i KAJIAN ETNOMATEMATIKA PADA TARI GAMBYONG ...

234
i KAJIAN ETNOMATEMATIKA PADA TARI GAMBYONG PAREANOM SKRIPSI LEMBAR SAMPUL Disusun Oleh: Putri Sulistyorini 171414039 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2021 Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Transcript of i KAJIAN ETNOMATEMATIKA PADA TARI GAMBYONG ...

i

KAJIAN ETNOMATEMATIKA PADA TARI GAMBYONG PAREANOM

SKRIPSI

LEMBAR SAMPUL

Disusun Oleh:

Putri Sulistyorini

171414039

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2021

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ii

SKRIPSI

KAJIAN ETNOMATEMATIKA PADA TARI GAMBYONG

PAREANOM

Oleh:

Putri Sulistyorini

NIM: 171414039

Telah disetujui oleh:

Dosen Pembimbing

Maria Suci Apriani, S.Pd, M.Sc. Tanggal: 13 Agustus 2021

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iii

SKRIPSI

KAJIAN ETNOMATEMATIKA PADA TARI GAMBYONG

PAREANOM

Putri Sulistyorini

NIM: 171414039

Telah dipertahankan di hadapan Panitia Penguji

Pada Tanggal: 23 Agustus 2021

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat.

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd .............................

Sekretaris : Beni Utomo, M.Sc .............................

Anggota : Maria Suci Apriani, S.Pd., M.Sc .............................

Anggota : Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd .............................

Anggota : Dr. Chatarina Enny M., S.Si., M.Si .............................

Dipersiapkan dan ditulis oleh:

Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si.

Yogyakarta, 23 Agustus 2021

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma

Dekan,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iv

LEMBAR MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Skripsi yang baik adalah skripsi yang selesai. -Anonim-

Kerjakan aja. Enggak usah terlalu banyak dipikirkan. Malah enggak jalan -Fiersa

Besari-

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur kepada Tuhan Yesus, Bunda Maria, Santa Veronica

dan semua para kudus di surga, saya persembahkan skripsi ini kepada:

Orang tuaku terutama Ibu Maria Harni dan Simbah Irmina Welas yang selalu

menyertai langkah perjalanan sedari kecil hingga saat ini dan selalu bertekun

dalam mendoakan saya.

Romo Madya Kak Priscilla Hartono yang telah mendampingi serta memberikan

dukungan selama menjalankan studi.

Sahabat-sahabatku AFUK yang setia menemani dalam suka dan duka.

Partnerku, Arya Susila Nugraha yang setia memberikan dukungan dan motivasi.

Teman – teman seperjuangan di Pendidikan Matematika

Almamaterku Universitas Sanata Dharma

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

v

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 23 Agustus 2021

Penulis,

Putri Sulistyorini

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vi

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK

KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Putri Sulistyorimi

NIM : 171414039

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“Kajian Etnomatematika pada Tari Gambyong Pareanom “

beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada

perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan

dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,

mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media

lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun

memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Atas kemajuan teknologi informasi, saya tidak berkeberatan jika nama, tanda

tangan, gambar atau image yang ada di dalam karya ilmiah saya terindeks oleh

mesin pencari (search engine), misalnya Google.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 23 Agustus 2021

Yang menyatakan

(Putri Sulistyorini)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK

Putri Sulistyorini, 2021. Kajian Etnomatematika pada Tari Gambyong

Pareanom. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Ilmu

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk 1) mendeskripsikan sejarah dan filosofi Tari

Gambyong Pareanom, 2) mendeskripsikan aktivitas fundamental matematis

menurut Bishop, yang terdapat pada Tari Gambyong Pareanom. dan 3) menyusun

permasalahan kontekstual matematika dari aspek–aspek matematis pada Tari

Gambyong Pareanom.

Penelitian ini merupakan penelitian deksriptif dengan pendekatan kualitatif.

Subyek penelitian adalah seorang Mpu Tari Pura Mangkunegaran dan seorang

pensiunan dosen ISI Surakarta. Obyek penelitian Tari Gambyong Pareanom.

Penelitian dilakukan di Pura Mangkunegaran dengan metode wawancara,

dokumentasi, serta observasi. Intrumen pengumpulan data meliputi pedoman

wawancara dan pedoman observasi. Teknik analisis data menggunakan teknik

menurut Miles dan Huberman yaitu pengumpulan data, reduksi data meliputi

reduksi, kategorisasi, dan sintesisasi, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Tari Gambyong diperhalus sesuai

dengan kaidah istana untuk menghilangkan anggapan buruk mengenai Tari

Gambyong Pareanom di masyarakat. Perhalusan ini merubah bagian busana,

menambahkan gerakan sembahan, pemadatan durasi, serta pematokan gerakan.

Tari Gambyong Pareanom ingin menampilkan seorang gadis Jawa yang sedang

berhias. Suasana tari ini gembira, lincah, kenes, luwes, dan membuat penonton

sengsem. Rangkaian gerakannya memiliki makna kehidupan manusia dari sebelum

lahir ke dunia hingga akhir hayat manusia. Terdapat enam aktivitas fundamental

matematis menurut Bishop pada aspek gerakan, gending, dan busana. Pada pola

lantai terdapat lima aktivitas fundamental matematis. Pada aksesoris terdapat empat

aktivitas fundamental matematis. Peneliti menemukan 20 aspek matematis pada

Tari Gambyong Pareanom. Melalui aspek-aspek matematis yang sudah ditemukan

pada Tari Gambyong Pareanom, disusun permasalahan kontekstual matematika

untuk jenjang SD sebanyak delapan soal, SMP sebanyak dua belas soal, dan SMA

sebanyak tujuh soal.

Kata kunci: Etnomatematika, Tari Gambyong Pareanom, Aktivitas Fundamental

Matematis menurut Bishop.

vii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT

Putri Sulistyorini, 2021. Study of Ethnomathematics in Gambyong Pareanom

Dance. Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics and

Natural Sciences, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma

University Yogyakarta.

This study aims to 1) describe the history and philosophy of the Gambyong

Pareanom Dance, 2) describe the mathematical fundamental activities according

to Bishop, which are found in the Gambyong Pareanom Dance. and 3) formulating

mathematical contextual problems from the mathematical aspects of Gambyong

Pareanom Dance.

This research is a descriptive research with a qualitative approach. The

research subjects were an expert of Pura Mangkunegaran Dance and a retired

lecturer at ISI Surakarta. The object of research is Gambyong Pareanom Dance.

The research was conducted at Mangkunegaran Temple using interviews,

documentation, and observation methods. Data collection instruments include

interview guidelines and observation guidelines. Data analysis techniques using

techniques according to Miles and Huberman are data collection, data reduction

includes reduction, categorization, and synthesis, data presentation, and drawing

conclusions.

The results of this study indicate that the Gambyong Dance was refined in

accordance with the court's rules to eliminate bad assumptions about the

Gambyong Pareanom Dance in society. This refinement changes the clothing

section, adds worship movements, shortens the duration, and determines the

movement. The Gambyong Pareanom dance wants to show a Javanese girl who is

being decorated. The atmosphere of this dance is happy, lively, elegant, flexible,

and makes the audience excited. The series of movements have meaning in human

life from before birth to the world until the end of human life. There are six

fundamental mathematical activities according to Bishop in aspects of movement,

gending, and clothing. In the floor pattern there are five fundamental mathematical

activities. In accessories there are four fundamental mathematical activities.

Researchers found 20 mathematical aspects of the Gambyong Pareanom Dance.

Through the mathematical aspects that have been found in the Gambyong

Pareanom Dance, eight questions are arranged for contextual mathematics for

elementary school level, twelve questions for junior high school, and seven

questions for high school.

Keywords: Ethnomathematics, Gambyong Pareanom Dance, Mathematical

Fundamental Activities according to Bishop.

viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kajian

Etnomatematika pada Tari Gambyong Pareanom”. Penyusunan skripsi ini

bertujuan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan di Prodi

Pendidikan Matematika, Jurusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Skripsi ini dapat selesai atas bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

3. Bapak Beni Utomo, M.Sc., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Matematika dan Dosen Pembimbing Akademik.

4. Ibu Maria Suci Apriani, S.Pd., M.Sc., selaku Dosen Pembimbing yang telah

bersedia meluangkan waktu untuk membimbing peneliti hingga mampu

menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd. dan Ibu Dr. Chatarina Enny M.,

S.Si., M.Si., selaku Dosen Penguji yang telah bersedia meluangkan waktu

dalam ujian skripsi dan memberikan saran yang bermanfaat.

6. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Sanata

Dharma yang telah membimbing peneliti selama perkuliahan.

7. Segenap dosen dan karyawan Universitas Sanata Dharma atas segala

pelayanannya.

8. Alm. Sri Paduka Mangkunagoro IX yang telah memberikan ijin penulis untuk

melakukan penelitian di Pura Mangkunegaran.

9. Ibuku Maria Harni dan Simbah Irmina Welas yang selalu mendoakan serta

memberikan dukungan serta motivasi.

ix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10. Romo Ignatius Loyola Madya Utama, SJ., yang selalu mendampingi serta

memberikan dukungan selama perkuliahan.

11. Partnerku, Arya Susila Nugraha yang setia mendampingi, membantu, serta

memberikan motivasi dalam menyusun skripsi.

12. Sahabatku AFUK: Abeth, Galuh, Rinta, Vita, Vina, dan Yuli, yang selalu

memberikan dukungan serta menjadi teman perjuangan dalam suka dan duka.

13. Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Matematika USD.

14. Seluruh pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak sempurna. Oleh karena itu,

penulis dengan senang hati menerima segala masukan dan kritik yang berguna.

Penulis berharap skripsi ini dapat menyumbangkan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 23 Agustus 2021

Penulis,

Putri Sulistyorini

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xi

DAFTAR ISI

............................................. v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK

KEPENTINGAN AKADEMIS

......................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xviii

BAB I ...................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5

C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6

D. Batasan Masalah........................................................................................... 6

E. Penjelasan Istilah .......................................................................................... 6

F. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 7

BAB II .................................................................................................................... 8

A. Kajian Teori ................................................................................................. 8

1. Matematika dan Budaya ........................................................................... 8

2. Etnomatematika ........................................................................................ 8

3. Aktivitas Fundamental Matematis .......................................................... 12

4. Tari Klasik Gaya Surakarta .................................................................... 16

5. Tari Gambyong Pareanom ...................................................................... 20

B. Penelitian yang Relevan ............................................................................. 33

C. Kerangka Berpikir ...................................................................................... 34

BAB III ................................................................................................................. 35

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING .................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................... iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

DAFTAR ISI

........................................................................... vi

ABSTRAK .......................................................................................................... vii ABSTRACT ........................................................................................................ viiiKATA PENGANTAR ..........................................................................................ix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xii

A. Jenis Penelitian ........................................................................................... 35

B. Subyek Penelitian ....................................................................................... 35

C. Obyek Penelitian ........................................................................................ 35

D. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 36

E. Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 36

1. Wawancara ............................................................................................. 36

2. Dokumentasi ........................................................................................... 36

3. Observasi ................................................................................................ 37

F. Instrumen Pengumpulan Data .................................................................... 37

1. Pedoman Wawancara ............................................................................. 37

2. Pedoman Observasi ................................................................................ 39

G. Teknis Analisis Data .................................................................................. 41

1. Pengumpulan Data ................................................................................. 41

2. Reduksi Data .......................................................................................... 42

3. Penyajian Data ........................................................................................ 43

4. Penarikan Kesimpulan ............................................................................ 43

H. Prosedur Penelitian..................................................................................... 44

1. Persiapan Penelitian ............................................................................... 44

2. Pengambilan Data Penelitian .................................................................. 44

3. Analisis Data .......................................................................................... 44

4. Pembuatan Laporan ................................................................................ 44

BAB IV ................................................................................................................. 45

A. Pelaksanaan Penelitian ............................................................................... 45

B. Penyajian Data ........................................................................................... 46

1. Data Hasil Wawancara ........................................................................... 46

2. Data Hasil Observasi .............................................................................. 66

3. Data Hasil Dokumentasi ......................................................................... 71

C. Analisis Data .............................................................................................. 83

1. Reduksi Data .......................................................................................... 83

2. Kategorisasi ............................................................................................ 86

3. Sintesisasi ............................................................................................... 88

D. Pembahasan ................................................................................................ 91

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xiii

1. Sejarah dan Filosofi Tari Gambyong Pareanom .................................... 91

2. Aspek Aktivitas Fundamental Matematis Tari Gambyong Pareanom ... 96

3. Permasalahan Kontekstual Matematika pada Tari Gambyong Pareanom

………………………………………………………………………...129

E. Keterbatasan Penelitian ............................................................................ 148

BAB V ................................................................................................................. 149

A. Kesimpulan .............................................................................................. 149

B. Saran ......................................................................................................... 154

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 155

LAMPIRAN ....................................................................................................... 158

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Perbedaan gaya Yogyakarta dengan gaya Surakarta. .......................... 17

Tabel 2.2. Pengembangan Tari Gambyong. .......................................................... 23

Tabel 3. 1. Indikator Pedoman Wawancara untuk Sejarah dan Filosofi. .............. 37

Tabel 3.2. Aspek dan Indikator Pedoman Wawancara untuk Aspek Fundamental

Matematis. ............................................................................................................. 38

Tabel 3.3. Aspek dan Indikator Pedoman Observasi ............................................ 40

Tabel 4.1. Waktu dan Kegiatan Penelitian ............................................................ 45

Tabel 4.2. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Latar Belakang ............................ 46

Tabel 4.3. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Sejarah Tari Gambyong Pareanom

............................................................................................................................... 48

Tabel 4.4. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Ciri Khas Tari Gambyong

Pareanom ............................................................................................................... 48

Tabel 4.5. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Aturan-aturan Tari Gambyong

Pareanom ............................................................................................................... 50

Tabel 4.6. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Pandangan Masyarakat .............. 52

Tabel 4.7. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Makna Tari Tari Gambyong

Pareanom ............................................................................................................... 53

Tabel 4.8. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Pola Lantai Tari Gambyong

Pareanom ............................................................................................................... 54

Tabel 4.9. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Perkembangan Tari Gambyong

Pareanom ............................................................................................................... 55

Tabel 4.10. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Aktivitas Counting .................... 56

Tabel 4.11. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Aktivitas Measuring.................. 58

Tabel 4.12. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Aktivitas Designing .................. 60

Tabel 4.13. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Aktivitas Locating .................... 62

Tabel 4.14. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Aktivitas Playing ...................... 64

Tabel 4.15. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Aktivitas Explaining ................. 66

Tabel 4.16. Hasil Observasi .................................................................................. 68

Tabel 4.17. Hasil Dokumentasi Busana Penari ..................................................... 78

Tabel 4.18. Pola Ketukan Notasi Gamelan ........................................................... 83

Tabel 4.19. Reduksi Data ...................................................................................... 84

Tabel 4.20. Kategorisasi Topik ............................................................................. 86

Tabel 4.21. Sintesisasi ........................................................................................... 88

Tabel 4.22. Aspek Matematis pada Tari Gambyong Pareaanom .......................... 89

Tabel 4.23. Permasalahan Kontekstual Matematika ........................................... 129

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. Sembahan Dalem ............................................................................. 71

Gambar 4.2. Srisig dari gawang pertama ke gawang beksan ................................ 71

Gambar 4.3. Sembahan Joget ................................................................................ 71

Gambar 4.4. Ulap-ulap .......................................................................................... 71

Gambar 4.5. Trap Pending ................................................................................... 71

Gambar 4.6. Tasikan ............................................................................................. 71

Gambar 4.7. Selanan ............................................................................................. 71

Gambar 4.8. Batangan ........................................................................................... 71

Gambar 4.9. Pilesan .............................................................................................. 72

Gambar 4.10. Laku Telu ....................................................................................... 72

Gambar 4.11. Ogek Lambung ............................................................................... 72

Gambar 4.12. Ukel Pakis ...................................................................................... 72

Gambar 4.13. Gajah Ngoleng................................................................................ 72

Gambar 4.14. Kawilan Kengseran ........................................................................ 72

Gambar 4.15. Ngilo Asta ...................................................................................... 72

Gambar 4.16. Atur – atur ...................................................................................... 72

Gambar 4.17. Sangga Ulap ................................................................................... 73

Gambar 4.18. Menthogan ...................................................................................... 73

Gambar 4.19. Ridongan Enjer Ridong Sampur .................................................... 73

Gambar 4.20. Wedi Kengser ................................................................................. 73

Gambar 4.21. Magak Ngudra ................................................................................ 73

Gambar 4.22. Entragan ......................................................................................... 73

Gambar 4.23. Masuk Sembahan Joget .................................................................. 73

Gambar 4.24. Sembahan Dalem ........................................................................... 73

Gambar 4.25. Riasan Penari Tari Gambyong Pareanom ...................................... 77

Gambar 4.26. Mekak ............................................................................................. 78

Gambar 4.27. Ikat Pinggang.................................................................................. 78

Gambar 4.28. Jamang ........................................................................................... 78

Gambar 4.29. Sampur ........................................................................................... 78

Gambar 4.30. Jarik ................................................................................................ 78

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xvi

Gambar 4.31. Kelat Bahu ...................................................................................... 78

Gambar 4.32. Kalung Penanggalan ....................................................................... 79

Gambar 4.33. Gelang ............................................................................................ 79

Gambar 4.34. Grudo .............................................................................................. 79

Gambar 4.35. Kantong Gelung ............................................................................. 79

Gambar 4.36. Sumping ......................................................................................... 79

Gambar 4.37. Subang ............................................................................................ 79

Gambar 4.38. Cunduk Jungkat .............................................................................. 80

Gambar 4.39. Cunduk Mentul ............................................................................... 80

Gambar 4.40. Pola Lantai Prapatan. ..................................................................... 94

Gambar 4.41. Gerakan Ngerayung/Ngeruji .......................................................... 99

Gambar 4.42. Gerakan Ngithing ........................................................................... 99

Gambar 4.43. Gerakan Ulap-Ulap ........................................................................ 99

Gambar 4.44. Gerakan Atur-atur .......................................................................... 99

Gambar 4.45. Gerakan Srisig .............................................................................. 100

Gambar 4.46. Gerakan Sangga Ulap ................................................................... 100

Gambar 4.47. Gerakan Sabetan ........................................................................... 100

Gambar 4.48. Gerakan Gajah Ngoleng ............................................................... 100

Gambar 4.49. Gerakan Wedi Kengser ................................................................ 101

Gambar 4.50. Gerakan Entragan ......................................................................... 101

Gambar 4. 51 Sudut Lancip pada Trap Jamang .................................................. 102

Gambar 4.52. Ilustrasi Penari Tunggal pada Panggung ...................................... 103

Gambar 4.53. Ilustrasi Posisi Penari pada Diagram Cartesius ............................ 103

Gambar 4.54. Ilustrasi 4 Penari di Panggung dengan Pola Lantai Persegi ......... 104

Gambar 4.55. Jarak Sunduk Mentul dan Sunduk Jungkat .................................. 106

Gambar 4.58. Pola Lantai Kanan-Kiri, Depan-Belakang ................................... 108

Gambar 4.58. Pola Lantai Menyerong ................................................................ 108

Gambar 4.58. Pola Lantai Melingkar .................................................................. 108

Gambar 4.61. Pola Lantai Jajar Genjang ............................................................ 109

Gambar 4.61. Pola Lantai Dua Kanan-Dua Kiri ................................................. 109

Gambar 4.61. Pola Lantai V ................................................................................ 109

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xvii

Gambar 4.62. Bentuk Bangun Datar pada Gerakan Ngiting ............................... 109

Gambar 4.63. Bentuk Segitiga pada Gerakan Lenggah ...................................... 109

Gambar 4.64. Bentuk Lingkaran pada Busana Penari ........................................ 110

Gambar 4.65. Bentuk – bentuk Bangun Datar pada Kain Sampur ..................... 110

Gambar 4.66. Gerakan Ukel................................................................................ 112

Gambar 4.67. Gerakan Seblak ............................................................................ 112

Gambar 4.68. Pola Garis Lurus pada Pola Lantai Enjer Ridong Sampur ........... 112

Gambar 4.69. Pola Garis Lurus pada Pola Lantai Kawilan Kengseran .............. 112

Gambar 4.70. Pola Garis Lengkung pada Mekak ............................................... 113

Gambar 4.71. Pola Garis Lurus pada Jarik ......................................................... 113

Gambar 4.72. Pola Garis Lengkung pada Ikat Pinggang .................................... 113

Gambar 4.73. Perpotongan Garis pada Gerakan Ngilo Asta. ............................. 114

Gambar 4.74. Kekongruenan motif Jarik. .......................................................... 115

Gambar 4.75. Kekongruenan Jamang ................................................................. 115

Gambar 4.76. Refleksi pada Gerakan Ngilo Asta ............................................... 116

Gambar 4. 77. Pencerminan pada Pola Lantai Wedi Kengser ............................ 117

Gambar 4.78. Pencerminan pada Motif Jarik...................................................... 117

Gambar 4.79. Gerakan Wedi Kengser Menutup ................................................. 118

Gambar 4.80. Gerakan Wedi Kengser Membuka ............................................... 118

Gambar 4. 81. Diagram Cartesius Pergeseran Gerakan Wedi Kengser .............. 119

Gambar 4.82. Wedi Kengser Ngerayung ............................................................ 120

Gambar 4.83. Wedi Kengser Ngiting .................................................................. 120

Gambar 4.84. Sikap Badan Gaya Yogyakarta .................................................... 121

Gambar 4.85. Sikap Badan Gaya Mangkunegaran ............................................. 121

Gambar 4.86. Sikap Badan Gaya Surakarta ........................................................ 121

Gambar 4. 87. Diagram Cartesius Kemiringan Sikap Badan Gaya Mangkunegaran

............................................................................................................................. 122

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian........................................................................ 158

Lampiran 2. Instrumen Penelitian Pedoman Observasi ...................................... 159

Lampiran 3. Instrumen Penelitian Pedoman Wawancara ................................... 166

Lampiran 4. Hasil Validasi Pedoman Observasi Validator 1 ............................. 171

Lampiran 5. Hasil Validasi Pedoman Observasi Validator 2 ............................. 175

Lampiran 6. Hasil Validasi Pedoman Wawancara Validator 1........................... 178

Lampiran 7. Hasil Validasi Pedoman Wawancara Validator 2........................... 184

Lampiran 8. Transkrip Wawancara Narasumber 1 ............................................. 188

Lampiran 9. Transkrip Wawancara Narasumber 2 ............................................. 202

Lampiran 10. Hasil Observasi ............................................................................. 214

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matematika adalah suatu fenomena budaya yang melampaui batas-batas

masyarakat dengan cara yang sama seperti musik, agama, sains, seni, tari, atau

olahraga (Bishop, 1991). Batas-batas yang dimaksudkan seperti latar belakang

suku, bangsa, bahasa, dan banyak lainnya, sehingga matematika dianggap

universal. Namun setiap kebudayaan maupun subkultur dapat mengembangkan

“matematika” mereka sendiri. Hal ini berdasarkan sejarah, kondisi ekonomi

masyarakat tertentu, maupun keadaan sosial.

Matematika sebenarnya sudah terintegrasi pada semua aspek kehidupan

manusia dalam masyarakat dimanapun mereka berada (Tandililing, 2013). Ia

justru tumbuh karena adanya aktivitas maupun keterampilan dari lingkungan

yang sifatnya adalah budaya. Hal ini menjelaskan bahwa pemahaman

matematika yang dimiliki seseorang juga dilatarbelakangi oleh budayanya.

Namun hal ini bertentangan dengan pemahaman, matematika adalah “bebas-

budaya”. Pemahaman bahwa matematika bukanlah sebuah budaya timbul

karena kurangnya pemahaman mengenai matematika secara umum, sebagai

pengetahuan budaya. Kurangnya kesadaran akan nilai yang mendasari

matematika juga menjadi penyebab adanya pendapat bahwa matematika dan

budaya adalah dua hal yang terpisah. Pada akhirnya, kebanyakan penelitian

mengenai pendidikan matematika adalah berfokus pada ruang kelas ataupun

kajian matematika itu sendiri. Melalui etnomatematika telah dibuka

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2

2

pengetahuan baru mengenai matematika yang berasal dari luar kelas

(Rakhmawati, 2016).

Berdasarkan sejarah panjang matematika, pada masa Plato dimulai dan

dikembangkan matematika menjadi dua jenis yang berbeda yaitu matematika

scholary (keilmuan) dan matematika practical (praktis). Pada awalnya

matematika disediakan untuk kelas sosial yang berbeda, matematika untuk para

orang Romawi disebut dengan "trivium" dan "quadrivium", serta matematika

sebagai pelatihan praktis untuk kebutuhan sehari-hari dalam pekerjaan bagi para

buruh. Kemudian muncul pertanyaan mengenai matematika apa yang harus

diajarkan pada sistem pengajaran masal. Berdasarkan kebutuhan saat itu,

matematika haruslah memelihara ekonomi, struktur sosial dan lain-lain.

Matematika kemudian diadaptasi dan diberikan tempat sebagai “keilmuan

praktis” atau yang saat ini disebut sebagai “matematika akademik” yaitu

matematika yang diajarkan dan dipelajari disekolah. Namun D’Ambrosio

mempunyai pendapat yang kontras, ia menyebutkan bahwa matematika yang

sebaiknya diajarkan secara masal adalah matematika yang sekarang kita sebut

sebagai etnomatematika. Etnomatematika adalah matematika yang

dipraktikkan di antara kelompok budaya yang dapat diidentifikasi, seperti

masyarakat suku bangsa, kelompok buruh, anak-anak kelompok usia tertentu,

kelas profesional, dan sebagainya. Identitas dari suatu kelompok sangat

bergantung pada fokus dari minat, motivasi, dan pada kode serta jargon tertentu

yang tidak termasuk dalam bidang matematika akademis (D'Ambrosio, 1985).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3

3

Dalam jangkauan yang sangat luas terhadap aktivitas manusia sepanjang

sejarah, matematika mengalami pembentukan ilmiah, diformalkan dan

dikodifikasi, serta dimasukkan ke dalam apa yang disebut sebagai matematika

akademis. Namun yang tetap hidup dalam kelompok budaya dan merupakan

rutinitas mereka adalah matematika praktis. Seperti yang disampaikan Hiebert

& Carpenter (1992) bahwa pada kenyataannya matematika yang dipelajari anak

di sekolah dengan yang ditemuinya pada kesehariannya adalah jauh berbeda.

Sehingga menjembatani matematika akademis dengan matematika pada

kehidupan sehari-hari menjadi pekerjaan rumah untuk pendidik pada saat ini,

agar anak dapat memahami matematika secara lebih bermakna.

Indonesia memiliki budaya yang beragam, mulai dari tarian, permainan,

pakaian adat, makanan khas, kesenian, dan lain-lain. Seperti dijelaskan oleh

Dewi (2012), seni tari adalah hasil dari penciptaan karya manusia yang

diungkapkan melalui media gerak yang memiliki unsur keindahan. Tarian

merupakan salah satu contoh dari budaya yang ada di hampir setiap suku

ataupun daerah di Indonesia. Seni tari mempunyai peran penting bagi

masyarakat di Indonesia seperti sarana berkomunikasi antara pemain dan

penonton, sebagai tontonan, sebagai ritual, dan lain-lain. Tarian dari setiap suku

dan daerah tertentu di Indonesia memiliki ciri khas yang menunjukkan sifat-

sifat kedaerahan yang unik. Salah satunya adalah pada tari klasik Jawa meliputi

Gaya Yogyakarta dan Gaya Surakarta yang memiliki ciri khas yaitu yang

dikenal sebagai Hasta Sawanda. Arti dari Hasta Sawanda adalah delapan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4

4

konsep normatif dasar meliputi pacak, pancat, lulut, wiled, luwes, ulat, irama,

dan, gendhing.

Tari klasik adalah tarian yang hidup dan berkembang di kalangan

bangsawan maupun para raja, mengalami kristalisasi artistik yang tinggi, dan

sudah menempuh perjalanan sejarah yang cukup panjang (Soedarsono dalam

Herlina, Hartiwi, & Nugroho, 2010). Kata “klasik” dimaksudkan untuk

menyebut kesenian istana Jawa. Sehingga tari klasik ada dua macam yaitu tari

klasik gaya Surakarta dan tari klasik gaya Yogyakarta. Penamaan ini

berdasarkan nama Keraton yang ada di Jawa. Kata “gaya” berarti bahwa tari

klasik memiliki aturan baku yang tidak dapat diubah. Hal ini karena pada setiap

unsur pada tari klasik memiliki makna tersendiri sehingga jika diubah akan

menghilangkan makna itu sendiri.

Gambyong merupakan salah satu tari klasik dengan Gaya Surakarta.

Istilah Gambyong sudah ada dan mulai digunakan pada Serat Centhini yang

ditulis pada abad ke-XVIII (Widyastutieningrum, 2011). Tari Gambyong

diduga merupakan pengembangan dari Tari Tlèdhèk atau Tayub yang sudah

dikenal sejak zaman Kerajaan Jenggala yaitu pada abad ke-XV berdasarkan

Serat Sastramiruda. Tari Gambyong Pareanom disusun pada tahun 1950 oleh

Nyi Bei Mintoraras. Seiring berjalannya waktu kemudian bermunculan

Gambyong lainnya. Secara umum tari Gambyong ingin menampilkan

keterampilan, keluwesan, kekenesan, serta kelincahan seorang wanita sehingga

terkesan erotis. Tari ini biasanya ditampilkan pada acara perayaan, perkawinan,

sebagai pembukaan suatu acara, peresmian, dan penyambutan tamu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5

5

Menurut Sulistyarini dan Putri (2018) sebagian masyarakat Indonesia

masih memandang tarian tradisional sebagai hiburan dan pertunjukan seni saja.

Selama proses penyusunan penelitian ini, peneliti belum menemukan penelitian

mengenai etnomatematika pada Tari Gambyong Pareanom. Penelitian terkait

matematika pada Tari Gambyong Pareanom yang ditemukan peneliti adalah

penelitian yang dilakukan oleh Sulistyarini dan Putri pada tahun 2018 dengan

judul Analisis Operasi Vektor dan Kombinasi Linear dalam Pola Tari

Gambyong Pareanom. Namun penelitian tersebut hanya terbatas pada

melakukan analisis operasi vektor dan kombinasi linear pada pola Tari

Gambyong Pareanom yang dilakukan melalui studi pustaka dengan

pengamatan. Berdasarkan beberapa alasan tersebut, peneliti ingin memperkaya

khazanah penelitian dengan melakukan kajian etnomatematika pada Tari

Gambyong Pareanom.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah dan filosofi dari Tari Gambyong Pareanom?

2. Apa saja aktivitas fundamental matematis menurut Bishop yang terdapat

pada Tari Gambyong Pareanom?

3. Bagaimana permasalahan kontekstual matematika yang dapat dibuat dari

Tari Gambyong Pareanom?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

6

6

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini untuk:

1. Mendeskripsikan sejarah dan filosofi Tari Gambyong Pareanom.

2. Mendeskripsikan aktivitas fundamental matematis menurut Bishop yang

terdapat pada Tari Gambyong Pareanom.

3. Menyusun permasalahan kontekstual matematika dari aspek-aspek matematis

pada Tari Gambyong Pareanom.

D. Batasan Masalah

Masalah pada penelitian dibatasi pada:

1. Sejarah dan filosofi dari Tari Gambyong Pareanom di Pura Mangkunegara

yang ditarikan secara utuh.

2. Aktivitas fundamental matematis pada Tari Gambyong Pareanom di Pura

Mangkunegara.

3. Menyusun permasalahan kontekstual matematika menggunakan aspek-

aspek matematis pada Tari Gambyong Pareanom.

E. Penjelasan Istilah

1. Etnomatematika adalah ilmu yang mengkaji hubungan antara matematika

akademik dengan matematika di kehidupan sehari-hari.

2. Aktivitas Fundamental Matematis menurut Bishop terdiri dari counting,

measuring, locating, designing, playing, dan explaining.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7

7

3. Tari Gambyong Pareanom merupakan tarian klasik gaya Surakarta yang

biasa ditampilkan pada acara perayaan, pembukaan suatu acara, dan

penyambutan tamu.

4. Pola lantai adalah perpindahan tempat penari sehingga seolah–olah

menghasilkan garis berpola di atas tempat pementasan.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis:

a. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk

penyusunan penelitian etnomatematika lainnya.

b. Sebagai referensi bagi pendidik maupun calon pendidik untuk

mengembangkan pembelajaran matematika menggunakan

etnomatematika.

2. Manfaat Praktis:

a. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan

pembelajaran matematika dengan inovasi berbasis budaya.

b. Peserta didik dapat mengetahui contoh dari penerapan matematika pada

kegiatan yang dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari.

c. Mengenalkan Tari Gambyong Pareanom pada masyarakat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Matematika dan Budaya

Matematika adalah suatu fenomena budaya yang melampaui batas–

batas masyarakat dengan cara yang sama seperti musik, agama, sains, seni,

tari, atau olahraga (Bishop, 1991). Kalimat dari Bishop tersebut menjelaskan

bahwa matematika dan budaya mempunyai korelasi. Budaya menurut E. B.

Taylor (1871) adalah sesuatu yang kompleks, mencakup pengetahuan,

kepercayaan, kesenian, kebiasaan, adat istiadat, moral, dan hal lain yang

didapatkan manusia sebagai keanggotaan dalam masyarakat.

Koentjaraningrat pada tahun 1985 mendefinisikan kebudayaan sebagai

seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka

menjadikan kehidupan masyarakat milik diri manusia dengan belajar.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka maksud dari kalimat Bishop

adalah bahwa matematika merupakan fenomena yang kompleks menyangkut

adat istiadat dari hasil belajar manusia terhadap lingkungannya.

2. Etnomatematika

D’Ambrosio (dalam Gerdes, 1994) menyebutkan bahwa

etnomatematika berbeda dengan matematika akademis yang diajarkan di

sekolah-sekolah. Menurutnya, etnomatematika adalah matematika yang

dipraktikkan di antara kelompok budaya yang dapat diidentifikasi, seperti

masyarakat suku bangsa, kelompok buruh, anak-anak kelompok usia tertentu,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

9

9

kelas profesional, dan sebagainya. Pada akhir tahun 1970-an hingga awal

tahun 1980-an, berkembang kesadaran pada para ahli matematika mengenai

aspek sosial dan budaya dari matematika dan pendidikan matematika.

Termasuk diantaranya adalah D’Ambrosio yang mengusulkan program

“etnomatematika”nya sebagai metodologi untuk melacak dan menganalisis

proses genetika, transmisi, difusi, dan pelembagaan pengetahuan

(matematika) dalam sistem budaya yang beragam.

Berdasarkan sejarah panjang matematika, hingga pada masa Plato

dimulai dan dikembangkan matematika menjadi dua jenis yang berbeda yaitu

matematika scholary (keilmuan) dan matematika practical (praktis).

Matematika keilmuan adalah matematika yang dipelajari di sekolah-sekolah,

sedangkan matematika praktis adalah matematika yang digunakan untuk

perdagangan serta kegiatan sehari-hari. Pada awalnya matematika disediakan

untuk kelas sosial yang berbeda, matematika untuk para orang Romawi

disebut dengan "trivium" dan "quadrivium", serta matematika sebagai

pelatihan praktis untuk kebutuhan sehari-hari dalam pekerjaan bagi para

buruh. Kemudian muncul pertanyaan mengenai matematika apa yang harus

diajarkan pada sistem pengajaran masal. Berdasarkan kebutuhan saat itu,

matematika haruslah memelihara ekonomi, struktur sosial dan lain-lain.

Matematika kemudian diadaptasi dan diberikan tempat sebagai “keilmuan

praktis” atau yang saat ini disebut sebagai “matematika akademik” yaitu

matematika yang diajarkan dan dipelajari disekolah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10

10

D’Ambrosio mempunyai pendapat yang kontras, ia menyebutkan

bahwa matematika yang sebaiknya diajarkan secara masal adalah matematika

yang sekarang kita sebut sebagai etnomatematika. Etnomatematika adalah

matematika yang dipraktikkan di antara kelompok budaya yang dapat

diidentifikasi, seperti masyarakat suku bangsa, kelompok buruh, anak-anak

kelompok usia tertentu, kelas profesional, dan sebagainya. Identitas dari suatu

kelompok sangat bergantung pada fokus dari minat, motivasi, dan pada kode

serta jargon tertentu yang tidak termasuk dalam bidang matematika akademis

(D'Ambrosio, 1985).

Dalam jangkauan yang sangat luas terhadap aktivitas manusia

sepanjang sejarah, matematika diambil alih oleh pembentukan ilmiah,

diformalkan dan dikodifikasi serta dimasukkan ke dalam apa yang disebut

sebagai matematika akademis. Namun yang tetap hidup dalam kelompok

budaya dan merupakan rutinitas mereka adalah matematika praktis. Seperti

yang disampaikan Hiebert & Capenter (dalam Tandililing, 2013) bahwa pada

kenyataannya matematika yang dipelajari anak di sekolah dengan yang

ditemuinya pada kesehariannya adalah jauh berbeda. Sehingga menjembatani

matematika akademis dengan matematika pada kehidupan sehari-hari

menjadi pekerjaan rumah untuk pendidik pada saat ini, agar anak dapat

memahami matematika secara lebih bermakna. Penerapan etnomatematika

sebagai suatu pendekatan pembelajaran, memungkinkan siswa untuk lebih

mendalami materi terkait dengan lebih mudah. Hal ini karena materi tersebut

berkaitan langsung dengan budaya mereka yang juga merupakan aktivitas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11

11

sehari-hari dalam bermasyarakat. Guru akan terbantu dalam memfasilitasi

siswa untuk melihat implementasi matematika pada kehidupan sehari-hari

(Dewi, Kinanti, & Sulistyorini, 2020).

Bukan berarti bahwa matematika akademis harus “dilepaskan” dari

sekolah dan sepenuhnya digantikan dengan etnomatematika. Menurut

D’Ambrosio, matematika akademis perlu untuk dibuat sedemikian rupa

sehingga dapat memfasilitasi pengetahuan, pemahaman, penggabungan, serta

kompatibilitas praktek yang diketahui dan masuk ke dalam kurikulum. Telah

disebutkan bahwa etnomatematika adalah matematika dari suatu (sub)budaya

tertentu. Adanya jenis penelitian etnomatematika adalah untuk

mencerminkan kesadaran akan adanya keberagaman matematika.

Etnomatematika dikarakterkan sebagai sesuatu yang menggunakan

konsep matematika yang luas, termasuk enam aktivitas fundamental

matematis Bishop yaitu menghitung (counting), mengukur (measuring),

menentukan lokasi (locating), merancang (designing), bermain (playing), dan

menjelaskan (explaining). Ia juga menekankan dan menganalisis pengaruh

faktor sosial–budaya pada pembelajaran dan pengembangan matematika.

Etnomatematika menjadi menarik karena memberikan fakta bahwa

matematika adalah produk budaya. Sebagai produk budaya, matematika

memiliki sejarah. Etnomatematika mencoba untuk berkontribusi pada ilmu

pengetahuan tentang realisasi matematika yang mungkin sebelumnya belum

pernah terjamah serta mencoba untuk mengungkapkan dan

mengkonstruksikan matematika yang selamat dari kolonialisme. Pada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12

12

konteks pendidikan, umumnya para peneliti etnomatematika menyukai

pendidikan yang kritis serta memungkinkan siswa untuk merefleksikan

tentang realitas hidup mereka.

Pembelajaran matematika berbasis budaya bukan berarti menjadikan

pembelajar sebagai masyarakat yang primitif atau kembali pada zaman dulu

(Supriadi dkk, 2016). Etnomatematika lebih mengarah pada analisis pengaruh

dari faktor sosial-budaya dalam kegiatan belajar–mengajar serta

mengembangkan matematika itu sendiri. Pembelajaran berbasis budaya

bertujuan untuk melakukan pengajaran dengan penyesuain waktu serta zaman

namun tetap mempertahankan budaya sebagai karakter suatu masyarakat.

3. Aktivitas Fundamental Matematis

Bishop menjelaskan setidaknya ada enam aktivitas dan proses yang

mengarah pada perkembangan matematika. Dua dari enam aktivitas dirasa

paling jelas adalah mengukur dan menghitung. Menghitung dan mengukur

keduanya berkaitan dengan konsep yang berkaitan dengan angka. Keduanya

merupakan jenis ide yang agak berbeda. Hal ini karena dalam suatu

pengukuran, dibutuhkan alat bantu ukur dengan satuan yang sudah ditetapkan

sesuai dengan obyek yang akan diukur.

Penataan spasial juga menjadi hal yang sangat penting dalam

mengembangkan ide-ide matematika. Bishop memisahkan dua jenis penataan

spasial yang sangat berbeda sehingga menimbulkan berbagai jenis ide

geometris. Hal ini disebut dengan locating, dimana penekanannya pada fitur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

13

topografis dan kartografis dari lingkungan. Hal yang lainnya disebut dengan

designing, ini menyangkut konseptualisasi objek-objek yang mengarah pada

ide dasar “bentuk”. Dua hal penting selanjutnya adalah bermain (playing) dan

menjelaskan (explaining). Playing berkaitan dengan prosedur dan aturan,

serta merangsang fitur “seolah-olah” dari perilaku yang dibayangkan dan

hipotesis perilaku. Explaining adalah aktivitas yang menunjukkan berbagai

aspek kognitif dalam menyelidiki dan membuat konsep.

a. Counting

Pada aktivitas counting terdapat quantifier, yaitu kata yang

menentukan kata benda dan berfungsi untuk menunjukkan jumlah dari

benda tersebut (Wall Street English, 2019). Quantifier dibedakan

menjadi 2 yaitu countable (dapat dihitung) dan uncountable (tidak dapat

dihitung, misalnya beberapa, banyak, sedikit). Contoh countable

quntifier adalah satu meja, dua buku, dan lain-lain. Contoh uncountable

quantifier adalah beberapa mangga, banyak orang, dan lain-lain. Ia juga

meliputi nama sifat angka, yaitu kata sifat yang digunakan untuk

menunjukkan jumlah kata benda atau urutannya. Misalnya pertama,

kedua, terakhir, dan lain-lain. Penghitungan menggunakan jari dan

tubuh, menghitung menggunakan turus, bilangan, nilai tempat (satuan,

puluhan, ratusan, dan lain-lain), nol, basis 10, operasi bilangan

(penjumlahan, pengurangan, dan lain-lain), kombinatorika (terkecil,

terbesar, dan lain-lain), akurasi, perkiraan, kesalahan dalam membilang,

pecahan, desimal, bilangan positif, bilangan negatif, bilangan tak hingga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

14

besar, bilangan tak hingga kecil, limit, pola bilanga, pangkat, relasi

bilangan, diagram panah, representasi aljabar, kejadian, probabilitas, dan

representasi frekuensi.

b. Locating

Kegiatan locating meliputi preposisi (di, ke, dari, dengan),

pendeskripsian suatu rute atau lintasan, lokasi lingkungan, arah mata

angin (utara, timur, selatan, barat), atas/bawah, kanan/kiri,

depan/belakang, jarak, garis lurus/garis lengkung, sudut sebagai penanda

perputaran, sistem lokasi, koordinat kutub, koordinat 2D/3D, pemetaan,

lintang/busur, tempat kedudukan (lokus), penghubungan, lingkaran,

elips, vektor, dan spiral.

b. Measuring

Aktivitas measuring meliputi comparative quantifier (lebih

cepat, lebih ramping), mengurutkan, kualitas, pengembangan dari satuan

(berat dalam kata sifat -paling berat- berat dalam kata benda), akurasi

satuan, perkiraan (estimasi), panjang, luas, volume, waktu, suhu, berat,

satuan konvensional, satuan standar, sistem satuan, uang, dan satuan

majemuk.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

15

c. Designing

Aktivitas designing meliputi rancangan, abstraksi, bentuk

(geometris), wujud, estetika, objek yang dibandingkan demgan sifat

wujud, besar, kecil, kesebangunan, kekongruenan, sifat-sifat bangun,

bentuk umum geometri, bentuk manusia dan benda padat, jaring,

permukaan, pengubinan, simetri, proporsi, perbandingan, model-skala,

perluasan, dan kekakuan dari benda.

d. Playing

Aktivitas playing meliputi pertandingan, menyenangkan, teka-

teki, paradoks (yaitu pernyataan yang seolah-olah bertentangan dengan

pernyataan umum atau kebenaran tapi kenyataannya pernyataan tersebut

mengandung kebenaran), pemodelan, bayangan kenyataan (aktivitas

terkait peraturan), penalaran hipotesis, prosedur, strategi rencana,

permainan kerjasama, permainan kompetitif, permainan Solitaire,

kemungkinan, dan prediksi.

e. Explaining

Aktivitas explaining meliputi kesamaan, klasifikasi, klasifikasi

yang didasarkan pada hierarki, penjelasan cerita, logika koneksi (dan,

atau, dan lain-lain), penjelasan linguistik, logika argumen, pembuktian,

penjelasan simbol-simbol, grafik, matriks, pemodelan matematika,

kriteria (validitas internal), dan generalisasi eksternal.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

16

4. Tari Klasik Gaya Surakarta

Sebelum kemerdekaan, tari Jawa dikenal dengan dua macam tradisi

yaitu tari klasik dan tari rakyat (Narawati, 2009). Tari keraton atau yang

disebut sebagai tari klasik berawal dari struktur budaya yang sama, baik yang

bersumber dari Surakarta maupun dari Yogyakarta. Sumaryono (dalam

Parmadi dkk, 2014b) menjelaskan bahwa keduanya berasal dari struktur

budaya yang berorientasi pada budaya keraton Mataram serta adat dan juga

aspek tradisinya. Namun setelah kerajaan Mataram terpecah menjadi 2,

Kraton Surakarta memilih untuk memperbarui budaya Mataram yang sudah

ada sebelumnya dengan caranya sendiri. Kasultanan Yogyakarta dalam hal

ini lebih memilih untuk menggali intisari dari budaya Mataram sehingga

untuk seni tari dari Yogyakarta disebut sebagai Joged Mataram dan untuk

Surakarta disebut dengan Gaya Surakarta. Terdapat dua macam

pengelompokan tari Gaya Surakarta sendiri, yaitu Kasunanan Surakarta dan

Kadipaten Mangkunegaran.

Seperti dijelaskan oleh Nuraini (2016) bahwa “gaya” merupakan ciri

khas pembawaan suatu tari yang berkaitan dengan tradisi dan kebiasaan

tertentu yang membedakannya dengan tradisi di daerah lain. Pada masyarakat

umum perbedaan gaya tari yang paling dikenal adalah Gaya Yogyakarta dan

Gaya Surakarta. Keduanya memiliki sejumlah ciri umum yang sama sebagai

jenis tari daerah Jawa yaitu sikap dada yang tegap, langkah yang tenang serta

terukur, gerakan lengan dengan variasi arah yang luas namun tetap stabil pada

posisi siku, gerak yang serba halus dan tertahan, gerakan leher yang terolah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

17

dalam berbagai variasi, penggunaan sampur untuk memperluas bentuk, serta

tarikan wajah yang tidak dimainkan (Edi Sedyawati dalam Nuraini, 2016).

Dewasa ini, penampilan dari pertunjukan seni Gaya Surakarta dan Gaya

Yogyakarta sudah tampak berbeda karena panjangnya perjalanan sejarah

yang dialami. Perbedaanya terletak pada pelaksanaan teknis dan

penyajiannya, dimana Gaya Yogyakarta lebih bersifat klasik sedangkan Gaya

Surakarta cenderung bersifat romantik (Soedarsono dalam Nuraini, 2016).

Tabel berikut ini menunjukkan perbedaan ataupun ciri dari gaya Yogyakarta

dan gaya Surakarta sehingga disebut sebagai gaya klasik maupun romantik:

Tabel 2.1. Perbedaan gaya Yogyakarta dengan gaya Surakarta.

No. Gaya Yogyakarta Gaya Surakarta 1. Banyak menggunakan gerakan

garis lurus serta tekukan tajam Banyak menggunakan garis lengkung

serta tekukan yang tidak tajam 2. Langkah kaki dan gerak lengan

langsung Langkah kaki dan gerak lengan tidak

langsung 3. Tidak banyak menggunakan

ornament gerak Banyak menggunakan ornament gerak

4. Busana sederhana dan tidak

menggunakan warna serta motif

yang bermacam-macam

Busana tampak lebih mewah dan

banyak menggunakan bermacam-

macam warna serta motif 5. Secara keseluruhan dalam

penampilannya terkesan

sederhana tetapi kokoh dan

cenderung maskulin.

Secara keseluruham penampilan

terkesan mewah, lembut, dan lebih

cepat menimbulkan daya tarik. Namun

terkadang pada penampilam tari putera

halus terkesan feminim. Sehingga

untuk karakter putra halus untuk gaya

ini sering ditarikan oleh wanita.

Pada Kraton Surakarta terdapat dua jenis tari tradisi yaitu dari

Kesunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran. Pada penelitian ini,

yang disebut sebagai gaya Surakarta adalah yang berasal dari Kadipaten

Mangkunegaran. Lebih jelasnya untuk tari yang berasal dari Kesunanan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

18

Surakarta disebut sebagi tari tradisi Gaya Kesunanan (Pawiyatan) sedangkan

untuk tari yang berasal dari Kadipaten Mangkunegaran disebut sebagai tari

tradisi Surakarta Gaya Mangkunegaran (Langen Praja). Secara non formal,

jenis tari yang berasal dari Gaya Kesunanan disebut sebagai kidulan (selatan),

dan loran (utara) untuk tari tradisi Gaya Mangkunegaran (Nanik dalam

Nuraini, 2016).

Sebagai suatu bentuk seni, tari keraton merupakan ungkapan dari

berbagai ide yang dituangkan dalam bentuk konkrit. Ia juga memiliki prinsip-

prinsip mengenai struktur serta bentuk penyampaian pesan maupun maksud

tertentu (Parmadi dkk, 2014a). Prinsip-prinsip tersebut diekspresikan sebagai

pathokan-pathokan yang menjadi aturan baku tari klasik. Pada hakekatnya

pathokan tersebut merupakan teori untuk menjelaskan bentuk gerak serta

teknik tari, dengan tujuan mengemas nilai-nilai luhur yang terkandung di

dalam tari tersebut. Terdapat delapan pathokan yang disebut sebagai Hasta

Sawanda meliputi:

a. Pacak, merujuk pada penampilan penari. Pacak meliputi: badan tegak,

dhadha mungal, badan ndegeg, pundak leleh, kaki mendhak, leher lurus,

telapak kaki malang, jari kaki nylekenthing, dan pandangan jatmika.

b. Pancat, merujuk pada pola kesinambungan motif gerak dalam suatu

bentuk tari. Pada tari jawa motif gerak tarian dengan gerak selanjutnya

harus terangkai melalui suatu gerak penghubung yang selaras. Pada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

19

dasarnya pancat adalah aturan mengenai perpindahan tempat tungkai dan

ujung kaki.

c. Lulut, yaitu sifat dari gerakan dan rangkaian tari yang mengalir atau

disebut mbanyu mili. Gerakan yang mbanyu mili membuat penari seolah

tidak memikirkan gerakan selanjutnya tetapi mengalir saja. Pada

umumnya tari putri tidak akan berhenti atau terputus dalam gerakannya.

Hal ini dapat dicapai jika ada kesinambungan motif-motif gerak.

d. Wiled, yaitu gaya individual seorang penari yang ditetapkan pada

gerakan tari. Sebenarnya bagian ini bisa juga menjadi pathokan yang

tidak baku karena postur tubuh penari tidak sama satu dengan yang

lainnya. Maksud dari pathokan ini adalah untuk menutupi kelemahan

pada postur tubuh si penari sehingga dalam menari tetap resik.

e. Luwes, yaitu sifat yang memperlihatkan keselarasan dan keharmonisan

yang muncul dari penari dalam melakukan serta menghayati tarian.

Bagian ini berhubungan dengan kemampuan penari sesuai dengan

pengalamannya. Keluwesan seorang penari akan menentukan keindahan

dari koreografi suatu tari.

f. Ulat, yaitu ekspresi muka yang disesuaikan dengan karakterisasi pada

tarian.

g. Irama, yaitu ketukan tertentu yang mengatur kecepatan dan tekanan dari

suatu gerak tari. Pada tari klasik gaya Surakarta terdapat empat bentuk

irama gerak yaitu:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20

20

(1) Ganggeng kanyut, yaitu irama yang digunakan untuk Tari Bedhaya

dan Srimpi.

(2) Banyak slulup, yaitu irama yang digunakan untuk tari gagah

dugangan

(3) prenjak tinaja, yaitu irama yang digunakan untuk tari halus yang

bersifat dinamis (lanyap)

(4) Kebo manggah, yaitu irama yang biasa digunakan untuk karakter

raksasa (denowo).

h. Gendhing, artinya iringan dari musik gamelan. Penari harus mengerti dan

peka terhadap karakter gendhing dan juga jatuhnya pemangku irama

pada suatu gendhing agar penari dapat lebih menghayati rangkaian tari.

5. Tari Gambyong Pareanom

Kebudayaan Jawa dibentuk oleh dua buah tradisi yang disebut sebagai

“tradisi besar” dan “tradisi kecil” (Widyastutieningrum, 2011). Tradisi besar

(tradisi tinggi) adalah tradisi yang diolah di kuil-kuil atau bisa dikatakan

sebagai pola kebudayaan dari peradaban kota. Sedangkan tradisi kecil (tradisi

rendah) berlangsung pada komunitas-komunitas kecil atau masyarakat

pertanian. Meskipun begitu keduanya saling mempengaruhi, hal ini karena

pada masa itu Raja di Jawa sering mengundang seniman dari desa untuk

datang ke istana dengan tujuan diserap kepandaian dan ketrampilannya.

Bentuk kesenian dari desa kemudian diperhalus oleh para seniman istana dan

disesuaikan dengan “ideal” bangsawan. Sebaliknya, para abdi dalem yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

21

berasal dari desa juga menyerap nilai-nilai istana dan dikembangkan di

lingkungan tempat tinggalnya. Sehingga tradisi kecil merupakan bagian dari

tradisi besar, dan sebaliknya tradisi besar juga merupakan bagian dari tradisi

kecil.

Tari Gambyong merupakan tradisi besar yang berasal dari

pengembangan tradisi kecil. Berbeda dengan tari Bedhaya, Srimpi, dan

beksan yang mengacu pada nilai-nilai alus (halus, lembut), anteng (tenang),

jatmika (selalu sopan santun), dan regu (pendiam). Tari Gambyong awalnya

adalah Tari Tlèdhèk, sehingga pada awalnya sifat dari tarian ini adalah kasar

(kasar), ronggeh (lincah), dan brangasan (pemarah). Sifat-sifat tersebut

dianggap sebagai tipikal dari tradisi kecil milik “wong cilik” (rakyat kecil).

Tari Gambyong juga tidak terikat dengan aturan-aturan tari seperti Tari

Srimpi maupun Bedhaya. Ia tidak menggambarkan tokoh dalam pewayangan

tetapi menampilkan wanita itu sendiri (Darmaningsih, 1987).

Istilah “Gambyong” sudah mulai digunakan dalam Serat Centhini.

Surat ini ditulis pada abad XVIII. Namun ada juga yang beranggapan bahwa

Tari Gambyong ini merupakan pengembangan dari Tari Tlèdhèk atau Tari

Tayub. Tari Tayub sendiri dalam Serat Sastramiruda sudah dikenal sejak

sekitar abad XII pada era Kerajaan Jenggala. Sedangkan Tari Tlèdhèk sudah

dikenal sejak abad ke XV yaitu pada era Kerajaan Demak. Pada zaman itu

Tari Tlèdhèk disebut dengan “Talèdhèk Barangan” atau Talèdhèk “Ngamen”.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

22

Pada zaman Susuhan Paku Buwana IV di Surakarta (1788-1820) ada

seorang penari Talèdhèk bernama Gambyong. Ia disebut memiliki kemahiran

dalam menari dan juga memiliki suara yang merdu. Gambyong pun menjadi

pujaan pemuda pada masa itu. Hal ini menjadi titik awal penamaan Tari

Gambyong. Kisah ini tertulis pada buku Cariyos Lelampahanipun Suwargi

R.Ng.Ronggowarsito pada tahun 1803-1873.

Pertunjukan pertama kali Tari Gambyong Pareanom pada saat

pernikahan putri dari Ir. Sarsito Mangunkusuma pada tahun 1951. Seiring

berjalannya waktu, dilakukan pemadatan tari Gambyong Pareanom dari yang

awalnya bedurasi 45 menit menjadi 10-15 menit. Tari Gambyong Pareanom

biasanya ditarikan oleh 4 penari putri dengan busana serta tata rias yang sama.

Namun tidak menutup kemungkinan untuk ditarikan oleh 1 orang bahkan

secara masal.

Tari Gambyong biasanya ditampilkan di Mangkunegaran untuk

menjamu para tentara Jepang yang datang pada sekitar tahun 1942-1945. Hal

ini menjadikan dorongan untuk Nyi Bei Mintoraras menyusun sebuah tarian

yang disebut dengan Tari Gambyong Pareanom pada tahun 1950. Tari

tersebut mempunyai beberapa perbedaan dengan Tari Gambyong yang sudah

dikenal masyarakat sebelumnya. Perbedaan tersebut terletak pada susunan

urutan sekaran, iringan, tata rias, dan juga busana. Gambyong Pareanom

disusun bukan hanya berdasarkan Tari Gambyong pada umumnya, tetapi juga

berdasarkan Tari Srimpi dan Tari Golek. Selain itu dilakukan juga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

23

penyesuaian dengan kaidah–kaidah tarian istana sehingga tarian ini menjadi

tari perpaduan antara tari rakyat dengan tari istana.

Ada beberapa jenis tari Gambyong lainnya yang juga dikembangkan

setelahnya, yaitu:

Tabel 2.2. Pengembangan Tari Gambyong.

Nama Tarian Penyusun Tahun

Gambyong Padhasih Nyi Bei Mintoraras 1956

Gambyong Pangkur Sumardjo Hardjoprasanto 1962

Gambyong Ayun-Ayun S. Maridi 1969

Gambyong Gambirsawit S. Ngaliman 1970

Gambyong Sumyar Nyi Bei Mintoraras 1970

Gambyong Campursari Nyi Bei Mintoraras 1970

Gambyong Pareanom S. Ngaliman 1972

Gambyong Pareanom Sutjiati Djoko Suhardjo 1974

Gambyong Pangkur S. Maridi 1975

Gambyong Pareanom S. Maridi 1975

Gambyong Sala Minulya S. Maridi 1979

Gambyong Pareanom Nora Kustantina Dewi dan Rusini 1979

Gambyong Pancerana S. Ngaliman 1981

Gambyong Mudhatama Sumarno 1989

Gambyong Dewandaru Wahyu Santoso Prabowo 1992

Berdasarkan Tabel 2.2 dapat diamati bahwa Tari Gambyong telah

banyak dikembangkan dan sudah mengalami perjalanan sejarah yang cukup

panjang. Hal ini menjadikan Tari Gambyong sebagai salah satu tari yang

dikenal dan menarik bagi masyarakat luas. Gerakan dari tari ini cenderung

erotis dan lincah. Jika ditinjau lagi, hal ini adalah karena pada awalnya tari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24

24

ini memang tarian yang diperuntukkan membangkitkan birahi. Sehingga tari

ini menampilkan keprigelan (keterampilan), keluwesan, kewès (lemah

gemulai), prenès (lincah), kekenèsan (genit), serta trègèl (kelincahan) seorang

wanita.

Tari Gambyong Pareanom berbeda dengan Tari Bedaya ataupun Tari

Srimpi, karena ia tidak menggambarkan suatu karakter tertentu dalam

pewayangan. Tari Gambyong Pareanom tidak begitu terikat pada norma-

norma tari Jawa seperti Tari Bedaya ataupun Tari Srimpi. Tari ini biasa

ditampilkan di Pendapa Ageng. Luas Pendapa Ageng adalah kurang lebih

3500 m2 dengan perincian 62,5 x 52,5 m2 dan tinggi 17 meter.

Penamaan Tari Gambyong biasanya disesuaikan dengan nama

gending pengiringnya. Iringan untuk Tari Gambyong Pareanom sendiri

adalah Gending Gambirsawit Pancerono yang dikombinasikan dengan kebar

Jogja. Hal ini merupakan salah satu keistimewaan Tari Gambyong Pareanom

dibandingkan dengan Tari Gambyong yang lain, yaitu adanya perpaduan

dengan musik dan juga gerakan dari Yogyakarta. Jika ditelusuri lebih dalam,

kata pareanom pada KBBI memiliki arti warna hijau kekuning–kuningan.

Warna ini sesuai dengan simbol dari bendera istana Mangkunegaran. Tidak

heran jika pakaian ataupun selendang yang digunakan penari untuk

menarikan tari ini biasanya adalah warna hijau kekuningan.

Pendapat lain disampaikan oleh R. M. Tarwo Sumosutargio yang

mengatakan bahwa pareanom terdiri atas dua kata yaitu pare yang berarti

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

25

buah pare dan anom yang berarti muda. Rasa buah pare yang muda sangat

pahit tasanya. Dalam kaitan ini pareanom mempunyai filosofi yaitu apabila

seseorang cukup kuat untuk menjalani masa-masa pahit dalam hidupnya,

maka ia akan beroleh kebahagiaan hidup. Namun, hal ini tidak disetujui oleh

Ir. Sarsito Mangunkusuma dan R.A. Praptini. Mereka berpendapat bahwa

pada kata pareanom, potongan kata pare berasal dari kata pari yang berarti

padi, dan anom berarti muda. Sehingga makna pareanom adalah warna padi

muda yaitu kuning kehijau-hijauan.

Tari Gambyong Pareanom menjadi suatu kebanggaan yang diakui

sebagai “milik” Pura Mangkunegaran oleh masyarakat pendukungnya. Selain

itu, Mangkunegaran sebagai salah satu sistem pemerintahan kerajaan yang

kedudukannya dibawah keraton, tidak diperkenankan memiliki jenis tari

seperti Tari Bedhaya yang menjadi ciri tari keraton. Sehingga berdasarkan

kedua hal tersebut, dapat dikatakan bahwa Tari Gambyong Pareanom menjadi

sarana untuk memperkuat identitas kelompok bagi masyarakat

pendukungnya.

Tari Gambyong pada umumnya mengedepankan spontanitas, namun

Tari Gambyong Pareanom versi Mangkunegaran sudah mencerminkan

kaidah–kaidah budaya istana yang tinggi. Pola pemikiran sistem nilai budaya

yang ada di Kadipaten Mangkunegaran sangat mempengaruhi koreografi

ciptaan Nyi Bei Mintoraras sebagai seniman istana Mangkunegaran. Artinya

bahwa Tari Gambyong Pareanom disusun untuk menegaskan corak serta gaya

khas Mangkunegaran. Tari susunan Nyi Bei Mintoraras ini sudah dibakukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

26

karena pada awalnya Tari Gambyong cenderung spontan mengikuti iringan

kendang. Gerak khas dari Gambyong seperti batangan, pilesan, laku telu, dan

lain–lain dipertahankan, tetapi urutan dari gerak tersebut dibakukan.

Sehingga gerak dari Tari Gambyong Pareanom diulang – ulang dengan urutan

yang sama. Dalam penyajian tari, Tari Gambyong memiliki aturan baku

diantaranya:

f. Rangkaian gerak (sekaran) yang baku: laras (merong), batangan, pilesan,

dan laku telu yang disusun pada awal tarian, serta methogan dan wedhi

kengser pada bagian akhir tari.

g. Urutan rangkain gerak (sekaran) dilakukan secara berselang–seling antara

rangkaian gerak yang dilakukan ditempat (sekaran mandheg) dan

rangkaian gerak yang dilakukan dengan berpindah tempat (sekaran

mlaku).

Di dalam kehidupan ada dua hal yang sama yaitu lahir dan mati,

berpijak dari ini maka susunan tari Gambyong pada awal dan akhir sama yang

menjadi baku. Sedangkan proses hidup dari lahir sampai meninggal dunia

tidak sama, maka kembangannya pun tidak sama, adapun sekaran baku dalam

tari Gambyong sebagai berikut :

1. Merong, gerak merong ini mengungkap bayi yang masih dalam

kandungan yang tidak dapat bergerak dengan bebas, maka geraknnya

hanya dilakukan ditempat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

27

2. Batangan, mengungkapkan bayi sebelum lahir akan dibatang besok

kalau lahir laki-laki ataukah perempuan.

3. Pilesan mengungkap bayi sesudah lahir dididik agar kelak menjadi orang

yang baik.

4. Laku telu mengungkap kehidupan yang dialami oleh manusia yaitu lahir,

dewasa, dan tua.

5. Menthogan mengungkapkan orang yang sudah tua apabila berjalan sudah

tidak pantas dilihat, maka gerakannya disamakan sepeti menthog.

6. Wedhi kengser mengungkap orang yang mendekati akan meninggal,

maka kaitannya dengan iringan agak seseg dan akhirnya suwuk.

7. Entragan pada akhir tari mengungkapkan hembusan nafas terakhir dari

ritme yang cepat kemudian semakin melambat.

Gerakan setelahnya mengikuti pola kendangan yang mengiringi, hal

ini juga dilakukan berdasarkan kreativitas pengendang namun tetap harus

menggunakan prinsip selang-seling. Jika dijabarkan, setidaknya ada 33

rangkaian gerak pada tari Gambyong yaitu: (1) batangan, (2) pilesan, (3) laku

telu, (4) nacah miring, (5) tumpang tali sigeg, (6) tumpang tali glebagan, (7)

tumpang tali indriya, (8) ukel pakis, (9) tumpang tali kengseran, (10) kawilan,

(11) ogek lambung, (12) gajah ngoling, (13) batangan sigeg, (14) tawing

taweng, (15) tawing taweng ogek lambung, (16) pilesan wilet, (17) ngembat

asta, (18) abura buran, (19) lembehan sampur kiri, (20) ukel asta, (21)

lampah tubrukan, (22) ridhong sampur kiri, (23) mandhe sampur, (24)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28

28

prenjakan, (25) walikan ubet sampur, (26) tatapan, (27) walikan bayakan,

(28) natap, (29) lampah gelo asta, (30) ogek gelo asta kebyok sampur, (31)

wedhi kengser, (32) menthogan, dan (33) entragan.

Tari Gambyong Pareanom dapat ditarikan secara tunggal atau bahkan

secara masal. Penari dengan jumlah yang banyak serta dibekali keterampilan

menari yang baik, dapat menghasilkan garap pola lantai yang beragam dan

bervariasi. Pembuatan pola lantai ini memungkinkan adanya interaksi serta

komunikasi antara satu penari dengan yang lainnya. Hal ini membuat sajian

Tari Gambyong Pareanom menjadi lebih menarik. Penataan juga dapat

dilakukan pada level (tinggi rendah posisi penari) untuk gerak-gerak yang

dilakukan di tempat. Garap level ini bisa dilakukan pada gerakan ulap-ulap,

pilesan, tawing taweng, dan gerak ditempat lainnya. Adanya garap level

bertujuan untuk menambah variasi gerak.

Tari Gambyong Pareanom sebagai sebuah seni pertunjukan juga

memiliki pesan-pesan yang ingin disampaikan, diantaranya ajaran mengenai

cara seorang wanita Jawa dalam bertingkah laku. Tari ini juga memiliki

fungsi dalam seni pertunjukan yaitu:

1) Sarana upacara

Tari Gambyong Pareanom sering dipertunjukkan dalam acara peresmian

gedung, tari pembuka suatu acara, kongres, atau festival.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29

29

2) Sarana Hiburan

Tari Gambyong Pareanom biasa disajikan dalam acara perayaan pribadi

seperti pernikahan, hari ulang tahun kenegaraan, khitanan, dan

sebagainya.

3) Sarana Tontonan

Tari Gambyong Pareanom biasa disajikan dalam acara pementasan

wayang orang, kethoprak, lomba, atau acara yang secara khusus

menyajikan tari ini.

Tari Gambyong memiliki keistimewaan yaitu adanya hubungan

erat antara gerak tari dengan gending pengiringnya. Gerak tari dilakukan

mengikuti pola iringan secara tepat (nibani), terutama pada bagian

ciblon. Berikut ini merupakan notasi iringan Tari Gambyong Pareanom

Mangkunegaran versi padat:

1) Pathetan Pelog Nem

2) Ayak-ayakan Pelog Nem (maju)

buka kendang: (1)

p p p

+ N + N + N + N + N + N + N + N

. 2 . 1 . 2 . 1 3 . 2 . . 6 . (5)

1 2 1 6 5 4 5 6 5 4 5 6 4 5 6 (5) sbh

4 2 4 5 4 2 4 5 1 2 1 6 5 4 2 (1)

2 3 2 1 2 3 2 1 3 2 1 2 5 4 2 (6) lmsn

5 4 5 6 5 4 5 6 2 3 2 (1)

2 3 2 1 3 2 6 (5)

4 2 4 5 4 2 4 5 4 2 1 2 4 5 6 (5) swk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30

30

Keterangan:

+ = nada yang dipukul dengan alat musik kethuk pada ketukan ke: 1, 3,

5, 7, 9, 11, 13, 15, …, 111

N = nada yang dipukul dengan alat musik kenong pada ketukan ke: 2, 4,

6, 8, 10, 12, 14, 16, …, 112

p= nada yang dipukul dengan alat musik kempul pada ketukan ke: 4, 8,

12, 20, 24, 28, 36, 40, 44, 52, …, 108

( ) = nada yang dipukul dengan alat musik gong pada ketukan ke: 16

3) Gending Gambirsawit Pelog Nem:

Buka: 5 . 6 1 2

2 . 2 . 1 1 2 1 . 3 . 2 . 1 6 (5)

+ + N

. 3 5 2 . 3 5 6 2 2 . . 2 3 2 (1)

. . 3 2 . 1 2 6 2 2 . . 2 3 2 (1)

. . 3 2 . 1 6 5 . . 5 6 1 6 5 (4)

2 2 . 3 5 3 2 1 ke kebar

. 3 3 . 3 5 3 2 3 5 1 6 2 1 6 (5)

Kebar:

+ + N

6 6 6 5 6 6 6 2 6 6 6 5 6 6 6 1)

6 6 6 5 6 6 6 2 6 6 6 5 6 6 6 1)

. 3 3 . 3 5 3 2 3 5 1 6 2 1 6 (5)

Merong Kebar:

+ + N

. 3 3 . 3 5 3 2 3 5 1 6 2 1 6 (5)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

31

Ciblon:

+ + N

6 1 6 2 6 1 6 5 6 1 6 2 6 1 6 5

6 1 6 2 6 1 6 5 2 . 2 3 2 . 2 1)

6 1 6 2 6 1 6 5 6 1 6 2 6 1 6 5

6 1 6 2 6 1 6 5 2 . 2 3 2 . 2 1)

3 . 3 2 3 . 3 1 3 . 3 6 3 . 3 5

3 . 3 1 3 . 3 6 3 . 3 5 3 . 3 2)

3 . 3 6 3 . 3 5 3 . 3 2 3 . 3 1

. 6 6 . 6 5 4 2 4 5 6 5 2 1 6 (5)

Keterangan:

a. Gending Gambirsawit:

+ = nada yang dipukul dengan alat musik kethuk pada ketukan ke: 4, 12,

20, 28, 36, 44, …, 76

N = nada yang dipukul dengan alat musik kenong pada ketukan ke: 16,

32, 48, 64, 80

( ) = nada yang dipukul dengan alat musik gong pada ketukan ke: 16, 32,

48, 64, 80

b. Kebar:

+ = nada yang dipukul dengan alat musik kethuk pada ketukan ke: 4, 12,

20, 28, 36, 44

N = nada yang dipukul dengan alat musik kenong pada ketukan ke: 16,

32

( ) = nada yang dipukul dengan alat musik gong pada ketukan ke: 48

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

32

32

c. Merong Kebar:

+ = nada yang dipukul dengan alat musik kethuk pada ketukan ke: 4, 12

N = nada yang dipukul dengan alat musik kenong pada ketukan ke: 16

( ) = nada yang dipukul dengan alat musik gong pada ketukan ke: 16

d. Ciblon:

+ = nada yang dipukul dengan alat musik kethuk pada ketukan ke: 4, 12,

20, 28, 36, 44, …, 124

N = nada yang dipukul dengan alat musik kenong pada ketukan ke: 32,

64, 96

( ) = nada yang dipukul dengan alat musik gong pada ketukan ke: 128

4) Ladrang Pareanom Pelog Nem (Mundur Beksan)

N p N

6 5 6 2 6 5 6 1) 6 5 6 2 6 5 6 1)

p N p N

. 3 3 . 3 5 3 2) 3 5 1 6 2 1 6 (5)

Keterangan:

N = nada yang dipukul dengan alat musik kenong pada ketukan ke: 8, 16,

24, 32

p= nada yang dipukul dengan alat musik kempul pada ketukan ke: 12,

20, 28

( ) = nada yang dipukul dengan alat musik gong pada ketukan ke: 32

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

33

33

B. Penelitian yang Relevan

Adapun penelitian yang relevan mengenai kajian etnomatematika

pada seni tari sebagai berikut :

1. Irena Widya Pramestika (2020) yang mengkaji etnomatematika pada

Tari Srimpi Pandhelori. Tari ini adalah salah satu tari klasik Gaya

Yogyakarta. Pada umumnya penamaan tarian di Yogyakarta dan Jawa

Tengah adalah berdasarkan nama gending iringan tari tersebut. Kajian

etnomatematika yang ditemukan pada penelitian ini yaitu terdapat

filosofi pada gerakan, pakaian, dan aksesoris. Selain itu terdapat enam

aktivitas fundamental matematis menurut Bishop yang terdapat pada

gerakan, pola lantai, pakaian, dan aksesoris. Selain itu, terdapat 19

aspek matematis pada tari Srimpi Pandhelori yaitu bilangan, logika,

pola bilangan, relasi, himpunan, aritmetika sosial, kedudukan titik dan

garis, trigonometri, jarak titik dan garis, kesebangunan, luas bangun

datar, konversi satuan, garis dan sudut, bangun datar, transformasi

geometri, aljabar, peluang, permodelan matematika, serta penyajian

data dan statistika. Aspek-aspek tersebut dapat digunakan untuk

menyusun permasalahan kontekstual matematika dalam bentuk soal

cerita untuk jenjang SD, SMP, dan SMA.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyarini, A. R. D., & Putri, A. G.

P. pada tahun 2018 dilakukan untuk menunjukkan hubungan Tari

Gambyong dengan matematika, karena dirasa oleh peneliti bahwa

masyarakat Indonesia hanya melihat suatu kesenian sebagai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34

34

pertunjukan seni saja. Penelitian dilakukan dengan studi literatur

disertai pengamatan. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan

bahwa operasi-operasi vektor dapat diterapkan pada pembuatan pola

lantai, serta usulan pola lantai yang dibentuk menggunakan translasi

hasil kombinasi linear untuk Tari Gambyong.

C. Kerangka Berpikir

Tari Gambyong Pareanom adalah tarian yang popular dan cukup

dikenal oleh masyarakat Jawa Tengah. Tarian ini ditampilkan pada

acara-acara penyambutan dan perayaan sehingga hal ini menjadi sesuatu

yang dekat dengan kehidupan masyarakat. Bahkan di Surakarta terdapat

pelajaran kesenian kebudayaan yang mengajarkan peserta didik Tari

Gambyong Pareanom. Pembelajaran matematika di sekolah ternyata

berbeda dengan matematika yang dijumpai peserta didik di kehidupan

sehariharinya. Hal ini karena kurangnya kemampuan pendidik untuk

memberikan gambaran penerapan matematika pada kehidupan sehari-

hari. Padahal matematika justru lahir dari kebutuhan hidup sehari-hari

masyarakat. Dewasa ini memberikan pembelajaran matematika secara

lebih bermakna menjadi pekerjaan rumah bagi guru matematika.

Dengan memberikan pembelajaran matematika menggunakan

pendekatan etnomatematika pada Tari Gambyong Pareanom diharapkan

dapat menjadi jembatan untuk mengatasi kesenjangan ini. Melalui

kajian etnomatematika akan dicari enam aktivitas fundamental

matematis yang terkandung dalam tari ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

35

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

kualitatif. Arikunto (dalam Thabroni, 2021) menjelaskan, penelitian deskriptif

adalah penelitian dengan tujuan menyelidiki suatu kondisi atau hal lainnya

dengan pemaparan hasil dalam bentuk laporan penelitian. Pendekatan kualitatif

menurut David Williams (dalam Prastowo, 2014):

Penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah,

dengan menggunakan metode alamiah dan dilakukan oleh orang atau

peneliti yang tertarik secara alamiah.

B. Subyek Penelitian

Subyek dari penelitian ini adalah seorang Mpu Tari Pura

Mangkunegaran yang juga sering membuat garapan untuk Tari Gambyong

Pareanom. Beliau sudah belajar tari sejak usia 5 tahun dan masuk ke Pura

Mangkunegaran sejak tahun 1971. Subyek kedua adalah seorang pensiunan

dosen ISI Surakarta, beliau sudah belajar Tari Gambyong Pareanom sejak SMP

dan mulai menekuni tari secara mandiri sejak tahun 1974.

C. Obyek Penelitian

Obyek dari penelitian ini adalah Tari Gambyong Pareanom. Secara

khusus obyek penelitian meliputi sejarah dan filosofi dari Tari Gambyong

Pareanom, aktivitas fundamental matematis yang terdapat pada Tari

Gambyong Pareanom, serta aspek-aspek matematis yang ditemukan pada Tari

Gambyong Pareanom.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

36

D. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Pura Mangkunegaran. Pelaksanaan penelitian

dari bulan September 2020 hingga bulan Agustus 2021. Pengambilan data

dimulai pada bulan Maret 2021-Juni 2021.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian

adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi.

1. Wawancara

Wawancara dilakukan terhadap subyek yang berkompeten dan dapat

memberikan informasi yang relevan untuk menggali informasi secara

mendalam. Pertanyaan yang diajukan menggunakan pedoman wawancara,

namun tidak menutup kemungkinan untuk peneliti menambahkan

pertanyaan secara spontan untuk mendapatkan informasi yang lebih

mendalam (semi terstruktur). Tujuan dari wawancara yang dilakukan

peneliti adalah untuk mengkonfirmasi informasi mengenai Tari Gambyong

Pareanom meliputi sejarah tari, nama-nama gerakan, pola lantai tari, busana

dan aksesoris tari, aturan-aturan dalam tari, serta cerita yang ingin

disampaikan dari tari tersebut.

2. Dokumentasi

Dokumentasi yang dimaksud adalah berupa literatur tertulis seperti

buku, jurnal, artikel, karya ilmiah, teori, dalil, arsip, ataupun dokumen

sejarah lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Dokumentasi pada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37

penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan mengenai gerakan, busana,

aksesoris, pola lantai, serta aspek lain yang dapat didokumentasikan.

Metode ini sebagai penunjang untuk memperkuat metode wawancara.

3. Observasi

Metode ini bertujuan untuk mengamati gerakan, busana, pola lantai,

serta hal-hal yang dapat diamati pada tari Gambyong Pareanom. Hal yang

diamati tersebut kemudian akan diolah sebagai data untuk menemukan

aktivitas fundamental matematis pada Gambyong Pareanom.

F. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah

pedoman wawancara dan pedoman observasi.

1. Pedoman Wawancara

Pedoman ini berisi kisi-kisi pertanyaan yang akan digunakan untuk

melakukan wawancara terkait sejarah dan filosofi, serta aktivitas

fundamental matematis pada Tari Gambyong Pareanom. Berikut ini adalah

aspek dan indikator yang akan digunakan sebagai pedoman untuk

wawancara:

Tabel 3. 1. Indikator Pedoman Wawancara untuk Sejarah dan Filosofi.

No. Indikator 1. Mengetahui sejarah, latar belakang, serta perkembangan dari tari

Gambyong Pareanom 2. Mengetahui cara pandang masyarakat Surakarta mengenai tari

Gambyong Pareanom 3. Mengetahui cerita yang disajikan dalam tari Gambyong Pareanom 4. Mengetahui macam-macam gerakan pada tari Gambyong Pareanom 5. Mengetahui macam-macam pola lantai tari Gambyong Pareanom

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38

No. Indikator 6. Mengetahui perkembangan busana, aksesoris, riasan, serta iringan tari

Gambyong Pareanom 7. Mengetahui makna dari penyajian cerita, gerakan, serta pola lantai tari

Gambyong Pareanom

Tabel 3.2. Aspek dan Indikator Pedoman Wawancara untuk Aspek

Fundamental Matematis.

No.

Aspek

yang

Diteliti

Aktivitas

Fundamental

Matematis

Indikator

A. Tari Gambyong Pareanom

1. Gerakan

Counting Menentukan ketukan pada tari

Gambyong Pareanom

Measuring Memperkirakan besar sudut/jarak pada

tangan/kaki saat melakukan gerakan

Designing Menentukan pola gerakan pada tangan,

kaki, atau badan

Locating Menentukan penempatan tangan, kaki,

dan badan saat menari

Playing Mengetahui aturan-aturan pada gerakan

tari tari Gambyong Pareanom

Explaining Menjelaskan makna dari gerakan tari

Gambyong Pareanom

2. Pola Lantai

Counting Menentukan ketukan ketika perpindahan

pola lantai

Measuring Memperkirakan jarak antar penari

ataupun besar panggung

Designing Menentukan pola lantai untuk 1 atau

lebih penari

Locating Menentukan posisi penari

Playing • Mengetahui aturan-aturan pada pola

lantai

• Menentukan cara agar penari tidak

bertrubukan saat menarikan

Gambyong Pareanom secara

berkelompok

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39

No.

Aspek

yang

Diteliti

Aktivitas

Fundamental

Matematis

Indikator

Explaining Menjelaskan makna pola lantai

B. Perlengkapan Tari Gambyong Pareanom

1. Busana

Counting Menentukan banyak wiru pada jarik

Measuring Memperkirakan ukuran pakaian penari

Designing Menentukan motif pada pakaian penari

Locating Menentukan penempatan wiru jarik dan

selendang

Playing • Mengetahui aturan penggunaan

pakaian

• Menentukan cara pemakaian jarik

dan selendang

Explaining Menjelaskan makna dari busana tari

Gambyong Pareanom

2. Aksesoris

Counting Menentukan banyaknya aksesoris

Measuring Memperkirakan jarak masing–masing

aksesoris (contoh: jarak antara sunduk

mentul satu dengan yang lain)

Designing Menentukan corak/motif aksesoris

Locating Menentukan penempatan aksesoris yang

tepat

Playing Mengetahui aturan-aturan penggunaan

aksesoris

Explaining Menjelaskan makna aksesoris yang

digunakan penari

2. Pedoman Observasi

Pedoman observasi berisi tentang kisi-kisi dan daftar pernyataan

yang yang akan digunakan untuk menggali informasi pada tari Gambyong

Pareanom. Observasi digunakan untuk mengamati gerakan, busana,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40

aksesoris, pola lantai, serta hal lain yang dapat diamati pada Gambyong

Pareanom. Berikut ini aspek dan indikator yang akan digunakan sebagai

pedoman observasi:

Tabel 3.3. Aspek dan Indikator Pedoman Observasi

No.

Aspek

yang

Diteliti

Aktivitas

Fundamental

Matematis

Indikator

1. Gerakan

Counting Menghitung banyak ketukan pada Tari

Gambyong Pareanom

Measuring Mengukur besar sudut/jarak pada

tangan/kaki saat melakukan gerakan

Designing Melihat rancangan gerak pada tangan, kaki,

atau badan

Locating Melihat penempatan tangan, kaki, dan badan

saat menari

Playing Melihat pelaksanaan aturan-aturan pada

gerakan Tari Gambyong Pareanom

Explaining Menjelaskan makna dari gerakan Tari

Gambyong Pareanom

2. Pola

Lantai

Counting Menghitung banyak ketukan ketika

perpindahan pola lantai

Measuring Mengukur besar panggung

Designing Melihat bentuk pola lantai untuk 1 atau lebih

penari

Locating Menentukan posisi penari

Playing Melihat pelaksanaan aturan–aturan pada pola

lantai

Explaining Menjelaskan makna pola lantai

3. Busana

Counting Menghitung banyak wiru pada jarik

Measuring Mengukur besar jarik penari

Designing Menentukan jenis atau motif pada jarik dan

selendang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

41

No.

Aspek

yang

Diteliti

Aktivitas

Fundamental

Matematis

Indikator

Locating Menentukan penempatan wiru jarik dan

selendang

Playing Menentukan cara pemakaian jarik dan

selendang

Explaining Menjelaskan makna dari busana Tari

Gambyong Pareanom

4. Aksesoris

Counting Menghitung banyaknya aksesoris

Measuring Mengukur jarak masing-masing aksesoris

(contoh: jarak antara sunduk mentul yang

satu dengan yang lain)

Designing Melihat corak/motif aksesoris

Locating Menentukan penempatan aksesoris yang

tepat

Playing Melihat pelaksanaan aturan–aturan

penggunaan aksesoris

Explaining Menjelaskan makna aksesoris yang

digunakan penari

G. Teknis Analisis Data

Pengolahan data menurut Miles dan Huberman terdiri atas :

1. Pengumpulan Data

Kegiatan ini merupakan proses untuk memasuki lapangan atau

lokasi penelitian dan melakukam pengumpulan data. Pengumpulan data

dilakukan dengan wawancara, observasi, serta dokumentasi. Narasumber

untuk wawancara adalah seorang Empu Tari di Pura Mangkunegaran, dan

seorang pensiunan dosen ISI Surakarta. Untuk memperkuat data

wawancara, dilakukan juga dokumentasi dan observasi pada Tari

Gambyong Pareanom.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42

Catatan lapangan diperlukan selama melakukan penelitian untuk

menuliskan catatan deskriptif berupa kejadian alami yang dialami, didengar,

serta dilihat oleh penulis sendiri dengan tidak memberikan pendapat

ataupun penafsiran dari peneliti terhadap suatu fenomena yang diteliti.

Catatan lainnya berupa catatan refleksi yang menunjukkan kesan, pendapat,

ataupun perkiraan peneliti tentang fenomena yang sedang dikaji. Catatan ini

nantinya akan menjadi bahan untuk menyusun rencana pengumpulan data

selanjutnya.

Selama melakukan pengumpulan data di lapangan, peneliti juga

melakukan analisis langsung di lapangan dengan mempersempit fokus

penelitian, menetapkan tipe penelitian, serta mengembangkan secara terus–

menerus pertanyaan analitik. Peneliti bertanya, mencari jawaban, lalu

menganalisisnya untuk dapat mengembangkan pertanyaan baru. Hal ini

dilakukan secara terus-menerus. Langkah selanjutnya adalah menulis

komentar menurut peneliti sendiri lalu menjajagi ide dan tema penelitian

pada subyek responden sebagai analisis penjajagan. Peneliti kemudian

membaca kembali buku atau kepusakaan lain yang relevan selama di

lapangan, untuk mengembangkan ide penulisan (Muhadjir, dalam Rijali

2018).

2. Reduksi Data

Reduksi data adalah proses untuk memilih dan menyederhanakan

data mentah berdasarkan catatan lapangan (Rijali, 2018). Proses reduksi

data dilakukan secara kontinu selama penelitian masih berlangsung, hingga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43

data yang ingin didapatkan pada bagian permasalahan benar-benar

terkumpul. Dalam prosesnya, reduksi meliputi kegiatan meringkas data,

mengkode, menelusur tema, dan membuat gugus-gugus. Data yang telah

diperoleh kemudian direduksi dengan cara membuat transkrip wawancara,

melihat kembali dokumentasi dan catatan lapangan untuk dirangkum dan

dipilih bagian-bagian yang pokok sesuai dengan topik yang diteliti.

3. Penyajian Data

Proses ini adalah kegiatan untuk menyusun sekumpulan informasi

yang sudah direduksi sehingga nantinya memungkinkan untuk membuat

penarikan kesimpulan ataupun pengambilan tindakan. Bentuk penyajian

data kualitatif berbagai macam. Misalnya seperti catatan lapangan, grafik,

bagan, dan lain-lain. Tujuan dari penyajian data adalah untuk memudahkan

melihat data.

4. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan juga dilakukan secara kontinu seperti ketika

mereduksi data. Kesimpulan ini bersifat longgar dalam artian masih terbuka

dan skeptis, namun sudah disediakan kesimpulan. Seiring berjalannya

penelitian, kesimpulan yang awalnya belum jelas akan menjadi lebih rinci

dan “mengakar”. Kesimpulan penelitian ini berupa penjelasan sejarah dan

filosofi, aktivitas fundamental matematis, serta permasalahan kontekstual

matematika.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44

H. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian dilaksanakan melalui proses berikut ini:

1. Persiapan Penelitian

Pada awal penelitian dilakukan pembuatan proposal, menentukan

narasumber yang relevan, menentukan lokasi, membuat pedoman serta

instrumen yang akan digunakan untuk mengambil data, validasi pedoman

dan instrumen, serta mempersiapkan alat untuk mendokumentasikan hasil

dari pengambilan data.

2. Pengambilan Data Penelitian

Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara,

serta dokumentasi mengenai filosofi, aktivitas fundamental matematis, serta

permasalahan kontekstual yang dapat dibuat dari tari Gambyong Pareanom.

3. Analisis Data

Terdapat tiga tahap analisis data yaitu reduksi data, display data, dan

penarikan kesimpulan. Data yang telah diperoleh dari obervasi, wawancara,

dan dokumentasi dicek kembali agar hasil yang diperoleh dirasa cukup

valid.

4. Pembuatan Laporan

Hasil yang sudah diperoleh dan diolah kemudian disajikan dalam

bentuk laporan. Pembahasan mengenai filosofi, aktivitas fundamental

matematis, serta permasalahan kontekstual yang dapat dibuat dari tari

Gambyong Pareanom disajikan dalam bentuk laporan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti menyiapkan instrumen

pendukung penelitian yaitu pedoman observasi dan pedoman wawancara.

Kedua pedoman tersebut digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan data

penelitian. Pertanyaan pada pedoman wawancara berkaitan dengan sejarah dan

filosofi, serta aspek matematis yang berkaitan dengan aktivitas fundamental

matematis. Sedangkan pada pedoman observasi, pernyataan berkaitan dengan

sejarah dan filosofi, serta terkait dengan aktivitas fundamental matematis.

Pedoman yang dibuat oleh penulis dikonsultasikan ke dosen pembimbing

kemudian dilakukan validasi instrumen. Validasi dilakukan oleh dua orang

validator yang merupakan dosen Pendidikan Matematika Universitas Sanata

Dharma namun bukan dosen pembimbing peneliti. Setelah instrumen

divalidasi dan dapat digunakan, peneliti menyiapkan alat bantu untuk merekam

suara maupun gambar atau video ketika pengambilan data. Peneliti mulai

mengambil data di lapangan dari bulan Maret 2021 hingga Juni 2021. Berikut

waktu dan kegiatan dalam penelitian ini:

Tabel 4.1. Waktu dan Kegiatan Penelitian

Waktu Penelitian Kegiatan

10 Februari 2021 – 10 Maret 2021 Penyusunan instrumen wawancara dan observasi

12 Maret 2021 – 22 Maret 2021 Validasi instrumen wawancara dan observasi

22 Maret 2021 – 27 April 2021 Revisi instrumen observasi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46

Waktu Penelitian Kegiatan

22 Maret 2021 – 16 April 2021 Mengurus perijinan untuk melakukan penelitian di

Pura Mangkunegara

16 April 2021 Wawancara dengan Empu Tari Mangkunegaran

24 April 2021 Wawancara dengan Pensiunan Dosen ISI Surakarta

5 Juli 2021 Wawancara dengan Empu Tari Mangkunegaran

12 Juli 2021 Wawancara dengan Pensiunan Dosen ISI Surakarta

B. Penyajian Data

1. Data Hasil Wawancara

Wawancara dilakukan kepada 2 narasumber yaitu: N1 yang

merupakan penari senior Pura Mangkunegara yang juga sering menggarap

tari Gambyong Pareanom, N2 merupakan pensiunan dosen ISI Surakarta

yang juga sering menari di Pura Mangkunegara. Simbol “P” mewakili

peneliti.

a. Aspek Filosofis Tari Gambyong Pareanom

Tabel 4.2. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Latar Belakang

Kode Pertanyaan dan Jawaban

P Apa yang melatarbelakangi terciptanya tari Gambyong Pareanom?

N2

Gambyong Pareanom adalah Tari Gambyong pertama yang ada di

Mangkunegaran. Pada tahun 1950 ibu Bei Mintoraras seorang

penari Mangkunegaran, menyususn tari Gambyong Pareanom.

Sebelumnya sudah ada pertunjukkan mirip seperti Tari Gambyong,

namanya Tayub atau tledhek. Kemudian ibu Bei menyusun tari

Gambyong Pareanom berdasarkan pengetahuan yang beliau miliki

sebagai penari Mangkunegaran. Sehingga gerak-gerak dari Tari

Gambyong berasal dari Tari Srimpi, Tari Golek, dan Tari

Gambyong sendiri. Kemudian tari ini, pada tahun 1950 digunakan

untuk merayakan perkawinan Gusti Nurul, adik MN ke VIII.

Bentuk tarinya juga berbeda dengan tari Tayub.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47

Kode Pertanyaan dan Jawaban

P Apa yang melatarbelakangi terciptanya tari Gambyong Pareanom?

N1 Ya itu tadi, dengan kostum yang berbeda agar tidak ada anggapan

yang seperti itu tadi.

P Berarti Tari Gambyong Pareanom ini saat ini menjadi sebuah

beksan ya bu?

N1

Iya, pada prinsipnya sama. Hanya ya itu tadi, diwirengkan. Kalau

disini kan wireng itu ada maju beksan, ada gending iringannya kalau

misalnya maju beksan itu iringannya srepeg atau srampak. Ya

seperti Gambyong ini kan maju beksan nya diiringi dengan gending

ayak – ayakan. Terus ada merong gambirsawit satu gongan. Tapi

itu juga menurut kebutuhan, bisa langsung seperti Gambyong –

gambyong pada umumnya. Tidak pakai maju beksan tapi langsung

srisig.

Berdasarkan hasil wawancara dengan N1 dan N2 pada Tabel 4.2,

diperoleh informasi bahwa Tari Gambyong Pareanom pertama kali

disusun oleh Ibu Nyi Bei Mintoraras yang merupakan seorang penari di

Pura Mangkunegara. Tari ini disusun oleh beliau pada tahun 1950

dengan menggabungkan Tari Srimpi, Tari Golek, dan Tari Gambyong

sendiri. Tari ini disusun untuk menghilangkan stigma masyarakat bahwa

Tari Gambyong merupakan tarian penghibur kaum lelaki. Gerakan serta

unsur–unsur di dalamnya sudah diperhalus sehingga siapapun bisa

menarikan tari ini. Hal yang paling terlihat adalah dari segi kostum yang

mulanya menggunakan kemben kemudian diganti dengan mekak. Tari

yang sudah diperhalus (diwirengkan) ini biasa disebut sebagai beksan.

Perbedaan yang terjadi ketika suatu tari diperhalus adalah adanya bagian

tari tambahan, di awal dan di akhir. Tambahan itu adalah maju beksan

dengan iringan srepeg atau srampak. Pada Tari Gambyong Pareanom

sendiri bagian maju beksan diiringi dengan gending ayak–ayakan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

48

Penambahan bagian gerak ini hanya dipraktekan jika Tari Gambyong

Pareanom ditarikan di dalam Pura Mangkunegaran. Namun jika

ditarikan di tempat umum tidak menggunakan tambahan bagian tari,

melainkan penari langsung srisig masuk ke dalam panggung.

Tabel 4.3. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Sejarah Tari Gambyong

Pareanom

Kode Pertanyaan dan Jawaban

P Arti dari penamaan Tari Gambyong Pareanom itu apa Bu?

N2

Gambyong adalah nama untuk susunan tari itu, kemudian pareanom

itu adalah warna bendera Mangkunegara yaitu hijau kuning. Nama

Gambyong juga ada yang mengatakan bahwa diambil dari pesinden

tari yaitu Mas Ajeng Gambyong yang juga pandai menari.

P Arti dari penamaan Tari Gambyong Pareanom itu apa Bu?

N1 Dari iringannya, iringannya Gambirsawit. Kalau Pareanom itu

simbol warna dari Mangkunegaran.

Penamaan tari ini diambil dari nama seorang sinden yang juga

pandai menari yaitu Mas Ajeng Gambyong. Sedangkan nama Pareanom

berasal dari warna bendera Mangkunegara yaitu hijau kekuningan.

Penamaan Tari Gambyong biasanya juga diambil dari nama gending

yang mengiringi. Contoh lainnya seperti Gambyong Pangkur yang

diambil dari gending Pangkur.

Tabel 4.4. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Ciri Khas Tari

Gambyong Pareanom

Kode Pertanyaan dan Jawaban

P Apa yang membedakan Tari Gambyong Pareanom dengan Tari

Gambyong lainnya?

N2

Yang membedakan Tari Gambyong Pareanom, jika ditarikan di

ndalem Mangkunegaran itu ada bagian maju beksan dulu, kapang –

kapang, lalu sembahan, lalu sabetan, dan lumaksana, trisig, baru

gawang beksan terus ada sembahan dan ada laras. Sedangkan kalau

ditarikan diluar Pura Mangkunegaran biasanya langsung trisig

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49

Kode Pertanyaan dan Jawaban

langsung jadi kebar. Demikian juga untuk pulangnya (penari keluar

dari panggung) ada jengkeng dan sembahan.

P Apa yang membedakan Tari Gambyong Pareanom di

Mangkunegaran dengan yang di ISI atau diluar?

N1

Yang membedakan itu bisa dari durasinya, menurut kebutuhan.

Kalau di Mangkunegaran biasanya pakai merong, sembahan, lalu

merong gambyong. Kalau yang diluar itu sebenarnya juga ada yang

seperti itu, tapi Gambyong Gambirsawit. Tapi prinsipnya sama.

Hanya iringannya yang berbeda. Gerakannya juga berbeda menurut

sekarannya.

P : Berarti kalau di Kasunanan juga ada Gambyong Pareanom ya bu?

N1:

Mungkin saja, tapi kalau di sana tidak sering dipentaskan. Karena

kalau keraton sendiri kan sudah punya Bedhaya, Srimpi, yang

banyak. Jadi mungkin ciri khasnya kalau pentas mengeluarkan

Gambyong, ini sudah umum. Kalau Gambyong kan sifatnya umum.

Kalau Bedhaya, Srimpi itu kan identik dengan Keraton. Jadi

mungkin Keraton sendiri lebih memilih Bedhaya, Srimpi itu

daripada Gambyong.

Kekhasan dari Tari Gambyong Pareanom adalah jika ditarikan

di Pura Mangkunegara ada tambahan iringan dan gerakan untuk

sembahan. Tetapi jika tari ini ditarikan diluar Pura Mangkunegara

biasanya langsung ke urutan gerak tarian tanpa ada sembahan. Pada

prinsipnya gerakan pada Tari Gambyong Pareanom dengan Tari

Gambyong lainnya hampir sama. Namun, menjadi beda karena

iringannya berbeda sehingga rangkaian gerak (urutan gerak) menjadi

berbeda. Apalagi jika tari ini hendak digunakan untuk pertunjukan di

luar Pura Mangkunegara yang tentunya perlu untuk menyesuaikan

dengan durasi waktu yang diberikan. Sehingga rangkaian gerak Tari

Gambyong Pareanom juga bisa diubah sesuai dengan durasi waktu

pertunjukan. Tari Gambyong Pareanom menjadi ciri khas Pura

Mangkunegaran, hal ini karena Keraton Kasunanan sudah memiliki tari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50

mereka sendiri seperti Tari Bedhaya dan Tari Srimpi. Sedangkan Pura

Mangkunegaran sebagai salah satu sistem pemerintahan kerajaan yang

berada di bawah Keraton tidak diperkenankan memiliki tarian seperti

Tari Bedhaya dan Tari Srimpi.

Tabel 4.5. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Aturan – aturan Tari

Gambyong Pareanom

Kode Pertanyaan dan Jawaban

P Bagaimana aturan-aturan pada Tari Gambyong Pareanom?

N2

Pada tahun 1974, ibu Mintoraras memadatkan Tari Gambyong

Pareanom yang sudah ada. Sehingga Tari Gambyong Pareanom

yang ada hingga saat ini sudah dipadatkan tidak seperti Tari

Gambyong Pareanom pada tahun 1950. Pada saat itu motif gerakan

mengikuti kendang. Namun kini sudah disusun bentuk tarian

sehingga kendang (musik) yang mengikuti penari. Untuk sikap

badan, semua tari pasti memiliki aturannya. Ketika menari ya sikap

badan harus menunjukkan bahwa dia akan menari.

N1

Oiya, kalau itu aturan–aturan dalam menari. Itu kan juga ada

pakemnya. Tapi kalau untuk riasan ya menurut zaman. Kalau yang

zaman dulu hanya sederhana, tetapi kalau sekarang sudah ada

pelajaran rias, pelajaran sanggul, pelajaran berbusana. Jadi kan

menurut zaman sekarang. Kalau riasan Gambyong itu beda dengan

wireng. Kalau wireng kan riasannya tebal sedikit karena untuk

balance dengan pakaian. Karena kan pakai jamang, irah – irahan.

Itu kalau terlalu tipis tidak terlihat. Tapi kalau Gambyong pakai

sanggul itu sebaiknya tidak seperti wireng supaya lebih natural.

Sehingga cocok dengan busana.

P Berarti penari bisa siapa saja ya bu?

N1

Iya bisa, makanya Gambyong di wireng-kan itu supaya siapa saja

bisa menarikan. Walaupun orang biasa ataupun orang Keraton,

anak-anak sentono. Itu kan maksud dari Mbah Bei itu seperti itu.

Berbeda dengan Bedhaya Ketawang itu syaratnya tidak bisa

diganggu gugat. Harus masih gadis, harus bersih, dan lain-lain.

P Kalau ditinjau dari Hasta Sawanda bagaimana Bu?

N2

Hasta Sawanda itu kan terdiri dari pacak, pancat, ulat, lulut, luwes,

wiled, irama,dan gending. Kalau mau ditinjau dari situ ya bisa saja.

Pacaknya bagaimana, pancatnya bagaimana, dan seterusnya. Hasta

Sawanda biasanya digunakan untuk melihat kepenarian seseorang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51

Kode Pertanyaan dan Jawaban

N1

Kalau orang yang penelitian pasti mencari tentang itu, tetapi saya

kan praktisi saja ataupun pengajar. Jadi saya mengajarkan apa yang

sudah saya peroleh diajarkan lagi. Jadi saya lebih ke praktik.

P Kalau dari busana sendiri apakah ada aturannya bu?

N1

Kalau pakai mekak sampurnya, kombinasi warna yang bagus. Kalau

biru ya dikasih merah seperti itu. Disini kalau dandan wireng itu

biasanya sama (sesuai aturan), tapi kalau yang pakai kemben itu

istilahnya di sekadi. Jadi menggunakan perpaduan warna.

Berdasarkan Tabel 4.5, pada mulanya Tari Gambyong Pareanom

adalah tarian yang belum memiliki aturan rangkaian gerak. Penari perlu

untuk menampilkan gerakan tari yang sesuai dengan iringan terutama

irama dari kendang. Kemudian pada tahun 1950 disusun sebuah

rangkaian gerak dengan iringan yang mengikuti gerakannya yang

hingga saat ini dikenal sebagai Tari Gambyong Pareanom. Pada tahun

1974 Ibu Bei Mintoraras memadatkan rangkaian gerak Tari Gambyong

Pareanom. Sehingga Tari Gambyong Pareanom yang biasa ditarikan

hingga saat ini adalah rangkaian tari yang sudah dipadatkan.

Gambyong Pareanom merupakan sebuah tari yang diperhalus

karena diambil dari beberapa rangkaian gerak tari dan pada mulanya

merupakan tarian penghibur. Untuk menunjukkan bahwa tari ini sudah

diperhalus, busana yang dikenakan oleh penari menjadi lebih halus juga.

Pada awalnya busana untuk tari ini adalah kemben kemudian diganti

dengan mekak. Hal ini juga bertujuan agar Tari Gambyong Pareanom

dapat ditarikan oleh semua orang. Namun pada prinsipnya

menggunakan kemben atau mekak sama saja jika ditarikan di luar Pura

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52

Mangkunegara. Komposisi warna juga tidak harus selalu hijau

kekuningan sesuai dengan namanya, namun bisa dipadukan agar indah.

Hasta Sawanda (delapan ketentuan normatif dalam menari) saat

ini tidak terlalu diterapkan dalam menari. Namun, jika ingin melihat

kepenarian seseorang bisa menggunakan Hasta Sawanda sebagai

pedoman untuk menilainya. Berdasarkan wawancara dengan N1 pada

Tabel 4.5, diketahui juga bahwa biasanya seorang praktisi lebih

mengarah pada hal–hal praktikal. Sedangkan untuk teori seperti Hasta

Sawanda menjadi nilai tambah jika seorang penari mampu

menerapkannya.

Untuk dapat menarikan Gambyong Pareanom tidak diperlukan

syarat khusus seperti Tari Bedhaya Ketawang. Penari tidak harus

seorang gadis serta syarat-syarat lainnya. Beberapa tari klasik juga

memerlukan ritual khusus seperti berpuasa. Namun untuk Tari

Gambyong Pareanom dibuat agar semua orang dapat menarikannya.

Tabel 4.6. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Pandangan Masyarakat

Kode Pertanyaan dan Jawaban

P Bagaimana pandangan masyarakat Surakarta mengenai Tari

Gambyong Pareanom ini?

N2

Sekarang Tari ini sudah sangat memasyarakat, bahkan semua yang

belajar menari pasti bisa menari Gambyong. Apalagi disini ada

perayaan HTD (Hari Tari Sedunia) yang diikuti 5000 orang. Saya

sendiri sudah menggarap tari ini untuk masal pada tahun 1977 untuk

FFI, pembukaan Tirtonadi, pembukaan Stadion Manahan,

pembukaan Pasar Klewer, pembukaan stadion di Bojonegoro, 100

tahun Kartini, Tanjungmas, untuk hari jadi Jakarta dan banyak

lainnya. Untuk pembukaan dan penyambutan tamu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

53

Kode Pertanyaan dan Jawaban

P Bagaimana pandangan masyarakat Surakarta mengenai Tari

Gambyong Pareanom ini?

N1

Kalau pandangan itu bedanya dari wiled, kalau orang yang belajar

tari gaya nya itu ada perbedaan. Tari Gambyong Pareanom hingga

saat ini masih sering ditampilkan di berbagai acara oleh masyarakat,

jadi masyarakat masih mengenal tari ini hingga saat ini.

Tari Gambyong Pareanom hingga saat ini masih dikenal oleh

masyarakat bahkan tidak jarang ditampilkan sebagai tarian pembuka

untuk berbagai acara. Apalagi tari ini sudah menjadi tari yang bisa

ditarikan oleh siapa saja.

Tabel 4.7. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Makna Tari Tari

Gambyong Pareanom

Kode Pertanyaan dan Jawaban

P Cerita yang ingin disampaikan dari Tari Gambyong Pareanom itu

apa Bu?

N2

Menceritakan tentang keluwesan, menggambarkan remaja yang

sedang berhias, sifat-sifat remaja yang bergembira, luwes, lincah,

kenes, yang membuat penonton jadi sengsem.

P Cerita yang ingin disampaikan dari Tari Gambyong Pareanom ini

apa ya bu?

N1

Cerita ya gerakan dari perempuan, seorang putri yang sedang

berdandan, berhias, dan bermain, berbusana. Seperti gerakan ini

(mempraktekkan gerakan), ini trap pendu ini kan seperti memakai

sabuk (ikat pinggang). Terus kalau ini (mempraktekkan gerakan)

kan jelas seperti berdandan. Ya seperti itu gambaran-gambarannya.

Berdasarkan Tabel 4.7, makna atau cerita yang ingin

disampaikan dari Tari Gambyong Pareanom adalah seorang remaja putri

yang sedang berhias, bermain, dan berbusana. Sehingga tari ini

cenderung menampilkan sifat-sifat seorang remaja putri yang gembira,

luwes, lincah, kenes, dan lain-lain. Sifat dari tarian ini adalah untuk

membuat penonton menjadi sengsem (senang, tertarik).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54

Tabel 4.8. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Pola Lantai Tari

Gambyong Pareanom

Kode Pertanyaan dan Jawaban

P Pola lantai yang biasa digunakan untuk Tari Gambyong Pareanom

secara berkelompok bagaimana Bu?

N2

Pola lantainya macam–macam, tergantung. Saya sendiri kalau

menggarap kelompok, kadang bisa beda–beda. Tergantung tempat

yang digunakan dan juga kondisi saat itu. Bisa kotak, bisa

melingkar, bisa memanjang, bisa melebar, semuanya bisa.

N1

Biasanya dibuat supaya dilihat enak, tergantung juga berapa banyak

orangnya. Tapi kalau yang biasa digunakan disini itu namanya

prapatan atau kupat. Jadi depan, kanan, kiri, dan belakang. Kalau

biasa untuk latihan itu kita tidak membuat pola lantai yang macam-

macam. Kalau pentas beda lagi, pola lantainya digarap enaknya

bagaimana.

Tari Gambyong Pareanom dapat ditarikan secara tunggal

maupun berkelompok. Ketika tari ini ditarikan secara berkelompok,

maka bisa dibuat pola lantai. Pola lantai bermacam-macam bentuknya.

Penyusunan pola lantai didasarkan pada besarnya panggung serta

jumlah penari. Hal ini perlu diperhatikan agar penari mendapatkan

ruang yang cukup untuk bergerak. Sehingga penari tidak akan

bersenggolan dan gerakan dapat ditampilkan dengan indah.

Pola lantai yang biasa digunakan adalah prapatan atau kupat.

Posisinya satu penari di depan, satu penari di belakang, satu penari di

sisi kanan, dan satu penari di sisi kiri. Pola ini biasa digunakan untuk

latihan menari karena pola nya sederhana. Namun jika akan digunakan

untuk pentas, biasanya pola lantai akan dibuat sedemikian rupa dengan

tetap memperhatikan kenyamanan gerak dan keindahan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

55

Tabel 4.9. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Perkembangan Tari

Gambyong Pareanom

Kode Pertanyaan dan Jawaban

P Bagaimana perkembangan Tari Gambyong Pareanom terutama

pada busana dan aksesoris?

N2

Perkembangan pada busana, di Mangkunegaran menggunakan

wireng tapi biasanya untuk Gambyong Pareanom itu hijau atau

kuning. Jadi mekak nya itu hijau lalu seledang (sampur) nya itu

kuning. Terus pakai jamang. Motif jarik yang biasa dipakai adalah

lereng. Bisa parangkusuma, parang garis. Motif dari sampur yang

biasa digunakan adalah gendholo giri. Bisa juga polos. Sampur

diletakkan dipinggang karena menggunakan mekak. Kalau untuk

aksesoris sebenarnya tidak ada perubahan. Hanya apakah ada atau

tidak. Tergantung keburtuhan juga. Tapi kalau bisa ya komplit.

P Bagaimana perkembangan Tari Gambyong Pareanom hingga saat

ini?

N1

Gambyong Pareanom Mangkunegaran itu dulu sebenarnya sama

seperti Gambyong–Gambyong yang lain, dengan kostum yang

kemben itu sama. Perkembangan selanjutnya, karena disini kalau

dari cerita guru saya Nyi Bei Mintoraras, Gambyong Pareanom

Mangkunegaran sekarang memang dari kostum dan iringan agak

berbeda dengan yang berkembang di luar Mangkunegaran.

Kostumnya itu pakai mekak, jamang, jadi tidak sanggul dan tidak

kemben. Itu karena Gambyong itu di Mangkunegaran dibuat seperti

wireng. Jadi kostumnya wireng terus iringannya, maju beksannya

ada ayak–ayakan. Jadi Gambyong yang di wirengkan, supaya

anggapan banyak orang kalau Gambyong yang kembenan, yang

pakai sanggul itu istilahnya nledheki (taledhek). Supaya

anggapannya tari ini adalah beksan.

P Motif jarik yang biasa digunakan untuk Tari Gambyong Pareanom

itu apa ya Bu?

N1

Biasanya motifnya parang. Kalau kemben motif kainnya jumputan.

Tapi sekarang sudah banyak modifikasi karena sudah banyak kain

yang bagus dan lebih modern. Kalau digunakan diluar tidak

masalah, kalau disini kemben ya harus pakai yang jumputan.

Berdasarkan Tabel 4.9, perkembangan dari Tari Gambyong

Pareanom dari segi busana adalah yang paling jelas terlihat. Hal ini

karena pada awalnya busana yang digunakan untuk tari ini adalah

kemben yang kurang mencerminkan budaya keraton. Pakaian kemudian

disesuaikan dengan kaidah-kaidah istana, yaitu menggunakan mekak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

56

b. Aktivitas Counting pada Tari Gambyong Pareanom

Melalui wawancara dengan narasumber, peneliti menemukan

aktivitas counting pada gerakan, pola lantai, busana, dan aksesoris Tari

Gambyong Pareanom. Untuk memudahkan analisis data, peneliti

memberikan kode sebagai berikut:

1. Kode “a” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas counting

pada gerakan Tari Gambyong Pareanom.

2. Kode “b” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas counting

pada pola lantai Tari Gambyong Pareanom.

3. Kode “c” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas counting

pada busana Tari Gambyong Pareanom.

4. Kode “d” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas counting

pada aksesoris Tari Gambyong Pareanom.

Misalnya untuk kode C.a.3, artinya data aktivitas counting pada

gerakanTari Gambyong Pareanom dengan nomor urutan 3.

Tabel 4.10. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Aktivitas Counting

Kode Pertanyaan dan Jawaban Kode

Data

P Ada berapa bagian gerakan pada Tari Gambyong

Pareanom?

Ca.1

N1

Sembahan dalem, sembahan tari 1 x 8, sabetan 2 x 8,

lumaksono 3 x 8, srisig ke gawang beksan 3 x 8, sembahan

3 x 8, laras 4 x 8, (kebar) ulap-ulap 4 x 8, srisig 2 x 8, laras

3 x 8, trap slepe 4 x 8, srisig 2 x 8, (kebar) laras 4 x 8, tasikan

(trap imba) 4 x 8, srisig 2 x 8, bathangan 8 x 8, pilesan 8 x

8, srisig 1 x 8, laku telu 4 x 8, selanan 1 x 8, ogek lambung

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

57

Kode Pertanyaan dan Jawaban Kode

Data

5 x 8, seblak tatapan 1 x 8, gajah ngoleng 8x 8, magak 4 x

8, srisig 2 x 8, (kebar) ngilo asta 4 x 8, srisig 2 x 8, atur-atur

4 x 8, srisig 2 x 8, ulap sangga siku 4 x 8, srisig 2 x 8, enjer

ridong sampur kanan kiri 3 x 8, selanan 1 x 8, tidak tahu

namanya 2 x 8, srisig 1 x 8, wedi kengser sampir sampur

kanan 4 x 8, selanan 1 x 8, wedi kengser sampir sampur kiri

1 x 8, srisig 1 x 8, entragan 3 x 8, tidak tahu namanya 6 x 8,

srisig 3 x 8 sembahan joget, sembahan dalem.

P Bagaimana cara menghitung ketukan pada Tari Gambyong

Pareanom?

C.a.2

N1 Sama dengan iringannya. Kalau Gambyong itu kan

misalnya merong satu gongan itu terdiri dari berapa

hitungan, terus kebar misalnya 2 x 8 hitungan. Seperti itu.

P Kalau hitungan yang lambat dan yang cepat itu bagaimana

bu? C.a.3

N1 Ya sama, harus menyesuaikan dengan kenong dan gong.

Kan hitungannya tetap harus sama dengan gendingnya.

P Bagaimana cara menghitung ketukan saat penari akan

melakukan perpindahan (peralihan) pola lantai?

C.b.1

N1

Perpindahan gerakan itu di hitungan delapan, sesuai dengan

iringannya. Karena ada yang perpindahan itu di hitungan

dua, atau malah mendahului. Mendahului iringan ini

biasanya disebut nggandul.

P Kalau untuk penggunaan jarik itu diwiru berapa kali bu? C.c.1

N2

Tergantung panjang kain, kalau kainnya panjang ya

biasanya (wiru) lebih banyak. Yang jelas kalau dipakai

untuk berjalan atau untuk srisig itu jangan sampai mbiyak

(terbuka). Mewiru jarik juga disesuaikan dengan badan si

penari.

P Kalau untuk penggunaan jarik itu diwiru berapa kali bu?

N1 Wiru itu banyaknya 12, tapi juga menyesuaikan dengan

kebutuhan.

P Apa saja macam-macam aksesoris yang digunakan pada

Tari Gambyong Pareanom serta jumlahnya?

C.d.1

N1

Grudo, sunduk jungkat, sunduk mentul, kantong sanggul,

kalung, sumping, subang, kelat bahu, gelang, dan ikat

pinggang. Sunduk mentul bisa satu atau tiga, tapi biasanya

satu saja cukup karena untuk mengisi kekosongan di grudo

yang terbuka.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

58

c. Aktivitas Measuring pada Tari Gambyong Pareanom

Melalui wawancara dengan narasumber, peneliti menemukan

aktivitas measuring pada gerakan, pola lantai, busana, dan aksesoris

Tari Gambyong Pareanom. Untuk memudahkan analisis data, peneliti

memberikan kode sebagai berikut:

1. Kode “a” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas measuring

pada gerakan Tari Gambyong Pareanom.

2. Kode “b” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas measuring

pada pola lantai Tari Gambyong Pareanom.

3. Kode “c” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas measuring

pada busana Tari Gambyong Pareanom.

4. Kode “d” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas measuring

pada aksesoris Tari Gambyong Pareanom.

Misalnya untuk kode L.a.3, artinya data aktivitas measuring

pada gerakanTari Gambyong Pareanom dengan nomor urutan 3.

Tabel 4.11. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Aktivitas Measuring

Kode Pertanyaan dan Jawaban Kode

Data

P Berapa besar sudut yang dibentuk tangan/kaki saat

melakukan gerakan?

M.a.1

N1

Ada gerakan tangan yang membentuk sudut siku-siku,

misalnya ketika ngerayung dan lain-lain. Ada juga gerakan

tangan yang lurus misalnya pada gerakan menthang.

P Berapa jarak antara tangan/badan/kaki saat penari

melakukan gerakan? M.a.2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

59

Kode Pertanyaan dan Jawaban Kode

Data

N1

Jaraknya ditengah-tengah. Kalau gaya Yogyakarta lebih

tegas, lurus, dan jauh dari badan. Sedangkan gaya

Kasunanan itu, untuk tangan diletakkan di dekat cethik.

Nah, kalau gaya Mangkunegaran ini tangan tidak terlalu

dekat tetapi juga tidak terlalu jauh. Begitu pula untuk sikap

badannya. Kalau Yogyakarta tegak, kalau Kasunanan

mayuk (condong ke depan). Nah, kalau Mangkunegaran ini

tidak terlalu tegak tetapi juga tidak terlalu mayuk.

P Seberapa jarak antar penari jika Tari Gambyong Pareanom

ditarikan secara berkelompok? M.b.1

N1 Jaraknya kira-kira penari bisa leluasa menari tetapi tidak

terlalu berjauhan. Sekitar 1 meter.

P Apakah jarak antar penari harus sama? M.b.2

N1 Ya kira-kira sama

P Berapa besar panggung yang sesuai untuk Tari Gambyong

Pareanom? M.b.3

N1 Kalau untuk 4 orang penari ya setidaknya 4 x 4 meter itu

sudah cukup.

P Berapa ukuran jarik dan selendang yang digunakan untuk

menari Gambyong Pareanom?

M.c.1

N1

Jarik itu kalau dulu ukurannya 2 kacu luwih separo. Kalau

sekarang ya kira-kira 2,5 meter x 1 meter. Kalau jarik itu

2,5 meter x 50 cm, tapi kalau penarinya tinggi ya 3 meter.

P Melilitkan jariknya seperti apa bu?

M.c.2 N1

Asal dipakai nyaman. Jangan terlalu kencang nanti

tidak bisa srisig

P Berapa jarak antar aksesoris yang digunakan?

M.d.1 N1

Jarak sunduk jungkat dan sunduk mentul itu ya kira-kita

tidak tumpang tindih.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

60

d. Aktivitas Designing pada Tari Gambyong Pareanom

Melalui wawancara dengan narasumber, peneliti menemukan

aktivitas designing pada gerakan, pola lantai, busana, dan aksesoris Tari

Gambyong Pareanom. Untuk memudahkan analisis data, peneliti

memberikan kode sebagai berikut:

1. Kode “a” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas designing

pada gerakan Tari Gambyong Pareanom.

2. Kode “b” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas designing

pada pola lantai Tari Gambyong Pareanom.

3. Kode “c” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas designing

pada busana Tari Gambyong Pareanom.

4. Kode “d” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas designing

pada aksesoris Tari Gambyong Pareanom.

Misalnya untuk kode D.a.3, artinya data aktivitas designing pada

gerakanTari Gambyong Pareanom dengan nomor urutan 3.

Tabel 4.12. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Aktivitas Designing

Kode Pertanyaan dan Jawaban Kode

Data

P

Bagaimana cara untuk menggarap Tari Gambyong

Pareanom agar tidak menghilangkan nilai-nilai luhur di

dalamnya?

D.a.1

N1

Disesuaikan dengan kebutuhan pentas, minta durasi berapa,

penari berapa, yen penarinya ini berkaitan dengan pola

lantai. Kalau durasi berkaitan dengan komposisi

kembangan. Kalau bicara tentang tari dan kesenian jangan

durasi terlalu dipotong jadi pendek sekali. Kecuali kalau

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

61

Kode Pertanyaan dan Jawaban Kode

Data

dibuat medley jadi hanya diambil bagiannya saja. misal tari

nusantara begitu, gambyong diambil 2-5 menit. Tapi kalau

utuh umumnya sekitar 15 menit.

P Kalau menari berkelompok biasanya pola lantainya

bagaimana bu? D.b.1

N1 Pola lantai itu biasanya dibuat supaya dilihat enak,

tergantung juga dengan berapa banyak penari

P Apa saja pola lantai yang biasa digunakan pada Tari

Gambyong Pareanom?

D.b.2

N1

Kalau disini itu namanya prapatan. Bentuknya kupat,

depan, kanan-kiri, belakang. Seperti Srimpi itu. Kalau

hanya latihan saja biasanya menggunakan pola lantai itu

karena tidak membuat pola lantai yang macam – macam.

Jadi kalau srisig, yang sini pindah sini. Ini kalau latihan.

Kalau pentas lain. Pakai pola lantai yang digarap

bagaimana enaknya.

P Motif apa saja yang ada pada kain/selendang Tari

Gambyong Pareanom?

D.c.1

N2 Kalau motif jarik itu biasanya parang. Kalau sampurnya itu

gendalagiri

P Kalau motif dari kain yang digunakan biasanya apa bu?

N1

Kalau kain jarik itu ya biasanya motif parang, kebanyakan

parang. Kecuali tarian yang membawakan karakter,

misalnya kalau wayang itu disesuaikan dengan

karakternya. Tinggal seberapa besar parangnya. Tapi kalau

bisa untuk menari itu jangan menggunakan parang barong,

karena parang barong itu punya Raja.

P Motif batik apa saja yang biasa digunakan untuk jarik Tari

Gambyong Pareanom? D.c.2

N2 Motif parang

P Apa saja motif/corak yang ada pada setiap aksesoris Tari

Gambyong Pareanom? D.d.1

N1 Kalau corak itu bebas, asalkan aksesorisnya tetap ada.

Misalkan gelang tidak harus motif ular, tapi bisa yang lain.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

62

e. Aktivitas Locating pada Tari Gambyong Pareanom

Melalui wawancara dengan narasumber, peneliti menemukan

aktivitas locating pada gerakan, pola lantai, busana, dan aksesoris Tari

Gambyong Pareanom. Untuk memudahkan analisis data, peneliti

memberikan kode sebagai berikut:

1. Kode “a” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas locating

pada gerakan Tari Gambyong Pareanom.

2. Kode “b” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas locating

pada pola lantai Tari Gambyong Pareanom.

3. Kode “c” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas locating

pada busana Tari Gambyong Pareanom.

4. Kode “d” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas locating

pada aksesoris Tari Gambyong Pareanom.

Misalnya untuk kode L.a.3, artinya data aktivitas locating pada

gerakanTari Gambyong Pareanom dengan nomor urutan 3.

Tabel 4.13. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Aktivitas Locating

Kode Pertanyaan dan Jawaban Kode

Data

P Dimana sebaiknya posisi tangan, kaki, dan badan penari

saat melakukan gerakan Tari Gambyong Pareanom? L.a.1

N2 Posisi tangan itu biasanya sekitar satu kepal tangan dari

badan. Posisi badan sedikit mayuk.

P Kalau untuk pandangan mata bagaimana bu? L.a.2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

63

Kode Pertanyaan dan Jawaban Kode

Data

N1

Pandangan mata mengikuti arah gerakan tangan, jadi

tidak boleh melihat ke depan, apalagi melihat ke

penonton.

P Bagaimana posisi penari saat menarikan Tari Gambyong

Pareanom? L.b.1

N1 Posisinya tidak mepet dengan luar panggung tetapi juga

tidak terlalu didalam.

P Dimana letak selendang yang digunakan penari?

L.c.1 N1

Kalau di Mangkunegaran itu sampur di pinggang, tapi

kalau diluar bisa diletakkan di bahu kanan.

P Wiru diletakkan disebelah mana? L.c.2

N1 Wiru itu diletakkan dari sebelah kiri.

P Dimana letak masing-masing aksesoris yang dipakai oleh

penari?

L.d.1

N1

Jamang, sunduk jungkat, sunduk mentul, grudo, kantong

gelung itu di kepala. Subang dan sumping di telinga. Kelat

bahu di bahu. Kalung di leher. Ikat pinggang di pinggang,

dan gelang di tangan.

f. Aktivitas Playing pada Tari Gambyong Pareanom

Melalui wawancara dengan narasumber, peneliti menemukan

aktivitas playing pada gerakan, pola lantai, busana, dan aksesoris Tari

Gambyong Pareanom. Untuk memudahkan analisis data, peneliti

memberikan kode sebagai berikut:

1. Kode “a” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas playing pada

gerakan Tari Gambyong Pareanom.

2. Kode “b” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas playing pada

pola lantai Tari Gambyong Pareanom.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

64

3. Kode “c” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas playing pada

busana Tari Gambyong Pareanom.

4. Kode “d” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas playing pada

aksesoris Tari Gambyong Pareanom.

Misalnya untuk kode P.a.3, artinya data aktivitas playing pada

gerakanTari Gambyong Pareanom dengan nomor urutan 3.

Tabel 4.14. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Aktivitas Playing

Kode Pertanyaan dan Jawaban Kode

Data

P Apakah ada aturan untuk gerakan Tari Gambyong

Pareanom?

P.a.1

N1

Gerakan tangan tidak terlalu dekat dengan badan tetapi juga

tidak terlalu jauh dari badan. Sikap badan tidak tegak tetapi

juga tidak terlalu mayuk (condong ke depan).

P Bagaimana aturan untuk pola lantai Tari Gambyong

Pareanom? P.b.1

N1 Pola lantainya semua penari harus terlihat, tidak saling

menutupi

P

Bagaimana strategi agar ketika penari akan berpindah pola

lantai, penari satu dengan yang lain tidak saling

bertubrukan? P.b.2

N1 Dengan membuat pola lantai yang sesuai dan

memperkirakan jarak satu sama lain ketika berpindah posisi

P Apakah ada aturan untuk lilitan jarik atau selendang?

P.c.1 N1

Jarik tidak boleh terlalu kencang ataupun terlalu longgar

karena dapat mengganggu gerakan penari.

P Bagaimana cara melilitkan jarik yang benar?

P.c.2 N1

Bagian pertama lebih pendek dari lilitan selanjutnya.

Dililitkan dari kiri menutup ke arah kanan.

P Bagaimana cara agar selendang tidak terlalu panjang? P.c.3

N1 Ada caranya, jadi ditali

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

65

Kode Pertanyaan dan Jawaban Kode

Data

P Ada aturan untuk modifikasi pakaian tidak bu?

P.c.4 N1

Kalau di luar tidak ada aturan, kalau di Mangkunegaran ya

itu tadi. Kalau mekak ya warnanya hijau atau atau merah

dan seterusnya.

P Apa saja aturan-aturan penggunaan aksesoris? P.d.1

N1 Tidak ada

g. Aktivitas Explaining pada Tari Gambyong Pareanom

Melalui wawancara dengan narasumber, peneliti menemukan

aktivitas explaining pada gerakan, pola lantai, busana, dan aksesoris

Tari Gambyong Pareanom. Untuk memudahkan analisis data, peneliti

memberikan kode sebagai berikut:

1. Kode “a” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas explaining

pada gerakan Tari Gambyong Pareanom.

2. Kode “b” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas explaining

pada pola lantai Tari Gambyong Pareanom.

3. Kode “c” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas explaining

pada busana Tari Gambyong Pareanom.

4. Kode “d” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas explaining

pada aksesoris Tari Gambyong Pareanom.

Misalnya untuk kode E.a.3, artinya data aktivitas explaining

pada gerakanTari Gambyong Pareanom dengan nomor urutan 3.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

66

Tabel 4.15. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Aktivitas Explaining

Kode Pertanyaan dan Jawaban Kode

Data

P Apa makna dari gerakan-gerakan Tari Gambyong

Pareanom?

E.a.1

N2

Sesuai di bab 2

Merong, gerak merong ini mengungkap bayi yang masih

dalam kandungan yang tidak dapat bergerak dengan bebas,

maka geraknnya hanya dilakukan ditempat. Batangan,

mengungkapkan bayi sebelum lahir akan dibatang besok

kalau lahir laki-laki ataukah perempuan. Pilesan

mengungkap bayi sesudah lahir dididik agar kelak menjadi

orang yang baik. Laku telu mengungkap kehidupan yang

dialami oleh manusia yaitu lahir, dewasa, dan tua.

Menthogan mengungkapkan orang yang sudah tua apabila

berjalan sudah tidak pantas dilihat, maka gerakannya

disamakan sepeti menthog. Wedhi kengser mengungkap

orang yang mendekati akan meninggal, maka kaitannya

dengan iringan agak seseg dan akhirnya suwuk. Entragan

pada akhir tari mengungkapkan hembusan nafas terakhir

dari ritme yang cepat kemudian semakin melambat.

P Apa makna dari pola lantai Tari Gambyong Pareanom? E.b.1

N1 Tidak ada maknanya

P Apa makna dari pakaian Tari Gambyong Pareanom? E.c.1

N1 Menggambarkan seorang wanita yang sedang berhias

P Itu ada artinya tidak bu? (penempatan selendang di bahu

kanan jika menggunakan kemben) E.c.2

N1 Ya supaya tidak ewuh, agar nyaman

P Apa makna penggunaan aksesoris?

E.d.1 N2

Tidak ada maknanya. Itu kan bebas, tidak pakai juga tidak

apa-apa. Asalkan kalau pakaian mekak itu kalau di

Mangkunegaran ya hijau dan sampurnya kuning.

2. Data Hasil Observasi

Melalui observasi secara langsung di Pura Mangkunegaran ketika

ada latihan Tari Gambyong Pareanom setiap hari Rabu dan Sabtu, serta

melalui video-video Tari Gambyong Pareanom yang ada di Youtube

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

67

peneliti menemukan topik-topik seperti pada tabel 4.16. Untuk

memudahkan analisis data, peneliti memberikan kode sebagai berikut:

1. Kode “a” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas counting Tari

Gambyong Pareanom.

2. Kode “b” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas measuring Tari

Gambyong Pareanom.

3. Kode “c” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas designing Tari

Gambyong Pareanom.

4. Kode “d” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas locating Tari

Gambyong Pareanom.

5. Kode “e” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas playing Tari

Gambyong Pareanom.

6. Kode “f” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas explaining Tari

Gambyong Pareanom.

Misalnya untuk kode O.a.3, artinya data hasil observasi terhadap

aktivitas counting pada gerakanTari Gambyong Pareanom dengan nomor

urutan 3.

T = Teramati

TT = Tidak Teramati

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

68

Tabel 4.16. Hasil Observasi

No. Aspek yang

diamati

T TT Keterangan Kode

Data

1. Ada perhitungan

ketukan pada

setiap gerakan

Tari Gambyong

Pareanom

√ Ketukan sesuai dengan

iringan musik, sesuai irama,

kecepatan, dan ketukannya O.a.1

2. Terbentuk

sudut/jarak pada

tangan/kaki saat

melakukan

gerakan

√ Ada gerakan menthang,

dimana tangan lurus. Ada

gerakan ngithing, dan lain-

lain

O.b.1

3. Adanya bentuk

aktivitas sehari-

hari pada gerakan

pada tangan, kaki,

atau badan

√ Ada gerakan menyerupai

seorang wanita yang sedang

bercermin, ada gerakan

seorang wanita yang sedang

menggunakan ikat pinggang,

ada gerakan seorang wanita

yang sedang mengurai

rambutnya, dan lain-lain

O.c.1

4. Terlihat

penempatan

tangan, kaki, dan

badan penari

√ O.d.1

5. Penari melakukan

gerakan sesuai

aturan-aturan pada

Tari Gambyong

Pareanom

√ Badan tidak terlalu tegak dan

tidak terlalu mayuk, gerakan

kaki srimpet dan bukan

debeg atau gejug.

O.e.1

6. Tersirat makna

dari gerakan

TariGambyong

Pareanom

√ Terlihat gerakan seperti

seorang perempuan yang

sedang berhias.

O.f.1

7. Ada perhitungan

ketukan ketika

perpindahan pola

lantai

√ Perpindahan pola lantai

maupun perpindahan antar

gerak dilakukan pada

hitungan ke delapan.

O.a.2

8. Ukuran panggung

ideal untuk menari

√ Tari dilakukan di pendopo

dengan ukuran

O.b.2

9. Macam-macam

pola lantai yang

mungkin dibentuk

√ Ada berbagai pola lantai

yang mungkin dibuat, pola

lantai bukanlah suatu

O.c.2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

69

No. Aspek yang

diamati

T TT Keterangan Kode

Data

untuk 1 atau lebih

penari

keharusan. Pola lantai

digunakan agar lebih indah

dalam penyajiannya. Jika

tidak menggunakan pola

lantai, penari akan berpindah

dari saka satu ke saka yang

lainnya.

10. Posisi antar penari

di panggung

terlihat dengan

jelas

√ O.d.2

11. Penari melakukan

pola lantai sesuai

rancangan

√ Pola lantai dirancang

sebelum pementasan, jika

penari tidak melakukan pola

lantai yang sudah dirancang

sebelumnya maka bisa

menyebabkan tabrakan antar

penari atau kekacauan pola

lantai. Pembuatan pola lantai

juga dilakukan dengan

memperhitungkan ketukan

dari iringan, besar

pangggung, serta jumlah

penari.

O.e.2

12. Terdapat makna

dari pola lantai

yang dibentuk

√ Pola lantai dibuat untuk

keindahan, diberikan level

agar semua penari dapat

terlihat dengan jelas oleh

penonton.

O.f.2

13. Ada wiru pada

jarik

√ O.a.3

14. Ukuran jarik

penari ideal untuk

menari

√ O.b.3

15. Terlihat motif

pada jarik dan

sampur penari

√ O.c.3

16. Wiru jarik dan

selendang pada

penari diletakkan

dengan benar

√ O.d.3

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

70

No. Aspek yang

diamati

T TT Keterangan Kode

Data

17. Cara pemakaian

jarik dan

selendang agar pas

√ O.e.3

18. Tersirat makna

dari busana Tari

Gambyong

Pareanom

√ Menggunakan pakaian

keseharian perempuan Jawa

O.f.3

19. Macam-macam

aksesoris dan

jumlahnya

√ Jamang 1, sunduk jungkat 1,

sunduk mentul 1, kantong

gelung 1, grudo 1, sumping

sepasang, giwang sepasang,

kalung 1, kelat bahu

sepasang, bros di mekak 1,

ikat pinggang 1, sampur 1,

gelang sepasang

O.a.4

20. Posisi antara

masing-masing

aksesoris (contoh:

posisi antara

sunduk mentul

satu dengan yang

lain)

√ Posisi sunduk mentul untuk

mengisi kekosongan grudo

yang terbuka ke atas, sunduk

mentul menghadap ke depan.

Antara sunduk jungkat dan

sunduk mentul diberikan

jarak karena sunduk jungkat

memiliki gerigi yang

menghadap ke belakang

(arah sunduk mentul).

O.b.4

21. Terlihat

corak/motif

aksesoris

√ O.c.4

22. Terlihat

penempatan

masing-masing

aksesoris

√ O.d.4

23. Terdapat aturan-

aturan dari

penggunaan

aksesoris

√ O.e.4

24. Tersirat makna

aksesoris yang

digunakan penari

√ Tidak ada O.f.4

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

71

3. Data Hasil Dokumentasi

a. Gerakan Tari Gambyong Pareanom

Gambar 4.1. Sembahan Dalem

(sumber:Oengaran Menari)

Gambar 4.2. Srisig dari gawang

pertama ke gawang beksan

(sumber:Oengaran Menari)

Gambar 4.3. Sembahan Joget

(sumber:Oengaran Menari)

Gambar 4.4. Ulap – ulap

(sumber:Oengaran Menari)

Gambar 4.5. Trap Pending

(sumber:Oengaran Menari)

Gambar 4.6. Tasikan

(sumber:Oengaran Menari)

Gambar 4.7. Selanan

(sumber:Oengaran Menari)

Gambar 4.8. Batangan

(sumber:Oengaran Menari)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

72

Gambar 4.9. Pilesan

(sumber:Oengaran Menari)

Gambar 4.10. Laku Telu

(sumber:Oengaran Menari)

Gambar 4.11. Ogek Lambung

(sumber:Oengaran Menari)

Gambar 4.12. Ukel Pakis

(sumber:Oengaran Menari)

Gambar 4.13. Gajah Ngoleng

(sumber:Oengaran Menari)

Gambar 4.14. Kawilan Kengseran

(sumber:Oengaran Menari)

Gambar 4.15. Ngilo Asta

(sumber:Oengaran Menari)

Gambar 4.16. Atur – atur

(sumber:Oengaran Menari)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

73

Gambar 4.17. Sangga Ulap

(sumber:Oengaran Menari) Gambar 4.18. Menthogan

(sumber:Oengaran Menari)

Gambar 4.19. Ridongan Enjer

Ridong Sampur

(sumber:Oengaran Menari)

Gambar 4.20. Wedi Kengser

(sumber:Oengaran Menari)

Gambar 4.21. Magak Ngudra

(sumber:Oengaran Menari)

Gambar 4.22. Entragan

(sumber:Oengaran Menari)

Gambar 4.23. Masuk Sembahan

Joget

(sumber:Oengaran Menari)

Gambar 4.24. Sembahan Dalem

(sumber:Oengaran Menari)

Tari Gambyong Pareanom terdiri dari beberapa bagian iringan

musik dan rangkaian gerak. Pada awal tarian dengan iringan musik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

74

Ayak-ayakan dilakukan bentuk gerakan pembuka yaitu Maju Beksan.

Pada bentuk gerak ini terdapat gerakan Sembahan Dalem (Gambar 4.1)

adalah gerakan untuk menyembah Raja sebelum dilaksanakan tari.

Gerakan ini dilakukan di gawang pertama. Rangkaian gerak Sembahan

Dalem meliputi sembahan, berdiri lalu sabetan, lampah ridong

lumaksana, sabetan lagi, kemudian masuk ke gerakan kedua yaitu Srisig

(Gambar 4.2). Gerakan Srisig dilakukan dari gawang pertama ke

gawang utama. Srisig adalah gerakan berjalan cepat dengan berjinjit dan

tetap mempertahankan posisi badan. Setelah penari sampai di gawang

utama, dilakukan gerakan Sembahan Joget (Gamabar 4.3). Sembahan

dilakukan penari dengan menghadap ke penonton.

Iringan musik selanjutnya adalah Gending Pancerono. Pada

iringan musik ini, gerakan pertama adalah Ulap-ulap (Gambar 4.4).

Gerakan ulap-ulap menggambarkan seseorang yang sedang melihat atau

mengamati sesuatu. Selanjutnya gerakan Trap Pending (Gambar 4.5).

Trap dalam Bahasa Indonesia artinya memasang, sedangkan pending

adalah ikat pinggang. Sehingga gerakan ini menggambarkan seorang

wanita yang sedang menggunakan ikat pinggang. Pada Gambar 4.6

terdapat gerakan Tasikan. Gerakan ini menggambarkan seorang wanita

yang sedang berdandan, mengenakan riasan di wajah. Pada pergantian

tari, ada gerakan Selanan (Gambar 4.7) dilanjutkan sekaran Merong.

Gerakan Selanan ini merupakan bagian dari bentuk gerak penghubung.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

75

Memasuki musik Gending Gambir Sawit, gerakan yang

dilakukan adalah Batangan (Gambar 4.8). Batangan merupakan bagian

dari rangkaian gerak pokok (sekaran). Seperti dijelaskan di Bab 2,

batangan menggambarkan kelahiran seorang bayi ke dunia. Sekaran

selanjutnya adalah Pilesan (Gambar 4.9), dan Laku Telu (4.10). Gerakan

selanjutnya adalah Ogek Lambung (Gambar 4.11). Gerakan ini

dilakukan dengan menggerakkan lambung ke kanan dan kiri tanpa

mengubah posisi badan yang lainnya. Pada Gambar 4.12 terdapat

gerakan Ukel Pakis, dimana posisi tangan berada di depan pusar dan

tangan kanan digerakkan memutar (ukel) dibawah tangan kiri yang

ngithing. Selanjutnya terdapat gerakan Gajah Ngoleng (Gambar 4.13).

Gerakan ini dilakukan dengan tangan kanan memegang sampur

kemudian diangkat keatas bergantian dengan tangan kiri.

Bagian musik selanjutnya adalah Kebar. Pada bagian ini terdapat

gerakan Ngilo Asta (Gambar 4.15). Ngilo artinya bercermin dan asta

adalah tangan. Gerakan ini menggambarkan seorang wanita yang

sedang bercermin, dan cermin digambarkan dengan gerakan tangan.

Selanjutnya terdapat gerakan Atur-atur (Gambar 4.16). Gerakan Atur-

atur seperti seorang yang sedang ngaturi atau meminta dengan sopan.

Pada Gambar 4.17 terdapat gerakan Sangga Ulap. Gerakan ini hampir

sama seperti gerakan Ulap-ulap, namun tangan yang tadinya diletakkan

di pinggang diletakkan di siku untuk menyangga.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

76

Musik berganti menjadi Gending Gambir Sawit, dengan sekaran

Mentogan (Gambar 4.18). Gerakan ini menggambarkan seorang yang

sudah tua dan kehilangan pesonanya. Selanjutnya gerakan Ridongan

Enjer Ridong Sampur (Gambar 4.19). Gerakan ini dilakukan dengan

menyangkutkan sampur di siku luar tangan. Wedi Kengser (Gambar

4.20) dilakukan setelah gerakan Emjer Ridong Sampur. Gerakan

kengser adalah gerakan bergeser dengan menggeser tumit dan jari-jari

kaki secara bergantian. Selanjutnya gerakan Magak Ngudra (Gambar

4.21), yaitu berdiri dalam posisi tanjak dan tangan kiri mengayun ke sisi

tubuh. Terdapat gerakan Entragan (Gambar 4.22), yang artinya

goncangan.

Bagian musik Ayak-ayak, penari srisig kemhali ke gawang

pertama kemudian melakukan gerakan Sembahan Joget (Gambar 4.23)

dilanjutkan Sembahan Dalem (Gambar 4.24).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

77

b. Riasan Penari

Gambar 4.25. Riasan Penari Tari Gambyong Pareanom

Riasan wajah penari bersifat korektif, yaitu untuk memperjelas

dan mempercantik wajah. Bentuk alis disebut lanyap atau luruh, sesuai

dengan bentuk asli alis penari dan hanya diperjelas. Terdapat bentuk

godeg atau jambang, bentuk ini biasanya digunakan untuk riasan

wayang orang dengan karakter putri yang luruh. Pada dahi penari

terdapat bentuk laler mencok. Riasan ini juga digunakan penari dari

Langenpraja. Sedangkan pada mata, pipi, dan bibir diberikan riasan

secukupnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

78

c. Busana dan Akesoris Penari

Tabel 4.17. Hasil Dokumentasi Busana Penari

Gambar 4.28. Jamang

Penutup kepala dengan bahan emas.

Gambar 4.29. Sampur

Sampur berwarna kuning dengan

motif Gendalagiri.

Gambar 4.26. Mekak

Terbuat dari bahan bludru dengan

renda emas pada tepiannya. Mekak

berwarna hijau.

Gambar 4.27. Ikat Pinggang

Menggunakan bahan dan warna

yang sama dengan mekak. Tepat

ditengah ikat pinggang diberikan

pending dengan bahan emas.

Gambar 4.30. Jarik

Jarik dengan motif parang rusak

klithik asem.

Gambar 4.31. Kelat Bahu

Aksesoris lengan yang terbuat

dari emas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

79

Gambar 4.32. Kalung Penanggalan

Terbuat dari emas. Gambar 4.33. Gelang

Terbuat dari emas.

Gambar 4.35. Kantong Gelung

Digantung di kepala bagian

belakang yang berfungsi untuk

menyimpan rambut yang sudah

diikat ekor kuda.

Gambar 4.34. Grudo

Penutup kepala di bagian belakang,

terbuat dari emas.

Gambar 4.36. Sumping

Aksesoris telinga yang digunakan

dengan cara memasukkan daun

telinga ke lubang.

Gambar 4.37. Subang

Aksesoris yang diguanakan di

daun telinga bagian bawah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

80

d. Iringan Gending

Musik iringan dari Tari Gambyong Pareanom terdiri dari beberapa

bagian yaitu Pathetan, Ayak-ayak, Gending Gambirsawit, dan Ladrang

Pareanom. Musik pengiring berasal dari karawitan gamelan. Jika dianalisis

berdasarkan enam aktivitas fundamental matematis Bishop, maka:

1) Terdapat aktivitas counting yaitu membilang notasi gamelan. Notasi

gamelan sendiri terdiri dari dua laras yaitu Pelog dan Slendro. Pelog

terdiri dari 7 nada dan Slendro terdiri dari 5 nada. Ketika akan

membunyikan notasi, tergantung pada macam alat musik gamelan yang

digunakan. Misalnya, gong dimainkan setiap hitungan 16 sehingga

pemain gamelan perlu untuk mencacah ketukan agar tetap sesuai

dengan tempo dan ketukan gamelan lain dan juga penari. Perhatikan

Tabel 4.18 agar lebih memahami aktivitas counting yang terdapat pada

iringan musik Tari Gambyong Pareanom (G.1).

2) Terdapat aktivitas measuring yaitu adanya urutan musik iringan Tari

Gambyong Pareanom dari awal hingga akhir sebagai berikut: 1)

Pathetan pelog nem, 2) Ayak-ayakan pelog nem, 3) Gending

Gambar 4.38. Cunduk Jungkat

Berbentuk seperti sisir yang dihiasi

emas dan permata dengan bentuk

setengah lingkaran.

Gambar 4.39. Cunduk Mentul

Digunakan untuk menutupi

kekosongan grudo

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

81

Gambirsawit pelog nem, dan 4) Ladrang Pareanom. Masing-masing

lagu memiliki tempo yang berbeda, misalkan setiap ketukan adalah 1

detik. Pada lagu 2 banyak ketukan adalah 100, lagu 3 sebanyak 280

ketukan, dan lagu 4 sebanyak 32 ketukan. Jumlah keseluruhan ketukan

lagu 2, 3, dan 4 adalah 411 ketukan, belum termasuk banyak ketukan

pada lagu 1. Berdasarkan jumlah ketukan dan perkiraan waktu setiap

ketukan, maka perkiraan durasi tari adalah 411 detik atau 6 menit 51

detik. Waktu tersebut belum termasuk dengan lagu 1 serta cepat

ataupun lambatnya tempo. (G.2)

3) Terdapat aktivitas designing yaitu pada bentuk-bentuk gamelan yang

dikelompokkan menjadi bilah, dan pencon. Gamelan dengan bentuk

bilah (balungan) meliputi saron, peking, demung, gender, dan

gambang. Bentuk pencon meliputi kenong, bonang, kempul, kethuk,

dan gong. Aktivitas designing juga terdapat pada permainan alat musik

kolotomis (kenong, kethuk, dan kempul) pada masing-masing jenis

iringan. Terdapat 3 jenis gending pada iringan Tari Gambyong

Pareanom yaitu Ayak-ayakan, gending Gambirsawit, dan ladrang.

Gending juga dibagi menjadi 3 tingkat yaitu alit (kecil), tengahan, dan

ageng (besar). Ayak-ayakan dan ladrang merupakan bagian dari

gending alit. Pada iringan Ayak-ayakan pola tabuhan (pukulan)

kenong adalah sabetan genap, kethuk disela-sela balungan (nyelani),

sedangkan kempul pada akhir gatra (Suraji, 2013). Pada iringan

Ladrang setiap dua gatra diakhiri dengan satu kali kenong, akhir

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

82

rangkaian gending bersamaan dibunyikan kenong dan gong. Kempul

biasanya dimainkan dengan berbagai mode irana, layah, dan tabuh

(G3).

4) Terdapat aktivitas locating yaitu dalam penataan gamelan. Penataan ini

perlu dilakukan agar pemain kendang dapat melihat dengan jelas penari

serta biasanya menjadi titik pusat. Penataan gamelan ini juga berkaitan

dengan besar panggung yang digunakan. Penampilan Tari Gambyong

Pareanom secara langsung di Pendapa Ageng biasanya akan diiringi

karawitan secara langsung pula. Penataan arah pemain dan gamelan

perlu sehingga seluruh pemain gamelan dapat saling “terkomunikasi”.

(G.4)

5) Terdapat aktivitas playing yaitu adanya aturan dalam memainkan alat

musik. seperti dibahas pada Bab 2 bahwa alat musik satu dengan yang

lainnya memiliki cara memainkan (waktu memukul) yang berbeda-

beda. Secara khusus, gamelan yang dibahas pada penelitian ini adalah

gamelan kolotomis yaitu kethuk, kenong, kempul, dan gong. (G.5)

6) Terdapat aktivitas explaining yaitu pada iringan Pathetan yang tidak

dituliskan notasinya. Penyajian dari Pathetan adalah instrumen yang

terdiri dari ricikan rebab, gender, gambang, dan suling. Pathetan dapat

pula disajikan dengan campuran instrumental dan vokal. Pathetan

Surakarta terdiri dari Pathetan Nem, Pathetan Sanga, dan Pathetan

Manyura. Notasi untuk iringan Pathetan ada, namun karena ricikan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

83

yang dimainkan pada iringan ini hanya memuat instrumen yang sudah

disebutkan diawal maka notasi tidak dituliskan. (G.6)

Berdasarkan informasi di Bab 2, didapatkan informasi terkait iringan

gending sebagai berikut:

Tabel 4.18. Pola Ketukan Notasi Gamelan

Gending + N p ( )

Ayak-ayak

1, 3, 5, 7, 9,

11, 13, 15,

...111

2, 4, 6, 8, 10,

12, 14, 16,

…, 112

4, 8, 12, 20,

24, 28, 36,

40, 44, 52,

…, 108

16

Gending

Gambirsawit

4, 12, 20,

28, 36, 44,

…, 76

16, 32, 48,

64, 80

16, 32, 48,

64, 80

Kebar 4, 12, 20,

28, 36, 44 16, 32 48

Merong Kebar 4, 12 16 16

Ciblon

4, 12, 20,

28, 36, 44,

…, 124

32, 64, 96 128

Ladrang

Pareanom 8, 16, 24, 32 12, 20, 28 32

C. Analisis Data

Berdasarkan data yang didapatkan dari hasil wawancara, observasi,

serta dokumentasi, dilakukan analisis data sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Reduksi data dilakukan atas data hasil wawancara, data hasil

observasi, serta data hasil dokumentasi sehingga diperoleh topik-topik

seperti pada Tabel 4.23. Peneliti menggunakan kode “T” dilanjutkan nomor

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

84

secara terurut untuk memudahkan analisis data. Misalkan T1, artinya adalah

topik nomor satu.

Tabel 4.19. Reduksi Data

Aktivitas Topik Data Kode

Topik

Counting

Gerakan

C.a.1

O.a.1 T1

C.a.2 T2

Pola Lantai C.b.1

O.a.2 T3

Busana C.c.1

O.a.3 T4

Aksesoris C.d.1

O.a.4 T5

Gending G.1 T.6

Measuring

Gerakan M.a.1

O.b.1 T7

Pola lantai

M.a.2

O.b.1 T8

M.b.1 T9

M.b.2 T10

M.b.3

O.b.2 T11

Busana

M.c.1

O.b.3 T12

M.c.2 T13

Aksesoris M.d.1

O.b.4 T14

Gending G.2 T15

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

85

Aktivitas Topik Data Kode

Topik

Designing

Gerakan D.a.1

O.c.1 T16

Pola lantai

D.b.1

O.c.2 T17

D.b.2 T18

Busana

D.c.1

O.c.3 T19

D.c.2

O.c.3 T20

Aksesoris D.d.1

O.c.4 T21

Gending G.3 T22

Locating

Gerakan

L.a.1

O.d.1 T23

L.a.2 T24

Pola Lantai L.b.1

O.d.2 T25

Busana

L.c.1

O.d.3 T26

L.c.2

O.d.3 T27

Aksesoris L.d.1

O.d.4 T28

Gending G.4 T29

Playing

Gerakan P.a.1

O.e.1 T30

Pola Lantai

P.b.1

O.e.2 T31

P.b.2 T32

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

86

Aktivitas Topik Data Kode

Topik

Busana

P.c.1

O.e.3 T33

P.c.2

O.e.3 T34

P.c.3

O.e.3 T35

Aksesoris P.d.1

O.e.4 T36

Gending G.5 T37

Explaining

Gerakan E.a.1

O.f.1 T38

Pola Lantai E.b.1

O.f.2 T39

Busana

E.c.1

O.f.3 T40

E.c.2 T41

Aksesoris E.d.1

O.f.4 T42

Gending G.6 T43

2. Kategorisasi

Berikut ini adalah kategorisasi topik – topik yang sudah ditemukan

pada tahap reduksi data:

Tabel 4.20. Kategorisasi Topik

Aktivitas Kategori Topik

Counting

Terdapat aktivitas membilang atau mencacah pada

gerakan Tari Gambyong Pareanom. Aktivitas

tersebut adalah menghitung ketukan setiap gerakan

yang disesuaikan dengan ketukan serta tempo dari

iringan musik gamelan.

T1, T2,

T3, T4,

T5, T6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

87

Aktivitas Kategori Topik

Terdapat quantifier pada gerakan, pola lantai,

penggunaan busana, serta penggunaan aksesoris Tari

Gambyong Pareanom.

T3, T4

Untuk menghitung banyaknya ketukan setiap

gerakan, digunakan operasi hitung perkalian.

T1, T4

Measuring

Terdapat ukuran sudut yang terbentuk dari posisi

tangan pada gerakan Tari Gambyong Pareanom

T7

Terdapat pengukuran jarak menggunakan satuan

anggota badan pada posisi gerakan Tari Gambyong

Pareanom

T8

Terdapat pengukuran jarak antar penari pada pola

lantai Tari Gambyong Pareanom

T9, T10,

11

Satuan tidak baku yang digunakan pada Tari

Gambyong Pareanom dapat dikonversikan ke satuan

panjang yang baku.

T12

Adanya perkiraan/estimasi pada pembuatan pola

lantai, posisi sikap badan penari, dan penggunaan

aksesoris Tari Gambyong Pareanom

T8, T14

Terdapat comparative quantifier pada penggunaan

jarik.

T13

Adanya pengukuran luas panggung yang ideal

disesuaikan dengan banyaknya penari.

T11, T15

Designing

Ada bermacam-macam rangkaian gerak yang dapat

di sesuaikan dengan durasi waktu serta hitungan dari

iringan gamelan

T16

Ada bermacam-macam pola lantai yang dapat dibuat

berdasarkan jumlah penari, ukuran panggung, serta

semua penari tetap terlihat dengan jelas

T17

Posisi gerakan tangan, motif pada busana, serta motif

pada sampur membentuk suatu bangun datar.

T15, T17,

T18, T19,

T20

Terdapat pola garis lurus/garis lengkung pada

gerakan, pola lantai, motif pada busana, dan motif

pada aksesorisTari Gambyong Pareanom

T15, T16,

T17, T18,

T19, T20

Ada penerapan kesejajaran garis/garis berpotongan

pada posisi gerakan tangan Tari Gambyong

Pareanom

T15, T16,

T17, T18,

T19, T20

Ada penerapan kesebangunan dan kekongruenan

motif aksesoris Tari Gambyong Pareanom

T18, T19,

T21

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

88

Aktivitas Kategori Topik

Ada penerapan transformasi geometri pada posisi

gerakan tangan, pola lantai, posisi gerakan kaki, dan

motif pada busana Tari Gambyong Pareanom

T15, T16,

T17, T18,

T19, T20

Locating

Ada ketentuan arah pada posisi sikap badan, posisi

gerakan tangan, arah pandangan mata, dan

penggunaan aksesoris Tari Gambyong Pareanom

T21, T24,

T26

Ada ketentuan untuk posisi/jarak pada posisi tangan,

posisi penari di panggung, dan penggunaan aksesoris

Tari Gambyong Pareanom

T23, T25,

T26, T29

Terdapat penerapan pemetaan untuk pemakaian

aksesoris pada anggota tubuh penari

T28

Playing

Terdapat aturan-aturan mengenai sikap badan penari,

pola lantai, dan busana

T30,T31,

T32, T33,

T34

Terdapat strategi agar kain sampur penari tidak

terlalu panjang dan kain jarik tidak terlalu kencang.

T35, T37

Explaining Ada makna dari rangkaian gerak Tari Gambyong

Pareanom dan penggunaan busana

T39, T41,

T42

3. Sintesisasi

Berikut ini adalah sintesisasi data berdasarkan kategorisasi topik

yang sudah dilakukan sebelumnya:

Tabel 4.21. Sintesisasi

Counting Measuring Designing Locating Playing Explaining

Gerakan √ √ √ √ √ √

Pola

Lantai

√ √ √ √ √ -

Busana √ √ √ √ √ √

Aksesoris √ √ √ √ - -

Gending √ √ √ √ √ √

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

89

Berdasarkan proses penemuan topik dan kategori, peneliti

menemukan aspek-aspek matematis pada gerakan, pola lantai, busana, serta

aksesoris sebagai berikut:

Tabel 4.22. Aspek Matematis pada Tari Gambyong Pareaanom

Aktivitas Kategori Aspek

Matematis

Counting

Terdapat aktivitas membilang atau mencacah

pada gerakan Tari Gambyong Pareanom.

Aktivitas tersebut adalah menghitung ketukan

setiap gerakan yang disesuaikan dengan ketukan

serta tempo dari iringan musik gamelan.

Bilangan

Terdapat quantifier pada gerakan, pola lantai,

penggunaan busana, serta penggunaan aksesoris

Tari Gambyong Pareanom.

Logika

Matematika

Untuk menghitung banyaknya ketukan setiap

gerakan, digunakan operasi hitung perkalian. Perkalian

Measuring

Terdapat ukuran sudut yang terbentuk dari posisi

tangan pada gerakan Tari Gambyong Pareanom Sudut

Terdapat pengukuran jarak menggunakan

satuan anggota badan pada posisi gerakan Tari

Gambyong Pareanom

Konversi

Satuan

Terdapat pengukuran jarak antar penari pada

pola lantai Tari Gambyong Pareanom

Diagram

Cartesius,

Phytagoras

Satuan tidak baku yang digunakan pada Tari

Gambyong Pareanom dapat dikonversikan ke

satuan panjang yang baku.

Konversi

Satuan

Adanya perkiraan/estimasi pada pembuatan pola

lantai, posisi sikap badan penari dan penggunaan

aksesoris Tari Gambyong Pareanom

Estimasi

Terdapat comparative quantifier pada

penggunaan jarik . Perbandingan

Adanya pengukuran luas panggung yang ideal

disesuaikan dengan banyaknya penari. Luas

Designing

Ada bermacam-macam rangkaian gerak yang

dapat di sesuaikan dengan durasi waktu serta

hitungan dari iringan gamelan

Estimasi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

90

Aktivitas Kategori Aspek

Matematis

Ada bermacam-macam pola lantai yang dapat

dibuat berdasarkan jumlah penari, ukuran

panggung, serta semua penari tetap terlihat

dengan jelas

Titik dan

Garis

Posisi gerakan tangan, motif pada busana, serta

motif pada sampur membentuk suatu bangun

datar.

Bangun Datar

Terdapat pola garis lurus/garis lengkung pada

gerakan, pola lantai, motif pada busana, dan

motif pada aksesorisTari Gambyong Pareanom

Garis

Ada penerapan kesejajaran garis/garis

berpotongan pada posisi gerakan tangan Tari

Gambyong Pareanom

Kesejajaran

dan

Perpotongan

Garis

Ada penerapan kesebangunan dan kekongruenan

motif aksesoris Tari Gambyong Pareanom

Kesebangunan

dan

Kekongruenan

Ada penerapan transformasi geometri pada

posisi gerakan tangan, pola lantai, posisi gerakan

kaki, dan motif pada busana Tari Gambyong

Pareanom

Transformasi

Geomtri

Locating

Ada ketentuan arah pada posisi sikap badan,

posisi gerakan tangan, arah pandangan mata, dan

penggunaan aksesoris Tari Gambyong Pareanom

Vektor

Ada ketentuan untuk posisi/jarak pada posisi

tangan, posisi penari di panggung, dan

penggunaan aksesoris Tari Gambyong Pareanom

Diagram

Cartesius

Terdapat penerapan pemetaan untuk pemakaian

aksesoris pada anggota tubuh penari Pemetaan

Playing

Terdapat aturan-aturan mengenai sikap badan

penari, pola lantai, dan busana

Logika

Matematika

Terdapat strategi agar kain sampur penari tidak

terlalu panjang dan kain jarik tidak terlalu

kencang.

Logika

Matematika

Explaining Ada makna dari rangkaian gerak Tari Gambyong

Pareanom dan penggunaan busana

Penerapan

Matematika

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

91

D. Pembahasan

1. Sejarah dan Filosofi Tari Gambyong Pareanom

a. Sejarah Tari Gambyong Pareanom

Berdasarkan hasil wawancara pada Tabel 4.2, Tari Gambyong

Pareanom diciptakan oleh Nyi Bei Mintoraras yang merupakan seorang

penari Mangkunegaran pada tahun 1950. Sebelum diciptakannya Tari

Gambyong Pareanom, sudah berkembang Tari Gambyong atau biasa

disebut sebagai Tayub ataupun tledhek. Pada awalnya Tari Gambyong

memiliki citra yang kurang baik di masyarakat. Hal ini disebabkan Tari

Gambyong adalah tari untuk memikat laki-laki. Menggunakan pakaian

kemben dan gerak–gerak bebas mengikuti iringan dari kendang serta

durasinya yang cukup panjang yaitu 45 menit. Tari tersebut kemudian

diwirengkan atau diperhalus sesuai dengan kaidah-kaidah istana

sehingga busana yang awalnya menggunakan kemben diganti

menggunakan mekak. Selain itu Nyi Bei Mintoraras memberikan

pakem-pakem dan memadatkan tari menjadi 15 menit. Tari inipun diberi

nama Tari Gambyong Pareanom.

Tari Gambyong Pareanom sebagai tarian yang sudah diperhalus

dan sering dipentaskan di Pura Mangkunegaran, mempunyai peraturan

pada awal gerakan yaitu adanya gerakan sembahan dengan iringan

musik ayak-ayakan. Tari Gambyong Pareanom juga dapat ditarikan oleh

masyarakat umum karena sudah diwirengkan. Berbeda dengan Tari

Bedhaya ataupun Tari Srimpi yang memiliki peraturan-peraturan yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

92

lebih tegas, Tari Gambyong Pareanom juga memiliki peraturan tetapi

karena semua orang dapat menarikannya sehingga peraturan-peraturan

tersebut tidak terlalu dibuat tegas.

Tari Gambyong Pareanom mengalami proses diperhalus, hal ini

nampak pada busana yang digunakan oleh penari. Semula penari

menggunakan pakaian kemben motif jumputan dan rambut

menggunakan konde, serta kain sampur yang di letakkan dibahu kanan

penari tanpa motif (polos). Setelah diperhalus, busana penari menjadi

mekak berwarna hijau, kain jarik dengan motif parang, jamang, serta

selendang yang diletakkan di pinggang berwarna kuning dengan motif

gendhala giri. Kedua jenis busana ini tidak dapat digunakan

sembarangan. Untuk pementasan di area Pura Mangkunegaran

menggunakan mekak, sedangkan jika untuk pementasan di luar

(masyarakat umum) tetap menggunakan kemben pun tidak masalah.

Busana untuk pementasan di luar lebih fleksibel karena bisa

dimodifikasi dari segi motif batik, warna, ataupun coraknya.

b. Filosofi Tari Gambyong Pareanom

Pareanom meiliki makna bendera Mangkunegaran yaitu hijau

dan kuning seperti warna padi yang masih muda. Sedangkan Gambyong

adalah nama dari susunan rangkaian gerak tari. Namun pendapat lain

mengatakan bahwa nama Gambyong diambil dari nama seorang

pesinden yang juga pandai menari yaitu Mas Ajeng Gambyong.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

93

Berdasarkan wawancara pada Tabel 4.3 juga diketahui bahwa penamaan

Tari Gambyong biasanya diambil dari nama musik iringannya seperti

Gambyong Pangkur yang menggunakan iringan musik Pangkur.

Berdasarkan wawancara pada Tabel 4.4, Tari Gambyong

Pareanom mungkin saja berkembang di Kasunanan Surakarta. Namun

sebagai keraton yang memiliki tarian sekelas Tari Bedhaya dan Tari

Srimpi maka biasanya yang lebih sering ditampilkan di Kasunanan

adalah tarian tesebut. Tari ini ingin menampilkan seorang remaja putri

yang sedang berhias, berbusana, dan bermain. Sehingga gerak – gerak

yang digunakan menampilkan keceriaan, keluwesan, kekenesan,

kelincahan, dan lain-lain yang membuat penonton menjadi sengsem

(senang, suka).

Peraturan-peraturan dari Tari Gambyong Pareanom sendiri yaitu

adanya rangkaian gerak yang sudah dibuat. Jika tari ini ditarikan di luar

Pura Mangkunegaran maka penggunaan pakaiannya lebih bebas dan

dapat dimodifikasi. Penarinya pun boleh berasal dari masyarakat umum.

Jika ingin melihat kepenarian seseorang dapat menggunakan Hasta

Sawanda sebagai patokan. Tari Gambyong Pareanom masih eksis

hingga saat ini. Tari ini biasa digunakan sebagai pembukaan suatu acara.

Secara masal tari ini pernah ditarikan pada acara Hari Tari Dunia yang

diikuti oleh 5000 orang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

94

Pola lantai yang digunakan untuk Tari Gambyong Pareanom

bukan merupakan keharusan. Artinya jika tidak menggunakan pola

lantai maka tidak masalah. Ketika tidak menggunakan pola lantai, maka

penari juga tetap melakukan perpindahan posisi melalui beberapa gerak

seperti melalui gerakan srisig, wedi kengser, dan lainnya. Perpindahan

tanpa menggunakan pola lantai sebatas maju, mundur, kanan, dan kiri

kemudian kembali ke posisi awal. Namun jika ditarikan secara

berkelompok biasanya akan dilakukan rotasi posisi penari sehingga

semua penari dapat tampil di depan sesuai urutan.

Pola lantai dapat dibuat menyesuaikan dengan jumlah penari,

ukuran panggung, serta tetap memperhatikan pergerakan penari agar

leluasa dan tidak bertumbuk ketika berpindah posisi. Namun yang biasa

digunakan adalah pola lantai prapatan seperti pada gambar berikut:

Perpindahan penari dilakukan dengan rotasi posisi, penari A ke

posisi penari D, penari D ke posisi penari C, dan penari C ke posisi

A

D

C

B

Gambar 4.40. Pola Lantai Prapatan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

95

penari B. Pola lantai lain yang biasa digunakan adalah bentuk persegi,

melingkar, dan lain-lain. Pembuatan pola lantai ini bisa bermacam-

macam sesuai dengan kreativitas penggarap namun tetap

memperhatikan hal-hal seperti yang sudah disebutkan diawal.

Gerakan Tari Gambyong Pareanom memiliki makna pada setiap

rangkaian geraknya, seperti yang sudah di jelaskan pada Bab 2. Merong,

gerak merong ini mengungkap bayi yang masih dalam kandungan yang

tidak dapat bergerak dengan bebas, maka geraknnya hanya dilakukan

ditempat. Batangan, mengungkapkan bayi sebelum lahir akan dibatang

besok kalau lahir laki-laki ataukah perempuan. Pilesan mengungkap

bayi sesudah lahir dididik agar kelak menjadi orang yang baik. Laku telu

mengungkap kehidupan yang dialami oleh manusia yaitu lahir, dewasa,

dan tua. Menthogan mengungkapkan orang yang sudah tua apabila

berjalan sudah tidak pantas dilihat, maka gerakannya disamakan sepeti

menthog. Wedhi kengser mengungkap orang yang mendekati akan

meninggal, maka kaitannya dengan iringan agak seseg dan akhirnya

suwuk. Entragan pada akhir tari mengungkapkan hembusan nafas

terakhir dari ritme yang cepat kemudian semakin melambat.

Pola lantai yang dapat dibuat bervariasi, tidak memiliki makna

tersendiri pada Tari Gambyong Pareanom. Pakaian yang digunakan

penari adalah pakaian khas perempuan Jawa yaitu kain batik.

Penggunaan kostum kemben, dilengkapi dengan sampur yang

diletakkan di bahu kanan penari. Berbeda dengan kostum mekak yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

96

sampur nya diletakkan di pinggang. Sampur yang diletakkan di bahu

kanan tidak memiliki arti tersendiri, hanya memperhatikan kenyamanan

penari untuk bergerak sehingga nyaman dan leluasa.

Penggunaan aksesoris juga tidak memiliki makna khusus untuk

Tari Gambyong Pareanom. Aksesoris, seperti namanya, adalah

pelengkap busana. Sehingga penggunaan aksesoris bukanlah suatu

keharusan. Asalkan pakaian yang digunakan untuk menari di Pura

Mangkunegaran adalah mekak berwarna hijau dan sampur berwarna

kuning. Aksesoris juga berfungsi sebagai penambah keindahan dan

penazaman karakter pada suatu tari.

2. Aspek Aktivitas Fundamental Matematis Tari Gambyong Pareanom

Terdapat enam aktivitas fundamental matematis menurut Bishop.

Pada Tari Gambyong Pareanom akan dibahas enam aktivitas fundamental

matematis menurut Bishop sebagai berikut:

a. Aktivitas Counting

Berikut akan dibahas aktivitas counting yang terdapat pada Tari

Gambyong Pareanom:

1) Terdapat aktivitas membilang/mencacah pada Tari Gambyong

Pareanom.

Aktivitas ini terdapat pada T1 yaitu mencacah ragam

gerakan Tari Gambyong Pareanom. Pada T2 yaitu

membilang/mencacah hitungan ketukan. Pada tarian dan gamelan,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

97

hitungan yang digunakan adalah 1 sampai 8 kemudian kembali ke

hitungan 1. Selain itu pada T3 juga terdapat aktivitas

membilang/mencacah hingga ketukan ke delapan, dimana setiap

beberapa kali hitungan ke delapan penari akan berganti pola lantai

dan ragam gerak. Pada T4 terdapat aktivitas membilang/mencacah

banyaknya wiru jarik. Pada T5 juga terdapat aktivitas

mebilang/mencacah yaitu pada aktivitas mencacah ragam aksesoris

yang digunakan penari serta jumlah dari masing – masing aksesoris.

2) Terdapat quantifier pada gerakan, pola lantai, penggunaan busana,

serta penggunaan aksesoris Tari Gambyong Pareanom.

Quantifier adalah kata yang menentukan kata benda dan

berfungsi untuk menunjukkan jumlah dari benda tersebut (Wall

Street English, 2019). Quantifier dibedakan menjadi 2 yaitu

countable (dapat dihitung) dan uncountable (tidak dapat dihitung,

misalnya beberapa, banyak, sedikit). Contoh countable quntifier

adalah satu meja, dua buku, dan lain – lain. Contoh uncountable

quantifier adalah beberapa mangga, banyak orang, dan lain – lain.

Aktivitas ini terdapat pada T3 dan T4 yaitu dapat dibuat kalimat

dengan quantifier “setiap”. Setiap penari melakukan perpindahan

pola lantai, ketukan berada pada hitungan ke delapan (T3). Setiap

lipatan wiru jarik, lebarnya adalah dua jari tangan untuk wiru jarik

putri (T4).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

98

3) Untuk menghitung banyaknya ketukan setiap gerakan, digunakan

operasi hitung perkalian.

Pada T1, ada perulangan setiap delapan kali hitungan.

Misalnya pada gerakan atur-atur, gerakan ini dilakukan sebanyak 4

× 8. Artinya gerakan atur-atur dilakukan sebanyak 4 × 8 = 32

hitungan. Pada T4, digunakan operasi hitung perkalian pada

banyaknya wiru jarik. Misalnya, wiru jarik dilakukan sebanyak 12

kali lipatan. Setiap lipatan wiru jarik dilakukan selebar 2 jari tangan.

Maka banyak wiru jarik adalah 12 × 2 lebar jari tangan = 24 lebar

jari tangan. Jika dimisalkan lebar 2 jari adalah 2 cm, dan ukuran jarik

adalah 2,5 m × 1,5 m maka dapat dihitung luas jarik yang tersisa

setelah jarik diwiru. Luas jarik = 2,5 m × 1,5 m = 3,75 m2 = 375 cm.

Sedangkan luas wiru= 24 lebar jari tangan = 24 × 2 cm = 48 cm.

Maka luas kain jarik yang tersisa = 375 cm – 48 cm = 327 cm.

b. Aktivitas Measuring

Berikut akan dibahas aktivitas measuring yang terdapat pada

Tari Gambyong Pareanom:

1) Terdapat ukuran sudut yang terbentuk dari posisi tangan pada

gerakan Tari Gambyong Pareanom

Ukuran sudut tersebut terdapat pada posisi gerakan

ngerayung, ngithing, ulap- ulap, atur-atur, srisig, dan sangga ulap

yang membentuk sudut 90o berdasarkan T7.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

99

Gambar 4.41. Gerakan

Ngerayung/Ngeruji Gambar 4.42. Gerakan

Ngithing

Gambar 4.43. Gerakan Ulap-

Ulap

Gambar 4.44. Gerakan

Atur-atur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

100

Terdapat ukuran sudut pelurus (180o) pada Gambar 4.45.

Sudut tersebut terlihat pada tangan kanan penari yang melakukan

gerakan ngiting sampur. Pada posisi gerakan atur-atur (Gambar

4.44), tangan kiri membentuk sudut pelurus. Ukuran sudut pelurus

juga terdapat pada posisi gerakan berikut ini:

Gambar 4.45. Gerakan Srisig

Gambar 4.47. Gerakan Sabetan Gambar 4.48. Gerakan Gajah

Ngoleng

Gambar 4.46. Gerakan

Sangga Ulap Sumber:

Oengaran Menari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

101

Selain itu terdapat ukuran sudut lancip dan tumpul pada

posisi gerakan Tari Gambyong Pareanom seperti pada Gambar 4.43.

Tangan sebelah kanan (tangan diletakkan di pinggang) membentuk

sudut tumpul antara tangan dengan badan. Pada Gambar 4.49,

tangan sebelah kiri membentuk sudut tumpul. Begitu juga dengan

Gambar 4.50 yang mana tangan sebelah kanan membentuk sudut

tumpul.

Gambar 4.49. Gerakan Wedi

Kengser Gambar 4.50. Gerakan Entragan

Sumber: Oengaran Menari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

102

2) Ada pengukuran jarak menggunakan anggota badan pada posisi

gerakan Tari Gambyong Pareanom.

Pengukuran menggunakan anggota badan terdapat pada T8.

Posisi tangan untuk gerakan-gerakan ngerayung, ngithung, dan lain-

lain diletakkan di dekat pinggang dengan jarak satu kepalan tangan.

3) Ada pengukuran jarak antar penari pada pola lantai Tari Gambyong

Pareanom.

Jarak antar penari menyesuaikan dengan banyaknya penari

serta ukuran panggung. Jika penarinya tunggal, maka penari berada

di tengah panggung. Misalkan terdapat panggung berukuran 3 meter

× 3 meter. Maka penari akan berada di posisi titik P seperti berikut

ini:

Gambar 4. 51 Sudut Lancip pada Trap Jamang Sumber: Londo

Ireng

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

103

Berdasarkan Gambar 4.52, dapat dihitung posisi penari dengan

menggunakan diagram cartesius. Misalkan panggung sebagai

persegi ABCD:

Misalkan titik D adalah (0,0). Panggung berukuran 3 x 3

meter, maka titik A berada pada (0,3), B (3,3), dan C (3,0). Karena

penari tunggal berada di tengah, maka posisi penari berada di titik

(1,5 , 1,5) pada diagram cartesius.

P

Gambar 4.52. Ilustrasi Penari Tunggal pada Panggung

Gambar 4.53. Ilustrasi Posisi Penari pada Diagram Cartesius

(0,3) A

D (0,0) C (3,0)

B (3,3)

P

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

104

Tidak menutup kemungkinan tari ini ditarikan oleh dua

orang atau lebih bahkan secara masal. Maka seperti pada T9, T10,

dan T11, jarak antar penari adalah sekitar 1 meter sehingga penari

mendapatkan ruang untuk bergerak. Jika dimisalkan terdapat sebuah

panggung dengan ukuran 4 meter × 4 meter dan banyak penari

adalah 4 orang, dengan pola lantai persegi, maka dapat digambarkan

sebagai berikut:

Berdasarkan gambar 4.53, maka jarak penari dengan tepian

panggung adalah 1 meter dari tepi kanan atau kiri, 1 meter dari tepi

depan atau belakang, jarak penari AB, BD, DC, AC adalah 2 meter.

Jarak penari AD dan BC dapat dicari menggunakan teorema

phytagoras:

𝐴𝐷 = √𝐴𝐵2 + 𝐵𝐷2 = √22 + 22 = √4 + 4 = √8 = 2√2

AD = BC. Maka, jarak AD = BC = 2√2 meter.

4) Satuan tidak baku yang digunakan pada Tari Gambyong Pareanom

dapat dikonversikan ke satuan panjang yang baku.

Gambar 4.54. Ilustrasi 4 Penari di Panggung dengan Pola Lantai

Persegi

A

B

C

D

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

105

Satuan yang digunakan pada Tari Gambyong Pareanom ada

dua jenis yaitu satuan baku seperti meter, dan satuan tidak baku

seperti kepalan tangan. Satuan yang baku biasanya digunakan untuk

mengukur panjang selendang, panjang kain jarik, dan luas

panggung. Sedangkan satuan tidak baku digunakan untuk mengukur

jarak tangan dengan badan dan mengukur besar wiru.

Pada T12 yaitu untuk ukuran jarik, pada zaman dahulu orang

menggunakan satuan “kacu” untuk mengukur jarik. Ukuran jarik

yang digunakan untuk menari adalah sepanjang 2 kacu lebih

setengah. Jika dikonversikan dengan satuan panjang yang ada,

panjang satuan “kacu” adalah sekitar 1 meter. Sehingga ukuran

panjang jarik adalah sekitar 2,5 meter.

5) Adanya perkiraan/estimasi pada posisi sikap badan penari, pola

lantai, dan penggunaan aksesoris Tari Gambyong Pareanom.

Pekiraan/estimasi ada pada T8 yaitu pada sikap badan

penari. Sikap badan penari tidak tegak namun tidak terlalu condong

ke depan (mayuk). Hal ini memerlukan perkiraan karena bisa

berbeda antara satu orang dengan yang lainnya.

Perkiraan ini terdapat juga pada T13, yaitu jarak antara

sunduk jungkat dan sunduk mentul kira-kira tidak tumpang tindih.

Hal ini dikarenakan keduanya berada di kepala dan disematkan di

rambut penari seperti pada gambar berikut ini:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

106

Sunduk jungkat mempunyai bentuk seperti jungkat (sisir)

dengan gerigi untuk disematkan di rambut. Sehingga sebaiknya

diperkirakan agar gerigi dari sunduk jungkat tidak bertumpang

tindih dengan tangkai sunduk mentul.

Dalam pembuatan pola lantai, perlu memperhatikan

banyaknya penari serta ukuran panggung yang tersedia. Diperlukan

estimasi untuk membuat pola lantai sehingga semua penari dapat

terlihat serta setiap penari mempunyai ruang gerak yang cukup.

6) Terdapat comparative quantifier pada penggunaan jarik .

Pembanding kuantitas terdapat pada T13, yaitu pada proses

melilitkan jarik. Jika penari memiliki badan yang lebih ramping,

maka lilitan kain akan lebih banyak jika dibandingkan dengan lilitan

jarik penari yang memilki badan yang lebih besar.

Gambar 4.55. Jarak Sunduk Mentul dan Sunduk Jungkat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

107

7) Adanya pengukuran luas panggung yang ideal, disesuaikan dengan

banyak penari.

Pengukuran luas terdapat pada T11, yaitu pengukuran luas

panggung yang ideal. Jika untuk satu orang penari setidaknya

memerlukan panggung berukuran 2 meter × 2 meter, maka dapat

dihitung luas panggung yang diperlukan untuk 4 penari. Luas

panggung untuk 1 penari setidaknya 2 meter × 2 meter yaitu

setidaknya 4 m2. Jika terdapat 4 penari maka luas panggung

setidaknya berukuran 4 m2 × 4 = 16 m2.

c. Aktivitas Designing

Berikut akan dibahas aktivitas designing yang terdapat pada Tari

Gambyong Pareanom:

1) Ada bermacam-macam rangkaian gerak yang dapat disesuaikan

dengan durasi waktu serta hitungan dari iringan gamelan.

Tari Gambyong Pareanom dengan durasi aslinya yaitu 45

menit menjadikan tari ini kurang sesuai jika digunakan sebagi

bagian dari salah satu acara. Pasalnya waktu selama 45 menit dapat

membuat penonton mengantuk dan membuat ciri khas tari ini yang

kenes menjadi tidak terlihat. Tari Gambyong Pareanom kemudian

dipadatkan menjadi 15 menit. Sedangkan tari yang dipentaskan di

luar Pura Mangkunegaran biasanya berdurasi 10 menit. Durasi ini

lebih singkat dari durasi aslinya. Sehingga ada beberapa bagian dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

108

sekaran tari yang dihilangkan. Berdasarkan T16, dengan durasi

waktu 10 menit dan berbagai macam rangkaian gerak tari,

koreografer dapat menata susunan rangkaian gerak tari dengan

ketukan yang sesuai.

2) Ada bermacam-macam pola lantai yang dapat dibuat berdasarkan

banyaknya penari dan ukuran panggung.

Berdasarkan T17, pola lantai dapat dibuat secara bervariasi.

Namun perlu untuk tetap memperhatikan banyak penari, ukuran

panggung, serta kebebasan penari untuk bergerak. Berikut ini adalah

contoh pola lantai yang dapat dibuat untuk penari tunggal:

Berikut ini adalah contoh pola lantai yang dapat dibuat untuk

penari sebanyak 4 orang:

Gambar 4.58. Pola

Lantai Kanan-Kiri,

Depan-Belakang

Gambar 4.58. Pola

Lantai Menyerong Gambar 4.58. Pola

Lantai Melingkar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

109

3) Posisi gerakan tangan, motif pada busana, serta motif pada sampur

membentuk suatu bangun datar.

Pada gerakan tari, terdapat bentuk segitujuh tak beraturan

pada gerakan ngithing, bentuk segitiga pada gerakan lenggah, dan

bentuk segiempat pada gerakan sangga ulap (Gambar 4.46).

Pola lantai dari Tari Gambyong Pareanom membentuk

segienam beraturan seperti pada Gambar 4.2, 4.3, 4.4, 4.5, dan 4.6.

Bentuk lingkaran seperti pada Gambar 4.18 dan Gambar 4.19.

Bentuk segitiga seperti pada Gambar 4.15, 4.16, dan 4.17. Bentuk

letter L seperti pada Gambar 4.10, 4.11, 4.12, 4.13, dan 4.14. Bentuk

Gambar 4.62. Bentuk Bangun

Datar pada Gerakan Ngiting

Gambar 4.63. Bentuk Segitiga

pada Gerakan Lenggah

Gambar 4.61. Pola

Lantai Jajar Genjang Gambar 4.61. Pola

Lantai Dua Kanan-

Dua Kiri

Gambar 4.61. Pola

Lantai V

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

110

jajar genjang seperti pada Gambar 4.7, 4.8, dan 4.9. Serta bentuk

trapesium seperti pada Gambar 4.20, 4.21, dan 4.22.

Pada busana Tari Gambyong Pareanom terdapat bentuk-

bentuk bangun datar lingkaran seperti berikut:

Terdapat bentuk bangun datar lingkaran dan segitiga pada

motif kain sampur (T16), seperti pada gambar berikut:

Gambar 4.64. Bentuk Lingkaran pada Busana Penari

Gambar 4.65. Bentuk – bentuk Bangun Datar pada Kain Sampur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

111

Pada aksesoris Tari Gambyong Pareanom juga terdapat

bentuk-bentuk bangun datar meliputi lingkaran, segitiga, dan elips.

Pada ikat pinggang (Gambar 4.27) terdapat bentuk bangun datar

lingkaran. Pada Jamang (Gambar 4.28) terdapat bentuk bangun datar

segitiga. Serta pada sunduk jungkat (Gambar 4.38) terdapat bentuk

elips dan lingkaran.

4) Terdapat pola garis lurus/garis lengkung pada gerakan, pola lantai,

motif pada busana, dan motif pada aksesorisTari Gambyong

Pareanom

Pola garis lurus/garis lengkung terlihat pada gerakan tari,

pola lantai, busana, serta aksesoris Tari Gambyong Pareanom.

Terdapat pola garis lurus pada gerakan ngerayung, srisig, atur-atur,

sabetan, gajah ngoleng, wedi kengser, dan entragan. Garis lengkung

terdapat pada gerakan Ulap-ulap (Gambar 4.4), yaitu pada jari

tangan yang membentuk garis lengkung. Pada gerakan Trap Pending

(Gambar 4.5), garis lengkung terlihat pada gerakan tangan yang

menyentuh “pending” kemudian tangan diayunkan sehingga

membentuk garis lengkung. Pada gerakan Tasikan (Gambar 4.6)

kedua tangan membentuk pola garis lengkung dengan cara memutar

tangan naik dan turun secara bergantian. Pada gerakan Batangan

(Gambar 4.8) dan Pilesan (Gambar 4.9), tangan membentuk pola

garis lengkung. Pada gerakan Laku Telu (Gambar 4.10), kaki

membentuk pola garis lengkung dengan gerakan memutar.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

112

Pola garis lengkung juga terdapat pada gerakan ukel, seperti

pada gambar berikut ini:

Pola lantai dari Tari Gambyong Pareanom membentuk pola

garis lurus/garis lengkung seperti pada gambar berikut:

Pada busana Tari Gambyong Pareanom terdapat pola garis

lurus/garis lengkung yaitu pada mekak. Serta pola garis lurus pada

kain jarik (T17), seperti pada gambar berikut ini:

Gambar 4.66. Gerakan Ukel

Sumber: Londo Ireng

Gambar 4.67. Gerakan Seblak

Sumber: Londo Ireng

Gambar 4.68. Pola Garis Lurus pada Pola

Lantai Enjer Ridong Sampur

Sumber: Londo Ireng

Gambar 4.69. Pola Garis Lurus pada

Pola Lantai Kawilan Kengseran

Sumber: Londo Ireng

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

113

Terdapat pola garis lurus/garis lengkung pada aksesoris Tari

Gambyong Pareanom seperti pada gambar berikut (T18):

Selain itu pada Kalung Penanggalan (Gambar 4.32), Gelang

(Gambar 4.33), Grudo (Gambar 4.34), dan Sunduk Jungkat (Gambar

4.38) juga terdapat pola garis lengkung.

Gambar 4.70. Pola Garis Lengkung

pada Mekak

Gambar 4.71. Pola Garis Lurus

pada Jarik

Gambar 4.72. Pola Garis Lengkung pada Ikat

Pinggang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

114

5) Ada penerapan kesejajaran garis/garis berpotongan pada posisi

gerakan tangan Tari Gambyong Pareanom

Pola lantai dari Tari Gambyong Pareanom membentuk

penerapan kesejajaran garis/garis berpotongan seperti pada Gambar

4.65. Terlihat adanya kesejajaran pada pola lantai. Terdapat garis

berpotongan pada gerakan ngilo asta, seperti pada gambar berikut ini:

Pada busana Tari Gambyong Pareanom terdapat penerapan

kesejajaran pada motif batik kain jarik seperti pada gambar 68.

Kesejajaran terdapat pula pada motif kain sampur seperti pada

Gambar 4.62.

Gambar 4.73. Perpotongan Garis pada Gerakan Ngilo Asta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

115

6) Ada penerapan kesebangunan dan kekongruenan pada motif aksesoris

Tari Gambyong Pareanom.

Pada motif sampur terdapat berbagai motif yang kongruen,

seperti pada Gambar 4.73. Kekongruenan juga terdapat pada bentuk

segitiga jamang, seperti Gambar 4.74.

Gambar 4.74. Kekongruenan motif

Jarik.

7) Ada penerapan transformasi geometri pada posisi gerakan tangan,

pola lantai, posisi gerakan kaki, dan motif pada busana Tari

Gambyong Pareanom

Transformasi geometri meliputi: refleksi, translasi, dilatasi,

dan rotasi. Translasi adalah perpindahan arah dan jarak suatu titik

sepanjang garis lurus. Refleksi adalah perpindahan semua titik dengan

menggunakan sifat cermin datar. Dilatasi adalah pembesaran atau

pengecilan suatu obyek. Rotasi adalah perubahan posisi dengan cara

diputar terhadap pusat tertentu dan sudut tertentu.

Gambar 4.75. Kekongruenan

Jamang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

116

Terdapat transformasi geometri refleksi pada gerakan sabetan

(Gambar 4.47). Pada gambar tersebut terlihat bahwa tangan kanan dan

tangan kiri adalah hasil pencerminan dengan sumbu yaitu tubuh

penari. Jarak antara tangan dengan tubuh penari sama, hal ini

menandakan sifat pencerminan. Pada gerakan ngilo asta juga terdapat

pencerminan sebagai berikut:

Refleksi juga terdapat pada pola lantai gerakan Wedi Kengser

yang direflesikan terhadap (0,0), dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 4.76. Refleksi pada Gerakan Ngilo

Asta

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

117

Transformasi geometri pencerminan terdapat pada aksesoris

jamang (Gambar 4.74), dimana garis hidung merupakan sumbu

pencerminan. Akan terlihat kedua sisi jamang sebagai hasil

pencerminan. Begitu pula pada aksesoris grudo, kalung penanggalan,

dan ikat pinggang. Pada pola lantai sangga ulap, membentuk dua

segitiga yang merupakan pencerminan. Pada motif jarik, terdapat

pencerminan seperti pada gambar berikut ini:

Gambar 4. 77. Pencerminan pada Pola Lantai Wedi

Kengser Sumber: Londo Ireng

Gambar 4.78. Pencerminan pada Motif

Jarik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

118

Terdapat transformasi geometri refleksi pada gerakan kaki

Wedi Kengser, seperti pada gambar berikut ini:

Gerakan pada Gambar 4.79 dan 4.80 diulang-ulang sambil

bergeser ke kanan ataupun kiri. Sesuai dengan defini translasi, gerakan

Wedi Kengser dilakukan secara lurus dengan arah dan jarak tertentu.

Misalkan penari berada di titik A (4,6), kemudian penari melakukan

gerakan Wedi Kengser hingga berada pada titik B (-6,6). Maka

pergeseran yang dilakukan penari adalah:

Gambar 4.80. Gerakan Wedi

Kengser Membuka

Gambar 4.79. Gerakan Wedi

Kengser Menutup

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

119

𝐴(4,6) − −→ 𝐴′(−6,6)

𝐴(4,6) = (−6 + 𝑎, 6 + 𝑏)

𝐴(4,6) = (−6, 6) + (𝑎, 𝑏)

(𝑎, 𝑏) = (4, 6) − (−6, 6)

(𝑎, 𝑏) = (10, 0)

Jadi, penari ditranslasikan dengan (10, 0).

Terdapat transformasi geometri rotasi pada gerakan Wedi

Kengser. Ketika kaki melakukan translasi, tangan melakukan rotasi

seperti gambar berikut ini:

Gambar 4. 81. Diagram Cartesius Pergeseran Gerakan Wedi Kengser

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

120

Pada Gambar 4.82 dan Gambar 4.83 terlihat bahwa tangan

penari melakukan rotasi sekitar 180 derajat. Pada Gambar 4.82 penari

memutar tangan ke arah dalam hingga sampai pada posisi seperti

Gambar 4.83. Setelah sampai pada posisi Gambar 4.83, tangan

dirotasikan kembali hingga kembali ke posisi 4.82 dan seterusnya

dilakukan secara berulang.

Pada gerakan Srisig terjadi rotasi dari titik awal, kemudian

berputar searah jarum jam hingga kembali ke tempat awal. Pola lantai

lingkaran juga menerapkan transformasi geometri ini untuk

pergerakan penari satu dengan yang lainnya berputar searah jarum jam

dan berhenti setiap sampai di posisi penari selanjutya.

d. Aktivitas Locating

Berikut akan dibahas aktivitas locating yang terdapat pada Tari

Gambyong Pareanom:

Gambar 4.83. Wedi Kengser Ngiting Gambar 4.82. Wedi Kengser

Ngerayung

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

121

1) Ada ketentuan arah pada posisi sikap badan, posisi gerakan tangan,

arah pandangan mata, dan penggunaan aksesoris Tari Gambyong

Pareanom

Berdasarkan T19, posisi badan ketika menari adalah sedikit

mayuk (condong ke depan). Jika dilakukan perbandingan dengan Gaya

Yogyakarta yang mempunyai aturan sikap badan tegak dan dengan

Gaya Surakarta yang mempunyai aturan sikap badan mayuk, maka

aturan sikap badan Gaya Mangkunegaran adalah diantara kedua gaya

tersebut. Dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4.84. Sikap

Badan Gaya Yogyakarta

Gambar 4.85. Sikap

Badan Gaya

Mangkunegaran

Gambar 4.86. Sikap

Badan Gaya

Surakarta

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

122

Jika digambarkan pada diagram cartesius, maka sikap badan

Gaya Yogyakarta memilik gradien tak hingga, sedangkan untuk Gaya

Mangkunegaran dan Gaya Surakarta dapat dicari besar

kemiringannya. Misalkan pada Gaya Surakarta, sikap badan

dilambangkan dengan garis yang melewati titik A dan B sebagai

berikut:

Gambar 4. 87. Diagram Cartesius Kemiringan Sikap Badan Gaya

Mangkunegaran

Misalkan garis yang melewati titik A dan B adalah posisi sikap

badan Gaya Mangkunegaran. A berada pada titik (0, 0) dan B berada

pada titik (0,5, 2). Dapat dicari gradien dari garis yang melewati AB.

𝑚 =𝑦2 − 𝑦1

𝑥2 − 𝑥1=

0,5 − 0

2 − 0=

0,5

2= 0,25

Jadi, kemiringan garis yang melewati titik AB adalah 0,25.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

123

Gerakan ngerayung seperti pada Gambar 4.41, terlihat bahwa

arah jari telunjuk sampai dengan jari kelingking adalah ke atas. Ibu

jari pada gerakan ngerayung, ditekuk dan ditempelkan pada telapak

tangan. Pada gerakan ngithing seperti pada Gambar 4.42, terlihat

bahwa ujung jari tengah ditempelkan pada ujung ibu jari. Jari telunjuk,

jari manis, dan jari kelingking menghadap ke bawah.

Seperti disampaikan oleh N1 pada T24, pandangan mata

penari Gaya Mangkunegaran mengikuti arah gerakan tangan. Penari

tidak boleh melihat kedepan ataupun melihat ke penonton. Hal ini

dimaksudkan agar penari memperlihatkan sifat kenes. Pada busana

seperti T23, bagian wiru jarik diletakkan dari sebelah kiri dan menutup

ke arah kanan. Aksesoris sunduk mentul diletakkan di depan grudo,

dan menghadap ke arah depan. Grudo sendiri diletakkan menghadap

ke belakang. Kelat bahu dengan motif naga untuk bahu kiri diletakkan

menghadap kiri, dan sebaliknya untuk kelat bahu kanan diletakkan

menghadap kanan.

2) Ada ketentuan untuk posisi/jarak pada posisi tangan, posisi penari di

panggung, dan penggunaan aksesoris Tari Gambyong Pareanom

Aturan posisi tangan gaya Mangkunegaran berdasarkan T20

adalah satu kepal dari badan. Pada T25 disebutkan bahwa posisi penari

di panggung tidak terlalu dekat dengan pinggir panggung, tetapi juga

tidak mepet di dalam (jika ditarikan lebih dari 1 orang). Untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

124

penggunaan sampur, jika ditarikan di dalam Pura Mangkunegaran

maka sampur diletakkan di pinggang. Jika ditarikan di luar, maka

sampur diletakkan di bahu kanan berdasarkan T26.

3) Terdapat penerapan pemetaan untuk pemakaian aksesoris Tari

Gambyong Pareanom.

Berdasarkan T28, dapat diterapkan pemetaan pada

penggunaan aksesoris terhadap anggota tubuh penari. Grudo

diletakkan di kepala, sunduk mentul diletakkan di kepala, sunduk

jungkat diletakkan di kepala, kantong gelung diletakkan di kepala,

jamang diletakkan di kepala, sumping diletakkan di kuping, suweng

diletakkan di kuping, kelat bahu diletakkan di bahu, kalung

penanggalan diletakkan di leher, gelang diletakkan di tangan, pending

diletakkan di pinggang, dan sampur diletakkan di pinggang.

Dari uraian tersebut, dapat dibuat menjadi dua himpunan.

Himpunan A adalah himpunan aksesoris Tari Gambyong Pareanom.

Himpunan B adalah anggota tubuh manusia. Dapat dituliskan sebagai:

A= {grudo, sunduk mentul, sunduk jungkat, kantong gelung, jamang,

sumping, suweng, kelat bahu, kalung penanggalan, gelang, pending,

sampur}.

B= {kepala, telinga, leher, tangan, bahu, pinggang}.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

125

Jika diilustrasikan hubungan antara kedua himpunan tersebut

adalah sebagai berikut:

berdasarkan diagram panah tersebut, dapat dilihat relasi antara

aksesoris dan tempat penggunaan aksesoris di tubuh penari. Selain

menggunakan diagram panah, hubungan tersebut dapat dinyatakan

dengan himpunan pasangan berurutan dan diagram cartesius. Jika

dilihat secara lebih rinci, relasi tersebut adalah fungsi satu-satu

(injektif).

Grudo

Sunduk

Mentul

Pending

Gelang

Sunduk

Jungkat Kantong

Gelung

Suweng

Kalung

Penanggalan

Kelat

bahu

Jamang

Sumping

Sampur

Pinggang

Tangan

Bahu

Leher

Kuping

Kepala

A

DIPAKAI

DI

B

Diagram 4.1. Diagram Panah Pengguanaan Aksesoris

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

126

e. Aktivitas Playing

Berikut akan dibahas aktivitas playing yang terdapat pada Tari

Gambyong Pareanom:

1) Terdapat aturan-aturan mengenai sikap badan penari, pola lantai,

dan busana

Berdasarkan T30, aturan pada gerakan tari mengikuti Gaya

Mangkunegaran. Gaya tersebut antara lain: pandangan mata

mengikuti arah gerakan tangan, sikap badan tidak tegak dan tidak

mayuk, gerakan kaki menggunakan srimpet dan bukan debeg gejug,

tangan diletakkan di cethik, dan jarak antara tangan dengan badan

adalah sekitar satu kepal tangan.

Pada pembuatan pola lantai terdapat aturan seperti

disebutkan T31 dan T32, yaitu penari tidak boleh saling menutupi

satu sama lain, penari harus terlihat oleh penonton, memperkirakan

jarak antar penari, dan memperhitungkan banyak penari dengan

ukuran panggung.

Penggunaan busana juga memiliki aturan berdasarkan T33

dan T34. Jarik digunakan sebagai pakaian bawahan, dengan cara

melilitkan kain memutari badan penari. Melilitkan kain dimulai dari

pusar kemudian kain diputar menutup ke arah kanan. Dengan cara

penggunaan yang dililitkan, maka perlu menggunakan perkiraan

sehingga jarik tidak terlalu longgar tetapi juga tidak terlalu kencang.

Jarik yang terlalu longgar dapat menyebabkan kain terbuka bahkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

127

lepas. Jika kain jarik dililitkan terlalu kencang, maka dapat

mengganggu pergerakan penari terutama gerakan yang memerlukan

perpindahan kaki yang cukup lebar.

2) Terdapat strategi agar kain sampur penari tidak terlalu panjang dan

kain jarik tidak terlalu kencang.

Strategi yang diterapkan pada tari ini adalah ketika

perpindahan pola lantai dan penggunaan sampur. Ketika membuat

pola lantai perlu untuk memperhatikan aturan-aturan seperti

disebutkan pada nomor 1. Hal ini dimaksudkan agar ketika penari

berpindah posisi atau melakukan pola lantai, penari mendapatkan

ruangan yang cukup untuk bergerak. Dengan begitu, penari tidak

akan bertubrukan satu sama lain. Berdasarkan T34, jika kain sampur

terlalu panjang maka ada strategi agar sampur pas. Caranya dengan

melipat kain sampur ke samping kanan dan/ atau kiri hingga kain

sampur dirasa pas. Kain sampur yang terlalu panjang dapat

menyebabkan kain terinjak dan bahkan tersandung. Jika kain

sampur terlalu pendek, maka gerakan penari juga tidak akan

maksimal.

f. Aktivitas Explaining

Aktivitas explaining yang terdapat pada Tari Gambyong

Pareanom yaitu adanya makna pada gerakan tari dan busana. Gerakan

tari ini menggambarkan seorang perempuan Jawa yang sedang berhias.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

128

Berdasarkan T39 dan T40, busana yang digunakan pada tari ini

menggambarkan pakaian keseharian perempuan Jawa yaitu kain jarik

sebagai kemben. Namun kemudian tari ini diperhalus dengan kaidah

istana sehingga pada akhirnya menggunakan pakaian mekak dan jarik.

Pakaian mekak dalam tarian biasanya digunakan untuk wayang orang.

Pembawaan dari tari ini ceria, lincah, dan kenes. Berdasarkan T37

terdapat makna dari gerakan-gerakan Tari Gambyong Pareanom. Makna

tersebut sama seperti yang sudah disebutkan di Bab 2, yaitu:

1) Gerakan Merong, gerak merong ini mengungkap bayi yang masih

dalam kandungan yang tidak dapat bergerak dengan bebas, maka

geraknnya hanya dilakukan ditempat.

2) Gerakan Batangan, mengungkapkan bayi sebelum lahir akan

dibatang besok kalau lahir laki-laki ataukah perempuan.

3) Gerakan Pilesan mengungkap bayi sesudah lahir dididik agar kelak

menjadi orang yang baik.

4) Gerakan Laku telu mengungkap kehidupan yang dialami oleh

manusia yaitu lahir, dewasa, dan tua.

5) Gerakan Menthogan mengungkapkan orang yang sudah tua apabila

berjalan sudah tidak pantas dilihat, maka gerakannya disamakan

sepeti menthog.

6) Gerakan Wedhi kengser mengungkap orang yang mendekati akan

meninggal, maka kaitannya dengan iringan agak seseg dan akhirnya

suwuk.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

129

7) Gerakan Entragan pada akhir tari mengungkapkan hembusan nafas

terakhir dari ritme yang cepat kemudian semakin melambat.

3. Permasalahan Kontekstual Matematika pada Tari Gambyong

Pareanom

Berdasarkan hasil analisis data, terdapat aspek-aspek matematis yang

dapat dibuat menjadi soal permasalahan kontekstual matematika. Tabel 4.23

merupakan tabel berisi aspek-aspek matematis yang ditemukan pada Tari

Gambyong Pareanom.

Tabel 4.23. Permasalahan Kontekstual Matematika

Aspek

Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang

Bilangan

Tari Gambyong Pareanom adalah tarian klasik dari

Surakarta. Tari ini dapat ditarikan oleh satu orang atau

lebih bahkan secara masal. Tari Gambyong Pareanom

terdiri dari 7 bagian iringan musik, yaitu:

(1) patetan pelog nem, 2 gerakan

(2) ayak-ayakan pelog nem, 5 gerakan

(3) patet jugag pelog nem, 1 gerakan

(4) Pancerono:

a. gending gambirsawit ketuk 2 kerep, 7 gerakan

b. gending gambirsawit ketuk 4 kerep, 21 gerakan

c. kebar, 4 gerakan

d. gending gambirsawit ketuk 4 kerep, 6 gerakan

(5) patet jugag pelog nem, 1 gerakan

(6) ayak-ayakan pelog nem, 6 gerakan

(7) patet jugag pelog nem, 1 gerakan

Berapakah jumlah keseluruhan gerakan Tari Gambyong

Pareanom?

Alternatif Penyelesaian:

Total= 2 + 5 + 1 + 7 + 21 + 4 + 6 + 1 + 6 + 1 = 54

Jadi jumlah keseluruhan gerakan Tari Gambyong

Pareanom adalah 54 gerakan.

SD

Kelas 3

Tari Gambyong Pareanom adalah tarian klasik dari

Surakarta. Tari ini dapat ditarikan oleh satu orang atau

lebih bahkan secara masal. Rangkaian gerak Kebar pada

tari ini, terdiri dari:

a. ngilo asta sebanyak 4 x 8 ketukan

b. atur-atur sebanyak 4 x 8 ketukan

c. sangga ulap sebanyak 4 x 8 ketukan

SD

Kelas 3

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

130

Aspek

Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang

Berapakah jumlah keseluruhan ketukan pada rangkaian

gerak Kebar?

Alternatif Penyelesaian:

Total = 3 x (4 x 8) = 3 x 32 = 96

Jadi jumlah keseluruhan ketukan pada rangkaian gerak

Kebar adalah 96 ketukan.

Ketukan kethuk pada bagian-bagian musik Tari

Gambyong Pareanom adalah sebagai berikut:

Ayak-ayak: 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13

Gambirsawi: 4, 12, 20, 28

Kebar: 2, 4, 6, 8, 10, 12

Tentukan bentuk umum dari pola ketukan tersebut.

Alternatif Penyelesaian:

Ayak-ayak

a=1, b=2

𝑈𝑛 = 𝑎 + (𝑛 − 1)𝑏

𝑈𝑛 = 2𝑛 − 1

Gambirsawit

a=4, b=8

𝑈𝑛 = 𝑎 + (𝑛 − 1)𝑏

𝑈𝑛 = 8𝑛 − 4

Kebar:

a=2, b=2

𝑈𝑛 = 𝑎 + (𝑛 − 1)𝑏

𝑈𝑛 = 2𝑛

SMP

Kelas 8

Logika

Buatlah negasi dari kalimat berikut ini:

1. Penari melakukan perpindahan pola lantai setiap

ketukan kedelapan.

2. Setiap lipatan wiru jarik besarnya 2 cm.

3. Busana pada Tari Gambyong Pareanom adalah

mekak dan jarik.

Alternatif Penyelesaian:

a. Penari tidak melakukan perpindahan pola lantai setiap

ketukan kedelapan.

b. Ada lipatan wiru jarik yang besarnya bukan 2 cm.

c. Busana pada Tari Gambyong Pareanom bukan mekak

atau jarik.

SMA

Kelas

XI

Tentukan kesimpulan yang sah.

1. jika jarik terlalu kencang, maka penari tidak bebas

bergerak. Jika penari tidak bebas bergerak, maka

penampilan penari tidak maksimal.

2. jika Tari Gambyong Pareanom dipentaskan di luar

Pura Mangkunegaran, maka pensri menggunakan

busana mekak dan jarik. Penari tidak menggunakan

mekak dan jarik.

SMA

Kelas

XI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

131

Aspek

Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang

Alternatif Penyelesaian

1. Premis 1 = jika p maka q

Premis 2 = jika q maka r

Berdasarkan silogisme hipotesis, kesimpulan yang sah

adalah p maka r.

2. Premis 1 = jika p maka q

Premis 2 = ~ q

Berdasarkan Modus Ponens , kesimpulan yang sah

adalah ~p.

Operasi

Hitung

Wiru jarik pada Tari Gambyong Pareanom dilakukan

sebanyak 12 kali. Setiap lipatan lebarnya adalah 2 cm.

Ukuran jarik adalah 2,5 m × 1,5 m . Hitung luas jarik

yang tersisa setelah jarik diwiru.

Alternatif Penyelesaian:

Luas jarik = 2,5 m × 1,5 m = 3,75 m2 = 37.500 cm2.

Sedangkan besar wiru = 12 x 2 cm = 24 cm.

Luas wiru = 24 cm x 150 cm = 3.600 cm2.

Maka luas kain jarik yang tersisa = 37.500 – 3.600 =

33.900 cm2.

SD

Kelas 4

Sudut

Tentukan jenis sudut pada gambar berikut dan berikan

alasan!

Gambar Jenis Sudut

Siku-siku karena tegak

lurus dan bersudut 90

derajat

SD

Kelas 4

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

132

Aspek

Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang

Sudut pelurus karena

bersudut 180 derajat dan

lurus

Sudut tumpul karena lebih

dari 90 derajat

Sudut lancip karena

kurang dari 90 derajat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

133

Aspek

Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang

Konversi

Satuan

Tari Gambyong Pareanom merupakan tari klasik yang

berasal dari Surakarta. Pada tari ini digunakan kain jarik

sebagai pakaian bawahan penari. Sebelum dikenal alat

pengukur panjang, orang zaman dahulu menggunakan

satuan tidak baku sebagai alat perhitungan panjang.

Pada zaman dahulu, panjang kain jarik adalah 2 kacu

lebih setengah. Jika panjang 1 kacu adalah sekitar 1

meter, berapakah panjang kain jarik dalam satuan

meter?

Alternatif Penyelesaian:

Diketahui: panjang kain = 2 kacu lebih setengah

1 kacu sekitar 1 meter

2 kacu lebih setengah = sekitar 2,5 meter

SD

Kelas 4

Diagram

Cartesius

Seorang penari menarikan Gambyong Pareanom di

panggung yang berbentuk persegi dengan ukuran

panggung 3 meter x 3 meter, seperti gambar berikut:

tentukan titik penari pada diagram cartesius jika titik D

berada di (0, 0).

Alternatif Penyelesaian:

Misalkan panggung sebagai persegi ABCD:

Maka posisi penari berada di titik (1,5 , 1,5) pada

diagram cartesius. Atau secara nyata di titik 1,5 meter

dari sisi kanan dan kiri panggung serta 1,5 meter dari

SMP

Kelas 8

(0,3) A

D (0,0) C (3,0)

B (3,3)

A

D (0,0) C

B

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

134

Aspek

Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang

sisi depan dan belakang karena penari berada di tengah

panggung.

Phytagoras

Panggung dengan ukuran 4 meter × 4 meter akan

digunakan untuk pementasan Tari Gambyong Pareanom

dengan banyak penari adalah 4 orang. Pola lantai dibuat

berbentuk persegi persegi, seperti berikut:

Tentukan jarak penari A dan D.

Alternatif Penyelesaian:

Jarak penari AD dan BC dapat dicari menggunakan

teorema phytagoras:

𝐴𝐷 = √𝐴𝐵2 + 𝐵𝐷2 = √22 + 22 = √4 + 4 = √8 =

2√2

Maka, jarak AD = 2√2 meter

SMP

Kelas 8

Estimasi

Dalam suatu pementasan Tari Gambyong Pareanom,

disediakan panggung berukuran 4m x 4m. Banyak

penari yang akan pentas adalah 5 orang. Menurutmu,

cukupkah panggung tersebut jika masing-masing penari

membutuhkan ruang untuk bergerak sekitar 1 meter ke

empat arah? Bagaimana posisi kelima penari pada

panggung tersebut?

Alternatif Penyelesaian:

cukup.

Dengan membagi

panggung per meter

seperti gambar

disamping. Terdapat 9

titik perpotongan, di

dalam panggung.

Jika 1 penari

membutuhkan ruang

gerak sekitar 1 meter ke

empat arah, maka 1 penari membutuhkan sekitar 1

meter ke kanan, 1 meter ke kiri, 1 meter ke depan, dan

1 meter ke belakang.

SMP

Kelas 8

A

B

C

D

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

135

Aspek

Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang

Dengan membuat pola

lantai seperti berikut, maka

panggung akan cukup.

Seorang koreografer ingin membuat garapan Tari

Gambyong Pareanom untuk pembukaan suatu acara. Ia

akan menyusun rangkaian gerak berupa:

• Sembahan 1 x 8

• Gedek 1 x 8

• Merong 4 x 8

• Ulap – ulap kanan 4 x 8

• Srisig 1 x 8

• Trap jamang 4 x 8

• Atur – atur 4 x 8

• Trap pending 4 x 8

• Srisig 2 x 8

• Merong 4 x 8

• Batangan 4 x 8

• Kawilan 4 x 8

• Pilesan 4 x 8

• Srisig 2 x 8

• Lampah telu 4 x 8

• Ukel pakis 4 x 8

• Ubed sampur 2 x 8

• Kawilan kengseran 4 x 8

• Srisig 2 x 8

• Prenjakan 4 x 8

• Tatapan 2 x 8

• Tumpang tali 2 x 8

• Banyakan kawilan 4 x 8

• Natap 2 x 8

• Lampah gelo asta 4 x 8

• Srisig 1 x 8

Cukupkah waktu yang disediakan panitia selama 12

menit jika 1 ketukan sama dengan 1 detik?

Alternatif Penyelesaian:

Total ketukan= 4 (1 x 8) + 7 (2 x 8) + 15 ( 4 x 8) =624

ketukan

1 ketukan sekitar 1 detik

Maka 60 ketuka 1 menit

SD

Kelas 5

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

136

Aspek

Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang

624 / 60 = 10, 4 menit

Jadi waktu yang disediakan panitia cukup untuk garap

tari tersebut.

Perban

dingan

Seorang koreografer membuat pola lantai Tari

Gambyong Pareanom untuk 4 orang penari dengan

ukuran panggung 7 meter x 7 meter. Pola lantai

manakah yang memiliki jarak terpanjang hingga

kembali ke titik awal? (cari menggunakan keliling)

Alternatif Penyelesaian:

Misalkan terdapat titik B, C, dan D

Maka titik B berada di (6, 2), C (6, 6), dan D (2, 6)

Keliling 1 = (6-2) + (6-2) + (6-2) + (6-2) = 4 + 4 + 4 +

4 =16

Keliling 2:

Terdapat juring AOD, BOC, COD, dan AOB.

Akan dicari busur AB, BC, CD, dan DA

∠𝐴𝑂𝐵 = 90

𝐴𝐶 = √𝐵𝐶2 + 𝐵𝐴2

SD

Kelas 4

1 A (2, 2) 2 A (2, 2)

1 A (2, 2) B

C D

2 A (2, 2) B

C D

2 A (2, 2) B

C D

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

137

Aspek

Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang

𝐴𝐶 = √42 + 42

𝐴𝐶 = √16 + 16

𝐴𝐶 = √32

𝐴𝐶 = 4√2

𝐴𝑂 =1

2𝐴𝐶

𝐴𝑂 =1

2 × 4√2

𝐴𝑂 = 2√2

𝐴�̂� =90

360× 2𝜋𝑟

𝐴�̂� =1

4× 2𝜋 2√2

𝐴�̂� = √2𝜋

Jadi jaraj yang diperlukan untuk sampai di posisi awal

pada pola lantai 2 adalah 4 × √2𝜋

Luas

Gambar diatas adalah ikat pinggang yang digunakan

pada Tari Gambyong Pareanom:

Hitunglah luas gabungan bangun datarnya!

Alternatif Penyelesaian:

1. Bangun datar 1=2=4=5

SD

Kelas 6

1

1 4

6 8

1 2 3

4 5 6

7 8

9 1

0

1

1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

138

Aspek

Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang

Luas lingkaran = 𝜋𝑟2 = 𝜋. 0,52 = 0,25𝜋 𝑐𝑚2

Ada 2 lingkaran jadi 2 × 0,25 = 0,5𝜋 𝑐𝑚2

2. Bangun datar 3=6

Luas lingkaran = 𝜋𝑟2 = 𝜋22 = 4𝜋 𝑐𝑚2

3. Bangun datar 7=8

Luas lingkaran = 𝜋𝑟2 = 𝜋32 = 9𝜋 𝑐𝑚2

4. Bangun datar 10=11

Luas Trapesium =1

2× ((𝑎 + 𝑏) × 𝑡) =

1

2× (6 +

8)1 =1

2× 14 = 7𝑐𝑚2

Ada 2 trapesium jadi 2 × 7 = 14 𝑐𝑚2

5. Bangun datar 9

Luas persegi panjang = 𝑝 × 𝑙 = 4 × 8 = 32 𝑐𝑚2

Luas gabungan = L1 + L2 + L3 + L4 + L5

Luas gabungan = 0,5𝜋 + 4𝜋 + 9𝜋 + 14 + 32 = 46 +13,5𝜋 𝑐𝑚2

Titik dan

garis

Tentukan jarak antar penari 1 dan 2 pada pola lantai di

bawah ini jika ukuran panggung adalah 4m x 4m dan

penari 1 berada di titik (-4,5) dan tentukan posisi penari

2 pada cartesius.

Alternatif Penyelesaian:

Posisi penari 2 = (-2, 7)

SMP

Kelas 8

1

2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

139

Aspek

Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang

𝒓 = √(𝒙𝟐 − 𝒙𝟏)𝟐 + (𝒚𝟐 − 𝒚𝟏)𝟐

𝒓 = √(−𝟐 − (−𝟒))𝟐 + (𝟕 − 𝟓)𝟐

𝒓 = √𝟒 + 𝟒

𝒓 = √𝟖

𝒓 = 𝟐√𝟐

Jadi jarak penari 1 dan 2 adalah 2√2 meter.

Garis

Sikap badan penari Gaya Mangkunegaran tidak mayuk

tetapi tidak tegak, seperti gambar berikut:

Jika digambarkan pada diagram cartesius, sikap badan

Gaya Mangkunegaran adalah sebagai berikut:

Misalkan garis yang melewati titik A dan B adalah

posisi sikap badan Gaya Mangkunegaran. A berada

SMP

Kelas 8

Sikap Badan Gaya

Yogyakarta

Sikap Badan Gaya

Mangkunegaran

Sikap Badan

Gaya Surakarta

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

140

Aspek

Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang

pada titik (0, 0) dan B berada pada titik (0,5, 2).

Tentukan kemiringan garis yang melewati titik AB.

Alternatif Penyelesaian:

Gradien dari garis yang melewati AB.

𝑚 =𝑦2 − 𝑦1

𝑥2 − 𝑥1=

0,5 − 0

2 − 0=

0,5

2= 0,25

Jadi, kemiringan garis yang melewati titik AB adalah

0,25.

Bangun

datar

Berikut ini adalah kain sampur yang digunakan pada

Tari Gambyong Pareanom.Apakah bentuk yang

dilingkari dapat disebut sebagai segitiga? Berikan

alasamu.

Alternatif Penyelesaian:

Ciri-ciri segitiga:

- Mepunyai tiga sisi, dengan jumlah panjang dua sisi

lebih panjang dari sisi yang lain

- Mempunyai 3 sudut yang jumlahnya 180 derajat.

Berdasarkan ciri- criri tersebut, bangun datar dalam

lingkaran bukan segitiga.

SMA

Kelas 10

Garis

Dua orang penari Gambyong Pareanom, membentuk

pola lantai pada panggung berukuran 4m x 4m sebagai

berikut:

SMP

Kelas 8

1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

141

Aspek

Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang

Tentukan persamaan garis yang merupakan jarak antara

dua penari tersebut jika penari 1 berada di posisi (3, 5)

pada diagram cartesius.

Alternatif Penyelesaian:

Posisi penari 2 = (5, 7)

Persamaan garis : 𝑦 − 𝑦1

𝑦2 − 𝑦𝑖=

𝑥 − 𝑥1

𝑥2 − 𝑥1

𝑦 − 5

7 − 5=

𝑥 − 3

5 − 3

2(𝑦 − 5) = 2(𝑥 − 3)

2𝑦 − 10 = 2𝑥 − 6

2𝑦 − 2𝑥 = 4

𝑦 − 𝑥 = 2

Garis

Sejajar

Perhatikan gambar Tari Gambyong Pareanom berikut:

Terdapat dua garis pada pola lantai tersebut. Garis 1

sejajar dengan garis 2. Persamaan garis 2 adalah 2𝑥 +𝑦 = −7. Tentukan persamaan garis 1 jika garis 1

melewati penari yang berada di titik (4,3).

Alternatif Penyelesaian:

Gradien garis 2 adalah 𝑦 = −7 − 2𝑥. Jadi gradien garis

2 adalah (-2).

Persamaan garis 1 :

𝑦 = 𝑚𝑥 + 𝑐

4 = −2.3 + 𝑐

4 = −6 + 𝑐

𝑐 = 10

Jadi persamaan garis 1 adalah 𝑦 = −2𝑥 + 10

SMP

Kelas 8

1 2

(4,3)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

142

Aspek

Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang

Kesebangu

nan dan

kekongruen

an

Perhatikan aksesoris Tari Gambyong Pareanom berikut:

Apakah segitiga A dan B kongruen? Berikan alasan!

Alternatif Penyelesaian:

Gambarkan kedua segitiga sebagai berikut:

Berdasarkan teorema sisi sudut sisi, maka kedua

segitiga tersebut kongruen.

SMA

Kelas

10

A B

B A

B A

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

143

Aspek

Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang

Transforma

si Geometri

Seorang penari Gambyong Pareanom melakukan

gerakan srisig dari posisi awal kemudian memutari

temannya yang berada ditengah panggung ke arah kiri

hingga kembali ke posisi awal seperti pada gambar

berikut:

Jika digambarkan pada diagram cartesius, posisi penari

berada pada titik (2,-2). Sedangkan posisi penari yang

diputari berada pada titik (0,0). Tentukan bayangan

penari yang memutari temannya.

Alternatif Penyelesaian:

Koordinat bayangan penari (x,y) yang dirotasikan

terhadap temannya yang berada di tengah panggung

sebagai pusat (0,0), sebesar 360 derajat searah jarum

jam.

(𝑥′𝑦′

) = (cos 𝜃 − sin 𝜃sin 𝜃 cos 𝜃

) (𝑥𝑦)

(𝑥′𝑦′

) = (cos 360 − sin 360sin 360 cos 360

) (2

−2)

(𝑥′𝑦′

) = (1 00 1

) (2

−2)

(𝑥′𝑦′

) = (2

−2)

Diperoleh baangan titik penari adalah sama yaitu (2, -

2).

SMP

Kelas 9

Seorang penari Gambyong Pareanom melakukan

gerakan kengser, yaitu gerakan kaki merambat untuk

berpindah tempat tanpa mengubah kedudukan badan.

Jika digambarkan pada diagram cartesius, posisi awal

penari berada pada titik (3, 5).

SMP

Kelas

IX /

SMA

Kelas

XI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

144

Aspek

Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang

jika penari melakukan kengser ke kiri hingga titik (-3,5)

tentukan translasinya.

Alternatif Penyelesaian:

(𝑥′𝑦′

) = (𝑥𝑦) + (

𝑞𝑟

)

(−35

) = (35

) + (𝑞𝑟

)

(𝑞𝑟

) = (−35

) − (35

)

(𝑞𝑟

) = (60

)

Seorang penari Gambyong Pareanom melakukan

gerakan Kengser, yaitu gerakan kaki merambat untuk

berpindah tempat tanpa mengubah kedudukan badan.

Gerakan Wedi Kengser dilakukan secara lurus dengan

arah dan jarak tertentu.

Misalkan penari berada di titik A (4,6), kemudian

penari melakukan gerakan Wedi Kengser hingga berada

pada titik B (-6,6). Tentukan pergeseran yang dilakukan

penari.

SMP

Kelas

IX /

SMA

Kelas

XI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

145

Aspek

Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang

Alternatif Penyelesaian:

𝐴(4,6) − −→ 𝐴′(−6,6)

𝐴(4,6) = (−6 + 𝑎, 6 + 𝑏)

𝐴(4,6) = (−6, 6) + (𝑎, 𝑏)

(𝑎, 𝑏) = (4, 6) − (−6, 6)

(𝑎, 𝑏) = (10, 0)

Jadi, penari ditranslasikan dengan (10, 0).

Perhatikan gambar Tari Gambyong Pareanom diatas.

Garis kuning merupakan sumbu pencerminan. Misalkan

penari diatas dicerminkan terhadap sumbu y. tentukan

bayangan penari jika penari berada di titik (-4, 7)

Alternatif Penyelesaian:

(𝑥′𝑦′

) = (−1 00 1

) (𝑥𝑦)

(𝑥′𝑦′

) = (−1 00 1

) (−47

)

SMP

Kelas

IX /

SMA

Kelas

XI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

146

Aspek

Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang

(𝑥′𝑦′

) = (47

)

Vektor

Seornag koreografer membuat pola lantai untuk Tari

Gambyong Pareanom dengan bentuk sebagai berikut:

Penari akan melakukan pola lantai berbentuk segi empat

seperti pada gambar, hitunglah perpindahannya jika

posisi awal penari berada pada titik (3, 4).

Alternatif Penyelesaian:

v1= (3-6, 4-8) = (-3, -4),

v2= (6-9, 8-4) = (-3, 4)

v3= (9-6, 4-0) = (3, 4)

v3= (6-3, 0-4) = (3, -4)

panjang vektor

v1= 5

v2=5

v3=5

v4=5

maka perpindahan penari sejauh 20 satuan panjang.

SMA

Kelas X

Pemetaan

Berikut ini adalah nam aaksesoeis Tari Gambyong

Pareanom dan tempat pemakaiannya. Grudo diletakkan

di kepala, sunduk mentul diletakkan di kepala, sunduk

jungkat diletakkan di kepala, kantong gelung diletakkan

di kepala, jamang diletakkan di kepala, sumping

diletakkan di kuping, suweng diletakkan di kuping,

kelat bahu diletakkan di bahu, kalung penanggalan

diletakkan di leher, gelang diletakkan di tangan,

pending diletakkan di pinggang, dan sampur diletakkan

di pinggang.

Buatlah diagram panahnya dan tetukan apakah

merupakan relasi atau fungsi.

Alternatif Penyelesaian:

SMP

Kelas 7

(3, 4)

(6, 8)

(9, 4)

(6, 0)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

147

Aspek

Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang

A= {grudo, sunduk mentul, sunduk jungkat, kantong

gelung, jamang, sumping, suweng, kelat bahu, kalung

penanggalan, gelang, pending, sampur}.

B= {kepala, telinga, leher, tangan, bahu, pinggang}.

berdasarkan diagram panah, pemetaan tersebut merupakan fungsi injektif.

Grudo

Sunduk Mentul

Pending

Gelang

Sunduk Jungkat

Kantong Gelung

Suweng

Kalung Penanggalan

Kelat bahu

Jamang

Sumping

Sampur

Pinggang

Tangan

Bahu

Leher

Kuping

Kepala

A

DIPAKAI DI

B

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

148

E. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini masih memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya:

1. Soal Kontekstual belum divalidasi oleh ahli, sehingga masih perlu untuk

dilakukan validasi serta penyempurnaan.

2. Aspek filosofi yang dikaji belum cukup mendalam terutama pada makna-

makna dan aturan dari Tari Gambyong Pareanom yang kurang tergali. Perlu

untuk melakukan studi pustaka serta dokumentasi jika ingin mendalami

lebih lanjut untuk makna serta aturan pada tari ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

149

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, didapatkan kesimpulan sebagai

berikut:

1. Sejarah dan Filosofi Tari Gambyong Pareanom

a. Sejarah Tari Gambyong Pareanom

Pada awalnya Tari Gambyong merupakan tari yang mempunyai

anggapan buruk di masyarakat karena gerakan dari tari tersebut yang

cenderung erotis. Tari Gambyong kemudian diperhalus dengan kaidah

istana (diwirengkan) untuk menghilangkan anggapan buruk tersebut.

Hasil dari perhalusan oleh Nyi Bei Mintoraras pada tahun 1950 ini

merubah bagian busana, menambahkan gerakan sembahan, pemadatan

durasi, serta pematokan gerakan.

Gerakan Tari Gambyong sebelum diperhalus adalah mengikuti

pemain kendang, kemudian disusun Tari Gambyong Pareanom dengan

gerakan-gerakan yang sudah disusun sedemikian sehingga sudah dibuat

patokan gerakan. Tari Gambyong Pareanom diperhalus dengan kaidah

istana, sehingga pada awal dan akhir tarian terdapat gerakan sembahan.

Pola lantai dari Tari Gambyong Pareanom yang paling sering

digunakan adalah prapatan (perempatan), atau bisa disebut sebagai

wajik. Penyusunan pola lantai perlu memperhatikan banyak penari,

ukuran panggung, serta ruang gerak penari.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

150

Pada mulanya busana untuk Tari Gambyong Pareanom adalah

kemben. Busana tersebut dirasa kurang halus terutama jika untuk

ditarikan di Pura Mangkunegaran. Busana tari ini kemudian diganti

dengan mekak dan jarik. Aksesoris tari Gambyong Pareanom pada

awalnya adalah menggunakan konde serta sampur yang diletakkan di

bahu kanan penari. Setelah dilakukan perhalusan, konde digantikan

dengan jamang dan sampur diletakkan di pinggang.

b. Filosofi Tari Gambyong Pareanom

Nama Gambyong diambil dari nama seorang pesinden yang

pandai menari sehingga menjadi idaman pemuda pada waktu itu.

Pareanom memiliki arti “padi muda”, warna padi yang masih muda

adalah hijau kekuningan. Warna tersebut merupakan warna dari

bendera Mangkunegara.

Tari Gambyong Pareanom ingin menampilkan seorang

perempuan Jawa yang sedang berhias, sehingga suasana yang

digambarkan adalah gembira, lincah, kenes, luwes, dan membuat

penonton sengsem. Rangkaian gerakannya memiliki makna kehidupan

manusia dari sebelum lahir ke dunia hingga akhir hayat manusia.

Busana kemben merupakan busana wanita Jawa biasa pada

zaman dahulu, sedangkan mekak identik dengan busana dalam

pertunjukan seni wayang orang. Jamang adalah aksesoris kepala yang

menyerupai mahkota, aksesoris ini identik dengan aksesoris

pertunjukan seni wayang orang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

151

2. Aktivitas Fundamental Matematis pada Tari Gambyong Pareanom

a. Counting

Berikut ini macam-macam aktivitas counting yang ditemukan

pada Tari Gambyong Pareanom:

1) Terdapat aktivitas membilang atau mencacah ketukan setiap

gerakan Tari Gambyong Pareanom.

2) Terdapat quantifier pada gerakan, pola lantai, penggunaan busana,

serta penggunaan aksesoris Tari Gambyong Pareanom

3) Untuk menghitung banyaknya ketukan setiap gerakan, digunakan

operasi hitung perkalian.

b. Measuring

Berikut ini macam-macam aktivitas measuring yang ditemukan pada

Tari Gambyong Pareanom:

1) Terdapat ukuran sudut yang terbentuk dari posisi tangan pada

gerakan Tari Gambyong Pareanom.

2) Terdapat pengukuran jarak menggunakan satuan anggota badan

pada posisi gerakan Tari Gambyong Pareanom

3) Terdapat pengukuram jarak antar penari pada pola lantai.

4) Satuan tidak baku yang digunakan pada Tari Gambyong Pareanom

dapat dikonversikan ke satuan panjang yang baku.

5) Adanya perkiraan/estimasi pada pembuatan pola lantai, posisi sikap

badan penari, dan penggunaan aksesoris Tari Gambyong Pareanom.

6) Terdapat comparative quantifier pada penggunaan jarik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

152

7) Adanya pengukuran luas panggung yang ideal, disesuaikan dengan

banyaknya penari.

c. Locating

Berikut ini macam-macam aktivitas locating yang ditemukan pada Tari

Gambyong Pareanom:

1) Adanya ketentuan arah pada posisi sikap badan, posisi gerakan

tangan, arah pandangan mata, dan penggunaan aksesoris.

2) Ada ketentuan untuk posisi/jarak pada posisi tangan, posisi penari di

panggung, dan penggunaan aksesoris pada anggota tubuh penari.

3) Terdapat penerapan pemetaan untuk pemakaian aksesoris pada

anggota tubuh penari.

d. Designing

Berikut ini macam-macam aktivitas designing yang ditemukan pada

Tari Gambyong Pareanom:

1) Ada bermacan-macam rangkaian gerak yang dapat disesuaikan

dengan durasi waktu serta hitungan dari iringan gamelan.

2) Ada bermacam-macam pola lantai yang dapat dibuat, berdasarkan

jumlah penari, ukuran panggung, serta semua penari tetap terlihat

dengan jelas.

3) Teradapat pola garis lurus/garis lengkung pada gerakan, pola lantai,

motif pada busana, dan motif pada aksesoris.

4) Ada penerapan kesejajaran garis/garis berpotongan pada posisi

gerakan tangan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

153

5) Ada penerapan kesebangunan dan kekongruenan motif aksesoris.

6) Ada penerapan transformasi geometri pada posisi gerakan tangan,

pola lantai, posisi gerakan kaki, dan motif pada busana.

e. Playing

Berikut ini macam-macam aktivitas playing yang ditemukan pada Tari

Gambyong Pareanom:

1) Terdapat aturan-aturan mengenai sikap badan penari, pola lantai,

dan busana.

2) Terdapat strategi agar kain sampur penari tidak terlalu panjang dan

kain jarik tidak terlalu kencang.

f. Explaining

Aktivitas explaining yang ditemukan pada Tari Gambyong Pareanom

adalah adanya makna dari rangkaian gerak Tari Gambyong Pareanom

dan penggunaan busana.

3. Permasalahan Kontekstual Matematis pada Tari Gambyong Pareanom

Peneliti menemukan 20 aspek matemtis pada Tari Gambyong

Pareanom yaitu (1) Bilangan, (2) Logika matematika, (3) Perkalian, (4)

Sudut, (5) Konversi satuan, (6) Diagram cartesius, (7) Phytagoras, (8)

Estimasi, (9) Perbandingan, (10) Luas, (11) Titik dan garis, (12) Bangun

Datar, (13) Garis, (14) Kesejajaran dan perpotongan garis, (15)

Kesebangunan dan kekongruenan, (16) Transformasi geometri, (17) Vektor,

(18) Pemetaan, (19) Logika matematika, (20) Penerapan Matematika.

Melalui aspek-aspek matematis yang sudah ditemukan pada Tari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

154

Gambyong Pareanom, disusun permasalahan kontekstual matematika yang

ditujukan untuk siswa dari jenjang SD hingga SMA.

B. Saran

1) Bagi penelitian selanjutnya, dapat dilakukan penelitian pengembangan

terhadap permasalahan kontekstual yang sudah disusun dalam penelitian ini

sehingga dapat digunakan pada pembelajaran.

2) Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk

mengembangkan pembelajaran matematika maupun penelitian.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

155

DAFTAR PUSTAKA

Bawarasa. 2020, 24 Oktober. Gambyong Kyahi Kanyut Mesem. Youtube.

https://youtu.be/dHqMQbWj740

Bishop, A. J. (1991). Mathematical Enculturation: A Cultural Perspective on

Mathematics Education (Vol. 6). London: Kluwer Academic Publisher.

Blangkonan, Metal. 2020, 19 Juni. Gambyong Pareanom (ASKI Surakarta 1992).

Youtube. https://youtu.be/ao16EhDTZQk

D'Ambrosio, U. (1985). Ethnomathematics and its Place in the History and

Pendagogy of Mathematics. For the Learning of Mathematics, 5(1), 44-48.

Darmaningsih, M. (1987). Gambyong Pareanom: Studi Kasus Tentang Nilai - Nilai

Kewanitaan Dalam Pura Mangkunegara. Jakarta: Institut Kesenian Jakarta.

Dewi, A. F., Kinanti, M., & Sulistyorini, P. (2020). Pola Barisan Aritmetika pada

Pukulan Ketukan Gending Ketawang di Gamelan Yogyakarta. Seminar

Nasional Pendidikan Matematika, 1(1), 7-14.

Dewi, R. S. (2012). Keanekaragaman Seni Tari Nusantara. Balai Pustaka.

Gerdes, P. (1994). Reflection on Ethnomathematics. For the Learning of

Mathematics, 14(2), 19-22.

Gunawan, I. (2013). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara.

Herlina, Hartiwi, & Nugroho, S. H. (2010). Diktat Tari Surakarta IV. Yogyakarta:

Universitas Negeri Yogyakarta.

Hiebert, J., & Carpenter, T. P. (1992). Learning and Teaching with Understanding.

Dalam N. C. Mathematics, & D. A. Grouws (Penyunt.), Handbook of

Research on Mathematics Teaching and Learning: A Project of the National

Council of Teachers of Mathematics (hal. 65-97). Virginia: National

Council of Teachers of Mathematics.

Ireng, Londo. 2015, 12 Maret. Gambyong Dance Mangkunegaran Solo by Wahyu

Koen. Youtube. https://youtu.be/Tv-51jtbqPo

Koentjaraningrat. (1985). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.

Menari, Oengaran. 2019, 29 Juli. Gambyong Pareanom Gaya Mangkunegaran.

Youtube. https://youtu.be/gSwypn4l96l

Narawati, T. (2009). Peran Pendidikan Tari Putri Klasik Gaya Yogyakarta bagi

Perempuan Jawa, Dulu dan Kini. Jurnal Humaniora, 21(1), 70-80.

Nuraini, I. (2016). Metode Belajar Tari Puteri Gaya Surakarta. Yogyakarta: Badan

Penerbit ISI Yogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

156

Parmadi, S., Haryono, T., Soedarsono, R. M., & Kusmayati, A. H. (2014a).

Karakter dalam Tari Gaya Surakarta. Jurnal Seni Budaya, 12(2), 220-235.

Parmadi, S., Haryono, T., Soedarsono, R. M., & Kusmayati, A. H. (2014b).

Spiritualitas Budaya Jawa dalam Seni Tari Klasik Gaya Surakarta.

Panggung, 24(2), 198-210.

Pramestika, I. W. (2020). Kajian Etnomatematika pada Tari Srimpi Pandhelori.

Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Prastowo, A. (2014). Metode Penelitian Kualitatif: dalam Perspektif Rancangan

Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Rakhmawati, R. (2016). Aktivitas Matematika Berbasis Budaya pada Masyarakat

Lampung. Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika, 7(2), 221-230.

Rijali, A. (2018). Analisis Data Kualitatif. Alhadharah: Jurnal Ilmu Dakwah,

17(33), 81-95.

Soedarsono, R. M. (1978). Pengantar Pengetahuan Tari dan Komposisi Tari.

Yogyakarta: Akademik Seni Tari Yogyakarta.

Sulistyarini, A. R., & Putri, A. G. (2018). Analisis Operasi Vektor dan Kombinasi

Linear dalam Pola Tari Gambyong Pareanom. Prosiding Seminar Nasional

Matematika dan Pendidikan Matematika, 4(1).

Supriadi, Arisetyawan, A., & Tiurlina. (2016). Mengintegrasikan Pembelajaran

Matematika Berbasis Budaya Banten pada Pendirian SD Laboratorium UPI

Kampus Serang. Mimbar Sekolah Dasar, 3(1), 1-18.

Suraji. (2013, Mei). Tinjauan Ragam Bentuk Tlutur dan Korelasinya. Keteg: Jurnal

Pengetahuan, Pemikiran, dan Kajian Tentang Bunyi, 13(1), 123-152.

Syafnidawaty. (2020, October 29). Universitas Raharja. Retrieved Juni 27, 2021,

from raharja.ac.id: https://raharja.ac.id/2020/10/29/penelitian-kualitatif/

Tandililing, E. (2013). Pengembangan Pembelajaran Matematika Sekolah dengan

Pendekatan Etnomatematika Berbasis Budaya Lokal sebagai Upaya untuk

Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Matematika di Sekolah. Prosiding

Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, 9, 194-202.

Taylor, E. B. (1871). Primitive Culture: Researches into the Development of

Mythology, Philosophy, Religion, Language, Art, and Custom. 2 vols.

London: John Murray.

Thabroni, G. (2021, Februari 11). Metode Penelitian Deskriptif: Pengertian,

Langkah & Macam. Retrieved Agustus 1, 2021, from Serupa.id:

https://serupa.id/metode-penelitian-deskriptif/

Wall Street English. (2019, Agustus 2). Tata Bahasa Mingguan: Penghitung.

Retrieved Juli 31, 2021, from Wall Street English:

www.wallstreetenglish.co.id/belajar-grammar/weekly-grammar-quantifier/

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

157

Widyastutieningrum, S. R. (2011). Sejarah Tari Gambyong: Seni Rakyat Menuju

Istana. Surakarta: ISI Press.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

158

LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

159

Lampiran 2. Instrumen Penelitian Pedoman Observasi

PEDOMAN OBSERVASI

A. Kisi – kisi

Aspek yang

Diteliti

Indikator Nomor

Pertanyaan

Aspek

Filosofis

Mengetahui keberadaan Tari Gambyong Pareanom di masyarakat Surakarta 1

Mengetahui makna dan cerita yang ingin disampaikan dari Tari Gambyong Pareanom 2

Mengetahui perkembangan Tari Gambyong Pareanom 3, 4

Melihat gerakan-gerakan Tari Gambyong Pareanom 5

Melihat pola lantai Tari Gambyong Pareanom 6

Melihat busana yang digunakan pada Tari Gambyong Pareanom 7

Melihat aksesoris yang digunakan pada Tari Gambyong Pareanom 8

No.

Aspek

yang

Diteliti

Aktivitas

Fundamental

Matematis

Indikator Nomor

Pernyataan

1. Gerakan

Counting Menghitung banyak ketukan pada Tari Gambyong Pareanom 9

Measuring Mengukur besar sudut / jarak pada tangan / kaki saat melakukan gerakan 10

Designing Melihat rancangan gerak pada tangan, kaki, atau badan 11

Locating Melihat penempatan tangan, kaki, dan badan saat menari 12

Playing Melihat pelaksanaan aturan-aturan pada gerakan Tari Gambyong

Pareanom 13

Explaining Menjelaskan makna dari gerakan Tari Gambyong Pareanom 14

2. Counting Menghitung banyak ketukan ketika perpindahan pola lantai 15

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

160

Pola

Lantai

Measuring Mengukur besar panggung 16

Designing Melihat bentuk pola lantai untuk 1 atau lebih penari 17

Locating Menentukan posisi penari 18

Playing Melihat pelaksanaan aturan – aturan pada pola lantai 19

Explaining Menjelaskan makna pola lantai 20

3. Busana

Counting Menghitung banyak wiru pada jarik 21

Measuring Mengukur besar jarik penari 22

Designing Menentukan jenis atau motif pada jarik dan selendang 23

Locating Menentukan penempatan wiru jarik dan selendang 24

Playing Menentukan cara pemakaian jarik dan selendang 25

Explaining Menjelaskan makna dari busana Tari Gambyong Pareanom 26

4. Aksesoris

Counting Menghitung banyaknya aksesoris 27

Measuring Mengukur jarak masing – masing aksesoris (contoh : jarak antara sunduk

mentul yang satu dengan yang lain) 28

Designing Melihat corak / motif aksesoris 29

Locating Menentukan penempatan aksesoris yang tepat 30

Playing Melihat pelaksanaan aturan – aturan penggunaan aksesoris 31

Explaining Menjelaskan makna aksesoris yang digunakan penari 32

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

161

B. Lembar Observasi

LEMBAR OBSERVASI

Berikut ini adalah lembar observasi yang akan digunakan peneliti untuk mengambil data yang sesuai dengan penelitian. Adapun

tujuan dari lembar observasi ini adalah untuk memperoleh informasi tentang aspek filosofis dan aktivitas fundamental matematis yang

terkandung dalam Tari Gambyong Pareanom.

A. Petunjuk Pengisian Lembar Observasi

1. Berikan tanda centang (√ ) pada salah satu kolom Teramati / Tidak Teramati sesuai dengan pengamatan.

2. Apabila ditemukan aspek lain yang sesuai dengan aspek yang sedang diamati, penjelasan dapat ditulis pada kolom keterangan.

B. Pernyataan

No. Aspek yang diamati Teramati Tidak

Teramati

Keterangan Kode

Data

1. Ada pementasan Tari

Gambyong oleh

masyarakat Surakarta

2. Terlihat makna dari Tari

Gambyong Pareanom

3. Ada perkembangan Tari

Gambyong Pareanom dari

segi gerakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

162

4. Ada perkembangan Tari

Gambyong Pareanom dari

segi busana

5. Terlihat macam – macam

gerakan Tari Gambyong

Pareanom

6. Terlihat macam – macam

pola lantai Tari

Gambyong Pareanom

7. Terlihat macam – macam

busana yang digunakan

pada Tari Gambyong

Pareanom

8. Macam – macam

aksesoris pada Tari

Gambyong Pareanom

9. Ada perhitungan ketukan

pada setiap gerakan Tari

Gambyong Pareanom

10. Terbentuk sudut / jarak

pada tangan / kaki saat

melakukan gerakan

11. Adanya bentuk aktivitas

sehari – hari pada gerakan

pada tangan, kaki, atau

badan

12. Terlihat penempatan

tangan, kaki, dan badan

penari

13. Penari melakukan gerakan

sesuai aturan – aturan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

163

pada Tari Gambyong

Pareanom

14. Tersirat makna dari

gerakan Tari Gambyong

Pareanom

15. Ada perhitungan ketukan

ketika perpindahan pola

lantai

16. Ukuran panggung ideal

untuk menari

17. Macam-macam pola lantai

yang mungkin dibentuk

untuk 1 atau lebih penari

18. Posisi antar penari di

panggung terlihat dengan

jelas

19. Penari melakukan pola

lantai sesuai rancangan

20. Terdapat makna dari pola

lantai yang dibentuk

21. Ada wiru pada jarik

22. Ukuran jarik penari ideal

untuk menari

23. Terlihat motif pada jarik

dan sampur penari

24. Wiru jarik dan selendang

pada penari diletakkan

dengan benar

25. Cara pemakaian jarik dan

selendang agar pas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

164

26. Tersirat makna dari

busana Tari Gambyong

Pareanom

27. Macam – macam

aksesoris dan jumlahnya

28. Posisi antara masing –

masing aksesoris (contoh :

posisi antara sunduk

mentul satu dengan yang

lain)

29. Terlihat corak / motif

aksesoris

30. Terlihat penempatan

masing – masing aksesoris

31. Terdapat aturan – aturan

dari penggunaan aksesoris

32. Tersirat makna aksesoris

yang digunakan penari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

165

C. Catatan Lapangan

CATATAN LAPANGAN

Observasi 1

Hari, Tanggal :

Lokasi :

…………………………………………………………………………………………

………………………..…………………………………………………………………

………………………………………………..…………………………………………

………………………………………………………………………..…………………

…………………………………………………………………………………………

……..……………………………………………………………………………………

……………………………..……………………………………………………………

……………………………………………………..……………………………………

……………………………………………………………………………..……………

…………………………………………………………………………………………

…………..………………………………………………………………………………

…………………………………..………………………………………………………

…………………………………………………………..………………………………

…………………………………………………………………………………..………

…………………………………………………………………………………………

………………..…………………………………………………………………………

………………………………………..…………………………………………………

………………………………………………………………..…………………………

………………………………………………………………………………………..…

…………………………………………………………………………………………

……………………..……………………………………………………………………

……………………………………………..……………………………………………

……………………………………………………………………..……………………

…………………………………………………………………………………………

…..

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

166

Lampiran 3. Instrumen Penelitian Pedoman Wawancara

PEDOMAN WAWANCARA

ASPEK FILOSOFIS PADA TARI GAMBYONG PAREANOM

A. Kisi – kisi

No. Indikator Nomor

Pertanyaan

1. Mengetahui sejarah, latar belakang, serta perkembangan dari Tari

Gambyong Pareanom 1, 2, 3, 5

2. Mengetahui cara pandang masyarakat Surakarta mengenai Tari

Gambyong Pareanom 4

3. Mengetahui cerita yang disajikan dalam Tari Gambyong Pareanom 6, 7, 8

4. Mengetahui macam – macam gerakan pada Tari Gambyong

Pareanom 9

5. Mengetahui macam – macam pola lantai Tari Gambyong Pareanom 10

6. Mengetahui perkembangan busana, aksesoris, riasan, serta iringan

Tari Gambyong Pareanom 12, 14

7. Mengetahui makna dari penyajian cerita, gerakan, serta pola lantai

Tari Gambyong Pareanom 11, 13

B. Lembar Pertanyaan

1. Bagaimana perkembangan Tari Gambyong Pareanom?

2. Kenapa Tari ini diberi nama Tari Gambyong Pareanom?

3. Apa yang melatarbelakangi terciptanya Tari Gambyong Pareanom?

4. Bagaimana cara pandang masyarakat Surakarta terhadap aspek fungsi tari, pada Tari

Gambyong Pareanom?

5. Apakah ada hubungan antara kehidupan masyarakat Surakarta dengan Tari

Gambyong Pareanom?

6. Apa cerita dan makna yang ingin disampaikan pada penyajian Tari Gambyong

Pareanom?

7. Bagaimana aturan – aturan pada Tari Gambyong Pareanom?

8. Apa yang menjadikan Tari Gambyong Pareanom istimewa jika dibandingkan dengan

jenis Tari Gambyong lainnya?

9. Bagaimana penamaan gerak pada Tari Gambyong Pareanom dan Tari klasik gaya

Surakarta secara umum?

10. Apa saja pola lantai pada Gambyong Pareanom?

11. Apa makna dari pola lantai tersebut?

12. Bagaimana perkembangan busana, aksesoris, riasan, serta iringan Tari Gambyong

Pareanom?

13. Apa makna dari busana, aksesoris, riasan, serta iringan Tari Gambyong Pareanom?

14. Apakah terdapat aturan pada busana, aksesoris, riasan, serta iringan Tari Gambyong

Pareanom?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

167

PEDOMAN WAWANCARA

AKTIVITAS FUNDAMENTAL MATEMATIS

PADA TARI GAMBYONG PAREANOM

A. Kisi – kisi

No.

Aspek

yang

Diteliti

Aktivitas

Fundamental

Matematis

Indikator Nomor

Pertanyaan

C. Tari Gambyong Pareanom

1. Gerakan

Counting Menentukan ketukan

pada Tari Gambyong

Pareanom

1, 2

Measuring Memperkirakan besar

sudut / jarak pada

tangan / kaki saat

melakukan gerakan

3, 4

Designing Menentukan pola

gerakan pada tangan,

kaki, atau badan

5

Locating Menentukan

penempatan tangan,

kaki, dan badan saat

menari

6

Playing Mengetahui aturan –

aturan pada gerakan

Tari Gambyong

Pareanom

7

Explaining Menjelaskan makna

dari gerakan Tari

Gambyong Pareanom

8

2. Pola

Lantai

Counting Menentukan ketukan

ketika perpindahan

pola lantai

9

Measuring Memperkirakan jarak

antar penari ataupun

besar panggung

10, 11, 12

Designing Menentukan pola

lantai untuk 1 atau

lebih penari

13, 14

Locating Menentukan posisi

penari 15, 16

Playing • Mengetahui aturan

– aturan pada pola

lantai

• 17

• 18

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

168

• Menentukan cara

agar penari tidak

bertrubukan saat

menarikan

Gambyong

Pareanom secara

berkelompok

Explaining Menjelaskan makna

pola lantai 19

D. Perlengkapan Tari Gambyong Pareanom

1. Busana

Counting Menentukan banyak

wiru pada jarik 34

Measuring Memperkirakan

ukuran pakaian penari 20

Designing Menentukan motif

pada pakaian penari 21, 22

Locating Menentukan

penempatan wiru jarik

dan selendang

23, 24

Playing • Mengetahui aturan

penggunaan

pakaian

• Menentukan cara

pemakaian jarik

dan selendang

• 25

• 26, 27

Explaining Menjelaskan makna

dari busana Tari

Gambyong Pareanom

28

2. Aksesoris

Counting Menentukan

banyaknya aksesoris 29

Measuring Memperkirakan jarak

masing – masing

aksesoris (contoh :

jarak antara sunduk

mentul satu dengan

yang lain)

35

Designing Menentukan corak /

motif aksesoris 30

Locating Menentukan

penempatan aksesoris

yang tepat

31

Playing Mengetahui aturan –

aturan penggunaan

aksesoris

32

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

169

Explaining Menjelaskan makna

aksesoris yang

digunakan penari

33

B. Lembar pertanyaan

1. Ada berapa bagian gerakan Tari Gambyong Pareanom?

2. Bagaimana cara menghitung ketukan pada Tari Gambyong Pareanom?

3. Berapa besar sudut yang dibentuk tangan / kaki saat melakukan

gerakan tari?

4. Berapa jarak antara tangan / badan / kaki saat penari melakukan

gerakan?

5. Bagaimana pola gerakan pada tangan, kaki, dan badan saat menari?

6. Dimana sebaiknya posisi tangan, kaki, dan badan penari saat

melakukan gerakan Tari Gambyong Pareanom?

7. Apakah ada aturan untuk gerakan Tari Gambyong Pareanom?

8. Apa makna dari gerakan – gerakan Tari Gambyong Pareanom?

9. Bagaimana cara mengitung ketukan saat penari akan melakukan

perpindahan pola lantai?

10. Seberapa jauh jarak antar penari jika Tari Gambyong Pareanom

ditarikan secara berkelompok?

11. Apakah jarak antar penari harus sama?

12. Berapa besar panggung yang sesuai untuk Tari Gambyong Pareanom?

13. Apakah ada aturan untuk bentuk – bentuk pola lantai Tari Gambyong

Pareanom?

14. Apa saja macam pola lantai Tari Gambyong Pareanom?

15. Apakah penari satu dengan yang lainnya mempunyai peran yang

berbeda?

16. Bagaimana posisi penari saat menarikan Tari Gambyong Pareanom?

17. Bagaimana aturan untuk pola lantai Tari Gambyong Pareanom?

18. Bagaimana strategi agar ketika penari akan berpindah pola lantai,

penari satu dengan yang lain tidak saling bertubrukan?

19. Apa makna dari pola lantai Tari Gambyong Pareanom?

20. Berapa ukuran jarik dan selendang yang digunakan untuk menari Tari

Gambyong Pareanom?

21. Motif apa saja yang ada pada kain / selendang Tari Gambyong

Pareanom?

22. Motif batik apa saja yang biasa digunakan untuk jarik Tari Gambyong

Pareanom?

23. Dimana letak selendang yang digunakan penari?

24. Wiru diletakkan disebelah mana?

25. Apakah ada aturan untuk lilitan jarik atau selendang?

26. Bagaimana cara melilitkan jarik yang benar?

27. Bagaimana cara agar selendang tidak terlalu panjang?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

170

28. Apa makna dari pakaian Tari Gambyong Pareanom?

29. Berapa banyak masing – masing aksesoris yang digunakan oleh penari

Tari Gambyong Pareanom?

30. Apa saja motif / corak yang ada pada aksesoris Tari Gambyong

Pareanom?

31. Dimana letak masing – masing aksesoris yang dipakai oleh penari?

32. Apa saja aturan – aturan penggunaan aksesoris?

33. Apa makna penggunaan aksesoris?

34. Berapa banyak wiru pada jarik yang digunakan penari Gambyong

Pareanom?

35. Bagaimana jarak antar aksesoris yang digunakan?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

171

Lampiran 4. Hasil Validasi Pedoman Observasi Validator 1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

172

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

173

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

174

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

175

Lampiran 5. Hasil Validasi Pedoman Observasi Validator 2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

176

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

177

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

178

Lampiran 6. Hasil Validasi Pedoman Wawancara Validator 1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

179

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

180

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

181

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

182

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

183

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

184

Lampiran 7. Hasil Validasi Pedoman Wawancara Validator 2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

185

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

186

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

187

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

188

Lampiran 8. Transkrip Wawancara Narasumber 1

Transkrip Data Wawancara dari Narasumber 1

Transkrip ini ditulis untuk mewakili data yang diperoleh peneliti dari hasil rekaman

wawancara. Transkrip ini merupakan data hasil wawancara dengan Narasumber 1

mengenai aspek filosofis dari Tari Gambyong Pareanom.

Nama : Ibu Umi Sri Warsini

Usia : 65

Alamat : Keprabon, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah

Lama menekuni tari: sejak usia 5 tahun, masuk ke Pura Mangkunegaran sejak 1971

Kode Subjek: N1

Pelaksanaan Penelitian

Hari, tanggal: 15 April 2021

Tempat Wawancara: Rumah Ibu Umi

Hasil Wawancara:

P : Bagaimana perkembangan Tari Gambyong Pareanom hingga sekarang?

N1: Gambyong Pareanom Mangkunegaran itu dulu sebenarnya sama seperti

Gambyong – Gambyong yang lain, dengan kostum yang kemben itu sama.

Perkembangan selanjutnya, karena disini kalau dari cerita guru saya Nyi

Bei Mintoraras, Gambyong Pareanom Mangkunegaran sekarang memang

dari kostum dan iringan agak berbeda dengan yang berkembang di luar

Mangkunegaran. Kostumnya itu pakai mekak, jamang, jadi tidak sanggul

dan tidak kemben. Itu karena Gambyong itu di Mangkunegaran dibuat

seperti wireng. Jadi kostumnya wireng terus iringannya, maju beksannya

ada ayak – ayakan. Jadi Gambyong yang di wirengkan, supaya anggapan

banyak orang kalau Gambyong yang kembenan, yang pakai sanggul itu

istilahnya nledheki (taledhek). Supaya anggapannya tari ini adalah beksan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

189

P : Kenapa disebut Tari Gambyong Pareanom?

N1: Dari iringannya, iringannya Gambirsawit. Kalau Pareanom itu simbol

warna dari Mangkunegaran.

P : Yang melatarbelakangi diciptakannya Tari Gambyong Pareanom itu apa ya

bu?

N1: Ya itu tadi, dengan kostum yang berbeda agar tidak ada anggapan yang

seperti itu tadi.

P : Berarti Tari Gambyong Pareanom ini saat ini menjadi sebuah beksan ya

bu?

N1: Iya, pada prinsipnya sama. Hanya ya itu tadi, diwirengkan. Kalau disini kan

wireng itu ada maju beksan, ada gending iringannya kalau misalnya maju

beksan itu iringannya srepeg atau srampak. Ya seperti Gambyong ini kan

maju beksan nya diiringi dengan gending ayak – ayakan. Terus ada merong

gambirsawit satu gongan. Tapi itu juga menurut kebutuhan, bisa langsung

seperti Gambyong – gambyong pada umumnya. Tidak pakai maju beksan

tapi langsung srisig.

P : Kalau bedanya Gambyong Pareanom yang di Mangkunegaran dengan yang

lain itu apa bu?

N1: Kalau beda keseluruhan, Gambyong itu bisa ditarikan dengan durasi

seberapa menurut kebutuhan itu tadi. Kalau di Mangkunegaran biasanya

pakai merong itu tadi. Jadi sembahan, terus merong. Kalau diluar itu

sebenarnya juga ada yaitu Gambyong Gambirsawit. Itu merong malah

beberapa gong-an. Prinsipnya sama, artinya kalau pakai merong ya

iringannya pakai gending Gambirsawit itu. Tapi kalau langsung srisig

biasa.

P : Berarti bedanya Gambyong Pareanom, Gambyong Pangkur, dan

Gambyong lain – lainnya itu ada di iringan ya bu?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

190

N1: Iya di iringan.

P : Tetapi gerakannya sama bu?

N1: Itu menurut sekaran. Pada Gambyong Pangkur ya ada bathangan, di

Gambyong Pareanom juga ada bathangan. Ada pilesan, laku telu, dan

seterusnya. Tinggal posisi (sekaran) nya.

P : Pandangan masyarakat terhadap Tari Gambyong Pareanom

Mangkunegaran ini bagaimana bu?

N1: Pandangan masyarakat yang mana? Kalau masyarakat yang memang

mempelajari tarian itu pasti ada bedanya. Beda itu dalam wiled atau gaya.

Gaya kan pasti sudah ada perbedaan.

P : Berarti kalau di Kasunanan juga ada Gambyong Pareanom ya bu?

N1: Mungkin saja, tapi kalau di sana tidak sering dipentaskan. Karena kalau

keraton sendiri kan sudah punya Bedhaya, Srimpi, yang banyak. Jadi

mungkin ciri khasnya kalau pentas mengeluarkan Gambyong, ini sudah

umum. Kalau Gambyong kan sifatnya umum. Kalau Bedhaya, Srimpi itu

kan identik dengan Keraton. Jadi mungkin Keraton sendiri lebih memilih

Bedhaya, Srimpi itu daripada Gambyong.

P : Kalau di masyarakat diluar Keraton, apakah tari ini masih sering

ditampilkan?

N1: Sering.

P : Berarti masyarakat masih mengenal Tari Gambyong Pareanom ya bu?

N1: Mengenal.

P : Cerita yang ingin disampaikan dari Tari Gambyong Pareanom ini apa ya

bu?

N1: Cerita ya gerakan dari perempuan, seorang putri yang sedang berdandan,

berhias, dan bermain, berbusana. Seperti gerakan ini (mempraktekkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

191

gerakan), ini trap pendu ini kan seperti memakai sabuk (ikat pinggang).

Terus kalau ini (mempraktekkan gerakan) kan jelas seperti berdandan. Ya

seperti itu gambaran – gambarannya.

P : Kalau untuk menarikan Tari Gambyong Pareanom ini apakah ada aturan –

aturan tertentu?

N1: Misalnya?

P : Mungkin sikap badan atau yang lainnya

N1: Oiya, kalau itu aturan – aturan dalam menari. Itu kan juga ada pakemnya.

Tapi kalau untuk riasan ya menurut zaman. Kalau yang zaman dulu hanya

sederhana, tetapi kalau sekarang sudah ada pelajaran rias, pelajaran

sanggul, pelajaran berbusana. Jadi kan menurut zaman sekarang. Kalau

riasan Gambyong itu beda dengan wireng. Kalau wireng kan riasannya

tebal sedikit karena untuk balance dengan pakaian. Karena kan pakai

jamang, irah – irahan. Itu kalau terlalu tipis tidak terlihat. Tapi kalau

Gambyong pakai sanggul itu sebaiknya tidak seperti wireng supaya lebih

natural. Sehingga cocok dengan busana.

P : Berarti penari bisa siapa saja ya bu?

N1: Iya bisa, makanya Gambyong di wireng-kan itu supaya siapa saja bisa

menarikan. Walaupun orang biasa ataupun orang Keraton, anak – anak

sentono. Itu kan maksud dari Mbah Bei itu seperti itu. Berbeda dengan

Bedhaya Ketawang itu syaratnya tidak bisa diganggu gugat. Harus masih

gadis, harus bersih, dan lain – lain.

P : Kalau Hasta Sawanda itu apa ya bu?

N1: Kalau orang yang penelitian pasti mencari tentang itu, tetapi saya kan

praktisi saja ataupun pengajar. Jadi saya mengajarkan apa yang sudah saya

peroleh diajarkan lagi. Jadi saya lebih ke praktik.

P : Kalau nama sekaran dan komposisinya itu bagaimana bu?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

192

N1: Itu tinggal siapa yang membuat, jadi untuk apa. Misalnya saya ada job

untuk pentas. Tetapi pentasnya itu memerlukan durasi yang tidak panjang.

Nah, pasti kan untuk komposisi dari sekaran – sekaran ini kan harus

disesuaikan dengan durasinya.

P : Tetapi untuk gerakan baku, misal gerakan pertama A selanjutnya harus

gerakan B seperti itu tidak bu?

N1: Tidak ada keharusan. Tetapi ya kalau Gambyong itu urutan sekaran ya

kalau kebar ya kebar, kalau merong ya merong. Jadi kebar nya mau pakai

berapa kali terus setelah itu irama ciblon, wiled. Kalau wiled biasanya

pertama kali pasti bathangan, pilesan, laku telu, sekaran papat. Kalau yang

terakhir ini Gambyong disini sampai sekaran papat nanti kembali lagi kebar

lagi terus jadi menthogan.

P : Berarti kalau ada sekaran yang dihilangkan itu tidak mengurangi nilai dari

Gambyong itu

N1: Tidak, menurut kebutuhan

P : Tari Gambyong Pareanom ini biasanya ditarikan berapa orang?

N1: Bisa satu orang bisa banyak, menurut kebutuhan

P : Kalau menari berkelompok biasanya pola lantainya bagaimana bu?

N1: Pola lantai itu biasanya dibuat supaya dilihat enak, tergantung juga dengan

berapa banyak penari.

P : Kalau yang paling banyak digunakan apa bu?

N1: Kalau disini itu namanya prapatan. Bentuknya kupat, depan, kanan – kiri,

belakang. Seperti Srimpi itu. Kalau hanya latihan saja biasanya

menggunakan pola lantai itu karena tidak membuat pola lantai yang macam

– macam. Jadi kalau srisig, yang sini pindah sini. Ini kalau latihan. Kalau

pentas lain. Pakai pola lantai yang digarap bagaimana enaknya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

193

P : Kalau dari busana sendiri apakah ada aturannya bu?

N1: Kalau pakai mekak sampurnya, kombinasi warna yang bagus. Kalau biru

ya dikasih merah seperti itu. Disini kalau dandan wireng itu biasanya sama

(sesuai aturan), tapi kalau yang pakai kemben itu istilahnya di sekadi. Jadi

menggunakan perpaduan warna.

P : Kalau misal secara utuh, gerakan dari Tari Gambyong Pareanom itu ada

berapa banyak?

N1: Ada banyak sekali. Itu menurut kendangan, kalau kendangannya ini

gerakannya apa. Itu kalau mau dipanjangkan ya bisa panjang sekali. Sama

saja Gambyong Pareanom atau yang lainnya. Kalau dulu waktu ibu saya

masih menari itu tidak pernah ada patokannya. Kalau sekarang kan sudah

dipatok. Versi pak Ngaliman, versi pak Maridi, termasuk versi

Mangkunegaran.

P : Untuk hitungan ketukan bagaimana ya?

N1: Sama dengan iringannya. Kalau Gambyong itu kan misalnya merong satu

gongan itu terdiri dari berapa hitungan, terus kebar misalnya 2 x 8 hitungan.

Seperti itu.

P : Kalau hitungan yang lambat dan yang cepat itu bagaimana bu?

N1: Ya sama, harus menyesuaikan dengan kenong dan gong. Kan hitungannya

tetap harus sama dengan gendingnya.

P : Kalau panggung yang ideal untuk menari itu seberapa?

N1: Menyesuaikan, kalau panggungnya kecil tapi penarinya banyak ya sumpek,

kalau panggung ya menyesuaikan. Tapi kalau orang punya acara kan

panggungnya tidak pasti ukurannya.

P : Tari Gambyong Pareanom ini semua penari perannya sama ya bu?

N1: Iya sama. Beda kalau Srimpi, Bedhaya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

194

P : Kalau motif dari kain yang digunakan biasanya apa bu?

N1: Kalau kain jarik itu ya biasanya motif parang, kebanyakan parang. Kecuali

tarian yang membawakan karakter, misalnya kalau wayang itu disesuaikan

dengan karakternya. Tinggal seberapa besar parangnya. Tapi kalau bisa

untuk menari itu jangan menggunakan parang barong, karena parang

barong itu punya Raja.

P : Kalau kembennya itu motifnya apa?

N1: Kalau kemben motifnya jumputan, tapi sekarang sudah banyak modifikasi

karena sudah banyak kain – kain yang bagus.

P : Ada aturan untuk modifikasi pakaian tidak bu?

N1: Kalau di luar tidak ada aturan, kalau di Mangkunegaran ya itu tadi. Kalau

mekak ya warnanya hijau atau atau merah dan seterusnya.

P : Kalau menggunakan selendang itu diletakkan dimana bu?

N1: Di sebelah kanan kalau menggunakan kemben.

P : Itu ada artinya tidak bu?

N1: Ya supaya tidak ewuh, agar nyaman

P : Kalau pakai jamang sampur dimana?

N1: Kalau yang pakai jamang itu sampur di pinggang

P : Apakah jarik diwiru bu?

N1: Iya diwiru

P : Wirunya berapa kali bu?

N1: Wiru itu 12 untuk putri sebesar 2 jari dan arahnya ke kanan

P : Apakah ada aturan untuk cara melilitkan jarik?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

195

N1: Tidak ada, asal dipakai nyaman. Jangan terlalu kencang nanti tidak bisa

srisig

P : Apakah ada perbedaan antara kostum yang menggunakan mekak dan

kemben?

N1: Tidak ada, itu tergantung dimana menarikannya.

P : Aksesoris yang digunakan apa saja?

N1: Jamang, sunduk jungkat, grudo, sunduk mentul satu hadap ke depan. Tapi

juga bisa dimodifikasi. Karena seni itu tentang keindahan. Lalu ada kalung,

giwang, gelang.

P : Fungsi dari Tari Gambyong Pareanom untuk apa bu? Misal untuk tarian

pembuka gitu

N1: Macam – macam. Bisa penyambutan tamu, hiburan juga bisa. Untuk

mengajarkan nilai – nilai tertentu juga bisa.

P : Kalau yang ada bunga melati itu apa ya bu?

N1: Itu aksesoris saja. Tidak ada makna tertentu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

196

Transkrip Data Wawancara dari Narasumber 1

Transkrip ini ditulis untuk mewakili data yang diperoleh peneliti dari hasil rekaman

wawancara. Transkrip ini merupakan data hasil wawancara dengan Narasumber 1

mengenai aktivitas fundamental matematis pada Tari Gambyong Pareanom.

Nama: Ibu Umi Sri Warsini

Usia: 65

Alamat: Keprabon, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah

Lama menekuni tari: sejak usia 5 tahun, masuk ke Pura Mangkunegaran sejak 1971

Kode Subjek: N1

Pelaksanaan Penelitian

Hari, tanggal: 5 Juni 2021

Tempat Wawancara: Rumah Ibu Umi

Hasil Wawancara:

P : Tari Gambyong Pareanom yang masih eksis hingga saat ini ciptaan siapa

bu?

N1: Yang sudah dipadatkan dari 45 menit menjadi 15 menit

P : Maksud dari di padatkan itu bagaimana bu?

N1: Kembangan dari Tari Gambyong Pareanom itu ada banyak sekali, kalau

dulu latihan Gambyong itu mengikuti kendangan. Kendang minta sekaran

apa ya penari harus mengikuti. Tapi karena seiring berjalannya waktu,

kalau tarian terlalu panjang juga sudah tidak pas (dengan keadaan zaman),

jadi dipadatkan seperti di pathok, diambil kembangan – kembangan mana

yang sekiranya komposisinya kepenak.

P : Kalau Gambyong Pareanom yang hingga saat ini bagaimana bu?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

197

N1: Yang jelas maju beksan ayak ayakan, kalau disini setelah ayak ayakan terus

buka gending gambyong gambir sawit untuk merong. Merong meliputi

sembahan terus ngadek terus ngikelwati. Merong gambyong gambirsawit,

merong sak gong jadi kebar. Yen gambyong khusus dari sini kebarnya.

kebar ki kembangan. Kebar itu bukan bukan opo jenenge asal e dari asalnya

jogja bukan lho ya.. gambyong pareanom ini dari mangkunegaran. jadi

tidak ada istilahnya dari jogja sama sekali tidak. yen golek yen srimpi

pandhelori, srimpi muncar, bedoyo bedah mediun, itu memang aslinya dari

jogja. Kalau gambyong asli sini. Kebar iku gending setelah merong tadi.

gerakan e ulap ulap.

P : Per gending itu ada rangkaian gerakannya ya bu?

N1: o ya jelass. Podone yen ayak ayakan dinggo maju beksan tapi ada rangkaian

geraknya. Ada sembahan sabetan terus ridong lumaksana itu.

P : Urutan gerakannya apa saja bu?

N1: (patetan pelog nem) penari diam di tempat dalam posisi lenggah.

(Maju Beksan / ayak – ayakan pelog nem): sembahan dalem sembahan

joget, berdiri lalu sabetan 2 x 8, lampah ridong lumaksana 3 x 8, sabetan

lagi terus srisig yang semula dari gawang pertama ke gawang utama (dari

gamelan ke tengah tempat pentas) 1 x 8, ngikelwati 1 x 8, terus lenggah

jengkeng terus pacak gulu atau gedek, terus sampur dipindahkan posisi.

(patet jugag pelog nem) penari diam di posisi lenggah.

(Buka gending Gambirsawit ketuk 2 kerep minggah 4 (pancerono) pelog

nem): 1. Gending Gambirsawit ketuk 2 kerep : gong buka gerakannya

sembah lalu seleh 1 x 8, pacak gulu atau gedek 1 x 8, (berdiri ngikelwati,

kebyok kiri, terus mentang tangan kanan pakai sampur, terus seblak)=

merong 4 x 8, ulap – ulap kanan 4 x 8, srisig 1 x 8, merong / laras 4 x 8,

trap pending (ikat pinggang) 4 x 8, srisig 2 x 8, (kebar) laras 4 x 8, tasikan

4 x 8, srisig 2 x 8, setelah kebar irama ciblon, terus sekaran e jenenge

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

198

batangan 8 x 8. setelah batangan langsung pilesan 4 x 8, setelah itu selanan

seperti jembatan begitu 2 x 8, abis itu pilesan lagi tapi kebalikan e 2 x 8.

Terus srisig 1 x 8, terus panggel lalu laku telu 4 x 8, selanan lagi 1 x 8.

Ogek lambung 3 x 8, Setelah itu gerakan tatapan satu tapi kendangan

dengan kendangan di mangkunegaran untuk tatapan satu namanya ukel

pakis 1 x 8. spesialnya disitu. setelah itu gajah ngoleng 4 x 8, magak 3 x

8, srisig 2 x8. kemudian panggel. Terus kawilan e kengseran. 9:33. Terus

dadi trisik masuk kebar ke dua. Kebar kedua langsung 10:00, ngilo asta 4

x 8, srisig 2 x 8, setelah itu trisik lagi tapi langsungan. Lalu atur atur 10:40

4 x 8, srisig 2 x 8, setelah itu songgo ulap tangan kiri 11:09 4 x 8, srisig lagi

2 x 8, sekaran mentogan 11:40 kembali ciblonan lagi posisine ridongan

enjer ridong sampur 4 x 8. Setelah itu selanan lagi 1 x 8, terus srisig 1 x 8.

Setelah trisik panggel atau magah 1 x 8, wedi kengser 12:48 4 x 8, selanan

1 x 8, wedi kengser lagi 1 x 8. Selanjutnya srisig 2 x 8, magak ngudra 3 x

8, selanan 1 x 8 , entragan 1 2 3 4 6 x 8, lalu merong dikit. Terus srisig 3 x

8 masuk gawang pertama lagi, lalu sembahan lagi joget, sembahan dalem.

P : Apakah gerakan tari gambyong pareanom diulang-ulang?

N1: Tentu tidak, tapi ada bagian yang diulang, seperti selanan dan trisik diulang

sama. Tetapi, kalau batangan dengan pilesan tidak diulang.

P : Bagaimana hitungan tari gambyong pareanom?

N1: Hitungannya tari 1 2 3 4 5 6 7 8. Merong 1 2 3 4 5 6 7 kenong

gambyong 8 ganti gaya, tidak gandul. di itungan wireng itungan srimpi

begitu jarang ada yang hitungan gandul. tetapi tidak boleh mendahului. jadi

pas tapi seleh (rodok ngidak sithik). ketok yen semeleh. gerakan e antep.

P : Apabila dipersingkat apakah ketukannya berubah?

N1: tergantung dengan gendingnya ladrang 1 2 3 4 5 6 7 kenong. ketawang 1 2

3 4 5 6 7 kenong dan gong

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

199

P : Bagaimana aksesoris tari gambyong pareanom?

N1: di telinga pakai sumping bedaya. ga pakai yang panjang itu. sumping

adalah set aksesoris di telinga termasuk dengan anting”nya. kalung yang

digunakan kalung penanggal. sabuk pending.

P : Gerakan kengset dan mayup itu seperti apa bu?

N1: kengset gerakan dua kaki bergser kesamping, mayuk sitik rodok mendak

dan condong kedepan badannya.

P : Tari gambyong pareanom dapat ditarikan oleh berapa orang?

N1: tari gambyong pareanom bisa ditarikan 1 2 3 4 5 dst orang bahkan bisa

massal jadi tidak harus berempat. Kalau misal berempat pola lantainya

kupatan.

P : Berapa ukuran panggung untuk menarikan gambyong pareanom?

N1: asal tidak senggolan dan menyesuaikan tempatnya. kalau tempat resepsi

manten memanjang jadi ya baris begitu.

P : Berapa kira-kira ukuran panggung ideal untuk 4 orang penari?

N1: ukuran panggung ideal untuk 4 orang sekitar 4 x 4 m sudah cukup

P : Berapa ukuran jarik yang digunakan?

N1: ukuran jarik dengan panjang 2,5 kacu (2,5 kali lebar jarik).

Kacu adalah ukuran lebar jarik. Jadi tergantung lebarnya berapa. minimum

1 m.

P : Berapa ukuran sampur yang digunakan untuk menari gambyong

pareanom?

N1: sampurnya 2,75 – 3 meter tergantung ukuran badan penari. Tapi kalau 2,5

meter kurang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

200

P : Jarak antar aksesoris bagaiamana bu? misal seperti aksesoris yang dikepala,

karena ada banyak aksesorisnya.

N1: Disesuaikan jangan sampai tabrakan, dan bagus dilihat

P : Apa fungsi cunduk mentul?

N1: cunduk mentul digunakan untuk mengisi mengane gruda (ikatan rambut)

aksesoris ini merupakan hasil kreasi dari gusti heru. Tapi bagus madep ke

depan yen mentul yo bergerak.

P : Proses garap tari gambyong pareanom untuk dipentaskan itu bagaimana

bu?

N1: Disesuaikan dengan kebutuhan pentas, minta durasi berapa, penari berapa,

yen penarinya ini berkaitan dengan pola lantai. Kalau durasi berkaitan

dengan komposisi kembangan. Kalau bicara tentang tari dan kesenian

jangan durasi terlalu dipotong jadi pendek sekali. Kecuali kalau dibuat

medley jadi hanya diambil bagiannya saja. misal tari nusantara begitu,

gambyong diambil 2-5 menit. Tapi kalau utuh umumnya sekitar 15 menit.

P : Kalau motongnya durasi itu bagaimana?

N1: ya dipotong, misal yang pertama pirang gong an dijipuk piro tok misal awal

4 gong an hanya diambil 2 gongan tengah 6 gongan dijikuk 3 gong-an

gerakannya ada yang dipotong ada yang tetap utuh.

P : Motif jarik dan sampur yang digunakan apa bu?

N1: Jarik : Parang, sampur : Gendala giri. warna disesuaikan dengan judul

tarian yakni pareanom. Mekak hijau, sampur kuning. Kalau jarik tidak

masalah.

P : Aksesoris itu motifnya macam macam ya bu?

N1: ya kalau disini biasanya yang dipakai mbak citra itu gelang ular dan lain-

lain.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

201

P : Wirunya bagaimana bu?

N1: dari sebelah kiri nutupnya ke kanan. kebalikan dari gaya jogja.

P : Pola lantainya apa saja bu selain yang kupat tadi?

N1: oo banyak. kalau disini anak anak muda itu sering bikin pola lantai.

biasanya kalau aku anu aku hanya opo jenenge yo mung pomone iki penak

e po ra ngene. Hanya mengarahkan sedikit. Jadi kalau pola tergantung

kreasi penari dan pelatih.

P : Apa bedanya tari surakarta dengan mangkunegaran

N1: semua tarian sebetulnya unsurnya sama, keindahan keluwesan dan wirogo

wiromo wiroso seperti itu. bukan hal yang lebih halus. Tetapi karakter dari

tariannya bagaimana? kan banyak tariannya kalau gambyong karakternya

kenes tapi masih dalam koridor halus. gerakan e tregel ning alus.

P : Bagaimana ekspresi penari saat menari?

N1: srimpi dan budaya trap trapan e meneng tidak mrengut dan tidak mesem.

tapi kalau gambyong atau golek mesem tapi tidak boleh mringis.

P : Kalau untuk pandangan mata bagaimana bu?

N1: Pandangan mata mengikuti arah gerakan tangan, jadi tidak boleh melihat

ke depan, apalagi melihat ke penonton.

P : Perbedaan gaya tari Yogyakarta dan Surakarta bagaimana bu?

N1: Misal gerak ngrayung/ngruji, lengan bawah lurus. Kalau solo

Mangkunegaran lebih nekuk kebawah sak bangkekan. Kalau gaya

surakarta di cetik lebih kebawah lagi. Kasunanan pakai debeg di

mangkunegaran pakai srimpet. Akan tetapi keduanya sama sama

menggunakan gejuk. Apabila sudah belajar tarian secara mendalam di

kasunanan dan mangkunegaran pasti akan lebih memahami perbedaan

tariannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

202

Lampiran 9. Transkrip Wawancara Narasumber 2

Transkrip Data Wawancara dari Narasumber 2

Transkrip ini ditulis untuk mewakili data yang diperoleh peneliti dari hasil rekaman

wawancara. Transkrip ini merupakan data hasil wawancara dengan Narasumber 1

mengenai aspek filosofis dari Tari Gambyong Pareanom.

Nama: Ibu Rusini

Usia: 2 Juni 1949 (72 tahun)

Alamat: Jl. Maluku No. 4 Keprabon Tengah

Lama menekuni tari: sejak tahun 1974

Kode Subjek: N2

Pelaksanaan Penelitian

Hari, tanggal: 24 April 2021

Tempat Wawancara: Rumah Ibu Rusini

Hasil Wawancara:

P : Sebelumnya ibu saya hendak bertanya profil ibu. Apakah ibu penari

kraton?

N2: Oh bukan, saya penari di luar kraton. Saya penari bebas biasa, cuma saya

kan pensiunan dosen ISI gitu. Cuma kalau di kraton saya ikut latihan di

Mangkunegaran saya juga ikut latihan. Kadang kadang waktu dulu

memang kalau di Mangkunegaran saya sering juga diminta untuk nari

kalau ada tamu ada acara jumenengan, tapi kalau penari kraton bukan.

Sing yang mau ditulis yang ini to?

P : Iya Bu Gambyong Pareanom Mangkunegaran.

N2: Sik meh ditakokne sik endi?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

203

P : Jadi Bu saya bertanya tentang filosofi, sejarah dan aspek – aspek tari.

Pertama ibu yang hendak saya tanyakan itu adalah sejarah. ibu tahu ndak

awal sejarah Tari Gambyong Pareanom ini bagaimana?

N2: Kalau Gambyong Paraenaom Mangkunegaran merupakan Gambyong

pertama yang di Susuhunan Mangkunegaran. Tahun 1950 Ibu Bei

Mintoraras merupakan penari Mangkunegaran menyusun Tari

Gambyong (Pareanom). Karena tari yang sebelumnya itu, di

Mangkunegaran sering mempertunjukkan tari seperti Gambyong tetapi

bukan Gambyong, Tayub atau Ledek itu. Terus seperti yang biasa di luar

itu. Terus Bu Mintoraras itu menyusun Tari Gambyong sendiri

berdasarkan latar belakang beliau. Beliau kan penari Mangkunegaran jadi

materinya diambil dari gerak gerak Tari Srimpi, Golek dan Tari

Gambyong itu sendiri. Kemudian tahun 1950 itu (Tari Gambyong

Pareanom) digunakan untuk merayakan perkawinan Gusti Nurul yang

merupakan adek MN ke 8. Terus bentuknya juga berbeda dengan Tari

tayub itu. Namanya bukan Gambyong tapi Tayub.

P : Kalau arti dari nama Tari Gambyong Pareanom itu apa?

N2: Gambyong itu susunnanya. Sedang Pareanom itu menggunakan nama

dari bendera Mangkunegaran, yaitu warna hijau kuning. Terus akhirnya

diberi nama Pareanom. Ini di pramedanan ini (menunjuk video di laptop).

P : Apa ciri khas Gambyong Pareanom Mangkunegaran?

N2: Yang menjadi ciri khas kalau gambyong pareanom nya kalau pentasnya

di ndalem itu ya itu biasanya dengan maju beksan dulu, kapang kapang

lalu sembahan terus ada ini seperti sabetan ada lumaksana, srisig baru

gawang beksan terus ada sembahan juga terus ada laras kalau di luar

biasanya langsung, dari luar pentasnya itu langsung srisig langsung jadi

kebyar. kalau di Mangkunegaran nggak pakai laras dulu. Itu biasanya itu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

204

polanya juga demikian kembali ke gawang, maju beksan itu jengkeng lagi

baru.

P : Kalau nama dari Gambyong Pareanom itu kemarin saya baca Bu, nama

Tari Gambyong Pareanom itu biasanya dari nama iringannya. Nah kalau

Gambyong Pareanom ini berarti iringannya Pareanom atau bagaimana

bu?

N2: Kalau Gambyong Pareanom Mangkunegaran itu, Gambyong Pareanom

di luar pun nama gendingnya juga bukan Gending Pareanom. Kalau di

Mangkunegaran gendingnya awalnya itu diambil dari Jogja karena di sini

belum ada, terus dibuat itu to.. dari Jogja yang pakai kebar..Nanti kalau

gending gending tanya sama Pak Hartono suaminya Bu Umi, gambyong

ini pun juga bisa tanya ke Bu Umi.

P : Kalau kemarin berarti kan, kalau dulu itu kan Gambyong itu mengikuti

kendangan Bu, nah kalau sekarang berarti sudah ada aturan aturan gitu ya

Bu?

N2: Iya. Lha yang gambyong yang ditarikan sekarang ini, ini menurut

perkiraan saya, ini karena tahun 1974, Bu Mintoraras si penyusun tari

Gambyong Pareanom ini juga memadatkan Tari Gambyong yang sudah

ada jadi dibuat lebih padat. Lha menurut saya yang akhir ini yang tahun

1974. Jadi ini lebih padat dibanding pertama tahun 1950 itu.

P : Berarti berpengaruh ke durasi waktu tari Bu?

N2: Ho.o iyaa. Mulai Tari Gambyong Pareanom susunan Bu Mintoraras ini

Tayub tari kalau bisa disebut Tari Gambyong karena dulu kan nama

Gambyong kan mungkin diambilkan dari nama pelakunya, pesindennya.

Mas Ajeng Gambyong itu yang pandai. Jane maranggono opo jenenge,

pesinden tapi bisa menari. Namanya Mas Ajeng Gambyong terus tarinya

dinamakan Gambyong ada yang mengatakan itu. Itu memang geraknya

itu mengikuti motif kembangan kendangan. Tapi kalau yang Bu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

205

Mintoraras ini, Bu Mintoraras yang menyusun. Jadi geraknya itu sudah

tersusun. Lha pengendangnya itu ikut ini.

P : berarti ada aturan begitu bu? mungkin untuk sikap badannya bagaimana

begitu..

N2: Kalau sikap badan itu, smeua tari ada. jadi sikapnya harus speerti apaa..

ya seperti orang nari itu.

P : Kalau untuk hasta sawanda itu apa ya bu?

N2: Hasta sawanda itu kan ada pacak pancat lulut wilet luwes ulat wirama

gendhing. itu kalau dilihat dari ditinjau dari itu ya bisa saja

pacaknya bagaimana pancatnya bagaimana ulat bagaimana wilet lulut

lulus bagaimana itu ada, memang hasta sawanda itu memang digunakan

biasanya itu untuk melihat kepenarian seseorang.

P : Tapi untuk penarinya sendiri itu tidak harus dari penari kraton begitu bu?

N2: Bukan saya juga bukan penari kraton. Tapi memang awalnya saya sendiri

malah tidak berani ikut latihan di Mangkunegaran. Saya kira yang boleh

ikut latihan di mangkunegaran itu orang-orang masih kerabat. Saya tidak

berani. baru tahun 1988 saya baru ikut terlibat di sana. padahal saya tahu

gusti heru itu mulai tahun 1974 itu saya sudah tahu tapi mau belajar

kesana saya sendiri nggak berani. saya kira ya itu Cuma kerabat. ternyata

lhoo orang luar boleh terus saya ikut latihan.

P : kalau pandangan masy sekitar tentang tari gambyong bagaimana bu?

apakah masih sering ditarikan di masyarakat?

N2: sekarang malah memasyarakat, hampir semua yang belajar nari bisa

semua. Apalagi ada HTD atau hari tari dunia itu kemarin ada 5000 penari.

Itu dari tahun berapa ya saya mulai menggarap yang massal itu mulai dari

tahun 1977 mulai menggarap itu untuk RRI. Terus untuk pembukaan

Tirtonadi, pembukaan stadion manahan, untuk pembukaan pasar klewer,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

206

untuk pembukaan stadion di bojonegoro, untuk hari 100 tahun kartini,

untuk tanjung mas, untung ini apa jakarta apa itu hari jadi jakarta (jakarta

fair). wes akeh byanget dinggo pembukaan pembukaan opo opo nyambut

tamu dan lain-lain.

P : Cerita yang ingin disampaikan dari tari ini apa bu?

N2: Kalau ini biasanya tentang keluwesan, karena ini kan remaja yang sedang

berhias, sifat-sifat remaja yang bergembira, luwes, lincah, kenes, yang

membuat penonton menjadi sengsem. Yang ditampilkan kan ya itu

keluwesan itu.

P : Berapa jumlah sekaran gambyong pareanom bu yang udah dipadatkan?

N2: pertama sembahan, terus lumaksana maju beksan, srisik, terus sembahan

lagi, ada laras, baru kebar, kebarnya ini terus ini, terus ada batangan

pilesan, ada laku telu, ada eee ogek, gajah nguleng, ada agur aguran ini,

ada wedi kengser, ada mentogan, ada entrap.

P : Kalau biasanya penari satu dengan berkelompok beda ngga bu?

N2: sama saja, fungsi tariannya juga sama. Cuma kalau kelompok ada pola

lantai.

P : Pola lantai yang biasa digunakan seperti apa bu?

N2: itu macem-macem, saya sendiri pun kalau menggarap satu kelompok itu

kadang-kadang ya bisa berbeda-beda tergantung tempat yang digunakan

dan formasi penari.

Tempatnya bisa kotak, memanjang, lingkar dan lain-lain semuanya bisa.

P : Kalau dari pakaiannya apakah mengalami perkembangan?

N2: Kalau di mangkunegaran menggunakan pakaian wireng dengan warna

biasanya mekak hijau dengan sampur kuning. lalu pakai jamang. Kalau

di mangkunegeran pasti pakai mekak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

207

P : Motif jarik yang digunakan apa bu?

N2: biasanya motif jenis lereng. bisa parang kusumo bisa parang baris dan

lain-lain.

P : Kalau jenis sampurnya apa bu?

N2: gendolo giri.

P : Wiru jariknya berapa bu?

N2: tergantung panjang pendek kainnya. yang jelas makainya itu jangan

sampai kalau dipakai berjalan sampai biyak biyak itu jangan. Lipatan

wiru juga menyesuaikan ukuran penari dan kain. Yang jelas kalau dipakai

untuk menari jangan sampai membuka.

P : Kalau untuk aksesorisnya mengalami perubahan tidak bu?

N2: sebenernya ngga ada perubahan. tapi juga tergantung ada apa ndak. kalau

yang mesti ada itu cunduk mentul 2, bisa ada bisa tidak. kalau yang ini

pakai jamang. biasanya ada cunduk mentul 1 kalau ga ada ya ga masalah.

suweng kalung gelang, bros. Jadi tergantung kebutuhan pentas tapi ya

lebih baik ada jadi bisa komplet gitu.

P : Iringannya live pakai gamelan atau rekaman bu?

N2: tergantung. kalau pentas di mangkunegaran itu biasanya pakai live

gamelan. kalau ada sesuatu itu pakai kaset.

Pentas juga bisa pakai kaset karena keterbatasan set, dan alasan lain

apabila gamelan tidak bisa dipakai.

P : Pakai kalung melati itu apa bu?

N2: Kalung itu untuk mempercantik busananya. Biar ada kesan lebih luwes,

cantik. Jadi secara susunan lebih indah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

208

Transkrip Data Wawancara dari Narasumber 2

Transkrip ini ditulis untuk mewakili data yang diperoleh peneliti dari hasil rekaman

wawancara. Transkrip ini merupakan data hasil wawancara dengan Narasumber 1

mengenai aspek filosofis dari Tari Gambyong Pareanom.

Nama: Ibu Rusini

Usia: 2 Juni 1949 (72 tahun)

Alamat: Jl. Maluku No.4 Keprabon Tengah

Lama menekuni tari: sejak tahun 1974

Kode Subjek: N2

Pelaksanaan Penelitian

Hari, tanggal: 7 Juni 2021

Tempat Wawancara: Rumah Ibu Rusini

Hasil Wawancara:

P: Ibu menekuni Tari Gambyong Pareanom sudah berapa lama?

N2: Sudah sejak SMP tapi dulu bukan dari keinginan saya sendiri, baru sejak

saya ikut Sasonomulyo itu saya ikut pentas dan dipilih Tari Gambyong.

Karena kalau tari yang seperti Srimpi dan lain – lain itu kan panjang,

masyarakat bisa cepat bosan. Makanya dipilih Tari Gambyong. Lalu sejak

itu tari (yang digarap) itu digunakan untuk penyambutan tamu, pembukaan

acara dan lain – lain. Sampai waktu itu Gubernur Jawa Tengah, Pak Ismail

namanya itu mengangkat Tari Gambyong sebagai tarian pembuka.

P: Sasonomulyo itu apa bu? Apakah sebuah sanggar tari?

N2: Bukan. Itu memang pusat kebudayaan Jawa Tengah. Nah kebetulan waktu

itu ketuanya Pak Wardani merangkap juga sebagai askis saat itu, jadi kan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

209

ada kerja sama. Termasuk ada karawitannya, pedalangan, jurusan tari

AKSIS pada tahun 1977.

P: Tari Gambyong Pareanom yang sudah padat itu yang bagaimana bu?

N2: Yang 15 menit itu, tapi ada juga yang 10 menit. Jadi misal ada 3 gongan

itu diambil cuma dua gongan. Misal dari kebar langsung selesai. Bukan

dihilangkan tetapi dikurangi. Nah yang berkembang di masyarakat itu ya

yang 10 menit itu. Terus Sasonomulyo membuat rekaman – rekaman

gending tari, ada Bedhaya, Srimpi, dan Gambyong yang 10 menit karena

pikirannya itu biar digunakan oleh orang – orang yang menampilkan

Gambyong tetapi menggunakan kaset. Kalau mengundang karawitan kan

banyak sekali, belum lagi sewa gamelan, honor penabuhnya. Nah

tujuannya dibuat ya untuk itu biar lebih berkembang di masyarakat.

P: Berarti kalau dipadatkan itu bagaimana?

N2: Ya pengulangan – pengulangan itu dikurangi yang jelas. Kemudian secara

garap irama, geraknya itu juga menggunakan yang tidak lamban tetapi agak

kenes, agak lincah, agak cepet sehingga waktunya juga berkurang. Tetapi

tidak asal dicepatkan, tetap disesuaikan dengan tariannya. Makanya pada

pembuatan kaset tadi pada bagian srisig kan pertama keluar sama

masuknya itu saya buat panjang. Karena saya pikir akan saya buat untuk

gedung – gedung yang luas yang lebar biar sampai di ruangan.

P: Tari Gambyong Pareanom itu yang baku urutan gerakannya apa saja ya bu?

N2: Kalau di Mangkunegaran itu pasti ada sembahan dulu, maju beksan,

lumaksono, srisig, terus pas sampai di gawang beksan itu sembahan lagi

jengkeng, terus sembahan, ada laras, lalu masuk ke kebar. Kalau di luar

langsung srisig langsung kebar.

P: Kalau gaya tari Surakarta disebut romantik bagaimana maksudnya?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

210

N2: Berarti secara umum ya, ya itu kalau jaga Jogja itu yang gagah – gagah,

tegas, putus – putus. Tapi kalau di Solo itu alur geraknya lebih mengalir.

P: Yang membedakan gaya tari Kasunanan dan Mangkunegaran apa?

N2: Bedanya ya tadi itu kalau Jogja dan Solo kan berarti Kasultanan dan

Kasunanan. Kalau Kasunanan itu kan lebih dekat dengan tubuh yaitu satu

kepal. Kalau Jogja lebih lurus. Nah Mangkunegaran itu diantara kedua itu,

jadi ditengah – tengahnya. Terus berdiri juga kalau di Jogja tegak, kalau

Solo agak mayuk. Nah kalau Mangkunegaran di tengah – tengahnya.

P: Yang dipadatkan 10 menit tadi ciptaan siapa ya bu?

N2: Bukan ciptaan tetapi garapan Sasonomulyo. Supaya lebih cepat, tidak

membosankan. Tetapi rasa Gambyong itu tetap ada.

P: Nilai – nilai luhur yang terkandung di dalam Tari Gambyong Pareanom itu

apa ya bu?

N2: Memang awal – awalnya tari Gambyong itu yang berasal dari garapan

Mangkunegaran mengambil gerak – gerak Golek itu memang

menunjukkan kehidupan manusia. Manusia itu ketika masih dalam

kandungan, lahir, terus ada bathangan, pilesan, laku telu, itu semua

maksudnya itu. Dibathang itu diramal. Pilesan itu dielus menjadi anak yang

lebih bermanfaat. Laku telu itu anak mengalami lahir dewasa mati. Wedi

kengser itu manusia di akhir – akhir kehidupannya.

P: Apakah berbeda dengan Tari Gambyong Pareanom yang menceritakan

perempuan yang berhias?

N2: Memang menampilkan kehidupan manusia itu, terus bu Mintoraras

menambahkan golek ladrang merong itu, jadi ada ulap – ulap, ada trap

jamang, ada ore rikma, dan lain– lain. Itu semua diambil dari gerak tari

Golek.

P: Nama gerakan dan hitungannya bu?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

211

N2: Sembahan dalem, sembahan tari 1 x 8, sabetan 2 x 8, lumaksono 3 x 8,

srisig ke gawang beksan 3 x 8, sembahan 3 x 8, laras 4 x 8, (kebar) ulap –

ulap 4 x 8, srisig 2 x 8, laras 3 x 8, trap slepe 4 x 8, srisig 2 x 8, (kebar)

laras 4 x 8, tasikan (trap imba) 4 x 8, srisig 2 x 8, bathangan 8 x 8, pilesan

8 x 8, srisig 1 x 8, laku telu 4 x 8, selanan 1 x 8, ogek lambung 5 x 8, seblak

tatapan 1 x 8, gajah ngoleng 8x 8, magak 4 x 8, srisig 2 x 8, (kebar) ngilo

asta 4 x 8, srisig 2 x 8, atur – atur 4 x 8, srisig 2 x 8, ulap sangga siku 4 x

8, srisig 2 x 8, enjer ridong sampur kanan kiri 3 x 8, selanan 1 x 8, tidak

tahu namanya 2 x 8, srisig 1 x 8, wedi kengser sampir sampur kanan 4 x 8,

selanan 1 x 8, wedi kengser sampir sampur kiri 1 x 8, srisig 1 x 8, entragan

3 x 8, tidak tahu namanya 6 x 8, srisig 3 x 8 sembahan joget, sembahan

dalem.

P: Untuk aksesoris gelang bermotif ular apakah ada maknanya?

N2: Tidak ada maknanya. Itu kan bebas, tidak pakai juga tidak apa – apa.

Asalkan kalau pakaian mekak itu kalau di Mangkunegaran ya hijau dan

sampurnya kuning.

P: Kalau menghitung itu misalnya 4 x 8 seperti biasa kan bu?

N2: Kalau pengulangan itu bentuk gerakan misalnya ulap – ulap kalau kanan

ya kanan saja tidak usah kanan – kiri. Untuk kebarnya itu kan banyak sekali

sekarannya ada yang ini, ada yang ini kanan kiri, itu dikurangi semua

hampir satu – satu. Tetapi tetap utuh. Misalnya 6 bentuk, cuma diambil

tiga. Kalau yang lebih pendek lagi, yang depan itu dua yang belakang cuma

satu. Itu bisa lebih pendek lagi. Bagian wedi kengser diilangi.

P: Kalau ukuran panggung yang ideal itu seberapa ya bu?

N2: Ya tergantung jumlah penarinya. Pokoknya tidak suksukan, gerak penari

itu bisa leluasa, bebas.

P: Pola lantai yang biasa digunakan apa ya bu?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

212

N2: Lingkaran juga boleh, apa saja juga boleh. Bisa saling berhadapan, adu kiri,

adu kanan bisa. Kalau pola lantai itu tergantung dari tempatnya. Kalau luas

ya bisa dibuat tapi kalau sempit ya susah. Bisa dibuat macam – macam

P: Menghitung ketukan ketika perpindahan bagaimana bu?

N2: Ya itu tadi tergantung dari gendingnya. Itu kan sudah diatur susunan

gendingnya.

P: Kalau menggarap tari itu bagaimana?

N2: Bebas tetapi tetap memperhatikan gending. Kalau pas kebar ya diberi

gerakan kebar, jangan diberi gerak – gerak yang wedi kengser. Itu kan pola

kendangnya itu kan sudah pasti. Kendangan laku telu bagaimana,

kendangan gajah ngoleng bagaimana?

P: Gerakan tangan ada apa saja ya bu?

N2: Ngerayung, nyempurit, ngithing, nogo ngelak, ngegem, kepelan, dan lain

– lain.

P: Ada gerakan tangan yang membentuk sudut berarti ya bu?

N2: Iya ada nyiku, kalau nekuk ya nekuknya seberapa. Kalau menthang ya

lurus. Kalau sampur yang dikaitkan disini, ini namanya ridong, kalau ini

kebyok, kalau sampur cuma dipegang ini njimpit, kalau begini ngegem.

P: Posisi ulap – ulap yang ideal itu bagaimana bu?

N2: Jangan terlalu tinggi, tapi juga jangan menutup. Yang ideal itu diatas alis.

Kalau sembahan di Kasunanan itu ini diujung hidung. Kalau

Mangkunegaran ujung ibu jari dibawah hidung tetapi agak dibuka, berbeda

dengan Jogja.

P: Ukuran jarik yang biasa dipakai itu seberapa ya bu?

N2: Biasanya untuk menari itu lereng apa saja bisa. Kalau parang barong juga

bisa tetapi disesuaikan. Kalau untuk tari Gambyong itu biasa, beda kalau

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

213

samparan itu harus lebih panjang lagi karena ada yang disampar – sampar

itu. Kalau Gambyong itu kan di wiru. Biasanya itungannya itu kalau kain

itu 2 ditambah sedikit. Kalau saya bikin kain samparan itu kain biasa

ditambah taplak meja itu ya sekitar satu meteran. Kalau samparan itu paling

tidak 3 meter. Apalagi sekarang anak – anak lebih memilih yang sudah jadi

rok itu.

P: Gambyong Pareanom kan ada yang beberapa yang menciptakan itu ya bu?

N2: Iya, makanya kalau di luar itu berbeda, dalam arti tidak perlu jengkeng,

tidak perlu merong. Diluar juga ada ukel pakis, kalau di dalam kan tidak

ada.

P: Berarti yang diluar itu yang selain ciptaannya Nyi Bei Mintoraras itu ya

bu?

N2: Iya, seperti pak S.Ngaliman dan lainnya juga banyak. Nah itu ada yang

salah yang menyebutkan kalau ciptaan saya dan ibu Nora itu salah. Saya

tidak mencipta. Saya cuma mengurangi, yang tadinya 6 gongan jadi 3.

Karena itu tadi untuk intensi yang beda. Itu yang susunan itu Gambyong

Pareanom susunan ibu Suciati tahun 1974. Dipotong itu kan ada pak

gendon, pak kasnan, cuma pelaksananya saya dan bu Nora. Ya awal – awal

itu di pentaskan untuk sekaten itu. Walaupun harus menampilkan kenes

tetapi jangan terlalu over, karena malah tidak ada yang ditampilkan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

214

Lampiran 10. Hasil Observasi

Hasil Observasi

Keterangan:

T = Teramati

TT = Tidak Teramati

No. Aspek yang diamati T TT Keterangan

1. Ada perhitungan

ketukan pada setiap

gerakan Tari Gambyong

Pareanom

√ Ketukan sesuai dengan iringan musik,

sesuai irama, kecepatan, dan

ketukannya

2. Terbentuk sudut/jarak

pada tangan/kaki saat

melakukan gerakan

√ Ada gerakan menthang, dimana tangan

lurus. Ada gerakan ngithing, dan lain-

lain

3. Adanya bentuk aktivitas

sehari – hari pada

gerakan pada tangan,

kaki, atau badan

√ Ada gerakan menyerupai seorang

wanita yang sedang bercermin, ada

gerakan seorang wanita yang sedang

menggunakan ikat pinggang, ada

gerakan seorang wanita yang sedang

mengurai rambutnya, dan lain-lain

4. Terlihat penempatan

tangan, kaki, dan badan

penari

5. Penari melakukan

gerakan sesuai aturan –

aturan pada Tari

Gambyong Pareanom

√ Badan tidak terlalu tegak dan tidak

terlalu mayuk, gerakan kaki srimpet

dan bukan debeg atau gejug.

6. Tersirat makna dari

gerakan TariGambyong

Pareanom

√ Terlihat gerakan seperti seorang

perempuan yang sedang berhias.

7. Ada perhitungan

ketukan ketika

perpindahan pola lantai

√ Perpindahan pola lantai maupun

perpindahan antar gerak dilakukan

pada hitungan ke delapan.

8. Ukuran panggung ideal

untuk menari

√ Tari dilakukan di pendopo dengan

ukuran

9. Macam-macam pola

lantai yang mungkin

dibentuk untuk 1 atau

lebih penari

√ Ada berbagai pola lantai yang mungkin

dibuat, pola lantai bukanlah suatu

keharusan. Pola lantai digunakan agar

lebih indah dalam penyajiannya. Jika

tidak menggunakan pola lantai, penari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

215

akan berpindah dari saka satu ke saka

yang lainnya.

10. Posisi antar penari di

panggung terlihat

dengan jelas

11. Penari melakukan pola

lantai sesuai rancangan

√ Pola lantai dirancang sebelum

pementasan, jika penari tidak

melakukan pola lantai yang sudah

dirancang sebelumnya maka bisa

menyebabkan tabrakan antar penari

atau kekacauan pola lantai. Pembuatan

pola lantai juga dilakukan dengan

memperhitungkan ketukan dari iringan,

besar pangggung, serta jumlah penari.

12. Terdapat makna dari

pola lantai yang dibentuk

√ Pola lantai dibuat untuk keindahan,

diberikan level agar semua penari dapat

terlihat dengan jelas oleh penonton.

13. Ada wiru pada jarik √

14. Ukuran jarik penari ideal

untuk menari

15. Terlihat motif pada jarik

dan sampur penari

16. Wiru jarik dan selendang

pada penari diletakkan

dengan benar

17. Cara pemakaian jarik

dan selendang agar pas

18. Tersirat makna dari

busana Tari Gambyong

Pareanom

√ Menggunakan pakaian keseharian

perempuan Jawa

19. Macam – macam

aksesoris dan jumlahnya

√ Jamang 1, sunduk jungkat 1, sunduk

mentul 1, kantong gelung 1, grudo 1,

sumping sepasang, giwang sepasang,

kalung 1, kelat bahu sepasang, bros di

mekak 1, ikat pinggang 1, sampur 1,

gelang sepasang

20. Posisi antara masing –

masing aksesoris

(contoh: posisi antara

sunduk mentul satu

dengan yang lain)

√ Posisi sunduk mentul untuk mengisi

kekosongan grudo yang terbuka ke

atas, sunduk mentul menghadap ke

depan. Antara sunduk jungkat dan

sunduk mentul diberikan jarak karena

sunduk jungkat memiliki gerigi yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

216

menghadap ke belakang (arah sunduk

mentul).

21. Terlihat corak/motif

aksesoris

22. Terlihat penempatan

masing – masing

aksesoris

23. Terdapat aturan – aturan

dari penggunaan

aksesoris

24. Tersirat makna aksesoris

yang digunakan penari

√ Tidak ada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI