E faktur
Transcript of E faktur
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT ang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan makalah
mengenai, “Mengupas PMK-151/PMK.03/2013 : Selamat Datang Era
Faktur Pajak Elektronik”.
Makalah ini diajukan guna memenuhi salah-satu tugas mata
kuliah Studi Kasus. Adapun makalah perpajakan tentang Era
Faktur Pajak Elektronik ini telah kami usahakan semaksimal
mungkin dan tentunya dengan bantuan dari sumber buku ITR
(Indonesian Tax Review), sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Oleh karena itu, dengan lapang dada dan tangan
terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin
memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat
memperbaiki makalah perpajakan ini. saya berharap kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
1
Surabaya,15
September 2015
Eka Putri
Firdaus
Penyusu
n
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ...................................................................................................................... 1 Daftar isi................................................................................................................................. 2
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 3 1.2 Abstrak dan Rumusan Masalah ...................................................................................... 4
2
Bab II Pembahasan 2.1 Pengkreditan dan Tempat Pajak Masukan ……………………...................................... 5
Kompensasi Pajak Masukan dan Penyerahan pajak terutang dan tidak terutang.............………………………................................................................................... 6 Tata cara penghitungan perkreditan pajak masukan bagi PKPyang melakukanpenyerahan yang terutang pajak dan yang tidak terutang…………………………..10Contoh Ilustrasi …………………………………………………………………….11
Bab III Penutup 3.1 Kesimpulan .................................................................................................................... 14
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pajak adalah salah satu sumber pemasukan Negara yang
menjadi sumber dana anggaran pendapatan dan belanja Negara.
Walaupun selain pajak ada sumber lain yang menjadi sumber
APBN. Untuk itu, pemerintah cukup mengarahkan daya dan pikiran
untuk menyelenggarakan kegiatan perpajakan dengan efektif dan
efisien.
Sejauh ini, terdapat beberapa jenis pajak yang
diberlakukan, mulai dari pajak penghasilan, pajak bumi dan
bangunan, BPHTB, dan PPN maupun PPnBM, dan bea meterai. Dalam
tulisan ini, kami akan mengarahkan pembahasan pada pajak
pertambahan nilai masukan. Memang pajak pertambahan nilai ini
cukup kompleks cakupan subjek maupun objek yang kena pajak ,
khususnya usaha yang berorientasi pada perdagangan barang
maupun jasa. Kita mengetahui bahwa kegitan perdagangan saat
ini telah melampaui batas teritorial sebuah bangsa. Kegiatan
perdagangan ke luar negeri yang mencakup eksport dan import
sudah berlaku lama di seluruh dunia, khusunya di Indonesia
yang akan menjadi pembicaraan kita dalam tulisan ini.
Pajak pertambahan nilai akan terjadi atau muncul ketika
terjadi sebuah transaksi pertukaran barang atau jasa. Karena
dalam setiap komponen barang terdapat porsi pajak pertambahan
nilai.Perputaran perdagangan berperan aktif dalam
mengontribusikan pendapatan Negara melaui sektor pertambahan
4
nilai barang atau jasa ini. Berbagai sektor yang
mengontribusikan sebagian materinya dalam ikut serta
membanguna Negara.Pada intinya berbagai sistem perpajakan
terutama pemungutan pajak pertambahan nilai dilakukan untuk
mendukung sektor perdagangan juga, waupun tidak secara
langsung.Karena pengertian pajak yang telah kita ketahui
adalah kontribusi kekayaan pribadi kepada Negara tanpa adanya
imbalan secara langsung.
Orang yang dikenakan pajak pertambahan nilai adalah
pejabat yang telah ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak.
Apabila telah ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak atau
badan usaha kena pajak maka setiap transaksi yang
mengindikasikan pertukaran barang atau jasa akan dihitung
dalam perhitungan pajak pertambahan nilai selama periode
berjalan. Khususnya PPN masukan, di mana pengusaha membayar
pajak saat mereka menerima barang maupun jasa dari pemasok, di
mana pajaknya akan dibebankan pada penjual.
ABSTRAK
Tidak semua pajak masukan dapat dikreditkan. Pajak
masukan yang boleh dikreditkan hanyalah pajak masukan yang
berhubungan langsung dengan kegiatan usaha dimana
penyerahannya terutang PPN. Apabila penyerahannya tidak
terutang PPN atau terutang tapi PPN-nya dibebaskan,maka pajak
masukan tersebut tidak dapat dikreditkan.
5
Awal tahun merupakan masanya melakukan perhitungan
kembali pajak masukan. Dalam dunia bisnis sehari-hari,bisa
jadi suatu barang modal digunakan untuk lebih dari satu jenis
penyerahan. Bagi pengusaha yang melakukan penyerahan terutang
PPN dan penyerahan tidak terutang PPN,pengusaha ini memiliki
waktu setidaknya sampai dengan bulan maret ( akhir bulan
ketiga tahun buku ) untuk melakukan kegiatan ini. Perhitungan
kembali pajak masukan pada prinsipnya membagi pajak masukan
berdasarkan sifat pengkreditannya.
Dalam praktek PPN,kita ketahui ada pajak yang dapat
dikreditkan dan ada juga yang tidak. Perhitungan kembali pajak
masukan dilakukan untuk pajak masukan suatu aktiva dimana ada
bagian dari pajak masukannya yang dapat dikreditkan, tetapi
juga ada bagian yang tidak boleh dikreditkan. Perhitungan
kembali pajak masukan berarti mengkoreksi pajak masukan yang
telah dikreditkan berdasarkan nilai actual pemakaiannya.
Koreksi ini bias berarti menambah pajak masukan jika estimasi
lebih kecil dari realisasi atau malah sebaliknya
mengurangi,jika estimasi lebih besar dari realisasi.
1.2 RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimanakah Pengkreditan Pajak Masukan ( PM ) ?
b. Dimanakah PPN masukan dikreditkan?
c. Bagaimanakah kompensasi kelebihan pajak masukan?
d. Pajak masukan dalam hal PKP melakukan penyerahan yang
terutang pajak dan tidak terutang pajak?
6
e. Tata cara penghitungan perkreditan pajak masukan bagi PKP
yang melakukan penyerahan yang terutang pajak dan yang tidak
terutang?
f. Contoh Ilustrasi
BAB II
2.1 PEMBAHASAN
Pengertian pajak masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai
yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang
Kena Pajak dan / penerima Jasa Kena Pajak atau pemanfaatan
Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean atau
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Paban dan atau
Impor Barang Kena Pajak. Pada subbab berikut akan disampaikan
mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan dengan segala
permasalahan.
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN
Pajak Masukan yang telah dibayar oleh Pengusaha Kena
Pajak pada waktu perolehan atau impor Barang Kena Pajak atau
penerimaan Jasa Kena Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak
Keluaran yang dipungut Pengusaha Kena Pajak pada waktu
menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran tersebut
harus dilakukan dalam Masa Pajak yang sama.
7
Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar
dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak ke Kas Negara, terlebih
dahulu Wajib Pajak harus mengurangi Pajak Keluaran dengan
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Apabila dalam suatu Masa
Pajak, Pajak Keluaran lebih besar dari pada Pajak Masukan,
maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus
dibayar dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak ke Kas Negara
Pajak Keluaran – Pajak Masukan = Pajak yang harus disetor ke
Kas Negara
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi
ternyata belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa
Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya
selambat-lambatnya 3 bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang
bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan
belum dilakukan pemeriksaan.
TEMPAT PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN
Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang
Kena Pajak dan / Jasa Kena Pajak dikreditkan dengan Pajak
Keluaran di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. Faktur
Pajak yang menjadi dasar pengkreditan harus memenuhi ketentuan
yang berlaku antara lain alamat Pengusaha Kena Pajak yang
tercantum dalam Faktur Pajak harus sama dengan alamat
Pengusaha Kena Pajak yang tercantum dalam Surat Keputusan
Pengukuhan.
Direktur Jendral Pajak dapat menetukan tempat
lain, selain tempat Pengusaha Kena Pajak diukuhkan, sebagai
tempat pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena
8
Pajak dan / Jasa Kena Pajak, baik atas permohonan tertulis
dari Pengusaha Kena Pajak maupun secara jabatan.
Contoh :
Pengusaha Kena Pajak “A” yang kantor pusatnya di
Jakarta dan telah terdaftar di kantor Pelayanan Pajak Jakarta
Gambir memiliki pabrik yang terletak di kota Solo dan telah
terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak di Solo. Pemberitahuan
Impor Barang dalam rangka pengimporan Barang Kena Pajak
menggunakan NPWP Kantor Pusat Jakarta. Dengan persetujuan
Direktur Jendral Pajak, Pengusaha Kena Pajak di Solo dapat
mengkreditkan Pajak Masukan yang tercantum dalam dokumen impor
tersebut.
KOMPENSASI KELEBIHAN PAJAK MASUKAN
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka
selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat
dikompensasikan pada Masa Pajak berikutnya. Dapat terjadi
dalam suatu Masa Pajak terdapat Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan lebih besar dari pada Pajak Keluaran.Kelebihan
Pajak Masukan tersebut tidak dapat diminta kembali, tetapi
dapat dikompesasikan pada Masa Pajak berikutnya. Namun apabila
perusahaan tersebut bubar sebelum tahun buku berakhir, maka
kelebihan pembayaran tersebut dapat diminta kembali pada saat
pembubaran perusahaan. Pengembalian atas kelebihan pembayaran
baru diberikan setelah dilakukan pemeriksaan.
9
PAJAK MASUKAN DALAM HAL PKP MELAKUKAN PENYERAHAN YANG TERUTANG
PAJAK DAN TIDAK TERUTANG PAJAK
Penyerahan yang Terutang dan Tidak Terutang Pajak dan Tidak
Terutang Pajak Diketahui dengan Pasti
Apabila dalam suatu masa pajak, pengusaha kena
pajak di samping melakukan penyerahan yang terutang pajak juga
melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang
bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan
pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan
penyerahan yang terutang pajak. Penyerahan terutang pajak
adalah penyerahan barang atau jasa yang sesuai dengan
ketentuan undang-undang PPN dan PPnBM, yang dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai.
Contoh :
Pengusaha Kena Pajak melakukan dua macam penyerahan yaitu :
Penyerahan terutang pajak = Rp
25.000.000,00
Pajak Keluaran = Rp
2.500.000,00
Penyerahan tidak terutang pajak = Rp 10.000.000,00
Pajak Keluaran = Rp NIHIL
Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan :
Barang Kena pajak dan Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan
penyerahan yang terutang pajak Rp 1.500.000,00
Barang Kena Pajak dan jasa pajak yang berkaitan dengan
penyerahan yang tidak terutang pajak Rp 800.000,00
10
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran
sebesar Rp 2.500.000,00 adalah hanya sebesar Rp 1.500.000,00.
Sedangkan Pajak Masukan sebesar Rp 800.000,00 tidak dapat
dikreditkan karena berkaitan dengan penyerahan yang tidak
terutang pajak.
Penyerahan Yang Terutang dan Tidak Terutang Pajak Tidak Dapat
Dengan Pasti
Apabila dalam masa pajak, pengusaha kena pajak di samping
melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan
penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan pajak masukan
untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui
dengan pasti, maka untuk memberikan kemudahan dan kepastian
kepada pengusaha kena pajak, jumlah pajak masukan yang dapat
dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung
dengan menggunakan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan sebagaimana PPN telah diamanatkan oleh pasal 9 ayat
(6) Undang-Undang PPN dan PPnBM.
Pedoman dimaksud diatur dalam peraturan Menteri
Keuangan No. 78/PMK.03/2010 tentang pedoman penghitungan
pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kena pajak yang
melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang
tidak terutang pajak yang berlaku mulai tanggal 1 April 2010.
Hal yang perlu dipedomani meliputi:
1. Aturan umum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.42
Tahun 2009 Terutang PPN dan PPnBM.
a. Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang
seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena
11
perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak
dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari
luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari
luar Daerah Pabean dan/atau Impor Barang Kena Pajak.
b. Penyerahan yang Terutang Pajak adalah penyerahan barang
atau jasa yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana
dimaksud dalam pasal 4 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai,
tidak termasuk penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam pasal 16B Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai.
c. Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak adalah penyerahan
barang dan jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4A Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam pasal 16B Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai.
2. Karakteristik pengusaha kena pajak.
Peraturan Menteri Keuangan ini ditujukan kepada pengusaha Kena
Pajak yang karakteristiknya yaitu pengusaha kena pajak:
a. Melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) terdiri atas:
Unit atau kegiatan yang melakukan penyerahan yang terutang
pajak; dan
Unit atau kegiatan lain yang melakukan penyerahan yang
tidak terutang pajak;
b. Usaha yang atas penyerahannya terutang pajak dan yang tidak
terutang pajak;
12
c. Usaha yang menghasilkan, memperdagangkan barang, usaha jasa
yang atas penyerahannya terutang pajak dan yang tidak terutang
pajak; atau
d. Usaha yang atas penyerahannya sebagian terutang pajak dan
sebagian lainnya tidak terutang pajak,
Sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang Terutang Pajak
tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dapat
dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan Pajak Masukan
yang dapat dikreditkan.
3. Pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yaitu:
P = PM x Z
dengan ketentuan:P = Jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkannya;
PM = Jumlah pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak;
Z = Persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan
yang Terutang pajak terhadap penyerahan seluruhnya.
4. Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 2
yang telah mengkreditkan Pajak Masukan dengan menggunakan
pedoman penghitungan sebagaimana dimaksud dalam angka 3, harus
menghitung kembali besarnya Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan.
5. Pedoman penghitungan yang digunakan untuk penghitungan
kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan:
13
a. Untuk Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang masa
manfaatnya lebih dari 1 (satu) tahun:
P’ = PM xZ’ T
Dengan Ketentuan:
P’ = jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam 1
(satu) tahun buku;
PM = jumlah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak
T = masa manfaat Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak yang ditentukan sebagai berikut:
Untuk Barang Kena Pajak berupa tanah dan bangunan adalah 10
(sepuluh) tahun;
Untuk Barang Kena Pajak selain tanah dan bangunan dan jasa
Kena Pajak adalah 4 (empat) tahun;
Z’ = persentase yang sebanding dengan jumlah penyerahan yang
terutang pajak terhadap seluruh penyerahan dalam 1 (satu)
tahun buku;
b. Untuk Barang Kena Pajak yang masa manfaatnya 1 (satu) taun
atau kurang:
P’ = PM x Z’Dengan ketentuan:
P’ = jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam satu
tahun buku;14
PM = jumlah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak
Z = persentase yang sebanding dengan jumlah penyerahan yang
terutang pajak terhadap seluruh penyerahan dalam 1 (satu)
tahun buku.
6. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dari hasil
penghitungan kembali sebagaimana dimaksud dalam angka 5,
diperhitungkan dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
pada suatu Masa Pajak, paling lama pada bulan ketiga setelah
berakhirnya tahun buku.
7. Penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
tidak perlu dilakukan dalam hal masa manfaat Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 5
huruf “a” tersebut telah berakhir.
8. Pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan ini tidak berlaku bagi pengusaha
Kena Pajak yang telah ditetapkan untuk menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan Pajak Masukan sesuai ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7) dan ayat (7a)
Undang-Undang PPN dan PPnBM.
TATA CARA PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI
PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN PENYERAHAN YANG TERUTANG
PAJAK DAN PENYERAHAN YANG TIDAK TERUTANG PAJAK
Pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan yang terutang
pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak
1. Pengusaha kena pajak yang melakukan kegiatan usaha
terapadu, sebagaia contoh pengusaha kena pajak yang
15
menghasilkan jagung (jangung bukan merupakan barang kena
pajak). yang
2. Pengusaha kena pajak yang melakukan usaha jasa yang atas
penyerahannya terutang dan tidak terutang PPN, sebagai contoh
pengusaha kena pajak yang bergerak dibidang perhotelan,
disamping malakukan usaha jasa dibidang perhotelan, juga
melakukan penyerahan jasa persewaan ruangan untuk tempat
usaha.
3. Pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang dan
jasa yang atas penyerahannya terutang dan yang tidak terutang
PPN.
4. Pengusah kena pajak yang menghasilkan kena pajak yang
terutang PPN dan yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
untuk pengusaha kena pajaka yang mealakukan penyerahaan yang
terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak
sebagai mana tersebut di atas, perlakukan pengkreditan pajak
masukan sebagai berikut:
Pajak masukan atas perolehan barang kena pajak dan jasa kena
pajak yang nyata-nyaa hanya digunakan untuk kegiatan yang
atas penyerahannya terutang PPN, dapat dikreditkan
seluruhnya.
Pajak masukan atas perolehan barang dan jasa kena pajak yang
nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang atas
penyerahannya terutang pajak PPN atau mendapatkan fasilitas
dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan
seluruhnya.
Sedangkan pajak masukan atas perolehan barang dan jasa kenak
pajak yang belum dapat dipastikan penggunaannya untuk
16
penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak
terutang pajak, pengkreditannya menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan pajak masukan sebagai mana diatur
dalam PMK.
Contoh Ilustrasi :
PT. Eka Jaya merupakan perusahaan industry yang menjual
apel segar dalam kemasan dan produk minuman sari buah apel.
Pada bulan Januari 2013 membeli solar dan truck untuk
kepentingan produksi masing-masing sebesar Rp 100.000.000,-
( PPN. Rp 10.000.000,- ) dan truck Rp 400.000.000,- ( PPN. Rp
40.000.000,- ). Berdasarkan data penjualan tahun 2011
diketahui omset sebesar Rp 10.000.000.000,- untuk masing-
masing penjualan apel kemasan sebesar Rp 4.000.000.000,- dan
omset penjualan minuman sari buah apel Rp 6.000.000.000,-
Dalam hal ini PT.Eka Jaya memiliki persediaan solar dan
truck yang digunakan untuk jenis penyerahan yang berbeda.Untuk
penyerahan apel karena bukan termasuk BKP,maka pajak
masukannya tidak boleh dikreditkan. Untuk penyerahan sari buah
apel terutang PPN dan pajak masukannya dapat dikreditkan.
Pengkreditan Pajak Masukan Masa Januari 2012 ( Estimasi )
Untuk Solar
PM = PM x Z
PM = Rp 10.000.000 x ( Rp 6.000.000.000 / 10.000.000.000 )
PM = Rp 10.000.000 x 60%
PM = Rp 6.000.000
17
Untuk Truck
PM = PM/T x Z
PM = Rp 40.000.000 / 4 x ( Rp 5.000.000.000 x 10.000.000.000 )
PM = Rp 40.000.000 / 4 x 60%
PM = 6.000.000.000
Jika dimisalkan pada Januari 2014,diketahui omset
penjualan apel kemasan dan minuman sari buah apel untuk tahun
2013 masing-masing adalah Rp 3.000.000.000,- dan Rp
7.000.000.000,- maka perhitungan kembali pajak masukan yang
dilakukan pada masa pajak Januari 2014 dilakukan sbb :
Untuk Solar
PM = PM x Z
PM = Rp 10.000.000 x ( Rp 7.000.000.000 x 10.000.000.000 )
PM = Rp 10.000.000 x 70%
PM = Rp 7.000.000,-
Untuk Truck
PM = PM/T x Z
PM = Rp 40.000.000 / 4 x ( Rp 7.000.000.000 x 10.000.000.000 )
PM = Rp 40.000.000 / 4 x 70%
PM = Rp 7.000.000,-
Perhitungan kembali PM solar di SPT Januari 2014
= Realisasi – Estimasi
= Rp 7.000.000 – Rp 6.000.000
= Rp 1.000.000
18
Namun , jika dimisalkan pada Januari 2014,diketahui omset
penjualan apel kemasan dan minuman sari buah apel untuk tahun
2013 masing-masing adalah Rp 5.000.000.000,- dan Rp
5.000.000.000,- maka perhitungan kembali pajak masukan yang
dilakukan pada masa Januari dilakukan sbb :
Untuk Solar
PM = PM x Z
PM = Rp 10.000.000 x ( Rp 5.000.000.000 x 10.000.000.000 )
PM = Rp 10.000.000 x 50%
PM = Rp 5.000.000,-
Untuk Truck
PM = PM/T x Z
PM = Rp 40.000.000 / 4 x ( Rp 5.000.000.000 x 10.000.000.000 )
PM = Rp 40.000.000 / 4 x 50%
PM = Rp 5.000.000,-
Perhitungan kembali PM solar di SPT Januari 2014
= Realisasi – Estimasi
= Rp 5.000.000 – Rp 6.000.000
= ( Rp 1.000.000 )
19
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan yang penulis lakukan
selama menganalisa yang dilakukan terhadap pokok bahasan yang
telah diuraikan dan dijelaskan pada bab sebelumnya, maka
20
penulis mencoba untuk menyimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
Hasil perhitungan kembali pajak masukan dapat menambah pajak
masukan atau mengurangi pajak masukan di masa dilakukannya
perhitungan kembali. Jika hasil perhitungan kembali bernilai
positif berarti akan menambah pajak masukan di masa
dilakukannya perhitungan kembali dan sebaliknya.
Bagaimana akibatnya jika tidak melakukan perhitungan
kembali? Tentunya akan ada pajak masukan yang dikoreksi
sehingga menyebabkan jumlah pajak kurang bayar menjadi
bertambah. Jika belum dilakukan pemeriksaan, WP masih boleh
melakukan pembetulan SPT dan dikenakan sanksi 8 (2) UU KUP.
Namun jika sudah diperiksa dan pajak masukannya
dikoreksi,SKPKB sudah menanti.
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1
April 2010.
21