kajian herbal

148
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi. Guna mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut, kebijakan Kementerian Kesehatan diselenggarakan berdasarkan visi “Masyarakat Sehat Yang Mandiri dan Berkeadilan”. Visi Kementerian Kesehatan akan dicapai melalui misi : 1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. 2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin ketersediaan upaya kesehatan. 3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. 4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik Dalam mewujudkan visi tersebut pemerintah melakukan berbagai program pengembangan kesehatan tradisional dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu revitalisasi pengembangan tanaman obat keluarga berperan penting dalam menciptakan paradigma sehat di masyarakat. 1

Transcript of kajian herbal

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

orang, agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi. Guna

mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut, kebijakan

Kementerian Kesehatan diselenggarakan berdasarkan visi

“Masyarakat Sehat Yang Mandiri dan Berkeadilan”. Visi

Kementerian Kesehatan akan dicapai melalui misi :

1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui

pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat

madani.

2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin

ketersediaan upaya kesehatan.

3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya

kesehatan.

4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik

Dalam mewujudkan visi tersebut pemerintah melakukan

berbagai program pengembangan kesehatan tradisional dalam

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu

revitalisasi pengembangan tanaman obat keluarga berperan

penting dalam menciptakan paradigma sehat di masyarakat.

1

Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang nomor 36 tahun

2009 tentang Kesehatan; dalam pasal 48 diatur bahwa salah

satu penyelenggaraan upaya kesehatan adalah pelayanan

kesehatan tradisional. Berdasarkan cara pengobatannya,

pelayanan kesehatan tradisional terbagi menjadi pelayanan

kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan dan

pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ramuan.

Indonesia merupakan negara yang kaya dengan keanekaragaman

hayati. Terdapat lebih kurang 30.000 jenis tanaman yang

tersebar di seluruh tanah air; sekitar 9.600 spesies

berkhasiat obat. Kurang lebih 300 spesies digunakan sebagai

bahan pengobatan tradisional oleh industri obat tradisional.

Oleh karena itu, keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia

merupakan aset dan sumberdaya yang harus dipelihara dan

dikelola untuk dapat menjadi warisan leluhur dan bermanfaat

bagi masyarakat guna pemeliharaan kesehatan.

Back to Nature, itulah slogan yang kerap kita dengar saat

kita berhadapan dengan dunia pengobatan. Tidak hanya

masyarakat awam, dokter sendiri pun punya impian bahwa

pengobatan medis modern ini bersinergi dengan alam, sehingga

memaksimalkan efek terapi dan mengecilkan, atau bahkan

meniadakan efek samping.

Di Indonesia pemanfaatan obat tradisional sudah dilakukan

masyarakat sejak dulu, dan menjadi warisan nenek moyang

secara turun temurun. Namun sebagai warisan nasional, obat

tradisional atau yang lebih dikenal sebagai obat asli

Indonesia (OAI) itu masih menghadapi hambatan besar untuk

2

memasuki pasar dunia dengan tingkat kepercayaan sebagai

sebuah produk obat. Hingga hari ini, sebagian besar OAI masih

dikategorikan hanya sebagai suplemen atau makanan tambahan.

Padahal, potensi yang dimiliki Indonesia dalam bidang OAI

sangat besar. Tidak kurang dari 5.131.100 spesies atau

sekitar 15,3% dari total spesies herbal dunia berada di

Indonesia. Hal demikian bisa terjadi karena Indonesia

merupakan wilayah tropis terbesar di dunia, sehingga tanaman-

tanaman tropis yang berkhasiat bisa tumbuh subur di mutiara

khatulistiwa ini. Problem utama penggunaan tanaman-tanaman

obat ini adalah bahwa saat ini hampir semua jamu tidak memuat

dosis yang rinci, sehingga sulit diawasi kemungkinan

terjadinya efek samping. Tentang hal ini, dosis kandungan

yang dimiliki produsen jamu berbeda-beda satu dengan lainnya.

Hal ini akibat cara peracikan jamu yang masih hanya

berdasarkan kepercayaan turun temurun. Kenyataan ini sangat

berbeda dengan cara penyajian obat modern yang memiliki

ukuran pasti, termasuk catatan efek samping yang mungkin

ditimbulkannya.

Masyarakat Indonesia mengenal dan memanfaatkan jamu

sebagai bagian dari upaya menjaga kesehatan. Penggunaan jamu

di masyarakat merupakan suatu kenyataan yang bersifat

empirik, untuk mencapai kesembuhan atau pemeliharaan dan

peningkatan taraf kesehatan serta diwariskan secara turun

temurun, dan tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat

tanpa dibuktikan secara ilmiah.

3

Permenkes nomor 003/Menkes/PER/2010 tentang Saintifikasi

Jamu dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan merupakan

usaha untuk memanfaatkan jamu dalam pelayanan kesehatan dan

kesejahteraan masyarakat.

Saat ini gaya hidup kembali ke alam (back to nature) semakin

berkembang dan diminati oleh berbagai kalangan masyarakat,

terutama kalangan masyarakat perkotaan serta telah menjadi

perhatian masyarakat dunia. Menurut WHO, 80% populasi dunia

bergantung pada herbal medicine. Pertumbuhan pasar global

produk herbal medicine mencapai 10-15% setahun. Tahun 2009

nilai perdagangan obat tradisional di Indonesia mencapai

sekitar Rp 8,5 triliun.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun

2010, presentase penduduk Indonesia yang pernah mengkonsumsi

jamu pada semua kelompok umur laki-laki dan perempuan, baik

di pedesaan maupun perkotaan adalah sebanyak 59,12%, dimana

95% menyatakan bermanfaat untuk kesehatan.

Dari data hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007,

prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di

Indonesia adalah sebesar 31,7%. Di Sulawesi Selatan,

prevalensi Hipertensi adalah 29,0%, dan di kota Makassar

sebesar 23,5 %. Untuk penyakit Diabetes Mellitus, berdasarkan

data Riskesdas 2007, prevalensi nasional Penyakit Diabetes

Melitus adalah 1,1% (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan

dan gejala). Di Sulawesi Selatan, Prevalensi penyakit DM

berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 0,5%

sedangkan prevalensi DM berdasarkan diagnosis dengan gejala

4

adalah sebesar 0,8%. Sedangkan di Kota Makassar Prevalensi DM

adalah sebesar 0,4%.

Berdasarkan hasil identifikasi pengobat tradisional di kota

Makassar tahun 2012 yang dilakukan oleh Balai Kesehatan

Tradisional Masyarakat (BKTM) Makassar, didapatkan data

jumlah pengobat tradisional yang memberikan pelayanan herbal

adalah sebanyak 54,8% dengan kasus yang banyak ditangani

adalah Hipertensi (33,33%), Asam urat (33,33%), Diabetes

Mellitus (30,3%), Rematik (27,2%), Kanker (18,2%), dan

Hiperkolesterol (15,1%).

Dari data hasil kunjungan pasien di Balai Kesehatan

Tradisional Masyarakat (BKTM) Makassar pada tahun 2011,

pasien yang mendapatkan pelayanan herbal adalah sebanyak

30,15% dari seluruh kunjungan. Pada tahun 2012 (Januari-

Juni), pasien yang mendapatkan pelayanan herbal sebanyak

44,5% dari seluruh kunujungan.

Dengan melihat perkembangan dan tingginya minat masyarakat

untuk mendapatkan pelayanan herbal, maka Balai Kesehatan

Tradisional Masyarakat (BKTM) Makassar akan melakukan

pengkajian untuk mengidentifikasi pemanfaatan herbal terhadap

penanganan hipertensi, diabetes mellitus,

hiperkolesterolemia, dan hiperurisemia oleh masyarakat di

kota Makassar.

I.2. Rumusan Masalah

5

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka disusun

rumusan masalah pada pengkajian ini yakni : “ Bagaimana

Gambaran Pemanfaatan Herbal terhadap Penanganan Hipertensi,

Diabetes Mellitus, Hiperkolesterolemia, dan Hiperurisemia

oleh Masyarakat di kota Makassar”.

I.3 Tujuan Pengkajian

1. Tujuan Umum

Adapun yang menjadi tujuan umum dalam pengkajian ini

adalah untuk Mendapatkan Gambaran Pemanfaatan Herbal

terhadap Penanganan Hipertensi, Diabetes Mellitus,

Hiperkolesterolemia, dan Hiperurisemia oleh Masyarakat di

kota Makassar.

2. Tujuan Khusus

Tujuan Khusus dari pengkajian ini adalah :

a. Mengidentifikasi pemanfaatan herbal terhadap penanganan

Hipertensi.

b. Mengidentifikasi pemanfaatan herbal terhadap penanganan

Diabetes Mellitus.

c. Mengidentifikasi pemanfaatan herbal terhadap penanganan

Hiperkolesterolemia.

d. Mengidentifikasi pemanfaatan herbal terhadap penanganan

Hiperurisemia.

I.4 Manfaat Pengkajian

Adapun yang menjadi manfaat dari pengkajian ini adalah :

6

1. Memperoleh data mengenai pemanfaatan herbal terhadap

penanganan hipertensi, diabetes mellitus,

hiperkolesterolemia, dan hiperurisemia oleh masyarakat di

kota Makassar.

2. Memperoleh data dasar untuk pengembangan pemanfaatan

herbal.

3. Sosialisasi tugas pokok dan fungsi BKTM Makassar kepada

mitra kerja, mitra binaan, dan masyarakat.

BAB II

METODE PENGKAJIAN

II.1 Alur Kegiatan

7

Masyarakat yangmemanfaatkan herbal di

Masyarakat yangmemanfaatkan herbal di

Masyarakat yangmemanfaatkan herbal di

Pengembangan TOGA /

Pelayanan herbal diPuskesmas / Masyarakat

II.2 Waktu dan Lokasi Pengkajian

Pengkajian ini dilakukan dari bulan Juni - Agustus tahun

2012 di wilayah kerja puskesmas di kota Makassar :

1. Puskesmas Tamalanrea

2. Puskesmas Tamamaung

3. Puskesmas Bara-Barayya

4. Puskesmas Jumpandang Baru

5. Puskesmas Pattingaloang

II.3 Jenis Pengkajian

Jenis pengkajian yang digunakan adalah survei yang

bersifat deskriptif, meliputi wawancara dengan menggunakan

kuesioner terhadap pasien (Hipertensi, DM,

Hiperkolesterolemia, Hiperurisemia) yang berkunjung ke

Puskesmas terpilih di Kota Makassar.

II.4 Populasi dan Sampel

a. Populasi

Yang menjadi populasi dalam pengkajian ini adalah seluruh

pasien (Hipertensi, DM, Hiperkolesterolemia,

Hiperurisemia) yang berkunjung di Puskesmas di Kota

Makassar.

b. Sampel

8

Sampel dipilih berdasakan quota sampling yaitu sebanyak 400

responden.

II.5 Alat dan Bahan

a. Kuesioner

b. ATK

c. Komputer dan Perangkat Pengolah Data

d. Buku Saku Herbal BKTM

II.6 Jalannya Pengkajian

a. Tahap persiapan :

1. Rapat persiapan

2. Penyusunan proposal

3. Presentasi proposal

4. Perbaikan proposal

5. Penetapan proposal

b. Tahap koordinasi

1. Pengurusan ijin ke Balitbangda Kantor Gubernur

Provinsi Sulawesi Selatan

2. Rapat koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kota Makassar

3. Rapat koordinasi dengan Puskesmas

c. Tahap pelaksanaan

Wawancara responden menggunakan kuesioner

II.7 Cara Pengumpulan Data

a. Data Primer

9

Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan

menggunakan kuesioner terhadap responden.

b. Data Sekunder

Data sekunder mencakup data dari Dinas Kesehatan Kota

Makassar, sumber-sumber tertulis , seperti buku-buku,

literatur, dan laporan hasil hasil penelitian yang

relevan dengan pengkajian ini mencakup data hasil WHO dan

riset kesehatan dasar (Riskesdas).

II.8 Teknik Analisis Data

Teknik yang digunakan adalah Analisa Univariat, yaitu

untuk menganalisis frekuensi masing-masing variabel

pengkajian.

II.9 Teknik Pengolahan dan Penyajian Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer

melalui program SPSS (Service Package for Social Science) versi 17

dan microsoft excel serta disajikan dalam bentuk tabulasi

dan narasi.

10

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Tinjauan Umum tentang Hipertensi

Menurut laporan Riskesdas 2007 (Riset Kesehatan Dasar

2007) prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%.11

Angka ini cukup tinggi dan bila tidak mendapat pengobatan

akan berakhir dengan kematian akibat serangan jantung, stroke

dan gagal ginjal. Itu sebabnya penyakit hipertensi sering

disebut the silent killer. Riskesdas merupakan hasil riset berbasis

komunitas dengan sampel rumah tangga dan anggota rumah tangga

yang dilaksanakan di 440 kabupaten/kota (dari jumlah

keseluruhan sebanyak 454 kabupaten/kota)yang tersebar di 33

provinsi di Indonesia pada tahun 2007 sehingga data dapat

mewakili populasi di tingkat kabupaten/kota di seluruh

Indonesia. Peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT) erat

kaitannya

11

dengan penyakit hipertensi baik pada laki-laki maupun pada

perempuan. Kenaikan berat badan (BB) sangat berpengaruh pada

mekanisme timbulnya kejadian hipertensi pada orang

yang obes akan tetapi mekanisme terjadinya hal tersebut belum

dipahami secara jelas namun diduga pada orang yang obes

terjadi peningkatan volume plasma dan curah jantung yang akan

meningkatkan tekanan darah (Sihombing, 2010).

Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya

peningkatan tekanan darah yang memberi gejala berlanjut pada

suatu target organ tubuh sehingga timbul kerusakan lebih

berat seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada

kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada

kerusakan pembuluh darah jantung) serta penyempitan ventrikel

kiri / bilik kiri (terjadi pada otot jantung). Selain

penyakit-penyakit tersebut, hipertensi dapat pula menyebabkan

gagal ginjal, penyakit pembuluh lain, diabetes mellitus dan

lain-lain. 2–4 Penderita hipertensi sangat heterogen, hal ini

membuktikan bahwa hipertensi bagaikan mozaik, diderita oleh

orang banyak yang datang dari berbagai sub-kelompok berisiko

di dalam masyarakat. Hipertensi dipengaruhi oleh faktor

risiko ganda, baik yang bersifat endogen seperti

neurotransmitter, hormon, dan genetik, maupun yang bersifat

eksogen, seperti rokok, nutrisi, stresor dan lain-lain. Di

seluruh dunia, hipertensi merupakan masalah yang besar dan

serius. Di samping karena prevalensinya yang tinggi dan

cenderung meningkat di masa yang akan datang, juga karena

tingkat keganasan penyakit yang diakibatkan sangat tinggi

12

seperti penyakit jantung, stroke, gagal ginjal dan lain-lain,

juga menimbulkan kecacatan permanen dan kematian mendadak.

Kehadiran hipertensi pada kelompok dewasa muda, sangat

membebani perekonomian keluarga, karena biaya pengobatan yang

mahal dan membutuhkan waktu yang panjang, bahkan seumur hidup

(Sugiharto, 2007).

Menurut WHO yang dikutip oleh Slamet Suyono (2001:253)

batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90

mmHg dan tekanan darah sama dengan atau lebih dari 160/95

mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Secara umum seseorang

dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah

sistolik/diastolik 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg).

Menurut Jan A. Staessen, et.al., Seseorang dikatakan

hipertensi apabila tekanan darah sistolik (TDS) ≥140 mmHg

atau tekanan darah diatolik (TDD) ≥ 90 mmHg. Beberapa tahun

lalu WHO memberi batasan TDS 130 – 139 mmHg atau TDD 85 – 89

mmHg sebagai batasan normal tinggi. Dengan makin banyaknya

penelitian tentang komplikasi hipertensi terhadap

Kardiovaskuler dan Ginjal, maka ditetapkan batasan tekanan

darah untuk hipertensi semakin rendah. Vasum et.al. dalam

penelitiannya bahwa tekanan darah normal tinggi

(prehipertensi) yaitu sistolik 130 s/d 139 mmHg, distolik 85

s/d 89 mmHg mempunyai risiko tinggi untuk kejadian

kardiovaskuler dibandingkan dengan kelompok tekanan darah

optimal sistolik < 120 mmHg dan distolik < 80mmHg. Secara

umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan

13

darah sistolik/diastolik 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg)

(Sugiharto, 2007).

Pencegahan hipertensi dilakukan melalui dua pendekatan :

i) intervensi untuk menurunkan tekanan darah dipopulasi

dengan tujuan menggeser distribusi tekanan darah kea rah yang

lebih rendah. Penurunan TDS sebanyak 2 mmHg di populasi mampu

menurunkan kematian akibat stroke, PJK, dan sebab lain

masing-masing sebesar 6%, 4% dan 3%. Penurunan TDS 3 mmHg

ternyata dapat menurunkan kematian masing-masing sebesar 8%,

5% dan 4%. (2) ii) strategi penurunan tekanan darah ditujukan

pada mereka yang mempunyai kecenderungan meningginya tekanan

darah, kelompok masyarakat ini termasuk mereka yang mengalami

tekanan darah normal dalam kisaran yang tinggi (TDS 130-139

mmHg atau TDD 85-89 mmHg), riwayat keluarga ada yang

menderita hipertensi, obsitas, tidak aktif secara fisik,atau

banyak minum alcohol dan garam. Berbagai cara yang terbukti

mampu untuk mencegah terjadinya hipertensi, yaitu

pengendalian berat badan, pengurangan asupan natrium kloride,

aktifitas alcohol, pengendalian stress, suplementasi fish oil

dan serat The 5-year primary prevention of hypertension meneliti

berbagai faktor intervensi terdiridari pengurangan kalori,

asupan natrium kloride dan alcohol serta peningkatan

aktifitas fisik. Hasil penelitian menunjukkan penurunan berat

badan sebesar 5,9 pounds berkaitan dengan penurunan TDS dan

TDD sebesar 1,3 mmHg dan 1,2 mmHg. Penelitian yang mengikut

sertakan sebanyak 47.000 individu menunjukan perbedaan asupan

sodium sebanyak 100 mmo1/hari berhubungan dengan perbedaan

14

TDS sebesar 5 mmHg pada usia 15-19 tahun dan 10 mmHg pada

usia 60-69 tahun. Meningginya TDS dan TDD, meningkatnya

sirkulasi kadar kateholamin, cortisol, vasopressin,

endorphins, andaldosterone, dan penurunan ekskresi sodium di

urine merupakan respons dari rangsangan stress yang akut.

Intervensipemnegdalian stress seperti relaksasi, meditasi dan

biofeedback mampu mencegah dan mengobati hipertensi (Budisetio,

2001).

Faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan atas yang tidak

dapat terkontrol (seperti keturunan, jenis kelamin, dan umur)

dan yang dapat dikontrol (seperti kegemukan, kurang olahraga,

merokok, serta konsumsi alkohol dan garam). Penderita

hipertensi yang sangat heterogen membuktikan bahwa penyakit

ini bagaikan mosaik, diderita oleh orang banyak yang datang

dari berbagai subkelompok berisiko didalam masyarakat. Hal

tersebut juga berarti bahwa hipertensi dipengaruhi oleh

faktor resiko ganda, baik yang bersifat endogen seperti

neurotransmitter, hormon dan genetik, maupun yang bersifat

eksogen seperti rokok, nutrisi dan stressor (Sigarlaki,

2006).

Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan

morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler dan ginjal. Dengan

menurunkan tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg, diharapkan

komplikasi akibat hipertensi berkurang. Klasifikasi

prehipertensi bukan suatu penyakit, tetapi hanya dimaksudkan

akan risiko terjadinya hipertensi. Terapi non farmakologi

antara lain mengurangi asupan garam. Olah raga, menghentikan

15

rokok dan mengurangi berat badan, dapat dimulai sebelum atau

bersamasama obat farmakologi.

III.2. Tinjauan Umum tentang Diabetes Mellitus

Dengan meningkatnya prevalensi diabetes melitus di

Indonesia dapat menimbulkan dampak negatif yaitu berupa

penurunan kualitas sumber daya manusia (SDM) terutama akibat

penyulit menahun yang ditimbulkannya. Kualitas SDM merupakan

unsur yang sangat penting dalam masa krisis ekonomi seperti

saat ini. Oleh karena itu diperlukan usaha-usaha agar SDM

tersebut tetap menjadi produktif tanpa adanya gangguan

penyakit yang berarti. Diabetes Melitus adalah penyakit

gangguan metabolisme karbohidrat karena defisiensi insulin

yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula dalam darah dan

adanya gula dalam urin (glukosuria) (Lely S., dan Indirawati,

2004).

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit gangguan

metabolisme yang bersifat khronis dengan karakteristik

hiperglisemia. Berbagai komplikasi dapat timbul akibat kadar

glukosa darah yang tidak terkontrol seperti neuropati,

hipertensi, Jantung koroner, retinopati, nepropati, gangren,

dl1. WHO mengestimasikan tahun 2000 terdapat 171 juta

penduduk dunia yang menderita DM dan pada tahun 2030 akan

menjadi 366 juta.2 Faktor lingkungan seperti merokok, kurang

olahraga, pola makan salah, kegemukan merupakan determinan

utama. Secara umum (nasional) pada Riskesdas 2007 didapatkan

bahwa obesitas sentral, hipertensi, merokok dan kegemukan

16

merupakan faktor risiko terjadinya hiperglisemia. Diabetes

Mellitus tidak dapat disembuhkan tetapi kadar glukosa darah

dapat dikendalikan melalui diet, olah raga, dan obat-obatan.

Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan

pengendalian DM yang baik. Sasaran pengendalian dengan

kriteria nilai baik antara lain glukosa darah puasa 80 -< 100

mg/dl, 2 jam sesudah makan 80 -144 mg/dl, A1C < 6,5%,

kolesterol total < 200 mg/dl, trigliserida < 150 mg/dl, IMT

18,5 -< 23 kg/m2 dan tekanan darah 130/80 mmHg.

Berdasarkan Riskesdas 2007 pada responden usia 15 tahun

ke atas didapat prevalensi DM 5,7%, diantaranya 1,5% telah

mengetahui dirinya menderita DM. Untuk mengendalikan faktor

risiko DM mencegah komplikasi perJu pengontrolan berat badan,

tekanan darah, diet dan olahraga. Analisis data pada

responden yang telah mengetahui dirinya menderita DM,

ternyata mempunyai pengendalian DM dengan kriteria tidak baik

seperti mempunyai kadar glukosa darah 2 jam sesudah makan >

144 mg/dl pada laki-Iaki 68% dan pada perempuan 81,1 %,

tekanan darah tidak terkontrol (>130/80) pada laki-Iaki 70%

dan pada perempuan 76,8%, IMT=23 pada laki-Iaki 60,8% dan

pada perempuan 66,9% (Mihardja, 2010).

III.3 Tinjauan Umum tentang Hiperkolesterolemia

Aterosklerosis merupakan suatu penyakit yang banyak

dibicarakan karena merupakan penyyebab utama morbiditas dan

mortalitas dari manifestasi klinis berupa penyakit jantung

koroner dan stroke, yang terjadi baik di negara maju maupun

17

di negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebab

aterosklerosis adalah multifaktor, antara lain: diabetes

mellitus, hipertensi, merokok, dan hiperkolesterolemia.

Hiperkolesterolemia didefinisikan sebagai keadaan dengan

peningkatan kadar kolesterol lebih dari nilai rujukan, namun

dianggap sebagai faktor risiko tinggi untuk keadaan penyakit

jantung koroner adalah apabila peningkatan kadar kolesterol ≥

240 mg/dl. Kolesterol yang paling berperan pada kejadian

aterosklerosis adalah small-dense LDL (Achmad, 2001).

Hiperkolesterolemia adalah kondisi saat konsentrasi

kolesterol di dalam darah melebihi batas normal. Kolesterol

adalah lipid ampifatik yang termasuk dalam golongan sterol

dan di dalam tubuh dapat ditemukan dalam bentuk bebas dan

ester dengan asam lemak. Kolesterol merupakan senyawa

penyusun membran dari sel hewan. Sterol ini telah terbukti

memiliki peranan penting dalam berbagai fungsi sel, termasuk

dalam penentuan fungsi enzim dan permeabilitas membran. Tidak

ada senyawa lain dari kelompok sterol yang dapat menggantikan

seluruh peran dari kolesterol pada membran sel mamalia.

Umumnya sel mamalia tidak dapat hidup saat tidak terdapat

kolesterol.

III.4 Tinjauan Umum tentang Hiperurisemia

Asam urat (AU) telah diidentifikasi lebih dari 2 abad

yang lalu, namun beberapa aspek patofisiologi dari

hiperurisemia tetap belum dipahami dengan baik. Selama

beberapa tahun hiperurisemia telah diidentifikasi bersama-

18

sama atau dianggap sama dengan gout, namun sekarang AU telah

diidentifikasi sebagai marker untuk sejumlah kelainan

metabolik dan hemodinamik. Dalam keadaan normal terdapat

keseimbangan antara pembentukan dan degradasi nukleutida

purin serta kemampuan ginjal dalam mengekskresikan AU.

Apabila terjadi kelebihan pembentukan atau hambatan

pengeluaran atau keduanya maka akan terjadi

peningkatan konsentrasi AU darah yang disebut dengan

hiperurisemia. Angka kejadian hiperurisemia di masyarakat dan

berbagai kepustakaan barat sangat bervariasi, diperkirakan

antara 2,3 - 17,6%, sedangkan kejadian gout bervariasi antara

0,16 - 1,36% (Wisesa dan Suastika, 2009).

Gout adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan

konsentrasi asam urat dalam cairan tubuh (hiperurisemia) dan

adanya gangguan metabolisme protein. Gangguan asam urat ini

diperkirakan terjadi pada 840 dari setiap 100.000 orang, dan

mewakili sekitar 5% dari total penyakit radang sendi. Sekitar

90% kasus diperkirakan terjadi akibat kelainan proses

metabolisme dalam tubuh (gout primer) dan umum diderita oleh

laki-laki berusia lebih dari 30 tahun. Sedangkan 10% lagi

umumnya diderita oleh wanita dan disebabkan oleh gangguan

hormon. Peningkatan produksi asam urat dapat terjadi karena

tingginya konsumsibahan pangan yang mengandung purin, atau

meningkatnya sintesa purin dalam tubuh, misalnya karena

adanya penyakit inborn errors of metabolism purine pada tumor.

Penurunan pengeluaran asam urat biasanya disebabkan oleh

adanya gangguan ginjal, pengaruh pemberian obat, atau

19

pengaruh beberapa jenis zat gizi yang dapat menghambat

pengeluaran asam urat (Uripi et al 2002). Kondisi kelaparan

juga dapat meningkatkan kadar asam urat darah dan urin. Hal

ini terjadi sebagai konsekuensi dari mobilisasi cadangan

protein dalam tubuh dan hambatan ekskresi asam urat oleh asam

laktat dan produk asam lainnya yang dihasilkan pada kondisi

kelaparan. Terdapat dua macam gout, yaitu gout primer dan

gout sekunder. Gout primer disebabkan oleh faktor genetik dan

lingkungan. Gout sekunder disebabkan oleh adanya komplikasi

dengan penyakit lain, seperti hipertensi dan

artherosklerosis. Pada kasus gout primer, selain ketiadaan

enzim hiposantin-guanin fosforibosil transferase yang

menyebabkan bertambahnya sintesa purin, ada juga pengaruh

faktor genetik yang dapat menyebabkan gangguan pada

penyimpanan glikogen atau defisiensi enzim pencernaan. Hal

ini menyebabkan tubuh lebih banyak menghasilkan senyawa

laktat atau trigliserida yang berkompetisi dengan asam urat

untuk dibuang oleh ginjal. Faktor lingkungan yang memicu

terjadinya gout primer adalah konsumsi makanan, alkohol, dan

obat-obatan. Konsumsi makanan yang tinggi kandungan purinnya

dapat meningkatkan kadar asam urat dalam urin antara 0,5-0,75

g/ml purin yang dikonsumsi. Konsumsi makanan yang tinggi

kadar lemaknya dapat mengganggu pengeluaran asam urat dari

ginjal, begitu juga dengan konsumsi alkohol. Gout juga dapat

terjadi akibat efek samping dari mengkonsumsi obat-obatan

tertentu, seperti antidiuretika, diuretika (furosemida dan

hidroklorotiazida), salisilat, etambutol, pirazinamit, dan

20

akibat penyalahgunaan obat pencahar (Vitahealth 2006). Asam

laktat yang diproduksi sebagai hasil dari aktivitas olahraga

atau gerakan fisik juga dapat menurunkan pengeluaran asam

urat. Namun, kenaikantersebut akan kembali normal dalam

beberapa jam kemudian. Pada gout sekunder, penderita

hipertensi dan hiperkolesterolemia cenderung mengalami

hiperurisemia. Hal ini disebabkan karena obat antihipertensi

yang dikonsumsi (terutama thiazide) diduga secara tidak

langsung mempengaruhi metabolisme lemak. Pengaruh ini

menyebabkan pengeluaran asam urat menjadi berkurang. Gout

juga dipicu oleh penyakit anemia kronis yang dapat mengganggu

metabolisme tubuh. Penyakit lain yang juga merupakan faktor

risiko bagi penyakit gout adalah diabetes mellitus dan

gangguan ginjal. Resistensi insulin pada sindrom metabolik

dan diabetes mellitus tipe 2 dapat meningkatkan kadar leptin

dalam tubuh. Leptin merupakan regulator konsentrasi asam urat

dalam darah. Peningkatan kadar leptin ini memicu terjadinya

hiperurisemia (Budianti, 2008)

III.5 Tinjauan tentang Herbal untuk Hipertensi

Pemanfaatan daun belimbing wuluh sebagai obat hipertensi

masih terbatas dan kebanyakan yang dimanfaatkan adalah buah

belimbing wuluh. Menurut penelitian yang dilakukan oleh

Hernani, et al (2005), pemberian ekstrak daun belimbing wuluh

terbukti dapat menurunkan tekanan darah hewan uji dan

terbukti lebih baik dibandingkan dengan pemberian ekstrak

buahnya. Ketika ekstrak buah diinjeksikan terhadap hewan uji,

21

daya kerja jantung meningkat dibandingkan bila menggunakan

ekstrak daun (Hidayanti, 2007).

Tujuan pengobatan hipertensi dengan tanaman obat adalah

mengobati hipertensi dengan memperbaiki penyebabnya sesuai

filosofi tanaman obat sebagai obat konstruktif, yaitu

memperbaiki/ membangun organ atau sistem yang rusak yang

mengakibatkan terjadinya hipertensi. Tetapi mengingat 90% -

95% penyebab hipertensi tidak diketahui (hipertensi esensial)

maka kerja dari tanaman obat dalam memperbaiki/membangun

organ/sistem yang rusak juga tidak diketahui. Sebagai

akibatnya, karena penyebab hipertensi yang tidak diketahui

ini dipastikan lebih dari satu penyebab maka terdapat banyak

tanaman obat yang ternyata cocok untuk banyak penderita yang

berbeda satu sama lain, penderita satu cocok dengan tanaman

tertentu dan penderita yang lain cocok dengan tanaman lain.

Namun demikian pada beberapa tanaman obat hipertensi dapat

diketahui fungsinya dalam menurunkan tekanan darah, seperti

antara lain :

- Diuretikum, sangat banyak jenis

- Anti-andrenergik

- Vasodilator

Tetapi selain fungsi-fungsi yang sudah diketahui

tersebut tidak diketahui fungsinya dalam memperbaiki/

membangun organ atau sistem yang rusak sebagai penyebab

sebenarnya dari hipertensi. Tanaman obat memiliki kelebihan

dalam pengobatan hipertensi karena umumnya tanaman obat

memiliki fungsi selain mengobati hipertensi juga mengobati

22

penyakit penyerta atau penyakit komplikasi sebagai akibat

tekanan darah tinggi. Tanaman obat yang penting untuk

hipertensi adalah Belimbing wuluh ((Averrhoa bilimbi L.), Boroco

(Celosia argentea Linn.), Ketepeng kecil ((Cassia tora Linn.), Sambiloto

(Andrographis paniculata Ness.), Sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour.)

Merr.), Seledri (Apium graveolens L.), dan Kumis kucing (Orthosiphon

stamineus Benth.) (Iskandar, 2007).

Telah dilakukan Saintifikasi Jamu pada tahun 2011 untuk

4 ramuan, yaitu ramuan anti hipertensi, anti diabetes

mellitus, anti hiperkolesterolemia, dan anti hiperurisemia.

Desain studi yang dilakukan adalah pre-post intervention

dengan besar sampel masing-masing 125 untuk efikasi dan 40

untuk keamanan. Lama studi yang dilakukan adalah 4 minggu.

Berikut ini formula hasil saintifikasi jamu :

- Formulasi ramuan anti hipertensi

R/

Daun seledri 5 g → vasodilator (pelebaran pembuluh

darah)

Daun kumis kucing 3g → diuretik

Daun pegagan 3g → penurun tekanan darah

Daun meniran 3g → penambah daya tahan tubuh

Rimpang temulawak 3g → penyegar badan

Rimpang kunyit 3g → pelancar pencernaan & pengurang

rasa sakit

- Formulasi anti hiperkolesterol

R/

23

Daun jati belanda 5g → penekan nafsu makan, penekan

lipase pankreatik

Daun kemuning 3 g → penghambat kenaikan berat badan

Akar kalembak 5g → pencahar

Daun meniran 3g → penambah daya tahan tubuh

Rimpang temulawak 3g → penyegar badan

Rimpang kunyit 3g → pelancar pencernaan &

pengurang rasa sakit

- Formulasi hiperurisemia ( asam urat )

R/

Daun kapel 3g → anti oksidan kuat

Daun tempuyung 2g → diuretik lemah, urikosurik

Kayu secang 5g → penghambat xantin oksidase

Daun meniran 3g → penambah daya tahan tubuh

Rimpang temulawak 3g → penyegar badan

Rimpang kunyit 3g → pelancar pencernaan &

pengurang rasa sakit

- Formula anti diabetes militus

R/

Daun sambiloto 5g → penurun gula darah baik tipe

1 maupun tipe 2

Daun brotowali 5g → penurun gula darah

Daun meniran 3g → penambah daya tahan tubuh

Rimpang temulawak 3g → penyegar badan

Rimpang kunyit 3g → pelancar pencernaan &

pengurang rasa sakit

24

III.6 Tinjauan tentang Herbal untuk Diabetes Mellitus

Obat diabetes mellitus oral yang digunakan pada

saat ini adalah golongan sulfonilurea, biguanida dan

acarbose. Saat ini beberapa tanaman di Indonesia telah

digunakan sebagai obat diabetes mellitus dan telah diteliti

secara ilmiah, antara lain sambiloto (Andrographis paniculata

Ness.), johar (Cassia siamea Lamk), dandang gendis

(Clinicanthus nutans Lindau), bawang putih (Allium sativum

L.) dan cecendet (Physalis minima L.) Selain Physalis

minima L. ada beberapa spesies Physalis yang terdapat di

Indonesia yaitu Physalis peruviana dan Physalis angulata. Di

daerah Jawa Barat Physalis angulata (ciplukan) telah

digunakan sebagai obat diabetes mellitus. Physalis angulata

L. (ciplukan) adalah tanaman semusim berupa herba dari

famili Solanaceae. Tanaman ini tumbuh di dataran rendah

hingga 1200m di atas permukaan laut, sebagai tumbuhan

pengganggu di ladang, kebun, semak dan ditepi

jalan.Kandungan senyawa kimia tumbuhan ini antara lain

alkaloid, flavonoid, saponin, fisalin A, fisalin B,

witafisalin A, witafisalin B, terpen dan asam sitrat.

Secara tradisional tumbuhan ini digunakan sebagai

pencahar, obat bisul, gusi berdarah, mulas, jantung

lemah, terkilir, perut nyeri, kencing nanah, kencing

manis (daun dan buahnya), susah kencing, ayan,

encok,kecacingan, radang saluran pernafasan, infeksi

kerongkongan, radang testis, diuretik, dan sakit kuning

dari buahnya yang telah masak (Sutjiatmo, dkk, 2011).

25

Berbagai jenis obat antidiabetik oral banyak ditemukan

di apotik dan biasanya tergolong obat yang mahal dan harus

terus menerus digunakan, hingga bagi yang tidak mampu sulit

memperolehnya. Di samping itu di daerah yang tidak mempunyai

apotik, obat untuk penyakit ini sulit ditemukan. Untuk itu

perlu dicarikan cara alternatif. Salah satunya adalah

menggunakan obat yang ada di sekitarnya yaitu dan tanaman

obat. Berbagai jamu-jamuan telah dipromosikan sebagai

antidiabetes, dan khasiatnya tersebar dari mulut ke mulut,

dengan bukti manfaatnya. Untuk lebih memberikan dasar bagi

bukti manfaatnya, dipandang sangat perlu untuk melakukan

penelitian, agar dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

Mekanisme kerjanya mungkin tidak diketahui secara pasti,

namun dapat diperkirakan bahwa efeknya dalam menurunkan kadar

gula darah mungkin sama seperti obat-obat hipoglikemia oral

(Widowati, 1997).

Badan Pengawas Obat dan Makanan membagi pemanfaatan

tanaman obat dalam tiga strata, yaitu jamu, obat herbal

terstandar, dan fitofarmaka. Jamu dikembangkan dari warisan

yang dimiliki masyarakat suku bangsaIndonesia. Strata di atas

jamu adalah obat bahan alam atau obat herbal terstandar yang

bahan bakunya sudah dalam bentuk ekstrak dan aspek keamanan

serta khasiatnya telah teruji pada hewan percobaan yang

dikenal sebagai uji praklinik. Strata teratas dalam dalam

industri OT atau farmasi adalah produk fitofarmaka, dalam

bentuk ramuan ekstrak, terutama untuk pelayanan kesehatan

formal, dan telah melalui uji klinik di instalasi pelayanan

26

kesehatan formal. Menurut keputusan Menkes RI No.761 tahun

1992, fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah dibuktikan

keamanan dan khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia

atau sediaan galenik yang memenuhi persyaratan yang berlaku.

Pemilihan ini berdasarkan atas, bahan bakunya relatif mudah

diperoleh, didasarkan pada pola penyakit di Indonesia,

perkiraan manfaatnya terhadap penyakit tertentu cukup besar,

memiliki rasio resiko dan kegunaan yang menguntungkan

penderita, dan merupakan satu-satunya alternatif pengobatan.

Sediaan obat tradisional yang digunakan masyarakat yang

saat ini disebut sebagai Herbal Medicine atau Fitofarmaka perlu

diteliti dan dikembangkan (Zein, 2005). Obat herbal adalah

tanaman atau bagian dari tanaman yang digunakan untuk

penambah rasa, pewarna, dan atau untuk penggunaan terapeutik.

Penggunaan yang paling sering adalah untuk perawatan

kesehatan. Tersedia dalam bentuk ekstrak kering atau dalam

keadaan masih segar untuk langsung dikonsumsi.

Penggunaan herbal pada pasien dengan perawatan medis

Dokter mungkin menghadapi pasien yang menggunakan obat

herbal, sehingga perlu menyadari diakuinya efek dari produk

herbal tersebut. Dokter perlu menyadari dampak buruk dari

kemungkinan buruk yang timbul dari interaksi antara obat

medis dengan herbal yang digunakan (Yaheya & Ismail, 2009).

Sebanyak 101 dari 657 sampel pasien rawat jalan di suatu

rumah sakit adalah pengguna sediaan herbal. Herbal yang

mereka gunakan termasuk di

27

dalamnya adalah Echinacea 21,8%, gingko biloba 13,9%, garlic 7,9%,

ginseng 6,9%.

Obat herbal untuk diabetes

Banyak penelitian membuktikan adanya efek hipoglikemik

dari suatu tanaman. Beberapa tanaman di antaranya seperti

berikut:

1) Mahkota dewa

Berdasarkan penelitian Saragih (2001) terbukti bahwa rebusan

daging buah segar mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.]

Boerl.) mampu menurunkan kadar glukosa darah secara bermakna

pada tikus yang menderita diabetes mellitus tergantung

insulin meskipun efek yang dihasilkan lebih rendah daripada

efek insulin. Perasan daging buah mahkuta dewa menghasilkan

efek hipoglikemik yang setara dengan tolbutamid pada tikus

yang menderita diabetes mellitus yang tidak tergantung

insulin. Dari kedua penelitian tersebut menggambarkan bahwa

daging buah makutadewa mampu menurunkan kadar glukosa darah

tikus percobaan yang menderita diabetes mellitus baik

tergantung atau tidak tergantung insulin.

2) Ceplukan

Baedowi (1998) telah melakukan penelitian terhadap ciplukan

secara in vivo pada mencit. Dari penelitiannya tersebut,

didapatkan informasi bahwa ekstrak daun ciplukan dengan dosis

28,5 mL/kg BB dapat mempengaruhi sel β-insulin pankreas.

3) Sambiloto

Seluruh tanaman sambiloto dapat digunakan sebagai bahan

ramuan untuk mengatasi diabetes mellitus (Utami, 2003).

28

Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) mengandung

senyawa aktif andrografolida yang menurut Munawwara (2004)

mempunyai aksi seperti insulin. Penggunaan tumbuhan obat

tidak sesederhana yang dipikirkan orang selama ini. Semuanya

harus dipelajari dan memerlukan pengalaman tersendiri. Salah

mengenali tumbuhan obat yang dimaksud juga tidak akan

menyembuhkan penyakit. Apalagi, salah menggabungkan beberapa

tumbuhan obat yang khasiatnya berlawanan. Obat herbal seperti

obat-obat lainnya, tidak bisa dikonsumsi sembarangan. Tetap

ada dosis yang harus dipatuhi, seperti halnya resep dokter.

Buah mahkota dewa, misalnya, hanya boleh dikonsumsi dengan

perbandingan 1 buah dalam 3 gelas air. Buah mahkota dewa

segar yang dikonsumsi secara langsung, bisa menyebabkan

bengkak di mulut, sariawan, mabuk, kejang sampai pingsan.

Penggunaan tanaman obat harus berdasarkan asas manfaat dan

keamanan. Jika bermanfaat untuk penyembuhan penyakit, tetapi

tidak aman karena beracun, harus dipikirkan kemungkinan

timbulnya keracunan akut maupun keracunan kronis yang mungkin

terjadi.

III.7 Tinjauan tentang Herbal untuk Hiperkolesterolemia

Penanganan atau pencegahan terjadinya obesitas sangat

diperlukan agar penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan oleh

obesitas tersebut dapat dihindari. Penggunaan obat pelangsing

umumnya banyak dipilih untuk menangani dan mencegah

terjadinya obesitas. Bahan obat yang diperkenankan sebagai

pelangsing adalah obat-obat yang berfungsi mengurangi nafsu

29

makan, merangsang pembakaran lemak, dan menghambat penyerapan

lemak dalam batas tertentu (Birari & Bhutani 2007). Bahan

alam yang banyak digunakan untuk jamu pelangsing tubuh,

antara lain daun jati belanda, bangle, kemuning, lempuyang,

kunyit, temu ireng, dan kencur. Penggunaan obat pelangsing

tersebut biasanya dikonsumsi secara oral dalam bentuk pil

atau kapsul serta dapat juga dijadikan sebagai minuman jamu

tradisional. Jenis obat pelangsing lain yang saat ini sedang

dikembangkan cara pembuatannya adalah obat pelangsing

aromaterapi dari tumbuhan herbal yang diklasifikasikan

sebagai tumbuhan aromatik.

Kandungan senyawa kimia dalam tumbuhan yang berpotensi

sebagai pelangsing aromaterapi adalah minyak atsiri. Minyak

atsiri merupakan zat yang memberikan aroma pada tumbuhan yang

memiliki komponen atsiri dengan karakteristik tertentu.

Komponen aroma dari minyak atsiri cepat berinteraksi saat

dihirup. Nagai (2008) melaporkan pengaruh minyak esensial

terhadap saraf otonom menggunakan tikus di bawah anesthesis

uretan. Aroma dari minyak esensial jeruk dapat menstimulasi

saraf simpatis, mengendalikan jaringan adiposa putih dan

coklat, kelenjar adrenal dan ginjal, dan menghambat saraf

parasimpatis, serta mengendalikan perut. Mekanisme tersebut

menstimulasi saraf simpatik pada brown adipose tissue (BAT) dan

diduga menurunkan nafsu makan dan mengurangi bobot badan.

Jaringan adipose coklat (BAT) mengatur panas tubuh melalui

mekanisme termogenesis (Brees et al. 2008). Keharuman

ditunjukkan untuk mengubah indeks fisiologis, seperti suhu

30

tubuh, tekanan darah, dan glukosa darah melalui kontrol

aktivitas saraf otonom. Penelitian tentang potensi

aromaterapi sebagai pelangsing pernah dilakukan sebelumnya

oleh Anggraeni (2010) yang menyatakan bahwa senyawa β-

elemenon yang terkandung dalam minyak atsiri temulawak dapat

menurunkan bobot deposit lemak tikus putih Sprague-Dawley.

Bangle (Zingiber purpureum) merupakan salah satu tumbuhan

aromatik asli Indonesia (Gambar 1). Bangle memiliki beberapa

khasiat di antaranya sebagai obat lemah jantung, sakit

kepala, rematik, pencahar, penurun panas, peluruh kentut,

peluruh dahak, penyembuh sakit perut, cacingan, sakit kuning,

ramuan jamu wanita setelah melahirkan, mengatasi kegemukan

(Wijayakusuma et al. 1997), serta sebagai antioksidan dan

antiradang.

Sampai saat ini banyak obat yang digunakan untuk

penanganan hiperlipidemia, baik obat sintetik maupun obat

tradisional. Salah satu obat tradisional yang telah banyak

digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah tanaman jati

belanda. Jati belanda diklasifikasikan ke dalam divisi

Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledoneae,

bangsa Malvales, suku Sterculiaceae, marga Guazuma, jenis

Guazuma ulmifolia Lamk. Tanaman ini memiliki nama umum jati

belanda, dengan nama daerah jati londo (Jawa), jatus landi

(Sumatera), dan sinonim Guazuma tomentusa Kunth. Kandungan

kimia daun dan kulit batang jati belanda adalah alkaloid, dan

flavonoid, dengan kandungan utama pada daunnya adalah tanin.

Penggunaan tanaman jati belanda secara tradisional adalah

31

bagian daun sebagai pelangsing tubuh, biji sebagai obat

mencret, sembelit, karminatif, kulit batang sebagai

diaforetik, bengkak kaki, dan bagian buah/daun untuk obat

diare, batuk, nyeri perut, tonik, astringen.

Temugiring (Curcuma heyneana) merupakan tanaman obat yang

sering digunakan sebagai sebagai obat tradisional untuk

mengatasi hiperlipidemi. Temugiring merupakan suatu tanaman

yang bermarga Curcuma yang banyak terdapat di daerah tropis

termasuk di Indonesia umumnya hidup di daerah yang lembab dan

mudah dibudidayakan. Rimpang temu giring mengandung minyak

atsiri 0,8-3%, amilum, damar, lemak, tanin dan zat pahit, zat

warna kuning, saponin, dan flavonoid. Kurkumin atau bis-(4-

hydroxy-3-methoxy-cinnamoyl)-

methane, C12H20O6 adalah kristal berwarna kuning gelap tidak

larut dalam air atau eter, larut dalam alkohol. Kurkumin

memiliki sifat sebagai antioksidan. Ekstrak etanol rimpang

temugiring Ekstrak etanol rimpang temugiring (Curcuma

heyneanae Val.) dapat mencegah terjadinya peningkatan kadar

kolesterol total darah tikus putih jantan galur Wistar yang

diberi emulsi lemak sapi (Firmansyah, 2010) Biosintesis

kolesterol berkaitan juga dengan biosintesis trigliserida

(Widyaningsih, 2011).

Yang biasa dimanfaatkan untuk pengobatan kolesterol

tinggi adalah daun jati belanda (Guazuma ulmifolia), kemuning

(Murraya paniculata), dan tempuyung (Sonchus arvensis).

Daun jati belanda dipercaya bisa meluruhkan lemak dan

menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Tanaman yang berasal

32

dari negara Amerika beriklim tropis ini tumbuh secara liar di

wilayah tropis lainnya seperti di Pulau Jawa. Jati belanda

mengandung senyawa tannin, damar, triterpen, alkaloid,

karotenoid, flavonoid, dan asam fenol. Selain bisa menurunkan

kadar kolesterol, tanaman ini juga berkhasiat untuk

melangsingkan tubuh, astrigen, sebagai obat diare dan obat

batuk. Sedangkan kemuning mengandung atsiri, damar, tannin,

glikosida, dan meransin. Tanaman yang biasa tumbuh liar di

semak belukar, tepi hutan, atau ditanam sebagai tanaman hias

dan tanaman pagar ini bisa dipakai untuk mengobati radang

buah zakar napas (bronkhitis), infeksi saluran kencing,

kencing nanah, keputihan, sakit gigi, dan haid tidak teratur.

Juga untuk mengurangi lemak tubuh berlebihan, pelangsing

tubuh, nyeri pada tukak (ulkus), memar akibat benturan,

rematik, keseleo, digigit serangga dan ular berbisa, ekzema,

dan luka terbuka pada kulit. Tanaman tempuyung memiliki rasa

pahit dan bersifat mendinginkan. Pada prinsipnya semua bagian

tanaman ini bisa dimanfaatkan. Tapi, yang paling sering

adalah bagian daunnya. Penurun kadar kolesterol tinggi dengan

kandungan kimia saponin, flavonoida, politenol, alfa-

lactucerol, beta-lactucerol, manitol, inositol, kalium,

silika, dan taraksasterol adalah manfaat yang bisa didapatkan

dari daun tempuyung. Bila diramu, jati belanda, kemuning, dan

tempuyung bisa menjadi obat herbal untuk menurunkan kadar

kolesterol dalam darah.

Senyawa tanin dan musilago yang terkandung dalam daun

Jati belanda dapat mengendapkan mukosa protein yang ada di

33

dalam permukaan usus halus sehingga dapat mengurangi

penyerapan makanan. Dengan demikian proses obesitas

(kegemukan) dapat dihambat. Hasil penelitian tentang daun

jati belanda memperkuat penggunaannya secara ilmiah sebagai

tanaman obat. Ekstrak daun jati belanda yang diberikan secara

oral dengan konsentrasi 15 persen dan 30 persen dapat

menurunkan kadar kolesterol total serum kelinci. Sedangkan

hasil penelitian pada daun kemuning menunjukkan, pemberian

infus daun ini sebesar 10 persen, 20 persen, 30 persen, dan

40 persen sebanyak 0,5 ml pada mencit dapat menurunkan berat

badannya secara bermakna. Ini menunjukkan telah terjadi

peningkatan pembakaran lemak tubuh. Kolesterol merupakan

salah satu komponen dari lemak. Beberapa teori yang lain

menyebutkan bahwa khasiat daun jati belanda dan kemuning

adalah karena kandungan damarnya. Mekanismenya sebagai

berikut, kolesterol yang terbentuk menjadi asam empedu

berikatan dengan damar dan segera dieksresi melalui feses.

Cepatnya asam empedu dieksresikan oleh tubuh akan disertai

oleh cepatnya pembentukan asam empedu sehingga kolesterol

dalam tubuh segera diubah menjadi asam empedu. Dengan

demikian, proses ini akan mengurangi kadar kolesterol.

Sementara itu, bahan simplisia yang digunakan berkhasiat

meningkatkan metabolisme tubuh sehingga pembakaran timbunan

lemak dalam tubuh akan meningkat. Dengan demikian akan

mengurangi kadar lemak tubuh. Ini berarti akan mengurangi

terbentuknya kolesterol karena lemak merupakan faktor risiko

tinggi terhadap kolesterol. Karena merupakan bahan-bahan

34

alami, jika digunakan secara teratur dan terukur, herbal-

herbal ini bisa membantu menurunkan kadar kolesterol dalam

darah.

III.8 Tinjauan tentang Herbal untuk Hiperurisemia

Penggunaan obat-obatan sintetik seringkali menimbulkan

efek samping yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, sebagian

masyarakat mulai beralih untuk menggunakan tanaman obat yang

dianggap minim akan efek samping. Salah satu tanaman obat

yang banyak digunakan untuk mengobati asam urat adalah

tanaman akar kucing (Acalypha indica L.).Penelitian yang

berhubungan dengan tanaman ini sudah cukup banyak dan telah

dibuktikan keefektifannya untuk mengatasi asam urat, namun

hasilnya tidak sebanding dengan allopurinol.

Selain akar kucing, tanaman yang dapat digunakan untuk

menurunkan asam urat adalah rosella. (Hibiscus sabdariffa L.).

Berdasarkan penelitian oleh Kidpron, dengan mengkonsumsi

rosella,ditemukan penurunan kreatinin, asam urat, sitrat,

tartrat, kalsium, natrium, dan fosfat dalam urin pada 36 pria

yang mengkonsumsi jus rosella sebanyak 16-24 g/dL/hari.

Senyawa yang diduga berkhasiat untuk menurunkan asam urat

adalah senyawa flavonoid dikarenakan pada kaliks atau kelopak

rosella, ternyata ditemukan banyak senyawa flavonoid,

contohnya antosianin, hibisin, hibisetin, gosipetin,

sabdaretin, dan delfinidin (Astuti, 2011).

Tanaman kepel atau Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook.f. & Th.

Secara empirik telah digunakan sebagai obat bahan alam oleh

35

masyarakat. Secara ilmiah, penelitian pendahuluan aneka

kegunaan daun tanaman kepel (S. Burahol) biasa digunakan oleh

masyarakat dalam pengobatan asam urat. Hasil penelitian

menunjukkan pemberian infus daun kepel bisa menurunkan kadar

asam urat darah pada tikus (Susilowati, 2000) dan pada ayam

(Hening, 2002). Fraksi larut dan tidak larut petroleum eter

daun kepel dapat menyebabkan penurunan kadar asam urat

(Purwatiningsih dan Hakim).

Indonesia telah mengenal beberapa tanaman obat yang

diakui bisa digunakan untuk mengobati asam urat, antara lain

sambiloto, sidaguri, salam, kumis kucing, meniran, dan

anting-anting. Umumnya sifat-sifat farmakologis tanaman ini

adalah diuretik (peluruh kencing) dan antiradang, karena

dalam pengobatan modern pun, sifat-sifat obat sintetik yang

dimanfaatkan untuk mengobati asam urat adalah antiradang

(untuk mengurangi embengkakan akibat penumpukan kristal asam

urat) dan juga diuretik (untuk membantu pembuangan kelebihan

asam urat dalam darah agar tidak terus menumpuk di dalam

tubuh). Namun yang wajib Anda ingat, jika Anda sedang

menjalani pengobatan modern, Anda tidak dianjurkan untuk

menggunakan obat tradisional dalam waktu yang bersamaan,

karena bisa jadi dosisnya menjadi berlipat ganda sehingga

justru malah membahayakan. Berikut ini tanaman yang digunakan

untuk asam urat :

1. Sambiloto ( Andrographis panniculata )

Aslinya merupakan tanaman dari India . Di beberapa daerah

sambiloto dikenal juga dengan nama papaitan, ki peurat,

36

bidara, kayu mas, lang, ki pait, sampiroto, atau ki oray.

Sambiloto mengandung beberapa senyawa flavanoid, alkane,

keton, aldehid dan juga beberapa mineral seperti kalsium,

kalium dan natrium. Rasanya pahit, namun tanaman ini dikenal

sebagai antiradang, penghilang nyeri atau analgetik, dan juga

penawar racun. Bagian tanaman yang digunakan adalah seluruh

tanaman.

2. Sidaguri ( Sida rhombifolia )

Dikenal dengan nama daerah guri, siliguri, kahindu, sadagori,

otok-otok atau bitumu. Kandungan kimia yang sudah diketahui

adalah alkaloid, kalsium oksalat, tannin, saponin, fenol,

asam amino, minyak atsiri, zat phlegmatic untuk ekspektoran,

dan lubrikan. Akarnya mengandung alkaloid, steroid dan

aphredine. Sidaguri memiliki rasa manis, sedikit panas dan

sejuk. Dalam pengobatan, sidaguri digunakan sebagai

antiradang, peluruh kencing dan penghilang rasa sakit. Bagian

tanaman yang digunakan adalah akarnya.

3. Daun salam ( Eugenia polyanta )

dikenal masyarakat Indonesia sebagai bumbu masak karena

memiliki keharuman yang khas yang bisa menambah kelezatan

masakan nusantara. Daun salam rasanya kelat dan bersifat

astringent. Senyawa-senyawa seperti minyak atsiri,tannin dan

flavonoid banyak terdapat dalam daunnya. Untuk pengobatan

memang daunnya lah yang paling banyak digunakan, tetapi akar,

kulit dan buahnya pun berkhasiat sebagai obat.

4. Kumis kucing ( Orthosiphon aristatus )

37

Juga telah lama dikenal sebagai diuretik yang berkhasiat

sebagai penghancur batu saluran kencing. Rasanya manis

sedikit pahit, dulunya banyak tumbuh di selokan dan anak

sungai, namun sekarang tak sedikit orang yang gemar

menanamnya di pekarangan rumah. Garam kalium dalam tanaman

ini memang berkhasiat melarutkan batu ginjal, karenanya

banyak digunakan sebagai obat penghancur batu. Kandungan

sinsetin-nya bersifat sebagai antibakteri, dan tanaman ini

juga mengandung senyawa orthosiphonin kumis kucing glikosida.

Sifat diuretik tanaman ini berguna untuk membantu tubuh

membuang kelebihan asam urat lewat urin.

5. Meniran ( Phyllanthus niruri )

Saat ini terkenal sebagai tanaman obat yang dapat

meningkatkan daya tahan tubuh. Meniran juga dikenal dapat

membersihkan hati, sebagai antiradang, pereda demam, peluruh

kencing, peluruh dahak, peluruh haid, menjernihkan

penglihatan, serta menambah nafsu makan. Seperti halnya kumis

kucing, sifat diuretiknyalah yang digunakan untuk mengobati

asam urat. Rasanya pahit, sejuk dan bersifat astringen. Herba

ini berkhasiat sebagai antiradang, antibiotik, peluruh

kencing, pencahar dan penghenti perdarahan. Umumnya orang

menggunakan bagianakarnya untuk menangani penyakit asam urat.

38

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1

Distribusi Responden Menurut Jenis Penyakit di Kota Makassar

No

.Jenis Penyakit Jumlah

Persentasi

(%)1 Hipertensi 142 35.52 Diabetes

Mellitus

57 14.25

3 Hiperkolesterol 87 21.754 Hiperurisemia 114 28.5

Total 400 100 Sumber : Data Primer,2012

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi responden

berdasarkan jenis penyakit yaitu tertinggi adalah Hipertensi

sebanyak 142 responden (35,5%) dan terendah adalah Diabetes

Mellitus yaitu sebanyak 57 responden (14,25%)

Tabel 239

Distribusi Responden Menurut Nama Puskesmas di Kota Makassar

No

.

Nama Puskesmas Jumlah Persentasi

(%)1 Pattingalloang 86 21.52 Tamamaung 84 213 Tamalanrea 80 204 Jumpandangbaru 76 195 Bara-Baraya 74 18.5

Total 400 100 Sumber : Data Primer,2012

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi responden

berdasarkan sebaran di puskesmas yaitu tertinggi di puskesmas

pattingalloang sebanyak 86 responden (21,5%) dan terendah di

puskesmas bara-barayya yaitu sebanyak 74 responden (18,5%).

HIPERTENSI

Tabel 3Distribusi Responden Hipertensi Menurut Nama Puskesmas di Kota

Makassar

No

.Nama Puskesmas

Jumla

h

Persentasi

(%)1 Pattingalloang 33 23.22 Jumpandang Baru 30 21.13 Bara-baraya 27 19.04 Tamalanrea 26 18.35 Tamamaung 26 18.3

40

Total 142 100.0 Sumber : Data Primer,2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa berdasarkan

sebaran di puskesmas penderita hipertensi tertinggi di

Puskesmas Pattingalloang sebanyak 33 responden (23,2%) dan

terendah di Puskesmas Tamamaung dan Puskesmas Tamalanrea

masing-masing sebanyak 26 responden (18,3%).

Tabel 4Distribusi Responden Hipertensi Menurut Umur

No. Kelompok Umur JumlahPersentasi

(%)1 >=60 54 38.02 50-59 46 32.43 40-49 30 21.14 30-39 8 5.65 20-29 4 2.8

Total 142 100.0 Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa penderita

hipertensi tertinggi pada umur lebih dari 60 tahun dengan

jumlah penderita sebanyak 54 responden (38%), umur 50-59

tahun sebanyak 46 responden (32,4%), dan umur 40-49 tahun

sebanyak 30 responden (5,6%).

Tabel 5

41

Distribusi Responden Hipertensi Menurut Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin JumlahPersentasi

(%)1 Laki-Laki 32 22.52 Perempuan 110 77.5

Total 142 100.0 Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa penderita

hipertensi laki-laki sebanyak 32 responden (22,5%) dan

perempuan sebanyak 110 responden (77,5%).

Tabel 6Distribusi Responden Hipertensi Menurut Pekerjaan

No

.Pekerjaan Jumlah

Persentasi

(%)1 IRT 80 56.32 Swasta 23 16.23 Pensiunan 21 14.84 PNS 18 12.7

Total 142 100.0Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi

responden berdasarkan pekerjaan, paling tinggi adalah Ibu

Rumah Tangga yaitu sebanyak 80 responden (56,3%), Wiraswasta

sebanyak 23 responden (16,2%), dan Pensiunan sebanyak 21

responden (21%).

42

Tabel 7Distribusi Responden Hipertensi Menurut Pendidikan

No

.Pendidikan Jumlah

Persentasi

(%)1 tidak

tamat SD

7 4.9

2 SD 42 29.63 SMP 34 23.94 SMA 35 24.65 D3 6 4.26 S1 14 9.97 S2 4 2.8

Total 142 100.0Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa ditribusi

responden Hipertensi berdasarkan pendidikan terakhir yaitu

paling tinggi SD sebanyak 42 responden (29,6%), SMA sebanyak

35 responden (24,6%), SMP sebanyak 34 responden (23,9%), dan

terendah S2 sebanyak 4 responden (2,8%).

Tabel 8

43

Distribusi Responden Menurut Cara Mengetahui Menderita Hipertensi

No

.Jumlah

Persentasi

(%)1 Tenaga Kesehatan 113 79.62 Periksa Tekanan Darah

sendiri

20 14.1

3 Berdasarkan Keluhan 9 6.3Total 142 100.0

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden

hipertensi mengetahui menderita hipertensi dari tenaga

kesehatan sebanyak 113 responden (79,6%), melakukan

pemeriksaan tekanan darah sendiri sebanyak 20 responden

(14,1%) dan berdasarkan keluhan sebanyak 9 responden (6,3%).

Tabel 9Distribusi Responden Menurut Penggunaan Herbal

No

.Jumlah

Persentasi

(%)1 Ya 107 75.62 Tidak 35 24.6

Total 142 100.0Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 107

responden (75,6%) menggunakan herbal untuk menangani

44

hipertensi yang diderita dan sebanyak 35 responden (24,6%)

tidak pernah menggunakan herbal.

Tabel 10 Distribusi Responden Menurut Jenis Herbal yang diketahui untuk

Penanganan Hipertensi

No. Jenis Herbal JumlahPersentasi

(%)1 Daun sirsak 25 17.62 Kumis Kucing 18 12.73 Daun belimbing 18 12.74 Seledri 14 9.95 Bawang putih 10 76 Daun jarak 8 5.67 Labu siam 7 4.98 Sambiloto 7 4.99 Sambung Nyawa 6 4.210 Mentimun 5 3.511 Mengkudu 5 3.512 Daun pepaya 4 2.813 Daun salam 3 2.114 Daun jeruk 2 1.415 Rosella 2 1.416 kunyit 2 1.417 Jintan hitam 2 1.418 Daun bila 2 1.419 Pegagan 1 0.720 Teratai 1 0.7

45

21 Daun Tapak Dara 1 0.722 Biojanna 1 0.723 Daun kelapa 1 0.724 Daun Murbei 1 0.725 Daun gedi 1 0.726 Mahkota dewa 1 0.727 Daun Mangga 1 0.728 Daun pandan 1 0.7

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa jenis herbal

yang diketahui untuk penanganan Hipertensi paling banyak

adalah Daun Sirsak sebanyak 25 responden (17,6%), Kumis

kucing dan Daun Belimbing masing-masing sebanyak 18 responden

(12,7%), Seledri sebanyak 14 responden (9,9%), dan Bawang

putih sebanyak 10 responden (7%).

Tabel 11Distribusi Responden Menurut Cara Memperoleh Herbal untuk

Hipertensi

No.Jumla

h

Persentasi

(%)1 Menanam sendiri 55 51.42 Pasar 31 28.93 Tetangga 16 14.94 Toko obat/Apotik 3 2.85 Nakes lain 1 0.96 Pengobat

Tradisional

1 0.9

46

Total 107 100.0 Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa tanaman

herbal paling banyak diperoleh dengan Menanam Sendiri yaitu

sebanyak 55 responden (51,4%), diperoleh dari Pasar sebanyak

31 responden (28,9%), dan diperoleh dari tetangga sebanyak 16

responden (14,9%).

Tabel 12Distirbusi Responden Menurut Bentuk Herbal yang digunakan untuk

Penanganan Hipertensi

No

.Bentuk Herbal Jumlah

Persentasi

(%)1 Segar 104 97.19

2 serbuk dalam

kapsul

3 2.8

Total 107 100.0 Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden

Hipertensi paling banyak menggunakan herbal dalam bentuk

segar yaitu sebanyak 104 responden (97,19%) dan bentuk serbuk

dalam kapsul sebanyak 3 responden (2,8%).

Tabel 13Distribusi Responden Menurut Bagian Tanaman Herbal yang digunakan

Jenis

HerbalAkar

Batan

gDaun Bunga Biji Buah Umbi

Sediaan

Siap

Pakai

Batang

& DaunSeledri 1 6             7

47

(0,7%

)

(4,2%

) (4,9%)Kumis

Kucing

 

 

18

(12,7%)            Pegagan     1 (0,7%)            Daun

sirsak

 

 

25( 17,6

%)            

Mentimun

 

       

5

(3,5%

)      

Mengkudu

 

       

5

(3,5%

)

 

 Sambung

Nyawa

 

  6 (4,2%)            

Bawang

putih

 

         

10

(7,0%

)    Daun

papaya

 

  4 (2,8%)            

Biojanna

 

           

1

(0,7%)  Daun jeruk     2 (1,4%)            Daun salam     3 (2,1%)            Sambiloto     7 (4,9%)            Jintan

hitam        

2

(1,4%)        Daun bila     2 (1,4%)            Teratai     1 (0,7%)            Daun     18            

48

belimbing (12,7%)Daun Tapak

Dara     1 (0,7%)            

Labu siam          

6

(4,2%

)

1

(0,7%

)    Daun jarak     8 (5,6%)            Daun

kelapa     1 (0,7%)            

Rosella      

2

(1,4%

)          Daun

Murbei     1 (0,7%)            Daun gedi     1 (0,7%)            

Kunyit            

2

(1,4%

)    Mahkota

dewa     1 (0,7%)            Daun

Mangga     1 (0,7%)            Daun

pandan     1 (0,7%)            

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian

besar bagian tanaman herbal yang digunakan adalah daun,

seperti pada Daun sirsak sebanyak 25 reponden (17,6 %), kumis

49

kucing dan daun belimbing masing-masing sebanyak 18 responden

(12,7%).

Tabel 14Distribusi Responden Menurut Cara Meramu Herbal

Jenis Herbal Direbus Diseduh Diperas Dilalap Dijustidak

diramu

Seledri

10

(7,0%) 1 (0,7%)

1

(0,7%)

2

(1,4%)    

Kumis Kucing

18

(12,6%)          Pegagan 1 (0,7%)          

Daun sirsak

24

(16,9%) 1 (0,7%)        

Mentimun    

2

(1,4%)

3

(2,1%)    

Mengkudu      

1

(0,7%)

4

(2,8%

)  Sambung

Nyawa 6 (4,2%)          

Bawang putih 4 (2,8%) 1 (0,7%)  

5

(3,5%)    

50

Daun pepaya 4 (2,8%)          Biojanna           1 (0,7%)Daun jeruk 2 (1,7%)          Daun salam 3 (2,1%)          Sambiloto 7 (4,9)          Jintan hitam           2 (1,4%)Daun bila 2 (1,4%)          Teratai 1 (0,7%)          Daun

belimbing 17 (12%) 1 (0,7%)        Daun Tapak

Dara 1 (0,7%)          

Labu siam    

4

(2,8%)

1

(0,7%)

2

(1,4%

)  Daun jarak 8 (5,6%)          Daun kelapa 1 (0,7%)          Rosella 2 (1,4%)          Daun Murbei 1 (0.7%)          Daun gedi 1 (0,7%)          kunyit 2 (1,4%)          Mahkota dewa 1 (0,7%)          Daun Mangga 1 (0,7%)          Daun pandan 1 (0,7%)          

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa paling banyak

herbal yang digunakan diramu dengan cara direbus yaitu Daun

Sirsak sebanyak 24 responden (16,9%), Kumis kucing sebanyak51

18 responden (12,6%), Daun belimbing sebanyak 17 responden

(12%), dan Seledri sebanyak 10 responden (7%).

Tabel 15Distribusi Responden Menurut Cara Menggunakan Herbal

No

.Penggunaan Jumlah

Persentasi

(%)1 Diminum 98 91.5

2 Dilalap 9 8.41

Total 107 100.0 Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa Herbal paling

banyak digunakan dengan cara diminum yaitu sebanyak 98

responden (91,5%) dan dilalap sebanyak 9 responden (8,41%).

Tabel 16Distribusi Responden Menurut Efek Samping yang Dirasakan Setelah

mengkonsumsi Herbal

No

.Jumlah

Persentasi

(%)1 Ya 6 5.6

2 Tidak

ada

101 94.39

Total 107 100.0Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 101

responden (5,6%) tidak merasakan adanya efek samping setelah

menggunakan herbal. Dan hanya sebanyak 6 responden (5,6%)

merasakan ada efek samping setelah menggunakan herbal.

52

Tabel 17Distribusi Responden Menurut Efek Samping Yang Terjadi Setelah

Mengkonsumsi Herbal

No

.Jumlah

Persentasi

(%)1 Mual 1 0,932 Keringat dingin 1 0,933 Ngilu

tulang/persendian

1 0,93

4 Sering bersendawa 1 0,935 Maag 1 0,936 Gatal-gatal 1 0,937 Tidak ada efek

samping

101 94,39

Total 107 100.0 Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa efek samping

yang dirasakan oleh 6 responden setelah mengkonsumsi herbal

yaitu mual sebanyak 1 responden (0,93%), keringat dingin

sebanyak 1 responden (0,93%), ngilu tulang sebanyak 1

responden (0,93%), sering bersendawa sebanyak 1 responden

(0,93%), maag sebanyak 1 responden (0,93%), dan gatal-gatal

sebanyak 1 responden (0,93%).

Tabel 18Distribusi Responden Menurut Cara Mengatasi Efek Samping yang

Terjadi Setelah Mengkonsumsi Herbal53

No

.Jumlah

Persentasi

(%)1 pemakaian

dihentikan

sementara

3 2,8

2 minum air putih 2 1,873 minum air kelapa 1 0,934 Tidak ada efek

samping

101 94,39

Total 6 100.0 Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 6

responden yang merasakan adanya efek samping, sebanyak 3

responden (2,8%) mengatasi efek samping dengan cara

menghentikan sementara pemakaian herbal, 2 responden (1,87%)

minum air putih, dan 1 responden (0,93%) minum air kelapa.

DIABETES MELLITUS

Tabel 19Distribusi Responden Diabetes Mellitus Menurut Nama Puskesmas di

Kota Makassar

No

.Nama Puskesmas Jumlah

Persentasi

(%)1 Jumpandang

Baru

14 24.6

2 Tamalanrea 13 22.83 Bara-baraya 12 21.1

54

4 Pattingalloang 11 19.35 Tamamaung 7 12.3

Total 57 100.0 Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa berdasarkan

sebaran di puskesmas penderita Diabetes Mellius tertinggi di

Puskesmas Jumpandangbaru sebanyak 14 responden (24,6%) dan

terendah di Puskesmas Tamamaung sebanyak 7 responden (12,3%).

Tabel 20Distribusi Responden Diabetes Mellitus Menurut Jenis Kelamin

No

.Jenis Kelamin Jumlah

Persentasi

(%)1 Laki-Laki 11 19.32 Perempuan 46 80.7

Total 57 100.0 Sumber: Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa penderita

Diabetes Mellitus laki-laki sebanyak 11 responden (19,3%) dan

perempuan sebanyak 46 responden (80,7%).

Tabel 21Distribusi Responden Diabetes Mellitus Menurut Umur

No

.Kelompok Umur Jumlah

Persentasi

(%)1 30-39 3 5.32 40-49 13 22.8

55

3 50-59 22 38.64 >=60 19 33.3

Total 57 100.0 Sumber: Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa penderita

Diabetes Mellitus tertinggi pada umur 50-59 tahun dengan

jumlah penderita sebanyak 22 responden (38,6%), umur lebih

dari 60 tahun sebanyak 19 responden (33,3%), dan umur 40-49

tahun sebanyak 13 responden (22,8%).

Tabel 22Distribusi Responden Diabetes Mellitus Menurut Pendidikan

No

.Pendidikan Jumlah

Persentasi

(%)1 tidak tamat SD 4 7.02 SD 15 26.33 SMP 10 17.54 SMA 21 36.85 D3 1 1.86 S1 5 8.87 S2 1 1.8

Total 57 100.0 Sumber: Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi

responden Diabetes Mellitus berdasarkan pendidikan terakhir

yaitu paling tinggi SMA sebanyak 21 responden (36,8%), SD

sebanyak 15 responden (26,3%), SMP sebanyak 10 responden

(17,5%), dan terendah D3 dan S2 masing-masing sebanyak 1

responden (1,8%). 56

Tabel 23Distribusi Responden Diabetes Mellitus Menurut Pekerjaan

No

.Pekerjaan

Jumla

h

Persentasi

(%)1 IRT 35 61.42 Pensiunan 9 15.83 PNS 7 12.34 Swasta 6 10.5

Total 57 100.0 Sumber: Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi

responden Diabetes Mellitus berdasarkan pekerjaan, paling

tinggi adalah Ibu Rumah Tangga yaitu sebanyak 35 responden

(61,4%), Pensiunan sebanyak 9 responden (15,8%), dan PNS

sebanyak 7 responden (12,3%).

Tabel 24Distribusi Responden Menurut Cara Mengetahui Menderita Diabetes

Mellitus

No

.

Jumla

h

Persent

asi1 Pemeriksaan

laboratorium

41 71.9

2 Tenaga kesehatan 14 24.63 Pemeriksaan sendiri 1 1.84 Keluhan 1 1.8

57

Total 57 100.0 Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden

mengetahui menderita Diabetes Mellitus dari hasil pemeriksaan

laboratorium sebanyak 41 responden (71,9%), pemeriksaan

tenaga kesehatan sebanyak 14 responden (24,6%) dan

berdasarkan keluhan serta pemeriksaan sendiri masing-masing

sebanyak 1 responden (1,8%).

Tabel 25Distribusi Responden Diabetes Mellitus Menurut Penggunaan Herbal

No

.Jumlah Persentasi (%)

1 Ya 46 80.72 Tidak 11 19.3

Total 57 100.0 Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 46

responden (80,7%) menggunakan herbal untuk menangani Diabetes

Mellitus yang diderita dan sebanyak 11 responden (19,3%)

tidak pernah menggunakan herbal.

Tabel 26

58

Distribusi Responden Menurut Cara Memperoleh Herbal

No

.

Jumla

h

Persentasi

(%)1 Menanam sendiri 21 45.652 Tetangga 10 21.743 dari keluarga 7 15.284 Pasar 5 10.875 Pengobat

Tradisional

2 4.3

6 Nakes lain 1 2.1Total 46 100.0

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa tanaman

herbal paling banyak diperoleh dengan Menanam Sendiri yaitu

sebanyak 21 responden (45,65%), diperoleh dari Tetangga

sebanyak 10 responden (21,74%), dan diperoleh dari Keluarga

sebanyak 7 responden (15,28%).

Tabel 27Distribusi Responden Menurut Jenis Herbal yang diketahui untuk

penanganan Diabetes Mellitus

No

.Jenis Herbal

Jumla

h

Persentasi

(%)1 Sambiloto 25 43.9%2 Brotowali 13 22.8%

59

3 Daun bila 5 8.8%4 Kayu Manis 2 3.5%5 Rosella 2 3.5%6 Daun Gedi 1 1.8%7 Meniran 1 1.8%8 Buah Mahoni 1 1.8%9 Buah Pinang 1 1.8%10 Daun Paliasa 1 1.8%11 Mengkudu 1 1.8%12 Ciplukan 1 1.8%13 Tapak Darah 1 1.8%14 Kapsul Cina 1 1.8%15 Akar Durian 1 1.8%16 Kulit Langsat 1 1.8%17 Sambung Nyawa 1 1.8%18 Daun Salam 1 1.8%19 Kunyit 1 1.8%20 Daun Waru 1 1.8%21 Daun Miana 1 1.8%22 Tidak Tahu Jenis

Herbal11 19.3%

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa jenis herbal

yang diketahui untuk penanganan Hipertensi paling banyak

adalah Sambiloto sebanyak 25 responden (43,9%), Brotowali

sebanyak 13 responden (22,8%), Daun bila sebanyak 5 responden

(8,8%), dan Rosella serta Kayu Manis sebanyak 2 responden

(3,5%). 60

Tabel 28Distribusi Responden Menurut Bentuk Herbal yang digunakan untuk

Penanganan Diabetes Mellitus

No

.Bentuk Herbal

Jumla

h

Presentasi

(%)1 Segar 42 91.302 Dikeringkan 3 6.523 Serbuk dalam

kapsul

1 2.17

Total 46 100.0 Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden

Diabetes Mellitus paling banyak menggunakan herbal dalam

bentuk segar yaitu sebanyak 42 responden (91,30%) dan dalam

bentuk dikeringkan sebanyak 3 responden (6,52%).

Tabel 29Distribusi Responden Menurut Bagian Tanaman Herbal yang digunakan

Jenis

HerbalAkar Batang Daun Bunga Biji Buah Umbi

Seluru

hKulit

Siap

PakaiSambilot

o    

25

(43,9%)              Brotowal

i

 

13

(22,8%

)                Kayu

Manis              

2

(3,5%)    

61

Daun

Gedi    

1

(1,8%)              Meniran

   

1

(1,8%)              Buah

Mahoni

       

1

(1,8%

)          Buah

Pinang

         

1

(1,8%

)        Daun

Paliasa    

1

(1,8%)              Mengkudu

         

1

(1,8%

)        Ciplukan

             

1

(1,8%)    Rosella

     

1

(1,8%

)  

1

(1,8%

)        Tapak

Darah

     

1

(1,8%

)            Kapsul

Cina                  

1

(1,8%)Daun

bila    

5

(8,8%)              Akar

Durian

1

(1,8%

)                  62

Kulit

Langsat

               

1

(1,8%

)  Sambung

Nyawa    

1

(1,8%)              Daun

Salam    

1

(1,8%)              Kunyit

           

1

(1,8%

)      Daun

Waru    

1

(1,8%)              Daun

Miana    

1

(1,8%)              

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian

besar bagian tanaman herbal yang digunakan adalah daun,

seperti pada Sambiloto sebanyak 25 reponden (43,9 %), Daun

Bila sebanyak 5 responden (8,8%), Gedi, Meniran, Paliasa,

Sambung Nyawa, Daun Salam, Daun Waru, dan Daun Miana masing-

masing sebanyak 1 responden (1,8%), dan Brotowali yang

digunakan adalah bagian batang sebanyak 13 responden (22,8%).

Tabel 30Distribusi Responden Menurut Cara Meramu Herbal

Jenis

Herbal Direbus

Dised

uh

Dipera

s

Dilala

p Dijus Tdk diramuSambiloto 24

(42,1%)

1

(1,8%

       

63

)Brotowali 13

(22,8%)          Kayu Manis 1

(1,8%)  

1

(1,8%)      Daun Gedi 1

(1,8%)          Meniran 1

(1,8%)          Buah

Mahoni           1 (1,8%)Buah

Pinang

1

(1,8%)          Daun

Paliasa

1

(1,8%)          Mengkudu

   

1

(1,8%)      Ciplukan

 

1

(1,8%

)        Rosella 2

(3,5%)          Tapak

Darah

1

(1,8%)          Kapsul

Cina           1 (1,8%)Daun bila 5          

64

(8,8%)Akar

Durian

1

(1,8%)          Kulit

Langsat

1

(1,8%)          Sambung

Nyawa

1

(1,8%)          Daun Salam 1

(1,8%)          Kunyit 1

(1,8%)          Daun Waru 1

(1,8%)          Daun Miana 1

(1,8%)          Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa paling banyak

herbal yang digunakan diramu dengan cara direbus yaitu

Sambiloto sebanyak 24 responden (42,1%), Brotowali sebanyak

13 responden (22,8%), Daun bila sebanyak 5 responden (8,8%),

dan Rosella sebanyak 2 responden (3,5%).

Tabel 31Distribusi Responden Menurut Cara Menggunakan Herbal

No

.Jumlah

Persentasi

(%)1 Diminum 46 100.0

Total 46 100.0

65

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 46

responden yang menggunakan herbal untuk penanganan Diabetes

Mellitus, seluruh responden tersebut menggunakan herbal

dengan cara diminum yaitu sebanyak 46 responden (100%).

Tabel 32Distribusi Responden Menurut Efek Samping yang dirasakan Setelah

Mengkonsumsi Herbal

No

.

Jumla

h

Persentasi

(%)1 Ya 4 8.702 tidak ada efek

samping

42 91.30

Total 46 100.0 Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 42

responden (91,30%) tidak merasakan adanya efek samping

setelah menggunakan herbal. Dan hanya sebanyak 4 responden

(8,696%) yang merasakan ada efek samping setelah menggunakan

herbal.

Tabel 33 Distribusi Responden Menurut Efek Samping yang Terjadi Setelah

Mengkonsumsi Herbal

No

.Jumlah

Persentasi

(%)

66

1 Mual 1 2.172 Jantung berdebar 1 2.173 Nyeri lambung 2 4.354 Tidak ada efek

samping

42 91.3

Total 46 100.0 Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa efek samping

yang dirasakan oleh 4 responden setelah mengkonsumsi herbal

yaitu Nyeri lambung sebanyak 2 responden (4,35%), Mual dan

Jantung berdebar masing-masing sebanyak 1 responden (2,17%)

Tabel 34Distribusi Responden Menurut Cara Mengatasi Efek Samping Setelah

Mengkonsumsi Herbal

No

.Jumlah

Persentasi

(%)1 Pemakaian dihentikan

sementara

3 6.52

2 Ke pelayanan kesehatan 1 2.173 Tidak ada efek samping 42 91.3

Total 46 100.0 Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 4

responden yang merasakan adanya efek samping, sebanyak 3

responden (6,52%) mengatasi efek samping dengan cara

menghentikan sementara pemakaian herbal, dan 1 responden

(2,17%) ke pelayanan kesehatan.67

HIPERKOLESTEROLEMIA

Tabel 35Distribusi Responden Hiperkolesterolemia Menurut Nama Puskesmas di

Kota Makassar

No

.Nama Puskesmas

Jumla

h

Persentasi

(%)1 Tamamaung 20 23,02 Tamalanrea 19 21,83 Pattingalloang 18 20,74 Jumpandang Baru 17 19,55 Bara-baraya 13 14,9  Total 87 100,0

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa berdasarkan

sebaran di puskesmas penderita Hiperkolesterolemia tertinggi

di Puskesmas Tamamaung sebanyak 20 responden (23%) dan

terendah di Puskesmas Bara-baraya sebanyak 13 responden

(14,9%).

Tabel 36Distribusi Responden Hiperkolesterolemia Menurut Umur

No

.Umur

Jumla

h

Persentasi

(%)1 30-39 11 12,62 40-49 33 37,9

68

3 50-59 23 26,44 ≥60 20 23

Total 87 100 Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa penderita

Hiperkolesterolemia tertinggi pada umur 40-49 tahun dengan

jumlah penderita sebanyak 33 responden (37,9%), umur 50-59

tahun sebanyak 23 responden (26,4%), dan umur ≥60 tahun

sebanyak 20 responden (23%).

Tabel 37Distribusi Responden Hiperkolesterolemia Menurut Jenis Kelamin

No

.Jenis Kelamin

Jumla

h

Persentasi

(%)1. Laki-Laki 14 16,12. Perempuan 73 83,9

Total 87 100,0 Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa penderita

Hiperkolesterolemia laki-laki sebanyak 14 responden (16,1%)

dan perempuan sebanyak 73 responden (83,9%).

69

Tabel 38Distribusi Responden Hiperkolesterolemia Menurut Pekerjaan

No

.Pekerjaan

Jumla

h

Persentasi

(%)1 IRT 48 55,22 PNS 23 26,43 Swasta 11 12,64 Pensiunan 5 5,7

Total 87 100,0 Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi

responden Hiperkolesterolemia berdasarkan pekerjaan, paling

tinggi adalah Ibu Rumah Tangga yaitu sebanyak 48 responden

(55,2%), PNS sebanyak 23 responden (26,4%), dan Pegawai

Swasta sebanyak 11 responden (12,6%).

Tabel 39Distribusi Responden Hiperkolesterolemia Menurut Pendidikan

No

.Pendidikan

Jumla

h

Persentasi

(%)1. tidak tamat SD 3 3,42. SD 20 23,03. SMP 18 20,74. SMA 24 27,65. D3 4 4,6

70

6. S1 14 16,17. S2 4 4,6  Total 87 100,0

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi

responden Hiperkolesterolemia berdasarkan pendidikan terakhir

yaitu paling tinggi SMA sebanyak 24 responden (27,6%), SD

sebanyak 20 responden (23%), SMP sebanyak 18 responden

(20,7%), dan S1 sebanyak 14 responden (16,1%).

Tabel 40Distribusi Responden Menurut Cara Mengetahui Menderita

Hiperkolesterolemia

No

Jumla

h

Persentasi

(%)1. Tenaga kesehatan 37 42,5

2.Pemeriksaan

Laboratorium43 49,4

3. Keluhan 7 8,0  Total 87 100,0

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden

mengetahui menderita Hiperkolesterolemia dari hasil

pemeriksaan laboratorium sebanyak 43 responden (49,4%),

71

pemeriksaan tenaga kesehatan sebanyak 37 responden (42,5%)

dan berdasarkan keluhan sebanyak 7 responden (8%).

Tabel 41Distribusi Responden Hiperkolesterolemia Menurut Penggunaan Herbal

No

.

Jumla

h

Persentasi

(%)1. Ya 56 64,42. Tidak menggunakan 31 35,6  Total 87 100,0

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 56

responden (64,4%) menggunakan herbal untuk menangani

Hiperkolesterolemia dan sebanyak 31 responden (35,6%) tidak

pernah menggunakan herbal.

Tabel 42Distribusi Responden Menurut Cara Memperoleh Herbal

No

.

Jumla

h

Persentasi

(%)

72

1 Menanam sendiri 28 502 Pasar 14 253 Nakes lain 4 7.144 Toko obat/Apotik 4 7.145 Dokter 4 7.146 Tetangga 2 3.57  Total 56 100,0

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa tanaman

herbal paling banyak diperoleh dengan Menanam Sendiri yaitu

sebanyak 28 responden (50%) dan diperoleh dari Pasar sebanyak

14 responden (25%).

Tabel 43Distribusi Responden Menurut Jenis Herbal yang diketahui untuk

penanganan Hiperkolesterolemia

No

.Nama Tanaman

Jumlah Yg

Mengetahu

i

Persentasi

(%)

1 Daun Sirsak 13 14,90%2 Daun Salam 12 13,80%3 Labu Siam 7 8,00%4 Kemuning 6 6,90%5 Sambung Nyawa 5 5,70%6 Bunga Rosella 4 4,60%7 Sambiloto 3 3,40%8 Mengkudu 3 3,40%9 Jati Belanda 2 2,30%

73

10 Keji Beling 2 2,30%11 Mentimun 2 2,30%12 Kunyit 2 2,30%13 Kunyit Putih 2 2,30%14 Daun Miyana 2 2,30%15 Daun Belimbing 2 2,30%16 Daun Kaca-Kaca 2 2,30%17 Kalembak 1 1,10%18 Bawang putih 1 1,10%19 Jintan Hitam 1 1,10%20 Mahkota Dewa 1 1,10%21 Tapak Dara 1 1,10%22 Daun Paliasa 1 1,10%23 Daun Mangga 1 1,10%24 Kumis Kucing 1 1,10%25 Daun Benalu 1 1,10%26 Daun Tapak Dara 1 1,10%27 Daun Gedi 1 1,10%28 Temulawak 1 1,10%29 Kencur 1 1,10%30 Wortel 1 1,10%31 Meniran 1 1,10%32 Daun Jarak 1 1,10%33 Daun Kelapa 1 1,10%34 Daun Murbei 1 1,10%

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa jenis herbal

yang diketahui untuk penanganan Hiperkolesterolemia paling74

banyak adalah Daun sirsak sebanyak 13 responden (14,9%), Daun

salam sebanyak 12 responden (13,8%), Labu siam sebanyak 7

responden (8%), Kemuning sebanyak 6 responden (6,9%), dan

Sambung nyawa sebanyak 5 responden (5,7%).

Tabel 44Distribusi Responden Menurut Bentuk Herbal yang digunakan untuk

Penanganan Hiperkolesterolemia

No

Jumla

h

Persentasi

(%)1. Segar 50 89.292. Dikeringkan 4 7.14

3.serbuk dalam

kapsul

1 1.79

4. Cairan 1 1.79  Total 56 100,0

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden

Hiperkolesterolemia paling banyak menggunakan herbal dalam

bentuk segar yaitu sebanyak 50 responden (89,29%) dan dalam

bentuk dikeringkan sebanyak 4 responden (7,14%).

Tabel 45Distribusi Responden Menurut Bagian Tanaman Herbal yang Digunakan

No Nama Akar Batan Daun Bunga Biji Buah Umbi Selur

75

. Tanaman

g uhJumla

h

Jumla

hJumlah

Jumla

h

Jumla

h

Jumla

h

Jumla

h

Jumla

h

1Jati

Belanda   

2

(2,3%)         

2 Kemuning    6

(6,9%)         

3 Kalembak    1

(1,1%)         

4 Daun Salam    12

(13,8%)         

5Keji

Beling   

2

(2,3%)         

6Bawang

putih         

1

(1,1%

)

   

7Daun

Belimbing   

2

(2,3%)         

8Daun Kaca-

Kaca   

2

(2,3%)         

9 Sambiloto    3

(3,4%)         

10 Labu Siam          7

(8%)   

11Jintan

Hitam       

1

(1,1%

)

     

12Mahkota

Dewa         

1

(1,1%

)

   

76

13Daun

Sirsak

1

(1,10

%)

 13

(14,9%)         

14 Tapak Dara

1

(1,10

%)

             

15 Mentimun          

2

(2,3%

)

   

16Daun

Paliasa   

1

(1,1%)         

17Daun

Mangga   

1

(1,1%)         

18 Mengkudu          

3

(3,4%

)

   

19Sambung

Nyawa   

5

(5,7%)         

20Bunga

Rosella     

4

(4,6%

)

       

21Kumis

Kucing   

1

(1,1%)         

22Daun

Miyana   

2

(2,3%)         

23Daun

Benalu   

1

(1,1%)         

24Daun Tapak

Dara   

1

(1,1%)         

25 Daun Gedi     1          

77

(1,1%)

26 Temulawak    1

(1,1%)         

27 Kencur    1

(1,1%)         

28 Wortel    1

(1,1%)         

29 Kunyit            

2

(2,3%

)

 

30Kunyit

Putih           

2

(2,3%

)

 

31 Meniran    

 

       

1

(1,1%

)

32 Daun Jarak    1

(1,1%)         

33Daun

Kelapa   

1

(1,1%)         

34Daun

Murbei   

1

(1,1%)         

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian

besar bagian tanaman herbal yang digunakan adalah daun,

seperti pada Daun sirsak sebanyak 13 reponden (14,9%), Daun

salam sebanyak 12 responden (13,8%), Kemuning sebanyak 6

responden (6,9%), dan Sambung nyawa sebanyak 5 responden

(5,7%).

78

Tabel 46Distribusi Responden Menurut Cara Meramu Herbal yang digunakan

No

.

Nama

TanamanDirebus

Dised

uh

Diper

as

Dilal

apDijus

Tdk Diramu

(Sediaan

Siap Pakai)

Dipar

ut

  JumlahJumla

h

Jumla

h

Jumla

h

Jumla

hJumlah

Jumla

h

1Jati

Belanda

2

(2,3%)            

2Kemuning

6

(6,9%)            

3Kalembak

1

(1,1%)            

4Daun Salam

12

(13,8%)            

5Keji Beling

2

(2,3%)            

6 Bawang

putih      

1

(1,1%

)      

7Daun

Belimbing

2

(2,3%)            

8Daun Kaca-

Kaca

2

(2,3%)            

9Sambiloto

3

(3,4%)            

10Labu Siam    

7

(8%)        11 Jintan           1 (1,1%)  

79

Hitam

12Mahkota

Dewa

1

(1,1%)            

13Daun Sirsak

13(14,9

%)            

14Tapak Dara

1

(1,1%)            

15

Mentimun    

2

(2,3%

)        

16Daun

Paliasa

1

(1,1%)            

17Daun Mangga

1

(1,1%)            

18 Mengkudu

   

1

(1,1%

)

1

(1,1%

)

1

(1,1%

)    

19 Sambung

Nyawa

4

(4,6%)  

1

(1,1%

)        

20 Bunga

Rosella

2

(2,3%)

1

(1,1%

)          

21Kumis

Kucing

1

(1,1%)            

22

Daun Miyana

1

(1,1%)

1

(1,1%

)          

23Daun Benalu

1

(1,1%)            

80

24Daun Tapak

Dara

1

(1,1%)            

25Daun Gedi

1

(1,1%)            

26Temulawak

1

(1,1%)            

27Kencur

1

(1,1%)            

28

Wortel

 

     

1

(1,1%

)    

29

Kunyit

1

(1,1%) 

1

(1,1%

)        

30Kunyit

Putih

1

(1,1%) 

1

(1,1%

)        

31Meniran

1

(1,1%)            

32Daun Jarak

1

(1,1%)            

33Daun Kelapa

1

(1,1%)            

34Daun Murbei

1

(1,1%)            

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa paling banyak

herbal yang digunakan diramu dengan cara direbus yaitu Daun

sirsak sebanyak 13 reponden (14,9%), Daun salam sebanyak 12

81

responden (13,8%), Kemuning sebanyak 6 responden (6,9%), dan

Sambung nyawa sebanyak 4responden (4,6%).

Tabel 47Distribusi Responden Menurut Cara Menggunakan Herbal

No

.

Jumla

h

Persentasi

(%)

1. Diminum 55 98.212. Dilalap 1 1.79  Total 56 100,0

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 55

responden (98,21%) tidak merasakan adanya efek samping

setelah menggunakan herbal. Dan hanya sebanyak 1 responden

(1,79%) merasakan ada efek samping setelah menggunakan

herbal.

Tabel 48

Distribusi Responden Menurut Efek Samping yang dirasakan

Setelah Mengkonsumsi Herbal

82

No

Jumla

h

Persentasi

(%)1. Ya 2 3.572. tidak ada 54 96.43  Total 56 100,0

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 54

responden (96,43%) tidak merasakan adanya efek samping

setelah menggunakan herbal. Dan hanya sebanyak 2 responden

(3,57%) yang merasakan ada efek samping setelah menggunakan

herbal.

Tabel 49Distribusi Responden Menurut Efek Samping yang Terjadi Setelah

Mengkonsumsi Herbal

No

.

Jumla

h

Persentasi

(%)1. Mual 2 3.57

2.Tidak ada efek

samping54 96.43

Total 56 100,0 Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa efek samping

yang dirasakan oleh 2 responden setelah mengkonsumsi herbal

yaitu Mual (3.57%)

Tabel 50Distribusi Responden Menurut Cara Mengatasi Efek Samping Setelah

Mengkonsumsi Herbal

No

.

Jumla

h

Persentasi

(%)1. Pemakaian 1 1.79

83

dihentikan

sementara2. Minum air putih 1 1.79

3.Tidak ada efek

samping

54 96.43

  Total 56 100,0 Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 2

responden yang merasakan adanya efek samping, sebanyak 1

responden (1,79%) mengatasi efek samping dengan cara

menghentikan sementara pemakaian herbal, dan 1 responden

(1,79%) meminum air putih.

HIPERURISEMIA

Tabel 51Distribusi Responden Hiperurisemia Menurut Nama Puskesmas di Kota

Makassar

No

.Nama Jumlah

Persentasi

(%)1 Tamamaung 31 27,22 Pattingalloang 24 21,13 Tamalanrea 22 19,34 Bara-baraya 22 19,35 Jumpandang Baru 15 13,2  Total 114 100,0

Sumber : Data Primer,2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa berdasarkan

sebaran di puskesmas penderita Hiperurisemia tertinggi di84

Puskesmas Tamamaung sebanyak 31 responden (27,2%) dan

terendah di Puskesmas Jumpandangbaru sebanyak 15 responden

(13,2%).

Tabel 52Distribusi Responden Hiperurisemia Menurut Jenis Kelamin

No

.Jenis kelamin Jumlah

Persentasi

(%)1 Laki-Laki 31 27,22 Perempuan 83 72,8  Total 114 100,0

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa penderita

Hiperurisemia laki-laki sebanyak 31 responden (27,2%) dan

perempuan sebanyak 83 responden (72,8%)

Tabel 53Distribusi Responden Hiperurisemia Menurut Umur

No

.Kelompok Umur Jumlah

Persentasi

(%)1 20-29 3 2,62 30-39 3 2,63 40-49 31 27,24 50-59 40 35,15 ≥60 37 32,5  Total 114 100,0

Sumber : Data Primer, 2012

85

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa penderita

Hiperurisemia tertinggi pada umur 50-59 tahun dengan jumlah

penderita sebanyak 40 responden (35,1%), umur lebih dari 60

tahun sebanyak 37 responden (32,5%), dan umur 40-49 tahun

sebanyak 13 responden (27,2%).

Tabel 54Distribusi Responden Hiperurisemia Menurut Pekerjaan

No

.Jenis Pekerjaan Jumlah

Persentasi

(%)1 IRT 59 51,82 Swasta 22 19,33 PNS 17 14,94 Pensiunan 15 13,25 tidak bekerja 1 0,9  Total 114 100,0

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi

responden Hiperurisemia berdasarkan pekerjaan, paling tinggi

adalah Ibu Rumah Tangga yaitu sebanyak 59 responden (51,8%),

86

Pegawai swasta sebanyak 22 responden (19,3%), dan PNS

sebanyak 17 responden (14,9%).

Tabel 55Distribusi Responden Hiperurisemia Menurut Pendidikan

No

.Tingkat Pendidikan Jumlah

Persentasi

(%)1 tidak tamat SD 7 6,12 SD 27 23,73 SMP 24 21,14 SMA 29 25,45 D3 9 7,96 S1 16 14,07 S2 2 1,8  Total 114 100,0

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi

responden Hiperurisemia berdasarkan pendidikan terakhir yaitu

paling tinggi SMA sebanyak 29 responden (25,4%), SD sebanyak

27 responden (23,7%) dan SMP sebanyak 24 responden (21,1%).

Tabel 56Distribusi Responden Mengetahui Menderita Hiperurisemia

No

.Jumlah

Persentasi

(%)1 Tenaga Kesehatan 43 37,72 Pemeriksaan 36 31,6

87

Laboratorium3 Keluhan 35 30,7  Total 114 100,0

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden

mengetahui menderita Hiperurisemia dari hasil pemeriksaan

tenaga kesehatan sebanyak 43 responden (37,7%), dari hasil

pemeriksaan laboratorium sebanyak 36 responden (31,6%) dan

berdasarkan keluhan sebanyak 35 responden (30,7%).

Tabel 57Distribusi Responden Hiperurisemia Menurut Penggunaan Herbal

No

.Biasa menggunakan Jumlah

Persentasi

(%)1 Ya 76 64,92 Tidak 38 33,3  Total 114 100,0

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 76

responden (64,9%) menggunakan herbal untuk menangani

Hiperurisemia dan sebanyak 38 responden (33,3%) tidak pernah

menggunakan herbal.

88

Tabel 58Distribusi Responden Menurut Cara Memperoleh Herbal

No

.

Asal Tanaman

HerbalJumlah

Persentasi

(%)1 Menanam sendiri 30 39.472 Pasar 22 28.953 Toko obat/Apotik 10 13.164 Tetangga 7 9.215 Tenaga kesehatan 2 2.63

6toko obat/apotek

dan pasar1 1.32

7 Penjual Jamu 1 1.328 Hutan 1 1.32

9tetangga dan tanam

sendiri1 1.32

10 Sungai 1 1.32  Total 76 100,0

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa tanaman

herbal paling banyak diperoleh dengan Menanam Sendiri yaitu

sebanyak 30 responden (39,47%), diperoleh dari Pasar sebanyak

22 responden (28.95%), dan diperoleh dari Toko obat/Apotik

sebanyak 10 responden (13,16%).

Tabel 5989

Distribusi Responden Menurut Jenis Herbal yang diketahui

untuk penanganan Hiperurisemia

No

.Nama Tanaman Jumlah

Persentasi

(%)1 Daun Sirsak 18 15,80%2 Sambiloto 10 8,80%3 Daun Salam 7 6,10%4 Buah Merah 7 6,10%5 Kayu Secan 6 5,30%6 Labu Siam 5 4,40%7 Daun Paliasa 5 4,40%8 Mengkudu 5 4,40%9 Mahkota Dewa 4 3,50%10 Daun Miyana 4 3,50%11 Kumis Kucing 4 3,50%12 Bunga Rosella 4 3,50%13 Sambung Nyawa 3 2,60%14 Daun Kaca-Kaca 3 2,60%15 Jahe 3 2,60%16 Buah Naga 3 2,60%17 Temulawak 2 1,80%18 Daun Belimbing 2 1,80%19 Akar Dewa 2 1,80%20 Daun Paria 2 1,80%21 Jintan Hitam 2 1,80%22 Sarang Semut 2 1,80%23 Daun Nanas 2 1,80%24 Tempuyung 1 0,90%

90

25 Daun Kepel 1 0,90%26 Daun Pepaya 1 0,90%27 Pasak bumi 1 0,90%28 Daun Gedi 1 0,90%29 Daun Jeruk 1 0,90%30 Keji Beling 1 0,90%31 Mentimun 1 0,90%32 Daun Sangga 1 0,90%33 Brotowali 1 0,90%34 Bawang Putih 1 0,90%35 Daun Waru 1 0,90%36 Daun lumut 1 0,90%37 Kunyit 1 0,90%38 Tapak Berduri 1 0,90%39 Meniran 1 0,90%

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa jenis herbal

yang diketahui untuk penanganan Hiperurisemia paling banyak

adalah Daun sirsak sebanyak 18 responden (15,80%), Sambiloto

sebanyak 10 responden (8,8%), Buah merah dan Daun salam

masing-masing sebanyak 7 responden (6,10%), dan Kayu secan

sebanyak 6 responden (5,3%).

Tabel 60Distribusi Responden Menurut Bentuk Herbal yang digunakan untuk

Penanganan Hiperurisemia

91

No

.

Bentuk Tanaman

HerbalJumlah

Persentasi

(%)1 Segar 61 80.262 Dikeringkan 8 10.53

3serbuk dalam

kapsul2 2.63

4 Cairan 4 5.26

5segar dan serbuk

dalam kapsul1 1.32

  Total 76 100,0 Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden

Hiperurisemia paling banyak menggunakan herbal dalam bentuk

segar yaitu sebanyak 61 responden (80,26%), dalam bentuk

dikeringkan sebanyak 8 responden (10,53%), dan dalam bentuk

cairan sebanyak 4 responden (5,26%).

Tabel 61Distribusi Responden Menurut Bagian Tanaman Herbal yang digunakan

No

.

Nama

Tanaman

AkarBatan

gDaun Bunga Biji Buah Umbi

Seluru

hJumla

h

Jumla

hJumlah

Jumla

h

Jumla

hJumlah

Jumla

hJumlah

1Daun Kepel

   1

(0,90%)         

2

Kayu Secan

 

4

(3,50

%)

1

(0,90%)         

3 Tempuyung     1          

92

(0,90%)

4Daun Salam

   7

(6,10%)         

5

Labu Siam

   1

(0,90%)   

3

(2,60%

)

   

6

Akar Dewa

2

(1,80

%)

             

7

Sambiloto

 

1

(0,90

%)

9

(7,90%)         

8Daun

Miyana   

4

(3,50%)         

9Daun Paria

   2

(1,80%)         

10Daun

Pepaya   

2

(1,80%)         

11 Daun

Sirsak

   

18

(15,80%

)

         

12

Buah Naga

         

2

(1,80%

)

   

13

Mengkudu

         

5

(4,40%

)

   

14

Pasak bumi

 

1

(0,90

%)

           

93

15 Jintan

Hitam

       

2

(1,80

%)

     

16 Bunga

Rosella

 

1

(0,90

%)

 

3

(2,60

%)

       

17

Daun Gedi

1

(0,90

%)

 1

(0,90%)         

18Daun

Paliasa   

5

(4,40%)         

19Daun Jeruk

   2

(1,80%)         

20Keji

Beling   

1

(0,90%)         

21

Mentimun

         

1

(0,90%

)

   

22 Mahkota

Dewa

         

3

(2,60%

)

   

23

Temulawak

2

(1,80

%)

             

24

Jahe

           

3

(2,60

%)

 

25 Daun

Sangga

  1

(0,90

           

94

%)

26 Kumis

Kucing

   3

(2,60%)       

1

(0,90%

)

27Sambung

Nyawa   

3

(2,60%)         

28

Brotowali

 

1

(0,90

%)

           

29 Bawang

Putih

           

1

(0,90

%)

 

30Daun Waru

   1

(0,90%)         

31Daun

Belimbing   

2

(1,80%)         

32 Daun Kaca-

Kaca

   2

(1,80%)       

1

(0,90%

)

33Daun lumut

   1

(0,90%)         

34

Kunyit

           

1

(0,90

%)

 

35

Buah Merah

         

1

(0,90%

)

   

36 Sarang

Semut

1

(0,90

%)

1

(0,90

%)

           

95

37Daun Nanas

   1

(0,90%)         

38Tapak

Berduri               

39

Meniran

             

1

(0,90%

)

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian

besar bagian tanaman herbal yang digunakan adalah daun,

seperti pada Daun sirsak sebanyak 18 responden (15,80%),

Sambiloto sebanyak 9 responden (7,9%) dan Daun salam sebanyak

7 responden (6,10%), sedangkan pada tanaman Kayu secan yang

banyak digunakan adalah bagian batang yaitu sebanyak 4

responden (3,50%).

Tabel 62Distribusi Reponden Menurut Cara Meramu Herbal

No

.

Nama

Tanaman

DirebusDisedu

h

Diper

as

Dilal

apDijus

Tdk

Diramu

(Sediaa

n Siap

Pakai)

Dipar

ut

Jumlah JumlahJumla

h

Jumla

h

Jumla

h

Jumla

h

Jumla

h

1Daun Kepel

1

(0,90%)            2 Kayu Secan 5            

96

(4,40%)

3Tempuyung

1

(0,90%)            

4Daun Salam

7

(6,10%)            

5

Labu Siam

1

(0,90%) 

2

(1,80

%)  

1

(0,90

%)    

6

Akar Dewa

1

(0,90%)

1

(0,90%

)          

7Sambiloto

10

(8,8%)            

8 Daun

Miyana

1

(0,90%)

1

(0,90%

)

2

(1,80

%)        

9Daun Paria

2

(1,80%)            

10Daun

Pepaya

2

(1,80%)            

11 Daun

Sirsak

18

(15,80%

)            

12

Buah Naga

 

     

1

(0,90

%)

1

(0,90

%)  

13

Mengkudu

3

(2,60%) 

0,90%

1

(0,90

%)      14 Pasak bumi 1            

97

(0,90%)

15 Jintan

Hitam

2

(1,80%)       

2

(1,80

%)  

16 Bunga

Rosella

1

(0,90%)

4

(3,50%

)          

17Daun Gedi

1

(0,90%)            

18Daun

Paliasa

5

(4,40%)            

19Daun Jeruk

1

(0,90%)            

20Keji

Beling

1

(0,90%)            

21

Mentimun

 

 

1

(0,90

%)        

22Mahkota

Dewa

3

(2,60%)            

23

Temulawak

 

         

2

(1,80

%)

24

Jahe

 

1

(0,90%

)        

2

(1,80

%)

25Daun

Sangga

1

(0,90%)            

26Kumis

Kucing

4

(3,50%)            

98

27Sambung

Nyawa

3

(2,60%)            

28Brotowali

1

(0,90%)            

29Bawang

Putih

2

(1,80%)            

30

Daun Waru

1

(0,90%)

1

(0,90%

)          

31Daun

Belimbing

2

(1,80%)            

32Daun Kaca-

Kaca

3

(2,60%)            

33Daun lumut

1

(0,90%)            

34Kunyit

1

(0,90%)            

35Buah Merah

1

(0,90%)            

36Sarang

Semut

1

(0,90%)            

37Daun Nanas

1

(0,90%)            

38Tapak

Berduri

1

(0,90%)            

39Meniran

1

(0,90%)            

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa paling banyak

herbal yang digunakan diramu dengan cara direbus yaitu Daun99

sirsak sebanyak 18 responden (15,80%), Sambiloto sebanyak 10

responden (8,8%), Daun salam masing-masing sebanyak 7

responden (6,10%), dan Kayu secan sebanyak 5 responden

(4,40%).

Tabel 63Distribusi Responden Menurut Cara Menggunakan Herbal

No

.Cara menggunakan Jumlah

Persentasi

(%)1 Diminum 74 97.372 Dikompres 2 2.63  Total 76 100,0

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 76

responden yang menggunakan herbal untuk penanganan

Hiperurisemia, sebanyak 74 reponden (97,37%) menggunakan

herbal dengan cara diminum dan sebanyak 2 responden (2,63%)

menggunakan dengan cara dikompres.

Tabel 64Distribusi Responden Menurut Efek Samping yang dirasakan Setelah

Mengkonsumsi Herbal

No

. Efek Samping Jumlah

Persentasi

(%)1 Ya 3 3.952 tidak ada 73 96.15  Total 76 100,0

Sumber : Data Primer, 2012100

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 73

responden (96,15%) tidak merasakan adanya efek samping

setelah menggunakan herbal dan sebanyak 3 responden (3,95%)

merasakan ada efek samping setelah menggunakan herbal.

Tabel 65Distribusi Responden Menurut Efek Samping yang Terjadi Setelah

Mengkonsumsi Herbal

No

.

Bentuk Efek

SampingJumlah

Persentasi

(%)1 Pusing 1 1.322 Diare 1 1.32

3ngilu

tulang/persendian1 1.32

4Tidak ada efek

samping73 96.15

  Total 76 100,0 Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa efek samping

yang dirasakan oleh 3 responden setelah mengkonsumsi herbal

yaitu pusing, diare, dan ngilu tulang atau persendian masing-

masing sebanyak 1 responden (1,32%).

Tabel 66Distribusi Responden Menurut Cara Mengatasi Efek Samping Setelah

Mengkonsumsi Herbal

No

.Cara Mengatasi Jumlah Persentasi

1 pemakaian 3 3.85101

dihentikan

sementara

2Tidak ada efek

samping73 96.15

  Total 76 100.0 Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 3

responden (3,85%) mengatasi efek samping dengan cara

menghentikan sementara pemakaian herbal.

PEMBAHASAN

102

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan, menunjukkan

bahwa distribusi responden berdasarkan jenis penyakit sebagai

berikut: Hipertensi 142 responden (35,5%), Hiperurisemia 114

responden (28,5%), Hiperkolesterolemia 87 responden (21,75%),

dan Diabetes Mellitus 57 responden (14,25%).

Berdasarkan sebaran Puskesmas responden yang diwawancara

sebagai berikut: Puskesmas Pattingalloang sebanyak 86

responden (21,5%), Puskesmas Tamamaung sebanyak 84 responden

(21%), Puskesmas Tamalanrea sebanyak 80 responden (20% ),

Puskesmas Jumpandangbaru sebanyak 76 responden (19%), dan

Puskesmas Bara-barayya sebanyak 74 responden (18,5%).

Distribusi pengambilan sampel hampir merata di setiap

Puskesmas karena frekuensi pengambilan responden sama untuk

semua Puskesmas.

HIPERTENSI :

Distribusi responden Hipertensi menurut umur yakni pada

usia 40-49 tahun sebanyak 30 responden (21,1%), umur 50-59

tahun sebanyak 46 responden (32,4%), dan tertinggi pada usia

60 tahun ke atas sebanyak 54 responden (38%). Hal ini

menunjukkan bahwa semakin meningkatnya umur, faktor resiko

untuk terkena penyakit hipertensi juga semakin meningkat.

Umur merupakan faktor risiko penyakit hipertensi yang tidak

dapat dicegah karena menurut penelitian semakin meningkat

umur seseorang maka semakin besar risiko terkena hipertensi.

Menurut Dede Kusmana dari Departemen Kardiologi Universitas

103

Indonesia (2007), bahwa umur penderita hipertensi antara 20-

30 tahun prevalensinya adalah 5-10%, umur dewasa muda

prevalensinya antara 20-25% dan umur diatas 50 tahun sekitar

60%. Menurut penelitian yang dilakukan Suyati (2005), di

Rumah Sakit Islam Jakarta, bahwa penderita hipertensi umumnya

berusia antara 36-50 tahun yaitu 56,7%. Sementara penelitan

Rasmaliah dkk (2005), di Desa Pekan Labuhan dan Nelayan Indah

Kecamatan Medan Labuhan mencatat bahwa penderita hipertensi

terbanyak pada umur 45-60 tahun sebesar 30,8%.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa penderita hipertensi

laki-laki sebanyak 32 responden (22,5%) dan perempuan

sebanyak 110 responden (77,5%). Dan berdasarkan pekerjaan,

paling tinggi adalah Ibu Rumah Tangga yaitu sebanyak 80

responden (56,3%), Wiraswasta sebanyak 23 responden (16,2%),

dan Pensiunan sebanyak 21 responden (21%). Sebagian besar

pasien yang datang di puskesmas pada saat dilakukan

pengkajian adalah wanita yang bekerja sebagai ibu rumah

tangga. Hal ini sesuai dengan hasil hasil survei kesehatan

rumah tangga (SKRT, 2001) di kalangan penduduk umur 25 tahun

ke atas menunjukkkan bahwa prevalensi penderita hipertensi

lebih tinggi pada wanita daripada laki-laki yaitu 27% laki-

laki dan 29% wanita menderita hipertensi (Sugiharto, 2007).

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dan wanita

masih terjadi kontroversi. Menurut beberapa penelitian

menunjukkan prevalensi hipertensi pada wanita lebih banyak

daripada pria tetapi beberapa penelitian lain menunjukkan

bahwa hipertensi lebih sering ditemukan pada kaum pria

104

daripada kaum wanita disebabkan pada umumnya yang bekerja

adalah pria, dan pada saat mengatasi masalah pria cenderung

untuk emosi dan mencari jalan pintas seperti merokok, mabuk

minum – minuman alkohol, dan pola makan yang tidak baik

sehingga tekanan darahnya dapat meningkat. Sedangkan pada

wanita dalam mengatasi, masih dapat mengatasinya dengan

tenang dan lebih stabil. Tetapi tekanan darah cenderung

meningkat pada wanita setelah menopause daripada sebelum

menopause, hal ini disebabkan oleh faktor psikologi dan

adanya perubahan dalam diri wanita tersebut. Bila ditinjau

perbandingan antara perempuan dan pria, ternyata terdapat

angka yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa

Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6%

untuk perempuan. Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan

17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta

didapatkan 14,6% pria dan 13,7% perempuan. Sedangkan menurut

hasil survei prevalensi dan faktor risiko penyakit tidak

menular oleh Dinas Kesehatan Provinsi jawa Tengah tahun 2006

menunjukkan bahwa pria lebih banyak menderita hipertensi

dibandingkan wanita, yaitu sebesar 22,9% dan perempuan 19,8%

(Aris Sugiharto). Sedangkan menurut Arif Mansjoer, dkk, pria

dan wanita menapouse mempunyai pengaruh yang sama untuk

terjadinya hipertensi. Menurut MN. Bustan bahwa wanita lebih

banyak yang menderita hipertensi dibanding pria, hal ini

disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita

(Sugiharto, 2007).

105

Dari hasil wawancara penderita hipertensi ditemukan

bahwa responden mengetahui menderita hipertensi, tertinggi

berdasarkan hasil pemeriksaan tenaga kesehatan 113 responden

(79,6%). Hal ini dikarenakan di kota Makassar sarana

pelayanan kesehatan tersebar merata dan ditunjang pula oleh

program pelayanan kesehatan gratis.

Penggunaan herbal pada penderita hipertensi mencakup 107

responden (75,6%). Hal ini memperlihatkan tingkat kepercayaan

masyarakat terhadap herbal cukup tinggi. Namun jenis herbal

yang digunakan masih sangat bervariasi. Ada 28 jenis herbal,

dengan jenis terbanyak daun sirsak dikonsumsi oleh 25

responden (17,6%), daun belimbing oleh 18 responden (12,7%),

kumis kucing oleh 18 responden (12,7%), seledri oleh 14

responden (9,9%), dan bawang putih oleh 10 responden (7%).

Cara responden memperoleh herbal paling tinggi adalah dengan

menanam sendiri sebanyak 55 responden (51,4%), membeli di

pasar 31 responden (28,9%), dan diperoleh dari tetangga 16

responden (14,9%). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan

herbal mudah dan murah bagi masyarakat. Bentuk herbal yang

digunakan secara umum adalah herbal segar, dikonsumsi oleh

104 responden (97,19%). Bagian tanaman yang paling banyak

digunakan adalah daun, diolah dengan cara direbus, dan cara

penggunaannya adalah dengan diminum, dilakukan oleh 98

responden (91,5%). Sebanyak 101 responden (94,39%) mengaku

tidak merasakan adanya efek samping setelah mengkonsumsi

herbal.

106

Berikut ini penelitian mengenai manfaat 10 jenis herbal

yang paling banyak digunakan oleh responden untuk menangani

Hipertensi :

1. Daun Sirsak (Annona muricata L.)

Daun sirsak mengandung minyak atsiri, sineol 50-65%, α-

pinen, limonene dan dipenten. Selain itu mengandung senyawa

asetoginin dan pada konsentrasi tinggi, senyawa asetoginin

memiliki keistimewaan sebagai antifeedent. Menurut penelitian

yang dilakukan oleh Joshi UH,dkk dari Departemen

Farmakologi, RK College of Pharmacy, India bahwa ekstrak

daun tanaman sirsak dapat menurunkan tekanan darah dengan

mengurangi resistensi pembuluh darah perifer (Joshi UH,

2003).

2. Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus Benth)

Suatu penelitian tentang pengaruh pemberian campuran

ekstrak daun salam dan daun kumis kucing terhadap tekanan

darah 40 ekor tikus putih jantan yang dibuat hipertensi

dengan diberi Nacl 2,5%. Ekstrak campuran kedua tanaman

diberikan secara peroral dan pada hari ke-36 perlakuan,

tikus-tikus tersebut diukur tekanan darahnya secara

langsung. Ternyata formula campuran kedua bahan alam

tersebut memiliki efek penurunan tekanan darah tikus yang

efek maksimum dicapai pada dosis 100 mg/200 g bb.

Kemungkinan mekanisme penurunan tekanan darah terjadi

melalui efek diuretic keddua bahan, karena zat-zat terlarut

yang bersifat diuretic dapat menambah kecepatan pembentukan

107

urin dan meningkatkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut

dalam air. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi

cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan

sedemikian rupa sehingga cairan ekstrasel dan tekanan darah

kembali normal. Selain itu, hasil uji klinis campuran kumis

kucing dan juga seledri membuktikan efektivitasnya dalam

menurunkan hipertensi (Vademikum Tanaman Obat untuk

Saintifikasi Jamu).

Kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth), daunnya

mengandung alkaloida, saponin, flavonoida, polifenol.

Khasiat dan kegunaan daun ini sebagai diuretik, pelarut

kalsium oksalat,dan anti bakteri. Penggunaan sebagai anti

hipertensi adalah karena khasiat diuretik yang dimilikinya

(Handayani, 1997).

3. Daun Belimbing (Averrhoa bilimbi L.)

Uji anti hipertensi terhadap hewan uji menunjukkan bahwa

ekstrak belimbing yang telah dimurnikan ternyata mempunyai

efek penurunaan tekanan darah lebih tinggi dibandingkan

ekstrak kasar. Untuk durasi penurunan tekanan darah,

ekstrak yang telah dimurnikan mempunyai waktu lebih lama

dibandingkan ekstrak kasar. Ekstrak daun belimbing wuluh

yang telah dimurnikan mempunyai prospek untuk dikembangkan

sebagai obat antihipertensi; karena obat yang dikembangkan

dari bahan alam dinilai cukup aman bila dibandingkan obat

antihipertensi sintetik yang mempunyai efek samping yang

tidak diinginkan (Hernani, dkk, 2009).

108

Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) termasuk dalam famili

Oxadilaceae merupakan salah satu tanaman obat yang

berpotensi dimanfaatkan untuk obat antihipertensi. Telah

dibuktikan oleh Bipat et al., (2008) bahwa daun belimbing

wuluh dapat menurunkan tekanan darah melalui stimulasi

diuretik pada hewan babi, dan tidak mengamati langsung

penurunan tekanan darah setelah diberi larutan uji.

4. Seledri (Apium graveolens L)

Dari Uji praklinik yang dilakukan bahwa infusa daun

seledri 20; 40 % dosis 8 mL/ekor pada tikus putih dengan

pembanding furosemida dosis 1,4 mg/ekor, dapat memperbanyak

urin secara bermakna. Pemberian perasan daun seledri

menurunkan tekanan darah kucing sebesar 13-17 mm Hg.

Ekstrak daun seledri menurunkan tekanan darah kucing

sebesar 10-30 mmHg. Sedangkan uji klinik yang melibatkan 49

penderita hipertensi diberi tingtur (setara 2 g/ml ekstrak

herba seledri) 3 kali sehari 30-45 tetes. Hasilnya

memberikan efek terapetik pada 26,5%, efek moderat pada

44,9% dan tidak memberikan efek pada 28,6%. Penambahan madu

dan sirup pada jus herba segar dosis 40 ml/3 x sehari

menunjukkan efektivitas pengobatan pada 14 dari 16 kasus

hipertensi (Formularium Obat Herbal Asli Indonesia).

Dari penelitian pengaruh fraksi etanol air dan etil

asetat akar seledri (Apium graveolens L) terhadap darah tikus

hipertensi yang diinduksi dengan NaCl dan prednison, dapat

disimpulkan bahwa fraksi etanol air dosis 20 mg/kgbb dan 40

109

mg/kgbb dan fraksi etil asetat dosis 40 mg/kgbb dapat

menurunkan tekanan darah sistol, diastol, dan tekanan

arteri rata-rata pada tikus hipertensi secara signifikan

(P‹0,05) dengan potensi efek antihipertensi sebanding

dengan kaptopril 2,5 mg/kgbb (Siska, dkk, 2009).

Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa fraksi akar

seledri ini mempunyai aktivitas sebagai diuretik (Budiman,

2009; Zainudin, 2009). Diduga fraksi ini menurunkan tekanan

darah melalui mekanisme penurunan tahanan perifer pembuluh

darah tanpa menyebabkan penurunan laju jantung yang

berarti. Hal ini juga diperkuat oleh gejala lain yang

diamati selama percobaan, yakni terjadinya diuresis pada

tikus (data tidak ditampilkan). Terjadinya diuresis

menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi

dan menunjukkan peningkatan jumlah pengeluaran zat-zat

terlarut dan air. Sebagai akibatnya terjadi penurunan

cairan volume ekstrasel. Pada kondisi hipertensi, proses

diuresis akan menurunkan kadar natrium dalam cairan tubuh

dan dengan adanya efek vasodilatasi maka terjadi penurunan

resistensi perifer yang kemudian menurunkan tekanan darah

(Setiawati, 2004). Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa

fraksi akar seledri kecuali fraksi etil asetat dosis 20

mg/kgbb memiliki efek antihipertensi yang nyata dalam

menurunkan tekanan darah tikus hipertensi. Pada dosis yang

digunakan, fraksi mempunyai efek yang sebanding dengan

kaptopril dalam menurunkan tekanan darah sistol, tekanan

darah diastol, dan tekanan arteri rata-rata hewan

110

percobaan. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa akar

seledri merupakan tanaman obat yang mempunyai prospek yang

baik untuk dikembangkan sebagai obat antihipertensi

sehingga layak untuk diteliti lebih lanjut (Siska, dkk,

2009).

5. Bawang Putih (Allium sativum)

Bawang putih adalah obat ajaib untuk jantung. Bawang

putih memiliki efek yang baik pada semua sistem

kardiovaskular termasuk tekanan darah. Dalam studi klinis,

bawang putih telah terbukti menurunkan tekanan sistolik

20-30 mm Hg dan diastolik sebesar 10-20 mm Hg. Ketika

orang-orang dengan tekanan darah tinggi diberikan satu

siung bawang putih setiap hari selama 12 minggu, tekanan

darah diastolik mereka dan kadar kolesterol secara

signifikan berkurang. Makan satu siung bawang putih

ditemukan memiliki efek menguntungkan dalam mengelola

hipertensi. Mekanisme farmasi efek bawang putih terhadap

tekanan darah diyakini terkait dengan efek pada sistem

saraf otonom, sifat penurun lipid dan mengandung senyawa

kadar sulfur yang tinggi (Joshi UH, 2003).

Penelitian awal tentang efek hipotensif (penuruan

tekanan darah) dari ekstrak umbi bawang putih dilakukan

oleh Foushee et al. (1982). Perlakuan diberikan dengan dosis

0,1; 0,25; dan 0,5 ml/kg BB secara oral. Efek hipotensif

ekstrak mulai muncul 1 jam setelah perlakuan dan

menghilang 24 jam kemudian. Dosis 0,5 ml/kg BB merupakan

111

dosis perlakuan yang memiliki aktivitas hipotensif paling

tinggi. Ekstrak umbi bawang putih dengan dosis 2,4

g/individu/hari mampu menurunkan tekanan darah penderita

hipertensi. Penurunan tekanan darah muncul 5–14 jam

setelah perlakuan. Ekstrak tersebut mengandung allisin (3)

1,3%. Efek samping pada sukarelawan setelah perlakuan

tidak ditemukan (McMahon dan Vargas, 1993). Penelitian

juga menunjukkan bahwa pemanfaatan umbi bawang putih dalam

bumbu masakan dapat menekan peluang terkena hipertensi.

Rata-rata konsumsi umbi bawang putih 134 gram per bulan

dianjurkan untuk mencegah hipertensi (Qidwai et al., 2000).

Mekanisme penurunan tekanan darah diperkirakan berkaitan

dengan vasodilatasi otot pembuluh darah yang dipengaruhi

senyawa dalam ekstrak umbi bawang putih. Potensial membran

otot polos mengalami penurunan hingga nilainya negatif.

Hal ini menyebabkan tertutupnya Ca2+-channel dan terbukanya

K+-channel sehingga terjadi hiperpolarisasi. Konsekuensinya

otot akan mengalami relaksasi (Siegel et al., 1992). Senyawa

aktif umbi bawang putih yang diketahui mempengaruhi

ketersediaan ion Ca2+ untuk kontraksi otot jantung dan

otot polos pembuluh darah adalah kelompok ajoene (14-15).

Konsentrasi ion Ca2+-intraseluler yang tinggi dapat

menyebabkan vasokonstriksi yang menyebabkan hipertensi.

Senyawa aktif tersebut diperkirakan dapat menghambat

masuknya ion Ca2+ ke dalam sel, sehingga konsentrasi ion

Ca2+ intraseluler menurun dan terjadi hiperpolarisasi,

diikuti relaksasi otot. Relaksasi menyebabkan ruangan

112

dalam pembuluh darah melebar, sehingga tekanan darah turun

(Hermawan, 2003).

6. Daun Jarak.

Kami belum menemukan penelitian daun jarak dalam menangani

hipertensi.

7. Labu Siam (Sechium edule)

Buah dan daun Sechium edule Sw. mengandung saponin. Di

samping itu buahnya juga mengandung alkaloid dan tannin,

sedangkan daunnya mengandung flavonoida dan polifenol.

Kegunaan Labu Siam yaitu sebagai Diuretik, kandungan air

pada labu siam memiliki efek diuretik yang baik sehingga

melancarkan buang air kecil. Selain itu, labu siam dapat

menurunkan tekanan darah. Melalui urine yang banyak

terbuang akibat sifat diuretik dari labu siam, kandungan

garam di dalam darah pun ikut berkurang. Berkurangnya

kadar garam yang bersifat menyerap atau menahan air ini

akan meringankan kerja jantung dalam memompa darah

sehingga tekanan darah akan menurun. Kandungan alkoloidnya

berfungsi sebagai vasodilator. Oleh sebab itulah, labu

siam bisa menurunkan darah tinggi (Depkes RI, 2000).

Labu siam kaya akan Kalium yang berguna bagi tubuh untuk

mengendalikan tekanan darah, terapi darah tinggi, serta

membersihkan karbondioksida di dalam darah. Kalium juga

bermanfaat untuk memicu kerja otot dan simpul saraf.

Kalium yang tinggi juga akan memperlancar pengiriman

113

oksigen ke otak dan membantu memperlancar keseimbangan

cairan, sehingga tubuh menjadi lebih segar. Labu siam

memiliki efek diuretik, sehingga mampu menurunkan kadar

garam di dalam darah melalui pembuangan air seni.

Berkurangnya kadar garam yang bersifat menyerap atau

menahan air ini akan meringankan kerja jantung dalam

memompa darah, sehingga tekanan darah akan menurun

(Poltekkes Malang).

8. Sambiloto (Andrographis paniculata)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Effendi gunawan

menunjukkan bahwa tekanan darah setelah minum cairan

infusa sambiloto sebesar106,3/68,7 mmHg, lebih rendah

daripada tekanan darah sebelum minum cairan infusa

sambiloto yaitu sebesar 118,0/77,5 mmHg (p<0,01).

Kesimpulan yang didapat adalah sambiloto menurunkan

tekanan darah (Gunawan, 2006).

Penelitian mengenai senyawa aktif sambiloto pertama kali

dilakukan oleh Boorsman. Pada tahun 1897, ia berhasil

mengisolasi kristal tidak berwarna, yang berasa pahit, dan

dinamai andrografida. Andrografida diekstraksi dengan

pelarut air dari berbagai bagian tanaman A. paniculata Ness.

Tahun 1910, Gorter melakukan ekstraksi dengan pelarut

etanol 95% sehingga berhasil mengisolasi senyawa berumus

molekul C20H30O5 lalu disebut andrografolid. Setelah itu

semakin banyak ditemukan senyawa aktif dari sambiloto

misalnya neoandrografolida, andrografisida, dan

114

andropanosida. Sama seperti andrografolida ketiganya

tergolong diterpen lakton (Anonim 2005). Turunan oksigen

dari senyawa-senyawa diatas juga terdapat pada sambiloto

seperti deoksiandrografolida, deoksipanikolin, mono o-

metilwitin, apigenin-7’-4-dimetileter,

dideoksiandrografolida (andrografonin) dan

deoksiandrografosida. Selain itu, telah pula ditemukan

beberapa turunan glikosida diterpena yang dinamai

neoandrografolida. Masih banyak pula senyawa minor lain

dengan kandungan tidak lebih dari 1%. Senyawa yang telah

berhasil diisolasi dari akar sambiloto antara lain senyawa

glikosida flavanon (andrografidin A) dan glikosida flavon

(WHO 1999). Efek Farmakologi tanaman sambiloto telah

digunakan selama berabad-abad untuk penawar racun bisa

ular, pengobatan infeksi saluran pernapasan, meningkatkan

kekebalan tubuh, dan menurunkan panas (Flach & Rumawas

1996. Winarto (2003) dalam bukunya mengutarakan beberapa

manfaat tanaman sambiloto lainnya, yaitu sebagai

antibakteri, antioksidan, antitumor, antiperadangan, obat

diabetes, hipertensi dan diare (Rahayu, 2006).

9. Sambung Nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr)

Kandungan Kimia sambung nyawa adalah Flavonoid,

kaempferol-3-O-rutinoside dan astragalin, tannin, asam

kafeat, 3,5-di-O-asam kafeoilkuinat dan 4,5-di-O-asam

kafeoilkuinat, terpenoids, steroid (Rosidah dkk., 2009).

Penelitian menunjukkan bahwa sambung nyawa dapat digunakan

115

sebagai obat hipertensi, anti virus herpes, anti

hiperglikemik, anti inflamasi, anti hiperlipidemia dan

anti hipertensi. Sedangkan secara tradisional biasa

digunakan untuk obat bengkak, rematik, herpes simpleks.

Penelitian juga menyebutkan, Gynura procumbens Merr. memiliki

efek antipiretik, analgetik, antikarsinogenik dan

mutagenik, serta anti bakteri (Dewi, 2011).

10. Mentimun (Cucumis Sativus Linn)

Penelitian yang dilakukan oleh Zauhani Khusnul,dkk.

Penelitian selama enam hari, hari pertama tekanan darah

lansia diukur untuk mendapatkan tekanan darah rata-rata

sebelum perlakukan, selanjutnya  selama lima  hari setiap

lansia diberi perlakuan berupa jus mentimun sebanyak 100

gram dan diukur tekanan darahnya pada 2 jam, 6 jam, dan 9

jam setelah perlakuan, Hasil penelitian ini  menunjukkan

ada pengaruh bermakna dari pemberian jus mentimun terhadap

penurunan tekanan darah, penurunan terbesar terjadi pada 2

jam dan setelah perlakuan hari 4 dan 5 setelah perlakuan

pemberian jus mentimun (Khusnul, 2012).

DIABETES MELLITUS

Distribusi responden Diabetes Mellitus berdasarkan umur,

tertinggi pada umur 50-59 tahun sebanyak 22 responden

(38,6%), lebih dari 60 tahun sebanyak 19 responden (33,3%),

40-49 tahun sebanyak 13 responden (22,8%), dan umur 30-39

116

tahun sebanyak 3 responden (5,3%). Berdasarkan jenis kelamin,

terbanyak pada wanita sebanyak 46 responden (80,7%) dan laki-

laki sebanyak 11 reponden (19,3%) dengan tingkat pekerjaan

tertinggi adalah ibu rumah tangga (61,4%) dan pensiunan

(15,8%).

Prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia sebesar 1.5-

2.3% pada penduduk usia > dari 15 tahun. Diabetes Mellitus

dapat menyerang warga segala lapisan umur dan sosial ekonomi,

sebagian besar Diabetes Meliitus adalah tipe 2 yang terjadi

lebih dari 90% biasanya pada usia 40 tahun keatas (Lely dan

Indirawati T., 2004).

Prevalensi penderita DM cenderung meningkat seiring

bertambahnya Indeks Massa Tubuh (IMT) baik pada kelompok

laki-Iaki maupun perempuan. Beberapa penelitian menunjukkan

hubungan yang erat antara IMT dengan faktor risiko , jadi

fokus mencapai berat badan normal adalah salah satu

pendekatan untuk mengurangi faktor-faktor risiko lainnya

seperti tekanan darah, dislipidemia dan gula darah. Obesitas

meningkatkan resistensi insulin, dalam hal ini perlu program

diet, olahraga dan obat-obat yang aman bagi penderita dalam

mencapai berat badan yang normal. Penelitian yang dilakukan

Karmel dkk pada usia 26-85 tahun menunjukkan 39,0% pasien

diabetes tidak memonitor berat badan, 35,3% tidak mengontrol

tekanan darah, 34,7% tidak melakukan aktifitas fisik yang

cukup dan 21,7% tidak minum injeksi obat DM (Mihardja, 2010).

Di Indonesia berdasarkan penelitian epidemiologis

didapatkan prevalensi Diabetes mellitus sebesar 1,5 – 2,3%

117

pada penduduk yang usia lebih 15 tahun, bahkan di daerah

urban prevalensi DM sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar

7,2%. Prevalensi tersebut meningkat 2-3 kali dibandingkan

dengan negara maju, sehingga Diabetes mellitus merupakan

masalah kesehatan masyarakat yang serius (Hastuti, 2008).

Dari hasil penelitian yang dilakukan, sebagian besar

penderita Diabetes Mellitus yaitu sebanyak 41 responden

(71,9%) mengetahui menderita Diabetes Mellitus melalui

pemeriksaan laboratorium. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat

kesadaran dan pengetahuan masyarakat untuk memeriksakan diri

di laboratorium / pelayanan kesehatan sudah sangat baik.

Berdasarkan penggunaan herbal pada penderita DM yakni

sebanyak 46 responden (80,7%) menggunakan herbal. Dengan

melihat presentasi penggunaan herbal oleh penderita DM, hal

ini menunjukkan bahwa tingkat peminatan masyarakat akan

herbal sangat bagus. Cara memperolehnya pula sangat mudah dan

murah, berdasarkan hasil pengkajian ini, jumlah responden

yang menanam sendiri sebanyak 21 responden (45,65%) dan

diperoleh dari tetangga sebanyak 10 responden (21,74%).

Berdasarkan bentuk herbal yang digunakan, sebagian besar

responden memilih herbal dalam bentuk segar yaitu sebanyak 42

responden (91,30%).

Jenis herbal yang banyak digunakan adalah sambiloto

sebanyak 24 responden (43,9%) dan brotowali sebanyak 13

responden (22,8%). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat

pengetahuan masyarakat akan herbal untuk penanganan DM sudah

baik, dimana berdasarkan penelitian / referensi yang

118

diperoleh menunjukkan bahwa jenis herbal sambiloto dan

brotowali memang dapat digunakan untuk menurunkan kadar gula

dalam darah. Pada umumnya, bagian tanaman yang digunakan

adalah daun, kecuali pada brotowali bagian tanaman yang

digunakan adalah batang. Herbal yang digunakan diolah dengan

cara direbus. Dari 46 reponden yang menggunakan herbal, semua

responden tersebut menggunakan herbal dengan cara diminum

(100%). Sebanyak 42 responden (91,3%) tidak merasakan adanya

efek samping setelah mengkonsumsi herbal.

Berikut ini penelitian mengenai manfaat 10 jenis herbal

yang paling banyak digunakan oleh responden untuk menangani

Diabetes Mellitus :

1. Sambiloto (Andrographis paniculata Ness)

Berdasarkan hasil penelitian, sediaan herbal yang

diberikan berupa seduhan simplisia kering sambiloto dengan

dosis 10 gr dalam air sebanyak 4 gelas direbus menjadi 3

gelas, diminum 3 kali sehari sebelum makan. Hasil studi

kasus membuktikan adanya penurunan kadar gula darah selama

24 hari.

Penelitian lain menunjukkan, penurunan kadar glukosa

darah setelah diberi EEHS (Ekstrka Etanol Herba Sambiloto)

dosis 2 (39.33 %), dan dosis 3 (44.12 %) lebih tinggi

dibandingkan dengan kontrol / CMC 1 % (0.59 %) yang

perbedaannya sangat signifikan (p<0.01). Sedangkan bila

dibandingkan dengan pembanding / Glibenklamid (51.29 %)

tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan (p>0.05).

Kesimpulannya bahwa EEHS, dosis 2 (1.4 g/kgBB) dan dosis 3

119

(2.8 g/kgBB) efektif menurunkan kadar glukosa darah, yang

potensinya setara dengan Glibenklamid (Jonathan, 2007).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Suryadhana (UNIKA Widya Mandala Surabaya) dengan

menggunakan binatang percobaan tikus dinyatakan, bahwa

ekstrak daun sambiloto dengan dosis 0,5 g/kg bb, 1 g/kg bb

dan 1,5 g/kg bb dapat menghambat kenaikan kadar glukosa

darah tikus normal.

2. Brotowali (Tinospora crispa)

Dari hasil Uji Praklinik didapatkan bahwa infusa batang

brotowali 5%, 7.5%, dan 10%b/v dengan pemberian parenteral

dapat menurunkan kadar glukosa darah kelinci, dibandingkan

dengan glibenklamid. Mekanisme insulinotropic Tinospora crispa

diteliti invitro menggunakan insulin secreting clonal β-cell line, HIT-

T15. Ekstrak air mensentisasi sel β pada Ca2 ekstrasel dan

menimbulkan akumulasi Ca2 intrasel sehingga terjadi

peningkatan pelepasan insulin (Formularium Obat Herbal Asli

Indonesia).

Berdasarkan buku Formularium obat herbal asli Indonesia,

uji praklinik: infusa batang brotowali 5%, 7,5%, dan 10%b/v

dengan pemberian parenteral dapat menurunkan kadar glukosa

darah kelinci, dibandingkan dengan glibenklamid. Mekanisme

insulinotropic Tinospora crispa diteliti in vitro menggunakan

insulin secreting clonal β-cell line, HIT-T15. Ekstrak air

mensensitisasi sel β pada Ca2 ektra sel dan menimbulkan

120

akumulasi Ca2 intrasel sehingga terjadi peningkatan

pelepasan insulin.

3. Daun Bila

Belum diketahui dan didapatkan penelitian mengenai

manfaat daun bila untuk penanganan Diabetes Mellitus.

4. Kayu Manis (Cinnamomun burmanii)

Berdasarkan buku Formularium obat herbal asli Indonesia,

uji praklinik menunjukkan bahwa Ekstrak kulit kayu manis

dapat menurunkan kadar glukosa pada uji toleransi glukosa.

Efek hipoglikemk diduga melalui peningkatan sekresi

insulin. Senyawa sinamitanin B1 yang diisolasi dari kulit

kayu manis memperlihatkan efek antihiperglikemik pada sel

3T3-L1. Kombinasi sinamitanin B1 dan insulin dapat

meningkatkan pengeluaran glukosa. Ekstrak etanol kayu manis

pada dosis 100, 150 dan 200 mg/KgBB secara nyata dapat

menurunkan kadar gula darah pada tikus yang diinduksi

aloksan.

Uji klinik menunjukkan bahwa pemberian kayu manis 1,3

atau 6 g/hari setiap hari selama 40 hari dapat menurunkan

kadar glukosa puasa 18-29%. Uji klinik 60 pasien DM

mendapat placebo atau kayu manis dosis (1 g, 3 g, atau 6

g)/hari selama 40 hari. Pada kelompok kayu manis 1 g/hari,

gula darah puasa turun 2,9 mmol/L; pada kelompok 3 g/hari

gula darah puasa turun 2,0 mmol/L; dan pada kelompok 6

g/hari gula darah puasa turun 3,8 mmol/L.

121

5. Rosella (Hibiscus sabdarifa Linn)

Penelitian dilakukan dengan memanfaatkan esktrak rosela

pada tikus putih diabetes. Penelitian dilakukan untuk

mengungkapkan kemampuan hipoglikemik (menurunkan kadar

glukosa darah) rosela, merupakan uji praklinis dengan

desain eksperimental dan menggunakan tikus putih (Rattus

norvegicus) sebagai hewan uji. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pemberian ekstrak rosela dengan dosis 250 mg/kg BB

dapat menurunkan kadar glukosa darah sebesar 24,31%,

sedangkan rosela dengan dosis 500 mg/kg BB terjadi

penurunan kadar glukkosa sebesar 32,43%. Perlakuan dengan

hewan uji dengan ekstrak rosela 250 dan 500 mg/kg BB,

menunjukkan penurunan kadar glukosa darah menjadi normal

kembali. Kondisi ini diperkirakan senyawa-senyawa aktif

yang terdapat di dalam rosela mampu memperbaiki fungsi dan

jumlah sel β pankreas yang rusak akibat aloksan. Perbaikan

sel β pankreas tersebut berakibat kembalinya kemampuan sel

β pankreas memproduksi insulin. Selanjutnya insulin akan

menurunkan kadar glukosa dalam darah hewan uji. Hasil

penelitian tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya,

yang dilakukan oleh Mardiah dkk pada tahun 2007. Hasil

penelitian tersebut mengungkapkan bahwa ekstrak rosela 30%

dan 60% dapat memperbaiki jumlah sel β pankreas berturut-

turut 24,8 dan 22,2 sel. Perbaikan sel β pankreas akan

menyebabkan pankreas mampu kembali memproduksi insulin,

yang selanjutnya insulin akan menurunkan kadar glukosa

122

darah. Berdasarkan hasil penelitian terungkap bahwa ekstrak

rosela mampu menurunkan kadar glukosa darah pada hewan uji

yang telah dibuat diabetes, hal dapat menjadi indikasi

bahwa rosela mempunyai kemampuan antidiabetes (Christanto

Adi Nugroho).

Penelitian juga dilakukan oleh Rudi Setiawan, ekstrak

kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) mempunyai pengaruh

dalam menurunkan kadar gula darah pada tikus putih yang

diinduksi aloksan. Ekstrak kelopak bunga rosela (Hibiscus

sabdariffa L.) dosis uji 65 mg/ 200 g BB, 130 mg/ 200 g BB dan

195 mg/ 200 g BB mempunyai pengaruh dalam menurunkan kadar

gula darah yang lebih rendah disbanding glibenklamid.

Penelitian eksperimental pre and posttest controlled group design

menggunakan 30 ekor tikus sprague-dawley jantan dengan usia

± 3 bulan dan berat badan ± 200g, dibagi 5 kelompok, yaitu

kontrol negatif (aquadest), kontrol positif (glibenklamid

0,064mg/200gBB/2ml), ekstrak kelopak bunga rosela dosis 1

(65 mg/200gBB/2ml), dosis 2 (130mg/200gBB/2ml), dan dosis 3

(195mg/200gBB/2ml). Data hasil penelitian dianalisis dengan

uji anova dan uji post hoc. Hasil Penelitian menunjukkan

perbedaan yang bermakna dalam menurunkan kadar gula darah.

6. Daun Gedi (Abelmoschus manihot L)

Belum diketahui dan didapatkan penelitian mengenai

manfaat daun gedi untuk penanganan Diabetes Mellitus.

123

7. Meniran (Phylanthus niruri Val.)

Suatu uji klinis juga membuktikan bahwa Filantin dan

hipofilantin merupakan komponen utama meniran yang

diperkirakan berperan dalam penurunan kadar gula darah. Hal

ini ditunjukkan dengan adanya percobaan pemberian ekstrak

air meniran pada tikus yang telah diinduksi aloksan,

ternyata kadar gulanya menurun.

Beberapa laporan penelitian menunjukkan potensi ekstrak

meniran dalam menurunkan kadar glukosa darah penderita DM.

Ayensu (1981), menyebutkan bahwa meniran dapat digunakan

sebagai obat antidiabetes. Chairul et al. (2000), melaporkan

bahwa ekstrak metanol tanaman meniran menunjukkan efek

hipoglikemik pada kelinci putih jantan. Penelitian yang

dilakukan oleh Shimizu et al. (1989), memberikan informasi

mengenai mekanisme biokimiawi ekstrak meniran dalam

menurunkan kadar glukosa darah (Chasbi Fahri). Ekstrak

metanol akar meniran menunjukkan aktivitas penurunan kadar

glukosa darah pada seluruh dosis perlakuan yaitu 2 mg/200g

BB, 4 mg/200g BB, 6 mg/200g BB, 8 mg/200g BB dan 10 mg/200g

BB. Perlakuan ekstrak dosis 10 mg/200 g BB menunjukkan

penurunan kadar glukosa darah (33,58%) yang tidak berbeda

nyata dengan perlakuan Glibenclamide (35,66%) (Fahri,

2005).

Kemampuan EMAM (Ekstrak Metanol Akar Meniran)dalam

menurunkan kadar glukosa darah tikus diabetik berkaitan

dengan aktivitas biologis senyawa dalam tanaman meniran.

124

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa senyawa aktif dalam

tanaman meniran yang berpengaruh hipoglikemik termasuk

dalam kelompok polifenol, yaitu ellagitanin jenis asam

ellagat (Shimizu et al.,1989; Taylor, 2003). Asam ellagat

dapat menghambat kerja enzim aldosa reduktase. Menurut

Shimizu et al.,(1989), ekstrak alkohol meniran mengandung

senyawa-senyawa asam ellagat, asam brevivolin karbosiklik

dan enzim etil brevifolin karboksilase yang dapat

menghambat kerja enzim aldosa reduktase (AR). Diantara

ketiga senyawa tersebut asam ellagat memberikan aktivitas

paling kuat yaitu enam kali lebih besar daripada paten

quercitrin yang juga dikenal sebagai penghambat enzim AR

(Shimizu et al., 1989). Aktivitas hipoglikemik EMAM terjadi

melalui peningkatan penggunaan glukosa dalam hati. Pada

penderita DM, proses perubahan glukosa menjadi fruktosa

(jalur polyol) mengalami peningkatan, sehingga keseimbangan

metabolisme terganggu (Hernawan, 2000). Proses peningkatan

penggunaan glukosa tersebut terjadi, diperkirakan melalui

penghambatan laju aliran jalur polyol dan peningkatan

glikolisis sehingga meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam

siklus TCA. Hal ini didasarkan pada penelitian yang

menunjukkan bahwa kerja enzim AR pada jalur polyol dapat

dihambat oleh senyawa Zopolrestat (Trueblood dan Ramasamy,

1998). Secara umum, aktifitas hipoglikemik EMAM diduga

melalui cara sebagai berikut:

- Meningkatkan kelarutan glukosa darah.

125

Mekanisme aktifitas hipoglikemik EMAM diduga karena adanya

kandungan senyawa glikosida flavonoid. Mekanisme

hipoglikemik EMAM diduga disebabkan senyawa glikosida

flavonoid yang terabsorpsi dalam darah dan meningkatkan

kelarutan glukosa darah sehingga mudah untuk diekresikan

melalui urin (Chairul et al., 2000).

- Menghambat kerusakan oksidatif pada sel pankreas. Okamoto

(1996), melaporkan bahwa alloksan merusak sel pankreas

dengan menginduksi pembentukan radikal bebas hidroksil.

Radikal bebas hidroksil menyerang substansi esensial sel

pankreas (seperti membran plasma sel, lisosom, mitokondria

dan DNA) dan mengawali kerusakan sel pankreas. Terapi

dengan EMAM diduga memiliki mekanisme hipoglikemik melalui

inaktivasi radikal bebas hidroksil yang menyerang sel

pankreas, sehingga sel dapat mensekresi insulin secara

lebih baik. Tanaman meniran mengandung berbagai antioksidan

terutama golongan flavonoid (Sugati dan Johnny, 1991). Hal

ini sejalan dengan pernyataan Palmer dan Paulson (1997),

bahwa konsumsi senyawa flavonoid dapat mengurangi radikal

hidroksil dan radikal peroksil, namun macam senyawa yang

berpengaruh dan mekanisme hipoglikemik EMAM belum diketahui

(Fahri, 2005).

8. Mahoni (Swietenia mahagoni)

Telah dilakukan penelitian terhadap ektrak etanol biji

mahoni (Swietenia mahagoni) terhadap penurunan kadar glukosa

darah tikus putih menggunakan uji toleransi glukosa.

126

Ekstrak serbuk biji mahoni dilakukan secara maserasi

menggunakan etanol 96%, kemudian maserat dipekatkan

menggunakan penguat vakum dan dikeringkan dengan freeze dryer.

Selanjutnya dilakukan pengujian kadar gula darah terhadap

tikus putih yang terdiri dari 4 kelompok, yaitu sebagai

pembanding negative digunakan suspensi CMC 1%, setelah

dilakukan orientasi dosis, dipilih 2 dosis ekstrak 50 m /kg

bb dan 100 m/kg bb dan sebagai pembanding positif digunakan

glibenklamid dosis 1 m/kg bb. Pemberian ekstrak etanol biji

mahoni dosis 50 m /kg bb dan 100 m/kg bb memberikan efek

penurunan kadar gula darah dengan potensi yang sama dengan

glibenklamid dosis 1 m/kg bb (Linghuat Lumban Raja).

Menurut Prof.Hembing Wijayakusuma, herbal yang

berkhasiat hipoglikemik dapat digunakan untuk membantu

menurunkan kadar gula darah pada penderita DM tipe II yang

tidak tergantung insulin. Herbal yang berkhasiat

hipoglikemik salah satunya adalah Biji Mahoni (Swietenia

mahagoni) (Prof.Hembing Wijayakusuma). Sedangkan Menurut

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bahwa salah satu

tanaman yang dapat digunakan sebagai antidiabet adalah Biji

Mahoni.

9. Buah Pinang (Areca catechu)

Belum diketahui dan didapatkan penelitian mengenai

manfaat buah pinang untuk penanganan Diabetes Mellitus.

10. Daun Paliasa (Kleinhovia hospita Linn)

127

Telah dilakukan penelitian eksperimental yang bertujuan

mengetahui pengaruh infus daun kayu paliasa terhadap

penurunan kadar glukosa darah kelinci. untuk melengkapi

data khasiat bahan tersebut. Hewan coba yang digunakan

adalah kelinci jantan, berat badan 1.5-2 kg, sebanyak 15

ekor yang dibagi dalam 5 kelompok. Kelompok I (kontrol)

diberi akuadcs; kelompok 1L III dan IV mendapat perlakukan

dengan pemberian infus bahan 5 mL/kg bb. secara oral,

masing-masing dengan konsentrasi 5; 10 dan 15% b/v :

kelornpok V mendapat:i^lteiklamid 5 mL/kg bb. Sebagai

pcmbanding. Sampel darah diambil guna pengukuran kadar

glukosa darah sebelum dan setelah 95 perlakuan, yang

dilakukan selama 5 jam dengan interval waktu 1 jam.

Penentuan kadar glukosa darah secara fotometer, dengan

metoda glukosa oksidasc. Hasil penelitian menjukkan bahwa

2 jam setelah pemberian infiis 5; 10 dan 15% b/v terjadi

penurunan kadar glukosa darah yang nyata dibandingkan

kontrol. Dibandingkan dengn; glibenklamid, penurunan kadar

glukosa darah oleh infiis 5% dan 10% b/v lebih rendah

sedangkan dengan infius 15% b/v tidak berbeda nyata pada

taraf signifikansi 1%.

HIPERKOLESTEROLEMIA

Distribusi responden menurut kelompok umur, umur 40-49

tahun sebanyak 33 responden (37,9%), 50-59 tahun sebanyak 23

128

responden (26,4%), lebih dari 60 tahun sebanyak 20 responden

(23%), dan umur 30-39 tahun sebanyak 11 responden (12,6%).

Hal ini menunjukkan bahwa penderita hiperkolesterolemia bisa

saja terjadi pada semua kelompok umur dewasa.

Menurut hasil pengkajian yang dilakukan, penderita

Hiperkolesterolemia laki-laki sebanyak 14 responden (16,1%)

dan perempuan sebanyak 73 responden (83,9%) dengan pekerjaan

paling tinggi adalah sebagai Ibu Rumah Tangga yaitu sebanyak

48 responden (55,2%), PNS sebanyak 23 responden (26,4%), dan

Pegawai Swasta sebanyak 11 responden (12,6%). Menurut

penelitian yang dilakukan oleh Ellya R. D , dkk, bahwa rata

profil lipid pada pria lebih rendah dari pada wanita. Pada

pria nilai rata-rata kolesterol total adalah 182,5 ± 33,3

mg/dl, trigliserida 127,6 ± 56,2 mg/dl, K-HDL 47.9 ± 19,6

mg/dl, K-LDL 111,9 ± 29,4 mg/dl, sedangkan pada wanita nilai

rata-rata kolesterol total 214,6 ± 40,5 mg/dl, trigliserida

134,9 ± 53,7 mg/dl, K-HDL 54,4 ± 10,6 mg/dl, K-LDL 133,2 ±

33,3 mg/dl ( Ellya, dkk, 1999)

Menurut cara responden mengetahui menderita

hiperkolesteolemia, responden mengetahui kadar kolesterolnya

tinggi melalui pemeriksaan laboratorium sebanyak 43 responden

(49,4%) dan melalui tenaga kesehatan 37 responden (42,5%).

Dari hasil ini terlihat bahwa tingkat kesadaran masyarakat

dan ketersediaan sarana kesehatan di masyarakat sudah baik.

Berdasarkan riwayat penggunaan herbal pada penderita

hiperkolesterolemia yakni sebanyak 56 responden (64,4%)

pernah menggunakan herbal. Dengan melihat presentasi

129

penggunaan herbal oleh penderita hiperkolesterolemia, hal ini

menunjukkan bahwa tingkat peminatan masyarakat akan herbal

sudah baik. Cara memperolehnya pula sangat mudah dan murah.

Berdasarkan hasil pengkajian ini, jumlah responden yang

menanam sendiri sebanyak 28 responden (50%) dan diperoleh

dari pasar sebanyak 14 responden (25%). Berdasarkan bentuk

herbal yang digunakan, sebagian besar responden memilih

herbal dalam bentuk segar yaitu sebanyak 50 responden

(89,29%) dan dalam bentuk dikeringkan sebanyak 4 responden

(7,14%).

Jenis herbal yang paling banyak digunakan untuk

hiperkolesterolemia adalah daun sirsak sebanyak 13 responden

(14,9%) dan daun salam sebanyak 12 responden (13,8%), bagian

tanaman yang digunakan adalah daun dan diramu dengan cara

direbus lalu diminum. Sebanyak 55 responden (98,21%)

menggunakan herbal dengan cara diminum. Sebanyak 54 reponden

(96,43%) tidak merasakan adanya efek samping setelah

mengkonsumsi herbal.

Berikut ini penelitian mengenai manfaat 10 jenis herbal

yang paling banyak digunakan oleh responden untuk menangani

Hiperkolesterolemia :

1. Daun Sirsak (Annona muricata L.)

Belum diketahui dan didapatkan penelitian mengenai

manfaat daun sirsak untuk penanganan Hiperkolesterolemia.

2. Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight))

130

Ekstrak air daun salam dapat menurunkan kadar kolesterol

LDL dan menaikkan kadar-kadar kolesterol HDL pada serum

darah tikus putih. Ekstrak air daun salam konsentrasi 2

µg/ml menurunkan kadar kolesterol total kultur primer

tikus 19,2% dibandingkan terhadap biakan control. Kadar

kolesterol ini diukur setelah 2 jam inkubasi. Hasil uji

ini dengan zat antihiperlipidemia, provastatin, pada

konsentrasi 400 µg/ml menurunkan kadar kolesterol

berturut-turut sebanyak 1,4 dan 67,1 % dibandingkan

terhadap biakan control setelah inkubasi 2 dan 3 jam

(Vademikum Tanaman Obat untuk Saintifikasi Jamu).

Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh

Suhardjono dan Vincentius Agung, pemberian ekstrak Eugenia

polyantha dari 0,18 gr daun salam segar, 0,36 gr daun salam

segar, dan 0,72 gr daun salam segar/hari selama 15 hari

dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol serum tikus jantan

galur wistar hiperlipidemia secara bermakna. Semakin

tinggi dosis ekstrak Eugenia polyantha yang diberikan semakin

tinggi peningkatan kadar HDL kolesterol serum tikus jantan

galur Wistar hiperlipidemia (Suhardjono dan Agung, 2008).

Dan hasil penelitian lain menunjukkan bahwa pemberian

ekstrak Eugenia polyantha 0,18gr;0,36gr;dan 0,72gr/hari selama

15 hari dapat menurunkan kadar LDL kolesterol tikus

hiperlipidemia secara bermakna, dengan dosis 0,72gr/hari

sebagai dosis yang menurunkan kadar LDL kolesterol serum

lebih tinggi dibanding dengan dosis lainnya(Martina dan

Pidrayanti, 2008).

131

3. Labu Siam (Sechium edule)

Vitamin B kompleks yang disebut sebagai vitamin B3,

berfungsi untuk menurunkan produksi VLDL (very low density

lipoprotein) di dalam hati, sehingga produksi kolesterol

LDL (low density lipoprotein) dan trigliserida dapat

menurun. Labu siam mengandung komponen saponin yang

sanggat berperan dalam penurunan kolesterol karena dapat

menghambat dan mencegah penyerapan kolesterol di dalam

darah (Poltekkes Malang).

4. Kemuning (Murraya paniculata)

Yang biasa dimanfaatkan untuk pengobatan kolesterol

tinggi adalah daun jati belanda (Guazuma ulmifolia), kemuning

(Murraya paniculata), dan tempuyung (Sonchus arvensis).  kemuning

mengandung atsiri, damar, tannin, glikosida, dan meransin.

Tanaman ini dapatdigunakan untuk mengurangi lemak tubuh

berlebihan, pelangsing tubuh, nyeri pada tukak (ulkus),

memar akibat benturan, rematik, keseleo, digigit serangga

dan ular berbisa, ekzema, dan luka terbuka pada kulit.

Hasil penelitian pada daun kemuning menunjukkan, pemberian

infus daun ini sebesar 10 persen, 20 persen, 30 persen,

dan 40 persen sebanyak 0,5 ml pada mencit dapat menurunkan

berat badannya secara bermakna. Ini menunjukkan telah

terjadi peningkatan pembakaran lemak tubuh. Kolesterol

merupakan salah satu komponen dari lemak yang terdapat

dalam darah.

132

Beberapa teori yang lain menyebutkan bahwa khasiat daun

jati belanda dan kemuning adalah karena kandungan

damarnya. Mekanismenya sebagai berikut, kolesterol yang

terbentuk menjadi asam empedu berikatan dengan damar dan

segera dieksresi melalui feses. Cepatnya asam empedu

dieksresikan oleh tubuh akan disertai oleh cepatnya

pembentukan asam empedu sehingga kolesterol dalam tubuh

segera diubah menjadi asam empedu. Dengan demikian, proses

ini akan mengurangi kadar kolesterol.

5. Sambung Nyawa (Gynura procumbens)

Dari Uji praklinik pada pengujian ekstrak etano daun

dewa terhadap tikus normal dan tikus diabetes yang

diinduksi streptozocotin, sebanyak 14 dosis tunggal

berbeda diberikan selama 7 hari dengan control positif

metformin dan glibenklamid menghasilkan dosis optimum 150

mg/kgBB yang efektif menurunkan kolesterol dan

trigliserida. Fraksi butanol daun dewa dosis 30, 100, dan

300 mg/kgBB yang diberikan selama 21 hari pada mencit

putih betina yang diinduksi minyak kelapa mampu mengurangu

total kolesterol dan trigliserida serta meningkatkan HDL

(Formularium obat herbal asli Indonesia).

Salah satu cara penurunan yang sekarang diminati dan

dikembangkan adalah dengan pengobatan tradisional dengan

daun sambung nyawa. Daun sambung nyawa mengandung zat –

zat fitokimia antara lain flavonoid yang mampu menurunkan

kadar kolesterol darah, serta menghalangi adanya reaksi

133

oksidasi kolesterol LDl dalam tubuh. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui efek ekstrak daun

sambung nyawa terhadap kadar kolesterol darah tikus

diabetik. Populasi penelitian adalah tikus jantan umur 2

bulan berat antara 150 – 200 gram.Sampel 12 ekor tikus,

tiap kelompok terdiri 3 tikus, disampling dari keseluruhan

populasi penelitian dengan teknik random sampling. Sampel

dibagi menjadi 4 kelompok dengan 3 variabel: dosis ekstrak

daun sambung nyawa, metformin, dan placebo ( variabel

bebas ), kadar kolesterol ( variabel tergantung ), galur,

jenis kelamin, berat tikus, dan pakan ( variabel

kendali ). Data diuji dengan anava satu jalan, diuji

lanjut dengan uji Jarak Ganda Duncan. Hasil penelitian

menunjukkan rata – rata kadar kolesterol setelah perlakuan

pada kelompok A = 66,66 mg/dl, B = 28,21 mg/dl, C = 46,25

mg/dl, D= 69,84 mg/dl. Diperoleh F hitung ( 14,244 )

dengan F tabel ( 4,07 = 5%), jadi pada taraf kepercayaan 5

% F hitung > F tabel sehingga dinyatakan ada perbedaan

nyata antara keempat kelompok perlakuan. Hasil UJGD

menunjukkan ekstrak daun sambung nyawa efektif menurunkan

kadar kolesterol darah tikus diabetik. Kesimpulan

penelitian ini adalah ekstrak daun sambung nyawa efektif

menurunkan kadar kolesterol darah tikus diabetik. Namun

perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efek lain

ekstrak daun sambung nyawa bagi kesehatan (Nurwahyuni,

2006).

134

6. Rosella (Hibiscus sabdarifa Linn)

Berdasarkan uji praklinik, pemberian ekstrak kering

kelopak bunga rosella 500 dan 100 mg/kg pada tikus dengan

diet kolesterol tinggi selama 6 minggu dapat menurunkan

kadar kolesterol 22% dan 26%, sedangkan trigliserida 33%

dan 28%. Sementara kadar HDL tidak terkadi perubahan yang

nyata. Dan uji kinik menunjukkan ekstrak kering kelopak

bunga rosella 100 mg/hari selama 1 bulan dapat menurunkan

secara nyata kadar kolesterol total, menungkatkan kadar

HDL dan memperbaiki rasio TAG/HDL pada pasien dengan

sindrom metabolic, selain itu juga terjadi penurunan kadar

trigliserida. Rebusan kelopak rosella menurunkan kadar

trigliserida darah pada mencit yang mengalami

hiperlipidemia sebagai model hewan coba (Formularium obat

herbal asli Indonesia).

Kadar trigliserida kelinci yang diberi makan kolesterol

menurun 46-59% setelah diberi ekstrak bunga rosella selama

10 minggu, demikian juga kadar kolesterol total dan

kolesterol LDL menurun secara nyata jika dibandingkan

control. Minuman teh kelopak bunga rosella dapat

meningkatkan HDL-C secara bermakna pada pasien hipertensi,

hal ini sangat menguntungkan karena HDL-C merupakan factor

penjaga penyakit jantung koroner. Ekstrak bunga rosella

dalam bentuk kapsul 1.000 mg (40,1 mg antosianin, 20 mg

flavonoid, dan 28 mg polifenol) per hari yang diberikan

bersamaan dengan makanan selama satu bulan dapat

menurunkan kolesterol secara nyata 71,4% pasien dengan

135

rata-rata penurunan sebesar 12% (Vademikum tanaman obat

untuk saintifikasi jamu jilid 2).

7. Sambiloto (Andrographis paniculata Ness.)

Hasil penelitian yang dilakukan Emy Fatmawaty

menunjukkan bahwa ekstrak daun sambiloto (Andrographis

paniculata Ness.) berpengaruh terhadap kadar kolesterol

total, HDL, LDL dan trigliserida darah tikus (Rattus

norvegicus) diabetes. Dari lama pemberian ekstrak daun

sambiloto, pada pemberian selama 28 hari, merupakan lama

pemberian paling berpengaruh terhadap kadar kolesterol

total, HDL, LDL dan trigliserida hingga mendekati kadar

pada tikus kontrol (normal). Tetapi secara statistic

antara perlakuan 21 dan 28 hari pada kadar kolesterol

total, HDL dan trigliserida tidak mempunyai perbedaan

secara nyata. Hal ini menunjukkan bahwa kedua perlakuan

memiliki efektifitas yang sama pada kadar kolesterol

total, HDL dan trigliserida darah tikus (Fatmawaty, 2008).

8. Mengkudu (Morinda citrifolia)

Dari uji praklinik ekstrak buah, daun, dan akar

mengkudu menurunkan kadar kolesterol total dan

trigliserida, pada tikus dislipdemia yang diinduksi. Pada

tikus dislipdemia yang diinduksi diet tinggi lemak,

ekstrak buah, daun dan akar menyebabkan penurunan kadar

kolestero total, trigliserida, LDL kolesterol, indeks

aterogenik, dan rasio TC/HDL secara bermakna. Ekstrak akar

136

menyebabkan peningkatan HDL. Mekanisme antidislipdemi

Morinda citrifolia melalui beberapa cara antara lain inhibition

biosintesis, absorpsi, dan sekresi lipid diduga karena

adanya multiple antioksidan dalam mengkudu (Formularium

obat herbal asli Indonesia).

9. Jati Belanda (Guazuma ulmifoliae Lamk)

Dari Uji praklinik, efek antiobesitas daun jati belanda

telah diteliti oleh Rahardjo,dkk (2006), melalui aktivitas

penghambatan enzim lipase pancreas tikus putih jantan.

Enzim lipase berperan penting dalam hidrolisis lemak

menjadi asam lemak, gliserol, monoasiligliserol dan

diasiligliserol. Penghambatan enzim lipase pancreas dang

aster dapat menutup absorpsi lemak dan meningkatkan

ekskresi lemak lewat feses sehingga dapat digunakan untuk

mengatasi obesitas. Penelitian ini menggunakan ekstrak

etanol daun jati belanda konsentrasi 10, 20, dan 30%

sebanyak 0.5 mL/200 g bb/hari diberikan per oral sekali

sehari selama 30 hari dengan pembanding orsilat 2.16

mg/200 g bb/hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

ekstrak etanol daun jati belanda mampu menurunkan

aktivitas lipase pancreas secara nyata (Formularium obat

herbal asli Indonesia).

Penelitian lain mengenai daun jati belanda berdasarkan

hasil pemantapan efikasi khasiat dan keamanan produk

terpilih, yaitu ekstrak terpilih untuk pelangsing adalah

ekstrak klorofom karena ekstrak ini mempunyai efek samping

137

yang mempengaruhi deposit lemak, & secara in vitro enzim

lipase merupakan activator (bersama ekstrak heksana).

Ekstrak terpilih untuk penurun kolesterol adalah ekstrak

etanol, karena walaupun ekstrak kloform memiliki aktivitas

penurun kolesterol secara in vivo pada mencit lebih baik

dibandingkan air ( dan memliki efek yang tidak berbeda

nyata dengan ekstrak heksana) dan memiliki efek

hipokolesterolemia secara in vitro HMG – CoA reduktase yang

paling baik (bersama ekstrak steroid), namun secara in vivo

pada kelinci ekstrak terbaik adalah ekstrak etanol

(Latifah K.Darusman).

Sedangkan menurut penelitian Elin,dkk bahwa ekstrak air

daun jati belanda dengan dosis 50mg/kg bb mampu menghambat

peningkatan kadar kolesterol total dan LDL secara berbeda

bermakna terhadap control pada tikus jantan (Sukandar,

dkk, 2009).

10.Keji Beling (Stachytarpheta mutabilis)

Belum diketahui dan didapatkan penelitian mengenai

manfaat Keji Beling untuk penanganan Hiperkolesterolemia.

HIPERURISEMIA

Distribusi responden berdasarkan umur, yakni tertinggi

pada umur 50-59 tahun sebanyak 40 responden (35,1%), umur

lebih dari 60 tahun sebanyak 37 responden (32,5%), 40-49

tahun sebanyak 31 responden (27,2%), umur 30-39 tahun dan 20-

29 tahun masing-masing sebanyak 3 responden (2,6%).

Berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa penderita

138

Hiperurisemia laki-laki sebanyak 31 responden (27,2%) dan

perempuan sebanyak 83 responden (72,8%). Distribusi responden

Hiperurisemia menurut pekerjaan, paling tinggi adalah Ibu

Rumah Tangga yaitu sebanyak 59 responden (51,8%), Pegawai

swasta sebanyak 22 responden (19,3%), dan PNS sebanyak 17

responden (14,9%). Dari hasil pengkajian ini menunjukkan

bahwa penderita hiperurisemia banyak terjadi pada usia

lanjut. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di

wilayah kerja puskesmas Dr.Soetomo Surabaya, bahwa penyakit

radang sendi yaitu artritis pirai (asam urat) berjumlah 72

orang (8%), terdiri dari 34 (47,2%) wanita berumur >50 tahun,

25 (34,7%) wanita <50 tahun (Pipit Festy,dan Anis Rosyiatul

H., Afnan Aris). Selain itu penderita hiperurisemia pada

pengkajian ini adalah lebih banyak wanita dan menurut

pekerjaan yang paling tinggi adalah ibu rumah tangga karena

penelitian yang dilakukan di puskesmas ini sebagian besar

pasien yang berkunjung ke puskesmas adalah ibu-ibu. Jika

dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya

menunjukkan bahwa penderita asam urat lebih banyak terjadi

pada pria. Bagi wanita yang memasuki usia menopause dan

beberapa tahun sesudahnya akan mengalami berbagai keluhan dan

permasalahan kesehatan (Ali, 2003). Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Pipit Festy, dkk bahwa penyakit Artritis Pirai

(Asam Urat) merupakan salah satu penyakit yang banyak

dijumpai pada laki-laki usia antara 30-40 tahun, sedangkan

pada wanita umur 55-70 tahun, insiden wanita jarang kecuali

setelah menopause (Festy,dkk, 2010). Gout adalah penyakit

139

yang disebabkan oleh peningkatan konsentrasi asam urat dalam

cairan tubuh (hiperurisemia) dan adanya gangguan metabolisme

protein (Spector 1993). Gangguan asam urat ini diperkirakan

terjadi pada 840 dari setiap 100.000 orang, dan mewakili

sekitar 5% dari total penyakit radang sendi. Sekitar 90%

kasus diperkirakan terjadi akibat kelainan proses metabolisme

dalam tubuh (gout primer) dan umum diderita oleh laki-laki

berusia lebih dari 30 tahun. Sedangkan 10% lagi umumnya

diderita oleh wanita dan disebabkan oleh gangguan hormon.

Penderita hiperurisemia ini mengetahui menderita

hiperurisemia dari tenaga kesehatan sebanyak 43 responden

(37,7%) dan pemeriksaan laboratorium sebanyak 36 responden

(31,6%).

Dari hasil pengkajian yang dilakukan, menunjukkan bahwa

sebanyak 76 responden (64,9%) pernah menggunakan herbal untuk

menangani hiperurisemia yang diderita. Herbal yang paling

banyak diketahui masyarakat untuk penanganan hiperurisemia

adalah daun sirsak sebanyak 18 responden (15,8%) dan

sambiloto 10 responden (8,8%). Dimana sebanyak 30 responden

(39,47%) memperoleh herbal dari hasil menanam sendiri, serta

22 responden (28,95%) memperoleh dari pasar. Herbal yang

digunakan paling banyak dalam bentuk segar yaitu sebanyak 64

responden (80,26%) menggunakan dalam bentuk segar. Bagian

tanaman yang digunakan paling banyak adalah daun dengan cara

diramu yakni direbus lalu diminum yaitu sebanyak 76 responden

(66,7%). Berdasarkan pengkajian ini juga sebanyak 112

responden (98,2%) tidak merasakan adanya efek samping setelah

140

mengkonsumsi herbal. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar

herbal tidak memberikan efek samping jika dikonsumsi.

Berikut ini penelitian mengenai manfaat 10 jenis herbal

yang paling banyak digunakan oleh responden untuk menangani

hiperurisemia :

1. Daun Sirsak (Annona muricata L)

Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh para

ahli kesehatan berhasil mengungkap sebuah fakta, ternyata

ektrak daun buah sirsak terbukti efektif untuk mengobati

asam urat. Daun sirsak diketahui memiliki khasiat untuk

mengobati asam urat, karena daun sirsak mengandung beberapa

kandungan yang mampu mengatasi dan menstabilkan kadar purin

dalam tubuh. Daun sirsak ini tidak hanya pada buahnya saja

yang memiliki manfaat, namun ternyata daun sirsak jauh

lebih baik dan lebih baik dan lebih banyak manfaatnya. Daun

sirsak telah diteliti oleh ahli kesehatan dunia dan

diketahui mampu mengobati penyakit asam urat dengan cepat

dan efektif.

2. Sambiloto (Andrographis paniculata)

Berdasarkan hasil penelitian, sambiloto berguna sebagai

antiinflamasi. Penyakit yang dapat disembuhkan dengan

sambiloto adalah asam urat. Menurut uji praklinis,

sambiloto memiliki efek antiinflamasi, percobaan pada

mencit menunjukkan bahwa infuse daun 51,4 mg/100g bb secara

141

oral dapat meningkatkan antiiflamasi. Dari penelitian lain

yang dilakukan oleh Tahoma Siregar bahwa ekstrak alkohol

sambiloto mempunyai efek antiinflamasi terhadap udem yang

ditimbulkan dengan karagenin pada telapak kaki tikus

(Siregar, 1990).

3. Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight))

Daun salam dapat mengatasi asam urat. Flavonoid dalam

Daun salam dapat menurunkan kadar asam urat dalam tubuh.

Pada tahun 2008, Sriningsih, dari BPPT (Badan Pengkajian

dan Penerapan Teknologi), menemukan bahwa pada uji

praklinik, dosis Daun salam 20 mg/200 gram BB mampu

menurunkan kadar asam urat darah yang setara dengan

sintetik allopurinol dosis 2,7 mg/kg BB.

4. Buah Merah (Pandanus Conoideus)

Asam urat disebabkan karena terganggunya fungsi lever

sehingga lever memproduksi asam urat secara berlebihan.

Asam urat akhirnya tertampung di dalam ginjal menjadi batu

dan dibawa ke ujung-ujung jari tangan dan kaki serta

mengumpul di sana. Tokoferol dalam buah merah mengencerkan

darah dan memperbaiki sistem kerja lever. Sistem kerja

lever, setelah diperbaiki, memproduksi kadar asam urat yang

normal.

Ekstrak n-heksan buah merah lebih menunjukkan efek

imunostimulan dan efek toksik dibandingkan dengan ekstrak

etanol dan etil asetat. Ekstrak buah merah memiliki efek

142

imunostimulan terhadap sel limfosit pada konsentrasi yang

rendah (0,06875 mg/mL), dan dapat memberikan efek toksik

pada konsentrasi yang lebih tinggi (14,000 g/mL). Ekstrak

buah merah memberikan efek sitotoksik terhadap sel tumor

kelenjar susu, pada semua tingkat konsentrasi, dan paling

efektif pada konsentrasi 14,000 mg/mL (Kumala, dkk, 2006).

5. Kayu secan (Caesalpinia sappan L.)

Kayu secan dapat menghambat efek hialuronidase,

antikoagulan, antitrombus. Penelitian efek analgetik infusa

kulit kayu secang pada mencit putih dosis 225 mg/10 gBB

menunjukkan efek yang tidak berbeda dengan asetosal 0,25

mg/g BB dalam menekan rasa sakit akibat pemberian asam

asetat. Ekstrak etanol 70% kayu secang juga dilaporkan

dapat menurunkan kadar asam urat pada tikus hiperurisemia.

6. Labu Siam (Sechium edule)

Labu siam juga sangat baik bagi penderita asam urat.

Efek diuretik dari labu siam akan melancarkan pembuangan

air kecil, sehingga kelebihan asam urat dapat segera

dikeluarkan dari dalam tubuh (Poltekkes malang).

7. Daun Paliasa (Kleinhovia hospita Linn.)

Belum diketahui dan didapatkan penelitian mengenai

manfaat daun paliasa untuk penanganan hiperurisemia.

143

8. Mengkudu (Morinda citrifolia L)

Belum diketahui dan didapatkan penelitian mengenai

manfaat mengkudu untuk penanganan hiperurisemia.

9. Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)

Buah mahkota dewa dapat menurunkan kadar asam urat.

Kandungan antioksidan yang terdapat dalam buah mahkota dewa

mencegah tubuh kita terkena dampak radikal bebas sehingga

secara tidak langsung juga dapat menurunkan kadar asam

urat. Selain itu khasiat mahkota dewa yang lain adalah

sebagai obat leukimia dan mengobati berbagai pernyakit

kulit.

Dalam kulit buah mahkota dewa terkandung senyawa alkaloid,

saponin, dan flavonoid. Sedang dalam daunnya terkandung

alkaloid, saponin dan polyfenol. Flavonoid memiliki bermacam-macam

efek, antara lain sebagai imunostimulan (Maratani, 2006).

10. Miana / Iler (Coleus atropurpureus Benth)

Miana mengandung flavonoid, saponin dan polifenol dan

bermanfaat sebagai antiinflamasi. Hasil pemisahan fraksi-

fraksi infusa daun iler dengan menggunakan metode KLT

preparatif diperoleh empat buah fraksi. Efek antiinflamasi

terbaik diberikan oleh fraksi ketiga dari infusa, dengan

nilai persentase radang sebesar 40,17% dan nilai

persentase inhibisi radang sebesar 31,70%, pada dosis 50

144

mg/kg bb. Analisis kualitatif dengan spektrofotometer

ultraviolet menunjukkan bahwa senyawa tersebut mempunyai

gugus kromofor dengan panjang gelombang 321,2 nm dan 213,4

nm, sedangkan analisis kualitatif dengan spektrofotometer

inframerah menunjukkan bahwa senyawa tersebut mempunyai

gugus amina (NH2), alkil dan cincin aromatic (Tjitraresmi,

1995).

145

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Adapun yang menjadi kesimpulan dari kajian ini adalah :

1) Berdasarkan hasil pengkajian, penggunaan herbal untuk

Hipertensi cukup tinggi oleh masyarakat yaitu sebanyak 107

responden (75,6%).

2) Penggunaan herbal untuk DM yaitu sebanyak 46 responden

(80,7%).

3) Penggunaan herbal untuk Hiperkolesterolemia yaitu

sebanyak 56 responden (64,4%).

4) Penggunaan herbal untuk Hiperurisemia sebanyak 76

responden (64,9%).

V.2 Saran :

1) Menjadi tanggung jawab bersama BKTM, Dinkes Provinsi,

Dinkes Kota, Puskesmas, dan lintas sektor terkait untuk

meningkatkan Sosialisasi Penggunaan Herbal di Sarana

Kesehatan Formal dan Masyarakat.

2) Diharapkan agar masyarakat menggunakan Ramuan Herbal

berdasarkan Saintifikasi Jamu 2011, yaitu :

- Formulasi ramuan anti hipertensi

R/

146

Daun seledri 5 g → vasodilator (pelebaran pembuluh

darah)

Daun kumis kucing 3g → diuretik

Daun pegagan 3g → penurun tekanan darah

Daun meniran 3g → penambah daya tahan tubuh

Rimpang temulawak 3g → penyegar badan

Rimpang kunyit 3g → pelancar pencernaan & pengurang

rasa sakit

- Formulasi anti hiperkolesterol

R/

Daun jati belanda 5g → penekan nafsu makan, penekan

lipase pankreatik

Daun kemuning 3 g → penghambat kenaikan berat badan

Akar kalembak 5g → pencahar

Daun meniran 3g → penambah daya tahan tubuh

Rimpang temulawak 3g → penyegar badan

Rimpang kunyit 3g → pelancar pencernaan &

pengurang rasa sakit

- Formulasi hiperurisemia ( asam urat )

R/

Daun kapel 3g → anti oksidan kuat

Daun tempuyung 2g → diuretik lemah, urikosurik

Kayu secang 5g → penghambat xantin oksidase

Daun meniran 3g → penambah daya tahan tubuh

Rimpang temulawak 3g → penyegar badan

147

Rimpang kunyit 3g → pelancar pencernaan &

pengurang rasa sakit

- Formula anti diabetes militus

R/

Daun sambiloto 5g → penurun gula darah baik tipe

1 maupun tipe 2

Daun brotowali 5g → penurun gula darah

Daun meniran 3g → penambah daya tahan tubuh

Rimpang temulawak 3g → penyegar badan

Rimpang kunyit 3g → pelancar pencernaan &

pengurang rasa sakit

148