ekspresi gender dalam naskah mother clap's molly ... - Digilib
Ekspresi Bentuk Arsitektur Terhadap Fungsi Kapel
Transcript of Ekspresi Bentuk Arsitektur Terhadap Fungsi Kapel
Ekspresi Bentuk Arsitektur Terhadap Fungsi Kapel
ABSTRAK
Karya Tulis ini bertujuan untuk menggali pemahaman mengenaiintegrasi antara bentuk ruangan dan fungsi yang terkait padaruangan dengan fungsi tertentu. Khususnya fungsi yang dibahasadalah fungsi ritual beribadah umat Kristiani, yaitu ruangkebaktian atau misa – Kapel (chapel). Metoda yang digunakandalam pembelajaran ini adalah metode analitik-deskriptif, yangmengkaji tentang bangunan-bangunan yang sudah ada denganfungsi tersebut. Lebih lanjut, menganalisa mengenai esensifungsi yang sebenarnya dari kapel (chapel) dan keterkaitannyaterhadap bentuk ruangan dalam kacamata arsitektural. Bagaimanabentuk ruangan tersebut memengaruhi keberlangsungan fungsiyang ada di dalamnya. Berbagai teori arsitektur tentang fungsidan bentuk seperti yang dikemukakan Louis Sullivan, RobertVenturi, dan Mies Van de Rohe memberikan pemahaman lebih dalammengenai integrasi fungsi dan bentuk. Sintesa dari karya tulisini merupakan pemahaman tentang bagaimana pengaruh bentukkapel (chapel) terhadap keberlangsungan ritual beribadah umatKristiani dari berbagai macam aspek : physical control, functionalframe, social milieu, dan cultural symbolization (Norberg-Schulz : Building Task).Pemahaman ini ditujukan agar terdapat titik temu antara fungsidan bentuk arsitektural pada perancangan sebuah ruangan bahkanbangunan agar terwujud integrasi antara fungsi dan maknaekspresif menghasilkan bentuk arsitektural.
Kata kunci : bentuk arsitektur, fungsi, makna ekspresif
PENDAHULUAN
Keterkaitan antara fungsi, makna, dan bentuk arsitektur
sangat erat dan sudah menjadi telaah para tokoh arsitektur
dari waktu ke waktu. Kesadaran dari pendapat teori perancangan
arsitektur mengenai keterkaitan antara bentuk dan fungsi
membuat beberapa tokoh arsitektur mengemukakan pendapat
mereka. “Form Follows Function” , Louis Sullivan berbicara mengenai
esensi dari bentuk itu sendiri merupakan fungsi di dalamnya.
Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa arsitektur itu
dikaji melalui fungsi penggunanya, sedangkan bangunan perlu
memiliki sebuah makna yang tersirat maupun makna simbolik.
Makna di sini membuat sebuah bangunan memiliki jiwa (soul).
Pada masa Arsitektur Modern, istilah ”Less is More” dianggap
sebagai panutan dari perancangan arsitektur pada masa itu.
Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Mies Van de Rohe, salah
satu tokoh yang berpengaruh dalam perkembangan masa Arsitektur
Modern. Pada jaman arsitektur modern, arsitektur
disederhanakan sedemikian rupa hingga kehilangan aspek
kontekstualnya, bahasa arsitektur pada jaman itu seluruhnya
adalah general yang cenderung menjadi international style. Di mana
pun dan di iklim apapun dianggap bentuk box adalah bentuk yang
paling efisien dan menjawab fungsi ruang yang dibutuhkan.
Apapun fungsinya, box adalah jawabannya.
“Sekolah dan pabrik menjadi terlihat serupa – Bauhausterlihat seperti pabrik, rumah tinggal dan bangunan industrialterlihat serupa – Farnsworth House memiliki kesan bangunanindustrial, dan Le Corbusier menciptakan citra international style.“
Page 3.Venturi, Robert. Learning From Las Vegas. 1972.Massachusetts : The MIT Press.
Kajian dari perancangan arsitektur merupakan lingkungan
binaan manusia yang memiliki elemen terkecil yaitu sebuah
ruang. Ruang mewadahi fungsi di dalamnya, fungsi yang
dibutuhkan manusia untuk melakukan aktivitas tertentu. Di
dalam sebuah rumah tinggal tentu membutuhkan fungsi-fungsi
seperti ruang untuk beristirahat (tidur), ruang untuk makan,
ruang untuk memasak, ruang untuk membersihkan diri, dan ruang
untuk berkumpul. Masing-masing ruangan tersebut harus bisa
mewadahi aktivitas yang akan dilakukan oleh penggunanya.
Mengacu pada “Building Task” oleh Norberg-Schulz, sebuah bangunan
sebaiknya dapat memenuhi aspek : physical control, functional frame,
social milieu, dan cultural symbolization. Aspek-aspek tersebut merupakan
aspek yang perlu dipenuhi oleh sebuah bangunan yang baik.
Setelah masa Arsitektur Modern berlalu, mulai muncul
faham tentang Arsitektur Postmodern yang dimulai sebagai
kritik dari faham Arsitektur Modern. Muncul pernyataan dari
Robert Venturi ”Less is Bore” sebagai salah satu dari sekian
banyak kritik mengenai Arsitektur Modern. Pada masa itu,
arsitektur menyadari bahwa esensi dari suatu bangunan bukan
hanya fungsi, bangunan perlu memiliki jiwa (soul) untuk dapat
berkomunikasi. Arsitektur berkomunikasi melalui bentuknya.
Untuk itu bentuk dituntut untuk memiliki makna. Sama dengan
bidang ilmu lainnya, arsitektur perlu memiliki acuan dan
tujuan tertentu. Pemahaman baru tentang Arsitektur Postmodern
sebagai kritik dari Arsitektur Modern perlu memiliki batas-
batas pemahaman yang akan dijadikan penuntun bagi arsitek pada
masa ini. Pemahaman ini ditujukan agar terdapat titik temu
antara fungsi dan bentuk arsitektural pada perancangan sebuah
ruangan bahkan bangunan agar terwujud integrasi antara fungsi
dan makna ekspresif menghasilkan bentuk arsitektural.
Setelah mendapatkan pemahaman mengenai integrasi fungsi
dan bentuk arsitektural khususnya pada fungsi kapel (chapel),
diharapkan dapat mengerti alasan-alasan kenapa sebuah bentuk
dapat tercipta dan memahami bentuk bagaimana yang sesuai bagi
sebuah kapel. Sesuai baik dalam hal aktivitas pergerakan,
suara (akustik), dan visual.
KASUS STUDI DAN METODA PEMBAHASAN
Fokus yang dianalisa adalah ruangan dengan fungsi kapel.
Fungsi sebuah kapel adalah tempat beribadah umat Kristiani.
Filosofi beribadah di sebuah kapel itu mirip dengan ruangan di
sebuah gereja, hanya ukurannya lebih kecil sehingga umumnya
suasananya terasa lebih khusyuk. Fungsi utama sebuah kapel
adalah sebagai sarana untuk beribadah, saat beribadah
penggunanya adalah pastur, frater, misdinar, dan diakon
sebagai pihak pembina atau penginjil serta umat sebagai pihak
yang dibina atau diinjili. Pihak pembina adalah pusat
perhatian dari pihak yang dibina. Umumnya sebuah kapel
berbentuk memanjang agar dapat memenuhi fungsi menampung para
umat dan memenuhi kebutuhan pandangan visual dan pendengaran
akustik di ruangannya.
Perlu adanya studi mengenai efisiensi dari bentuk sebuah
kapel agar dapat memenuhi kebutuhan penggunanya. Di seluruh
dunia ini memiliki cabang arsitektur dan gaya arsitektur yang
berbeda-beda karena konteks tempatnya pun berbeda-beda
walaupun memiliki fungsi yang sama, dalam hal ini mengkaji
tentang bangunan yang memiliki fungsi sebuah kapel. Pendalaman
analisa mengenai integrasi bentuk arsitektur dan fungsi
sebagai sebuah kapel ditujukan untuk menjawab alasan dibalik
bentuk-bentuk kapel yang ada.
Robert Venturi dalam bukunya Learning From Las Vegas membahas
mengenai seberapa jauh makna yang tersirat dari sebuah simbol
di dalam ruang terhadap respon dari manusia. Manusia cenderung
merespon bentuk yang memiliki makna (simbol) lebih baik
daripada merespon signage yang berupa tulisan. Venturi
menyatakan bahwa bentuk arsitektur akan memiliki jiwa bila
bentuk memiliki makna yang menjawab permasalahan fungsi.
Ronchamp, Church of Light, dan Infinity Chapel memiliki bentuk
dasar yang berbeda-beda walaupun ketiga bangunan tersebut
memiliki fungsi yang sama yaitu mewadahi aktivitas umat
Kristiani dalam beribadah. Walaupun berbeda, ketiganya
merupakan bangunan
yang cukup terkenal dan menjadi tajuk di bidang arsitektur.
Ketiganya memiliki makna tersendiri dan ketiganya pun berhasil
mewadahi fungsi beribadah dengan sangat baik.
Metoda pembahasan kasus pembelajaran ini menggunakan
metoda analitik-deskriptif. Pembahasan menyeluruh secara
deskriptif mengenai studi tentang pola pergerakan dan
aktivitas di dalam sebuah kapel kemudian berlanjut dengan
menganalisa contoh-contoh kasus bangunan kapel yang ada.
Dengan membandingkan keduanya maka akan menambah pembelajaran.
Ronchamp, Le Corbusier
Church ofLight,
Tadao Ando
Infinity Chapel, Ferry Ridwan – Anthony Liu
DenahInterior Ronchamp Ronchamp di atas
bukit
Denah Interior Church of Light Church of Light
Ketiga bangunan tersebut memiliki fungsi yang sama, yaitu
sebuah kapel. Tapi nampak terlihat ketiganya memiliki bentuk
dan denah yang cukup berbeda. Dalam hal ini perlu perhatian
lebih jauh, maka akan terlihat kesamaan ketiganya yang membuat
mereka adalah sebuah kapel.
ANALISIS DAN HASILNYA
Kegiatan beribadah di dalam sebuah kapel mirip dengan
kegiatan beribadah di dalam sebuah gereja besar. Namun di
dalam sebuah kapel umumnya suasananya lebih khusyuk karena
luas ruangannya yang jauh lebih kecil. Luas ruangan tentu
memengaruhi spatial feeling yang dirasakan oleh penggunanya. Di
dalam sebuah kapel digunakan untuk berdoa, beribadah misa,
menerima sakramen (komuni, pernikahan, dan lainnya), dan
berbagai kepentingan umat Kristiani seperti pengakuan dosa dan
devosi lilin. Dari semua kegiatan itu, yang menjadi central of
attention adalah Tuhan-nya. Maka dalam kacamata arsitektural
perlu diperhatikan mengenai bentuk ruangan yang cocok bagi
umat (orang banyak) agar dapat efisien mendengarkan, memuji,
dan menyembah Tuhan-nya ini.
Bentuk memanjang dengan central of attention berada di ujung
adalah bentuk yang digunakan oleh Ronchamp, Church of Light,
dan Infinity Chapel. Selain ketiga bangunan tersebut banyak
kapel di dunia yang sudah menggunakan bentuk yang memanjang
untuk menjadi bentuk dasar denahnya. Mengapa? Karena selain
memudahkan para umat untuk
memerhatikan pembicara dan
Tuhan-nya di depan, di dalam sebuah kapel juga membutuhkan
kemampuan reverbration yang baik. Dengan kata lain kemampuan
akustik. Di dalam kapel terjadi kegiatan kotbah pengajaran dan
juga nyanyian koor atau paduan suara. Reverbrasi menjadi hal
yang penting dan perlu perhatian khusus. Jadi ketiga bangunan
tersebut memiliki kesamaan bentuk dasar yang memanjang (bentuk
ruang).
Bentuk A adalah bentuk yang paling efisien dalam sebuah
ruangan kapel yang dibutuhkan
memiliki central of attention di
ujung ruangan yang memanjang.
Agar mendukung bagi banyaknya
umat Kristiani dan pandangan
mereka ke arah central of attention
tersebut. Bentuk B dan C akan
mempersulit pengkotbah yang
berbicara di tengah dan mempersulit pandangan dari para umat
Kristiani. Bentuk-bentuk tersebut juga tidak sinkron dengan
berbagai aktivitas lainnya di dalam kapel, seperti pernikahan
dan sakramen-sakramen lainnya.
Ronchamp, karya Le Corbusier merupakan bangunan kapel di
atas bukit dengan hamparan rumput hijau yang sangat luas. Le
Corbusier merancang Ronchamp pada jaman Arsitektur Modern yang
segalanya serba industrial, tapi hal tersebut tidak nampak
sama sekali pada Ronchamp. Ronchamp sendiri memiliki konsep
kuat terhadap cahaya. Bagaimana kita dapat merasakan “cahaya
sebagai rahmat Tuhan”. Interior Ronchamp dari ruangan kapelnya
sangat indah karena permainan cahaya dari jendela-jendela yang
Corbusier sudah atur sedemikian rupa menimbulkan kekhusyukan
di dalamnya. Bentuknya dibuat bulky dan tebal juga mendukung
ambience bagi umat Kristiani saat beribadah. Sampai saat ini
Ronchamp dianggap sebagai tempat yang sakral dan salah satu
kapel yang sangat indah.
Church of Light, karya Tadao Ando menjadi gebrakan bagi
arsiteknya pada saat itu. Lagi-lagi yang dimainkan adalah
cahaya. Dengan menggunakan bentuk dasar denah yang memanjang,
Tadao Ando memberi pengakhiran di ujungnya adalah sebuah
lubang yang sangat besar membentuk salib sehingga cahaya bisa
masuk ke dalamnya. Di konteks ini, cahaya yang masuk akan
membuat salib tersebut menjadi sangat terang, dimaksudkan agar
menimbulkan kekhusyukan dan menyadarkan umat Kristiani bahwa
Tuhan-nya itu sangat berkuasa. Church of Light adalah sebuah
karya yang modern dan everlasting. Membawa keindahan dalam sebuah
kesederhanaan.
Infinity Chapel, karya Ferry Ridwan dan Anthony Liu.
Sebuah kapel yang terletak di dalam kompleks Hotel Conrad,
Bali, Indonesia. Kapel ini terkenal sebagai wedding chapel. Namun
masih terlihat kesamaannya yaitu mengenai bentuk dasar
denahnya yang memanjang dan memiliki central of attention di
pengakhirannya. Walaupun pada kasus Infinity Chapel, central of
attention-nya entah Tuhan atau yang sedang menerima sakramen
pernikahan. Konsep dari Infinity Chapel ini sendiri memang
mendukung bagi pasangan yang akan menikah. Mengenai kestabilan
dan keseimbangan. Infinity Chapel ini terdiri dari elemen-
elemen yang cukup berbeda. Di satu sisi, elemen rangka baja
dan kaca, sedangkan di sisi lain elemen bidang marmer yang
sangat tebal dan kuat. Ini melambangkan wanita yang fragile
seperti sebuah kaca, tapi sebenarnya mereka kuat bak rangka
baja yang mampu menopang bidang marmer – pria yang kuat dan
tegas. Namun tanpa adanya wanita-elemen rangka baja dan kaca
yang menopang, bidang marmer yang kuat itu tidak akan mampu
untuk menjadi kokoh berdiri. Sampai sekarang Infinity Chapel
Bali masih menjadi tujuan wedding chapel yang diminati.
Dari ketiga contoh kapel tersebut bisa dilihat bahwa
sebuah kapel tidak hanya kapel saja yang mampu mewadahi
aktivitas orang di dalamnya, tapi ruangan tersebut pun
memiliki makna tersendiri. Kekhusyukan menjadi tema penting
dalam sebuah kapel karena berhubungan erat dengan agama. Spatial
Feeling yang khusyuk. Pengertian “Less is Bore” oleh Robert Venturi
nampak terwujud pada ketiga bangunan tersebut. Bukan
dimaksudkan kembali ke jaman arsitektur pra modern yang
memiliki banyak ornamen dan sebagainya. Namun lebih ke dalam
penghayatan pada sebuah bangunan. Bagaimana sebuah ruangan itu
dapat mewadahi aktivitas di dalamnya juga meningkatkan tingkat
aktivitas tersebut. Salah satunya dengan cara memberi makna
tersendiri yang membuat spatial feeling yang membekas bagi para
penggunanya.
KESIMPULAN
Pemahaman mengenai integrasi antara fungsi sebuah kapel
dan sebuah bentuk yang memiliki makna ditujukan agar terdapat
titik temu antara fungsi dan bentuk arsitektural pada
perancangan sebuah ruangan bahkan bangunan agar terwujud
integrasi antara fungsi dan makna ekspresif menghasilkan
bentuk arsitektural. Fungsi utama dari sebuah kapel adalah
tempat beribadah umat Kristiani. Beribadah di sini adalah
memuji, menyembah, dan berdoa. Sebuah ruang adalah baik bila
sudah dapat mewadahi kegiatan-kegiatan tersebut, tapi bila
hanya itu, maka ruangan tersebut akan berujung menjadi
meaningless. Tidak ada value tersendiri di dalamnya. Pengertian
“Less is Bore” terwujud dalam hal ini, ruangan yang memiliki makna
tersendiri yang mendukung aktivitas di dalamnya akan membekas
di benak masing-masing penggunanya menjadikan bangunan itu
everlasting.
Melalui pembahasan ini, menjadi jelas yang dimaksudkan
integrasi antara fungsi sebuah ruang aktivitas dan bentuk
sebuah ruangan. Ruangan membutuhkan sentuhan sebuah makna
simbolik tertentu yang akan diingat oleh penggunanya.
REFERENSI
1. Venturi, Robert. 1972. Learning From Las Vegas, MIT Press :
Massachusetts
2. Venturi, Robert. 1966. Complexity and Contradiction in
Architecture. The Museum of Modern Art Press : New York
3. Norberg-Schulz, Christian. 1966. Intention in Architecture, MIT
Press : Massachusetts
4. Sullivan, Louis. 1924. Autobiography of an Idea. Press of the
American Institute of Architects : New York City
5. http://www.conradbali.com/weddings/our-unforgettable-weddings/
infinity-chapel.html (Diakses 12 Oktober 2014)
6. http://en.wikipedia.org/wiki/Ronchamp (Diakses 12 Oktober 2014)
7. http://en.wikipedia.org/wiki/Church_of_the_Light (Diakses 12
Oktober 2014)