

yang timbul akibat kelalaian Bank dalam mengelola aset

trust

89

Tanggung jawab Bank selaku trustee dalam kegiatan penitipan

dengan pengelolaan terbatas pada aset yang dititipkan dan

dikelola berdasarkan perintah settlor. Bank tidak

bertanggung jawab terhadap kerugian investasi yang timbul

karena sifat investasi. Sepanjang tidak bertentangan

dengan instruksi settlor yang dituangkan dalam perjanjian

trust,maka Bank yang melaksanakan kegiatan trust tidak dapat

dimintai pertanggungjawaban (Pasal 7 ayat 4 PBI). Dalam

hal settlor menginstruksikan Trustee untuk melakukan kegiatan

investasi dana trust di luar jenis investasi yang telah

ditentukan oleh PBI, maka investasi tersebut harus

dilakukan oleh Mnajer Investasi.33 Dalam hal ini, Bank

sebagai trsutee akan bertindak sebagai agen pembayar, atau

agen yang menghubungkan manajer investasi dengan settlor.

Disini fungsi perantara sangat menonjol dibandingkan

fungsi trustee. Dalam hal terjadi kerugian investasi yang

dikelola oleh manajer investasi berlakulah asas-asas di

Pasar Modal. Manajer investasi yang secara profesional

dan itikad baik telah melakukan portofolio investasi ,

33 manajer investasi adalah Pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, sebagaimana dimaksud dalam UU No : 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

90

juga tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas

kerugian yang timbul sebagai sifat investasi. Investor,

dalam konteks ini adalah settlor, menanggung kerugian

sebagai risiko investasi. Dalam praktik, settlor sebagai

entitas bisnis tentu mengelola risiko (risk management) ini

sebaik mungkin. PBI telah mengakomodasikan dan

membebankan kewajiban pengelolaan risiko ini kepada bank

yang melaksanakan kegiatan Penitipan dengan pengelolaan.

Pasal 31 PBI mengatur tentang kewajiban Bank untuk

menerapkan manajemen risiko dalam kegiatan Penitipan

dengan pengelolaan . Penerapan manajemen risiko paling

kurang mecakup

Skema V.3.1 Pengendalian Risiko oleh Bank sebagai Trustee dalam Kegiatan dengan

pengelolaan.

91

sumber : Pasal 31 PBI No.14/17/PBI/2012.

Manajemen risiko dalam kegiatan Penitipan dengan

pengelolaan ini merupakan kewajiban yang timbul

berdasarkan Undang-undang, dalam hal ini PBI.

Imolementasi manajemen risiko terkait pengawasan aktif

dar Dewan Komisaris, Direksi dan Dewan Pengawas Syariah

dapat dirinci sebagai berikut :

a. Pengawasan aktif Dewan Komisaris, Direksi serta

Dewan Pengawas Syariah, yang tercermin dari :

1) Persetujuan dewan Komisaris dalam Rencana Bisnis

Bank untuk melakukan kegiatanTrust; dan

Manajemen Risiko

Pengawasan aktif Dewan Komisaris,

Direksi serta Dewan

pengawas Syariah

Kecukupan Kebijakan

dan Prosedurkecukupan proses

identifikasi, pengukuran, pemantauan,

dan pengendalian risiko serta

sistem pengendalian

intern

Sistem pengendalian

Intern

92

2) evaluasi atas pelaksanaan Rencana Bisnis Bank

terkait kegiatan trust antara lain dituangkan dalam

risalah rapat Dewan Komisaris.

b. Pengawasan aktif Dewan pengawas syariah setidaknya :

1) memastikan kegiatan trust sesuai dengan prinsip

syariah; dan

2) memastikan prosedur bank untuk kegiatan trust sesuai

dengan prinsip syariah.

c. Pengawasan aktif Direksi paling kurang terdiri

atas :

1) menetapkan Rencana Bisnis Bank untuk Kegiatan Trust;

2) menetapkan kebijakan dan prosedur Bank untuk

kegiatan Trust;

3) memantau dan mngevaluasi kegiatan Trust.

Berkenaan dengan kecukupan kebijakan dan Prosedur, Bank

wajib memiliki dan mengimplemetasikan kebijakan dan

prosedur yang komprehensif dan efektif, sekurangnya

meliputi :

1) kebijakan penilaian tingkat risiko kegiatan trust;

2) kebijakan SDM untuk kegiatan Trust;

93

3) prosedur pelaksanaan kegiatan trust yang mencakup

antara lain : penunjukan Bank sebagai trustee;

penilaian profil risiko settlor, pernyataan

kesanggupan Bank sebagai trustee; penyusunan

perjanjian trust; pelaksanaan kegiatan trust yang

berpedoman pada perjanjian trust;

4) prosedur penyelesaian sengketa;

5) prosedur untuk melakukan identifikasi, pengukuran,

pemantauan, pengendalian risiko, dan sistem

informasi untuk kegiatan trust.

Selanjutnya, Bank wajib melakukan proses identifikasi,

pengukuran, pemantauan, dan pengendalian atas risiko

untuk kegiatan trust. Proses identifikasi, pengukuran,

pemantauan, dan pengendalian risiko wajib didukung oleh

sistem informasi manajemen yang tepat waktu, informatif ,

dan akurat.

Sistem Pengendalian Intern sebagai komponen

manajemen risiko mewajibkan Bank memiliki sistem

pengendalian intern yang efektif, antara lain dengan

adanya pembatasan wewenang dan tanggung jawab unit kerja

94

untuk kegiatan trust, dan dilakukannya pemeriksaan oleh

satuan kerja audit intern.

Oleh karena itu, apabila kerugian dalam kegiatan

penitipan dengan pengelolaan timbul akibat Bank selaku

trustee lalai memenuhi kewajiban menyediakan sistem

manajemen risiko sebagaimana diuraikan di atas, maka Bank

wajib bertanggung jawab berdasarkan perbuatan melawan

hukum, yakni tidak memenuhi kewajiban berdasarkan Pasal

31 PBI.

Selain kelalaian dalam pemenuhan manajemen risiko, maka

Bank wajib menanggung kerugian yang diakibatkan kegagalan

memenuhi kewajiban yang tercantum dalam perjanjian trust.

Dengan demikian, tanggung jawab bank sebagai trustee dapat

timbul akibat kelalaian memenuhi kewajiban berdasarkan

peraturan perundang-undangan dan perjanjian trustee. Dalam

hal ini, bank wajib bertanggung jawab untuk mengganti

kerugian yang timbul baik kepada settlor maupun kepada

beneficiary.

Bagan V.3.1

95

Dasar Pertanggungjawaban Bank selaku Trustee dalam Kegiatan

penitipan dengan pengelolaan.

Sumber : diolah oleh Tim Peneliti.

5.3.2 Aset trust secara yuridis bukan milik Bank selaku

trustee

Perbedaan antara kegiatan penitipan dengan

Pengelolaan (trust) dengan konsep trust dalam sistem common

law adalah berkaitan dengan status kepemilikan

kekayaan/aset/dana trust. Berdasarkan PBI, kekayaan trust

bukan lah milik Trustee (Bank), namun tetap milik settlor.

Bank hanya diperkenankan mengelola atau melakukan

perbuatan hukum atas kekayaan trust berdasarkan perintah

KEGIATAN PENITIPAN DENGAN PENGELOLAAN

TANGGUNG JAWAB BANK SEBAGAI TRUSTEE

KEGIATAN/PERBUATAN YANG BERTENTANGAN DGN PERATURAN PERUNDANGAN

KERUGIAN KRN KELALAIAN DALAM KEGIATAN PENITIPAN

DENGAN PENGELOLAAN

GANTI RUGI

PERJANJIAN TRUST

96

tertulis. Bank sebagai trustee bahkan dilarang

memanfaatkan harta trust unutuk kepentingan sendiri; dan/

atau melakukan kegiatan di luar yang telah diatur dalam

perjanjian trust, baik atas inisiatif sendiri maupun

berdasarkan perintah tertulis dari settlor. Berdasarkan

ketentuan-ketentuan dalam PBI, sangat jelas bahwa dalam

kegiatan usaha penitipan dengan pengelolaan (trust) ,

kekayaan trust bukan milik Bank sebagai trustee, melainkan

tetap menjadi milik settlor.

Akibat hukumnya, kekayaan trust harus dicatat secara

terpisah dari kekayaan /aset Bank. Dalam hal Bank

dilikuidasi atau dipailitkan, maka kekayaan trust bukanlah

termasuk kedalam harta pailit dan wajib dikembalikan pada

settlor. Berbeda dengan kegiatan penitipan dengan

pengelolaan, kekayaan trust dalam sistem common law secara

hukum menjadi milik trust, namun manfaatnya dimiliki oleh

beneficiary. Trustee leluasa dapat mengelola dana trustee karena

ada pengalihan kepemilikan dana trust kepada trustee.

Permasalahan hukum yang memerlukan kajian lebih lanjut

adalah berkaitan dengan tanggung jawab Bank sebagai

trustee. Dalam hal timbul kerugian akibat kegiatan

97

penitipan dengan pengelolaan, dan bank wajib mengganti

kerugian, maka perlu ditentukan kekayaan mana yang akan

menjadi jaminan bagi pelaksanaan tanggung jawab Bank.

Apabila harus dipertanggungjawabkan dari dana Bank

sebagai Bank, maka perlu dipertimbangkan kedudukan

dana /aset Bank yang merupakan dana pihak ketiga

( nasabah kreditor), yang tidak dapat digunakan untuk

menjadi jaminan bagi kewajiban Bank. Ketentuan Modal

minimum Rp.5 Triliun merupakan jaminan bahwa Bank sebelum

memperoleh persetujuan sebagai Trustee, telah

memperthitungkan potensi ganti rugi yang dapat timbul.

5.3.3 Penerapan bankcruptcy remote dalam penyelesaian

perjanjian Penitipan dengan Pengelolaan.

Salah satu hambatan dalam penerapan konsep trust di

Indonesia adalah kedudukan trustee sebagai legal owner yang

tidak dikenal dalam sistem hukum benda Indonesia, dan

kedudukan kekayaan trust yang beralih kepada trustee sebagai

98

legal owner. Ke dua hal ini menimbulkan kesulitan bagi

sistem hukum Indonesia, khususnya hukum perjanjian untuk

menentukan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian

trust di Indonesia. Keleluasan trustee untuk mengelola dana

trust harus dibatasi baik oleh perjanjian maupun oleh

ketentuan perundang-undangan, mengingat trustee dalam

perjanjian penitipan dengan pengelolaan (trust) bukan

pemilik secara hukum. Namun demikian, untuk

mengantisipasi kebutuhan dalam praktik , eksistensi

perjanjian trust dapat diakui sebagai salah satu perjanjian

yang berkembang dalam praktik perbankan. Konsepsi dual

ownership dan peralihan kekayaan trust pada trustee harus

dicarikan jalan keluarnya, agar perjanjian trust di

Indonesia mempunyai landasan hukum yang kokoh.

Untuk menjamin dan memberikan perlindungan hukum bagi

pemilik kekayaan/dana yaitu settlor , maka PBI dengan tegas

mengatur bahwa dana trust tidak beralih, tidak masuk ke

dalam kekayaan Bank atau boedel pailit bank, serta harus

dibuat catatan terpisah dengan kekayaan Trust. Konsep

Bankcruptcy remote dalam trust menurut sistem commonlaw ini

diadopsi oleh PBI 14/17/PBI/2012. Dengan demikian,

99

kekayaan trust memperoleh kepastian hukum dalam

penyelesaian perjanjian penitipan dengan pengelolaan.

Dalam hal Bank dilikuidasi atau dialihkan penitipan

dengan pengelolaannya kepada trustee pengganti, maka

kekayaan trust harus dikembalikan kepada settlor atau

dilaihkan kepada trustee pengganti.

5.4. Gagasan Pembaruan Hukum Perdata di Indonesia terkait

Penggunaan Konsep trust dalam Perjanjian Penitipan

dengan Pengelolaan.

5.4.1 Hukum Perjanjian Indonesia membuka peluang untuk

pengembangan jasa Perbankan.

Terbitnya PBI No: 14/17/PBI/2012 tentang kegiatan

Usaha Penitipan dengan pengelolaan dalam aktivitas

perbankan menambah perbendaharaan perjanjian yang

mengadopsi konsep trust dari sistem common law. Sebelum

Perbankan, Pasar Modal terlebih dahulu mengelaborasi

konsep trust ini dalam beberapa kegiatan, antara lain

kegiatan penerbitan obligasi, pengelolaan dana investor

oleh manajer investasi dalam wadah reksadana, serta

100

pengelolaan dana jaminan oleh Lembaga Kliring dan

penjaminan (LKP) dalam mekanisme transaksi bursa.

Telah diuraikan sebelumnya, sistem hukum perjanjian

yang bersifat terbuka yang dianut oleh Buku III

KUHPerdata (Pasal 1319) dan asas kebebasan berkontrak

yang diatur dalam Pasal 1338 Ayat 1, membuka peluang bagi

para pihak untuk membuat perjanjian baru selain yang

telah ada dalam KUHPerdata dan KUHDagang. Sepanjang

memenuhi syarat sah perjanjian, maka para pihak bebas

menentukan bentuk, isi dan nama perjanjian sesuai

kebutuhan para pihak. Namun demikian, perjanjian trust ini

tidak hanya masuk dalam ranah hukum perjanjian, tetapi

juga memerlukan dukungan dari aspek hukum benda,

khususnya sebagai landasan hukum bagi eksistensi dual

ownership. Terdapat perbedaan mendasar antara sifat buku II

tentang Hukum Benda dan Buku III KUHPerdata.

Hukum Benda di Indonesia menganut sistem tertutup,

dalam arti para pihak tidak diperkenankan menciptakan

kebendaan baru selian ditentukan oleh Undang-undang. Oleh

karena itu, konsep trust dalam sistem common law tidak dapat

diadopsi secara utuh utuh. Kegiatan penitipan dengan

101

pengelolaan (trust) yang dituangkan dalam PBI merupakan

pengembangan bentuk jasa penitipan yang sudah diatur

dalam Pasal 6 i jo Pasal 9 UU Perbankan. Penamaan trust

dalam PBI ini semata-mata untuk meningkatkan kepercayaan

pihak ketiga, khususnya pemilik dana untuk dapat

difasilitasi oleh perbankan Indonesia. Namun, PBI

mengadopsi mekanisme Bankcruptcyremote, sebagai salah satu

upaya menjamin dan melindungi kekayaan trust. Dapat

disimpulkan bahwa perjanjian penitipan dengan pengelolaan

(trust) berdasarkan PBI tidak sama persis dengan trust dalam

sistem common law.

5.5 Implikasi Perjanjian Penitipan dengan pengelolaan

(trust) terhadap Hukum Perjanjian Indonesia.34

Melihat pada praktik penggunaan konsep trust dalam

aktivitas bisnis, khususnya jasa keuangan di Indonesia,

maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian-perjanjian yang

menggunakan konsep trust tidak sepenuhnya atau tidak sama

dengan trust yang dikenal dalam sistem common law. Ciri34 Sub bab ini merupakan Bagian dari Hasil penelitian Tri Handayani & Lastuti Abubakar, Upaya Perlindungan terhadap Pihak Ketiga (Beneficiary) dalam Perjanjian Trust (Trusteeship Agreement) sebagai Perjanjian yang Berkembang dalam PraktikI, dibiayai oleh DIPA BLU Universitas Padjadjaran.

102

konsep trust di common law system yang paling dominan adalah

dikenalnya dual ownership, dimana trustee berkedudukan sebagai

legal owner (pemilik secara hukum), dan pihak lainnya adalah

beneficial owner (penerima manfaat). Dalam konteks

bisnis,khususnya investasi, settlor sebagai pemilik dana

(investor) menyerahkan dana kepada perusahan Trust (

Trustee Company) untuk dikelola berdasarkan Trust, dan

selanjutnya akan dinikmati manfaatnya oleh pemilik dana.

Dalam konsep investasi melalui Trust Company, settlor

adalah juga beneficiary.

Dalam perjanjian dengan konsep trust di Indonesia ,

tidak dikenal adanya dual ownership. Hukum Benda mengatur

bahwa pemilik suatu benda secara hukum adalah juga

pemilik manfaat. Pasar Modal sejak tahun 1997 dengan

Keputusan Bapepam No : 48/PM/1997 Tentang Rekening Efek

pada Kustodian memperkenalkan istilah Pemilik Terdaftar

dalam mekanisme transaksi, dimana Kustodian Sentral

mengelola seluruh efek dalam rekening dan mewakili

kepentingan pemegang rekening yang bertindak sebagai

pemilik manfaat (beneficial owner).

103

Peneliti menyimpulkan berdasarkan data yang diolah

baik data pustaka maupun hasil penelitian lapangan bahwa

konsep trust yang digunakan dalam perjanjian trust di

Indonesia dapat digolongkan ke dalam perjanjian yang

berkembang dalam praktik. Berdasarkan sistem terbuka dan

asas kebebasan berkontrak dalam Buku III KUHPerdata, maka

eksistensi perjanjian yang menggunakan konsep trust diakui

sepanjang dibuat secara sah dan perkembangan dari jenis-

jenis perjanjian yang memang semula sudah diatur dalam

KUHPerdata. PBI tentang Penitipan dengan Pengelolaan

(Trust) misalnya, secara tegas menyatakan bahwa Bank

selaku trustee hanya dapat melakukan perbuatan hukum atas

perintah tertulis. Namun demikian, tidak dapat disamakan

denga perjanjian pemberian kuasa, walaupun ada unsur

perintah untuk melakukan perbuatan hukum guna kepentingan

settlor. Jenis perjanjian bernama yang mendekati konsep

perjanjian trust di Indonesia adalah Perjanjian guna

kepentingan pihak ketiga (derden beding) sebagaimana

diatur dalam Pasal 1317 KHUPerdata. Pasal ini dan unsur-

unsur perjanjian penitipan sebagaimana diatur dalam Bab

XI Buku III KUHPerdata. Oleh karena itu, perjanjian trust

104

dalam konteks Indonesia harus memuat klausul-klausul yang

rinci giuna perlindungan pihak ke tiga, khususnya apabila

trustee pailit, dilikuidasi atau tidak dapat lagi

menjalankan fungsi trust. Perkembangan bisnis global yang

menciptakan peluang bagi Indonesia untuk menarik sebesar-

besarnya dana ke dalam negeri menjadi alasan bagi

pembaruan regulasi di bidang perjanjian, khususnya untuk

mengakomodasi secara utuh konsep trust dalam sistem hukum

perjanjian.

Gagasan pengembangan perjanjian trust ini di

Indonesia, selain didasarkan pada Pasal 1338 Ayat (1)

yang menganut asas kebebasan berkontrak, selayaknya

mengacu pada pengakuan atas prinsip hukum baru yang

dikalangan bisnis diakui sebagai aturan atau kebiasaan-

kebiasaan dalam praktik bisnis. Berbeda dengan trust dalam

sistem common law yang lahir dari equity (kepatutan), maka

perjanjian trust yang dikembangkan dalam sistem hukum

Indoneisa tetap berpangkal pada hukum, khususnya hukum

perjanjian. Namun demikian, mengacu pada ketentuan Pasal

1339 KUHPerdata, maka perjanjian trust harus memperhatikan

pula segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian,

105

diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.

Hal ini berarti, perjanjian trust tidak diperkenankan

memperjanjikan hal-hal yang tidak patut dan dilarang oleh

undang-undang.

Berbeda dengan trust dalam sistem common law yang lahir

karena dianggap patut, guna mengisi kokosongan karena

hukum tidak mengatur, maka perjanjian trust lahir

berdasarkan perjanjian dengan pembatasan harus sejalan

dengan kepatutan. Artinya, dalam sistem hukum Indonesia,

kepatutan merupakan bagian dari hukum, sehingga konsep

perjanjian trust tetap harus mengacu pada hukum yang

berlaku. Sebaliknya, dalam sistem common law, trust lahir

dari kepatutan (equity), yang terpisah dari hukum (law) dan

tunduk pada prinsip-prinsip equity yang disebut dengan

maxims of equity.35

Opsi lainnya yang juga dapat ditempuh adalah adanya

pranata hukum trust Indonesia yang disesuaikan dengan

kebutuhan Indonesia yang bersifat komprehensif guna

menangkap peluang global.

35 lihat Lastuti Abubakar, Op.cit, hlm 403.

106

5.5.1 Gagasan pengaturan dual ownership dalam Sistem Hukum

Benda.

Pengaturan dual ownership dalam sistem Hukum Perdata,

khususnya Hukum Benda merupakan kebutuhan mendesak bagi

keberadaan perjanjian trusti atau pranata trust di Indonesia.

Selama ini ini pembaruan hukum Perdata Indonesia

dilakukan secara parsial, berdasarkan kebutuhan yang

mendesak. Oleh karena itu pilihan untuk melakukan

pembaruan KUHPerdata bukan opsi terbaik, mengingat

sulitnya membuat kodifikasi hukum Perdata secara utuh.

Sistem pembaruan Hukum perdata Indonesia dapat dilakukan

dengan membuat aturan-aturan dalam bentuk Undang-undang

yang secara khusus mengatur materi muatan tertentu. Oleh

karena itu, KUHPerdata tidak lagi berlaku utuh seperti

saat diundangkan.

Beberapa peraturan perundang-undangan yang sifatnya

nasional telah mencabut atau menambah pengaturan hukum

Perdata dalam KUHPerdata, yaitu Undang-undang yang

mencabut :

107

a. UU No: 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, mencabut

Buku I KUHPerdata yang mengatur tentang Perkawinan

dan sebagian hukum keluarga .

b. UU No : 5 Tahun 1960 tentang UUPA telah mencabut

pengaturan Hak-hak Atas Tanah di dalam Buku II.

c. UU No : 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas

Tanah dan Benda-Benda Yang Berkaitan dengan Tanah,

mencabut hipotik atas Tanah,

d. UU No : 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia da UU No : (9

Tahun 2011 tentang Resi Gudang , telah menambah

pengaturan Hak Kebendaan yang bersifat memberikan

Jaminan dalam Buku II KUHPerdata.

Berdasarkan metode pembaruan hukum Perdata di atas,

maka konsep trust dapat dimasukkan dalam ketentuan

khusus yang mengatur tentang Trust sebagai bagian dari

Hukum Perdata Indonesia. Diharapkan ketentuan khusus

ini dapat menjadi payung hukum bagi aktivitas yang

menggunakan konsep trust di Indonesia.

108

109

BAB VI.

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Perjanjian penitipan dengan pengelolaan (trust)

merupakan salah satu jenis perjanjian tidak bernama

yang timbul dalam praktik perbankan guna

memanfaatkan peluang untuk meningkatkan devisa

Negara dari sector industri Migas. Perjanjian

penitipan dengan pengelolaan ini eksistensinya

diakui , mengingat sistem hukum perjanjian Indonesia

menganut sistem terbuka (Pasal 1319 KUHPerdata) dan

asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 Ayat 1) , yang

memungkinkan para pihak membuat perjanjian baru

sepanjang memenuhi syarat sahnya perjanjian. Namun

demikian, perjanjian penitipan dengan pengelolaan

ini hanya mengadopsi sebagian dari konsep trust yang

dikenal dalam sistem common law, yakni penngunaan

bankcruptcy remote , dimana kekayaan trust dipisahkan dari

kekayaan bank. Konsep dual ownership dan peralihan

kekayaan trust dari settlor dalam trust tidak dikenal

dalam sistem hukum perdata di Indonesia. Oleh karena

110

itu, PBI mengatur secara tegas bahwa kekayaan trust

tidak beralih kepada Bank sebagai trustee, dan

kewenangan trustee untuk mengelola kekayaan trust harus

berdasarkan perintah tertulis dan sesuai dengan

perjanjian trust yang telah disepakati. Perjanjian

penitipan dengan pengelolaan yang diatur dalam PBi

No: 14/17/PBI/2012 ini merupakan pengembangan dari

kegiatan penitipan berdasarkan kontrak yang sudah

diatur dalam Pasal 6 I jo Pasal 9 UU Perbankan.

2. Bank Tidak bertanggung jawab atas kerugian investasi

yang timbul akibat pengelolaan kekayaan trust yang

menjadi objek perjanjian penitipan dengan

pengelolaan sepanjang Bank telah melakukan instruksi

sesuai perjanjian. Bank harus bertanggung jawab

apabila kerugian timbul karena kelalaian Bank baik

berupa kelalaian mematuhi kewajiban yang timbul dari

peraturan perundang-undangan maupun dari perjanjian

trust. Dengan demikian, Bank dapat dimintai

pertanggungjawaban atas kerugian baik berdasarkan

perbuatan melawan hukum maupun wanprestasi

berdasarkan sistem hukum perjanjian Indonesia.

111

3. Terbitnya PBI No : 14/17/PBI/2012 tentang Kegiatan

penitipan dengan pengelolaan , telah mengubah peta

hukum perjanjian Indonesia , khususnya perjanjian

tidak bernama yang berkembang dalam praktik

perbankan. Mengingat konsep trust mengenal dual

ownership yang tidak dikenal dalam sistem hukum benda

Indonesia, maka diperlukan pembaruan hukum perdata,

khususnya hukum benda untuk mengakomodasikan

dualownership dalam hukum perdata Indonesia. Pembaruan

hukum perdata yang dianggap tepat adalah dengan

menerbitkan peraturan khusus yang mengatur tentang

trust sebagai paying hukum bagi kegiatan yang

menggunakan konsep trust.

6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diambil,maka tim

peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut :

1. Diperlukan pengawasan oleh otoritas perbankan,

dalam hal ini Bank Indonesia untuk memantau

perjanjian baku yang digunakan oleh perbankan

112

terkait perjanjian penitipan dengan pengelolaan ini

guna menjamin kepastian dan perlindungan hukum bagi

pemilik dana (settlor)

2. Diperlukan landasan hukum yang kokoh untuk

memfasilitasi kegiatan yang menggunakan konsep trust

di Indonesia. Pilihan infrastruktur legal yang

dianggap tepat untuk menjadi payung hukum adalah UU

Tentang Trust.

3. Diperlukan upaya untuk mendorong perbankan nasional

memenuhi persyaratan sebagai trustee.

113

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Alastair Hudson, Equity and Trusts, (London: Cavendish

Publishing, 2002),

Angela Sydenham, Nutshells: Equity & Trusts, (London: Sweet &

Maxwell, 2000)

Beswick v Beswick (1968) pada 19.1 dikutip dari Gary Watt

Briefcase on Equity and Trust (London; Cavebdish

Publishing ltd, 1999)

Bryan A Garner, Black’s Law Dictionary, (St. Paul, Minn:

Thompson Reuters, 9th ed, 2009)

J. Satrio, Op. Cit, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari

Perjanjian Buku 1, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

Lastuti Abubakar, Transaksi Derivatif di Indonesia ( Tinjauan Hukum

Tentang Perdagangan Derivatif di Bursa Efek, Terrace Book

Library, Bandung 2009

Michael Evans, outline of equity and trusts, (Sydney; Butterworths,

1995

Miriam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung, Alumni

1994.

______________________, Keputusan-keputusan Tentang Perkara

Perdata, Bapit Cabang Sumatera Utara, Medan, 1962

_____________________, KUHPerdata, Buku III, Hukum Perikatan

dengan Penjelasan, Bandung, Alumni 2001

Munir Fuady, “Hukum Kontrak (Dari sudut pandang Hukum Bisnis)” PT.

Citra Aditya Bakti, Bandung 1999

____________________, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Buku ke

IV, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 2002.

114

Routledge, Trust Law , Cavendish Lawcards series, Fifth

Edition, 2006

Sri Sunarni Sunarto, Syarat Consideration dalam Perjanjian Menurut

Sistem Anglo Saxon tidak Diharuskan dalam Perjanjian Hukum Perdata

Internasional dengan Negara Penganut Sistem Hukum Eropa

Kontinental, Dalam Bukunya Etty R. Agoes ‘Peran Hukum dalam

Pembangunan Di Indonesia;Kenyataan, Harapan, Tantangan, Rosda,

Bandung 2012

Stephen Graw, An Introduction to the Law of Contract, (Melbourne: The

law Book Company Limited, 1993),

Sumadi, Metode Penelitian, CV Rajawali, Jakarta, 1988

Todd and Lowrie, textbook on Trust, London: Blackstone Press

limited, 2000

Perundang-undangan:

Undang-undnag No. 19 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-

undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

Undang-undang No : 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan

Syariah

Lampiran Perraturan Presiden RI No : 5 Tahun 2010 Tentang

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

Tahun 2010- 2014.

PBI No 14/17/PBI/2012 Tentang Kegiatan Usaha Bank berupa

Penitipan Dengan pengelolaan (trust).

Surat Edaran Bank Indonesia SEBI No. 15/10/DPNP/2013

Perihal Laporan Kegiatan Penitipan Dengan Pengelolaan

115

(Trust) Bank Umum yang Disampaikan kepada Bank

Indonesia.

Sumber Lain:

Jonker Sihombing:Pengaturan Kegiatan Trust Bagi Industri Perbankan di

Indonesia. Jurnal law review vol XII No 3- Maret 2013

Peter Joseph Loughlin, “The Domestication of The “Trust:

Bridging the Gap between Common Law and Civil Law, hlm.

3, http://jurisconsultsgroup.com/Trusts.htm

116