E faktur

21
KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah SWT ang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan makalah mengenai, “Mengupas PMK-151/PMK.03/2013 : Selamat Datang Era Faktur Pajak Elektronik”. Makalah ini diajukan guna memenuhi salah-satu tugas mata kuliah Studi Kasus. Adapun makalah perpajakan tentang Era Faktur Pajak Elektronik ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan dari sumber buku ITR (Indonesian Tax Review), sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah perpajakan ini. saya berharap kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini. 1

Transcript of E faktur

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT ang Maha Pengasih lagi

Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas

kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan

inayah-Nya kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan makalah

mengenai, “Mengupas PMK-151/PMK.03/2013 : Selamat Datang Era

Faktur Pajak Elektronik”.

Makalah ini diajukan guna memenuhi salah-satu tugas mata

kuliah Studi Kasus. Adapun makalah perpajakan tentang Era

Faktur Pajak Elektronik ini telah kami usahakan semaksimal

mungkin dan tentunya dengan bantuan dari sumber buku ITR

(Indonesian Tax Review), sehingga dapat memperlancar pembuatan

makalah ini. Oleh karena itu, dengan lapang dada dan tangan

terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi  pembaca yang ingin

memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat

memperbaiki makalah perpajakan ini. saya berharap kepada para

pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat

membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

1

Surabaya,15

September 2015

Eka Putri

Firdaus

Penyusu

n

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................................... 1 Daftar isi................................................................................................................................. 2

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 3 1.2 Abstrak dan Rumusan Masalah ...................................................................................... 4

2

Bab II Pembahasan 2.1 Pengkreditan dan Tempat Pajak Masukan ……………………...................................... 5

Kompensasi Pajak Masukan dan Penyerahan pajak terutang dan tidak terutang.............………………………................................................................................... 6 Tata cara penghitungan perkreditan pajak masukan bagi PKPyang melakukanpenyerahan yang terutang pajak dan yang tidak terutang…………………………..10Contoh Ilustrasi …………………………………………………………………….11

Bab III Penutup 3.1 Kesimpulan .................................................................................................................... 14

3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1      LATAR BELAKANG

Pajak adalah salah satu sumber pemasukan Negara yang

menjadi sumber dana anggaran pendapatan dan belanja Negara.

Walaupun selain pajak ada sumber  lain yang menjadi sumber

APBN. Untuk itu, pemerintah cukup mengarahkan daya dan pikiran

untuk menyelenggarakan kegiatan perpajakan dengan efektif dan

efisien.

Sejauh ini, terdapat beberapa jenis pajak yang

diberlakukan, mulai dari pajak penghasilan, pajak bumi dan

bangunan, BPHTB, dan PPN maupun PPnBM, dan bea meterai. Dalam

tulisan ini, kami akan mengarahkan pembahasan pada pajak

pertambahan nilai masukan. Memang pajak pertambahan nilai ini

cukup kompleks cakupan subjek maupun objek yang kena pajak ,

khususnya usaha yang berorientasi pada perdagangan barang

maupun jasa. Kita mengetahui bahwa kegitan perdagangan saat

ini telah melampaui batas teritorial sebuah bangsa. Kegiatan

perdagangan ke luar negeri yang mencakup eksport dan import

sudah berlaku lama di seluruh dunia, khusunya di Indonesia

yang  akan menjadi pembicaraan kita dalam tulisan ini.

Pajak pertambahan nilai akan terjadi atau muncul ketika

terjadi sebuah transaksi pertukaran barang atau jasa. Karena

dalam setiap komponen barang terdapat porsi pajak pertambahan

nilai.Perputaran perdagangan berperan aktif dalam

mengontribusikan pendapatan Negara melaui sektor pertambahan

4

nilai barang atau jasa ini. Berbagai sektor yang

mengontribusikan sebagian materinya dalam ikut serta

membanguna Negara.Pada intinya berbagai sistem perpajakan

terutama pemungutan pajak pertambahan nilai dilakukan untuk

mendukung sektor perdagangan juga, waupun tidak secara

langsung.Karena pengertian pajak yang telah kita ketahui

adalah kontribusi kekayaan pribadi kepada Negara tanpa adanya

imbalan secara langsung.

Orang yang dikenakan pajak pertambahan nilai adalah

pejabat yang telah ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak.

Apabila telah ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak atau

badan usaha kena pajak maka setiap transaksi yang

mengindikasikan pertukaran barang atau jasa akan dihitung

dalam perhitungan pajak pertambahan nilai selama periode

berjalan. Khususnya PPN masukan, di mana pengusaha membayar

pajak saat mereka menerima barang maupun jasa dari pemasok, di

mana pajaknya akan dibebankan pada penjual.

ABSTRAK

Tidak semua pajak masukan dapat dikreditkan. Pajak

masukan yang boleh dikreditkan hanyalah pajak masukan yang

berhubungan langsung dengan kegiatan usaha dimana

penyerahannya terutang PPN. Apabila penyerahannya tidak

terutang PPN atau terutang tapi PPN-nya dibebaskan,maka pajak

masukan tersebut tidak dapat dikreditkan.

5

Awal tahun merupakan masanya melakukan perhitungan

kembali pajak masukan. Dalam dunia bisnis sehari-hari,bisa

jadi suatu barang modal digunakan untuk lebih dari satu jenis

penyerahan. Bagi pengusaha yang melakukan penyerahan terutang

PPN dan penyerahan tidak terutang PPN,pengusaha ini memiliki

waktu setidaknya sampai dengan bulan maret ( akhir bulan

ketiga tahun buku ) untuk melakukan kegiatan ini. Perhitungan

kembali pajak masukan pada prinsipnya membagi pajak masukan

berdasarkan sifat pengkreditannya.

Dalam praktek PPN,kita ketahui ada pajak yang dapat

dikreditkan dan ada juga yang tidak. Perhitungan kembali pajak

masukan dilakukan untuk pajak masukan suatu aktiva dimana ada

bagian dari pajak masukannya yang dapat dikreditkan, tetapi

juga ada bagian yang tidak boleh dikreditkan. Perhitungan

kembali pajak masukan berarti mengkoreksi pajak masukan yang

telah dikreditkan berdasarkan nilai actual pemakaiannya.

Koreksi ini bias berarti menambah pajak masukan jika estimasi

lebih kecil dari realisasi atau malah sebaliknya

mengurangi,jika estimasi lebih besar dari realisasi.

1.2      RUMUSAN MASALAH

a.       Bagaimanakah Pengkreditan Pajak Masukan ( PM ) ?

b.      Dimanakah PPN masukan dikreditkan?

c.       Bagaimanakah kompensasi kelebihan pajak masukan?

d.      Pajak masukan dalam hal PKP melakukan penyerahan yang

terutang pajak dan tidak terutang pajak?

6

e.       Tata cara penghitungan perkreditan pajak masukan bagi PKP

yang melakukan penyerahan yang terutang pajak dan yang tidak

terutang?

f. Contoh Ilustrasi

BAB II

2.1 PEMBAHASAN

Pengertian pajak masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai

yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang

Kena Pajak dan / penerima Jasa Kena Pajak atau pemanfaatan

Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean atau

pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Paban dan atau

Impor Barang Kena Pajak. Pada subbab berikut akan disampaikan

mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan dengan segala

permasalahan.

PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN

Pajak Masukan yang telah dibayar oleh Pengusaha Kena

Pajak pada waktu perolehan atau impor Barang Kena Pajak atau

penerimaan Jasa Kena Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak

Keluaran yang dipungut Pengusaha Kena Pajak pada waktu

menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.

Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran tersebut

harus dilakukan dalam Masa Pajak yang sama.

7

Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar

dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak ke Kas Negara, terlebih

dahulu Wajib Pajak harus mengurangi Pajak Keluaran dengan

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Apabila dalam suatu Masa

Pajak, Pajak Keluaran lebih besar dari pada Pajak Masukan,

maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus

dibayar dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak ke Kas Negara

Pajak Keluaran – Pajak Masukan = Pajak yang harus disetor ke

Kas Negara

            Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi

ternyata belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa

Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya

selambat-lambatnya 3 bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang

bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan

belum dilakukan pemeriksaan.

TEMPAT PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN

            Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang

Kena Pajak dan / Jasa Kena Pajak dikreditkan dengan Pajak

Keluaran di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. Faktur

Pajak yang menjadi dasar pengkreditan harus memenuhi ketentuan

yang berlaku antara lain alamat Pengusaha Kena Pajak yang

tercantum dalam Faktur Pajak harus sama dengan alamat

Pengusaha Kena Pajak yang tercantum dalam Surat Keputusan

Pengukuhan.

            Direktur Jendral Pajak dapat menetukan tempat

lain, selain tempat Pengusaha Kena Pajak diukuhkan, sebagai

tempat pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena

8

Pajak dan / Jasa Kena Pajak, baik atas permohonan tertulis

dari Pengusaha Kena Pajak maupun secara jabatan.

Contoh :

            Pengusaha Kena Pajak “A” yang kantor pusatnya di

Jakarta dan telah terdaftar di kantor Pelayanan Pajak Jakarta

Gambir memiliki pabrik yang terletak di kota Solo dan telah

terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak di Solo. Pemberitahuan

Impor Barang dalam rangka pengimporan Barang Kena Pajak

menggunakan NPWP Kantor Pusat Jakarta. Dengan persetujuan

Direktur Jendral Pajak, Pengusaha Kena Pajak di Solo dapat

mengkreditkan Pajak Masukan yang tercantum dalam dokumen impor

tersebut.

KOMPENSASI KELEBIHAN PAJAK MASUKAN

            Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang

dapat dikreditkan lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka

selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat

dikompensasikan pada Masa Pajak berikutnya. Dapat terjadi

dalam suatu Masa Pajak terdapat Pajak Masukan yang dapat

dikreditkan lebih besar dari pada Pajak Keluaran.Kelebihan

Pajak Masukan tersebut tidak dapat diminta kembali, tetapi

dapat dikompesasikan pada Masa Pajak berikutnya. Namun apabila

perusahaan tersebut bubar sebelum tahun buku berakhir, maka

kelebihan pembayaran tersebut dapat diminta kembali pada saat

pembubaran perusahaan. Pengembalian atas kelebihan pembayaran

baru diberikan setelah dilakukan pemeriksaan.

9

PAJAK MASUKAN DALAM HAL PKP MELAKUKAN PENYERAHAN YANG TERUTANG

PAJAK DAN TIDAK TERUTANG PAJAK

Penyerahan yang Terutang dan Tidak Terutang Pajak dan Tidak

Terutang Pajak Diketahui dengan Pasti

            Apabila dalam suatu masa pajak, pengusaha kena

pajak di samping melakukan penyerahan yang terutang pajak juga

melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang

bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan

pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat

dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan

penyerahan yang terutang pajak. Penyerahan terutang pajak

adalah penyerahan barang atau jasa yang sesuai dengan

ketentuan undang-undang PPN dan PPnBM, yang dikenakan Pajak

Pertambahan Nilai.

Contoh :

Pengusaha Kena Pajak melakukan dua macam penyerahan yaitu :

         Penyerahan terutang pajak                 = Rp

25.000.000,00

Pajak Keluaran                                   = Rp  

2.500.000,00

         Penyerahan tidak terutang pajak         = Rp 10.000.000,00

Pajak Keluaran                                   = Rp NIHIL

Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan :

         Barang Kena pajak dan Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan

penyerahan yang terutang pajak Rp 1.500.000,00

         Barang Kena Pajak dan jasa pajak yang berkaitan dengan

penyerahan yang tidak terutang pajak Rp 800.000,00

10

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran

sebesar Rp 2.500.000,00 adalah hanya sebesar Rp 1.500.000,00.

Sedangkan Pajak Masukan sebesar Rp 800.000,00 tidak dapat

dikreditkan karena berkaitan dengan penyerahan yang tidak

terutang pajak.

Penyerahan Yang Terutang dan Tidak Terutang Pajak Tidak Dapat

Dengan Pasti

Apabila dalam masa pajak, pengusaha kena pajak di samping

melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan

penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan pajak masukan

untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui

dengan pasti, maka untuk memberikan kemudahan dan kepastian

kepada pengusaha kena pajak, jumlah pajak masukan yang dapat

dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung

dengan menggunakan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri

Keuangan sebagaimana PPN telah diamanatkan oleh pasal 9 ayat

(6) Undang-Undang PPN dan PPnBM.

            Pedoman dimaksud diatur dalam peraturan Menteri

Keuangan No. 78/PMK.03/2010 tentang pedoman penghitungan

pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kena pajak yang

melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang

tidak terutang pajak yang berlaku mulai tanggal 1 April 2010.

            Hal yang perlu dipedomani meliputi:

1.      Aturan umum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.42

Tahun 2009 Terutang PPN dan PPnBM.

a.       Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang

seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena

11

perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak

dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari

luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari

luar Daerah Pabean dan/atau Impor Barang Kena Pajak.

b.      Penyerahan yang Terutang Pajak adalah penyerahan barang

atau jasa yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana

dimaksud dalam pasal 4 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai,

tidak termasuk penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak

Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam pasal 16B Undang-

Undang Pajak Pertambahan Nilai.

c.       Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak adalah penyerahan

barang dan jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai

sebagaimana dimaksud dalam pasal 4A Undang-Undang Pajak

Pertambahan Nilai dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak

Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam pasal 16B Undang-

Undang Pajak Pertambahan Nilai.

2.      Karakteristik pengusaha kena pajak.

Peraturan Menteri Keuangan ini ditujukan kepada pengusaha Kena

Pajak yang karakteristiknya yaitu pengusaha kena pajak:

a.       Melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) terdiri atas:

         Unit atau kegiatan yang melakukan penyerahan yang terutang

pajak; dan

         Unit atau kegiatan lain yang melakukan penyerahan yang

tidak terutang pajak;

b.      Usaha yang atas penyerahannya terutang pajak dan yang tidak

terutang pajak;

12

c.       Usaha yang menghasilkan, memperdagangkan barang, usaha jasa

yang atas penyerahannya terutang pajak dan yang tidak terutang

pajak; atau

d.      Usaha yang atas penyerahannya sebagian terutang pajak dan

sebagian lainnya tidak terutang pajak,

Sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang Terutang Pajak

tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang

dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dapat

dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan Pajak Masukan

yang dapat dikreditkan.

3.      Pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan

sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yaitu:

P = PM x Z

dengan ketentuan:P      = Jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkannya;

PM   = Jumlah pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak

dan/atau Jasa Kena Pajak;

Z      = Persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan

yang Terutang pajak terhadap penyerahan seluruhnya.

4.      Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 2

yang telah mengkreditkan Pajak Masukan dengan menggunakan

pedoman penghitungan sebagaimana dimaksud dalam angka 3, harus

menghitung kembali besarnya Pajak Masukan yang dapat

dikreditkan.

5.      Pedoman penghitungan yang digunakan untuk penghitungan

kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan:

13

a.       Untuk Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang masa

manfaatnya lebih dari 1 (satu) tahun:

P’ = PM xZ’       T

Dengan Ketentuan:

P’   = jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam 1

(satu) tahun buku;

PM   = jumlah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak

dan/atau Jasa Kena Pajak

T   = masa manfaat Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena

Pajak yang ditentukan sebagai berikut:

         Untuk Barang Kena Pajak berupa tanah dan bangunan adalah 10

(sepuluh) tahun;

         Untuk Barang Kena Pajak selain tanah dan bangunan dan jasa

Kena Pajak adalah 4 (empat) tahun;

Z’ = persentase yang sebanding dengan jumlah penyerahan yang

terutang pajak terhadap seluruh penyerahan dalam 1 (satu)

tahun buku;

b.      Untuk Barang Kena Pajak yang masa manfaatnya 1 (satu) taun

atau kurang:

P’ = PM x Z’Dengan ketentuan:

P’   = jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam satu

tahun buku;14

PM = jumlah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak

dan/atau Jasa Kena Pajak

Z    = persentase yang sebanding dengan jumlah penyerahan yang

terutang pajak terhadap seluruh penyerahan dalam 1 (satu)

tahun buku.

6.      Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dari hasil

penghitungan kembali sebagaimana dimaksud dalam angka 5,

diperhitungkan dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan

pada suatu Masa Pajak, paling lama pada bulan ketiga setelah

berakhirnya tahun buku.

7.      Penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan

tidak perlu dilakukan dalam hal masa manfaat Barang Kena Pajak

dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 5

huruf  “a”  tersebut telah berakhir.

8.     Pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan ini tidak berlaku bagi pengusaha

Kena Pajak yang telah ditetapkan untuk menggunakan pedoman

penghitungan pengkreditan Pajak Masukan sesuai ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7) dan ayat (7a)

Undang-Undang PPN dan PPnBM.

TATA CARA PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI

PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN PENYERAHAN YANG TERUTANG

PAJAK DAN PENYERAHAN YANG TIDAK TERUTANG PAJAK

Pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan yang terutang

pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak

1.      Pengusaha kena pajak yang melakukan kegiatan usaha

terapadu, sebagaia contoh pengusaha kena pajak yang

15

menghasilkan jagung (jangung bukan merupakan barang kena

pajak). yang

2.      Pengusaha kena pajak yang melakukan usaha jasa yang atas

penyerahannya terutang dan tidak terutang PPN, sebagai contoh

pengusaha kena pajak yang bergerak dibidang perhotelan,

disamping malakukan usaha jasa dibidang perhotelan, juga

melakukan penyerahan jasa persewaan ruangan untuk tempat

usaha.

3.      Pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang dan

jasa yang atas penyerahannya terutang dan yang tidak terutang

PPN.

4.      Pengusah kena pajak yang menghasilkan kena pajak yang

terutang PPN dan yang dibebaskan dari pengenaan PPN.

untuk pengusaha kena pajaka yang mealakukan penyerahaan yang

terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak

sebagai mana tersebut di atas, perlakukan pengkreditan pajak

masukan sebagai berikut:

Pajak masukan atas perolehan barang kena pajak dan jasa kena

pajak yang nyata-nyaa hanya digunakan untuk kegiatan yang

atas penyerahannya terutang PPN, dapat dikreditkan

seluruhnya.

Pajak masukan atas perolehan barang dan jasa kena pajak yang

nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang atas

penyerahannya terutang pajak PPN atau mendapatkan fasilitas

dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan

seluruhnya.

Sedangkan pajak masukan atas perolehan barang dan jasa kenak

pajak  yang belum dapat dipastikan penggunaannya untuk

16

penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak

terutang pajak, pengkreditannya menggunakan pedoman

penghitungan pengkreditan pajak masukan sebagai mana diatur

dalam PMK.

Contoh Ilustrasi :

PT. Eka Jaya merupakan perusahaan industry yang menjual

apel segar dalam kemasan dan produk minuman sari buah apel.

Pada bulan Januari 2013 membeli solar dan truck untuk

kepentingan produksi masing-masing sebesar Rp 100.000.000,-

( PPN. Rp 10.000.000,- ) dan truck Rp 400.000.000,- ( PPN. Rp

40.000.000,- ). Berdasarkan data penjualan tahun 2011

diketahui omset sebesar Rp 10.000.000.000,- untuk masing-

masing penjualan apel kemasan sebesar Rp 4.000.000.000,- dan

omset penjualan minuman sari buah apel Rp 6.000.000.000,-

Dalam hal ini PT.Eka Jaya memiliki persediaan solar dan

truck yang digunakan untuk jenis penyerahan yang berbeda.Untuk

penyerahan apel karena bukan termasuk BKP,maka pajak

masukannya tidak boleh dikreditkan. Untuk penyerahan sari buah

apel terutang PPN dan pajak masukannya dapat dikreditkan.

Pengkreditan Pajak Masukan Masa Januari 2012 ( Estimasi )

Untuk Solar

PM = PM x Z

PM = Rp 10.000.000 x ( Rp 6.000.000.000 / 10.000.000.000 )

PM = Rp 10.000.000 x 60%

PM = Rp 6.000.000

17

Untuk Truck

PM = PM/T x Z

PM = Rp 40.000.000 / 4 x ( Rp 5.000.000.000 x 10.000.000.000 )

PM = Rp 40.000.000 / 4 x 60%

PM = 6.000.000.000

Jika dimisalkan pada Januari 2014,diketahui omset

penjualan apel kemasan dan minuman sari buah apel untuk tahun

2013 masing-masing adalah Rp 3.000.000.000,- dan Rp

7.000.000.000,- maka perhitungan kembali pajak masukan yang

dilakukan pada masa pajak Januari 2014 dilakukan sbb :

Untuk Solar

PM = PM x Z

PM = Rp 10.000.000 x ( Rp 7.000.000.000 x 10.000.000.000 )

PM = Rp 10.000.000 x 70%

PM = Rp 7.000.000,-

Untuk Truck

PM = PM/T x Z

PM = Rp 40.000.000 / 4 x ( Rp 7.000.000.000 x 10.000.000.000 )

PM = Rp 40.000.000 / 4 x 70%

PM = Rp 7.000.000,-

Perhitungan kembali PM solar di SPT Januari 2014

= Realisasi – Estimasi

= Rp 7.000.000 – Rp 6.000.000

= Rp 1.000.000

18

Namun , jika dimisalkan pada Januari 2014,diketahui omset

penjualan apel kemasan dan minuman sari buah apel untuk tahun

2013 masing-masing adalah Rp 5.000.000.000,- dan Rp

5.000.000.000,- maka perhitungan kembali pajak masukan yang

dilakukan pada masa Januari dilakukan sbb :

Untuk Solar

PM = PM x Z

PM = Rp 10.000.000 x ( Rp 5.000.000.000 x 10.000.000.000 )

PM = Rp 10.000.000 x 50%

PM = Rp 5.000.000,-

Untuk Truck

PM = PM/T x Z

PM = Rp 40.000.000 / 4 x ( Rp 5.000.000.000 x 10.000.000.000 )

PM = Rp 40.000.000 / 4 x 50%

PM = Rp 5.000.000,-

Perhitungan kembali PM solar di SPT Januari 2014

= Realisasi – Estimasi

= Rp 5.000.000 – Rp 6.000.000

= ( Rp 1.000.000 )

19

BAB III

PENUTUP

3.1      KESIMPULAN

            Berdasarkan hasil pengamatan yang penulis lakukan

selama menganalisa yang dilakukan terhadap pokok bahasan yang

telah diuraikan dan dijelaskan pada bab sebelumnya, maka

20

penulis mencoba untuk menyimpulkan beberapa hal sebagai

berikut:

Hasil perhitungan kembali pajak masukan dapat menambah pajak

masukan atau mengurangi pajak masukan di masa dilakukannya

perhitungan kembali. Jika hasil perhitungan kembali bernilai

positif berarti akan menambah pajak masukan di masa

dilakukannya perhitungan kembali dan sebaliknya.

Bagaimana akibatnya jika tidak melakukan perhitungan

kembali? Tentunya akan ada pajak masukan yang dikoreksi

sehingga menyebabkan jumlah pajak kurang bayar menjadi

bertambah. Jika belum dilakukan pemeriksaan, WP masih boleh

melakukan pembetulan SPT dan dikenakan sanksi 8 (2) UU KUP.

Namun jika sudah diperiksa dan pajak masukannya

dikoreksi,SKPKB sudah menanti.

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1

April 2010.

21