HO 13-14 Manajemen Gizi Dalam Bencana

16
Dalam keadaan darurat asupan makanan dapat dikompromikan dalam beberapa cara: a. Dengan menggatasi ketersediaan pangan lokal dan akses rumah tangga terhadap pangan (kerusakan fisik, kerusakan infrastruktur), Misalnya saat bencana merapi, ditingkat RT kebutuhan pangan sulit banyak makanan yang habis terjual (permintaan meningkat). b. mempengaruhi praktek persiapan makanan dan keamanan pangan karena ketidakamanan dan / atau kurangnya akses terhadap air, kayu bakar, listrik c. Dengan merugikan mempengaruhi daya dukung dan memberi makan anak-anak d. melemahnya atau menghapus strategi coping yang sudah ada sebelumnya (misalnya migrasi, buruh harian lepas) e. memerlukan destruktif dan ekstrim pilihan coping misalnya pertengkaran rumah tangga, pencurian, prostitusi, penjualan aset The Aim of Food Assistance in Post Emergency a. Bantuan pangan dalam konteks ini bertujuan untuk melengkapi makanan yang penduduknya dapat memperoleh bagi diri mereka sendiri. b. Memperkirakan makanan dan kebutuhan gizi pada fase pasca-darurat (di mana keadaan ini lebih kompleks), karena memerlukan analisis sejauh mana populasi mampu memenuhi kebutuhan pangan mereka melalui cara-cara mereka sendiri. Pada tahap awal keadaan darurat, berkolaborasi dengan pemerintah negara , sehingga untuk strategi seharusnya: a. Dikembangkan untuk mendukung dan memperkuat peluang penduduk yang terkena dampak ini. b. Untuk mengakses makanan melalui cara-cara mereka sendiri dalam jangka menengah dan jangka panjang. c. Untuk meningkatkan ketersediaan, akses dan pemanfaatan sumber daya pangan. d. Untuk mendukung pemulihan kemampuan produksi pangan dan pemulihan status kesehatan. e. Untuk mendorong kegiatan yang menghasilkan pendapatan. Livelihood Support Strategies Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi: a. rehabilitasi perdagangan lokal dan pasar; b. distribusi varietas benih yang tepat dan alat-alat pertanian; c. distribusi peralatan memancing; d. kegiatan yang menghasilkan pendapatan; dan e. distribusi barang-barang non-makanan. #13 Peningkatan Daya Dukung Hidup Pengungsi dan Pelayanan Gizi Mirza Hapsari, MPH, RD

Transcript of HO 13-14 Manajemen Gizi Dalam Bencana

Dalam keadaan darurat asupan makanan dapat dikompromikan dalam beberapa cara: a. Dengan menggatasi ketersediaan pangan lokal dan akses rumah tangga terhadap pangan (kerusakan

fisik, kerusakan infrastruktur), Misalnya saat bencana merapi, ditingkat RT kebutuhan pangan sulit banyak makanan yang habis terjual (permintaan meningkat).

b. mempengaruhi praktek persiapan makanan dan keamanan pangan karena ketidakamanan dan / atau kurangnya akses terhadap air, kayu bakar, listrik

c. Dengan merugikan mempengaruhi daya dukung dan memberi makan anak-anak d. melemahnya atau menghapus strategi coping yang sudah ada sebelumnya (misalnya migrasi, buruh

harian lepas) e. memerlukan destruktif dan ekstrim pilihan coping misalnya pertengkaran rumah tangga, pencurian,

prostitusi, penjualan aset The Aim of Food Assistance in Post Emergency a. Bantuan pangan dalam konteks ini bertujuan untuk melengkapi makanan yang penduduknya dapat

memperoleh bagi diri mereka sendiri. b. Memperkirakan makanan dan kebutuhan gizi pada fase pasca-darurat (di mana keadaan ini lebih

kompleks), karena memerlukan analisis sejauh mana populasi mampu memenuhi kebutuhan pangan mereka melalui cara-cara mereka sendiri.

Pada tahap awal keadaan darurat, berkolaborasi dengan pemerintah negara , sehingga untuk strategi seharusnya: a. Dikembangkan untuk mendukung dan memperkuat peluang penduduk yang terkena dampak ini. b. Untuk mengakses makanan melalui cara-cara mereka sendiri dalam jangka menengah dan jangka

panjang. c. Untuk meningkatkan ketersediaan, akses dan pemanfaatan sumber daya pangan. d. Untuk mendukung pemulihan kemampuan produksi pangan dan pemulihan status kesehatan. e. Untuk mendorong kegiatan yang menghasilkan pendapatan. Livelihood Support Strategies Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi: a. rehabilitasi perdagangan lokal dan pasar; b. distribusi varietas benih yang tepat dan alat-alat pertanian; c. distribusi peralatan memancing; d. kegiatan yang menghasilkan pendapatan; dan e. distribusi barang-barang non-makanan.

#13 Peningkatan Daya Dukung Hidup Pengungsi dan Pelayanan Gizi

Mirza Hapsari, MPH, RD

Why is it necessary? a. Bencana dan kerawanan pangan secara langsung saling berhubungan. b. Banjir, angin topan, tsunami dan bahaya lain menghancurkan pertanian, peternakan dan perikanan

infrastruktur, aset, input dan kapasitas produksi. c. Hal tersebut mengganggu akses pasar, perdagangan dan suplai makanan, mengurangi pendapatan,

menguras tabungan dan mengikis mata pencaharian. d. Kekeringan, hama dan penyakit tanaman seperti belalang dan ulat grayak, dan penyakit hewan seperti

demam babi Afrika memiliki dampak ekonomi langsung dengan mengurangi atau menghilangkan produksi pertanian, dengan negatif mempengaruhi harga dan perdagangan, dan dengan mengurangi pendapatan usahatani.

e. Krisis ekonomi seperti kenaikan harga pangan mengurangi pendapatan riil, memaksa orang miskin untuk menjual aset mereka, mengurangi konsumsi makanan dan mengurangi keragaman diet mereka.

f. Bencana membuat perangkap kemiskinan yang meningkatkan prevalensi kerawanan pangan dan kekurangan gizi

EDUCATION IN EMERGENCIES AND POST-CRISIS TRANSITION Langkah-langkah dalam membangun partisipasi masyarakat: a. motivasi masyarakat b. aksi masyarakat

Fungsi koordinasi dan komunikasi

Pada saat bencana terjadi, akan banyak sekali humanitarian actors, LSM, organisasi pemerintah, atau lembaga-lembaga internasional yang terjun langsung untuk memberikan bantuan. Dalam mengatur koordinasinya, pemerintah telah mengaturnya dalam: • UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana serta Peraturan Pemerintah Nomor 21 dan

23 Tahun 2008 • Peraturan Kepala BNPB No. 22 Tahun 2010 tentang Pedoman Peran Serta Lembaga Internasional dan

Lembaga Asing Non Pemerintah Pada Saat Tanggap Darurat Izin pelibatan departemen, lembaga internasional dan lembaga asing non pemerintah dalam

penanganan bencana. Kontribusi diberikan jika pemerintah menyatakan membutuhkan dan/atau menerima tawaran

bantuan yang sesuai dengan peraturan dan kebutuhan. Banyaknya bantuan yang masuk tergantung pada statement pemerintah dan level bencana. Oleh

karena itu terkadang setiap bencana yang terjadi jumlah bantuannya berbeda, bisa banyak sekali atau sedikit. Misalnya bencana merapi, awalnya dinyatakan sebagai bencana daerah dan yang bertanggungjawab adalah bupati Sleman. Karena levelnya bencana daerah, maka yang bisa memberikan bantuan adalah pemerintah dan jajaran LSM di dalam kabupaten Sleman. Kemudian ternyata dampak Merapi meluas hingga kabupaten lain, maka bencana dinyatakan sebagai bencana provinsi dan yang bertanggung jawab adalah Gubernur DIY. Karena Gubernur memiliki jaringan yang lebih luas maka yang bisa memberikan bantuan menjadi lebih banyak. Sedangkan untuk bencana Tsunami, karena negara yang terkena dampaknya banyak sekali maka dinyatakan sebagai bencana nasional, dimana banyak sekali keran-keran bantuan yang mengalir.

Prinsip bantuan: nonproselitisi (pemberian bantuan tidak untuk menyebarkan agama atau keyakinan tertentu.)

Tahapan bantuan internasional 1. Inisiasi bantuan

Bencana → rapid assessment → inisiasi bantuan → diberikan ke tempat yang membutuhkan → pengelolaan bantuan.

2. Pengelolaan bantuan. 3. Terminasi bantuan atau proses phase out, agar

dampak baik dari program bantuan bisa berkelanjutan dan menciptakan kemandirian.

Bentuk bantuan internasional 1. Pengkajian cepat (Initial Rapid Assessment) 2. Penyelamatan dan evakuasi 3. Pemenuhan bantuan dasar 4. Perlindungan terhadap kelompok rentan (High

risk groups: bumil, busui, balita, lansia, ODHA, dll). 5. Pemulihan dengan segera sarana dan prasarana vital.

Jenis bantuan internasional 1. Bantuan dana dan hibah (fresh money) 2. Bantuan barang 3. Bantuan tenaga teknis/ahli

#14 Fungsi Manajemen Gizi Dalam Bencana (2)

Mutiara Tirta, MIPH

Terminasibantuan

Pengelolaan

bantuan

Inisiasibantuan

Cluster Approach • Model koordinasi dengan mengelompokkan pelaku kemanusiaan berdasarkan gugus kerja di bawah

ketetapan ‘pimpinan’ kelompok/cluster yang bekerjasama dengan sektor-sektor pemerintah. • Tujuan: agar bantuan respon darurat dapat dilaksanakan secara lebih terkoordinasi antar pelaku baik

dari pemerintah maupun nonpemerintah. Diharapkan dengan adanya Cluster Approach, bantuan yang diberikan tidak ada yang terlewatkan, menumpuk, atau berlebihan

• Diterapkan dalam bencana berskala besar dengan respon multisektor • Dipegang oleh yang berkedudukan tinggi, biasanya presiden atau kepala BNPB • This was proposed to achieve predictability and accountability in international responses to

humanitarian emergencies, by clarifying the division of labour among organisations and better defining their roles and responsibilities within the different sectors of the response.

• There are eleven areas of humanitarian activity: Agriculture; Camp Coordination/Management; Early Recovery; Education; Emergency Shelter; Emergency Telecommunications; Health; Logistics; Nutrition; Protection; and Water, Sanitation and Hygiene

Global Nutrition Cluster • Lead agency : Unicef • Main task: to improve predictability, timeliness, and effectiveness of the comprehensive nutrition

response to humanitarian crises. • Main focus area:

a. Coordination/leadership actions; b. Capacity building; c. Emergency preparedness, assessment, monitoring and surveillance; d. Supply (Penyediaan sumber daya)

Fungsi Kepemimpinan • Dalam kondisi bencana, karena banyak orang yang bermain di dalamnya dan kondisi negara yang

kacau, tidak aneh bila komando dipegang oleh militer.

• Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana adalah suatu sistem penanganan darurat bencana yang digunakan oleh semua instansi/lembaga dengan mengintegrasikan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan dan anggaran.

• Dipimpin oleh seorang Komandan Tanggap Darurat Bencana dan dibantu oleh Staf Komando dan Staf Umum

• Menganut satu komando dengan mata rantai dan garis komando yang jelas untuk mengkoordinasikan seluruh instansi terkait dalam hal pengerahan sumber daya

Struktur Organisasi Komando Tanggap Darurat Bencana Tk. Kabupaten/Kota

Urgensi fungsi komunikasi: 1. Sebagai dasar penyediaan bantuan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat 2. Menyediakan kerangka monitoring dan evaluasi 3. Meningkatkan efisiensi, efektivitas serta keberlangsungan program kesehatan 4. Meningkatkan dukungan dari seluruh stakeholder; terkait dengan penyediaan kebutuhan pangan,

dapat meningkatkan akses pangan pada masyarakat sasaran Monitoring, evaluasi, pelaporan, dan rencana tindak lanjut

• Monitoring is an ongoing collection and review of information on project implementation, coverage and use.

• Evaluation is a step to measure project effects or an activity assessing the effectiveness of the project in attaining its intermediate and overall objectives.

• Evaluasi → Initial evaluation (evaluasi perencanaan), Mid-term evaluation (melihat apabila ada defect yang berjalan), Terminal evaluation (berlangsung di akhir, untuk perencanaan berikutnya).

• Data collection for monitoring and evaluation should be an integral part of all nutrition programs. • Monitoring and evaluation should be planned in initial phase and be designed as regular as well as

systematic actions. • Evaluation is a learning process involving continuous collection of information to monitor the

progress in achieving set goals and to suggest adaptations to the program, or closure. • Monitoring and evaluation involve analysis of:

1. Process indicators : melihat seberapa baik program berjalan, to see how well the program is functioning and adapt program emphasis and design over time

2. Impact indicators : melihat kebermanfaatan program, to evaluate the effect the program is having/ had on the population, and to summarize the efficacy of program

Sample of actions:

1. Monitoring and evaluation the functioning of a feeding center (process) • Monthly attendance/activities report • Proportions of the total number of children leaving the program during the reporting month for any

reason • Proporsi anak yang menerima treatment dan membaik status gizinya • Coverage of treatment for malnourished children, e.g. target: > 50% in rural populations and > 75%

in urban / camp populations • Mean length of stay on discharge (monthly or per 3 month), e.g. target: < 30 days for TFP and < 60

days for SFP • Food and ration quality through observation

2. Monitoring the effectiveness (impact) of the feeding program (run every 3-6 months) • Mortality rate among children under five in the community • Prevalence of severe malnutrition among children under five in the population

Menutup therapeutic feeding program • Kriteria: there is a local health structure that can cope with and treat existing and new cases of SAM. • Other criteria : 1. Supply makanan sudah baik dan mencukupi 2. Angka kematian rendah 3. Tidak ada wabah penyakit 4. The population is stable, and no population influx is expected.

Other indicators: • 75% of children who exit from an SFP should have “recovered”. • Coverage of targeted SFP should be >50% in rural areas and >70% in urban areas and >90% in camp

situations. Menutup supplementary feeding program

1. Targeted SFP dapat dihentikan apabila: • Ransum umum distribusinya sudah baik dan menutupi kebutuhan gizi • Prevalensi malnutrisi akut dibawah 10% dan tanpa faktor-faktor pemberat • Control measures for infectious diseases are effective. • Deterioration in nutritional situations is not anticipated; i.e. seasonal deterioration.

2. Blanket SFP • Maximum time limit is three months • The situation is expected to be improved (e.g. adequate general rations established, epidemics are

under control, and safe and sufficient water is present). • Criteria of closing:

a. GFD is adequate and is meeting planned minimum nutritional requirements b. Prevalence of acute malnutrition is below 15% without aggravating factors or prevalence of

acute malnutrition is below 10% with aggravating factors c. Disease control measures are effective

Instrument of M&E in Feeding Center a. Individual record card b. Ration card c. Referral slips (kartu rujukan) d. Tally sheet e. Monthly statistical report Instrument of M&E for Commodity Distribution a. Actual number of beneficiaries by sex and age group b. Breakdown of stock movement including:

• Commodity type • Opening stocks

• Receipts • Distributed quantities • Food returns • Food losses • Closing balances • Loss reasons.

Contoh Monitoring & Evaluasi

Exit strategy from feeding program

Self-reliance dan exit strategy

Sebelum dilakukan Exit Strategy, perlu dilakukan Post Disaster Need Assessment agar ketika bantuan ditarik kondisinya tidak kembali ke initial state atau bahkan menjadi lebih parah. • Post Disaster Need Assessment (PDNA)

Rangkaian kegiatan pengkajian dan penilaian akibat analisis dampak dan perkiraan kebutuhan yang menjadi dasar bagi penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi.

• Rencana Aksi Hyogo Konsesus bersama antara negara-negara penandatangan deklarasi untuk aksi pengurangan risiko bencana dalam pembangunan. Merupakan dasar ratifikasi sistem dan mekanisme penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia.

• Rehabilitasi Perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat.

• Rekonstruksi Upaya pembangunan kembali semua prasarana dan sarana kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintah maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat. (Further reading: Handout IKM tentang SIX BUILDING BLOCKS)

Ruang lingkup rehabilitasi dan rekonstruksi • Perbaikan lingkungan daerah bencana • Perbaikan prasarana dan sarana umum • Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat • Pemulihan sosial psikologis • Pelayanan kesehatan • Rekonsiliasi dan resolusi konflik • Pemulihan sosial ekonomi budaya • Pemulihan keamanan dan ketertiban • Pemulihan fungsi pemerintahan • Pemulihan fungsi pelayanan publik.

Fungsi ahli gizi dalam rehabilitasi dan rekonstruksi terkait sistem pangan, bagaimana supaya pasar tetap berjalan dan supply chain logistic tidak terhenti.

Pemulihan sosial psikologis • Bantuan konseling dan konsultasi • Pendampingan • Pelatihan • Kegiatan psikososial

Pelayanan Kesehatan • Perawatan lanjut korban bencana yang sakit dan mengalami luka • Penyediaan obat-obatan • Penyediaan peralatan kesehatan • Alokasi tenaga medis dan paramedis • Memfungsikan kembali sistem pelayanan kesehatan termasuk sistem rujukan.

Strategi kegiatan rehabilitasi: • Melibatkan dan memberdayakan masyarakat (apabila secara psikologis dan fisik mampu) • Memperhatikan karakter bencana, daerah dan budaya • Mendasarkan pada kondisi aktual di lapangan (tingkat kerugian/ kerusakan serta kendala medan). • Menjadikan kegiatan rehabilitasi sebagai gerakan dalam masyarakat dalam kelompok swadaya. • Menyalurkan bantuan pada saat, bentuk, dan besaran yang tepat sehingga dapat memicu gerakan

rehabilitasi

Alur Post Disaster Need Assessment

• Handover → menyerahkan bantuan untuk dikelola masyarakat disertai dengan pelatihan skills.

Contohnya mesin desalinasi dari Australia untuk bantuan bencana Tsunami Aceh diserahkan pada masyarakat setempat. Masyarakatnya dilatih terlebih dahulu untuk dapat mengoperasikan mesin tersebut.

• Termination → dihentikan begitu saja. Tidak bagus karena dampaknya bisa tidak sustainable. • Develop follow up project with new phase → membuat fase lanjutan dari bantuan dengan level

berikutnya • Project scaling up → dampak dari program diperluas. Contohnya Feeding Program di suatu

pengungsian memberikan outcome bagus, kemudian diterapkan di pengungsian lainnya. • Quick termination and safety procedure → apabila program bantuan yang dijalankan menimbulkan

kerugian maka bantuan harus cepat-cepat ditarik setelah melapor pada kepala kluster, namun tetap harus ada prosedur yang dilakukan.

Contoh Upaya Pemulihan dan Exit Strategy

Substansi Pembangunan Penggantian Penyediaan

Bantuan Pemulihan

Fungsi Pengurangan

Risiko

Perumahan/ Pemukiman

Pembangunan rumah tinggal sederhana

Penyediaan lokasi relokasi

Pelatihan keterampilan pembangun-an rumah

Fasilitasi pengelolaan air bersih dan sanitasi

Asistensi teknik pembangunan rumah

Sosial (Pendidikan)

Pembangunan kembali sekolah/ruang kelas

Penyediaan sekolah sementara/ darurat

Penyediaan bantuan peralatan sekolah dan biaya sekolah untuk siswa terdampak

Pemulihan fungsi melalui penyediaan guru pengganti

Penyusunan sosialisasi rencana kontingensi bidang pendidikan

Ensuring exit strategy for health sectors • Careful documentation of a strategic plan and targeted activities that follow a logical framework; • Clear training manuals and job descriptions; • Monitoring and evaluation of inputs, outputs, outcomes and eventual impacts; • Development and continual improvement of health information systems; • Training local health workers to take over the roles and responsibilities prior to the exit of the

international NGO.

Exit situation

Improved

Hand over project

Termination

Develop follow up project with

new phase

Project scaling up

DeteriorateQuick

termination and safety procedure

Contoh exit strategy yang baik di Banda Aceh

Resilience to disaster (Ketahanan terhadap bencana) Definition: the ability of social units to mitigate hazards, contain the effects of disasters, and carry out recovery activities in ways that minimize social disruption, while also mitigating the effects of future disasters → Kemampuan untuk mitigasi bahaya pasca bencana, bagaimana kita bisa menghadapi efek dari bencana, meminimalkan gangguan sosial yang mungkin timbul, serta mengantisipasi efek bencana dimasa mendatang. Intinya adalah preparedness atau kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Strategic goals: • Introduction of disaster risk reduction into planning for sustaining development at national and local

levels; • Development and strengthening of institutions, mechanisms and capacities to build resilience to

hazards; • Systematic incorporation of risk reduction approaches into the implementation of emergency

preparedness, response and recovery programs.

Activities: • Organizing a local response • Identifies resources • Conducts situational analyses • Hazard analysis • Maps vulnerabilities • Sets out a training plan • Develop prevention and mitigation plan • Develop SOPs for crisis response • Conduct post disaster analysis • Engage community

***

“No one is useless in this world who lightens the burdens of another.” – Charles Dickens