Ekspresi Bentuk Arsitektur Terhadap Fungsi Kapel

12
Ekspresi Bentuk Arsitektur Terhadap Fungsi Kapel ABSTRAK Karya Tulis ini bertujuan untuk menggali pemahaman mengenai integrasi antara bentuk ruangan dan fungsi yang terkait pada ruangan dengan fungsi tertentu. Khususnya fungsi yang dibahas adalah fungsi ritual beribadah umat Kristiani, yaitu ruang kebaktian atau misa – Kapel (chapel). Metoda yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah metode analitik-deskriptif, yang mengkaji tentang bangunan-bangunan yang sudah ada dengan fungsi tersebut. Lebih lanjut, menganalisa mengenai esensi fungsi yang sebenarnya dari kapel (chapel) dan keterkaitannya terhadap bentuk ruangan dalam kacamata arsitektural. Bagaimana bentuk ruangan tersebut memengaruhi keberlangsungan fungsi yang ada di dalamnya. Berbagai teori arsitektur tentang fungsi dan bentuk seperti yang dikemukakan Louis Sullivan, Robert Venturi, dan Mies Van de Rohe memberikan pemahaman lebih dalam mengenai integrasi fungsi dan bentuk. Sintesa dari karya tulis ini merupakan pemahaman tentang bagaimana pengaruh bentuk kapel (chapel) terhadap keberlangsungan ritual beribadah umat Kristiani dari berbagai macam aspek : physical control, functional frame, social milieu, dan cultural symbolization (Norberg-Schulz : Building Task). Pemahaman ini ditujukan agar terdapat titik temu antara fungsi dan bentuk arsitektural pada perancangan sebuah ruangan bahkan bangunan agar terwujud integrasi antara fungsi dan makna ekspresif menghasilkan bentuk arsitektural. Kata kunci : bentuk arsitektur, fungsi, makna ekspresif PENDAHULUAN Keterkaitan antara fungsi, makna, dan bentuk arsitektur sangat erat dan sudah menjadi telaah para tokoh arsitektur dari waktu ke waktu. Kesadaran dari pendapat teori perancangan arsitektur mengenai keterkaitan antara bentuk dan fungsi membuat beberapa tokoh arsitektur mengemukakan pendapat mereka. “Form Follows Function” , Louis Sullivan berbicara mengenai

Transcript of Ekspresi Bentuk Arsitektur Terhadap Fungsi Kapel

Ekspresi Bentuk Arsitektur Terhadap Fungsi Kapel

ABSTRAK

Karya Tulis ini bertujuan untuk menggali pemahaman mengenaiintegrasi antara bentuk ruangan dan fungsi yang terkait padaruangan dengan fungsi tertentu. Khususnya fungsi yang dibahasadalah fungsi ritual beribadah umat Kristiani, yaitu ruangkebaktian atau misa – Kapel (chapel). Metoda yang digunakandalam pembelajaran ini adalah metode analitik-deskriptif, yangmengkaji tentang bangunan-bangunan yang sudah ada denganfungsi tersebut. Lebih lanjut, menganalisa mengenai esensifungsi yang sebenarnya dari kapel (chapel) dan keterkaitannyaterhadap bentuk ruangan dalam kacamata arsitektural. Bagaimanabentuk ruangan tersebut memengaruhi keberlangsungan fungsiyang ada di dalamnya. Berbagai teori arsitektur tentang fungsidan bentuk seperti yang dikemukakan Louis Sullivan, RobertVenturi, dan Mies Van de Rohe memberikan pemahaman lebih dalammengenai integrasi fungsi dan bentuk. Sintesa dari karya tulisini merupakan pemahaman tentang bagaimana pengaruh bentukkapel (chapel) terhadap keberlangsungan ritual beribadah umatKristiani dari berbagai macam aspek : physical control, functionalframe, social milieu, dan cultural symbolization (Norberg-Schulz : Building Task).Pemahaman ini ditujukan agar terdapat titik temu antara fungsidan bentuk arsitektural pada perancangan sebuah ruangan bahkanbangunan agar terwujud integrasi antara fungsi dan maknaekspresif menghasilkan bentuk arsitektural.

Kata kunci : bentuk arsitektur, fungsi, makna ekspresif

PENDAHULUAN

Keterkaitan antara fungsi, makna, dan bentuk arsitektur

sangat erat dan sudah menjadi telaah para tokoh arsitektur

dari waktu ke waktu. Kesadaran dari pendapat teori perancangan

arsitektur mengenai keterkaitan antara bentuk dan fungsi

membuat beberapa tokoh arsitektur mengemukakan pendapat

mereka. “Form Follows Function” , Louis Sullivan berbicara mengenai

esensi dari bentuk itu sendiri merupakan fungsi di dalamnya.

Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa arsitektur itu

dikaji melalui fungsi penggunanya, sedangkan bangunan perlu

memiliki sebuah makna yang tersirat maupun makna simbolik.

Makna di sini membuat sebuah bangunan memiliki jiwa (soul).

Pada masa Arsitektur Modern, istilah ”Less is More” dianggap

sebagai panutan dari perancangan arsitektur pada masa itu.

Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Mies Van de Rohe, salah

satu tokoh yang berpengaruh dalam perkembangan masa Arsitektur

Modern. Pada jaman arsitektur modern, arsitektur

disederhanakan sedemikian rupa hingga kehilangan aspek

kontekstualnya, bahasa arsitektur pada jaman itu seluruhnya

adalah general yang cenderung menjadi international style. Di mana

pun dan di iklim apapun dianggap bentuk box adalah bentuk yang

paling efisien dan menjawab fungsi ruang yang dibutuhkan.

Apapun fungsinya, box adalah jawabannya.

“Sekolah dan pabrik menjadi terlihat serupa – Bauhausterlihat seperti pabrik, rumah tinggal dan bangunan industrialterlihat serupa – Farnsworth House memiliki kesan bangunanindustrial, dan Le Corbusier menciptakan citra international style.“

Page 3.Venturi, Robert. Learning From Las Vegas. 1972.Massachusetts : The MIT Press.

Kajian dari perancangan arsitektur merupakan lingkungan

binaan manusia yang memiliki elemen terkecil yaitu sebuah

ruang. Ruang mewadahi fungsi di dalamnya, fungsi yang

dibutuhkan manusia untuk melakukan aktivitas tertentu. Di

dalam sebuah rumah tinggal tentu membutuhkan fungsi-fungsi

seperti ruang untuk beristirahat (tidur), ruang untuk makan,

ruang untuk memasak, ruang untuk membersihkan diri, dan ruang

untuk berkumpul. Masing-masing ruangan tersebut harus bisa

mewadahi aktivitas yang akan dilakukan oleh penggunanya.

Mengacu pada “Building Task” oleh Norberg-Schulz, sebuah bangunan

sebaiknya dapat memenuhi aspek : physical control, functional frame,

social milieu, dan cultural symbolization. Aspek-aspek tersebut merupakan

aspek yang perlu dipenuhi oleh sebuah bangunan yang baik.

Setelah masa Arsitektur Modern berlalu, mulai muncul

faham tentang Arsitektur Postmodern yang dimulai sebagai

kritik dari faham Arsitektur Modern. Muncul pernyataan dari

Robert Venturi ”Less is Bore” sebagai salah satu dari sekian

banyak kritik mengenai Arsitektur Modern. Pada masa itu,

arsitektur menyadari bahwa esensi dari suatu bangunan bukan

hanya fungsi, bangunan perlu memiliki jiwa (soul) untuk dapat

berkomunikasi. Arsitektur berkomunikasi melalui bentuknya.

Untuk itu bentuk dituntut untuk memiliki makna. Sama dengan

bidang ilmu lainnya, arsitektur perlu memiliki acuan dan

tujuan tertentu. Pemahaman baru tentang Arsitektur Postmodern

sebagai kritik dari Arsitektur Modern perlu memiliki batas-

batas pemahaman yang akan dijadikan penuntun bagi arsitek pada

masa ini. Pemahaman ini ditujukan agar terdapat titik temu

antara fungsi dan bentuk arsitektural pada perancangan sebuah

ruangan bahkan bangunan agar terwujud integrasi antara fungsi

dan makna ekspresif menghasilkan bentuk arsitektural.

Setelah mendapatkan pemahaman mengenai integrasi fungsi

dan bentuk arsitektural khususnya pada fungsi kapel (chapel),

diharapkan dapat mengerti alasan-alasan kenapa sebuah bentuk

dapat tercipta dan memahami bentuk bagaimana yang sesuai bagi

sebuah kapel. Sesuai baik dalam hal aktivitas pergerakan,

suara (akustik), dan visual.

KASUS STUDI DAN METODA PEMBAHASAN

Fokus yang dianalisa adalah ruangan dengan fungsi kapel.

Fungsi sebuah kapel adalah tempat beribadah umat Kristiani.

Filosofi beribadah di sebuah kapel itu mirip dengan ruangan di

sebuah gereja, hanya ukurannya lebih kecil sehingga umumnya

suasananya terasa lebih khusyuk. Fungsi utama sebuah kapel

adalah sebagai sarana untuk beribadah, saat beribadah

penggunanya adalah pastur, frater, misdinar, dan diakon

sebagai pihak pembina atau penginjil serta umat sebagai pihak

yang dibina atau diinjili. Pihak pembina adalah pusat

perhatian dari pihak yang dibina. Umumnya sebuah kapel

berbentuk memanjang agar dapat memenuhi fungsi menampung para

umat dan memenuhi kebutuhan pandangan visual dan pendengaran

akustik di ruangannya.

Perlu adanya studi mengenai efisiensi dari bentuk sebuah

kapel agar dapat memenuhi kebutuhan penggunanya. Di seluruh

dunia ini memiliki cabang arsitektur dan gaya arsitektur yang

berbeda-beda karena konteks tempatnya pun berbeda-beda

walaupun memiliki fungsi yang sama, dalam hal ini mengkaji

tentang bangunan yang memiliki fungsi sebuah kapel. Pendalaman

analisa mengenai integrasi bentuk arsitektur dan fungsi

sebagai sebuah kapel ditujukan untuk menjawab alasan dibalik

bentuk-bentuk kapel yang ada.

Robert Venturi dalam bukunya Learning From Las Vegas membahas

mengenai seberapa jauh makna yang tersirat dari sebuah simbol

di dalam ruang terhadap respon dari manusia. Manusia cenderung

merespon bentuk yang memiliki makna (simbol) lebih baik

daripada merespon signage yang berupa tulisan. Venturi

menyatakan bahwa bentuk arsitektur akan memiliki jiwa bila

bentuk memiliki makna yang menjawab permasalahan fungsi.

Ronchamp, Church of Light, dan Infinity Chapel memiliki bentuk

dasar yang berbeda-beda walaupun ketiga bangunan tersebut

memiliki fungsi yang sama yaitu mewadahi aktivitas umat

Kristiani dalam beribadah. Walaupun berbeda, ketiganya

merupakan bangunan

yang cukup terkenal dan menjadi tajuk di bidang arsitektur.

Ketiganya memiliki makna tersendiri dan ketiganya pun berhasil

mewadahi fungsi beribadah dengan sangat baik.

Metoda pembahasan kasus pembelajaran ini menggunakan

metoda analitik-deskriptif. Pembahasan menyeluruh secara

deskriptif mengenai studi tentang pola pergerakan dan

aktivitas di dalam sebuah kapel kemudian berlanjut dengan

menganalisa contoh-contoh kasus bangunan kapel yang ada.

Dengan membandingkan keduanya maka akan menambah pembelajaran.

Ronchamp, Le Corbusier

Church ofLight,

Tadao Ando

Infinity Chapel, Ferry Ridwan – Anthony Liu

DenahInterior Ronchamp Ronchamp di atas

bukit

Denah Interior Church of Light Church of Light

Ketiga bangunan tersebut memiliki fungsi yang sama, yaitu

sebuah kapel. Tapi nampak terlihat ketiganya memiliki bentuk

dan denah yang cukup berbeda. Dalam hal ini perlu perhatian

lebih jauh, maka akan terlihat kesamaan ketiganya yang membuat

mereka adalah sebuah kapel.

ANALISIS DAN HASILNYA

Kegiatan beribadah di dalam sebuah kapel mirip dengan

kegiatan beribadah di dalam sebuah gereja besar. Namun di

dalam sebuah kapel umumnya suasananya lebih khusyuk karena

luas ruangannya yang jauh lebih kecil. Luas ruangan tentu

memengaruhi spatial feeling yang dirasakan oleh penggunanya. Di

dalam sebuah kapel digunakan untuk berdoa, beribadah misa,

menerima sakramen (komuni, pernikahan, dan lainnya), dan

berbagai kepentingan umat Kristiani seperti pengakuan dosa dan

devosi lilin. Dari semua kegiatan itu, yang menjadi central of

attention adalah Tuhan-nya. Maka dalam kacamata arsitektural

perlu diperhatikan mengenai bentuk ruangan yang cocok bagi

umat (orang banyak) agar dapat efisien mendengarkan, memuji,

dan menyembah Tuhan-nya ini.

Bentuk memanjang dengan central of attention berada di ujung

adalah bentuk yang digunakan oleh Ronchamp, Church of Light,

dan Infinity Chapel. Selain ketiga bangunan tersebut banyak

kapel di dunia yang sudah menggunakan bentuk yang memanjang

untuk menjadi bentuk dasar denahnya. Mengapa? Karena selain

memudahkan para umat untuk

memerhatikan pembicara dan

Tuhan-nya di depan, di dalam sebuah kapel juga membutuhkan

kemampuan reverbration yang baik. Dengan kata lain kemampuan

akustik. Di dalam kapel terjadi kegiatan kotbah pengajaran dan

juga nyanyian koor atau paduan suara. Reverbrasi menjadi hal

yang penting dan perlu perhatian khusus. Jadi ketiga bangunan

tersebut memiliki kesamaan bentuk dasar yang memanjang (bentuk

ruang).

Bentuk A adalah bentuk yang paling efisien dalam sebuah

ruangan kapel yang dibutuhkan

memiliki central of attention di

ujung ruangan yang memanjang.

Agar mendukung bagi banyaknya

umat Kristiani dan pandangan

mereka ke arah central of attention

tersebut. Bentuk B dan C akan

mempersulit pengkotbah yang

berbicara di tengah dan mempersulit pandangan dari para umat

Kristiani. Bentuk-bentuk tersebut juga tidak sinkron dengan

berbagai aktivitas lainnya di dalam kapel, seperti pernikahan

dan sakramen-sakramen lainnya.

Ronchamp, karya Le Corbusier merupakan bangunan kapel di

atas bukit dengan hamparan rumput hijau yang sangat luas. Le

Corbusier merancang Ronchamp pada jaman Arsitektur Modern yang

segalanya serba industrial, tapi hal tersebut tidak nampak

sama sekali pada Ronchamp. Ronchamp sendiri memiliki konsep

kuat terhadap cahaya. Bagaimana kita dapat merasakan “cahaya

sebagai rahmat Tuhan”. Interior Ronchamp dari ruangan kapelnya

sangat indah karena permainan cahaya dari jendela-jendela yang

Corbusier sudah atur sedemikian rupa menimbulkan kekhusyukan

di dalamnya. Bentuknya dibuat bulky dan tebal juga mendukung

ambience bagi umat Kristiani saat beribadah. Sampai saat ini

Ronchamp dianggap sebagai tempat yang sakral dan salah satu

kapel yang sangat indah.

Church of Light, karya Tadao Ando menjadi gebrakan bagi

arsiteknya pada saat itu. Lagi-lagi yang dimainkan adalah

cahaya. Dengan menggunakan bentuk dasar denah yang memanjang,

Tadao Ando memberi pengakhiran di ujungnya adalah sebuah

lubang yang sangat besar membentuk salib sehingga cahaya bisa

masuk ke dalamnya. Di konteks ini, cahaya yang masuk akan

membuat salib tersebut menjadi sangat terang, dimaksudkan agar

menimbulkan kekhusyukan dan menyadarkan umat Kristiani bahwa

Tuhan-nya itu sangat berkuasa. Church of Light adalah sebuah

karya yang modern dan everlasting. Membawa keindahan dalam sebuah

kesederhanaan.

Infinity Chapel, karya Ferry Ridwan dan Anthony Liu.

Sebuah kapel yang terletak di dalam kompleks Hotel Conrad,

Bali, Indonesia. Kapel ini terkenal sebagai wedding chapel. Namun

masih terlihat kesamaannya yaitu mengenai bentuk dasar

denahnya yang memanjang dan memiliki central of attention di

pengakhirannya. Walaupun pada kasus Infinity Chapel, central of

attention-nya entah Tuhan atau yang sedang menerima sakramen

pernikahan. Konsep dari Infinity Chapel ini sendiri memang

mendukung bagi pasangan yang akan menikah. Mengenai kestabilan

dan keseimbangan. Infinity Chapel ini terdiri dari elemen-

elemen yang cukup berbeda. Di satu sisi, elemen rangka baja

dan kaca, sedangkan di sisi lain elemen bidang marmer yang

sangat tebal dan kuat. Ini melambangkan wanita yang fragile

seperti sebuah kaca, tapi sebenarnya mereka kuat bak rangka

baja yang mampu menopang bidang marmer – pria yang kuat dan

tegas. Namun tanpa adanya wanita-elemen rangka baja dan kaca

yang menopang, bidang marmer yang kuat itu tidak akan mampu

untuk menjadi kokoh berdiri. Sampai sekarang Infinity Chapel

Bali masih menjadi tujuan wedding chapel yang diminati.

Dari ketiga contoh kapel tersebut bisa dilihat bahwa

sebuah kapel tidak hanya kapel saja yang mampu mewadahi

aktivitas orang di dalamnya, tapi ruangan tersebut pun

memiliki makna tersendiri. Kekhusyukan menjadi tema penting

dalam sebuah kapel karena berhubungan erat dengan agama. Spatial

Feeling yang khusyuk. Pengertian “Less is Bore” oleh Robert Venturi

nampak terwujud pada ketiga bangunan tersebut. Bukan

dimaksudkan kembali ke jaman arsitektur pra modern yang

memiliki banyak ornamen dan sebagainya. Namun lebih ke dalam

penghayatan pada sebuah bangunan. Bagaimana sebuah ruangan itu

dapat mewadahi aktivitas di dalamnya juga meningkatkan tingkat

aktivitas tersebut. Salah satunya dengan cara memberi makna

tersendiri yang membuat spatial feeling yang membekas bagi para

penggunanya.

KESIMPULAN

Pemahaman mengenai integrasi antara fungsi sebuah kapel

dan sebuah bentuk yang memiliki makna ditujukan agar terdapat

titik temu antara fungsi dan bentuk arsitektural pada

perancangan sebuah ruangan bahkan bangunan agar terwujud

integrasi antara fungsi dan makna ekspresif menghasilkan

bentuk arsitektural. Fungsi utama dari sebuah kapel adalah

tempat beribadah umat Kristiani. Beribadah di sini adalah

memuji, menyembah, dan berdoa. Sebuah ruang adalah baik bila

sudah dapat mewadahi kegiatan-kegiatan tersebut, tapi bila

hanya itu, maka ruangan tersebut akan berujung menjadi

meaningless. Tidak ada value tersendiri di dalamnya. Pengertian

“Less is Bore” terwujud dalam hal ini, ruangan yang memiliki makna

tersendiri yang mendukung aktivitas di dalamnya akan membekas

di benak masing-masing penggunanya menjadikan bangunan itu

everlasting.

Melalui pembahasan ini, menjadi jelas yang dimaksudkan

integrasi antara fungsi sebuah ruang aktivitas dan bentuk

sebuah ruangan. Ruangan membutuhkan sentuhan sebuah makna

simbolik tertentu yang akan diingat oleh penggunanya.

REFERENSI

1. Venturi, Robert. 1972. Learning From Las Vegas, MIT Press :

Massachusetts

2. Venturi, Robert. 1966. Complexity and Contradiction in

Architecture. The Museum of Modern Art Press : New York

3. Norberg-Schulz, Christian. 1966. Intention in Architecture, MIT

Press : Massachusetts

4. Sullivan, Louis. 1924. Autobiography of an Idea. Press of the

American Institute of Architects : New York City

5. http://www.conradbali.com/weddings/our-unforgettable-weddings/

infinity-chapel.html (Diakses 12 Oktober 2014)

6. http://en.wikipedia.org/wiki/Ronchamp (Diakses 12 Oktober 2014)

7. http://en.wikipedia.org/wiki/Church_of_the_Light (Diakses 12

Oktober 2014)