HUBUNGAN POLITIK MESIR-SAUDI ARABIA MASA ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of HUBUNGAN POLITIK MESIR-SAUDI ARABIA MASA ...
i
HUBUNGAN POLITIK MESIR-SAUDI ARABIA MASA
PEMERINTAHAN EL-SISI (2013-2016)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosisal (S. Sos)
Oleh
Agung Mahendra
1113113000030
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIFHIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul
HUBUNGAN POLITIK MESIR-SAUDI ARABIA MASA PEMERINTAHAN
EL-SISI (2013-2016)
1. Merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 2 Januari 2018
Agung Mahendra
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Agung Mahendra
NIM : 1113113000030
Program Studi: Hubungan Internasional
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul :
HUBUNGAN POLITIK MESIR-SAUDI ARABIA MASA PEMERINTAHAN
EL-SISI (2013-2016)
dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Jakarta, 2 Januari 2018
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing
M. Adian Firnas, M.Si Ahmad Alfajri, M.A
NIP. NIP.
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
HUBUNGAN POLITIK MESIR-SAUDI ARABIA MASA PEMERINTAHAN EL-
SISI (2013-2016)
oleh
Agung Mahendra
1113113000030
telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarifhidayatullah Jakarta pada tanggal 17 Januari
2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Sosial (S.Sos) pada Program Studi Hubungan Internasional.
Ketua, Sekertaris,
Ahmad Alfajri, M.A Eva Mushoffa, MHSPS
NIP. NIP.
Penguji I Penguji II,
Irfan R Hutagalung, LL.M Inggrid Galuh Mustikawati, M.HSPs
NIP. NIP.
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 17 Januari 2018
Ketua Program Studi Hubungan Internasional
FISIP UIN Jakarta
Ahmad Alfajri, M.A
NIP.
v
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai keputusan Mesir yang memberikan suaranya
kepada draft resolusi yang ditawarkan oleh Rusia di Dewan Keamanan PBB pada
tahun 2016. Skripsi ini bertujuan mengupas hal-hal yang mendasari pengambilan
keputusan tersebut. Skripsi ini membahas rezim Abdul Fattah el-Sisi sebagai variabel
bebas yang mempengaruhi hubungan Mesir dan Saudi Arabia sebagai variabel terikat.
Masalah penelitian dalam skripsi ini berawal dari pemberian bantuan yang dilakukan
oleh Saudi kepada Mesir semenjak turunnya Mursi dari tampuk kepemimpinan Mesir
yang kemudian digantikan oleh rezim Sisi, namun dengan bantuan yang dinilai sangat
berarti untuk Mesir, Mesir bersikap berlawanan dengan Saudi sebagai negara
donornya dalam kasus Suriah. Sikap ini dibuktikan dengan suara yang diberikan
Mesir dalam Dewan Kemanan PBB untuk draft yang ditawarkan oleh Russia terkait
kasus Suriah. Respon Saudi yang menghentikan bantuan minyaknya sebesar 700.000
ton setiap bulan semenjak Mesir memberikan suaranya kepada draft resolusi Russia
membuat masalah ini menjadi serius.
Metode kualitatif dan deskriptif analisis dipilih sebagai metode dalam
penelitian ini, sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka
dan wawancara. Melalui bantuan kerangka teoritis yaitu neoclassical realism telah
ditemukan faktor yang melatarbelakangi keputusan Mesir dalam memberikan suara
kepada draft resolusi yang diajukan Russia di Dewan Keamanan PBB terkait kasus
Suriah pada tahun 2016. Pada kasus tersebut, neoclassical realism memandang
bahwa terdapat terdapat dua hal yang dapat menjelaskan mengapa suatu kebijakan
dapat terbentuk, diantaranya adalah systemic incentive dan intervening variable yaitu
pengambil kebijakan. Dengan teori ini faktor yang menyebabkan Mesir memberikan
suaranya kepada draft resolusi yang ditawarkan Rusia di Dewan Keamanan PBB
terkait kasus Suriah pada tahun 2016 adalah insentif yang didapatkan Mesir berupa
terbukanya peluang kerjasama dengan negara-negara pendukung pemerintah Suriah,
terutama Russia yang memiliki kapabilitas militer besar. Kemudian juga faktor Abdul
Fattah el-Sisi sebagai intervening variable yaitu pemimpin Mesir yang militeristik.
Kata kunci : Mesir, Saudi Arabia, bantuan, draft, Resolusi DK PBB, Suriah, Abdul
Fattah el-Sisi, Rusia, Neoclassical Realism.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum WR.WB
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang ini. Shalawat dan salam
semoga selalu tercurah kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW. Berserta
keluarga dan para sahabatnya.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan
program S1 program studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini berhasil diselesaikan atas bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kepada orang tua penulis Ibunda Dede Darmini dan Ayahanda Aditia Bazar
yang luar biasa sabar dalam mendidik dan memberikan motivasi, doa dan
dukungan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan
mendapat gelar S. Sos.
2. Bapak Ahmad Alfajri selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus dosen
pembimbing akademik yang telah membimbing penulis dan memberikan
banyak arahan serta saran kepada penulis terkait skripsi ini. Serta atas
motivasi dan nasihat beliau selama proses penyelesaian skripsi ini.
vii
3. Bapak Irfan Hutagalung selaku dosen pembimbing seminar proposal yang
telah membimbing penulis dan juga memberikan banyak arahan dan motivasi.
Meskipun sebentar namun mempunyai dampak yang besar bagi penulis.
4. Bapak Adian Firnas, M.Si, selaku Ketua Program Studi Hubungan
Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah menyetujui permohonan penyusunan skripsi
5. Zida Tiara Farhah yang tanpa bosan memberi semangat dan bantuan untuk
penulis sejak semester awal hingga sekarang. Terimakasih, dek.
6. Kawan-kawan penghuni kawah, Hafiz, Affan, David, Cahyo, Arip, Ujo, Fikri,
dan yang lain yang sudah menjadi penghibur disaat penulis penat, mungkin
juga menjadi salah satu alasan tertundanya skripsi penulis sehari-dua hari.
7. Saudara-saudara di Lembaga Dakwah Kampus, khususnya halaqah Mufakkir,
Bang Ridwan yang menjadi mentor luar biasa bagi penulis, Yugo, Yanda,
Hamzah, Tris, Omi, Gifar, yang sudah menjadi teman dalam menjaga
keimanan dan pemikiran.
8. Seluruh teman-teman HI 2013, yang selalu menjadi motivasi dan semangat
dalam penulisan skripsi ini.
9. Teman-teman HIMAHI 2016 yang sudah membantu penulis menyelesaikan
program-program kerja selama masa bakti menjadi Ketua HIMAHI, semoga
proses selama di HIMAHI menjadikan kita manusia yang lebih baik.
viii
10. Teman-teman FISIP Music Lab, yang sudah menemani penulis dalam
menyalurkan hasrat bermusik. Tempat pelarian penulis dikala bosan dengan
dunia akademis.
11. Teman-teman KKN Lokal Daya Desa Cibodas, Rumpin. Kresna, Adel,
Annisa, Yuliza, Faizal, Yusuf, April, Asyiroh, dan Rifki. Bersama penulis
mengabdi memberikan kontribusi kepada masyarakat dengan hal-hal yang
menyenangkan.
Terakhir, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk
perbaikan di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan
menambah wawasan bagi setiap pembacanya dan bagi perkembangan studi
Hubungan Internasional
Jakarta, 2 Januari 2018
Agung Mahendra
ix
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ................................................................. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI .............................................................. ..iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .............................................................. iv
ABSTRAK ................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................................. vi
DAFTAR ISI .............................................................................................................. ..ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xii
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Pernyataan Masalah .................................................................................... 1
1.2 Pertanyaan Penelitian ................................................................................. 7
1.3 Tujuan dan Manfaat ................................................................................... 7
1.4 Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 7
1.5 Kerangka Teoritis ..................................................................................... .10
1.6 Metodologi Penelitian .............................................................................. .14
1.7 Sistematika Penulisan ............................................................................... .18
BAB II PERGANTIAN REZIM MESIR DAN HUBUNGAN MESIR-SAUDI
ARABIA
2.1 Gambaran Umum Kebijakan Luar Negeri Mesir ..................................... 20
2.2 Pergantian Rezim Mesir Pada Masa Arab Spring .................................... 22
x
2.2.1 Runtuhnya Rezim Hosni Mubarak .............................................. 22
2.2.2 Timbul dan Tenggelamnya Demokrasi Mesir .............................. 25
2.3 Dinamika Hubungan Mesir dan Saudi Arabia ....................................... 31
2.4 Bantuan Saudi Arabia Kepada Rezim Sisi ............................................... 35
BAB III POSISI SAUDI DAN MESIR YANG BERSEBERANGAN DALAM
KASUS SURIAH
3.1 Politik Bantuan Saudi Arabia di Timur Tengah ....................................... 41
3.1.1 Politic of Assistance ....................................................................... 42
3.1.2 Motif Politik Bantuan Saudi Arabia Kepada Mesir ....................... 45
3.2 Konflik Suriah .......................................................................................... 48
3.3Posisi Saudi Arabia dan Mesir Dalam Kasus Suriah ................................ 51
BAB IV ANALISA LANGKAH MESIR DALAM PENGAMBILAN SUARA DI
PBB PADA KASUS SURIAH
4.1 Alasan Resmi Mesir dalam Pengambilan Suara di Dewan Keamanan
PBB ......................................................................................................... 56
4.2 Systemic Incentives ................................................................................... 60
4.3 Relative Material Power .......................................................................... 64
4.4 Intervening Variable ................................................................................ 67
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan .............................................................................................. 72
5.2. Saran ........................................................................................................ 74
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ xiv
LAMPIRAN-LAMPIRAN......................................................................................xxvii
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar IV.1 Grafik Negara-negara Pengimpor Senjata Rusia 2017 ........................ 61
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Wawancara dengan DR. Yon Mahmudi..............................xxvii
xiii
DAFTAR SINGKATAN
AS : Amerika Serikat
PBB : Perserikatan Bangsa-bangsa
SCAF : Security Council of Armed Forced
IMF : International Monetary Fund
NDP : National Democratic Party
FJP : Freedom and Justice Party
GCC : Gulf Cooperation Council
UEA : Uni Emirat Arab
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pernyataan Masalah
Hubungan bilateral antara Saudi Arabia dan Mesir mengalami dinamika yang
panjang. Banyak hal yang mendasari dinamika dalam hubungan keduanya. Dinamika
dalam hubungan kedua negara dan faktor-faktornya akan dibahas dalam penelitian
ini.
Politik luar negeri Mesir mengalami banyak perubahan yang disebabkan oleh
perubahan rezim. Pergantian rezim terakhir yang dialami Mesir adalah selesainya
kepemimpinan Mursi yang berganti menjadi kepemimpinan militeristik Abdul Fattah
el-Sisi pada pemilihan presiden Mesir tahun 2014 yang sebelumnya dimulai dengan
kudeta.1 Kudeta yang dilakukan pada tahun 2013 menurunkan Mursi yang
dikomandoi oleh Abdul Fattah el-Sisi sendiri. Pergantian kepemimpinan ini lah yang
mempengaruhi politik luar negeri Mesir yang juga bergeser.
Hubungan Saudi Arabia dengan Mesir di bawah rezim Abdul Fattah el-Sisi
dimulai dari awal el-Sisi memimpin kudeta untuk menggulingkan Mursi. Dukungan
dari Saudi Arabia kepada pihak militer merupakan suatu upaya untuk membendung
kekuatan Ikhwanul Muslimin yang saat itu menjadi partai pemenang di pemilu Mesir.
Bantuan 5 miliar dollar diberikan Saudi Arabia untuk Mesir pada tahun 2013 yang
1 David Kirkpatrick, "Army Ousts Egypt‟s President, Morsi Is Taken Into Military Custody",
NYTimes, 3 juli 2013. tersedia di http://www.nytimes.com/2013/07/04/world/middleeast/egypt.html
diakses pada 11 desember 2016 pukul 22.15
2
terdiri dari bantuan berupa produk minyak dan gas dengan nilai 2 miliar dollar, juga 2
miliar dollar dalam bentuk deposit di bank pusat Mesir, dan 1 milliar dollar sebagai
hadiah untuk Mesir yang sedang lemah.2
Dengan dukungan dari negara-negara Teluk khususnya Saudi Arabia, Mesir di
bawah el-Sisi dapat bertahan menghadapi krisis ekonomi sekaligus krisis legitimasi
yang mengancam pada saat transisi pemerintahan. Pada tahun 2013 Saudi Arabia,
UEA, dan Kuwait berkomitmen memberikan bantuan sebesar 12 miliar dollar dan
tambahan 8,8 miliar dollar pada awal 2014 untuk meringankan beban ekonomi Mesir
dan memberikan ruang bernapas bagi pemerintahan el-Sisi.3 Bantuan ini diharapkan
bisa menjadikan Mesir sebagai negara yang kontributif terhadap agenda-agenda Saudi
Arabia.
Saudi Arabia memberikan dukungan baik moril maupun materil. Ia dan
sekutunya berjanji akan menyumbang dana sebesar 12 miliar dollar AS, angka itu
delapan kali lebih besar dari bantuan rutin AS ke Mesir setiap tahun, yakni mencapai
1,3 miliar dolar AS.4 Tidak hanya itu, pasca kudeta sekalipun Saudi Arabia masih
menggelontorkan dana pada penguasa baru militer Mesir. Pada tahun 2014, Saudi
Arabia memberikan kepada el-Sisi sebesar 20 milliar dollar, sedangkan negara-negara
2 "Saudi Arabia approves $5 billion aid package to Egypt", Al-Arabiya, 9 juli 2013, tersedia di
http://english.alarabiya.net/en/business/economy/2013/07/09/Saudi-Arabia-approves-5-billion-aid-
package-to-Egypt.html diakses pada 12 desember 2016 pukul 21.48 3 Steven A. Cook, "Egypt‟s Solvency Crisis", Council on Foreign Relations Press, april 2014,
tersedia di http://www.cfr.org/egypt/egypts-solvency-crisis/p32729 diakses pada 12 desember 2016
pukul 23.33 4 Julian Pecquet. “What happened to billions in US military aid to Egypt?. Al-Monitor. 12
May 2016. Tersedia di http://www.al-monitor.com/pulse/originals/2016/05/egypt-us-military-
aid.html#ixzz4ucpfMosp diakses pada 5 Oktober 2017 pukul 16.44
3
Arab Teluk atau Gulf Cooperation Council (GCC) mengumpulkan dana 39 milliar
dollar kepada el-Sisi.5
Pada Maret 2015, Mesir ikut bergabung dalam koalisi Saudi Arabia untuk
menekan pemberontak Houthi dari Yaman.6 Mesir mengirimkan 4 kapal perangnya
untuk membantu Saudi Arabia di Yaman bahkan menawarkan bantuan pasukan darat
untuk menghadapi Houthi. Saudi Arabia dan para sekutunya masuk ke krisis Yaman
setelah pemberontak Syiah, yang dikenal sebagai Houthi, melebarkan wilayah
kekuasaannya dari utara ke selatan hingga memaksa Presiden Mansour Hadi yang
pro-Saudi dan didukung kekuatan Barat lari dari Yaman.7 Namun dukungan Saudi
Arabia tidak membuat Mesir memenuhi harapan Saudi Arabia.
Pada saat yang bersamaan, Suriah sejak tahun 2011 mengalami dampak dari
Arab Spring yang berujung pada konflik internal antara rezim Bashar al-Assad
dengan pemberontak Sunni. Rezim Assad yang represif menciptakan perlawanan
rakyatnya yang kemudian membentuk kelompok-kelompok pemberontak yang
mayoritas adalah muslim Sunni yang secara ideologis berlawanan dengan rezim
Bashar al-Assad.8 Konflik yang terjadi di Suriah kemudian berkembang menjadi
5 Mashadi. “Menlu Arab Saudi Saud Al-Faisal : Arab Saudi Tidak Ada Masalah Dengan
Ikhwan”. Voa-Islam. 15 Februari 2015. Tersedia di http://www.voa-
islam.com/read/opini/2015/02/15/35714/menlu-arab-saudi-saud-alfaisal-tidak-ada-masalah-dengan-
ikhwan/#sthash.anKmtV0u.dpbs diakses pada 5 Oktober 2017 pukul 16.48 6 Ali al-Mujahed, "Egypt poised to join Saudi assault on Yemen rebels", The Washington
Post, 26 maret 2015, tersedia di https://www.washingtonpost.com/world/saudi-arabia-targets-strategic-
areas-around-yemen-in-heavy-bombardment/2015/03/26/4e455830-d343-11e4-8b1e-
274d670aa9c9_story.html?utm_term=.a4d0bc5962b0 diakses pada 13 desember 2016 pukul 15.39 7 al-Mujahed, “Egypt poised to join Saudi assault on Yemen rebels”
8 "Syria: The story of the conflict", BBC, 9 juni 2016, tersedia di
http://www.bbc.com/news/world-middle-east-26116868 diakses pada 13 desember 2016 pukul 21.20
4
konflik yang luas dan berkepanjangan dengan hadirnya kelompok ISIS (Islamic State
of Irak and Syria).
Dalam kasus Suriah, Saudi Arabia memiliki posisi yang berlawanan dengan
rezim Assad. Saudi Arabia menjadi salah satu pendukung pemberontak Sunni di
Suriah diantaranya adalah Ahrar al-Sham dan Jaish al-Islam9, berbeda dengan Rusia
dan Iran yang mendukung dan membantu militer Assad. Saudi Arabia menyatakan
melalui menteril luar negerinya akan terus mendukung oposisi dan pemberontak di
Suriah hingga Assad turun dari tampuk kepemimpinan.10
Sudah beberapa kali Aleppo, salah satu kota di utara Suriah yang diduduki
oleh pemberontak, dibombardir oleh serangan udara yang dilancarkan oleh pasukan
udara Rusia. Serangan udara yang terakhir pada 25 September 2016 menewaskan
setidaknya 85 orang dan 300 orang luka-luka.11
Kasus ini menjadi perhatian besar
bagi dunia sehingga kasus ini juga dibahas oleh PBB. Pada 8 Oktober 2016, Dewan
Keamanan PBB membahas hal ini ketika ada dua resolusi yang diajukan kepada
Dewan Keamanan.
Draft resolusi yang pertama diajukan oleh Prancis dan Spanyol yang berisikan
permintaan penghentian segala bentuk serangan udara dan penerbangan militer di
9 John Hudson dan Colum Lynch “The Road to a Syria Peace Deal Runs Through Russia“
Foreign Policy . https://foreignpolicy.com/2016/02/12/the-road-to-a-syria-peace-deal-runs-through-
russia/ diakses pada 10 juni 2017 10
"Saudi Arabia to continue support Syrian rebels if Assad does not leave", Reuters, 14
november 2015, tersedia di http://www.reuters.com/article/us-mideast-crisis-syria-saudi-
idUSKCN0T31A320151114 diakses pada 13 desember 2016 pukul 22.55 11
Tim Hume, Joe Sterling dan Chandrika Narayan, "Syria Airstrikes kill 85 people in Aleppo
amid diplomatic row", CNN, 26 september 2016, tersedia di
http://edition.cnn.com/2016/09/25/middleeast/syria-aleppo-offensive/ diakses pada 14 desember 2016
pukul 00.23
5
Aleppo, draft ini disetujui oleh 11 negara dan ditolak oleh dua negara yaitu Rusia dan
Venezuela serta posisi abstain dari Tiongkok dan Angola. Draft tersebut juga
meminta implementasi secepat mungkin untuk penghentian pertempuran dan juga
akses humanitarian yang cepat, aman dan tidak terganggu ke seluruh negeri, dan
meminta pihak-pihak yang berseteru terutama otoritas Suriah untuk
mengimplementasikan secara penuh resolusi-resolusi dewan yang sebelumnya.
Namun resolusi yang datang dari Prancis dan Spanyol tersebut di veto oleh Rusia.
Draft resolusi yang kedua datang dari Rusia yang berisikan permintaan
penghentian perlawanan di Suriah khususnya di Aleppo, draft resolusi ini menerima
penolakan dari 9 negara, abstain oleh dua negara yaitu Angola dan Uruguay dan
hanya disetujui oleh 4 negara yaitu Tiongkok, Venezuela, Rusia dan Mesir.12
Draft
ini juga meminta semua pihak untuk mencegah bantuan finansial dan material dari
pihak yang berhubungan dengan Al-Qaeda, ISIS, dan Jabat al-Nusra.
Dari kedua draft resolusi untuk Aleppo ini mempunyai makna yang berbeda
yaitu mengenai teknis gencatan senjata dan bantuan kemanusiaan untuk rakyat
Suriah. Dalam draft Prancis dan Spanyol dikatakan bahwa seluruh penerbangan
militer dan pengeboman dari udara diminta untuk dihentikan dan bantuan
kemanusiaan harus sampai dengan aman ke seluruh Suriah. Sedangkan dalam draft
yang diusung Rusia mengedepankan gencatan senjata dan himbauan untuk
12
"Security Council Fails to Adopt Two Draft Resolutions on Syria, Desemberpite Appeals
for Action Preventing Impending Humanitarian Catastrophe in Aleppo”, Security Council Meeting, 8
oktober 2016, tersedia di http://www.un.org/press/en/2016/sc12545.doc.htm diakses pada 14 desember
2016 pukul 00.49
6
pembatasan bantuan material dan finansial untuk kelompok-kelompok yang dianggap
teroris oleh rezim Suriah.
Di sini terlihat dengan jelas bahwa draft Prancis dan Spanyol membawa misi
negara-negara barat dan sekutunya untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan dan
membendung militer Rusia yang memborbardir Aleppo, sedangkan draft Rusia
membawa kepentingan rezim Suriah dan Rusia sebagai sekutunya dengan
pembatasan bantuan dan akses untuk oposisi rezim Suriah .
Posisi Mesir yang berada di pihak Suriah bersama Rusia ini lah yang
mendatangkan protes dari Saudi Arabia.Perwakilan Saudi Arabia untuk PBB,
Abdullah al-Muallami mengatakan keputusan Mesir sangatlah menyakitkan.13
Pernyataan ini memberikan sinyal bahwa Saudi Arabia tidak puas dengan keputusan
Mesir yang tidak sesuai harapan Saudi Arabia. Bahkan al-Muallami juga mengatakan
“Stances by Senegal and Malaysia were much closer to the agreed Arab decision”,14
menanggapi keputusan Mesir yang lebih memilih berada di posisi berseberangan
dengan Saudi Arabia dalam politik timur tengah.
Hal ini menjadi menarik dibahas karena Mesir di bawah rezim el-Sisi
beresiko kehilangan pendukung kuatnya selama 4 tahun terakhir ini. Hal ini
menimbulkan pertanyaan, mengapa Mesir tidak mengikuti agenda politik luar negeri
13
“Saudi anger as Egypt votes with Russia in UN vote”, Middle East Eye, 13 oktober 2016,
tersedia di http://www.middleeasteye.net/news/saudi-anger-egypt-votes-russia-un-vote-1258726322
diakses pada 14 desember 2016 pukul 00.55 14
“Saudi: Egypt stance on Syria resolution „painful. Al Arabiya. 9 Okrober 2016. Tersedia
dia https://english.alarabiya.net/en/News/middle-east/2016/10/09/Saudi-Egypt-s-stance-on-UN-Syrian-
resolution-painful-.html diakses pada 7 Desember 2017 pukul 11.05
7
Saudi Arabia sebagai negara pendukungnya? Apa alasan Mesir yang sebenarnya di
balik keputusannya tersebut?
1.2 Pertanyaan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah diatas maka pertanyaan yang diajukan
dalam penelitian ini adalah “Apa yang melatarbelakangi kebijakan luar negeri
Mesir yang memberikan suaranya pada draft resolusi yang diajukan Rusia di
Dewan Keamanan PBB terkait kasus Suriah pada 2016 ?”
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui apa faktor-faktor yang melatarbelakangi kebijakan Mesir
dibawah pemerintahan Abdul Fattah el-Sisi
2. Mengetahui bagaimana dinamika hubungan bilateral Mesir dengan Saudi
Arabia periode 2013-2016
3. Mengetahui bagaimana situasi politik internasional di Timur Tengah
Manfaat dari penelitian ini adalah membantu mahasiswa lebih memahami
kasus diatas dan bagaimana menggunakan teori dalam kasus-kasus tertentu seperti
yang telah dipelajari selama kuliah.
1.4 Tinjauan Pustaka
Untuk menunjang informasi yang dibutuhkan oleh penulis dalam menyusun
skripsi ini, maka perlu dihadirkan beberapa tulisan yang berhubungan dengan judul
skripsi ini.Yang pertama adalah rilis laporan dari Arab Gulf States Institute for
8
Washington (AGSIW) yang datang dari Fahad Nazer pada tahun 2015 dengan judul
Saudi-Egyptian Relations at the Crossroads.
Dalam tulisan ini Nazer menjelaskan bagaimana Saudi Arabia dan Mesir
menjadi dua pilar utama dalam kekuatan di Timur Tengah dalam aspek politik dan
juga aspek keamanan, sedang mengalami kedekatan. Mesir sebagai negara Arab
dengan populasi terbesar dan sebagai pusat dari sebagian besar budaya popular Arab
dan output intelektual. Saudi Arabia sudah tidak dipertanyakan lagi tentang statusnya
sebagai pusat keagamaan bagi muslim Sunni, khususnya di dunia Arab, dan juga
sebagai negara terbesar dan terkuat diantara negara-negara Teluk pengekspor minyak.
Hubungan yang harmonis diantara keduanya menandakan adanya
kebersamaan dan perlakuan kooperatif bagi sumber daya manusia dan alam yang
tersedia di dunia Arab kontemporer. Dalam hal ini, kuatnya ikatan Saudi Arabia-
Mesir, selain menjadi symbol juga mempunyai praktek yang signifikan bagi dunia
Arab. Dalam tulisan ini Nazer lebih banyak mengulas latar belakang dari hubungan
Saudi Arabia-Mesir untuk menyediakan informasi apa yang terjadi jika keduanya
melakukan kerjasama untuk konsolidasi persekutuannya dan bekerjasama untuk
memperkuat postur individualnya masing-masing.
Dalam tinjauan pustaka yang kedua adalah laporan dari Foreign Policy
Research Institute (FPRI) yang ditulis oleh Mehran Kamrava pada tahun 2012
dengan judul The Arab Spring and the Saudi-Led Counterrevolution. Dengan adanya
fenomena Arab Spring pada tahun 2011, yaitu situasi dimana politik domestik di
banyak negara Timur Tengah bergejolak. Dampak Arab Spring tidak hanya
9
dirasakan oleh negara-negara di kawasan namun juga negara-negara diluar kawasan
Timur Tengah.Sebagai negara Timur Tengah yang signfikan, Saudi Arabia
mempunyai strategi agar tidak terpengaruh atau setidaknya tidak terancam dengan
fenomena Arab Spring. Dalam tulisannya ini Kamrava menjelaskan keadaan dunia
Arab dan strategi Saudi Arabia dalam menghadapinya dan memanfaatkannya untuk
menyebarkan pengaruhnya.
Tinjauan pustaka yang ketiga adalah laporan dari Dr.Fazzur Rahman Siddiqui
dalam Indian Council of World Affair (ICWA) dengan judul Changing Contours of
Egypt’s Foreign Policy in the Aftermath of Uprising yang terbit pada September
2016. Dalam laporan ini Siddiqui banyak membahas mengenai perubahan kebijakan
luar negeri Mesir di bawah tiga rezim yang berbeda terutama kebijakan luar negeri
terhadap Israel. Selain itu Siddiqui juga menggarisbawahi kegagalan rezim Mursi
dalam menjalin hubungan kepada negara-negara di regional seperti Libya dan
Ethiopia, sebaliknya Mursi justru mendekatkan Mesir kepada Turki, Iran, dan Hamas
meskipun Mursi tetap dinilai gagal dalam memberikan pengaruh besar terhadap
kebijakan luar negeri Mesir. Siddiqui kemudian membahas bagaimana el-Sisi
mengantisipasi semua kebijakan luar negeri yang diwariskan oleh Mursi.
Perbedaan ketiga tulisan tersebut dengan penelitian yang akan saya lakukan
adalah pada latar belakang masalah. Pada tulisan Fahad Nazer lebih banyak mengulas
mengenai sejarah hubungan Saudi-Mesir sejak tahun 1980an dan belum muncul
kasus tentang posisi Mesir pada konflik Suriah, sedangkan penelitian yang akan saya
lakukan mengambil hubungan Saudi-Mesir periode tahun 2013-2016. Pada tulisan
10
Mehran Kamrava yang dibahas adalah strategi Saudi Arabia dalam menghadapi Arab
Spring dan tulisan itu dibuat pada tahun 2012. Kemudian pada tulisan Dr. Fazzur
Rahman Siddiqui banyak membahas mengenai kebijakan luar negeri pada tiga rezim
yang pernah berkuasa di Mesir, tanpa memfokuskan bahasannya secara khusus
terhadap hubungan Mesir dengan Saudi Arabia.
1.5 Kerangka Teoritis
Penelitian ini akan dilakukan menggunakan Neoclassical Realisme yang lebih
lengkap membahas mengenai kondisi internal dan eksternal negara dalam pembuatan
kebijakan luar negeri. Teori ini dianggap cocok karena pada kasus Saudi Arabia dan
Mesir yang mempengaruhi negara dalam membuat kebijakan luar negeri berasal dari
internal juga eksternal yang sama-sama memiliki pengaruh yang signifikan.
Pada tahun 1998, Gideon Rose mengenalkan istilah „neoclassical realism‟.
Pendekatan ini melanjutkan tradisi dari neo-realisme, menyoroti tantangan-tantangan
baru terhadap sistem dan struktur, dan pandangan bahwa kedua aspek ini menentukan
prilaku sebuah negara di dunia saat ini. Pendekatan ini meyakini bahwa prilaku dari
pemerintah nasional pada level internasional tidak sesederhana bahwa prilaku
tersebut dihasilkan dari reaksi dari fenomena-fenomena eksternal. Penting untuk
memperhitungkan situasi juga kondisi internal dan kepentingan dari aktor-aktor
nasional.
Neoclassical Realisme secara eksplisit menggabungkan variable eksternal dan
internal, memperbaharui dan mensistemasi pemikiran yang diambil dari realis klasik.
Teori ini mempunyai argument bahwa cakupan dan ambisi dari kebijakan luar negeri
11
suatu negara dihasilkan utamanya oleh posisi negara tersebut dalam sistem
internasional dan secara spesifik oleh kapabilitas material relatifnya.Inilah mengapa
teori ini masih disebut sebagai keluarga realis. Lebih jauh dijelaskan bahwa dampak
dari kapabilitas sedemikian rupa pada kebijakan luar negeri merupakan proses tidak
langsung dan kompleks, karena tekanan sistem harus diartikan melalui variable yang
ikut mencampuri pada level unit. Inilah mengapa disebut neoclassical.
Definisi yang lebih luas dari neoclassical realism adalah penjelasan mengapa
tekanan-tekanan global dan faktor-faktor regional menghasilkan jenis kebijakan luar
negeri tertentu. Dengan kata lain neoclassical realism mempelajari “rantai penggerak”
dari kebijakan luar negeri. Pendekatan ini tidak merevisi neo-realis, karena
pendekatan ini tetap memandang bahwa tekanan dari lingkungan global dan faktor
sistemik sebagai elemen krusial yang mempengaruhi prilaku dari negara. Pada waktu
yang sama, neoclassical realism mempertanyakan mengapa negara-negara dengan
parameter yang sama dan bertindak dibawah kondisi eksternal yang sama
mengeluarkan kebijakan yang berbeda di arena internasional. Menurut pandangan ini
jawabannya adalah kebijakan domestic, kepentingan-kepentingan yang berbeda,
bagaimana institusi-institusi negara bekerja, dan struktur kemasyarakatan.15
Kondisi internal negara bagi neo-realisme merupakan sesuatu yang tidak
relevan. Menggunakan istilah negara sebagai “billiard ball” yang bergerak oleh
benturan dari luar, bukan karena struktur internal atau material bola tersebut.
15
Rose, Gideon."Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy," World Politics, 1998.
hal.144-172
12
Neoclassical realism mengakui bahwa bola memang bergerak karena benturan dari
luar tetapi pergerakan bola tersebut juga dipengaruhi oleh faktor internal, dinamika
internal yang mempengaruhi posisi gerakan bola. Neoclassical realism mempelajari
dinamika ini.16
Teori ini juga percaya bahwa pengaruh dari kapabilitas power yang dimiliki
tersebut bersifat tidak langsung dan sangat kompleks karena adanya sistemic pressure
yang juga ditranslasikan di level unit itu sendiri, sehingga relative material power
menjadi dasar ukuran dalam pengambilan kebijakan luar negeri. Arah, ambisi dan
cakupan kebijakan luar negeri suatu negara ditentukan oleh perannya dalam sistem
internasional dan power yang dimiliki. Istilah power tersebut merupakan kapabilitas
atau resources yang akan membuat negara mampu mempengaruhi satu sama lain.
Pengaruh dari faktor politik internal tertentu akan meningkat dibawah tekanan
dari sistem global. Sehingga kompetisi antara negara-negara menjadi berkembang
tidak lagi hanya antara “hard power line”, tetap juga dalam “soft power domain”.
Pada akhirnya kapabilitas sebuah negara untuk berkompetisi secara global pada
sector-sektor ini akan bergantung pada kualitas hubunganya dengan komunitas bisnis
nasional dan masyarakat pada umumnya.
Mereka para pengambil kebijakan tidak selalu bertindak rasional, karena
informasi terhadap suatu isu tidak pernah cukup. Namun para pengambil kebijakan
harus mengandalkan pada data yang tersedia, dengan menerke-nerka informasi yang
tidak ada. Terlebih lagi, para politikus dan pemimpin mengandalkan pengalaman dan
16
Rose,World Politics,144-172
13
penngetahuan pribadi untuk membedakan mana yang benar dan mana yang nyata,
untuk menentukan hubungan antara pengetahuan public dan informasi rahasia, dan
untuk memahami dunia pada umumnya. Ini membuat konstruktivisme mempengaruhi
neoclassical realism.17
Persepsi pengambil kebijakan terhadap relative material power sangat
berpengaruh. Ketika relative material power mengalami peningkatan, maka negara
akan lebih meningkatkan pengaruhnya dan menyesuaikannya. Kebijakan luar negeri
di buat oleh pemimpin dan elit politik yang dapat menentukan dan melihat kapabilitas
power yang dimiliki negara. Kapabilitas power yang dimaksud tidak hanya kuantitas
dari militer tapi juga kekuatan dan struktur negara tersebut dalam sistem sosial di
level internasional maupun regional.
Neoclassical realism mengakar pada ide dari Max Weber dan pengikut-
pengikutnya, yang beranggapan bahwa negara bukanlah sebuah keseragaman dan
sebuah mekanisme harmonis.Ini mengimplikasikan bahwa ketersediaan sebuah
sistem institusi dan masyarakat. Institusi yang berfungsi secara baik dan interaksi
yang dekat antara negara dan masyarakat menentukan kekuatan sebuah negara dan
level kepercayaan pada pernyataan dan tindakan pada tingkat internasional.
Pilihan-pilihan politik dibuat oleh pemimpin dan elit-elit politik, dan
bagaimana mereka memandang relative power yang menentukan, bukan hanya
kuantitas dari sumber-sumber fisik atau kekuatan yang berbentuk. Hal ini berarti
kebijakan luar negeri dengan jangka waktu singkat dan menengah mungkin saja tidak
17
Rose, World Politics, 144-172
14
memperhitungkan kekuatan material objektif. Lebih jauh lagi, para pemimpin
tersebut tidak selalu mempunyai kebebasan secara utuh untuk mengarahkan sumber-
sumber nasional seperti yang mereka inginkan.
Dalam hal ini, analisa kekuatan juga harus memeriksa kekuatan dan struktur
negara terhadap masyarakatnya, karena hal ini mempengaruhi proporsi dari sumber-
sumber nasional yang bisa dialokasikan untuk kebijakan luar negeri. Hal ini berarti
negara-negara dengan kapabilitas yang setara tetapi memiliki stuktur negara yang
berbeda sangat mungkin untuk bertindak secara berbeda.
Pada akhirnya, tekanan-tekanan sistemik dan instentif-insentif dapat
membentuk kontur yang luas dan arah yang umum dari kebijakan luar negeri tanpa
perlu menentukan prilaku negara secara spesifik dan rinci. Hal ini berarti pengaruh
dari faktor-faktor sistemik akan sering lebih terlihat dari kejauhan dibandingkan dari
dekat. Dengan semua alasan ini, neoclassical realism meyakini, memahami
hubungan antara kekuatan dan kebijakan memerlukan pemeriksaan yang dekat
tentang bagaimana kebijakan luar negeri diformulasikan dan dijalankan.
1.6 Metode Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif. Menurut Bogdan dan
Taylor, metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif; ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang
15
(subjek) itu sendiri. Pendapat ini langsung menunjukkan latar dan individu-individu
dalam latar itu secara keseluruhan, subjek penelitian, secara menyeluruh.18
W. Lawrence Neuman mencoba mengidentifikasi 4 faktor yang terkait dengan
orientasi dalam penelitian yang menggunakan metode kualitatif.19
Orientasi pertama
terkait dengan pendekatan yang digunakan terhadap data.Metode kualitatif
memperlakukan data sebagai sesuatu yang bermakna secara intrinsik. Dengan
demikian, data yang ada dalam penelitian kualitatif bersifat “lunak”, tidak sempurna,
imaterial, kadangkala kabur dan seorang peneliti kualitatif tidak akan pernah mampu
mengungkapkan semuanya secara sempurna. Namun demikian, data yang ada dalam
penelitian kualitatif bersifat empiris, terdiri dari dokumentasi ragam peristiwa,
rekaman setiap ucapan, kata dan gestur dari objek kajian, tingkah laku yang spesifik,
dokumen-dokumen tertulis, serta berbagai gambaran visual yang ada dalam sebuah
fenomena sosial
Orientasi kedua adalah penggunaan perspektif yang non-positivistik, yaitu
cara pandang terbuka untuk mendapatkan informasi melalui gejala-gejala yang
tampak. Penelitian kualitatif secara luas menggunakan pendekatan interpretatif dan
kritis pada masalah-masalah sosial. Peneliti kualitatif memfokuskan dirinya pada
makna subjektif, pendefinisian, metafora, dan deskripsi pada kasus-kasus yang
spesifik. Peneliti kualitatif berusaha menjangkau berbagai aspek dari dunia sosial
18
Bogdan, R. and Taylor, S.J. “Introduction to Qualitative Research Methode”. New York :
John Willey and Sons. 1975 19
Neuman, William L. “Social Research Methods: Qualitative and Quantitative
Approaches”. Ally and Bacon. 1997. Hal 328-331
16
termasuk atmosfer yang membentuk suatu objek amatan yang sulit ditangkap melalui
pengukuran yang presisif atau diekspresikan dalam angka. Dengan demikian,
penelitian kualitatif memiliki tujuan menghilangkan keyakinan palsu yang terbentuk
pada sebuah objek kajian. Penelitian kualitatif berusaha memperlakukan objek kajian
tidak sebagai objek, namun lebih sebagai proses kreatif dan mencerna kehidupan
sosial sebagai sesuatu yang “dalam” dan penuh gelegak.
Orientasi ketiga adalah penggunaan logika penelitian yang bersifat “logic in
pratice”. Penelitian sosial mengikuti dua bentuk logika yaitu logika yang
direkonstruksi (reconstructed logic) dan logika dalam praktek (logic in practice).
Metode kuantitatif mengikuti logika yang direkonstruksi dimana metode diorganisir,
diformalkan dan disistematisir secara ketat. Sementara pada metode kualitatif,
penelitian secara aktual dijalankan secara tidak teratur, lebih ambigu, dan terikat pada
kasus-kasus spesifik. Hal ini tentu saja, mengurangi perangkat aturan dan
menggantungkan diri pada prosedur informal yang dibangun oleh pengalaman-
pengalaman di lapangan yang ditemukan si peneliti.
Orientasi keempat dari metode kualitatif adalah ditempuhnya langkah-langkah
penelitian yang bersifat non-linear. Dalam metode kuantitatif, seorang peneliti
biasanya dihadapkan pada langkah-langkah penelitian yang bersifat pasti dan tetap
dengan panduan yang jelas sehingga disebut sebagai langkah yang linear. Sementara
itu, metode penelitian kualitatif lebih memberikan ruang bagi penelitinya untuk
menempuh langkah non-linear, kadangkala melakukan upaya “kembali” pada
langkah-langkah penelitian yang sudah ditempuhnya dalam menjalani proses
17
penelitian. Hal ini tidak berarti kualitas riset menjadi rendah, namun lebih pada cara
untuk dapat menjalankan orientasi dalam mengkonstruksikan makna.
Data penelitian kualitatif adalah apa yang dikatakan oleh orang-orang
terhadap seperangkat pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Apa yang dikatakan
responden itu bisa diperoleh secara verbal melalui wawancara atau dalam bentuk
tertulis melalui analisis dokumen. Patton mengatakan bahwa pada dasarnya data
kualitatif itu terdiri dari petikan-petikan yang berasal dari responden dan deskripsi
tentang situasi, peristiwa, dan interaksi.
Data kualitatif adalah data empiris.20
Data itu termasuk dokumen peristiwa
nyata, rekaman apa yang mereka nyatakan (dengan kata-kata, isyarat, nada),
observasi perilaku spesifik, studi dokumen tertulis, atau menguji kesan visual. Semua
data itu adalah aspek-aspek konkrit suatu dunia.Tidak sebagaimana para peneliti
kuantitatif yang mengubah ide atau dunia sosial ke dalam variabel-variabel umum
untuk membentuk hipotesis, para peneliti kualitatif meminjam ide-ide dari orang-
orang yang mereka studi sesuai dengan konteks atau latar alamiahnya.
Dalam penelitian kali ini data-data primer akan dikumpulkan dengan cara
wawancara dan studi pustaka. Maka target yang akan di wawancarai adalah peneliti
yang ahli di bidang Timur Tengah, khususnya yang fokus kepada Saudi Arabia dan
Mesir\
20
Patton, M.Q. Qualitative evaluation methods. Beverley Hills, CA: Sage. 1980
18
1.7 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan awal dari penulisan skripsi yang memuat pernyataan
masalah yang diangkat dan pertanyaan penelitian. Selain itu, bab ini juga memuat
beberapa tinjauan pustaka yang digunakan penulis dalam membantu proses
penelitian. Teori dan konsep yang akan digunakan dalam melakukan analisis juga di
jabarkan dalam bab I ini. Penjelasan mengenai metode penelitian dan sistematika
penulisan dijelaskan dalam bab ini
BAB II PERGANTIAN REZIM MESIR DAN HUBUNGAN MESIR-SAUDI
ARABIA SEBELUM REZIM SISI
Bab ini menjelaskan gambaran umum tentang pergantian rezim Mesir dan
masing-masing kebijakan luar negeri yang ada pada masing-masing rezim. Pada bab
ini juga akan dijelaskan tentang dinamika hubungan Mesir dan Saudi Arabia.
Dukungan Saudi Arabia terhadap pemerintahan Sisi hingga bantuan yang diberikan
Saudi Arabia kepada Mesir juga dibahas dalam bab ini.
BAB III POLITIK SAUDI ARABIA DAN MESIR YANG BERSEBERANGAN
DI SURIAH
Bab ini akan berisi tentang politik Saudi Arabia di kawasan Timur Tengah
khususnya politik bantuan Saudi Arabia yang menjadi senjata diplomasinya. Dalam
bab ini juga menjelaskan secara singkat konflik Suriah juga solusi-solusi yang
ditawarkan oleh dunia internasional. Penjelasan tentang posisi Mesir dan Saudi
Arabia dalam konflik Suriah juga akan dibahas dalam bab ini.
19
BAB IV ANALISA LANGKAH MESIR DALAM PENGAMBILAN SUARA DI
PBB PADA KASUS SURIAH
Bab ini akan menjawab pertanyaan penelitian mengenai mengapa Mesir
memberikan suaranya kepada draft resolusi yang ditawarkan oleh Rusia dalam
Dewan Keamanan PBB terkait kasus Suriah. Faktor internal dan eksternal yang
terdapat dalam teori neoclassical realism menjadi fokus bahasan dalam bab ini.
Selain itu, systemic pressure dan intervening variable seperti aktor pengambil
kebijakan luar negeri juga akan dipaparkan pada bab ini.
BAB V KESIMPULAN
Bab ini merupakan hasil dari keseluruhan penelitian dan memuat jawaban atas
pertanyaan penelitian. Hasil akhir dan metode penelitian yang sesuai dengan teori dan
konsep yang digunakan terangkum secara lengkap dalam bab ini.
20
BAB II
PERGANTIAN REZIM MESIR DAN HUBUNGAN MESIR-SAUDI ARABIA
Bab ini berisi gambaran umum mengenai kebijakan luar negeri Mesir serta
overview mengenai pergantian rezim di Mesir pasca Arab Spring. Bab ini juga berisi
mengenai pembahasan dinamika hubungan Mesir-Saudi Arabia hingga masa
pemerintahan Sisi yang menerima bantuan besar dari Saudi Arabia.
2.1 Gambaran Umum Kebijakan Luar Negeri Mesir
Dalam The Philosophy of Revolution, Gamal Abdul Nasser menyatakan
bahwa orientasi politik luar negeri Mesir secara umum tidak dapat dilepaskan oleh
faktor historis semenjak revolusi tahun 1952. Terdapat tiga hal yang menjadi fokus
orientasi tersebut, yakni Arab, Afrika, dan Islam.21
Pada saat Nasser memimpin
Mesir, semangat Pan-Arabisme menjadi landasan bagi Mesir untuk menjadi negara
yang memiliki kekuatan dominan di Timur-Tengah. Selain itu, dalam lingkup
internasional, Nasser membawa Mesir menjadi salah satu kekuatan netral dalam
Gerakan Non Blok bersama dengan negara-negara dunia ketiga termasuk salah
satunya Indonesia. Hal tersebut disebabkan dengan adanya semangat anti-
Imprealisme yang diusung oleh Nasser dalam rangka membangun Mesir dan Dunia
Arab dari penjajahan yang dilakukan oleh kekuatan luar, meskipun pada praktiknya
21
Abdel Monem Said Aly, “Post-Revolution Egyptian Foreign Policy”. Crown Center of
Middle East Studies no.86. Nov 2014, h.1 tersedia di
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0a
hUKEwig5I-
RzrbYAhVLMo8KHRbaACkQFggoMAA&url=https%3A%2F%2Fwww.brandeis.edu%2Fcrown%2F
publications%2Fmeb%2FMEB86.pdf&usg=AOvVaw1_wy7Brl24dYcyMbQHcvMA
21
dari tahun ke tahun hubungan Mesir di bawah Nasser seringkali berganti dengan Uni
Soviet dan Amerika Serikat. 22
Akan tetapi, memasuki tahun 1970-an, yakni saat jabatan presiden Mesir
dipegang oleh Anwar Sadat dan dilanjutkan Husni Mubarak, politik luar negeri Mesir
mulai mengalami pergeseran orientasi. Politik luar negeri Mesir saat itu tidak lagi
mengutamakan semangat menyatukan negara-negara Arab, melainkan cenderung
menyelamatkan diri dengan lebih dekat dengan Amerika Serikat, Eropa, dan Negara-
negara Teluk. Saat itu pula, Mesir mengadakan kerjasama di berbagai bidang, seperti
ekonomi, militer, dan keamanan dengan Jepang, Australia, dan Kanada.23
Selanjutnya, pada periode ini pula Mesir memilih menjadi negara Arab
pertama yang menandatangani perjanjian damai dengan Israel yang berhasil
dikonfrontasi oleh AS. Perjanjian Camp David yang ditandatangani pada tahun 1979
oleh Anwar Sadat - selaku presiden Mesir - dan Menachem Begin – selaku presiden
Israel-, ini membuat hubungan antara Mesir dengan AS dan Israel terikat dalam
sebuah kesepakatan formal.24
Perjanjian ini kemudian dilanjutkan oleh Husni
Mubarak, sebagai pengganti dari Anwar Sadat sebagai presiden Mesir. Dengan
memilih meneruskan Perjanjian Camp David tersebut, orientasi politik luar negeri
22
Chen Tianshe, “Four Points toward the Understading of Egypt‟s Foreign Relation”. Journal
of Middle Eastern and Islamic Studies (in Asia) 5 no. 1 (2011), h. 88- 95 23
Said Aly, “Post-Revolution Egyptian” , h. 1-3 24
“After 35 Years, Israel-Egypt Treaty Marks Key Benchmark for Middle East Peace”, The
American Israel Public Affairs Committee. 27 November 2014. Tersedia di
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0a
hUKEwidw63ozrbYAhWIr48KHdjECwQQFggoMAA&url=https%3A%2F%2Fwww.aipac.org%2F~
%2Fmedia%2FPublications%2FPolicy%2520and%2520Politics%2FAIPAC%2520Analyses%2FIssue
%2520Memos%2F2014%2FAIPAC%2520Memo%2520-%252035th%2520Anniversary%2520Israel-
Egypt%2520Peace%2520Treaty.pdf&usg=AOvVaw0gzZoLW7MY2owkguRFwc6l
22
Mesir dinilai senantiasa melindungi kepentingan AS di Timur Tengah, khususnya
yang berkaitan dengan eksistensi Israel di kawasan Timur-Tengah.25
2.2 Pergantian Rezim Mesir Pada Masa Arab Spring
Gelombang Arab Spring di Timur Tengah mempunyai dampak yang besar
bagi Mesir. Bahkan Mesir mengalami dua kali pergantian rezim karena dampak
instabilitas dari Arab Spring.
2.2.1. Runtuhnya Rezim Husni Mubarak
Arab Spring membawa gelombang protes yang menuntut perbaikan sistem
pemerintahan dan demokrasi, karena hal ini rezim Husni Mubarak runtuh.
Kemiskinan dan kesenjangan ekonomi yang disebabkan oleh korupsi yang dilakukan
oleh rezim Husni Mubarak.
Meneruskan kepemimpinan setelah kematian Anwar Sadat, Husni Mubarak
resmi menjadi Presiden Mesir ketiga pada 14 Oktober 1981. Sebagai penerus,
Mubarak tidak serta merta menjadi pemimpin yang mempunyai visi besar.26
Mubarak
lebih menjadi pemimpin yang pragmatis karena permasalahan-permasalahan negara
yang belum selesai, terutama masalah krisis ekonomi yang bergejolak
Saat Mesir membuat kesepakatan dengan IMF, timbul protes terhadap
program IMF secara luas. Protes ini muncul di beberapa sektor ekonomi Mesir.
25
Ashraf Khalil. “Liberation Square: Inside the Egyptian Revolution and The Rebirth of A
Nation”. New York: St. Martin‟s Press. h. 21 tersedia di
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0a
hUKEwjmjqiTz7bYAhXJQY8KHXx8ARAQFggxMAE&url=http%3A%2F%2Fwww.gmj.uottawa.ca
%2F1301%2Fv6i1_bowerbank.pdf&usg=AOvVaw2-CNynPzM9URLfImTUZ0UD 26
Faksh, Mahmud A.. “Egypt under Mubarak: The Uncertain Path”. Canadian Institute of
International Affairs. 1983
23
Rezim Mubarak kemudian membuat peraturan darurat untuk membendung
gelombang protes dengan penangkapan secara masif juga dengan taktik intimidasi.
Peraturan darurat ini muncul pada tahun 1981 dan bertahan sepanjang Mubarak
berkuasa.27
Peraturan ini sering digunakan untuk menekan pendapat-pendapat yang
berlawanan dengan kasus IMF juga dengan kasus-kasus lain yang rezim Mubarak
keluarkan.
Mubarak yang berkuasa kemudian melepaskan anggota Ikhwanul Muslimin
dan berusaha untuk memarjinalkan Islamis radikal berkolaborasi dengan Ikhwanul
Muslimin. Bertahun-tahun kemudian Ikhwanul Muslimin mempunyai pengaruh yang
kuat dikalangan kelas menengah dan dikenal secara luas karena jaringan dan
pelayanan publiknya. Ketika pemerintah memotong layanan publik dibawah SAP
pada tahun 1990an, Ikhwanul Muslimin masuk ke sekolah-sekolah, klinik kesehatan,
dan bantuan finansial. Rezim Mubarak kemudian tidak tenang dengan adanya Islam
yang politis dan Ikhwanul Muslimin dipandang sebagai bagian dari Islam yang
politis. Pada tahun 1992 terjadi gempa besar yang melanda Kairo. Dengan cepat
relawan Ikhwanul Muslimin tiba di tempat kejadian dengan obat-obatan, makanan,
dan bantuan finansial.28
Gelombang protes dari oposisi kepada rezim dilakukan dalam Gerakan
Kifaya. Kifaya merupakan slogan dari Gerakan Rakyat Mesir untuk Perubahan yang
27
“THE EMERGENCY LAW IN EGYPT”. The Worldwide Human Rights Movement. 17
Nov 2001. Tersedia di https://www.fidh.org/en/region/north-africa-middle-east/egypt/THE-
EMERGENCY-LAW-IN-EGYPT diakses pada 18 Juli 2017 pukul 16.15 WIB 28
K.V. Nagarajan. “Egypt‟s Political Economy and the Downfall of the Mubarak Regime”. h.
33
24
ditemukan pada tahun 2004 sebelum pemilihan umum pada tahun 2005. Ini
merupakan koalisi dari kelompok-kelompok oposisi yang luas cakupannya. Yang
menjadi faktor pemersatu adalah posisi mereka yang berlawanan dengan rezim.
Gerakan Kifaya secara terbuka menentang rezim Mubarak untuk menghentikan
tindakan abuse of power yang dilakukan pemerintah. Gerakan ini juga mengutuk
Mubarak untuk mundur dari kekuasaan dan berhenti menciptakan jalan yang mulus
bagi anak dari Husni Mubarak agar bisa menjadi penerus kekuasannya. Gerakan ini
tidak berhasil mencapai tujuannya karena tidak mampu menjadikan gerakan ini
sebagai gerakan politik massa dan akhirnya kehilangan pengaruhnya. Namun, hal ini
meninggalkan warisan yang nyata untuk gerakan protes rakyat Mesir berikutnya.29
Percikan yang memicu perubahan di Mesir datang dari Tunisia. Pada 17
Desember 2010, Mouhammad Bouazizi, seorang sarjana yang menganggur terpaksa
menjadi pedagang buah di jalanan yang kemudian dianiaya oleh polisi lokal dan
meninggal dengan membakar tubuhnya sendiri sebagai aksi protes dan pengorbanan
diri. Gambar-gambar yang berisi protes di kota Sidi Bouzid diselundupkan keluar dan
sampai di tangan Al Jazzera. Masyarakat Tunisia yang terkejut turun ke jalan untuk
mendemonstrasikan kemarahannya kepada rezim. Aksi protes selama 29 hari yang
masif membuat Presiden Ben Ali meninggalkan kekuasaannya dan pergi
mengasingkan diri ke Saudi Arabia pada 14 Januari 2011. Setelah disiarkan Al
29
Brown, Nathan, Dunne, Michele and Hamzawy, Amr. “Egypt‟s controversial constitutional
amendments”, Carnegie Endowment, 2007. Tersedia di
http://www.carnegieendowment.org/files/egypt_constitution_webcommentary01.pdf diakses pada 19
Juli 2017 pukul 9.45 WIB
25
Jazzera, aksi protes menyebar ke banyak negara di Timur Tengah. Mesir menjadi
salah satu negara yang paling merasakan efek protes ini. Pada 25 Januari 2011
masyarakat Mesir memulai protes. Media sosial digunakan untuk mengumpulkan
massa ke Tahrir Square. Protes ini merupakan gerakan tanpa pemimpin yang jelas
dan dihadiri oleh masyarakat dari kalangan yang luas tanpa membeda-bedakan kelas,
agama, umur, dan afiliasi politik.30
Meskipun banyak korban intimidasi oleh satuan
keamanan pemerintah, massa semakin bertambah dari hari ke hari. Akhirnya pada 11
Februari 2011 diumumkan bahwa Presiden Husni Mubarak yang telah 3 dekade
memimpin Mesir, turun dari tampuk kepemimpinan.31
2.2.2. Timbul dan Tenggelamnya Demokrasi Mesir
Supreme Council of Armed Forced (SCAF) yang dipimpin oleh Jenderal
Hussein Tantawi menjadi pihak yang mengisi kekosongan dan bertanggung jawab
atas transisi kekuasaan di Mesir.32
Hadirnya SCAF sebagai pengisi kekosongan
merupakan bukti bahwa keterlibatan militer dalam politik Mesir masih sangat besar.
Saat SCAF menjadi pemerintah transisi, gelombang protes para pemuda masih
berlangsung dengan menuntut hasil dari revolusi yang baru saja berlangsung. SCAF
30
Philip Rizk. “Egypt and the global economic order”. Al Jazeera. 15 Februari 2011. Tersedia
di http://www.aljazeera.com/indepth/opinion/2011/02/20112148356117884.html diakses pada 19 Juli
2017 pukul 9.55 WIB 31
David Kirkpatrick. “Egypt Erupts in Jubilation as Mubarak Steps Down”. The New York
Times. 11 Februari 2011. Tersedia di
http://www.nytimes.com/2011/02/12/world/middleeast/12egypt.html?pagewanted=all diakses pada 19
Juli 2017 pukul 10.00 WIB 32
Hamdan Basyar,” Pertarungan Dalam Berdemokrasi: Politik di Mesir, Turki dan Israel”
.Jakarta: UI Press,.2015. h 27
26
saat itu juga menghadapi perdebatan apakah Mesir harus melaksanakan pemilihan
umum atau membuat konstitusi baru.
Setelah Mubarak turun dan NDP dibubarkan, Ikhwanul Muslimin menjadi
kelompok organisasi yang besar, maka dari itu Ikhwanul Muslimin berada diposisi
yang diuntungkan jika terjadi pemilihan umum. Sedangkan kaum nasionalis-liberal
dan Nasserist menginginkan perombakan konstitusi lebih dulu karena mereka
mmembutuhkan waktu untuk mengumpulkan basis massa. Kemudian SCAF
membuat amandemen terbatas terhadap konstitusi Mesir pada 30 Maret 2011. Namun
dengan adanya tekanan internal dan eksternal untuk diwujudkannya demokrasi Mesir,
maka SCAF memutuskan untuk segera melaksanakan pemilihan umum untuk elite-
elite sipil. Pemilihan umum parlemen dilaksanakan pada 28 November 2011 hingga
11 Januari 2012, yang kemudian dilanjutkan dengan pemilihan umum Presiden pada
23-24 Mei 2012.33
Dengan terpilihnya Mursi sebagai presiden pertama di Mesir yang terpilih
secara demokatis, justru menjadi masa-masa menegangkan yang menjadi awal krisis
politik di Mesir. Pada masa-masa ini rakyat terjun ke Tahreer Square berunjuk rasa
menuntut Mursi turun. Massa menyatakan protes bahwa parlemen yang baru
terbentuk terlalu didominasi Islam (Ikhwanul Muslimin), rakyat menginginkan
pemerintahan yang proporsional. Memang dari hasil pemilu parlemen, kelompok
33
Kristen A.Stilt. “The End of "One Hand": The Egyptian Constitutional Declaration and the
Rift between the "People" and the Supreme Council of the Armed Forces”. Faculty Working Papers.
2012. Tersedia di http://scholarlycommons.law.northwestern.edu/facultyworkingpapers/208 diakses
pada 19 Juli 2017 pukul 10.18 WIB
27
Ikhwanul Muslimin mengambil dua per tiga kursi di parlemen. Hasil akhir
menunjukkan bahwa Ikhwanul Muslimin dan Partai Keadilan (FJP) memenangkan
235 kursi, atau 47,18 persen.34
Selain itu juga ada indikasi jika Mursi dan Ikhwanul Muslimin ingin
mengubah Mesir menjadi negara Islam, hal ini bertolak belakang dengan Mesir yang
selama ini sekuler. Di lain sisi, massa berteriak setelah Mursi mengeluarkan dekritnya
pada Kamis, 22 November 2012. Dekrit itu menyatakan bahwa Mursi mempunyai
otoritas tertinggi, final, yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Mursi sendiri
beralasan bahwa dekrit yang dikeluarkannya itu untuk melindungi revolusi,
kehidupan bangsa, keamanan, persatuan, dan kesatuan nasional. Mursi berjanji akan
melepaskan segala kekuasaannya itu, ketika undang-undang baru sudah disusun dan
disahkan. Namun sebelum hal itu terjadi, Mursi dituding menumpuk kekuasaan, ingin
menjadi diktator baru yang sama seperti Mubarak hanya dengan cara dan wajah
berbeda.35
Keadaan ekonomi Mesir yang sedang menurun juga membuat rakyat semakin
frustasi. Dengan melakukan demonstrasi tersebut massa juga berharap agar ekonomi
bisa mendapatkan perhatian yang lebih oleh pemerintahan baru. Akibat dari krisis
politik di Mesir, keadaan ekonomi, keamanan, kesejahteraan pangan secara signifikan
menurun. Terhitung setelah tumbangnya Mubarak, angka pengangguran mencapai
34
“Egypt's Islamist parties win elections to parliament”. BBC. 21 Januari 2012. Tersedia di
http://www.bbc.com/news/world-middle-east-16665748 diakses pada 19 Juli 2017 pukul 11.37 WIB 35
Trias Kuncahyono, “Tahrir Square Jantung Revolusi Mesir”. Jakarta: PT. Kompas Media
Nusantara. 2013. h. 23-228.
28
13,2%, pada bulan Mei PBB mengumumkan angka kemiskinan dan keamanan
pangan di Mesir melonjak tajam dalam 3 tahun terakhir, angka kekurangan gizi juga
melesat menjadi 31%.36
Rakyat kehilangan figur dan menganggap stabilitas itu lebih penting, daripada
menjalani demokrasi bersama pemimpin yang tidak sanggup menjaga kestabilan.
Nilai demokrasi yang diterapkan di Mesir baiknya adalah demokrasi yang merangkul
seluruh kalangan. Dalam kegaduhan yang semakin parah menambah momentum dan
kekuatan militer menjadi harapan bagi rakyat atas kesalahan-kesalahan yang telah
dibuat pemerintah sipil.
Pihak militer siap melakukan kudeta ketika rakyat meneriakkan keburukan
pemerintah, selain mosi tidak percaya rakyat dan segala kekacauan yang terjadi
selama protes, dijadikan faktor pendukung yang membuat kepentingan pribadi militer
merebut kekuasaan tidak kentara. Seolah-olah militer bersama dengan kelompok
orang-orang yang merasa dirugikan pemerintah, padahal militer hanya memakai
tuntutan kelompok itu agar tindakan kudeta mereka dianggap keniscayaan dan pro
terhadap rakyat.
Dari segala runtutan kegagalan yang pemerintah sipil lakukan, kalangan
militer mengangap Mursi tidak sanggup lagi menanggung kekacauan tersebut. Maka
pada tanggal 1 Juli 2013 pukul 16.30 (waktu Mesir), militer di bawah kendali Abdul
Fattah el-Sisi memberikan ultimatum pada Mursi untuk menyelesaikan masalah
36
Matthew Davis. “Egypt analysts optimistic for post-Morsi economy”. BBC. 5 Juli 2013.
Tersedia di http://www.bbc.com/news/business-23183838 diakses pada 19 Juli 2017 pukul 12.06 WIB
29
politik Mesir dalam waktu 48 jam. Militer mengancam akan mengambil langkah
sendiri bila Mursi tidak menuruti tuntutan Militer. Untuk menjawab desakan militer,
Mursi yang merasa dipilih oleh rakyat dan mempunyai legitimasi kekuasaan yang
kuat menolak ultimatum militer.
Karena permintaan militer ini ditolak oleh Mursi, maka militer melaksanakan
ancamannya dengan pengambilalihan kekuasaan pada 3 Juli 2013 malam. Kudeta
militer itu telah mengakhiri kekuasaan Mursi yang dipilih secara demokratis.
2.3 Dinamika Hubungan Mesir dan Saudi Arabia
Bertahun-tahun setelah Revolusi Mesir pada tahun 1952 hubungan antara
Mesir dan Saudi Arabia terjalin erat, didorong oleh kecurigaan yang sama terhadap
kaum Hashimiyah, yaitu salah satu marga dari suku Quraisy yang berkuasa di Jordan
dan terutama di Irak saat itu. Mesir dan Saudi Arabia membentuk aliansi anti-
Hashimiyah yang terdiri dari Raja Ibn Saud dari Saudi Arabia, Raja Farouk dari
Mesir, dan Presiden Shukri al-Quwaiti dari Suriah setelah pembentukan Liga Arab
pada tahun 1945. Setelahnya, Nasser dan Raja Saud bekerja sama untuk membatasi
pergerakan Pakta Baghdad, yang dirasa sengaja didesain untuk meningkatkan
pengaruh Hashimiyah Irak. Hasilnya, kedua negara ini menandatangani sebuah
perjanjian militer bilateral pada tahun 1955, dan terbukti sukses dengan berhasil
mencegah Jordan untuk bergabung dengan Pakta Baghdad. Bahkan Mesir ikut terlibat
dalam pasukan militer, sistem ekonomi dan edukasi.37
37
Shmuelevitz, Aryeh; Susser, Asher. “The Hashemites in the Modern Arab World: Essays in
Honour of the Late Professor Uriel Dann”. Routledge. 2013. h 85–104. Tersedia di
30
Namun, aliansi ini melemah karena kegelisahan Saudi Arabia dengan
kampanye yang dilakukan oleh pemerintah Mesir mengenai kekuatan-kekuatan anti-
monarki di dunia Arab. Juga karena peningkatan hubungan Mesir dengan Uni Soviet
dan usaha-usaha dari Irak dan sekutu-sekutu baratnya termasuk Amerika Serikat
menciptakan jarak antara kedua negara ini.38
Pada tahun 1958 keadaan yang semakin
memburuk ini membuat Raja Saudi Arabia memberikan penawaran sebesar 1.9 juta
Poundsterling kepada Abdul Hamid al-Sarraj, kepala intelejen Suriah, untuk
memastikan terbunuhnya Nasser.39
Pada rezim Gamal Abdul Nasser, Mesir yang condong terhadap Uni Soviet,
hadir sebagai representasi Gerakan Non Blok dan Pan-Arabisme, juga menjadi suatu
bentuk advokasi dari sekularisme dan republikanisme.40
Kontras dengan Saudi Arabia
yang merupakan pendukung kuat monarki absolut dan teokrasi Islam dan secara
umum dekat dengan blok barat, khususnya Amerika Serikat dan Inggris.
Saudi Arabia selama puluhan tahun telah mempromosilan Islam secara umum
dan juga Islam yang sesuai interpretasi spesifik dari Saudi Arabia, Wahabisme, atau
yang lebih dikenal sebagai Salafisme.41
Saudi Arabia memobilisasi Islam secara
ideologi melawan nasionalisme Arab versi Gamal Abdul Nasser dan Partai Baathist
https://books.google.co.id/books?id=dUHfAQAAQBAJ&dq=Shmuelevitz,+Aryeh%3B+Susser,+Ashe
r.+The+Hashemites+in+the+Modern+Arab+World:+Essays+in+Honour+of+the+Late+Professor+Urie
l+Dann&source=gbs_navlinks_s 38
Podeh, Elie . "Ending an Age-Old Rivalry: The Rapprochement between the Hashemites
and the Saudis, 1956-1958". Routledge. 2013. 39
Niblock, Tim. “Saudi Arabia: Power, Legitimacy and Survival”. Routledge. 2004. h 41. 40
Dawisha, Adeed. ”Arab Nationalism in the Twentieth Century: From Triumph to Despair”.
Princeton University Press. 2002. h 2–14. 41
F. Gregory Gause II. “Saudi Arabia in the New Middle East”. Council Special Report No.
63. Council on Foreign Relations. December 2011. h 19-20
31
dari Suriah dan Irak pada 1950an dan 1960an, mendukung Ikhwanul Muslimin secara
khusus sebagai penyeimbang kaum nasionalis dan kaum kiri. Mesir juga menjadi
negara yang ditentang Saudi Arabia ketika Mesir menjadi negara Arab pertama yang
menjalin hubungan damai dengan Israel. 42
Namun, hubungan Mesir dan Saudi Arabia kembali menghangat selama masa
kepemimpinan Sadat. Saudi Arabia berhasil memainkan peran penting dalam
membujuk Sadat untuk memulangkan 20.000 penasehat militer Soviet dari Mesir
pada tahun 1972.43
Saudi Arabia juga menggandakan jumlah yang dikirimkan ke
Mesir sebagai bantuan pada 1970an menjadi 200 juta dollar per tahun, membelikan
pesawat tempur Mirage dari Perancis untuk Mesir yang bertujuan untuk mengurangi
kebergantungan Mesir terhadap teknologi militer Soviet. Saudi Arabia juga
menawarkan pinjaman berbunga rendah kepada Mesir. Pada tahun 1973, Mesir dan
Saudi Arabia juga berkoordinasi dalam Perang Yom Kippur dengan embargo minyak
OAPEC terhadap sekutu-sekutu barat Israel, yang kemudian berujung pada krisis
minyak tahun 1973.44
Pada masa Mesir di bawah rezim Mubarak, tidak sama dengan situasi pada
masa Nasser, Mubarak hanyalah seorang diktator yang konservatif yang dekat dengan
Amerika Serikat. Mubarak tidak lagi hadir sebagai representasi ideologi atau kutub
42
Eric Pace. “Anwar el-Sadat, the Daring Arab Pioneer of Peace with Israel”. NYTimes. 7
Oktober 1981. Tersedia di http://www.nytimes.com/learning/general/onthisday/bday/1225.html
diakses pada 17 November 2017 pukul 11.21 43
Bronson, Rachel. “Thicker than Oil: America's Uneasy Partnership with Saudi Arabia”.
Oxford: Oxford University Press. 2006. h 113–123. 44
Bronson, Rachel. “Thicker than Oil: America's Uneasy Partnership with Saudi Arabia”. h
113-123
32
politik yang berbeda dengan Saudi Arabia. Meskipun begitu, masih tersisa rivalitas
antara keduanya. Rivalitas ini terbentuk dengan sendirinya, sebagai contoh, ketika
Presiden Obama melakukan tur besar di Timur Tengah pada tahun 2009, segera
setelah berkuasa. Saudi Arabia menyayangkan pilihan Obama dengan menjadikan
Kairo sebagai kota untuk menyampaikan pidato kunci tentang kebijakannya.
Akhirnya departemen luar negeri Amerika Serikat berusaha meredakan pemerintah
Saudi Arabia dengan segera mengadakan kunjungan Presidensial tingkat tinggi ke
ibukota Saudi Arabia.
Namun selama revolusi Mesir tahun 2011, Raja Abdullah tetap
mengekspresikan dukungan untuk Husni Mubarak, seperti yang disampaikan oleh
Raja Abdullah yang juga mengutuk orang-orang yang coba-coba mengganggu
kestabilan dan keamanan Mesir :
"No Arab or Muslim can tolerate any meddling in the security and stability of Arab
and Muslim Egypt by those who infiltrated the people in the name of freedom of
expression, exploiting it to inject their destructive hatred. As they condemn this, the
Kingdom of Saudi Arabia and its people and government declares it stands with all
its resources with the government of Egypt and its people."45
Disamping rivalitas politik, selama lebih dari tiga dekade Saudi Arabia dan
Mesir membangun ikatan ekonomi yang kuat. Kerajaan Saudi Arabia menyediakan
banyak kesempatan dan lowongan pekerjaan bagi buruh Mesir. Warga Mesir yang
45
Aboudi, Sami. “UPDATE 1-Saudi king expresses support for Mubarak”. Reuters. 29
Januari 2011. Tersedia di https://www.reuters.com/article/egypt-saudi-idAFLDE70S08V20110129
diakses pada 17 November 2017 pukul 11.00
33
masih berada di Saudi Arabia setelah musim Haji akan selalu dapat menemukan
pekerjaan. Di sisi lain, Mesir adalah tempat yang menarik bagi warga Saudi Arabia
yang ingin berwisata ke luar negeri. Alasannya adalah Mesir masih merupakan salah
satu negara Arab dan Riyal sebagai mata uang Saudi Arabia masih dipertimbangkan
di Mesir. Mesir juga lebih konservatif dibandingkan Lebanon yang juga destinasi
wisata di negara Arab, dan relatif lebih stabil dibandingkan Lebanon pada masa
sebelum Arab Spring.46
Menurut Menteri Perdagangan dan Buruh Mesir, Rachid Mohammed, sejak
2004 hingga 2009 perdagangan bilateral kedua negara meningkat sebanyak 350
persen. Pada 2009, Saudi Arabia adalah destinasi ekspor dan sekaligus sumber impor
terbesar diantara negara-negara Arab. Pada tahun 2008, ekspor Mesir ke Saudi Arabia
mencapai 926 juta dollar, dimana total impor dari Saudi Arabia berjumlah 2.6 milyar
dollar. Dan pada tahun 2009, ekspor Saudi Arabia melewati 3 milyar dollar.47
Dengan
dijumlahkan, total 3.5 milyar dollar dalam perdagangan bilateral merepresentasikan
lebih dari sepertiga perdagangan di kalangan negara-negara Arab.
Investasi Saudi Arabia di Mesir juga patut diperhitungkan. Dari tahun 1970
hingga 2007, Saudi Arabia adalah investor terbesar tunggal di Mesir. Pada tahun
2008, Saudi Arabia mendirikan firma investasi kedua di Kairo. The Construction
Project Holding Company (CPC), dengan nilai investasi 120 juta dollar, dengan
46
David Schenker, “Paradoxes of Egyptian-Saudi Relations”. Islamic Affair Analyst. 2009. h
9 47
Saudi-Egypt Trade Exchange, tersedia di https://stats.gov.sa/en/217 diakses pada 5
Desember 2017 pukul 15.55
34
harapan dapat membawa 2.500 pekerjaan ke Mesir, dimana tingkat pengangguran
resmi berada pada level 10%.48
Pada 2009, perusahaan-perusahaan Saudi Arabia menargetkan pemasangan
sebuah sistem telepon jalur pasti di Mesir, sebuah kontrak yang secara efektif
mengakhiri monopoli yang dilakukan oleh Telecom Mesir. Pada Maret 2009, Rachid
mengatakan sekitar 2.500 perusahaan Saudi Arabia di Mesir telah berinvestasi
sebanyak hampir 11 milyar dollar. Pada waktu yang sama Mesir dan Saudi Arabia
sedang dalam proses menautkan jaringan listrik melalui jalur sepanjang 1.500 km.
Ketika konstruksi diselesaikan, Kairo dan Riyadh dapat bertukar sumber tenaga
listrik, membantu kedua negara memenuhi permintaan lokal pada waktu-waktu
puncak.49
Maka dapat kita lihat dari atas bahwa hubungan Mesir dan Saudi Arabia
merupakan hubungan yang dinamis. Keadaan yang pasang-surut cukup menjelaskan
mengapa hubungan keduanya kompleks. Meskipun begitu semenjak rezim Sadat
dapat dibujuk oleh Saudi Arabia dengan politik bantuannya agar kembali berada
dalam lingkaran agenda Saudi Arabia, atau setidaknya agenda Amerika Serikat yang
masih sejalan dengan Saudi Arabia, maka hubungan keduanya cenderung
menghangat meskipun ada tensi-tensi kecil yang tidak berpengaruh signifikan.
Keadaan yang menghangat ini bertahan sampai Mesir melewati masa-masa kejayaan
di bawah rezim Mubarak dan akhirnya sampai Mubarak turun karena Arab Spring.
48
David Schenker, “Paradoxes of Egyptian-Saudi Relations”. h 9 49
David Schenker, “Paradoxes of Egyptian-Saudi Relations”. h 9
35
2.4 Bantuan Saudi Arabia Kepada Rezim el-Sisi
Dukungan dan paket bantuan yang diberikan pemerintah Saudi Arabia kepada
Mesir sangat berarti bagi pemerintah baru Mesir. Presiden Interim Mesir Adly
Mansur tidak akan pernah melupakan dukungan yang diberikan Raja Abdullah, hal
ini dibuktikan dengan kunjungan pertamanya ke Saudi Arabia menemui Raja
Abdullah.50
Untuk itu Mesir akan kembali memperkuat hubungan dengan Saudi
Arabia.
Saudi Arabia akan memberikan bantuan kepada Mesir sebesar 5 miliar dollar
untuk mendukung ekonomi Mesir, enam hari setelah militer menggulingkan Presiden
Muhammad Mursi. Bantuan tersebut, yang diputuskan oleh Raja Abdullah, pada 9
Juli 2013, akan terdiri atas 2 miliar dollar deposito bebas bunga di bank sentral Mesir,
1 miliar dollar donasi, dan setara dengan 2 miliar deposito berupa produk-produk
minyak dan gas.
Bantuan 5 miliar yang disalurkan Saudi Arabia mencerminkan dukungan
kerajaan terhadap situasi dan perubahan terbaru di Kairo. Cadangan devisa Mesir
hanya 14.9 miliar dollar pada akhir Juni, menurut bank sentral negara itu, kurang dari
setengah jumlah pada awal tahun 2011. Cadangan, diperlukan untuk menghidupkan
kembali ekonomi, terutama sektor konstruksi, pariwisata dan investasi, dalam rangka
mengurangi tingkat pengangguran dan mengurangi defisit anggaran negara. Bantuan
Dana dari Saudi Arabia terdiri dari 2 miliar dollar deposito bank sentral, 2 miliar pada
50
Elizabeth Dickinson. “Egypt‟s Mansour arrives in Saudi Arabia for first official visit”. 7
Oktober 2013. Tersedia di https://www.thenational.ae/world/egypt-s-mansour-arrives-in-saudi-arabia-
for-first-official-visit-1.455519 diakses pada 4 Oktober 2017 pukul 19.33 WIB.
36
produk-produk energi, dan 1 miliar dollar dalam bentuk uang tunai, sebagai mana
sampaikan oleh Menteri Keuangan Saudi Arabia Ibrahim Saudi Al-assaf.51
Bukan itu saja, Saudi Arabia bahkan siap membantu Mesir jika Barat
menghentikan bantuan keuangan kepada Mesir. Sebagaimana disampaikan menteri
luar negeri Saudi Arabia, Pangeran Saud al-Faisal. Dia mengatakan, Saudi Arabia dan
negara-negara Islam akan membantu Mesir jika negara-negara Barat menghentikan
bantuan keuangan untuk Kairo. Bagi negara-negara yang sudah mengumumkan akan
memangkas bantuan untuk Mesir, atau mengancam untuk melakukan itu, kami
katakan Saudi Arabia dan negara-negara Islam sangat kaya dan tidak ragu membantu
Mesir.52
Pernyataan ini disampaikan sekembalinya Pangeran Faisal dari Perancis untuk
menggelar pembicaraan dengan Presiden Francois Hollande, yang mengecam keras
pertumpahan darah di Mesir. Pangeran Faisal mengkritik, negara-negara barat yang
mengecam tindakan Mesir dalam pembubaran pendukung Ikhwanul Muslimin. Dia
mengatakan, Mesir tengah memerangi terorisme. Semua negara yang mengecam
Mesir seharusnya memahami bahwa kerusakan yang terjadi tidak hanya akan
menimpa Mesir, tetapi juga menimpa mereka yang berkontribusi atau mendukung
masalah dan kekacauan yang terjadi di Mesir.53
51
Tom Perry. “Saudi Arabia gives Egypt $5 billion in aid”. Reuters. 9 July 2013. Tersedia di
https://www.reuters.com/article/us-egypt-protests-saudi-aid/saudi-arabia-gives-egypt-5-billion-in-aid-
idUSBRE9680QT20130709 diakses pada 5 Oktober 2017 pukul 16.26 WIB 52
Rod Norland. “Saudi Arabia Promises to Aid Egypt‟s Regime”. The New York Times. 19
Agustus 2013. Tersedia di http://www.nytimes.com/2013/08/20/world/middleeast/saudi-arabia-vows-
to-back-egypts-rulers.html diakses pada 4 Oktober 2013 pukul 19.40 WIB. 53
Rod Norland. “Saudi Arabia Promises to Aid Egypt‟s Regime”.
37
Dengan dukungan dari negara-negara teluk khususnya Saudi Arabia, Mesir di
bawah el-Sisi dapat bertahan menghadapi krisis ekonomi sekaligus krisis legitimasi
yang mengancam pada saat transisi pemerintahan. Pada tahun 2013 Saudi Arabia,
UAE, dan Kuwait berkomitmen memberikan bantuan sebesar 12 miliar dollar dan
tambahan 8,8 miliar dollar pada awal 2014 untuk meringankan beban ekonomi Mesir
dan memberikan ruang bernapas bagi pemerintahan el-Sisi.54
Bantuan ini diharapkan
bisa menjadikan Mesir sebagai negara yang kontributif terhadap agenda-agenda Saudi
Arabia.
Saudi Arabia memberikan dukungan baik moril maupun materil. Ia dan
sekutunya berjanji akan menyumbang dana sebesar 12 miliar dollar AS, angka itu
delapan kali lebih besar dari bantuan rutin AS ke Mesir setiap tahun, yakni mencapai
1,3 miliar dolar AS.55
Tidak hanya itu, pasca kudeta sekalipun Saudi Arabia masih
menggelontorkan dana pada penguasa baru militer Mesir. Pada tahun 2014, Saudi
Arabia memberikan kepada el-Sisi sebesar 20 milliar dollar, sedangkan negara-negara
Arab Teluk (GCC) mengumpulkan dana 39 milliar dollar kepada el-Sisi.56
Di bawah pemerintah sementara Mesir Adly Mansour, Mesir kembali
melakukan hubungan dekat. Hubungan dekat ini sudah terlihat ketika Raja Abdullah
54
Steven A. Cook, "Egypt‟s Solvency Crisis", Council on Foreign Relations Press, april
2014, tersedia di http://www.cfr.org/egypt/egypts-solvency-crisis/p32729 diakses pada 12 desember
2016 pukul 23.33 55
Julian Pecquet. “What happened to billions in US military aid to Egypt?. Al-Monitor. 12
May 2016. Tersedia di http://www.al-monitor.com/pulse/originals/2016/05/egypt-us-military-
aid.html#ixzz4ucpfMosp diakses pada 5 Oktober 2017 pukul 16.44 56
Mashadi. “Menlu Arab Saudi Saud Al-Faisal : Arab Saudi Tidak Ada Masalah Dengan
Ikhwan”. Voa-Islam. 15 Februari 2015. Tersedia di http://www.voa-
islam.com/read/opini/2015/02/15/35714/menlu-arab-saudi-saud-alfaisal-tidak-ada-masalah-dengan-
ikhwan/#sthash.anKmtV0u.dpbs diakses pada 5 Oktober 2017 pukul 16.48
38
memberi dukungan penuh terhadap militer Mesir dan pemerintahan Adly Mansour.
Presiden interim Mesir Adly Mansour mendapatkan kembali dukungan dari Raja
Saudi Arabia yaitu Raja Abdullah untuk memerangi terorisme dalam kunjungannya
ke Saudi Arabia pada 7 Oktober 2013. Kunjungan itu adalah perjalanan perdananya
ke luar negeri setelah dia menggantikan Muhammad Mursi yang digulingkan militer
pada 3 Juli lalu.
Raja Abdullah, pemimpin pertama yang mendukung pelengseran Mursi,
kembali memastikan dukungan Saudi Arabia untuk upaya Mesir memerangi
terorisme dan menghadapi siapa pun yang mencoba mencampuri urusan dalam negeri
Mesir. Saudi Arabia dan negara-negara Teluk sudah sejak lama melihat Ikhwanul
Muslimin sebagai ancaman. Di antara negara-negara Teluk, hanya Qatar yang
menyatakan dukungannya terhadap Ikhwanul Muslimin.
Sebagai bentuk dukungan terhadap Pemerintah Mesir, Saudi Arabia dan
negara-negara Teluk lainnya bahkan menjanjikan bantuan untuk pemerintahan baru
Mesir yang didukung militer. Atas dukungan itu, Mansour menilai kunjungan ke
kerajaan kaya minyak itu adalah sebuah keharusan, untuk mengungkapkan rasa
terima kasih terhadap pemerintahannya. Raja Abdullah adalah kepala negara pertama
yang memberi selamat atas penunjukan Mansour sebagai presiden sementara Mesir,
hanya beberapa jam setelah pelantikannya Juli lalu.
Selain itu, tujuan kunjungan itu juga adalah untuk memperdalam hubungan
dengan Saudi Arabia pada saat Mesir membutuhkan Saudi Arabia lebih dari
sebelumnya. Menteri luar negeri Saudi Arabia, Saud Al Faisal, menyampaikan bahwa
39
negaranya siap untuk memberikan kompensasi kepada Mesir untuk setiap bantuan
yang ditarik dari Mesir sebagai akibat dari transisi politik. Raja Abdullah juga
menegaskan sikap pemerintah dan Kerajaan Saudi Arabia mendukung saudara-
saudara di Mesir melawan terorisme dan hasutan sekaligus menyatakan bahwa
pemerintah Mesir yang didukung militer adalah pemerintah Mesir yang sah.
Dukungan ekonomi yang diberikan Saudi Arabia akan sangat penting bagi
keberhasilan pemerintahan transisi Mesir itu, sebagaimana Mesir telah berjuang
untuk memulihkan ekonomi dari resesi yang melanda setelah revolusi 2011. Krisis
politik di Mesir yang dilimpahkan menjadi bentrokan dan kekerasan dalam beberapa
bulan terakhir, membuat sektor pariwisata dan investasi terhenti. Dukungan yang
diberikan oleh Saudi Arabia dan negara teluk UEA, memiliki dampak terbesar dalam
mencongkel keputusan Mesir membuat jauh dari tekanan situasi ekonomi yang
memburuk. Untuk itu, dukungan ekonomi Saudi Arabia akan terus menjadi penting
tidak hanya dalam jangka pendek tetapi juga dalam jangka menengah.
Bagi pemerintah Saudi Arabia merangkul dan mendukung pemerintah
sementara Mesir Adly Mansour, adalah sebuah investasi dalam hubungan dengan
rezim baru di Mesir. Saudi Arabia merasa aman dari ancaman pengaruh Ikhwanul
Muslimin ketika Militer Mesir mampu melengserkan Mursi dan Ikhwanul Muslimin
dari kekuasaaannya. Dengan ini Saudi Arabia bisa bertahan dalam kebijakan luar
negeri dan internal negaranya dalam upaya untuk mencegah gejolak poitik dan sosial,
kerusuhan dan aksi protes terhadap pemerintah, menstabilkan rezim mereka, dan
41
BAB III
POSISI SAUDI ARABIA DAN MESIR YANG BERSEBERANGAN DALAM
KASUS SURIAH
Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai pergantian rezim yang pernah
terjadi di Mesir. Bagaimana proses pergantian kepemimpinan dari zaman Nasser yang
digantikan Sadat hingga yang terakhir ke masa Sisi. Kebijakan pada masing-masing
rezim juga sudah dibahas secara singkat. Dinamika hubungan Mesir dan Saudi Arabia
juga dijelaskan bagaimana pasang surut hubungan yang terjalin hingga pada akhirnya
saat rezim Mursi digantikan oleh kepemimpinan militer Sisi dan rezim Sisi
mendapatkan dukungan dari Saudi Arabia.
Maka pada bab ini akan memasuki pembahasan mengenai masalah politik
Saudi Arabia di kawasan dan posisi Mesir dengan Saudi Arabia yang berseberangan
pada kasus Suriah. Juga dijelaskan pembahasan kasus Suriah di Dewan Keamanan
PBB dan apa solusi yang ditawarkan oleh dunia, serta posisi Mesir di dalamnya.
3.1. Politik Bantuan Saudi Arabia di Timur Tengah
Kebijakan luar negeri Saudi Arabia sering kali seiring dengan kebijakan
sekutu barat terdekatnya yaitu Amerika Serikat, maka tidak mengherankan jika di
kawasan pun Timur Tengah pun Saudi Arabia mempunyai kebijakan luar negeri yang
beriringan. Yaitu diantaranya adalah menjaga kestabilan kawasan sehingga tidak akan
mengganggu kestabilan domestik.
42
3.1.1. Politic of Assistance
Salah satu upaya untuk menjaga kestabilan kawasan adalah dengan menjadi
negara yang memiliki power di kawasan, baik berupa hard power maupun berupa soft
power. Dengan kata lain menjadi negara yang berpengaruh adalah suatu keharusan
untuk memastikan kestabilan kawasan demi kestabilan domestik. Dalam kasus ini
Saudi Arabia menggunakan politics of assistance dalam memperluas pengaruhnya di
kawasan. Ini merupakan upaya dalam meningkatkan soft power di kawasan Timur
tengah.57
Politics of assistance menimbulkan rasa utang budi dan menciptakan
keterikatan antara negara penerima bantuan dengan Saudi Arabia sebagai negara
pemberi bantuan. Menjelaskan satu dari banyak fungsi dari bantuan asing, Hans
Morgenthau, menyatakan: “The transfer of money and services from one government
to another performs here the function of a price paid for political services rendered
or to be rendered”58
Pernyataan tersebut menggambarkan secara gamblang bahwa perpindahan
uang dari suatu pemerintahan ke pemerintahan lainnya, dalam hal ini adalah bantuan
dana asing antar negara, berfungsi sebagai harga untuk layanan-layanan politik yang
telah diberikan atau akan diberikan.59
Strategi ini telah banyak dilakukan Saudi Arabia khususnya di kawasan timur
tengah dan terutama pada negara-negara muslim. Hal ini menunjukkan bahwa Saudi
57
Hasil wawancara dengan Dr.Yon Mahmudi, Peneliti fokus kajian Timur Tengah , proses
wawancara dilakukan pada Rabu, 1 November 2017, transkrip hasil wawancara tertera pada Lampiran
I 58
Morgenthau, Hans. “A Political Theory of Foreign Aid.” American Political Science
Review. 1962. h 301 59
Morgenthau, Hans. “A Political Theory of Foreign Aid.” h 301-309
43
Arabia merasa sebagai pemimpin yang bertanggung jawab atas kawasannya,
sekaligus menyebarkan pengaruhnya di kawasan.
Pengaruh Saudi Arabia di Timur Tengah biasa dilakukan dari balik layar.
Kecuali pengiriman pasukan militer Saudi ke Bahrain. Uang merupakan kunci dari
pengaruh regional Saudi Arabia.60
Jika Saudi Arabia menyalurkannya ke lembaga
pemerintahan, maka biasanya akan meninggalkan beberapa bukti di rekam jejak
publik. Namun ketika disalurkan ke kelompok-kelompok non-pemerintah, maka
akan lebih sulit untuk mengetahuinya. Maka dari itu sangat besar kemungkinan Saudi
Arabia menyalurkan uangnya, dari pemerintah atau swasta atau keduanya, kepada
oposisi Assad di Suriah, kepada elemen-elemen oposisi Libya yang menurunkan
Qaddafi, dan kepada kelompok-kelompok politik di Mesir yang berkompetisi di
pemilihan parlemen pada November 2011. Hal ini tidak akan menjadi hal yang
mengejutkan, meskipun jejak aliran dana ini tidak dapat ditunjukkan secara
gamblang.61
Elemen lain dari pengaruh Saudi Arabia adalah ideologi. Setelah masa oil
boom pada 1970an, Saudi Arabia mendirikan banyak organisasi internasional,
lembaga pemerintahan, dan organisasi non-pemerintah untuk menyebarkan paham
Salafisme. Salafisme juga memegang peran penting dalam politik di banyak negara
Arab, khususnya di Mesir saat ini. Pada tahun 2004 Saudi Arabia menawarkan 1
60
F. Gregory Gause II. “Saudi Arabia in the New Middle East”. Council Special Report No.
63. Council on Foreign Relations. December 2011. h 19-20 61
F. Gregory Gause II. “Saudi Arabia in the New Middle East”. h 19-20
44
milliar dollar dalam bentuk jaminan ekspor dan pinjaman lunak kepada Irak.62
Kemudian pada tahun 2006, Saudi Arabia memberikan bantuan dan deposit dengan
total 1,59 miliar dollar kepada Bank Sentral Lebanon dan menawarkan tambahan
bantuan sebesar 1,1 miliar pada awal 2007. Dan sebesar 500 juta dollar ditujukan
untuk rekonstruksi. 63
Bantuan yang diberikan Saudi Arabia ke Lebanon merupakan
suatu bentuk kontrol yang Saudi lakukan terhadap Lebanon pada masa agresi antara
Hizbullah dan Israel.
Saudi Arabia juga merupakan salah satu dari negara pemberi bantuan terbesar
kepada rakyat Palestina. Sejak tahun 2002, Saudi telah memberikan lebih dari 480
juta dollar dalam bentuk bantuan moneter kepada otoritas Palestina dan memberikan
bantuan kepada pengungsi Palestina melalui UNRWA (United Nation Relief and
Works Agency). Melalui Liga Arab, Saudi Arabia juga telah menyediakan lebih dari
250 juta dollar untuk Palestina dan menyatakan akan memberikan 500 juta dollar
sebagai bantuan untuk tiga tahun kedepan sejak Konferensi Donatur pada Desember
2007.64
Sedangkan bantuan untuk Palestina adalah upaya untuk mendapatkan simpati
dari negara-negara Arab dan Muslim yang juga memberikan dukungan kepada
Palestina, meskipun Palestina belum bisa memberikan timbal balik yang nyata
terhadap Saudi Arabia.
62
“Us-Saudi Arabia Diplomatic and Political Cooperation Handbook”. USA International
Business Publications. 2007. h 40 63
“Saudi Arabia Central Bank & Financial Policy Handbook”. USA International Business
Publications. 2005. h 14 64
Elise Labott. “Saudis join Egypt in support for Hamas”. CNN. 23 Februari 2006. Tersedia
di http://edition.cnn.com/2006/WORLD/meast/02/22/rice.mideast/index.html diakses pada 17
November 2017 pukul 13.19
45
3.1.2. Motif Politik Bantuan Saudi Arabia Kepada Mesir
Gelombang Arab Spring adalah ketidakstabilan yang hadir dan membuat
Saudi Arabia kembali memainkan strategi ini terhadap Mesir. Gelombang Arab
Spring yang dimulai di Tunisia merebak dan membawa gejolak berupa protes besar-
besaran di beberapa negara di kawasan Timur Tengah yang kemudian beberapa
diantaranya menyebabkan berubahnya sistem pemerintah negara tersebut. Mesir
adalah salah satu negara yang mengalami dampak terbesar dari Arab Spring dengan
runtuhnya rezim Husni Mubarak dan berubahnya sistem pemerintahan otoritarian
menjadi sistem demokrasi liberal.
Pada tahun 2012 ketika Mesir memiliki kepala negara yang terpilih secara
demokratis untuk pertama kalinya, menjadi suatu ancaman tersendiri bagi Saudi
Arabia, terutama ketika kepala negara tersebut berasal dari partai yang berafiliasi
dengan Ikhwanul Muslimin. Maka sulit bagi Saudi Arabia untuk menerima ide
tentang negara muslim yang demokratis, terlebih jika menjadi negara muslim yang
berhasil demokratis dan berdekatan secara geografis dengan Saudi Arabia.
Konsekuensinya adalah legitimasi Saudi Arabia sebagai pemimpin negara-negara
islam akan runtuh dan menimbulkan gerakan-gerakan yang menginspirasi untuk
menantang sistem pemerintahan Saudi Arabia dari dalam negeri, sehingga hal ini
adalah ancaman bagi Saudi Arabia terutama dalam jangka panjang.65
65
David Hearst. “Why Saudi Arabia is taking a risk by backing the Egyptian coup”. The
Guardian. 20 Agustus 2013. Tersedia di
https://www.theguardian.com/commentisfree/2013/aug/20/saudi-arabia-coup-egypt diakses pada 10
November 2017 pukul 12.50
46
Tentu hal ini menjadi pusat perhatian pemerintah Saudi Arabia yang
merupakan negara dengan sistem kerajaan. Jika gelombang protes yang dimulai di
Tunisia sampai ke Saudi Arabia, maka akan timbul ketidaknyamanan bagi pemerintah
Saudi Arabia. Oleh karena itu ketika demokrasi yang masih seumur jagung di Mesir
digugat oleh pihak militer, Saudi mempersiapkan diri untuk mengambil peluang
untuk menggunakan strategi ini.
Negara-negara Teluk dengan kebijakan anti-Ikhwanul Muslimin, terutama
Saudi Arabia dan UEA, mempunyai peranan penting pada kudeta Mesir tahun 2013.
Pangeran Bandar bin Sultan, kepala badan intelejen Saudi Arabia saat itu bertemu
dengan tokoh-tokoh militer Mesir dan mendorong negara-negara Barat untuk
mendukung pengambilalihan oleh militer.66
Selain itu partai Islam di Mesir yang
beraliran wahabi yaitu Partai Nur, yang juga dekat dengan Saudi Arabia, mendukung
kudeta.
Terlepas dari fakta bahwa el-Sisi dan militer menangani Ikhwanul Muslimin,
maka hal ini mencegah kelompok-kelompok yang berafiliasi dengan Ikhwanul
Muslimin berkembang semakin kuat di Saudi Arabia, aliansi dengan Mesir dibawah
rezim el-Sisi juga memiliki dimensi militer yang kuat. Hanya beberapa hari setelah
pasukan yang dipimpin Saudi Arabia memulai serangan udara terhadap target Houti
di Yaman, sebuah rencana untuk pasukan militer Arab gabungan diumumkan pada 26
66
David Hearst. “Why Saudi Arabia is taking a risk by backing the Egyptian coup”.
47
Maret 2015. 67
Hal ini menunjukkan bahwa bantuan Saudi Arabia terhadap Mesir
merupakan politic of assistance yang selama ini dijalankan Saudi Arabia, dengan
mengharapkan Mesir untuk turut serta diberbagai agenda politik Saudi Arabia.
Dengan dukungan dari negara-negara Teluk khususnya Saudi Arabia, Mesir di
bawah el-Sisi dapat bertahan menghadapi krisis ekonomi sekaligus krisis legitimasi
yang mengancam pada saat transisi pemerintahan. Pada tahun 2013 Saudi Arabia,
UAE, dan Kuwait berkomitmen memberikan bantuan sebesar 12 miliar dollar dan
tambahan 8,8 miliar dollar pada awal 2014 untuk meringankan beban ekonomi Mesir
dan memberikan ruang bernapas bagi pemerintahan el-Sisi.68
Bantuan ini diharapkan
bisa menjadikan Mesir sebagai negara yang kontributif terhadap agenda-agenda Saudi
Arabia.
Saat kunjungan Raja Salman pada April 2016, Saudi Arabia bahkan setuju
untuk menyediakan 700.000 ton produk minyak setiap bulannya selama 5 tahun
kedepan. Namun, pengiriman kargo berisi minyak berhenti datang semenjak bulan
Oktober 2016 karena adanya tensi-tensi politik yang muncul ke permukaan.69
67
Dan Roberts and Kareem Shaheen. “Saudi Arabia launches Yemen air strikes as alliance
builds against Houthi rebels”. The Guardian. 26 Maret 2015. Tersedia di
https://www.theguardian.com/world/2015/mar/26/saudi-arabia-begins-airstrikes-against-houthi-in-
yemen pada 10 November 2017 pukul 13.03 68
Steven A. Cook, "Egypt‟s Solvency Crisis", Council on Foreign Relations Press, april
2014, tersedia di http://www.cfr.org/egypt/egypts-solvency-crisis/p32729 diakses pada 12 desember
2016 pukul 23.33 69
Lin Noueihed. “Saudi oil shipments to Egypt halted indefinitely, Egyptian officials say”.
Reuters. 7 November 2016. Tersedia di http://www.reuters.com/article/us-egypt-saudi-oil/saudi-oil-
shipments-to-egypt-halted-indefinitely-egyptian-officials-say-idUSKBN1320RQ diakses pada 10
Oktober 2017 pukul 13.35 WIB
48
3.2. Konflik Suriah
Suriah di bawah pemerintahan Bashar al-Assad mengalami gejolak yang
muncul karena dampak Arab Spring pada tahun 2011. Gelombang Arab Spring yang
menjatuhkan Ben Ali di Tunisia dan Mubarak di Mesir memberikan inspirasi bagi
pemuda-pemuda Suriah untuk berusaha melakukan protes yang berutujuan untuk
menjatuhkan Assad. Pada bulan Maret 2011, meletuslah gelombang protes setelah
ditahannya 15 remaja-remaja Suriah yang tertangkap menulis grafiti yang berisi
dukungan terhadap Arab Spring. Selain ditahan, para remaja tersebut juga disiksa,
bahkan hingga salah satu dari remaja tersebut bernama Hamza al-Khatib yang baru
berumur 13 tahun meninggal setelah disiksa dengan kejam.70
Pemerintah Suriah dibawah Assad merespon protes dengan membunuhi
ratusan demonstran dan memenjarakan lebih banyak lagi. Pada Juli 2011, tentara-
tentara dari militer Suriah membelot dan membentuk Pasukan Pembebasan Suriah,
sebuah kelompok yang bertujuan menjatuhkan pemerintahan. Mulai saat itu Suriah
memasuki babak perang saudara.
Meskipun pada awalnya protes yang dilakukan pada 2011 tidak berhubungan
dengan masalah sektarian, namun konflik ini pecah menjadi konflik sektarian.
Kelompok minoritas agama cenderung mendukung pemerintahan Assad, sedangkan
mayoritas perlawanan yang dilakukan merupakan kelompok muslim Sunni. Muslim
Sunni sendiri merupakan sebuah mayoritas di dalam Suriah, namun bidang keamanan
70
“Syria's civil war explained from the beginning”.Aljazeera. 1 Oktober 2017. Tersedia di
http://www.aljazeera.com/news/2016/05/syria-civil-war-explained-160505084119966.html diakses
pada 11 Januari 2018 pukul 17.08
49
Suriah sudah lama didominasi oleh sekte Alawite yang merupakan kelompok Syiah
yang mendukung Assad.71
Dukungan negara-negara asing dan intervensi memainkan peran yang besar
dalam konflik Suriah. Kehadiran Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) sebagai
kelompok teroris internasional membuat keadaan Suriah semakin pelik. ISIS
dijadikan alasan bagi negara-negara asing untuk masuk dan memanfaatkan
kesempatan untuk membentuk kelompok-kelompok bersenjata dengan agenda yang
berbeda-beda. Koalisi internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat telah
menyerang target-target ISIS sejak 2014. Amerika Serikat berulang kali menyatakan
sebagai oposisi terhadap pemerintahan Assad, namun ragu-ragu untuk melibatkan diri
lebih dalam lagi, bahkan setelah pemerintahan Assad dituduh menggunakan senjata
kimia pada 2013, yang kala itu Obama mengatakan hal tersebut sebagai garis merah
yang akan menimbulkan intervensi.
Pada Oktober 2015, Amerika Serikat membuat program yang kontroversial
untuk melatih pemberontak Suriah, setelah diketahui program tersebut menghabiskan
500 juta dollar namun hanya berhasil melatih 60 orang pemberontak. Pada Februari
2017, CIA membekukan dana dan dukungan logistik, kemudian mengumumkan
penghentian program sebelum pertemuan Trump dengan Putin di G20 Summit. 72
71
“Syria's civil war explained from the beginning”.Aljazeera. 72
“Syria's civil war explained from the beginning”.Aljazeera. 1 Oktober 2017. Tersedia di
http://www.aljazeera.com/news/2016/05/syria-civil-war-explained-160505084119966.html diakses
pada 11 Januari 2018 pukul 17.08
50
Pada September 2015, Rusia meluncurkan aksi pengeboman melawan apa
yang disebutkannya sebagai kelompok-kelompok teroris di Suriah, yang termasuk di
dalamnya ISIS dan kelompok-kelompok pemberontak yang didukung oleh negara-
negara Barat. Rusia juga menugaskan penasehat-penasehat militer untuk mendukung
pertahanan Assad.
Kasus Suriah ini sudah masuk dalam pembahasan Dewan Keamanan PBB,
dan banyak resolusi yang ditawarkan namun selalu gagal diadopsi. Pada 2015 Rusia
telah memveto delapan resolusi terkait kasus Suriah yang diajukan negara-negara
barat, sedangkan China telah memveto enam resolusi.73
Keterlibatan Rusia sebagai pembela pemerintahan Assad terus berlangsung
hingga terjadi tragedi Aleppo. Tragedi dimana militer Rusia memberikan serangan
udara ke kota Aleppo yang saat itu diduduki oleh pemberontak, bersama dengan
rakyat sipil Suriah yang memang tinggal di Aleppo. Serangan udara yang dikerahkan
pemerintah dikecam karena menyerang secara indiscriminate dengan tidak
menghargai nyawa penduduknya sendiri. Dua rumah sakit menjadi korban serangan
udara tersebut, salah satunya merupakan rumah sakit anak-anak.74
Dilaporkan
setidaknya 87 orang tewas menjadi korban serangan udara dan lebih dari seperempat
73
“Syria's civil war explained from the beginning”. Aljazeera. 74
Hwaida Saad dan Rubin. “Aleppo Bombs Leave Quarter Million „Living in Hell‟ and
Without Hospital Care”. New York Times. 20 November 2016. Tersedia di
https://www.nytimes.com/2016/11/21/world/middleeast/aleppo-syria-bombs-hospital.html diakses
pada 11 Januari 2018 pukul 19.58
51
juta orang menderita karena kehilangan rumah dan hancurnya fasilitas umum di
Aleppo.75
3.3. Posisi Saudi Arabia dan Mesir yang Berseberangan Dalam Kasus Suriah
Dalam kasus Suriah, Saudi Arabia memiliki posisi yang berlawanan dengan
rezim Assad. Saudi Arabia menjadi salah satu pendukung pemberontak Sunni di
Suriah diantaranya adalah Ahrar al-Sham dan Jaish al-Islam76
, berbeda dengan Rusia
dan Iran yang mendukung dan membantu militer Assad. Saudi Arabia menyatakan
melalui menteri luar negerinya akan terus mendukung oposisi dan pemberontak di
Suriah hingga Assad turun dari tampuk kepemimpinan.77
Sudah beberapa kali Aleppo, salah satu kota di utara Suriah yang diduduki
oleh pemberontak, dibombardir oleh serangan udara yang dilancarkan oleh pasukan
udara Rusia. Serangan udara yang terakhir pada 25 September 2016 menewaskan
setidaknya 85 orang dan 300 orang luka-luka.78
Kasus ini menjadi perhatian besar
bagi dunia sehingga kasus ini juga dibahas oleh PBB. Pada 8 Oktober 2016, Dewan
Keamanan PBB membahas hal ini ketika ada dua resolusi yang diajukan kepada
Dewan Keamanan.
75
Karadsheh dan Dewan. “Syria war: Regime blitz on Aleppo kills 87, including children”.
CNN. 17 November 2017. Tersedia di http://edition.cnn.com/2016/11/16/middleeast/syria-aleppo-
bombardment/index.html di akses pada 11 Januari 2018 pukul 20.04 76
John Hudson dan Colum Lynch “The Road to a Syria Peace Deal Runs Through
Russia“ Foreign Policy . https://foreignpolicy.com/2016/02/12/the-road-to-a-syria-peace-deal-
runs-through-russia/ diakses pada 10 juni 2017 77
"Saudi Arabia to continue support Syrian rebels if Assad does not leave", Reuters, 14
november 2015, tersedia di http://www.reuters.com/article/us-mideast-crisis-syria-saudi-
idUSKCN0T31A320151114 diakses pada 13 desember 2016 pukul 22.55 78
Tim Hume, Joe Sterling dan Chandrika Narayan, "Syria Airstrikes kill 85 people in Aleppo
amid diplomatic row", CNN, 26 september 2016, tersedia di
http://edition.cnn.com/2016/09/25/middleeast/syria-aleppo-offensive/ diakses pada 14 desember 2016
pukul 00.23
52
Draft resolusi yang pertama diajukan oleh Prancis dan Spanyol yang berisikan
permintaan penghentian segala bentuk serangan udara dan penerbangan militer di
Aleppo, draft ini disetujui oleh 11 negara dan ditolak oleh dua negara yaitu Rusia dan
Venezuela serta posisi abstain dari Tiongkok dan Angola. Draft tersebut juga
meminta implementasi secepat mungkin untuk penghentian pertempuran dan juga
akses humanitarian yang cepat, aman dan tidak terganggu ke seluruh negeri, dan
meminta pihak-pihak yang berseteru terutama otoritas Suriah untuk
mengimplementasikan secara penuh resolusi-resolusi Dewan Keamanan yang
sebelumnya. Namun resolusi yang datang dari Prancis dan Spanyol tersebut di veto
oleh Rusia.
Draft resolusi yang kedua datang dari Rusia yang berisikan permintaan
penghentian perlawanan di Suriah khususnya di Aleppo, draft resolusi ini menerima
penolakan dari 9 negara, abstain oleh dua negara yaitu Angola dan Uruguay dan
hanya disetujui oleh 4 negara yaitu Tiongkok, Venezuela, Rusia dan Mesir.79
Draft
ini juga meminta semua pihak untuk mencegah bantuan finansial dan material dari
pihak yang berhubungan dengan Al-Qaeda, ISIS, dan Jabat al-Nusra.
Dari kedua draft resolusi untuk Aleppo ini mempunyai makna yang berbeda
yaitu mengenai teknis gencatan senjata dan bantuan kemanusiaan untuk rakyat
Suriah. Dalam draft Prancis dan Spanyol dikatakan bahwa seluruh penerbangan
79
"Security Council Fails to Adopt Two Draft Resolutions on Syria, Desemberpite Appeals
for Action Preventing Impending Humanitarian Catastrophe in Aleppo”, Security Council Meeting, 8
oktober 2016, tersedia di http://www.un.org/press/en/2016/sc12545.doc.htm diakses pada 14 desember
2016 pukul 00.49
53
militer dan pengeboman dari udara diminta untuk dihentikan dan bantuan
kemanusiaan harus sampai dengan aman ke seluruh Suriah. Sedangkan dalam draft
yang diusung Rusia mengedepankan gencatan senjata dan himbauan untuk
pembatasan bantuan material dan finansial untuk kelompok-kelompok yang dianggap
teroris oleh rezim Suriah. Disini terlihat dengan jelas bahwa draft Prancis dan
Spanyol membawa misi negara-negara barat dan sekutunya untuk mengirimkan
bantuan kemanusiaan dan membendung militer Rusia yang memborbardir Aleppo,
sedangkan draft Rusia membawa kepentingan rezim Suriah dan Rusia sebagai
sekutunya dengan pembatasan bantuan dan akses untuk oposisi rezim Suriah .
Posisi Mesir yang berada di pihak Suriah bersama Rusia ini lah yang
mendatangkan protes dari Saudi Arabia. Perwakilan Saudi Arabia untuk PBB,
Abdullah al-Muallami mengatakan keputusan Mesir sangatlah menyakitkan.80
Pernyataan ini memberikan sinyal bahwa Saudi Arabia tidak puas dengan keputusan
Mesir yang tidak sesuai harapan Saudi Arabia. Bahkan al-Muallami juga menanggapi
keputusan Mesir yang lebih memilih berada di posisi berseberangan dengan Saudi
Arabia dalam politik timur tengah, bahwa: “Stances by Senegal and Malaysia were
much closer to the agreed Arab decision”,81
.
Maka pada April 2016, Saudi Arabia yang awalnya setuju untuk menyediakan
700.000 ton produk minyak setiap bulannya selama 5 tahun kedepan. Memutuskan
80
“Saudi anger as Egypt votes with Russia in UN vote”, Middle East Eye, 13 oktober 2016,
tersedia di http://www.middleeasteye.net/news/saudi-anger-egypt-votes-russia-un-vote-1258726322
diakses pada 14 Desember 2016 pukul 00.55 81
“Saudi: Egypt stance on Syria resolution „painful. Al Arabiya. 9 Okrober 2016. Tersedia
dia https://english.alarabiya.net/en/News/middle-east/2016/10/09/Saudi-Egypt-s-stance-on-UN-Syrian-
resolution-painful-.html diakses pada 7 Desember 2017 pukul 11.05
54
untuk menghentikan pengiriman kargo berisi minyak yang sudah dimulai semenjak
bulan Oktober 2016 karena hal ini. Maka patut kita gali lebih dalam apa yang
membuat Mesir berani mengambil keputusan yang membuat negara donornya ini
menjadi tidak nyaman.
55
BAB IV
ANALISA LANGKAH MESIR DALAM PENGAMBILAN SUARA DI PBB
PADA KASUS SURIAH
Pada dua bab sebelumnya telah dibahas bagaimana sejarah singkat pergantian
rezim di Mesir hingga Arab Spring dan kudeta yang terakhir dialami Mesir. Mesir
yang sebelumnya adalah negara yang cukup signifikan di kawasan karena posisi
geopolitiknya yang strategis dan kapabilitas militernya yang kuat mengalami gejolak
hingga keadaan yang memburuk dengan pergantian rezim yang sangat cepat jika
dibandingkan dengan rezim-rezim sebelumnya. Juga bagaimana usaha Mesir dalam
bertahan menghadapi anjloknya stabilitas sehingga harus menerima bantuan eksternal
dari negara-negara teluk terutama Saudi Arabia.
Bahkan bukan hanya saat faksi militer melaksanakan kudeta, namun hingga
rezim militer yang kemudian dipimpin el-Sisi berkuasa. Pasang surut hubungan yang
pernah terjalin juga telah dibahas, bagaimana Mesir dan Saudi Arabia pada suatu
waktu berhadapan sebagai rival di kawasan dan juga ketika Mesir dan Saudi Arabia
saling membantu dalam memperjuangkan kepentingan bersama di kawasan.
Sebelumnya juga dibahas bagaimana Saudi Arabia yang kecewa terhadap keputusan
Mesir yang memposisikan dirinya berada dengan “blok timur” yang jelas
berseberangan dengan Saudi Arabia yang ada di dalam “blok barat”, dalam
pengambilan suara pada kasus Suriah.
Bab ini akan berisi analisa yang menjelaskan tentang kedekatan Mesir dengan
“Blok Timur” dan juga penghentian bantuan Saudi Arabia kepada Mesir. Pertanyaan
56
masalah akan dijawab menggunakan analisis yang dibantu dengan teori neoclassical
realism dengan menjelaskan posisi Mesir dalam sistem internasional dan juga
didukung dengan proyeksi visi Abdul Fatah el-Sisi untuk Mesir.
Merujuk pada Gideon Rose dalam tulisannya, bahwa kebijakan luar negeri
dipengaruhi oleh power yang dimiliki negara di dunia internasional dengan melihat
kapabilitas material power yang dimiliki. Tekanan-tekanan sistemik (Systemic
Pressure) dan insentif-insentif (Incentives) dapat membentuk kontur yang luas dan
arah yang umum dari kebijakan luar negeri tanpa perlu menentukan prilaku negara
secara spesifik dan rinci. Hal ini berarti pengaruh dari faktor-faktor sistemik akan
sering lebih terlihat dari kejauhan dibandingkan dari dekat. Dengan semua alasan ini,
neoclassical realism meyakini, memahami hubungan antara kekuatan dan kebijakan
memerlukan perhatian yang dekat tentang bagaimana kebijakan luar negeri
diformulasikan dan dijalankan. Alasan Mesir mengambil keputusan untuk
memberikan vote untuk draft Rusia adalah karena systemic incentives dan intervening
variable yang ada dalam teori neoclassical realism menjadi fokus pembahasan dalam
bab ini.
4.1 Alasan Resmi Mesir Dalam Pengambilan Suara di Dewan Keamanan PBB
Mesir memberikan suara untuk kedua draft resolusi yang berbeda dalam
Dewan Keamanan PBB yang membahas solusi perdamaian di Suriah. Resolusi yang
pertama datang dari draft Rusia sedangkan draft yang kedua diajukan oleh Perancis
dan Spanyol. Namun kedua draft tersebut tidak lolos karena Rusia tidak setuju
dengan resolusi yang diajukan oleh Perancis dan Spanyol dan menggunakan kekuatan
57
vetonya, dan di sisi lain, Amerika Serikat, Perancis, dan Inggris tidak setuju dengan
resolusi yang diajukan Rusia kemudian juga menggunakan kekuatan vetonya. Maka
dengan ini kedua draft ini gagal diadopsi oleh Dewan Keamanan PBB.
Resolusi yang ditawarkan oleh Perancis dan Spanyol berisi pengajuan untuk
pengehentian secepatnya atas serangan-serangan dan bombardir udara, juga
penerbangan militer. Resolusi ini juga mengajukan akses humanitarian yang tidak
dihalangi ke seluruh area di wilayah Suriah. Resolusi ini mendapatkan 11 suara yang
mendukung, dua negara tidak memberikan suaranya dan dua negara memberikan
suara yang menentang resolusi ini.
Sedangkan resolusi yang ditawarkan oleh Rusia mengajukan untuk secepatnya
memberlakukan gencatan senjata di seluruh wilayah Suriah, khususnya dalam
pengepungan Aleppo, resolusi ini juga meminta akses humanitarian. Kemudian
resolusi ini juga meminta pencegahan dukungan material dan finansial yang dapat
mencapai Islamic State , Al-Qaeda, Front al-Nusra, dan berbagai kelompok oposisi
bersenjata. Resolusi ini mendapatkan dukungan dari empat negara, dua negara tidak
memberikan suara, dan sembilan negara menentang resolusi ini.
Segera setelah kegagalan Dewan Keamanan PBB dalam mengadopsi resolusi,
Mesir mendapatkan kecaman dari Saudi Arabia dan Qatar karena telah memberikan
suaranya dan mendukung resolusi yang ditawarkan oleh Rusia, karena Rusia
mendukung rezim Assad. Juga karena resolusi Rusia yang tidak mencantumkan
tawaran apapun untuk mengehentikan serangan-serangan udara dan penerbangan
militer.
58
Setelah pengambilan suara dilakukan, perwakilan Mesir untuk PBB, Amr
Aboud Atta, mengatakan bahwa dirinya kehilangan kata-kata. ia juga mengatakan
bahwa sebuah pesan kegagalan telah dikirim kepada rakyat Suriah dan dewan yang
dibentuk secara damai kini telah menjadi “media platform”. Aboul Atta
menambahkan bahwa ia sudah mengetahui jika kedua resolusi tersebut tidak akan
lolos, namun ia memberikan suaranya untuk menyampaikan ekspresi bahwa orang-
orang Arab tidak dapat lagi tahan dipermainkan. Alasan Mesir memberikan suaranya
kepada kedua resolusi tersebut adalah kedua resolusi tersebut sudah mencakup poin
kunci.82
Namun pada faktanya alasan Mesir tidak bisa memberikan kepuasan kepada
negara donornya yaitu Saudi Arabia, karena secara jelas Saudi Arabia mengetahui
dimana letak perbedaan kedua resolusi tersebut. Resolusi Rusia sama sekali tidak
menyinggung tentang penghentian serangan udara dan penerbangan militer.
Meskipun redaksi dari kedua draft resolusi mempunyai pesan yang berbeda
dan dijadikan alasan negara-negara di dalamnya untuk mendukung atau menentang,
alasan utama pembagian suara dalam resolusi ini adalah masalah politik. Secara jelas
draft resolusi yang ditawarkan oleh Perancis dan Spanyol adalah perwakilan dari
tawaran negara-negara barat dan aliansinya yang menginginkan pergantian rezim
Assad dan menggunakan alasan bantuan kemanusiaan sebagai celah untuk
mengeksploitasi konflik, karenanya draft tersebut menekankan masalah penghentian
82
“Egypt votes in favour of 2 different Syrian peace resolutions at UN security council”.
Daily News Egypt. 9 Oktober 2016. Tersedia di https://dailynewsegypt.com/2016/10/09/557272/
diakses pada 12 Desember 2017 pukul 11.15
59
serangan udara yang dikirimkan oleh pemerintah Suriah atau aliansinya yaitu Rusia,
yang dibuktikan dengan dukungan suara negara-negara tersebut.
Di lain sisi, draft yang diajukan Rusia mewakili kepentingan “blok timur”
yang juga di dalamnya terdapat Suriah di bawah rezim Assad, karenanya di dalam
draft tersebut berisi tentang pencegahan masuknya material-material yang berpotensi
untuk digunakan oleh kelompok-kelompok militer oposisi sehingga bisa merugikan
pemerintah Suriah dan tidak menyantumkan tentang penghentian serangan udara
yang pada waktu itu sangat dikecam oleh negara-negara Barat, suara-suara yang
mendukung draft ini juga merupakan negara-negara aliansi Rusia dan Suriah yang
mewakili “blok timur”. Kehadiran Mesir pada sisi ini merupakan hal yang tidak
lazim. Karena selama ini Mesir bukanlah bagian dari negara-negara “blok timur”.
Sikap Mesir yang terkesan bermain di dua kaki ini merupakan bentuk dari
pragmatisme Mesir. Idealnya Mesir sebagai negara arab yang mayoritas Sunni ini
akan kontra dengan pemerintah Suriah di bawah Assad yang didukung oleh Rusia dan
Iran yang merupakan negara Syiah terbesar. Ditambah posisi negara donor Mesir
yaitu negara-negara Teluk, terutama Saudi Arabia yang aktif memberikan perlawanan
kepada Assad di dunia internasional. Maka sikap pragmatis Mesir kali ini dapat
dijelaskan dengan beberapa konsep yang ada dalam neoclassical realism.
Berdasarkan neoclasical realism keputusan tersebut dipengaruhi oleh systemic
incentives yang mungkin akan didapatkan Mesir.
60
4. 2 Systemic Incenctives
Semakin pragmatis negara, semakin mungkin memenuhi kepentingan
nasionalnya, dengan syarat negara tersebut mampu menghindari konsekuensi yang
besar dalam prosesnya. Pragmatisme Mesir inilah yang menjadi alasan mengapa
keputusan untuk memberikan suara kepada draft resolusi Rusia diambil. Tentu saja
ada tujuan tertentu yang diharapkan akan muncul dengan sikap Mesir yang pragmatis
ini. Maka ini lah yang menjadi incentive yang didapatkan oleh Mesir. Yaitu
mengambil momentum pengambilan suara dalam kasus Suriah untuk menarik simpati
dan dukungan dari negara-negara “blok timur” yang memihak kepada pemerintah
Suriah dan negara-negara pendukungnya seperti Rusia dan Iran.
Sebagai salah satu negara adidaya, Rusia juga mempunyai pengaruh yang luas
di dunia, juga termasuk kawasan timur tengah. Sebagai negara penghasil sekaligus
pengekspor senjata terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat, kapabilitas
militer Rusia sangat disegani oleh dunia. Hanya Amerika Serikat yang mampu
menyaingi Rusia dalam hal keragaman dan kecanggihan sistem pertahanan.
Sebagai kontributor pendapatan negara terbesar kedua setelah ekspor sumber
daya alam, ekspor alat pertahanan dan senjata merupakan sektor penting yang akan
terus dipertahankan oleh Rusia. Maka, untuk mempertahankan pendapatan negara,
Rusia harus membuka peluang kerjasama dengan negara-negara di berbagai kawasan.
Salah satu kawasan yang berkontribusi besar terhadap ekspor senjata Rusia adalah
kawasan Timur Tengah, yang juga mempunyai sejarah kuat di zaman Uni Soviet.
61
Timur Tengah menjadi kawasan pengimpor terbesar kedua setelah Asia
dengan 17,8 persen dari total penjualan sejak tahun 2000 hingga 2016. Dengan
pelanggan tradisionalnya seperti Irak, Suriah, Mesir, dan Yaman. Juga pelanggan
yang lebih baru seperti Aljazair, Iran, dan Uni Emirat Arab.83
Namun terjadi beberapa kemunduran seiring berubahnya kondisi politik di
Timur Tengah. Semenjak hilangnya kekuatan negara-negara pelanggannya seperti
turunyya Saddam Hussein dari Irak dan Muammar Gaddafi dari Libya, menyebabkan
penurunan dari penjualan senjata Rusia. Terlebih lagi dengan terjadinya embargo
pada Iran di tahun 2007 yang membekukan hubungan jual-beli senjata yang subur.84
Gambar 4.1 Grafirk Negara-negara Pengimpor Senjata Rusia tahun 2017
Sumber : SIPRI Arms Transfers Database, 2017
83
Richard Connolly and Cecilie Sendstad, “Russia‟s Role as an Arms Exporter: The Strategic
and Economic Importance of Arms Exports for Russia”. The Royal Institute of International Affairs,
Chatham House. ISBN 978 1 78413 200 2. 2017. h 17 84
Richard Connolly and Cecilie Sendstad, “Russia‟s Role as an Arms Exporter: The Strategic
and Economic Importance of Arms Exports for Russia”. h 17
62
Seperti yang digambarkan pada grafik di atas, Rusia dominan di Aljazair,
Iran, Suriah, dan Yaman. Meskipun begitu usaha-usaha Rusia untuk memasuki pasar
yang di dominasi Eropa dan Amerika Serikat sudah mulai membuahkan hasil. Pada
tahun 2014, Rusia menyetujui sebuah kesepakatan bernilai miliaran dollar dengan
menyediakan helikopter serbu dan pesawat fighter MiG29 kepada Mesir. Hal ini
menjadi penting karena semenjak 1970an, Mesir selalu bergantung pada Amerika
Serikat dalam urusan persenjataan.85
Bekerja sama dengan negara dengan kapabilitas militer yang besar seperti
Rusia akan menguntungkan untuk Mesir.86
Kondisi Rusia yang membutuhkan pasar
untuk produksi senjatanya menjadi peluang yang bisa Mesir manfaatkan untuk
meningkatkan kebutuhan militernya. Juga momentum yang tepat untuk melepaskan
diri dari ketergantungannya terhadap teknologi Amerika Serikat dan Eropa.
Pada tahun 2012, Presiden Putin menyatakan bahwa ekspor senjata
merupakan sebuah instrumen efektif untuk memajukan kepentingan nasional Rusia,
politik dan ekonomi.87
Pada tahun 2013, deputi perdana menteri bidang industri
pertahanan, Dmitry Rogozin, memberikan pernyataan yang lebih berani dengan
menyatakan bahwa penjualan senjata ke luar negeri merupakan kebijakan luar negeri
85
Richard Connolly and Cecilie Sendstad, “Russia‟s Role as an Arms Exporter: The Strategic
and Economic Importance of Arms Exports for Russia”. The Royal Institute of International Affairs,
Chatham House. ISBN 978 1 78413 200 2. 2017. h 17 86
Hasil wawancara dengan Dr.Yon Mahmudi, Peneliti fokus kajian Timur Tengah , proses
wawancara dilakukan pada Rabu, 1 November 2017, transkrip hasil wawancara tertera pada Lampiran
I 87
President of Russia (2012), „Meeting of the Commission for Military Technology
Cooperation with Foreign States‟, 2 July 2012. Tersedia di
http://en.kremlin.ru/events/president/news/15865 diakses pada 20 Desember 2017 pukul 19.26
63
yang kedua dan bertujuan agar Rusia mendapatkan sekaligus meningkatkan pengaruh
di negara lain. Menggaris bawahi mengenai peran dari hubungan politik dalam
memfasilitasi penjualan senjata, dia juga menambahkan bahwa Rusia hanya menjual
senjata kepada „teman dan partner‟.88
Hal ini memperkuat motif Mesir dalam mengambil keputusan tersebut,
dimana peluang kerjasama dengan Rusia akan semakin terbuka jika Mesir
memposisikan dirinya sebagai „teman‟ Rusia. Terbukti pada tahun 2017, Mesir juga
memberikan ruang di wilayahnya untuk militer Rusia untuk terlibat dalam konflik
internal di Libya, meskipun hal ini dibantah oleh Rusia.89
Namun, wacana untuk
saling menggunakan pangkalan udara untuk kepentingan militer sudah dibahas antara
Mesir dan Rusia, mengindikasikan kerjasama militer antar keduanya akan terus
menguat. Pada tahun 2017 juga Mesir dan Rusia akhirnya membuat kesepakatan
dalam pembangunan pembangkit listrik bertenaga nuklir di Mesir seharga 30 miliar
dollar. Kesepakatan ini membuat Mesir menjadi negara satu-satunya di benua Afrika
yang mempunyai pembangkit listrik bertenaga nuklir.90
Jika dibandingkan dengan kesepakatan dengan Saudi Arabia, maka kerjasama
dengan Rusia lebih memenuhi kebutuhan nasional Mesir yang bersifat jangka
88
RIA Novosti (2013), „Rogozin: FSVTS is now the second foreign ministry‟, 11 December
2013. Tersedia di https://ria.ru/defense_safety/20131211/983472868.html diakses pada 20 Desember
2017 pukul 19.28 89
Maria Tsvetkova. “Russian military working on deal to use Egyptian air bases: document”.
Reuters. 30 November 2017. Tersedia di https://www.reuters.com/article/us-russia-egypt-military-
airspace-planes/russian-military-working-on-deal-to-use-egyptian-air-bases-document-
idUSKBN1DU11D diakses pada 21 Desember 2017 pukul 11.52 90
Salma el-Wardany, “Putin and Sisi Finalize $30 Billion Nuclear Plant Deal”. Bloomberg.
10 Desember 2017. Tersedia di https://www.bloomberg.com/news/articles/2017-12-10/putin-sisi-set-
to-finalize-30-billion-nuclear-deal-boost-ties diakses pada 20 Desember 2017 pukul 23.52
64
panjang dengan kerjasama militer dan energinya, sedangkan Saudi Arabia hanya
memenuhi kebutuhan Mesir yang bersifat jangka pendek dengan bantuan-bantuan
finansialnya dan subsidi minyak selama 5 tahun. Namun, dengan mencari peluang
terhadap Rusia bukan berarti Mesir meninggalkan Saudi Arabia sepenuhnya.
Tindakan ini hanya dilakukan Mesir untuk memperluas pengaruh dan memberikan
keseimbangan dalam kekuatannya. Meskipun Saudi Arabia pada tahun 2016
memberikan respon yang negatif dan kemudian berdampak pada penghentian bantuan
minyak, namun tindakan Mesir dalam mencari peluang ini sudah tepat. Terbukti
dengan diteruskannya bantuan minyak dari Saudi Arabia ke Mesir setelah 6 bulan
dihentikan.91
4.3 Relative Material Power
Menurut asumsi neoclassical realism, suatu negara mengeluarkan kebijakan
luar negeri dipengaruhi oleh adanya faktor eksternal yakni systemic pressure atau
systemic incentive berdasarkan material power yang dimiliki yang kemudian
ditranslasikan oleh para pengambil kebijakan atau yang disebut sebagai intervening
variabel. Hal ini dilakukan karena menurut Neoclassical realist negara merespon
ketidakpastian sistem anarki tidak hanya dengan seek security namun dengan seeking
to control and shape lingkungan eksternal mereka. 92
91
Eheb Farouk. “Saudi Aramco to resume oil product shipments to Egypt soon”. Reuters. 15
Maret 2017. tersedia di https://www.reuters.com/article/us-egypt-saudi-oil/saudi-aramco-to-resume-
oil-product-shipments-to-egypt-soon-idUSKBN16M2GR 92
Gideon Rose, “Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy”, hal.147.
65
Mesir meningkatkan pengeluarannya untuk biaya impor militer menjadi
sebanyak 2,268 miliar dollar pada tahun 2015, menjadikannya sebagai importir
pertahanan terbanyak keempat di dunia. Mesir juga menerima 1.3 miliar dollar
sebagai bantuan pertahanan militer tahunan dari Amerika Serikat, Mesir juga
membuat pembelian besar dari negara-negara pengekspor senjata, termasuk Rusia
dan Perancis. Kesepakatan tingkat tinggi ini juga termasuk dalam perjanjian tahun
2015 dengan Perancis untuk membeli perlengkapan militer seharga 5,2 miliar dollar,
termasuk di dalamnya 24 jet Rafale fighter dan frigat angkatan laut, dan juga sebuah
kontrak dengan perusahaan Rusia, Rosoboronexport untuk membeli 46 helikopter
penyerang.93
Data lengkap mengenai anggaran militer Mesir tidak dibuka ke publik oleh
pemerintah Mesir, namun anggaran Mesir telah diteliti oleh lembaga-lembaga
pemerhati militer internasional dan semua lembaga menunjukkan kenaikan dari
anggaran sebelumnya. Transparancy International memberikan pernyataan bahwa
anggaran pertahanan Mesir tahun ini sebesar 4,4 miliar dollar, lembaga yang lain
seperti BMI Research memperkirakan anggaran pertahanan Mesir berada pada level
5,1 miliar dollar pada tahun 2015 dan akan naik melewati 5,4 miliar dollar pada 2016
hingga 6,5 miliar dollar pada tahun 2020.94
93
Mada Masr, “Report: Egypt world‟s 4th-largest arms importer in 2015”. Mada Masr. 13
Juni 2016. Tersedia di https://www.madamasr.com/en/2016/06/13/news/economy/report-egypt-worlds-
4th-largest-arms-importer-in-2015/ diakses pada 18 Desember 2017 pukul 16.47 94
Mada Masr, “Report: Egypt world‟s 4th-largest arms importer in 2015”.
66
The Stockholm International Peace Research Institute yang menyelidiki
transaksi berdasarkan biaya produksi dibandingkan harga pembelian dan
mengkalkulasikan nilai dari pertukaran senjata di Mesir dalam 2015 mencapai 1.475
miliar dollar. Dibandingkan dengan 686 miliar dollar pada tahun 2010 atau 368 miliar
dollar pada 2014. 95
Lembaga-lembaga di atas menilai bahwa kapabilitas militer naik dengan
bertambahnya anggaran militer tahunannya. Sebelum tahun 2013, Mesir hanya
mengeluarkan biaya kurang lebih 1 miliar dollar setiap tahunnya. 96
Hal ini
memberikan pesan bahwa Mesir merupakan negara yang kuat dan signifikan
dibawah rezim el-Sisi.
Populasi Mesir yang besar juga menjadi bahan pertimbangan yang
mendukung kekuatan Mesir di kawasan. Dengan total 86.895.096 orang warga
negara, Mesir menempati urutan teratas sebagai negara dengan populasi terbanya di
Afrika Utara. Dengan angka tersebut Mesir juga menempati urutan ketiga di Afrika
untuk masalah populasi. Dibandingkan negara tetangganya seperti Libya yang hanya
6.244.174 warga negara dan Saudi Arabia dengan 27.345.986 warga negara.97
Hal-hal
inilah yang mendukung Mesir di kawasan yang kemudian diterjemahkan oleh
95
Mada Masr, “Report: Egypt world‟s 4th-largest arms importer in 2015”. Mada Masr. 13
Juni 2016. Tersedia di https://www.madamasr.com/en/2016/06/13/news/economy/report-egypt-worlds-
4th-largest-arms-importer-in-2015/ diakses pada 18 Desember 2017 pukul 16.47 96
Al-.Masry al-Youm. “Egypt becomes world‟s fourth-biggest weapons importer: report”.
Egypt Independent. 15 Juni 2016. Tersedia di http://www.egyptindependent.com/egypt-becomes-
world-s-fourth-biggest-weapons-importer-report/ diakses pada 19 Desember 2017 pukul 15.03 97
Index Mundi. Tersedia di https://www.indexmundi.com/map/?t=0&v=21&r=af&l=en
diakses pada 18 Desember 2017 pukul 17.29
67
intervening variable untuk mendapatkan incentives ketika Mesir memutuskan untuk
mendukung draft resolusi Rusia di Dewan Keamanan PBB.
4. 4 Intervening Variable
Sesuai dengan asumsi neoclassical realism bahwa relative material power di
translasikan pada level unit domestik yakni oleh para pengambil kebijakan yang
disebut intervening variabel.98
Dalam kasus ini keputusan Mesir memberikan
suaranya untuk draft resolusi yang diajukan Rusia di Dewan Keamanan PBB dalam
kasus Suriah tentu didasari persepsi pengambil kebijakan berdasarkan relative
material power yang dimiliki. Hal ini terlihat dari pernyataan para pengambil
kebijakan di Mesir.
Pertikaian antara Mesir dan Saudi Arabia hadir disaat kedua negara menghadapi
tantangan-tantangan ekonomi yang besar. Meskipun menderita karena nilai jual
minyak dunia menurun, Saudi Arabia mengirimkan 2 miliar dollar untuk Mesir pada
September 2016, membantu Mesir mengamankan pinjaman dari IMF. Namun Saudi
Arabia menghentikan kiriman bantuan minyaknya sebulan setelahnya, setelah Mesir
mengambil keputusan yang menyakitkan bagi Saudi Arabia. Mendapat tekanan dari
Saudi, Presiden Mesir, Abdul Fattah el-Sisi merespon dengan berkata “Egypt bows to
no one but God”, bahwa Mesir tidak akan tunduk pada siapapun kecuali Tuhan.99
Pernyataan yang mengindikasikan bahwa Presiden Sisi tidak akan membiarkan Mesir
98
Gideon Rose, “Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy”, h.146 99
“As Egypt quarrels with Saudi Arabia, it is finding new friends”. The Economist. 25
November 2016. Tersedia di https://www.economist.com/news/middle-east-and-africa/21710912-
series-incidents-has-disrupted-relationship-between-arab-worlds diakses pada 21 Desember 2017
pukul 16.52
68
dikontrol siapapun. Juga menyatakan bahwa Mesir merupakan negara yang
independen.
Pada kesempatan yang sama Sisi juga memberikan pernyataan:
“Egypt has adopted an independent policy seeking to secure Arab national security
through adopting a national vision. Our position toward the Syrian crisis is fixed and
will not change. It relies upon finding a political solution to the present crisis,
maintaining the unity of Syrian territories and respecting the will of the Syrian
people. Furthermore, armed groups must be disarmed and Syria must be rebuilt”100
Bahwa Mesir adalah negara yang berdaulat dan mempunyai kebijakan yang
juga independen untuk mengamankan keamanan nasional Arab yang diadopsi dari
visi nasional. Posisi Mesir terhadap krisis Suriah juga sudah final dan tidak dapat
diubah. Sisi menambahkan bahwa yang utama adalah bagaimana menjaga keutuhan
wilayah Suriah dan melumpuhkan kelompok-kelompok bersenjata. Kesamaan situasi
yang dialami Suriah inilah yang menjadi dorongan bagi Mesir untuk memihak kepada
Suriah. Persepsi ancaman yang datang dari kelompok-kelompok bersenjata menjadi
perhatian utama pemerintah Mesir. Selain persepsi mengenai ancaman, persepsi
kedaulatan harus berada ditangan pemerintah masing-masing negara juga menjadi hal
yang mendukung keputusan Mesir untuk memberikan suaranya di draft resolusi
Rusia yang mendukung pemerintah Suriah.
100
Khaled Hassan, “Are Egyptian-Saudi disputes just a passing crisis or a decisive storm?”.
Al-Monitor. 23 Oktober 2016. Tersedia di https://www.al-monitor.com/pulse/originals/2016/10/egypt-
saudi-crisis-un-resolution-syria.html diakses pada 21 Desember 2017 pukul 16.54
69
Seperti di kesempatan lain ketika Sisi diberikan pertanyaan apakah Mesir akan
memikirkan kembali peran menjaga perdamaiannya dalam PBB di Suriah. Sisi
menjawab dengan menyatakan bahwa prioritas Mesir adalah mendukung tentara
nasional, sebagai contoh di Libya untuk menegakkan kontrol atas wilayah Libya dan
mengatasi elemen-elemen ekstrimis. Maka begitu juga dengan Suriah dan Irak.
Ketika ditanya kembali apakah yang dimaksud adalah tentara Suriah, Sisi
mengiyakan. Dia menambahkan bahwa setiap negara akan berupaya menyediakan
keamanan dan kestabilan untuk warganya, dan Mesir mengerti akan hal itu.101
Pada Februari 2016, ketika presentasi tentang strategi Mesir 2030
berlangsung, pemimpin politik Mesir menggaris bawahi National Grand Strategy
untuk 14 tahun ke depan dengan dua hal, yaitu Survival dan Development.102
Hal ini
diproyeksikan sebagai visi terhadap Mesir itu sendiri dan juga terhadap kawasan
secara keseluruhan. Menteri luar negeri Mesir, Sameh Shoukry, menegaskan
beberapa determinan dari kebijakan luar negeri Mesir, yaitu untuk membantu strategi
perkembangan domestik, untuk mecari pengalaman-pengalaman penting, untuk
mengerahkan upaya-upaya melawan terorisme, dan untuk membangun peran Mesir
dalam menyelesaikan krisis yang berlangsung di kawasan. Mesir juga tidak akan
menjadi musuh siapapun, juga akan terus berusaha membangun kerjasama dengan
semua negara tetangga, negara-negara di kawasan dan juga aktor-aktor internasional.
101
“Egypt's Sisi expresses support for Syria's military”. Aljazeera. 24 November 2016.
Tersedia di http://www.aljazeera.com/news/2016/11/egypt-sisi-expresses-support-syria-military-
161123150315176.html diakses pada 21 Desember 2017 pukul 17.18 102
Zeyad Elkelani. “Why Can‟t Egypt‟s Role Be Replaced in the Middle East?”. Huffington
Post. 6 Desember 2017. Tersedia di https://www.huffingtonpost.com/zeyad-el-kelani/why-cant-egypts-
role-be-r_b_9616588.html diakses pada 21 Desember 2017 pukul 16.22
70
Akan menjadi keputusan yang baik bagi Mesir untuk terbuka bagi siapapun, tanpa
aksi kekanak-kanakan dan konfrontasional dari siapapun dan tetap rasional dalam
menggaris bawahi visi Mesir untuk Republik yang ketiga dari Mesir.103
Dalam upayanya melawan terorisme, Mesir telah memberikan label kepada
Ikhwanul Muslimin dan kelompok afiliasinya sebagai terorisme yang bertanggung
jawab atas segala bentuk ekstrimisme yang terjadi di kawasan. Mesir juga
menyatakan perang yang memakan biaya banyak terhadap kelompok Jihadis di
Sinai.104
Mesir juga melanjutkan upaya-upaya dalam menjaga perbatasannya di barat
dengan Libya.
Pada level regional dan internasional, Mesir secara konsisten mengutuk
kegiatan-kegiatan yang mendukung kelompok-kelompok ekstrimis di Suriah, Libya,
maupun Irak semata untuk keuntungan pihak-pihak tertentu. Mesir selalu waspada
terhadap pandangan yang dinilai naif dan idealistis termasuk kepada milisi Salafi-
Jihadi. Namun menurut Mesir, Suriah juga harus membantu Mesir karena
konsekuensi dari masalah-masalah Suriah akan ditanggung oleh masyarakat Suriah
sendiri. Mereka harus mencapai sebuah konsensus dari dalam kemudian dibantu oleh
negara-negara Arab tetangga.
103
Zeyad Elkelani. “Why Can‟t Egypt‟s Role Be Replaced in the Middle East?" 104
Sudarsan Ragavhan, “Egypt‟s long, bloody fight against the Islamic State in Sinai is going
nowhere”. Washington Post. 15 September 2017. Tersedia di
https://www.washingtonpost.com/world/middle_east/egypts-long-bloody-fight-against-the-islamic-
state-in-sinai-is-going-nowhere/2017/09/15/768082a0-97fb-11e7-af6a-
6555caaeb8dc_story.html?utm_term=.c938752a513f diakses pada 21 Desember 2017 pukul 17.03
71
Ditambah lagi, Mesir terpilih sebagai anggota non-permanen di Dewan
Keamanan PBB sebagai wakil Afrika dan berjanji akan berupaya maksimal dalam
melawan terorisme pada level multilateral.105
Faktor yang melatarbelakangi keputusan Mesir memberikan suaranya kepada
draft resolusi yang diajukan oleh Rusia di Dewan Keamanan PBB dalam kasus
Suriah pada 2016 dapat dilihat melalui adanya relative material power yang
ditranslasikan oleh intervening variable dengan melihat adanya incentive yang akan
didapatkan. Mesir merupakan negara dengan militer paling kuat di kawasan Afrika
Utara dikombinasikan dengan populasi yang besar menghasilkan jumlah tentara yang
juga besar. Disamping itu semenjak masa pemerintahan Sisi yang berlatar belakang
militer, anggaran militer Mesir juga diperkirakan akan terus naik.
Kekuatan militer inilah yang menjadi dasar kepercayaan diri Abdul Fattah el-
Sisi sebagai intervening variable dalam mengambil keputusan. Sesuai dengan asumsi
neoclassical realism bahwa negara akan menyesuaikan perilakunya dengan power
yang dimiliki dan akan terus mencari pengaruh lebih luas, maka dalam hal ini Mesir
mencari peluang yang lebih luas dengan memutuskan untuk memberikan suaranya
kepada draft resolusi yang diajukan Rusia di Dewan Keamanan PBB dalam kasus
Suriah pada tahun 2016. Peluang inilah yang kemudian akan menciptakan sistemik
insentif bagi Mesir dalam mempertahankan wilayah perbatasan Mesir dan
memberikan status sebagai negara yang independen bagi Mesir.
105
PBB. Tersedia di
http://www.un.org/en/sc/inc/searchres_sc_members_english.asp?sc_members=52 diakses pada 21
Desember 2017 pukul 16.59
72
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hubungan Saudi Arabia dengan Mesir di bawah rezim Abdul Fattah el-Sisi
dimulai dari awal el-Sisi memimpin kudeta untuk menggulingkan Mursi. Dukungan
dari Saudi Arabia kepada pihak militer merupakan suatu upaya untuk membendung
kekuatan Ikhwanul Muslimin yang saat itu menjadi partai pemenang Mesir.Bantuan
dengan total 5 miliar dollar diberikan Saudi Arabia untuk Mesir pada tahun 2013.
Bantuan tersebut terdiri dari bantuan berupa produk minyak dan gas dengan nilai 2
miliar dollar, juga 2 miliar dollar dalam bentuk deposit di bank pusat Mesir, dan 1
milliar dollar sebagai hadiah untuk Mesir yang sedang lemah.
Dengan dukungan dari negara-negara Teluk khususnya Saudi Arabia, Mesir di
bawah el-Sisi dapat bertahan menghadapi krisis ekonomi sekaligus krisis legitimasi
yang mengancam pada saat transisi pemerintahan. Pada tahun 2013 Saudi Arabia,
UAE, dan Kuwait berkomitmen memberikan bantuan sebesar 12 miliar dollar dan
tambahan 8,8 miliar dollar pada awal 2014 untuk meringankan beban ekonomi Mesir
dan memberikan ruang bernapas bagi pemerintahan el-Sisi. Bantuan ini diharapkan
bisa menjadikan Mesir sebagai negara yang kontributif terhadap agenda-agenda Saudi
Arabia.
Saat kunjungan Raja Salman pada April 2016, Saudi bahkan setuju untuk
menyediakan 700.000 ton produk minyak setiap bulannya selama 5 tahun ke depan.
Namun, pengiriman kargo berisi minyak berhenti datang semenjak bulan Oktober
73
2016 karena adanya tensi-tensi politik yang muncul ke permukaan. Faktor utamanya
adalah posisi Mesir yang berseberangan dengan Saudi dalam kasus Suriah. Ditandai
dengan pemberian suara Mesir kepada draft resolusi yang ditawarkan oleh Rusia
dalam Dewan Keamanan PBB terkait kasus Suriah yang juga diikuti oleh pernyataan-
pernyataan pemimpin Mesir yang mendukung pemerintahan Suriah dibawah rezim
Bassar al-Assad.
Sejalan dengan teori neoclassical realism, kebijakan suatu negara tidak hanya
dapat dilihat lewat faktor eksternal maupun internal saja namun dapat dilihat melalui
kedua faktor tersebut secara bersamaan. Dalam hal ini keputusan Mesir memberikan
suaranya kepada draft resolusi yang diajukan Rusia dalam Dewan Keamanan PBB
terkait kasus Suriah pada tahun 2016 adalah karena adanya relative material power
yang ditranslasikan oleh intervening variabel dalam melihat incentive yang akan
didapatkan. Relative material power yang dimiliki Mesir adalah kapabilitas
militernya yang paling kuat di kawasan Afrika Utara dan juga signifikan di Timur
Tengah yang juga semakin bertumbuh dengan ditandai naiknya anggaran militer
Mesir pasca naiknya Sisi sebagai pemimpin Mesir, selain itu populasi Mesir yang
besar juga menjadi kekuatan yang kemudian ditranslasikan oleh intervening variabel.
Intervening variabel atau pengambil kebijakan di Mesir adalah Abdul Fattah
el-Sisi yang telah berkuasa menggantikan Mursi sejak kudeta 2013 hingga saat ini.
Intervening variabel melihat incentive jika Mesir mendukung draft resolusi yang
diajukan Rusia maka akan menambah pengaruhnya di kalangan negara-negara
pendukung rezim Suriah dan akan mempertahankan posisinya di wilayah Afrika
74
Utara yang belum selesai bergejolak. Juga perlunya memperkuat jaringan aliansi
dengan pihak manapun yang mempunyai persepsi sama mengenai masalah keamanan
nasional dalam menyelesaikan isu keamanan wilayah. Insentif sistemik yang
didapatkan Mesir dengan memberikan suaranya kepada draft resolusi Rusia di Dewan
Keamanan PBB tidak hanya menambah pengaruh namun juga dapat merambah dalam
bidang ekonomi dan politik. Negara sebagai aktor rasional dalam hal ini Mesir telah
mempertimbangkan cost and benefit yang akan muncul, maka keputusan ini dianggap
sebagai keputusan yang paling menguntungkan Mesir.
5.2 Saran
Penelitian ini berfokus pada keputusan Mesir dalam memberikan suaranya
kepada draft resolusi yang diajukan Rusia di Dewan Keamanan PBB terkait kasus
Suriah pada 2016. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi bagi penelitian-
penelitian selanjutnya mengenai hal serupa atau kelanjutan hubungan Mesir dengan
negara-negara lain. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat lebih memperkaya
narasumber baik dari pihak kedutaan Mesir maupun pihak-pihak lain.
xiv
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Rose, Gideon. 1998.."Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy," World
Politics,
Bogdan, R. and Taylor, S.J. 1975. “Introduction to Qualitative Research Methode”.
New York : John Willey and Sons.
Neuman, William L. 1997. “Social Research Methods: Qualitative and Quantitative
Approaches”. Ally and Bacon.
Patton, M.Q. 1980. Qualitative evaluation methods. Beverley Hills, CA: Sage.
Faksh, Mahmud A.. 1983. “Egypt under Mubarak: The Uncertain Path”. Canadian
Institute of International Affairs.
Aoude, Ibrahim G. 1994 “From national bourgeois development to Infitah: Egypt
1952-1992,” Arab Studies Quarterly, ISSN: 0271-3519.
Basyar. Hamdan. 2015,” Pertarungan Dalam Berdemokrasi: Politik di Mesir, Turki
dan Israel”. Jakarta: UI Press,.
Kuncahyono, Trias, 2013 .“Tahrir Square Jantung Revolusi Mesir”. Jakarta: PT.
Kompas Media Nusantara.
Podeh, Elie . 2013."Ending an Age-Old Rivalry: The Rapprochement between the
Hashemites and the Saudis, 1956-1958". Routledge.
Niblock, Tim. 2004. “Saudi Arabia: Power, Legitimacy and Survival”. Routledge.
xv
Dawisha, Adeed. 2002.”Arab Nationalism in the Twentieth Century: From Triumph
to Despair”. Princeton University Press.
Bronson, Rachel. 2006. “Thicker than Oil: America's Uneasy Partnership with Saudi
Arabia”. Oxford: Oxford University Press.
David Schenker, 2009 .“Paradoxes of Egyptian-Saudi Relations”. Islamic Affair
Analyst.
Morgenthau, Hans. 1962. “A Political Theory of Foreign Aid.” American Political
Science Review.
“Us-Saudi Arabia Diplomatic and Political Cooperation Handbook”. 2007. USA
International Business Publications.
Saudi Arabia Central Bank & Financial Policy Handbook”. 2005. USA International
Business Publications.
B. Jurnal
Chen Tianshe, 2011. “Four Points toward the Understading of Egypt‟s Foreign
Relation”. Journal of Middle Eastern and Islamic Studies (in Asia) 5 no. 1.
K.V. Nagarajan. “Egypt‟s Political Economy and the Downfall of the Mubarak
Regime”. International Journal of Humanities and Social Science Vol. 3 No.
10. 2013. Tersedia di
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&
cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwj38NDq0LbYAhXFuY8KHX8jAbkQFggo
MAA&url=https%3A%2F%2Fwww.ijhssnet.com%2Fjournals%2FVol_3_N
xvi
o_10_Special_Issue_May_2013%2F3.pdf&usg=AOvVaw3NPRC7A2BNvs
4O-Kuh-ONM
F. Gregory Gause II. 2011. “Saudi Arabia in the New Middle East”. Council Special
Report No. 63. Council on Foreign Relations.
Richard Connolly and Cecilie Sendstad, 2017. “Russia‟s Role as an Arms Exporter:
The Strategic and Economic Importance of Arms Exports for Russia”. The
Royal Institute of International Affairs, Chatham House. ISBN 978 1 78413
200 2.
C. Artikel dan Berita Online
Abdel Monem Said Aly, “Post-Revolution Egyptian Foreign Policy”. Crown Center
of Middle East Studies no.86. Nov 2014, tersedia di
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&
cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwig5I-
RzrbYAhVLMo8KHRbaACkQFggoMAA&url=https%3A%2F%2Fwww.br
andeis.edu%2Fcrown%2Fpublications%2Fmeb%2FMEB86.pdf&usg=AOv
Vaw1_wy7Brl24dYcyMbQHcvMA
“After 35 Years, Israel-Egypt Treaty Marks Key Benchmark for Middle East Peace”,
The American Israel Public Affairs Committee. 27 November 2014.
Tersedia di
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&
cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwidw63ozrbYAhWIr48KHdjECwQQFggo
MAA&url=https%3A%2F%2Fwww.aipac.org%2F~%2Fmedia%2FPublicati
xvii
ons%2FPolicy%2520and%2520Politics%2FAIPAC%2520Analyses%2FIssu
e%2520Memos%2F2014%2FAIPAC%2520Memo%2520-
%252035th%2520Anniversary%2520Israel-
Egypt%2520Peace%2520Treaty.pdf&usg=AOvVaw0gzZoLW7MY2owkgu
RFwc6l
Ashraf Khalil. “Liberation Square: Inside the Egyptian Revolution and The Rebirth of
A Nation”. New York: St. Martin‟s Press. h. 21 tersedia di
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&
cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjmjqiTz7bYAhXJQY8KHXx8ARAQFggx
MAE&url=http%3A%2F%2Fwww.gmj.uottawa.ca%2F1301%2Fv6i1_bowe
rbank.pdf&usg=AOvVaw2-CNynPzM9URLfImTUZ0UD
“THE EMERGENCY LAW IN EGYPT”. The Worldwide Human Rights Movement.
17 Nov 2001. Tersedia di https://www.fidh.org/en/region/north-africa-
middle-east/egypt/THE-EMERGENCY-LAW-IN-EGYPT
Brown, Nathan, Dunne, Michele and Hamzawy, Amr. “Egypt‟s controversial
constitutional amendments”, Carnegie Endowment, 2007. Tersedia di
http://www.carnegieendowment.org/files/egypt_constitution_webcommentar
y01.pdf
David Kirkpatrick, "Army Ousts Egypt‟s President, Morsi Is Taken Into Military
Custody", NYTimes, 3 juli 2013. tersedia di
http://www.nytimes.com/2013/07/04/world/middleeast/egypt.html
xviii
“Saudi Arabia approves $5 billion aid package to Egypt", Al-Arabiya, 9 juli 2013,
tersedia di
http://english.alarabiya.net/en/business/economy/2013/07/09/Saudi-Arabia-
approves-5-billion-aid-package-to-Egypt.html
Steven A. Cook, "Egypt‟s Solvency Crisis", Council on Foreign Relations Press,
april 2014, tersedia di http://www.cfr.org/egypt/egypts-solvency-
crisis/p32729
Julian Pecquet. “What happened to billions in US military aid to Egypt?. Al-Monitor.
12 May 2016. Tersedia di http://www.al-
monitor.com/pulse/originals/2016/05/egypt-us-military-
aid.html#ixzz4ucpfMosp
Mashadi. “Menlu Arab Saudi Saud Al-Faisal : Arab Saudi Tidak Ada Masalah
Dengan Ikhwan”. Voa-Islam. 15 Februari 2015. Tersedia di http://www.voa-
islam.com/read/opini/2015/02/15/35714/menlu-arab-saudi-saud-alfaisal-
tidak-ada-masalah-dengan-ikhwan/#sthash.anKmtV0u.dpbs
Ali al-Mujahed, "Egypt poised to join Saudi assault on Yemen rebels", The
Washington Post, 26 maret 2015, tersedia di
https://www.washingtonpost.com/world/saudi-arabia-targets-strategic-areas-
around-yemen-in-heavy-bombardment/2015/03/26/4e455830-d343-11e4-
8b1e-274d670aa9c9_story.html?utm_term=.a4d0bc5962b0
"Syria: The story of the conflict", BBC, 9 juni 2016, tersedia di
http://www.bbc.com/news/world-middle-east-26116868
xix
John Hudson dan Colum Lynch “The Road to a Syria Peace Deal Runs Through
Russia“ Foreign Policy . https://foreignpolicy.com/2016/02/12/the-road-to-
a-syria-peace-deal-runs-through-russia/
"Saudi Arabia to continue support Syrian rebels if Assad does not leave", Reuters, 14
november 2015, tersedia di http://www.reuters.com/article/us-mideast-crisis-
syria-saudi-idUSKCN0T31A320151114
Tim Hume, Joe Sterling dan Chandrika Narayan, "Syria Airstrikes kill 85 people in
Aleppo amid diplomatic row", CNN, 26 september 2016, tersedia di
http://edition.cnn.com/2016/09/25/middleeast/syria-aleppo-offensive/
“Saudi anger as Egypt votes with Russia in UN vote”, Middle East Eye, 13 oktober
2016, tersedia di http://www.middleeasteye.net/news/saudi-anger-egypt-
votes-russia-un-vote-1258726322
Philip Rizk. “Egypt and the global economic order”. Al Jazeera. 15 Februari 2011.
Tersedia di
http://www.aljazeera.com/indepth/opinion/2011/02/20112148356117884.ht
ml
David Kirkpatrick. “Egypt Erupts in Jubilation as Mubarak Steps Down”. The New
York Times. 11 Februari 2011. Tersedia di
http://www.nytimes.com/2011/02/12/world/middleeast/12egypt.html?pagew
anted=all
Kristen A.Stilt. “The End of "One Hand": The Egyptian Constitutional Declaration
and the Rift between the "People" and the Supreme Council of the Armed
xx
Forces”. Faculty Working Papers. 2012. Tersedia di
http://scholarlycommons.law.northwestern.edu/facultyworkingpapers/208
“Egypt's Islamist parties win elections to parliament”. BBC. 21 Januari 2012.
Tersedia di http://www.bbc.com/news/world-middle-east-16665748
“Muslim Brotherhood's Mohammed Morsi wins Egypt's presidential race”. The
Guardian. 24 Juni 2012. Tersedia di
https://www.theguardian.com/world/middle-east-live/2012/jun/24/egypt-
election-results-live#block-36
Matthew Davis. “Egypt analysts optimistic for post-Morsi economy”. BBC. 5 Juli
2013. Tersedia di http://www.bbc.com/news/business-23183838
Elizabeth Dickinson. “Egypt‟s Mansour arrives in Saudi Arabia for first official
visit”. 7 Oktober 2013. Tersedia di https://www.thenational.ae/world/egypt-
s-mansour-arrives-in-saudi-arabia-for-first-official-visit-1.455519
Tom Perry. “Saudi Arabia gives Egypt $5 billion in aid”. Reuters. 9 July 2013.
Tersedia di https://www.reuters.com/article/us-egypt-protests-saudi-
aid/saudi-arabia-gives-egypt-5-billion-in-aid-idUSBRE9680QT20130709
Rod Norland. “Saudi Arabia Promises to Aid Egypt‟s Regime”. The New York
Times. 19 Agustus 2013. Tersedia di
http://www.nytimes.com/2013/08/20/world/middleeast/saudi-arabia-vows-
to-back-egypts-rulers.html
xxi
Steven A. Cook, "Egypt‟s Solvency Crisis", Council on Foreign Relations Press,
april 2014, tersedia di http://www.cfr.org/egypt/egypts-solvency-
crisis/p32729
Julian Pecquet. “What happened to billions in US military aid to Egypt?. Al-Monitor.
12 May 2016. Tersedia di http://www.al-
monitor.com/pulse/originals/2016/05/egypt-us-military-
aid.html#ixzz4ucpfMosp
Mashadi. “Menlu Arab Saudi Saud Al-Faisal : Arab Saudi Tidak Ada Masalah
Dengan Ikhwan”. Voa-Islam. 15 Februari 2015. Tersedia di http://www.voa-
islam.com/read/opini/2015/02/15/35714/menlu-arab-saudi-saud-alfaisal-
tidak-ada-masalah-dengan-ikhwan/#sthash.anKmtV0u.dpbs
Shmuelevitz, Aryeh; Susser, Asher. “The Hashemites in the Modern Arab World:
Essays in Honour of the Late Professor Uriel Dann”. Routledge. 2013.
Tersedia di
https://books.google.co.id/books?id=dUHfAQAAQBAJ&dq=Shmuelevitz,+
Aryeh%3B+Susser,+Asher.+The+Hashemites+in+the+Modern+Arab+Worl
d:+Essays+in+Honour+of+the+Late+Professor+Uriel+Dann&source=gbs_n
avlinks_s
Eric Pace. “Anwar el-Sadat, the Daring Arab Pioneer of Peace with Israel”.
NYTimes. 7 Oktober 1981. Tersedia di
http://www.nytimes.com/learning/general/onthisday/bday/1225.html
xxii
Aboudi, Sami. “UPDATE 1-Saudi king expresses support for Mubarak”. Reuters. 29
Januari 2011. Tersedia di https://www.reuters.com/article/egypt-saudi-
idAFLDE70S08V20110129
Elise Labott. “Saudis join Egypt in support for Hamas”. CNN. 23 Februari 2006.
Tersedia di
http://edition.cnn.com/2006/WORLD/meast/02/22/rice.mideast/index.html
David Hearst. “Why Saudi Arabia is taking a risk by backing the Egyptian coup”.
The Guardian. 20 Agustus 2013. Tersedia di
https://www.theguardian.com/commentisfree/2013/aug/20/saudi-arabia-
coup-egypt
Dan Roberts and Kareem Shaheen. “Saudi Arabia launches Yemen air strikes as
alliance builds against Houthi rebels”. The Guardian. 26 Maret 2015.
Tersedia di https://www.theguardian.com/world/2015/mar/26/saudi-arabia-
begins-airstrikes-against-houthi-in-yemen
Steven A. Cook, "Egypt‟s Solvency Crisis", Council on Foreign Relations Press,
april 2014, tersedia di http://www.cfr.org/egypt/egypts-solvency-
crisis/p32729
Lin Noueihed. “Saudi oil shipments to Egypt halted indefinitely, Egyptian officials
say”. Reuters. 7 November 2016. Tersedia di
http://www.reuters.com/article/us-egypt-saudi-oil/saudi-oil-shipments-to-
egypt-halted-indefinitely-egyptian-officials-say-idUSKBN1320RQ
xxiii
John Hudson dan Colum Lynch “The Road to a Syria Peace Deal Runs Through
Russia“ Foreign Policy . https://foreignpolicy.com/2016/02/12/the-road-to-
a-syria-peace-deal-runs-through-russia/
“Saudi Arabia to continue support Syrian rebels if Assad does not leave", Reuters, 14
november 2015, tersedia di http://www.reuters.com/article/us-mideast-crisis-
syria-saudi-idUSKCN0T31A320151114
Tim Hume, Joe Sterling dan Chandrika Narayan, "Syria Airstrikes kill 85 people in
Aleppo amid diplomatic row", CNN, 26 september 2016, tersedia di
http://edition.cnn.com/2016/09/25/middleeast/syria-aleppo-offensive/
“Saudi anger as Egypt votes with Russia in UN vote”, Middle East Eye, 13 oktober
2016, tersedia di http://www.middleeasteye.net/news/saudi-anger-egypt-
votes-russia-un-vote-1258726322
“Saudi: Egypt stance on Syria resolution „painful. Al Arabiya. 9 Okrober 2016.
Tersedia dia https://english.alarabiya.net/en/News/middle-
east/2016/10/09/Saudi-Egypt-s-stance-on-UN-Syrian-resolution-painful-
.html
“Egypt votes in favour of 2 different Syrian peace resolutions at UN security
council”. Daily News Egypt. 9 Oktober 2016. Tersedia di
https://dailynewsegypt.com/2016/10/09/557272/
Mada Masr, “Report: Egypt world‟s 4th-largest arms importer in 2015”. Mada Masr.
13 Juni 2016. Tersedia di
xxiv
https://www.madamasr.com/en/2016/06/13/news/economy/report-egypt-
worlds-4th-largest-arms-importer-in-2015/
Al-.Masry al-Youm. “Egypt becomes world‟s fourth-biggest weapons importer:
report”. Egypt Independent. 15 Juni 2016. Tersedia di
http://www.egyptindependent.com/egypt-becomes-world-s-fourth-biggest-
weapons-importer-report/
Index Mundi. Tersedia di https://www.indexmundi.com/map/?t=0&v=21&r=af&l=en
Maria Tsvetkova. “Russian military working on deal to use Egyptian air bases:
document”. Reuters. 30 November 2017. Tersedia di
https://www.reuters.com/article/us-russia-egypt-military-airspace-
planes/russian-military-working-on-deal-to-use-egyptian-air-bases-
document-idUSKBN1DU11D
Salma el-Wardany, “Putin and Sisi Finalize $30 Billion Nuclear Plant Deal”.
Bloomberg. 10 Desember 2017. Tersedia di
https://www.bloomberg.com/news/articles/2017-12-10/putin-sisi-set-to-
finalize-30-billion-nuclear-deal-boost-ties
“As Egypt quarrels with Saudi Arabia, it is finding new friends”. The Economist. 25
November 2016. Tersedia di https://www.economist.com/news/middle-east-
and-africa/21710912-series-incidents-has-disrupted-relationship-between-
arab-worlds
Khaled Hassan, “Are Egyptian-Saudi disputes just a passing crisis or a decisive
storm?”. Al-Monitor. 23 Oktober 2016. Tersedia di https://www.al-
xxv
monitor.com/pulse/originals/2016/10/egypt-saudi-crisis-un-resolution-
syria.html
“Egypt's Sisi expresses support for Syria's military”. Aljazeera. 24 November 2016.
Tersedia di http://www.aljazeera.com/news/2016/11/egypt-sisi-expresses-
support-syria-military-161123150315176.html
Zeyad Elkelani. “Why Can‟t Egypt‟s Role Be Replaced in the Middle East?”.
Huffington Post. 6 Desember 2017. Tersedia di
https://www.huffingtonpost.com/zeyad-el-kelani/why-cant-egypts-role-be-
r_b_9616588.html
Sudarsan Ragavhan, “Egypt‟s long, bloody fight against the Islamic State in Sinai is
going nowhere”. Washington Post. 15 September 2017. Tersedia di
https://www.washingtonpost.com/world/middle_east/egypts-long-bloody-
fight-against-the-islamic-state-in-sinai-is-going-
nowhere/2017/09/15/768082a0-97fb-11e7-af6a-
6555caaeb8dc_story.html?utm_term=.c938752a513f
D. Dokumen
"Security Council Fails to Adopt Two Draft Resolutions on Syria, Desemberpite
Appeals for Action Preventing Impending Humanitarian Catastrophe in
Aleppo”, Security Council Meeting, 8 oktober 2016, tersedia di
http://www.un.org/press/en/2016/sc12545.doc.htm
Saudi-Egypt Trade Exchange, tersedia di https://stats.gov.sa/en/217
xxvi
President of Russia (2012), „Meeting of the Commission for Military Technology
Cooperation with Foreign States‟, 2 July 2012. Tersedia di
http://en.kremlin.ru/events/president/news/15865
RIA Novosti (2013), „Rogozin: FSVTS is now the second foreign ministry‟, 11
December 2013. Tersedia di
https://ria.ru/defense_safety/20131211/983472868.html
PBB. Tersedia di
http://www.un.org/en/sc/inc/searchres_sc_members_english.asp?sc_member
s=52
E. Wawancara
Hasil wawancara dengan Dr. Yon Mahmudi. Pengajar dan Ketua Program Studi
Kajian Timur Tengah Pascasarjana Universitas Indonesia . Proses
wawancara dilakukan pada hari Rabu, 2 November 2017. Transkrip hasil
wawancara tertera pada Lampiran I
xxvii
Lampiran I
TRANSKRIP HASIL WAWANCARA SKRIPSI
Narasumber : Dr. Yon Mahmudi
Kapasitas :
Ketua Program Studi S2 Kajian Timur Tengah Universitas Indonesia
Peneliti fokus kajian Timur Tengah
Keterangan : Wawancara dilakukan di Gedung IASTH lantai 3,
Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat, D.K.I Jakarta.
Waktu : Rabu, 1 November 2017
Pertanyaan wawancara:
Agung Mahendra (AM): Menurut bapak Yon Mahmudi, bagaimana hubungan
Mesir-Saudi Arabia Arabia sebelum Arab Spring?
Dr. Yon Mahmudi (Dr.YM):
Sebenarnya jika kita tarik ke belakang, hubungan Saudi Arabia dan Mesir ada
masa-masa rivalitas terutama jika kita lihat periode 70an-80an pada masa Nasser dan
Sadat dimana organisasi seperti Ikhwanul Muslimin meskipun awalnya bersama
dengan Nasser namun akhirnya terjadi perseteruan dan banyak yang dihukum,
demikian juga pada masa Sadat. Mereka yang secara politik dipinggirkan pada zaman
Nasser maupun Sadat, ditampung oleh Saudi Arabia. Mereka banyak dipekerjakan di
lembaga-lembaga pendidikan Saudi Arabia karena mereka juga orang-orang yang
xxviii
berpendidikan, banyak yang doktor dan sebagainya. Dan hal ini yang menimbulkan
ketidaksukaan Mesir kepada Saudi Arabia pada waktu itu.
Tapi pada satu sisi berikutnya ketika Saudi Arabia tidak nyaman dengan
kehadiran Ikhwanul Muslimin karena ingin adanya reformasi dan sebagainya
hubungan itu kemudian berbalik, terutama pasca Perang Teluk ketika Ikhwanul
Muslimin banyak yang mendukung rezim Saddam Hussain sedangkan Saudi Arabia
tidak. Kemudian pada masa Mesir dibawah Husni Mubarak, saya kira hubungannya
cukup baik, karena saat Mubarak akan digulingkan Saudi Arabia salah satu negara
pertama yang menawarkan perlindungan. Saudi Arabia sebenarnya tidak
menginginkan adanya perubahan politik di Timur Tengah dengan turunnya Husni
Mubarak., tapi gelombang itu tidak bisa ditahan. Setelah Mubarak lengser, terbuka
kesempatan untuk pertai-partai baru dalam pemilu, ada partai yang berafiliasi dengan
Ikhwanul Muslimin yang menjadi pemenang kemudian di nomor dua ada partai
salafi, Hizbun Nur, dan partai ini sangat dekat dengan Saudi Arabia.
Maka pada saat itu terjadi adanya ketidakpercayaan militer kepada Mursi ,
dan Hizbun Nur lebih dekat kepada el-Sisi, lagi lagi Saudi Arabia juga memberikan
dukungannya kepada Sisi melalui Hizbun Nur, karena Saudi Arabia tidak ingin
meluasnya pengaruh Ikhwanul Muslimin di kawasan. Karena kebijakan luar negeri
Saudi Arabia sebenarnya adalah bagaimana menjaga stabilitas kawasan agar tidak
terjadi perubahan. dan tidak ada gejolak seperti apapun yang dapat masuk ke Saudi
Arabia. Sehingga pemerintah mana yang kuat, maka itulah yang aka didukung Saudi
Arabia.
xxix
Sebenarnya kedua negara ini, Mesir dan Saudi Arabia ingin menjadi
pemimpin kawasan. Dulu Mesir dengan Arab Raya atau Pan-Arabismenya, tentu hal
itu juga berpengaruh kepada eksistensi Saudi Arabia karena perlu kita ketahui
masing-masing negara Timur Tengah ini kan ingin tampil kedepan begitu. Dan bisa
dipahami, karena Mesir juga merupakan negara dengan jumlah militer terbesar di
kawasan , wilayahnya yang luas, juga penduduknya yang besar. Saudi Arabia pun
demikian, hanya jumlah penduduk tidak sebanyak Mesir, namun kaya akan sumber
daya alam., sedangkan Mesir lebih kaya dengan sumber daya manusianya.
Pekerja-pekerja Mesir juga banyak yang bekerja di Saudi Arabia, maka akan
menjadi masalah untuk Saudi Arabia jika pekerja-pekerja Mesir ini membawa
pengaruh politik dan kestabilan ke dalam Saudi Arabia. maka dari itu penting bagi
Saudi Arabia menjaga kestabilan kawasan demi menjaga kestabilan domestik Saudi
Arabia sendiri.
AM: Faktor apa yang mendasari pemberian bantuan Saudi Arabia untuk Mesir?
DR. YM:
Kebijakan Saudi Arabia ini sangat dipengaruhi oleh kebijakan Amerika
Serikat, dalam menghadapi Arab Spring bahwa Saudi Arabia selalu memposisikan
dirinya bersama Amerika Serikat. Karena Amerika memberikan jaminan tidak
adanya perubahan politik yang besar, dan itu yang diharapkan Saudi Arabia. pada
masa Mesir dibawah Mursi pun, AS merasa tidak nyaman buktinya bantuan militer
sempat dihentikan. Ini juga yang menimbulkan kemarahan dari faksi militer Mesir
terhadap Mursi, dengan menyalahkan Mursi dengan dihentikannya bantuan untuk
xxx
militer. Saat Sisi mengambil alih, maka ada dukungan dari dunia internasional
termasuk dari AS, saya rasa Saudi Arabia juga membaca signal AS sebenarnya
kemana.
Ada juga yang disebut dengan politic of asssistance yang dia gunakan, dan
bantuan-bantuan ekonomi itu memang erat dengan kebijakan Saudi Arabia. dengan
diberikannya bantuan tersebut diharapkan adanya keterikatan dari negara-negara yang
dibantu sehingga pengaruh Saudi Arabia sangat besar disitu. Untuk menjaga
kestabilan kawasan, hal ini menjadi salah satu cara. Memang ada dua cara yang
dilakukan, pertama dengan memberikan bantuan kepada negara-negara sekitar agar
lebih bersahabat dan mengikuti pengaruh Saudi Arabia, yang kedua dengan selalu
memelihara kepentingan AS yang tidak bertentangan dengan Saudi Arabia. maka
saya kira hal-hal itu yang menjadi signifikan bagi Saudi Arabia.
AM: Seberapa berpengaruh bantuan Saudi Arabia untuk Mesir, khususnya untuk
rezim el-Sisi?
DR. YM:
Saya kira cukup besar, bantuan dari Saudi Arabia digunakan untuk memback
up kepentingan militer Mesir juga untuk pembangunan, karena mau tidak mau Sisi
harus bisa tampil lebih baik dari pada Mursi karena trend ekonominya sedang
mengalami penurunan, karena jika tidak Sisi bisa mengalami hal yang sama dengan
Mursi. Cara satu-satunya adalah dengan menerima bantuan yang ditawarkan oleh
Saudi Arabia, meskipun tidak serta merta merubah situasi Mesir, namun setidaknya
bantuan tersebut mampu membuat Mesir bertahan hidup.
xxxi
AM: Apakah faktor idiosinkretik el-Sisi punya pengaruh yang signifikan terhadap
kebijakan Mesir?
DR. YM:
Saya rasa iya, Sisi mempunyai obsesi untuk menjaga kepentingan militer
Mesir. Seorang mantan jenderal yang mempunyai pola pikir militeristik dan merasa
masyarakat harus mengikuti perkataannya. Sisi juga selalu meyakinkan masyarakat
bahwa jangan mendengarkan informasi dari sumber-sumber lain dan hanya
mendengarkan pemerintah bahwa ekonomi stabil, masyarakat yang ada di luar negeri
segera kembali lagi untuk membangun Mesir dan sebagainya. Sebagai pemimpin
yang mendapatkan kepemimpinannya melalui kudeta, maka Sisi harus sering-sering
meyakinkan masyarakat bahwa tidak ada yang bisa menggoyahkan kekuasaannya.
AM: Dimana posisi Mesir kini dalam Sistem Internasional? Apakah dalam posisi
kuat sehingga bisa “mengacuhkan” pengaruh Saudi Arabia?
DR. YM:
Memang trend di Timur Tengah ada semacam switch yang merubah Timur
Tengah yang awalnya sangat western-sentris kemudian mengambil alternatif ke
Timur dan Timur itu salah satunya Russia, juga China. Investasi Russia di negara-
negara di Timur Tengah juga besar, ketika AS menarik bantuan-bantuan luar
negerinya pada masa Trump karena fokus ekonomi domestik maka peran tsb
digantikan oleh Russia. Memberikan bantuan militer seperti pesawat, perlengkapan
militer dan sebagainya yang visa dibeli dengan cara selain cash, misal pinjaman.
xxxii
Dengan Russia, negara-negara di Timur Tengah diberikan kemudahan-kemudahan
oleh Russia.
Saya kira kerjasama militer Russia dengan Militer ini sangat penting ya, bisa
jadi menjadi deal yang membuat Mesir mecoba mengalihkan meskipun tidak
sepenuhnya, tapi lebih kepada berbagi pengaruhnya dengan Russia. Sehingga tidak
satu sumber, tapi dipecah begitu ya. Faktor ekonomi juga menjadi penting ketika
Russia ingin meluaskan pengaruhnya di kawasan , kerjasama yang akan dilakukan
Russia dengan Mesir. Jadi bukan hanya karena politik kawasan saja, tapi juga
ekonomi menjadi salah satu faktor. Mesir juga tidak bisa serta merta hanya
mengandalkan AS dalam masalah ekonomi, namun membutuhkan rencana jangka
panjang dengan menentukan membentuk aliansi strategis dengan siapa. Dan akhirnya
Russia menjadi pintu yang menarik bagi Mesir