HUBUNGAN POLITIK MESIR-SAUDI ARABIA MASA ...

106
i HUBUNGAN POLITIK MESIR-SAUDI ARABIA MASA PEMERINTAHAN EL-SISI (2013-2016) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosisal (S. Sos) Oleh Agung Mahendra 1113113000030 PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIFHIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2018 M

Transcript of HUBUNGAN POLITIK MESIR-SAUDI ARABIA MASA ...

i

HUBUNGAN POLITIK MESIR-SAUDI ARABIA MASA

PEMERINTAHAN EL-SISI (2013-2016)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosisal (S. Sos)

Oleh

Agung Mahendra

1113113000030

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIFHIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/2018 M

ii

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul

HUBUNGAN POLITIK MESIR-SAUDI ARABIA MASA PEMERINTAHAN

EL-SISI (2013-2016)

1. Merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Strata 1 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 2 Januari 2018

Agung Mahendra

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:

Nama : Agung Mahendra

NIM : 1113113000030

Program Studi: Hubungan Internasional

Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul :

HUBUNGAN POLITIK MESIR-SAUDI ARABIA MASA PEMERINTAHAN

EL-SISI (2013-2016)

dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.

Jakarta, 2 Januari 2018

Mengetahui, Menyetujui,

Ketua Program Studi Pembimbing

M. Adian Firnas, M.Si Ahmad Alfajri, M.A

NIP. NIP.

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

SKRIPSI

HUBUNGAN POLITIK MESIR-SAUDI ARABIA MASA PEMERINTAHAN EL-

SISI (2013-2016)

oleh

Agung Mahendra

1113113000030

telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Islam Negeri Syarifhidayatullah Jakarta pada tanggal 17 Januari

2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

Sosial (S.Sos) pada Program Studi Hubungan Internasional.

Ketua, Sekertaris,

Ahmad Alfajri, M.A Eva Mushoffa, MHSPS

NIP. NIP.

Penguji I Penguji II,

Irfan R Hutagalung, LL.M Inggrid Galuh Mustikawati, M.HSPs

NIP. NIP.

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 17 Januari 2018

Ketua Program Studi Hubungan Internasional

FISIP UIN Jakarta

Ahmad Alfajri, M.A

NIP.

v

ABSTRAK

Skripsi ini membahas mengenai keputusan Mesir yang memberikan suaranya

kepada draft resolusi yang ditawarkan oleh Rusia di Dewan Keamanan PBB pada

tahun 2016. Skripsi ini bertujuan mengupas hal-hal yang mendasari pengambilan

keputusan tersebut. Skripsi ini membahas rezim Abdul Fattah el-Sisi sebagai variabel

bebas yang mempengaruhi hubungan Mesir dan Saudi Arabia sebagai variabel terikat.

Masalah penelitian dalam skripsi ini berawal dari pemberian bantuan yang dilakukan

oleh Saudi kepada Mesir semenjak turunnya Mursi dari tampuk kepemimpinan Mesir

yang kemudian digantikan oleh rezim Sisi, namun dengan bantuan yang dinilai sangat

berarti untuk Mesir, Mesir bersikap berlawanan dengan Saudi sebagai negara

donornya dalam kasus Suriah. Sikap ini dibuktikan dengan suara yang diberikan

Mesir dalam Dewan Kemanan PBB untuk draft yang ditawarkan oleh Russia terkait

kasus Suriah. Respon Saudi yang menghentikan bantuan minyaknya sebesar 700.000

ton setiap bulan semenjak Mesir memberikan suaranya kepada draft resolusi Russia

membuat masalah ini menjadi serius.

Metode kualitatif dan deskriptif analisis dipilih sebagai metode dalam

penelitian ini, sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka

dan wawancara. Melalui bantuan kerangka teoritis yaitu neoclassical realism telah

ditemukan faktor yang melatarbelakangi keputusan Mesir dalam memberikan suara

kepada draft resolusi yang diajukan Russia di Dewan Keamanan PBB terkait kasus

Suriah pada tahun 2016. Pada kasus tersebut, neoclassical realism memandang

bahwa terdapat terdapat dua hal yang dapat menjelaskan mengapa suatu kebijakan

dapat terbentuk, diantaranya adalah systemic incentive dan intervening variable yaitu

pengambil kebijakan. Dengan teori ini faktor yang menyebabkan Mesir memberikan

suaranya kepada draft resolusi yang ditawarkan Rusia di Dewan Keamanan PBB

terkait kasus Suriah pada tahun 2016 adalah insentif yang didapatkan Mesir berupa

terbukanya peluang kerjasama dengan negara-negara pendukung pemerintah Suriah,

terutama Russia yang memiliki kapabilitas militer besar. Kemudian juga faktor Abdul

Fattah el-Sisi sebagai intervening variable yaitu pemimpin Mesir yang militeristik.

Kata kunci : Mesir, Saudi Arabia, bantuan, draft, Resolusi DK PBB, Suriah, Abdul

Fattah el-Sisi, Rusia, Neoclassical Realism.

vi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum WR.WB

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan

karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang ini. Shalawat dan salam

semoga selalu tercurah kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW. Berserta

keluarga dan para sahabatnya.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan

program S1 program studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis

menyadari bahwa skripsi ini berhasil diselesaikan atas bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kepada orang tua penulis Ibunda Dede Darmini dan Ayahanda Aditia Bazar

yang luar biasa sabar dalam mendidik dan memberikan motivasi, doa dan

dukungan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan

mendapat gelar S. Sos.

2. Bapak Ahmad Alfajri selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus dosen

pembimbing akademik yang telah membimbing penulis dan memberikan

banyak arahan serta saran kepada penulis terkait skripsi ini. Serta atas

motivasi dan nasihat beliau selama proses penyelesaian skripsi ini.

vii

3. Bapak Irfan Hutagalung selaku dosen pembimbing seminar proposal yang

telah membimbing penulis dan juga memberikan banyak arahan dan motivasi.

Meskipun sebentar namun mempunyai dampak yang besar bagi penulis.

4. Bapak Adian Firnas, M.Si, selaku Ketua Program Studi Hubungan

Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah menyetujui permohonan penyusunan skripsi

5. Zida Tiara Farhah yang tanpa bosan memberi semangat dan bantuan untuk

penulis sejak semester awal hingga sekarang. Terimakasih, dek.

6. Kawan-kawan penghuni kawah, Hafiz, Affan, David, Cahyo, Arip, Ujo, Fikri,

dan yang lain yang sudah menjadi penghibur disaat penulis penat, mungkin

juga menjadi salah satu alasan tertundanya skripsi penulis sehari-dua hari.

7. Saudara-saudara di Lembaga Dakwah Kampus, khususnya halaqah Mufakkir,

Bang Ridwan yang menjadi mentor luar biasa bagi penulis, Yugo, Yanda,

Hamzah, Tris, Omi, Gifar, yang sudah menjadi teman dalam menjaga

keimanan dan pemikiran.

8. Seluruh teman-teman HI 2013, yang selalu menjadi motivasi dan semangat

dalam penulisan skripsi ini.

9. Teman-teman HIMAHI 2016 yang sudah membantu penulis menyelesaikan

program-program kerja selama masa bakti menjadi Ketua HIMAHI, semoga

proses selama di HIMAHI menjadikan kita manusia yang lebih baik.

viii

10. Teman-teman FISIP Music Lab, yang sudah menemani penulis dalam

menyalurkan hasrat bermusik. Tempat pelarian penulis dikala bosan dengan

dunia akademis.

11. Teman-teman KKN Lokal Daya Desa Cibodas, Rumpin. Kresna, Adel,

Annisa, Yuliza, Faizal, Yusuf, April, Asyiroh, dan Rifki. Bersama penulis

mengabdi memberikan kontribusi kepada masyarakat dengan hal-hal yang

menyenangkan.

Terakhir, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk

perbaikan di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan

menambah wawasan bagi setiap pembacanya dan bagi perkembangan studi

Hubungan Internasional

Jakarta, 2 Januari 2018

Agung Mahendra

ix

DAFTAR ISI

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ................................................................. ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI .............................................................. ..iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .............................................................. iv

ABSTRAK ................................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................................................. vi

DAFTAR ISI .............................................................................................................. ..ix

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xii

DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Pernyataan Masalah .................................................................................... 1

1.2 Pertanyaan Penelitian ................................................................................. 7

1.3 Tujuan dan Manfaat ................................................................................... 7

1.4 Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 7

1.5 Kerangka Teoritis ..................................................................................... .10

1.6 Metodologi Penelitian .............................................................................. .14

1.7 Sistematika Penulisan ............................................................................... .18

BAB II PERGANTIAN REZIM MESIR DAN HUBUNGAN MESIR-SAUDI

ARABIA

2.1 Gambaran Umum Kebijakan Luar Negeri Mesir ..................................... 20

2.2 Pergantian Rezim Mesir Pada Masa Arab Spring .................................... 22

x

2.2.1 Runtuhnya Rezim Hosni Mubarak .............................................. 22

2.2.2 Timbul dan Tenggelamnya Demokrasi Mesir .............................. 25

2.3 Dinamika Hubungan Mesir dan Saudi Arabia ....................................... 31

2.4 Bantuan Saudi Arabia Kepada Rezim Sisi ............................................... 35

BAB III POSISI SAUDI DAN MESIR YANG BERSEBERANGAN DALAM

KASUS SURIAH

3.1 Politik Bantuan Saudi Arabia di Timur Tengah ....................................... 41

3.1.1 Politic of Assistance ....................................................................... 42

3.1.2 Motif Politik Bantuan Saudi Arabia Kepada Mesir ....................... 45

3.2 Konflik Suriah .......................................................................................... 48

3.3Posisi Saudi Arabia dan Mesir Dalam Kasus Suriah ................................ 51

BAB IV ANALISA LANGKAH MESIR DALAM PENGAMBILAN SUARA DI

PBB PADA KASUS SURIAH

4.1 Alasan Resmi Mesir dalam Pengambilan Suara di Dewan Keamanan

PBB ......................................................................................................... 56

4.2 Systemic Incentives ................................................................................... 60

4.3 Relative Material Power .......................................................................... 64

4.4 Intervening Variable ................................................................................ 67

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan .............................................................................................. 72

5.2. Saran ........................................................................................................ 74

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ xiv

LAMPIRAN-LAMPIRAN......................................................................................xxvii

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar IV.1 Grafik Negara-negara Pengimpor Senjata Rusia 2017 ........................ 61

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Wawancara dengan DR. Yon Mahmudi..............................xxvii

xiii

DAFTAR SINGKATAN

AS : Amerika Serikat

PBB : Perserikatan Bangsa-bangsa

SCAF : Security Council of Armed Forced

IMF : International Monetary Fund

NDP : National Democratic Party

FJP : Freedom and Justice Party

GCC : Gulf Cooperation Council

UEA : Uni Emirat Arab

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pernyataan Masalah

Hubungan bilateral antara Saudi Arabia dan Mesir mengalami dinamika yang

panjang. Banyak hal yang mendasari dinamika dalam hubungan keduanya. Dinamika

dalam hubungan kedua negara dan faktor-faktornya akan dibahas dalam penelitian

ini.

Politik luar negeri Mesir mengalami banyak perubahan yang disebabkan oleh

perubahan rezim. Pergantian rezim terakhir yang dialami Mesir adalah selesainya

kepemimpinan Mursi yang berganti menjadi kepemimpinan militeristik Abdul Fattah

el-Sisi pada pemilihan presiden Mesir tahun 2014 yang sebelumnya dimulai dengan

kudeta.1 Kudeta yang dilakukan pada tahun 2013 menurunkan Mursi yang

dikomandoi oleh Abdul Fattah el-Sisi sendiri. Pergantian kepemimpinan ini lah yang

mempengaruhi politik luar negeri Mesir yang juga bergeser.

Hubungan Saudi Arabia dengan Mesir di bawah rezim Abdul Fattah el-Sisi

dimulai dari awal el-Sisi memimpin kudeta untuk menggulingkan Mursi. Dukungan

dari Saudi Arabia kepada pihak militer merupakan suatu upaya untuk membendung

kekuatan Ikhwanul Muslimin yang saat itu menjadi partai pemenang di pemilu Mesir.

Bantuan 5 miliar dollar diberikan Saudi Arabia untuk Mesir pada tahun 2013 yang

1 David Kirkpatrick, "Army Ousts Egypt‟s President, Morsi Is Taken Into Military Custody",

NYTimes, 3 juli 2013. tersedia di http://www.nytimes.com/2013/07/04/world/middleeast/egypt.html

diakses pada 11 desember 2016 pukul 22.15

2

terdiri dari bantuan berupa produk minyak dan gas dengan nilai 2 miliar dollar, juga 2

miliar dollar dalam bentuk deposit di bank pusat Mesir, dan 1 milliar dollar sebagai

hadiah untuk Mesir yang sedang lemah.2

Dengan dukungan dari negara-negara Teluk khususnya Saudi Arabia, Mesir di

bawah el-Sisi dapat bertahan menghadapi krisis ekonomi sekaligus krisis legitimasi

yang mengancam pada saat transisi pemerintahan. Pada tahun 2013 Saudi Arabia,

UEA, dan Kuwait berkomitmen memberikan bantuan sebesar 12 miliar dollar dan

tambahan 8,8 miliar dollar pada awal 2014 untuk meringankan beban ekonomi Mesir

dan memberikan ruang bernapas bagi pemerintahan el-Sisi.3 Bantuan ini diharapkan

bisa menjadikan Mesir sebagai negara yang kontributif terhadap agenda-agenda Saudi

Arabia.

Saudi Arabia memberikan dukungan baik moril maupun materil. Ia dan

sekutunya berjanji akan menyumbang dana sebesar 12 miliar dollar AS, angka itu

delapan kali lebih besar dari bantuan rutin AS ke Mesir setiap tahun, yakni mencapai

1,3 miliar dolar AS.4 Tidak hanya itu, pasca kudeta sekalipun Saudi Arabia masih

menggelontorkan dana pada penguasa baru militer Mesir. Pada tahun 2014, Saudi

Arabia memberikan kepada el-Sisi sebesar 20 milliar dollar, sedangkan negara-negara

2 "Saudi Arabia approves $5 billion aid package to Egypt", Al-Arabiya, 9 juli 2013, tersedia di

http://english.alarabiya.net/en/business/economy/2013/07/09/Saudi-Arabia-approves-5-billion-aid-

package-to-Egypt.html diakses pada 12 desember 2016 pukul 21.48 3 Steven A. Cook, "Egypt‟s Solvency Crisis", Council on Foreign Relations Press, april 2014,

tersedia di http://www.cfr.org/egypt/egypts-solvency-crisis/p32729 diakses pada 12 desember 2016

pukul 23.33 4 Julian Pecquet. “What happened to billions in US military aid to Egypt?. Al-Monitor. 12

May 2016. Tersedia di http://www.al-monitor.com/pulse/originals/2016/05/egypt-us-military-

aid.html#ixzz4ucpfMosp diakses pada 5 Oktober 2017 pukul 16.44

3

Arab Teluk atau Gulf Cooperation Council (GCC) mengumpulkan dana 39 milliar

dollar kepada el-Sisi.5

Pada Maret 2015, Mesir ikut bergabung dalam koalisi Saudi Arabia untuk

menekan pemberontak Houthi dari Yaman.6 Mesir mengirimkan 4 kapal perangnya

untuk membantu Saudi Arabia di Yaman bahkan menawarkan bantuan pasukan darat

untuk menghadapi Houthi. Saudi Arabia dan para sekutunya masuk ke krisis Yaman

setelah pemberontak Syiah, yang dikenal sebagai Houthi, melebarkan wilayah

kekuasaannya dari utara ke selatan hingga memaksa Presiden Mansour Hadi yang

pro-Saudi dan didukung kekuatan Barat lari dari Yaman.7 Namun dukungan Saudi

Arabia tidak membuat Mesir memenuhi harapan Saudi Arabia.

Pada saat yang bersamaan, Suriah sejak tahun 2011 mengalami dampak dari

Arab Spring yang berujung pada konflik internal antara rezim Bashar al-Assad

dengan pemberontak Sunni. Rezim Assad yang represif menciptakan perlawanan

rakyatnya yang kemudian membentuk kelompok-kelompok pemberontak yang

mayoritas adalah muslim Sunni yang secara ideologis berlawanan dengan rezim

Bashar al-Assad.8 Konflik yang terjadi di Suriah kemudian berkembang menjadi

5 Mashadi. “Menlu Arab Saudi Saud Al-Faisal : Arab Saudi Tidak Ada Masalah Dengan

Ikhwan”. Voa-Islam. 15 Februari 2015. Tersedia di http://www.voa-

islam.com/read/opini/2015/02/15/35714/menlu-arab-saudi-saud-alfaisal-tidak-ada-masalah-dengan-

ikhwan/#sthash.anKmtV0u.dpbs diakses pada 5 Oktober 2017 pukul 16.48 6 Ali al-Mujahed, "Egypt poised to join Saudi assault on Yemen rebels", The Washington

Post, 26 maret 2015, tersedia di https://www.washingtonpost.com/world/saudi-arabia-targets-strategic-

areas-around-yemen-in-heavy-bombardment/2015/03/26/4e455830-d343-11e4-8b1e-

274d670aa9c9_story.html?utm_term=.a4d0bc5962b0 diakses pada 13 desember 2016 pukul 15.39 7 al-Mujahed, “Egypt poised to join Saudi assault on Yemen rebels”

8 "Syria: The story of the conflict", BBC, 9 juni 2016, tersedia di

http://www.bbc.com/news/world-middle-east-26116868 diakses pada 13 desember 2016 pukul 21.20

4

konflik yang luas dan berkepanjangan dengan hadirnya kelompok ISIS (Islamic State

of Irak and Syria).

Dalam kasus Suriah, Saudi Arabia memiliki posisi yang berlawanan dengan

rezim Assad. Saudi Arabia menjadi salah satu pendukung pemberontak Sunni di

Suriah diantaranya adalah Ahrar al-Sham dan Jaish al-Islam9, berbeda dengan Rusia

dan Iran yang mendukung dan membantu militer Assad. Saudi Arabia menyatakan

melalui menteril luar negerinya akan terus mendukung oposisi dan pemberontak di

Suriah hingga Assad turun dari tampuk kepemimpinan.10

Sudah beberapa kali Aleppo, salah satu kota di utara Suriah yang diduduki

oleh pemberontak, dibombardir oleh serangan udara yang dilancarkan oleh pasukan

udara Rusia. Serangan udara yang terakhir pada 25 September 2016 menewaskan

setidaknya 85 orang dan 300 orang luka-luka.11

Kasus ini menjadi perhatian besar

bagi dunia sehingga kasus ini juga dibahas oleh PBB. Pada 8 Oktober 2016, Dewan

Keamanan PBB membahas hal ini ketika ada dua resolusi yang diajukan kepada

Dewan Keamanan.

Draft resolusi yang pertama diajukan oleh Prancis dan Spanyol yang berisikan

permintaan penghentian segala bentuk serangan udara dan penerbangan militer di

9 John Hudson dan Colum Lynch “The Road to a Syria Peace Deal Runs Through Russia“

Foreign Policy . https://foreignpolicy.com/2016/02/12/the-road-to-a-syria-peace-deal-runs-through-

russia/ diakses pada 10 juni 2017 10

"Saudi Arabia to continue support Syrian rebels if Assad does not leave", Reuters, 14

november 2015, tersedia di http://www.reuters.com/article/us-mideast-crisis-syria-saudi-

idUSKCN0T31A320151114 diakses pada 13 desember 2016 pukul 22.55 11

Tim Hume, Joe Sterling dan Chandrika Narayan, "Syria Airstrikes kill 85 people in Aleppo

amid diplomatic row", CNN, 26 september 2016, tersedia di

http://edition.cnn.com/2016/09/25/middleeast/syria-aleppo-offensive/ diakses pada 14 desember 2016

pukul 00.23

5

Aleppo, draft ini disetujui oleh 11 negara dan ditolak oleh dua negara yaitu Rusia dan

Venezuela serta posisi abstain dari Tiongkok dan Angola. Draft tersebut juga

meminta implementasi secepat mungkin untuk penghentian pertempuran dan juga

akses humanitarian yang cepat, aman dan tidak terganggu ke seluruh negeri, dan

meminta pihak-pihak yang berseteru terutama otoritas Suriah untuk

mengimplementasikan secara penuh resolusi-resolusi dewan yang sebelumnya.

Namun resolusi yang datang dari Prancis dan Spanyol tersebut di veto oleh Rusia.

Draft resolusi yang kedua datang dari Rusia yang berisikan permintaan

penghentian perlawanan di Suriah khususnya di Aleppo, draft resolusi ini menerima

penolakan dari 9 negara, abstain oleh dua negara yaitu Angola dan Uruguay dan

hanya disetujui oleh 4 negara yaitu Tiongkok, Venezuela, Rusia dan Mesir.12

Draft

ini juga meminta semua pihak untuk mencegah bantuan finansial dan material dari

pihak yang berhubungan dengan Al-Qaeda, ISIS, dan Jabat al-Nusra.

Dari kedua draft resolusi untuk Aleppo ini mempunyai makna yang berbeda

yaitu mengenai teknis gencatan senjata dan bantuan kemanusiaan untuk rakyat

Suriah. Dalam draft Prancis dan Spanyol dikatakan bahwa seluruh penerbangan

militer dan pengeboman dari udara diminta untuk dihentikan dan bantuan

kemanusiaan harus sampai dengan aman ke seluruh Suriah. Sedangkan dalam draft

yang diusung Rusia mengedepankan gencatan senjata dan himbauan untuk

12

"Security Council Fails to Adopt Two Draft Resolutions on Syria, Desemberpite Appeals

for Action Preventing Impending Humanitarian Catastrophe in Aleppo”, Security Council Meeting, 8

oktober 2016, tersedia di http://www.un.org/press/en/2016/sc12545.doc.htm diakses pada 14 desember

2016 pukul 00.49

6

pembatasan bantuan material dan finansial untuk kelompok-kelompok yang dianggap

teroris oleh rezim Suriah.

Di sini terlihat dengan jelas bahwa draft Prancis dan Spanyol membawa misi

negara-negara barat dan sekutunya untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan dan

membendung militer Rusia yang memborbardir Aleppo, sedangkan draft Rusia

membawa kepentingan rezim Suriah dan Rusia sebagai sekutunya dengan

pembatasan bantuan dan akses untuk oposisi rezim Suriah .

Posisi Mesir yang berada di pihak Suriah bersama Rusia ini lah yang

mendatangkan protes dari Saudi Arabia.Perwakilan Saudi Arabia untuk PBB,

Abdullah al-Muallami mengatakan keputusan Mesir sangatlah menyakitkan.13

Pernyataan ini memberikan sinyal bahwa Saudi Arabia tidak puas dengan keputusan

Mesir yang tidak sesuai harapan Saudi Arabia. Bahkan al-Muallami juga mengatakan

“Stances by Senegal and Malaysia were much closer to the agreed Arab decision”,14

menanggapi keputusan Mesir yang lebih memilih berada di posisi berseberangan

dengan Saudi Arabia dalam politik timur tengah.

Hal ini menjadi menarik dibahas karena Mesir di bawah rezim el-Sisi

beresiko kehilangan pendukung kuatnya selama 4 tahun terakhir ini. Hal ini

menimbulkan pertanyaan, mengapa Mesir tidak mengikuti agenda politik luar negeri

13

“Saudi anger as Egypt votes with Russia in UN vote”, Middle East Eye, 13 oktober 2016,

tersedia di http://www.middleeasteye.net/news/saudi-anger-egypt-votes-russia-un-vote-1258726322

diakses pada 14 desember 2016 pukul 00.55 14

“Saudi: Egypt stance on Syria resolution „painful. Al Arabiya. 9 Okrober 2016. Tersedia

dia https://english.alarabiya.net/en/News/middle-east/2016/10/09/Saudi-Egypt-s-stance-on-UN-Syrian-

resolution-painful-.html diakses pada 7 Desember 2017 pukul 11.05

7

Saudi Arabia sebagai negara pendukungnya? Apa alasan Mesir yang sebenarnya di

balik keputusannya tersebut?

1.2 Pertanyaan Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah diatas maka pertanyaan yang diajukan

dalam penelitian ini adalah “Apa yang melatarbelakangi kebijakan luar negeri

Mesir yang memberikan suaranya pada draft resolusi yang diajukan Rusia di

Dewan Keamanan PBB terkait kasus Suriah pada 2016 ?”

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui apa faktor-faktor yang melatarbelakangi kebijakan Mesir

dibawah pemerintahan Abdul Fattah el-Sisi

2. Mengetahui bagaimana dinamika hubungan bilateral Mesir dengan Saudi

Arabia periode 2013-2016

3. Mengetahui bagaimana situasi politik internasional di Timur Tengah

Manfaat dari penelitian ini adalah membantu mahasiswa lebih memahami

kasus diatas dan bagaimana menggunakan teori dalam kasus-kasus tertentu seperti

yang telah dipelajari selama kuliah.

1.4 Tinjauan Pustaka

Untuk menunjang informasi yang dibutuhkan oleh penulis dalam menyusun

skripsi ini, maka perlu dihadirkan beberapa tulisan yang berhubungan dengan judul

skripsi ini.Yang pertama adalah rilis laporan dari Arab Gulf States Institute for

8

Washington (AGSIW) yang datang dari Fahad Nazer pada tahun 2015 dengan judul

Saudi-Egyptian Relations at the Crossroads.

Dalam tulisan ini Nazer menjelaskan bagaimana Saudi Arabia dan Mesir

menjadi dua pilar utama dalam kekuatan di Timur Tengah dalam aspek politik dan

juga aspek keamanan, sedang mengalami kedekatan. Mesir sebagai negara Arab

dengan populasi terbesar dan sebagai pusat dari sebagian besar budaya popular Arab

dan output intelektual. Saudi Arabia sudah tidak dipertanyakan lagi tentang statusnya

sebagai pusat keagamaan bagi muslim Sunni, khususnya di dunia Arab, dan juga

sebagai negara terbesar dan terkuat diantara negara-negara Teluk pengekspor minyak.

Hubungan yang harmonis diantara keduanya menandakan adanya

kebersamaan dan perlakuan kooperatif bagi sumber daya manusia dan alam yang

tersedia di dunia Arab kontemporer. Dalam hal ini, kuatnya ikatan Saudi Arabia-

Mesir, selain menjadi symbol juga mempunyai praktek yang signifikan bagi dunia

Arab. Dalam tulisan ini Nazer lebih banyak mengulas latar belakang dari hubungan

Saudi Arabia-Mesir untuk menyediakan informasi apa yang terjadi jika keduanya

melakukan kerjasama untuk konsolidasi persekutuannya dan bekerjasama untuk

memperkuat postur individualnya masing-masing.

Dalam tinjauan pustaka yang kedua adalah laporan dari Foreign Policy

Research Institute (FPRI) yang ditulis oleh Mehran Kamrava pada tahun 2012

dengan judul The Arab Spring and the Saudi-Led Counterrevolution. Dengan adanya

fenomena Arab Spring pada tahun 2011, yaitu situasi dimana politik domestik di

banyak negara Timur Tengah bergejolak. Dampak Arab Spring tidak hanya

9

dirasakan oleh negara-negara di kawasan namun juga negara-negara diluar kawasan

Timur Tengah.Sebagai negara Timur Tengah yang signfikan, Saudi Arabia

mempunyai strategi agar tidak terpengaruh atau setidaknya tidak terancam dengan

fenomena Arab Spring. Dalam tulisannya ini Kamrava menjelaskan keadaan dunia

Arab dan strategi Saudi Arabia dalam menghadapinya dan memanfaatkannya untuk

menyebarkan pengaruhnya.

Tinjauan pustaka yang ketiga adalah laporan dari Dr.Fazzur Rahman Siddiqui

dalam Indian Council of World Affair (ICWA) dengan judul Changing Contours of

Egypt’s Foreign Policy in the Aftermath of Uprising yang terbit pada September

2016. Dalam laporan ini Siddiqui banyak membahas mengenai perubahan kebijakan

luar negeri Mesir di bawah tiga rezim yang berbeda terutama kebijakan luar negeri

terhadap Israel. Selain itu Siddiqui juga menggarisbawahi kegagalan rezim Mursi

dalam menjalin hubungan kepada negara-negara di regional seperti Libya dan

Ethiopia, sebaliknya Mursi justru mendekatkan Mesir kepada Turki, Iran, dan Hamas

meskipun Mursi tetap dinilai gagal dalam memberikan pengaruh besar terhadap

kebijakan luar negeri Mesir. Siddiqui kemudian membahas bagaimana el-Sisi

mengantisipasi semua kebijakan luar negeri yang diwariskan oleh Mursi.

Perbedaan ketiga tulisan tersebut dengan penelitian yang akan saya lakukan

adalah pada latar belakang masalah. Pada tulisan Fahad Nazer lebih banyak mengulas

mengenai sejarah hubungan Saudi-Mesir sejak tahun 1980an dan belum muncul

kasus tentang posisi Mesir pada konflik Suriah, sedangkan penelitian yang akan saya

lakukan mengambil hubungan Saudi-Mesir periode tahun 2013-2016. Pada tulisan

10

Mehran Kamrava yang dibahas adalah strategi Saudi Arabia dalam menghadapi Arab

Spring dan tulisan itu dibuat pada tahun 2012. Kemudian pada tulisan Dr. Fazzur

Rahman Siddiqui banyak membahas mengenai kebijakan luar negeri pada tiga rezim

yang pernah berkuasa di Mesir, tanpa memfokuskan bahasannya secara khusus

terhadap hubungan Mesir dengan Saudi Arabia.

1.5 Kerangka Teoritis

Penelitian ini akan dilakukan menggunakan Neoclassical Realisme yang lebih

lengkap membahas mengenai kondisi internal dan eksternal negara dalam pembuatan

kebijakan luar negeri. Teori ini dianggap cocok karena pada kasus Saudi Arabia dan

Mesir yang mempengaruhi negara dalam membuat kebijakan luar negeri berasal dari

internal juga eksternal yang sama-sama memiliki pengaruh yang signifikan.

Pada tahun 1998, Gideon Rose mengenalkan istilah „neoclassical realism‟.

Pendekatan ini melanjutkan tradisi dari neo-realisme, menyoroti tantangan-tantangan

baru terhadap sistem dan struktur, dan pandangan bahwa kedua aspek ini menentukan

prilaku sebuah negara di dunia saat ini. Pendekatan ini meyakini bahwa prilaku dari

pemerintah nasional pada level internasional tidak sesederhana bahwa prilaku

tersebut dihasilkan dari reaksi dari fenomena-fenomena eksternal. Penting untuk

memperhitungkan situasi juga kondisi internal dan kepentingan dari aktor-aktor

nasional.

Neoclassical Realisme secara eksplisit menggabungkan variable eksternal dan

internal, memperbaharui dan mensistemasi pemikiran yang diambil dari realis klasik.

Teori ini mempunyai argument bahwa cakupan dan ambisi dari kebijakan luar negeri

11

suatu negara dihasilkan utamanya oleh posisi negara tersebut dalam sistem

internasional dan secara spesifik oleh kapabilitas material relatifnya.Inilah mengapa

teori ini masih disebut sebagai keluarga realis. Lebih jauh dijelaskan bahwa dampak

dari kapabilitas sedemikian rupa pada kebijakan luar negeri merupakan proses tidak

langsung dan kompleks, karena tekanan sistem harus diartikan melalui variable yang

ikut mencampuri pada level unit. Inilah mengapa disebut neoclassical.

Definisi yang lebih luas dari neoclassical realism adalah penjelasan mengapa

tekanan-tekanan global dan faktor-faktor regional menghasilkan jenis kebijakan luar

negeri tertentu. Dengan kata lain neoclassical realism mempelajari “rantai penggerak”

dari kebijakan luar negeri. Pendekatan ini tidak merevisi neo-realis, karena

pendekatan ini tetap memandang bahwa tekanan dari lingkungan global dan faktor

sistemik sebagai elemen krusial yang mempengaruhi prilaku dari negara. Pada waktu

yang sama, neoclassical realism mempertanyakan mengapa negara-negara dengan

parameter yang sama dan bertindak dibawah kondisi eksternal yang sama

mengeluarkan kebijakan yang berbeda di arena internasional. Menurut pandangan ini

jawabannya adalah kebijakan domestic, kepentingan-kepentingan yang berbeda,

bagaimana institusi-institusi negara bekerja, dan struktur kemasyarakatan.15

Kondisi internal negara bagi neo-realisme merupakan sesuatu yang tidak

relevan. Menggunakan istilah negara sebagai “billiard ball” yang bergerak oleh

benturan dari luar, bukan karena struktur internal atau material bola tersebut.

15

Rose, Gideon."Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy," World Politics, 1998.

hal.144-172

12

Neoclassical realism mengakui bahwa bola memang bergerak karena benturan dari

luar tetapi pergerakan bola tersebut juga dipengaruhi oleh faktor internal, dinamika

internal yang mempengaruhi posisi gerakan bola. Neoclassical realism mempelajari

dinamika ini.16

Teori ini juga percaya bahwa pengaruh dari kapabilitas power yang dimiliki

tersebut bersifat tidak langsung dan sangat kompleks karena adanya sistemic pressure

yang juga ditranslasikan di level unit itu sendiri, sehingga relative material power

menjadi dasar ukuran dalam pengambilan kebijakan luar negeri. Arah, ambisi dan

cakupan kebijakan luar negeri suatu negara ditentukan oleh perannya dalam sistem

internasional dan power yang dimiliki. Istilah power tersebut merupakan kapabilitas

atau resources yang akan membuat negara mampu mempengaruhi satu sama lain.

Pengaruh dari faktor politik internal tertentu akan meningkat dibawah tekanan

dari sistem global. Sehingga kompetisi antara negara-negara menjadi berkembang

tidak lagi hanya antara “hard power line”, tetap juga dalam “soft power domain”.

Pada akhirnya kapabilitas sebuah negara untuk berkompetisi secara global pada

sector-sektor ini akan bergantung pada kualitas hubunganya dengan komunitas bisnis

nasional dan masyarakat pada umumnya.

Mereka para pengambil kebijakan tidak selalu bertindak rasional, karena

informasi terhadap suatu isu tidak pernah cukup. Namun para pengambil kebijakan

harus mengandalkan pada data yang tersedia, dengan menerke-nerka informasi yang

tidak ada. Terlebih lagi, para politikus dan pemimpin mengandalkan pengalaman dan

16

Rose,World Politics,144-172

13

penngetahuan pribadi untuk membedakan mana yang benar dan mana yang nyata,

untuk menentukan hubungan antara pengetahuan public dan informasi rahasia, dan

untuk memahami dunia pada umumnya. Ini membuat konstruktivisme mempengaruhi

neoclassical realism.17

Persepsi pengambil kebijakan terhadap relative material power sangat

berpengaruh. Ketika relative material power mengalami peningkatan, maka negara

akan lebih meningkatkan pengaruhnya dan menyesuaikannya. Kebijakan luar negeri

di buat oleh pemimpin dan elit politik yang dapat menentukan dan melihat kapabilitas

power yang dimiliki negara. Kapabilitas power yang dimaksud tidak hanya kuantitas

dari militer tapi juga kekuatan dan struktur negara tersebut dalam sistem sosial di

level internasional maupun regional.

Neoclassical realism mengakar pada ide dari Max Weber dan pengikut-

pengikutnya, yang beranggapan bahwa negara bukanlah sebuah keseragaman dan

sebuah mekanisme harmonis.Ini mengimplikasikan bahwa ketersediaan sebuah

sistem institusi dan masyarakat. Institusi yang berfungsi secara baik dan interaksi

yang dekat antara negara dan masyarakat menentukan kekuatan sebuah negara dan

level kepercayaan pada pernyataan dan tindakan pada tingkat internasional.

Pilihan-pilihan politik dibuat oleh pemimpin dan elit-elit politik, dan

bagaimana mereka memandang relative power yang menentukan, bukan hanya

kuantitas dari sumber-sumber fisik atau kekuatan yang berbentuk. Hal ini berarti

kebijakan luar negeri dengan jangka waktu singkat dan menengah mungkin saja tidak

17

Rose, World Politics, 144-172

14

memperhitungkan kekuatan material objektif. Lebih jauh lagi, para pemimpin

tersebut tidak selalu mempunyai kebebasan secara utuh untuk mengarahkan sumber-

sumber nasional seperti yang mereka inginkan.

Dalam hal ini, analisa kekuatan juga harus memeriksa kekuatan dan struktur

negara terhadap masyarakatnya, karena hal ini mempengaruhi proporsi dari sumber-

sumber nasional yang bisa dialokasikan untuk kebijakan luar negeri. Hal ini berarti

negara-negara dengan kapabilitas yang setara tetapi memiliki stuktur negara yang

berbeda sangat mungkin untuk bertindak secara berbeda.

Pada akhirnya, tekanan-tekanan sistemik dan instentif-insentif dapat

membentuk kontur yang luas dan arah yang umum dari kebijakan luar negeri tanpa

perlu menentukan prilaku negara secara spesifik dan rinci. Hal ini berarti pengaruh

dari faktor-faktor sistemik akan sering lebih terlihat dari kejauhan dibandingkan dari

dekat. Dengan semua alasan ini, neoclassical realism meyakini, memahami

hubungan antara kekuatan dan kebijakan memerlukan pemeriksaan yang dekat

tentang bagaimana kebijakan luar negeri diformulasikan dan dijalankan.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif. Menurut Bogdan dan

Taylor, metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif; ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang

15

(subjek) itu sendiri. Pendapat ini langsung menunjukkan latar dan individu-individu

dalam latar itu secara keseluruhan, subjek penelitian, secara menyeluruh.18

W. Lawrence Neuman mencoba mengidentifikasi 4 faktor yang terkait dengan

orientasi dalam penelitian yang menggunakan metode kualitatif.19

Orientasi pertama

terkait dengan pendekatan yang digunakan terhadap data.Metode kualitatif

memperlakukan data sebagai sesuatu yang bermakna secara intrinsik. Dengan

demikian, data yang ada dalam penelitian kualitatif bersifat “lunak”, tidak sempurna,

imaterial, kadangkala kabur dan seorang peneliti kualitatif tidak akan pernah mampu

mengungkapkan semuanya secara sempurna. Namun demikian, data yang ada dalam

penelitian kualitatif bersifat empiris, terdiri dari dokumentasi ragam peristiwa,

rekaman setiap ucapan, kata dan gestur dari objek kajian, tingkah laku yang spesifik,

dokumen-dokumen tertulis, serta berbagai gambaran visual yang ada dalam sebuah

fenomena sosial

Orientasi kedua adalah penggunaan perspektif yang non-positivistik, yaitu

cara pandang terbuka untuk mendapatkan informasi melalui gejala-gejala yang

tampak. Penelitian kualitatif secara luas menggunakan pendekatan interpretatif dan

kritis pada masalah-masalah sosial. Peneliti kualitatif memfokuskan dirinya pada

makna subjektif, pendefinisian, metafora, dan deskripsi pada kasus-kasus yang

spesifik. Peneliti kualitatif berusaha menjangkau berbagai aspek dari dunia sosial

18

Bogdan, R. and Taylor, S.J. “Introduction to Qualitative Research Methode”. New York :

John Willey and Sons. 1975 19

Neuman, William L. “Social Research Methods: Qualitative and Quantitative

Approaches”. Ally and Bacon. 1997. Hal 328-331

16

termasuk atmosfer yang membentuk suatu objek amatan yang sulit ditangkap melalui

pengukuran yang presisif atau diekspresikan dalam angka. Dengan demikian,

penelitian kualitatif memiliki tujuan menghilangkan keyakinan palsu yang terbentuk

pada sebuah objek kajian. Penelitian kualitatif berusaha memperlakukan objek kajian

tidak sebagai objek, namun lebih sebagai proses kreatif dan mencerna kehidupan

sosial sebagai sesuatu yang “dalam” dan penuh gelegak.

Orientasi ketiga adalah penggunaan logika penelitian yang bersifat “logic in

pratice”. Penelitian sosial mengikuti dua bentuk logika yaitu logika yang

direkonstruksi (reconstructed logic) dan logika dalam praktek (logic in practice).

Metode kuantitatif mengikuti logika yang direkonstruksi dimana metode diorganisir,

diformalkan dan disistematisir secara ketat. Sementara pada metode kualitatif,

penelitian secara aktual dijalankan secara tidak teratur, lebih ambigu, dan terikat pada

kasus-kasus spesifik. Hal ini tentu saja, mengurangi perangkat aturan dan

menggantungkan diri pada prosedur informal yang dibangun oleh pengalaman-

pengalaman di lapangan yang ditemukan si peneliti.

Orientasi keempat dari metode kualitatif adalah ditempuhnya langkah-langkah

penelitian yang bersifat non-linear. Dalam metode kuantitatif, seorang peneliti

biasanya dihadapkan pada langkah-langkah penelitian yang bersifat pasti dan tetap

dengan panduan yang jelas sehingga disebut sebagai langkah yang linear. Sementara

itu, metode penelitian kualitatif lebih memberikan ruang bagi penelitinya untuk

menempuh langkah non-linear, kadangkala melakukan upaya “kembali” pada

langkah-langkah penelitian yang sudah ditempuhnya dalam menjalani proses

17

penelitian. Hal ini tidak berarti kualitas riset menjadi rendah, namun lebih pada cara

untuk dapat menjalankan orientasi dalam mengkonstruksikan makna.

Data penelitian kualitatif adalah apa yang dikatakan oleh orang-orang

terhadap seperangkat pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Apa yang dikatakan

responden itu bisa diperoleh secara verbal melalui wawancara atau dalam bentuk

tertulis melalui analisis dokumen. Patton mengatakan bahwa pada dasarnya data

kualitatif itu terdiri dari petikan-petikan yang berasal dari responden dan deskripsi

tentang situasi, peristiwa, dan interaksi.

Data kualitatif adalah data empiris.20

Data itu termasuk dokumen peristiwa

nyata, rekaman apa yang mereka nyatakan (dengan kata-kata, isyarat, nada),

observasi perilaku spesifik, studi dokumen tertulis, atau menguji kesan visual. Semua

data itu adalah aspek-aspek konkrit suatu dunia.Tidak sebagaimana para peneliti

kuantitatif yang mengubah ide atau dunia sosial ke dalam variabel-variabel umum

untuk membentuk hipotesis, para peneliti kualitatif meminjam ide-ide dari orang-

orang yang mereka studi sesuai dengan konteks atau latar alamiahnya.

Dalam penelitian kali ini data-data primer akan dikumpulkan dengan cara

wawancara dan studi pustaka. Maka target yang akan di wawancarai adalah peneliti

yang ahli di bidang Timur Tengah, khususnya yang fokus kepada Saudi Arabia dan

Mesir\

20

Patton, M.Q. Qualitative evaluation methods. Beverley Hills, CA: Sage. 1980

18

1.7 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan awal dari penulisan skripsi yang memuat pernyataan

masalah yang diangkat dan pertanyaan penelitian. Selain itu, bab ini juga memuat

beberapa tinjauan pustaka yang digunakan penulis dalam membantu proses

penelitian. Teori dan konsep yang akan digunakan dalam melakukan analisis juga di

jabarkan dalam bab I ini. Penjelasan mengenai metode penelitian dan sistematika

penulisan dijelaskan dalam bab ini

BAB II PERGANTIAN REZIM MESIR DAN HUBUNGAN MESIR-SAUDI

ARABIA SEBELUM REZIM SISI

Bab ini menjelaskan gambaran umum tentang pergantian rezim Mesir dan

masing-masing kebijakan luar negeri yang ada pada masing-masing rezim. Pada bab

ini juga akan dijelaskan tentang dinamika hubungan Mesir dan Saudi Arabia.

Dukungan Saudi Arabia terhadap pemerintahan Sisi hingga bantuan yang diberikan

Saudi Arabia kepada Mesir juga dibahas dalam bab ini.

BAB III POLITIK SAUDI ARABIA DAN MESIR YANG BERSEBERANGAN

DI SURIAH

Bab ini akan berisi tentang politik Saudi Arabia di kawasan Timur Tengah

khususnya politik bantuan Saudi Arabia yang menjadi senjata diplomasinya. Dalam

bab ini juga menjelaskan secara singkat konflik Suriah juga solusi-solusi yang

ditawarkan oleh dunia internasional. Penjelasan tentang posisi Mesir dan Saudi

Arabia dalam konflik Suriah juga akan dibahas dalam bab ini.

19

BAB IV ANALISA LANGKAH MESIR DALAM PENGAMBILAN SUARA DI

PBB PADA KASUS SURIAH

Bab ini akan menjawab pertanyaan penelitian mengenai mengapa Mesir

memberikan suaranya kepada draft resolusi yang ditawarkan oleh Rusia dalam

Dewan Keamanan PBB terkait kasus Suriah. Faktor internal dan eksternal yang

terdapat dalam teori neoclassical realism menjadi fokus bahasan dalam bab ini.

Selain itu, systemic pressure dan intervening variable seperti aktor pengambil

kebijakan luar negeri juga akan dipaparkan pada bab ini.

BAB V KESIMPULAN

Bab ini merupakan hasil dari keseluruhan penelitian dan memuat jawaban atas

pertanyaan penelitian. Hasil akhir dan metode penelitian yang sesuai dengan teori dan

konsep yang digunakan terangkum secara lengkap dalam bab ini.

20

BAB II

PERGANTIAN REZIM MESIR DAN HUBUNGAN MESIR-SAUDI ARABIA

Bab ini berisi gambaran umum mengenai kebijakan luar negeri Mesir serta

overview mengenai pergantian rezim di Mesir pasca Arab Spring. Bab ini juga berisi

mengenai pembahasan dinamika hubungan Mesir-Saudi Arabia hingga masa

pemerintahan Sisi yang menerima bantuan besar dari Saudi Arabia.

2.1 Gambaran Umum Kebijakan Luar Negeri Mesir

Dalam The Philosophy of Revolution, Gamal Abdul Nasser menyatakan

bahwa orientasi politik luar negeri Mesir secara umum tidak dapat dilepaskan oleh

faktor historis semenjak revolusi tahun 1952. Terdapat tiga hal yang menjadi fokus

orientasi tersebut, yakni Arab, Afrika, dan Islam.21

Pada saat Nasser memimpin

Mesir, semangat Pan-Arabisme menjadi landasan bagi Mesir untuk menjadi negara

yang memiliki kekuatan dominan di Timur-Tengah. Selain itu, dalam lingkup

internasional, Nasser membawa Mesir menjadi salah satu kekuatan netral dalam

Gerakan Non Blok bersama dengan negara-negara dunia ketiga termasuk salah

satunya Indonesia. Hal tersebut disebabkan dengan adanya semangat anti-

Imprealisme yang diusung oleh Nasser dalam rangka membangun Mesir dan Dunia

Arab dari penjajahan yang dilakukan oleh kekuatan luar, meskipun pada praktiknya

21

Abdel Monem Said Aly, “Post-Revolution Egyptian Foreign Policy”. Crown Center of

Middle East Studies no.86. Nov 2014, h.1 tersedia di

https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0a

hUKEwig5I-

RzrbYAhVLMo8KHRbaACkQFggoMAA&url=https%3A%2F%2Fwww.brandeis.edu%2Fcrown%2F

publications%2Fmeb%2FMEB86.pdf&usg=AOvVaw1_wy7Brl24dYcyMbQHcvMA

21

dari tahun ke tahun hubungan Mesir di bawah Nasser seringkali berganti dengan Uni

Soviet dan Amerika Serikat. 22

Akan tetapi, memasuki tahun 1970-an, yakni saat jabatan presiden Mesir

dipegang oleh Anwar Sadat dan dilanjutkan Husni Mubarak, politik luar negeri Mesir

mulai mengalami pergeseran orientasi. Politik luar negeri Mesir saat itu tidak lagi

mengutamakan semangat menyatukan negara-negara Arab, melainkan cenderung

menyelamatkan diri dengan lebih dekat dengan Amerika Serikat, Eropa, dan Negara-

negara Teluk. Saat itu pula, Mesir mengadakan kerjasama di berbagai bidang, seperti

ekonomi, militer, dan keamanan dengan Jepang, Australia, dan Kanada.23

Selanjutnya, pada periode ini pula Mesir memilih menjadi negara Arab

pertama yang menandatangani perjanjian damai dengan Israel yang berhasil

dikonfrontasi oleh AS. Perjanjian Camp David yang ditandatangani pada tahun 1979

oleh Anwar Sadat - selaku presiden Mesir - dan Menachem Begin – selaku presiden

Israel-, ini membuat hubungan antara Mesir dengan AS dan Israel terikat dalam

sebuah kesepakatan formal.24

Perjanjian ini kemudian dilanjutkan oleh Husni

Mubarak, sebagai pengganti dari Anwar Sadat sebagai presiden Mesir. Dengan

memilih meneruskan Perjanjian Camp David tersebut, orientasi politik luar negeri

22

Chen Tianshe, “Four Points toward the Understading of Egypt‟s Foreign Relation”. Journal

of Middle Eastern and Islamic Studies (in Asia) 5 no. 1 (2011), h. 88- 95 23

Said Aly, “Post-Revolution Egyptian” , h. 1-3 24

“After 35 Years, Israel-Egypt Treaty Marks Key Benchmark for Middle East Peace”, The

American Israel Public Affairs Committee. 27 November 2014. Tersedia di

https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0a

hUKEwidw63ozrbYAhWIr48KHdjECwQQFggoMAA&url=https%3A%2F%2Fwww.aipac.org%2F~

%2Fmedia%2FPublications%2FPolicy%2520and%2520Politics%2FAIPAC%2520Analyses%2FIssue

%2520Memos%2F2014%2FAIPAC%2520Memo%2520-%252035th%2520Anniversary%2520Israel-

Egypt%2520Peace%2520Treaty.pdf&usg=AOvVaw0gzZoLW7MY2owkguRFwc6l

22

Mesir dinilai senantiasa melindungi kepentingan AS di Timur Tengah, khususnya

yang berkaitan dengan eksistensi Israel di kawasan Timur-Tengah.25

2.2 Pergantian Rezim Mesir Pada Masa Arab Spring

Gelombang Arab Spring di Timur Tengah mempunyai dampak yang besar

bagi Mesir. Bahkan Mesir mengalami dua kali pergantian rezim karena dampak

instabilitas dari Arab Spring.

2.2.1. Runtuhnya Rezim Husni Mubarak

Arab Spring membawa gelombang protes yang menuntut perbaikan sistem

pemerintahan dan demokrasi, karena hal ini rezim Husni Mubarak runtuh.

Kemiskinan dan kesenjangan ekonomi yang disebabkan oleh korupsi yang dilakukan

oleh rezim Husni Mubarak.

Meneruskan kepemimpinan setelah kematian Anwar Sadat, Husni Mubarak

resmi menjadi Presiden Mesir ketiga pada 14 Oktober 1981. Sebagai penerus,

Mubarak tidak serta merta menjadi pemimpin yang mempunyai visi besar.26

Mubarak

lebih menjadi pemimpin yang pragmatis karena permasalahan-permasalahan negara

yang belum selesai, terutama masalah krisis ekonomi yang bergejolak

Saat Mesir membuat kesepakatan dengan IMF, timbul protes terhadap

program IMF secara luas. Protes ini muncul di beberapa sektor ekonomi Mesir.

25

Ashraf Khalil. “Liberation Square: Inside the Egyptian Revolution and The Rebirth of A

Nation”. New York: St. Martin‟s Press. h. 21 tersedia di

https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0a

hUKEwjmjqiTz7bYAhXJQY8KHXx8ARAQFggxMAE&url=http%3A%2F%2Fwww.gmj.uottawa.ca

%2F1301%2Fv6i1_bowerbank.pdf&usg=AOvVaw2-CNynPzM9URLfImTUZ0UD 26

Faksh, Mahmud A.. “Egypt under Mubarak: The Uncertain Path”. Canadian Institute of

International Affairs. 1983

23

Rezim Mubarak kemudian membuat peraturan darurat untuk membendung

gelombang protes dengan penangkapan secara masif juga dengan taktik intimidasi.

Peraturan darurat ini muncul pada tahun 1981 dan bertahan sepanjang Mubarak

berkuasa.27

Peraturan ini sering digunakan untuk menekan pendapat-pendapat yang

berlawanan dengan kasus IMF juga dengan kasus-kasus lain yang rezim Mubarak

keluarkan.

Mubarak yang berkuasa kemudian melepaskan anggota Ikhwanul Muslimin

dan berusaha untuk memarjinalkan Islamis radikal berkolaborasi dengan Ikhwanul

Muslimin. Bertahun-tahun kemudian Ikhwanul Muslimin mempunyai pengaruh yang

kuat dikalangan kelas menengah dan dikenal secara luas karena jaringan dan

pelayanan publiknya. Ketika pemerintah memotong layanan publik dibawah SAP

pada tahun 1990an, Ikhwanul Muslimin masuk ke sekolah-sekolah, klinik kesehatan,

dan bantuan finansial. Rezim Mubarak kemudian tidak tenang dengan adanya Islam

yang politis dan Ikhwanul Muslimin dipandang sebagai bagian dari Islam yang

politis. Pada tahun 1992 terjadi gempa besar yang melanda Kairo. Dengan cepat

relawan Ikhwanul Muslimin tiba di tempat kejadian dengan obat-obatan, makanan,

dan bantuan finansial.28

Gelombang protes dari oposisi kepada rezim dilakukan dalam Gerakan

Kifaya. Kifaya merupakan slogan dari Gerakan Rakyat Mesir untuk Perubahan yang

27

“THE EMERGENCY LAW IN EGYPT”. The Worldwide Human Rights Movement. 17

Nov 2001. Tersedia di https://www.fidh.org/en/region/north-africa-middle-east/egypt/THE-

EMERGENCY-LAW-IN-EGYPT diakses pada 18 Juli 2017 pukul 16.15 WIB 28

K.V. Nagarajan. “Egypt‟s Political Economy and the Downfall of the Mubarak Regime”. h.

33

24

ditemukan pada tahun 2004 sebelum pemilihan umum pada tahun 2005. Ini

merupakan koalisi dari kelompok-kelompok oposisi yang luas cakupannya. Yang

menjadi faktor pemersatu adalah posisi mereka yang berlawanan dengan rezim.

Gerakan Kifaya secara terbuka menentang rezim Mubarak untuk menghentikan

tindakan abuse of power yang dilakukan pemerintah. Gerakan ini juga mengutuk

Mubarak untuk mundur dari kekuasaan dan berhenti menciptakan jalan yang mulus

bagi anak dari Husni Mubarak agar bisa menjadi penerus kekuasannya. Gerakan ini

tidak berhasil mencapai tujuannya karena tidak mampu menjadikan gerakan ini

sebagai gerakan politik massa dan akhirnya kehilangan pengaruhnya. Namun, hal ini

meninggalkan warisan yang nyata untuk gerakan protes rakyat Mesir berikutnya.29

Percikan yang memicu perubahan di Mesir datang dari Tunisia. Pada 17

Desember 2010, Mouhammad Bouazizi, seorang sarjana yang menganggur terpaksa

menjadi pedagang buah di jalanan yang kemudian dianiaya oleh polisi lokal dan

meninggal dengan membakar tubuhnya sendiri sebagai aksi protes dan pengorbanan

diri. Gambar-gambar yang berisi protes di kota Sidi Bouzid diselundupkan keluar dan

sampai di tangan Al Jazzera. Masyarakat Tunisia yang terkejut turun ke jalan untuk

mendemonstrasikan kemarahannya kepada rezim. Aksi protes selama 29 hari yang

masif membuat Presiden Ben Ali meninggalkan kekuasaannya dan pergi

mengasingkan diri ke Saudi Arabia pada 14 Januari 2011. Setelah disiarkan Al

29

Brown, Nathan, Dunne, Michele and Hamzawy, Amr. “Egypt‟s controversial constitutional

amendments”, Carnegie Endowment, 2007. Tersedia di

http://www.carnegieendowment.org/files/egypt_constitution_webcommentary01.pdf diakses pada 19

Juli 2017 pukul 9.45 WIB

25

Jazzera, aksi protes menyebar ke banyak negara di Timur Tengah. Mesir menjadi

salah satu negara yang paling merasakan efek protes ini. Pada 25 Januari 2011

masyarakat Mesir memulai protes. Media sosial digunakan untuk mengumpulkan

massa ke Tahrir Square. Protes ini merupakan gerakan tanpa pemimpin yang jelas

dan dihadiri oleh masyarakat dari kalangan yang luas tanpa membeda-bedakan kelas,

agama, umur, dan afiliasi politik.30

Meskipun banyak korban intimidasi oleh satuan

keamanan pemerintah, massa semakin bertambah dari hari ke hari. Akhirnya pada 11

Februari 2011 diumumkan bahwa Presiden Husni Mubarak yang telah 3 dekade

memimpin Mesir, turun dari tampuk kepemimpinan.31

2.2.2. Timbul dan Tenggelamnya Demokrasi Mesir

Supreme Council of Armed Forced (SCAF) yang dipimpin oleh Jenderal

Hussein Tantawi menjadi pihak yang mengisi kekosongan dan bertanggung jawab

atas transisi kekuasaan di Mesir.32

Hadirnya SCAF sebagai pengisi kekosongan

merupakan bukti bahwa keterlibatan militer dalam politik Mesir masih sangat besar.

Saat SCAF menjadi pemerintah transisi, gelombang protes para pemuda masih

berlangsung dengan menuntut hasil dari revolusi yang baru saja berlangsung. SCAF

30

Philip Rizk. “Egypt and the global economic order”. Al Jazeera. 15 Februari 2011. Tersedia

di http://www.aljazeera.com/indepth/opinion/2011/02/20112148356117884.html diakses pada 19 Juli

2017 pukul 9.55 WIB 31

David Kirkpatrick. “Egypt Erupts in Jubilation as Mubarak Steps Down”. The New York

Times. 11 Februari 2011. Tersedia di

http://www.nytimes.com/2011/02/12/world/middleeast/12egypt.html?pagewanted=all diakses pada 19

Juli 2017 pukul 10.00 WIB 32

Hamdan Basyar,” Pertarungan Dalam Berdemokrasi: Politik di Mesir, Turki dan Israel”

.Jakarta: UI Press,.2015. h 27

26

saat itu juga menghadapi perdebatan apakah Mesir harus melaksanakan pemilihan

umum atau membuat konstitusi baru.

Setelah Mubarak turun dan NDP dibubarkan, Ikhwanul Muslimin menjadi

kelompok organisasi yang besar, maka dari itu Ikhwanul Muslimin berada diposisi

yang diuntungkan jika terjadi pemilihan umum. Sedangkan kaum nasionalis-liberal

dan Nasserist menginginkan perombakan konstitusi lebih dulu karena mereka

mmembutuhkan waktu untuk mengumpulkan basis massa. Kemudian SCAF

membuat amandemen terbatas terhadap konstitusi Mesir pada 30 Maret 2011. Namun

dengan adanya tekanan internal dan eksternal untuk diwujudkannya demokrasi Mesir,

maka SCAF memutuskan untuk segera melaksanakan pemilihan umum untuk elite-

elite sipil. Pemilihan umum parlemen dilaksanakan pada 28 November 2011 hingga

11 Januari 2012, yang kemudian dilanjutkan dengan pemilihan umum Presiden pada

23-24 Mei 2012.33

Dengan terpilihnya Mursi sebagai presiden pertama di Mesir yang terpilih

secara demokatis, justru menjadi masa-masa menegangkan yang menjadi awal krisis

politik di Mesir. Pada masa-masa ini rakyat terjun ke Tahreer Square berunjuk rasa

menuntut Mursi turun. Massa menyatakan protes bahwa parlemen yang baru

terbentuk terlalu didominasi Islam (Ikhwanul Muslimin), rakyat menginginkan

pemerintahan yang proporsional. Memang dari hasil pemilu parlemen, kelompok

33

Kristen A.Stilt. “The End of "One Hand": The Egyptian Constitutional Declaration and the

Rift between the "People" and the Supreme Council of the Armed Forces”. Faculty Working Papers.

2012. Tersedia di http://scholarlycommons.law.northwestern.edu/facultyworkingpapers/208 diakses

pada 19 Juli 2017 pukul 10.18 WIB

27

Ikhwanul Muslimin mengambil dua per tiga kursi di parlemen. Hasil akhir

menunjukkan bahwa Ikhwanul Muslimin dan Partai Keadilan (FJP) memenangkan

235 kursi, atau 47,18 persen.34

Selain itu juga ada indikasi jika Mursi dan Ikhwanul Muslimin ingin

mengubah Mesir menjadi negara Islam, hal ini bertolak belakang dengan Mesir yang

selama ini sekuler. Di lain sisi, massa berteriak setelah Mursi mengeluarkan dekritnya

pada Kamis, 22 November 2012. Dekrit itu menyatakan bahwa Mursi mempunyai

otoritas tertinggi, final, yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Mursi sendiri

beralasan bahwa dekrit yang dikeluarkannya itu untuk melindungi revolusi,

kehidupan bangsa, keamanan, persatuan, dan kesatuan nasional. Mursi berjanji akan

melepaskan segala kekuasaannya itu, ketika undang-undang baru sudah disusun dan

disahkan. Namun sebelum hal itu terjadi, Mursi dituding menumpuk kekuasaan, ingin

menjadi diktator baru yang sama seperti Mubarak hanya dengan cara dan wajah

berbeda.35

Keadaan ekonomi Mesir yang sedang menurun juga membuat rakyat semakin

frustasi. Dengan melakukan demonstrasi tersebut massa juga berharap agar ekonomi

bisa mendapatkan perhatian yang lebih oleh pemerintahan baru. Akibat dari krisis

politik di Mesir, keadaan ekonomi, keamanan, kesejahteraan pangan secara signifikan

menurun. Terhitung setelah tumbangnya Mubarak, angka pengangguran mencapai

34

“Egypt's Islamist parties win elections to parliament”. BBC. 21 Januari 2012. Tersedia di

http://www.bbc.com/news/world-middle-east-16665748 diakses pada 19 Juli 2017 pukul 11.37 WIB 35

Trias Kuncahyono, “Tahrir Square Jantung Revolusi Mesir”. Jakarta: PT. Kompas Media

Nusantara. 2013. h. 23-228.

28

13,2%, pada bulan Mei PBB mengumumkan angka kemiskinan dan keamanan

pangan di Mesir melonjak tajam dalam 3 tahun terakhir, angka kekurangan gizi juga

melesat menjadi 31%.36

Rakyat kehilangan figur dan menganggap stabilitas itu lebih penting, daripada

menjalani demokrasi bersama pemimpin yang tidak sanggup menjaga kestabilan.

Nilai demokrasi yang diterapkan di Mesir baiknya adalah demokrasi yang merangkul

seluruh kalangan. Dalam kegaduhan yang semakin parah menambah momentum dan

kekuatan militer menjadi harapan bagi rakyat atas kesalahan-kesalahan yang telah

dibuat pemerintah sipil.

Pihak militer siap melakukan kudeta ketika rakyat meneriakkan keburukan

pemerintah, selain mosi tidak percaya rakyat dan segala kekacauan yang terjadi

selama protes, dijadikan faktor pendukung yang membuat kepentingan pribadi militer

merebut kekuasaan tidak kentara. Seolah-olah militer bersama dengan kelompok

orang-orang yang merasa dirugikan pemerintah, padahal militer hanya memakai

tuntutan kelompok itu agar tindakan kudeta mereka dianggap keniscayaan dan pro

terhadap rakyat.

Dari segala runtutan kegagalan yang pemerintah sipil lakukan, kalangan

militer mengangap Mursi tidak sanggup lagi menanggung kekacauan tersebut. Maka

pada tanggal 1 Juli 2013 pukul 16.30 (waktu Mesir), militer di bawah kendali Abdul

Fattah el-Sisi memberikan ultimatum pada Mursi untuk menyelesaikan masalah

36

Matthew Davis. “Egypt analysts optimistic for post-Morsi economy”. BBC. 5 Juli 2013.

Tersedia di http://www.bbc.com/news/business-23183838 diakses pada 19 Juli 2017 pukul 12.06 WIB

29

politik Mesir dalam waktu 48 jam. Militer mengancam akan mengambil langkah

sendiri bila Mursi tidak menuruti tuntutan Militer. Untuk menjawab desakan militer,

Mursi yang merasa dipilih oleh rakyat dan mempunyai legitimasi kekuasaan yang

kuat menolak ultimatum militer.

Karena permintaan militer ini ditolak oleh Mursi, maka militer melaksanakan

ancamannya dengan pengambilalihan kekuasaan pada 3 Juli 2013 malam. Kudeta

militer itu telah mengakhiri kekuasaan Mursi yang dipilih secara demokratis.

2.3 Dinamika Hubungan Mesir dan Saudi Arabia

Bertahun-tahun setelah Revolusi Mesir pada tahun 1952 hubungan antara

Mesir dan Saudi Arabia terjalin erat, didorong oleh kecurigaan yang sama terhadap

kaum Hashimiyah, yaitu salah satu marga dari suku Quraisy yang berkuasa di Jordan

dan terutama di Irak saat itu. Mesir dan Saudi Arabia membentuk aliansi anti-

Hashimiyah yang terdiri dari Raja Ibn Saud dari Saudi Arabia, Raja Farouk dari

Mesir, dan Presiden Shukri al-Quwaiti dari Suriah setelah pembentukan Liga Arab

pada tahun 1945. Setelahnya, Nasser dan Raja Saud bekerja sama untuk membatasi

pergerakan Pakta Baghdad, yang dirasa sengaja didesain untuk meningkatkan

pengaruh Hashimiyah Irak. Hasilnya, kedua negara ini menandatangani sebuah

perjanjian militer bilateral pada tahun 1955, dan terbukti sukses dengan berhasil

mencegah Jordan untuk bergabung dengan Pakta Baghdad. Bahkan Mesir ikut terlibat

dalam pasukan militer, sistem ekonomi dan edukasi.37

37

Shmuelevitz, Aryeh; Susser, Asher. “The Hashemites in the Modern Arab World: Essays in

Honour of the Late Professor Uriel Dann”. Routledge. 2013. h 85–104. Tersedia di

30

Namun, aliansi ini melemah karena kegelisahan Saudi Arabia dengan

kampanye yang dilakukan oleh pemerintah Mesir mengenai kekuatan-kekuatan anti-

monarki di dunia Arab. Juga karena peningkatan hubungan Mesir dengan Uni Soviet

dan usaha-usaha dari Irak dan sekutu-sekutu baratnya termasuk Amerika Serikat

menciptakan jarak antara kedua negara ini.38

Pada tahun 1958 keadaan yang semakin

memburuk ini membuat Raja Saudi Arabia memberikan penawaran sebesar 1.9 juta

Poundsterling kepada Abdul Hamid al-Sarraj, kepala intelejen Suriah, untuk

memastikan terbunuhnya Nasser.39

Pada rezim Gamal Abdul Nasser, Mesir yang condong terhadap Uni Soviet,

hadir sebagai representasi Gerakan Non Blok dan Pan-Arabisme, juga menjadi suatu

bentuk advokasi dari sekularisme dan republikanisme.40

Kontras dengan Saudi Arabia

yang merupakan pendukung kuat monarki absolut dan teokrasi Islam dan secara

umum dekat dengan blok barat, khususnya Amerika Serikat dan Inggris.

Saudi Arabia selama puluhan tahun telah mempromosilan Islam secara umum

dan juga Islam yang sesuai interpretasi spesifik dari Saudi Arabia, Wahabisme, atau

yang lebih dikenal sebagai Salafisme.41

Saudi Arabia memobilisasi Islam secara

ideologi melawan nasionalisme Arab versi Gamal Abdul Nasser dan Partai Baathist

https://books.google.co.id/books?id=dUHfAQAAQBAJ&dq=Shmuelevitz,+Aryeh%3B+Susser,+Ashe

r.+The+Hashemites+in+the+Modern+Arab+World:+Essays+in+Honour+of+the+Late+Professor+Urie

l+Dann&source=gbs_navlinks_s 38

Podeh, Elie . "Ending an Age-Old Rivalry: The Rapprochement between the Hashemites

and the Saudis, 1956-1958". Routledge. 2013. 39

Niblock, Tim. “Saudi Arabia: Power, Legitimacy and Survival”. Routledge. 2004. h 41. 40

Dawisha, Adeed. ”Arab Nationalism in the Twentieth Century: From Triumph to Despair”.

Princeton University Press. 2002. h 2–14. 41

F. Gregory Gause II. “Saudi Arabia in the New Middle East”. Council Special Report No.

63. Council on Foreign Relations. December 2011. h 19-20

31

dari Suriah dan Irak pada 1950an dan 1960an, mendukung Ikhwanul Muslimin secara

khusus sebagai penyeimbang kaum nasionalis dan kaum kiri. Mesir juga menjadi

negara yang ditentang Saudi Arabia ketika Mesir menjadi negara Arab pertama yang

menjalin hubungan damai dengan Israel. 42

Namun, hubungan Mesir dan Saudi Arabia kembali menghangat selama masa

kepemimpinan Sadat. Saudi Arabia berhasil memainkan peran penting dalam

membujuk Sadat untuk memulangkan 20.000 penasehat militer Soviet dari Mesir

pada tahun 1972.43

Saudi Arabia juga menggandakan jumlah yang dikirimkan ke

Mesir sebagai bantuan pada 1970an menjadi 200 juta dollar per tahun, membelikan

pesawat tempur Mirage dari Perancis untuk Mesir yang bertujuan untuk mengurangi

kebergantungan Mesir terhadap teknologi militer Soviet. Saudi Arabia juga

menawarkan pinjaman berbunga rendah kepada Mesir. Pada tahun 1973, Mesir dan

Saudi Arabia juga berkoordinasi dalam Perang Yom Kippur dengan embargo minyak

OAPEC terhadap sekutu-sekutu barat Israel, yang kemudian berujung pada krisis

minyak tahun 1973.44

Pada masa Mesir di bawah rezim Mubarak, tidak sama dengan situasi pada

masa Nasser, Mubarak hanyalah seorang diktator yang konservatif yang dekat dengan

Amerika Serikat. Mubarak tidak lagi hadir sebagai representasi ideologi atau kutub

42

Eric Pace. “Anwar el-Sadat, the Daring Arab Pioneer of Peace with Israel”. NYTimes. 7

Oktober 1981. Tersedia di http://www.nytimes.com/learning/general/onthisday/bday/1225.html

diakses pada 17 November 2017 pukul 11.21 43

Bronson, Rachel. “Thicker than Oil: America's Uneasy Partnership with Saudi Arabia”.

Oxford: Oxford University Press. 2006. h 113–123. 44

Bronson, Rachel. “Thicker than Oil: America's Uneasy Partnership with Saudi Arabia”. h

113-123

32

politik yang berbeda dengan Saudi Arabia. Meskipun begitu, masih tersisa rivalitas

antara keduanya. Rivalitas ini terbentuk dengan sendirinya, sebagai contoh, ketika

Presiden Obama melakukan tur besar di Timur Tengah pada tahun 2009, segera

setelah berkuasa. Saudi Arabia menyayangkan pilihan Obama dengan menjadikan

Kairo sebagai kota untuk menyampaikan pidato kunci tentang kebijakannya.

Akhirnya departemen luar negeri Amerika Serikat berusaha meredakan pemerintah

Saudi Arabia dengan segera mengadakan kunjungan Presidensial tingkat tinggi ke

ibukota Saudi Arabia.

Namun selama revolusi Mesir tahun 2011, Raja Abdullah tetap

mengekspresikan dukungan untuk Husni Mubarak, seperti yang disampaikan oleh

Raja Abdullah yang juga mengutuk orang-orang yang coba-coba mengganggu

kestabilan dan keamanan Mesir :

"No Arab or Muslim can tolerate any meddling in the security and stability of Arab

and Muslim Egypt by those who infiltrated the people in the name of freedom of

expression, exploiting it to inject their destructive hatred. As they condemn this, the

Kingdom of Saudi Arabia and its people and government declares it stands with all

its resources with the government of Egypt and its people."45

Disamping rivalitas politik, selama lebih dari tiga dekade Saudi Arabia dan

Mesir membangun ikatan ekonomi yang kuat. Kerajaan Saudi Arabia menyediakan

banyak kesempatan dan lowongan pekerjaan bagi buruh Mesir. Warga Mesir yang

45

Aboudi, Sami. “UPDATE 1-Saudi king expresses support for Mubarak”. Reuters. 29

Januari 2011. Tersedia di https://www.reuters.com/article/egypt-saudi-idAFLDE70S08V20110129

diakses pada 17 November 2017 pukul 11.00

33

masih berada di Saudi Arabia setelah musim Haji akan selalu dapat menemukan

pekerjaan. Di sisi lain, Mesir adalah tempat yang menarik bagi warga Saudi Arabia

yang ingin berwisata ke luar negeri. Alasannya adalah Mesir masih merupakan salah

satu negara Arab dan Riyal sebagai mata uang Saudi Arabia masih dipertimbangkan

di Mesir. Mesir juga lebih konservatif dibandingkan Lebanon yang juga destinasi

wisata di negara Arab, dan relatif lebih stabil dibandingkan Lebanon pada masa

sebelum Arab Spring.46

Menurut Menteri Perdagangan dan Buruh Mesir, Rachid Mohammed, sejak

2004 hingga 2009 perdagangan bilateral kedua negara meningkat sebanyak 350

persen. Pada 2009, Saudi Arabia adalah destinasi ekspor dan sekaligus sumber impor

terbesar diantara negara-negara Arab. Pada tahun 2008, ekspor Mesir ke Saudi Arabia

mencapai 926 juta dollar, dimana total impor dari Saudi Arabia berjumlah 2.6 milyar

dollar. Dan pada tahun 2009, ekspor Saudi Arabia melewati 3 milyar dollar.47

Dengan

dijumlahkan, total 3.5 milyar dollar dalam perdagangan bilateral merepresentasikan

lebih dari sepertiga perdagangan di kalangan negara-negara Arab.

Investasi Saudi Arabia di Mesir juga patut diperhitungkan. Dari tahun 1970

hingga 2007, Saudi Arabia adalah investor terbesar tunggal di Mesir. Pada tahun

2008, Saudi Arabia mendirikan firma investasi kedua di Kairo. The Construction

Project Holding Company (CPC), dengan nilai investasi 120 juta dollar, dengan

46

David Schenker, “Paradoxes of Egyptian-Saudi Relations”. Islamic Affair Analyst. 2009. h

9 47

Saudi-Egypt Trade Exchange, tersedia di https://stats.gov.sa/en/217 diakses pada 5

Desember 2017 pukul 15.55

34

harapan dapat membawa 2.500 pekerjaan ke Mesir, dimana tingkat pengangguran

resmi berada pada level 10%.48

Pada 2009, perusahaan-perusahaan Saudi Arabia menargetkan pemasangan

sebuah sistem telepon jalur pasti di Mesir, sebuah kontrak yang secara efektif

mengakhiri monopoli yang dilakukan oleh Telecom Mesir. Pada Maret 2009, Rachid

mengatakan sekitar 2.500 perusahaan Saudi Arabia di Mesir telah berinvestasi

sebanyak hampir 11 milyar dollar. Pada waktu yang sama Mesir dan Saudi Arabia

sedang dalam proses menautkan jaringan listrik melalui jalur sepanjang 1.500 km.

Ketika konstruksi diselesaikan, Kairo dan Riyadh dapat bertukar sumber tenaga

listrik, membantu kedua negara memenuhi permintaan lokal pada waktu-waktu

puncak.49

Maka dapat kita lihat dari atas bahwa hubungan Mesir dan Saudi Arabia

merupakan hubungan yang dinamis. Keadaan yang pasang-surut cukup menjelaskan

mengapa hubungan keduanya kompleks. Meskipun begitu semenjak rezim Sadat

dapat dibujuk oleh Saudi Arabia dengan politik bantuannya agar kembali berada

dalam lingkaran agenda Saudi Arabia, atau setidaknya agenda Amerika Serikat yang

masih sejalan dengan Saudi Arabia, maka hubungan keduanya cenderung

menghangat meskipun ada tensi-tensi kecil yang tidak berpengaruh signifikan.

Keadaan yang menghangat ini bertahan sampai Mesir melewati masa-masa kejayaan

di bawah rezim Mubarak dan akhirnya sampai Mubarak turun karena Arab Spring.

48

David Schenker, “Paradoxes of Egyptian-Saudi Relations”. h 9 49

David Schenker, “Paradoxes of Egyptian-Saudi Relations”. h 9

35

2.4 Bantuan Saudi Arabia Kepada Rezim el-Sisi

Dukungan dan paket bantuan yang diberikan pemerintah Saudi Arabia kepada

Mesir sangat berarti bagi pemerintah baru Mesir. Presiden Interim Mesir Adly

Mansur tidak akan pernah melupakan dukungan yang diberikan Raja Abdullah, hal

ini dibuktikan dengan kunjungan pertamanya ke Saudi Arabia menemui Raja

Abdullah.50

Untuk itu Mesir akan kembali memperkuat hubungan dengan Saudi

Arabia.

Saudi Arabia akan memberikan bantuan kepada Mesir sebesar 5 miliar dollar

untuk mendukung ekonomi Mesir, enam hari setelah militer menggulingkan Presiden

Muhammad Mursi. Bantuan tersebut, yang diputuskan oleh Raja Abdullah, pada 9

Juli 2013, akan terdiri atas 2 miliar dollar deposito bebas bunga di bank sentral Mesir,

1 miliar dollar donasi, dan setara dengan 2 miliar deposito berupa produk-produk

minyak dan gas.

Bantuan 5 miliar yang disalurkan Saudi Arabia mencerminkan dukungan

kerajaan terhadap situasi dan perubahan terbaru di Kairo. Cadangan devisa Mesir

hanya 14.9 miliar dollar pada akhir Juni, menurut bank sentral negara itu, kurang dari

setengah jumlah pada awal tahun 2011. Cadangan, diperlukan untuk menghidupkan

kembali ekonomi, terutama sektor konstruksi, pariwisata dan investasi, dalam rangka

mengurangi tingkat pengangguran dan mengurangi defisit anggaran negara. Bantuan

Dana dari Saudi Arabia terdiri dari 2 miliar dollar deposito bank sentral, 2 miliar pada

50

Elizabeth Dickinson. “Egypt‟s Mansour arrives in Saudi Arabia for first official visit”. 7

Oktober 2013. Tersedia di https://www.thenational.ae/world/egypt-s-mansour-arrives-in-saudi-arabia-

for-first-official-visit-1.455519 diakses pada 4 Oktober 2017 pukul 19.33 WIB.

36

produk-produk energi, dan 1 miliar dollar dalam bentuk uang tunai, sebagai mana

sampaikan oleh Menteri Keuangan Saudi Arabia Ibrahim Saudi Al-assaf.51

Bukan itu saja, Saudi Arabia bahkan siap membantu Mesir jika Barat

menghentikan bantuan keuangan kepada Mesir. Sebagaimana disampaikan menteri

luar negeri Saudi Arabia, Pangeran Saud al-Faisal. Dia mengatakan, Saudi Arabia dan

negara-negara Islam akan membantu Mesir jika negara-negara Barat menghentikan

bantuan keuangan untuk Kairo. Bagi negara-negara yang sudah mengumumkan akan

memangkas bantuan untuk Mesir, atau mengancam untuk melakukan itu, kami

katakan Saudi Arabia dan negara-negara Islam sangat kaya dan tidak ragu membantu

Mesir.52

Pernyataan ini disampaikan sekembalinya Pangeran Faisal dari Perancis untuk

menggelar pembicaraan dengan Presiden Francois Hollande, yang mengecam keras

pertumpahan darah di Mesir. Pangeran Faisal mengkritik, negara-negara barat yang

mengecam tindakan Mesir dalam pembubaran pendukung Ikhwanul Muslimin. Dia

mengatakan, Mesir tengah memerangi terorisme. Semua negara yang mengecam

Mesir seharusnya memahami bahwa kerusakan yang terjadi tidak hanya akan

menimpa Mesir, tetapi juga menimpa mereka yang berkontribusi atau mendukung

masalah dan kekacauan yang terjadi di Mesir.53

51

Tom Perry. “Saudi Arabia gives Egypt $5 billion in aid”. Reuters. 9 July 2013. Tersedia di

https://www.reuters.com/article/us-egypt-protests-saudi-aid/saudi-arabia-gives-egypt-5-billion-in-aid-

idUSBRE9680QT20130709 diakses pada 5 Oktober 2017 pukul 16.26 WIB 52

Rod Norland. “Saudi Arabia Promises to Aid Egypt‟s Regime”. The New York Times. 19

Agustus 2013. Tersedia di http://www.nytimes.com/2013/08/20/world/middleeast/saudi-arabia-vows-

to-back-egypts-rulers.html diakses pada 4 Oktober 2013 pukul 19.40 WIB. 53

Rod Norland. “Saudi Arabia Promises to Aid Egypt‟s Regime”.

37

Dengan dukungan dari negara-negara teluk khususnya Saudi Arabia, Mesir di

bawah el-Sisi dapat bertahan menghadapi krisis ekonomi sekaligus krisis legitimasi

yang mengancam pada saat transisi pemerintahan. Pada tahun 2013 Saudi Arabia,

UAE, dan Kuwait berkomitmen memberikan bantuan sebesar 12 miliar dollar dan

tambahan 8,8 miliar dollar pada awal 2014 untuk meringankan beban ekonomi Mesir

dan memberikan ruang bernapas bagi pemerintahan el-Sisi.54

Bantuan ini diharapkan

bisa menjadikan Mesir sebagai negara yang kontributif terhadap agenda-agenda Saudi

Arabia.

Saudi Arabia memberikan dukungan baik moril maupun materil. Ia dan

sekutunya berjanji akan menyumbang dana sebesar 12 miliar dollar AS, angka itu

delapan kali lebih besar dari bantuan rutin AS ke Mesir setiap tahun, yakni mencapai

1,3 miliar dolar AS.55

Tidak hanya itu, pasca kudeta sekalipun Saudi Arabia masih

menggelontorkan dana pada penguasa baru militer Mesir. Pada tahun 2014, Saudi

Arabia memberikan kepada el-Sisi sebesar 20 milliar dollar, sedangkan negara-negara

Arab Teluk (GCC) mengumpulkan dana 39 milliar dollar kepada el-Sisi.56

Di bawah pemerintah sementara Mesir Adly Mansour, Mesir kembali

melakukan hubungan dekat. Hubungan dekat ini sudah terlihat ketika Raja Abdullah

54

Steven A. Cook, "Egypt‟s Solvency Crisis", Council on Foreign Relations Press, april

2014, tersedia di http://www.cfr.org/egypt/egypts-solvency-crisis/p32729 diakses pada 12 desember

2016 pukul 23.33 55

Julian Pecquet. “What happened to billions in US military aid to Egypt?. Al-Monitor. 12

May 2016. Tersedia di http://www.al-monitor.com/pulse/originals/2016/05/egypt-us-military-

aid.html#ixzz4ucpfMosp diakses pada 5 Oktober 2017 pukul 16.44 56

Mashadi. “Menlu Arab Saudi Saud Al-Faisal : Arab Saudi Tidak Ada Masalah Dengan

Ikhwan”. Voa-Islam. 15 Februari 2015. Tersedia di http://www.voa-

islam.com/read/opini/2015/02/15/35714/menlu-arab-saudi-saud-alfaisal-tidak-ada-masalah-dengan-

ikhwan/#sthash.anKmtV0u.dpbs diakses pada 5 Oktober 2017 pukul 16.48

38

memberi dukungan penuh terhadap militer Mesir dan pemerintahan Adly Mansour.

Presiden interim Mesir Adly Mansour mendapatkan kembali dukungan dari Raja

Saudi Arabia yaitu Raja Abdullah untuk memerangi terorisme dalam kunjungannya

ke Saudi Arabia pada 7 Oktober 2013. Kunjungan itu adalah perjalanan perdananya

ke luar negeri setelah dia menggantikan Muhammad Mursi yang digulingkan militer

pada 3 Juli lalu.

Raja Abdullah, pemimpin pertama yang mendukung pelengseran Mursi,

kembali memastikan dukungan Saudi Arabia untuk upaya Mesir memerangi

terorisme dan menghadapi siapa pun yang mencoba mencampuri urusan dalam negeri

Mesir. Saudi Arabia dan negara-negara Teluk sudah sejak lama melihat Ikhwanul

Muslimin sebagai ancaman. Di antara negara-negara Teluk, hanya Qatar yang

menyatakan dukungannya terhadap Ikhwanul Muslimin.

Sebagai bentuk dukungan terhadap Pemerintah Mesir, Saudi Arabia dan

negara-negara Teluk lainnya bahkan menjanjikan bantuan untuk pemerintahan baru

Mesir yang didukung militer. Atas dukungan itu, Mansour menilai kunjungan ke

kerajaan kaya minyak itu adalah sebuah keharusan, untuk mengungkapkan rasa

terima kasih terhadap pemerintahannya. Raja Abdullah adalah kepala negara pertama

yang memberi selamat atas penunjukan Mansour sebagai presiden sementara Mesir,

hanya beberapa jam setelah pelantikannya Juli lalu.

Selain itu, tujuan kunjungan itu juga adalah untuk memperdalam hubungan

dengan Saudi Arabia pada saat Mesir membutuhkan Saudi Arabia lebih dari

sebelumnya. Menteri luar negeri Saudi Arabia, Saud Al Faisal, menyampaikan bahwa

39

negaranya siap untuk memberikan kompensasi kepada Mesir untuk setiap bantuan

yang ditarik dari Mesir sebagai akibat dari transisi politik. Raja Abdullah juga

menegaskan sikap pemerintah dan Kerajaan Saudi Arabia mendukung saudara-

saudara di Mesir melawan terorisme dan hasutan sekaligus menyatakan bahwa

pemerintah Mesir yang didukung militer adalah pemerintah Mesir yang sah.

Dukungan ekonomi yang diberikan Saudi Arabia akan sangat penting bagi

keberhasilan pemerintahan transisi Mesir itu, sebagaimana Mesir telah berjuang

untuk memulihkan ekonomi dari resesi yang melanda setelah revolusi 2011. Krisis

politik di Mesir yang dilimpahkan menjadi bentrokan dan kekerasan dalam beberapa

bulan terakhir, membuat sektor pariwisata dan investasi terhenti. Dukungan yang

diberikan oleh Saudi Arabia dan negara teluk UEA, memiliki dampak terbesar dalam

mencongkel keputusan Mesir membuat jauh dari tekanan situasi ekonomi yang

memburuk. Untuk itu, dukungan ekonomi Saudi Arabia akan terus menjadi penting

tidak hanya dalam jangka pendek tetapi juga dalam jangka menengah.

Bagi pemerintah Saudi Arabia merangkul dan mendukung pemerintah

sementara Mesir Adly Mansour, adalah sebuah investasi dalam hubungan dengan

rezim baru di Mesir. Saudi Arabia merasa aman dari ancaman pengaruh Ikhwanul

Muslimin ketika Militer Mesir mampu melengserkan Mursi dan Ikhwanul Muslimin

dari kekuasaaannya. Dengan ini Saudi Arabia bisa bertahan dalam kebijakan luar

negeri dan internal negaranya dalam upaya untuk mencegah gejolak poitik dan sosial,

kerusuhan dan aksi protes terhadap pemerintah, menstabilkan rezim mereka, dan

40

mencoba untuk mempengaruhi unsur-unsur Islam di negara-negara lain sebanyak

mungkin.

41

BAB III

POSISI SAUDI ARABIA DAN MESIR YANG BERSEBERANGAN DALAM

KASUS SURIAH

Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai pergantian rezim yang pernah

terjadi di Mesir. Bagaimana proses pergantian kepemimpinan dari zaman Nasser yang

digantikan Sadat hingga yang terakhir ke masa Sisi. Kebijakan pada masing-masing

rezim juga sudah dibahas secara singkat. Dinamika hubungan Mesir dan Saudi Arabia

juga dijelaskan bagaimana pasang surut hubungan yang terjalin hingga pada akhirnya

saat rezim Mursi digantikan oleh kepemimpinan militer Sisi dan rezim Sisi

mendapatkan dukungan dari Saudi Arabia.

Maka pada bab ini akan memasuki pembahasan mengenai masalah politik

Saudi Arabia di kawasan dan posisi Mesir dengan Saudi Arabia yang berseberangan

pada kasus Suriah. Juga dijelaskan pembahasan kasus Suriah di Dewan Keamanan

PBB dan apa solusi yang ditawarkan oleh dunia, serta posisi Mesir di dalamnya.

3.1. Politik Bantuan Saudi Arabia di Timur Tengah

Kebijakan luar negeri Saudi Arabia sering kali seiring dengan kebijakan

sekutu barat terdekatnya yaitu Amerika Serikat, maka tidak mengherankan jika di

kawasan pun Timur Tengah pun Saudi Arabia mempunyai kebijakan luar negeri yang

beriringan. Yaitu diantaranya adalah menjaga kestabilan kawasan sehingga tidak akan

mengganggu kestabilan domestik.

42

3.1.1. Politic of Assistance

Salah satu upaya untuk menjaga kestabilan kawasan adalah dengan menjadi

negara yang memiliki power di kawasan, baik berupa hard power maupun berupa soft

power. Dengan kata lain menjadi negara yang berpengaruh adalah suatu keharusan

untuk memastikan kestabilan kawasan demi kestabilan domestik. Dalam kasus ini

Saudi Arabia menggunakan politics of assistance dalam memperluas pengaruhnya di

kawasan. Ini merupakan upaya dalam meningkatkan soft power di kawasan Timur

tengah.57

Politics of assistance menimbulkan rasa utang budi dan menciptakan

keterikatan antara negara penerima bantuan dengan Saudi Arabia sebagai negara

pemberi bantuan. Menjelaskan satu dari banyak fungsi dari bantuan asing, Hans

Morgenthau, menyatakan: “The transfer of money and services from one government

to another performs here the function of a price paid for political services rendered

or to be rendered”58

Pernyataan tersebut menggambarkan secara gamblang bahwa perpindahan

uang dari suatu pemerintahan ke pemerintahan lainnya, dalam hal ini adalah bantuan

dana asing antar negara, berfungsi sebagai harga untuk layanan-layanan politik yang

telah diberikan atau akan diberikan.59

Strategi ini telah banyak dilakukan Saudi Arabia khususnya di kawasan timur

tengah dan terutama pada negara-negara muslim. Hal ini menunjukkan bahwa Saudi

57

Hasil wawancara dengan Dr.Yon Mahmudi, Peneliti fokus kajian Timur Tengah , proses

wawancara dilakukan pada Rabu, 1 November 2017, transkrip hasil wawancara tertera pada Lampiran

I 58

Morgenthau, Hans. “A Political Theory of Foreign Aid.” American Political Science

Review. 1962. h 301 59

Morgenthau, Hans. “A Political Theory of Foreign Aid.” h 301-309

43

Arabia merasa sebagai pemimpin yang bertanggung jawab atas kawasannya,

sekaligus menyebarkan pengaruhnya di kawasan.

Pengaruh Saudi Arabia di Timur Tengah biasa dilakukan dari balik layar.

Kecuali pengiriman pasukan militer Saudi ke Bahrain. Uang merupakan kunci dari

pengaruh regional Saudi Arabia.60

Jika Saudi Arabia menyalurkannya ke lembaga

pemerintahan, maka biasanya akan meninggalkan beberapa bukti di rekam jejak

publik. Namun ketika disalurkan ke kelompok-kelompok non-pemerintah, maka

akan lebih sulit untuk mengetahuinya. Maka dari itu sangat besar kemungkinan Saudi

Arabia menyalurkan uangnya, dari pemerintah atau swasta atau keduanya, kepada

oposisi Assad di Suriah, kepada elemen-elemen oposisi Libya yang menurunkan

Qaddafi, dan kepada kelompok-kelompok politik di Mesir yang berkompetisi di

pemilihan parlemen pada November 2011. Hal ini tidak akan menjadi hal yang

mengejutkan, meskipun jejak aliran dana ini tidak dapat ditunjukkan secara

gamblang.61

Elemen lain dari pengaruh Saudi Arabia adalah ideologi. Setelah masa oil

boom pada 1970an, Saudi Arabia mendirikan banyak organisasi internasional,

lembaga pemerintahan, dan organisasi non-pemerintah untuk menyebarkan paham

Salafisme. Salafisme juga memegang peran penting dalam politik di banyak negara

Arab, khususnya di Mesir saat ini. Pada tahun 2004 Saudi Arabia menawarkan 1

60

F. Gregory Gause II. “Saudi Arabia in the New Middle East”. Council Special Report No.

63. Council on Foreign Relations. December 2011. h 19-20 61

F. Gregory Gause II. “Saudi Arabia in the New Middle East”. h 19-20

44

milliar dollar dalam bentuk jaminan ekspor dan pinjaman lunak kepada Irak.62

Kemudian pada tahun 2006, Saudi Arabia memberikan bantuan dan deposit dengan

total 1,59 miliar dollar kepada Bank Sentral Lebanon dan menawarkan tambahan

bantuan sebesar 1,1 miliar pada awal 2007. Dan sebesar 500 juta dollar ditujukan

untuk rekonstruksi. 63

Bantuan yang diberikan Saudi Arabia ke Lebanon merupakan

suatu bentuk kontrol yang Saudi lakukan terhadap Lebanon pada masa agresi antara

Hizbullah dan Israel.

Saudi Arabia juga merupakan salah satu dari negara pemberi bantuan terbesar

kepada rakyat Palestina. Sejak tahun 2002, Saudi telah memberikan lebih dari 480

juta dollar dalam bentuk bantuan moneter kepada otoritas Palestina dan memberikan

bantuan kepada pengungsi Palestina melalui UNRWA (United Nation Relief and

Works Agency). Melalui Liga Arab, Saudi Arabia juga telah menyediakan lebih dari

250 juta dollar untuk Palestina dan menyatakan akan memberikan 500 juta dollar

sebagai bantuan untuk tiga tahun kedepan sejak Konferensi Donatur pada Desember

2007.64

Sedangkan bantuan untuk Palestina adalah upaya untuk mendapatkan simpati

dari negara-negara Arab dan Muslim yang juga memberikan dukungan kepada

Palestina, meskipun Palestina belum bisa memberikan timbal balik yang nyata

terhadap Saudi Arabia.

62

“Us-Saudi Arabia Diplomatic and Political Cooperation Handbook”. USA International

Business Publications. 2007. h 40 63

“Saudi Arabia Central Bank & Financial Policy Handbook”. USA International Business

Publications. 2005. h 14 64

Elise Labott. “Saudis join Egypt in support for Hamas”. CNN. 23 Februari 2006. Tersedia

di http://edition.cnn.com/2006/WORLD/meast/02/22/rice.mideast/index.html diakses pada 17

November 2017 pukul 13.19

45

3.1.2. Motif Politik Bantuan Saudi Arabia Kepada Mesir

Gelombang Arab Spring adalah ketidakstabilan yang hadir dan membuat

Saudi Arabia kembali memainkan strategi ini terhadap Mesir. Gelombang Arab

Spring yang dimulai di Tunisia merebak dan membawa gejolak berupa protes besar-

besaran di beberapa negara di kawasan Timur Tengah yang kemudian beberapa

diantaranya menyebabkan berubahnya sistem pemerintah negara tersebut. Mesir

adalah salah satu negara yang mengalami dampak terbesar dari Arab Spring dengan

runtuhnya rezim Husni Mubarak dan berubahnya sistem pemerintahan otoritarian

menjadi sistem demokrasi liberal.

Pada tahun 2012 ketika Mesir memiliki kepala negara yang terpilih secara

demokratis untuk pertama kalinya, menjadi suatu ancaman tersendiri bagi Saudi

Arabia, terutama ketika kepala negara tersebut berasal dari partai yang berafiliasi

dengan Ikhwanul Muslimin. Maka sulit bagi Saudi Arabia untuk menerima ide

tentang negara muslim yang demokratis, terlebih jika menjadi negara muslim yang

berhasil demokratis dan berdekatan secara geografis dengan Saudi Arabia.

Konsekuensinya adalah legitimasi Saudi Arabia sebagai pemimpin negara-negara

islam akan runtuh dan menimbulkan gerakan-gerakan yang menginspirasi untuk

menantang sistem pemerintahan Saudi Arabia dari dalam negeri, sehingga hal ini

adalah ancaman bagi Saudi Arabia terutama dalam jangka panjang.65

65

David Hearst. “Why Saudi Arabia is taking a risk by backing the Egyptian coup”. The

Guardian. 20 Agustus 2013. Tersedia di

https://www.theguardian.com/commentisfree/2013/aug/20/saudi-arabia-coup-egypt diakses pada 10

November 2017 pukul 12.50

46

Tentu hal ini menjadi pusat perhatian pemerintah Saudi Arabia yang

merupakan negara dengan sistem kerajaan. Jika gelombang protes yang dimulai di

Tunisia sampai ke Saudi Arabia, maka akan timbul ketidaknyamanan bagi pemerintah

Saudi Arabia. Oleh karena itu ketika demokrasi yang masih seumur jagung di Mesir

digugat oleh pihak militer, Saudi mempersiapkan diri untuk mengambil peluang

untuk menggunakan strategi ini.

Negara-negara Teluk dengan kebijakan anti-Ikhwanul Muslimin, terutama

Saudi Arabia dan UEA, mempunyai peranan penting pada kudeta Mesir tahun 2013.

Pangeran Bandar bin Sultan, kepala badan intelejen Saudi Arabia saat itu bertemu

dengan tokoh-tokoh militer Mesir dan mendorong negara-negara Barat untuk

mendukung pengambilalihan oleh militer.66

Selain itu partai Islam di Mesir yang

beraliran wahabi yaitu Partai Nur, yang juga dekat dengan Saudi Arabia, mendukung

kudeta.

Terlepas dari fakta bahwa el-Sisi dan militer menangani Ikhwanul Muslimin,

maka hal ini mencegah kelompok-kelompok yang berafiliasi dengan Ikhwanul

Muslimin berkembang semakin kuat di Saudi Arabia, aliansi dengan Mesir dibawah

rezim el-Sisi juga memiliki dimensi militer yang kuat. Hanya beberapa hari setelah

pasukan yang dipimpin Saudi Arabia memulai serangan udara terhadap target Houti

di Yaman, sebuah rencana untuk pasukan militer Arab gabungan diumumkan pada 26

66

David Hearst. “Why Saudi Arabia is taking a risk by backing the Egyptian coup”.

47

Maret 2015. 67

Hal ini menunjukkan bahwa bantuan Saudi Arabia terhadap Mesir

merupakan politic of assistance yang selama ini dijalankan Saudi Arabia, dengan

mengharapkan Mesir untuk turut serta diberbagai agenda politik Saudi Arabia.

Dengan dukungan dari negara-negara Teluk khususnya Saudi Arabia, Mesir di

bawah el-Sisi dapat bertahan menghadapi krisis ekonomi sekaligus krisis legitimasi

yang mengancam pada saat transisi pemerintahan. Pada tahun 2013 Saudi Arabia,

UAE, dan Kuwait berkomitmen memberikan bantuan sebesar 12 miliar dollar dan

tambahan 8,8 miliar dollar pada awal 2014 untuk meringankan beban ekonomi Mesir

dan memberikan ruang bernapas bagi pemerintahan el-Sisi.68

Bantuan ini diharapkan

bisa menjadikan Mesir sebagai negara yang kontributif terhadap agenda-agenda Saudi

Arabia.

Saat kunjungan Raja Salman pada April 2016, Saudi Arabia bahkan setuju

untuk menyediakan 700.000 ton produk minyak setiap bulannya selama 5 tahun

kedepan. Namun, pengiriman kargo berisi minyak berhenti datang semenjak bulan

Oktober 2016 karena adanya tensi-tensi politik yang muncul ke permukaan.69

67

Dan Roberts and Kareem Shaheen. “Saudi Arabia launches Yemen air strikes as alliance

builds against Houthi rebels”. The Guardian. 26 Maret 2015. Tersedia di

https://www.theguardian.com/world/2015/mar/26/saudi-arabia-begins-airstrikes-against-houthi-in-

yemen pada 10 November 2017 pukul 13.03 68

Steven A. Cook, "Egypt‟s Solvency Crisis", Council on Foreign Relations Press, april

2014, tersedia di http://www.cfr.org/egypt/egypts-solvency-crisis/p32729 diakses pada 12 desember

2016 pukul 23.33 69

Lin Noueihed. “Saudi oil shipments to Egypt halted indefinitely, Egyptian officials say”.

Reuters. 7 November 2016. Tersedia di http://www.reuters.com/article/us-egypt-saudi-oil/saudi-oil-

shipments-to-egypt-halted-indefinitely-egyptian-officials-say-idUSKBN1320RQ diakses pada 10

Oktober 2017 pukul 13.35 WIB

48

3.2. Konflik Suriah

Suriah di bawah pemerintahan Bashar al-Assad mengalami gejolak yang

muncul karena dampak Arab Spring pada tahun 2011. Gelombang Arab Spring yang

menjatuhkan Ben Ali di Tunisia dan Mubarak di Mesir memberikan inspirasi bagi

pemuda-pemuda Suriah untuk berusaha melakukan protes yang berutujuan untuk

menjatuhkan Assad. Pada bulan Maret 2011, meletuslah gelombang protes setelah

ditahannya 15 remaja-remaja Suriah yang tertangkap menulis grafiti yang berisi

dukungan terhadap Arab Spring. Selain ditahan, para remaja tersebut juga disiksa,

bahkan hingga salah satu dari remaja tersebut bernama Hamza al-Khatib yang baru

berumur 13 tahun meninggal setelah disiksa dengan kejam.70

Pemerintah Suriah dibawah Assad merespon protes dengan membunuhi

ratusan demonstran dan memenjarakan lebih banyak lagi. Pada Juli 2011, tentara-

tentara dari militer Suriah membelot dan membentuk Pasukan Pembebasan Suriah,

sebuah kelompok yang bertujuan menjatuhkan pemerintahan. Mulai saat itu Suriah

memasuki babak perang saudara.

Meskipun pada awalnya protes yang dilakukan pada 2011 tidak berhubungan

dengan masalah sektarian, namun konflik ini pecah menjadi konflik sektarian.

Kelompok minoritas agama cenderung mendukung pemerintahan Assad, sedangkan

mayoritas perlawanan yang dilakukan merupakan kelompok muslim Sunni. Muslim

Sunni sendiri merupakan sebuah mayoritas di dalam Suriah, namun bidang keamanan

70

“Syria's civil war explained from the beginning”.Aljazeera. 1 Oktober 2017. Tersedia di

http://www.aljazeera.com/news/2016/05/syria-civil-war-explained-160505084119966.html diakses

pada 11 Januari 2018 pukul 17.08

49

Suriah sudah lama didominasi oleh sekte Alawite yang merupakan kelompok Syiah

yang mendukung Assad.71

Dukungan negara-negara asing dan intervensi memainkan peran yang besar

dalam konflik Suriah. Kehadiran Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) sebagai

kelompok teroris internasional membuat keadaan Suriah semakin pelik. ISIS

dijadikan alasan bagi negara-negara asing untuk masuk dan memanfaatkan

kesempatan untuk membentuk kelompok-kelompok bersenjata dengan agenda yang

berbeda-beda. Koalisi internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat telah

menyerang target-target ISIS sejak 2014. Amerika Serikat berulang kali menyatakan

sebagai oposisi terhadap pemerintahan Assad, namun ragu-ragu untuk melibatkan diri

lebih dalam lagi, bahkan setelah pemerintahan Assad dituduh menggunakan senjata

kimia pada 2013, yang kala itu Obama mengatakan hal tersebut sebagai garis merah

yang akan menimbulkan intervensi.

Pada Oktober 2015, Amerika Serikat membuat program yang kontroversial

untuk melatih pemberontak Suriah, setelah diketahui program tersebut menghabiskan

500 juta dollar namun hanya berhasil melatih 60 orang pemberontak. Pada Februari

2017, CIA membekukan dana dan dukungan logistik, kemudian mengumumkan

penghentian program sebelum pertemuan Trump dengan Putin di G20 Summit. 72

71

“Syria's civil war explained from the beginning”.Aljazeera. 72

“Syria's civil war explained from the beginning”.Aljazeera. 1 Oktober 2017. Tersedia di

http://www.aljazeera.com/news/2016/05/syria-civil-war-explained-160505084119966.html diakses

pada 11 Januari 2018 pukul 17.08

50

Pada September 2015, Rusia meluncurkan aksi pengeboman melawan apa

yang disebutkannya sebagai kelompok-kelompok teroris di Suriah, yang termasuk di

dalamnya ISIS dan kelompok-kelompok pemberontak yang didukung oleh negara-

negara Barat. Rusia juga menugaskan penasehat-penasehat militer untuk mendukung

pertahanan Assad.

Kasus Suriah ini sudah masuk dalam pembahasan Dewan Keamanan PBB,

dan banyak resolusi yang ditawarkan namun selalu gagal diadopsi. Pada 2015 Rusia

telah memveto delapan resolusi terkait kasus Suriah yang diajukan negara-negara

barat, sedangkan China telah memveto enam resolusi.73

Keterlibatan Rusia sebagai pembela pemerintahan Assad terus berlangsung

hingga terjadi tragedi Aleppo. Tragedi dimana militer Rusia memberikan serangan

udara ke kota Aleppo yang saat itu diduduki oleh pemberontak, bersama dengan

rakyat sipil Suriah yang memang tinggal di Aleppo. Serangan udara yang dikerahkan

pemerintah dikecam karena menyerang secara indiscriminate dengan tidak

menghargai nyawa penduduknya sendiri. Dua rumah sakit menjadi korban serangan

udara tersebut, salah satunya merupakan rumah sakit anak-anak.74

Dilaporkan

setidaknya 87 orang tewas menjadi korban serangan udara dan lebih dari seperempat

73

“Syria's civil war explained from the beginning”. Aljazeera. 74

Hwaida Saad dan Rubin. “Aleppo Bombs Leave Quarter Million „Living in Hell‟ and

Without Hospital Care”. New York Times. 20 November 2016. Tersedia di

https://www.nytimes.com/2016/11/21/world/middleeast/aleppo-syria-bombs-hospital.html diakses

pada 11 Januari 2018 pukul 19.58

51

juta orang menderita karena kehilangan rumah dan hancurnya fasilitas umum di

Aleppo.75

3.3. Posisi Saudi Arabia dan Mesir yang Berseberangan Dalam Kasus Suriah

Dalam kasus Suriah, Saudi Arabia memiliki posisi yang berlawanan dengan

rezim Assad. Saudi Arabia menjadi salah satu pendukung pemberontak Sunni di

Suriah diantaranya adalah Ahrar al-Sham dan Jaish al-Islam76

, berbeda dengan Rusia

dan Iran yang mendukung dan membantu militer Assad. Saudi Arabia menyatakan

melalui menteri luar negerinya akan terus mendukung oposisi dan pemberontak di

Suriah hingga Assad turun dari tampuk kepemimpinan.77

Sudah beberapa kali Aleppo, salah satu kota di utara Suriah yang diduduki

oleh pemberontak, dibombardir oleh serangan udara yang dilancarkan oleh pasukan

udara Rusia. Serangan udara yang terakhir pada 25 September 2016 menewaskan

setidaknya 85 orang dan 300 orang luka-luka.78

Kasus ini menjadi perhatian besar

bagi dunia sehingga kasus ini juga dibahas oleh PBB. Pada 8 Oktober 2016, Dewan

Keamanan PBB membahas hal ini ketika ada dua resolusi yang diajukan kepada

Dewan Keamanan.

75

Karadsheh dan Dewan. “Syria war: Regime blitz on Aleppo kills 87, including children”.

CNN. 17 November 2017. Tersedia di http://edition.cnn.com/2016/11/16/middleeast/syria-aleppo-

bombardment/index.html di akses pada 11 Januari 2018 pukul 20.04 76

John Hudson dan Colum Lynch “The Road to a Syria Peace Deal Runs Through

Russia“ Foreign Policy . https://foreignpolicy.com/2016/02/12/the-road-to-a-syria-peace-deal-

runs-through-russia/ diakses pada 10 juni 2017 77

"Saudi Arabia to continue support Syrian rebels if Assad does not leave", Reuters, 14

november 2015, tersedia di http://www.reuters.com/article/us-mideast-crisis-syria-saudi-

idUSKCN0T31A320151114 diakses pada 13 desember 2016 pukul 22.55 78

Tim Hume, Joe Sterling dan Chandrika Narayan, "Syria Airstrikes kill 85 people in Aleppo

amid diplomatic row", CNN, 26 september 2016, tersedia di

http://edition.cnn.com/2016/09/25/middleeast/syria-aleppo-offensive/ diakses pada 14 desember 2016

pukul 00.23

52

Draft resolusi yang pertama diajukan oleh Prancis dan Spanyol yang berisikan

permintaan penghentian segala bentuk serangan udara dan penerbangan militer di

Aleppo, draft ini disetujui oleh 11 negara dan ditolak oleh dua negara yaitu Rusia dan

Venezuela serta posisi abstain dari Tiongkok dan Angola. Draft tersebut juga

meminta implementasi secepat mungkin untuk penghentian pertempuran dan juga

akses humanitarian yang cepat, aman dan tidak terganggu ke seluruh negeri, dan

meminta pihak-pihak yang berseteru terutama otoritas Suriah untuk

mengimplementasikan secara penuh resolusi-resolusi Dewan Keamanan yang

sebelumnya. Namun resolusi yang datang dari Prancis dan Spanyol tersebut di veto

oleh Rusia.

Draft resolusi yang kedua datang dari Rusia yang berisikan permintaan

penghentian perlawanan di Suriah khususnya di Aleppo, draft resolusi ini menerima

penolakan dari 9 negara, abstain oleh dua negara yaitu Angola dan Uruguay dan

hanya disetujui oleh 4 negara yaitu Tiongkok, Venezuela, Rusia dan Mesir.79

Draft

ini juga meminta semua pihak untuk mencegah bantuan finansial dan material dari

pihak yang berhubungan dengan Al-Qaeda, ISIS, dan Jabat al-Nusra.

Dari kedua draft resolusi untuk Aleppo ini mempunyai makna yang berbeda

yaitu mengenai teknis gencatan senjata dan bantuan kemanusiaan untuk rakyat

Suriah. Dalam draft Prancis dan Spanyol dikatakan bahwa seluruh penerbangan

79

"Security Council Fails to Adopt Two Draft Resolutions on Syria, Desemberpite Appeals

for Action Preventing Impending Humanitarian Catastrophe in Aleppo”, Security Council Meeting, 8

oktober 2016, tersedia di http://www.un.org/press/en/2016/sc12545.doc.htm diakses pada 14 desember

2016 pukul 00.49

53

militer dan pengeboman dari udara diminta untuk dihentikan dan bantuan

kemanusiaan harus sampai dengan aman ke seluruh Suriah. Sedangkan dalam draft

yang diusung Rusia mengedepankan gencatan senjata dan himbauan untuk

pembatasan bantuan material dan finansial untuk kelompok-kelompok yang dianggap

teroris oleh rezim Suriah. Disini terlihat dengan jelas bahwa draft Prancis dan

Spanyol membawa misi negara-negara barat dan sekutunya untuk mengirimkan

bantuan kemanusiaan dan membendung militer Rusia yang memborbardir Aleppo,

sedangkan draft Rusia membawa kepentingan rezim Suriah dan Rusia sebagai

sekutunya dengan pembatasan bantuan dan akses untuk oposisi rezim Suriah .

Posisi Mesir yang berada di pihak Suriah bersama Rusia ini lah yang

mendatangkan protes dari Saudi Arabia. Perwakilan Saudi Arabia untuk PBB,

Abdullah al-Muallami mengatakan keputusan Mesir sangatlah menyakitkan.80

Pernyataan ini memberikan sinyal bahwa Saudi Arabia tidak puas dengan keputusan

Mesir yang tidak sesuai harapan Saudi Arabia. Bahkan al-Muallami juga menanggapi

keputusan Mesir yang lebih memilih berada di posisi berseberangan dengan Saudi

Arabia dalam politik timur tengah, bahwa: “Stances by Senegal and Malaysia were

much closer to the agreed Arab decision”,81

.

Maka pada April 2016, Saudi Arabia yang awalnya setuju untuk menyediakan

700.000 ton produk minyak setiap bulannya selama 5 tahun kedepan. Memutuskan

80

“Saudi anger as Egypt votes with Russia in UN vote”, Middle East Eye, 13 oktober 2016,

tersedia di http://www.middleeasteye.net/news/saudi-anger-egypt-votes-russia-un-vote-1258726322

diakses pada 14 Desember 2016 pukul 00.55 81

“Saudi: Egypt stance on Syria resolution „painful. Al Arabiya. 9 Okrober 2016. Tersedia

dia https://english.alarabiya.net/en/News/middle-east/2016/10/09/Saudi-Egypt-s-stance-on-UN-Syrian-

resolution-painful-.html diakses pada 7 Desember 2017 pukul 11.05

54

untuk menghentikan pengiriman kargo berisi minyak yang sudah dimulai semenjak

bulan Oktober 2016 karena hal ini. Maka patut kita gali lebih dalam apa yang

membuat Mesir berani mengambil keputusan yang membuat negara donornya ini

menjadi tidak nyaman.

55

BAB IV

ANALISA LANGKAH MESIR DALAM PENGAMBILAN SUARA DI PBB

PADA KASUS SURIAH

Pada dua bab sebelumnya telah dibahas bagaimana sejarah singkat pergantian

rezim di Mesir hingga Arab Spring dan kudeta yang terakhir dialami Mesir. Mesir

yang sebelumnya adalah negara yang cukup signifikan di kawasan karena posisi

geopolitiknya yang strategis dan kapabilitas militernya yang kuat mengalami gejolak

hingga keadaan yang memburuk dengan pergantian rezim yang sangat cepat jika

dibandingkan dengan rezim-rezim sebelumnya. Juga bagaimana usaha Mesir dalam

bertahan menghadapi anjloknya stabilitas sehingga harus menerima bantuan eksternal

dari negara-negara teluk terutama Saudi Arabia.

Bahkan bukan hanya saat faksi militer melaksanakan kudeta, namun hingga

rezim militer yang kemudian dipimpin el-Sisi berkuasa. Pasang surut hubungan yang

pernah terjalin juga telah dibahas, bagaimana Mesir dan Saudi Arabia pada suatu

waktu berhadapan sebagai rival di kawasan dan juga ketika Mesir dan Saudi Arabia

saling membantu dalam memperjuangkan kepentingan bersama di kawasan.

Sebelumnya juga dibahas bagaimana Saudi Arabia yang kecewa terhadap keputusan

Mesir yang memposisikan dirinya berada dengan “blok timur” yang jelas

berseberangan dengan Saudi Arabia yang ada di dalam “blok barat”, dalam

pengambilan suara pada kasus Suriah.

Bab ini akan berisi analisa yang menjelaskan tentang kedekatan Mesir dengan

“Blok Timur” dan juga penghentian bantuan Saudi Arabia kepada Mesir. Pertanyaan

56

masalah akan dijawab menggunakan analisis yang dibantu dengan teori neoclassical

realism dengan menjelaskan posisi Mesir dalam sistem internasional dan juga

didukung dengan proyeksi visi Abdul Fatah el-Sisi untuk Mesir.

Merujuk pada Gideon Rose dalam tulisannya, bahwa kebijakan luar negeri

dipengaruhi oleh power yang dimiliki negara di dunia internasional dengan melihat

kapabilitas material power yang dimiliki. Tekanan-tekanan sistemik (Systemic

Pressure) dan insentif-insentif (Incentives) dapat membentuk kontur yang luas dan

arah yang umum dari kebijakan luar negeri tanpa perlu menentukan prilaku negara

secara spesifik dan rinci. Hal ini berarti pengaruh dari faktor-faktor sistemik akan

sering lebih terlihat dari kejauhan dibandingkan dari dekat. Dengan semua alasan ini,

neoclassical realism meyakini, memahami hubungan antara kekuatan dan kebijakan

memerlukan perhatian yang dekat tentang bagaimana kebijakan luar negeri

diformulasikan dan dijalankan. Alasan Mesir mengambil keputusan untuk

memberikan vote untuk draft Rusia adalah karena systemic incentives dan intervening

variable yang ada dalam teori neoclassical realism menjadi fokus pembahasan dalam

bab ini.

4.1 Alasan Resmi Mesir Dalam Pengambilan Suara di Dewan Keamanan PBB

Mesir memberikan suara untuk kedua draft resolusi yang berbeda dalam

Dewan Keamanan PBB yang membahas solusi perdamaian di Suriah. Resolusi yang

pertama datang dari draft Rusia sedangkan draft yang kedua diajukan oleh Perancis

dan Spanyol. Namun kedua draft tersebut tidak lolos karena Rusia tidak setuju

dengan resolusi yang diajukan oleh Perancis dan Spanyol dan menggunakan kekuatan

57

vetonya, dan di sisi lain, Amerika Serikat, Perancis, dan Inggris tidak setuju dengan

resolusi yang diajukan Rusia kemudian juga menggunakan kekuatan vetonya. Maka

dengan ini kedua draft ini gagal diadopsi oleh Dewan Keamanan PBB.

Resolusi yang ditawarkan oleh Perancis dan Spanyol berisi pengajuan untuk

pengehentian secepatnya atas serangan-serangan dan bombardir udara, juga

penerbangan militer. Resolusi ini juga mengajukan akses humanitarian yang tidak

dihalangi ke seluruh area di wilayah Suriah. Resolusi ini mendapatkan 11 suara yang

mendukung, dua negara tidak memberikan suaranya dan dua negara memberikan

suara yang menentang resolusi ini.

Sedangkan resolusi yang ditawarkan oleh Rusia mengajukan untuk secepatnya

memberlakukan gencatan senjata di seluruh wilayah Suriah, khususnya dalam

pengepungan Aleppo, resolusi ini juga meminta akses humanitarian. Kemudian

resolusi ini juga meminta pencegahan dukungan material dan finansial yang dapat

mencapai Islamic State , Al-Qaeda, Front al-Nusra, dan berbagai kelompok oposisi

bersenjata. Resolusi ini mendapatkan dukungan dari empat negara, dua negara tidak

memberikan suara, dan sembilan negara menentang resolusi ini.

Segera setelah kegagalan Dewan Keamanan PBB dalam mengadopsi resolusi,

Mesir mendapatkan kecaman dari Saudi Arabia dan Qatar karena telah memberikan

suaranya dan mendukung resolusi yang ditawarkan oleh Rusia, karena Rusia

mendukung rezim Assad. Juga karena resolusi Rusia yang tidak mencantumkan

tawaran apapun untuk mengehentikan serangan-serangan udara dan penerbangan

militer.

58

Setelah pengambilan suara dilakukan, perwakilan Mesir untuk PBB, Amr

Aboud Atta, mengatakan bahwa dirinya kehilangan kata-kata. ia juga mengatakan

bahwa sebuah pesan kegagalan telah dikirim kepada rakyat Suriah dan dewan yang

dibentuk secara damai kini telah menjadi “media platform”. Aboul Atta

menambahkan bahwa ia sudah mengetahui jika kedua resolusi tersebut tidak akan

lolos, namun ia memberikan suaranya untuk menyampaikan ekspresi bahwa orang-

orang Arab tidak dapat lagi tahan dipermainkan. Alasan Mesir memberikan suaranya

kepada kedua resolusi tersebut adalah kedua resolusi tersebut sudah mencakup poin

kunci.82

Namun pada faktanya alasan Mesir tidak bisa memberikan kepuasan kepada

negara donornya yaitu Saudi Arabia, karena secara jelas Saudi Arabia mengetahui

dimana letak perbedaan kedua resolusi tersebut. Resolusi Rusia sama sekali tidak

menyinggung tentang penghentian serangan udara dan penerbangan militer.

Meskipun redaksi dari kedua draft resolusi mempunyai pesan yang berbeda

dan dijadikan alasan negara-negara di dalamnya untuk mendukung atau menentang,

alasan utama pembagian suara dalam resolusi ini adalah masalah politik. Secara jelas

draft resolusi yang ditawarkan oleh Perancis dan Spanyol adalah perwakilan dari

tawaran negara-negara barat dan aliansinya yang menginginkan pergantian rezim

Assad dan menggunakan alasan bantuan kemanusiaan sebagai celah untuk

mengeksploitasi konflik, karenanya draft tersebut menekankan masalah penghentian

82

“Egypt votes in favour of 2 different Syrian peace resolutions at UN security council”.

Daily News Egypt. 9 Oktober 2016. Tersedia di https://dailynewsegypt.com/2016/10/09/557272/

diakses pada 12 Desember 2017 pukul 11.15

59

serangan udara yang dikirimkan oleh pemerintah Suriah atau aliansinya yaitu Rusia,

yang dibuktikan dengan dukungan suara negara-negara tersebut.

Di lain sisi, draft yang diajukan Rusia mewakili kepentingan “blok timur”

yang juga di dalamnya terdapat Suriah di bawah rezim Assad, karenanya di dalam

draft tersebut berisi tentang pencegahan masuknya material-material yang berpotensi

untuk digunakan oleh kelompok-kelompok militer oposisi sehingga bisa merugikan

pemerintah Suriah dan tidak menyantumkan tentang penghentian serangan udara

yang pada waktu itu sangat dikecam oleh negara-negara Barat, suara-suara yang

mendukung draft ini juga merupakan negara-negara aliansi Rusia dan Suriah yang

mewakili “blok timur”. Kehadiran Mesir pada sisi ini merupakan hal yang tidak

lazim. Karena selama ini Mesir bukanlah bagian dari negara-negara “blok timur”.

Sikap Mesir yang terkesan bermain di dua kaki ini merupakan bentuk dari

pragmatisme Mesir. Idealnya Mesir sebagai negara arab yang mayoritas Sunni ini

akan kontra dengan pemerintah Suriah di bawah Assad yang didukung oleh Rusia dan

Iran yang merupakan negara Syiah terbesar. Ditambah posisi negara donor Mesir

yaitu negara-negara Teluk, terutama Saudi Arabia yang aktif memberikan perlawanan

kepada Assad di dunia internasional. Maka sikap pragmatis Mesir kali ini dapat

dijelaskan dengan beberapa konsep yang ada dalam neoclassical realism.

Berdasarkan neoclasical realism keputusan tersebut dipengaruhi oleh systemic

incentives yang mungkin akan didapatkan Mesir.

60

4. 2 Systemic Incenctives

Semakin pragmatis negara, semakin mungkin memenuhi kepentingan

nasionalnya, dengan syarat negara tersebut mampu menghindari konsekuensi yang

besar dalam prosesnya. Pragmatisme Mesir inilah yang menjadi alasan mengapa

keputusan untuk memberikan suara kepada draft resolusi Rusia diambil. Tentu saja

ada tujuan tertentu yang diharapkan akan muncul dengan sikap Mesir yang pragmatis

ini. Maka ini lah yang menjadi incentive yang didapatkan oleh Mesir. Yaitu

mengambil momentum pengambilan suara dalam kasus Suriah untuk menarik simpati

dan dukungan dari negara-negara “blok timur” yang memihak kepada pemerintah

Suriah dan negara-negara pendukungnya seperti Rusia dan Iran.

Sebagai salah satu negara adidaya, Rusia juga mempunyai pengaruh yang luas

di dunia, juga termasuk kawasan timur tengah. Sebagai negara penghasil sekaligus

pengekspor senjata terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat, kapabilitas

militer Rusia sangat disegani oleh dunia. Hanya Amerika Serikat yang mampu

menyaingi Rusia dalam hal keragaman dan kecanggihan sistem pertahanan.

Sebagai kontributor pendapatan negara terbesar kedua setelah ekspor sumber

daya alam, ekspor alat pertahanan dan senjata merupakan sektor penting yang akan

terus dipertahankan oleh Rusia. Maka, untuk mempertahankan pendapatan negara,

Rusia harus membuka peluang kerjasama dengan negara-negara di berbagai kawasan.

Salah satu kawasan yang berkontribusi besar terhadap ekspor senjata Rusia adalah

kawasan Timur Tengah, yang juga mempunyai sejarah kuat di zaman Uni Soviet.

61

Timur Tengah menjadi kawasan pengimpor terbesar kedua setelah Asia

dengan 17,8 persen dari total penjualan sejak tahun 2000 hingga 2016. Dengan

pelanggan tradisionalnya seperti Irak, Suriah, Mesir, dan Yaman. Juga pelanggan

yang lebih baru seperti Aljazair, Iran, dan Uni Emirat Arab.83

Namun terjadi beberapa kemunduran seiring berubahnya kondisi politik di

Timur Tengah. Semenjak hilangnya kekuatan negara-negara pelanggannya seperti

turunyya Saddam Hussein dari Irak dan Muammar Gaddafi dari Libya, menyebabkan

penurunan dari penjualan senjata Rusia. Terlebih lagi dengan terjadinya embargo

pada Iran di tahun 2007 yang membekukan hubungan jual-beli senjata yang subur.84

Gambar 4.1 Grafirk Negara-negara Pengimpor Senjata Rusia tahun 2017

Sumber : SIPRI Arms Transfers Database, 2017

83

Richard Connolly and Cecilie Sendstad, “Russia‟s Role as an Arms Exporter: The Strategic

and Economic Importance of Arms Exports for Russia”. The Royal Institute of International Affairs,

Chatham House. ISBN 978 1 78413 200 2. 2017. h 17 84

Richard Connolly and Cecilie Sendstad, “Russia‟s Role as an Arms Exporter: The Strategic

and Economic Importance of Arms Exports for Russia”. h 17

62

Seperti yang digambarkan pada grafik di atas, Rusia dominan di Aljazair,

Iran, Suriah, dan Yaman. Meskipun begitu usaha-usaha Rusia untuk memasuki pasar

yang di dominasi Eropa dan Amerika Serikat sudah mulai membuahkan hasil. Pada

tahun 2014, Rusia menyetujui sebuah kesepakatan bernilai miliaran dollar dengan

menyediakan helikopter serbu dan pesawat fighter MiG29 kepada Mesir. Hal ini

menjadi penting karena semenjak 1970an, Mesir selalu bergantung pada Amerika

Serikat dalam urusan persenjataan.85

Bekerja sama dengan negara dengan kapabilitas militer yang besar seperti

Rusia akan menguntungkan untuk Mesir.86

Kondisi Rusia yang membutuhkan pasar

untuk produksi senjatanya menjadi peluang yang bisa Mesir manfaatkan untuk

meningkatkan kebutuhan militernya. Juga momentum yang tepat untuk melepaskan

diri dari ketergantungannya terhadap teknologi Amerika Serikat dan Eropa.

Pada tahun 2012, Presiden Putin menyatakan bahwa ekspor senjata

merupakan sebuah instrumen efektif untuk memajukan kepentingan nasional Rusia,

politik dan ekonomi.87

Pada tahun 2013, deputi perdana menteri bidang industri

pertahanan, Dmitry Rogozin, memberikan pernyataan yang lebih berani dengan

menyatakan bahwa penjualan senjata ke luar negeri merupakan kebijakan luar negeri

85

Richard Connolly and Cecilie Sendstad, “Russia‟s Role as an Arms Exporter: The Strategic

and Economic Importance of Arms Exports for Russia”. The Royal Institute of International Affairs,

Chatham House. ISBN 978 1 78413 200 2. 2017. h 17 86

Hasil wawancara dengan Dr.Yon Mahmudi, Peneliti fokus kajian Timur Tengah , proses

wawancara dilakukan pada Rabu, 1 November 2017, transkrip hasil wawancara tertera pada Lampiran

I 87

President of Russia (2012), „Meeting of the Commission for Military Technology

Cooperation with Foreign States‟, 2 July 2012. Tersedia di

http://en.kremlin.ru/events/president/news/15865 diakses pada 20 Desember 2017 pukul 19.26

63

yang kedua dan bertujuan agar Rusia mendapatkan sekaligus meningkatkan pengaruh

di negara lain. Menggaris bawahi mengenai peran dari hubungan politik dalam

memfasilitasi penjualan senjata, dia juga menambahkan bahwa Rusia hanya menjual

senjata kepada „teman dan partner‟.88

Hal ini memperkuat motif Mesir dalam mengambil keputusan tersebut,

dimana peluang kerjasama dengan Rusia akan semakin terbuka jika Mesir

memposisikan dirinya sebagai „teman‟ Rusia. Terbukti pada tahun 2017, Mesir juga

memberikan ruang di wilayahnya untuk militer Rusia untuk terlibat dalam konflik

internal di Libya, meskipun hal ini dibantah oleh Rusia.89

Namun, wacana untuk

saling menggunakan pangkalan udara untuk kepentingan militer sudah dibahas antara

Mesir dan Rusia, mengindikasikan kerjasama militer antar keduanya akan terus

menguat. Pada tahun 2017 juga Mesir dan Rusia akhirnya membuat kesepakatan

dalam pembangunan pembangkit listrik bertenaga nuklir di Mesir seharga 30 miliar

dollar. Kesepakatan ini membuat Mesir menjadi negara satu-satunya di benua Afrika

yang mempunyai pembangkit listrik bertenaga nuklir.90

Jika dibandingkan dengan kesepakatan dengan Saudi Arabia, maka kerjasama

dengan Rusia lebih memenuhi kebutuhan nasional Mesir yang bersifat jangka

88

RIA Novosti (2013), „Rogozin: FSVTS is now the second foreign ministry‟, 11 December

2013. Tersedia di https://ria.ru/defense_safety/20131211/983472868.html diakses pada 20 Desember

2017 pukul 19.28 89

Maria Tsvetkova. “Russian military working on deal to use Egyptian air bases: document”.

Reuters. 30 November 2017. Tersedia di https://www.reuters.com/article/us-russia-egypt-military-

airspace-planes/russian-military-working-on-deal-to-use-egyptian-air-bases-document-

idUSKBN1DU11D diakses pada 21 Desember 2017 pukul 11.52 90

Salma el-Wardany, “Putin and Sisi Finalize $30 Billion Nuclear Plant Deal”. Bloomberg.

10 Desember 2017. Tersedia di https://www.bloomberg.com/news/articles/2017-12-10/putin-sisi-set-

to-finalize-30-billion-nuclear-deal-boost-ties diakses pada 20 Desember 2017 pukul 23.52

64

panjang dengan kerjasama militer dan energinya, sedangkan Saudi Arabia hanya

memenuhi kebutuhan Mesir yang bersifat jangka pendek dengan bantuan-bantuan

finansialnya dan subsidi minyak selama 5 tahun. Namun, dengan mencari peluang

terhadap Rusia bukan berarti Mesir meninggalkan Saudi Arabia sepenuhnya.

Tindakan ini hanya dilakukan Mesir untuk memperluas pengaruh dan memberikan

keseimbangan dalam kekuatannya. Meskipun Saudi Arabia pada tahun 2016

memberikan respon yang negatif dan kemudian berdampak pada penghentian bantuan

minyak, namun tindakan Mesir dalam mencari peluang ini sudah tepat. Terbukti

dengan diteruskannya bantuan minyak dari Saudi Arabia ke Mesir setelah 6 bulan

dihentikan.91

4.3 Relative Material Power

Menurut asumsi neoclassical realism, suatu negara mengeluarkan kebijakan

luar negeri dipengaruhi oleh adanya faktor eksternal yakni systemic pressure atau

systemic incentive berdasarkan material power yang dimiliki yang kemudian

ditranslasikan oleh para pengambil kebijakan atau yang disebut sebagai intervening

variabel. Hal ini dilakukan karena menurut Neoclassical realist negara merespon

ketidakpastian sistem anarki tidak hanya dengan seek security namun dengan seeking

to control and shape lingkungan eksternal mereka. 92

91

Eheb Farouk. “Saudi Aramco to resume oil product shipments to Egypt soon”. Reuters. 15

Maret 2017. tersedia di https://www.reuters.com/article/us-egypt-saudi-oil/saudi-aramco-to-resume-

oil-product-shipments-to-egypt-soon-idUSKBN16M2GR 92

Gideon Rose, “Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy”, hal.147.

65

Mesir meningkatkan pengeluarannya untuk biaya impor militer menjadi

sebanyak 2,268 miliar dollar pada tahun 2015, menjadikannya sebagai importir

pertahanan terbanyak keempat di dunia. Mesir juga menerima 1.3 miliar dollar

sebagai bantuan pertahanan militer tahunan dari Amerika Serikat, Mesir juga

membuat pembelian besar dari negara-negara pengekspor senjata, termasuk Rusia

dan Perancis. Kesepakatan tingkat tinggi ini juga termasuk dalam perjanjian tahun

2015 dengan Perancis untuk membeli perlengkapan militer seharga 5,2 miliar dollar,

termasuk di dalamnya 24 jet Rafale fighter dan frigat angkatan laut, dan juga sebuah

kontrak dengan perusahaan Rusia, Rosoboronexport untuk membeli 46 helikopter

penyerang.93

Data lengkap mengenai anggaran militer Mesir tidak dibuka ke publik oleh

pemerintah Mesir, namun anggaran Mesir telah diteliti oleh lembaga-lembaga

pemerhati militer internasional dan semua lembaga menunjukkan kenaikan dari

anggaran sebelumnya. Transparancy International memberikan pernyataan bahwa

anggaran pertahanan Mesir tahun ini sebesar 4,4 miliar dollar, lembaga yang lain

seperti BMI Research memperkirakan anggaran pertahanan Mesir berada pada level

5,1 miliar dollar pada tahun 2015 dan akan naik melewati 5,4 miliar dollar pada 2016

hingga 6,5 miliar dollar pada tahun 2020.94

93

Mada Masr, “Report: Egypt world‟s 4th-largest arms importer in 2015”. Mada Masr. 13

Juni 2016. Tersedia di https://www.madamasr.com/en/2016/06/13/news/economy/report-egypt-worlds-

4th-largest-arms-importer-in-2015/ diakses pada 18 Desember 2017 pukul 16.47 94

Mada Masr, “Report: Egypt world‟s 4th-largest arms importer in 2015”.

66

The Stockholm International Peace Research Institute yang menyelidiki

transaksi berdasarkan biaya produksi dibandingkan harga pembelian dan

mengkalkulasikan nilai dari pertukaran senjata di Mesir dalam 2015 mencapai 1.475

miliar dollar. Dibandingkan dengan 686 miliar dollar pada tahun 2010 atau 368 miliar

dollar pada 2014. 95

Lembaga-lembaga di atas menilai bahwa kapabilitas militer naik dengan

bertambahnya anggaran militer tahunannya. Sebelum tahun 2013, Mesir hanya

mengeluarkan biaya kurang lebih 1 miliar dollar setiap tahunnya. 96

Hal ini

memberikan pesan bahwa Mesir merupakan negara yang kuat dan signifikan

dibawah rezim el-Sisi.

Populasi Mesir yang besar juga menjadi bahan pertimbangan yang

mendukung kekuatan Mesir di kawasan. Dengan total 86.895.096 orang warga

negara, Mesir menempati urutan teratas sebagai negara dengan populasi terbanya di

Afrika Utara. Dengan angka tersebut Mesir juga menempati urutan ketiga di Afrika

untuk masalah populasi. Dibandingkan negara tetangganya seperti Libya yang hanya

6.244.174 warga negara dan Saudi Arabia dengan 27.345.986 warga negara.97

Hal-hal

inilah yang mendukung Mesir di kawasan yang kemudian diterjemahkan oleh

95

Mada Masr, “Report: Egypt world‟s 4th-largest arms importer in 2015”. Mada Masr. 13

Juni 2016. Tersedia di https://www.madamasr.com/en/2016/06/13/news/economy/report-egypt-worlds-

4th-largest-arms-importer-in-2015/ diakses pada 18 Desember 2017 pukul 16.47 96

Al-.Masry al-Youm. “Egypt becomes world‟s fourth-biggest weapons importer: report”.

Egypt Independent. 15 Juni 2016. Tersedia di http://www.egyptindependent.com/egypt-becomes-

world-s-fourth-biggest-weapons-importer-report/ diakses pada 19 Desember 2017 pukul 15.03 97

Index Mundi. Tersedia di https://www.indexmundi.com/map/?t=0&v=21&r=af&l=en

diakses pada 18 Desember 2017 pukul 17.29

67

intervening variable untuk mendapatkan incentives ketika Mesir memutuskan untuk

mendukung draft resolusi Rusia di Dewan Keamanan PBB.

4. 4 Intervening Variable

Sesuai dengan asumsi neoclassical realism bahwa relative material power di

translasikan pada level unit domestik yakni oleh para pengambil kebijakan yang

disebut intervening variabel.98

Dalam kasus ini keputusan Mesir memberikan

suaranya untuk draft resolusi yang diajukan Rusia di Dewan Keamanan PBB dalam

kasus Suriah tentu didasari persepsi pengambil kebijakan berdasarkan relative

material power yang dimiliki. Hal ini terlihat dari pernyataan para pengambil

kebijakan di Mesir.

Pertikaian antara Mesir dan Saudi Arabia hadir disaat kedua negara menghadapi

tantangan-tantangan ekonomi yang besar. Meskipun menderita karena nilai jual

minyak dunia menurun, Saudi Arabia mengirimkan 2 miliar dollar untuk Mesir pada

September 2016, membantu Mesir mengamankan pinjaman dari IMF. Namun Saudi

Arabia menghentikan kiriman bantuan minyaknya sebulan setelahnya, setelah Mesir

mengambil keputusan yang menyakitkan bagi Saudi Arabia. Mendapat tekanan dari

Saudi, Presiden Mesir, Abdul Fattah el-Sisi merespon dengan berkata “Egypt bows to

no one but God”, bahwa Mesir tidak akan tunduk pada siapapun kecuali Tuhan.99

Pernyataan yang mengindikasikan bahwa Presiden Sisi tidak akan membiarkan Mesir

98

Gideon Rose, “Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy”, h.146 99

“As Egypt quarrels with Saudi Arabia, it is finding new friends”. The Economist. 25

November 2016. Tersedia di https://www.economist.com/news/middle-east-and-africa/21710912-

series-incidents-has-disrupted-relationship-between-arab-worlds diakses pada 21 Desember 2017

pukul 16.52

68

dikontrol siapapun. Juga menyatakan bahwa Mesir merupakan negara yang

independen.

Pada kesempatan yang sama Sisi juga memberikan pernyataan:

“Egypt has adopted an independent policy seeking to secure Arab national security

through adopting a national vision. Our position toward the Syrian crisis is fixed and

will not change. It relies upon finding a political solution to the present crisis,

maintaining the unity of Syrian territories and respecting the will of the Syrian

people. Furthermore, armed groups must be disarmed and Syria must be rebuilt”100

Bahwa Mesir adalah negara yang berdaulat dan mempunyai kebijakan yang

juga independen untuk mengamankan keamanan nasional Arab yang diadopsi dari

visi nasional. Posisi Mesir terhadap krisis Suriah juga sudah final dan tidak dapat

diubah. Sisi menambahkan bahwa yang utama adalah bagaimana menjaga keutuhan

wilayah Suriah dan melumpuhkan kelompok-kelompok bersenjata. Kesamaan situasi

yang dialami Suriah inilah yang menjadi dorongan bagi Mesir untuk memihak kepada

Suriah. Persepsi ancaman yang datang dari kelompok-kelompok bersenjata menjadi

perhatian utama pemerintah Mesir. Selain persepsi mengenai ancaman, persepsi

kedaulatan harus berada ditangan pemerintah masing-masing negara juga menjadi hal

yang mendukung keputusan Mesir untuk memberikan suaranya di draft resolusi

Rusia yang mendukung pemerintah Suriah.

100

Khaled Hassan, “Are Egyptian-Saudi disputes just a passing crisis or a decisive storm?”.

Al-Monitor. 23 Oktober 2016. Tersedia di https://www.al-monitor.com/pulse/originals/2016/10/egypt-

saudi-crisis-un-resolution-syria.html diakses pada 21 Desember 2017 pukul 16.54

69

Seperti di kesempatan lain ketika Sisi diberikan pertanyaan apakah Mesir akan

memikirkan kembali peran menjaga perdamaiannya dalam PBB di Suriah. Sisi

menjawab dengan menyatakan bahwa prioritas Mesir adalah mendukung tentara

nasional, sebagai contoh di Libya untuk menegakkan kontrol atas wilayah Libya dan

mengatasi elemen-elemen ekstrimis. Maka begitu juga dengan Suriah dan Irak.

Ketika ditanya kembali apakah yang dimaksud adalah tentara Suriah, Sisi

mengiyakan. Dia menambahkan bahwa setiap negara akan berupaya menyediakan

keamanan dan kestabilan untuk warganya, dan Mesir mengerti akan hal itu.101

Pada Februari 2016, ketika presentasi tentang strategi Mesir 2030

berlangsung, pemimpin politik Mesir menggaris bawahi National Grand Strategy

untuk 14 tahun ke depan dengan dua hal, yaitu Survival dan Development.102

Hal ini

diproyeksikan sebagai visi terhadap Mesir itu sendiri dan juga terhadap kawasan

secara keseluruhan. Menteri luar negeri Mesir, Sameh Shoukry, menegaskan

beberapa determinan dari kebijakan luar negeri Mesir, yaitu untuk membantu strategi

perkembangan domestik, untuk mecari pengalaman-pengalaman penting, untuk

mengerahkan upaya-upaya melawan terorisme, dan untuk membangun peran Mesir

dalam menyelesaikan krisis yang berlangsung di kawasan. Mesir juga tidak akan

menjadi musuh siapapun, juga akan terus berusaha membangun kerjasama dengan

semua negara tetangga, negara-negara di kawasan dan juga aktor-aktor internasional.

101

“Egypt's Sisi expresses support for Syria's military”. Aljazeera. 24 November 2016.

Tersedia di http://www.aljazeera.com/news/2016/11/egypt-sisi-expresses-support-syria-military-

161123150315176.html diakses pada 21 Desember 2017 pukul 17.18 102

Zeyad Elkelani. “Why Can‟t Egypt‟s Role Be Replaced in the Middle East?”. Huffington

Post. 6 Desember 2017. Tersedia di https://www.huffingtonpost.com/zeyad-el-kelani/why-cant-egypts-

role-be-r_b_9616588.html diakses pada 21 Desember 2017 pukul 16.22

70

Akan menjadi keputusan yang baik bagi Mesir untuk terbuka bagi siapapun, tanpa

aksi kekanak-kanakan dan konfrontasional dari siapapun dan tetap rasional dalam

menggaris bawahi visi Mesir untuk Republik yang ketiga dari Mesir.103

Dalam upayanya melawan terorisme, Mesir telah memberikan label kepada

Ikhwanul Muslimin dan kelompok afiliasinya sebagai terorisme yang bertanggung

jawab atas segala bentuk ekstrimisme yang terjadi di kawasan. Mesir juga

menyatakan perang yang memakan biaya banyak terhadap kelompok Jihadis di

Sinai.104

Mesir juga melanjutkan upaya-upaya dalam menjaga perbatasannya di barat

dengan Libya.

Pada level regional dan internasional, Mesir secara konsisten mengutuk

kegiatan-kegiatan yang mendukung kelompok-kelompok ekstrimis di Suriah, Libya,

maupun Irak semata untuk keuntungan pihak-pihak tertentu. Mesir selalu waspada

terhadap pandangan yang dinilai naif dan idealistis termasuk kepada milisi Salafi-

Jihadi. Namun menurut Mesir, Suriah juga harus membantu Mesir karena

konsekuensi dari masalah-masalah Suriah akan ditanggung oleh masyarakat Suriah

sendiri. Mereka harus mencapai sebuah konsensus dari dalam kemudian dibantu oleh

negara-negara Arab tetangga.

103

Zeyad Elkelani. “Why Can‟t Egypt‟s Role Be Replaced in the Middle East?" 104

Sudarsan Ragavhan, “Egypt‟s long, bloody fight against the Islamic State in Sinai is going

nowhere”. Washington Post. 15 September 2017. Tersedia di

https://www.washingtonpost.com/world/middle_east/egypts-long-bloody-fight-against-the-islamic-

state-in-sinai-is-going-nowhere/2017/09/15/768082a0-97fb-11e7-af6a-

6555caaeb8dc_story.html?utm_term=.c938752a513f diakses pada 21 Desember 2017 pukul 17.03

71

Ditambah lagi, Mesir terpilih sebagai anggota non-permanen di Dewan

Keamanan PBB sebagai wakil Afrika dan berjanji akan berupaya maksimal dalam

melawan terorisme pada level multilateral.105

Faktor yang melatarbelakangi keputusan Mesir memberikan suaranya kepada

draft resolusi yang diajukan oleh Rusia di Dewan Keamanan PBB dalam kasus

Suriah pada 2016 dapat dilihat melalui adanya relative material power yang

ditranslasikan oleh intervening variable dengan melihat adanya incentive yang akan

didapatkan. Mesir merupakan negara dengan militer paling kuat di kawasan Afrika

Utara dikombinasikan dengan populasi yang besar menghasilkan jumlah tentara yang

juga besar. Disamping itu semenjak masa pemerintahan Sisi yang berlatar belakang

militer, anggaran militer Mesir juga diperkirakan akan terus naik.

Kekuatan militer inilah yang menjadi dasar kepercayaan diri Abdul Fattah el-

Sisi sebagai intervening variable dalam mengambil keputusan. Sesuai dengan asumsi

neoclassical realism bahwa negara akan menyesuaikan perilakunya dengan power

yang dimiliki dan akan terus mencari pengaruh lebih luas, maka dalam hal ini Mesir

mencari peluang yang lebih luas dengan memutuskan untuk memberikan suaranya

kepada draft resolusi yang diajukan Rusia di Dewan Keamanan PBB dalam kasus

Suriah pada tahun 2016. Peluang inilah yang kemudian akan menciptakan sistemik

insentif bagi Mesir dalam mempertahankan wilayah perbatasan Mesir dan

memberikan status sebagai negara yang independen bagi Mesir.

105

PBB. Tersedia di

http://www.un.org/en/sc/inc/searchres_sc_members_english.asp?sc_members=52 diakses pada 21

Desember 2017 pukul 16.59

72

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hubungan Saudi Arabia dengan Mesir di bawah rezim Abdul Fattah el-Sisi

dimulai dari awal el-Sisi memimpin kudeta untuk menggulingkan Mursi. Dukungan

dari Saudi Arabia kepada pihak militer merupakan suatu upaya untuk membendung

kekuatan Ikhwanul Muslimin yang saat itu menjadi partai pemenang Mesir.Bantuan

dengan total 5 miliar dollar diberikan Saudi Arabia untuk Mesir pada tahun 2013.

Bantuan tersebut terdiri dari bantuan berupa produk minyak dan gas dengan nilai 2

miliar dollar, juga 2 miliar dollar dalam bentuk deposit di bank pusat Mesir, dan 1

milliar dollar sebagai hadiah untuk Mesir yang sedang lemah.

Dengan dukungan dari negara-negara Teluk khususnya Saudi Arabia, Mesir di

bawah el-Sisi dapat bertahan menghadapi krisis ekonomi sekaligus krisis legitimasi

yang mengancam pada saat transisi pemerintahan. Pada tahun 2013 Saudi Arabia,

UAE, dan Kuwait berkomitmen memberikan bantuan sebesar 12 miliar dollar dan

tambahan 8,8 miliar dollar pada awal 2014 untuk meringankan beban ekonomi Mesir

dan memberikan ruang bernapas bagi pemerintahan el-Sisi. Bantuan ini diharapkan

bisa menjadikan Mesir sebagai negara yang kontributif terhadap agenda-agenda Saudi

Arabia.

Saat kunjungan Raja Salman pada April 2016, Saudi bahkan setuju untuk

menyediakan 700.000 ton produk minyak setiap bulannya selama 5 tahun ke depan.

Namun, pengiriman kargo berisi minyak berhenti datang semenjak bulan Oktober

73

2016 karena adanya tensi-tensi politik yang muncul ke permukaan. Faktor utamanya

adalah posisi Mesir yang berseberangan dengan Saudi dalam kasus Suriah. Ditandai

dengan pemberian suara Mesir kepada draft resolusi yang ditawarkan oleh Rusia

dalam Dewan Keamanan PBB terkait kasus Suriah yang juga diikuti oleh pernyataan-

pernyataan pemimpin Mesir yang mendukung pemerintahan Suriah dibawah rezim

Bassar al-Assad.

Sejalan dengan teori neoclassical realism, kebijakan suatu negara tidak hanya

dapat dilihat lewat faktor eksternal maupun internal saja namun dapat dilihat melalui

kedua faktor tersebut secara bersamaan. Dalam hal ini keputusan Mesir memberikan

suaranya kepada draft resolusi yang diajukan Rusia dalam Dewan Keamanan PBB

terkait kasus Suriah pada tahun 2016 adalah karena adanya relative material power

yang ditranslasikan oleh intervening variabel dalam melihat incentive yang akan

didapatkan. Relative material power yang dimiliki Mesir adalah kapabilitas

militernya yang paling kuat di kawasan Afrika Utara dan juga signifikan di Timur

Tengah yang juga semakin bertumbuh dengan ditandai naiknya anggaran militer

Mesir pasca naiknya Sisi sebagai pemimpin Mesir, selain itu populasi Mesir yang

besar juga menjadi kekuatan yang kemudian ditranslasikan oleh intervening variabel.

Intervening variabel atau pengambil kebijakan di Mesir adalah Abdul Fattah

el-Sisi yang telah berkuasa menggantikan Mursi sejak kudeta 2013 hingga saat ini.

Intervening variabel melihat incentive jika Mesir mendukung draft resolusi yang

diajukan Rusia maka akan menambah pengaruhnya di kalangan negara-negara

pendukung rezim Suriah dan akan mempertahankan posisinya di wilayah Afrika

74

Utara yang belum selesai bergejolak. Juga perlunya memperkuat jaringan aliansi

dengan pihak manapun yang mempunyai persepsi sama mengenai masalah keamanan

nasional dalam menyelesaikan isu keamanan wilayah. Insentif sistemik yang

didapatkan Mesir dengan memberikan suaranya kepada draft resolusi Rusia di Dewan

Keamanan PBB tidak hanya menambah pengaruh namun juga dapat merambah dalam

bidang ekonomi dan politik. Negara sebagai aktor rasional dalam hal ini Mesir telah

mempertimbangkan cost and benefit yang akan muncul, maka keputusan ini dianggap

sebagai keputusan yang paling menguntungkan Mesir.

5.2 Saran

Penelitian ini berfokus pada keputusan Mesir dalam memberikan suaranya

kepada draft resolusi yang diajukan Rusia di Dewan Keamanan PBB terkait kasus

Suriah pada 2016. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi bagi penelitian-

penelitian selanjutnya mengenai hal serupa atau kelanjutan hubungan Mesir dengan

negara-negara lain. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat lebih memperkaya

narasumber baik dari pihak kedutaan Mesir maupun pihak-pihak lain.

xiv

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Rose, Gideon. 1998.."Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy," World

Politics,

Bogdan, R. and Taylor, S.J. 1975. “Introduction to Qualitative Research Methode”.

New York : John Willey and Sons.

Neuman, William L. 1997. “Social Research Methods: Qualitative and Quantitative

Approaches”. Ally and Bacon.

Patton, M.Q. 1980. Qualitative evaluation methods. Beverley Hills, CA: Sage.

Faksh, Mahmud A.. 1983. “Egypt under Mubarak: The Uncertain Path”. Canadian

Institute of International Affairs.

Aoude, Ibrahim G. 1994 “From national bourgeois development to Infitah: Egypt

1952-1992,” Arab Studies Quarterly, ISSN: 0271-3519.

Basyar. Hamdan. 2015,” Pertarungan Dalam Berdemokrasi: Politik di Mesir, Turki

dan Israel”. Jakarta: UI Press,.

Kuncahyono, Trias, 2013 .“Tahrir Square Jantung Revolusi Mesir”. Jakarta: PT.

Kompas Media Nusantara.

Podeh, Elie . 2013."Ending an Age-Old Rivalry: The Rapprochement between the

Hashemites and the Saudis, 1956-1958". Routledge.

Niblock, Tim. 2004. “Saudi Arabia: Power, Legitimacy and Survival”. Routledge.

xv

Dawisha, Adeed. 2002.”Arab Nationalism in the Twentieth Century: From Triumph

to Despair”. Princeton University Press.

Bronson, Rachel. 2006. “Thicker than Oil: America's Uneasy Partnership with Saudi

Arabia”. Oxford: Oxford University Press.

David Schenker, 2009 .“Paradoxes of Egyptian-Saudi Relations”. Islamic Affair

Analyst.

Morgenthau, Hans. 1962. “A Political Theory of Foreign Aid.” American Political

Science Review.

“Us-Saudi Arabia Diplomatic and Political Cooperation Handbook”. 2007. USA

International Business Publications.

Saudi Arabia Central Bank & Financial Policy Handbook”. 2005. USA International

Business Publications.

B. Jurnal

Chen Tianshe, 2011. “Four Points toward the Understading of Egypt‟s Foreign

Relation”. Journal of Middle Eastern and Islamic Studies (in Asia) 5 no. 1.

K.V. Nagarajan. “Egypt‟s Political Economy and the Downfall of the Mubarak

Regime”. International Journal of Humanities and Social Science Vol. 3 No.

10. 2013. Tersedia di

https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&

cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwj38NDq0LbYAhXFuY8KHX8jAbkQFggo

MAA&url=https%3A%2F%2Fwww.ijhssnet.com%2Fjournals%2FVol_3_N

xvi

o_10_Special_Issue_May_2013%2F3.pdf&usg=AOvVaw3NPRC7A2BNvs

4O-Kuh-ONM

F. Gregory Gause II. 2011. “Saudi Arabia in the New Middle East”. Council Special

Report No. 63. Council on Foreign Relations.

Richard Connolly and Cecilie Sendstad, 2017. “Russia‟s Role as an Arms Exporter:

The Strategic and Economic Importance of Arms Exports for Russia”. The

Royal Institute of International Affairs, Chatham House. ISBN 978 1 78413

200 2.

C. Artikel dan Berita Online

Abdel Monem Said Aly, “Post-Revolution Egyptian Foreign Policy”. Crown Center

of Middle East Studies no.86. Nov 2014, tersedia di

https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&

cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwig5I-

RzrbYAhVLMo8KHRbaACkQFggoMAA&url=https%3A%2F%2Fwww.br

andeis.edu%2Fcrown%2Fpublications%2Fmeb%2FMEB86.pdf&usg=AOv

Vaw1_wy7Brl24dYcyMbQHcvMA

“After 35 Years, Israel-Egypt Treaty Marks Key Benchmark for Middle East Peace”,

The American Israel Public Affairs Committee. 27 November 2014.

Tersedia di

https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&

cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwidw63ozrbYAhWIr48KHdjECwQQFggo

MAA&url=https%3A%2F%2Fwww.aipac.org%2F~%2Fmedia%2FPublicati

xvii

ons%2FPolicy%2520and%2520Politics%2FAIPAC%2520Analyses%2FIssu

e%2520Memos%2F2014%2FAIPAC%2520Memo%2520-

%252035th%2520Anniversary%2520Israel-

Egypt%2520Peace%2520Treaty.pdf&usg=AOvVaw0gzZoLW7MY2owkgu

RFwc6l

Ashraf Khalil. “Liberation Square: Inside the Egyptian Revolution and The Rebirth of

A Nation”. New York: St. Martin‟s Press. h. 21 tersedia di

https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&

cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjmjqiTz7bYAhXJQY8KHXx8ARAQFggx

MAE&url=http%3A%2F%2Fwww.gmj.uottawa.ca%2F1301%2Fv6i1_bowe

rbank.pdf&usg=AOvVaw2-CNynPzM9URLfImTUZ0UD

“THE EMERGENCY LAW IN EGYPT”. The Worldwide Human Rights Movement.

17 Nov 2001. Tersedia di https://www.fidh.org/en/region/north-africa-

middle-east/egypt/THE-EMERGENCY-LAW-IN-EGYPT

Brown, Nathan, Dunne, Michele and Hamzawy, Amr. “Egypt‟s controversial

constitutional amendments”, Carnegie Endowment, 2007. Tersedia di

http://www.carnegieendowment.org/files/egypt_constitution_webcommentar

y01.pdf

David Kirkpatrick, "Army Ousts Egypt‟s President, Morsi Is Taken Into Military

Custody", NYTimes, 3 juli 2013. tersedia di

http://www.nytimes.com/2013/07/04/world/middleeast/egypt.html

xviii

“Saudi Arabia approves $5 billion aid package to Egypt", Al-Arabiya, 9 juli 2013,

tersedia di

http://english.alarabiya.net/en/business/economy/2013/07/09/Saudi-Arabia-

approves-5-billion-aid-package-to-Egypt.html

Steven A. Cook, "Egypt‟s Solvency Crisis", Council on Foreign Relations Press,

april 2014, tersedia di http://www.cfr.org/egypt/egypts-solvency-

crisis/p32729

Julian Pecquet. “What happened to billions in US military aid to Egypt?. Al-Monitor.

12 May 2016. Tersedia di http://www.al-

monitor.com/pulse/originals/2016/05/egypt-us-military-

aid.html#ixzz4ucpfMosp

Mashadi. “Menlu Arab Saudi Saud Al-Faisal : Arab Saudi Tidak Ada Masalah

Dengan Ikhwan”. Voa-Islam. 15 Februari 2015. Tersedia di http://www.voa-

islam.com/read/opini/2015/02/15/35714/menlu-arab-saudi-saud-alfaisal-

tidak-ada-masalah-dengan-ikhwan/#sthash.anKmtV0u.dpbs

Ali al-Mujahed, "Egypt poised to join Saudi assault on Yemen rebels", The

Washington Post, 26 maret 2015, tersedia di

https://www.washingtonpost.com/world/saudi-arabia-targets-strategic-areas-

around-yemen-in-heavy-bombardment/2015/03/26/4e455830-d343-11e4-

8b1e-274d670aa9c9_story.html?utm_term=.a4d0bc5962b0

"Syria: The story of the conflict", BBC, 9 juni 2016, tersedia di

http://www.bbc.com/news/world-middle-east-26116868

xix

John Hudson dan Colum Lynch “The Road to a Syria Peace Deal Runs Through

Russia“ Foreign Policy . https://foreignpolicy.com/2016/02/12/the-road-to-

a-syria-peace-deal-runs-through-russia/

"Saudi Arabia to continue support Syrian rebels if Assad does not leave", Reuters, 14

november 2015, tersedia di http://www.reuters.com/article/us-mideast-crisis-

syria-saudi-idUSKCN0T31A320151114

Tim Hume, Joe Sterling dan Chandrika Narayan, "Syria Airstrikes kill 85 people in

Aleppo amid diplomatic row", CNN, 26 september 2016, tersedia di

http://edition.cnn.com/2016/09/25/middleeast/syria-aleppo-offensive/

“Saudi anger as Egypt votes with Russia in UN vote”, Middle East Eye, 13 oktober

2016, tersedia di http://www.middleeasteye.net/news/saudi-anger-egypt-

votes-russia-un-vote-1258726322

Philip Rizk. “Egypt and the global economic order”. Al Jazeera. 15 Februari 2011.

Tersedia di

http://www.aljazeera.com/indepth/opinion/2011/02/20112148356117884.ht

ml

David Kirkpatrick. “Egypt Erupts in Jubilation as Mubarak Steps Down”. The New

York Times. 11 Februari 2011. Tersedia di

http://www.nytimes.com/2011/02/12/world/middleeast/12egypt.html?pagew

anted=all

Kristen A.Stilt. “The End of "One Hand": The Egyptian Constitutional Declaration

and the Rift between the "People" and the Supreme Council of the Armed

xx

Forces”. Faculty Working Papers. 2012. Tersedia di

http://scholarlycommons.law.northwestern.edu/facultyworkingpapers/208

“Egypt's Islamist parties win elections to parliament”. BBC. 21 Januari 2012.

Tersedia di http://www.bbc.com/news/world-middle-east-16665748

“Muslim Brotherhood's Mohammed Morsi wins Egypt's presidential race”. The

Guardian. 24 Juni 2012. Tersedia di

https://www.theguardian.com/world/middle-east-live/2012/jun/24/egypt-

election-results-live#block-36

Matthew Davis. “Egypt analysts optimistic for post-Morsi economy”. BBC. 5 Juli

2013. Tersedia di http://www.bbc.com/news/business-23183838

Elizabeth Dickinson. “Egypt‟s Mansour arrives in Saudi Arabia for first official

visit”. 7 Oktober 2013. Tersedia di https://www.thenational.ae/world/egypt-

s-mansour-arrives-in-saudi-arabia-for-first-official-visit-1.455519

Tom Perry. “Saudi Arabia gives Egypt $5 billion in aid”. Reuters. 9 July 2013.

Tersedia di https://www.reuters.com/article/us-egypt-protests-saudi-

aid/saudi-arabia-gives-egypt-5-billion-in-aid-idUSBRE9680QT20130709

Rod Norland. “Saudi Arabia Promises to Aid Egypt‟s Regime”. The New York

Times. 19 Agustus 2013. Tersedia di

http://www.nytimes.com/2013/08/20/world/middleeast/saudi-arabia-vows-

to-back-egypts-rulers.html

xxi

Steven A. Cook, "Egypt‟s Solvency Crisis", Council on Foreign Relations Press,

april 2014, tersedia di http://www.cfr.org/egypt/egypts-solvency-

crisis/p32729

Julian Pecquet. “What happened to billions in US military aid to Egypt?. Al-Monitor.

12 May 2016. Tersedia di http://www.al-

monitor.com/pulse/originals/2016/05/egypt-us-military-

aid.html#ixzz4ucpfMosp

Mashadi. “Menlu Arab Saudi Saud Al-Faisal : Arab Saudi Tidak Ada Masalah

Dengan Ikhwan”. Voa-Islam. 15 Februari 2015. Tersedia di http://www.voa-

islam.com/read/opini/2015/02/15/35714/menlu-arab-saudi-saud-alfaisal-

tidak-ada-masalah-dengan-ikhwan/#sthash.anKmtV0u.dpbs

Shmuelevitz, Aryeh; Susser, Asher. “The Hashemites in the Modern Arab World:

Essays in Honour of the Late Professor Uriel Dann”. Routledge. 2013.

Tersedia di

https://books.google.co.id/books?id=dUHfAQAAQBAJ&dq=Shmuelevitz,+

Aryeh%3B+Susser,+Asher.+The+Hashemites+in+the+Modern+Arab+Worl

d:+Essays+in+Honour+of+the+Late+Professor+Uriel+Dann&source=gbs_n

avlinks_s

Eric Pace. “Anwar el-Sadat, the Daring Arab Pioneer of Peace with Israel”.

NYTimes. 7 Oktober 1981. Tersedia di

http://www.nytimes.com/learning/general/onthisday/bday/1225.html

xxii

Aboudi, Sami. “UPDATE 1-Saudi king expresses support for Mubarak”. Reuters. 29

Januari 2011. Tersedia di https://www.reuters.com/article/egypt-saudi-

idAFLDE70S08V20110129

Elise Labott. “Saudis join Egypt in support for Hamas”. CNN. 23 Februari 2006.

Tersedia di

http://edition.cnn.com/2006/WORLD/meast/02/22/rice.mideast/index.html

David Hearst. “Why Saudi Arabia is taking a risk by backing the Egyptian coup”.

The Guardian. 20 Agustus 2013. Tersedia di

https://www.theguardian.com/commentisfree/2013/aug/20/saudi-arabia-

coup-egypt

Dan Roberts and Kareem Shaheen. “Saudi Arabia launches Yemen air strikes as

alliance builds against Houthi rebels”. The Guardian. 26 Maret 2015.

Tersedia di https://www.theguardian.com/world/2015/mar/26/saudi-arabia-

begins-airstrikes-against-houthi-in-yemen

Steven A. Cook, "Egypt‟s Solvency Crisis", Council on Foreign Relations Press,

april 2014, tersedia di http://www.cfr.org/egypt/egypts-solvency-

crisis/p32729

Lin Noueihed. “Saudi oil shipments to Egypt halted indefinitely, Egyptian officials

say”. Reuters. 7 November 2016. Tersedia di

http://www.reuters.com/article/us-egypt-saudi-oil/saudi-oil-shipments-to-

egypt-halted-indefinitely-egyptian-officials-say-idUSKBN1320RQ

xxiii

John Hudson dan Colum Lynch “The Road to a Syria Peace Deal Runs Through

Russia“ Foreign Policy . https://foreignpolicy.com/2016/02/12/the-road-to-

a-syria-peace-deal-runs-through-russia/

“Saudi Arabia to continue support Syrian rebels if Assad does not leave", Reuters, 14

november 2015, tersedia di http://www.reuters.com/article/us-mideast-crisis-

syria-saudi-idUSKCN0T31A320151114

Tim Hume, Joe Sterling dan Chandrika Narayan, "Syria Airstrikes kill 85 people in

Aleppo amid diplomatic row", CNN, 26 september 2016, tersedia di

http://edition.cnn.com/2016/09/25/middleeast/syria-aleppo-offensive/

“Saudi anger as Egypt votes with Russia in UN vote”, Middle East Eye, 13 oktober

2016, tersedia di http://www.middleeasteye.net/news/saudi-anger-egypt-

votes-russia-un-vote-1258726322

“Saudi: Egypt stance on Syria resolution „painful. Al Arabiya. 9 Okrober 2016.

Tersedia dia https://english.alarabiya.net/en/News/middle-

east/2016/10/09/Saudi-Egypt-s-stance-on-UN-Syrian-resolution-painful-

.html

“Egypt votes in favour of 2 different Syrian peace resolutions at UN security

council”. Daily News Egypt. 9 Oktober 2016. Tersedia di

https://dailynewsegypt.com/2016/10/09/557272/

Mada Masr, “Report: Egypt world‟s 4th-largest arms importer in 2015”. Mada Masr.

13 Juni 2016. Tersedia di

xxiv

https://www.madamasr.com/en/2016/06/13/news/economy/report-egypt-

worlds-4th-largest-arms-importer-in-2015/

Al-.Masry al-Youm. “Egypt becomes world‟s fourth-biggest weapons importer:

report”. Egypt Independent. 15 Juni 2016. Tersedia di

http://www.egyptindependent.com/egypt-becomes-world-s-fourth-biggest-

weapons-importer-report/

Index Mundi. Tersedia di https://www.indexmundi.com/map/?t=0&v=21&r=af&l=en

Maria Tsvetkova. “Russian military working on deal to use Egyptian air bases:

document”. Reuters. 30 November 2017. Tersedia di

https://www.reuters.com/article/us-russia-egypt-military-airspace-

planes/russian-military-working-on-deal-to-use-egyptian-air-bases-

document-idUSKBN1DU11D

Salma el-Wardany, “Putin and Sisi Finalize $30 Billion Nuclear Plant Deal”.

Bloomberg. 10 Desember 2017. Tersedia di

https://www.bloomberg.com/news/articles/2017-12-10/putin-sisi-set-to-

finalize-30-billion-nuclear-deal-boost-ties

“As Egypt quarrels with Saudi Arabia, it is finding new friends”. The Economist. 25

November 2016. Tersedia di https://www.economist.com/news/middle-east-

and-africa/21710912-series-incidents-has-disrupted-relationship-between-

arab-worlds

Khaled Hassan, “Are Egyptian-Saudi disputes just a passing crisis or a decisive

storm?”. Al-Monitor. 23 Oktober 2016. Tersedia di https://www.al-

xxv

monitor.com/pulse/originals/2016/10/egypt-saudi-crisis-un-resolution-

syria.html

“Egypt's Sisi expresses support for Syria's military”. Aljazeera. 24 November 2016.

Tersedia di http://www.aljazeera.com/news/2016/11/egypt-sisi-expresses-

support-syria-military-161123150315176.html

Zeyad Elkelani. “Why Can‟t Egypt‟s Role Be Replaced in the Middle East?”.

Huffington Post. 6 Desember 2017. Tersedia di

https://www.huffingtonpost.com/zeyad-el-kelani/why-cant-egypts-role-be-

r_b_9616588.html

Sudarsan Ragavhan, “Egypt‟s long, bloody fight against the Islamic State in Sinai is

going nowhere”. Washington Post. 15 September 2017. Tersedia di

https://www.washingtonpost.com/world/middle_east/egypts-long-bloody-

fight-against-the-islamic-state-in-sinai-is-going-

nowhere/2017/09/15/768082a0-97fb-11e7-af6a-

6555caaeb8dc_story.html?utm_term=.c938752a513f

D. Dokumen

"Security Council Fails to Adopt Two Draft Resolutions on Syria, Desemberpite

Appeals for Action Preventing Impending Humanitarian Catastrophe in

Aleppo”, Security Council Meeting, 8 oktober 2016, tersedia di

http://www.un.org/press/en/2016/sc12545.doc.htm

Saudi-Egypt Trade Exchange, tersedia di https://stats.gov.sa/en/217

xxvi

President of Russia (2012), „Meeting of the Commission for Military Technology

Cooperation with Foreign States‟, 2 July 2012. Tersedia di

http://en.kremlin.ru/events/president/news/15865

RIA Novosti (2013), „Rogozin: FSVTS is now the second foreign ministry‟, 11

December 2013. Tersedia di

https://ria.ru/defense_safety/20131211/983472868.html

PBB. Tersedia di

http://www.un.org/en/sc/inc/searchres_sc_members_english.asp?sc_member

s=52

E. Wawancara

Hasil wawancara dengan Dr. Yon Mahmudi. Pengajar dan Ketua Program Studi

Kajian Timur Tengah Pascasarjana Universitas Indonesia . Proses

wawancara dilakukan pada hari Rabu, 2 November 2017. Transkrip hasil

wawancara tertera pada Lampiran I

xxvii

Lampiran I

TRANSKRIP HASIL WAWANCARA SKRIPSI

Narasumber : Dr. Yon Mahmudi

Kapasitas :

Ketua Program Studi S2 Kajian Timur Tengah Universitas Indonesia

Peneliti fokus kajian Timur Tengah

Keterangan : Wawancara dilakukan di Gedung IASTH lantai 3,

Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat, D.K.I Jakarta.

Waktu : Rabu, 1 November 2017

Pertanyaan wawancara:

Agung Mahendra (AM): Menurut bapak Yon Mahmudi, bagaimana hubungan

Mesir-Saudi Arabia Arabia sebelum Arab Spring?

Dr. Yon Mahmudi (Dr.YM):

Sebenarnya jika kita tarik ke belakang, hubungan Saudi Arabia dan Mesir ada

masa-masa rivalitas terutama jika kita lihat periode 70an-80an pada masa Nasser dan

Sadat dimana organisasi seperti Ikhwanul Muslimin meskipun awalnya bersama

dengan Nasser namun akhirnya terjadi perseteruan dan banyak yang dihukum,

demikian juga pada masa Sadat. Mereka yang secara politik dipinggirkan pada zaman

Nasser maupun Sadat, ditampung oleh Saudi Arabia. Mereka banyak dipekerjakan di

lembaga-lembaga pendidikan Saudi Arabia karena mereka juga orang-orang yang

xxviii

berpendidikan, banyak yang doktor dan sebagainya. Dan hal ini yang menimbulkan

ketidaksukaan Mesir kepada Saudi Arabia pada waktu itu.

Tapi pada satu sisi berikutnya ketika Saudi Arabia tidak nyaman dengan

kehadiran Ikhwanul Muslimin karena ingin adanya reformasi dan sebagainya

hubungan itu kemudian berbalik, terutama pasca Perang Teluk ketika Ikhwanul

Muslimin banyak yang mendukung rezim Saddam Hussain sedangkan Saudi Arabia

tidak. Kemudian pada masa Mesir dibawah Husni Mubarak, saya kira hubungannya

cukup baik, karena saat Mubarak akan digulingkan Saudi Arabia salah satu negara

pertama yang menawarkan perlindungan. Saudi Arabia sebenarnya tidak

menginginkan adanya perubahan politik di Timur Tengah dengan turunnya Husni

Mubarak., tapi gelombang itu tidak bisa ditahan. Setelah Mubarak lengser, terbuka

kesempatan untuk pertai-partai baru dalam pemilu, ada partai yang berafiliasi dengan

Ikhwanul Muslimin yang menjadi pemenang kemudian di nomor dua ada partai

salafi, Hizbun Nur, dan partai ini sangat dekat dengan Saudi Arabia.

Maka pada saat itu terjadi adanya ketidakpercayaan militer kepada Mursi ,

dan Hizbun Nur lebih dekat kepada el-Sisi, lagi lagi Saudi Arabia juga memberikan

dukungannya kepada Sisi melalui Hizbun Nur, karena Saudi Arabia tidak ingin

meluasnya pengaruh Ikhwanul Muslimin di kawasan. Karena kebijakan luar negeri

Saudi Arabia sebenarnya adalah bagaimana menjaga stabilitas kawasan agar tidak

terjadi perubahan. dan tidak ada gejolak seperti apapun yang dapat masuk ke Saudi

Arabia. Sehingga pemerintah mana yang kuat, maka itulah yang aka didukung Saudi

Arabia.

xxix

Sebenarnya kedua negara ini, Mesir dan Saudi Arabia ingin menjadi

pemimpin kawasan. Dulu Mesir dengan Arab Raya atau Pan-Arabismenya, tentu hal

itu juga berpengaruh kepada eksistensi Saudi Arabia karena perlu kita ketahui

masing-masing negara Timur Tengah ini kan ingin tampil kedepan begitu. Dan bisa

dipahami, karena Mesir juga merupakan negara dengan jumlah militer terbesar di

kawasan , wilayahnya yang luas, juga penduduknya yang besar. Saudi Arabia pun

demikian, hanya jumlah penduduk tidak sebanyak Mesir, namun kaya akan sumber

daya alam., sedangkan Mesir lebih kaya dengan sumber daya manusianya.

Pekerja-pekerja Mesir juga banyak yang bekerja di Saudi Arabia, maka akan

menjadi masalah untuk Saudi Arabia jika pekerja-pekerja Mesir ini membawa

pengaruh politik dan kestabilan ke dalam Saudi Arabia. maka dari itu penting bagi

Saudi Arabia menjaga kestabilan kawasan demi menjaga kestabilan domestik Saudi

Arabia sendiri.

AM: Faktor apa yang mendasari pemberian bantuan Saudi Arabia untuk Mesir?

DR. YM:

Kebijakan Saudi Arabia ini sangat dipengaruhi oleh kebijakan Amerika

Serikat, dalam menghadapi Arab Spring bahwa Saudi Arabia selalu memposisikan

dirinya bersama Amerika Serikat. Karena Amerika memberikan jaminan tidak

adanya perubahan politik yang besar, dan itu yang diharapkan Saudi Arabia. pada

masa Mesir dibawah Mursi pun, AS merasa tidak nyaman buktinya bantuan militer

sempat dihentikan. Ini juga yang menimbulkan kemarahan dari faksi militer Mesir

terhadap Mursi, dengan menyalahkan Mursi dengan dihentikannya bantuan untuk

xxx

militer. Saat Sisi mengambil alih, maka ada dukungan dari dunia internasional

termasuk dari AS, saya rasa Saudi Arabia juga membaca signal AS sebenarnya

kemana.

Ada juga yang disebut dengan politic of asssistance yang dia gunakan, dan

bantuan-bantuan ekonomi itu memang erat dengan kebijakan Saudi Arabia. dengan

diberikannya bantuan tersebut diharapkan adanya keterikatan dari negara-negara yang

dibantu sehingga pengaruh Saudi Arabia sangat besar disitu. Untuk menjaga

kestabilan kawasan, hal ini menjadi salah satu cara. Memang ada dua cara yang

dilakukan, pertama dengan memberikan bantuan kepada negara-negara sekitar agar

lebih bersahabat dan mengikuti pengaruh Saudi Arabia, yang kedua dengan selalu

memelihara kepentingan AS yang tidak bertentangan dengan Saudi Arabia. maka

saya kira hal-hal itu yang menjadi signifikan bagi Saudi Arabia.

AM: Seberapa berpengaruh bantuan Saudi Arabia untuk Mesir, khususnya untuk

rezim el-Sisi?

DR. YM:

Saya kira cukup besar, bantuan dari Saudi Arabia digunakan untuk memback

up kepentingan militer Mesir juga untuk pembangunan, karena mau tidak mau Sisi

harus bisa tampil lebih baik dari pada Mursi karena trend ekonominya sedang

mengalami penurunan, karena jika tidak Sisi bisa mengalami hal yang sama dengan

Mursi. Cara satu-satunya adalah dengan menerima bantuan yang ditawarkan oleh

Saudi Arabia, meskipun tidak serta merta merubah situasi Mesir, namun setidaknya

bantuan tersebut mampu membuat Mesir bertahan hidup.

xxxi

AM: Apakah faktor idiosinkretik el-Sisi punya pengaruh yang signifikan terhadap

kebijakan Mesir?

DR. YM:

Saya rasa iya, Sisi mempunyai obsesi untuk menjaga kepentingan militer

Mesir. Seorang mantan jenderal yang mempunyai pola pikir militeristik dan merasa

masyarakat harus mengikuti perkataannya. Sisi juga selalu meyakinkan masyarakat

bahwa jangan mendengarkan informasi dari sumber-sumber lain dan hanya

mendengarkan pemerintah bahwa ekonomi stabil, masyarakat yang ada di luar negeri

segera kembali lagi untuk membangun Mesir dan sebagainya. Sebagai pemimpin

yang mendapatkan kepemimpinannya melalui kudeta, maka Sisi harus sering-sering

meyakinkan masyarakat bahwa tidak ada yang bisa menggoyahkan kekuasaannya.

AM: Dimana posisi Mesir kini dalam Sistem Internasional? Apakah dalam posisi

kuat sehingga bisa “mengacuhkan” pengaruh Saudi Arabia?

DR. YM:

Memang trend di Timur Tengah ada semacam switch yang merubah Timur

Tengah yang awalnya sangat western-sentris kemudian mengambil alternatif ke

Timur dan Timur itu salah satunya Russia, juga China. Investasi Russia di negara-

negara di Timur Tengah juga besar, ketika AS menarik bantuan-bantuan luar

negerinya pada masa Trump karena fokus ekonomi domestik maka peran tsb

digantikan oleh Russia. Memberikan bantuan militer seperti pesawat, perlengkapan

militer dan sebagainya yang visa dibeli dengan cara selain cash, misal pinjaman.

xxxii

Dengan Russia, negara-negara di Timur Tengah diberikan kemudahan-kemudahan

oleh Russia.

Saya kira kerjasama militer Russia dengan Militer ini sangat penting ya, bisa

jadi menjadi deal yang membuat Mesir mecoba mengalihkan meskipun tidak

sepenuhnya, tapi lebih kepada berbagi pengaruhnya dengan Russia. Sehingga tidak

satu sumber, tapi dipecah begitu ya. Faktor ekonomi juga menjadi penting ketika

Russia ingin meluaskan pengaruhnya di kawasan , kerjasama yang akan dilakukan

Russia dengan Mesir. Jadi bukan hanya karena politik kawasan saja, tapi juga

ekonomi menjadi salah satu faktor. Mesir juga tidak bisa serta merta hanya

mengandalkan AS dalam masalah ekonomi, namun membutuhkan rencana jangka

panjang dengan menentukan membentuk aliansi strategis dengan siapa. Dan akhirnya

Russia menjadi pintu yang menarik bagi Mesir