Implementasi Fungsi Pengawasan Lagislatif Dalam Perspektif Otonomi Daerah

23
Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014 1 IMPLEMENTASI FUNGSI PENGAWASAN LEGISLATIF DALAM PERSPEKTIF OTONOMI DAERAH (Studi Kasus Pengaduan Masyarakat Kepada DPRD Terhadap Pembangunan Tower Di Kelurahan Gedog, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar) OLEH: HANA HARIANI ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA ABSTRAK Hana Hariani. 105120500111032. 2014. Implementasi Fungsi Pengawasan Legislatif Dalam Perspektif Otonomi Daerah (Studi Kasus Pengaduan Masyarakat Kepada DPRD Terhadap Pembangunan Tower Di Kelurahan Gedog Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar). Skripsi. Peminatan Governance dan Transisi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Brawijaya Malang. Dibimbing oleh Mar’atul Makhmudah, S.IP, M.Si dan Faza Dhora Nailufar, S.IP, M.IP. Penelitian yang berjudul “Implementasi Pengawasan Legislatif Dalam Perspektif Otonomi Daerah (Studi Kasus Pengaduan Masyarakat Kepada DPRD Terhadap Pembangunan Tower Di Kelurahan Gedog, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar)” ini merupakan penelitian yang menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi, studi dokumentasi dan studi literatur. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui implementasi fungsi pengawasan oleh DPRD Kota Blitar dalam menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait pembangunan tower yang ditolak oleh masyarakat sekitar. Selain itu penelitian ini juga untuk mengetahui hambatan apa saja yang dialami oleh DPRD Kota Blitar dalam melaksanakan fungsi pengawasan serta usaha-usaha apa saja yang telah dilakukan oleh DPRD Kota Blitar dalam mengatasi hambatan-hambatan yang dialami. Dalam penelitian ini masyarakat mengadukan kasus pembangunan tower yang di duga terjadi penyimpangan proses perijinan pembangunannya. Sebagai representasi dari rakyat DPRD Kota Blitar merespon pengaduan tersebut dan menindaklanjutinya. Merespon pengaduan

Transcript of Implementasi Fungsi Pengawasan Lagislatif Dalam Perspektif Otonomi Daerah

Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014

1

IMPLEMENTASI FUNGSI PENGAWASAN LEGISLATIF DALAM PERSPEKTIF

OTONOMI DAERAH

(Studi Kasus Pengaduan Masyarakat Kepada DPRD Terhadap Pembangunan Tower

Di Kelurahan Gedog, Kecamatan Sananwetan,

Kota Blitar)

OLEH: HANA HARIANI

ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA

ABSTRAK

Hana Hariani. 105120500111032. 2014. Implementasi Fungsi Pengawasan Legislatif Dalam

Perspektif Otonomi Daerah (Studi Kasus Pengaduan Masyarakat Kepada DPRD Terhadap

Pembangunan Tower Di Kelurahan Gedog Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar). Skripsi.

Peminatan Governance dan Transisi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas

Brawijaya Malang. Dibimbing oleh Mar’atul Makhmudah, S.IP, M.Si dan Faza Dhora

Nailufar, S.IP, M.IP.

Penelitian yang berjudul “Implementasi Pengawasan Legislatif Dalam Perspektif Otonomi

Daerah (Studi Kasus Pengaduan Masyarakat Kepada DPRD Terhadap Pembangunan Tower Di

Kelurahan Gedog, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar)” ini merupakan penelitian yang

menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara

mendalam, observasi, studi dokumentasi dan studi literatur. Penelitian ini dimaksudkan untuk

mengetahui implementasi fungsi pengawasan oleh DPRD Kota Blitar dalam menindaklanjuti

pengaduan masyarakat terkait pembangunan tower yang ditolak oleh masyarakat sekitar. Selain

itu penelitian ini juga untuk mengetahui hambatan apa saja yang dialami oleh DPRD Kota Blitar

dalam melaksanakan fungsi pengawasan serta usaha-usaha apa saja yang telah dilakukan oleh

DPRD Kota Blitar dalam mengatasi hambatan-hambatan yang dialami.

Dalam penelitian ini masyarakat mengadukan kasus pembangunan tower yang di duga

terjadi penyimpangan proses perijinan pembangunannya. Sebagai representasi dari rakyat DPRD

Kota Blitar merespon pengaduan tersebut dan menindaklanjutinya. Merespon pengaduan

Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014

2

masyarakat adalah salah satu kewajiban DPRD sesuai pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 Tentang Pemerintah Daerah. Penelitian ini bermaksud untuk melihat praktek dari

pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kota Blitar yang dalam menangani kasus pengaduan

masyarakat tersebut.

Keluarnya rekomendasi dari DPRD tidak langsung begitu saja menyelesaikan

permasalahan yang terjadi sebab dalam perspektif otonomi daerah. Komponen dalam

menyelenggarakan pemerintahan daerah tidak hanya oleh legislatif saja namun perlu hubungan

yang cheks and balance dari eksekutif dan yudikatif. Hal tersebut memperlihatkan bahwa DPRD

Kota Blitar memiliki kelemahan-kelemahan mengingat bahwa pengawasan yang dilakukan oleh

DPRD adalah bersifat pengawasan legislatif. Usaha apa yang dilakukan oleh DPRD Kota Blitar

dan bagaimana seharusnya DPRD memainkan perannya dalam otonomi daerah perlu mendapat

perbaikan-perbaikan untuk mewujudkan pemerintah yang baik sebagai pelaksanaan dari otonomi

daerah.

Keyword : Otonomi Daerah, DPRD, pengawasan legislatif, pengaduan masyarakat

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

DPRD kabupaten/kota merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan

sebagai lembaga pemerintahan daerah kabupaten/kota. Dalam Pasal 18 ayat (3) UUD

1945disebutkan bahwa “Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki

Dewan Perwakilan Rakyat yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum

(Pemilu)”.1 Dalam Undang-Undang Nomor 22/2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR,

DPR, DPD, DPRD,Pasal 76 menyatakan bahwa “DPRD kabupaten/kota merupakan lembaga

perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai lembaga pemerintah daerah

kabupeten/kota”.2 Perihal kedudukan DPRD ini juga diatur dalam Pasal 40 UU Nomor

32/2004 tentang Pemerintah Daerah, yang menyebutkan bahwa “DPRD merupakan lembaga

1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

2Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD

Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014

3

perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah

daerah.3

Sebagai representasi dari masyarakat di daerah, DPRD memiliki tiga fungsi, yaitu, fungsi

legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Ketiga fungsi ini dinyatakan di dalam

Pasal 77 UU. No. 22/2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD

maupun dalam Pasal 41 UU. No. 33/2004 tentang Pemerintahan Daerah.

DPRD Kota Blitar merupakan lembaga legislatif yang berdiri di Blitar. DPRD Kota

Blitar memiliki tugas dan wewenang yang harus dijalankan dalam mengawal kebijakan

pemerintahan daerah sebagai representasi dari ketiga fungsi utamanya. Blitar merupakan kota

kecil yang memiliki luas wilayah 32,58 km persegi dan terdiri dari 3 (tiga) kecamatan yaitu,

Kecamatan Sananwetan, Kecamatan Kepanjen Kidul dan Kecamatan Sukorejo. Selain itu

jumlah anggota DPRD di Kota Blitar hanya 25 orang yang telah diatur pada UU 32 tahun

2004.

Kinerja DPRD di bidang pengawasan tidak terlepas dari agenda DPRD untuk merespon

dan menindaklanjuti penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di pemerintahan daerah.

DPRD Kota Blitar dalam Peraturan DPRD Kota Blitar Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata

Tertib DPRD Kota Blitar, pasal 130 pimpinan DPRD, Alat Kelengkapan DPRD, Anggota

DPRD atau Fraksi di DPRD menerima, menampung, menyerap dan menindaklanjuti

pengaduan atau aspirasi masyarakat baik disampaikan secara langsung secara berkelompok

(unjuk rasa) atau perorangan maupun secara tidak langsung secara tertulis melalui surat atau

media lain tentang sesuatu permasalahan sesuai dengan tugas, fungsi dan wewenang DPRD.

Pengaduan masyarakat (Dumas) adalah bentuk penerapan dari pengawasan masyarakat

yang disampaikan oleh masyarakat kepada Aparatur Pemerintah terkait, berupa sumbangan

pikiran, saran, gagasan atau keluhan/pengaduan yang bersifat membangun.4 Demikian juga

dengan pengaduan masyarakat yang dilakukan oleh masyarakat Kelurahan Gedog kepada

DPRD Kota Blitar. Kasus pembangunan tower di Kelurahan tersebut mendapat reaksi dari

masyarakat yang diduga terjadi penyimpangan dalam pembangunannya sehingga

masayarakat mengadukan hal tersebut ke DPRD untuk mendapat penyelesaian masalah.

3Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

4http://www.bkkbn.go.id/PengaduanPengertian.aspx diakses pada tanggal 9 Oktober 2013

Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014

4

Masyarakat Kelurahan Gedog berharap banyak terhadap DPRD Kota Blitar yang dianggap

sebagai representasi dari rakyat.

Berangkat dari latar belakang di atas, penelitian ini mencoba menganalisa bagaimana

kinerja DPRD Kota Blitar ini dalam bidang pengawasan, yang salah satunya adalah melalui

pengaduan masyarakat. Penelitian ini juga bermaksud mengetahui bagaimana upaya DPRD

Kota Blitar dalam menindaklanjuti pengaduan masyarakat Kelurahan Gedog sebagai wujud

representasi masyarakat, selain itu penelitian ini juga melihat hambatan apa saja yang

dihadapi oleh DPRD Kota Blitar dalam melaksankan fungsi pengawasan di Kota Blitar,

termasuk hambatan yang dialami dalam menangani kasus pengaduan masyarakat mengenai

pembangunan di Kelurahan Gedog, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar.

Melalui penelitian yang dilakukan di DPRD Kota Blitar ini besar harapan nantinya dapat

diperoleh kesimpulan bagaimana praktik fungsi pengawasan DPRD Blitar sebagai lembaga

legislatif dalam menjalankan tuganya yang seharusnya bisa berjalan secara serasi, selaras,

dan seimbang bersama lembaga eksekutif dan lembaga yudikatif dalam mewujudkan

pemerintah daerah Kota Bitar yang baik.

2. Fokus Masalah

Berkaitan dengan latar belakang penelitian yang fokus pada fungsi pengawasan DPRD

Kota Blitar, maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui:

1. Bagaimana implementasi pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD dalam

menindaklanjuti pengaduan masyarakat?

2. Hambatan-hambatan apa yang menjadi kesulitan DPRD Kota Blitar dalam

melaksanakan fungsi pengawasan terkait dengan pengaduan masyarakat?

3. Upaya apa saja yang dilakukan oleh DPRD Kota Blitar dalam mengatasi hambatan-

hambatan tersebut?

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Otonomi Daerah

Secara estimologis, otonomi berasarl dari bahasa Yunani, yaitu autos (sendiri) dan

nomos (undang-undang). Otonomi berarti adalah “hak untuk membuat undang-undang

Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014

5

sendiri”, hak untuk mengatur rumah tangganya sendiri sebagaimana halnya kedaulatan bagi

suatu Negara.5 Otonomi daerah pada Negara kesatuan adalah pelimpahan wewenang,

sehingga kedaulatan masih menjadi hak pemerintah pusat. Sedangkan otonomi pada Negara

federal bukanlah sekedar pelimpahan wewenang tetapi Negara-negara bagian itu mempunyai

kedaulatan masing-masing.6

Pada pasal UU No. 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat (5) mengartikan otonomi daerah

sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri

urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi, maka dibentuk dan

disusun daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota, yang berwenang mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi

masyarakat.

2. Pemerintah Daerah

Pemerintahan Daerah sebagaimana disebutkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 adalah

penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut

asasotonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan

prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.7 Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan

perangkat daerah serta DPRD adalah unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Sesuai

dengan otonomi daerah, pemerintahan daerah memiliki hak, wewenang, dan kewajiban

daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom atau

dalam hal ini adalah saerah itu sendiri adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai

batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat

dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.8

5Prof. Dr.HM. Agus Santoso, S.H., M.H. (2013), Menyingkap Tabir Otonomi Daerah Di Indonesia., Yogyakarta:

Pustaka Pelajar. Hal 12 6Ibid

7UU Nomor 32 Tahun 2004, Op,Cit

8Muschin, Ibid

Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014

6

Dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi, dibentuk dan disusun daerah provinsi,

daerah kabupaten, dan daerah kota, yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Masing-

masing daerah berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hierarki satu sama lain.

Dalam penyelenggaraan otonomi daerah, disetiap daerah dibentuk DPRD sebagai badan

legislatif daerah dan pemerintahan daerah yaitu kepala daerah beserta perangkat daerah

lainnya sebagai badan eksekutif daerah. Setiap daerah dipimpin oleh seorang kepala daerah

sebagai eksekutif yang dibantu oleh seorang wakil kepala daerah. Gubernur merupakan

kepala daerah provinsi, sedangkan Bupati dan Walikota masing-masing adalah sebagai

kepala daerah kabupaten dan kota. Dalam menjalankan tugas dan wewenang selaku kepala

daerah, gubernur bertanggung jawab kepada DPRD Provinsi, sedangkan Bupati/Walikota

bertanggung jawab kepada DPRD kabupaten/kota.

3. Legislatif

Dalam Pasal 18 UUD Negara RI Tahun 1945 diamanatkan bahwa daerah-daerah yang

bersifat otonom diadakan badan perwakilan daerah, karena di daerah pun pemerintahan akan

bersendi atas dasar permusyawaratan. Arti penting dari badan perwakilan adalah menjadi

atribut demokratisasi penyelenggaraan pemerintah daerah. Perwakilan merupakan

mekanisme untuk merealisasikan gagasan normatif bahwa pemerintahan harus dijalankan

dengan atas kehendak rakyat (will of the people). Otoritas suatu pemerintahan akan

tergantung pada kemampuannya untuk mentransformasikan kehendak rakyat sebagai nilai

tertinggi di atas kehendak Negara (will of state).9

Badan Legislatif adalah lembaga yang “legislate” atau membuat undang-undang.

Anggota-anggotanya dianggap mewakili rakyat, sehingga badan ini sering dinamakan Dewan

Perwakilan Rakyat. Sebutan lain untuk badan ini adalah Parlemen.10

Dalam penyelenggaraan

daerah, legislatif disebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang keseluruhan tugas,

fungsi dan wewenangnya diatur dalam Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

9Siswanto Sunarno (2006), Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, hal 65

10 Miriam Budiarjo (1999), Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, hal 173

Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014

7

DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat memiliki tiga fungsi utama, yaitu

perundang-undangan, anggaran dan pengawasan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 Pasal 77 fungsi DPRD dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Fungsi Legislasi, adalah fungsi membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan kepala

daerah untuk mendapat persetujuan bersama.

2. Fungsi Anggaran, adalah fungsi menyusun dan menetapkan anggaran pendapatan dan

belanja daerah bersama kepala daerah.

3. Fungsi Pengawasan, adalah fungsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan

peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya.11

Selain ketiga fungsi tersebut, menurut Miriam Budiardjo fungsi dari badan

legislatatif diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Menentukan policy (kebijaksanaan) dan membuat undang-undang. Untuk itu dewan

perwakilan rakyat diberi hak inisiatif, hak untuk mengadakan amandemen terhadap

rancangan undang-undang yang disusun oleh pemerintah, dan hak angket.

2. Mengontrol badan eksekutif dalam arti menjaga supaya semua tindakan badan eksekutif

sesuai dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan. Untuk

menyelenggarakan tugas ini, badan perwakilan rakyat diberi hak-hak control khusus.12

4. Teori Pengawasan

Mekanisme pengawasan legislatif dijelskan oleh Miriam Budiarjo ke dalam 4 (empat)

bentuk. Pertama, Pertanyaan Parlementer yaitu anggota badan legislatif berhak untuk

mengajukan pertanyaan kepada pemerintah mengenai suatu masalah. Di Inggris, Australia

dan India menggunakan konsep jam bertanya (question hour), dimana pertanyaan diajukan

secara lisan dalam sidang umum dan menteri yang bersangkutan atau terkadang perdana

menteri sendiri yang menjawabnya secara lisan. Di Indonesia, semua badan legislatif, kecuali

badan legislatif Gotong Royong dizaman Demokrasi Terpimpin, mempunyai hak untuk

bertanya. Pertanyaan ini biasanya diajukan secara tertulis maupun lisan dan dijawab dengan

11

UU Nomor 32 Tahun 2004, Op,Cit 12

Miriam Budiardjo, Op,Cit, hal 183

Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014

8

tertulis dan lisan pula. Kedua adalah Interpelasi, yaitu hak untuk meminta keterangan kepada

pemerintah mengenai kebijakan di suatu bidang. Badan eksekutif wajib memberi penjelasan

dalam sidang pleno, yang mana dibahas oleh anggota-anggota dan diakhiri dengan

pemungutan suara mengenai apakah keterangan pemerintah memuaskan atau tidak. Jika hasil

pemungutan suara bersifat negatif, hal ini merupakan tanda pertingatan bagi pemerintah

bahwa kebijakannya diragukan. Dalam hal ini terjadi perselisihan antara badan legislatif dan

eksekutif.

Ketiga adalah hak angket adalah hak anggota badan legislatif untuk mengadakan

penyelidikan sendiri. Untuk keperluan ini dapat dibentuk suatu panitia angket yang

melaporkan hasil penyelidikannya kepada anggota badan legislatif lainnya, yang selanjutnya

merumuskan pendapatnya mengenai soal ini dengan harapan agar diperhatikan oleh

pemerintah. Di Indonesia, semua badan legislatif, kecuali DPR GR zaman Demokrasi

Terpimpin mempuyai hak angket. Keempat adalah mosi yang merupakan hak kontrol yang

paling ampuh. Jika badan legislatif menerima suatu mosi tidak percaya, maka dalam sistem

parlementer kabinet harus mengundurkan diri dan terjadi suatu krisis kabinet. Di Indonesia

pada masa sistem parlementer, badan legislatif mempunyai hak mosi, tetapi mulai zaman

Demokrasi Terpimpin hak ini ditiadakan.13

5. Konsep Pengaduan Masyarakat

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) mendefinisikan pengaduan

masyarakat (dumas) adalah bentuk penerapan dari pengawasan masyarakat yang

disampaikan oleh masyarakat kepada Aparatur Pemerintah terkait, berupa sumbangan

pikiran, saran, gagasan atau keluhan/ pengaduan yang bersifat membangun.14

13

Miriam Budiardjo, Ibid hal 185-187 14

Anynomus. http://www.bkkbn.go.id/PengaduanPengertian.aspx diakses pada tanggal 9 Oktober 2013

Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014

9

Menurut Standar Pelayanan Penanganan Pengaduan Masyarakat di Lingkungan

Sekretariat Negara, pengaduan masyarakat merupakan salah satu bentuk partisipasi

pengawasan masyarakat yang efektif dalam rangka ikut serta mewujudkan penyelenggaraan

pemerintahan yang baik dan bebas kolusi, korupsi, dan nepotisme. Pengaduan masyarakat

yang mengandung kebenaran dapat dipergunakan sebagai bahan masukan untuk peningkatan

kapasitas aparatur negara dalam melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan terutama

dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.15

III. METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, dimana

penelitian kualitatif ini sumber datanya berasal dari interview, data yang dihasilkan dalam

wawancara merupakan data primer. Menurut Bogdan dan Taylor penelitian kualitatif adalah

“prosedur penelitian yang menggunakan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.”16

Penelitian Implementasi Fungsi Pengawasan Legislatif Dalam Perspektif Otonomi Daerah

(Studi Kasus Pengaduan Masyarakat Kepada DPRD Terhadap Pembangunan Tower di

Kelurahan Gedog, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar) dilakukan di Kota Blitar. Secara khusus

pihak-pihak yang terkait dengan tema penelitian ini akan menjadi lokasi penelitan yaitu tempat

pembangunan tower yang menjadi aduan masyarakat di Kelurahan Gedog. Adapaun pihak-pihak

terkait dari obyek penelitian ini adalah anggota DPRD Kota Blitar, masyarakat Kelurahan Gedog

15

Definisi DUMAS (Pengaduan Masyarakat). http://www.bkkbn.go.id/PengaduanPengertian.aspx diakses pada

tanggal 17 Oktober 2013

16

Lexy j Moleong (2002), Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, PT Remaja Rosda Karya, hal 3

Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014

10

dan serta pihak terkait lainnya seperti mitra kerja yang menangani perijinan pembangunan tower

di Kota Blitar.

Fokus dari penelitian ini adalah mengenai pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kota

Blitar terkait dengan adanya aduan dari masyarakat Kelurahan Gedog, hambatan apa saja yang

dialami oleh DPRD Kota Blitar dalam melaksanakan fungsi pengawasan, dan upaya apa yang

dilakukan oleh DPRD Kota Blitar dalam mengatasi hambatan tersebut.

Analisis data dalam penelitian kualitatif adalah model interaktif, yang terdiri dari

komponen pokok berupa:

1. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi

data. Dalam hal ini peneliti dapat membuang hal-hal yang tidak penting dalam

melakukan penelitian di Kelurahan Gedog.

2. Sajian Data

Sajian data merupakan suatu rakitan informasi yang tersusun berupa cerita dan sistematis.

Melalui sajian data memungkinkan peneliti mengambil kesimpulan dari hasil wawancara

dan dokumen-dokumen tertulis yang berkaitan dengan penelitian di Kelurahan Gedog.

3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi

Penarikan kesimpulan adalah kegiatan mencari arti mencatat keteraturan, pola-pola,

penjelasan, sebab-akibat dan proporsi kesimpulan juga diverifikasi yaitu pemikiran

kembali yang melintas dalam pikiran peneliti. Serta tinjauan ulang pada catatan-catatan

lapangan, meminta respon atau komentar kepada responden yang telah dijaring datanya

untuk membuat kesimpulan peneliti.

Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014

11

Dengan demikian komponen saling mempengaruhi, jika terdapat kekurangan data dalam

pemeriksaan kesimpulan maka peneliti dapat mengganti catatan lapangan, jika masih tidak

ditemukan maka kembali melakukan pengumpulan data”17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Implementasi Fungsi Pengawasan DPRD Kota Blitar Terhadap Aduan Masyarakat

Kelurahan Gedog

Pengawasan DPRD Kota Blitar terhadap pembangunan tower di Kelurahan Gedog bermula

dari adanya pengaduan dari masyarakat kepada DPRD Kota Blitar melalui surat aduan oleh

Kader Posyandu Dahlia pada tanggal 23 April 2013. Dalam surat tersebut diadukan bahwa

terdapat pembangunan tower di daerah Kelurahan Gedog, lingkungan RT 1 dan 2 RW 10, yang

berada tepat di belakang bangunan Posyandu Balita Dahlia. Menurut hasil wawancara kepada

Da’an Adi Prayitno, mengatakan bahwa,

“Pembangunan tower dibelakang Posyandu ini belum memiliki ijin yang jelas,

sebab masyarakat tidak diberi sosialisasi terlebih dahulu, namun

pembangunannya tiba-tiba saja terus dilanjutkan tanpa masyarakat tahu lebih

jelas. Saya juga mendengar bahwa beberapa masyarakat diberi sejumlah uang

dari investor supaya pembangunan tower di wilayah kami ini bisa terus

dilanjutkan. Kami berani menolak dan berinisiatif untuk melaporan ke DPRD

sebab kami betul-betul resah atas pembangunan tower yang tepat berada

dibelakang Posyandu ini mengingat dampak kesehatan yang akan ditimbulkan

dari radiasi tower, serta pembangunan tower ini belum memenuhi standar ijin

yang berlaku.”18

Pengawasan DPRD Kota Blitar terkait dengan adanya aduan dari masyarakat Gedog

dilakukan menurut Tata Tertib DPRD Nomor 01 Tahun 2010. Dikaji dari hasil wawancara

kepada Sekretaris DPRD Kota Blitar, Agus Salim yang mengatakan,

17

Miles dan Huberman, (2007), Analisis Data Penelitian Kualitatif, Diterjemahkan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi,

Jakarta: UI Press, hal 16-20 18

Narasumber: Da’an Adi Prayitno (Kader Posyandu Dahlia) Hari: Sabtu Tanggal 8 Februari 2014 Pukul 10.58-

11.30 WIB Bertempat di Posyandu Kelurahan Gedog RT 02 RW 10 Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar

Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014

12

“Dalam mengawasi aduan masyarakat oleh masyarakat Kelurahan Gedog, hal

ini ditangani oleh DPRD Kota Blitar melalui Komisi III karena hal yang

diadukan mengenai pembangunan tower sehingga komisi bidang yang menangani

yaitu Komisi III (Bidang Pembangunan dan Perijinan). Pengawasan dilakukan

melalui pengawasan langsung dan tidak langsung yaitu melalui sidak lapangan

ke lokasi pendirian tower di Kelurahan Gedog dan melalui rapat kerja komisi III

maupun rapat gabungan kerja komisi-komisi.”19

Melalui wawancara tersebut, dijelaskan pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Kota Blitar

dalam mengawasi aduan masyrakat Kelurahan Gedog adalah dengan melakukan sidak

langsung ke lokasi pembangunan tower serta ditindaklanjuti dengan rapat kerja dewan

melalui komisi yang membidangi. Selanjutnya dilakukan pembahasan-pembahasan untuk

menyelesaikan kasus pengaduan tersebut.

Realita yang dihadapi oleh masyarakat Gedog sejak rekomendasi dari DPRD turun di

bulan Mei 2013, belum ada pembongkaran tower yang dilakukan oleh eksekutif maupun investor

tower itu sendiri. Dikutip dari hasil wawancara kepada Soewoko, Komisi III DPRD Kota Blitar,

mengatakan bahwa permasaahan baru yang muncul adalah tidak tersedianya anggaran untuk

membonngkar tower tersebut. DPRD Kota Blitar akan menggunakan hak interpelasi untuk

menanyakan sikap ketegasan eksekutif dan menganggarkan biaya pembongkaran pada

perubahan APBD di bulan Juli mendatang.

Adapun alur pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Kota Blitar dalam

merespon pengaduan masyarakat Kelurahan Gedog terhadap pembangunan tower dapat

digambarkan dalam sebuah bagan untuk lebih mudah memahami prosesnya, mekanismenya

adalah sebagai berikut:

Gambar 5.2.1

Alur Proses Pengawasan DPRD Kota Blitar Terhadap Pembangunan Tower di

Kelurahan Gedog

19

Narasumber: Drs.Agus Salim, MM (Sekretaris DPRD Kota Blitar). Hari: Senin. Tanggal: 9 September 2013. Pukul

14.10-14.40 WIB Bertempat di Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Kota Blitar, Jalan Ahmad Yani No.19 Blitar.

Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014

13

Sumber: Diolah dari hasil penelitian, 2014

Dilihat dari pelaksanaannya, DPRD Kota Blitar telah melakukan fungsi pengawasannya

dengan merespon surat pengaduan dari masyarakat Kelurahan Gedog. Munculnya rekomendasi

dari DPRD Kota Blitar menandai bahwa DPRD Kota Blitar telah melakukan makna pengawasan

seperti yang diutarakan oleh Thalah (2007) yaitu, proses pengkuran kinerja dan pengambilan

tindakan untuk menjamin agar hasil (output and outcomes) sesuai dengan yang diinginkan serta

menjamin segala sesuatu berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan standar yang ditetapkan

(on the right track).20

20

Dr. H. M. Thalah, SH, MH., Op Cit, hal 72

Masyarakat Kelurahan

Gedog

Surat Pengaduan Masyarakat

diterima DPRD Kota Blitar tanggal 23

April 2013

Surat Pengaduan Masyarakat dibahas dalam Rapat Komisi III tanggal 21 Mei

2013

Rapat Kerja Gabungan Komisi I

dan III dengan dinas terkait (Dinas PUD, Bappeda, KPT Kota Blitar) tanggal

27 Mei 2013

Hearing DPRD dengan pihak terkait (masyarakat, dinas

terkait, investor tower) tanggal 30

Mei 2013

Hasil Hearing yaitu Rekomendasi DPRD untuk membongkar

tower.

Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014

14

Sebagai representasi dari rakyat, DPRD Kota Blitar telah melakukan fungsinya dalam

mengawasi pihak eksekutif di daerah. Seperti yang dikatakan oleh Miriam Budiarjo fungsi dari

badan legislatif yaitu:

1. Menentukan policy (kebijaksanaan) dan membuat undang-undang. Untuk itu dewan

perwakilan rakyat diberi hak inisiatif, hak untuk mengadakan amandemen terhadap

rancangan undang-undang yang disusun oleh pemerintah, dan hak angket.

2. Mengontrol badan eksekutif dalam arti menjaga supaya semua tindakan badan eksekutif

sesuai dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan. Untuk

menyelenggarakan tugas ini, badan perwakilan rakyat diberi hak-hak control khusus.21

2. Hambatan yang dialami DPRD Kota Blitar

Dalam melaksanakan tugasnya sebagai anggota legislatif, DPRD Kota Blitar mengalami

kesulitan-kesulitan yang menjadi hambatan bagi DPRD untuk memberikan kinerja bagi

masyarakat. Hasil wawancara kepada beberapa anggota DPRD Kota Blitar menyebutkan bahwa

sebenarnya tidak ada parameter khusus kinerja DPRD karena penilaian kinerja akan

dikembalikan kepada masyarakat. Hal ini menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi anggota

DPRD Kota Blitar sebab dengan latar belakang asumsi yang berbeda dari tiap masyarakat akan

menimbulkan berbagai opini terkait dengan kinerja DPRD Kota Blitar.22

Menurut beberapa anggota Komisi III DPRD Kota Blitar, hambatan-hambatan yang harus

dihadapi oleh anggota DPRD Kota Blitar dalam melaksanakan fungsi pengawasan terkait dengan

pengaduan masyarakat Kelurahan Gedog mengenai pembangunan tower adalah sebagai berikut:

1. Faktor Internal

21

Miriam Budiardjo, Op,Cit, hal 183 22

Ibid

Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014

15

a. Kurangnya staf ahli yang berkompeten untuk mendampingi DPRD Kota Blitar dalam

mengawasi suatu kebijakan pemeritah daerah atau menyelesaikan suatu kasus tertentu.

b. Masalah kedisiplinan yang harus ditingkatkan agar citra baik DPRD dapat terus meningkat

diiringi dengan penguatan kinerja DPRD Kota Blitar seperti turun ke masyarakat untuk

melakukan sidak lapangan langsung.

c. Kurangnya pemahaman anggota dewan terhadap batasan-batasan dan ruang lingkup fungsi

pengawasan.

2. Faktor Eksternal

a. Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap tugas dan fungsi DPRD Kota Blitar

sehinggan berbagai opini masyarakat yang melihat bahwa anggota DPRD memiliki gaji

yang tinggi, melakukan korupsi, dan tidak sedikit opini yang menyebutkan bahwa

anggota DPRD adalah layaknya Superman yang bisa mengatasi segala permasalahan

rakyat.

b. Peran media dalam memberitakan penyimpangan oleh DPR membuat opini yang

mencitrakan buruk DPRD Kota Blitar sehingga ketika masyarakat kecewa dan menghujat

oknum anggota DPRD yang melakukan penyimpangan di suatu wilayah, hal tersebut juga

dirasakan oleh anggota DPRD Kota Blitar.

3. Faktor Administratif

a. Untuk menjadi anggota legislatif sebagai wujud dari mewakili rakyat harus berkarya di

partai politik. Hal ini membutuhkan kaderisasi partai politik yang berkompeten karena

berpengaruh pada kinerja saat sudah menjadi anggota DPRD.

Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014

16

b. Terbatasnya wewenang DPRD Kota Blitar yaitu hanya sebatas mengawasi dan

memberikan rekomendasi sehingga anggota DPRD Kota Blitar rekomendasi tersebut bisa

saja tidak dilaksanakan sebab hal tersebut bukan lagi tanggungjawab legislatif melainkan

tindaklanjut eksekutif.

3.Upaya yang dilakukan DPRD Kota Blitar

Dalam mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi selama proses pengawasan terkait

pembangunan tower di Kelurahan Gedog, DPRD Kota Blitar melakukan berbagai upaya seperti

yang disampaikan oleh Soewoko (Komisi III) melalui wawancara, yaitu:

“Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan yang terjadi pada kasus

pembangunan tower di Kelurahan Gedog ini, DPRD Kota Blitar terus mendesak

pihak eksekutif untuk tidak hanya melakukan pemberhentian dari pembangunan

tower tersebut. Namun juga mendesak untuk segera dilakukan pembongkaran tower

yang sampai saat ini masih belum juga dibongkar dan tentunya hal tersebut tidak

membuat warga puas. Selain itu DPRD juga akan mengupayakan untuk diadakan

perubahan anggaran tahun 2014 di bulan juli mendatang guna menganggarkan

dana untuk membongkar tower tersebut sipaya di tahun 2014, kasus ini harus benar-

benar selesai. DPRD akan menggunakan haknya yaitu hak interpelasi untuk

mendesak eksekutif supaya tegas dalam menindaklanjuti kasus ini. Tidak lupa juga

bahwa dari dalam tubuh keanggotaan DPRD sendiri juga harus melakukan

perbaikan-perbaikan demi memaksimalkan kinerja DPRD dalam bidang

pengawasan, dalam hal ini pengawasan terhadap kasus pembangunan tower di

Kelurahan Gedog.”23

Upaya-upaya yang diakukan oleh DPRD Kota Blitar dalam mengatasi hambatan-hambatan

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mendesak eksekutif agar segera melakukan pembongkaran tower di Kelurahan Gedog

dengan menggunakan hak interpelasi DPRD Kota Blitar.

23

Narasumber: Soewoko, ST, MH (Anggota Komisi III DPRD Kota Blitar) Hari: Kamis Tanggal 13 Februari 2014.

Pukul 16.40-17.30 WIB Bertempat di rumah Bapak Soewoko, Jalan Kalimantan No.15 Kota Blitar

Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014

17

2. Membuat perubahan anggaran pada bulan Juli mendatang untuk pembiayaan

pembongkaran tower di Kelurahan Gedog.

3. Melakukan perbaikan kualitas keanggotaan DPRD untuk memaksimalkan pengawasan

dengan terus melakukan rapat kerja dan sidak lapangan secara intensif.

IV.KESIMPULAN

Berdasarkan penelitan yang telah dilakukan dengan mengambil studi kasus aduan

masyarakat di Kelurahan Gedog mengenai penyimpangan pembangunan tower yang ada di Kota

Blitar, maka dapat diambil beberapa poin kesimpulan yaitu:

1. Implementasi fungsi pengawasan oleh DPRD Kota Blitar dalam menangani pengaduan

masyarakat tentang penyimpangan pembangunan tower di Kelurahan Gedog dilakukan

melalui cara rapat-rapat komisi dan rapat gabungan dengan eksekutif serta pihak

terkait, DPRD melakukan sidak lapangan ke lokasi pembangunan tower, dan

diadakannya hearing untuk membahas permasalahan tersebut.

2. Mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Kota Blitar telah sesuai dengan

Peraturan DPRD Kota Blitar Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata Tertib DPRD Kota

Blitar.

3. Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Kota Blitar merupakan pengawasan yang

bersifat politis sehingga memunculkan beberapa hambatan dari berbagai faktor

diantaranya adalah faktor internal, eksternal dan administratif yaitu,

a. Faktor internal

Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014

18

Kurangnya staf ahli yang berkompeten dalam mendampingi DPRD, kedisiplinan

anggota DPRD dan kurangnya pemahaman anggota DPRD mengenai batasan dan

ruang lingkup fungsi pengawasan DPRD Kota Blitar.

b. Faktor eksternal

Pemahaman masyarakat mengenai fungsi dan peran keberadaan DPRD Kota Blitar

serta peran media yang mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap citra DPRD

Kota Blitar.

c. Faktor administratif

Sistem birokrasi yang membuat lama proses penyelesaian pembongkaran tower.

Sistem pemilu yang mengharuskan anggota legislatif bergabung dengan partai

politik menimbulkan permasalahan tersendiri bagi partai untuk memilih kader-

kader yang berkualitas di setiap partainya. Selain itu juga terbatasnya wewenang

DPRD yang menimbulkan kelemahan DPRD sebagai lembaga legislatif hanya

mampu memberikan rekomendasi sebagai hasil kerja DPRD, bukan eksekutor.

4. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi hambatan dengan cara menggunakan

hak interpelasi yaitu mendesak eksekutif untuk segera melakukan pembongkaran tower

yang sudah cukup lama di rekomendasikan untuk dibongkar. DPRD Kota Blitar akan

menganggarkan biaya untuk pembongkaran tersebut. DPRD Kota Blitar juga akan

melakukan perbaikan-perbaikan kinerja dan optimalisasi fungsi pengawasan sebagai

representasi dari rakyat untuk menyelenggarakan pemeritahan yang baik (good

governance) dalam rangka mewujudkan otonomi daerah.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Kelurahan Gedog, Kota Blitar maka

apresiasi mendalam pantas diberikan kepada DPRD Kota Blitar yang telah melaksanakan fungsi

Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014

19

pengawasan sesuai dengan Peraturan DPRD Kota Blitar Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata

Tertib DPRD Kota Blitar (on the right track). Dalam kerangka otonomi daerah DPRD Kota

Blitar telah melakukan tugas-tugasnya yaitu dengan merespon aduan masyarakat terkait

penyimpangan pembangunan tower di Kelurahan Gedog. Hal tersebut merupakan salah satu

wujud implementasi dari fungsi pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Kota Blitar dalam

mengawal pembangunan pemerintahan daerah yang baik (good governance) di Kota Blitar.

Namun demikian, DPRD Kota Blitar sebagai lembaga legislatif juga mempunyai

kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki untuk memaksimalkan kinerja DPRD dalam

rangka mewujudkan otonomi daerah. Selain upaya-upaya yang telah dilakukan oleh DPRD Kota

Blitar, rekomendasi-rekomendasi yang diberikan untuk DPRD Kota Blitar adalah sebagai

berikut:

1. Optimalisasi fungsi pengawasan dengan cara DPRD membuat jadwal rencana sidak

lapangan ke lokasi pembangunan tower untuk memastikan perkembangan

pembongkararan tower tersebut.

2. Mengadakan dialog dengan masyarakat sekitar lokasi pembangunan tower untuk

menjawab kegelisahan masyarakat mengenai perkembangan pembongkaran tower

tersebut.

3. Perlu adanya penguatan integritas dan pemahaman ruang lingkup fungsi pengawasan

agar dalam menjalankan fungsi ini DPRD mampu memberikan peringatan-peringatan

(early warning system) terhadap eksekutif.

4. Peningkatan kedisiplinan untuk anggota DPRD agar kinerja DPRD juga semakin

meningkat dengan cara menjaga perilaku sesuai kode etik DPRD Kota Blitar. Hal ini

Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014

20

bisa menjadi citra baik DPRD Kota Blitar yang dinilai oleh masyarakat langsung

(public service watch).

Selain untuk DPRD Kota Blitar, rekomendasi juga diberikan kepada eksekutif sebagai roda

pelaksana Pemerintah Daerah agar keduanya mampu menciptakan hubungan yang checks and

balances, yaitu:

1. Peningkatan komitmen Pemerintah Daerah dalam menjalankan kebijakan atau aturan

yang telah disepakati oleh Pemerintah Daerah dan DPRD Kota Blitar.

2. Menciptakan hubungan yang baik antara eksekutif dan legislatif agar terjadi hubungan

yang tegas dan saling mengontol untuk menciptakan pemerintahan Kota Blitar yang

baik.

3. Ketegasan dari eksekutif khususnya SKPD terkait, dalam menangani perijinan

pembangunan tower agar lebih teliti dalam memberikan perijinan pembangunan tower

di Kelurahan Gedog.

4. Segera cepat tanggap melaksanakan rekomendasi dari DPRD Kota Blitar untuk

membongkar tower di Kelurahan Gedog mengingat tower sudah meresahkan warga

Gedog dan DPRD Kota Blitar telah merekomendasikan untuk membongkar tower

tersebut.

Sebagai kontrol terhadap pemerintah, masyarakat juga memerlukan beberapa hal untuk

diperbaiki, sehingga diberikan rekomendasi kepada masyarakat Kelurahan Gedog sebagai

berikut:

1. Lebih memahami tugas dan wewenang DPRD Kota Blitar agar dapat mengerti peran

DPRD Kota Blitar sebagai represnentasi dari rakyat.

Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014

21

2. Meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai kontrol pemerintah untuk memperhatikan

setiap kebijakan pemerintah yang dikeluarkan agar mampu memberikan pertimbangan

dan masukan yang baik bagi pemerintah Kota Blitar.

3. Lebih pandai dalam menyikapi peran media yang menggiring opini publik agar

masyarakat tidak salah menilai yang baik dan tidak baik khususnya untuk DPRD Kota

Blitar.

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Jurnal

Budiarjo, Miriam. 1999. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Dwiyanto, Agus. 2002. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Pusat Studi

Kependudukan dan Kebijakan UGM

Faisal, Sanapsiah. 2008, Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: Rajawali Pers

Horison, Lisa. 2007, Metodologi Penelitian Politik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Indara, Adinda Laksmi. 2011. Praktik Komis A DPRD Jawa Timur Masa Jabatan 2009-2014

Dalam Menjalankan Fungsi Legislasi. LPKN: Universitas Brawijaya

Keban, Yeremias T. 1995. Indikator Kinerja Pemerintah Daerah: Pendekatan Manajement dan

Kebijakan. Seminar Sehari Kerja.

Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya

Nuhaya, Sri Puji. 2009. Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja DPRD Kota Medan

Periode 2004-2009). (Skripsi). Sumatra Utara: Universitas Sumatra Utara.

http://repository. Usu. Ac. Id/bitstream/123456789/14853/1/10E00221. Pdf diunduh pada

tanggal 15 Oktober 2013

Salindeho, John. 1995. Pengawasan Melekat Aspek-Aspek Terkait dan Implementasinya. Jakarta:

Bumi Aksara

Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014

22

Santoso, Agus. 2013. Menyingkap Tabir Otonomi Daerah Di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

Sobari, Wawan. 2004. Referensi Baru Otonomi, Surabaya: Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi

dan JP Press dan Pemerintah Propinsi Jawa Timur

Syahiruddin, Muda, Widyaiswara. Pengaruh Perilaku Pimpinan Dengan Kinerja Pegawai

Sekretaris DPRD Kota Banda Aceh. Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Aceh.

http://bkpp. Acehprov. Go. Id/simpegbrr/Artikel/Artikel20-01 diunduh pada tanggal 15

Oktober 2013

Thallah. 2007. Menggugat Fungsi DPRD Dalam Mewujudkan Good Governance dan Clean

Government. Yogyakarta: Total Media

USAID, LGSP. 2009. Pengawasan DPRD Terhadap Pelayanan Publik Seri Penguatan Publik.

Jakarta

Dokumen Resmi dan Perundang-undangan

Badan Pusat Statistik Kota Blitar. 2013. Blitar City in Figures 2013

Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Blitar Nomor 01 Tahun 2010

Profil Desa dan Kelurahan Gedog. 2013

Sekretariat DPRD Jawa Timur.2012. Risalah Rapat Paripurna Istimewa Masa Persidangan III

Tahun Sidang 2012 DPRD Provinsi Jawa Timur Tanggal 29 Desember 2012. Surabaya:

DPRD Jawa Timur

Sekretariat DPRD Kota Blitar.2008. Peraturan Walikota Blitar Tentang Tugas Pokok Fungsi

dan Tatakerja Sekretariat Daerah Kota Blitar dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Kota Blitar.

Sekretariat DPRD Kota Blitar. 2012. Profil Dewan Perwakilan Rakyat Kota Blitar Masa

Jabatan 2009-2014. Blitar: DPRD Kota Blitar

Sekretariat DPRD Kota Blitar.2012. Rencana Strategis Sekretariat DPRD Kota Blitar Tahun

2011-2015. Blitar: DPRD Kota Blitar

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD,

DPRD

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014

23

Sumber Internet

Anynomus. http://www. Bkkbn. Go. Id/PengaduanPengertian. Aspx diakses pada tanggal 9

Oktober 2013

Definisi DUMAS (Pengaduan Masyarakat). http://www. Bkkbn. Go. Id/PengaduanPengertian.

Aspx diakses pada tanggal 17 Oktober 2013