Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada Soto ...

10
Laporan Turun Lapangan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada Soto Daging di Kantin Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Disusun oleh Etika Rezkina 0906513825 Kelompok 4 PROGRAM STUDI GIZI FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, 2011 1

Transcript of Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada Soto ...

Laporan Turun Lapangan

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

pada Soto Daging

di Kantin Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Disusun oleh

Etika Rezkina

0906513825

Kelompok 4

PROGRAM STUDI GIZI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK, 2011

1

Daftar Isi

Halaman Judul 1

Daftar Isi 2

Pendahuluan 3

Tinjauan Pustaka 4

Tujuan HACCP 5

Prinsip HACCP 6

Pedoman Penerapan Sistem HACCP 7

Penerapan HACCP 8

Bahan dan Alat 13

Cara Pembuatan 14

Hasil Pengamatan 15

Pembahasan 17

Deskripsi Produk 18

Diagram Alir Produk 19

Analisis Bahaya 21

Penentuan CCP dan Koreksi 22

Penutup 25

Daftar Pustaka 27

2

Pendahuluan

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi secara

seimbang agar manusia dapat mempertahankan hidupnya. Tuntutan akan jaminan keamanan

pangan terus berkembang sesuai dengan persyaratan konsumen yang terus menerus

meningkat dan seirama dengan kenaikan kualitas hidup manusia. Hal ini menyebabkan

masalah keamanan pangan menjadi sangat vital bagi industri dan bisnis pangan. CAC (Codex

Alimentarius Commision) sebagai organisasi standardisasi pangan FAO (Food and

Agriculture Organization) dan WHO (World Health Organization) telah mengambil langkah

untuk memberikan pedoman dan mengadopsi sistem HACCP sebagai satu-satunya sistem

jaminan mutu dengan basis keamanan pangan, yang menjadi acuan bagi industri pangan di

seluruh dunia. Tren industri pangan dunia mewajibkan bahwa bisnis pangan perlu dan harus

menerapkan HACCP.

Jaminan mutu dan keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan persyaratan

konsumen. Hal ini membawa dampak perubahan mulai dari bisnis pangan tanpa adanya

pengawasan, lalu pengawasan pruduk akhir, hingga pengawasan proses produksi bagi

jaminan mutu secara total. Pada tahun-tahun terakhir, konsumen telah menyadari bahwa

mutu pangan khususnya keamanan pangan tidak dapat hanya dijamin dengan hasil uji produk

akhir dari laboratorium. Mereka berkeyakinan bahwa produk yang aman hanya didapat dari

bahan baku yang aman, ditangani dengan baik, diolah dan didistribusikan dengan baik,

sehingga menghasilkan produk akhir yang baik.

Soto daging bukanlah makanan yang asing di telinga kita. Makanan yang merupakan

variasi dari soto ayam ini, tidak sulit diperoleh dan mudah didapatkan dengan harga yang

relatif terjangkau. Dengan mudahnya diperoleh masyarakat dan harganya yang relatif

terjangkau, maka soto daging termasuk ke dalam makanan yang banyak dikonsumsi

masyarakat. Tentunya dengan banyaknya konsumsi masyarakat, penerapan HACCP yang

baik pada pengolahan soto daging menjadi sangat penting untuk menjamin keamanan pangan

bagi konsumen. Terlebih lagi untuk soto daging yang dijual di kantin Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia, sebaiknya juga mampu menerapkan standar HACCP yang baik untuk

menghindarkan mahasiswa yang mengonsumsinya, akan mengalami hal-hal yang tidak

diinginkan, seperti keracunan. Oleh karena itulah, observasi terkait HACCP pada makanan

soto daging yang dijual di kantin Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini perlu

dilakukan.

3

Tinjauan Pustaka

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu sistem jaminan mutu

yang mendasarkan kepada kesadaran atau penghayatan bahwa hazard atau bahaya dapat

timbul dari berbagai titik atau tahap produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan pengendalian

untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut. Kunci utama HACCP adalah antisipasi dari

bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan

daripada mengandalkan pengujian produk akhir.

Sistem HACCP haru dibangun di atas dasar yang kokoh untuk pelaksanaan dan

tertibnya GMP (Good Manufacturing Practices) serta penerapan SSOP (Standard Sanitation

Operating Procedure). Perbedaan GMP dan SSOP adalah GMP secara luas berfokus dan

berakibat pada banyak aspek, baik aspek operasi pelaksanaan tugas yang terjadi di dalam

pabriknya sendiri maupun operasi personel. Sedangkan SSOP merupakan prosedur atau tata

cara yang digunakan oleh industri untuk membantu mencapai tujuan atau sasaran keseluruhan

yang diharapkan GMP dalam memproduksi makanan yang bermutu tinggi dan aman.

SSOP yang berasal dari US FDA adalah sebagai berikut :

1. Pemeliharaan Umum : bangunan atau fasilitas fisik pabrik atau tempat

mengolah makanan haru dijaga dengan cara-cara perbaikan, pembersihan, dan sanitasi

yang memadai.

2. Bahan yang digunakan untuk pembersihan atau sanitasi, penyimpanan, dan

penyimpanan bahan toksik atau berbahaya harus dilakukan secara tertib.

3. Pengendalian hama : cara pengendalian hama yang efektif. Penggunaan

insektisida atau rodentisida yang diizinkan dan dilakukan dengan cara yang sangat

hati-hati agar tidak ada kontaminasi ke makanan atau lingkungan.

4. Sanitasi permukaan peralatan yang berkontak langsung dengan makanan harus

dalam keadaan bersih dan secara reguler dibersihkan dan disanitasi.

5. Penyimpanan dan penanganan peralatan harus disimpan di lokasi yang bebas

dari rekontaminasi ulang atau kontaminasi silang. Setiap pengolah makanan harus

dilengkapi dengan peralatan sanitasi yang meliputi sumber air, saluran air,

pembuangan sampah, fasilitas toilet, dan fasilitas cuci tangan.

6. Tempat pembuangan harus dilakukan secara tertutup rapat agar tidak

menghasilkan bau busuk yang dapat mengontaminasi udara dan kamar kerja.

Selain perlu memenuhi GNP dan SSOP yang baik, pengolah makanan juga perlu

menerapkan sistem HACCP. Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan keamanan

4

pangan yang zero-risk atau tanpa risiko, tetapi dirancang untuk meminimumkan risiko bahaya

keamanan pangan. Sistem HACCP juga dianggap sebagai alat manajemen yang digunakan

untuk memproteksi rantai pasokan pangan dan proses produksi terhadap kontaminasi bahaya-

bahaya mikrobiologis, kimia, dan fisik. Secara umum, dan sederhana, HACCP dapat

dijelaskan sebagai berikut : melihat proses produksi dari awal hingga akhir; menetapkan di

mana bahaya mungkin dapat timbul; menetapkan cara pengendalian dan melakukan

monitoring; menuliskan hal tersebut di atas dan melakukan rekaman kegiatan, serta

mengusahakan berjalan secara kontinu dan efektif.

Codex Alimentarius Commission menjabarkan sistem Hazard Analysis Critical

Control Point (HACCP) sebagai berikut :

- Suatu sistem yang memiliki landasan ilmiah dan yang secara sistematis

mengidentifikasi potensi-potensi bahaya tertentu serta cara-cara pengendaliannya

untuk menjamin keamanan pangan.

- Sebuah alat untuk memperkirakan potensi bahaya dan menentukan sistem

pengendalian yang berfokus pada pencegahan terjadinya bahaya dan bukannya sistem

yang semata-mata bergantung pada pengujian produk akhir.

- Sebuah sistem yang mampu mengakomodasi perubahan-perubahan seperti

perkembagan dalam rancangan alat, cara pengolahan atau perkembangan teknologi.

- Sebuah konsep yang dapat diterapkan pada seluruh rantai makanan dari

produksi primer hingga konsumsi akhir, dimana penerapannya dipandu oleh bukti-

bukti ilmiah tentang resiko terhadap kesehatan manusia.

Tujuan HACCP

Definisi istilah yang digunakan dalam penerapan HACCP terdapat pada ANNEX 1.

Dalam definisi ini beberapa konsep kunci harus ditegaskan, antara lain potensi bahaya

terhadap keamanan pangan (food safety hazard), analisis potensi bahaya (hazard analysis),

pengendalian yang sangat diperlukan untuk mencegahatau mengurangi resiko potensi

bahaya terhadap keamanan pangan atau menguranginya hingga batas yang dapat diterima

dan bagian-bagian dari rantai makanan.

Arti dari istilah-istilah tersebut beserta dampaknya (dalam hal kerja tim HACCP)

harus dibahas dengan hati-hati dan dipahami sebelum merencanakan suatu sistem HACCP

dalam suatu usaha dibidang pangan. Hal-hal tersebut juga harus dijadikan pegangan utama

pada seluruh tahapan pengembangan sistem HACCP hingga seluruh penerapan dan

5

verifikasinya. Pemahaman yang lebih baik terhadap konsep-konsep tersebut oleh para

anggota tim HACCP akan membantu proses penerimaan dengan akurasi yang lebih baik

tentang hal-hal yang harus menjadi peranan utama dalam sistem HACCP dalam usaha

pengolahan pangan mereka.

HACCP dari perkembangannya dan diakui dapat memenuhi beberapa tujuan

manajemen industri pangan untuk memberikan jaminan bahwa industri tersebut telah :

1. Memproduksi produk pangan yang aman setiap saat.

2. Memberikan bukti sistem produksi dan penanganan produk yang aman.

3. Memberikan rasa percaya diri pada produsen akan jaminan keamanannya.

4. Memberikan kepuasan pada pelanggan akan konformitasnya terhadap standar

nasional maupun internasional.

5. Memenuhi standar dan regulasi pemerintah.

6. Penggunaan sumbernya secara efektif dan efisien.

Prinsip HACCP

HACCP merupakan suatu sistem yang dilakukan untuk mengidentifikasi bahaya

tertentu dan tindakan pencegahan yang perlu dilakukan untuk pengendaliannya. Sistem ini

terdiri dari tujuh prinsip sebagai berikut :

Prinsip 1 : Mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dengan produksi pangan

pada semua tahapan, mulai dari usaha tani, penanganan, pengolahan di pabrik

dan distribusi, sampai kepada titik produk pangan dikonsumsi. Penilaian

kemungkinan terjadinya bahaya dan menentukan tindakan pencegahan untuk

pengendaliannya.

Prinsip 2 : Menentukan titik atau tahap prosedur operasional yang dapat dikendalikan

untuk menghilangkan bahaya atau mengurangi kemungkinan terjadi bahaya

tersebut (CCP = Critical Control Point). CCP berarti setiap tahapan di dalam

produksi pangan dan atau pabrik yang meliputi sejak bahan baku yang

diterima, dan atau diproduksi, panen, diangkut, formulasi, diolah, disimpan,

dan lain sebagainya.

Prinsip 3 : Menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa CCP

berada dalam kendali.

Prinsip 4 : Menetapkan sistem pemantauan atau pengendalian (monitoring) dari CCP

dengan cara pengujian atau pengamatan.

6

Prinsip 5 : Menetapkan tindakan perbaikan yang dilaksanakan jika hasil pengamatan

menunjukan bahwa CCP tertentu tidak terkendali.

Prinsip 6 : Menetapkan prosedur verifikasi yang mencakup pengujian tambahan dan

prosedur penyesuaian yang menyatakan bahwa sistem HACCP berjalan

efektif.

Prinsip 7 : Mengembangkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan pencatatan yang

tepat untuk prinsip-prinsip ini dan penerapannya.

Pedoman Penerapan Sistem HACCP

Sistem HACCP yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dan sistematika,

mengidentifikasi bahaya dan tindakan pengendaliannya untuk menjamin keamanan pangan.

HACCP adalah suatu piranti untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian

yang memfokuskan pada pencegahan daripada mengandalkan sebagian besar pengujian

produk akhir seperti yang sudah disebutkan di atas. Setiap sistem HACCP mengakomodasi

perubahan seperti kemajuan dalam rancangan peralatan, prosedur pengolahan atau

perkembangan teknologi.

HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer sampai pada

konsumsi akhir dan penerapannya harus dipedomani dengan bukti secara ilmiah terhadap

resiko kesehatan manusia. Selain meningkatkan keamanan pangan, penerapan HACCP dapat

memberikan ketentuan lain yang penting. Selanjutnya, penerapan sistem HACCP dapat

membantu inspeksi oleh lembaga yang berwenang dan memajukan perdagangan

internasional, melalui peningkatan kepercayaan keamanan pangan.

Sebelum menerapkan HACCP untuk setiap sektor rantai pangan, sektor tersebut harus

telah menerapkan Prinsip Umum Higiene Pangan dari Codex, Pedoman Praktis dari Codex

yang sesuai, serta peraturan keamanan pangan terkait, Tanggung jawab manajemen adalah

penting untuk menerapkan sistem HACCP yang efektif. Selama melaksanakan identifikasi

bahaya, penilaian dan pelaksanaan selanjutnya dalam merancang dan menerapkan sistem

HACCP, harus dipertimbangkan dampak dan bahan baku, bahan tambahan, cara pembuatan

pangan yang baik, peran proses pengolahan dalam mengendalikan bahaya, penggunaan yang

mungkin dari produk akhir, katagori konsumen yang berkepentingan dan bukti-bukti

epidemis yang berkaitan dengan keamanan pangan.

Maksud dari sistem HACCP adalah untuk memfokuskan pada Titik Kendali Kritis

(CCPs). Perancangan kembali operasi harus dipertimbangkan jika terdapat bahaya yang harus

dikendalikan, tetapi tidak ditemukan TKK (CCPs). HACCP harus diterapkan terpisah untuk

7

setiap operasi tertentu. TKK vang diidetitifikasi pada setiap contoh yang diberikan dalam

setiap Pedoman praktek Higiene dari Codex mungkin bukan satu-satunya yang diidentifikasi

untuk suatu penerapan yang spesifik atau mungkin berbeda jenisnya.

Penerapan HACCP harus ditinjau kembali dan dibuat perubahan yang diperlukan jika

dilakukan modifikasi dalam produk, proses atau tahapannya. Penerapan HACCP perlu

dilaksanakan secara fleksibel, dimana perubahan yang tepat disesuaikan dengan

memperhitungkan sifat dan ukuran dari operasi.

Penerapan HACCP

Dalam penerapan Hazard Analysis Critical Control Point, Codex Alimentarius

Commission menyebutkan bahwa :

- Penerapan HACCP yang berhasil memerlukan komitmen yang utuh dan

keterlibatan manajemen serta kerja keras.

- Hal tersebut memerlukan pendekatan multidisipliner, termasuk keahlian yang

sesuai di bidang agronomi, kesehatan veteriner, produksi, mikrobiologi, obat-obatan,

kesehatan masyarkat, teknologi pangan, kesehatan lingkungan, kimia dan rekayasa.

- Penerapan sistem HACCP sesuai dengan penerapan sistem management

kualitas seperti seri ISO 9000 dan merupakan sistem pilihan diantara sistem-sistem

pengelolaan keamanan pangan.

Tahap-tahap penerapan prinsip-prinsip HACCP pada industri pangan terdiri dari

tugas-tugas sebagai berikut.

1. Pembentukan Tim HACCP

Operasi pangan harus menjamin bahwa pengetahuan dan keahlian spesifik produk

tertentu tersedia untuk pengembangan rencana HACCP yang efektif. Secara optimal, hal

tersebut dapat dicapai dengan pembentukan sebuah tim dari berbagai disiplin ilmu. Apabila

beberapa keahlian tidak tersedia, diperlukan konsultan dari pihak luar. Adapun lingkup dari

program HACCP harus diidentifikasi. Lingkup tersebut harus menggambarkan segmen-

segmen mana saja dari rantai pangan tersebut yang terlibat dan penjenjangan secara umum

bahaya-bahaya yang dimaksudkan (yaitu meliputi semua jenjang bahaya atau hanya jenjang

tertentu).

2. Deskripsi Produk

Penjelasan lengkap dari produk harus dibuat termasuk informasi mengenai komposisi,

struktur fisika/kimia (termasuk Aw, pH, d1l.), perlakuan-perlakuan mikrosidal/statis (seperti

8

perlakuan pemanasan, pembekuan, penggaraman, pengasapan, dll.), pengemasan, kondisi

penyimpanan dan daya tahan serta metoda pendistribusiannya.

3. Identifikasi Rencana Penggunaan

Rencana penggunaan harus didasarkan pada kegunaan-kegunaan yang diharapkan dari

produk oleh pengguna produk atau konsumen. Dalam hal-hal tertentu, kelompokkelompok

populasi yang rentan, seperti yang menerima pangan dari institusi, mungkin perlu

dipertimbangkan.

4. Penyusunan Diagram Alir

Bagan alir harus disusun oleh tim HACCP. Dalam diagram alir harus memuat segala

tahapan dalam operasional produksi. Bila HACCP diterapkan pada suatu operasi tertentu,

maka harus dipertimbangkan tahapan sebelum dan sesudah operasi tersebut.

5. Konfirmasi Bagan Alir di Lapangan

Tim HACCP, sebagai penyusun bagan alir harus mengkonfirmasikan operasional

produksi dengan semua tahapan dan jam operasi serta bilamana perlu mengadakan perubahan

bagan alir.

6. Mencatat Semua Potensi Bahaya, Melakukan Analisa Bahaya dan Menentukan

Tindakan Pencegahan (Prinsip 1)

Tim HACCP harus membuat daftar bahaya yang mungkin terdapat pada tiap tahapan

dari produksi utama, pengolahan, manufaktur, dan distribusi hingga sampai pada titik

konsumen saat konsumsi. Tim HACCP harus mengadakan analisis bahaya untuk

mengidentifikasi program HACCP dimana bahaya yang terdapat secara alami, karena

sifatnya mutlak harus ditiadakan atau dikurangi hingga batas-batas yang dapat diterima,

sehingga produksi pangan tersebut dinyatakan aman.

Dalam mengadakan analisis bahaya, sebaiknya mencakup hal-hal sebagai berikut :

- Kemungkinan timbulnya bahaya dan pengaruh yang merugikan terbadap

kesehatan;

- Evaluasi secara kualitatif dan/atau kuantitatif dari keberadaan bahaya;

- Perkembangbiakan dan daya tahan hidup mikroorganisme-mikroorganisme

tertentu;

- Produksi terus menerus toksin-toksin pangan, unsur-unsur fisika dan kimia;

dun

- Kondisi-kondisi yang memacu keadaan di atas.

Tim HACCP harus mempertimbangkan tindakan pengendalian, jika ada yang dapat

dilakukan untuk setiap bahaya. Lebih jauh tindakan pengendalian disyaratkan untuk

9

mengendalikan bahaya-bahaya tertentu dan lebih, jauh satu bahaya dikendalikan oleh

tindakan pengawasan yang tertentu.

7. Penentuan TKK atau CCP (Prinsip 2)

Untuk mengendalikan bahaya yang sama mungkin terdapat lebih dari satu CCP pada

saat pengendalian dilakukan. Penentuan dari CCP pada sistem HACCP dapat dibantu dengan

menggunakan Pohon Keputusan, yang menyatakan pendekatan pemikiran yang logis (masuk

akal). Penerapan dari pohon keputusan harus fleksibel, tergantung apakah operasi tersebut

produksi, penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, distribusi atau lainnya. Pohon

keputusan ini mungkin tidak dapat diterapkan pada setiap CCP. Contoh-contoh pohon

keputusan mungkin tidak dapat diterapkan pada setiap situasi.

Pendekatan-pendekatan lain dapat digunakan. Dianjurkan untuk mengadakan

pelatihan dalam penggunaan pohon keputusan. Jika suatu bahaya telah teridentifikasi pada

suatu tahap dimana pengendalian penting untuk keamanan, dan tanpa tindakan pengendalian

pada tahap tersebut, atau langkah lainnya, maka produk atau proses harus dimodifikasi pada

tahap tersebut, atau pada tahap sebelum atau sesudahnya untuk memasukkan suatu tindakan

pengendalian.

8. Penentuan Batas-batas Kritis (Critical Limits) pada setiap CCP (Prinsip 3)

Batas-batas limit harus ditetapkan secara spesifik dan divalidasi apabila mungkin

untuk setiap CCP. Dalam beberapa kasus lebih dari satu batas kritis akan diuraikan pada

suatu tahap khusus. Kriteria yang sering digunakan mencakup pengukuran-pengukuran

terhadap suhu, waktu, tingkat kelembaban, pH, Aw, keberadaan chlorine, dan parameter-

parameter sensori seperti kenampakan visual dan tekstur.

Batas kritis harus ditentukan untuk setiap PTK. Dalam beberapa kasus, kriteria

pengukuran batas kritis meliputi suhu, waktu, tingkat kelernbaban, pH, Aw dan ketersediaan

chlorine, dan parameter yang berhubungan dengan panca indra (penampakan dan tekstur).

9. Penyusunan Sistem Permantuan untuk Setiap CCP (Prinsip 4)

Pemantauan merupakan pengukuran atau pengamatan terjadwal dari CCP yang

dibandingkan terhadap batas kritisnya. Prosedur pemantauan harus dapat menemukan

kehilangan kendali pada CCP. Selanjutnya pemantauan sebaiknya secara ideal memberi

informasi yang tepat waktu untuk mengadakan penyesuaian untuk memastikan pengendalian

proses untuk mencegah pelanggaran dari batas kritis. Penyesuaian proses harus dilaksanakan

pada saat hasil pemantauan menunjukkan kecenderungan kearah kehilangan kendali pada

suatu CCP. Penyesuaian sebaiknya juga dilaksanakan sebelum terjadi penyimpangan.

10