II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1. Tinjauan Pustaka
Pertanian organik merupakan bagian dari pertanian alami yang dalam
pelaksanaanya berusaha menghindarkan penggunaan bahan kimia dan pupuk yang
bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan untuk memperoleh kondisi
lingkungan yang sehat. Selain itu, juga untuk menghasilkan produksi tanaman
yang berkelanjutan dengan cara memperbaiki kesuburan tanah melalui
penggunaan sumberdaya alami seperti mendaur ulang limbah pertanian
(Anonimous, 2005).
Dalam pelaksanaannya, pertanian organik membatasi ketergantungan petani
pada penggunaan bahan kimia dan pupuk anorganik dan bahan kimia lainnya.
Pupuk anorganik yang selalu digunakan petani dapat diganti dengan pupuk
organik yang dapat dibuat sendiri dari bahan-bahan alami seperti penggunaan
pupuk bokashi yang dapat dibuat dari bahan jerami dan sampah rumah tangga
(Anonimous, 2005).
Pupuk organik yang sekarang sedang banyak digunakan adalah pupuk
bokashi. Bokashi merupakan “bahan organik yang telah difermentasikan”. Pupuk
bokashi di buat dengan memfermentasikan bahan-bahan organik dan EM (Efektif
Mikroorganisme). Biasanya bokashi di temukan dalam bentuk serbuk atau
butiran. Bokashi sudah digunakan para petani dalam perbaikan tanah secara
tradisional untuk meningkatkan keragaman mikroba dalam tanah dan
meningkatkan persediaan unsur hara bagi tanaman. Secara tradisional bokashi
dibuat dengan cara menfermentasikan bahan organik seperti dedak dengan tanah
Universitas Sumatera Utara
dari hutan atau gunung yang mengandung berbagai jenis mikroorganisme
(Anonimous, 2005).
Meskipun sama-sama organik namun ada perbedaan yang cukup antara
bokashi dengan pupuk organik lainnya. Bokashi merupakan teknologi untuk
menghasilkan pupuk kompos yang lebih efektif melalui formulasi bahan-bahan
pembuat. Bokashi ini memiliki kelebihan yang terkandung di dalam pupuk kimia
sekaligus juga bisa menutupi kekurangan yang ada pada kompos, misalnya saja
untuk kandungan gizi dan vitamin ( Anonimous, 2007).
Kelebihan lain dari bokashi ini, dengan formulasi bahan-bahan maka sangat
mudah untuk mengontrol jumlah vitamin. Sementara unsur yang terkandung pada
pupuk bokashi sama dengan kompos, bedanya kalau bokashi sama artinya dengan
peragian dengan sistem cepat dengan jangka waktu 2minggu, bokasi sudah dapat
digunakan sedangkan kalau pembuatan kompos prosesnya pembusukan dengan
jangka waktu yang lebih lama mencapai waktu 2 bulan (Anonimous, 2007).
Bokashi merupakan pupuk organik dengan kandungan nutrisi tanaman
yang dikandung yaitu :
Tabel 2. Komponen Nutrisi Tanaman yang terkandung dalam Pupuk Bokashi
Komponen Kandungan (%) bahan organik 70 % total N 1,2 % ratio C/N 3,5 % P2O5 0,5 % K2O 0,3 %
Dengan kandungan tersebut bokashi mampu meningkatkan kesuburan
tanah, memperluas pori bagi pertumbuhan akar dan mengefektifkan dampak
positif pupuk kimia yang digunakan petani (Anonimous, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Gabungan dari mikroorganisme tersebut secara fisiologis mempunyai
kecocokan untuk dapat hidup bersama dalam kultur campuran. Sewaktu kultur
campuran tersebut dikembalikan ke dalam lingkungan alaminya, terdapat
pengaruh yang paling menguntungkan pada setiap individu mikroorganisme itu
secara cepat bertambah dalam aksi yang saling menunjang. Kultur campuran dari
mikroorganisme yang saling menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman,
meningkatkan produksi tanaman, kesehatan tanaman, lebih tahan terhadap hama
dan penyakit memperbaiki dan menguraikan bahan organik dan residu tanaman
serta mempercepat daur ulang hara tersebut (Tamba, 1999).
Bokashi EM yaitu bokashi dengan bahan organik yang difermentasikan
dengan mikrooganisme efektif, bukan dengan tanah dari hutan atau dari gunung.
EM yang digunakan dalam pembuatan bokashi adalah suatu kultur campuran
berbagai mikroorganisme yang bermanfaat terutama (bakteri fotosintetik dan
bakteri asam laktat, ragi, actinary cetes dan jamur peragian) dan dapat digunakan
sebagi inokulan untuk meningkatkan keragaman mikroba tanah. Penggunaan EM
dalam pembuatan bokashi selain dapat memperbaiki kesehatan dan kualitas tanah
juga bermanfaat memperbaiki pertumbuhan serta jumlah dan mutu hasil tanaman
(Anonimous, 2005).
Pemupukan akan efektif jika sifat pupuk yang ditebarkan dapat menambah
atau melengkapi unsur hara yang telah tersedia di dalam tanah. Karena hanya
bersifat menambah atau melengkapi unsur hara, sebelum digunakan harus
diketahui gambaran tentang keadaan tanahnya terlebih dahulu, khususnya untuk
mendukung pertumbuhan tanaman (Novizan, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Adapun teknologi yang digunakan untuk pembuatan pupuk bokashi ini
yaitu mesin penggiling ‘Molen’, yang biasanya digunakan oleh tukang bangunan
untuk mengkocok semen. Mesin ini digunakan untuk pengolahan bahan yang
jumlahnya besar, sedangkan dalam jumlah kecil cukup di aduk dengan cangkul,
pengolahan ini biasanya untuk petani yang membuat untuk kalangan sendiri.
2.2. Landasan Teori Sikap adalah determinan perilaku, karena mereka berkaitan dengan persepsi
kepribadian dan motivasi. Sebuah sikap merupakan suatu keadaan siap mental,
yang dipelajari dan diorganisasi menurut pengalamn, dan yang menyebabkan
timbulnya pengaruh khusus atas reaksi seseorang terhadap orang-orang, objek-
objek, dan situasi-situasi dengan siapa ia berhubungan. Perubahan sikap
bergantung darai upaya mengubah perasaan-perasaan atau keyakinan-keyakinan
tersebut. Manusia memiliki sikap yang terdiri dari berbagai macam komponen
afektif dan kognitif. Afektif yang merupakan komponen yang emosional atau
perasaan. Komponen kognitif sebuah sikap terdiri dari persepsi, opini dan
keyakinan seseorang (Winardi, 2004).
Sikap dikatakan sebagai suatu respon evaluatif. Respon hanya akan timbul
apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi
individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai
sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang
memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positif-
negatif, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristalkan
sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap (Azwar, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Sikap dapat didefinisikan sebagai perasaan, pikiran, dan kecenderungan
seseorang yang kurang lebih bersifat permanent mengenai aspek-aspek tertentu
dalam lingkungannya. Komponen-komponen sikap adalah pengetahuan, perasaan,
dan kecenderungan evaluatif terhadap suatu objek atau subjek yang memiliki
konsekuensi yakni bagaimana seseorang berhadap-hadapan dengan objek sikap.
Tekanannya pada kebanyakan penelitian dewasa ini adalah perasaan atau emosi
(Van den Ban, 1999).
Pernyataan sikap mungkin berisi hal-hal yang positif mengenai objek
sikap, yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau memihak pada objek sikap.
Sebaliknya, pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal yang negatif mengenai
objek sikap, yaitu yang bersifat tidak mendukung ataupun kontra terhadap objek
sikap yang hendak diungkap (Azwar, 1997).
Apa yang terjadi pada sikap seluruh orang dewasa daripada selama
pertengahan masa kedewasaanya. Tiga faktor yang perlu diperhitungkan tentang
stabilitas sikap tengah baya, yaitu:
1. Kepastian kepribadian yang lebih besar
2. Merasa cukup pengalaman
3. Kebutuhan akan sikap yang kuat
Jadi pandangan konvensial tentang sikap umumnya yang cenderung tidak berubah
bersamaan dengan usia seseorang dapat ditolak. Orang yang lanjut usia, dan orang
yang beranjak dewasa, dapat berubah sikapnya karena mereka lebih terbuka dan
kurangnya keyakinan diri (Kreitner dan Kinicki, 2003).
Sikap merupakan organisasi dari unsur-unsur kognitif, emosional dan
momen-momen kemauan, yang khusus dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman
Universitas Sumatera Utara
masa lampau, sehingga sifatnya sangat dinamis, dan memberi pengarahan pada
setiap tingkah laku buruh, pegawai. Maka sikap ini dipengaruhi sekali oleh
suksesan-kegagalan pengalaman di masa lalu. Kegagalan dan sukses itu sedikit
atau banyak akan mengubah sikap jadi tingkah laku yang habitual terhadap suatu
situasi (Kreitner dan Kinicki, 2003).
Sikap terhadap suatu perilaku dipengaruhi oleh keyakinan bahwa perilaku
tersebut akan membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan.
Keyakinan mengenai perilaku apa yang diharapkan oleh orang lain dan motivasi
untuk bertindak sesuai dengan harapan normative tersebut membentuk norma
subjektif dalam diri individu. Kontrol perilaku ditentukan oleh pengalaman masa
lalu dan perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk
melakukan perilaku yang bersangkutan. Kontrol perilaku ini sangat penting
artinya ketika rasa percaya diri seseorang sedang berada dalam kondisi yang
lemah (Azwar, 1997).
Pelaksanaan penyuluh menerapkan anjuran yang disampaikan oleh penyuluh
lapangan, terdapat suatu proses yang disebut dengan proses penerimaan dan
proses adopsi terhadap teknologi baru. alam penerimaan teknologi baru yang
dianjurkan oleh penyuluh lapangan, maka kecepatan penerimaan petani terhadap
teknologi tidaklah sama tergantung pada sikap dan kondisi masing-masing petani
pada saat teknologi diperkenalkan kepada mereka.
Setiap orang apabila mendengar satu ide baru, akan mengikuti tingkat-
tingkatan tertentu sebelum menerima ide tersebut, hal ini disebut “Proses Adopsi”.
Seorang penyuluh perlu memperhatikn tingkatan tersebut dan tidaklah mencoba
mendesak tergesa-gesa untuk menpercayainya. Tingkatan-tingkatan tersebut yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Sadar, seseorang belajar tentang satu ide baru, produk atau praktek baru
2. Tertarik, seseorang tidak puas hanya mengetahui keberadaan ide baru itu,
ingin mendapatkan informasi yang lebih banyak dan lebih mendetail
3. Penilaian, seseorangmenilai semua informasi yang diketahuinya dan
memutuskan apakah ide baru itu baik untuknya
4. Mencoba, sekali lagi diputuskan bahwa dia menyukai ide tersebut, dia
akan mengadakan percobaan
5. Mengadopsi, adalah tahapan dimana dia menyakini akan keberadaan atau
keunggulan ide baru tersebut sehingga menerapkannya
(Ginting, 2002).
Adopsi adalah keputusan yang diambil seseorang untuk menerima
motivasi dan menggunakannya dalam usaha taninya. Keputusan untuk menerima
inovasi merupakan perubahan perilaku yang meliputi kawasan pengetahuan, sikap
dan keterampilan seseorang untuk mengetahui adanya inovasi sampai mengambil
keputusan untuk menerimanya (Adjid, 2001).
Adopsi adalah penerapan atau penguasaan suatu ide baru, alat-alat atau
teknologi baru. Manivestasi dari bentuk adopsi teknologi dapat berupa perubahan
yang terlihat pada sikap dan perilaku, metoda, perubahan dalam pemakaian
peralatan atau teknologi yang digunakan dalam usahatani (Satia, 2000).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi baru:
1. Tingkat pendidikan petani ; mereka yang berpendidikan tinggi adalah
relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi
2. Umur petani ; makin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk
ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga mereka berusaha
Universitas Sumatera Utara
untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka
belum berpengalaman soal adopsi tersebut
3. Luas pemilikan lahan ; petani yang memiliki lahan luas kemungkinan
lebih mudah untuk menerima inovasi baru karena keefisienan penggunaan
sarana produksi
4. Pengalaman bertani ; petani yang sudah lama bertani akan lebih mudah
menerapkan inovasi dari pada petani pemula, karena pengalaman yang
lebih banyak sehingga sudah dapat membuat perbandingan dalam
mengambil kepetusan.
(Ginting.M, 2002).
2.3. Faktor Sosial-Ekonomi Petani berkepentingan untuk meningkatkan penghasilan usahatani dan
keluarga sehingga tidak mengherankan apabila ada teknologi baru, petani akan
mempertimbangkan untung ruginya. Setelah secara teknis dan ekonomi dianggap
menguntungkan barulah petani memutuskan untuk menerima dan mempraktekkan
ide-ide baru tersebut.
Petani yang berumur 50 tahun ke atas biasanya fanatik terhadap tradisi dan
sulit untuk diberikan pengertian-pengertian yang mengubah cara berpikir, cara
kerja dan cara hidupnya. Mereka bersikap apatis terhadap inovasi. Semakin muda
umur petani maka makin semangat untuk mengetahui hal baru, sehingga dengan
demikian mereka berusaha untuk cepat melakukan adopsi walaupun sebenarnya
mereka masih belum berpengalaman soal adopsi tersebut (Kartasapoetra, 1994).
Universitas Sumatera Utara
Pendidikan rendah mengakibatkan kurangnya pengetahuan dalam
memanfatkan sumber-sumber daya alam yang tersedia. Usaha-usah petani
berakibat hanya mampu menghasilkan pendapatan yang rendah
(Kartasapoetra, 1994).
Pendapatan keluarga petani adalah pendapatan yang diperoleh dari kegiatan
pertanian ditambah dengan pendapatan Rumah tangga dari luar usahatani.
Pendapatan keluarga diharapkan mencerminkan tingkat kekayaan dan besarnya
modal yang dimiliki petani. Pendapatan yang besar mencerminkan tersedianya
dan yang cukup dalam berusaha tani. Rendahnya pendapatan menyebabkan
turunnya investasi (Soekartawi, 2002).
Tingkat kosmopolitan dapat diartikan sebagai keterbukaan maupun
hubungan petani dengan dunia luar yang nantinya akan memberikan inovasi baru
bagi para petani dalam menjalankan usahataninya. Tingkat kosmopolitan dapat
diukur dari perkembangan inovasi baru, antara lain media elektronik (TV, Radio,
Telepon) media cetak (Surat kabar, Tabloid, Majalah) dan beperginya petani
keluar daerah tinggal mereka atau keluar desa dalam rangka memaskan usahatani
mereka juga untuk mendapatkan pendidikan dan informasi mengenai inovasi
pertanian (Fauzia dan Tampubolon, 1991).
2.4. Kerangka Pemikiran
Universitas Sumatera Utara
Dinas perkebunan melalui penyuluh pertanian mensosialisasikan dan
memberikan pelatihan teknologi pembuatan pupuk bokashi kepada para petani
cabai. Didalam mengelola usahataninya, ada petani menggunakan teknologi
pupuk bokashi dan yang tidak menggunakan teknologi pupuk bokashi. Hal ini
akan menimbulkan dampak yang berbeda terhadap tingkat adopsi yang diterima
oleh kedua kelompok petani tersebut.
Petani sebagai individu dalam kehidupan sehari-hari dihadapkan kepada
berbagai stimulus atau rangsangan yang berasal dari lingkungan sosialnya. Petani
yang dihubungkan dalam stimulus ini adalah petani cabai yang mengikuti
pelatihan dan yang tidak mengikuti pelatihan pembuatan pupuk bokashi. Salah
satu dari stimulus yang diperkenalkan pada daerah penelitian adalah penggunaan
pupuk bokashi dalam proses pemupukan tanaman mereka.
Untuk mengukur bagaimana sikap petani terhadap inovasi baru tidaklah
mudah, karena sikap merupakan suatu hal yang tertutup, dimana dalam keadaan
tertentu sikap dapat ditujukkan melalui perilaku akan tetapi tidak selamanya
perilaku meunjukkan sikap yang ada dalam diri seseorang. Misalnya sikap petani
cabai terhadap pembuatan pupuk bokashi adalah positif namun belum tentu petani
tersebut menerapkannya.
Penerapan teknologi yang menguntungkan akan lebih banyak terjadi
apabila tingkat adopsi petani tinggi. Beberapa faktor sosial petani meliputi umur,
tingkat pendidikan, pengalaman bertani, dan tingkat kosmopolitan maupun faktor
ekonomi petani meliputi luas lahan, jumlah tanggungan, dan total pendapatan
akan mempengaruhi sikap petani terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi.
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Universitas Sumatera Utara
Keterangan:
Menyatakan Pengaruh
Menyatakan Hubungan
2.5. Hipotesis Penelitian
Petani Cabai
Teknologi Pembuatan Pupuk Bokashi
Penyuluh
Sikap
Adopsi
Faktor sosial-ekonomi Petani:
1. Umur 2. Tingkat Pendidikan 3. Pengalaman Bertani 4. Tingkat Kosmopilitan 5. Luas Lahan 6. Jumlah Tanggungan 7. Total Pendapatan
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan identifikasi masalah dan tujuan penelitian maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Sikap petani cabai terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi di daerah
penelitian adalah positif
2. a. Tingkat adopsi petani peserta pelatihan pembuatan bokashi terhadap
pembuatan pupuk bokashi di daerah penelitian adalah tinggi
b. Tingkat adopsi petani non peserta pelatihan pembuatan bokashi terhadap
pembuatan pupuk bokashi di daerah penelitian adalah rendah
3. Terdapat perbedaan penggunaan jumlah pupuk bokashi antara petani cabai
peserta pelatihan dengan petani cabai non peserta pelatihan pembuatan
pupuk bokashi
4. Ada hubungan faktor sosial ekonomi (umur, pengalaman bertani, tingkat
pendidikan, tingkat kosmopolitan, luas lahan, jumlah tanggungan dan total
pendapatan) petani dengan sikapnya terhadap teknologi pembuatan pupuk
bokashi di daerah penelitian
5. Ada hubungan faktor sosial ekonomi (umur, pengalaman bertani, tingkat
pendidikan, luas lahan, jumlah tanggungan dan total pendapatan) petani
dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi didaerah penelitian
III. METODOLOGI PENELITIAN
Universitas Sumatera Utara