kajian herbal
Transcript of kajian herbal
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang, agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber
daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi. Guna
mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut, kebijakan
Kementerian Kesehatan diselenggarakan berdasarkan visi
“Masyarakat Sehat Yang Mandiri dan Berkeadilan”. Visi
Kementerian Kesehatan akan dicapai melalui misi :
1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui
pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat
madani.
2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin
ketersediaan upaya kesehatan.
3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya
kesehatan.
4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik
Dalam mewujudkan visi tersebut pemerintah melakukan
berbagai program pengembangan kesehatan tradisional dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu
revitalisasi pengembangan tanaman obat keluarga berperan
penting dalam menciptakan paradigma sehat di masyarakat.
1
Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan; dalam pasal 48 diatur bahwa salah
satu penyelenggaraan upaya kesehatan adalah pelayanan
kesehatan tradisional. Berdasarkan cara pengobatannya,
pelayanan kesehatan tradisional terbagi menjadi pelayanan
kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan dan
pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ramuan.
Indonesia merupakan negara yang kaya dengan keanekaragaman
hayati. Terdapat lebih kurang 30.000 jenis tanaman yang
tersebar di seluruh tanah air; sekitar 9.600 spesies
berkhasiat obat. Kurang lebih 300 spesies digunakan sebagai
bahan pengobatan tradisional oleh industri obat tradisional.
Oleh karena itu, keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia
merupakan aset dan sumberdaya yang harus dipelihara dan
dikelola untuk dapat menjadi warisan leluhur dan bermanfaat
bagi masyarakat guna pemeliharaan kesehatan.
Back to Nature, itulah slogan yang kerap kita dengar saat
kita berhadapan dengan dunia pengobatan. Tidak hanya
masyarakat awam, dokter sendiri pun punya impian bahwa
pengobatan medis modern ini bersinergi dengan alam, sehingga
memaksimalkan efek terapi dan mengecilkan, atau bahkan
meniadakan efek samping.
Di Indonesia pemanfaatan obat tradisional sudah dilakukan
masyarakat sejak dulu, dan menjadi warisan nenek moyang
secara turun temurun. Namun sebagai warisan nasional, obat
tradisional atau yang lebih dikenal sebagai obat asli
Indonesia (OAI) itu masih menghadapi hambatan besar untuk
2
memasuki pasar dunia dengan tingkat kepercayaan sebagai
sebuah produk obat. Hingga hari ini, sebagian besar OAI masih
dikategorikan hanya sebagai suplemen atau makanan tambahan.
Padahal, potensi yang dimiliki Indonesia dalam bidang OAI
sangat besar. Tidak kurang dari 5.131.100 spesies atau
sekitar 15,3% dari total spesies herbal dunia berada di
Indonesia. Hal demikian bisa terjadi karena Indonesia
merupakan wilayah tropis terbesar di dunia, sehingga tanaman-
tanaman tropis yang berkhasiat bisa tumbuh subur di mutiara
khatulistiwa ini. Problem utama penggunaan tanaman-tanaman
obat ini adalah bahwa saat ini hampir semua jamu tidak memuat
dosis yang rinci, sehingga sulit diawasi kemungkinan
terjadinya efek samping. Tentang hal ini, dosis kandungan
yang dimiliki produsen jamu berbeda-beda satu dengan lainnya.
Hal ini akibat cara peracikan jamu yang masih hanya
berdasarkan kepercayaan turun temurun. Kenyataan ini sangat
berbeda dengan cara penyajian obat modern yang memiliki
ukuran pasti, termasuk catatan efek samping yang mungkin
ditimbulkannya.
Masyarakat Indonesia mengenal dan memanfaatkan jamu
sebagai bagian dari upaya menjaga kesehatan. Penggunaan jamu
di masyarakat merupakan suatu kenyataan yang bersifat
empirik, untuk mencapai kesembuhan atau pemeliharaan dan
peningkatan taraf kesehatan serta diwariskan secara turun
temurun, dan tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat
tanpa dibuktikan secara ilmiah.
3
Permenkes nomor 003/Menkes/PER/2010 tentang Saintifikasi
Jamu dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan merupakan
usaha untuk memanfaatkan jamu dalam pelayanan kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat.
Saat ini gaya hidup kembali ke alam (back to nature) semakin
berkembang dan diminati oleh berbagai kalangan masyarakat,
terutama kalangan masyarakat perkotaan serta telah menjadi
perhatian masyarakat dunia. Menurut WHO, 80% populasi dunia
bergantung pada herbal medicine. Pertumbuhan pasar global
produk herbal medicine mencapai 10-15% setahun. Tahun 2009
nilai perdagangan obat tradisional di Indonesia mencapai
sekitar Rp 8,5 triliun.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2010, presentase penduduk Indonesia yang pernah mengkonsumsi
jamu pada semua kelompok umur laki-laki dan perempuan, baik
di pedesaan maupun perkotaan adalah sebanyak 59,12%, dimana
95% menyatakan bermanfaat untuk kesehatan.
Dari data hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007,
prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di
Indonesia adalah sebesar 31,7%. Di Sulawesi Selatan,
prevalensi Hipertensi adalah 29,0%, dan di kota Makassar
sebesar 23,5 %. Untuk penyakit Diabetes Mellitus, berdasarkan
data Riskesdas 2007, prevalensi nasional Penyakit Diabetes
Melitus adalah 1,1% (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
dan gejala). Di Sulawesi Selatan, Prevalensi penyakit DM
berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 0,5%
sedangkan prevalensi DM berdasarkan diagnosis dengan gejala
4
adalah sebesar 0,8%. Sedangkan di Kota Makassar Prevalensi DM
adalah sebesar 0,4%.
Berdasarkan hasil identifikasi pengobat tradisional di kota
Makassar tahun 2012 yang dilakukan oleh Balai Kesehatan
Tradisional Masyarakat (BKTM) Makassar, didapatkan data
jumlah pengobat tradisional yang memberikan pelayanan herbal
adalah sebanyak 54,8% dengan kasus yang banyak ditangani
adalah Hipertensi (33,33%), Asam urat (33,33%), Diabetes
Mellitus (30,3%), Rematik (27,2%), Kanker (18,2%), dan
Hiperkolesterol (15,1%).
Dari data hasil kunjungan pasien di Balai Kesehatan
Tradisional Masyarakat (BKTM) Makassar pada tahun 2011,
pasien yang mendapatkan pelayanan herbal adalah sebanyak
30,15% dari seluruh kunjungan. Pada tahun 2012 (Januari-
Juni), pasien yang mendapatkan pelayanan herbal sebanyak
44,5% dari seluruh kunujungan.
Dengan melihat perkembangan dan tingginya minat masyarakat
untuk mendapatkan pelayanan herbal, maka Balai Kesehatan
Tradisional Masyarakat (BKTM) Makassar akan melakukan
pengkajian untuk mengidentifikasi pemanfaatan herbal terhadap
penanganan hipertensi, diabetes mellitus,
hiperkolesterolemia, dan hiperurisemia oleh masyarakat di
kota Makassar.
I.2. Rumusan Masalah
5
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka disusun
rumusan masalah pada pengkajian ini yakni : “ Bagaimana
Gambaran Pemanfaatan Herbal terhadap Penanganan Hipertensi,
Diabetes Mellitus, Hiperkolesterolemia, dan Hiperurisemia
oleh Masyarakat di kota Makassar”.
I.3 Tujuan Pengkajian
1. Tujuan Umum
Adapun yang menjadi tujuan umum dalam pengkajian ini
adalah untuk Mendapatkan Gambaran Pemanfaatan Herbal
terhadap Penanganan Hipertensi, Diabetes Mellitus,
Hiperkolesterolemia, dan Hiperurisemia oleh Masyarakat di
kota Makassar.
2. Tujuan Khusus
Tujuan Khusus dari pengkajian ini adalah :
a. Mengidentifikasi pemanfaatan herbal terhadap penanganan
Hipertensi.
b. Mengidentifikasi pemanfaatan herbal terhadap penanganan
Diabetes Mellitus.
c. Mengidentifikasi pemanfaatan herbal terhadap penanganan
Hiperkolesterolemia.
d. Mengidentifikasi pemanfaatan herbal terhadap penanganan
Hiperurisemia.
I.4 Manfaat Pengkajian
Adapun yang menjadi manfaat dari pengkajian ini adalah :
6
1. Memperoleh data mengenai pemanfaatan herbal terhadap
penanganan hipertensi, diabetes mellitus,
hiperkolesterolemia, dan hiperurisemia oleh masyarakat di
kota Makassar.
2. Memperoleh data dasar untuk pengembangan pemanfaatan
herbal.
3. Sosialisasi tugas pokok dan fungsi BKTM Makassar kepada
mitra kerja, mitra binaan, dan masyarakat.
BAB II
METODE PENGKAJIAN
II.1 Alur Kegiatan
7
Masyarakat yangmemanfaatkan herbal di
Masyarakat yangmemanfaatkan herbal di
Masyarakat yangmemanfaatkan herbal di
Pengembangan TOGA /
Pelayanan herbal diPuskesmas / Masyarakat
II.2 Waktu dan Lokasi Pengkajian
Pengkajian ini dilakukan dari bulan Juni - Agustus tahun
2012 di wilayah kerja puskesmas di kota Makassar :
1. Puskesmas Tamalanrea
2. Puskesmas Tamamaung
3. Puskesmas Bara-Barayya
4. Puskesmas Jumpandang Baru
5. Puskesmas Pattingaloang
II.3 Jenis Pengkajian
Jenis pengkajian yang digunakan adalah survei yang
bersifat deskriptif, meliputi wawancara dengan menggunakan
kuesioner terhadap pasien (Hipertensi, DM,
Hiperkolesterolemia, Hiperurisemia) yang berkunjung ke
Puskesmas terpilih di Kota Makassar.
II.4 Populasi dan Sampel
a. Populasi
Yang menjadi populasi dalam pengkajian ini adalah seluruh
pasien (Hipertensi, DM, Hiperkolesterolemia,
Hiperurisemia) yang berkunjung di Puskesmas di Kota
Makassar.
b. Sampel
8
Sampel dipilih berdasakan quota sampling yaitu sebanyak 400
responden.
II.5 Alat dan Bahan
a. Kuesioner
b. ATK
c. Komputer dan Perangkat Pengolah Data
d. Buku Saku Herbal BKTM
II.6 Jalannya Pengkajian
a. Tahap persiapan :
1. Rapat persiapan
2. Penyusunan proposal
3. Presentasi proposal
4. Perbaikan proposal
5. Penetapan proposal
b. Tahap koordinasi
1. Pengurusan ijin ke Balitbangda Kantor Gubernur
Provinsi Sulawesi Selatan
2. Rapat koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kota Makassar
3. Rapat koordinasi dengan Puskesmas
c. Tahap pelaksanaan
Wawancara responden menggunakan kuesioner
II.7 Cara Pengumpulan Data
a. Data Primer
9
Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan
menggunakan kuesioner terhadap responden.
b. Data Sekunder
Data sekunder mencakup data dari Dinas Kesehatan Kota
Makassar, sumber-sumber tertulis , seperti buku-buku,
literatur, dan laporan hasil hasil penelitian yang
relevan dengan pengkajian ini mencakup data hasil WHO dan
riset kesehatan dasar (Riskesdas).
II.8 Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan adalah Analisa Univariat, yaitu
untuk menganalisis frekuensi masing-masing variabel
pengkajian.
II.9 Teknik Pengolahan dan Penyajian Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer
melalui program SPSS (Service Package for Social Science) versi 17
dan microsoft excel serta disajikan dalam bentuk tabulasi
dan narasi.
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1 Tinjauan Umum tentang Hipertensi
Menurut laporan Riskesdas 2007 (Riset Kesehatan Dasar
2007) prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%.11
Angka ini cukup tinggi dan bila tidak mendapat pengobatan
akan berakhir dengan kematian akibat serangan jantung, stroke
dan gagal ginjal. Itu sebabnya penyakit hipertensi sering
disebut the silent killer. Riskesdas merupakan hasil riset berbasis
komunitas dengan sampel rumah tangga dan anggota rumah tangga
yang dilaksanakan di 440 kabupaten/kota (dari jumlah
keseluruhan sebanyak 454 kabupaten/kota)yang tersebar di 33
provinsi di Indonesia pada tahun 2007 sehingga data dapat
mewakili populasi di tingkat kabupaten/kota di seluruh
Indonesia. Peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT) erat
kaitannya
11
dengan penyakit hipertensi baik pada laki-laki maupun pada
perempuan. Kenaikan berat badan (BB) sangat berpengaruh pada
mekanisme timbulnya kejadian hipertensi pada orang
yang obes akan tetapi mekanisme terjadinya hal tersebut belum
dipahami secara jelas namun diduga pada orang yang obes
terjadi peningkatan volume plasma dan curah jantung yang akan
meningkatkan tekanan darah (Sihombing, 2010).
Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya
peningkatan tekanan darah yang memberi gejala berlanjut pada
suatu target organ tubuh sehingga timbul kerusakan lebih
berat seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada
kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada
kerusakan pembuluh darah jantung) serta penyempitan ventrikel
kiri / bilik kiri (terjadi pada otot jantung). Selain
penyakit-penyakit tersebut, hipertensi dapat pula menyebabkan
gagal ginjal, penyakit pembuluh lain, diabetes mellitus dan
lain-lain. 2–4 Penderita hipertensi sangat heterogen, hal ini
membuktikan bahwa hipertensi bagaikan mozaik, diderita oleh
orang banyak yang datang dari berbagai sub-kelompok berisiko
di dalam masyarakat. Hipertensi dipengaruhi oleh faktor
risiko ganda, baik yang bersifat endogen seperti
neurotransmitter, hormon, dan genetik, maupun yang bersifat
eksogen, seperti rokok, nutrisi, stresor dan lain-lain. Di
seluruh dunia, hipertensi merupakan masalah yang besar dan
serius. Di samping karena prevalensinya yang tinggi dan
cenderung meningkat di masa yang akan datang, juga karena
tingkat keganasan penyakit yang diakibatkan sangat tinggi
12
seperti penyakit jantung, stroke, gagal ginjal dan lain-lain,
juga menimbulkan kecacatan permanen dan kematian mendadak.
Kehadiran hipertensi pada kelompok dewasa muda, sangat
membebani perekonomian keluarga, karena biaya pengobatan yang
mahal dan membutuhkan waktu yang panjang, bahkan seumur hidup
(Sugiharto, 2007).
Menurut WHO yang dikutip oleh Slamet Suyono (2001:253)
batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90
mmHg dan tekanan darah sama dengan atau lebih dari 160/95
mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Secara umum seseorang
dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah
sistolik/diastolik 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg).
Menurut Jan A. Staessen, et.al., Seseorang dikatakan
hipertensi apabila tekanan darah sistolik (TDS) ≥140 mmHg
atau tekanan darah diatolik (TDD) ≥ 90 mmHg. Beberapa tahun
lalu WHO memberi batasan TDS 130 – 139 mmHg atau TDD 85 – 89
mmHg sebagai batasan normal tinggi. Dengan makin banyaknya
penelitian tentang komplikasi hipertensi terhadap
Kardiovaskuler dan Ginjal, maka ditetapkan batasan tekanan
darah untuk hipertensi semakin rendah. Vasum et.al. dalam
penelitiannya bahwa tekanan darah normal tinggi
(prehipertensi) yaitu sistolik 130 s/d 139 mmHg, distolik 85
s/d 89 mmHg mempunyai risiko tinggi untuk kejadian
kardiovaskuler dibandingkan dengan kelompok tekanan darah
optimal sistolik < 120 mmHg dan distolik < 80mmHg. Secara
umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan
13
darah sistolik/diastolik 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg)
(Sugiharto, 2007).
Pencegahan hipertensi dilakukan melalui dua pendekatan :
i) intervensi untuk menurunkan tekanan darah dipopulasi
dengan tujuan menggeser distribusi tekanan darah kea rah yang
lebih rendah. Penurunan TDS sebanyak 2 mmHg di populasi mampu
menurunkan kematian akibat stroke, PJK, dan sebab lain
masing-masing sebesar 6%, 4% dan 3%. Penurunan TDS 3 mmHg
ternyata dapat menurunkan kematian masing-masing sebesar 8%,
5% dan 4%. (2) ii) strategi penurunan tekanan darah ditujukan
pada mereka yang mempunyai kecenderungan meningginya tekanan
darah, kelompok masyarakat ini termasuk mereka yang mengalami
tekanan darah normal dalam kisaran yang tinggi (TDS 130-139
mmHg atau TDD 85-89 mmHg), riwayat keluarga ada yang
menderita hipertensi, obsitas, tidak aktif secara fisik,atau
banyak minum alcohol dan garam. Berbagai cara yang terbukti
mampu untuk mencegah terjadinya hipertensi, yaitu
pengendalian berat badan, pengurangan asupan natrium kloride,
aktifitas alcohol, pengendalian stress, suplementasi fish oil
dan serat The 5-year primary prevention of hypertension meneliti
berbagai faktor intervensi terdiridari pengurangan kalori,
asupan natrium kloride dan alcohol serta peningkatan
aktifitas fisik. Hasil penelitian menunjukkan penurunan berat
badan sebesar 5,9 pounds berkaitan dengan penurunan TDS dan
TDD sebesar 1,3 mmHg dan 1,2 mmHg. Penelitian yang mengikut
sertakan sebanyak 47.000 individu menunjukan perbedaan asupan
sodium sebanyak 100 mmo1/hari berhubungan dengan perbedaan
14
TDS sebesar 5 mmHg pada usia 15-19 tahun dan 10 mmHg pada
usia 60-69 tahun. Meningginya TDS dan TDD, meningkatnya
sirkulasi kadar kateholamin, cortisol, vasopressin,
endorphins, andaldosterone, dan penurunan ekskresi sodium di
urine merupakan respons dari rangsangan stress yang akut.
Intervensipemnegdalian stress seperti relaksasi, meditasi dan
biofeedback mampu mencegah dan mengobati hipertensi (Budisetio,
2001).
Faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan atas yang tidak
dapat terkontrol (seperti keturunan, jenis kelamin, dan umur)
dan yang dapat dikontrol (seperti kegemukan, kurang olahraga,
merokok, serta konsumsi alkohol dan garam). Penderita
hipertensi yang sangat heterogen membuktikan bahwa penyakit
ini bagaikan mosaik, diderita oleh orang banyak yang datang
dari berbagai subkelompok berisiko didalam masyarakat. Hal
tersebut juga berarti bahwa hipertensi dipengaruhi oleh
faktor resiko ganda, baik yang bersifat endogen seperti
neurotransmitter, hormon dan genetik, maupun yang bersifat
eksogen seperti rokok, nutrisi dan stressor (Sigarlaki,
2006).
Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan
morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler dan ginjal. Dengan
menurunkan tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg, diharapkan
komplikasi akibat hipertensi berkurang. Klasifikasi
prehipertensi bukan suatu penyakit, tetapi hanya dimaksudkan
akan risiko terjadinya hipertensi. Terapi non farmakologi
antara lain mengurangi asupan garam. Olah raga, menghentikan
15
rokok dan mengurangi berat badan, dapat dimulai sebelum atau
bersamasama obat farmakologi.
III.2. Tinjauan Umum tentang Diabetes Mellitus
Dengan meningkatnya prevalensi diabetes melitus di
Indonesia dapat menimbulkan dampak negatif yaitu berupa
penurunan kualitas sumber daya manusia (SDM) terutama akibat
penyulit menahun yang ditimbulkannya. Kualitas SDM merupakan
unsur yang sangat penting dalam masa krisis ekonomi seperti
saat ini. Oleh karena itu diperlukan usaha-usaha agar SDM
tersebut tetap menjadi produktif tanpa adanya gangguan
penyakit yang berarti. Diabetes Melitus adalah penyakit
gangguan metabolisme karbohidrat karena defisiensi insulin
yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula dalam darah dan
adanya gula dalam urin (glukosuria) (Lely S., dan Indirawati,
2004).
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit gangguan
metabolisme yang bersifat khronis dengan karakteristik
hiperglisemia. Berbagai komplikasi dapat timbul akibat kadar
glukosa darah yang tidak terkontrol seperti neuropati,
hipertensi, Jantung koroner, retinopati, nepropati, gangren,
dl1. WHO mengestimasikan tahun 2000 terdapat 171 juta
penduduk dunia yang menderita DM dan pada tahun 2030 akan
menjadi 366 juta.2 Faktor lingkungan seperti merokok, kurang
olahraga, pola makan salah, kegemukan merupakan determinan
utama. Secara umum (nasional) pada Riskesdas 2007 didapatkan
bahwa obesitas sentral, hipertensi, merokok dan kegemukan
16
merupakan faktor risiko terjadinya hiperglisemia. Diabetes
Mellitus tidak dapat disembuhkan tetapi kadar glukosa darah
dapat dikendalikan melalui diet, olah raga, dan obat-obatan.
Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan
pengendalian DM yang baik. Sasaran pengendalian dengan
kriteria nilai baik antara lain glukosa darah puasa 80 -< 100
mg/dl, 2 jam sesudah makan 80 -144 mg/dl, A1C < 6,5%,
kolesterol total < 200 mg/dl, trigliserida < 150 mg/dl, IMT
18,5 -< 23 kg/m2 dan tekanan darah 130/80 mmHg.
Berdasarkan Riskesdas 2007 pada responden usia 15 tahun
ke atas didapat prevalensi DM 5,7%, diantaranya 1,5% telah
mengetahui dirinya menderita DM. Untuk mengendalikan faktor
risiko DM mencegah komplikasi perJu pengontrolan berat badan,
tekanan darah, diet dan olahraga. Analisis data pada
responden yang telah mengetahui dirinya menderita DM,
ternyata mempunyai pengendalian DM dengan kriteria tidak baik
seperti mempunyai kadar glukosa darah 2 jam sesudah makan >
144 mg/dl pada laki-Iaki 68% dan pada perempuan 81,1 %,
tekanan darah tidak terkontrol (>130/80) pada laki-Iaki 70%
dan pada perempuan 76,8%, IMT=23 pada laki-Iaki 60,8% dan
pada perempuan 66,9% (Mihardja, 2010).
III.3 Tinjauan Umum tentang Hiperkolesterolemia
Aterosklerosis merupakan suatu penyakit yang banyak
dibicarakan karena merupakan penyyebab utama morbiditas dan
mortalitas dari manifestasi klinis berupa penyakit jantung
koroner dan stroke, yang terjadi baik di negara maju maupun
17
di negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebab
aterosklerosis adalah multifaktor, antara lain: diabetes
mellitus, hipertensi, merokok, dan hiperkolesterolemia.
Hiperkolesterolemia didefinisikan sebagai keadaan dengan
peningkatan kadar kolesterol lebih dari nilai rujukan, namun
dianggap sebagai faktor risiko tinggi untuk keadaan penyakit
jantung koroner adalah apabila peningkatan kadar kolesterol ≥
240 mg/dl. Kolesterol yang paling berperan pada kejadian
aterosklerosis adalah small-dense LDL (Achmad, 2001).
Hiperkolesterolemia adalah kondisi saat konsentrasi
kolesterol di dalam darah melebihi batas normal. Kolesterol
adalah lipid ampifatik yang termasuk dalam golongan sterol
dan di dalam tubuh dapat ditemukan dalam bentuk bebas dan
ester dengan asam lemak. Kolesterol merupakan senyawa
penyusun membran dari sel hewan. Sterol ini telah terbukti
memiliki peranan penting dalam berbagai fungsi sel, termasuk
dalam penentuan fungsi enzim dan permeabilitas membran. Tidak
ada senyawa lain dari kelompok sterol yang dapat menggantikan
seluruh peran dari kolesterol pada membran sel mamalia.
Umumnya sel mamalia tidak dapat hidup saat tidak terdapat
kolesterol.
III.4 Tinjauan Umum tentang Hiperurisemia
Asam urat (AU) telah diidentifikasi lebih dari 2 abad
yang lalu, namun beberapa aspek patofisiologi dari
hiperurisemia tetap belum dipahami dengan baik. Selama
beberapa tahun hiperurisemia telah diidentifikasi bersama-
18
sama atau dianggap sama dengan gout, namun sekarang AU telah
diidentifikasi sebagai marker untuk sejumlah kelainan
metabolik dan hemodinamik. Dalam keadaan normal terdapat
keseimbangan antara pembentukan dan degradasi nukleutida
purin serta kemampuan ginjal dalam mengekskresikan AU.
Apabila terjadi kelebihan pembentukan atau hambatan
pengeluaran atau keduanya maka akan terjadi
peningkatan konsentrasi AU darah yang disebut dengan
hiperurisemia. Angka kejadian hiperurisemia di masyarakat dan
berbagai kepustakaan barat sangat bervariasi, diperkirakan
antara 2,3 - 17,6%, sedangkan kejadian gout bervariasi antara
0,16 - 1,36% (Wisesa dan Suastika, 2009).
Gout adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan
konsentrasi asam urat dalam cairan tubuh (hiperurisemia) dan
adanya gangguan metabolisme protein. Gangguan asam urat ini
diperkirakan terjadi pada 840 dari setiap 100.000 orang, dan
mewakili sekitar 5% dari total penyakit radang sendi. Sekitar
90% kasus diperkirakan terjadi akibat kelainan proses
metabolisme dalam tubuh (gout primer) dan umum diderita oleh
laki-laki berusia lebih dari 30 tahun. Sedangkan 10% lagi
umumnya diderita oleh wanita dan disebabkan oleh gangguan
hormon. Peningkatan produksi asam urat dapat terjadi karena
tingginya konsumsibahan pangan yang mengandung purin, atau
meningkatnya sintesa purin dalam tubuh, misalnya karena
adanya penyakit inborn errors of metabolism purine pada tumor.
Penurunan pengeluaran asam urat biasanya disebabkan oleh
adanya gangguan ginjal, pengaruh pemberian obat, atau
19
pengaruh beberapa jenis zat gizi yang dapat menghambat
pengeluaran asam urat (Uripi et al 2002). Kondisi kelaparan
juga dapat meningkatkan kadar asam urat darah dan urin. Hal
ini terjadi sebagai konsekuensi dari mobilisasi cadangan
protein dalam tubuh dan hambatan ekskresi asam urat oleh asam
laktat dan produk asam lainnya yang dihasilkan pada kondisi
kelaparan. Terdapat dua macam gout, yaitu gout primer dan
gout sekunder. Gout primer disebabkan oleh faktor genetik dan
lingkungan. Gout sekunder disebabkan oleh adanya komplikasi
dengan penyakit lain, seperti hipertensi dan
artherosklerosis. Pada kasus gout primer, selain ketiadaan
enzim hiposantin-guanin fosforibosil transferase yang
menyebabkan bertambahnya sintesa purin, ada juga pengaruh
faktor genetik yang dapat menyebabkan gangguan pada
penyimpanan glikogen atau defisiensi enzim pencernaan. Hal
ini menyebabkan tubuh lebih banyak menghasilkan senyawa
laktat atau trigliserida yang berkompetisi dengan asam urat
untuk dibuang oleh ginjal. Faktor lingkungan yang memicu
terjadinya gout primer adalah konsumsi makanan, alkohol, dan
obat-obatan. Konsumsi makanan yang tinggi kandungan purinnya
dapat meningkatkan kadar asam urat dalam urin antara 0,5-0,75
g/ml purin yang dikonsumsi. Konsumsi makanan yang tinggi
kadar lemaknya dapat mengganggu pengeluaran asam urat dari
ginjal, begitu juga dengan konsumsi alkohol. Gout juga dapat
terjadi akibat efek samping dari mengkonsumsi obat-obatan
tertentu, seperti antidiuretika, diuretika (furosemida dan
hidroklorotiazida), salisilat, etambutol, pirazinamit, dan
20
akibat penyalahgunaan obat pencahar (Vitahealth 2006). Asam
laktat yang diproduksi sebagai hasil dari aktivitas olahraga
atau gerakan fisik juga dapat menurunkan pengeluaran asam
urat. Namun, kenaikantersebut akan kembali normal dalam
beberapa jam kemudian. Pada gout sekunder, penderita
hipertensi dan hiperkolesterolemia cenderung mengalami
hiperurisemia. Hal ini disebabkan karena obat antihipertensi
yang dikonsumsi (terutama thiazide) diduga secara tidak
langsung mempengaruhi metabolisme lemak. Pengaruh ini
menyebabkan pengeluaran asam urat menjadi berkurang. Gout
juga dipicu oleh penyakit anemia kronis yang dapat mengganggu
metabolisme tubuh. Penyakit lain yang juga merupakan faktor
risiko bagi penyakit gout adalah diabetes mellitus dan
gangguan ginjal. Resistensi insulin pada sindrom metabolik
dan diabetes mellitus tipe 2 dapat meningkatkan kadar leptin
dalam tubuh. Leptin merupakan regulator konsentrasi asam urat
dalam darah. Peningkatan kadar leptin ini memicu terjadinya
hiperurisemia (Budianti, 2008)
III.5 Tinjauan tentang Herbal untuk Hipertensi
Pemanfaatan daun belimbing wuluh sebagai obat hipertensi
masih terbatas dan kebanyakan yang dimanfaatkan adalah buah
belimbing wuluh. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Hernani, et al (2005), pemberian ekstrak daun belimbing wuluh
terbukti dapat menurunkan tekanan darah hewan uji dan
terbukti lebih baik dibandingkan dengan pemberian ekstrak
buahnya. Ketika ekstrak buah diinjeksikan terhadap hewan uji,
21
daya kerja jantung meningkat dibandingkan bila menggunakan
ekstrak daun (Hidayanti, 2007).
Tujuan pengobatan hipertensi dengan tanaman obat adalah
mengobati hipertensi dengan memperbaiki penyebabnya sesuai
filosofi tanaman obat sebagai obat konstruktif, yaitu
memperbaiki/ membangun organ atau sistem yang rusak yang
mengakibatkan terjadinya hipertensi. Tetapi mengingat 90% -
95% penyebab hipertensi tidak diketahui (hipertensi esensial)
maka kerja dari tanaman obat dalam memperbaiki/membangun
organ/sistem yang rusak juga tidak diketahui. Sebagai
akibatnya, karena penyebab hipertensi yang tidak diketahui
ini dipastikan lebih dari satu penyebab maka terdapat banyak
tanaman obat yang ternyata cocok untuk banyak penderita yang
berbeda satu sama lain, penderita satu cocok dengan tanaman
tertentu dan penderita yang lain cocok dengan tanaman lain.
Namun demikian pada beberapa tanaman obat hipertensi dapat
diketahui fungsinya dalam menurunkan tekanan darah, seperti
antara lain :
- Diuretikum, sangat banyak jenis
- Anti-andrenergik
- Vasodilator
Tetapi selain fungsi-fungsi yang sudah diketahui
tersebut tidak diketahui fungsinya dalam memperbaiki/
membangun organ atau sistem yang rusak sebagai penyebab
sebenarnya dari hipertensi. Tanaman obat memiliki kelebihan
dalam pengobatan hipertensi karena umumnya tanaman obat
memiliki fungsi selain mengobati hipertensi juga mengobati
22
penyakit penyerta atau penyakit komplikasi sebagai akibat
tekanan darah tinggi. Tanaman obat yang penting untuk
hipertensi adalah Belimbing wuluh ((Averrhoa bilimbi L.), Boroco
(Celosia argentea Linn.), Ketepeng kecil ((Cassia tora Linn.), Sambiloto
(Andrographis paniculata Ness.), Sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour.)
Merr.), Seledri (Apium graveolens L.), dan Kumis kucing (Orthosiphon
stamineus Benth.) (Iskandar, 2007).
Telah dilakukan Saintifikasi Jamu pada tahun 2011 untuk
4 ramuan, yaitu ramuan anti hipertensi, anti diabetes
mellitus, anti hiperkolesterolemia, dan anti hiperurisemia.
Desain studi yang dilakukan adalah pre-post intervention
dengan besar sampel masing-masing 125 untuk efikasi dan 40
untuk keamanan. Lama studi yang dilakukan adalah 4 minggu.
Berikut ini formula hasil saintifikasi jamu :
- Formulasi ramuan anti hipertensi
R/
Daun seledri 5 g → vasodilator (pelebaran pembuluh
darah)
Daun kumis kucing 3g → diuretik
Daun pegagan 3g → penurun tekanan darah
Daun meniran 3g → penambah daya tahan tubuh
Rimpang temulawak 3g → penyegar badan
Rimpang kunyit 3g → pelancar pencernaan & pengurang
rasa sakit
- Formulasi anti hiperkolesterol
R/
23
Daun jati belanda 5g → penekan nafsu makan, penekan
lipase pankreatik
Daun kemuning 3 g → penghambat kenaikan berat badan
Akar kalembak 5g → pencahar
Daun meniran 3g → penambah daya tahan tubuh
Rimpang temulawak 3g → penyegar badan
Rimpang kunyit 3g → pelancar pencernaan &
pengurang rasa sakit
- Formulasi hiperurisemia ( asam urat )
R/
Daun kapel 3g → anti oksidan kuat
Daun tempuyung 2g → diuretik lemah, urikosurik
Kayu secang 5g → penghambat xantin oksidase
Daun meniran 3g → penambah daya tahan tubuh
Rimpang temulawak 3g → penyegar badan
Rimpang kunyit 3g → pelancar pencernaan &
pengurang rasa sakit
- Formula anti diabetes militus
R/
Daun sambiloto 5g → penurun gula darah baik tipe
1 maupun tipe 2
Daun brotowali 5g → penurun gula darah
Daun meniran 3g → penambah daya tahan tubuh
Rimpang temulawak 3g → penyegar badan
Rimpang kunyit 3g → pelancar pencernaan &
pengurang rasa sakit
24
III.6 Tinjauan tentang Herbal untuk Diabetes Mellitus
Obat diabetes mellitus oral yang digunakan pada
saat ini adalah golongan sulfonilurea, biguanida dan
acarbose. Saat ini beberapa tanaman di Indonesia telah
digunakan sebagai obat diabetes mellitus dan telah diteliti
secara ilmiah, antara lain sambiloto (Andrographis paniculata
Ness.), johar (Cassia siamea Lamk), dandang gendis
(Clinicanthus nutans Lindau), bawang putih (Allium sativum
L.) dan cecendet (Physalis minima L.) Selain Physalis
minima L. ada beberapa spesies Physalis yang terdapat di
Indonesia yaitu Physalis peruviana dan Physalis angulata. Di
daerah Jawa Barat Physalis angulata (ciplukan) telah
digunakan sebagai obat diabetes mellitus. Physalis angulata
L. (ciplukan) adalah tanaman semusim berupa herba dari
famili Solanaceae. Tanaman ini tumbuh di dataran rendah
hingga 1200m di atas permukaan laut, sebagai tumbuhan
pengganggu di ladang, kebun, semak dan ditepi
jalan.Kandungan senyawa kimia tumbuhan ini antara lain
alkaloid, flavonoid, saponin, fisalin A, fisalin B,
witafisalin A, witafisalin B, terpen dan asam sitrat.
Secara tradisional tumbuhan ini digunakan sebagai
pencahar, obat bisul, gusi berdarah, mulas, jantung
lemah, terkilir, perut nyeri, kencing nanah, kencing
manis (daun dan buahnya), susah kencing, ayan,
encok,kecacingan, radang saluran pernafasan, infeksi
kerongkongan, radang testis, diuretik, dan sakit kuning
dari buahnya yang telah masak (Sutjiatmo, dkk, 2011).
25
Berbagai jenis obat antidiabetik oral banyak ditemukan
di apotik dan biasanya tergolong obat yang mahal dan harus
terus menerus digunakan, hingga bagi yang tidak mampu sulit
memperolehnya. Di samping itu di daerah yang tidak mempunyai
apotik, obat untuk penyakit ini sulit ditemukan. Untuk itu
perlu dicarikan cara alternatif. Salah satunya adalah
menggunakan obat yang ada di sekitarnya yaitu dan tanaman
obat. Berbagai jamu-jamuan telah dipromosikan sebagai
antidiabetes, dan khasiatnya tersebar dari mulut ke mulut,
dengan bukti manfaatnya. Untuk lebih memberikan dasar bagi
bukti manfaatnya, dipandang sangat perlu untuk melakukan
penelitian, agar dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Mekanisme kerjanya mungkin tidak diketahui secara pasti,
namun dapat diperkirakan bahwa efeknya dalam menurunkan kadar
gula darah mungkin sama seperti obat-obat hipoglikemia oral
(Widowati, 1997).
Badan Pengawas Obat dan Makanan membagi pemanfaatan
tanaman obat dalam tiga strata, yaitu jamu, obat herbal
terstandar, dan fitofarmaka. Jamu dikembangkan dari warisan
yang dimiliki masyarakat suku bangsaIndonesia. Strata di atas
jamu adalah obat bahan alam atau obat herbal terstandar yang
bahan bakunya sudah dalam bentuk ekstrak dan aspek keamanan
serta khasiatnya telah teruji pada hewan percobaan yang
dikenal sebagai uji praklinik. Strata teratas dalam dalam
industri OT atau farmasi adalah produk fitofarmaka, dalam
bentuk ramuan ekstrak, terutama untuk pelayanan kesehatan
formal, dan telah melalui uji klinik di instalasi pelayanan
26
kesehatan formal. Menurut keputusan Menkes RI No.761 tahun
1992, fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia
atau sediaan galenik yang memenuhi persyaratan yang berlaku.
Pemilihan ini berdasarkan atas, bahan bakunya relatif mudah
diperoleh, didasarkan pada pola penyakit di Indonesia,
perkiraan manfaatnya terhadap penyakit tertentu cukup besar,
memiliki rasio resiko dan kegunaan yang menguntungkan
penderita, dan merupakan satu-satunya alternatif pengobatan.
Sediaan obat tradisional yang digunakan masyarakat yang
saat ini disebut sebagai Herbal Medicine atau Fitofarmaka perlu
diteliti dan dikembangkan (Zein, 2005). Obat herbal adalah
tanaman atau bagian dari tanaman yang digunakan untuk
penambah rasa, pewarna, dan atau untuk penggunaan terapeutik.
Penggunaan yang paling sering adalah untuk perawatan
kesehatan. Tersedia dalam bentuk ekstrak kering atau dalam
keadaan masih segar untuk langsung dikonsumsi.
Penggunaan herbal pada pasien dengan perawatan medis
Dokter mungkin menghadapi pasien yang menggunakan obat
herbal, sehingga perlu menyadari diakuinya efek dari produk
herbal tersebut. Dokter perlu menyadari dampak buruk dari
kemungkinan buruk yang timbul dari interaksi antara obat
medis dengan herbal yang digunakan (Yaheya & Ismail, 2009).
Sebanyak 101 dari 657 sampel pasien rawat jalan di suatu
rumah sakit adalah pengguna sediaan herbal. Herbal yang
mereka gunakan termasuk di
27
dalamnya adalah Echinacea 21,8%, gingko biloba 13,9%, garlic 7,9%,
ginseng 6,9%.
Obat herbal untuk diabetes
Banyak penelitian membuktikan adanya efek hipoglikemik
dari suatu tanaman. Beberapa tanaman di antaranya seperti
berikut:
1) Mahkota dewa
Berdasarkan penelitian Saragih (2001) terbukti bahwa rebusan
daging buah segar mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.]
Boerl.) mampu menurunkan kadar glukosa darah secara bermakna
pada tikus yang menderita diabetes mellitus tergantung
insulin meskipun efek yang dihasilkan lebih rendah daripada
efek insulin. Perasan daging buah mahkuta dewa menghasilkan
efek hipoglikemik yang setara dengan tolbutamid pada tikus
yang menderita diabetes mellitus yang tidak tergantung
insulin. Dari kedua penelitian tersebut menggambarkan bahwa
daging buah makutadewa mampu menurunkan kadar glukosa darah
tikus percobaan yang menderita diabetes mellitus baik
tergantung atau tidak tergantung insulin.
2) Ceplukan
Baedowi (1998) telah melakukan penelitian terhadap ciplukan
secara in vivo pada mencit. Dari penelitiannya tersebut,
didapatkan informasi bahwa ekstrak daun ciplukan dengan dosis
28,5 mL/kg BB dapat mempengaruhi sel β-insulin pankreas.
3) Sambiloto
Seluruh tanaman sambiloto dapat digunakan sebagai bahan
ramuan untuk mengatasi diabetes mellitus (Utami, 2003).
28
Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) mengandung
senyawa aktif andrografolida yang menurut Munawwara (2004)
mempunyai aksi seperti insulin. Penggunaan tumbuhan obat
tidak sesederhana yang dipikirkan orang selama ini. Semuanya
harus dipelajari dan memerlukan pengalaman tersendiri. Salah
mengenali tumbuhan obat yang dimaksud juga tidak akan
menyembuhkan penyakit. Apalagi, salah menggabungkan beberapa
tumbuhan obat yang khasiatnya berlawanan. Obat herbal seperti
obat-obat lainnya, tidak bisa dikonsumsi sembarangan. Tetap
ada dosis yang harus dipatuhi, seperti halnya resep dokter.
Buah mahkota dewa, misalnya, hanya boleh dikonsumsi dengan
perbandingan 1 buah dalam 3 gelas air. Buah mahkota dewa
segar yang dikonsumsi secara langsung, bisa menyebabkan
bengkak di mulut, sariawan, mabuk, kejang sampai pingsan.
Penggunaan tanaman obat harus berdasarkan asas manfaat dan
keamanan. Jika bermanfaat untuk penyembuhan penyakit, tetapi
tidak aman karena beracun, harus dipikirkan kemungkinan
timbulnya keracunan akut maupun keracunan kronis yang mungkin
terjadi.
III.7 Tinjauan tentang Herbal untuk Hiperkolesterolemia
Penanganan atau pencegahan terjadinya obesitas sangat
diperlukan agar penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan oleh
obesitas tersebut dapat dihindari. Penggunaan obat pelangsing
umumnya banyak dipilih untuk menangani dan mencegah
terjadinya obesitas. Bahan obat yang diperkenankan sebagai
pelangsing adalah obat-obat yang berfungsi mengurangi nafsu
29
makan, merangsang pembakaran lemak, dan menghambat penyerapan
lemak dalam batas tertentu (Birari & Bhutani 2007). Bahan
alam yang banyak digunakan untuk jamu pelangsing tubuh,
antara lain daun jati belanda, bangle, kemuning, lempuyang,
kunyit, temu ireng, dan kencur. Penggunaan obat pelangsing
tersebut biasanya dikonsumsi secara oral dalam bentuk pil
atau kapsul serta dapat juga dijadikan sebagai minuman jamu
tradisional. Jenis obat pelangsing lain yang saat ini sedang
dikembangkan cara pembuatannya adalah obat pelangsing
aromaterapi dari tumbuhan herbal yang diklasifikasikan
sebagai tumbuhan aromatik.
Kandungan senyawa kimia dalam tumbuhan yang berpotensi
sebagai pelangsing aromaterapi adalah minyak atsiri. Minyak
atsiri merupakan zat yang memberikan aroma pada tumbuhan yang
memiliki komponen atsiri dengan karakteristik tertentu.
Komponen aroma dari minyak atsiri cepat berinteraksi saat
dihirup. Nagai (2008) melaporkan pengaruh minyak esensial
terhadap saraf otonom menggunakan tikus di bawah anesthesis
uretan. Aroma dari minyak esensial jeruk dapat menstimulasi
saraf simpatis, mengendalikan jaringan adiposa putih dan
coklat, kelenjar adrenal dan ginjal, dan menghambat saraf
parasimpatis, serta mengendalikan perut. Mekanisme tersebut
menstimulasi saraf simpatik pada brown adipose tissue (BAT) dan
diduga menurunkan nafsu makan dan mengurangi bobot badan.
Jaringan adipose coklat (BAT) mengatur panas tubuh melalui
mekanisme termogenesis (Brees et al. 2008). Keharuman
ditunjukkan untuk mengubah indeks fisiologis, seperti suhu
30
tubuh, tekanan darah, dan glukosa darah melalui kontrol
aktivitas saraf otonom. Penelitian tentang potensi
aromaterapi sebagai pelangsing pernah dilakukan sebelumnya
oleh Anggraeni (2010) yang menyatakan bahwa senyawa β-
elemenon yang terkandung dalam minyak atsiri temulawak dapat
menurunkan bobot deposit lemak tikus putih Sprague-Dawley.
Bangle (Zingiber purpureum) merupakan salah satu tumbuhan
aromatik asli Indonesia (Gambar 1). Bangle memiliki beberapa
khasiat di antaranya sebagai obat lemah jantung, sakit
kepala, rematik, pencahar, penurun panas, peluruh kentut,
peluruh dahak, penyembuh sakit perut, cacingan, sakit kuning,
ramuan jamu wanita setelah melahirkan, mengatasi kegemukan
(Wijayakusuma et al. 1997), serta sebagai antioksidan dan
antiradang.
Sampai saat ini banyak obat yang digunakan untuk
penanganan hiperlipidemia, baik obat sintetik maupun obat
tradisional. Salah satu obat tradisional yang telah banyak
digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah tanaman jati
belanda. Jati belanda diklasifikasikan ke dalam divisi
Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledoneae,
bangsa Malvales, suku Sterculiaceae, marga Guazuma, jenis
Guazuma ulmifolia Lamk. Tanaman ini memiliki nama umum jati
belanda, dengan nama daerah jati londo (Jawa), jatus landi
(Sumatera), dan sinonim Guazuma tomentusa Kunth. Kandungan
kimia daun dan kulit batang jati belanda adalah alkaloid, dan
flavonoid, dengan kandungan utama pada daunnya adalah tanin.
Penggunaan tanaman jati belanda secara tradisional adalah
31
bagian daun sebagai pelangsing tubuh, biji sebagai obat
mencret, sembelit, karminatif, kulit batang sebagai
diaforetik, bengkak kaki, dan bagian buah/daun untuk obat
diare, batuk, nyeri perut, tonik, astringen.
Temugiring (Curcuma heyneana) merupakan tanaman obat yang
sering digunakan sebagai sebagai obat tradisional untuk
mengatasi hiperlipidemi. Temugiring merupakan suatu tanaman
yang bermarga Curcuma yang banyak terdapat di daerah tropis
termasuk di Indonesia umumnya hidup di daerah yang lembab dan
mudah dibudidayakan. Rimpang temu giring mengandung minyak
atsiri 0,8-3%, amilum, damar, lemak, tanin dan zat pahit, zat
warna kuning, saponin, dan flavonoid. Kurkumin atau bis-(4-
hydroxy-3-methoxy-cinnamoyl)-
methane, C12H20O6 adalah kristal berwarna kuning gelap tidak
larut dalam air atau eter, larut dalam alkohol. Kurkumin
memiliki sifat sebagai antioksidan. Ekstrak etanol rimpang
temugiring Ekstrak etanol rimpang temugiring (Curcuma
heyneanae Val.) dapat mencegah terjadinya peningkatan kadar
kolesterol total darah tikus putih jantan galur Wistar yang
diberi emulsi lemak sapi (Firmansyah, 2010) Biosintesis
kolesterol berkaitan juga dengan biosintesis trigliserida
(Widyaningsih, 2011).
Yang biasa dimanfaatkan untuk pengobatan kolesterol
tinggi adalah daun jati belanda (Guazuma ulmifolia), kemuning
(Murraya paniculata), dan tempuyung (Sonchus arvensis).
Daun jati belanda dipercaya bisa meluruhkan lemak dan
menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Tanaman yang berasal
32
dari negara Amerika beriklim tropis ini tumbuh secara liar di
wilayah tropis lainnya seperti di Pulau Jawa. Jati belanda
mengandung senyawa tannin, damar, triterpen, alkaloid,
karotenoid, flavonoid, dan asam fenol. Selain bisa menurunkan
kadar kolesterol, tanaman ini juga berkhasiat untuk
melangsingkan tubuh, astrigen, sebagai obat diare dan obat
batuk. Sedangkan kemuning mengandung atsiri, damar, tannin,
glikosida, dan meransin. Tanaman yang biasa tumbuh liar di
semak belukar, tepi hutan, atau ditanam sebagai tanaman hias
dan tanaman pagar ini bisa dipakai untuk mengobati radang
buah zakar napas (bronkhitis), infeksi saluran kencing,
kencing nanah, keputihan, sakit gigi, dan haid tidak teratur.
Juga untuk mengurangi lemak tubuh berlebihan, pelangsing
tubuh, nyeri pada tukak (ulkus), memar akibat benturan,
rematik, keseleo, digigit serangga dan ular berbisa, ekzema,
dan luka terbuka pada kulit. Tanaman tempuyung memiliki rasa
pahit dan bersifat mendinginkan. Pada prinsipnya semua bagian
tanaman ini bisa dimanfaatkan. Tapi, yang paling sering
adalah bagian daunnya. Penurun kadar kolesterol tinggi dengan
kandungan kimia saponin, flavonoida, politenol, alfa-
lactucerol, beta-lactucerol, manitol, inositol, kalium,
silika, dan taraksasterol adalah manfaat yang bisa didapatkan
dari daun tempuyung. Bila diramu, jati belanda, kemuning, dan
tempuyung bisa menjadi obat herbal untuk menurunkan kadar
kolesterol dalam darah.
Senyawa tanin dan musilago yang terkandung dalam daun
Jati belanda dapat mengendapkan mukosa protein yang ada di
33
dalam permukaan usus halus sehingga dapat mengurangi
penyerapan makanan. Dengan demikian proses obesitas
(kegemukan) dapat dihambat. Hasil penelitian tentang daun
jati belanda memperkuat penggunaannya secara ilmiah sebagai
tanaman obat. Ekstrak daun jati belanda yang diberikan secara
oral dengan konsentrasi 15 persen dan 30 persen dapat
menurunkan kadar kolesterol total serum kelinci. Sedangkan
hasil penelitian pada daun kemuning menunjukkan, pemberian
infus daun ini sebesar 10 persen, 20 persen, 30 persen, dan
40 persen sebanyak 0,5 ml pada mencit dapat menurunkan berat
badannya secara bermakna. Ini menunjukkan telah terjadi
peningkatan pembakaran lemak tubuh. Kolesterol merupakan
salah satu komponen dari lemak. Beberapa teori yang lain
menyebutkan bahwa khasiat daun jati belanda dan kemuning
adalah karena kandungan damarnya. Mekanismenya sebagai
berikut, kolesterol yang terbentuk menjadi asam empedu
berikatan dengan damar dan segera dieksresi melalui feses.
Cepatnya asam empedu dieksresikan oleh tubuh akan disertai
oleh cepatnya pembentukan asam empedu sehingga kolesterol
dalam tubuh segera diubah menjadi asam empedu. Dengan
demikian, proses ini akan mengurangi kadar kolesterol.
Sementara itu, bahan simplisia yang digunakan berkhasiat
meningkatkan metabolisme tubuh sehingga pembakaran timbunan
lemak dalam tubuh akan meningkat. Dengan demikian akan
mengurangi kadar lemak tubuh. Ini berarti akan mengurangi
terbentuknya kolesterol karena lemak merupakan faktor risiko
tinggi terhadap kolesterol. Karena merupakan bahan-bahan
34
alami, jika digunakan secara teratur dan terukur, herbal-
herbal ini bisa membantu menurunkan kadar kolesterol dalam
darah.
III.8 Tinjauan tentang Herbal untuk Hiperurisemia
Penggunaan obat-obatan sintetik seringkali menimbulkan
efek samping yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, sebagian
masyarakat mulai beralih untuk menggunakan tanaman obat yang
dianggap minim akan efek samping. Salah satu tanaman obat
yang banyak digunakan untuk mengobati asam urat adalah
tanaman akar kucing (Acalypha indica L.).Penelitian yang
berhubungan dengan tanaman ini sudah cukup banyak dan telah
dibuktikan keefektifannya untuk mengatasi asam urat, namun
hasilnya tidak sebanding dengan allopurinol.
Selain akar kucing, tanaman yang dapat digunakan untuk
menurunkan asam urat adalah rosella. (Hibiscus sabdariffa L.).
Berdasarkan penelitian oleh Kidpron, dengan mengkonsumsi
rosella,ditemukan penurunan kreatinin, asam urat, sitrat,
tartrat, kalsium, natrium, dan fosfat dalam urin pada 36 pria
yang mengkonsumsi jus rosella sebanyak 16-24 g/dL/hari.
Senyawa yang diduga berkhasiat untuk menurunkan asam urat
adalah senyawa flavonoid dikarenakan pada kaliks atau kelopak
rosella, ternyata ditemukan banyak senyawa flavonoid,
contohnya antosianin, hibisin, hibisetin, gosipetin,
sabdaretin, dan delfinidin (Astuti, 2011).
Tanaman kepel atau Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook.f. & Th.
Secara empirik telah digunakan sebagai obat bahan alam oleh
35
masyarakat. Secara ilmiah, penelitian pendahuluan aneka
kegunaan daun tanaman kepel (S. Burahol) biasa digunakan oleh
masyarakat dalam pengobatan asam urat. Hasil penelitian
menunjukkan pemberian infus daun kepel bisa menurunkan kadar
asam urat darah pada tikus (Susilowati, 2000) dan pada ayam
(Hening, 2002). Fraksi larut dan tidak larut petroleum eter
daun kepel dapat menyebabkan penurunan kadar asam urat
(Purwatiningsih dan Hakim).
Indonesia telah mengenal beberapa tanaman obat yang
diakui bisa digunakan untuk mengobati asam urat, antara lain
sambiloto, sidaguri, salam, kumis kucing, meniran, dan
anting-anting. Umumnya sifat-sifat farmakologis tanaman ini
adalah diuretik (peluruh kencing) dan antiradang, karena
dalam pengobatan modern pun, sifat-sifat obat sintetik yang
dimanfaatkan untuk mengobati asam urat adalah antiradang
(untuk mengurangi embengkakan akibat penumpukan kristal asam
urat) dan juga diuretik (untuk membantu pembuangan kelebihan
asam urat dalam darah agar tidak terus menumpuk di dalam
tubuh). Namun yang wajib Anda ingat, jika Anda sedang
menjalani pengobatan modern, Anda tidak dianjurkan untuk
menggunakan obat tradisional dalam waktu yang bersamaan,
karena bisa jadi dosisnya menjadi berlipat ganda sehingga
justru malah membahayakan. Berikut ini tanaman yang digunakan
untuk asam urat :
1. Sambiloto ( Andrographis panniculata )
Aslinya merupakan tanaman dari India . Di beberapa daerah
sambiloto dikenal juga dengan nama papaitan, ki peurat,
36
bidara, kayu mas, lang, ki pait, sampiroto, atau ki oray.
Sambiloto mengandung beberapa senyawa flavanoid, alkane,
keton, aldehid dan juga beberapa mineral seperti kalsium,
kalium dan natrium. Rasanya pahit, namun tanaman ini dikenal
sebagai antiradang, penghilang nyeri atau analgetik, dan juga
penawar racun. Bagian tanaman yang digunakan adalah seluruh
tanaman.
2. Sidaguri ( Sida rhombifolia )
Dikenal dengan nama daerah guri, siliguri, kahindu, sadagori,
otok-otok atau bitumu. Kandungan kimia yang sudah diketahui
adalah alkaloid, kalsium oksalat, tannin, saponin, fenol,
asam amino, minyak atsiri, zat phlegmatic untuk ekspektoran,
dan lubrikan. Akarnya mengandung alkaloid, steroid dan
aphredine. Sidaguri memiliki rasa manis, sedikit panas dan
sejuk. Dalam pengobatan, sidaguri digunakan sebagai
antiradang, peluruh kencing dan penghilang rasa sakit. Bagian
tanaman yang digunakan adalah akarnya.
3. Daun salam ( Eugenia polyanta )
dikenal masyarakat Indonesia sebagai bumbu masak karena
memiliki keharuman yang khas yang bisa menambah kelezatan
masakan nusantara. Daun salam rasanya kelat dan bersifat
astringent. Senyawa-senyawa seperti minyak atsiri,tannin dan
flavonoid banyak terdapat dalam daunnya. Untuk pengobatan
memang daunnya lah yang paling banyak digunakan, tetapi akar,
kulit dan buahnya pun berkhasiat sebagai obat.
4. Kumis kucing ( Orthosiphon aristatus )
37
Juga telah lama dikenal sebagai diuretik yang berkhasiat
sebagai penghancur batu saluran kencing. Rasanya manis
sedikit pahit, dulunya banyak tumbuh di selokan dan anak
sungai, namun sekarang tak sedikit orang yang gemar
menanamnya di pekarangan rumah. Garam kalium dalam tanaman
ini memang berkhasiat melarutkan batu ginjal, karenanya
banyak digunakan sebagai obat penghancur batu. Kandungan
sinsetin-nya bersifat sebagai antibakteri, dan tanaman ini
juga mengandung senyawa orthosiphonin kumis kucing glikosida.
Sifat diuretik tanaman ini berguna untuk membantu tubuh
membuang kelebihan asam urat lewat urin.
5. Meniran ( Phyllanthus niruri )
Saat ini terkenal sebagai tanaman obat yang dapat
meningkatkan daya tahan tubuh. Meniran juga dikenal dapat
membersihkan hati, sebagai antiradang, pereda demam, peluruh
kencing, peluruh dahak, peluruh haid, menjernihkan
penglihatan, serta menambah nafsu makan. Seperti halnya kumis
kucing, sifat diuretiknyalah yang digunakan untuk mengobati
asam urat. Rasanya pahit, sejuk dan bersifat astringen. Herba
ini berkhasiat sebagai antiradang, antibiotik, peluruh
kencing, pencahar dan penghenti perdarahan. Umumnya orang
menggunakan bagianakarnya untuk menangani penyakit asam urat.
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1
Distribusi Responden Menurut Jenis Penyakit di Kota Makassar
No
.Jenis Penyakit Jumlah
Persentasi
(%)1 Hipertensi 142 35.52 Diabetes
Mellitus
57 14.25
3 Hiperkolesterol 87 21.754 Hiperurisemia 114 28.5
Total 400 100 Sumber : Data Primer,2012
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi responden
berdasarkan jenis penyakit yaitu tertinggi adalah Hipertensi
sebanyak 142 responden (35,5%) dan terendah adalah Diabetes
Mellitus yaitu sebanyak 57 responden (14,25%)
Tabel 239
Distribusi Responden Menurut Nama Puskesmas di Kota Makassar
No
.
Nama Puskesmas Jumlah Persentasi
(%)1 Pattingalloang 86 21.52 Tamamaung 84 213 Tamalanrea 80 204 Jumpandangbaru 76 195 Bara-Baraya 74 18.5
Total 400 100 Sumber : Data Primer,2012
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi responden
berdasarkan sebaran di puskesmas yaitu tertinggi di puskesmas
pattingalloang sebanyak 86 responden (21,5%) dan terendah di
puskesmas bara-barayya yaitu sebanyak 74 responden (18,5%).
HIPERTENSI
Tabel 3Distribusi Responden Hipertensi Menurut Nama Puskesmas di Kota
Makassar
No
.Nama Puskesmas
Jumla
h
Persentasi
(%)1 Pattingalloang 33 23.22 Jumpandang Baru 30 21.13 Bara-baraya 27 19.04 Tamalanrea 26 18.35 Tamamaung 26 18.3
40
Total 142 100.0 Sumber : Data Primer,2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa berdasarkan
sebaran di puskesmas penderita hipertensi tertinggi di
Puskesmas Pattingalloang sebanyak 33 responden (23,2%) dan
terendah di Puskesmas Tamamaung dan Puskesmas Tamalanrea
masing-masing sebanyak 26 responden (18,3%).
Tabel 4Distribusi Responden Hipertensi Menurut Umur
No. Kelompok Umur JumlahPersentasi
(%)1 >=60 54 38.02 50-59 46 32.43 40-49 30 21.14 30-39 8 5.65 20-29 4 2.8
Total 142 100.0 Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa penderita
hipertensi tertinggi pada umur lebih dari 60 tahun dengan
jumlah penderita sebanyak 54 responden (38%), umur 50-59
tahun sebanyak 46 responden (32,4%), dan umur 40-49 tahun
sebanyak 30 responden (5,6%).
Tabel 5
41
Distribusi Responden Hipertensi Menurut Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin JumlahPersentasi
(%)1 Laki-Laki 32 22.52 Perempuan 110 77.5
Total 142 100.0 Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa penderita
hipertensi laki-laki sebanyak 32 responden (22,5%) dan
perempuan sebanyak 110 responden (77,5%).
Tabel 6Distribusi Responden Hipertensi Menurut Pekerjaan
No
.Pekerjaan Jumlah
Persentasi
(%)1 IRT 80 56.32 Swasta 23 16.23 Pensiunan 21 14.84 PNS 18 12.7
Total 142 100.0Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi
responden berdasarkan pekerjaan, paling tinggi adalah Ibu
Rumah Tangga yaitu sebanyak 80 responden (56,3%), Wiraswasta
sebanyak 23 responden (16,2%), dan Pensiunan sebanyak 21
responden (21%).
42
Tabel 7Distribusi Responden Hipertensi Menurut Pendidikan
No
.Pendidikan Jumlah
Persentasi
(%)1 tidak
tamat SD
7 4.9
2 SD 42 29.63 SMP 34 23.94 SMA 35 24.65 D3 6 4.26 S1 14 9.97 S2 4 2.8
Total 142 100.0Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa ditribusi
responden Hipertensi berdasarkan pendidikan terakhir yaitu
paling tinggi SD sebanyak 42 responden (29,6%), SMA sebanyak
35 responden (24,6%), SMP sebanyak 34 responden (23,9%), dan
terendah S2 sebanyak 4 responden (2,8%).
Tabel 8
43
Distribusi Responden Menurut Cara Mengetahui Menderita Hipertensi
No
.Jumlah
Persentasi
(%)1 Tenaga Kesehatan 113 79.62 Periksa Tekanan Darah
sendiri
20 14.1
3 Berdasarkan Keluhan 9 6.3Total 142 100.0
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden
hipertensi mengetahui menderita hipertensi dari tenaga
kesehatan sebanyak 113 responden (79,6%), melakukan
pemeriksaan tekanan darah sendiri sebanyak 20 responden
(14,1%) dan berdasarkan keluhan sebanyak 9 responden (6,3%).
Tabel 9Distribusi Responden Menurut Penggunaan Herbal
No
.Jumlah
Persentasi
(%)1 Ya 107 75.62 Tidak 35 24.6
Total 142 100.0Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 107
responden (75,6%) menggunakan herbal untuk menangani
44
hipertensi yang diderita dan sebanyak 35 responden (24,6%)
tidak pernah menggunakan herbal.
Tabel 10 Distribusi Responden Menurut Jenis Herbal yang diketahui untuk
Penanganan Hipertensi
No. Jenis Herbal JumlahPersentasi
(%)1 Daun sirsak 25 17.62 Kumis Kucing 18 12.73 Daun belimbing 18 12.74 Seledri 14 9.95 Bawang putih 10 76 Daun jarak 8 5.67 Labu siam 7 4.98 Sambiloto 7 4.99 Sambung Nyawa 6 4.210 Mentimun 5 3.511 Mengkudu 5 3.512 Daun pepaya 4 2.813 Daun salam 3 2.114 Daun jeruk 2 1.415 Rosella 2 1.416 kunyit 2 1.417 Jintan hitam 2 1.418 Daun bila 2 1.419 Pegagan 1 0.720 Teratai 1 0.7
45
21 Daun Tapak Dara 1 0.722 Biojanna 1 0.723 Daun kelapa 1 0.724 Daun Murbei 1 0.725 Daun gedi 1 0.726 Mahkota dewa 1 0.727 Daun Mangga 1 0.728 Daun pandan 1 0.7
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa jenis herbal
yang diketahui untuk penanganan Hipertensi paling banyak
adalah Daun Sirsak sebanyak 25 responden (17,6%), Kumis
kucing dan Daun Belimbing masing-masing sebanyak 18 responden
(12,7%), Seledri sebanyak 14 responden (9,9%), dan Bawang
putih sebanyak 10 responden (7%).
Tabel 11Distribusi Responden Menurut Cara Memperoleh Herbal untuk
Hipertensi
No.Jumla
h
Persentasi
(%)1 Menanam sendiri 55 51.42 Pasar 31 28.93 Tetangga 16 14.94 Toko obat/Apotik 3 2.85 Nakes lain 1 0.96 Pengobat
Tradisional
1 0.9
46
Total 107 100.0 Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa tanaman
herbal paling banyak diperoleh dengan Menanam Sendiri yaitu
sebanyak 55 responden (51,4%), diperoleh dari Pasar sebanyak
31 responden (28,9%), dan diperoleh dari tetangga sebanyak 16
responden (14,9%).
Tabel 12Distirbusi Responden Menurut Bentuk Herbal yang digunakan untuk
Penanganan Hipertensi
No
.Bentuk Herbal Jumlah
Persentasi
(%)1 Segar 104 97.19
2 serbuk dalam
kapsul
3 2.8
Total 107 100.0 Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden
Hipertensi paling banyak menggunakan herbal dalam bentuk
segar yaitu sebanyak 104 responden (97,19%) dan bentuk serbuk
dalam kapsul sebanyak 3 responden (2,8%).
Tabel 13Distribusi Responden Menurut Bagian Tanaman Herbal yang digunakan
Jenis
HerbalAkar
Batan
gDaun Bunga Biji Buah Umbi
Sediaan
Siap
Pakai
Batang
& DaunSeledri 1 6 7
47
(0,7%
)
(4,2%
) (4,9%)Kumis
Kucing
18
(12,7%) Pegagan 1 (0,7%) Daun
sirsak
25( 17,6
%)
Mentimun
5
(3,5%
)
Mengkudu
5
(3,5%
)
Sambung
Nyawa
6 (4,2%)
Bawang
putih
10
(7,0%
) Daun
papaya
4 (2,8%)
Biojanna
1
(0,7%) Daun jeruk 2 (1,4%) Daun salam 3 (2,1%) Sambiloto 7 (4,9%) Jintan
hitam
2
(1,4%) Daun bila 2 (1,4%) Teratai 1 (0,7%) Daun 18
48
belimbing (12,7%)Daun Tapak
Dara 1 (0,7%)
Labu siam
6
(4,2%
)
1
(0,7%
) Daun jarak 8 (5,6%) Daun
kelapa 1 (0,7%)
Rosella
2
(1,4%
) Daun
Murbei 1 (0,7%) Daun gedi 1 (0,7%)
Kunyit
2
(1,4%
) Mahkota
dewa 1 (0,7%) Daun
Mangga 1 (0,7%) Daun
pandan 1 (0,7%)
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian
besar bagian tanaman herbal yang digunakan adalah daun,
seperti pada Daun sirsak sebanyak 25 reponden (17,6 %), kumis
49
kucing dan daun belimbing masing-masing sebanyak 18 responden
(12,7%).
Tabel 14Distribusi Responden Menurut Cara Meramu Herbal
Jenis Herbal Direbus Diseduh Diperas Dilalap Dijustidak
diramu
Seledri
10
(7,0%) 1 (0,7%)
1
(0,7%)
2
(1,4%)
Kumis Kucing
18
(12,6%) Pegagan 1 (0,7%)
Daun sirsak
24
(16,9%) 1 (0,7%)
Mentimun
2
(1,4%)
3
(2,1%)
Mengkudu
1
(0,7%)
4
(2,8%
) Sambung
Nyawa 6 (4,2%)
Bawang putih 4 (2,8%) 1 (0,7%)
5
(3,5%)
50
Daun pepaya 4 (2,8%) Biojanna 1 (0,7%)Daun jeruk 2 (1,7%) Daun salam 3 (2,1%) Sambiloto 7 (4,9) Jintan hitam 2 (1,4%)Daun bila 2 (1,4%) Teratai 1 (0,7%) Daun
belimbing 17 (12%) 1 (0,7%) Daun Tapak
Dara 1 (0,7%)
Labu siam
4
(2,8%)
1
(0,7%)
2
(1,4%
) Daun jarak 8 (5,6%) Daun kelapa 1 (0,7%) Rosella 2 (1,4%) Daun Murbei 1 (0.7%) Daun gedi 1 (0,7%) kunyit 2 (1,4%) Mahkota dewa 1 (0,7%) Daun Mangga 1 (0,7%) Daun pandan 1 (0,7%)
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa paling banyak
herbal yang digunakan diramu dengan cara direbus yaitu Daun
Sirsak sebanyak 24 responden (16,9%), Kumis kucing sebanyak51
18 responden (12,6%), Daun belimbing sebanyak 17 responden
(12%), dan Seledri sebanyak 10 responden (7%).
Tabel 15Distribusi Responden Menurut Cara Menggunakan Herbal
No
.Penggunaan Jumlah
Persentasi
(%)1 Diminum 98 91.5
2 Dilalap 9 8.41
Total 107 100.0 Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa Herbal paling
banyak digunakan dengan cara diminum yaitu sebanyak 98
responden (91,5%) dan dilalap sebanyak 9 responden (8,41%).
Tabel 16Distribusi Responden Menurut Efek Samping yang Dirasakan Setelah
mengkonsumsi Herbal
No
.Jumlah
Persentasi
(%)1 Ya 6 5.6
2 Tidak
ada
101 94.39
Total 107 100.0Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 101
responden (5,6%) tidak merasakan adanya efek samping setelah
menggunakan herbal. Dan hanya sebanyak 6 responden (5,6%)
merasakan ada efek samping setelah menggunakan herbal.
52
Tabel 17Distribusi Responden Menurut Efek Samping Yang Terjadi Setelah
Mengkonsumsi Herbal
No
.Jumlah
Persentasi
(%)1 Mual 1 0,932 Keringat dingin 1 0,933 Ngilu
tulang/persendian
1 0,93
4 Sering bersendawa 1 0,935 Maag 1 0,936 Gatal-gatal 1 0,937 Tidak ada efek
samping
101 94,39
Total 107 100.0 Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa efek samping
yang dirasakan oleh 6 responden setelah mengkonsumsi herbal
yaitu mual sebanyak 1 responden (0,93%), keringat dingin
sebanyak 1 responden (0,93%), ngilu tulang sebanyak 1
responden (0,93%), sering bersendawa sebanyak 1 responden
(0,93%), maag sebanyak 1 responden (0,93%), dan gatal-gatal
sebanyak 1 responden (0,93%).
Tabel 18Distribusi Responden Menurut Cara Mengatasi Efek Samping yang
Terjadi Setelah Mengkonsumsi Herbal53
No
.Jumlah
Persentasi
(%)1 pemakaian
dihentikan
sementara
3 2,8
2 minum air putih 2 1,873 minum air kelapa 1 0,934 Tidak ada efek
samping
101 94,39
Total 6 100.0 Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 6
responden yang merasakan adanya efek samping, sebanyak 3
responden (2,8%) mengatasi efek samping dengan cara
menghentikan sementara pemakaian herbal, 2 responden (1,87%)
minum air putih, dan 1 responden (0,93%) minum air kelapa.
DIABETES MELLITUS
Tabel 19Distribusi Responden Diabetes Mellitus Menurut Nama Puskesmas di
Kota Makassar
No
.Nama Puskesmas Jumlah
Persentasi
(%)1 Jumpandang
Baru
14 24.6
2 Tamalanrea 13 22.83 Bara-baraya 12 21.1
54
4 Pattingalloang 11 19.35 Tamamaung 7 12.3
Total 57 100.0 Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa berdasarkan
sebaran di puskesmas penderita Diabetes Mellius tertinggi di
Puskesmas Jumpandangbaru sebanyak 14 responden (24,6%) dan
terendah di Puskesmas Tamamaung sebanyak 7 responden (12,3%).
Tabel 20Distribusi Responden Diabetes Mellitus Menurut Jenis Kelamin
No
.Jenis Kelamin Jumlah
Persentasi
(%)1 Laki-Laki 11 19.32 Perempuan 46 80.7
Total 57 100.0 Sumber: Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa penderita
Diabetes Mellitus laki-laki sebanyak 11 responden (19,3%) dan
perempuan sebanyak 46 responden (80,7%).
Tabel 21Distribusi Responden Diabetes Mellitus Menurut Umur
No
.Kelompok Umur Jumlah
Persentasi
(%)1 30-39 3 5.32 40-49 13 22.8
55
3 50-59 22 38.64 >=60 19 33.3
Total 57 100.0 Sumber: Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa penderita
Diabetes Mellitus tertinggi pada umur 50-59 tahun dengan
jumlah penderita sebanyak 22 responden (38,6%), umur lebih
dari 60 tahun sebanyak 19 responden (33,3%), dan umur 40-49
tahun sebanyak 13 responden (22,8%).
Tabel 22Distribusi Responden Diabetes Mellitus Menurut Pendidikan
No
.Pendidikan Jumlah
Persentasi
(%)1 tidak tamat SD 4 7.02 SD 15 26.33 SMP 10 17.54 SMA 21 36.85 D3 1 1.86 S1 5 8.87 S2 1 1.8
Total 57 100.0 Sumber: Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi
responden Diabetes Mellitus berdasarkan pendidikan terakhir
yaitu paling tinggi SMA sebanyak 21 responden (36,8%), SD
sebanyak 15 responden (26,3%), SMP sebanyak 10 responden
(17,5%), dan terendah D3 dan S2 masing-masing sebanyak 1
responden (1,8%). 56
Tabel 23Distribusi Responden Diabetes Mellitus Menurut Pekerjaan
No
.Pekerjaan
Jumla
h
Persentasi
(%)1 IRT 35 61.42 Pensiunan 9 15.83 PNS 7 12.34 Swasta 6 10.5
Total 57 100.0 Sumber: Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi
responden Diabetes Mellitus berdasarkan pekerjaan, paling
tinggi adalah Ibu Rumah Tangga yaitu sebanyak 35 responden
(61,4%), Pensiunan sebanyak 9 responden (15,8%), dan PNS
sebanyak 7 responden (12,3%).
Tabel 24Distribusi Responden Menurut Cara Mengetahui Menderita Diabetes
Mellitus
No
.
Jumla
h
Persent
asi1 Pemeriksaan
laboratorium
41 71.9
2 Tenaga kesehatan 14 24.63 Pemeriksaan sendiri 1 1.84 Keluhan 1 1.8
57
Total 57 100.0 Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden
mengetahui menderita Diabetes Mellitus dari hasil pemeriksaan
laboratorium sebanyak 41 responden (71,9%), pemeriksaan
tenaga kesehatan sebanyak 14 responden (24,6%) dan
berdasarkan keluhan serta pemeriksaan sendiri masing-masing
sebanyak 1 responden (1,8%).
Tabel 25Distribusi Responden Diabetes Mellitus Menurut Penggunaan Herbal
No
.Jumlah Persentasi (%)
1 Ya 46 80.72 Tidak 11 19.3
Total 57 100.0 Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 46
responden (80,7%) menggunakan herbal untuk menangani Diabetes
Mellitus yang diderita dan sebanyak 11 responden (19,3%)
tidak pernah menggunakan herbal.
Tabel 26
58
Distribusi Responden Menurut Cara Memperoleh Herbal
No
.
Jumla
h
Persentasi
(%)1 Menanam sendiri 21 45.652 Tetangga 10 21.743 dari keluarga 7 15.284 Pasar 5 10.875 Pengobat
Tradisional
2 4.3
6 Nakes lain 1 2.1Total 46 100.0
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa tanaman
herbal paling banyak diperoleh dengan Menanam Sendiri yaitu
sebanyak 21 responden (45,65%), diperoleh dari Tetangga
sebanyak 10 responden (21,74%), dan diperoleh dari Keluarga
sebanyak 7 responden (15,28%).
Tabel 27Distribusi Responden Menurut Jenis Herbal yang diketahui untuk
penanganan Diabetes Mellitus
No
.Jenis Herbal
Jumla
h
Persentasi
(%)1 Sambiloto 25 43.9%2 Brotowali 13 22.8%
59
3 Daun bila 5 8.8%4 Kayu Manis 2 3.5%5 Rosella 2 3.5%6 Daun Gedi 1 1.8%7 Meniran 1 1.8%8 Buah Mahoni 1 1.8%9 Buah Pinang 1 1.8%10 Daun Paliasa 1 1.8%11 Mengkudu 1 1.8%12 Ciplukan 1 1.8%13 Tapak Darah 1 1.8%14 Kapsul Cina 1 1.8%15 Akar Durian 1 1.8%16 Kulit Langsat 1 1.8%17 Sambung Nyawa 1 1.8%18 Daun Salam 1 1.8%19 Kunyit 1 1.8%20 Daun Waru 1 1.8%21 Daun Miana 1 1.8%22 Tidak Tahu Jenis
Herbal11 19.3%
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa jenis herbal
yang diketahui untuk penanganan Hipertensi paling banyak
adalah Sambiloto sebanyak 25 responden (43,9%), Brotowali
sebanyak 13 responden (22,8%), Daun bila sebanyak 5 responden
(8,8%), dan Rosella serta Kayu Manis sebanyak 2 responden
(3,5%). 60
Tabel 28Distribusi Responden Menurut Bentuk Herbal yang digunakan untuk
Penanganan Diabetes Mellitus
No
.Bentuk Herbal
Jumla
h
Presentasi
(%)1 Segar 42 91.302 Dikeringkan 3 6.523 Serbuk dalam
kapsul
1 2.17
Total 46 100.0 Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden
Diabetes Mellitus paling banyak menggunakan herbal dalam
bentuk segar yaitu sebanyak 42 responden (91,30%) dan dalam
bentuk dikeringkan sebanyak 3 responden (6,52%).
Tabel 29Distribusi Responden Menurut Bagian Tanaman Herbal yang digunakan
Jenis
HerbalAkar Batang Daun Bunga Biji Buah Umbi
Seluru
hKulit
Siap
PakaiSambilot
o
25
(43,9%) Brotowal
i
13
(22,8%
) Kayu
Manis
2
(3,5%)
61
Daun
Gedi
1
(1,8%) Meniran
1
(1,8%) Buah
Mahoni
1
(1,8%
) Buah
Pinang
1
(1,8%
) Daun
Paliasa
1
(1,8%) Mengkudu
1
(1,8%
) Ciplukan
1
(1,8%) Rosella
1
(1,8%
)
1
(1,8%
) Tapak
Darah
1
(1,8%
) Kapsul
Cina
1
(1,8%)Daun
bila
5
(8,8%) Akar
Durian
1
(1,8%
) 62
Kulit
Langsat
1
(1,8%
) Sambung
Nyawa
1
(1,8%) Daun
Salam
1
(1,8%) Kunyit
1
(1,8%
) Daun
Waru
1
(1,8%) Daun
Miana
1
(1,8%)
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian
besar bagian tanaman herbal yang digunakan adalah daun,
seperti pada Sambiloto sebanyak 25 reponden (43,9 %), Daun
Bila sebanyak 5 responden (8,8%), Gedi, Meniran, Paliasa,
Sambung Nyawa, Daun Salam, Daun Waru, dan Daun Miana masing-
masing sebanyak 1 responden (1,8%), dan Brotowali yang
digunakan adalah bagian batang sebanyak 13 responden (22,8%).
Tabel 30Distribusi Responden Menurut Cara Meramu Herbal
Jenis
Herbal Direbus
Dised
uh
Dipera
s
Dilala
p Dijus Tdk diramuSambiloto 24
(42,1%)
1
(1,8%
63
)Brotowali 13
(22,8%) Kayu Manis 1
(1,8%)
1
(1,8%) Daun Gedi 1
(1,8%) Meniran 1
(1,8%) Buah
Mahoni 1 (1,8%)Buah
Pinang
1
(1,8%) Daun
Paliasa
1
(1,8%) Mengkudu
1
(1,8%) Ciplukan
1
(1,8%
) Rosella 2
(3,5%) Tapak
Darah
1
(1,8%) Kapsul
Cina 1 (1,8%)Daun bila 5
64
(8,8%)Akar
Durian
1
(1,8%) Kulit
Langsat
1
(1,8%) Sambung
Nyawa
1
(1,8%) Daun Salam 1
(1,8%) Kunyit 1
(1,8%) Daun Waru 1
(1,8%) Daun Miana 1
(1,8%) Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa paling banyak
herbal yang digunakan diramu dengan cara direbus yaitu
Sambiloto sebanyak 24 responden (42,1%), Brotowali sebanyak
13 responden (22,8%), Daun bila sebanyak 5 responden (8,8%),
dan Rosella sebanyak 2 responden (3,5%).
Tabel 31Distribusi Responden Menurut Cara Menggunakan Herbal
No
.Jumlah
Persentasi
(%)1 Diminum 46 100.0
Total 46 100.0
65
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 46
responden yang menggunakan herbal untuk penanganan Diabetes
Mellitus, seluruh responden tersebut menggunakan herbal
dengan cara diminum yaitu sebanyak 46 responden (100%).
Tabel 32Distribusi Responden Menurut Efek Samping yang dirasakan Setelah
Mengkonsumsi Herbal
No
.
Jumla
h
Persentasi
(%)1 Ya 4 8.702 tidak ada efek
samping
42 91.30
Total 46 100.0 Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 42
responden (91,30%) tidak merasakan adanya efek samping
setelah menggunakan herbal. Dan hanya sebanyak 4 responden
(8,696%) yang merasakan ada efek samping setelah menggunakan
herbal.
Tabel 33 Distribusi Responden Menurut Efek Samping yang Terjadi Setelah
Mengkonsumsi Herbal
No
.Jumlah
Persentasi
(%)
66
1 Mual 1 2.172 Jantung berdebar 1 2.173 Nyeri lambung 2 4.354 Tidak ada efek
samping
42 91.3
Total 46 100.0 Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa efek samping
yang dirasakan oleh 4 responden setelah mengkonsumsi herbal
yaitu Nyeri lambung sebanyak 2 responden (4,35%), Mual dan
Jantung berdebar masing-masing sebanyak 1 responden (2,17%)
Tabel 34Distribusi Responden Menurut Cara Mengatasi Efek Samping Setelah
Mengkonsumsi Herbal
No
.Jumlah
Persentasi
(%)1 Pemakaian dihentikan
sementara
3 6.52
2 Ke pelayanan kesehatan 1 2.173 Tidak ada efek samping 42 91.3
Total 46 100.0 Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 4
responden yang merasakan adanya efek samping, sebanyak 3
responden (6,52%) mengatasi efek samping dengan cara
menghentikan sementara pemakaian herbal, dan 1 responden
(2,17%) ke pelayanan kesehatan.67
HIPERKOLESTEROLEMIA
Tabel 35Distribusi Responden Hiperkolesterolemia Menurut Nama Puskesmas di
Kota Makassar
No
.Nama Puskesmas
Jumla
h
Persentasi
(%)1 Tamamaung 20 23,02 Tamalanrea 19 21,83 Pattingalloang 18 20,74 Jumpandang Baru 17 19,55 Bara-baraya 13 14,9 Total 87 100,0
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa berdasarkan
sebaran di puskesmas penderita Hiperkolesterolemia tertinggi
di Puskesmas Tamamaung sebanyak 20 responden (23%) dan
terendah di Puskesmas Bara-baraya sebanyak 13 responden
(14,9%).
Tabel 36Distribusi Responden Hiperkolesterolemia Menurut Umur
No
.Umur
Jumla
h
Persentasi
(%)1 30-39 11 12,62 40-49 33 37,9
68
3 50-59 23 26,44 ≥60 20 23
Total 87 100 Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa penderita
Hiperkolesterolemia tertinggi pada umur 40-49 tahun dengan
jumlah penderita sebanyak 33 responden (37,9%), umur 50-59
tahun sebanyak 23 responden (26,4%), dan umur ≥60 tahun
sebanyak 20 responden (23%).
Tabel 37Distribusi Responden Hiperkolesterolemia Menurut Jenis Kelamin
No
.Jenis Kelamin
Jumla
h
Persentasi
(%)1. Laki-Laki 14 16,12. Perempuan 73 83,9
Total 87 100,0 Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa penderita
Hiperkolesterolemia laki-laki sebanyak 14 responden (16,1%)
dan perempuan sebanyak 73 responden (83,9%).
69
Tabel 38Distribusi Responden Hiperkolesterolemia Menurut Pekerjaan
No
.Pekerjaan
Jumla
h
Persentasi
(%)1 IRT 48 55,22 PNS 23 26,43 Swasta 11 12,64 Pensiunan 5 5,7
Total 87 100,0 Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi
responden Hiperkolesterolemia berdasarkan pekerjaan, paling
tinggi adalah Ibu Rumah Tangga yaitu sebanyak 48 responden
(55,2%), PNS sebanyak 23 responden (26,4%), dan Pegawai
Swasta sebanyak 11 responden (12,6%).
Tabel 39Distribusi Responden Hiperkolesterolemia Menurut Pendidikan
No
.Pendidikan
Jumla
h
Persentasi
(%)1. tidak tamat SD 3 3,42. SD 20 23,03. SMP 18 20,74. SMA 24 27,65. D3 4 4,6
70
6. S1 14 16,17. S2 4 4,6 Total 87 100,0
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi
responden Hiperkolesterolemia berdasarkan pendidikan terakhir
yaitu paling tinggi SMA sebanyak 24 responden (27,6%), SD
sebanyak 20 responden (23%), SMP sebanyak 18 responden
(20,7%), dan S1 sebanyak 14 responden (16,1%).
Tabel 40Distribusi Responden Menurut Cara Mengetahui Menderita
Hiperkolesterolemia
No
.
Jumla
h
Persentasi
(%)1. Tenaga kesehatan 37 42,5
2.Pemeriksaan
Laboratorium43 49,4
3. Keluhan 7 8,0 Total 87 100,0
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden
mengetahui menderita Hiperkolesterolemia dari hasil
pemeriksaan laboratorium sebanyak 43 responden (49,4%),
71
pemeriksaan tenaga kesehatan sebanyak 37 responden (42,5%)
dan berdasarkan keluhan sebanyak 7 responden (8%).
Tabel 41Distribusi Responden Hiperkolesterolemia Menurut Penggunaan Herbal
No
.
Jumla
h
Persentasi
(%)1. Ya 56 64,42. Tidak menggunakan 31 35,6 Total 87 100,0
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 56
responden (64,4%) menggunakan herbal untuk menangani
Hiperkolesterolemia dan sebanyak 31 responden (35,6%) tidak
pernah menggunakan herbal.
Tabel 42Distribusi Responden Menurut Cara Memperoleh Herbal
No
.
Jumla
h
Persentasi
(%)
72
1 Menanam sendiri 28 502 Pasar 14 253 Nakes lain 4 7.144 Toko obat/Apotik 4 7.145 Dokter 4 7.146 Tetangga 2 3.57 Total 56 100,0
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa tanaman
herbal paling banyak diperoleh dengan Menanam Sendiri yaitu
sebanyak 28 responden (50%) dan diperoleh dari Pasar sebanyak
14 responden (25%).
Tabel 43Distribusi Responden Menurut Jenis Herbal yang diketahui untuk
penanganan Hiperkolesterolemia
No
.Nama Tanaman
Jumlah Yg
Mengetahu
i
Persentasi
(%)
1 Daun Sirsak 13 14,90%2 Daun Salam 12 13,80%3 Labu Siam 7 8,00%4 Kemuning 6 6,90%5 Sambung Nyawa 5 5,70%6 Bunga Rosella 4 4,60%7 Sambiloto 3 3,40%8 Mengkudu 3 3,40%9 Jati Belanda 2 2,30%
73
10 Keji Beling 2 2,30%11 Mentimun 2 2,30%12 Kunyit 2 2,30%13 Kunyit Putih 2 2,30%14 Daun Miyana 2 2,30%15 Daun Belimbing 2 2,30%16 Daun Kaca-Kaca 2 2,30%17 Kalembak 1 1,10%18 Bawang putih 1 1,10%19 Jintan Hitam 1 1,10%20 Mahkota Dewa 1 1,10%21 Tapak Dara 1 1,10%22 Daun Paliasa 1 1,10%23 Daun Mangga 1 1,10%24 Kumis Kucing 1 1,10%25 Daun Benalu 1 1,10%26 Daun Tapak Dara 1 1,10%27 Daun Gedi 1 1,10%28 Temulawak 1 1,10%29 Kencur 1 1,10%30 Wortel 1 1,10%31 Meniran 1 1,10%32 Daun Jarak 1 1,10%33 Daun Kelapa 1 1,10%34 Daun Murbei 1 1,10%
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa jenis herbal
yang diketahui untuk penanganan Hiperkolesterolemia paling74
banyak adalah Daun sirsak sebanyak 13 responden (14,9%), Daun
salam sebanyak 12 responden (13,8%), Labu siam sebanyak 7
responden (8%), Kemuning sebanyak 6 responden (6,9%), dan
Sambung nyawa sebanyak 5 responden (5,7%).
Tabel 44Distribusi Responden Menurut Bentuk Herbal yang digunakan untuk
Penanganan Hiperkolesterolemia
No
.
Jumla
h
Persentasi
(%)1. Segar 50 89.292. Dikeringkan 4 7.14
3.serbuk dalam
kapsul
1 1.79
4. Cairan 1 1.79 Total 56 100,0
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden
Hiperkolesterolemia paling banyak menggunakan herbal dalam
bentuk segar yaitu sebanyak 50 responden (89,29%) dan dalam
bentuk dikeringkan sebanyak 4 responden (7,14%).
Tabel 45Distribusi Responden Menurut Bagian Tanaman Herbal yang Digunakan
No Nama Akar Batan Daun Bunga Biji Buah Umbi Selur
75
. Tanaman
g uhJumla
h
Jumla
hJumlah
Jumla
h
Jumla
h
Jumla
h
Jumla
h
Jumla
h
1Jati
Belanda
2
(2,3%)
2 Kemuning 6
(6,9%)
3 Kalembak 1
(1,1%)
4 Daun Salam 12
(13,8%)
5Keji
Beling
2
(2,3%)
6Bawang
putih
1
(1,1%
)
7Daun
Belimbing
2
(2,3%)
8Daun Kaca-
Kaca
2
(2,3%)
9 Sambiloto 3
(3,4%)
10 Labu Siam 7
(8%)
11Jintan
Hitam
1
(1,1%
)
12Mahkota
Dewa
1
(1,1%
)
76
13Daun
Sirsak
1
(1,10
%)
13
(14,9%)
14 Tapak Dara
1
(1,10
%)
15 Mentimun
2
(2,3%
)
16Daun
Paliasa
1
(1,1%)
17Daun
Mangga
1
(1,1%)
18 Mengkudu
3
(3,4%
)
19Sambung
Nyawa
5
(5,7%)
20Bunga
Rosella
4
(4,6%
)
21Kumis
Kucing
1
(1,1%)
22Daun
Miyana
2
(2,3%)
23Daun
Benalu
1
(1,1%)
24Daun Tapak
Dara
1
(1,1%)
25 Daun Gedi 1
77
(1,1%)
26 Temulawak 1
(1,1%)
27 Kencur 1
(1,1%)
28 Wortel 1
(1,1%)
29 Kunyit
2
(2,3%
)
30Kunyit
Putih
2
(2,3%
)
31 Meniran
1
(1,1%
)
32 Daun Jarak 1
(1,1%)
33Daun
Kelapa
1
(1,1%)
34Daun
Murbei
1
(1,1%)
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian
besar bagian tanaman herbal yang digunakan adalah daun,
seperti pada Daun sirsak sebanyak 13 reponden (14,9%), Daun
salam sebanyak 12 responden (13,8%), Kemuning sebanyak 6
responden (6,9%), dan Sambung nyawa sebanyak 5 responden
(5,7%).
78
Tabel 46Distribusi Responden Menurut Cara Meramu Herbal yang digunakan
No
.
Nama
TanamanDirebus
Dised
uh
Diper
as
Dilal
apDijus
Tdk Diramu
(Sediaan
Siap Pakai)
Dipar
ut
JumlahJumla
h
Jumla
h
Jumla
h
Jumla
hJumlah
Jumla
h
1Jati
Belanda
2
(2,3%)
2Kemuning
6
(6,9%)
3Kalembak
1
(1,1%)
4Daun Salam
12
(13,8%)
5Keji Beling
2
(2,3%)
6 Bawang
putih
1
(1,1%
)
7Daun
Belimbing
2
(2,3%)
8Daun Kaca-
Kaca
2
(2,3%)
9Sambiloto
3
(3,4%)
10Labu Siam
7
(8%) 11 Jintan 1 (1,1%)
79
Hitam
12Mahkota
Dewa
1
(1,1%)
13Daun Sirsak
13(14,9
%)
14Tapak Dara
1
(1,1%)
15
Mentimun
2
(2,3%
)
16Daun
Paliasa
1
(1,1%)
17Daun Mangga
1
(1,1%)
18 Mengkudu
1
(1,1%
)
1
(1,1%
)
1
(1,1%
)
19 Sambung
Nyawa
4
(4,6%)
1
(1,1%
)
20 Bunga
Rosella
2
(2,3%)
1
(1,1%
)
21Kumis
Kucing
1
(1,1%)
22
Daun Miyana
1
(1,1%)
1
(1,1%
)
23Daun Benalu
1
(1,1%)
80
24Daun Tapak
Dara
1
(1,1%)
25Daun Gedi
1
(1,1%)
26Temulawak
1
(1,1%)
27Kencur
1
(1,1%)
28
Wortel
1
(1,1%
)
29
Kunyit
1
(1,1%)
1
(1,1%
)
30Kunyit
Putih
1
(1,1%)
1
(1,1%
)
31Meniran
1
(1,1%)
32Daun Jarak
1
(1,1%)
33Daun Kelapa
1
(1,1%)
34Daun Murbei
1
(1,1%)
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa paling banyak
herbal yang digunakan diramu dengan cara direbus yaitu Daun
sirsak sebanyak 13 reponden (14,9%), Daun salam sebanyak 12
81
responden (13,8%), Kemuning sebanyak 6 responden (6,9%), dan
Sambung nyawa sebanyak 4responden (4,6%).
Tabel 47Distribusi Responden Menurut Cara Menggunakan Herbal
No
.
Jumla
h
Persentasi
(%)
1. Diminum 55 98.212. Dilalap 1 1.79 Total 56 100,0
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 55
responden (98,21%) tidak merasakan adanya efek samping
setelah menggunakan herbal. Dan hanya sebanyak 1 responden
(1,79%) merasakan ada efek samping setelah menggunakan
herbal.
Tabel 48
Distribusi Responden Menurut Efek Samping yang dirasakan
Setelah Mengkonsumsi Herbal
82
No
.
Jumla
h
Persentasi
(%)1. Ya 2 3.572. tidak ada 54 96.43 Total 56 100,0
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 54
responden (96,43%) tidak merasakan adanya efek samping
setelah menggunakan herbal. Dan hanya sebanyak 2 responden
(3,57%) yang merasakan ada efek samping setelah menggunakan
herbal.
Tabel 49Distribusi Responden Menurut Efek Samping yang Terjadi Setelah
Mengkonsumsi Herbal
No
.
Jumla
h
Persentasi
(%)1. Mual 2 3.57
2.Tidak ada efek
samping54 96.43
Total 56 100,0 Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa efek samping
yang dirasakan oleh 2 responden setelah mengkonsumsi herbal
yaitu Mual (3.57%)
Tabel 50Distribusi Responden Menurut Cara Mengatasi Efek Samping Setelah
Mengkonsumsi Herbal
No
.
Jumla
h
Persentasi
(%)1. Pemakaian 1 1.79
83
dihentikan
sementara2. Minum air putih 1 1.79
3.Tidak ada efek
samping
54 96.43
Total 56 100,0 Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 2
responden yang merasakan adanya efek samping, sebanyak 1
responden (1,79%) mengatasi efek samping dengan cara
menghentikan sementara pemakaian herbal, dan 1 responden
(1,79%) meminum air putih.
HIPERURISEMIA
Tabel 51Distribusi Responden Hiperurisemia Menurut Nama Puskesmas di Kota
Makassar
No
.Nama Jumlah
Persentasi
(%)1 Tamamaung 31 27,22 Pattingalloang 24 21,13 Tamalanrea 22 19,34 Bara-baraya 22 19,35 Jumpandang Baru 15 13,2 Total 114 100,0
Sumber : Data Primer,2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa berdasarkan
sebaran di puskesmas penderita Hiperurisemia tertinggi di84
Puskesmas Tamamaung sebanyak 31 responden (27,2%) dan
terendah di Puskesmas Jumpandangbaru sebanyak 15 responden
(13,2%).
Tabel 52Distribusi Responden Hiperurisemia Menurut Jenis Kelamin
No
.Jenis kelamin Jumlah
Persentasi
(%)1 Laki-Laki 31 27,22 Perempuan 83 72,8 Total 114 100,0
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa penderita
Hiperurisemia laki-laki sebanyak 31 responden (27,2%) dan
perempuan sebanyak 83 responden (72,8%)
Tabel 53Distribusi Responden Hiperurisemia Menurut Umur
No
.Kelompok Umur Jumlah
Persentasi
(%)1 20-29 3 2,62 30-39 3 2,63 40-49 31 27,24 50-59 40 35,15 ≥60 37 32,5 Total 114 100,0
Sumber : Data Primer, 2012
85
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa penderita
Hiperurisemia tertinggi pada umur 50-59 tahun dengan jumlah
penderita sebanyak 40 responden (35,1%), umur lebih dari 60
tahun sebanyak 37 responden (32,5%), dan umur 40-49 tahun
sebanyak 13 responden (27,2%).
Tabel 54Distribusi Responden Hiperurisemia Menurut Pekerjaan
No
.Jenis Pekerjaan Jumlah
Persentasi
(%)1 IRT 59 51,82 Swasta 22 19,33 PNS 17 14,94 Pensiunan 15 13,25 tidak bekerja 1 0,9 Total 114 100,0
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi
responden Hiperurisemia berdasarkan pekerjaan, paling tinggi
adalah Ibu Rumah Tangga yaitu sebanyak 59 responden (51,8%),
86
Pegawai swasta sebanyak 22 responden (19,3%), dan PNS
sebanyak 17 responden (14,9%).
Tabel 55Distribusi Responden Hiperurisemia Menurut Pendidikan
No
.Tingkat Pendidikan Jumlah
Persentasi
(%)1 tidak tamat SD 7 6,12 SD 27 23,73 SMP 24 21,14 SMA 29 25,45 D3 9 7,96 S1 16 14,07 S2 2 1,8 Total 114 100,0
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi
responden Hiperurisemia berdasarkan pendidikan terakhir yaitu
paling tinggi SMA sebanyak 29 responden (25,4%), SD sebanyak
27 responden (23,7%) dan SMP sebanyak 24 responden (21,1%).
Tabel 56Distribusi Responden Mengetahui Menderita Hiperurisemia
No
.Jumlah
Persentasi
(%)1 Tenaga Kesehatan 43 37,72 Pemeriksaan 36 31,6
87
Laboratorium3 Keluhan 35 30,7 Total 114 100,0
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden
mengetahui menderita Hiperurisemia dari hasil pemeriksaan
tenaga kesehatan sebanyak 43 responden (37,7%), dari hasil
pemeriksaan laboratorium sebanyak 36 responden (31,6%) dan
berdasarkan keluhan sebanyak 35 responden (30,7%).
Tabel 57Distribusi Responden Hiperurisemia Menurut Penggunaan Herbal
No
.Biasa menggunakan Jumlah
Persentasi
(%)1 Ya 76 64,92 Tidak 38 33,3 Total 114 100,0
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 76
responden (64,9%) menggunakan herbal untuk menangani
Hiperurisemia dan sebanyak 38 responden (33,3%) tidak pernah
menggunakan herbal.
88
Tabel 58Distribusi Responden Menurut Cara Memperoleh Herbal
No
.
Asal Tanaman
HerbalJumlah
Persentasi
(%)1 Menanam sendiri 30 39.472 Pasar 22 28.953 Toko obat/Apotik 10 13.164 Tetangga 7 9.215 Tenaga kesehatan 2 2.63
6toko obat/apotek
dan pasar1 1.32
7 Penjual Jamu 1 1.328 Hutan 1 1.32
9tetangga dan tanam
sendiri1 1.32
10 Sungai 1 1.32 Total 76 100,0
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa tanaman
herbal paling banyak diperoleh dengan Menanam Sendiri yaitu
sebanyak 30 responden (39,47%), diperoleh dari Pasar sebanyak
22 responden (28.95%), dan diperoleh dari Toko obat/Apotik
sebanyak 10 responden (13,16%).
Tabel 5989
Distribusi Responden Menurut Jenis Herbal yang diketahui
untuk penanganan Hiperurisemia
No
.Nama Tanaman Jumlah
Persentasi
(%)1 Daun Sirsak 18 15,80%2 Sambiloto 10 8,80%3 Daun Salam 7 6,10%4 Buah Merah 7 6,10%5 Kayu Secan 6 5,30%6 Labu Siam 5 4,40%7 Daun Paliasa 5 4,40%8 Mengkudu 5 4,40%9 Mahkota Dewa 4 3,50%10 Daun Miyana 4 3,50%11 Kumis Kucing 4 3,50%12 Bunga Rosella 4 3,50%13 Sambung Nyawa 3 2,60%14 Daun Kaca-Kaca 3 2,60%15 Jahe 3 2,60%16 Buah Naga 3 2,60%17 Temulawak 2 1,80%18 Daun Belimbing 2 1,80%19 Akar Dewa 2 1,80%20 Daun Paria 2 1,80%21 Jintan Hitam 2 1,80%22 Sarang Semut 2 1,80%23 Daun Nanas 2 1,80%24 Tempuyung 1 0,90%
90
25 Daun Kepel 1 0,90%26 Daun Pepaya 1 0,90%27 Pasak bumi 1 0,90%28 Daun Gedi 1 0,90%29 Daun Jeruk 1 0,90%30 Keji Beling 1 0,90%31 Mentimun 1 0,90%32 Daun Sangga 1 0,90%33 Brotowali 1 0,90%34 Bawang Putih 1 0,90%35 Daun Waru 1 0,90%36 Daun lumut 1 0,90%37 Kunyit 1 0,90%38 Tapak Berduri 1 0,90%39 Meniran 1 0,90%
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa jenis herbal
yang diketahui untuk penanganan Hiperurisemia paling banyak
adalah Daun sirsak sebanyak 18 responden (15,80%), Sambiloto
sebanyak 10 responden (8,8%), Buah merah dan Daun salam
masing-masing sebanyak 7 responden (6,10%), dan Kayu secan
sebanyak 6 responden (5,3%).
Tabel 60Distribusi Responden Menurut Bentuk Herbal yang digunakan untuk
Penanganan Hiperurisemia
91
No
.
Bentuk Tanaman
HerbalJumlah
Persentasi
(%)1 Segar 61 80.262 Dikeringkan 8 10.53
3serbuk dalam
kapsul2 2.63
4 Cairan 4 5.26
5segar dan serbuk
dalam kapsul1 1.32
Total 76 100,0 Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden
Hiperurisemia paling banyak menggunakan herbal dalam bentuk
segar yaitu sebanyak 61 responden (80,26%), dalam bentuk
dikeringkan sebanyak 8 responden (10,53%), dan dalam bentuk
cairan sebanyak 4 responden (5,26%).
Tabel 61Distribusi Responden Menurut Bagian Tanaman Herbal yang digunakan
No
.
Nama
Tanaman
AkarBatan
gDaun Bunga Biji Buah Umbi
Seluru
hJumla
h
Jumla
hJumlah
Jumla
h
Jumla
hJumlah
Jumla
hJumlah
1Daun Kepel
1
(0,90%)
2
Kayu Secan
4
(3,50
%)
1
(0,90%)
3 Tempuyung 1
92
(0,90%)
4Daun Salam
7
(6,10%)
5
Labu Siam
1
(0,90%)
3
(2,60%
)
6
Akar Dewa
2
(1,80
%)
7
Sambiloto
1
(0,90
%)
9
(7,90%)
8Daun
Miyana
4
(3,50%)
9Daun Paria
2
(1,80%)
10Daun
Pepaya
2
(1,80%)
11 Daun
Sirsak
18
(15,80%
)
12
Buah Naga
2
(1,80%
)
13
Mengkudu
5
(4,40%
)
14
Pasak bumi
1
(0,90
%)
93
15 Jintan
Hitam
2
(1,80
%)
16 Bunga
Rosella
1
(0,90
%)
3
(2,60
%)
17
Daun Gedi
1
(0,90
%)
1
(0,90%)
18Daun
Paliasa
5
(4,40%)
19Daun Jeruk
2
(1,80%)
20Keji
Beling
1
(0,90%)
21
Mentimun
1
(0,90%
)
22 Mahkota
Dewa
3
(2,60%
)
23
Temulawak
2
(1,80
%)
24
Jahe
3
(2,60
%)
25 Daun
Sangga
1
(0,90
94
%)
26 Kumis
Kucing
3
(2,60%)
1
(0,90%
)
27Sambung
Nyawa
3
(2,60%)
28
Brotowali
1
(0,90
%)
29 Bawang
Putih
1
(0,90
%)
30Daun Waru
1
(0,90%)
31Daun
Belimbing
2
(1,80%)
32 Daun Kaca-
Kaca
2
(1,80%)
1
(0,90%
)
33Daun lumut
1
(0,90%)
34
Kunyit
1
(0,90
%)
35
Buah Merah
1
(0,90%
)
36 Sarang
Semut
1
(0,90
%)
1
(0,90
%)
95
37Daun Nanas
1
(0,90%)
38Tapak
Berduri
39
Meniran
1
(0,90%
)
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian
besar bagian tanaman herbal yang digunakan adalah daun,
seperti pada Daun sirsak sebanyak 18 responden (15,80%),
Sambiloto sebanyak 9 responden (7,9%) dan Daun salam sebanyak
7 responden (6,10%), sedangkan pada tanaman Kayu secan yang
banyak digunakan adalah bagian batang yaitu sebanyak 4
responden (3,50%).
Tabel 62Distribusi Reponden Menurut Cara Meramu Herbal
No
.
Nama
Tanaman
DirebusDisedu
h
Diper
as
Dilal
apDijus
Tdk
Diramu
(Sediaa
n Siap
Pakai)
Dipar
ut
Jumlah JumlahJumla
h
Jumla
h
Jumla
h
Jumla
h
Jumla
h
1Daun Kepel
1
(0,90%) 2 Kayu Secan 5
96
(4,40%)
3Tempuyung
1
(0,90%)
4Daun Salam
7
(6,10%)
5
Labu Siam
1
(0,90%)
2
(1,80
%)
1
(0,90
%)
6
Akar Dewa
1
(0,90%)
1
(0,90%
)
7Sambiloto
10
(8,8%)
8 Daun
Miyana
1
(0,90%)
1
(0,90%
)
2
(1,80
%)
9Daun Paria
2
(1,80%)
10Daun
Pepaya
2
(1,80%)
11 Daun
Sirsak
18
(15,80%
)
12
Buah Naga
1
(0,90
%)
1
(0,90
%)
13
Mengkudu
3
(2,60%)
0,90%
1
(0,90
%) 14 Pasak bumi 1
97
(0,90%)
15 Jintan
Hitam
2
(1,80%)
2
(1,80
%)
16 Bunga
Rosella
1
(0,90%)
4
(3,50%
)
17Daun Gedi
1
(0,90%)
18Daun
Paliasa
5
(4,40%)
19Daun Jeruk
1
(0,90%)
20Keji
Beling
1
(0,90%)
21
Mentimun
1
(0,90
%)
22Mahkota
Dewa
3
(2,60%)
23
Temulawak
2
(1,80
%)
24
Jahe
1
(0,90%
)
2
(1,80
%)
25Daun
Sangga
1
(0,90%)
26Kumis
Kucing
4
(3,50%)
98
27Sambung
Nyawa
3
(2,60%)
28Brotowali
1
(0,90%)
29Bawang
Putih
2
(1,80%)
30
Daun Waru
1
(0,90%)
1
(0,90%
)
31Daun
Belimbing
2
(1,80%)
32Daun Kaca-
Kaca
3
(2,60%)
33Daun lumut
1
(0,90%)
34Kunyit
1
(0,90%)
35Buah Merah
1
(0,90%)
36Sarang
Semut
1
(0,90%)
37Daun Nanas
1
(0,90%)
38Tapak
Berduri
1
(0,90%)
39Meniran
1
(0,90%)
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa paling banyak
herbal yang digunakan diramu dengan cara direbus yaitu Daun99
sirsak sebanyak 18 responden (15,80%), Sambiloto sebanyak 10
responden (8,8%), Daun salam masing-masing sebanyak 7
responden (6,10%), dan Kayu secan sebanyak 5 responden
(4,40%).
Tabel 63Distribusi Responden Menurut Cara Menggunakan Herbal
No
.Cara menggunakan Jumlah
Persentasi
(%)1 Diminum 74 97.372 Dikompres 2 2.63 Total 76 100,0
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 76
responden yang menggunakan herbal untuk penanganan
Hiperurisemia, sebanyak 74 reponden (97,37%) menggunakan
herbal dengan cara diminum dan sebanyak 2 responden (2,63%)
menggunakan dengan cara dikompres.
Tabel 64Distribusi Responden Menurut Efek Samping yang dirasakan Setelah
Mengkonsumsi Herbal
No
. Efek Samping Jumlah
Persentasi
(%)1 Ya 3 3.952 tidak ada 73 96.15 Total 76 100,0
Sumber : Data Primer, 2012100
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 73
responden (96,15%) tidak merasakan adanya efek samping
setelah menggunakan herbal dan sebanyak 3 responden (3,95%)
merasakan ada efek samping setelah menggunakan herbal.
Tabel 65Distribusi Responden Menurut Efek Samping yang Terjadi Setelah
Mengkonsumsi Herbal
No
.
Bentuk Efek
SampingJumlah
Persentasi
(%)1 Pusing 1 1.322 Diare 1 1.32
3ngilu
tulang/persendian1 1.32
4Tidak ada efek
samping73 96.15
Total 76 100,0 Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa efek samping
yang dirasakan oleh 3 responden setelah mengkonsumsi herbal
yaitu pusing, diare, dan ngilu tulang atau persendian masing-
masing sebanyak 1 responden (1,32%).
Tabel 66Distribusi Responden Menurut Cara Mengatasi Efek Samping Setelah
Mengkonsumsi Herbal
No
.Cara Mengatasi Jumlah Persentasi
1 pemakaian 3 3.85101
dihentikan
sementara
2Tidak ada efek
samping73 96.15
Total 76 100.0 Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 3
responden (3,85%) mengatasi efek samping dengan cara
menghentikan sementara pemakaian herbal.
PEMBAHASAN
102
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan, menunjukkan
bahwa distribusi responden berdasarkan jenis penyakit sebagai
berikut: Hipertensi 142 responden (35,5%), Hiperurisemia 114
responden (28,5%), Hiperkolesterolemia 87 responden (21,75%),
dan Diabetes Mellitus 57 responden (14,25%).
Berdasarkan sebaran Puskesmas responden yang diwawancara
sebagai berikut: Puskesmas Pattingalloang sebanyak 86
responden (21,5%), Puskesmas Tamamaung sebanyak 84 responden
(21%), Puskesmas Tamalanrea sebanyak 80 responden (20% ),
Puskesmas Jumpandangbaru sebanyak 76 responden (19%), dan
Puskesmas Bara-barayya sebanyak 74 responden (18,5%).
Distribusi pengambilan sampel hampir merata di setiap
Puskesmas karena frekuensi pengambilan responden sama untuk
semua Puskesmas.
HIPERTENSI :
Distribusi responden Hipertensi menurut umur yakni pada
usia 40-49 tahun sebanyak 30 responden (21,1%), umur 50-59
tahun sebanyak 46 responden (32,4%), dan tertinggi pada usia
60 tahun ke atas sebanyak 54 responden (38%). Hal ini
menunjukkan bahwa semakin meningkatnya umur, faktor resiko
untuk terkena penyakit hipertensi juga semakin meningkat.
Umur merupakan faktor risiko penyakit hipertensi yang tidak
dapat dicegah karena menurut penelitian semakin meningkat
umur seseorang maka semakin besar risiko terkena hipertensi.
Menurut Dede Kusmana dari Departemen Kardiologi Universitas
103
Indonesia (2007), bahwa umur penderita hipertensi antara 20-
30 tahun prevalensinya adalah 5-10%, umur dewasa muda
prevalensinya antara 20-25% dan umur diatas 50 tahun sekitar
60%. Menurut penelitian yang dilakukan Suyati (2005), di
Rumah Sakit Islam Jakarta, bahwa penderita hipertensi umumnya
berusia antara 36-50 tahun yaitu 56,7%. Sementara penelitan
Rasmaliah dkk (2005), di Desa Pekan Labuhan dan Nelayan Indah
Kecamatan Medan Labuhan mencatat bahwa penderita hipertensi
terbanyak pada umur 45-60 tahun sebesar 30,8%.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa penderita hipertensi
laki-laki sebanyak 32 responden (22,5%) dan perempuan
sebanyak 110 responden (77,5%). Dan berdasarkan pekerjaan,
paling tinggi adalah Ibu Rumah Tangga yaitu sebanyak 80
responden (56,3%), Wiraswasta sebanyak 23 responden (16,2%),
dan Pensiunan sebanyak 21 responden (21%). Sebagian besar
pasien yang datang di puskesmas pada saat dilakukan
pengkajian adalah wanita yang bekerja sebagai ibu rumah
tangga. Hal ini sesuai dengan hasil hasil survei kesehatan
rumah tangga (SKRT, 2001) di kalangan penduduk umur 25 tahun
ke atas menunjukkkan bahwa prevalensi penderita hipertensi
lebih tinggi pada wanita daripada laki-laki yaitu 27% laki-
laki dan 29% wanita menderita hipertensi (Sugiharto, 2007).
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dan wanita
masih terjadi kontroversi. Menurut beberapa penelitian
menunjukkan prevalensi hipertensi pada wanita lebih banyak
daripada pria tetapi beberapa penelitian lain menunjukkan
bahwa hipertensi lebih sering ditemukan pada kaum pria
104
daripada kaum wanita disebabkan pada umumnya yang bekerja
adalah pria, dan pada saat mengatasi masalah pria cenderung
untuk emosi dan mencari jalan pintas seperti merokok, mabuk
minum – minuman alkohol, dan pola makan yang tidak baik
sehingga tekanan darahnya dapat meningkat. Sedangkan pada
wanita dalam mengatasi, masih dapat mengatasinya dengan
tenang dan lebih stabil. Tetapi tekanan darah cenderung
meningkat pada wanita setelah menopause daripada sebelum
menopause, hal ini disebabkan oleh faktor psikologi dan
adanya perubahan dalam diri wanita tersebut. Bila ditinjau
perbandingan antara perempuan dan pria, ternyata terdapat
angka yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa
Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6%
untuk perempuan. Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan
17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta
didapatkan 14,6% pria dan 13,7% perempuan. Sedangkan menurut
hasil survei prevalensi dan faktor risiko penyakit tidak
menular oleh Dinas Kesehatan Provinsi jawa Tengah tahun 2006
menunjukkan bahwa pria lebih banyak menderita hipertensi
dibandingkan wanita, yaitu sebesar 22,9% dan perempuan 19,8%
(Aris Sugiharto). Sedangkan menurut Arif Mansjoer, dkk, pria
dan wanita menapouse mempunyai pengaruh yang sama untuk
terjadinya hipertensi. Menurut MN. Bustan bahwa wanita lebih
banyak yang menderita hipertensi dibanding pria, hal ini
disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita
(Sugiharto, 2007).
105
Dari hasil wawancara penderita hipertensi ditemukan
bahwa responden mengetahui menderita hipertensi, tertinggi
berdasarkan hasil pemeriksaan tenaga kesehatan 113 responden
(79,6%). Hal ini dikarenakan di kota Makassar sarana
pelayanan kesehatan tersebar merata dan ditunjang pula oleh
program pelayanan kesehatan gratis.
Penggunaan herbal pada penderita hipertensi mencakup 107
responden (75,6%). Hal ini memperlihatkan tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap herbal cukup tinggi. Namun jenis herbal
yang digunakan masih sangat bervariasi. Ada 28 jenis herbal,
dengan jenis terbanyak daun sirsak dikonsumsi oleh 25
responden (17,6%), daun belimbing oleh 18 responden (12,7%),
kumis kucing oleh 18 responden (12,7%), seledri oleh 14
responden (9,9%), dan bawang putih oleh 10 responden (7%).
Cara responden memperoleh herbal paling tinggi adalah dengan
menanam sendiri sebanyak 55 responden (51,4%), membeli di
pasar 31 responden (28,9%), dan diperoleh dari tetangga 16
responden (14,9%). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
herbal mudah dan murah bagi masyarakat. Bentuk herbal yang
digunakan secara umum adalah herbal segar, dikonsumsi oleh
104 responden (97,19%). Bagian tanaman yang paling banyak
digunakan adalah daun, diolah dengan cara direbus, dan cara
penggunaannya adalah dengan diminum, dilakukan oleh 98
responden (91,5%). Sebanyak 101 responden (94,39%) mengaku
tidak merasakan adanya efek samping setelah mengkonsumsi
herbal.
106
Berikut ini penelitian mengenai manfaat 10 jenis herbal
yang paling banyak digunakan oleh responden untuk menangani
Hipertensi :
1. Daun Sirsak (Annona muricata L.)
Daun sirsak mengandung minyak atsiri, sineol 50-65%, α-
pinen, limonene dan dipenten. Selain itu mengandung senyawa
asetoginin dan pada konsentrasi tinggi, senyawa asetoginin
memiliki keistimewaan sebagai antifeedent. Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Joshi UH,dkk dari Departemen
Farmakologi, RK College of Pharmacy, India bahwa ekstrak
daun tanaman sirsak dapat menurunkan tekanan darah dengan
mengurangi resistensi pembuluh darah perifer (Joshi UH,
2003).
2. Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus Benth)
Suatu penelitian tentang pengaruh pemberian campuran
ekstrak daun salam dan daun kumis kucing terhadap tekanan
darah 40 ekor tikus putih jantan yang dibuat hipertensi
dengan diberi Nacl 2,5%. Ekstrak campuran kedua tanaman
diberikan secara peroral dan pada hari ke-36 perlakuan,
tikus-tikus tersebut diukur tekanan darahnya secara
langsung. Ternyata formula campuran kedua bahan alam
tersebut memiliki efek penurunan tekanan darah tikus yang
efek maksimum dicapai pada dosis 100 mg/200 g bb.
Kemungkinan mekanisme penurunan tekanan darah terjadi
melalui efek diuretic keddua bahan, karena zat-zat terlarut
yang bersifat diuretic dapat menambah kecepatan pembentukan
107
urin dan meningkatkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut
dalam air. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi
cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan
sedemikian rupa sehingga cairan ekstrasel dan tekanan darah
kembali normal. Selain itu, hasil uji klinis campuran kumis
kucing dan juga seledri membuktikan efektivitasnya dalam
menurunkan hipertensi (Vademikum Tanaman Obat untuk
Saintifikasi Jamu).
Kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth), daunnya
mengandung alkaloida, saponin, flavonoida, polifenol.
Khasiat dan kegunaan daun ini sebagai diuretik, pelarut
kalsium oksalat,dan anti bakteri. Penggunaan sebagai anti
hipertensi adalah karena khasiat diuretik yang dimilikinya
(Handayani, 1997).
3. Daun Belimbing (Averrhoa bilimbi L.)
Uji anti hipertensi terhadap hewan uji menunjukkan bahwa
ekstrak belimbing yang telah dimurnikan ternyata mempunyai
efek penurunaan tekanan darah lebih tinggi dibandingkan
ekstrak kasar. Untuk durasi penurunan tekanan darah,
ekstrak yang telah dimurnikan mempunyai waktu lebih lama
dibandingkan ekstrak kasar. Ekstrak daun belimbing wuluh
yang telah dimurnikan mempunyai prospek untuk dikembangkan
sebagai obat antihipertensi; karena obat yang dikembangkan
dari bahan alam dinilai cukup aman bila dibandingkan obat
antihipertensi sintetik yang mempunyai efek samping yang
tidak diinginkan (Hernani, dkk, 2009).
108
Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) termasuk dalam famili
Oxadilaceae merupakan salah satu tanaman obat yang
berpotensi dimanfaatkan untuk obat antihipertensi. Telah
dibuktikan oleh Bipat et al., (2008) bahwa daun belimbing
wuluh dapat menurunkan tekanan darah melalui stimulasi
diuretik pada hewan babi, dan tidak mengamati langsung
penurunan tekanan darah setelah diberi larutan uji.
4. Seledri (Apium graveolens L)
Dari Uji praklinik yang dilakukan bahwa infusa daun
seledri 20; 40 % dosis 8 mL/ekor pada tikus putih dengan
pembanding furosemida dosis 1,4 mg/ekor, dapat memperbanyak
urin secara bermakna. Pemberian perasan daun seledri
menurunkan tekanan darah kucing sebesar 13-17 mm Hg.
Ekstrak daun seledri menurunkan tekanan darah kucing
sebesar 10-30 mmHg. Sedangkan uji klinik yang melibatkan 49
penderita hipertensi diberi tingtur (setara 2 g/ml ekstrak
herba seledri) 3 kali sehari 30-45 tetes. Hasilnya
memberikan efek terapetik pada 26,5%, efek moderat pada
44,9% dan tidak memberikan efek pada 28,6%. Penambahan madu
dan sirup pada jus herba segar dosis 40 ml/3 x sehari
menunjukkan efektivitas pengobatan pada 14 dari 16 kasus
hipertensi (Formularium Obat Herbal Asli Indonesia).
Dari penelitian pengaruh fraksi etanol air dan etil
asetat akar seledri (Apium graveolens L) terhadap darah tikus
hipertensi yang diinduksi dengan NaCl dan prednison, dapat
disimpulkan bahwa fraksi etanol air dosis 20 mg/kgbb dan 40
109
mg/kgbb dan fraksi etil asetat dosis 40 mg/kgbb dapat
menurunkan tekanan darah sistol, diastol, dan tekanan
arteri rata-rata pada tikus hipertensi secara signifikan
(P‹0,05) dengan potensi efek antihipertensi sebanding
dengan kaptopril 2,5 mg/kgbb (Siska, dkk, 2009).
Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa fraksi akar
seledri ini mempunyai aktivitas sebagai diuretik (Budiman,
2009; Zainudin, 2009). Diduga fraksi ini menurunkan tekanan
darah melalui mekanisme penurunan tahanan perifer pembuluh
darah tanpa menyebabkan penurunan laju jantung yang
berarti. Hal ini juga diperkuat oleh gejala lain yang
diamati selama percobaan, yakni terjadinya diuresis pada
tikus (data tidak ditampilkan). Terjadinya diuresis
menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi
dan menunjukkan peningkatan jumlah pengeluaran zat-zat
terlarut dan air. Sebagai akibatnya terjadi penurunan
cairan volume ekstrasel. Pada kondisi hipertensi, proses
diuresis akan menurunkan kadar natrium dalam cairan tubuh
dan dengan adanya efek vasodilatasi maka terjadi penurunan
resistensi perifer yang kemudian menurunkan tekanan darah
(Setiawati, 2004). Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa
fraksi akar seledri kecuali fraksi etil asetat dosis 20
mg/kgbb memiliki efek antihipertensi yang nyata dalam
menurunkan tekanan darah tikus hipertensi. Pada dosis yang
digunakan, fraksi mempunyai efek yang sebanding dengan
kaptopril dalam menurunkan tekanan darah sistol, tekanan
darah diastol, dan tekanan arteri rata-rata hewan
110
percobaan. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa akar
seledri merupakan tanaman obat yang mempunyai prospek yang
baik untuk dikembangkan sebagai obat antihipertensi
sehingga layak untuk diteliti lebih lanjut (Siska, dkk,
2009).
5. Bawang Putih (Allium sativum)
Bawang putih adalah obat ajaib untuk jantung. Bawang
putih memiliki efek yang baik pada semua sistem
kardiovaskular termasuk tekanan darah. Dalam studi klinis,
bawang putih telah terbukti menurunkan tekanan sistolik
20-30 mm Hg dan diastolik sebesar 10-20 mm Hg. Ketika
orang-orang dengan tekanan darah tinggi diberikan satu
siung bawang putih setiap hari selama 12 minggu, tekanan
darah diastolik mereka dan kadar kolesterol secara
signifikan berkurang. Makan satu siung bawang putih
ditemukan memiliki efek menguntungkan dalam mengelola
hipertensi. Mekanisme farmasi efek bawang putih terhadap
tekanan darah diyakini terkait dengan efek pada sistem
saraf otonom, sifat penurun lipid dan mengandung senyawa
kadar sulfur yang tinggi (Joshi UH, 2003).
Penelitian awal tentang efek hipotensif (penuruan
tekanan darah) dari ekstrak umbi bawang putih dilakukan
oleh Foushee et al. (1982). Perlakuan diberikan dengan dosis
0,1; 0,25; dan 0,5 ml/kg BB secara oral. Efek hipotensif
ekstrak mulai muncul 1 jam setelah perlakuan dan
menghilang 24 jam kemudian. Dosis 0,5 ml/kg BB merupakan
111
dosis perlakuan yang memiliki aktivitas hipotensif paling
tinggi. Ekstrak umbi bawang putih dengan dosis 2,4
g/individu/hari mampu menurunkan tekanan darah penderita
hipertensi. Penurunan tekanan darah muncul 5–14 jam
setelah perlakuan. Ekstrak tersebut mengandung allisin (3)
1,3%. Efek samping pada sukarelawan setelah perlakuan
tidak ditemukan (McMahon dan Vargas, 1993). Penelitian
juga menunjukkan bahwa pemanfaatan umbi bawang putih dalam
bumbu masakan dapat menekan peluang terkena hipertensi.
Rata-rata konsumsi umbi bawang putih 134 gram per bulan
dianjurkan untuk mencegah hipertensi (Qidwai et al., 2000).
Mekanisme penurunan tekanan darah diperkirakan berkaitan
dengan vasodilatasi otot pembuluh darah yang dipengaruhi
senyawa dalam ekstrak umbi bawang putih. Potensial membran
otot polos mengalami penurunan hingga nilainya negatif.
Hal ini menyebabkan tertutupnya Ca2+-channel dan terbukanya
K+-channel sehingga terjadi hiperpolarisasi. Konsekuensinya
otot akan mengalami relaksasi (Siegel et al., 1992). Senyawa
aktif umbi bawang putih yang diketahui mempengaruhi
ketersediaan ion Ca2+ untuk kontraksi otot jantung dan
otot polos pembuluh darah adalah kelompok ajoene (14-15).
Konsentrasi ion Ca2+-intraseluler yang tinggi dapat
menyebabkan vasokonstriksi yang menyebabkan hipertensi.
Senyawa aktif tersebut diperkirakan dapat menghambat
masuknya ion Ca2+ ke dalam sel, sehingga konsentrasi ion
Ca2+ intraseluler menurun dan terjadi hiperpolarisasi,
diikuti relaksasi otot. Relaksasi menyebabkan ruangan
112
dalam pembuluh darah melebar, sehingga tekanan darah turun
(Hermawan, 2003).
6. Daun Jarak.
Kami belum menemukan penelitian daun jarak dalam menangani
hipertensi.
7. Labu Siam (Sechium edule)
Buah dan daun Sechium edule Sw. mengandung saponin. Di
samping itu buahnya juga mengandung alkaloid dan tannin,
sedangkan daunnya mengandung flavonoida dan polifenol.
Kegunaan Labu Siam yaitu sebagai Diuretik, kandungan air
pada labu siam memiliki efek diuretik yang baik sehingga
melancarkan buang air kecil. Selain itu, labu siam dapat
menurunkan tekanan darah. Melalui urine yang banyak
terbuang akibat sifat diuretik dari labu siam, kandungan
garam di dalam darah pun ikut berkurang. Berkurangnya
kadar garam yang bersifat menyerap atau menahan air ini
akan meringankan kerja jantung dalam memompa darah
sehingga tekanan darah akan menurun. Kandungan alkoloidnya
berfungsi sebagai vasodilator. Oleh sebab itulah, labu
siam bisa menurunkan darah tinggi (Depkes RI, 2000).
Labu siam kaya akan Kalium yang berguna bagi tubuh untuk
mengendalikan tekanan darah, terapi darah tinggi, serta
membersihkan karbondioksida di dalam darah. Kalium juga
bermanfaat untuk memicu kerja otot dan simpul saraf.
Kalium yang tinggi juga akan memperlancar pengiriman
113
oksigen ke otak dan membantu memperlancar keseimbangan
cairan, sehingga tubuh menjadi lebih segar. Labu siam
memiliki efek diuretik, sehingga mampu menurunkan kadar
garam di dalam darah melalui pembuangan air seni.
Berkurangnya kadar garam yang bersifat menyerap atau
menahan air ini akan meringankan kerja jantung dalam
memompa darah, sehingga tekanan darah akan menurun
(Poltekkes Malang).
8. Sambiloto (Andrographis paniculata)
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Effendi gunawan
menunjukkan bahwa tekanan darah setelah minum cairan
infusa sambiloto sebesar106,3/68,7 mmHg, lebih rendah
daripada tekanan darah sebelum minum cairan infusa
sambiloto yaitu sebesar 118,0/77,5 mmHg (p<0,01).
Kesimpulan yang didapat adalah sambiloto menurunkan
tekanan darah (Gunawan, 2006).
Penelitian mengenai senyawa aktif sambiloto pertama kali
dilakukan oleh Boorsman. Pada tahun 1897, ia berhasil
mengisolasi kristal tidak berwarna, yang berasa pahit, dan
dinamai andrografida. Andrografida diekstraksi dengan
pelarut air dari berbagai bagian tanaman A. paniculata Ness.
Tahun 1910, Gorter melakukan ekstraksi dengan pelarut
etanol 95% sehingga berhasil mengisolasi senyawa berumus
molekul C20H30O5 lalu disebut andrografolid. Setelah itu
semakin banyak ditemukan senyawa aktif dari sambiloto
misalnya neoandrografolida, andrografisida, dan
114
andropanosida. Sama seperti andrografolida ketiganya
tergolong diterpen lakton (Anonim 2005). Turunan oksigen
dari senyawa-senyawa diatas juga terdapat pada sambiloto
seperti deoksiandrografolida, deoksipanikolin, mono o-
metilwitin, apigenin-7’-4-dimetileter,
dideoksiandrografolida (andrografonin) dan
deoksiandrografosida. Selain itu, telah pula ditemukan
beberapa turunan glikosida diterpena yang dinamai
neoandrografolida. Masih banyak pula senyawa minor lain
dengan kandungan tidak lebih dari 1%. Senyawa yang telah
berhasil diisolasi dari akar sambiloto antara lain senyawa
glikosida flavanon (andrografidin A) dan glikosida flavon
(WHO 1999). Efek Farmakologi tanaman sambiloto telah
digunakan selama berabad-abad untuk penawar racun bisa
ular, pengobatan infeksi saluran pernapasan, meningkatkan
kekebalan tubuh, dan menurunkan panas (Flach & Rumawas
1996. Winarto (2003) dalam bukunya mengutarakan beberapa
manfaat tanaman sambiloto lainnya, yaitu sebagai
antibakteri, antioksidan, antitumor, antiperadangan, obat
diabetes, hipertensi dan diare (Rahayu, 2006).
9. Sambung Nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr)
Kandungan Kimia sambung nyawa adalah Flavonoid,
kaempferol-3-O-rutinoside dan astragalin, tannin, asam
kafeat, 3,5-di-O-asam kafeoilkuinat dan 4,5-di-O-asam
kafeoilkuinat, terpenoids, steroid (Rosidah dkk., 2009).
Penelitian menunjukkan bahwa sambung nyawa dapat digunakan
115
sebagai obat hipertensi, anti virus herpes, anti
hiperglikemik, anti inflamasi, anti hiperlipidemia dan
anti hipertensi. Sedangkan secara tradisional biasa
digunakan untuk obat bengkak, rematik, herpes simpleks.
Penelitian juga menyebutkan, Gynura procumbens Merr. memiliki
efek antipiretik, analgetik, antikarsinogenik dan
mutagenik, serta anti bakteri (Dewi, 2011).
10. Mentimun (Cucumis Sativus Linn)
Penelitian yang dilakukan oleh Zauhani Khusnul,dkk.
Penelitian selama enam hari, hari pertama tekanan darah
lansia diukur untuk mendapatkan tekanan darah rata-rata
sebelum perlakukan, selanjutnya selama lima hari setiap
lansia diberi perlakuan berupa jus mentimun sebanyak 100
gram dan diukur tekanan darahnya pada 2 jam, 6 jam, dan 9
jam setelah perlakuan, Hasil penelitian ini menunjukkan
ada pengaruh bermakna dari pemberian jus mentimun terhadap
penurunan tekanan darah, penurunan terbesar terjadi pada 2
jam dan setelah perlakuan hari 4 dan 5 setelah perlakuan
pemberian jus mentimun (Khusnul, 2012).
DIABETES MELLITUS
Distribusi responden Diabetes Mellitus berdasarkan umur,
tertinggi pada umur 50-59 tahun sebanyak 22 responden
(38,6%), lebih dari 60 tahun sebanyak 19 responden (33,3%),
40-49 tahun sebanyak 13 responden (22,8%), dan umur 30-39
116
tahun sebanyak 3 responden (5,3%). Berdasarkan jenis kelamin,
terbanyak pada wanita sebanyak 46 responden (80,7%) dan laki-
laki sebanyak 11 reponden (19,3%) dengan tingkat pekerjaan
tertinggi adalah ibu rumah tangga (61,4%) dan pensiunan
(15,8%).
Prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia sebesar 1.5-
2.3% pada penduduk usia > dari 15 tahun. Diabetes Mellitus
dapat menyerang warga segala lapisan umur dan sosial ekonomi,
sebagian besar Diabetes Meliitus adalah tipe 2 yang terjadi
lebih dari 90% biasanya pada usia 40 tahun keatas (Lely dan
Indirawati T., 2004).
Prevalensi penderita DM cenderung meningkat seiring
bertambahnya Indeks Massa Tubuh (IMT) baik pada kelompok
laki-Iaki maupun perempuan. Beberapa penelitian menunjukkan
hubungan yang erat antara IMT dengan faktor risiko , jadi
fokus mencapai berat badan normal adalah salah satu
pendekatan untuk mengurangi faktor-faktor risiko lainnya
seperti tekanan darah, dislipidemia dan gula darah. Obesitas
meningkatkan resistensi insulin, dalam hal ini perlu program
diet, olahraga dan obat-obat yang aman bagi penderita dalam
mencapai berat badan yang normal. Penelitian yang dilakukan
Karmel dkk pada usia 26-85 tahun menunjukkan 39,0% pasien
diabetes tidak memonitor berat badan, 35,3% tidak mengontrol
tekanan darah, 34,7% tidak melakukan aktifitas fisik yang
cukup dan 21,7% tidak minum injeksi obat DM (Mihardja, 2010).
Di Indonesia berdasarkan penelitian epidemiologis
didapatkan prevalensi Diabetes mellitus sebesar 1,5 – 2,3%
117
pada penduduk yang usia lebih 15 tahun, bahkan di daerah
urban prevalensi DM sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar
7,2%. Prevalensi tersebut meningkat 2-3 kali dibandingkan
dengan negara maju, sehingga Diabetes mellitus merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang serius (Hastuti, 2008).
Dari hasil penelitian yang dilakukan, sebagian besar
penderita Diabetes Mellitus yaitu sebanyak 41 responden
(71,9%) mengetahui menderita Diabetes Mellitus melalui
pemeriksaan laboratorium. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
kesadaran dan pengetahuan masyarakat untuk memeriksakan diri
di laboratorium / pelayanan kesehatan sudah sangat baik.
Berdasarkan penggunaan herbal pada penderita DM yakni
sebanyak 46 responden (80,7%) menggunakan herbal. Dengan
melihat presentasi penggunaan herbal oleh penderita DM, hal
ini menunjukkan bahwa tingkat peminatan masyarakat akan
herbal sangat bagus. Cara memperolehnya pula sangat mudah dan
murah, berdasarkan hasil pengkajian ini, jumlah responden
yang menanam sendiri sebanyak 21 responden (45,65%) dan
diperoleh dari tetangga sebanyak 10 responden (21,74%).
Berdasarkan bentuk herbal yang digunakan, sebagian besar
responden memilih herbal dalam bentuk segar yaitu sebanyak 42
responden (91,30%).
Jenis herbal yang banyak digunakan adalah sambiloto
sebanyak 24 responden (43,9%) dan brotowali sebanyak 13
responden (22,8%). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan masyarakat akan herbal untuk penanganan DM sudah
baik, dimana berdasarkan penelitian / referensi yang
118
diperoleh menunjukkan bahwa jenis herbal sambiloto dan
brotowali memang dapat digunakan untuk menurunkan kadar gula
dalam darah. Pada umumnya, bagian tanaman yang digunakan
adalah daun, kecuali pada brotowali bagian tanaman yang
digunakan adalah batang. Herbal yang digunakan diolah dengan
cara direbus. Dari 46 reponden yang menggunakan herbal, semua
responden tersebut menggunakan herbal dengan cara diminum
(100%). Sebanyak 42 responden (91,3%) tidak merasakan adanya
efek samping setelah mengkonsumsi herbal.
Berikut ini penelitian mengenai manfaat 10 jenis herbal
yang paling banyak digunakan oleh responden untuk menangani
Diabetes Mellitus :
1. Sambiloto (Andrographis paniculata Ness)
Berdasarkan hasil penelitian, sediaan herbal yang
diberikan berupa seduhan simplisia kering sambiloto dengan
dosis 10 gr dalam air sebanyak 4 gelas direbus menjadi 3
gelas, diminum 3 kali sehari sebelum makan. Hasil studi
kasus membuktikan adanya penurunan kadar gula darah selama
24 hari.
Penelitian lain menunjukkan, penurunan kadar glukosa
darah setelah diberi EEHS (Ekstrka Etanol Herba Sambiloto)
dosis 2 (39.33 %), dan dosis 3 (44.12 %) lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol / CMC 1 % (0.59 %) yang
perbedaannya sangat signifikan (p<0.01). Sedangkan bila
dibandingkan dengan pembanding / Glibenklamid (51.29 %)
tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan (p>0.05).
Kesimpulannya bahwa EEHS, dosis 2 (1.4 g/kgBB) dan dosis 3
119
(2.8 g/kgBB) efektif menurunkan kadar glukosa darah, yang
potensinya setara dengan Glibenklamid (Jonathan, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Suryadhana (UNIKA Widya Mandala Surabaya) dengan
menggunakan binatang percobaan tikus dinyatakan, bahwa
ekstrak daun sambiloto dengan dosis 0,5 g/kg bb, 1 g/kg bb
dan 1,5 g/kg bb dapat menghambat kenaikan kadar glukosa
darah tikus normal.
2. Brotowali (Tinospora crispa)
Dari hasil Uji Praklinik didapatkan bahwa infusa batang
brotowali 5%, 7.5%, dan 10%b/v dengan pemberian parenteral
dapat menurunkan kadar glukosa darah kelinci, dibandingkan
dengan glibenklamid. Mekanisme insulinotropic Tinospora crispa
diteliti invitro menggunakan insulin secreting clonal β-cell line, HIT-
T15. Ekstrak air mensentisasi sel β pada Ca2 ekstrasel dan
menimbulkan akumulasi Ca2 intrasel sehingga terjadi
peningkatan pelepasan insulin (Formularium Obat Herbal Asli
Indonesia).
Berdasarkan buku Formularium obat herbal asli Indonesia,
uji praklinik: infusa batang brotowali 5%, 7,5%, dan 10%b/v
dengan pemberian parenteral dapat menurunkan kadar glukosa
darah kelinci, dibandingkan dengan glibenklamid. Mekanisme
insulinotropic Tinospora crispa diteliti in vitro menggunakan
insulin secreting clonal β-cell line, HIT-T15. Ekstrak air
mensensitisasi sel β pada Ca2 ektra sel dan menimbulkan
120
akumulasi Ca2 intrasel sehingga terjadi peningkatan
pelepasan insulin.
3. Daun Bila
Belum diketahui dan didapatkan penelitian mengenai
manfaat daun bila untuk penanganan Diabetes Mellitus.
4. Kayu Manis (Cinnamomun burmanii)
Berdasarkan buku Formularium obat herbal asli Indonesia,
uji praklinik menunjukkan bahwa Ekstrak kulit kayu manis
dapat menurunkan kadar glukosa pada uji toleransi glukosa.
Efek hipoglikemk diduga melalui peningkatan sekresi
insulin. Senyawa sinamitanin B1 yang diisolasi dari kulit
kayu manis memperlihatkan efek antihiperglikemik pada sel
3T3-L1. Kombinasi sinamitanin B1 dan insulin dapat
meningkatkan pengeluaran glukosa. Ekstrak etanol kayu manis
pada dosis 100, 150 dan 200 mg/KgBB secara nyata dapat
menurunkan kadar gula darah pada tikus yang diinduksi
aloksan.
Uji klinik menunjukkan bahwa pemberian kayu manis 1,3
atau 6 g/hari setiap hari selama 40 hari dapat menurunkan
kadar glukosa puasa 18-29%. Uji klinik 60 pasien DM
mendapat placebo atau kayu manis dosis (1 g, 3 g, atau 6
g)/hari selama 40 hari. Pada kelompok kayu manis 1 g/hari,
gula darah puasa turun 2,9 mmol/L; pada kelompok 3 g/hari
gula darah puasa turun 2,0 mmol/L; dan pada kelompok 6
g/hari gula darah puasa turun 3,8 mmol/L.
121
5. Rosella (Hibiscus sabdarifa Linn)
Penelitian dilakukan dengan memanfaatkan esktrak rosela
pada tikus putih diabetes. Penelitian dilakukan untuk
mengungkapkan kemampuan hipoglikemik (menurunkan kadar
glukosa darah) rosela, merupakan uji praklinis dengan
desain eksperimental dan menggunakan tikus putih (Rattus
norvegicus) sebagai hewan uji. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pemberian ekstrak rosela dengan dosis 250 mg/kg BB
dapat menurunkan kadar glukosa darah sebesar 24,31%,
sedangkan rosela dengan dosis 500 mg/kg BB terjadi
penurunan kadar glukkosa sebesar 32,43%. Perlakuan dengan
hewan uji dengan ekstrak rosela 250 dan 500 mg/kg BB,
menunjukkan penurunan kadar glukosa darah menjadi normal
kembali. Kondisi ini diperkirakan senyawa-senyawa aktif
yang terdapat di dalam rosela mampu memperbaiki fungsi dan
jumlah sel β pankreas yang rusak akibat aloksan. Perbaikan
sel β pankreas tersebut berakibat kembalinya kemampuan sel
β pankreas memproduksi insulin. Selanjutnya insulin akan
menurunkan kadar glukosa dalam darah hewan uji. Hasil
penelitian tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya,
yang dilakukan oleh Mardiah dkk pada tahun 2007. Hasil
penelitian tersebut mengungkapkan bahwa ekstrak rosela 30%
dan 60% dapat memperbaiki jumlah sel β pankreas berturut-
turut 24,8 dan 22,2 sel. Perbaikan sel β pankreas akan
menyebabkan pankreas mampu kembali memproduksi insulin,
yang selanjutnya insulin akan menurunkan kadar glukosa
122
darah. Berdasarkan hasil penelitian terungkap bahwa ekstrak
rosela mampu menurunkan kadar glukosa darah pada hewan uji
yang telah dibuat diabetes, hal dapat menjadi indikasi
bahwa rosela mempunyai kemampuan antidiabetes (Christanto
Adi Nugroho).
Penelitian juga dilakukan oleh Rudi Setiawan, ekstrak
kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) mempunyai pengaruh
dalam menurunkan kadar gula darah pada tikus putih yang
diinduksi aloksan. Ekstrak kelopak bunga rosela (Hibiscus
sabdariffa L.) dosis uji 65 mg/ 200 g BB, 130 mg/ 200 g BB dan
195 mg/ 200 g BB mempunyai pengaruh dalam menurunkan kadar
gula darah yang lebih rendah disbanding glibenklamid.
Penelitian eksperimental pre and posttest controlled group design
menggunakan 30 ekor tikus sprague-dawley jantan dengan usia
± 3 bulan dan berat badan ± 200g, dibagi 5 kelompok, yaitu
kontrol negatif (aquadest), kontrol positif (glibenklamid
0,064mg/200gBB/2ml), ekstrak kelopak bunga rosela dosis 1
(65 mg/200gBB/2ml), dosis 2 (130mg/200gBB/2ml), dan dosis 3
(195mg/200gBB/2ml). Data hasil penelitian dianalisis dengan
uji anova dan uji post hoc. Hasil Penelitian menunjukkan
perbedaan yang bermakna dalam menurunkan kadar gula darah.
6. Daun Gedi (Abelmoschus manihot L)
Belum diketahui dan didapatkan penelitian mengenai
manfaat daun gedi untuk penanganan Diabetes Mellitus.
123
7. Meniran (Phylanthus niruri Val.)
Suatu uji klinis juga membuktikan bahwa Filantin dan
hipofilantin merupakan komponen utama meniran yang
diperkirakan berperan dalam penurunan kadar gula darah. Hal
ini ditunjukkan dengan adanya percobaan pemberian ekstrak
air meniran pada tikus yang telah diinduksi aloksan,
ternyata kadar gulanya menurun.
Beberapa laporan penelitian menunjukkan potensi ekstrak
meniran dalam menurunkan kadar glukosa darah penderita DM.
Ayensu (1981), menyebutkan bahwa meniran dapat digunakan
sebagai obat antidiabetes. Chairul et al. (2000), melaporkan
bahwa ekstrak metanol tanaman meniran menunjukkan efek
hipoglikemik pada kelinci putih jantan. Penelitian yang
dilakukan oleh Shimizu et al. (1989), memberikan informasi
mengenai mekanisme biokimiawi ekstrak meniran dalam
menurunkan kadar glukosa darah (Chasbi Fahri). Ekstrak
metanol akar meniran menunjukkan aktivitas penurunan kadar
glukosa darah pada seluruh dosis perlakuan yaitu 2 mg/200g
BB, 4 mg/200g BB, 6 mg/200g BB, 8 mg/200g BB dan 10 mg/200g
BB. Perlakuan ekstrak dosis 10 mg/200 g BB menunjukkan
penurunan kadar glukosa darah (33,58%) yang tidak berbeda
nyata dengan perlakuan Glibenclamide (35,66%) (Fahri,
2005).
Kemampuan EMAM (Ekstrak Metanol Akar Meniran)dalam
menurunkan kadar glukosa darah tikus diabetik berkaitan
dengan aktivitas biologis senyawa dalam tanaman meniran.
124
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa senyawa aktif dalam
tanaman meniran yang berpengaruh hipoglikemik termasuk
dalam kelompok polifenol, yaitu ellagitanin jenis asam
ellagat (Shimizu et al.,1989; Taylor, 2003). Asam ellagat
dapat menghambat kerja enzim aldosa reduktase. Menurut
Shimizu et al.,(1989), ekstrak alkohol meniran mengandung
senyawa-senyawa asam ellagat, asam brevivolin karbosiklik
dan enzim etil brevifolin karboksilase yang dapat
menghambat kerja enzim aldosa reduktase (AR). Diantara
ketiga senyawa tersebut asam ellagat memberikan aktivitas
paling kuat yaitu enam kali lebih besar daripada paten
quercitrin yang juga dikenal sebagai penghambat enzim AR
(Shimizu et al., 1989). Aktivitas hipoglikemik EMAM terjadi
melalui peningkatan penggunaan glukosa dalam hati. Pada
penderita DM, proses perubahan glukosa menjadi fruktosa
(jalur polyol) mengalami peningkatan, sehingga keseimbangan
metabolisme terganggu (Hernawan, 2000). Proses peningkatan
penggunaan glukosa tersebut terjadi, diperkirakan melalui
penghambatan laju aliran jalur polyol dan peningkatan
glikolisis sehingga meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam
siklus TCA. Hal ini didasarkan pada penelitian yang
menunjukkan bahwa kerja enzim AR pada jalur polyol dapat
dihambat oleh senyawa Zopolrestat (Trueblood dan Ramasamy,
1998). Secara umum, aktifitas hipoglikemik EMAM diduga
melalui cara sebagai berikut:
- Meningkatkan kelarutan glukosa darah.
125
Mekanisme aktifitas hipoglikemik EMAM diduga karena adanya
kandungan senyawa glikosida flavonoid. Mekanisme
hipoglikemik EMAM diduga disebabkan senyawa glikosida
flavonoid yang terabsorpsi dalam darah dan meningkatkan
kelarutan glukosa darah sehingga mudah untuk diekresikan
melalui urin (Chairul et al., 2000).
- Menghambat kerusakan oksidatif pada sel pankreas. Okamoto
(1996), melaporkan bahwa alloksan merusak sel pankreas
dengan menginduksi pembentukan radikal bebas hidroksil.
Radikal bebas hidroksil menyerang substansi esensial sel
pankreas (seperti membran plasma sel, lisosom, mitokondria
dan DNA) dan mengawali kerusakan sel pankreas. Terapi
dengan EMAM diduga memiliki mekanisme hipoglikemik melalui
inaktivasi radikal bebas hidroksil yang menyerang sel
pankreas, sehingga sel dapat mensekresi insulin secara
lebih baik. Tanaman meniran mengandung berbagai antioksidan
terutama golongan flavonoid (Sugati dan Johnny, 1991). Hal
ini sejalan dengan pernyataan Palmer dan Paulson (1997),
bahwa konsumsi senyawa flavonoid dapat mengurangi radikal
hidroksil dan radikal peroksil, namun macam senyawa yang
berpengaruh dan mekanisme hipoglikemik EMAM belum diketahui
(Fahri, 2005).
8. Mahoni (Swietenia mahagoni)
Telah dilakukan penelitian terhadap ektrak etanol biji
mahoni (Swietenia mahagoni) terhadap penurunan kadar glukosa
darah tikus putih menggunakan uji toleransi glukosa.
126
Ekstrak serbuk biji mahoni dilakukan secara maserasi
menggunakan etanol 96%, kemudian maserat dipekatkan
menggunakan penguat vakum dan dikeringkan dengan freeze dryer.
Selanjutnya dilakukan pengujian kadar gula darah terhadap
tikus putih yang terdiri dari 4 kelompok, yaitu sebagai
pembanding negative digunakan suspensi CMC 1%, setelah
dilakukan orientasi dosis, dipilih 2 dosis ekstrak 50 m /kg
bb dan 100 m/kg bb dan sebagai pembanding positif digunakan
glibenklamid dosis 1 m/kg bb. Pemberian ekstrak etanol biji
mahoni dosis 50 m /kg bb dan 100 m/kg bb memberikan efek
penurunan kadar gula darah dengan potensi yang sama dengan
glibenklamid dosis 1 m/kg bb (Linghuat Lumban Raja).
Menurut Prof.Hembing Wijayakusuma, herbal yang
berkhasiat hipoglikemik dapat digunakan untuk membantu
menurunkan kadar gula darah pada penderita DM tipe II yang
tidak tergantung insulin. Herbal yang berkhasiat
hipoglikemik salah satunya adalah Biji Mahoni (Swietenia
mahagoni) (Prof.Hembing Wijayakusuma). Sedangkan Menurut
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bahwa salah satu
tanaman yang dapat digunakan sebagai antidiabet adalah Biji
Mahoni.
9. Buah Pinang (Areca catechu)
Belum diketahui dan didapatkan penelitian mengenai
manfaat buah pinang untuk penanganan Diabetes Mellitus.
10. Daun Paliasa (Kleinhovia hospita Linn)
127
Telah dilakukan penelitian eksperimental yang bertujuan
mengetahui pengaruh infus daun kayu paliasa terhadap
penurunan kadar glukosa darah kelinci. untuk melengkapi
data khasiat bahan tersebut. Hewan coba yang digunakan
adalah kelinci jantan, berat badan 1.5-2 kg, sebanyak 15
ekor yang dibagi dalam 5 kelompok. Kelompok I (kontrol)
diberi akuadcs; kelompok 1L III dan IV mendapat perlakukan
dengan pemberian infus bahan 5 mL/kg bb. secara oral,
masing-masing dengan konsentrasi 5; 10 dan 15% b/v :
kelornpok V mendapat:i^lteiklamid 5 mL/kg bb. Sebagai
pcmbanding. Sampel darah diambil guna pengukuran kadar
glukosa darah sebelum dan setelah 95 perlakuan, yang
dilakukan selama 5 jam dengan interval waktu 1 jam.
Penentuan kadar glukosa darah secara fotometer, dengan
metoda glukosa oksidasc. Hasil penelitian menjukkan bahwa
2 jam setelah pemberian infiis 5; 10 dan 15% b/v terjadi
penurunan kadar glukosa darah yang nyata dibandingkan
kontrol. Dibandingkan dengn; glibenklamid, penurunan kadar
glukosa darah oleh infiis 5% dan 10% b/v lebih rendah
sedangkan dengan infius 15% b/v tidak berbeda nyata pada
taraf signifikansi 1%.
HIPERKOLESTEROLEMIA
Distribusi responden menurut kelompok umur, umur 40-49
tahun sebanyak 33 responden (37,9%), 50-59 tahun sebanyak 23
128
responden (26,4%), lebih dari 60 tahun sebanyak 20 responden
(23%), dan umur 30-39 tahun sebanyak 11 responden (12,6%).
Hal ini menunjukkan bahwa penderita hiperkolesterolemia bisa
saja terjadi pada semua kelompok umur dewasa.
Menurut hasil pengkajian yang dilakukan, penderita
Hiperkolesterolemia laki-laki sebanyak 14 responden (16,1%)
dan perempuan sebanyak 73 responden (83,9%) dengan pekerjaan
paling tinggi adalah sebagai Ibu Rumah Tangga yaitu sebanyak
48 responden (55,2%), PNS sebanyak 23 responden (26,4%), dan
Pegawai Swasta sebanyak 11 responden (12,6%). Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Ellya R. D , dkk, bahwa rata
profil lipid pada pria lebih rendah dari pada wanita. Pada
pria nilai rata-rata kolesterol total adalah 182,5 ± 33,3
mg/dl, trigliserida 127,6 ± 56,2 mg/dl, K-HDL 47.9 ± 19,6
mg/dl, K-LDL 111,9 ± 29,4 mg/dl, sedangkan pada wanita nilai
rata-rata kolesterol total 214,6 ± 40,5 mg/dl, trigliserida
134,9 ± 53,7 mg/dl, K-HDL 54,4 ± 10,6 mg/dl, K-LDL 133,2 ±
33,3 mg/dl ( Ellya, dkk, 1999)
Menurut cara responden mengetahui menderita
hiperkolesteolemia, responden mengetahui kadar kolesterolnya
tinggi melalui pemeriksaan laboratorium sebanyak 43 responden
(49,4%) dan melalui tenaga kesehatan 37 responden (42,5%).
Dari hasil ini terlihat bahwa tingkat kesadaran masyarakat
dan ketersediaan sarana kesehatan di masyarakat sudah baik.
Berdasarkan riwayat penggunaan herbal pada penderita
hiperkolesterolemia yakni sebanyak 56 responden (64,4%)
pernah menggunakan herbal. Dengan melihat presentasi
129
penggunaan herbal oleh penderita hiperkolesterolemia, hal ini
menunjukkan bahwa tingkat peminatan masyarakat akan herbal
sudah baik. Cara memperolehnya pula sangat mudah dan murah.
Berdasarkan hasil pengkajian ini, jumlah responden yang
menanam sendiri sebanyak 28 responden (50%) dan diperoleh
dari pasar sebanyak 14 responden (25%). Berdasarkan bentuk
herbal yang digunakan, sebagian besar responden memilih
herbal dalam bentuk segar yaitu sebanyak 50 responden
(89,29%) dan dalam bentuk dikeringkan sebanyak 4 responden
(7,14%).
Jenis herbal yang paling banyak digunakan untuk
hiperkolesterolemia adalah daun sirsak sebanyak 13 responden
(14,9%) dan daun salam sebanyak 12 responden (13,8%), bagian
tanaman yang digunakan adalah daun dan diramu dengan cara
direbus lalu diminum. Sebanyak 55 responden (98,21%)
menggunakan herbal dengan cara diminum. Sebanyak 54 reponden
(96,43%) tidak merasakan adanya efek samping setelah
mengkonsumsi herbal.
Berikut ini penelitian mengenai manfaat 10 jenis herbal
yang paling banyak digunakan oleh responden untuk menangani
Hiperkolesterolemia :
1. Daun Sirsak (Annona muricata L.)
Belum diketahui dan didapatkan penelitian mengenai
manfaat daun sirsak untuk penanganan Hiperkolesterolemia.
2. Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight))
130
Ekstrak air daun salam dapat menurunkan kadar kolesterol
LDL dan menaikkan kadar-kadar kolesterol HDL pada serum
darah tikus putih. Ekstrak air daun salam konsentrasi 2
µg/ml menurunkan kadar kolesterol total kultur primer
tikus 19,2% dibandingkan terhadap biakan control. Kadar
kolesterol ini diukur setelah 2 jam inkubasi. Hasil uji
ini dengan zat antihiperlipidemia, provastatin, pada
konsentrasi 400 µg/ml menurunkan kadar kolesterol
berturut-turut sebanyak 1,4 dan 67,1 % dibandingkan
terhadap biakan control setelah inkubasi 2 dan 3 jam
(Vademikum Tanaman Obat untuk Saintifikasi Jamu).
Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh
Suhardjono dan Vincentius Agung, pemberian ekstrak Eugenia
polyantha dari 0,18 gr daun salam segar, 0,36 gr daun salam
segar, dan 0,72 gr daun salam segar/hari selama 15 hari
dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol serum tikus jantan
galur wistar hiperlipidemia secara bermakna. Semakin
tinggi dosis ekstrak Eugenia polyantha yang diberikan semakin
tinggi peningkatan kadar HDL kolesterol serum tikus jantan
galur Wistar hiperlipidemia (Suhardjono dan Agung, 2008).
Dan hasil penelitian lain menunjukkan bahwa pemberian
ekstrak Eugenia polyantha 0,18gr;0,36gr;dan 0,72gr/hari selama
15 hari dapat menurunkan kadar LDL kolesterol tikus
hiperlipidemia secara bermakna, dengan dosis 0,72gr/hari
sebagai dosis yang menurunkan kadar LDL kolesterol serum
lebih tinggi dibanding dengan dosis lainnya(Martina dan
Pidrayanti, 2008).
131
3. Labu Siam (Sechium edule)
Vitamin B kompleks yang disebut sebagai vitamin B3,
berfungsi untuk menurunkan produksi VLDL (very low density
lipoprotein) di dalam hati, sehingga produksi kolesterol
LDL (low density lipoprotein) dan trigliserida dapat
menurun. Labu siam mengandung komponen saponin yang
sanggat berperan dalam penurunan kolesterol karena dapat
menghambat dan mencegah penyerapan kolesterol di dalam
darah (Poltekkes Malang).
4. Kemuning (Murraya paniculata)
Yang biasa dimanfaatkan untuk pengobatan kolesterol
tinggi adalah daun jati belanda (Guazuma ulmifolia), kemuning
(Murraya paniculata), dan tempuyung (Sonchus arvensis). kemuning
mengandung atsiri, damar, tannin, glikosida, dan meransin.
Tanaman ini dapatdigunakan untuk mengurangi lemak tubuh
berlebihan, pelangsing tubuh, nyeri pada tukak (ulkus),
memar akibat benturan, rematik, keseleo, digigit serangga
dan ular berbisa, ekzema, dan luka terbuka pada kulit.
Hasil penelitian pada daun kemuning menunjukkan, pemberian
infus daun ini sebesar 10 persen, 20 persen, 30 persen,
dan 40 persen sebanyak 0,5 ml pada mencit dapat menurunkan
berat badannya secara bermakna. Ini menunjukkan telah
terjadi peningkatan pembakaran lemak tubuh. Kolesterol
merupakan salah satu komponen dari lemak yang terdapat
dalam darah.
132
Beberapa teori yang lain menyebutkan bahwa khasiat daun
jati belanda dan kemuning adalah karena kandungan
damarnya. Mekanismenya sebagai berikut, kolesterol yang
terbentuk menjadi asam empedu berikatan dengan damar dan
segera dieksresi melalui feses. Cepatnya asam empedu
dieksresikan oleh tubuh akan disertai oleh cepatnya
pembentukan asam empedu sehingga kolesterol dalam tubuh
segera diubah menjadi asam empedu. Dengan demikian, proses
ini akan mengurangi kadar kolesterol.
5. Sambung Nyawa (Gynura procumbens)
Dari Uji praklinik pada pengujian ekstrak etano daun
dewa terhadap tikus normal dan tikus diabetes yang
diinduksi streptozocotin, sebanyak 14 dosis tunggal
berbeda diberikan selama 7 hari dengan control positif
metformin dan glibenklamid menghasilkan dosis optimum 150
mg/kgBB yang efektif menurunkan kolesterol dan
trigliserida. Fraksi butanol daun dewa dosis 30, 100, dan
300 mg/kgBB yang diberikan selama 21 hari pada mencit
putih betina yang diinduksi minyak kelapa mampu mengurangu
total kolesterol dan trigliserida serta meningkatkan HDL
(Formularium obat herbal asli Indonesia).
Salah satu cara penurunan yang sekarang diminati dan
dikembangkan adalah dengan pengobatan tradisional dengan
daun sambung nyawa. Daun sambung nyawa mengandung zat –
zat fitokimia antara lain flavonoid yang mampu menurunkan
kadar kolesterol darah, serta menghalangi adanya reaksi
133
oksidasi kolesterol LDl dalam tubuh. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui efek ekstrak daun
sambung nyawa terhadap kadar kolesterol darah tikus
diabetik. Populasi penelitian adalah tikus jantan umur 2
bulan berat antara 150 – 200 gram.Sampel 12 ekor tikus,
tiap kelompok terdiri 3 tikus, disampling dari keseluruhan
populasi penelitian dengan teknik random sampling. Sampel
dibagi menjadi 4 kelompok dengan 3 variabel: dosis ekstrak
daun sambung nyawa, metformin, dan placebo ( variabel
bebas ), kadar kolesterol ( variabel tergantung ), galur,
jenis kelamin, berat tikus, dan pakan ( variabel
kendali ). Data diuji dengan anava satu jalan, diuji
lanjut dengan uji Jarak Ganda Duncan. Hasil penelitian
menunjukkan rata – rata kadar kolesterol setelah perlakuan
pada kelompok A = 66,66 mg/dl, B = 28,21 mg/dl, C = 46,25
mg/dl, D= 69,84 mg/dl. Diperoleh F hitung ( 14,244 )
dengan F tabel ( 4,07 = 5%), jadi pada taraf kepercayaan 5
% F hitung > F tabel sehingga dinyatakan ada perbedaan
nyata antara keempat kelompok perlakuan. Hasil UJGD
menunjukkan ekstrak daun sambung nyawa efektif menurunkan
kadar kolesterol darah tikus diabetik. Kesimpulan
penelitian ini adalah ekstrak daun sambung nyawa efektif
menurunkan kadar kolesterol darah tikus diabetik. Namun
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efek lain
ekstrak daun sambung nyawa bagi kesehatan (Nurwahyuni,
2006).
134
6. Rosella (Hibiscus sabdarifa Linn)
Berdasarkan uji praklinik, pemberian ekstrak kering
kelopak bunga rosella 500 dan 100 mg/kg pada tikus dengan
diet kolesterol tinggi selama 6 minggu dapat menurunkan
kadar kolesterol 22% dan 26%, sedangkan trigliserida 33%
dan 28%. Sementara kadar HDL tidak terkadi perubahan yang
nyata. Dan uji kinik menunjukkan ekstrak kering kelopak
bunga rosella 100 mg/hari selama 1 bulan dapat menurunkan
secara nyata kadar kolesterol total, menungkatkan kadar
HDL dan memperbaiki rasio TAG/HDL pada pasien dengan
sindrom metabolic, selain itu juga terjadi penurunan kadar
trigliserida. Rebusan kelopak rosella menurunkan kadar
trigliserida darah pada mencit yang mengalami
hiperlipidemia sebagai model hewan coba (Formularium obat
herbal asli Indonesia).
Kadar trigliserida kelinci yang diberi makan kolesterol
menurun 46-59% setelah diberi ekstrak bunga rosella selama
10 minggu, demikian juga kadar kolesterol total dan
kolesterol LDL menurun secara nyata jika dibandingkan
control. Minuman teh kelopak bunga rosella dapat
meningkatkan HDL-C secara bermakna pada pasien hipertensi,
hal ini sangat menguntungkan karena HDL-C merupakan factor
penjaga penyakit jantung koroner. Ekstrak bunga rosella
dalam bentuk kapsul 1.000 mg (40,1 mg antosianin, 20 mg
flavonoid, dan 28 mg polifenol) per hari yang diberikan
bersamaan dengan makanan selama satu bulan dapat
menurunkan kolesterol secara nyata 71,4% pasien dengan
135
rata-rata penurunan sebesar 12% (Vademikum tanaman obat
untuk saintifikasi jamu jilid 2).
7. Sambiloto (Andrographis paniculata Ness.)
Hasil penelitian yang dilakukan Emy Fatmawaty
menunjukkan bahwa ekstrak daun sambiloto (Andrographis
paniculata Ness.) berpengaruh terhadap kadar kolesterol
total, HDL, LDL dan trigliserida darah tikus (Rattus
norvegicus) diabetes. Dari lama pemberian ekstrak daun
sambiloto, pada pemberian selama 28 hari, merupakan lama
pemberian paling berpengaruh terhadap kadar kolesterol
total, HDL, LDL dan trigliserida hingga mendekati kadar
pada tikus kontrol (normal). Tetapi secara statistic
antara perlakuan 21 dan 28 hari pada kadar kolesterol
total, HDL dan trigliserida tidak mempunyai perbedaan
secara nyata. Hal ini menunjukkan bahwa kedua perlakuan
memiliki efektifitas yang sama pada kadar kolesterol
total, HDL dan trigliserida darah tikus (Fatmawaty, 2008).
8. Mengkudu (Morinda citrifolia)
Dari uji praklinik ekstrak buah, daun, dan akar
mengkudu menurunkan kadar kolesterol total dan
trigliserida, pada tikus dislipdemia yang diinduksi. Pada
tikus dislipdemia yang diinduksi diet tinggi lemak,
ekstrak buah, daun dan akar menyebabkan penurunan kadar
kolestero total, trigliserida, LDL kolesterol, indeks
aterogenik, dan rasio TC/HDL secara bermakna. Ekstrak akar
136
menyebabkan peningkatan HDL. Mekanisme antidislipdemi
Morinda citrifolia melalui beberapa cara antara lain inhibition
biosintesis, absorpsi, dan sekresi lipid diduga karena
adanya multiple antioksidan dalam mengkudu (Formularium
obat herbal asli Indonesia).
9. Jati Belanda (Guazuma ulmifoliae Lamk)
Dari Uji praklinik, efek antiobesitas daun jati belanda
telah diteliti oleh Rahardjo,dkk (2006), melalui aktivitas
penghambatan enzim lipase pancreas tikus putih jantan.
Enzim lipase berperan penting dalam hidrolisis lemak
menjadi asam lemak, gliserol, monoasiligliserol dan
diasiligliserol. Penghambatan enzim lipase pancreas dang
aster dapat menutup absorpsi lemak dan meningkatkan
ekskresi lemak lewat feses sehingga dapat digunakan untuk
mengatasi obesitas. Penelitian ini menggunakan ekstrak
etanol daun jati belanda konsentrasi 10, 20, dan 30%
sebanyak 0.5 mL/200 g bb/hari diberikan per oral sekali
sehari selama 30 hari dengan pembanding orsilat 2.16
mg/200 g bb/hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ekstrak etanol daun jati belanda mampu menurunkan
aktivitas lipase pancreas secara nyata (Formularium obat
herbal asli Indonesia).
Penelitian lain mengenai daun jati belanda berdasarkan
hasil pemantapan efikasi khasiat dan keamanan produk
terpilih, yaitu ekstrak terpilih untuk pelangsing adalah
ekstrak klorofom karena ekstrak ini mempunyai efek samping
137
yang mempengaruhi deposit lemak, & secara in vitro enzim
lipase merupakan activator (bersama ekstrak heksana).
Ekstrak terpilih untuk penurun kolesterol adalah ekstrak
etanol, karena walaupun ekstrak kloform memiliki aktivitas
penurun kolesterol secara in vivo pada mencit lebih baik
dibandingkan air ( dan memliki efek yang tidak berbeda
nyata dengan ekstrak heksana) dan memiliki efek
hipokolesterolemia secara in vitro HMG – CoA reduktase yang
paling baik (bersama ekstrak steroid), namun secara in vivo
pada kelinci ekstrak terbaik adalah ekstrak etanol
(Latifah K.Darusman).
Sedangkan menurut penelitian Elin,dkk bahwa ekstrak air
daun jati belanda dengan dosis 50mg/kg bb mampu menghambat
peningkatan kadar kolesterol total dan LDL secara berbeda
bermakna terhadap control pada tikus jantan (Sukandar,
dkk, 2009).
10.Keji Beling (Stachytarpheta mutabilis)
Belum diketahui dan didapatkan penelitian mengenai
manfaat Keji Beling untuk penanganan Hiperkolesterolemia.
HIPERURISEMIA
Distribusi responden berdasarkan umur, yakni tertinggi
pada umur 50-59 tahun sebanyak 40 responden (35,1%), umur
lebih dari 60 tahun sebanyak 37 responden (32,5%), 40-49
tahun sebanyak 31 responden (27,2%), umur 30-39 tahun dan 20-
29 tahun masing-masing sebanyak 3 responden (2,6%).
Berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa penderita
138
Hiperurisemia laki-laki sebanyak 31 responden (27,2%) dan
perempuan sebanyak 83 responden (72,8%). Distribusi responden
Hiperurisemia menurut pekerjaan, paling tinggi adalah Ibu
Rumah Tangga yaitu sebanyak 59 responden (51,8%), Pegawai
swasta sebanyak 22 responden (19,3%), dan PNS sebanyak 17
responden (14,9%). Dari hasil pengkajian ini menunjukkan
bahwa penderita hiperurisemia banyak terjadi pada usia
lanjut. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di
wilayah kerja puskesmas Dr.Soetomo Surabaya, bahwa penyakit
radang sendi yaitu artritis pirai (asam urat) berjumlah 72
orang (8%), terdiri dari 34 (47,2%) wanita berumur >50 tahun,
25 (34,7%) wanita <50 tahun (Pipit Festy,dan Anis Rosyiatul
H., Afnan Aris). Selain itu penderita hiperurisemia pada
pengkajian ini adalah lebih banyak wanita dan menurut
pekerjaan yang paling tinggi adalah ibu rumah tangga karena
penelitian yang dilakukan di puskesmas ini sebagian besar
pasien yang berkunjung ke puskesmas adalah ibu-ibu. Jika
dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa penderita asam urat lebih banyak terjadi
pada pria. Bagi wanita yang memasuki usia menopause dan
beberapa tahun sesudahnya akan mengalami berbagai keluhan dan
permasalahan kesehatan (Ali, 2003). Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Pipit Festy, dkk bahwa penyakit Artritis Pirai
(Asam Urat) merupakan salah satu penyakit yang banyak
dijumpai pada laki-laki usia antara 30-40 tahun, sedangkan
pada wanita umur 55-70 tahun, insiden wanita jarang kecuali
setelah menopause (Festy,dkk, 2010). Gout adalah penyakit
139
yang disebabkan oleh peningkatan konsentrasi asam urat dalam
cairan tubuh (hiperurisemia) dan adanya gangguan metabolisme
protein (Spector 1993). Gangguan asam urat ini diperkirakan
terjadi pada 840 dari setiap 100.000 orang, dan mewakili
sekitar 5% dari total penyakit radang sendi. Sekitar 90%
kasus diperkirakan terjadi akibat kelainan proses metabolisme
dalam tubuh (gout primer) dan umum diderita oleh laki-laki
berusia lebih dari 30 tahun. Sedangkan 10% lagi umumnya
diderita oleh wanita dan disebabkan oleh gangguan hormon.
Penderita hiperurisemia ini mengetahui menderita
hiperurisemia dari tenaga kesehatan sebanyak 43 responden
(37,7%) dan pemeriksaan laboratorium sebanyak 36 responden
(31,6%).
Dari hasil pengkajian yang dilakukan, menunjukkan bahwa
sebanyak 76 responden (64,9%) pernah menggunakan herbal untuk
menangani hiperurisemia yang diderita. Herbal yang paling
banyak diketahui masyarakat untuk penanganan hiperurisemia
adalah daun sirsak sebanyak 18 responden (15,8%) dan
sambiloto 10 responden (8,8%). Dimana sebanyak 30 responden
(39,47%) memperoleh herbal dari hasil menanam sendiri, serta
22 responden (28,95%) memperoleh dari pasar. Herbal yang
digunakan paling banyak dalam bentuk segar yaitu sebanyak 64
responden (80,26%) menggunakan dalam bentuk segar. Bagian
tanaman yang digunakan paling banyak adalah daun dengan cara
diramu yakni direbus lalu diminum yaitu sebanyak 76 responden
(66,7%). Berdasarkan pengkajian ini juga sebanyak 112
responden (98,2%) tidak merasakan adanya efek samping setelah
140
mengkonsumsi herbal. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar
herbal tidak memberikan efek samping jika dikonsumsi.
Berikut ini penelitian mengenai manfaat 10 jenis herbal
yang paling banyak digunakan oleh responden untuk menangani
hiperurisemia :
1. Daun Sirsak (Annona muricata L)
Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh para
ahli kesehatan berhasil mengungkap sebuah fakta, ternyata
ektrak daun buah sirsak terbukti efektif untuk mengobati
asam urat. Daun sirsak diketahui memiliki khasiat untuk
mengobati asam urat, karena daun sirsak mengandung beberapa
kandungan yang mampu mengatasi dan menstabilkan kadar purin
dalam tubuh. Daun sirsak ini tidak hanya pada buahnya saja
yang memiliki manfaat, namun ternyata daun sirsak jauh
lebih baik dan lebih baik dan lebih banyak manfaatnya. Daun
sirsak telah diteliti oleh ahli kesehatan dunia dan
diketahui mampu mengobati penyakit asam urat dengan cepat
dan efektif.
2. Sambiloto (Andrographis paniculata)
Berdasarkan hasil penelitian, sambiloto berguna sebagai
antiinflamasi. Penyakit yang dapat disembuhkan dengan
sambiloto adalah asam urat. Menurut uji praklinis,
sambiloto memiliki efek antiinflamasi, percobaan pada
mencit menunjukkan bahwa infuse daun 51,4 mg/100g bb secara
141
oral dapat meningkatkan antiiflamasi. Dari penelitian lain
yang dilakukan oleh Tahoma Siregar bahwa ekstrak alkohol
sambiloto mempunyai efek antiinflamasi terhadap udem yang
ditimbulkan dengan karagenin pada telapak kaki tikus
(Siregar, 1990).
3. Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight))
Daun salam dapat mengatasi asam urat. Flavonoid dalam
Daun salam dapat menurunkan kadar asam urat dalam tubuh.
Pada tahun 2008, Sriningsih, dari BPPT (Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi), menemukan bahwa pada uji
praklinik, dosis Daun salam 20 mg/200 gram BB mampu
menurunkan kadar asam urat darah yang setara dengan
sintetik allopurinol dosis 2,7 mg/kg BB.
4. Buah Merah (Pandanus Conoideus)
Asam urat disebabkan karena terganggunya fungsi lever
sehingga lever memproduksi asam urat secara berlebihan.
Asam urat akhirnya tertampung di dalam ginjal menjadi batu
dan dibawa ke ujung-ujung jari tangan dan kaki serta
mengumpul di sana. Tokoferol dalam buah merah mengencerkan
darah dan memperbaiki sistem kerja lever. Sistem kerja
lever, setelah diperbaiki, memproduksi kadar asam urat yang
normal.
Ekstrak n-heksan buah merah lebih menunjukkan efek
imunostimulan dan efek toksik dibandingkan dengan ekstrak
etanol dan etil asetat. Ekstrak buah merah memiliki efek
142
imunostimulan terhadap sel limfosit pada konsentrasi yang
rendah (0,06875 mg/mL), dan dapat memberikan efek toksik
pada konsentrasi yang lebih tinggi (14,000 g/mL). Ekstrak
buah merah memberikan efek sitotoksik terhadap sel tumor
kelenjar susu, pada semua tingkat konsentrasi, dan paling
efektif pada konsentrasi 14,000 mg/mL (Kumala, dkk, 2006).
5. Kayu secan (Caesalpinia sappan L.)
Kayu secan dapat menghambat efek hialuronidase,
antikoagulan, antitrombus. Penelitian efek analgetik infusa
kulit kayu secang pada mencit putih dosis 225 mg/10 gBB
menunjukkan efek yang tidak berbeda dengan asetosal 0,25
mg/g BB dalam menekan rasa sakit akibat pemberian asam
asetat. Ekstrak etanol 70% kayu secang juga dilaporkan
dapat menurunkan kadar asam urat pada tikus hiperurisemia.
6. Labu Siam (Sechium edule)
Labu siam juga sangat baik bagi penderita asam urat.
Efek diuretik dari labu siam akan melancarkan pembuangan
air kecil, sehingga kelebihan asam urat dapat segera
dikeluarkan dari dalam tubuh (Poltekkes malang).
7. Daun Paliasa (Kleinhovia hospita Linn.)
Belum diketahui dan didapatkan penelitian mengenai
manfaat daun paliasa untuk penanganan hiperurisemia.
143
8. Mengkudu (Morinda citrifolia L)
Belum diketahui dan didapatkan penelitian mengenai
manfaat mengkudu untuk penanganan hiperurisemia.
9. Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)
Buah mahkota dewa dapat menurunkan kadar asam urat.
Kandungan antioksidan yang terdapat dalam buah mahkota dewa
mencegah tubuh kita terkena dampak radikal bebas sehingga
secara tidak langsung juga dapat menurunkan kadar asam
urat. Selain itu khasiat mahkota dewa yang lain adalah
sebagai obat leukimia dan mengobati berbagai pernyakit
kulit.
Dalam kulit buah mahkota dewa terkandung senyawa alkaloid,
saponin, dan flavonoid. Sedang dalam daunnya terkandung
alkaloid, saponin dan polyfenol. Flavonoid memiliki bermacam-macam
efek, antara lain sebagai imunostimulan (Maratani, 2006).
10. Miana / Iler (Coleus atropurpureus Benth)
Miana mengandung flavonoid, saponin dan polifenol dan
bermanfaat sebagai antiinflamasi. Hasil pemisahan fraksi-
fraksi infusa daun iler dengan menggunakan metode KLT
preparatif diperoleh empat buah fraksi. Efek antiinflamasi
terbaik diberikan oleh fraksi ketiga dari infusa, dengan
nilai persentase radang sebesar 40,17% dan nilai
persentase inhibisi radang sebesar 31,70%, pada dosis 50
144
mg/kg bb. Analisis kualitatif dengan spektrofotometer
ultraviolet menunjukkan bahwa senyawa tersebut mempunyai
gugus kromofor dengan panjang gelombang 321,2 nm dan 213,4
nm, sedangkan analisis kualitatif dengan spektrofotometer
inframerah menunjukkan bahwa senyawa tersebut mempunyai
gugus amina (NH2), alkil dan cincin aromatic (Tjitraresmi,
1995).
145
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Adapun yang menjadi kesimpulan dari kajian ini adalah :
1) Berdasarkan hasil pengkajian, penggunaan herbal untuk
Hipertensi cukup tinggi oleh masyarakat yaitu sebanyak 107
responden (75,6%).
2) Penggunaan herbal untuk DM yaitu sebanyak 46 responden
(80,7%).
3) Penggunaan herbal untuk Hiperkolesterolemia yaitu
sebanyak 56 responden (64,4%).
4) Penggunaan herbal untuk Hiperurisemia sebanyak 76
responden (64,9%).
V.2 Saran :
1) Menjadi tanggung jawab bersama BKTM, Dinkes Provinsi,
Dinkes Kota, Puskesmas, dan lintas sektor terkait untuk
meningkatkan Sosialisasi Penggunaan Herbal di Sarana
Kesehatan Formal dan Masyarakat.
2) Diharapkan agar masyarakat menggunakan Ramuan Herbal
berdasarkan Saintifikasi Jamu 2011, yaitu :
- Formulasi ramuan anti hipertensi
R/
146
Daun seledri 5 g → vasodilator (pelebaran pembuluh
darah)
Daun kumis kucing 3g → diuretik
Daun pegagan 3g → penurun tekanan darah
Daun meniran 3g → penambah daya tahan tubuh
Rimpang temulawak 3g → penyegar badan
Rimpang kunyit 3g → pelancar pencernaan & pengurang
rasa sakit
- Formulasi anti hiperkolesterol
R/
Daun jati belanda 5g → penekan nafsu makan, penekan
lipase pankreatik
Daun kemuning 3 g → penghambat kenaikan berat badan
Akar kalembak 5g → pencahar
Daun meniran 3g → penambah daya tahan tubuh
Rimpang temulawak 3g → penyegar badan
Rimpang kunyit 3g → pelancar pencernaan &
pengurang rasa sakit
- Formulasi hiperurisemia ( asam urat )
R/
Daun kapel 3g → anti oksidan kuat
Daun tempuyung 2g → diuretik lemah, urikosurik
Kayu secang 5g → penghambat xantin oksidase
Daun meniran 3g → penambah daya tahan tubuh
Rimpang temulawak 3g → penyegar badan
147
Rimpang kunyit 3g → pelancar pencernaan &
pengurang rasa sakit
- Formula anti diabetes militus
R/
Daun sambiloto 5g → penurun gula darah baik tipe
1 maupun tipe 2
Daun brotowali 5g → penurun gula darah
Daun meniran 3g → penambah daya tahan tubuh
Rimpang temulawak 3g → penyegar badan
Rimpang kunyit 3g → pelancar pencernaan &
pengurang rasa sakit
148