Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014
1
IMPLEMENTASI FUNGSI PENGAWASAN LEGISLATIF DALAM PERSPEKTIF
OTONOMI DAERAH
(Studi Kasus Pengaduan Masyarakat Kepada DPRD Terhadap Pembangunan Tower
Di Kelurahan Gedog, Kecamatan Sananwetan,
Kota Blitar)
OLEH: HANA HARIANI
ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
ABSTRAK
Hana Hariani. 105120500111032. 2014. Implementasi Fungsi Pengawasan Legislatif Dalam
Perspektif Otonomi Daerah (Studi Kasus Pengaduan Masyarakat Kepada DPRD Terhadap
Pembangunan Tower Di Kelurahan Gedog Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar). Skripsi.
Peminatan Governance dan Transisi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas
Brawijaya Malang. Dibimbing oleh Mar’atul Makhmudah, S.IP, M.Si dan Faza Dhora
Nailufar, S.IP, M.IP.
Penelitian yang berjudul “Implementasi Pengawasan Legislatif Dalam Perspektif Otonomi
Daerah (Studi Kasus Pengaduan Masyarakat Kepada DPRD Terhadap Pembangunan Tower Di
Kelurahan Gedog, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar)” ini merupakan penelitian yang
menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara
mendalam, observasi, studi dokumentasi dan studi literatur. Penelitian ini dimaksudkan untuk
mengetahui implementasi fungsi pengawasan oleh DPRD Kota Blitar dalam menindaklanjuti
pengaduan masyarakat terkait pembangunan tower yang ditolak oleh masyarakat sekitar. Selain
itu penelitian ini juga untuk mengetahui hambatan apa saja yang dialami oleh DPRD Kota Blitar
dalam melaksanakan fungsi pengawasan serta usaha-usaha apa saja yang telah dilakukan oleh
DPRD Kota Blitar dalam mengatasi hambatan-hambatan yang dialami.
Dalam penelitian ini masyarakat mengadukan kasus pembangunan tower yang di duga
terjadi penyimpangan proses perijinan pembangunannya. Sebagai representasi dari rakyat DPRD
Kota Blitar merespon pengaduan tersebut dan menindaklanjutinya. Merespon pengaduan
Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014
2
masyarakat adalah salah satu kewajiban DPRD sesuai pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintah Daerah. Penelitian ini bermaksud untuk melihat praktek dari
pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kota Blitar yang dalam menangani kasus pengaduan
masyarakat tersebut.
Keluarnya rekomendasi dari DPRD tidak langsung begitu saja menyelesaikan
permasalahan yang terjadi sebab dalam perspektif otonomi daerah. Komponen dalam
menyelenggarakan pemerintahan daerah tidak hanya oleh legislatif saja namun perlu hubungan
yang cheks and balance dari eksekutif dan yudikatif. Hal tersebut memperlihatkan bahwa DPRD
Kota Blitar memiliki kelemahan-kelemahan mengingat bahwa pengawasan yang dilakukan oleh
DPRD adalah bersifat pengawasan legislatif. Usaha apa yang dilakukan oleh DPRD Kota Blitar
dan bagaimana seharusnya DPRD memainkan perannya dalam otonomi daerah perlu mendapat
perbaikan-perbaikan untuk mewujudkan pemerintah yang baik sebagai pelaksanaan dari otonomi
daerah.
Keyword : Otonomi Daerah, DPRD, pengawasan legislatif, pengaduan masyarakat
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
DPRD kabupaten/kota merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan
sebagai lembaga pemerintahan daerah kabupaten/kota. Dalam Pasal 18 ayat (3) UUD
1945disebutkan bahwa “Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki
Dewan Perwakilan Rakyat yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum
(Pemilu)”.1 Dalam Undang-Undang Nomor 22/2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR,
DPR, DPD, DPRD,Pasal 76 menyatakan bahwa “DPRD kabupaten/kota merupakan lembaga
perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai lembaga pemerintah daerah
kabupeten/kota”.2 Perihal kedudukan DPRD ini juga diatur dalam Pasal 40 UU Nomor
32/2004 tentang Pemerintah Daerah, yang menyebutkan bahwa “DPRD merupakan lembaga
1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
2Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD
Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014
3
perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah
daerah.3
Sebagai representasi dari masyarakat di daerah, DPRD memiliki tiga fungsi, yaitu, fungsi
legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Ketiga fungsi ini dinyatakan di dalam
Pasal 77 UU. No. 22/2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD
maupun dalam Pasal 41 UU. No. 33/2004 tentang Pemerintahan Daerah.
DPRD Kota Blitar merupakan lembaga legislatif yang berdiri di Blitar. DPRD Kota
Blitar memiliki tugas dan wewenang yang harus dijalankan dalam mengawal kebijakan
pemerintahan daerah sebagai representasi dari ketiga fungsi utamanya. Blitar merupakan kota
kecil yang memiliki luas wilayah 32,58 km persegi dan terdiri dari 3 (tiga) kecamatan yaitu,
Kecamatan Sananwetan, Kecamatan Kepanjen Kidul dan Kecamatan Sukorejo. Selain itu
jumlah anggota DPRD di Kota Blitar hanya 25 orang yang telah diatur pada UU 32 tahun
2004.
Kinerja DPRD di bidang pengawasan tidak terlepas dari agenda DPRD untuk merespon
dan menindaklanjuti penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di pemerintahan daerah.
DPRD Kota Blitar dalam Peraturan DPRD Kota Blitar Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata
Tertib DPRD Kota Blitar, pasal 130 pimpinan DPRD, Alat Kelengkapan DPRD, Anggota
DPRD atau Fraksi di DPRD menerima, menampung, menyerap dan menindaklanjuti
pengaduan atau aspirasi masyarakat baik disampaikan secara langsung secara berkelompok
(unjuk rasa) atau perorangan maupun secara tidak langsung secara tertulis melalui surat atau
media lain tentang sesuatu permasalahan sesuai dengan tugas, fungsi dan wewenang DPRD.
Pengaduan masyarakat (Dumas) adalah bentuk penerapan dari pengawasan masyarakat
yang disampaikan oleh masyarakat kepada Aparatur Pemerintah terkait, berupa sumbangan
pikiran, saran, gagasan atau keluhan/pengaduan yang bersifat membangun.4 Demikian juga
dengan pengaduan masyarakat yang dilakukan oleh masyarakat Kelurahan Gedog kepada
DPRD Kota Blitar. Kasus pembangunan tower di Kelurahan tersebut mendapat reaksi dari
masyarakat yang diduga terjadi penyimpangan dalam pembangunannya sehingga
masayarakat mengadukan hal tersebut ke DPRD untuk mendapat penyelesaian masalah.
3Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
4http://www.bkkbn.go.id/PengaduanPengertian.aspx diakses pada tanggal 9 Oktober 2013
Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014
4
Masyarakat Kelurahan Gedog berharap banyak terhadap DPRD Kota Blitar yang dianggap
sebagai representasi dari rakyat.
Berangkat dari latar belakang di atas, penelitian ini mencoba menganalisa bagaimana
kinerja DPRD Kota Blitar ini dalam bidang pengawasan, yang salah satunya adalah melalui
pengaduan masyarakat. Penelitian ini juga bermaksud mengetahui bagaimana upaya DPRD
Kota Blitar dalam menindaklanjuti pengaduan masyarakat Kelurahan Gedog sebagai wujud
representasi masyarakat, selain itu penelitian ini juga melihat hambatan apa saja yang
dihadapi oleh DPRD Kota Blitar dalam melaksankan fungsi pengawasan di Kota Blitar,
termasuk hambatan yang dialami dalam menangani kasus pengaduan masyarakat mengenai
pembangunan di Kelurahan Gedog, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar.
Melalui penelitian yang dilakukan di DPRD Kota Blitar ini besar harapan nantinya dapat
diperoleh kesimpulan bagaimana praktik fungsi pengawasan DPRD Blitar sebagai lembaga
legislatif dalam menjalankan tuganya yang seharusnya bisa berjalan secara serasi, selaras,
dan seimbang bersama lembaga eksekutif dan lembaga yudikatif dalam mewujudkan
pemerintah daerah Kota Bitar yang baik.
2. Fokus Masalah
Berkaitan dengan latar belakang penelitian yang fokus pada fungsi pengawasan DPRD
Kota Blitar, maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui:
1. Bagaimana implementasi pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD dalam
menindaklanjuti pengaduan masyarakat?
2. Hambatan-hambatan apa yang menjadi kesulitan DPRD Kota Blitar dalam
melaksanakan fungsi pengawasan terkait dengan pengaduan masyarakat?
3. Upaya apa saja yang dilakukan oleh DPRD Kota Blitar dalam mengatasi hambatan-
hambatan tersebut?
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Otonomi Daerah
Secara estimologis, otonomi berasarl dari bahasa Yunani, yaitu autos (sendiri) dan
nomos (undang-undang). Otonomi berarti adalah “hak untuk membuat undang-undang
Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014
5
sendiri”, hak untuk mengatur rumah tangganya sendiri sebagaimana halnya kedaulatan bagi
suatu Negara.5 Otonomi daerah pada Negara kesatuan adalah pelimpahan wewenang,
sehingga kedaulatan masih menjadi hak pemerintah pusat. Sedangkan otonomi pada Negara
federal bukanlah sekedar pelimpahan wewenang tetapi Negara-negara bagian itu mempunyai
kedaulatan masing-masing.6
Pada pasal UU No. 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat (5) mengartikan otonomi daerah
sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi, maka dibentuk dan
disusun daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota, yang berwenang mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat.
2. Pemerintah Daerah
Pemerintahan Daerah sebagaimana disebutkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut
asasotonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.7 Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan
perangkat daerah serta DPRD adalah unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Sesuai
dengan otonomi daerah, pemerintahan daerah memiliki hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom atau
dalam hal ini adalah saerah itu sendiri adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.8
5Prof. Dr.HM. Agus Santoso, S.H., M.H. (2013), Menyingkap Tabir Otonomi Daerah Di Indonesia., Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Hal 12 6Ibid
7UU Nomor 32 Tahun 2004, Op,Cit
8Muschin, Ibid
Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014
6
Dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi, dibentuk dan disusun daerah provinsi,
daerah kabupaten, dan daerah kota, yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Masing-
masing daerah berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hierarki satu sama lain.
Dalam penyelenggaraan otonomi daerah, disetiap daerah dibentuk DPRD sebagai badan
legislatif daerah dan pemerintahan daerah yaitu kepala daerah beserta perangkat daerah
lainnya sebagai badan eksekutif daerah. Setiap daerah dipimpin oleh seorang kepala daerah
sebagai eksekutif yang dibantu oleh seorang wakil kepala daerah. Gubernur merupakan
kepala daerah provinsi, sedangkan Bupati dan Walikota masing-masing adalah sebagai
kepala daerah kabupaten dan kota. Dalam menjalankan tugas dan wewenang selaku kepala
daerah, gubernur bertanggung jawab kepada DPRD Provinsi, sedangkan Bupati/Walikota
bertanggung jawab kepada DPRD kabupaten/kota.
3. Legislatif
Dalam Pasal 18 UUD Negara RI Tahun 1945 diamanatkan bahwa daerah-daerah yang
bersifat otonom diadakan badan perwakilan daerah, karena di daerah pun pemerintahan akan
bersendi atas dasar permusyawaratan. Arti penting dari badan perwakilan adalah menjadi
atribut demokratisasi penyelenggaraan pemerintah daerah. Perwakilan merupakan
mekanisme untuk merealisasikan gagasan normatif bahwa pemerintahan harus dijalankan
dengan atas kehendak rakyat (will of the people). Otoritas suatu pemerintahan akan
tergantung pada kemampuannya untuk mentransformasikan kehendak rakyat sebagai nilai
tertinggi di atas kehendak Negara (will of state).9
Badan Legislatif adalah lembaga yang “legislate” atau membuat undang-undang.
Anggota-anggotanya dianggap mewakili rakyat, sehingga badan ini sering dinamakan Dewan
Perwakilan Rakyat. Sebutan lain untuk badan ini adalah Parlemen.10
Dalam penyelenggaraan
daerah, legislatif disebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang keseluruhan tugas,
fungsi dan wewenangnya diatur dalam Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
9Siswanto Sunarno (2006), Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, hal 65
10 Miriam Budiarjo (1999), Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, hal 173
Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014
7
DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat memiliki tiga fungsi utama, yaitu
perundang-undangan, anggaran dan pengawasan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 Pasal 77 fungsi DPRD dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Fungsi Legislasi, adalah fungsi membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan kepala
daerah untuk mendapat persetujuan bersama.
2. Fungsi Anggaran, adalah fungsi menyusun dan menetapkan anggaran pendapatan dan
belanja daerah bersama kepala daerah.
3. Fungsi Pengawasan, adalah fungsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya.11
Selain ketiga fungsi tersebut, menurut Miriam Budiardjo fungsi dari badan
legislatatif diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Menentukan policy (kebijaksanaan) dan membuat undang-undang. Untuk itu dewan
perwakilan rakyat diberi hak inisiatif, hak untuk mengadakan amandemen terhadap
rancangan undang-undang yang disusun oleh pemerintah, dan hak angket.
2. Mengontrol badan eksekutif dalam arti menjaga supaya semua tindakan badan eksekutif
sesuai dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan. Untuk
menyelenggarakan tugas ini, badan perwakilan rakyat diberi hak-hak control khusus.12
4. Teori Pengawasan
Mekanisme pengawasan legislatif dijelskan oleh Miriam Budiarjo ke dalam 4 (empat)
bentuk. Pertama, Pertanyaan Parlementer yaitu anggota badan legislatif berhak untuk
mengajukan pertanyaan kepada pemerintah mengenai suatu masalah. Di Inggris, Australia
dan India menggunakan konsep jam bertanya (question hour), dimana pertanyaan diajukan
secara lisan dalam sidang umum dan menteri yang bersangkutan atau terkadang perdana
menteri sendiri yang menjawabnya secara lisan. Di Indonesia, semua badan legislatif, kecuali
badan legislatif Gotong Royong dizaman Demokrasi Terpimpin, mempunyai hak untuk
bertanya. Pertanyaan ini biasanya diajukan secara tertulis maupun lisan dan dijawab dengan
11
UU Nomor 32 Tahun 2004, Op,Cit 12
Miriam Budiardjo, Op,Cit, hal 183
Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014
8
tertulis dan lisan pula. Kedua adalah Interpelasi, yaitu hak untuk meminta keterangan kepada
pemerintah mengenai kebijakan di suatu bidang. Badan eksekutif wajib memberi penjelasan
dalam sidang pleno, yang mana dibahas oleh anggota-anggota dan diakhiri dengan
pemungutan suara mengenai apakah keterangan pemerintah memuaskan atau tidak. Jika hasil
pemungutan suara bersifat negatif, hal ini merupakan tanda pertingatan bagi pemerintah
bahwa kebijakannya diragukan. Dalam hal ini terjadi perselisihan antara badan legislatif dan
eksekutif.
Ketiga adalah hak angket adalah hak anggota badan legislatif untuk mengadakan
penyelidikan sendiri. Untuk keperluan ini dapat dibentuk suatu panitia angket yang
melaporkan hasil penyelidikannya kepada anggota badan legislatif lainnya, yang selanjutnya
merumuskan pendapatnya mengenai soal ini dengan harapan agar diperhatikan oleh
pemerintah. Di Indonesia, semua badan legislatif, kecuali DPR GR zaman Demokrasi
Terpimpin mempuyai hak angket. Keempat adalah mosi yang merupakan hak kontrol yang
paling ampuh. Jika badan legislatif menerima suatu mosi tidak percaya, maka dalam sistem
parlementer kabinet harus mengundurkan diri dan terjadi suatu krisis kabinet. Di Indonesia
pada masa sistem parlementer, badan legislatif mempunyai hak mosi, tetapi mulai zaman
Demokrasi Terpimpin hak ini ditiadakan.13
5. Konsep Pengaduan Masyarakat
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) mendefinisikan pengaduan
masyarakat (dumas) adalah bentuk penerapan dari pengawasan masyarakat yang
disampaikan oleh masyarakat kepada Aparatur Pemerintah terkait, berupa sumbangan
pikiran, saran, gagasan atau keluhan/ pengaduan yang bersifat membangun.14
13
Miriam Budiardjo, Ibid hal 185-187 14
Anynomus. http://www.bkkbn.go.id/PengaduanPengertian.aspx diakses pada tanggal 9 Oktober 2013
Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014
9
Menurut Standar Pelayanan Penanganan Pengaduan Masyarakat di Lingkungan
Sekretariat Negara, pengaduan masyarakat merupakan salah satu bentuk partisipasi
pengawasan masyarakat yang efektif dalam rangka ikut serta mewujudkan penyelenggaraan
pemerintahan yang baik dan bebas kolusi, korupsi, dan nepotisme. Pengaduan masyarakat
yang mengandung kebenaran dapat dipergunakan sebagai bahan masukan untuk peningkatan
kapasitas aparatur negara dalam melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan terutama
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.15
III. METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, dimana
penelitian kualitatif ini sumber datanya berasal dari interview, data yang dihasilkan dalam
wawancara merupakan data primer. Menurut Bogdan dan Taylor penelitian kualitatif adalah
“prosedur penelitian yang menggunakan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.”16
Penelitian Implementasi Fungsi Pengawasan Legislatif Dalam Perspektif Otonomi Daerah
(Studi Kasus Pengaduan Masyarakat Kepada DPRD Terhadap Pembangunan Tower di
Kelurahan Gedog, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar) dilakukan di Kota Blitar. Secara khusus
pihak-pihak yang terkait dengan tema penelitian ini akan menjadi lokasi penelitan yaitu tempat
pembangunan tower yang menjadi aduan masyarakat di Kelurahan Gedog. Adapaun pihak-pihak
terkait dari obyek penelitian ini adalah anggota DPRD Kota Blitar, masyarakat Kelurahan Gedog
15
Definisi DUMAS (Pengaduan Masyarakat). http://www.bkkbn.go.id/PengaduanPengertian.aspx diakses pada
tanggal 17 Oktober 2013
16
Lexy j Moleong (2002), Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, PT Remaja Rosda Karya, hal 3
Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014
10
dan serta pihak terkait lainnya seperti mitra kerja yang menangani perijinan pembangunan tower
di Kota Blitar.
Fokus dari penelitian ini adalah mengenai pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kota
Blitar terkait dengan adanya aduan dari masyarakat Kelurahan Gedog, hambatan apa saja yang
dialami oleh DPRD Kota Blitar dalam melaksanakan fungsi pengawasan, dan upaya apa yang
dilakukan oleh DPRD Kota Blitar dalam mengatasi hambatan tersebut.
Analisis data dalam penelitian kualitatif adalah model interaktif, yang terdiri dari
komponen pokok berupa:
1. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi
data. Dalam hal ini peneliti dapat membuang hal-hal yang tidak penting dalam
melakukan penelitian di Kelurahan Gedog.
2. Sajian Data
Sajian data merupakan suatu rakitan informasi yang tersusun berupa cerita dan sistematis.
Melalui sajian data memungkinkan peneliti mengambil kesimpulan dari hasil wawancara
dan dokumen-dokumen tertulis yang berkaitan dengan penelitian di Kelurahan Gedog.
3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi
Penarikan kesimpulan adalah kegiatan mencari arti mencatat keteraturan, pola-pola,
penjelasan, sebab-akibat dan proporsi kesimpulan juga diverifikasi yaitu pemikiran
kembali yang melintas dalam pikiran peneliti. Serta tinjauan ulang pada catatan-catatan
lapangan, meminta respon atau komentar kepada responden yang telah dijaring datanya
untuk membuat kesimpulan peneliti.
Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014
11
Dengan demikian komponen saling mempengaruhi, jika terdapat kekurangan data dalam
pemeriksaan kesimpulan maka peneliti dapat mengganti catatan lapangan, jika masih tidak
ditemukan maka kembali melakukan pengumpulan data”17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Implementasi Fungsi Pengawasan DPRD Kota Blitar Terhadap Aduan Masyarakat
Kelurahan Gedog
Pengawasan DPRD Kota Blitar terhadap pembangunan tower di Kelurahan Gedog bermula
dari adanya pengaduan dari masyarakat kepada DPRD Kota Blitar melalui surat aduan oleh
Kader Posyandu Dahlia pada tanggal 23 April 2013. Dalam surat tersebut diadukan bahwa
terdapat pembangunan tower di daerah Kelurahan Gedog, lingkungan RT 1 dan 2 RW 10, yang
berada tepat di belakang bangunan Posyandu Balita Dahlia. Menurut hasil wawancara kepada
Da’an Adi Prayitno, mengatakan bahwa,
“Pembangunan tower dibelakang Posyandu ini belum memiliki ijin yang jelas,
sebab masyarakat tidak diberi sosialisasi terlebih dahulu, namun
pembangunannya tiba-tiba saja terus dilanjutkan tanpa masyarakat tahu lebih
jelas. Saya juga mendengar bahwa beberapa masyarakat diberi sejumlah uang
dari investor supaya pembangunan tower di wilayah kami ini bisa terus
dilanjutkan. Kami berani menolak dan berinisiatif untuk melaporan ke DPRD
sebab kami betul-betul resah atas pembangunan tower yang tepat berada
dibelakang Posyandu ini mengingat dampak kesehatan yang akan ditimbulkan
dari radiasi tower, serta pembangunan tower ini belum memenuhi standar ijin
yang berlaku.”18
Pengawasan DPRD Kota Blitar terkait dengan adanya aduan dari masyarakat Gedog
dilakukan menurut Tata Tertib DPRD Nomor 01 Tahun 2010. Dikaji dari hasil wawancara
kepada Sekretaris DPRD Kota Blitar, Agus Salim yang mengatakan,
17
Miles dan Huberman, (2007), Analisis Data Penelitian Kualitatif, Diterjemahkan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi,
Jakarta: UI Press, hal 16-20 18
Narasumber: Da’an Adi Prayitno (Kader Posyandu Dahlia) Hari: Sabtu Tanggal 8 Februari 2014 Pukul 10.58-
11.30 WIB Bertempat di Posyandu Kelurahan Gedog RT 02 RW 10 Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar
Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014
12
“Dalam mengawasi aduan masyarakat oleh masyarakat Kelurahan Gedog, hal
ini ditangani oleh DPRD Kota Blitar melalui Komisi III karena hal yang
diadukan mengenai pembangunan tower sehingga komisi bidang yang menangani
yaitu Komisi III (Bidang Pembangunan dan Perijinan). Pengawasan dilakukan
melalui pengawasan langsung dan tidak langsung yaitu melalui sidak lapangan
ke lokasi pendirian tower di Kelurahan Gedog dan melalui rapat kerja komisi III
maupun rapat gabungan kerja komisi-komisi.”19
Melalui wawancara tersebut, dijelaskan pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Kota Blitar
dalam mengawasi aduan masyrakat Kelurahan Gedog adalah dengan melakukan sidak
langsung ke lokasi pembangunan tower serta ditindaklanjuti dengan rapat kerja dewan
melalui komisi yang membidangi. Selanjutnya dilakukan pembahasan-pembahasan untuk
menyelesaikan kasus pengaduan tersebut.
Realita yang dihadapi oleh masyarakat Gedog sejak rekomendasi dari DPRD turun di
bulan Mei 2013, belum ada pembongkaran tower yang dilakukan oleh eksekutif maupun investor
tower itu sendiri. Dikutip dari hasil wawancara kepada Soewoko, Komisi III DPRD Kota Blitar,
mengatakan bahwa permasaahan baru yang muncul adalah tidak tersedianya anggaran untuk
membonngkar tower tersebut. DPRD Kota Blitar akan menggunakan hak interpelasi untuk
menanyakan sikap ketegasan eksekutif dan menganggarkan biaya pembongkaran pada
perubahan APBD di bulan Juli mendatang.
Adapun alur pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Kota Blitar dalam
merespon pengaduan masyarakat Kelurahan Gedog terhadap pembangunan tower dapat
digambarkan dalam sebuah bagan untuk lebih mudah memahami prosesnya, mekanismenya
adalah sebagai berikut:
Gambar 5.2.1
Alur Proses Pengawasan DPRD Kota Blitar Terhadap Pembangunan Tower di
Kelurahan Gedog
19
Narasumber: Drs.Agus Salim, MM (Sekretaris DPRD Kota Blitar). Hari: Senin. Tanggal: 9 September 2013. Pukul
14.10-14.40 WIB Bertempat di Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Kota Blitar, Jalan Ahmad Yani No.19 Blitar.
Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014
13
Sumber: Diolah dari hasil penelitian, 2014
Dilihat dari pelaksanaannya, DPRD Kota Blitar telah melakukan fungsi pengawasannya
dengan merespon surat pengaduan dari masyarakat Kelurahan Gedog. Munculnya rekomendasi
dari DPRD Kota Blitar menandai bahwa DPRD Kota Blitar telah melakukan makna pengawasan
seperti yang diutarakan oleh Thalah (2007) yaitu, proses pengkuran kinerja dan pengambilan
tindakan untuk menjamin agar hasil (output and outcomes) sesuai dengan yang diinginkan serta
menjamin segala sesuatu berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan standar yang ditetapkan
(on the right track).20
20
Dr. H. M. Thalah, SH, MH., Op Cit, hal 72
Masyarakat Kelurahan
Gedog
Surat Pengaduan Masyarakat
diterima DPRD Kota Blitar tanggal 23
April 2013
Surat Pengaduan Masyarakat dibahas dalam Rapat Komisi III tanggal 21 Mei
2013
Rapat Kerja Gabungan Komisi I
dan III dengan dinas terkait (Dinas PUD, Bappeda, KPT Kota Blitar) tanggal
27 Mei 2013
Hearing DPRD dengan pihak terkait (masyarakat, dinas
terkait, investor tower) tanggal 30
Mei 2013
Hasil Hearing yaitu Rekomendasi DPRD untuk membongkar
tower.
Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014
14
Sebagai representasi dari rakyat, DPRD Kota Blitar telah melakukan fungsinya dalam
mengawasi pihak eksekutif di daerah. Seperti yang dikatakan oleh Miriam Budiarjo fungsi dari
badan legislatif yaitu:
1. Menentukan policy (kebijaksanaan) dan membuat undang-undang. Untuk itu dewan
perwakilan rakyat diberi hak inisiatif, hak untuk mengadakan amandemen terhadap
rancangan undang-undang yang disusun oleh pemerintah, dan hak angket.
2. Mengontrol badan eksekutif dalam arti menjaga supaya semua tindakan badan eksekutif
sesuai dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan. Untuk
menyelenggarakan tugas ini, badan perwakilan rakyat diberi hak-hak control khusus.21
2. Hambatan yang dialami DPRD Kota Blitar
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai anggota legislatif, DPRD Kota Blitar mengalami
kesulitan-kesulitan yang menjadi hambatan bagi DPRD untuk memberikan kinerja bagi
masyarakat. Hasil wawancara kepada beberapa anggota DPRD Kota Blitar menyebutkan bahwa
sebenarnya tidak ada parameter khusus kinerja DPRD karena penilaian kinerja akan
dikembalikan kepada masyarakat. Hal ini menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi anggota
DPRD Kota Blitar sebab dengan latar belakang asumsi yang berbeda dari tiap masyarakat akan
menimbulkan berbagai opini terkait dengan kinerja DPRD Kota Blitar.22
Menurut beberapa anggota Komisi III DPRD Kota Blitar, hambatan-hambatan yang harus
dihadapi oleh anggota DPRD Kota Blitar dalam melaksanakan fungsi pengawasan terkait dengan
pengaduan masyarakat Kelurahan Gedog mengenai pembangunan tower adalah sebagai berikut:
1. Faktor Internal
21
Miriam Budiardjo, Op,Cit, hal 183 22
Ibid
Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014
15
a. Kurangnya staf ahli yang berkompeten untuk mendampingi DPRD Kota Blitar dalam
mengawasi suatu kebijakan pemeritah daerah atau menyelesaikan suatu kasus tertentu.
b. Masalah kedisiplinan yang harus ditingkatkan agar citra baik DPRD dapat terus meningkat
diiringi dengan penguatan kinerja DPRD Kota Blitar seperti turun ke masyarakat untuk
melakukan sidak lapangan langsung.
c. Kurangnya pemahaman anggota dewan terhadap batasan-batasan dan ruang lingkup fungsi
pengawasan.
2. Faktor Eksternal
a. Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap tugas dan fungsi DPRD Kota Blitar
sehinggan berbagai opini masyarakat yang melihat bahwa anggota DPRD memiliki gaji
yang tinggi, melakukan korupsi, dan tidak sedikit opini yang menyebutkan bahwa
anggota DPRD adalah layaknya Superman yang bisa mengatasi segala permasalahan
rakyat.
b. Peran media dalam memberitakan penyimpangan oleh DPR membuat opini yang
mencitrakan buruk DPRD Kota Blitar sehingga ketika masyarakat kecewa dan menghujat
oknum anggota DPRD yang melakukan penyimpangan di suatu wilayah, hal tersebut juga
dirasakan oleh anggota DPRD Kota Blitar.
3. Faktor Administratif
a. Untuk menjadi anggota legislatif sebagai wujud dari mewakili rakyat harus berkarya di
partai politik. Hal ini membutuhkan kaderisasi partai politik yang berkompeten karena
berpengaruh pada kinerja saat sudah menjadi anggota DPRD.
Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014
16
b. Terbatasnya wewenang DPRD Kota Blitar yaitu hanya sebatas mengawasi dan
memberikan rekomendasi sehingga anggota DPRD Kota Blitar rekomendasi tersebut bisa
saja tidak dilaksanakan sebab hal tersebut bukan lagi tanggungjawab legislatif melainkan
tindaklanjut eksekutif.
3.Upaya yang dilakukan DPRD Kota Blitar
Dalam mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi selama proses pengawasan terkait
pembangunan tower di Kelurahan Gedog, DPRD Kota Blitar melakukan berbagai upaya seperti
yang disampaikan oleh Soewoko (Komisi III) melalui wawancara, yaitu:
“Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan yang terjadi pada kasus
pembangunan tower di Kelurahan Gedog ini, DPRD Kota Blitar terus mendesak
pihak eksekutif untuk tidak hanya melakukan pemberhentian dari pembangunan
tower tersebut. Namun juga mendesak untuk segera dilakukan pembongkaran tower
yang sampai saat ini masih belum juga dibongkar dan tentunya hal tersebut tidak
membuat warga puas. Selain itu DPRD juga akan mengupayakan untuk diadakan
perubahan anggaran tahun 2014 di bulan juli mendatang guna menganggarkan
dana untuk membongkar tower tersebut sipaya di tahun 2014, kasus ini harus benar-
benar selesai. DPRD akan menggunakan haknya yaitu hak interpelasi untuk
mendesak eksekutif supaya tegas dalam menindaklanjuti kasus ini. Tidak lupa juga
bahwa dari dalam tubuh keanggotaan DPRD sendiri juga harus melakukan
perbaikan-perbaikan demi memaksimalkan kinerja DPRD dalam bidang
pengawasan, dalam hal ini pengawasan terhadap kasus pembangunan tower di
Kelurahan Gedog.”23
Upaya-upaya yang diakukan oleh DPRD Kota Blitar dalam mengatasi hambatan-hambatan
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mendesak eksekutif agar segera melakukan pembongkaran tower di Kelurahan Gedog
dengan menggunakan hak interpelasi DPRD Kota Blitar.
23
Narasumber: Soewoko, ST, MH (Anggota Komisi III DPRD Kota Blitar) Hari: Kamis Tanggal 13 Februari 2014.
Pukul 16.40-17.30 WIB Bertempat di rumah Bapak Soewoko, Jalan Kalimantan No.15 Kota Blitar
Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014
17
2. Membuat perubahan anggaran pada bulan Juli mendatang untuk pembiayaan
pembongkaran tower di Kelurahan Gedog.
3. Melakukan perbaikan kualitas keanggotaan DPRD untuk memaksimalkan pengawasan
dengan terus melakukan rapat kerja dan sidak lapangan secara intensif.
IV.KESIMPULAN
Berdasarkan penelitan yang telah dilakukan dengan mengambil studi kasus aduan
masyarakat di Kelurahan Gedog mengenai penyimpangan pembangunan tower yang ada di Kota
Blitar, maka dapat diambil beberapa poin kesimpulan yaitu:
1. Implementasi fungsi pengawasan oleh DPRD Kota Blitar dalam menangani pengaduan
masyarakat tentang penyimpangan pembangunan tower di Kelurahan Gedog dilakukan
melalui cara rapat-rapat komisi dan rapat gabungan dengan eksekutif serta pihak
terkait, DPRD melakukan sidak lapangan ke lokasi pembangunan tower, dan
diadakannya hearing untuk membahas permasalahan tersebut.
2. Mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Kota Blitar telah sesuai dengan
Peraturan DPRD Kota Blitar Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata Tertib DPRD Kota
Blitar.
3. Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Kota Blitar merupakan pengawasan yang
bersifat politis sehingga memunculkan beberapa hambatan dari berbagai faktor
diantaranya adalah faktor internal, eksternal dan administratif yaitu,
a. Faktor internal
Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014
18
Kurangnya staf ahli yang berkompeten dalam mendampingi DPRD, kedisiplinan
anggota DPRD dan kurangnya pemahaman anggota DPRD mengenai batasan dan
ruang lingkup fungsi pengawasan DPRD Kota Blitar.
b. Faktor eksternal
Pemahaman masyarakat mengenai fungsi dan peran keberadaan DPRD Kota Blitar
serta peran media yang mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap citra DPRD
Kota Blitar.
c. Faktor administratif
Sistem birokrasi yang membuat lama proses penyelesaian pembongkaran tower.
Sistem pemilu yang mengharuskan anggota legislatif bergabung dengan partai
politik menimbulkan permasalahan tersendiri bagi partai untuk memilih kader-
kader yang berkualitas di setiap partainya. Selain itu juga terbatasnya wewenang
DPRD yang menimbulkan kelemahan DPRD sebagai lembaga legislatif hanya
mampu memberikan rekomendasi sebagai hasil kerja DPRD, bukan eksekutor.
4. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi hambatan dengan cara menggunakan
hak interpelasi yaitu mendesak eksekutif untuk segera melakukan pembongkaran tower
yang sudah cukup lama di rekomendasikan untuk dibongkar. DPRD Kota Blitar akan
menganggarkan biaya untuk pembongkaran tersebut. DPRD Kota Blitar juga akan
melakukan perbaikan-perbaikan kinerja dan optimalisasi fungsi pengawasan sebagai
representasi dari rakyat untuk menyelenggarakan pemeritahan yang baik (good
governance) dalam rangka mewujudkan otonomi daerah.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Kelurahan Gedog, Kota Blitar maka
apresiasi mendalam pantas diberikan kepada DPRD Kota Blitar yang telah melaksanakan fungsi
Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014
19
pengawasan sesuai dengan Peraturan DPRD Kota Blitar Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata
Tertib DPRD Kota Blitar (on the right track). Dalam kerangka otonomi daerah DPRD Kota
Blitar telah melakukan tugas-tugasnya yaitu dengan merespon aduan masyarakat terkait
penyimpangan pembangunan tower di Kelurahan Gedog. Hal tersebut merupakan salah satu
wujud implementasi dari fungsi pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Kota Blitar dalam
mengawal pembangunan pemerintahan daerah yang baik (good governance) di Kota Blitar.
Namun demikian, DPRD Kota Blitar sebagai lembaga legislatif juga mempunyai
kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki untuk memaksimalkan kinerja DPRD dalam
rangka mewujudkan otonomi daerah. Selain upaya-upaya yang telah dilakukan oleh DPRD Kota
Blitar, rekomendasi-rekomendasi yang diberikan untuk DPRD Kota Blitar adalah sebagai
berikut:
1. Optimalisasi fungsi pengawasan dengan cara DPRD membuat jadwal rencana sidak
lapangan ke lokasi pembangunan tower untuk memastikan perkembangan
pembongkararan tower tersebut.
2. Mengadakan dialog dengan masyarakat sekitar lokasi pembangunan tower untuk
menjawab kegelisahan masyarakat mengenai perkembangan pembongkaran tower
tersebut.
3. Perlu adanya penguatan integritas dan pemahaman ruang lingkup fungsi pengawasan
agar dalam menjalankan fungsi ini DPRD mampu memberikan peringatan-peringatan
(early warning system) terhadap eksekutif.
4. Peningkatan kedisiplinan untuk anggota DPRD agar kinerja DPRD juga semakin
meningkat dengan cara menjaga perilaku sesuai kode etik DPRD Kota Blitar. Hal ini
Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014
20
bisa menjadi citra baik DPRD Kota Blitar yang dinilai oleh masyarakat langsung
(public service watch).
Selain untuk DPRD Kota Blitar, rekomendasi juga diberikan kepada eksekutif sebagai roda
pelaksana Pemerintah Daerah agar keduanya mampu menciptakan hubungan yang checks and
balances, yaitu:
1. Peningkatan komitmen Pemerintah Daerah dalam menjalankan kebijakan atau aturan
yang telah disepakati oleh Pemerintah Daerah dan DPRD Kota Blitar.
2. Menciptakan hubungan yang baik antara eksekutif dan legislatif agar terjadi hubungan
yang tegas dan saling mengontol untuk menciptakan pemerintahan Kota Blitar yang
baik.
3. Ketegasan dari eksekutif khususnya SKPD terkait, dalam menangani perijinan
pembangunan tower agar lebih teliti dalam memberikan perijinan pembangunan tower
di Kelurahan Gedog.
4. Segera cepat tanggap melaksanakan rekomendasi dari DPRD Kota Blitar untuk
membongkar tower di Kelurahan Gedog mengingat tower sudah meresahkan warga
Gedog dan DPRD Kota Blitar telah merekomendasikan untuk membongkar tower
tersebut.
Sebagai kontrol terhadap pemerintah, masyarakat juga memerlukan beberapa hal untuk
diperbaiki, sehingga diberikan rekomendasi kepada masyarakat Kelurahan Gedog sebagai
berikut:
1. Lebih memahami tugas dan wewenang DPRD Kota Blitar agar dapat mengerti peran
DPRD Kota Blitar sebagai represnentasi dari rakyat.
Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014
21
2. Meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai kontrol pemerintah untuk memperhatikan
setiap kebijakan pemerintah yang dikeluarkan agar mampu memberikan pertimbangan
dan masukan yang baik bagi pemerintah Kota Blitar.
3. Lebih pandai dalam menyikapi peran media yang menggiring opini publik agar
masyarakat tidak salah menilai yang baik dan tidak baik khususnya untuk DPRD Kota
Blitar.
DAFTAR PUSTAKA
Buku dan Jurnal
Budiarjo, Miriam. 1999. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Dwiyanto, Agus. 2002. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Pusat Studi
Kependudukan dan Kebijakan UGM
Faisal, Sanapsiah. 2008, Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: Rajawali Pers
Horison, Lisa. 2007, Metodologi Penelitian Politik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Indara, Adinda Laksmi. 2011. Praktik Komis A DPRD Jawa Timur Masa Jabatan 2009-2014
Dalam Menjalankan Fungsi Legislasi. LPKN: Universitas Brawijaya
Keban, Yeremias T. 1995. Indikator Kinerja Pemerintah Daerah: Pendekatan Manajement dan
Kebijakan. Seminar Sehari Kerja.
Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Nuhaya, Sri Puji. 2009. Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja DPRD Kota Medan
Periode 2004-2009). (Skripsi). Sumatra Utara: Universitas Sumatra Utara.
http://repository. Usu. Ac. Id/bitstream/123456789/14853/1/10E00221. Pdf diunduh pada
tanggal 15 Oktober 2013
Salindeho, John. 1995. Pengawasan Melekat Aspek-Aspek Terkait dan Implementasinya. Jakarta:
Bumi Aksara
Jurnal Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang 2014
22
Santoso, Agus. 2013. Menyingkap Tabir Otonomi Daerah Di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Sobari, Wawan. 2004. Referensi Baru Otonomi, Surabaya: Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi
dan JP Press dan Pemerintah Propinsi Jawa Timur
Syahiruddin, Muda, Widyaiswara. Pengaruh Perilaku Pimpinan Dengan Kinerja Pegawai
Sekretaris DPRD Kota Banda Aceh. Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Aceh.
http://bkpp. Acehprov. Go. Id/simpegbrr/Artikel/Artikel20-01 diunduh pada tanggal 15
Oktober 2013
Thallah. 2007. Menggugat Fungsi DPRD Dalam Mewujudkan Good Governance dan Clean
Government. Yogyakarta: Total Media
USAID, LGSP. 2009. Pengawasan DPRD Terhadap Pelayanan Publik Seri Penguatan Publik.
Jakarta
Dokumen Resmi dan Perundang-undangan
Badan Pusat Statistik Kota Blitar. 2013. Blitar City in Figures 2013
Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Blitar Nomor 01 Tahun 2010
Profil Desa dan Kelurahan Gedog. 2013
Sekretariat DPRD Jawa Timur.2012. Risalah Rapat Paripurna Istimewa Masa Persidangan III
Tahun Sidang 2012 DPRD Provinsi Jawa Timur Tanggal 29 Desember 2012. Surabaya:
DPRD Jawa Timur
Sekretariat DPRD Kota Blitar.2008. Peraturan Walikota Blitar Tentang Tugas Pokok Fungsi
dan Tatakerja Sekretariat Daerah Kota Blitar dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kota Blitar.
Sekretariat DPRD Kota Blitar. 2012. Profil Dewan Perwakilan Rakyat Kota Blitar Masa
Jabatan 2009-2014. Blitar: DPRD Kota Blitar
Sekretariat DPRD Kota Blitar.2012. Rencana Strategis Sekretariat DPRD Kota Blitar Tahun
2011-2015. Blitar: DPRD Kota Blitar
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD,
DPRD
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Top Related