FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI ...

41
LAPORAN RESEARCH GROUP GRUP 1/FSP/KP TAHUN ANGGARAN 2018 POTRET PENDIDIKAN NILAI-NILAI MORAL DI TAMAN KANAK-KANAK DI DIY DAN JAWA TENGAH Oleh: Dr. Dwi Siswoyo, M. Hum. NIDN. 0020105301 Dr. Rukiyati, M.Hum. NIDN:0011076106 L. Hendrowibowo, M. Pd. NIDN. 0006045907 Murtamadji, M. Si. NIDN. 00080454006 Innayatul Khoiriyah, NIM 14110241021 Tri Joko, NIM 15110241020 Dibiayai oleh DIPA BLU Universitas Negeri Yogyakarta No. SP DIPA 042.01.2.400904/2018 Tanggal 5 Desember 2017 Berdasarkan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Nomor: 13/UN34.11/Kontrak PEP/KU/2018 Tanggal 1 Februari 2018 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2018 RG-FIP

Transcript of FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI ...

LAPORAN RESEARCH GROUP

GRUP 1/FSP/KP

TAHUN ANGGARAN 2018

POTRET PENDIDIKAN NILAI-NILAI MORAL

DI TAMAN KANAK-KANAK DI DIY DAN JAWA TENGAH

Oleh:

Dr. Dwi Siswoyo, M. Hum. NIDN. 0020105301

Dr. Rukiyati, M.Hum. NIDN:0011076106

L. Hendrowibowo, M. Pd. NIDN. 0006045907

Murtamadji, M. Si. NIDN. 00080454006

Innayatul Khoiriyah, NIM 14110241021

Tri Joko, NIM 15110241020

Dibiayai oleh DIPA BLU Universitas Negeri Yogyakarta

No. SP DIPA – 042.01.2.400904/2018 Tanggal 5 Desember 2017

Berdasarkan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian

Nomor: 13/UN34.11/Kontrak – PEP/KU/2018 Tanggal 1 Februari 2018

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2018

RG-FIP

POTRET PENDIDIKAN NILAI-NILAI MORAL

DI TAMAN KANAK-KANAK DI DIY DAN JAWA TENGAH Oleh:

Dwi Siswoyo ([email protected]),

Rukiyati ([email protected])

L. Hendrowibowo ([email protected])

Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Yogyakarta

RINGKASAN

Masa usia dini adalah masa yang tepat untuk dikenalkan, dan ditumbuhkan

pendidikan moral agar kelak anak menjadi orang yang baik. Penelitian ini bertujuan

mengidentifikasi nilai-nilai moral apa saja yang dikembangkan oleh para guru,

metode-metode apa yang dipraktikkan guru serta hasil yang telah dicapainya. Setting

penelitian adalah Taman Kanak-Kanak di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa

Tengah. Subjek penelitian adalah guru-guru sebanyak 140 orang. Teknik pengumpulan

data yang digunakan adalah focus group discussion. Teknik analisis data menggunakan

analisis interaktif model Miles & Huberman. Keabsahan data menggunakan triangulasi

sumber. Hasil penelitian menyimpulkan: 1) Ada sembilan nilai utama yang

dikembangkan guru, yaitu religiusitas, kemandirian, percaya diri, kejujuran, disiplin,

toleransi, peduli sosial, respek, dan kesabaran; 2) Metode yang digunakan guru adalah

keteladanan, pembiasaan, memberi nasehat, bercerita, dialog, sosiodrama, kunjungan

social, wisata pendidikan, fasilitasi, bernyanyi, pengenalan hadis singkat, memutar film

anak-anak; 3) Evaluasi pendidikan moral dilakukan sesuai yang tercantum di dalam

kurikulum TK, yaitu menggunakan observasi perilaku anak sehari-hari; 4) Sebagian besar

anak telah mencapai perkembangan moral yang baik, dan beberapa anak mendapat nilai

sangat baik. Nilai moral yang paling tampak perkembangannya adalah kemandirian dan

rasa percaya diri. Bagi yang beragama Islam, anak telah dapat membaca kitab suci

Alquran, dan menghafal 20 hadis pendek. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan moral

anak usia dini di Taman Kanak-Kanak di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa

Tengah telah berhasil baik.

Kata kunci: pendidikan, nilai moral, anak usia dini, taman kanak-kanak.

PORTRAIT OF MORAL VALUE EDUCATION

IN KANAK-KANAK PARK IN DIY AND CENTRAL JAVA

By:

Dwi Siswoyo ([email protected]), Rukiyati ([email protected])

L. Hendrowibowo ([email protected])

Faculty of Education

Yogyakarta State University

ABSTRACT

Early childhood is the right time to be introduced, and develop moral education for children in

order to become good people. This study aims to identify what moral values were developed by

the teachers, what methods were practiced by the teacher and the results that have been achieved.

Research settings were kindergartens in the Special Region of Yogyakarta and Central Java. The

subjects of the study were 140 teachers. The data collection technique used were focus group

discussions. The data analysis technique used interactive analysis of the Miles & Huberman

models. The validity of the data used source triangulation. The results of the study concluded: 1)

There were nine main values developed by the teacher, namely religiosity, independence, self-

confidence, honesty, discipline, tolerance, social care, respect, and patience; 2) The methods used

by the teacher were exemplary, habituation, advice, storytelling, dialogue, sociodrama, watching

children's films, social visits, educational tours, facilitation, singing, the introduction and reciiting

of short hadiths,; 3) Evaluation of moral education were carried out according to what was stated

in the kindergarten curriculum, namely using observations of daily child behavior; 4) Most

children have achieved good moral development, and some children get very good grades. The

most visible moral value of development is independence and self-confidence. For those who are

Muslim, children have been able to read the Koran, and memorize 20 short hadiths. It can be

concluded the moral education of early childhood in kindergarten in the Special Region of

Yogyakarta and Central Java has been successful.

Keywords: education, moral values, early childhood, method, character, kindergarten.

v

PRAKATA

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,

sehingga laporan penelitian Potret Pendidikan Moral di Taman Kanak-Kanak di DIY dan Jawa

Tengah telah dapat kami selesaikan.

Laporan ini tentu tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak.

Untuk itu kami ucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan

kesempatan dan dana untuk melakukan penelitian pendidikan moral di taman kanak-kanak

di DIY dan jawa Tengah.

2. Bapak dan ibu guru Taman Kanak-Kanak yang tergabung dalam IGKTI di Kecamatan

Salam, Magelang, IGTKI Kecamatan Wedi, Klaten, IGTKI Kecamatan Bagelen, Purworejo,

IGTKI Kecamatan Nanggulan, Kulon Progo, dan IGTKI Kecamatan Ngemplak, Sleman.

3. Ibu Yulia Ayriza, Ph. D selaku Badan Pertimbang Penelitian yang telah memberikan review,

masukan dan saran-saran untuk penelitian ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan FSP Prodi Kebijakan Pendidikan yang telah memberikan

masukan dan saran untuk perbaikan penelitian.

Semoga Tuhan Yang Maha Penyayang membalas amal kebaikan Bapak dan Ibu semua.

Akhir kata, semoga laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan

pendidikan moral pada anak usia dini di taman kanak-kanak. Amin.

Yogyakarta, Agustus 2018

Ketua Tim Peneliti

Dwi Siswoyo

vi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

RINGKASAN iii

ABSTRACT iv

PRAKATA v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR vii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 2

C. Tujuan Penelitian 2

D. Manfaat Penelitian 2

E. Road Map Penelitian 3

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian teori 5

B. Hasil Penelitian Relevan 8

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian 11

B. Setting Penelitian 11

C. Subjek Penelitian 11

D. Teknik Pengumpulan Data 11

E. Teknik Analisis Data 12

F. Keabsahan Data 12

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 13

B. Pembahasan 23

C. Mahasiswa 12

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 26

A. Kesimpulan 26

B. Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 27

LAMPIRAN-LAMPIRAN 28

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Bapak Dwi Siswoyo sedang menjelaskan tujuan FGD 27

Gambar 2 Salah seorang guru dari IGTKI Salam sedang menyampaikan

pengalamannya.

27

Gambar 3 Foto bersama peneliti dan peserta FGD di Kecamatan Salam 28

Gambar 4 FGD dengan guru-guru TK se Kecamatan Wedi Klaten 28

Gambar 5 Seorang guru dari IGTKI Wedi Klaten sedang menyampaikan

pendapatnya

29

Gambar 6 FGD dengan guru-guru TK se Kecamatan Bagelen Purworejo 29

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kasus kekerasan semakin marak terjadi di berbagai sekolah, mulai dari bentuk

kekerasan verbal, psikologis, hingga kekerasan fisik dalam bentuk perkelahian antar

pelajar maupun tawuran. Kekerasan yang terjadi di kalangan pelajar tidak dapat ditolerir

mengingat tugas utama pelajar adalah belajar untuk masa depan. Fenomena seperti itu

harus dicegah, dieliminasi bahkan sedapat mungkin dihentikan karena akan berdampak

negatif terhadap masa depan anak bahkan masa depan peradaban suatu bangsa.

Tujuan pendidikan untuk mewujudkan manusia yang cerdas, terampil dan

berkarakter baik harus tetap menjadi arah pendidikan di Indonesia. Hanya saja, untuk

mewujudkan kepribadian yang baik bukanlah perkara mudah. Diperlukan pendekatan dan

strategi yang komprehensif di dalam keluarga, lembaga pendidikan formal termasuk di

Taman Kanak-Kanak.

Masa usia dini (golden age) adalah masa yang tepat untuk diperkenalkan, dibiasakan

dan ditumbuhkan pendidikan nilai-nilai moral agar kelak anak menjadi terbiasa

berperilaku dan berbudi pekerti luhur dalam hidupnya. Nilai-nilai moral yang dapat

dikembangkan guru dan sejalan dengan nilai-nilai moral yang dikembangkan oleh

UNESCO adalah kasih sayang, kedamaian, kerja sama, tanggung jawab,

menghargai/respek, keadilan, kejujuran, toleransi, persatuan dan rendah hati (Drake,

2016:3). Di Indonesia dikenal pula delapan belas nilai-nilai karakter yang harus

dikembangkan di sekolah-sekolah dan lingkungan masyarakat. Tidak tertutup

kemungkinan untuk menggali lagi nilai-nilai moral yang bersumber dari nilai dasar

Pancasila, seperti ketakwaan, gotong-royong, dan musyawarah mufakat. Sejalan dengan

pandangan tersebut, di dalam desain pembelajaran di TK telah ditetapkan 5 aspek

pengembangan yang harus dilakukan oleh guru ketika mendidik para muridnya, yaitu

pengembangan kognitif, pengembangan sosial-emosional, pengembangan moral dan

agama, pengembangan bahasa, dan pengembangan seni. Kesemua aspek harus

dikembangkan agar anak usia dini dapat mencapai perkembangan optimal sesuai usianya.

Berdasarkan studi pendahuluan berdasarkan FGD dengan guru-guru TK di Kota

Yogyakarta dan Kabupaten Sleman pada tahun 2016 diperoleh informasi awal bahwa

2

banyak guru Taman Kanak-Kanak lebih mementingkan pengembangan aspek kognitif dan

keagamaan saja di dalam kegiatan pedagogiknya, sedangkan aspek lainnya belum

menjadi prioritas. Tuntutan orang tua yang menghendaki anak setelah tamat dari TK

harus dapat membaca dan menulis membuat sebagian guru mengintensifkan pelajaran

baca tulis dan berhitung kepada siswanya agar kelak ketika masuk SD akan lebih mudah

dan siap menerima pelajaran. Untuk memperoleh informasi yang lebih akurat dan terukur,

perlu diteliti pendidikan nilai-nilai moral yang dikembangkan oleh guru Taman Kanak-

Kanak pada skope yang lebih luas meliputi wilayah DIY dan Jateng sehingga dapat

dijadikan dasar untuk membuat kebijakan pendidikan terkait pengembangan aspek moral

individu dan sosial anak usia dini oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.

Berdasarkan pertimbanngan tersebut, penelitian mengenai potret pendidikan nilai-

nilai moral untuk anak usia dini di Taman Kanak-Kanak di DIY dan Jateng penting

dilakukan.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan diteliti ada tiga, yaitu: “Bagaimana potret pendidikan moral

di Taman Kanak-Kanak di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan praktik pendidikan moral yang

dikembangkan oleh guru TK di DIY dan Jawa Tengah.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini setidaknya akan mempunyai dua manfaat, teoritis dan praktis. Secara

teoritis, penelitian ini akan menghasilkan suatu temuan terkait dengan pengembangan ilmu

pendidikan, khususnya pendidikan nilai-nilai moral untuk anak usia dini di Taman Kanak-

Kanak yang berdasar pada kajian empiris dan teoritis. Secara praktis, penelitian ini

diharapkan akan dapat memberikan pemecahan masalah terkait dengan upaya

meningkatkan peran sekolah dan kompetensi guru dalam mengembangkan nilai-nilai

moral dan melaksanakan pendidikan karakter bagi anak usia dini di Taman Kanak-Kanak.

3

E. Road Map Penelitian

Penelitian ini mempunyai makna penting dalam rangka mengembangkan pendidikan

nilai-nilai moral bagi anak usia dini di Taman Kanak-Kanak di DIY dan Jateng.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, penelitian ini

mempunyai kaitan dengan penelitian sebelumnya dalam hal pengembangan karakter anak

usia dini di Taman Kanak-Kanak.

Penelitian Mami Hajaroh, Rukiyati, Sudaryanti, Joko Pamungkas (2013, 2014)

mengenai pengembangan model pendidikan karakter bagi anak usia dini melalui lagu dan

dolanan selama tiga tahun berturut-turut merupakan penelitian pendidikan karakter yang

telah didesiminasikan di Taman Kanak-Kanak di DIY dengan hasil baik. Penelitian

Hendrowibowo, dkk (2014) mengenai pengembangan model pendidikan kebangsaan bagi

anak usia dini di Taman Kanak-Kanak di DIY menghasilkan media pembelajaran nilai-

nilai kebangsaan bagi anak usia dini.Penelitian Rukiyati, L. Andriani dan Hendrowibowo

(2015, 2016, 2017) dengan judul: Pengembangan Model Pendidikan Karakter Berbasis

Kearifan Lokal pada Siswa Sekolah Dasar di Bantul Yogyakarta” merupakan penelitian

pendidikan karakter yang relevan dengan penelitian yang diusulkan terkait nilai-nilai

karakter yang dikembangkan di sekolah dasar. Nilai-nilai tersebut sebenarnya juga dapat

dikembangkan di Taman Kanak-Kanak dengan beberapa materi yang disesuaikan.

Penelitian pengembangan model pendidikan karakter Jujur melalui metode bercerita bagi

siswa sekolah dasar di Yogyakarta (Rukiyati, dkk, 2017) menghasilkan buku panduan dan

buku cerita untuk pendidikan nilai kejujuran di sekolah dasar. Penelitian Mami Hajaroh,

Rukiyati, Andriani Purwastuti, dan Bambang Saptono (2015, 2016, 2017) mengenai

pengembangan indicator sekolah ramah anak dan pengembangan kebijakan sekolah ramah

anak di sekolah dasar kawasan pesisir menghasilkan temuan antara lain perlu dilakukan

pendidikan nilai-nilai moral di sekolah dasar untuk mendukung pendidikan di dalam

keluarga untuk mengantisipasi adanya perkembangan negatif dari dampak pariwisata di

kawasan pesisir Gunungkidul, Yogyakarta. Kesemua hasil penelitian tersebut memperkuat

road map penelitian yang telah dan akan dilakukan oleh tim peneliti. Secara ringkas road

map penelitian dapat digambarkan pada gambar 1.

4

Gambar 1. Peta Jalan Penelitian

Pengembangan Model Indikator Sekolah

Ramah Anak di Kawasan Pesisir DIY (2015, 2016)

Penelitian pengembangan model

pendidikan karakter berbasis kearifan

lokal di Sekolah Dasar di Bantul DIY

(2014, 2015, 2016)

Penelitian pengembangan model

pendidikan karakter melalui lagu dan

dolanan di Taman Kanak-Kanak di DIY

(2013, 2014)

Pengembangan model pendidikan nilai

kebangsaan untuk Anak Usia Dini (2014)

Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai moral untuk Anak Usia Dini Di Taman Kanak-Kanak DIY dan Jateng

( rencana 2019)

Pendidikan Nilai-nilai moral pada anak Usia Dini di Taman Kanak-Kanak DIY dan

Jateng ( rencana th 2018)

Pengembangan Kebijakan Sekolah Ramah Anak di Kawasan Pesisir DIY

(2015, 2016, 2017)

Pengembangan Model Indikator Sekolah Ramah Anak di Kawasan Pesisir DIY

(2015, 2016)

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pengertian Pendidikan Nilai

Pendidikan nilai mempunyai arti yang sangat luas. Kirschenbaum (1995: 57)

mengatakan bahwa ”Values Education is used as the shorthand term for the field of

values education and moral education. Values Education and Moral Education is

described as an educational field or endeavor with two complementary goals – helping

students lead personally satisfying and socially constructive lives.” Pendidikan nilai

dan pendidikan moral digambarkan sebagai suatu bidang/kajian pendidikan atau upaya

yang memiliki dua tujuan saling melengkapi yaitu membantu subjek didik menuju

pada kehidupan personal yang memuaskan dan kehidupan sosial yang konstruktif.

Darcia Narvaez (Lovat, 2017) mengatakan pendidikan moral mempunyai peran

sebagai praktik pedagogi yang baik atau pedagogi nilai.

Thomas Lickona (www.cortland.edu/character/articles) menggunakan istilah

pendidikan karakter yang sebenarnya sama artinya dengan pendidikan nilai.

Pendidikan karakter adalah upaya mengembangkan kebajikan sebagai fondasi dari

kehidupan yang berguna, bermakna, produktif dan fondasi untuk masyarakat yang adil,

penuh belas kasih dan maju.

Selanjutnya, Lickona mengatakan bahwa karakter yang baik meliputi tiga

komponen utama, yaitu : moral knowing, moral feeling, moral action. Moral knowing

meliputi: sadar moral, mengenal nilai-nilai moral, perspektif, penalaran moral,

pembuatan keputusan dan pengetahuan tentang diri. Moral feeling meliputi: kesadaran

hati nurani, harga diri, empati, mencintai kebaikan, kontrol diri dan rendah hati. Moral

action meliputi kompetensi, kehendak baik dan kebiasaan. Dapat disimpulkan bahwa

pendidikan nilai yang berhasil adalah pendidikan yang dapat membangun karakter

subjek didik sebagai orang yang dapat memahami nilai-nilai moral (moral knowing),

merasakan nilai-nilai moral (moral feeling) dan melaksanakan nilai-nilai moral (moral

action) dalam kehidupannya. Dari kesemua aspek itu, tujuan terakhir pendidikan nilai

adalah realisasi nilai-nilai moral dalam diri peserta didik.

6

Sosok guru sebagai pendidik moral atau karakter adalah guru yang kaya hati

(Hidayatullah, 2010: 152-153). Artinya, guru harus memiliki jiwa yang besar, lapang

dada dan sabar dalam menghadapi siswa. Yang pertama kali dilakukan guru dalam

pendidikan moral adalah mengetuk dan menyentuh hati para peserta didiknya. Guru

mengajar dengan melibatkan hatinya. Sekiranya guru bersikap keras lagi berhati kasar,

tentulah siswa akan menjauhinya. Kompetensi penting dalam pendidikan adalah

membangun hubungan interpersonal berupa komunikasi yang terjalin baik. Dalam hal

ini, guru-guru cenderung menjadi fasilitator, mediator, bukan birokrat.

Sifat universal nilai-nilai moral diidealkan oleh berbagai kelompok masyarakat

atau bangsa sebagaimana tampak pada tabel berikut.

Tabel 1. Nilai-nilai Pokok Pendidikan Karakter

Pendidikan Karakter

di Indonesia

Heritage Foundation Character Count USA

1. Religius;

2. Jujur;

3. Toleransi;

4. Disiplin;

5. Kerja keras;

6. Kreatif;

7. Mandiri;

8. Demokratis;

9. Rasa ingin tahu;

10. Semangat

kebangsaan;

11. Cinta Tanah Air;

12. Menghargai

prestasi;

13. Bersahabat;

14. Cinta damai;

15. Gemar

membaca;

16. Peduli

lingkungan;

17. Peduli sosial;

18. Tanggung jawab

1. Cinta kepada Allah

dan semesta

beserta isinya;

2. Tanggung jawab,

disiplin dan

mandiri;

3. Jujur;

4. Hormat dan santun

5. Kasih sayang,

peduli dan

kerjasama;

6. Percaya diri,

kreatif, kerja keras,

dan pantang

menyerah;

7. Keadilan dan

kepempinan;

8. Baik dan rendah

hati;

9. Toleransi, cinta

damai dan

persatuan

1. Dapat dipercaya;

2. Rasa hormat dan

perhatian;

3. Peduli;

4. Jujur;

5. Tanggung jawab;

6. Kewarganegaraan;

7. Ketulusan;

8. Berani;

9. Tekun;

10. Integritas

Sumber: Zubaedi, 2011:74-77

7

Dapat dikatakan bahwa orang yang mewujudkan nilai-nilai moral dalam dirinya

disebut juga orang yang berkarakter baik, orang yang bermoral baik atau berakhlak

mulia.

2. Pendekatan Pendidikan Nilai

Darmiyati Zuchdi (2009: 35). mengatakan bahwa pendidikan nilai (moral)

memerlukan berbagai pendekatan yang oleh Kirschenbaum disebut pendekatan

komprehensif, yang dinilai dapat memberikan pemecahan masalah yang relatif lebih

tuntas dibandingkan dengan pendekatan tunggal. Menurut Kirschenbaum (1995: 6),

istilah komprehensif dalam pendidikan nilai mencakup berbagai aspek dalam satu

kesatuan, yaitu isi pendidikan nilai, metode, proses, pendidik, dan evaluasinya.

Isi pendidikan nilai meliputi semua permasalahan yang berkaitan dengan

pilihan nilai-nilai yang bersifat pribadi sampai pertanyaan-pertanyaan etika secara

umum. Metode pendidikan nilai meliputi inkulkasi nilai, keteladanan, fasilitasi

keputusan moral secara bertanggung jawab, dan keterampilan hidup yang lain.

Pendidikan nilai di sekolah hendaknya terjadi dalam keseluruhan proses pendidikan di

kelas, dalam kegiatan ekstrakurikuler, dalam proses bimbingan dan penyuluhan, dalam

upacara-upacara pemberian penghargaan, dan semua aspek kehidupan. Pendidikan

nilai di masyarakat terjadi melalui kehidupan dalam masyarakat. Orang tua, lembaga

keagamaan, penegak hukum, polisi, organisasi kemasyarakatan, semua perlu

berpartisipasi dalam pendidikan nilai. Merekalah yang menjadi pendidik nilai, bukan

hanya guru di sekolah. Konsistensi semua pihak dalam melaksanakan pendidikan nilai

memengaruhi kualitas moral generasi muda.

Di samping isi, metode, pendidik, dan prosesnya, pendidikan nilai juga

memerlukan evaluasi yang komprehensif. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui

ketercapaian tujuan. Tujuan pendidikan nilai meliputi tiga kawasan, yakni penalaran

nilai/moral, perasaan nilai/moral dan perilaku nilai/moral. Maka, evaluasi pendidikan

nilai juga mencakup tiga ranah tersebut. berupa evaluasi penalaran moral, evaluasi

karakteristik afektif, dan evaluasi perilaku (Darmiyati, 2009: 51). Muara dari

pendidikan nilai adalah terbentuknya karakter peserta didik yang teraktualisasi dalam

perilaku hidupnya sehari-hari.

8

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian Dovre (2007: 38-45) dengan judul: Best Practice in Character Education

menyimpulkan bahwa walaupun sekolah-sekolah berbeda dalam hal ukuran, tipe, jenjang

dan lokasi, tetapi semua sekolah menyumbangkan unsur-unsur penting bagi program

komprehensif pendidikan karakter. Pendidikan diarahkan oleh sejumlah nilai-nilai inti atau

kebajikan. Sekolah-sekolah yang baik adalah sekolah yang memberikan kesempatan

berlimpah bagi ”wacana moral” mengenai hal-hal yang kompleks dan bertentangan, juga

”tindakan moral” melalui layanan komunitas yang teratur maupun dalam aturan di

sekolah.

Penelitian Shea & Murphy (2009: 121-140) di sebuah sekolah dasar di Miami,

Florida, Amerika: Aventura City of Excellence School (ACES) yang melaksanakan

pendidikan nilai mengacu pada Australian Values Education Good Practices Schools

Project (VEGPS), meliputi di antaranya ”quality teaching and pedagogy” (pengajaran

bermutu dan pedagogi) ”talking a whole school approach”; (pendekatan menyeluruh

mengenai sekolah); dan ”modeling, living out values” (pemodelan dan nilai-nilai moral).

Masing-masing elemen tersebut mewujudkan dan mendukung, baik keunggulan akademik

maupun pengertian dan tanggung jawab bagi pilihan nilai-nilai sosial dan personal yang

bermanfaat, tidak hanya bagi peserta didik itu sendiri, tetapi juga sekolah, komunitas dan

dunia.

Penelitian Ariefa Efianingrum, dkk (2009, 2010, 2011) menyimpulkan bahwa di

sekolah masih banyak terjadi kekerasan maupun bullying yang dilakukan antar sesama

siswa maupun oleh guru. Pencegahan kekerasan dan bullying di sekolah diupayakan

dengan pelatihan Respect kepada guru agar mereka dapat mengantisipasi tindakan

kekerasan/bullying di sekolah, mendidik siswa dengan penuh respek, saling menghargai

dan menciptakan lingkungan sekolah yang aman, jauh dari kekerasan baik verbal, fisik

maupun psikologis. Penelitian ini dimulai tahap uji coba (2009) sampai pada

implementasi model (2010) dan diseminasi di sekolah dasar dan Taman Kanak-Kanak di

DIY (2011).

Penelitian Mami Hajaroh, dkk (2013, 2014) menyimpulkan bahwa model

pendidikan karakter melalui lagu dan dolanan telah diikembangkan dan didifusikan di

Taman kanak-Kanak, khususnya TK ‘Aisyiyah DIY. Penelitian ini mengklarifikasi nilai-

9

nilai karakter yang terkandung di dalam praktik pembelajaran lagu dan dolanan tradisional

Jawa pada anak usia dini di Taman Kanak-Kanak.

Penelitian Chou, Mei-Ju, Yang, Chen-Hsin, Huang, Pin-Chen (2014) menyatakan

bahwa pendidikan anak usia dini di Taiwan dipandang sangat penting dalam upaya

mengembangkan karakter anak, khususnya di dalam panduan kurikulum ditegaskan bahwa

pendidikan karakter harus dimulai sedini mungkin. Penelitian Chou, dkk, bertujuan untuk

mengetahui lebih mendalam arti penting pendidikan karakter dari perspektif pendidikan

usia dini dan dampaknya terhadap hubungan orangtua dan anak, khususnya dalam

keluarga yang multicultural. Hasil penelitian menyimpulkan pendidikan karakter pada

anak usia dini dapat memperdalam ikatan antara orang tua dan anak-anak. Dukungan dan

peran orang tua anak usia prasekolah dalam mendongeng, bermain, musik dan seni anak-

anak adalah faktor penting dalam hubungan orangtua-anak anak prasekolah.

Dalam rangka penanaman nilai moral pada anak usia dini di dalam keluarga ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu Pertama, nilai yang ditanamkan harus jelas.

Kedua. Harus ada konsistensi atau keajegan. Ketiga,adanya keteladanan dari orang tua.

Keempat, adanya sikap konsekuensi terhadap aturan yang diberlakukan.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan kajian teoritik yang telah dilakukan, pertanyaan

penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut.

1. Apa arti penting pendidikan moral bagi anak usia dini menurut pandangan para

guru Taman Kanak-Kanak di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah?

2. Apa saja nilai-nilai moral yang dikembangkan oleh guru Taman Kanak-Kanak di

DIY dan Jawa Tengah?

3. Apa saja metode yang dipraktikkan oleh guru untuk mendidik nilai-nilai moral

para siswanya di Taman Kanak-Kanak di DIY dan Jawa Tengah?”

4. Bagaimana guru Taman Kanak-Kanak di DIY dan Jawa Tengah mengevaluasi

pendidikan moral anak usia dini?

5. Bagaimana hasil yang telah dicapai oleh para guru Taman Kanak-Kanak di Daerah

Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah dalam melaksanakan pendidikan moral?

10

6. Apa saja tantangan dan hambatan yang dihadapi guru dalam mendidik moral anak

usia dini di Taman Kanak-Kanak di DIY dan Jateng?

11

BAB 3. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunaan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif

untuk menggali informasi lebih dalam mengenai pendidikan nilai-nilai moral di Taman

Kanak-Kanak yang dipraktikkan oleh guru di DIY dan Jateng.

B. Setting Penelitian

Setting penelitian adalah sekolah Taman Kanak-Kanak di DIY (Kabupaten Sleman

dan Kulon Progo) dan Taman Kanak-Kanak di Jawa Tengah yang berbatasan dengan DIY

(Kabupaten Klaten, Magelang, Purworejo).

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah guru-guru TK di Sleman (Kecamatan Ngemplak sebanyak

30 orang), guru-guru TK di Salam (Magelang) sebanyak 30 orang, guru-guru di

Kecamatan Wedi, Klaten sebanyak 30 orang, guru-guru di Kecamatan Bageleng sebanyak

25 orang, guru-guru di Kecamatan Nanggulan, Kulon Progo sebanyak 25 orang sehingga

subjek penelitian semuanya berjumlah 140 orang.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah focus group discussion (FGD).

FGD dilaksanakan di masing-masing wilayah pelayanan pendidikan di tingkat kecamatan

bekerjasama dengan pengurus IGTKI (Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia).

Secara keseluruhan, FGD telah dilaksanakan sebanyak 5 kali dengan melibatkan guru-

guru sebagaimana tersebut di atas.

Pedoman FGD meliputi urgensi pendidikan moral di TK, nilai-nilai moral yang

dikembangkan, setting/suasana pembelajaran yang dirancang, metode pendidikan moral

yang diterapkan, evaluasi pendidikan moral yang dilaksanakan, dan hasil pendidikan yang

telah dicapai.

FGD direkam menggunakan alat perekam digital kemudian dilakukan transkripsi

atas rekaman tersebut dalam bentuk file MS Word.

12

E. Teknik Analisis Data

Setelah data hasil FGD dalam file MS Word terkumpul seluruhnya, dilakukan

analisis dengan teknik analisis kualitatif interaktif model Miles & Huberman (`1994),

dengan tahap-tahap: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Data yang

relevan dengan pertanyaan penelitian dianalisis dan dirangkai dalam proposisi-proposisi

menjadi deskripsi yang saling terkait antara komponen satu dengan komponen lainnya.

Dengan demikian diperoleh pemahaman yang terpadu tentang pendidikan moral anak di

Taman Kanak-Kanak yang telah dipraktikkan oleh para guru di DIY dan daerah

perbatasan DIY-Jateng.

F. Keabsahan Data

Keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi sumber. Berbagai data

yang sama dan saling mendukung dari berbagai sumber (subjek) dipandang sebagai data

yang valid dan selanjutnya disajikan secara deskriptif dan disimpulkan.

13

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Arti penting pendidikan moral di Taman Kanak-Kanak

Para guru mengatakan bahwa setiap hari mereka selalu mendidik anak agar

bersikap dan bertingkah laku baik. Menurut para guru, pendidikan moral merupakan dasar

pendidikan yang perlu ditanamkan sejak usia dini. Para guru juga mengatakan bahwa

setiap hari mereka selalu mendidik anak agar bersikap dan bertingkah laku baik.

Pendidikan moral merupakan dasar pendidikan yang perlu ditanamkan sejak usia dini.

Anak mempunyai fitrah yang suci. Dengan kebiasaan-kebiasaan yang ditanamkan sejak

usia dini diharapkan anak akan menjadi orang baik.

Ada pula guru yang berpendapat bahwa pada dasarnya orang tua menyekolahkan

anaknya dengan harapan agar anak berperilaku baik. Perilaku baik sejak usia dini itu

penting sekali. Anak belum mengetahui nilai moral baik dan buruk. Untuk itulah guru

berperan membentuk karakter dan mengembangkan kepribadian anak didiknya. Anak

akan menghadapi zaman yang lebih berat dibandingkan sekarang; oleh karena itu orang

tua dan guru perlu mendidik moral anak-anak agar menjadi orang yang baik. Guru

mengatakan setiap hari mereka tidak jemu-jemunya memberikan nasihat dan keteladanan

kepada anak-anak.

Selain itu, dikatakan oleh para guru bahwa peserta didik adalah anak usia dini yg

lebih banyak meniru dan menyerap banyak hal dari orang dewasa dan lingkungannya

sehingga guru harus menjadi contoh teladan yang baik dalam berperilaku. Anak akan

meniru perilaku guru yang baik tersebut, yaitu perilaku dan tindakan yang sesuai dengan

ajaran moral. Anak usia dini memerlukan pedoman dan contoh kongkret yang baik

sehingga kelak menjadi orang yang berkepribadian baik, tidak egois, mudah bersosialisasi

dan dapat diterima masyarakat. Pendidikan moral bagi anak usia dini adalah juga fondasi

agar kepribadian anak menjadi kokoh. Dengan demikian kelak anak tidak akan mudah

tergoda untuk berperilaku dan berbuat yang negatif.

Selain pemaknaan dari sisi moral individual, guru juga mempunyai perspektif

ideologi kebangsaan Pancasila dalam memandang arti penting pendidikan moral bagi anak

14

usia dini. Dikatakan oleh salah seorang guru dari Ngemplak sleman yang kemudian

didukung pendapatnya oleh guru-guru yang lain bahwa pada dasarnya bangsa Indonesia

adalah bangsa yang berKetuhanan sehingga setiap warga Negara Indonesia seharusnya

beragama sebagai wujud dari sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Jadi, anak Indonesia harus

berperilaku baik sesuai dengan ajaran agamanya. Perilaku baik tidak dapat diajarkan

secara instan; oleh karena itu anak harus dididik sejak kecil dengan contoh kongkret dari

guru. Jika anak sudah terbiasa baik, maka ia akan menjadi generasi penerus yang baik

pula.

2. Nilai-nilai Moral yang Dikembangkan

Nilai-nilai moral yang dikembangkan di Taman Kanak-Kanak baik di Yogyakarta,

Magelang, Klaten, maupun Purworejo pada intinya sama karena sekolah menerapkan

kurikulum yang sama secara terpusat. Hanya saja, ada perbedaan pandangan mengenai

nilai-nilai utama yang seharusnya dikembangkan di Taman Kanak-Kanak menurut

persepsi/pendapat guru. Secara empiris, nilai-nilai yang dikembangkan di sekolah adalah

sebagai berikut.

a. Nilai religius:

Nilai utama yang dikembangkan adalah nilai religius. Guru-guru sepakat nilai

religius penting sebab bangsa Indonesia adalah bangsa yang berKetuhanan Yang Maha

Esa. Agama memegang peran penting dan menjadi pedoman manusia dalam menjalani

kehidupan sehingga nilai-nilai religius dikenalkan sejak dini terutama pengenalan agama

dan ayat-ayat suci yang pendek serta doa sehari-hari sesuai dengan ajaran agama yang

dianut oleh anak. Di lingkunganTaman Kanak-Kanak yang sekaligus menjadi pesantren,

anak-anak TK sudah dilatih untuk beribadah rutin, berdoa dan menghafal Alquran sejak

masuk pertama ke pesantren. Kompetensi yang ditargetkan adalah anak lulus TK sudah

dapat menghafal dua juz Alquran (juz 29 dan 30). Sementara anak-anak yang bersekolah

di Taman Kanak-Kanak bukan pesantren tidak ada ketentuan wajib menghafal Alquran

sampai dua juz. Kompetensi yang ditargetkan adalah menghafal 20 hadis Nabi

Muhammad Saw (hadis pendek, tidak yang panjang), dapat membaca Iqra sampai minimal

jilid 5 dan membaca doa-doa sehari-hari seperti doa sebelum dan sesudah makan, doa

15

ketika akan tidur dan bangun tidur, doa belajar, doa menaiki kendaraan, doa bepergian,

doa memakai baju, dsb.

b. Nilai kemandirian

Setelah nilai religius, nilai yang paling ditekankan di Taman Kanak-Kanak adalah

kemandirian. Sesuai dengan tingkat perkembangan anak usia dini, kemandirian yang

dimaksud adalah mengerjakan hal-hal yang sederhana seperti mandi sendiri, makan

sendiri, memakai baju dan sepatu sendiri. Juga dibiasakan anak mengemasi barang-

barangnya sendiri sebelum pulang sekolah. Guru membekali anak-anak dengan nasehat

agar di rumah mereka juga belajar mandiri untuk kegiatan-kegiatan yang sama seperti di

sekolah.

c. Nilai kejujuran:

Menurut para guru, nilai kejujuran juga menjadi nilai utama. Kejujuran sangat

penting diajarkan dan dibiasakan agar generasi bangsa menjadi orang jujur. Apabila

menjadi pejabat, mereka tidak korupsi. Terlebih lagi Indonesia masih termasuk bangsa

yang belum bebas dari korupsi.

d. Nilai toleransi:

Selain itu, anak-anak dididik dengan nilai toleransi karena agamanya bermacam-

macam. Toleransi juga dibiasakan ketika bermain sehingga anak mau berbagi makanan

(bekal), tidak berebutan mainan, dan mau bergiliran menggunakan mainan, juga dilarang

membawa mainan dari rumah.

e. Nilai disiplin:

Nilai disiplin dibiasakan agar terbawa sampai besar nanti. Disiplin ketika datang ke

sekolah (harus tepat waktu), disiplin dalam mengantri ke kamar mandi, disiplin ketika

masuk kelas, disiplin dalam mengambil dan meletakkan mainan di tempat semula.

16

f. Nilai peduli sosial:

Menurut para guru, nilai peduli social dikembangkan dengan pembiasaan di sekolah.

Dengan mengembangkan nilai peduli sosial akan tumbuh empati dalam diri anak, akan

rendah hati dan tidak sombong, dan mau berbagi dengan temannya, baik mainan maupun

makanan. Peduli sosial juga diterapkan dengan mengajak anak-anak mengunjungi

temannya yang sedang sakit, berkunjung ke panti asuhan.

g. Nilai respek dan sopan santun:

Nilai ini penting dibiasakan , yaitu sopan santun kepada orang tua, orang yang lebih

tua, guru dan teman. Nilai respek (menghormati orang lain), tidak membeda-bedakan

teman. Anak harus mau bermain dengan semua teman. Anak dilarang membuli temannya.

h. Nilai kesabaran:

Di Taman Kanak-Kanak, guru telah membiasakan dan melatih anak agar bersabar

dalam segala hal, tidak boleh tergesa-gesa dan cepat marah. Walaupun melatih kesabaran

itu sangat sulit untuk anak usia dini, khususnya di Taman Kanak-Kanak, tetapi guru tetap

membiasakan terutama bila ada anak-anak yang berkelahi. Masalah ini menjadi tantangan

tersendiri bagi guru TK.

Dari hasil diskusi terfokus dapat disimpulkan bahwa berbagai nilai telah

dikembangkan guru di Taman Kanak-Kanak. Ada delapan nilai utama yang menjadi

materi pendidikan moral sehari-hari di Taman Kanak-Kanak, yaitu nilai religiusitas,

kemandirian, kejujuran, , disiplin, toleransi, empati/peduli social, respek/sopan santun dan

kesabaran.

3. Setting pendidikan moral

Pendidikan moral dilaksanakan baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Ketika di

dalam kelas, guru sudah mengembangkan moral anak sesuai dengan tema-tema yang ada

di dalam kurikulum Taman Kanak-Kanak sehingga sistematika dan urutannya telah

dirancang dengan sebaik mungkin dalam RPPH. Sedangkan untuk setting di luar kelas,

guru membimbing dan mengawasi anak baik ketika bermain maupun ketika kegiatan out

door.

17

Biasanya anak bermain bersama temannya di halaman sekolah dan sering berebut

mainan. Ketika itu guru menyampaikan nilai-nilai berbagi dan tolong-menolong. Guru

mendemonstrasikan cara meminta maaf yang diikuti oleh siswa yang berkelahi sebagai

tanda berdamai. Guru mengatakan sebagai sesama manusia harus saling memaafkan.

Setelah itu, pada kesempatan selanjutnya, apabila ada anak yang jatuh atau berkelahi,

anak-anak yang lain akan melaporkan kejadian itu kepada gurunya. Dengan demikian,

nasehat dan tindakan guru telah terinternalisasi dalam diri anak bahwa di dalam bermain

dan berkegiatan lainnya harus ada nilai berbagi, tolong-menolong, saling membantu dan

tidak boleh berkelahi.

Pembelajaran di luar kelas sangat menarik minat siswa. Oleh karena semua TK yang

dijadikan setting penelitian berada di desa, maka pembelajaran di luar kelas mengambil

tempat –tempat penting yang ada di desa, seperti kolam ikan, kandang sapi, sawah, sungai,

kebun, industri rumah tangga (pembuatan: tempe, tahu, makanan ringan, kerajinan bambu,

dsb). Anak-anak diberi tugas mengamati dan bertanya kepada pemilik atau pekerja yang

ada di sana untuk mendapatkan informasi terkait fungsi dan kegunaan masing-masing

tempat yang dikunjungi termasuk manfaat dari produk yang dihasilkan. Dari pembelajaran

di luar kelas tersebut, anak dapat belajar juga terkait dengan nilai-nilai kerjasama,

toleransi, dan empati kepada orang lain. Anak juga dapat belajar menghargai setiap

pekerjaan dan manfaatnya bagi masyarakat.

4. Metode Pengembangan Moral

Ada berbagai macam metode yang digunakan guru di Taman Kanak-Kanak baik di

Yogyakarta, maupun di perbatasan Yogyakarta-Jawa Tengah. Secara umum, semua guru

mengatakan mereka telah terbiasa menggunaka metode yang bervariasi, terutama metode

yang bersifat learning by doing, ada contoh yang dapat ditunjukkan. Dari hasil FGD dapat

diketahui bahwa metode yang bervariasi tersebut adalah sebagai berikut.

a. Keteladanan

Sebagaimana telah dinyatakan terdahulu bahwa guru sangat memahami perannya

sebagai teladan bagi siswa. Keteladanan guru Taman Kanak-Kanak sangat penting

untuk pengembangan moral anak dirinya. Menyadari pentingnya keteladanan, guru

dalam tingkah laku sehari-hari telah berusahan menunjukkan keteladanan tersebut,

18

misalnya guru datang lebih awal daripada siswanya, dan menyambut siswa di depan

pintu gerbang sekolah, guru berbicara sopan dan penuh tata karma, guru menunjukkan

kasih sayang dan perhatian yang sama pada semua siswa walaupun ada siswanya yang

berkebutuhan khusus. Guru mengajak siswa untuk berempati dan siap menolong anak

yang berkebutuhan khusus di kelasnya.

b. Pembiasaan

Pembiasaan merupakan metode yang sehari-hari dilakukan guru. Sesuai dengan

tingkat usia perkembangan peserta didik, metode pembiasaan menjadi metode andalan

semua guru TK. Pembiasaan diyakini oleh semua guru sangat penting karena

pendidikan moral merupakan proses yang lama. Peserta didik harus dibiasakan dengan

berbagai kegiatan yang diharapkan akan terinternalisasi secara perlahan-lahan dalam

dirinya. Pembiasaan yang telah dilakukan guru adalah sebagaimana tampak pada tabel

1.

Tabel 1. Pembiasaan yang dilakukan guru TK

No. Pembiasaan Kegiatan Nilai Moral

1. Berdoa Sebelum dan setelah belajar,

sebelum dan sesudah makan,

sebelum dan sesudah tidur,

mendoakan orang tua, bepergian,

memakai baju, becermin, dsb.

religius

2. Mencuci tangan Sebelum dan sesudah makan,

sebelum dan sesudah bermain

disiplin, bersih

3. Antri Mengambil makanan, mengambil

mainan, ke kamar mandi

disiplin, respek

4 Unjuk kebolehan Pentas seni, sosio drama,

panggung boneka

berani, percaya

diri

5. Melakukan kegiatan

pribadi

Makan, minum, mandi, memakai

baju dan sepatu.

mandiri

6. Mengucapkan terima

kasih

Ketika peserta didik mendapatkan

sesuatu dari orang lain

respek, sopan

santun

7. Mengucapkan tolong Ketika peserta didik ingin

mendapatkan bantuan

respek, sopan

santun

8. Mengucapkan maaf Ketika peserta didik berkelahi,

berbuat salah

respek, sopan

santun

9. Mengunjungi teman

sakit

Berkunjung ke rumah teman

sekelas yang sakit

respek, peduli

19

c. Nasehat

Setiap hari guru memberikan nasehat bila waktu sekolah hampir berakhir. Anak-

anak diingatkan agar setelah sampai ke rumah segera membuka sepatu, meletakkannya

di rak sepatu, berganti pakaian rumah, cuci tangan sampai bersih, makan dengan

berdoa di awal dan akhir, bermain tetapi tidak melupakan salat, membantu pekerjaan

orang tua di rumah, tidur tidak boleh lebih dari jam 9 malam, bangun pagi tidak boleh

terlambat.

Selain nasehat harian, guru juga memberi nasehat jika ada kejadian yang tidak

diinginkan misalnya: ada anak yang berkelahi dan menangis. Anak dilerai agar jangan

berkelahi, diberi nasehat untuk hidup rukun, dan didamaikan dengan saling meminta

maaf dan bersalaman.

d. Bercerita.

Guru-guru sering menggunakan metode bercerita untuk mengembangkan moral

anak, seperti bercerita dalam acara Panggung Boneka. Selain itu, anak-anak juga

sering diputarkan film anak-anak . guru mengunduh film anak-anak dari internet dan

diputar di sekolah dengan peralatan laptop dan proyektor LCD), misalnya Film Ipin

Upin pernah diputar di sebuah TK Pembina di Bagelen, tetapi karena film ini

berbahasa Melayu, maka guru menerangkan bahwa anak-anak tidak boleh meniru

berbahasa Melayu, melainkan harus menggunakan Bahasa Indonesia atau Bahasa Jawa

ketika berkomunikasi.

e. Tanya jawab

Guru melakukan tanya jawab setiap hari untuk mengembangkan kemampuan

berbahasa sehingga anak dapat berkomunikasi dengan baik. Dari sisi moral, tanya

jawab dilakukan untuk melatih anak berani mengeluarkan ide dan pendapatnya

sehingga anak menjadi orang yang percaya diri. Tanya jawab biasanya dilakukan

dalam kegiatan pembelajaran dan setelah mengunjungi tempat-tempat tertentu di luar

(out door activity).

20

f. Bernyanyi

Bernyanyi merupakan salah satu metode penanaman nilai moral yang utama

dilakukan guru. Lagu-lagu yang diciptakan untuk anak-anak biasanya sederhana dan

syairnya mengandung ajaran moral seperti lagu “Jangan Buang Sampah Sembarang

Tempat” (ajaran moral kebersihan), Lagu “Bangun Tidur” (ajaran moral kemandirian),

lagu “Tuhanku” (ajaran moral religius), dan banyak lagi.

g. Pengenalan dan hafalan hadis singkat

Di taman kanak-kanak yang berbasis pendidikan Islam, guru mengenalkan hadis-

hadis Nabi Muhammad Saw dan maknanya. Hadis yang dikenalkan adalah hadis

singkat (pendek). Selain itu anak-anak juga dianjurkan untuk menghafal hadis singkat

tersebut, misalnya hadis tentang marah, hadis tentang kebersihan, hadis tentang salat,

dan sebagainya.

h. Bermain peran (sosiodrama)

Salah satu metode penanaman nilai moral yang menyenangkan adalah

sosiodrama. Anak dengan arahan guru bermain peran pada kegiatan belajar tertentu,

seperti pada tema profesi. Misalnya, pada tema profesi polisi. Anak-anak berperan

pada setting peristiwa pelanggaran peraturan lalu lintas. Ada anak yang berperan

sebagai polisi, pengendara sepeda motor yang melanggar aturan lalu lintas, ada yang

menjadi pejalan kaki dan ada juga yang menjadi pengendara lainnya. Diharapkan

dengan bermain peran, anak-anak akan menghayati peran polisi sebagai profesi mulia.

Anak akan terinspirasi untuk menjadi orang yang baik, taat pada aturan yang telah

ditetapkan oleh masyarakat dan negara.

Selain bermain peran di kelompoknya masing-masing, pada akhir tahun

akademik biasanya sekolah mengadakan kegiatan sosiodrama yang diikuti oleh hampir

seluruh anak dengan perannya masing-masing. Misalnya, sosiodrama dengan kisah-

kisah nabi, cerita fable (dongeng hewan) dan dongeng legenda dari Indonesia. Cerita-

cerita tersebut mengandung ajaran moral yang baik yang diharapkan akan ditiru oleh

anak-anak. Menurut para guru, metode sosiodrama biasanya lebih mengena karena

21

langsung praktik bersama teman sehingga keterampilan komunikasi dan sosial anak

menjadi semakin baik.

i. Kunjungan Sosial ke Panti Asuhan dan Panti Jompo

Kunjungan ke panti sosial dan panti jompo secara rutin dilakukan untuk

mengembangkan nilai peduli dan empati dalam diri anak. Dengan kunjungan tersebut

anak akan mengetahui dan merasakan empati terhadap orang lain, baik itu anak yatim

piatu maupun para lansia yang tidak mempunyai keluarga lagi.

j. Wisata pendidikan

Semua guru mengatakan bahwa mereka telah merancang wisata pendidikan

setiap tahun. Wisata ini ada yang dilaksanakan per sekolah, tetapi ada pula yang

dikoordinasikan bersama di bawah kepengurusan IGTKI (Ikatan Guru Taman Kanak-

Kanak Indonesia) dan atau IGABA (Ikatan Guru ‘Aisyiyah Bustanul Athfal). Dengan

demikian wisata tidak hanya satu sekolah, tetapi terdiri dari banyak sekolah se-

Kecamatan. Para guru di Kecamatan Salam setiap tahun menyewa 15 bis untuk wisata

pendidikan ke tempat-tempat rekreasi dan fasilitas umum seperti museum, kebun

binatang, stasiun kereta api sehingga anak belajar berbagai hal dalam kegiatan

wisatanya.

k. Fasilitasi Nilai

Selain pembiasaan sehari-hari, guru juga menyediakan berbagai fasilitas agar

anak lebih mudah mempraktikkan perilaku bermoral secara efektif, misalnya guru

menyediakan kotak amal yang harus diisi oleh siswa setiap hari Jumat. Uang yang

terkumpul secara berkala disumbangkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Jika

ada bencana alam, seperti gempa, gunung meletus, tanah longsor dan sebagainya, uang

amal akan dikeluarkan untuk membantu korban bencana alam.

Ada pula fasilitasi tempat sampah dan arena bermain sehingga anak dapat

mengaktualisasikan nilai-nilai yang telah diajarkan melalui nasehat menjadi lebih

berdaya guna. Sedangkan arena bermain yang bersifat kelompok disediakan di banyak

TK agar sejak dini anak sudah terbiasa untuk bersosialisasi dan bekerja sama.

22

Selain fasilitas untuk mewujudkan kebersihan dan kerjasama, ada pula fasilitas

untuk beribadah, yaitu mushola dan ruang doa. Bagi anak yang beragama Islam, setiap

hari mereka dibiasakan untuk salat Dhuha di mushola sekolah.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa guru taman kanak-kanak telah

menggunakan sebelas (11) metode untuk mendidik moral anak usia dini yang menjadi

tanggung jawabnya.

5. Evaluasi Pendidikan Moral

Evaluasi pendidikan moral umumnya dilakukan sesuai yang tercantum di dalam

kurikulum TK, yaitu menggunakan observasi perilaku anak sehari-hari di sekolah.

Instrumen evaluasi menggunakan lembar observasi. Menurut para guru, hasil amatan

menunjukkan sebagian besar anak-anak telah berkembang baik dalam belajar moral

(mendapat bintang 3) dan hanya sedikit yang mendapat bintang 4.

Biasanya, kelas A masih ada yang mendapat bintang 1 atau 2, tetapi ketika berada di

kelas B anak-anak sudah berperilaku baik sehingga rata-rata mendapatkan bintang 3.

Bila ada kejadian khusus, guru juga melakukan evaluasi khusus dengan mengundang

orang tua siswa datang ke sekolah untuk membahas persoalan anak, misalnya ada anak

yang sering berbicara kotor, mengumpat teman-temannya dengan kata-kata yang kasar,

tidak sopan, ada juga anak yang berbicara menggunakan kata-kata yang mengindikasikan

ia telah menonton video porno.

Dari kejadian-kejadian tersebut, guru mencari sebab-sebabnya dengan mengundang

orang tua ke sekolah. Dari hasil dialog dengan orang tua diketahui penyebabnya. Ada anak

yang sering menonton video porno dari gawai milik orang tuanya. Kemudian, guru

memberikan bimbingan kepada orang tua agar berhati-hati dalam mendidik anak-anaknya,

membiasakan berkata sopan dan lembah lembut, tidak mudah memberikan akses anak

untuk menggunakan gawai pintar (smart phone) yang dimiliknya.

Selain itu, ada buku penghubung antara guru dan orang tua siswa. Setiap hari orang

tua dan guru dapat saling mengecek perilaku anak baik di rumah maupun di sekolah

dengan buku penghubung tersebut. Bila ada permasalahan, guru dan orang tua

mengkomunikasikannya melalui WA pribadi atau bertemu langsung. Masing-masing kelas

23

telah ada grup WA yang anggotanya adalah orang tua siswa dan guru sehingga semua info

penting diberitakan melalui grup WA.

6. Hasil pendidikan moral:

Guru menilai bahwa anak-anak didiknya telah mencapai perkembangan moral yang

sangat berarti selama dua tahun dididik di Taman Kanak-Kanak. Perubahan yang paling

tampak adalah kemandirian dan rasa percaya diri anak. Pada awal masuk, anak-anak

sering menangis, merasa takut, tetapi berubah ketika sudah berada di kelas B. anak-anak

berani tampil, mandiri dalam mengurus dirinya, dapat berkomunikasi dengan sopan,

koordinasi fisik sudah bertambah baik, berangkat sekolah sendiri tanpa diantar orang tua

(siswa yang rumahnya dekat dengan sekolah). Dari sisi nilai religius, yang sudah terwujud

adalah anak sudah dapat menghafal surat-surat pendek dalam kitab suci Alquran (juz

amma) dan sudah dapat menghafal 20 hadis singkat.

7. Tantangan yang dihadapi:

Walaupun merasa telah berhasil mendidik anak-anak usia TK, guru juga menyadari

terkadang ada anak yang tidak dapat mempertahankan kebiasaan yang telah dilatihkan di

Taman Kanak-Kanak karena faktor lingkungan yang telah berbeda/berubah.

Ketika anak berada di jenjang sekolah dasar, disiplin, kebiasaan memberi salam dan

sopan santunnya menjadi hilang. Hal tersebut diketahui guru karena Taman Kanak-Kanak

dan Sekolah Dasar berada dalam satu lingkungan yang sama (berdekatan). Menurut guru,

di lingkungan yang baru (sekolah dasar), anak tidak mendapatkan kesinambungan

pendidikan moral yang benar-benar intensif sehingga apa yang perilaku moral yang telah

dibiasakan di Taman Kanak-Kanak menjadi hilang, tidak teraktualisasi dalam diri anak

lagi.

B. Pembahasan

Dari hasil penelitian telah diketahui bahwa ada sembilan nilai moral yang

dikembangkan oleh guru di Taman Kanak-Kanak Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa

Tengah. Nilai-nilai tersebut adalah religiusitas, kemandirian, percaya diri, kejujuran,

disiplin, toleransi, peduli sosial, respek, dan kesabaran. Anak usia dini telah dikenalkan

24

dan dibiasakan untuk bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai tersebut dengan

menggunakan metode yang bervariasi melibatkan pikiran, perasaan, dan perbuatan.

Dengan demikian apa yang dilakukan oleh guru telah sesuai dengan pendapat Lickona

(1991) bahwa dalam pendidikan moral atau pendidikan karakter harus mencakup tiga

aspek, yaitu pengetahuan moral (moral knowing), perasaan moral (moral feeling) dan

tindakan moral (moral action).

Dalam perspektif Kirschenbaum (1995), ada empat rumpun metode pendidikan

moral, yaitu keteladanan, inkulkasi, fasilitasi, dan keterampilan nilai. Para guru telah

menggunakan tiga metode dengan berbagai strateginya, yaitu keteladanan, inkulkasi, dan

fasilitasi. Hanya metode keterampilan nilai saja yang belum dilaksanakan guru sebab yang

dididik adalah anak usia dini sehingga belum tepat menggunakan metode keterampilan

nilai. Metode inkulkasi mendapatkan porsi yang lebih besar di dalam pendidikan moral

anak, terutama strategi pembiasaan nilai-nilai moral. Pembiasaan merupakan upaya

menginternalisasikan nilai-nilai moral melalui berbagai kegiatan rutin sehingga nilai-nilai

moral tersebut akan menjadi bagian tak terpisahkan dari pribadi anak. Hal tersebut sejalan

dengan pendapat Molchanov (2013: 616) bahwa pengembangan moral dapat dipandang

sebagai proses pengembangan dari pengaturan tingkah laku yang berdasarkan pada

internalisasi sistem norma. Melalui proses pembiasaan anak lama kelamaan akan memiliki

kebiasaan (habit) baik yang disenanginya. Anak sudah menyadari sepenuhnya dan

bersikap setuju mengapa perilaku baik tersebut harus dilakukan. Sejalan dengan pendapat

tersebut, Goodman (2018:8) mengatakan bahwa nilai-nilai kebaikan (virtues) tidak hanya

berkontribusi untuk meningkatkan kualitas kehidupan, tetapi lebih dari itu. Nilai-nilai

moral harus dimiliki oleh setiap orang bukan sekedar jalan untuk mencapai tujuan,

melainkan adalah untuk mewujudkan kehidupan yang baik dan meninggikan martabat

manusia. Usaha ini tentu saja harus dimulai sejak awal, yaitu sejak anak usia dini.

Demikian pula pendapat Ki Hadjar Dewantara bahwa dengan pendidikan moral yang baik,

kodrat bawaan anak yang tidak baik akan tergantikan dengan tabiat yang baik melalui

proses pembiasaan, dorongan dan perhatian yang terus menerus dari guru kepada anak.

Para guru juga sepakat bahwa pendidikan moral yang dilakukannya di taman kanak-

kanak telah berhasil terutama dalam nilai religius, nilai keberanian, dan percaya diri.

Hanya saja guru juga prihatin terhadap anak-anak yang telah lulus dan bersekolah di

25

jenjang berikutnya (sekolah dasar). Ada beberapa anak yang tidak lagi melaksanakan

kebiasaan baik sewaktu di taman kanak-kanak. Mereka justru bertindak yang tidak sesuai

norma moral dan sopan santun sebab lingkungan sekolah yang baru dan keluarga tidak

mempunyai perhatian khusus terhadap pembiasaan perilaku baik sehingga apa yang telah

dipelajari di taman kanak-kanak lama kelamaan menjadi hilang. Hal ini sangat

disayangkan oleh para guru. Telah diketahui bersama bahwa satu aspek penting dalam

pendidikan moral adalah adanya konsistensi di antara pendidik: antara ayah dan ibu di

rumah, antara orang tua dan guru di sekolah, dan antara guru di jenjang yang rendah dan

guru di jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Tanpa konsistensi, pendidikan moral akan

menjadi tidak efektif.

26

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Guru taman kanak-kanak di DIY dan Jawa Tengah menyadari sepenuhnya

bahwa pendidikan moral sejak usia dini penting dilakukan agar anak menjadi generasi

penerus yang baik. Ada sembilan nilai utama yang dikembangkan guru, yaitu

religiusitas, kemandirian, percaya diri, kejujuran, disiplin, toleransi, peduli sosial,

respek, dan kesabaran. Metode yang digunakan guru adalah keteladanan, pembiasaan,

memberi nasehat, bercerita dan pemutaran film anak-anak, dialog, sosiodrama,

kunjungan sosial, wisata pendidikan, fasilitasi, bernyanyi, pengenalan serta hadis

singkat. Evaluasi pendidikan moral dilakukan sesuai yang tercantum di dalam

kurikulum TK, yaitu menggunakan observasi perilaku anak sehari-hari. Sebagian besar

anak telah mencapai perkembangan moral yang baik, dan beberapa anak mendapat

nilai sangat baik. Perilaku moral yang paling tampak perkembangannya adalah

kemandirian dan rasa percaya diri. Bagi yang beragama Islam, anak telah dapat

membaca kitab suci Alquran, dan menghafal 20 hadis pendek.

Walaupun guru telah berusaha maksimal dalam mendidik siswanya, tetap ada

hambatan yang dihadapi. Ada sebagian orang tua siswa yang kurang peduli terhadap

pendidikan moral anak sehingga terjadi inkonsistensi antara penerapan norma di

rumah dan di sekolah. Orang tua belum menjadi teladan dalam mendidik moral anak.

Pemanfaatan gawai yang tidak tepat dan tidak hati-hati menyebabkan anak dapat

mengakses gawai orang tuanya dengan mudah untuk konten-konten orang dewasa

(pornografi dan pornoaksi).

B. Saran

Guru mengadakan parenting secara rutin untuk mendidik orang tua siswa agar

dapat menjadi pendidik moral bagi anak-anaknya secara optimal. Guru perlu membuat

kesepakatan bersama dengan orang tua tentang pemanfaatan gawai untuk menunjang

kehidupan bermoral yang baik bagi anak-anaknya sehingga bebas dari terpapar

konten-konten tontonan orang dewasa yang membahayakan perkembangan anak.

27

DAFTAR PUSTAKA

Chou, Mei-Ju, Yang, Chen-Hsin, Huang, Pin-Chen. The Beauty of Character Education on

Preschool Children’s Parent-Child Relationship. CY-ICER 2014. Procedia -

Social and Behavioral Sciences. 143 ( 2014 ) 527 – 533.

Davidson, Matthew, et.al. (2007). Smart and good schools. Education Week, November

2007. Diambil pada tanggal 3 Maret 2008 dari:

http://www.edweek.org/ew/articles/2007

Dewantara, K. H. (1977). Pendidikan (Education). Yogyakarta: Majelis Luhur Taman

Siswa.

Dovre, Paul J. (2007). From Aristotle to Angelou: best practice in character education.

Education Next, vol. 7, No. 2, September 2007, 38-45.

Efianingrum, Ariefa. dkk. (2011). “Model Pelatihan Respect untuk Mencegah

Kekerasan/Bullying di Sekolah”. Laporan penelitian. Yogyakarta: Lembaga

Penelitian UNY.

Goodman, Joan. (2018). Searching for character and the role of schools. Ethics and

Education Journal. October 2018. DOI.10.1080/17449642.2018.1537989.

Kirschenbaum, H. (1995). 100 ways to enhance values and morality in school and youth

settings. Boston: Allys and Bacon.

Lickona, Thomas. (1991). Educating for character – How our schools can teach respect

and responsibility. New York: Bantam Books.

Lovat, T. “Values Education as good practice pedagogy: Evidence from Australian

empirical research” Journal of Moral Education. Routledge Taylor & Francis

Group. Vol. 46. No. 1. March 2017. 88-96.

Miles, B. Mathew dan Michael Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI

Press.

Mami Hajaroh, dkk. (2014). “Pengembangan Model Indikator Sekolah Ramah Anak di

Kota Yogyakarta”. Laporan Penelitian. Yogyakarta: FIP UNY.

Sergey V. Molchanov. 2013. The Moral Development in Childhood. Procedia - Social

and Behavioral Sciences 86 ( 2013 ) 615 – 620 1877-0428. Published by Elsevier

Ltd. Open access under CC BY-NC-ND license. doi: 10.1016/j.sbspro.2013.08.623

ScienceDirect V Congress of Russian Psychological Society.

Shea, Kathleen & Katherine Bray Murphy. (2009). A perfect match: living values

educational program and Aventura city of excellence school, USA. [versi

elektronik]. Diambil pada tanggal 15 Januari 2010 dari www.springer.com

28

Lampiran Foto-foto Kegiatan

Gambar 1. Bapak Dwi Siswoyo sedang menjelaskan tujuan FGD

Gambar 2. Salah seorang guru dari Salam sedang menyampaikan pengalamannya.

29

Gambar 3. Foto bersama peneliti dan peserta FGD di Kecamatan Salam

Gambar 4. FGD dengan guru-guru TK se Kecamatan Wedi Klaten

30

Gambar 5. Seorang guru dari IGTKI Wedi Klaten sedang menyampaikan pendapatnya.

Gambar 6. FGD dengan guru-guru TK se Kecamatan Bagelen Purworejo

31

Lampiran 2. Susunan Organisasi Peneliti

N

o.

Nama/NIDN Instansi

Asal

Bidang

Ilmu

Alokasi

Waktu

(jam/

mgu)

Uraian Tugas

1. Dr. Dwi

Siswoyo

FIP UNY Ilmu

Pendidikan

14 Merancang proposal,

mengumpulkan data,

menganalisis data,

menyusun laporan

2 Dr. Rukiyati FIP UNY Pendidikan

Nilai

12 Mengumpulkan dan

menganalisis data,

menyusun laporan

3 L. Hendro-

wibowo, M.

Pd..

FIP UNY Pendidikan

Umum

12 komunikasi eksternal,

menganalisis data,

menyusun laporan.

4 Murtamadji,

M. Si.

FIP UNY Pendidikan

Kewargane

garaan

12 Merancang instrumen,

menganalisis data,

menyusun artikel .