MAKALAH MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN...

21
MAKALAH MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT Kelompok 1: Dilla Fadhila G1B008117 Fajarwati G1B011020 Rica Cahyani G1B012003 Lenny Rachmawati G1B012008 Leti Siana G1B012016 Sahida Woro P G1B012021 Heryansyah G1B012025 Tri Wahyuningsih G1B012032 Putri Puspitasari G1B012037 Nia Atiniah G1B012043 Agustin Citriya S G1B012049 Shella Puspawinaya G1B012057 Faza Khairani B G1B012062 Drestanta D G1B012068 Wiji Prasetyo A G1B012082 Widya Nevri N G1B012090 Isni Kurnia Dewi G1B012094 Linggih Indriyani G1B012097 UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT PURWOKERTO 2014

Transcript of MAKALAH MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN...

MAKALAH MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN

RUMAH SAKIT

Kelompok 1:

Dilla Fadhila G1B008117

Fajarwati G1B011020

Rica Cahyani G1B012003

Lenny Rachmawati G1B012008

Leti Siana G1B012016

Sahida Woro P G1B012021

Heryansyah G1B012025

Tri Wahyuningsih G1B012032

Putri Puspitasari G1B012037

Nia Atiniah G1B012043

Agustin Citriya S G1B012049

Shella Puspawinaya G1B012057

Faza Khairani B G1B012062

Drestanta D G1B012068

Wiji Prasetyo A G1B012082

Widya Nevri N G1B012090

Isni Kurnia Dewi G1B012094

Linggih Indriyani G1B012097

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

PURWOKERTO

2014

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan

yang paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Kristiadi (1994) menyatakan

bahwa tugas pemerintah yang paling dominan adalah menyediakan barang-

barang publik (public utility) dan memberikan pelayanan (public service)

misalnya dalam bidang pendidikan, kesejahteraan sosial, kesehatan,

perkembangan perlindungan tenagakerja, pertanian, keamanan dan

sebagainya. Tidak mengherankan apabila bidang kesehatan perlu untuk selalu

dibenahi agar bisa memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik untuk

masyarakat. Pelayanan kesehatan yang dimaksud tentunya adalah pelayanan

yang cepat, tepat, murah dan ramah. Mengingat bahwa sebuah negara akan

bisa menjalankan pembangunan dengan baik apabila didukung oleh

masyarakat yang sehat secara jasmani dan rohani.

Berangkat dari kesadaran tersebut, rumah sakit yang ada di Indonesia

baik milik pemerintah maupun swasta, selalu berupaya untuk memberikan

pelayanan yang terbaik kepada pasien dan keluarganya. Baik melalui

penyediaan peralatan, pengobatan, tenaga medis yang berkualitas sampai pada

fasilitas pendukung lainnya seperti tempat penginapan, kantin, ruang tunggu,

apotik dan sebagainya. Dengan demikian masyarakat benar-benar memperoleh

pelayanan kesehatan yang cepat dan tepat. Rumah sakit sebagai salah satu

fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam

upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat (Aditama,

2006).

Masalah manajemen atau pelayanan di rumah sakit pada akhir-akhir

ini memang banyak menjadi bahan pembahasan di lingkungan masyarakat.

Sering sekali masyarakat yang menggunakan fasilitas ini mengalami kesulitan

dalam memenuhi berbagai persyaratan agar dapat memperoleh layanan

kesehatan yang diinginkan. Sebenarnya perbaikan terhadap mutu rumah sakit

baik dari layanan administrasi maupun medis memang benar-benar mutlak

dibutuhkan. Bukan saja karena banyaknya keluhan-keluhan masyarakat yang

merasa kecewa dengan pelayanan rumah sakit, baik dari segi mutu,

kemudahan prosedur administrasi, tarif, dan juga dengan adanya

perkembangan zaman yang sudah mendesak untuk melakukan perbaikan-

perbaikan. Jolly dan Gerbaud (1992) menyebutkan bahwa pasien yang dirawat

di rumah sakit bukan saja mengharapkan pelayanan medis dan keperawatan

yang baik, makanan yang enak serta utamanya adanya hubungan baik antara

staf rumah sakit dengan para pasien.

B. Identifakasi Masalah

1. Apakah definisi dari rumah sakit?

2. Jelaskan jenis-jenis rumah sakit yang ada di Indonesia?

3. Bagaimanakah manajamen pelayanan rumah sakit?

4. Jelaskan struktur organisasi rumah sakit umum di Indonesia?

5. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi demand terhadap pelayanan

kesehatan dan rumah sakit?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian dari rumah sakit.

2. Mengetahui dan memahami jenis-jenis rumah sakit yang ada di Indonesia.

3. Mengetahui dan memahami manajemen pelayanan rumah sakit.

4. Mengetahui dan memahami struktur organisasi rumah sakit umum di

Indonesia.

5. Mengetahui dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi demand

terhadap pelayanan kesehatan dan rumah sakit.

D. Manfaat

1. Pemerintah dan rumah sakit

Meningkatkan kualitas manajemen pelayanan rumah sakit di Indonesia

Dapat menenerapkan kebijakan manajemen pelayanan rumah sakit di

Indonesia dengan baik dan tepat.

2. Masyarakat

Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Mendapatkan pelayanan rumah sakit sesuai dengan standar pelayanan

kesehatan.

BAB II

ISI

A. Pengertian Rumah Sakit

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan

yang optimal bagi masyarakat dan tempat yang digunakan untuk

menyelenggarakannya disebut sarana kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi

melakukan upaya kesehatan dasar, kesehatan rujukan dan atau upaya

kesehatan penunjang. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan

pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit

(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan

(rehabilitatif) yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan

berkesinambungan (Siregar, 2004).

Menurut undang-undang tentang rumah sakit dijelaskan bahwa rumah

sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan

Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas,

manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan,

perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.

(Depkes, 2009).

Pada umumnya tugas rumah sakit adalah menyediakan keperluan

untuk pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Menurut Keputusan Menteri

Kesehatan RI No: 983/Menkes/SK/XI/1992, tugas rumah sakit umum adalah

melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan

mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan

secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta

melaksanakan rujukan. Rumah sakit mempunyai beberapa fungsi, yaitu

menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang medik dan non

medik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pendidikan dan pelatihan,

penelitian dan pengembangan, pelayanan rujukan upaya kesehatan,

administrasi umum dan keuangan (Siregar, 2004).

B. Jenis-jenis Rumah Sakit yang ada di Indonesia

Di Indonesia dikenal tiga jenis RS sesuai dengan kepemilikan, jenis

pelayanan dan kelasnya.

1. Berdasarkan kepemilikannya, dibedakan tiga macam RS

RS Pemerintah (RS Pusat, RS Provinsi, RS Kabupaten)

RS BUMN/ABRI

RS Swasta yang menggunakan dana investasi dari sumber dalam

negeri (PMDN) dan sumber luar negeri (PMA).

2. Berdasarkan jenis pelayanan

RS Umum

RS Jiwa

RS Khusus (mata, paru, kusta, rehabilitasi, jantung, kangker, dan

sebagainya).

3. Berdasarakan kelasnya

RS kelas A

RS kelas A tersedia pelayanan spesialistik yang luas termasuk

subspesialistik

RS kelas B (pendidikan dan nonpendidikan)

RS kelas B mempunyai pelayanan minimal sebelas spesialistik dan

subspesialistik terdaftar.

RS kelas C

RS kelas C mempunyai minimal empat spesialistik dasar (bedah,

penyakit dalam, kebidanan, dan anak).

RS kelas D (Kepmenkes No.51 Menkes/SK/II/1979).

Di RS kelas D hanya terdapat pelayanan medis dasar Pemerintah sudah

meningkatkan status semua RS Kabupaten menjadi kelas C (Munijaya,

2004).

Keputusan menteri kesehatan NO. 134 Menkes/SK/IV/78 th. 1978

tentang susunan organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Umum di Indonesia

antara lain:

Pasal 1 :

Rumah sakit umum adalah organisasi di lingkungan Departemen

Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada

Dirjen Pelayanan Medik

Pasal 2 :

Rumah sakit umum mempunyai tugas melaksanakan pelayanan kesehatan

(caring) dan penyembuhan (curing) penderita serta pemulihan keadaan

cacat badan dan jiwa (rehabilitation).

Pasal 3 :

Untuk menyelenggarakan tugas tersebut Rumah Sakit mempunyai fungsi :

a. Melaksanakan usaha pelayanan medik

b. Melaksanakan usaha rehabilitasi medik

c. Usaha pencegahan komplikasi penyakit dan peningkatan pemulihan

kesehatan

d. Melaksanakan usaha perawatan

e. Melakasanakan usaha pendidikan dan latihan medis dan paramedic

f. Melaksanakan sistem rujukan

g. Sebagai tempat penelitian

Pasal 4 :

a. Rumah Sakit Umum yang dimaksud dalam keputusan ini adalah RS

kelas A, kelas B, kelas C

b. Rumah Sakit Umum kelas A adalah RSU yang melaksanakan

pelayanan kesehatan yang spesialistik dan subspesialistik yang luas.

c. Rumah Sakit Umum kelas B adalah RSU yang melaksanakan

pelayanan kesehatan yang spesialistik yang luas.

d. Rumah Sakit Umum kelas A adalah RSU yang melaksanakan

pelayanan kesehatan yang spesialistik paling sedikit 4 spesialis dasar

yaitu Penyakit Dalam, Penyakit Bedah, Penyakit kebidanan /

kandungan, dan kesehatan anak (Munijaya, 2004).

C. Manajemen Pelayanan Rumah Sakit

Selain masalah-masalah manajemen, rumah sakit kita juga menghadapi

masalah-masalah yang lebih mendasar, yaitu aspek-aspek filosofi. Apakah RS

harus tetap merupakan instansi sosial yang non-profit making atau

diperbolehkan profit making? Dalam Majalah Manajemen (No. 4, Mei 1981)

telah dikemukakan sebuah artikel: “Organisasi Rumah Sakit Mengapa Kurang

Efektif?” Artikel tersebut ditulis oleh J. Sadiman, dan mengemukakan aspek-

aspek hubungan antara pengurus/yayasan yang memiliki rumah sakit dengan

direksi rumah sakit serta kemungkinan adanya kekaburan mengenai

menejemen organisasi rumah sakit. Masalah manajemen rumah sakit pada

akhir-akhir ini memang banyak disorok. Tidak saja atas keluhan-keluhan

masyarakat yang merasa kecewa dengan pelayanan rumah sakit, baik dari segi

mutu, kemudahan, dan tarif, tetapi juga perkembangan zaman yang memang

sudah mendesak ke arah perbaikan-perbaikan itu (Sulastomo, 2000).

Setidak-tidaknya ada beberapa alasan untuk meningkatkan

kemampuan manajemen rumah sakit :

1. Perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran yang cepat.

Dalam 10-20 tahun terakhir, ilmu kedokteran (termasuk di

Indonesia) telah berkembang tidak saja ke tingkat spesialis dalam bidang-

bidang ilmu kedokteran, tetapi sudah ke superspesialisasi. Selain dengan

ini, teknologi yang dipergunakan juga semakin meningkat. Bisa dipahami

bahwa investasi dalam dunia kedokteran dan rumah sakit akan semakin

mahal (termasuk human invesment-nya). Karena itu, manajemen rumah

sakit yang tidak baik akan menimbulkan pelayanan kesehatan yang

semakin mahal atau sebaliknya, bahwa rumah sakit tidak dapat berjalan

dan bangkrut. Dalam hal ini perlu disadari bahwa dengan perkembangan

tersebut, pelayanan rumah sakit pada dasarnya memang cenderung

menjadi “mahal”.

2. Demand masyarakat yang semakin meningkat dan meluas.

Masyarakat tidak saja menghendaki mutu pelayanan kedokteran

yang baik, tetapi juga semakin meluas. Masalah-masalah yang dahulu

belum termasuk bidang kedokteran sekarang menjadi tugas bidang

kedokteran. Terjadi apa yang disebut proses medicalization. Dapat

dipengerti bahwa karenanya beban rumah sakit akan semakin berat.

3. Dengan semakin luasnya bidang kegiatan rumah sakit, semakin diperlukan

unsur-unsur penunjang medis yang semakin luas pula, misalnya: masalah-

masalah administrasi, pengelolaan keuangan,hubungan masyarakat dan

bahkan aspek-aspek hukum/legalitas. Belum lagi kehendak pasien yang

menghendaki unsur penunjang non-medis yang semakin meningkat sesuai

dengan kebutuhan manusia masa kini. Makin lama makin dirasakan

perlunya pengingkatan pengelolaan rumah sakit secara professional

(Sulastomo, 2000).

Rumah sakit di Indonesia untuk sebagian besar (±70%) dimiliki oleh

Pemerintah. Sebagian rumah sakit swasta didirikan oleh lembaga-

lembaga/yayasan,khususnya dengan latar belakang keagamaan atau lembaga-

lembaga sosial lainnya, yang biasanya diprakarsai oleh kalangan masyarakat

atau orang-orang yang terhormat. Sudah tentu, rumah sakit seperti ini

membawa missi sosial dan karena itu tidak profit making. Mungkin karena

sifat non-profit making inilah, ada kesan bahwa rumah sakit seperti ini

dikelola “asal jalan” dan semata-mata mengutamakan pelayanan medis pasien-

pasien yang dirawat. Kerugian yang ada biasanya akan ditangani lembaga-

lembaga keagamaan/sosial yang bersangkutan, dari donasi/sumbangan yang

diperolehnya (Sulastomo, 2000).

Baru pada akhir-akhir ini, terutama pada sekitar tahun 1975, muncul

rumah sakit swasta di kota-kota besar, yang dikelola dengan motivasi yang

agak berlainan. Meskipun rumah sakit ini tidak secara berteras terang

merupakan lembaga yang profit making, akhirnya toh tidak dapat

disembunyikan bahwa rumah sakit ini mempunyai kemampuan finansial yang

kuat tentunya sulit untuk menyatakan bahwa rumah sakit ini mempunyai

kemampuan finansial yang kuat yang tentunya sulit untuk menyatakan bahwa

rumah sakit ini adalah non-profit making dan sosial semata-mata. Fenomena

ini telah menumbuhkan polemik baru dari segi filosofi, yaitu apakah rumah

sakit dimungkinkan dikelola secara “bisnis” dalam arti menjadi suatu instansi

yang profit making? Polimik ini sudah tentu menyangkut landasan

kenegaraan/falsafah kenegaraan kita, yaitu Pancasila dan UUD 1945

(Sulastomo, 2000).

Meskipun demikian, dalam perkembangan dewasa ini, rumah sakit toh

tidak mungkin dikelola semata-mata sosial. Dalam keadaan sekarang, hamir

seluruh rumah sakit swasta menghadapi realita kehidupan yang semakin

meterialistis. Rumah sakit harus membayar teknologi kedokteran, listrik, air,

dapur dan bahkan imbalan jasa dokter dan paramedis dengan mengikuti harga

pasar. Dalam keadaan inilah, dari segi manajemen, rumah sakit yang selama

ini memang lebih mementingkan aspek sosial, seolah-olah ketinggalan

“kereta”. Tidak terlepas dalam hubungan ini adalah rumah sakit pemerintah di

mana meskipun seluruh biaya eksploitasi/personel/gedung dan lain sebagainya

ditanggung oleh pemerintah (secara teoritis), keperluan mengelola rumah sakit

sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen adalah sangat mutlak (Sulastomo,

2000).

Pengelolaan rumah sakit sehari-hari menjadi wewenang dan tugas

dereksi rumah sakit sendiri. Pada dasarnya, betapapun (mungkin)

kebijaksanaan yang diberikan oleh pengurus yayasan/pemiklik rumah sakit

mungkin sudah baik, citra rumah sakit akan terbebtuk oleh pelaksanaan tugas

sehari-hari (Sulastomo, 2000).

Seperti dikatakan di atas, masalah-masalah ini ,menjadi semakin

kompleks. Pelayanan administrasi/penunjang/hubungan masyarakat dan

aspek-aspek hukum/peraturan rumah sakit semakin luas. Hal ini memerlukan

penanganan manajemen secara lebih profesional. Hospital managemen telah

berkembang menjadi ilmu yang tersendiri. Sebaliknya, ada anggapan bahwa

dokter-dokter (secara profesional) sayang apabila menangani masalah-masalah

yang nonmedis (Sulastomo, 2000).

Masalah itu perlu dikemukakan, karena peranan dokter adalah sangat

kuat dan pengelolaan rumah sakit di Indonesia dewasa ini, yang dengan

sendirinya mempengaruhi jalannya organisasi-organisasi rumah sakit, yaitu

penyelenggaraan organisasi diagnostik, therapy, perawatan pasien,

penyediaan/logistik, administrasi/keuangan, rumah tangga, perlengkapan dan

lain sebagainya (Sulastomo, 2000).

Tentunya akan sangat ideal, apabila seorang direktur adalah seorang

dokter yang telah memperoleh pendidikan dalam Hospital Management.

Tidak berlebihan bahwa para manager rumah sakit di Indonesia telah banyak

belajar dari pengalaman, namun dalam menghadapi perumahsakitan yang

semakin kompleks, masalah ini perlu dipecahkan,m sehingga kemampuan

rumah sakit menyelenggarakan rumah sakit itu dapat ditingkatkan (Sulastomo,

2000).

D. Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Di Indonesia

Dengan memperhatikan uraian di atas jelaslah bahwa ada tiga bahan

yang semestinya sangat penting dengan tugas dan wewenang yang cukup

jelas, yaitu:

1. Pemilik Rumah Sakit/Yayasan/Governing Board.

2. Direksi Rumah Sakit.

3. Staf Kedokteran (medical staff)

Ketiga badan ini, sesuai dengan fungsi dan wewenangnya, saling

mengisi dan mengontrol, sehingga tercapai keseimbangan untuk mengarahkan

tujuan dan hendak dicapai oleh rumah sakit itu. Tetapi, khusus di Indonesia,

ketiga badan ini pada umumnya masih sering terjadi semacam conflict of

interest dari masisng-masing anggota badan tersebut, karena dari segi

personalia sering tidak dapat dipisahkan tugas seorang dokter yang menjadi

direksi rumah sakit yang sekaligus merawat pasien (Sulastomo, 2000).

Tahap sekarang masalah ini memang (dalam batas-batas tertentu) tidak

dapat dihindari, karena peranan yang besar dari para dokter dalam badan-

badan tersebut. Masalah ini dalam tahap pertama tentunya dapat dikurangi

dengan suatu job discription yang sejelas-jelasnya. Di masa depan, dengan

perkembangan rumah sakit yang semakin kompleks, tentunya dianjurkan

adanya pemisahan yang jelas. Dalam hubungan ini, untuk kemudahan

komunikasi, ketiga badan ini dapat membentuk semacam “Badan

Musyawarah” yang merumuskan dan menampung permasalahan-

permasalahan yang ada, sebelum diputus oleh yayasan/Governing

Board/pemilik rumah sakit (Sulastomo, 2000).

Untuk Rumah Sakit Umum Kelas A, susunan organisasinya diatur

sesuai dengan SK Menkes No. 543/VI/1994 adalah sebagai berikut :

a. Direktur

b. Wakil direktur terdiri dari:

1. Wadir Pelayanan Medik dan Keperawatan

2. Wadir Penunjang Medik dan Instalasi

3. Wadir Umum dan Keuangan

4. Wadir Komite Medik

Tiap-tiap wadir diberikan tanggung jawab dan wewenang mengatur

beberapa bidang/ bagian pelayanan dan keperawatan dan instalasi. Instalasi

RS diberikan tugas untuk menyiapkan fasilitas agar pelayanan medis dan

keperawatan dapat terlakasana dengan baik.

Instalasi RS dipimpin oleh seorang kepala yang diberikan jabatan

nonstruktural. Beberapa jenis instalasi RS yang ada pada RS kelas A adalah

instalasi rawat jalan, rawat darurat, rawat inap, rawat intensif, bedah sentral,

farmasi, patologi anatomi, patologi klinik, gizi, laboratorium, perpustakaan,

pemeliharaan sarana rumah sakit(PSRS), pemulasaran jenazah, sterilisasi

sentral, pengamanan dan ketertiban lingkungan dan binatu (Munijaya, 2004).

Komite medik (KM) juga diberikan jabatan nonsturktural yang

fungsinya menghimpun anggota yang terdiri dari para kepala staf medik

fungsional (SMF). KM diberikan dua tugas utama yaitu menyusun standar

pelayanan medis dan memberikan pertimbangan kepada direktur dalam hal :

1. Pembinaan, pengawasan dan penilaian mutu pelayanan mutu pelayanan

medis, hak-hak klinis khusus kepada SMF, program pelayanan medis,

pendidikan dan pelatihan (diklat), serta penelitian dan pengembangan

(litbang)

2. Pembinaan tenaga medis dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan

etika profesi (Munijaya, 2004).

Semua kepala SMF diangkat oleh Dirjen Yan. Medik Depkes RI

berdasarkan usulan dari direktur RS. Dengan mengkaji struktur orgaisasi dan

tugas-tugas pokok RS, dapat dibayangkan bahwa manajemen sebuah RS

hampir mirip dengan manajemen hotel. Yang berbeda, tujuan mereka yang

berkunjung dan jenis pelayanannya. Masyarakat yang berkunjung ke RS

bertujuan untuk memperoleh pelayanan medis karena kejadian sakit yang

dideritanya, sedangkan mereka yang berkunjung ke hotel adalah untuk

bersenang-senang (Munijaya, 2004).

Pembentukan KM di RS sangat diperlukan untuk membantu tugas-tugas

direktur RS dalam menjaga mutu dan etika pelayanan RS. KM dibentuk

berdasarka SK Dirjen Yan. Medik Depkes RI sesuai dengan usul Direktur RS.

Masa kerja Wadir KM adalah tiga tahun. Dibawah wadir KM terdapat panitia

infeksi nosokomial, panitia rekam medis, farmasi dan terapi, audit medik, dan

etika (Munijaya, 2004).

SMF yang menggantikan UPF (Unit Pelaksanaan Fungsional) terdiri

dari dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter subspesialis.

Mereka mempunyai tugas pokok menegakkan diagnosis, memberikan

pengobatan, pencegahan penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan,

penyuluhan, pelatihan dan penelitian pengembangan pelayanan medis. Untuk

RS kelas A, jumlah SMF yang dimiliki minimal 15 buah yaitu (1) Bedah (2)

Kesehatan Anak (3) Kebidanan dan Penyakit Kandungan (4) Penyakit Dalam

(5) Penyakit Saraf (6) Penyakit Kulit dan kelamin (7) THT (8) Gigi dan Mulut

(9) Mata (10) Radiologi (11) Patologi Klinik (12) Patologi Anatomi (13)

Kedoteran Kehakiman (14) Rehabilitasi Medik (15)Anestesi (Munijaya,

2004).

Masing-masing Wadir juga dilengkapi sekertariat khusus dan bidang-

bidang yang dibagi lagi menjadi subbagian dan seksi (sesuai dengan SK

Menkes No. 134). Susunan organisasi RSU kelas B hampir sama dengan kelas

A, bedanya hanya terletak pada jumlah dan jenis masing-mamsing SMF.

Untuk RSU kelas B tidak ada subspesialisnya (Munijaya, 2004).

Susunan organisasi RS kelas C dan D lebih sederhana jika dibandingkan

dengan kelas A dan kelas B. Disini tidak ada wakil direktur, tetapi dilengkapi

dengan staf khusus yang mengurusi administrasi. Kondisi ini berpengaruh

pada jenis pelayanan medis dan jumlah staf profesional (medis dan paramedic)

yang dipekerjakan pada tiap-tiap RS ini. Secara umum, jenis kebutuhan

masyarakat akan pelayanan kesehatan juga akan ikut menentukan peningkatan

kelas sebuah RS di suatu wilayah, terutama yang berlokasi di ibu kota provinsi

(Munijaya, 2004).

E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Demand Terhadap Pelayanan

Kesehatan Dan Rumah Sakit

Menurut Fuchs (1998), Dunlop dan Zubkoff (1981) faktor-faktor yang

mempengaruhi demand pelayanan kesehatan antara lain: kebutuhan berbasis

pada aspek fisiologis; penilaian pribadi akan status kesehatannya; variabel-

variabel ekonomi seperti tarif, ada tidaknya sistem asuransi dan penghasilan;

variabel-variabel demografis dan organisasi. Disamping faktor-faktor tersebut

terdapat faktor lain misalnya, pengiklanan, pengaruh jumlah dokter dan

fasilitas pelayanan kesehatan dan pengaruh inflasi. Faktor-faktor ini satu sama

lain saling terkait secara kompleks (Trisnantoro, 2006).

Kebutuhan Berbasis Fisiologis

Kebutuhan berbasis pada aspek fisiologis menekankan pentingnya

keputusan petugas medis yang menentukan perlu tidaknya seseorang

mendapat pelayanan medis. Keputusan petugas medis ini akan mempengaruhi

penilaian seseorang akan status kesehatannya. Berdasarkan situasi ini maka

demand pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan atau dikurangi. Faktor-faktor

ini dapat diwakilkan dalam pola epidemiologi yang seharusnya diukur

berdasarkan kebutuhan masyarakat. Akan tetapi, data epidemiologi yang ada

sebagian besar menggambarkan puncak gunung es yaitu demand, bukan

kebutuhan (needs).

Penilaian Pribadi akan Status Kesehatan

Secara sosio-antropologis, penilaian pribadi akan status kesehatan

dipengaruhi oleh kepercayaan, budaya dan norma-norma sosial di masyarakat.

Indonesia sebagai negara Timur sejak dahulu telah mempunyai pengobatan

alternatif dalam bentuk pelayanan dukun ataupun tatib. Pelayanan ini sudah

berumur ratusan tahun sehingga dapat dilihat bahwa demand terhadap

pelayanan pengobatan alternatif ada dalam masyarakat. Sebagai contoh, untuk

berbagai masalah kesehatan jiwa peranan dukun masih besar. Disamping itu,

masalah persepsi mengenai risiko sakit merupakan hal yang penting. Sebagian

masyarakat sangat memperhatinkan status kesehatannya, sebagian lain tidak

memperhatikannya.

Variabel-Variabel Ekonomi Tarif

Hubungan tarif dengan demand terhadap pelayanan kesehatan adalah

negatif. Semakin tinggi tarif maka demand akan menjadi semakin rendah.

Sangat penting untuk dicatat bahwa hubungan negatif ini secara khusus

terlihat pada keadaan pasien yang mempunyai pilihan. Pada pelayanan rumah

sakit, tingkat demand pasien sangat dipengaruhi oleh keputusan dokter.

Keputusan dari dokter mempengaruhi length of stay, jenis pekerjaan,

keharusan untuk operasi dan berbagai tindakan medik lainnya. Pada keadaan

yang membutuhkan penanganan medis segera, maka faktor tarif mungkin

tidak berperan dalam mempengaruhi demand, sehingga elastisitas harga

bersifat inelastik. Sebagai contoh, operasi segera akibat kecelakaan lalu lintas.

Apabila tidak ditolong segera, maka korban dapat meninggal atau cacat

seumur hidup.

Masalah tarif rumah sakit merupakan hal yang kontroversial. Pernyataan

normatif di masyarakat memang mengharapkan bahwa tarif rumah sakit harus

rendah agar masyarakat miskin mendapat akses. Akan tetapi tarif yang rendah

dengan subsidi yang tidak cukup dapat menyebabkan mutu pelayanan turun

bagi orang miskin dan hal ini menjadi masalah besar dalam manajemen rumah

sakit.

Penghasilan Masyarakat

Kenaikan penghasilan keluarga akan meningkatkan demand untuk

pelayanan kesehatan yang sebagian besar merupakan barang normal. Akan

tetapi, ada pula sebagian pelayanan kesehatan yang bersifat barang inferior,

yaitu adanya kenaikan penghasilan masyarakat justru menyebabkan

penurunan konsumsi. Hal ini terjadi pada rumah sakit pemerintah di berbagai

kota dan kabupaten. Ada pula kecenderungan mereka yang berpenghasilan

tinggi tidak menyukai pelayanan kesehatan yang menghabiskan waktu

banyak. Hal ini diantisipasi oleh rumah sakit-rumah sakit yang menginginkan

pasien dari golongan mampu. Masa tunggu dan antrian untuk mendapatkan

pelayanan medis harus dikurangi dengan menyediakan pelayanan rawat jalan

dengan perjanjian misalnya. Faktor penghasilan masyarakat dan selera mereka

merupakan bagian penting dalam analisis demand untuk keperluan pemasaran

rumah sakit.

Asuransi Kesehatan dan Jaminan Kesehatan

Pada negara-negara maju, faktor asuransi kesehatan menjadi penting

dalam hal demand pelayanan kesehatan. Sebagai contoh, di Amerika Serikat

masyarakat tidak membayar langsung ke pelayanan kesehatan, tetapi melalui

sistem asuransi kesehatan. Di samping itu, dikenal pula program pemerintah

dalam bentuk jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin dan orang tua.

Program pemerintah ini sering disebut sebagai asuransi sosial. Adanya

asuransi kesehatan dan jaminan kesehatan dapat meningkatkan demand

terhadap pelayanan kesehatan. Dengan demikian, hubungan asuransi

kesehatan dengan demand terhadap pelayanan kesehatan bersifat positif.

Asuransi kesehatan bersifat mengurangi efek faktor tarif sebagai hambatan

untuk mendapatkan pelayanan kesehatan pada saat sakit. Dengan demikian,

semakin banyak penduduk yang tercakup oleh asuransi kesehatan maka

demand akan pelayanan kesehatan (termasuk rumah sakit) menjadi semakin

tinggi. Peningkatan demand ini dipengaruhi pula oleh faktor moral hazard.

Seseorang yang tercakup oleh asuransi kesehatan akan terdorong

menggunakan pelayanan kesehatan sebanyak-banyaknya.

Variabel- Variabel Demografis dan Umur

Faktor umur sangat mempengaruhi demand terhadap pelayanan

preventif dan kuratif. Semakin tua seseorang sendiri meningkat demandnya

terhadap pelayanan kuratif. Sementara itu, demand terhadap pelayanan

kesehatan preventif menurun. Dengan kata lain, semakin mendekati saat

kematian, seseorang merasa bahwa keuntungan dari pelayanan kesehatan

preventif akan lebih kecil dibandingkan deangan saat masih muda. Fenomena

ini terlihat pada pola demografi di negara maju yang berubah menjadi

masyarakat tua. Pengeluaran untuk pelayanan kesehatan menjadi sangat

tinggi.

Jenis Kelamin

Penelitian di Amerika Serikat menunjukan bahwa demand terhadap

pelayanan kesehatan oleh wanita ternyata lebih tinggi dibanding dengan laki-

laki. Hasil ini sesuai dengan dua perkiraan. Pertama, wanita memiliki

insidensi penyakit yang lebih tinggi dibanding dengan laki-laki. Kedua, karena

angka kerja wanita lebih rendah maka kesediaan meluangkan waktu untuk

pelayan\an kesehatan lebih besar dibanding dengan laki-laki. Aakan tetapi,

pada kassus-kasus yang bersifat darurat perbedaan antara wanita dan laki-laki

tidaklah nyata.

Pendidikan

Seseorang dengan pendidikan tinggi cenderung memiliki demand yang

lebih tinggi. Pendidikan yang lebih tinggi cenderung meningkatkan kesadaran

akan status kesehatan, dan konsekuensinya untuk menggunakan pelayanan

kesehatan.

Faktor-Faktor Lain

Berbagai faktor lain yang mempengaruhi demand pelayanan

kesehatan, yaitu pengiklanan, tersedianya dokter dan fasilitas pelayana

kesehatan, serta inflasi. Iklan merupakan faktor yang sangat lazim digunakan

dalam bisnis komoditas ekonomi untuk meningkatkan demand. Akan tetapi,

sektor pelayanan kesehatan secara tradisional dilarang karena bertentangan

dengan etika dokter dan apabila akan diberikan maka dalam bentuk informasi

mengenai pelayanan rumah sakit. Patut dicatat bahwa pelayanan kesehatan

tradisional seperti para tabib, dukun, dan pengobatan alternatif sudah lazim

melakukan iklan di surat kabar dan majalah. Berbagai rumah ssakit di

Indonesia telah memperhatikan faktor pengiklanan sebagai salah satu cara

peningkatan demand.

Tersedianya dokter dan fasilitas pelayanan kesehatan merupakan

faktor lain yang meningkatkn demand. Fuchs (1998) menyatakan bahwa pada

asumsi semua faktor lain tetap, kenaikan jumlah dokter spesialis bedah

sebesar 10% akan meningkatkan jumlah operasi sebesar 3%. Kehadiran dokter

gigi akan meningkatkan demand untuk pelayanan kesehatan mulut.

Keberadaan dokter spesialis THT akan meniongkatkan demand untuk operaasi

Tonsilektomi. Kehadiran dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan

dengan peralata operasi akan meningkatkan demand untuk pelayana bedah

caesar.

Efek inflasi terhadap demand terjaadi melalui perubahan-perubahan

pada tarif pelayanan rumah sakit, jumlah relatif pendapatan keluarga, dan

asuransi kesehatan. Faktor ini haarus diperhatikan oleh rumah sakit karena

pada saat inflasi tinggi, ataupun pada resesi ekonomi, demand terhadap

pelayanan kesehatan akan dapat terpengaruh. Pada saat krisis ekonomi di

Indonesia, tercatat berbagai rumah sakit di Yogyakarta tidak mengalami

penurunan demand. Justru bangsal-bangsal VIP tidak menurun penghuninya,

bahkan menunjukan kecenderungan naik. Sal;ah satu dugaan adalah pasien

kaya yang biasa pergi ke Jakarta atau Singapura, mengubah perilakunya

untuk mencari penyembuhan pada rumah sakit di Yogyakarta. Ketika kasus

SARS merebak di Singapura, pengamatan menunjukan bahwa BOR kelas VIP

di sebuah kota besar di Indonesia ternyata meningkat. Ada kemungkinan

penduduk Indonesia yang demand mencari pengobatan biasa kle Singapura,

kemudian mengubahnya ke Indonesia akibat takut terkena SARS (Trisnantoro,

2006).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki

peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat

kesehatan masyarakat. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah

sakit mempunyai beberapa fungsi, yaitu menyelenggarakan pelayanan medik,

pelayanan penunjang medik dan non medik, pelayanan dan asuhan

keperawatan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan,

pelayanan rujukan upaya kesehatan, administrasi umum dan keuangan.

Di Indonesia dikenal tiga jenis RS sesuai dengan kepemilikan, jenis

pelayanan dan kelasnya. Kemampuan manajemen rumah sakit perlu

ditingkatkan dengan alasan: perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran

yang cepat, Demand masyarakat yang semakin meningkat dan meluas, dan

semakin luasnya bidang kegiatan rumah sakit, semakin diperlukan unsur-

unsur penunjang medis yang semakin luas pula, misalnya: masalah-masalah

administrasi, pengelolaan keuangan, hubungan masyarakat dan bahkan aspek-

aspek hukum/legalitas. Dari segi manajemen, rumah sakit yang selama ini

memang lebih mementingkan aspek sosial, seolah-olah ketinggalan “kereta”.

Tidak terlepas dalam hubungan ini adalah rumah sakit pemerintah di mana

meskipun seluruh biaya eksploitasi/personel/gedung dan lain sebagainya

ditanggung oleh pemerintah (secara teoritis), keperluan mengelola rumah sakit

sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen adalah sangat mutlak.

Ada tiga bahan yang semestinya sangat penting dengan tugas dan

wewenang yang cukup jelas dalam struktur organisasi rumah sakit umum di

Indonesia, yaitu: Pemilik Rumah Sakit/Yayasan/Governing Board, Direksi

Rumah Sakit dan Staf Kedokteran (medical staff. Ketiga badan ini, sesuai

dengan fungsi dan wewenangnya, saling mengisi dan mengontrol, sehingga

tercapai keseimbangan untuk mengarahkan tujuan dan hendak dicapai oleh

rumah sakit itu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi demand pelayanan kesehatan antara

lain: kebutuhan berbasis pada aspek fisiologis; penilaian pribadi akan status

kesehatannya; variabel-variabel ekonomi seperti tarif, ada tidaknya sistem

asuransi dan penghasilan; variabel-variabel demografis dan organisasi.

Disamping faktor-faktor tersebut terdapat faktor lain misalnya, pengiklanan,

pengaruh jumlah dokter dan fasilitas pelayanan kesehatan dan pengaruh

inflasi. Faktor-faktor ini satu sama lain saling terkait secara kompleks.

B. Saran

Perbaikan terhadap mutu rumah sakit baik dari layanan administrasi

maupun medis. Rumah sakit-rumah sakit yang ada di Indonesia baik milik

pemerintah maupun swasta, diharapkan memberikan pelayanan yang lebih

baik dari sebelumnya kepada pasien dan keluarganya. Baik melalui

penyediaan peralatan pengobatan, tenaga medis yang berkualitas sampai pada

fasilitas pendukung lainnya seperti tempat penginapan, kantin, ruang tunggu,

apotik dan sebagainya. Dengan demikian masyarakat benar-benar memperoleh

pelayanan kesehatan yang cepat dan tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Tjandra Yoga. 2006. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta:

Penerbit Universitas Indonesia.

Depkes RI, 2009. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44

TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT

Jolly D. danGerbaud I. 1992. Hospital of Tomorrow. Geneva: WHO.

Kristiadi. 1994. Administrasi /Manajemen Pembangunan (Kumpulan Tulisan),

Subbagian Tata Usaha Ketua LAN RI. Jakarta

Munijaya, A.A. Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Siregar, Charles. JP., 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Cetakan

I. Jakarta: Penerbit EGC

Sulastomo. 2000. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Trisnantoro, Laksono. 2006. Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi dalam

Manajemen Rumah Sakit. Yogyakarta : UGM