FenomenaPerilakuCalonAnggotaLegislatifMenjelangPemilu
-
Upload
universitasjenderalsoedirman -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of FenomenaPerilakuCalonAnggotaLegislatifMenjelangPemilu
ANALISIS PERUBAHAN BUDAYA POLITIK
MASYARAKAT INDONESIA
“FenomenaPerilakuCalonAnggotaLegislatifMenjelangPemilu”
Disusunoleh:EndahPermatasari
(F1D013001)
KementerianPendidikan Dan KebudayaanNasional
UniversitasJenderalSoedirman
FakultasIlmuSosial Dan IlmuPolitik
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
PURWOKERTO
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pesta demokrasi Indonesia pada tanggal 9 April
2014 telah kita lewati, banyak para aktor politik
melakukan kampanye besar-besaran. Hal itu dilakukan
demi keterpilihan mereka menjadi wakil rakyat.Pesta
demokrasi ini merupakan ajang pemilihan wakil rakyat
secara langsung dipilih oleh rakyat yang sering disebut
pemilihan umum (pemilu).
Pemilu di Indonesia pertama kali dilaksanakan pada
tahun 1955, 10 tahun setelah kemerdekaan 1945 dengan
jumlah perserta 29 dari partai politik. Dalam pemilu
pertama ini, masyarakat memilih angota-anggota DPR dan
Konstituante.Konstituante adalah lembaga yang
ditugaskan membentuk Undang-Undang Dasar menggantikan
Undang-Undang Sementara 1950.Pemilu 1955 ini dilakukan
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
dua periode.Periode pertama tanggal 29 Sepetember 1955,
masyarakat memilih anggota DPR.Kemudian periode kedua
pada 15 Desember 1955, masyarakat memilih anggota
Konstituante.Kurang dari 80 partai politik, organiasasi
masa dan puluhan orang mencalonkan diri.Maret 1956
barulah terbentuk parlemen dengan anggota sebanyak 272
orang. Semua anggota terbentuk dari berbagai fraksi
partai politik, oraganisasi masa dan perkumpulan
politik. Sedangkan anggota Kontuante berjumlah 524
orang.
Pemilu kedua dilakukan pada tahun 1971 yang
diikuti oleh 10 partai politik yang berasal dari
beragam aliran politik.Yang menarik dari pemilu ini
adalah ketentuan yang mengaharuskan semua pejabat
Negara bersikap neteral.Namun pada kenyataannya, para
pejabat Negara berpihak ke salah satu perserta pemilu
yaitu Golongan Karya.Hal ini menumbuh kembangkannya
rekaysa politik pada jaman orba.Sehingga pemenang
pemilu didominasi oleh Golongan Karya.
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
Pemilu selanjutnya pada tahun 1977, 1982, 1992,
dan 1997 yang diselenggarakan oleh rezim Suharto. Lima
pemilu itu berlangsung serangam dan diikuti 3 partai
yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai
Demokrasi Indonesia (PDI), dan Golongan Karya (Golkar).
Pada akhirnya tetap saja pemenang pemilu tahun 1977,
1982, 1992, dan 1997 adalah partai Golkar.
Tahun 1999 merupaka tonggak baru demoktasi
Indonesia.Penguasaan Orde Baru Suharto mundur dari
kekuasaanya.Ratusan partai politik terbentuk dan
mendaftarkan diri sebagai peserta pemilu.Komisi
Pemilihan Umum melakukan seleksi dan meloloskan 48
partai politik.Golkar yang semula bukan partai di tahun
ini berubah menjadi partai politik.
Pemilu 2004 menjadi catatan sangat penting dalam
sejarah pemilu di Indonesia.Pada tahun ini untuk
pertama kali rakyat Indonesia memilih langsung wakilnya
di parlemen dan pasangan presiden dan wakil
presiden.Sebelumnya, presiden dan wakil presiden
dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.Oleh karena
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
itu pelaksanaan pemilu dibagi menjadi dua yaitu pemilu
legislatif dan pemilu presiden.
Pemilu Legislatif 2009 digelar pada 9 April 2009
dan diikuti 38 partai politik.Ribuan calon anggota
legislatif memperebutkan 560 kursi DPR, 132 kursi DPD,
dan banyak kursi di DPRD tingkat provinsi dan
kabupaten/kota.Untuk pertama kalinya, sistem sistem
proporsional terbuka diterapkan pada Pileg 2009.Melalui
sistem ini, pemilih tak lagi memilih partai politik,
melainkan caleg.Penetapan calon terpilih pada suatu
daerah pemilihan dilakukan berdasarkan perolehan suara
terbanyak, bukan nomor urut.
Dinamika yang terjadi pada pemilu dikarekankan
pelaksanaan sistemnya.Sistem pemilihan umum adalah
merupakan salah satu instrumen kelembagaan penting di
dalam negara demokrasi. Demokrasi itu di tandai dengan
3 (tiga) syarat yakni: adanya kompetisi di dalam
memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan, adanya
partisipasi masyarakat, adanya jaminan hak-hak sipil
dan politik. Untuk memenuhi persyaratan tersebut
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
diadakanlah sistem pemilihan umum, dengan sistem ini
kompetisi, partisipasi, dan jaminan hak-hak politik
bisa terpenuhi dan dapat dilihat. Secara sederhana
sistem politik berarti instrumen untuk menerjemahkan
perolehan suara di dalam pemilu ke dalam kursi-kursi
yang di menangkan oleh partai atau calon.
Para calon legislatif dalam usahanya memenangkan
kursi-kursi legislatif melakukan segala cara. Sehingga
kecurangan dalam pemilu itu dianggap lumrah atau wajar.
Hal ini menyalahi peraturan Undang-undang Nomor 8 tahun
2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan
Perakilan Rakyat Daerah (DPRD). Selain itu, banyak juga
yang melakukan pelanggaran kode etik pemilu serta
perilaku yang kurang rasional yang dilakukan oleh para
calon legislatif (caleg) ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah sistem pemilihan umum (pemilu) di
Indonesia?
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
2. Apakah Pemilu sudah berjalan sesuai dengan
demokrasi yang telah diterapkan?
3. Bagaimana mekanisme pemilu di Indonesia?
4. Apa permasalahan yang menyelemuti pemilu?
5. Apakah perilaku para calon legislatif sudah
sesuai dengan peraturan pemilu?
C. Metode Pengambilan Data
Metode yang digunakan penulis dalam pengumpulan
data adalah dengan studi pustaka, yaitu dengan browsing
di website dan membaca artikel-artikel di koran dan
majalah.Kemudian penulis juga melakukan observasi
lapangan dan wawancara dalam pengambilan data untuk
dijadikan sebuah tulisan.
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
Pembahasan
A. Sistem Pemilu
Sistem Pemilihan Umum merupakan metode yang
mengatur serta memungkinkan warga negara memilih atau
mencoblos para wakil rakyat diantara mereka
sendiri.Metode berhubungan erat dengan aturan dan
prosedur merubah atau mentransformasi suara ke kursi di
parlemen. Mereka sendiri maksudnya adalah yang memilih
ataupun yang hendak dipilih juga merupakan bagian dari
sebuah entitas yang sama.
Terdapat bagian-bagian atau komponen-komponen yang
merupakan sistem itu sendiri dalam melaksanakan
pemilihan umum diantaranya:
Sistem hak pilih
Sistem pembagian daerah pemilihan.
Sistem pemilihan
Sistem pencalonan.
Bidang ilmu politik mengenal beberapa sistem
pemilihan umum yang berbeda-beda dan memiliki cirikhas
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
masing-masing akan tetapi, pada umumnya berpegang pada
dua prinsip pokok, yaitu:
a. Sistem Pemilihan Mekanis
Pada sistem ini, rakyat dianggap sebagai suatu
massa individu-individu yang sama. Individu-
individu inilah sebagai pengendali hak pilih
masing-masing dalam mengeluarkan satu suara di
tiap pemilihan umum untuk satu lembaga perwakilan.
b. Sistem pemilihan Organis
Pada sistem ini, rakyat dianggap sebagai
sekelompok individu yang hidup bersama-sama dalam
beraneka ragam persekutuan hidup. Jadi persekuuan-
persekutuan inilah yang diutamakan menjadi
pengendali hak pilih.
Sistem pemilihan umum merupakan salah satu
instrumen kelembagaan penting di dalam negara
demokrasi. Demokrasi itu di tandai dengan 3 (tiga)
syarat yakni: adanya kompetisi di dalam memperebutkan
dan mempertahankan kekuasaan, adanya partisipasi
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
masyarakat, adanya jaminan hak-hak sipil dan politik.
Untuk memenuhi persyaratan tersebut diadakanlah
sistem pemilihan umum, dengan sistem ini kompetisi,
partisipasi, dan jaminan hak-hak politik bisa terpenuhi
dan dapat dilihat. Secara sederhana sistem politik
berarti instrumen untuk menerjemahkan perolehan suara
di dalam pemilu ke dalam kursi-kursi yang di menangkan
oleh partai atau calon. Sistem pemilu di bagi menjadi
dua kelompok yakni :
1. Sistem distrik (satu daerah pemilihan memilih
satu wakil)
Sistem distrik satu wilayah kecil memilih satu
wakil tunggal atas dasar suara terbanyak, sistem
distrik memiliki variasi, yakni :
a) first past the post: sistem yang menggunakan single
memberdistrict dan pemilihan yang berpusat pada
calon, pemenagnya adalah calon yang memiliki suara
terbanyak.
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
b) the two round system: sistem ini menggunakan putaran
kedua sebagai landasan untuk menentukan pemenang
pemilu. hal ini dilakukan untuk menghasilkan
pemenang yang memperoleh suara mayoritas.
c) the alternative vote: sama seperti first past the post
bedanya para pemilih diberi otoritas untuk
menentukan preverensinya melalui penentuan ranking
terhadap calon-calon yang ada.
d) block vote: para pemilih memiliki kebebasan untuk
memilih calon-calon yang terdapat dalam daftar
calon tanpa melihat afiliasi partai dari calon-
calon yang ada.
2. Sistem proporsional (satu daerah pemilihan memilih
beberapa wakil)
Sistem ini satu wilayah besar memilih beberapa
wakil.Prinsip utama didalam sistem ini adalah adanya
pemindahan pencapaian suara didalam pemilu oleh peserta
pemilu ke dalam alokasi kursi di lembaga perwakilan
secara proporsional, sistem ini menggunakan sistem
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
multimember districts.ada dua macam sitem di dalam
sitem proporsional, yakni:
a) list proportional representation: partai-partai peserta
pemilu menunjukan daftar calon yang diajukan, para
pemilih cukup memilih partai. Alokasi kursi partai
didasarkan pada daftar urut yang sudah ada.
b) the single transferable vote: para pemilih di beri
otoritas untuk menentukan preferensinya.
Pemenangnya didasarkan atas penggunaan kuota.
Perbedaan pokok antara sistem distrik dan
proporsional adalah bahwa cara menghitung perolehan
suara dapat menghasilkan perbedaan dalam komposisi
perwakilan dalam parlemen bagi masing-masing partai
politik.
Pemilu dianggap sebagai bentuk paling riil dari
demokrasi serta wujud paling konkret
keiktsertaan(partisipasi) rakyat dalam penyelenggaraan
negara.Oleh sebab itu, sistem & penyelenggaraan pemilu
hampir selalu menjadi pusat perhatian utama karena
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
melalui penataan, sistem & kualitas penyelenggaraan
pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan
pemerintahan demokratis.
Pemilu sangatlah penting bagi sebuah negara,
dikarenakan:
Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan
rakyat.
Pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik
untuk memperoleh legitimasi.
Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk
berpartisipasi dalam proses politik.
Pemilu merupakan sarana untuk melakukan
penggantian pemimpin secara konstitusional.
Adapun asas-asas Pemilu yaitu:
1. Langsung
Langsung, berarti masyarakat sebagai pemilih
memiliki hak untuk memilih secara langsung dalam
pemilihan umum sesuai dengan keinginan diri
sendiri tanpa ada perantara.
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
2. Umum
Umum, berarti pemilihan umum berlaku untuk seluruh
warga negara yg memenuhi persyaratan, tanpa
membeda-bedakan agama, suku, ras, jenis kelamin,
golongan, pekerjaan, kedaerahan, dan status
sosial yang lain.
3. Bebas
Bebas, berarti seluruh warga negara yang memenuhi
persyaratan sebagai pemilih pada pemilihan umum,
bebas menentukan siapa saja yang akan dicoblos
untuk membawa aspirasinya tanpa ada tekanan dan
paksaan dari siapa pun.
4. Rahasia
Rahasia, berarti dalam menentukan pilihannya,
pemilih dijamin kerahasiaan pilihannya. Pemilih
memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak
dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa pun
suaranya diberikan.
5. Jujur
Jujur, berarti semua pihak yang terkait dengan
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
pemilu harus bertindak dan juga bersikap jujur
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
6. Adil
Adil, berarti dalam pelaksanaan pemilu, setiap
pemilih dan peserta pemilihan umum mendapat
perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan
pihak mana pun.
Sistem Pemilu di Indonesia
Indonesia sudah menyelenggarakan sepuluh kali
pemilihan umum sejak kemerdekaan Indonesia hingga tahun
2009. Sistem pemilihan umum yang dianut oleh Indonesia
dari tahun 1945-2009 adalah sistem pemilihan
proporsional, adanya usulan sistem pemilihan umum
distrik di Indonesia yang sempat diajukan, ternyata di
tolak. Pemilu-pemilu paska Soeharto tetap menggunakan
sistem proporsional dengan alasan bahwa sistem ini
dianggap sebagai sistem yang lebih pas untuk
Indonesia.Hal ini berkaitan dengan tingkat kemajemukan
masyarakat di Indonesia yang cukup besar. Terdapat
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
kekhawatiran ketika sistem distrik di pakai akan banyak
kelompok-kelompok yang tidak terwakili khususnya
kelompok kecil. Disamping itu sistem pemilu merupakan
bagian dari apa yang terdapat dalam Undang-Undang
Pemilu 1999 yang di putuskan oleh para wakil yang duduk
di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Para wakil tersebut
berpandangan bahwa sistem proporsional itu lebih
menguntungkan dari pada sistem distrik. Sistem
proporsional tetap dipilih menjadi sistem pemilihan
umum di Indonesia bisa jadi sistem ini yang akan terus
dipakai. Hal ini, tidak lepas dari realitas yang
pernah terjadi di negara-negara lain bahwa mengubah
sistem pemilu itu merupakan sesuatu yang sangat sulit
perubahan itu dapat memungkinkan jika terdapat
perubahan politik yang radikal. Di Indonesia sendiri
sistem proporsional telah mengalami perubahan-perubahan
yakni dari perubahan proporsional tertutup menjadi
sistem proporsional semi daftar terbuka dan sistem
proporsional daftar terbuka.
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
Pasca pemerintahan Soeharto 1999, 2004, dan 2009
terdapat perubahan terhadap sistem pemilu di Indonesia
yakni terjadinya modifikasi sistem proporsional di
Indonesia, dari proporsional tertutup menjadi
proporsional semi daftar terbuka. Dilihat dari daerah
pemilihan terdapat perubahan antara pemilu 1999 dengan
masa orde baru. pada orde baru yang menjadi daerah
pilihan adalah provinsi, alokasi kursinya murni di
dasarkan pada perolehan suara di dalam satu provinsi,
sedangkan di tahun 1999 provinsi masih sebagai daerah
pilihan namun sudah menjadi pertimbangan kabupaten/kota
dan alokasi kursi dari partai peserta pemilu didasarkan
pada perolehan suara yang ada di masing-masing provinsi
tetapi mulai mempertimbangkan perolehan calon dari
masing-masing kabupaten/kota. Pada pemilu 2004 daerah
pemilihan tidak lagi provinsi melainkan daerah yang
lebih kecil lagi meskipun ada juga daerah pemilihan
yang mencangkup satu provinsi seperti Riau, Jambi,
Bengkulu, Bangka Belitung, kepulauan Riau, Yogyakarta,
Bali, NTB, semua provinsi di Kalimantan, Sulawesi
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
Utara dan Tenggara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara,
Papua dan Irian Jaya Barat. Setiap daerah pilihan
mendapat jatah antara 3-12 kursi.Pada pemilu 2009
besaran daerah pemilihan untuk DPR diperkecil antara 3-
10. Perbedaan lain berkaitan dengan pilihan terhadap
kontestan. pada pemilu 1999 dan orde baru para pemilih
cukup memilih tanda gambar kontestan pemilu. pada tahun
2004 para pemilih boleh mencoblos tanda gambar
kontestan pemilu dan juga mencoblos calonnya. Hal ini
dimaksudkan agar pemilih dapat mengenal dan menetukan
siapa yang menjadi wakil di DPR dan memberikan
kesempatan pada calon yang tidak berda di nomor atas
untuk terpilih asalkan memenuhi jumlah bilangan
pembagi pemilih (BPP), dikatakan perubahan proporsional
ini semi daftar terbuka karena penentuan siapa yang
akan mewakili partai didalam perolehan kursi di Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah(DPR/D) tidak didasarkan para
perolehan suara tebanyak melainkan tetap berdasarkan
nomor urut, kalupun di luar nomer urut harus memiliki
suara yang mencukupi BPP.
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
Sistem proporsional semi daftar terbuka sendiri
pada dasarny merupakan hasil sebuah kompromi.dalam
pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) mengenai hasil
pemilu pada 2002, PDIP, GOLKAR, PPP terang-terangan
menolak sistem daftar terbuka, dikarenakan penetuan
caleg merupakan hak partai peserta pemilu. Jika
diberlakukannya sistem daftar terbuka akan mengurangi
otoritas partai di dalam menyeleksi caleg mana saja
yang di pandang lebih pas duduk di DPR/D. Namun, tiga
partai itu akhirnya menyetujui perubahan hanya saja
perubahannya tidak terbuka secara bebas melainkan
setengah terbuka. Perubahan desain kelembagaan seperti
itu, pada kenyataannya tidak membawa perubahan yang
berarti.Beberapa penyebabnya diantara lain yaitu, pada
kenyataannya para pemilih tetap lebih suka memilih
tanda gambar dari pada menggabungkannya dengan memilih
calon yang ada di dalam daftar pemilih karena lebih
mudah. Selain itu, dilihat dari tingkat keterwakilan
masih mengandung masalah.Permasalahan ini, khususnya
berkaitan dengan perbandingan jumlah suara dengan
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
jumlah alokasi kursi di DPR/D kepada partai-
partai.Disisi lain juga, nilai BPP antara daerah
pemilihan yang satu dengan daerah pemilihan yang lain
memiliki perbedaa sistem. Hal ini, terkait dua hal
yakni pertama terdapat upaya untuk mengakomodasi
gagasan adanaya keterwakilan yang berimbang antara Jawa
dan luar Jawa, kedua secara kelembagaan terdapat
keputusan bahwa satu daerah pemilihan mininal memiliki
3 kursi.Implikasinya adalah terdapatnya daerah pemilih
bahwa BPP nya berada di bawah rata-rata BPP nasional
tetapi ada juga yang berada dia atas BPP nasional.
Sistem pemilu yang sudah dimodifikasi dan
mengalami sedikit perbaikan itu masih tidak terlepas
dari kekurangan,hal ini menyebakakn adanya usulan untuk
melakukan modifikasi sistem proporsional lanjutan.Pada
pemilu 2004 sudah dipakai sistem daftar setengah
terbuka, untuk pemilu-pemilu selanjutnya usulan
digunakannya sistem daftar terbuka.Pada sistem ini
digunakan nomor urut didalam daftar calon tidak lagi
dijadikan ukuran untuk menjadikan calon mana yang
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
mewakili partai di dalam perolehan kursi sekitarnya
tidak ada calon yang memenuhi BPP yang di jadikan
ukuranya adalah calon yag memperoleh suara terbanyak.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) termasuk yang
pernah mengusulkan sistem demikian sebagaimana
dijelaskan oleh Andi Malarangen saat menjabat juru
bicara kepresidenan, menyatakan bahwasistem ini baik
untuk partai karena semua calon akan berkerja keras
untuk partainya. rakyat juga mendapatkan pilihan yang
jelas. Sebab, siapa yang paling banyak mendapat sura
akan masuk ke parlemen tanpa memakai nomer urut yang
keriterianya tidak sering jelas dan menjadi sumber
politik uang. Kemudian sistem ini juga, mendapat
dukungan dari Partai Amanat Nasional (PAN) akan tetapi
PDIP menolak, sebagimana dikemukakan oleh Tjahjo
Kumolo, dengan menghapuskan nomer urut itu justru
membuka peluang money politics dan dianggap
mendeligitimasi keberadaan partai, demikian juga Jusuf
Kalla perwakilan dari GOLKAR menurutnya sistem terbuka
tanpa nomer urut dapat dilakukan secara teoritis tapi
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
sulit praktiknya.perdebatan smacam itu telah
diselesaikan di dalam UU pemilu No 10 tahun 2008. UU
ini merupakan aturan dasar untuk pemilu 2009 di dalam
UU ini memang disebutkan bahwa pada pemilu 1999
Indonesia menganut sistem daftar terbuka. Tetapi,
kenyataanya Indonesia masih menganut sistem semi daftar
terbuka.Hal ini, tidak terlepas dari aturan bahwa calon
yang memperoleh suara terbanyak di dalam suatu partai
tidak otomatis terpilih menjadi wakil. tapi yang
membedakan dengan pemilu 2004 adalah bahwa didalam
pemilu 2009 yang memperoleh suara minimal 30% dari BPP
memiliki kesempatan mewakili partai didalam perolehan
porsi meskipun tidak berada di nomor urutnya. Disamping
itu, pemilu 2009 juga memperkuat tuntutan pemberian
kepada perempuan semua partai wajib menyertakan calon
perempuan sebanyak 30%, atau 1 dari setiap 3 calon
harus perempuan. Tetapi aturan wajib ini tidak disertai
sanksi yang jelas dan tegas manakala ada partai-partai
yang melanggarnya.
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
Keputusan sebagaimana yang terdapat dalam UU no
10 tahun 2008 mengalami perubahan setelah hampir
setahun, kemudian Mahkama Konstusional (MK) mengabulkan
tentang suara terbanyak sebagai patokan untuk
mengalokasikan kursi kepada partai-partai yang
memperoleh kursi. Keputusan ini, menjadikan sistem
pemilu di Indonesia benar-benar masuk kedalam kategori
sistem proporsional daftar terbuka. Calon yang
memperoleh suara terbanyak yang akan lolos menjadi
anggota DPR/D dari partai yang memperoleh alokasi
kursi. Akibat dari perubahan-perubahan itu,pemilu 2009
dan bisa jadi pemilu-pemilu selanjutnya memiliki
konsekuensi-konsekuensi tersendiri. pertama, kompetisi
partai semakin kuat seiring diberlakukannya parliementary
thresholdparliementary threshold adalah dimungkinkannya sistem
multipartai sederhana didalam pemerintahan di tingkat
pusat, multipartai didalam pemerintahan daerah
danpemilu. Hasil pemilu 2009 menunjukan 9 partai yang
mendapat kursi di DPR karena lolos parliementary threshold
dan tidak sedikit juga partai-partai yang tidak
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
memiliki kursi di DPR tetapi mendapat kursi di DPRD.
Hal ini, dikarenakan ketentuan PT hanya berlaku untuk
DPR bukan untuk DPRD.Realitas ini memperkuat pandangan
bahwa aturan main didalam sistem pemilu itu mewakili
implikasi yang cukup besar pada alokasi kursi atau
perwakilan dan kekuatan-kekuatan politik yang ada.dan
pengecilan besaran Daftar pilih untuk pemilu anggota
DPR. Kedua, kompitisi internal partai semakin tinggi.
Kompitisi akhir ini mencangkup kompitisi antarcalon
didalam setiap daerah pemilihan (dapil) dan antara
calon laki-laki dan perempuan. Kompetisi ini menjadi
sangat tinggi setelah pengalokasian kursi menggunakan
mekanisme (suara terbanyak). Kompetisi antar partai dan
antarcalon internal partai itu lebih mengemuka lagi
karena kurun waktu kampanye berlangsung lebih lama,
setelah ditetapkannya partai peserta pemilu partai dan
calon bisa langsung melaksanakan kampanye dialogis, dan
sebagai konsekuensi di berlakukannya
B. Perjalanan demokrasi pemilu di Indonesia dari
masa ke masa
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
Sejarah demokrasi pemilu di Indonesia dapat
menambah wawasan dan pengetahuan sekitar perguliran
sistem demokrasi.Indonesia termasuk dari salah satu
negara yang menganut demokrasi sebagai sistem
pemerintahannya.Dengan sejarah beberapa negara besar
yang berjaya dengan demokrasi, elit politik serta
pendahulu bangsa yang menggagas sistem pemerintahan
cenderung untuk menentukan bahwa demokrasi sesuai
dengan karakter bangsa Indonesia yang toleran.
Namun dalam perjalanannya demokrasi pemilu di
tanah air mengalami beberapa kali perubahan.Perubahan
dalam pelaksanaan pemilu memang hal yang wajar.Dengan
berbagai perubahan sistem demokrasi pemilu di
Indonesia, rakyat berharap bahwa dengan perubahan
tersebut dapat ditemukan bentuk ideal dari sistem
pemilu di tanah air.Aspirasi rakyat seakan tersapu
angin ketika sampai pada tataran elit penguasa.Banyak
kebijakan yang mengatasnamakan rakyat namun sejatinya
memihak pada kepentingan individu dan golongan.Kita
mengetahui bagaimana nasib rakyat kecil di era yang
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
semakin ganas ini.Penguasa tidak melirik kepentingan
rakyat lagi, adapun hanya sebagian dari penguasa atau
pihak pemerintah yang masih jujur dan bernurani bersih.
Asalkan bentuk demokrasi pemilu yang dapat
berjalan tanpa manipulasi dan hal-hal lain yang curang
maka dapat dikatakan kita semakin dengan pilihan
rakyat.Tapi yang perlu diingat oleh kita bahwa biaya
pemilu untuk berbagai pemilu langsung setiap daerah
menghabiskan anggaran pemerintah.
Dari Pemilu 1999, ke Pemilu 2004 lalu Pemilu 2009,
tampak kualitas proses maupun hasilnya menurun. Pilkada
2005-2008 malah menempatkan pemilih sebagai obyek
politik uang. Namun jalan demokrasi sudah dipilih,
sehingga lebih realistis untuk terus memperbaiki proses
penyelenggaraan pemilu daripada menggantikankan pemilu
dengan mekanisme lain. Berikut ini paparan mengenai
dinamika pemilu di Indonesia.
Pemilu 1955: Pengalaman Pertama Paling Berharga
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
Para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia
tidak mencantumkan kata “pemilu” dalam naskah asli UUD
1945. Namun itu bukan berarti mereka tidak menghendaki
pemilu dalam proses penyelenggaraan negara. BPKNIP yang
difungsikan sebagai parlemen pun menetapkan undang-
undang pemilu sebagai agenda utama.Tetapi suasana
revoluasi dan gonta-ganti kabinet membuat pemilu baru
terlaksana 10 tahun setelah kemerdekaan. Inilah pemilu
pertama yang syarat nilai: keragaman, kejujuran,
kesederhanaan, dan kedamaian. Pemilu 1955 adalah pemilu
pertama sekaligus terbaik, yang terus menjadi contoh
penyelenggaraan pemilu-pemilu berikutnya.
Pemilu Orde Baru: Represi dan Manipulasi Demi Golkar
Sebagai antitesis Orde Lama, pada awalnya rezim
Orde Baru menawarkan ruang demokrasi.Menjelang Pemilu
1971, mereka mau menukar sistem pemilu mayoritarian
yang diinginkannya dan mempertahankan sistem pemilu
proporsional yang dituntut partai politik, dengan
imbalan kursi gratis militer di parlemen.Sejurus
kemudian kehidupan politik diredam.Orde Baru mereduksi
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
partai politik hanya jadi dua, yaitu PPP dan PDI, plus
Golkar, lalu melarang partai beroperasi sampai desa,
dan memaksa PNS memilih Golkar.Pemilu berikutnya hanya
bertujuan memenangkan Golkar, karena pada golongan
kuning inilah legitimasi semu rezim Orde Baru
disandarkan.
Pemilu 1999: Antusiasme Menyambut Demokrasi
Tumbangnya Orde Baru membuat rakyat antusias
memasuki alam demokrasi.Pemilu 1999 yang dipersiapkan
tidak lebih dari satu tahun berjalan aman dan
tertib.Kekhawatiran akan terjadinya konflik besar,
tidak terbukti. Rakyat sudah memahami apa yang harus
dilakukan dalam berdemokrasi. Mereka menghukum penguasa
yang dinilai buruk, sekaligus memilih mereka yang
dianggap baik dan memberi harapan.Golkar pun terpuruk
dan PDIP menang. Tindakan Presiden Habibie yang
mengambil alih urusan pemilu setelah KPU tidak bersedia
mengesahkan hasil pemilu mendapat sokongan rakyat
sehingga hasil Pemilu 1999 tetap memiliki legitimasi
tinggi.
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
Pemilu 2004: Terbesar dan Terkompleks di Dunia
Perubahan Ketiga UUD 1945 oleh SU-MPR 2002
mengharuskan adanya pemilihan langsung presiden dan
wakil presiden, serta pemilihan anggota DPR dari setiap
provinsi. Pemilu presiden membuat penyelenggaraan
pemilu Indonesia semakin besar volumenya; sementara
pemilihan anggota DPD di setiap provinsi bersamaan
dengan pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD
kabupaten/kota, membuat pemilu Pemilu 2004 menjadi
sangat kompleks. Pemilu 2004 berjalan sukses, namun
berakhir tragis: beberapa anggota KPU harus masuk
penjara karena terlibat korupsi.
Pilkada 2005-2008: Politik Uang Meluas
Dasar penyelenggaraan pilkada adalah UU No.
32/2004 dan UU No. 12/2008.Kontribusi putusan MK dalam
menata pilkada sangat signifikan karena dua undang-
undang itu sering digugat ke MK. Namun sampai sejauh
itu, peraturan perundang-undangan pilkada gagal
menyentuh praktek politik uang yang marak setiap kali
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
pilkada digelar.Pelakunya tidaklah lain pengurus partai
politik yang melakukan jual beli surat dukungan
pencalonan, pasangan calon membeli suara pemilih dan
membeli petugas untuk mengubah hasil penghitungan
suara, pemilih sendiri merasa tidak bersalah menerima
uang dan barang yang disalurkan oleh tim sukses
pasangan calon.
Pemilu 2009: Buah Rendahnya Profesionalitas
Penyelenggaraan Pemilu 2009 diwarnai kontroversi
atas hilangnya hak pilih jutaan warga negara.Jelas ini
tanggungjawab KPU selaku penyelenggara pemilu.Namun
mereka berkilah dan balik menuding pemerintah dan
pemerintah daerah sebagai sumber kesalahan. UU No.
10/2008 yang buruk juga menjadi sumber lain keribetan
pemilu, sedang keputusan MK di tengah proses pemilu
menjadikan hasil pemilu tidak bisa diprediksi akibat
perubahan peraturan permainan di tengah pertandingan.
Rendahnya profesionalitas penyelenggara di satu pihak,
dan buruknya undang-undang pemilu di pihak lain,
menjadi sebab banyaknya kekacauan Pemilu 2009.
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
Era demokrasi pemilu yang baru bagi rakyat
Indonesia. Berbagai jenis kampanye akan mengisi setiap
sudut pandangan dan pendengaran rakyat saat masa
kampanye tiba. Berbagai janji muluk disodorkan ke
masyarakat, namun janji hanyalah sekedar janji tanpa
praktek.Kita memerlukan sistem demokrasi pemilu yang
dapat memberikan peran rakyat sebagai pemegang
kekuasaan bukan elit politik.Artinya rakyat diberi
kedaulatan untuk memecat pemimpinnya jika mereka
menyeleweng dari tugas yang diembannya.Tentu saja kita
tidak menginginkan pelengseran pemimpin yang terjadi
pada masa peralihan orde baru ke orde reformasi.Dimana
penurunan pemimpin negara saat itu dibayar mahal dengan
meninggalnya beberapa mahasiswa yang turun
berdemo.Mereka berorasi menuntut pergantian penguasa di
gedung MPR dan lokasi lainnya.
C. Mekanisme Pemilu Di Indonesia
Berdasarkan Keptusan Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Nomor 15 Tahun 2012, tahapan atau mekanisme
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
penyelenggaraan pemilu terbagi menjadi 3
tahapan1,yaitu:
1. Tahapan persiapan, yang meliputi :
a) Pembentukan PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan)
dan PPS (Panitia Pemungutan Suara) atau PPLN
(Panitia Pemungutan Suara Luar Negeri)
b) Pembentukan KPPPS (Kelompok Panitia Pemungutan
Suara) atau KPPSLN (Kelompok Panitia Pemungutan
Suara Luar Negeri)
c) Seleksi anggota KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota
Pelaksanaan sosialisasi, publikasi dan
pendidikan pemilih Bimbingan teknis SI KPU
(Sistem Informasi KPUPengadaan dan pengelolaan
logistik)
d) Distribusi logistik perlengkapan pemungutan
suara (Provinsi, Kabupaten/Kota, PPK, PPS,
KPPS)
e) Distribusi logistik perlengkapan pemungutan
suara di luar negeri (PPLN dan KPPSLN)
1 www.kpu.go.id (diakses pada tanggal 1 April 2014)
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
2. Tahapan penyelenggaraan, meliputi:
a. Penyusunan Peraturan KPU
b. Verifikasi administrasi di KPU
c. Verifikasi faktual di KPU
d. Pengumuman partai politik peserta pemilu
e. Pengundian dan penetapan nomor urut partai
politik Penyerahan data kependudukan dari
pemerintah kepada KPU
f. Konsolidasi DP4 (Daftar Penduduk Potensial
Pemilih Pemilu8. Pengumuman DPS (Daftar Pemilih
Sementara)
g. Pengumuman DPT (Daftar Pemilu Tetap)
h. Penetapan DPTLN (Daftar Pemilih Tetap Luar
Negeri)
i. Pendaftaran calon anggota DPR, DPD, dan DPRD
Provinsi dan Kabupaten/Kota
j. Verifikasi pencalonan anggota DPRD
k. Penyususnan dan Penetapan Daftar Calon Tetap
(DCT) anggota DPD
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
l. Verifikasi pencalonan angota DPR, DPRD
Provinsi, Kabupaten/Kota
m. Penyusunan dan Penetapan Daftar Calon Tetap
(DCT) anggota DPR, DPRD Provinsi,
Kabupaten/Kota
n. Pelaksanaan Kampanye
o. Audit dana kampanye
p. Masa tenang
q. Hari H Pemilu
r. Rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu
tingkat
Nasional
s. Penetepan hasil pemilu secara nasional
t. Penetapan Partai Politik Memenuhi Ambang Batas
u. Penetapan perolehan kursi dan calon terpilih
tingkat nasional sampai Kabupaten/Kota
v. Peresmian Keanggotaan DPRD Provinsi,
Kabupaten/Kota, DPR dan DPD
w. Pengucapan sumpah dan janji (DPRD Provinsi,
Kabupaten/Kota, DPR dan DPD)
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
3. Tahap penyelesaian, meliputi:
a. Pengajuan perselisihan hasil pemilu anggota
DPR, DPD dan DPRD kepada Mahkamah Konstitusi
(MK)
b. Penyusunan Laporan Penyelenggaran Pemilu
c. Pembubaran Badan-badan Penyelenggara ad hoc
d. Penyusunan Laporan Keuangan
D. Permasalahan yang Menyelemuti Pemilu
Pelaksanaan pemilu tidaklah berjalan lancar atau
sesuai harapan.Pasti ada permasalahan-permasalahan yang
menyelimuti jalannya pemilu.Permasalahan itu bisa
timbul pada saat perisapan maupun pelaksanaanya.
Permasalahan yang sering terjadi dalam pemilu itu, akan
membentuk sebuah kebiasaan yang kemudian menjadi sebuah
kebudayaan dalam demokrasi pemilu.
Permasalahan yang terjadi dalam pelakasanaan
pemilu itu dapat diidentifikasikan selama proses pemilu
berlangsung. Permasalahan itu bisa terjadi saat tahap
persiapan, dan bisa terjadi juga pada saat
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
pelaksanaanya.Serperti permasalahan tidak akuratnya
penetapan data pemilih.Permasalah data pemilih
merupakan masalah yang mendasar dan hampir semua pada
pelaksanaan pemilu ataupun saat pilkada mengalami
ketidakakuratan data pemilih dan pada sebagaian daerah
menimbulkan gelombang protes dan demontrasi dari
masyarkat. Banyak penduduk yang talah pindah, orang
yang meninggal ataukah anak-anak bahkan bayi di masukan
sebagai data pemilih tetap. Hal ini disababkan oleh
koordinasi antara Dinas Kependudukan dan PPS atau KPUD
yang tidak menyesuaikan DP4 dengan daftar pemilihan
kepala daerah pada saat itu yang tidak optimal, serta
dalam penetapan dan sosialisasi daftar pemilih
sementara (DPS) dan daftar pemilih tetap (DPT) dalam
waktu yang singkat. Disamping itu kurangnya
melibatkannya RT/RW, kepala desa dan tokoh masyarakat
yang terlibat dalam pencatatan daftar
pemilih.Permasalahan yang lainnya seperti persayartan
calon yang tidak lengkap.Dalam memenuhi persyaratan
calon anggota legislatif, terutama menyangkut ijasah
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
yang serng tidak memenuhi persyaratan. Seperti ijasah
palsu, tidak punya ijasah, atau tidak mencantumkan
surat keterangan kehilangan jika memang ijasah itu
hilang. Kekurangan ketelitian KPU dalam melakukan
verifikasi berkas administrasi para calon anggota
legislatif dan penganduan masyarakat terhadap dugaan
atau permasalahan pemalsuan ijasah yang kurang mendapat
respon atau tanggapan yang serius, sehingga menjadikan
permasalahan ini seperti permasalahan biasa dan menjadi
kebudayaan untuk para calon anggota legislatif.
Selanjutnya permasalahan mengenai money politicyang sering
terjadi dan menjadi budaya ketika pemilu akan
diselanggarakan. Biasanya para calon legislatif
memberikan sejumlah uang kepada masyarakat agar
mendapatkan simpati dan empati dari masyarakat itu
sendiri.Namun jika calon legislatif itu tidak terpilih
mereka meminta mengembalikan uang mereka kembali.Hal
ini mimbulkan penjual belian suara rakyat, dan tidak
adanya tekad untuk mengayomi masyarakat. Kemudian
permasalahan selanjutnya pencurian start kampanye dan
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
penggaran saat kampanye. Banyaknya para caleg dan
parpol yang melakukan kampanye sebelum memasuki tahapan
pelaksanaan pemilu seperti pemasangan kampanye iklan di
media cetak dan elektronik, spanduk, poster, baloho dan
striker-stiker yang dibagikan kepada
masyarakat.Tindakan yang dilakukan oleh para caleg ini
tidak mendapat tindakan tegas dari Bawaslu ataupun
KPU.Kemudian pelanggaran saat kampanye seperti
menyertakan anak-anak balita mengikuti pawai perpol,
melanggar aturan lalu lintas seperti tidak menggunakan
helm saat pawai atau kamapye di jalan raya, menggunakan
instansi pemerintah dan melakukan kampanye hitam (black
campaign) terhadap lawan parpolnya.
Permasalahan yang terjadi pada saat pemilu ini,
terjadi secara terus-menerus.Hal ini disebabkan oleh
tidak adanya tindakan tegas dari pihak yang berwanang
seperti KPUnya itu sendiri. Jika tidak diatasi dari
sekarang permasalahan ini akan menjadi sebuah
kebudayaan politik yang tidak sesuai dengan asas-asas
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
pemilu serta menimbuhkan calon pemimpin yang tidak
memiliki moralitas.
E. Perilaku Para Calon Legislatif Sudah Sesuai
dengan Peraturan Pemilu
Pemberitaan caleg sangat menarik perhatian kita
akhir-akhir ini, apalagi menjelang pelaksanan pemilu
legislatif periode 5 tahun sekali. Kompetisi diantara
para caleg menjadi sangat fenomenal karena didukung
pemberitaan yang “serupa tapi tak sama ” hampir
serentak di waktu yang ‘sama’danterblow up sekaligus di
beberapa media, baik media online maupun media cetak.
Bisakitabayangkandari 15 partaipolitikyang
mengikutikampanye ada sekitar 30-50 caleg dari
masing-masing partai yang terbagi menjadi dapil untuk
berebut kursi jabatan DPRD tingkat II. Jumlah tersebut
belum termasuk caleg yang berkompetisi untuk kursi
jabatan di DPRD Tingkat I , DPRRI dan DPD. Banyaknya
jumlah caleg yang berkompetisi menunjukkan antusiasme
yang masih sangat tinggi untuk menjadi ditengah
pandangan negative terhadap kinerja legislatif.
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
Pertarungan caleg untuk mendapatkan kursi pejabat
legislative di jabatan legislatif secara langsung
maupun tidak langsung akan terbaca oleh masyarakat.
Tentunya masing-masing caleg mempunyai cara tersendiri
untuk menarik perhatian calon pemilih sesuai dengan
ideology\i dan identitas parpol. Perjuangan panjang
seorang caleg dalam berkompetisi dimulai dengan sesama
kader di tingkat internal parpol untuk selanjutnya
bersaing dengan sesama caleg antar parpol. Maka tidak
mengherankan pemberitaan caleg menjadi magnet bagi
masyarakat karena unik dengan gaya kampanye masing-
masing caleg untuk dikenal oleh masyarakat, penuh
intrik dalam menghadapi persaingan terbuka antar caleg,
ada banyak strategi untuk memperoleh dukungan
menghasilkan suara terbanyak. Pemberitaan tersebut
menjadi menarik dengan komentar pemerhati dan pengamat
politik dadakan maupun kawakan.Masyarakat seakan
mendapat hiburan gratis dan berkomentar sinis kepada
caleg-caleg yg sedang berkompetisi berkiblat kepada
perilaku caleg pasca pemilu hingga memukul rata
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
beranggapan negative kepada semua caleg dan legislatif.
Nyaris tidak pernah terdengar komentar positif kepada
caleg dan legislatife yang mempunyai nyali
mempertaruhkan nama baik, kehormatan dan harga diri
bahkan dengan kesadaran penuh harus melepaskan
pekerjaan yang berkaitan dengan keuangan Negara sebagai
persyaratan untuk ikut bersaing secara terbuka dan
menghadapi hasil Pemilu Calon Legislatif yang tidak
bisa diprediksi dengan mudah dan sangat bersifat
dinamis.
Sejak terdaftar di KPU sebagai DCS(Daftar Calon
Sementara) hingga 3 bulan kemudian menjadi DCT (Daftar
Calon Tetap) yg disahkan secara resmi oleh KPU , para
caleg berhak untuk mempromosikan diri di masyarakat
baik itu melalui media atau sarana atribut pendukung
lain sehingga hampir 1 tahun seorang caleg menjadi
pembicaraan dan banyak dikenal masyarakat terutama di
wilayah daerah pemilih (dapil) melalui partai yang
dianggap mampu dan layak digunakan sebagai kendaraan
politik. Masa-masa kampanye praktis menjadi masa-masa
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
“pingit” dalam artian terkontrol penuh yang akan
membatasi ruang gerak untuk menjaga citra dan
kredibilitas seorang caleg .
Permasalahan yang terjadi saat pemilu itu,
disebabkan tidaklah lain oleh perilaku para caleg yang
telah menyimpang dari asas-asas pemilu dan Peraturan
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 2
Tahun 2012 Tentang Pedoman Beracara Kode Etik
Penyelenggara Pemiilihan Umum.
Perilaku para caleg yang melanggar peraturan
kampanye dan melakukan money politik terjadi diberbagai
daerah.Seperti yang terjadi di Kecamatan Cisaga,
Kabupaten Ciamis, caleg dari partai Golkar membagiakan
makanan yang berupa “Mie Ayam” secara gratis kepada
masyarakat saat melakukan kebersihan lingkungan.Hal ini
menjadi fenomena yang bisa dibilang lucu dan dianggap
biasa oleh masyarakat itu sendiri.Suara rakyat atau
masyarakat Cisaga hanya dihargai dengan semangkuk mie
ayam.Pada saat melihat penomena tersebut, saya hanya
bisa mengamati dan kemudian mewawancari salah satu
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
warga. Menurut Pepen Supena, yang diwawancarai
dikediamannya mengatakan bahwa tindakan caleg itu sudah
termasuk kegiatan money politickarena pemberian makanan
itu masih dinilai dengan uang yang diberikan kepada
masyarakat. Kemudian pembagian mie ayamnya itu sendiri
tidak tepat sasaran, karena caleg tersebut melibatkan
anak-anak untuk menarik simpati para orang tuanya. Dan
sangat ironis sekali suara kita yang menentukan daerah
kita sendiri dibeli dengan semangkuk mie ayam Kemudian
saya menanyakan, apakan anda akan berdiam diri saja
dengan fenomena money politik yang terus terjadi dan
menjadi sebuah kebudayaan?. Beliau menjawab, “saya
hanya bisa melihat saja, saya mencari aman dari pada
saya disatroni oleh caleg tersebut dan diancam, saya
tidak mau mengambil resiko lebih jauh, namun jika saya
mempunyai kolega di KPU atau Bawaslu saya akan
melaporkan perilaku para caleg yang menyimpang
tersebut.” Kemudian beliau berpendapat, seharusnya
caleg itu menjadi penyambung aspirasi rakyat dan
memperjuangkannya, bukan hanya membeli suara rakyat dan
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
kemudian merekanya bersenang-senang menduduki kursi
legislatif tanpa memikirkan keluahan rakyat.
Perilaku para caleg dengann budaya money politicsudah
menjadi tradisi menjelang pemilu penomena-penomena yang
terjadi beraneka ragam, seperti yang dipaparkan
mengenai pembagaian mie ayam secara gratis.Kemudian
fenomena mengenai perilaku caleg selanjutnya saya
membaca sebuah artikel mengenai perilaku para caleg
yang menggunakan jasa dukun politik demi menanggapi
ambisinya untuk menduduki kursi DPR RI.Para caleg rela
menggunakan jasa tersebut meski harus mengeluarkan uang
yang cukup banyak, bahkan rela mandi di sungai demi
menjalankan ritual posisi di pemerintahan.Menanggapi
maraknya fenomenal dukun politik menjelang pemilu
2014.Salah seorang warga Kebayoran Lama, Gusdi kepada
ELSHINTA, mengatakan, hal ini merupakan cermin dari
kebobrokan demokrasi Indonesia.2Menurut Gusdi, yang
terpenting dari seorang caleg adalah elektabilitas dan
2Muharrik Dakwah, “Caleg Main Dukun Cermin KebobrokanDemokrasi Indonesia,”http://www.muharrikdakwah.com/2014/03/caleg-main-dukun-cermin-kebobrokan.html. (diakses pada tanggal 23 Maret 2014).
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
pesan bijak seseorang yang mumpuni, agar terpilih dan
dipercaya untuk mewakili suara rakyat di Gedung
Parlemen.3Sementara itu, ditempat yang terpisah salah
seorang warga Kebyoran Lama, Anto mengatakan,
menganggap jasa perdukunan yang digunakan merupakan hal
biasa atau wajar, karena tidak lepas dari negara kita
memiliki ragam budaya yang tidak selalu hanya
menggandalkan logika.4
Perilaku para caleg kian hari kian aneh, demi
mendapatkan kursi legislatif mereka menghalalkan segala
cara sampai dengan cara yang tidak rasional merekapun
jalani. Fenomena-fenomena yang terjadi ini jika
dibiarkan lebih lanjut akan menjadi akar kebudayaan
yang merusak demokrasi pemilu Bangsa Indonesia.
3Muharrik Dakwah, “Caleg Main Dukun Cermin KebobrokanDemokrasi Indonesia,”
4 Ibid.
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
Penutup
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis lapang yang terjadi, perilaku
para caleg saat kampanye ini mulai menbudayakan money
politic.Sehingga para masyarakat menjadi apatis terhadap
pemilu maupun pemerintahan.Hal ini disebabkan oleh para
calon pemempin yang hanya berfokus pada kekuasaan tanpa
memikirkan masyarkat itu sendiri.Kemudian untuk
mencapai kekuasaan itu sendiri, para caleg melakukan
segala hal sekalipun itu yang tidak rasional atau masuk
akal. Fenomena yang terjadi ini akan merusak demokrasi
pemilu itu sendiri.
B. Saran
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
Seharusnya, KPU ataupun Bawaslu menindak tegas
para caleg yang melakukan pelanggaran.Pengawasan
terhadapan perlaku para caleg menjelang pemilu pun
seakan longgar dan pelanggaran dibiarkan terjadi begitu
saja, sehingga pelanggaran tersebut menjadi sebuah
kebudayaan menjelang pesta demokrsi dilaksanakan.Hal
ini tidak boleh dibiarkan begitu saja, harus ada sanksi
tegas dari pihak yang berwenang.
Lampiran
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia
Daftar Pustaka
Miriam Budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik. PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2008.
Priahatmoko, Joko J. Mendomokratiskan Pemilu dari Sistem
sampai Elemen Teknis.Pustaka Pelajar, Jogjakarta,
2008.
Agustiono, Leo. Pilkada dan Dinamika Politik Lokal. Pustaka
Pelajar, Jogjakarta, 2009.
Komisi Pemilihan Umum. Tahapan Penyelenggaraan Pemilu.
http://www.kpu.go.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=5008. Diakses pada
tanggal 22 Maret 2014.
Dakwah, Muharrik.“Caleg Main Dukun Cermin Kebobrokan
Demokrasi Indonesia.”
http://www.muharrikdakwah.com/2014/03/caleg-main-
dukun-cermin-kebobrokan.html.Diakses pada tanggal
23 Maret 2014.
Analisis Perubahan Budaya Politik Masyarakat Indonesia