IMPLEMENTASI KUNJUNGAN DI RUTAN KELAS II A BATAM SESUAI DENGAN PERATURAN DIREKTORAT JENDERAL BINA...

22
IMPLEMENTASI KUNJUNGAN DI RUTAN KELAS II A BATAM SESUAI DENGAN PERATURAN DIREKTORAT JENDERAL BINA TUNA WARGA DEPARTEMEN KEHAKIMAN NOMOR: DP.3.3/17/1 ABSTRAK Eli Sumiati* Implementasi Kunjungan Di Rutan Kelas II A Batam Sesuai Dengan Peraturan Direktorat Jenderal Bina Tuna Warga Departemen Kehakiman Nomor: DP.3.3/17/1 adalah sebagai upaya untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan menghindari adanya ketidakteraturan dalam pelayanan kunjungan Lapas/Rutan/Cabang Rutan, maka implementasi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 1999 Tentang Syarat-Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas Dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan dibentuklah Peraturan Direktorat Jenderal Bina Tuna Warga Departemen Kehakiman Nomor: DP.3.3/17/1. Untuk itu diminta agar Kepala Kantor Wilayah memerintahkan kepada Kepala Lapas, Kepala Rutan dan Kepala Cabang Rutan. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder dan kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer yang diperoleh di lapangan. Metode Pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu permasalahan yang dijadikan fokus penelitian berada pada ranah hubungan peraturan perundang-undangan yang satu dengan peraturan perundang-undangan yang lain dengan dikaitkan dengan penerapannya dalam praktek. Hambatan-hambatan dalam melakukan pengawasan terhadap kunjungan masuk di Rutan Kelas II A Batam adalah dalam Pelaksanaan terhadap pengayoman khususnya perlindungan terhadap hak narapidana dalam hal kunjungan terdapat hambatan-hambatan dalam melakukan pengawasan terhadap kunjungan masuk di Rutan Kelas II A Batam yang terdiri atas bangunan yang sempit, waktu kunjungan, kelengkapan identitas, pemeriksaan barang. 1

Transcript of IMPLEMENTASI KUNJUNGAN DI RUTAN KELAS II A BATAM SESUAI DENGAN PERATURAN DIREKTORAT JENDERAL BINA...

IMPLEMENTASI KUNJUNGAN DI RUTAN KELAS II A BATAM SESUAIDENGAN PERATURAN DIREKTORAT JENDERAL BINA TUNA WARGA

DEPARTEMEN KEHAKIMAN NOMOR: DP.3.3/17/1

ABSTRAKEli Sumiati*

Implementasi Kunjungan Di Rutan Kelas II A Batam SesuaiDengan Peraturan Direktorat Jenderal Bina Tuna WargaDepartemen Kehakiman Nomor: DP.3.3/17/1 adalah sebagaiupaya untuk mencegah terjadinya penyimpangan danmenghindari adanya ketidakteraturan dalam pelayanankunjungan Lapas/Rutan/Cabang Rutan, maka implementasiPeraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun1999 Tentang Syarat-Syarat Dan Tata Cara PelaksanaanWewenang, Tugas Dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanandibentuklah Peraturan Direktorat Jenderal Bina TunaWarga Departemen Kehakiman Nomor: DP.3.3/17/1. Untukitu diminta agar Kepala Kantor Wilayah memerintahkankepada Kepala Lapas, Kepala Rutan dan Kepala CabangRutan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukumnormatif. Yang diteliti pada awalnya adalah datasekunder dan kemudian dilanjutkan dengan penelitianterhadap data primer yang diperoleh di lapangan. MetodePendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif yaitupermasalahan yang dijadikan fokus penelitian beradapada ranah hubungan peraturan perundang-undangan yangsatu dengan peraturan perundang-undangan yang laindengan dikaitkan dengan penerapannya dalam praktek.

Hambatan-hambatan dalam melakukan pengawasanterhadap kunjungan masuk di Rutan Kelas II A Batamadalah dalam Pelaksanaan terhadap pengayoman khususnyaperlindungan terhadap hak narapidana dalam halkunjungan terdapat hambatan-hambatan dalam melakukanpengawasan terhadap kunjungan masuk di Rutan Kelas II ABatam yang terdiri atas bangunan yang sempit, waktukunjungan, kelengkapan identitas, pemeriksaan barang.

1

Kata Kunci: Implementasi, Kunjungan, Rutan, DepartemenKehakiman.

____________________________________*Mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Hukum Universitas Batam (Uniba)

Pendahuluan

Dari waktu ke waktu, cara pembinaan menunjukkanperkembangan yaitu semakin dihargainya hak-haknarapidana sebagai orang yang dicabut kemerdekaannya.Realisasi cita-cita pembaharuan pidana penjara di duniasudah dicetuskan oleh Liga Bangsa-Bangsa dandilanjutkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sesudahTahun 1955. Menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor12 Tahun 1992 tentang Pemasyarakatan, lembagapemasyarakatan yang selanjutnya disebut Lapas adalahtempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anakdidik pemasyarakatan.

Penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku tindakpidana memiliki tujuan. Tujuan penjatuhan sanksi pidanasangat dipengaruhi oleh filsafat yang dijadikan dasarpengancaman dan penjatuhan pidana. Filsafat pemindanaanmerupakan landasan filosofis untuk merumuskanukuran/dasar keadilan apabila terjadi pelanggaran hukumpidana. Filsafat keadilan dalam hukum pidana yang kuatpengaruhnya ada dua yaitu keadilan yang berbasis padafilsafat pembalasan (retributive justice) dan keadilan yangberbasis pada filsafat restorasi atau pemulihan

2

(restorative justice), dan KUHP menganut filsafat keadilanlebih condong kepada retributive justice.

Hukum pidana Indonesia melalui Kitab Undang- undangHukum Pidana (KUHP) mengatur mengenai jenis- jenispidana. Pada Pasal 10 KUHP disebutkan, Pidana terdiriatas :

1. Pidana pokok :a. Pidana mati;b. Pidana penjara;c. Pidana kurungan;d. Pidana denda;e. Pidana tutupan.

2. Pidana tambahan :a. Pencabutan hak- hak tertentu;b. Perampasan barang- barang tertentu;c. Pengumuman keputusan hakim.

Jenis- jenis penahanan menurut Kitab Undang- undangHukum Acara Pidana yaitu dapat berupa :

1) Penahanan rumah tahanan negara;2) Penahanan rumah;3) Penahanan kota.Rumah Tahanan Negara selanjutnya disebut Rutan

adalah tempat tersangka atau terdakwa ditahan selamaproses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidangPengadilan. Selanjutnya disebutkan bahwa “di dalamRutan ditempatkan tahanan yang masih dalam prosespenyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilannegeri, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung”. Dengandemikian, jelaslah bahwa fungsi Rumah Tahanan (Rutan)yaitu sebagai tempat sementara bagi tersangka atauterdakwa yang sedang menjalani proses pemeriksaan padatahap penyidikan, penuntutan, atau peradilan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-UndangHukum Acara Pidana menyatakan bahwa Rutan dikelola olehDepartemen Kehakiman, tanggung jawab secara fisik atastahanan ada pada Kepala Rutan, Rutan dipimpin olehKepala Rutan yang diangkat dan diberhentikan olehMenteri Kehakiman.

3

Tugas pokok tiap – tiap pelaksana pembinaan diLapas merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan agarterhindarnya konflik-konflik yang terjadi di Lapas.Salah satunya adalah dengan melakukan pengawasanterhadap kunjungan masuk ke dalam Lapas Kelas II ABatam. Hal ini dilaksanakan berdasarkan PeraturanDirektorat Jenderal Bina Tuna Warga DepartemenKehakiman Nomor: DP.3.3/17/1.

Pelaksanaan pengawasan berkaca pada pengalaman diTahun 2010 dengan tertangkapnya jaringan narkoba diLapas Kelas II A Batam, dimana pengunjung tertangkaptangan membawa narkoba. Guna menghindari maraknya aksiperedaran narkoba di Lapas Kelas II A Batam makapengawasan yang dilakukan perlu ditingkatkan denganmetode-metode yang baru sebagai penjabaran dariperaturan yang ditetapkan.

Perumusan Masalaha. Bagaimanakah Implementasi Kunjungan Di Rutan KelasII A Batam Sesuai Dengan Peraturan DirektoratJenderal Bina Tuna Warga Departemen KehakimanNomor: DP.3.3/17/1?

b. Apakah hambatan-hambatan dalam melakukanpengawasan terhadap kunjungan masuk di Rutan KelasII A Batam?

Tujuan Penelitiana. Untuk Mengetahui Implementasi Kunjungan Di RutanKelas II A Batam Sesuai Dengan PeraturanDirektorat Jenderal Bina Tuna Warga DepartemenKehakiman Nomor: DP.3.3/17/1.

b. Untuk Mengetahui hambatan-hambatan dalam melakukanpengawasan terhadap kunjungan masuk di Rutan KelasII A Batam.

Kerangka Teori

Jangkauan pencegahan kejahatan paling tidakmengacu kepada pencegahan umum, disini ancaman

4

sesungguhnya dari hukuman harus dapat mempengaruhipandangan orang akan resiko dari suatu perbuatan jahat,sedangkan pada pencegahan khusus,mengacu pada bagaimanahukuman dapat membentuk pandangan orang sebagai objekhukuman. Begitupun halnya dengan incapacitation, mengacukepada kemampuan hukuman untuk membatasi pelaku dengancara pemindahan pelaku kejahatan dari masyarakat.

Oleh karena itu, harus ada tujuan lebih jauh darihanya pidana saja, sehingga teori ini mengharapkanhukuman dapat memperbaiki pelaku kejahatan. Oleh karenaitu, teori ini menekankan pemidanaan itu masih lebihbaik dari pada tidak menjatuhkan pidana. Disini manfaatpidana adalah untuk sarana pencegahan atau pengurangandari sesuatu yang lebih jahat. Teori utilitarian hendakmencari suatu keseimbangan akan perlunya hukuman. Jikaseandainya efek penjeraan dari hukuman itu tidak ada,maka hukuman itu tidak perlu lebih jauh.pemahaman teoriini mengatakan bahwa tidak mutlak suatu kejahatan ituharus diikuti dengan suatu pidana melainkan harusdipersoalkan manfaat dari suatu pidana bagi si penjahatitu sendiri maupun bagi masyarakat. Sehingga teori inipun mengarahkan agar dikemudian hari kejahatan yangdilakukan oleh seorang tidak diulangi kembali baik olehsi pelaku maupun oleh orang lain.

Dasar pembenaran dari adanya pidana menurut teoriini adalah terletak pada tujuannya. Pidana dijatuhkanbukan karena orang membuat kejahatan (quia peccatum est),melainkan supaya orang jangan melakukan kejahatan (nepeccetur). Penganut teori utilitarian berpendapat bahwanilai terpenting dari Suatu hukuman terletak padafungsi preventif yang dimainkanya.1

Dalam sistem pemasyarakatan terlihat adanya suatuupaya adanya pengintegrasian narapidana, petugaspemasyarakatan dan masyarakat.2 Pemasyarakatan tidakhanya sekedar rehabilitasi resosialisasi narapidana

1 Muladi. Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana. Universita Diponogoropress. Semarang. 2002 hlm 180.

2 Andi Hamzah. Suatu Tinjauan Ringkas Pemidanaan di Indonesia.Akademika Presindo. Jakarta. Hlm 26

5

tetapi harus ada mata rantai pemulihan hubungan sosialnarapidana dengan masyarakat pasca menjalani pidana,setelah narapidana kembali kemasyarakat.

Oleh karena itu, pembinaan dengan sistempemasyarakatan dapat memenuhi tujuan pemidanaan dapatdikaji berdasarkan teori relative menurut teori inipidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan ataupengimbalan kepada orang yang telah melakukan tindakpidana. Dari prinsip pemasyarakatan tersebut, bahwaSahardjo menginginkan adanya pengintegrasiannarapidana, petugas dan masyarakat. Pemasyarakatantidak hanya sekedar rehabilitasi dan sosialisasinarapidana tetapi harus ada mata rantai pemulihanhubungan sosial narapidana dengan masyarakat pascamenjalani pidana. Yaitu penerimaan kembali bekasnarapidana setelah masyarakat. Oleh Sahardjo hal inimerupakan syarat pemasyarakatan menjadi pembinaanselama menjalani hukuman dipandang tidak cukupmengembalikan kepercayaan diri narapidana, karena ituharus ada kesedian dan tanggung jawab masyarakat.3

Adapun pertimbangan lain yang dilihat Sahardjoakan perlunya peran masyarakat disebabkan terpidanatelah menjalani pidana dan pembinaan sehingga tidakboleh ada hukuman dari pihak manapun. Dalam hal iniSahardjo ingin memberikan pemahaman bahwa tanggungjawab lembaga pemasyarakatan tidak boleh dicampur-adukkan dengan proses penjatuhan pidana. Oleh karenaitu, sejauh mana pemasyarakatan itu dapat memenuhitujuan pidana. Dikaji berdasarkan teori utilitarian.

Tujuan hukum untuk mendorong setiap orang agartidak melakukan pelanggaran yang tidak berbahaya ataubukan sesuatu yang jahat, sehingga ada kebebasan untukmemilih, namun didorong untuk tidak memilih perbuatanyang tidak berbahaya. Hukuman bertujuan menekankejahatan, dimana setelah seseorang itu menjalanihukuman diharapkan tidak melakukan kejahatan kembali.

3 Yong Ohotimur. Teori Etika Tentang Hukuman Iegal. Gramedia PustakaUtama. Jakarta 1983 hlm 24

6

Dalam mencegah kejahatan harus dilakukan dengan biayasemurah mungkin.

Hukum pidana yang berisi kumpulan peraturanmengandung larangan akan mendapat sanksi pidana atauhukuman apabila dilanggar. Dengan demikian menjatuhkanhukuman bagi pelaku tindak hukuman oleh negara adalahbagian dari perlindungan terhadap hukum yang berlakuserta melindungi kepentingan setiap warga negara.

Sejak dipergunakannya institusionalisasi dalambentuk pidana penjara, maka perkembangan daripelaksanaan pidana penjara itu sendiri juga tidak dapatdilepaskan dari perkembangan doktrin-doktrinpemidanaan. Fungsi pidana penjara yang semula bertujuanmerampas kemerdekaan mengalami perubahan-perubahansejalan dengan perkembangan masyarakat dan sejalan puladengan perkembangan berbagai disiplin ilmu yangmendominasi dan yang mempengaruhi tujuan dari pidanapenjara. Tujuan yang semula ditujukan untuk pembalasanberalih kepada penjaraan, rehabilitasi, resosialisasi,dan reintegrasi sosial.

Usaha pembaharuan pelaksanaan pidana di Indonesiadimulai sejak dicetuskannya gagasan kemasyarakatan olehsahardjo pada tahun 1964 yang kemudian diformulasikansebagai suatu sistem perlakuan terhadap pidana. Sistemkemasyarakat sebagai realisasi pembaharuan narapidanapenjara mengandung upaya baru pelaksanaan pidanapenjara yang dilaksanakan dengan semangat kemanusiaandan cara baru terhadap narapidana yang disusun dalampedoman pembinaan sesuai dengan pokok-pokok standartminimum rules (SMR).

Gagasan pemasyarakatan sebagai sistem perlakuanterhadap narapidana di Indonesia pada dasarnya menganutpola reintergrasi yang dianut oleh sebagian besarbangsa-bangsa di dunia yang dalam prinsip dasarperlakuannya lebih berorentasi pada pembinaan ditengah-tengah masyarakat (community based correction).

Walaupun tujuan pidana penjara mengalamiperubahan, namun dalam kenyataannya tidak pernahterjadi bahwa tujuan yang lama terjadilah akumulasi

7

dari tujuan-tujuan tersebut yang terhimpun di ataskepentingan individual maupun sosial yang berbeda-bedayang tidak jarang bertentangan antara kepentingan yangsatu dengan yang lainnya.

Pemasyarakatan pada hakikatnya adalah merupakansalah satu perwujudan dari pelembagaan reaksi formalmasyarakat terhadap kejahatan. Pelembagaan reaksimasyarakat ini pada awalnya hanya menitik beratkanunsur pemberian derita semata-mata kepada pelanggarhukum. Sejalan dengan perkembangan masyarakat danperkembangan falsafah peno – correctional, maka unsurpemberian derita tersebut harus pula diimbangi denganperlakuan yang lebih manusiawi dengan memperhatikan hakasasi pelanggar hukum baik secara individu makhluksosial maupun makluk religius.

Dalam sistem pemasyarakatan memberikan pengertianmengenai pemidanaan dimana pemberian pemidanaanmerupakan suatu upaya untuk menyadarkan narapidana agarmenyesali perbuatannya dan mengembalikannya menjadiwarga masyarakat yang baik, taat hukum, menjunjungtinggi nilai-nilai norma, sosial, dan keagamaan.

Lembaga pemasyarakatan sebagai sub sistempenegakan hukum pidana terpadu ( integrated crimibal justicesystem ) dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsiberkewajiban untuk menciptakan suasana kehidupan paranarapidana yang berada di dalam lembaga pemasyarakatanmenjadi lebih harmonis.

Di Indonesia perubahan visi dalam melaksanakanpembinaan dan perlakuan terhadap narapidana dimulaidengan adanya konferensi Dinas Kepenjaraan pada tanggal21-25 juli 1959 yang menetapkan prinsip pidana penjaraharus berupaya mengembalikan sesorang menjadi anggotamasyarakat yang baik dengan meninggalkan pendidikan,kegiatan rekreasi, dan pelepasan bersyarat.

Kemudian disusul dengan pidato “ bersejarah” dariMenteri Kehakiman RI yaitu Sahardjo pada tanggal 5 juli1963 tentang hukum indonesia berfungsi pengayomanmencetuskan tujuan pelaksanaan pidana penjara denganpemasyarakatan.

8

Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yangdilaksanakan secara terpadu antara Pembina dalam halini pemerintah beserta jajarannya dan yang dibina yaituterpidana serta peran masyarakat sehingga mampumeningkatkan kualitas warga binaan baik secara mentalmaupun material.

Proses pemberian remisi haruslah mempunyai dasaryang memenui rasa keadilan, remisi adalah penguranganmasa menjalani pidana yang diberikan kepada narapidanadan anak pidana yang berkelakuan baik selama menjalanimasa pidana.

Remisi umum adalah pengurangan masa pidana yangdiberikan kepada narapidana dan anak pidana padaperingatan 17 agustus sebagai peringatan hari besarkemerdekaan Republik Indonesia. Remisi khusus adalahpengurangan masa pidana yang diberikan kepadanarapidana dan anak pidana pada hari besar keagamaanyang dianut oleh yang bersangkutan dan dilaksanakansebanyak-banyaknya satu kali dalam satu tahun bagimasing-masing agama. Remisi tambahan adalah penguranganmasa pidana yang diberikan kepada narapidana dan anakpidana yang berbuat jasa kepada Negara, melakukankegiatan yang bermanfaat bagi Negara atau kemanusiaanatau melakukan perbuatan yang membantu lembagakemasyarakatan.4

lstilah pemasyarakatan  untuk pertama kalidisampaikan oleh  Sahardjo, SH (Menteri Kehakiman saatitu) pada tanggal  5  Juli 1963 dalam pidatopenganugerahan  gelar Doctor Honoris Causa olehUniversitas Indonesia. Pemasyarakatan menurutnyasebagai tujuan dari pemidanaan penjara. Satu tahunkemudian pada tanggal 27 April 1964 dalam KonferensiJawatan Kepenjaraan yang dilaksanakan di LembangBandung, istilah pemasyarakatan dibakukan sebagaipengganti kepenjaraan. Pemasyarakatan dalam konferensiini dinyatakan sebagai suatu sistem pembinaan terhadappara pelanggar hukum dan sebagai suatu

4www.bacaanonline.com/hak-warga-binaan-lembaga-pemasyarakatan-dan-hubungannya-dengan-hak tanggal 16 mei 2014

9

pengejawantahan keadilan yang bertujuan untuk mencapaireintegrasi sosial atau pulihnya kesatuan hubunganhidup kehidupan dan penghidupan Warga BinaanPemasyarakatan di dalam masyarakat.5

Dalam perkembangan selanjutnya pelaksanaan sistempemasyarakatan semakin mantap dengan diundangkannyaUndang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentangPemasyarakatan. Dengan adanya Undang-UndangPemasyarakatan ini maka makin kokoh usaha-usaha untukmewujudkan visi Sistem Pemasyarakatan, sebagai tatananmengenai arah dan batas serta cara Warga BinaanPemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakansecara terpadu antara pembina,  yang dibina danmasyarakat untuk  meningkatkan kualitas Warga BinaanPemasyarakatan yang  menyadari kesalahan, memperbaikidiri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapatditerima kembali oleh lingkungan masyarakat dapat aktifberperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajarsebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Rumah Tahanan Negara dibentuk oleh Menteri ditiapKabupaten dan kotamadya yang juga berperan sebagaipelaksana asas pengayomam yang merupakan tempat untukmencapai tujuan pemasyarakatan melalui pendidikan,rehabilitasi dan reintegrasi. Pemasyarakatan adalahkegiatan untuk melakukan pembinaan berdasarkan sistem,kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagianakhir dalam tata peradilan pidana.

Pada prinsipnya tidak ada lagi penjara karenaperkembangan Rumah Tahanan dari sistem kepenjaraanmenjadi sistem Pemasyarakatan. Ketika dijatuhi vonisdan ditetapkan melanggar hukum, maka pemulihan yangharus dilakukan harus berada di lingkungan yang layak.Sehingga narapidana menjalaninya bukan lagi sepertiorang yang dihukum (dipenjarakan). Rumah Tahanan Negaraharus dibuat menjadi tempat yang memiliki nilai,sehingga ketika narapidana kembali.

5 M. Yahya. H., Pembahasan Permasalahan KUHAP. Sinar Grafika. Jakarta. 2000. Hlm 169.

10

Disisi lain perlu disampaikan bahwa selain wadahpelayanan dan perawatan tahanan, banyak Rumah TahananNegara yang digunakan sebagai wadah pembinaannarapidana. Hal ini dilakukan mengingat keterbatasanjumlah unit pelaksanaan teknis pemasyarakatan.

Kewajiban untuk mengeluarkan narapidana darilembaga pemasyarakatan ataupun rumah tahanan negarauntuk kembali kemasyarakat sangatlah penting. Berhasiltidaknya tugas untuk mengeluarkan dan mengembalikannarapidana menjadi anggota masyarakat yang baik dantaat terhadap hukum tergantung pada petugas-petugasnegara yang diserahi tugas untuk menjalankan sistempemasyarakatan.

Petugas Rumah Tahanan Negara harus memilikipengetahuan yang mendalam tentang seluk-beluk sistempemasyarakatan dan terus menerus meningkatkankemampuan, dalam menghadapi perangai narapidana.Petugas-petugas yang dimaksud dalam uraian tersebutmelakukan peranan sesuai dengan kewenangannya yangditunjuk oleh peraturan dan berusaha menciptakan bentukkerjasama yang baik untuk membantu menyelenggarakan“proses pemasyarakatan” sedemikian rupa dalampelaksanaan sistem pemasyarakatan.

Kerangka Konsep

Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidanahilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas),yaitu seseorang yang dipidana berdasarkan putusanpengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum (UUNo.12 Tahun 1995).

Pelaksanaan hak yang pertama sampai dengan yangkeempat dilaksanakan dengan memperhatikan status yangbersangkutan sebagai narapidana, dengan demikianpelaksanaannya dalam batas-batas yang diizinkan.Kewajiban yang harus dilaksanakan oleh warga binaanyaitu bahwa setiap narapidana wajib mengikuti programpendidikan dan bimbingan agama sesuai dengan agamadan kepercayaannya.

11

Hal ini menunjukkan bahwa sistem pemasyarakatansebagai pelembagaan respons masyarakat terhadapperlakuan pelanggar hukum pada hakikatnya merupakanpola pembinaan yang berorientasi pada masyarakat, yaitupembinaan yang dilakukan secara terpadu antara pembina,yang dibina, dan masyarakat. Peran serta masyarakatharus dipandang sebagai suatu aspek integral darikegiatan pembinaan, sehingga dapat diperlukan dalammencapai tujuan yang diinginkan.

Pembinaan narapidana merupakan suatu caraperlakuan terhadap narapidana yang dikehendaki olehsistem pemasyarakatan dalam usaha mencapai tujuan,yaitu agar sekembalinya narapidana dapat berperilakusebagai anggota masyarakat yang baik dan berguna bagidirinya, masyarakat serta negara. Maka yang perludibina adalah pribadi dan budi pekerti narapidana agarmembangkitkan kembali rasa percaya dirinya dan dapatmengembangkan fungsi sosialnya dengan rasa tanggungjawab untuk menyesuaikan diri dalam masyarakat. Jadipembinaan sangat memerlukan dukungan dan keikutsertaandari masyarakat. Bantuan tersebut dapat dilihat darisikap positif masyarakat untuk menerima mereka kembalidi masyarakat.

Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengankeluarga dan orang-orang tertentu adalah bahwa walaupunnarapidana berada dalam Lembaga Pemasyarakatan maupunRumah Tahanan Negara, tetapi harus tetap didekatkan dandikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkandari masyarakat, antara lain berhubungan denganmasyarakat dalam bentuk kunjungan, hiburan kedalamLembaga Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan Negara darianggota masyarakat yang bebas dan kesempatan berkumpulbersama sahabat dan keluarga seperti program cutimengunjungi keluarga. Wujud pembinaan narapidana meliputi:

1. Pendidikan umum; 2. Pendidikan keterampilan; 3. Pendidikan mental, spiritual dan agama;

12

4. Sosial budaya, kunjungan keluarga, seni musikdan lain-lain; 5. Kegiatan rekreasi (olah raga, hiburan segar,dan membaca). Pembinaan yang dilakukan di luar Lembaga

Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan Negara disebutasimilasi yaitu proses pembinaan narapidana yang telahberlangsung selama dua pertiga dari masa pidananya danmemenuhi syarat-syarat tertentu dengan membaurkanmereka ke dalam kehidupan masyarakat.

Proses Pembinaan dalam rumah tahanan melalui empattahap proses pembinaan dalam sistem pemasyarakatanyaitu:

1. Tahap pertama : Pada tahap ini dilakukanpenelitian terhadap narapidana untuk mengetahuihal ikhwal yang bersangkutan.

2. Tahap kedua : Bilamana proses pembinaan telahberjalan selama-lamanya sepertiga dari masapidananya dan menurut Dewan pembinaPemasyarakatan sudah terdapat kemajuan (insyaf,disipiln dan patuh terhadap peraturan tatatertib), maka yang bersangkutan ditempatkanpada lembaga pemasyarakatan dengan sistemkeamanan yang medium (medium security), dengankebebasan yang lebih banyak.

3. Tahap ketiga : Bilamana proses pembinaanterhadap narapidana telah berlangsung selamasetengah dari masa pidananya dan menurut dewanpembina pemasyarakatan telah terdapat cukupkemajuan, baik secara fisik, mental maupunketerampilannya, maka dapat diadakan asimilasidengan masyarakat luas.

4. Tahap keempat : Bilamana proses pembinaannyatelah berlangsung selama dua pertiga dari masapidananya atau sekurang-kurangnya sembilanbulan, maka kepada yang bersangkutan dapatdiberikan lepas bersyarat, atas usul dari dewanpembina pemasyarakatan.

13

Untuk memperoleh pembebasan bersyarat narapidanaharus telah menjalani 2/3 (dua pertiga) dari masapidananya, setelah dikurangi masa tahanan dan remisidihitung sejak tanggal putusan pengadilan berkekuatanhukum tetap. Cuti menjelang bebas (CMB) adalah prosespembinaan narapidana luar lembaga pemasyarakatan, bagiterpidanan yang tidak dapat diberikan pelepasanbersyarat karena masa hukuman atau masa pidananyapendek, untuk dapat diberikan CMB narapidana harustelah menjalani 2/3 (dua pertiga) dari masa pidananyasetelah dikurangi masa tahanan dan remisi dihitungsejak tanggalm putusan pengadilanberkekuatan hukumtetap dan jangka waktu cuti sama dengan cuti terakhirpaling lam aenam bulan. Remisi adalah pengurangan masapidana yang diberikan kepada narapidana yang telahmemenuhi persyaratan yang telah ditetapkan danberkelakuan baik selama menjalani masa pidana.

Hak dan hak asasi manusia adalah bagian darikehidupan manusia yang harus diperhatikan dan dijaminkeberadaannya oleh Negara khususnya di Indonesia yangberdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar (UUD1945). Hal tersebut berlaku terhadap semua orang danjuga berlaku bagi narapidana.

Hak narapidana pada umumnya adalah bahwanarapidana berhak untuk tidak diperlakukan sebagaiorang sakit yang diasingkan, narapidana juga berhakatas pendidikan sebagai bekal hidup mereka setelahkeluar dari Lembaga Pemasyarakatan nantinya, sebaliknyanarapidana memiliki hak asasi manusia yang harusdipertahankan selama ia tinggal di LembagaPemasyarakatan seperti telah diatur dalam undang-undang.6

Begitu juga halnya warga binaan pemasyarakatananak juga memperoleh hak dan hak asasi manusia diLembaga Pemasyarakatan di mana ia ditempatkan. Haksetiap manusia akan keselamatan. Hak ini tidakberkurang sebagai akibat pemenjaraan. Lapas memiliki

6 Samosir Djisman, 1992, Fungsi Pidana Penjara Dalam Sistem Pemidanaandi Indonesia, Penerbit Bina Cipta, Bandung, hal., 4

14

kewajiban untuk melayani bagi kesejahteraan narapidana.Oleh sebab itu keselamatan merupakan tanggung jawablapas.

Meningkatkan keselamatan warga binaanpemasyarakatan berarti membuktikan bahwa di dalamLembaga Pemasyarakatan telah menghargai hak asasimanusia. Dan sebaliknya apabila terjadi pelanggaran hakasasi manusia di lapas, maka akan menimbulkan keadaanbahaya bagi petugas dan warga binaan pemasyarakatankarena pelanggaran tersebut akan menimbulkan kemarahandan kebencian.

Petugas Lapas harus memimpin untuk menciptakanlingkungan yang menghormati hak asasi manusia. Wargabinaan pemasyarakatan juga diharuskan untuk menghormatihak asasi manusia diantara para warga binaanpemasyarakatan dan petugas lain. Dan manajemen lapasharus mendukung penghormatan hak asasi narapidana danpetugas.

Hak- hak di atas sebagai hak yang diterima danmerupakan kewajiban Pemerintah melaksanakannya telahdiatur dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2006Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak WargaBinaan Pemasyarakatan Bab II tentang Hak Dan KewajibanNarapidana Dan Anak Didik Pemasyarakatan.

Berdasarkan hak-hak yang diatur di atas maka LapasKelas II A Batam melaksanakan amanat dari PeraturanPeraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2006 Tentang SyaratDan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga BinaanPemasyarakatan Bab II tentang Hak Dan KewajibanNarapidana Dan Anak Didik Pemasyarakatan.

Melakukan ibadah sesuai dengan agama ataukepercayaanya yaitu: Semua warga binaan pemasyarakatanLapas Batam berhak melakukan ibadah sesuai dengan agamadan kepercayaanya. Bagi warga binaan masyarakat yangberagama Islam mereka melakukan ibadah sholat 5 (lima)waktu dikamarnya masing-masing dan khusus hari jumaatmereka bersama-sama melaksanakan sholat jumat secaraberjamaah.

15

Permasalahan

1. Implementasi Kunjungan Di Rutan Kelas II A Batam SesuaiDengan Peraturan Direktorat Jenderal Bina Tuna WargaDepartemen Kehakiman Nomor: DP.3.3/17/1

Menurut Pasal 1 angka 21 Kitab Undang-Undang HukumAcara Pidana (KUHAP), Penahanan adalah penempatantersangka atau terdakwa di tempat tertentu olehpenyidik, atau penuntut umum atau hakim denganpenetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diaturdalam undang-undang ini. Dalam praktiknya, seringkalistatus tahanan menjadi berkepanjangan karena prosespemeriksaan di pihak kepolisian masih berjalan.Menurut Pasal 7 ayat (1) huruf d KUHAP, penyidik (dalamhal ini kepolisian) karena kewajibannya memilikiwewenang melakukan penahanan.

Seringnya penahanan Kepolisian dititipkan kepadaRumah Tahanan Kelas II A Batam. Adapun hak-hakseseorang yang ditahan adalah:

a. Menghubungi dan didampingi pengacara.b. Segera diperiksa oleh penyidik setelah 1 hariditahan.

c. Menghubungi dan menerima kunjungan pihakkeluarga atau orang lain untuk kepentinganpenangguhan penahanan atau usaha mendapatbantuan hukum.

d. Meminta atau mengajukan pengguhan penahanan.e. Menghubungi atau menerima kunjungan dokterpribadinya untuk kepentingan kesehatan.

f. Menghubungi atau menerima kunjungan sanakkeluarga.

g. Mengirim surat atau menerima surat daripenasehat hukum dan sanak keluarga tanpadiperiksa oleh penyidik/penuntutumum/hakim/pejabat rumah tahanan Negara.

h. Menghubungi dan menerima kunjunganrohaniawan.

16

i. Bebas dari tekanan seperti; diintimidasi,ditakut-takuti dan disiksa secara fisik.

Sebagai wujud perlindungan hak narapidana,Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia bahkanmengeluarkan peraturan khusus mengenai kunjungan baginarapidana, yakni  Peraturan Pemerintah RepublikIndonesia Nomor 58 Tahun 1999 Tentang Syarat-Syarat DanTata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas Dan TanggungJawab Perawatan Tahanan.

Sebagai upaya untuk mencegah terjadinyapenyimpangan dan menghindari adanya ketidakteraturandalam pelayanan kunjungan Lapas/Rutan/Cabang Rutan,maka implementasi Peraturan Pemerintah RepublikIndonesia Nomor 58 Tahun 1999 Tentang Syarat-Syarat DanTata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas Dan TanggungJawab Perawatan Tahanan dibentuklah PeraturanDirektorat Jenderal Bina Tuna Warga DepartemenKehakiman Nomor: DP.3.3/17/1. Untuk itu diminta agarKepala Kantor Wilayah memerintahkan kepada KepalaLapas, Kepala Rutan dan Kepala Cabang Rutan untukmemperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Kunjungan keluarga/pengacara kepada tahanan dannarapidana hanya dapat dilaksanakan pada haridan jam kerja sesuai dengan aturan yang telahditentukan oleh masing-masingLapas/Rutan/Cabang Rutan;

2. Kunjungan sebagaimana pada poin 1 (satu) diatas, harus melalui persyaratan dan ketentuansebagai berikut:a. Pengunjung harus menunjukkan identitas diri

(KTP/SIM/PASPORT) dan bagi pengunjung tahananharus dilengkapi dengan Surat Ijin daripihak/Instansi yang menahan;

b. Dilakukan pemeriksaan terhadap orang-orangdan barang bawaan yang masuk kedalamLapas/Rutan/Cabang Rutan agar terhindarmasuknya orang-orang yang tidak dikehendakiserta barang-barang terlarang yang berpotensimenimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban;

17

c. Yang dimaksud dengan barang-barang terlarangantara lain: handphone/alat komunikasi, obat-obatan terlarang, bahan-bahan yang bersifatkorosif, senjata api/senjata tajam, kamera,alat perekam dan barang-barang tersebut harusdititipkan serta ditempatkan pada tempat yangtelah disediakan;

d. Pengawasan/pemeriksaan terhadap pengunjungdilakukan dengan tetap menjaga nilai-nilaisopan santun tanpa mengabaikan kewaspadaandan kecermatan.

3. Petugas Pengamanan Pintu Utama (P2U) danpetugas kunjungan wajib melakukan identifikasisecara cermat agar narapidana/tahanan tidaktertukar dengan pengunjung saat keluar pintuutama ataupun tidak ada narapidana/tahanan yangkeluar secara tidak sah dengan cara:a. Mencocokkan wajah pengunjung dengan foto yang

tertera pada kartu identitas diri;b. Mencocokkan pengunjung dengan identitas diri

melalui wawancara singkat;c. Disamping menggunakan atribut/tanda-tanda

khusus bagi narapidana/tahanan yangdikunjungi seperti kaos/rompi, makapengunjung diberi tanda khusus dengan stempelyang senantiasa berubah setiap saat baikwarna maupun bentuk.

4. Petugas Lapas/Rutan/Cab.Rutan dilarang menerimaatau meminta (melakukan pungutan liar) kepadapengunjung maupun Napi/Tahanan yang dikunjungi;

5. Selain pengunjung sebagaimana yang telahdiatur pada poin 1 (satu) dan 2 (dua) tersebutdiatas, maka pengunjung lainnya, terlebihdahulu mendapatkan ijin dari Kepala KantorWilayah Kementerian Hukum dan HAM RI setempatdan atau Direktur Jenderal Pemasyarakatan, biladiperlukan mendapatkan ijin terlebih dahuludari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI;

18

6. Khusus kunjungan untuk kepentinganpembinaan/pelayanan, seperti kegiatan rohani,olah raga, kesenian, pelayanan kesehatan dansebagainya, cukup seijin KepalaLapas/Rutan/Cabang Rutan, kecuali yang bersifatmassal harus mendapatkan ijin terlebih dahuludari Kepala Kantor Wilayah.

2. Hambatan-Hambatan Dalam Melakukan Pengawasan TerhadapKunjungan Masuk di Rutan Kelas II A Batam

a. Sarana Gedung PemasyarakatanGedung Pemasyarakatan merupakan representasikeadaan penghuni di dalamnya. Keadaan gedungyang layak dapat mendukung proses pembinaanyang sesuai harapan. Di Indonesia sendiri,sebagian besar bangunan Lembaga Pemasyarakatanmerupakan warisan kolonial, dengan kondisiinfrastruktur yang terkesan ”angker” dan keras.Tembok tinggi yang mengelilingi dengan teralisbesi menambah kesan seram penghuninya.

b. Pembinaan NarapidanaBahwa sarana untuk pendidikan keterampilan diLembaga Pemasyarakatan sangat terbatas, baikdalam jumlahnya maupun dalam jenisnya, danbahkan ada sarana yang sudah demikian lamasehingga tidak berfungsi lagi, atau kalau tohberfungsi, hasilnya tidak memadai denganbarang-barang yang diproduksikan di luar (hasilproduksi perusahan).

c. Petugas Pembinaan di Lembaga PemasyarakatanBerkenaan dengan masalah petugas pembinaan diLembaga Pemasyarakatan, ternyata dapatdikatakan belum sepenuhnya dapat menunjangtercapainya tujuan dari pembinaan itu sendiri,mengingat sebagian besar dari mereka relatifbelum ditunjang oleh bekal kecakapan melakukanpembinaan dengan pendekatan humanis yang dapat

19

menyentuh perasaan para narapidana, dan mampuberdaya cipta dalam melakukan pembinaan.

Kesimpulana. Implementasi Kunjungan Di Rutan Kelas II A BatamSesuai Dengan Peraturan Direktorat Jenderal BinaTuna Warga Departemen Kehakiman Nomor: DP.3.3/17/1adalah sebagai upaya untuk mencegah terjadinyapenyimpangan dan menghindari adanyaketidakteraturan dalam pelayanan kunjunganLapas/Rutan/Cabang Rutan, maka implementasiPeraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58Tahun 1999 Tentang Syarat-Syarat Dan Tata CaraPelaksanaan Wewenang, Tugas Dan Tanggung JawabPerawatan Tahanan dibentuklah Peraturan DirektoratJenderal Bina Tuna Warga Departemen KehakimanNomor: DP.3.3/17/1. Untuk itu diminta agar KepalaKantor Wilayah memerintahkan kepada Kepala Lapas,Kepala Rutan dan Kepala Cabang Rutan.

b. Hambatan-hambatan dalam melakukan pengawasanterhadap kunjungan masuk di Rutan Kelas II A Batamadalah dalam Pelaksanaan terhadap pengayomankhususnya perlindungan terhadap hak narapidanadalam hal kunjungan terdapat hambatan-hambatandalam melakukan pengawasan terhadap kunjungan masukdi Rutan Kelas II A Batam yang terdiri atasbangunan yang sempit, waktu kunjungan, kelengkapanidentitas, pemeriksaan barang.

Sarana. Perlunya pengawasan menyangkut kunjungan terhadap

pengunjung dikarenkan maraknya aksi pelarian darinarapidana yang dibantu oleh pengunjung dengandiberikan fasilitas berupa barang-barang yangdipersiapkan untuk upaya melarikan diri. Untuk itudiwajibkan pengawasan yang lebih ketat dan intesifterhadap pemeriksaan barang-barang pengunjung.

b. Perlunya penambahan personel Rutan Kelas II ABatam, hal ini dikarenakan kapasitas penghuni

20

Rutan Kelas II A Batam yang over kapasitassehingga memerlukan kesimbangan antara penghunidan petugas jaga agar dapat secara efektif danefisien dalam hal pengawasan kunjungan.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Asshiddiqic, Jimly. 2006. Pembangunan Hukum danPenerapan Hukum di Indonesia. Mahkamah KonstitusiRepublik Indonesia : Jakarta.

Bemmelen, Van. 1984. Hukum Pidana I diterjemahkan olehHasnan. Bina Cipta : Bandung.

Djisman, Samosir. 1992. Fungsi Pidana Penjara Dalam SistemPemidanaan di Indonesia. Bandung : Bina Cipta.

Hamzah, Andi. Suatu Tinjauan Ringkas Pemidanaan di Indonesia.Akademika Presindo ; Jakarta.

M. Yahya. H. 2000. Pembahasan Permasalahan KUHAP. SinarGrafika : Jakarta.

Muladi. 2002. Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana.Universita Diponogoro press : Semarang.

Ohotimur, Yong. 1983. Teori Etika Tentang Hukuman Iegal.Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.

Poernomo, Bambang. 1986. Pelaksanaan Pidana Penjara DenganSistem Pemasyarakatan. Liberty : Yogyakarta.

Sujaw, Antonius. 2000. Reformasi dalam Penegakan Hukum. Djambatan : Jakarta.

B. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentangPemasyarakatan.Peraturan Direktorat Jenderal Bina Tuna WargaDepartemen Kehakiman Nomor: DP.3.3/17/1.

21

C. Internet http://ngada.org/pp28-2006.htm tanggal 16 Mei 2014http://singkawangkota.go.id/spektakuler2012/

index.php/component/content/article/ Tanggal 9-mei-2014

http://www.facebook.com/topic.php?uid=120828757977206&topic=92 tanggal 16 Mei2014

pdfsearchpro.com/hak-warga-binaan-lembaga-pemasyarakatan-dan-hubungannya-dengan-hak-pdf.htm

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16327/6/Cover.pd tanggal 16 Mei 2014

www.pdfstation.com/hak-warga-binaan-lembaga-pemasyarakatan-dan-hubungannya tanggal 16 mei2014

www.bacaanonline.com/hak-warga-binaan-lembaga-pemasyarakatan-dan-hubungannya-dengan-haktanggal 16 mei 2014

22