BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA OD KERATITIS PUNGTATA DISUSUN OLEH

28
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN REFARAT UNIVERSITAS HASANUDDIN MARET 2014 OD KERATITIS PUNGTATA DISUSUN OLEH: Andi Besse Fatryani C111 09 361 PEMBIMBING : dr. Andi Hasyim Asy’ari SUPERVISOR: dr. Sitti Soraya Taufik, Sp.M, M.Kes BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 7

Transcript of BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA OD KERATITIS PUNGTATA DISUSUN OLEH

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN REFARAT UNIVERSITAS HASANUDDIN MARET 2014

OD KERATITIS PUNGTATA

DISUSUN OLEH:

Andi Besse Fatryani

C111 09 361

PEMBIMBING :

dr. Andi Hasyim Asy’ari

SUPERVISOR:

dr. Sitti Soraya Taufik, Sp.M, M.Kes

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

7

2014

KERATITIS PUNGTATA

I. PENDAHULUAN

Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan

strukturnya sebanding dengan kristal sebuah jam

tangan kecil. Kornea berfungsi sebagai membran

pelindung dan jendela yang di lalui oleh berkas

cahaya saat menuju ke retina. Kornea ini disisipkan

kedalam sklera pada limbus. Kornea mempunyai enam

lapisan yang berbeda-beda yaitu lapisan epitel,

lapisan bowman, stroma, dua’s layer, membran

descement dan lapisan endotel. Lapisan epitel pada

kornea merupakan sawar yang efisien terhadap masuknya

mikroorganisme ke dalam kornea. Namun sekali kornea

ini cedera,stroma yang avaskuler dan lapisan bowman

mudah terinfeksi berbagai macam organisme, seperti

bakteri, amoeba dan jamur.(1,2)

Radang kornea ( Keratitis ) biasanya

diklasifikasikan dalam lapis kornea yang terkena

yaitu seperti keratitis superficial, dan intertisial

atau profunda. Keratitis dapat disebabkan oleh

berbagai hal seperti kurangnya air mata, keracunan

8

obat, reaksi alergi terhadap pengobatan topical yang

di berikan dan reaksi terhadap konjungtivitis

menahun.keratitis akan memberikan gejala mata merah,

rasa silau dan merasa kelilipan. Keratitis pungtata

memberikan gambaran seperti infiltrat halus pada

permukaan kornea.(3)

II. ETIOLOGI

Keratitis pungtata merupakan keratitis yang

terkumpul didaerah bowman dengan infiltrat berbentuk

bercak-bercak halus. Keratitis pungtata disebabkan oleh

hal-hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi pada

moluskum kontangiosum, akne rosasea, herpes zooster,

herpes simpleks, blefaritis, keratitis neuroparalitik,

infeksi virus, dry eyes, trauma radiasi, lagoftalmus,

dan keracunan obat. Keratitis pungtata sangat sering

ditemukan mengingat etiologi dari penyakit ini berasal

dari berbagai faktor eksogen seperti benda asing pada

bagian dalam palpebra, lensa kontak, asap dan lain-

lain.(4)

Keratitis pungtata superfisial sangat sering

ditemukan mengingat etiologi dari penyakit ini

berasal dari berbagai faktor eksogen seperti benda

asing pada bagian dalam palpebra, lensa kontak,

asap, dan lain-lain. Penyakit ini pun dapat berupa

gejala sekunder dari keratitis jenis lain. Keratitis

9

pungtata superfisialis ini pun dapat disebabkan oleh

faktor endogen yaitu Thygeson disease.(5)

Beberapa penyebab keratitis pungtata superfisial: (6)

1. Infeksi virus merupakan penyebab utama. Virus yang

sering menginvasi ialah herpes zoster, adenovirus,

epidemic keratoconjunctivitis, pharyngo-conjunctival fever dan

herpes simpleks.

2. Infeksi chlamydia termasuk di dalamnya trachoma

dan konjungtivitis inklusi.

3. Lesi toksik dapat berasal dari toksin

staphylococcal yang berhubungan dengan

blepharokonjungtivitis.

4. Lesi tropik seperti keratitis exposure keratitis

danneuroparalytic keratitis.

5. Lesi alergik seperti vernal keratokonjungtivitis.

6. Lesi iritasi merupakan efek dari beberapa obat

seperti idoxuridine.

7. Gangguan kulit dan membran mukosa seperti acne

rosacea dan pemphigoid.

8. Dry eye syndrome sepertikeratoconjunctivitis sicca

9. Penyakit idiopatik sepertiThygeson superficial punctate keratitis

and Theodore's superior limbic keratoconjunctivitis.

10.Photo-ophthalmitis.

10

III. ANATOMI

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal

24 mm. bola mata dibagian depan (Kornea) mempunyai

kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat 2

bentukkelengkungan yang berbeda.(4)

Bola mata dibungkus oleh 3 jaringan ikat, yaitu : (4)

1. Sklera merupakan jaringan ikat kenyal dan

memberikan bentuk pada mata, merupakan bagian

terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan

sklera disebut kornea yang bersifat transparan

sehingga memudahkan cahaya masuk kedalam bola

mata. Kelengkungan pada kornea lebih besar

dibandingkan pada sklera.

2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskuler, yang

terdiri dari iris, korpus siliaris dan koroid.

Pada iris didapatkan pupil yang terdiri oleh 3

susunan otot dapat mengatur jumlah sinar yang

masuk kedalam mata. Otot dilatator dipersarafi

oleh simpatis sedangkan sfingter iris dan otot

siliaris dipersarafi oleh para simpatis. Otot

siliaris yang terletak dibadan siliaris mengatur

bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Corpus

siliaris yang menghasilkan humor akuos yang

dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada

pangkal iris dibatas kornea dan sklera.

11

3. Lapisan ketiga bola mata adalah retina yang

terletak paling dalam dan mempunyai sususan

sebanyak 10 lapis membran neurosensoris yang akan

merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik

yang diteruskan ke otak.

Badan kaca atau humor vitreus mengisi rongga dalam

bola mata dan bersifat gelatin yang hanya menempel

pada papil saraf optik, makula dan pars pelana.

Lensa terletak dibelakang pupil yang dipegang di

daerah ekuatornya oleh zonula zinii. Lensa

mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat dekat

sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula

lutea. Terdapat 6 otot penggerak bola mata dan

terdapat kelenjar lakrimal yang terletak pada daerah

temporal atas dalam rongga orbita.(4)

ANATOMI KORNEA

12

Gambar 1 : Anatomi BolaMata

Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah

selaput bening mata, merupakan bagian selaput mata

yang tembus cahaya dan merupakan lapisan jaringan

yang menutup bola mata sebelah depan. Kornea

merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup

bola mata disebelah depan. Pembiasan sinar terkuat

dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50

dioptri pembiasan sinar masuk dilakukan oleh kornea.

Rata – rata ketebalan kornea pada orang dewasa

adalah sekitar 0,52 mm di sentral dan 0,65 mm di

perifer. Diameter horizontal kornea rata – rata

orang dewasa adalah 11,75 mm dan diameter

vertikalnya rata – rata 10,66 mm. Dari anterior ke

posterior, kornea memiliki 6 lapisan yang saling

berhubungan yaitu lapisan epitel (yang merupakan

kelanjutan dari epitel dikonjungtiva bulba),

membrana bowman, stroma, lapisan dua’s, membrana

descement dan endotel.(4)

1. Epitel, terdiri atas 5 lapisan sel tidak

bertanduk yang saling tumpang tindih, 1 lapis sel

basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel

basal sering terlihat mitosis sel dan sel muda

ini terdorong ke depan menjadi menjadi lapis sel

sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel

gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal

disampingnya dan sel poligonal didepannya melalui

13

dermosom dan makula ekluden, ikatan ini

menghampat pengaliran air, elektrolit dan glukosa

yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan

membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila

terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi

rekuren.

2. Membrane Bowman, terletak di bawah epitel kornea

yang merupakan kolagen yang tersusun tidak

teratur seperti stroma dan berasal dari bagian

stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya

regenerasi.

3. Stroma, terdiri atas lamel yang merupakan susuna

kolagen yang sejajar 1 dengan lainnya, pada

permukaan terlihat ayaman yang teratur sedang di

bagian perifer serat kolagen ini bercabang,

terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu

lama yang kadang – kadang sampai 15 bulan. Stroma

ini adalah merupakan sekitar 90% dari ketebalan

kornea.

4. Lapisan Dua’s tahun 2013 oleh Harminder S. Dua

dan rekan-rekannya di University of Nottingham.

merupakan sebuah lapisan di kornea manusia.

Tebalnya hanya 15 mikron dan terletak antara

stroma kornea dan membran Descemet. Meski tipis,

lapisan ini sangat kuat dan kedap udara.

14

5. Membrane Descement, merupakan membran aseluler

dan merupakan batas belakang stroma kornea yang

dihasilkan dari sel endotel dan merupakan membran

basalnya. Membrane ini bersifat sangat elastic dan

berkembang terus seumur hidup.

6. Endotel, terdiri atas 1 lapisan sel dengan bentuk

hexagonal, besarnya sampai 40 –60 mm. endotel

tidak mempunyai daya regenerasi.

Suplai darah kornea berasal dari pembuluh –

pembuluh darah konjungtifa, episklera dan sklera yang

15

Gambar 2 : LapisanKornea Normal

berakhir di sekitar limbus korneosklera. Kornea itu

sendiri bersifat avaskuler.(7)

IV. FISIOLOGI KORNEA

Fungsi utama kornea adalah sebagai membrane

protektif dan sebuah “jendela” yang dilalui cahaya

untuk mencapai retina. Transparansi kornea

dimungkinkan oleh sifatnya yang avaskuler, memiliki

struktur yang uniform yang sifat deturgescence –

nya. Transparansi stroma dibentuk oleh pengaturan

fisis special dari komponen – komponen fibril.

Walaupun indeks refraksi dari masing – masing fibril

kolagen berbeda dari substansi infibrilar, diameter

yang kecil (300 A) dari fibril dan jarak yang kecil

diantara mereka (300 A) mengakibatkan pemisahan dan

regularitas yang menyebabkan sedikit pembiasan

cahaya dibandingkan dengan inhomogenitas optikalnya.

Sifat deturgescence di jaga dengan pompa bikarbonat

aktif dari endotel dan fungsi barbier dari epitel

dan endotel. Kornea di jaga agar tetap berada pada

keadaan “basah” dengan kada air sebanyak 78%. (1,2)

Kornea menerima suplai sensoris dari bagian

oftalmik nervus trigeminus. Sensasi taktil yang

terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan

mata. Setiap kerusakaan pada kornea (erosi,

penetrasi benda asing atau keratokonjungtivitis

16

ultraviolet) mengekspose ujung saraf sensorik dan

menyebabkan nyeri yang intens disertai dengan

refleks lakrimasi dan penutupan bola mata

involunter. Trias yang terdiri atas penutupan mata

involunter (blepharospasme), refleks lakrimasi

(epiphora) dan nyeri selalu mengarahkan kepada

kemungkinan adanya cedera kornea.(6)

Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous,

kornea merupakan struktur jaringan yang braditrofik,

metabolismenya lambat dimana ini berarti

penyebuhannya juga lambat. Metabolisme kornea (asam

amino dan glukosa) diperoleh dari 3 sumber, yaitu:(6)

Difusi dari kapiler-kapiler disekitarnya

Difusi dari humor aquos

Difusi dari film air mata

Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba

dan pengaruh lingkungan, oleh sebab itu untuk

melindunginya kornea memiliki beberapa mekanisme

pertahanan. Mekanisme pertahanan tersebut termasuk

refleks berkedip, fungsi antimikroba film air mata

(lisosim), epitel hidrofobik yang membentuk barrier

terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk

beregenerasi secara cepat dan lengkap.(6)

17

Ketika pathogen telah menginvasi jaringan melalui

lesi kornea superfisial, beberapa rantai kejadian

tipikal akan terjadi, yaitu: (6)

Terjadi lesi pada kornea

Patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi

struma kornea

Antibodi akan menginfiltrasi lokasi invasi

pathogen Hasilnya akan tampak gambaran

opasitas pada kornea dan titik invasi

pathogen akan membuka lebih luas dan

memberikan gambaran infiltrasi kornea.

Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion

(umunya berupa pus yang akan berakumulasi

pada lantai dari bilik mata depan).

Pathogen akan menginvasi seluruh kornea

Hasilnya stroma akan mengalami atropi dan

melekat pada membrana descemet yang relatif

kuat dan akan menghasilkan descematocele yang

dimana hanya membrana descement yang intak.

Ketika penyakit semakin progresif, perforasi

dari membran descement terjadi dan humor

aquos akan keluar. Hal ini disebut ulkus

kornea perforata dan merupakan indikasi bagi

intervensi bedah secepatnya. Pasien akan

menunjukkan gejala penurunan visus progresif

dan bola mata akan menjadi lunak.

18

V. KLASIFIKASI

Keratitis dapat di bagi berdasarkan :

1. Lesi Kornea

Keratitis epithelial

Epitel kornea terlibat pada kebanyakan jenis

konjungtivitis dan keratitis, dan pada kasus-kasus

tertentu merupakan satu-satunya jaringan yang terlibat

(misalnya pada keratitis pungtata superfisialis).

Perubahan pada epitel sangat bervariasi, dari edema

biasa dan vakuolasi sampai erosi kecil-kecil,

pembuntukan filament, keratinisasi parsial, dan lain-

lain. Lesi-lesi itu juga bervariasi lokasinya pada

kornea. Semua variasi ini mempunyai makna diagnostik

yang penting dan pemeriksaan biomikroskopik dengan dan

tanpa pulasan fluorosein yang merupakan bagian dari

setiap pemeriksaan mata bagian luar.(4)

Keratitis Stroma

Respon stroma kornea terhadap penyakit termasuk

infiltrasi, yang menunjukkan akumulasi sel – sel

radang; edema muncul sebagai penebalan kornea,

pengkeruhan atau parut; penipisan dan perlunakan, yang

dapat berakibat perforasi, dan vaskulasrisasi. Pada

respon ini kurang spesifik bagi penyakit ini, tidak

seperti pada keratitis epithelial dan dokter sering

19

harus mengandalkan informasi klinik dan pemeriksaan

labpratorium untuk menetapkan penyebabnya.(4)

Keratitis Endotelial

Disfungsi endothelium kornea akan berakibat ederma

kornea, yang mula-mula mengenai stroma dan epitel. Ini

berbeda dari edema kornea yang disebabkan oleh

peningkatan tekanan intraokuler, yang mulai pada epitel

kemudian stroma. Selama kornea tidak terlalu sembab,

sering masih mungkin dilihat kelainan morfologik

endotel kornea dengan slitlamp. Sel–sel radang pada

endotel (endapan keratik atau keratik precipitat) tidak

selalu menandakan adanya penyakit endotel karena sel

radang juga merupakan manifestasi dari uveitis

anterior, yang dapat atau tidak menyertai keratitis

stroma.(4)

2. Organisme Penyebab

Keratitis Bakterial

Lebih dari 90% inflamasi kornea disebabkan oleh

bakteri. Sejumlah bakteri yang dapat menginfeksi kornea

yaitu Staphylococcus epidermis, Staphylococcus aureus,

Streptococcus pnemoniae, koliformis, pseudomonas dan

haemophilus. Kebanyakan bakteri tidak dapat menetrasi

kornea sepanjang epitel kornea masih intak. Hanya

bakteri gonococci dan difteri yang dapat menetrasi

epitel korea yang intak. Gejala – gejalanya antara lain

20

yaitu nyeri, fotofobia, visus lemah, lakrimasi dan

sekret purulen. Sekret purulen khas untuk keratitis

bakteri sedangkan keratitis virus mempunyak sekret yang

berair.(1,5)

Terapi konservatif pada keratitis bakteri adalah

antibiotik topikal (ofloxacin dan polymixin) yang

berspektrum luas untuk bakteri gram positif dan bakteri

gram negative sampai hasil kultur pathogen dan

resistensi diketahui. Immobilisasi badan siliar dan

iris oleh terapi midriasis diindikasikan jika ada

iritasi intraocular. Keratitis bakteri dapat diterapi

pertama kalinya dengan tetes mata ataupun salep. Terapi

pembedahan berupa keratoplasti emergency dilakukan jika

terdapat descematocel atau ulkus kornea yang perforasi.(5)

21

Keratitis Bakteri

Keratitis Viral

Keratitis Herpes Simplex

Terdapat dua bentuk keratitis herpes simplex yaitu

primer dan rekurens. Keratitis jenis ini merupakan

penyebab ulkus yang paling umum dan penyebab kebutaan

kornea yang paling umum. Gejalanya yaitu sangat nyeri,

photophobia, hiperlakrimasi, dan pembengkakan pada

kelopak mata. Bentuk keratitis virus herpes simpleks

dibedakan berdasarkan lokasi lesi pada lapisan kornea.

Keratitis dendritic mempunyai khas lesi epitel yang

bercabang, sensitifitas kornea menurun dan dapat

berkembang menjadi keratitis stromal. Keratitis stromal

ini mempunyai epitel yang intak, pada pemerikasaan

slitlamp menunjukkan infiltrate kornea disirformis

sentral. Sedangkan keratitis endothelium terjadi karena

virus herpes simpleks terdapat pada humor aquos yang

menyebabkan pembengkakan sel endotel. Dan sindrom

22

nekrosis retinal akut mengenai bola mata bagian

posterior yang terlibat pada pasien imunokompromis

(AIDS).(5)

Pengobatan dapat diberikan virustatika seperti IDU

trifluoritimidin dan asiklovir. Pemberian streroid pada

penderita herpes sangat berbahaya, karena gejala akan

sangat berkurang akan tetapi proses berjalan trus

karena daya tahan tubuh yang berkurang.(5)

Keratitis Herpes Zooster

Keratitis herpes zoster merupakan manifestasi

infeksi virus herpes zoster pada cabang pertama saraf

trigeminus, termasuk puncak hidung dan demikian pula

dengan kornea atau konjungtiva. Bila terjadi kelainan

saraf trigeminus ini, maka akan memberikan keluhan pada

daerah yang dipersarafinya dan pada herpes zoster akan

mengakibatkan terdapatkan vesikel pada kulit. Pada mata

akan terasa sakit dengan perasaan yang berkurang

(anastesia dolorosa). Pengobatan adalah simtomatik

seperti pemberian analgetika, vitamin dan antibiotik

topical atau umum untuk mencegah infeksi sekunder.(5)

Keratitis Jamur

Pathogen yang lebih sering adalah Aspergilus dan

Candida albicans. Mekanisme yang sering adalah trauma

terkena bahan - bahan organic yang mengandung jamur

seperti ranting pohon. Pasien pada umumnya mengeluhkan

gejala yang sedikit. Pada inspeksi didapatkan mata

23

merah, ulkus yang berbatas tegas dan dapat meluas

menjadi ulkus kornea serpiginuous. Pada pemeriksaan

slitlamp menunjukkan infiltrate stroma yang berwarna

putih keabuan, khusuhnya jika penyebabnya adalah

candida albicans. Lesi – lesi yang lebih kecil

berkelompok mengililingi lesi yang besar membentuk lesi

satelit. Indentifikasi mikrobiologi jamur sulit dan

memakan waktu. Pengobatan konservatif berupa anti

nikotik topikal seperti natamycin, nystatin dan

amphoterisin B, sedangkan tindakan pembedahan berupa

keratoplasti jika dengan pengobatan konservatif gagal

dan keadaan makin memburuk dalam perawatan.(5)

VI. GEJALA KLINIS

Pada anamnesis pasien, bisa didapatkan beberapa

gejala klinis pada pasien yang terkait dengan

24

perjalan penyakit keratitis pungtata superfisial.

Pasien dapat mengeluhkan adanya rasa nyeri,

pengeluaran air mata berlebihan, fotofobia, penurunan

visus, sensasi benda asing, rasa panas, iritasi

okuler dan blefarospasme. Oleh karena korea memiliki

banyak serat – serat saraf, kebanyakan lesi kornea

baik supervisial ataupun profunda, dapat menyebabkan

nyeri dan fotofobia. Nyeri pada keratitis diperparah

degan pergerakan dari palpebral (umunnya palpebral

superior) terhadap kornea dan biasanya menetap hingga

terjadi penyembuhan karena kornea bersifat sebagai

jendela mata dan merefraksikan cahaya, lesi kornea

sering kali mengakibatkan penglihatan menjadi kabur,

terutama ketika lesinya berada dibagian Sentral.(4)

Pada keratitis pungtata superfisial didapatkan

lesi kornea berupa lesi epithelia multiple sebanyak 1

– 50 lesi (rata – rata sekitar 20 lesi didapatkan).

Lesi epithelia yang didapatkan pada keratitis

pungtata superfisial berupa kumpulan bintik – bintik

kelabu yang berbentuk oval atau bulat dan cenderung

berakumulasi di daerah pupil. Opasitas pada kornea

tersebut tidak tampak apabila di inspeksi secara

langsung, tetapi dapat dilihat dengan slitlamp

ataupun loup setelah diberi flouresent.(3)

Sensitifitas kornea umumnya normal atau hanya

sedikit berkurang, tapi tidak pernah menghilang sama

25

sekali seperti pada keratitis herpes simpleks.

Walaupun umumnya respons konjungtiva tidak tampak

pada pasien akan tetapi reaksi minimal seperti

injeksi konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien.(4)

VII. DIAGNOSIS

Kecurigaan akan adanya keratitis pada pasien dapat

timbul pada pasien yang datang dengan trias keluhan

keratitis yaitu gejala mata merah, rasa silau

(fotofobia) dan merasa kelilipan (blefarospasma).

Adapun radang kornea ini biasanya diklasifikasikan

dalam lapisan kornea yang terkena, seperti keratitis

superfisial dan interstisial atau profunda. Keratitis

superfisial termasuk lesi inflamasi dari epitel kornea

dan membran bowman superfisial terkait.(2)

Fluoresein adalah pewarna khusus yang dipakai

untuk memulas kornea dan menonjolkan setiap

ketidakteraturan pada permukaan epitelnya. Fluoresein

topikal merupakan larutan pewarna water-soluble yang non-

toksik dantersedia dalam berbagai bentuk, contohnya

disertai dengan obat anestetik (benoxinate or

propracaine) atau dengan antiseptik (povidoneiodine).

Secarik kertas steril dengan fluoresein dibasahi dengan

saline steril atau anestetik lokal dan ditempelkan pada

permukaan dalam palpebra inferior untuk memindahkan

pewarna kekuningan itu ke dalam lapis air mata.(2,8)

26

Flourenscein dapat melakukan penetrasi pada

intraseluler kornea, namun jika lapisan epitel kornea

intak maka larutan flourensceins ini tidak bisa

menembus epitel. Larutan flourenscein ini lebih mudah

diobservasi pada kornea dibandingkan pada konjungtiva,

maka pemeriksaan flourenscein ini merupakan pemeriksaan

yang dibutuhkan dalam mengevaluasi kelainan di kornea.

Larutan floresens diteteskan pada mata dan mata

diperiksa dengan menggunakan slit lamp ataupun dengan

iluminasi terang dan melihat menggunakan loup. Hal

tersebut dapat memberikan gambaran defek epithelial.

Pola distribusi flouresensi yang spesifik dapat sebagai

informasi yang berguna dalam menegakkan kemungkinan

etiologi dan keratitis pungtata superfisial.(9)

Pemeriksaan laboratorium dengan melakukan kultur

dari flora kornea dilakukan selama terjadi inflamasi

aktif dapat membantu dalam penelitian selanjutnya akan

tetapi hal tersebut tidak begitu signifikan dalam

penegakan diagnosis dan penatalaksana penyakit

keratitis pungtata superfisial. Pemeriksaan pencitraan

dengan menggunakan fotografi slit lamp untuk

mendokumentasikan inflamasi aktif dan periode

inaktivitas dapat dilakukan tapi hal tersebut juga

tidak begitu penting dalam penegakan diagnosis maupun

penanganan penyakit.(6)

VIII. DIAGNOSIS DIFERENTIAL

27

Uveitis

Uveitis adalah peradangan yang terjadi pada iris,

corpus ciliare, atau koroid. Uveitis dapat juga terjadi

sekunder akibat keratitis atau skleritis. Uveitis

biasanya terjadi pada usia 20-50 tahun. Uveitis dapat

di bagi menjadi 3 bentuk yaitu uveitis anterior,

intermediet dan posterior. Gejala pada uveitis anterior

adalah nyeri, fotofobia dan penglihatan kabur. Uveitis

anterior biasanya terjadi unilateral dan onsetnya akut.

Tanda dari uveitis intermediet adalah peradangan

vitreus. Uveitis intermediet memiliki gejala khas yaitu

floaters dan penglihatan kabur. Nyeri, fotofobia dan mata

merah biasanya tidak ada. Sedangkan gejala pada uveitis

posterior adalah floaters, kehilangan lapangan pandang

atau penurunan tajam penglihatan yang mungkin parah.(1)

28

Glaukoma akut sudut tertutup

Glaukoma sudut tertutup akut (glaukoma akut)

terjadi bila bentuk iris bombe yang menyebabkan oklusi

sudut bilik mata depan oleh iris perifer. Hal ini akan

menghambat aliran keluar aqueous dan tekanan

intraokular meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri

hebat, kemerahan dan penglihatan kabur.(1)

29

Gambar 5. uveitis

Oftalmika Simpatika

Oftalmika Simpatika merupakan peradangan

bilateraldengan gejala klinis penglihatan menurun dan

mata merah. Biasanya terjadi akibat trauma tembus atau

bedah mata intraokular. Tanda dini dari penyakit ini

adalah gangguan binokular akomodasi atau tanda radang

ringan uvea anterior ataupun posterior. Tanda yang

terlihat adalah mata sakit dan fotofobia pada kedua

mata. (4)

Endoftalmitis

Merupakan peradangan berat dalam bola mata,

biasanya akibat infeksi setelah trauma atau bedah, atau

endogen akibat sepsis. Endoftalmitis terbagi dua yaitu

30

Gambar 6. Glaukoma akut

endoftalmitis eksogen akibat trauma atau infeksi

sekunder setelah proses pembedahan dan endoftalmitis

endogen terjadi akibat penyebaran bakteri, jamur,

ataupun parasit dari fokus infeksi di dalam tubuh.

Peradangan akibat bakteri akan memberikan gambaran

klinik rasa sakit yang sangat, kelopak merah dan

bengkak, kelopak sukar di buka, konjungtiva keruh dan

merah, kornea keruh, BMD keruh yang kadang-kadang di

sertai hipopion.(4)

IX. PENATALAKSANAAN

Penatalaksaan dari keratitis biasanya simptomatik : (4)

1. Artificial tears membantu mata mengeluarkan

benda asing

31

Endoftalmitis

2. Specific treatment dapat ditambahkan pada

pasien, misalnya antiviral jika penyebabnya

adalah virus

Respon cepat lambatnya kornea pada agen infeksinya

bergantung pada penyebabnya, maka diberikan pengobatan

berupa artificial tears untuk membantu mata

mengeluarkan agen penyebab iritasi pada kornea. Sekitar

90% dari inflamasi kornea disebabkan oleh bakteri.

Selain itu epitel yang tidak intak dapat sebagai jalur

penetrasi dari bakteri ke dalam kornea. Penanganan

diawali dengan antibiotik topikal dengan aktivitas

broad spectrum terhadap kebanyakan organisme Gram-

positif dan Gram-negative hingga hasil kultur dan tes

sensitifitas diketahui. Regimen awal yang diberikan

termasuk aminoglycoside dengan cephalosporin generasi

pertama setiap 15-30 menit. Seringkali digunakan

ciprofloxacin 0,3% yang meberikan percepatan waktu rata

– rata penyembuhan dan penururnan terapi dibandingkan

terapi konvensional.levofloxacin maupun ofloxacin

memiliki penetrasi aqueous dan vitreus yang baik dengan

pemberian oral.(2,4,6)

X. PROGNOSIS

Secara umum prognosis dari keratitis pungtata

superfisial adalah baik jika tidak terdapat sikatriks

ataupun vaskularisasi dari kornea. Sesuai dengan metode

penanganan yang dilaksanakan prognosis dalam hal visus

32

pada pasien dengan keratitis pungtata superficial

sangat baik. Sikatriks pada kornea dapat timbul pada

kasus-kasus dengan keratitis pungtata superfisial yang

berlangsung lama.(5)

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan D,Asbury T,Riordan-Eva P. general

Ophthalmology. 17th edition. Connecticut;

Appleton &lange; 1999. p. 139

2. Riordan-Eva. Anatomy and embryology of The Eye.

In : Vaughan D,Asbury T,Riordan-Eva P. general

Ophthalmology. 15th edition. Connecticut;

Appleton &lange; 1999. p. 1-26

3. Doggart JH. Superficial Punctate Keratitis

[online]. 1933 [cited 2011 July]; [1screen].

4. Ilyas S. Mata Merah dengan Penglihatan Turun

Mendadak. Dalam : Ilyas S. IlmuPenyakit Mata.

Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ;

2008. H 147-78

33

5. Khurana KA. Diseases of the Cornea. In:,

Khurana KA, editors. Comprehensive

Ophthalmology 4th ed. New Delhi: New Age

International. 2007. p. 51 - 82.

6. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A

Pocket Textbook Atlas. 2nd edition. Stuttgart ;

thieme ; 2007. p. 115-60

7. Pavan-Langston D. Cornea and External Desease.

In: Pavan-Langston D. Manualof Ocular Diagnosis

and Theraphy. 5 th edition. Philadelphia;

Lippincott Williams &Wilkins; 2002. p. 67-129

8. The Eye M.D. Association. External Diseases and

Cornea in Basic and Clinical Science Course,

American Academy of Opthalmology. Lifelong

Education for the Opthalmologist. 2011-2012. p.

9. Pflugfelder, Stephen C. Beuerman, Roger W.

Stren, Michael S. Dry Eye and Ocular Surface

Disorder. Marcell Dekker. 2004. p. 285-95

34