Phylogeographic patterns of mtDNA reflecting the colonization of the Canary Islands
Deteksi Mutasi A3243G mtDNA dengan Metode PCR Allele's ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of Deteksi Mutasi A3243G mtDNA dengan Metode PCR Allele's ...
Deteksi Mutasi A3243G mtDNA denganMetode PCR Allele’s Specific Amplification (PASA)
pada Penderita Diabetes Melitus Gestational (DMG)
oleh
dr. I Wayan Surudarma, M.Si.
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS UDAYANA
2017
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmat-Nya maka
penyusun dapat menyelesaikan tulisan yang berjudul “Deteksi Mutasi A3243G mtDNA
dengan Metode PCR Allele’s Specific Amplification (PASA) pada Penderita Diabetes
Melitus Gestational (DMG)”.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan semua pihak yang
membantu terselesaikannya tulisan ini yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih kurang dari sempurna, karena itu
kami mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan tulisan ini.
Semoga karya ini dapat berguna dan memberi manfaat serta memenuhi harapan
para pembaca yang selalu haus akan ilmu, khususnya ilmu kedokteran.
Denpasar, Juli 2017
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………………………………… i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 11.1. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 11.2. Rumusan Masalah ................................................................................ 21.3. Tujuan Penelitian .................................................................................. 21.4. Manfaat Penelitian ................................................................................ 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 32.1. Mitokondria .......................................................................................... 32.2. Genetika Mitokondria ............................................................................ 62.3. Patofisiologi Penyakit Mitokondria ....................................................... 82.4. Mutasi DNA Mitokondria Penyebab Diabetes Melitus ........................ 9
BAB III. KERANGKA KONSEP PENELITIAN ……………………………………………………………. 11
BAB IV. METODE PENELITIAN4.1. Rancangan Penelitian ........................................................................... 124.2. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. 124.3. Populasi Penelitian…………………………………………………............................. 124.4. Sampel dan Besar Sampel ……….............................................................. 124.5. Definisi Operasional …………………………………………………………………………… 124.6. Kriteria Inklusi dan Ekslusi ...................................................................... 134.7. Bahan dan penyiapan mtDNA templat .................................................. 134.8. PCR Alele’s Specific Amplification (PASA) ……......................................... 144.9. Analisis hasil PASA …………………………….................................................... 15
4.10. Alur Penelitian ...................................................................................... 164.11. Analisis Data ......................................................................................... 16
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 175.1. Pengambilan Sampel .............................................................................. 175.2. Ekstraksi DNA ......................................................................................... 175.3. PCR Allele’s Specific Amplification (PASA) .............................................. 185.4. Analisis PASA .......................................................................................... 19
BAB VI. KESIMPULAN ................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 22
1
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit heterogen yang dapat disebabkan oleh
faktor genetik dan faktor lingkungan. Salah satu bentuk DM yang berhubungan dengan faktor
genetik adalah DM tipe 2 yang disebabkan oleh disfungsi sekresi insulin, karena adanya
penghambatan dalam produksi ATP yang diperlukan dalam proses sekresinya oleh sel beta
kelenjar pankreas. Disfungsi tersebut berkaitan dengan adanya mutasi A menjadi G pada posisi
nukleotida ke-3243 dari gen tRNALeu DNA mitokondria (mtDNA) (So et al., 2000; Maassen et
al., 2004). Mutasi tersebut telah dinyatakan sebagai mutasi kausal pada diabetes turunan
maternal yang disertai dengan ketulian, Maternally Inheridited Diabetes and Deafness (MIDD),
(Kirino et al., 2004). Mutasi ini juga ditemukan pada MELAS (mitochondrial encephalopathy,
lactacidosis, and stroke-like episode), MERRF (myoclonic epilepsy and ragged-red fibers), DM
tipe 2 dengan katarak, ketulian dan ataksia, serta pada DM tipe 2 dengan katarak, polidipsia
dan parestesia kaki (Finsterer, 2007; Lynn et al.,1998; Suzuki et al., 2004; Nomiyama et al.,
2002).
Penelitian mutasi A3243G telah dilakukan di beberapa negara. Di antaranya, di Taiwan
telah ditemukan mutasi A3243G pada 0,15% populasi pasien DM tipe 2 (Liou, 2001). Di Jepang
mutasi ini ditemukan pada 2,9% pasien DM tipe 2 (Ohkubo et al., 2001). Di Inggris telah diteliti
2 dari 268 pasien DM usia muda memiliki mutasi A3243G (Owen et al., 2003). Di Korea
sebanyak 22,3% pasien yang memiliki penyakit pada mitokondria ditemukan mutasi A3243G ini
(Chae et al., 2004). Di Kroasia telah ditemukan 10% pasien yang didiagnosis secara klinis
mengidap DM tipe 2 memiliki mutasi A3243G (Kleiner et al., 2004).
Diabetes Melitus (DM) dengan kehamilan (Diabetes Mellitus Gestational - DMG) adalah
kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan resistensi insulin. Kondisi diabetes dialami
sementara selama masa kehamilan. Kondisi diabetes atau intoleransi glukosa pertama kali
didapati selama masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua atau ketiga (OPHD-Oregon
2
Public Health Division, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Taber Lisa, et al tahun 2010
menyebutkan bahwa wanita yang didiagnosis dengan DM gestasional mempunyai risiko tinggi
untuk menderita diabetes di masa depan, yaitu 17%-63% diabetes tipe 2 dalam waktu 5-16
tahun. Diabetes Melitus Gestational (DMG) juga mempunyai etiopatogenesis yang sama
dengan DM tipe 2, sehingga ada kemungkinan peranan mutasi A3243G mtDNA pada kejadian
DMG. Penelitian tentang mutasi A3243G mtDNA pada penderita Diabetes Melitus Gestational
(DMG) belum pernah dilakukan, sehingga penelitian ini ditujukan untuk mendeteksi adanya
mutasi A3243G mtDNA pada penderita Diabetes Melitus Gestational (DMG). Metode PCR
Allele’s Specific Amplification (PASA) dipilih adalah untuk meningkatkan akurasi deteksi karena
mutasi A3243G mtDNA merupakan mutasi heteroplasmi.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dirumuskan masalah sebagai berikut:
- Berapakah prevalensi mutasi A3243G mtDNA pada Diabetes Melitus Gestational
(DMG) di RSUP Sanglah Denpasar Bali ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian di atas maka tujuan penelitian ini adalah:
- Untuk mengetahui prevalensi mutasi A3243G mtDNA pada Diabetes Melitus
Gestational (DMG) di RSUP Sanglah Denpasar Bali.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan bermanfaat, yaitu:
1. Memberikan informasi berupa data dasar kejadian mutasi A3243G mtDNA pada
Diabetes Melitus Gestational (DMG) di Denpasar Bali.
2. Mengetahui pola pewarisan penyakit Diabetes Melitus Gestational (DMG) di
Denpasar Bali, sehingga faktor-faktor yang memicu penyakit dapat dihidari sejak
dini.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 MITOKONDRIA
Mitokondria berasal dari kata Yunani mito yang berarti benang, dan chondrion yang
berarti seperti granul (butiran-butiran), sehingga dapat diartikan sebagai organela dengan
rangkaian butir-butir yang tersusun seperti benang. Mitokondria merupakan organela yang unik
karena memiliki DNA tersendiri dengan sifat-sifat yang spesifik pula (Wortmann, 2004).
A. Struktur Mitokondria
Mitokondria merupakan organel berupa kantung yang diselaputi oleh dua membran,
yaitu membran luar dan membran dalam; sehingga mitokondria memiliki dua kompartemen,
yaitu ruang antar membran (intermembrane space) dan matriks (matrix) mitokondria yang
diselimuti langsung oleh membran dalam (Beal MF, 1998). Lihat gambar 1.
Gambar 1. Struktur mitokondriaKeterangan: diagram struktur tiga dimensi mitokondria
Membran luar
Membran luar mengandung protein transport yang disebut porin. Porin membentuk
saluran yang berukuran relatif lebih besar di lapisan ganda lipid membran luar; sehingga
membran luar dapat dianggap sebagai saringan yang memungkinkan lolosnya ion maupun
molekul kecil berukuran 5 kDa atau kurang, termasuk protein berukuran kecil.Molekul-molekul
4
tersebut bebas memasuki ruang antar membran, namun sebagian besar tidak melewati
membran dalam yang bersifat imper-meabel. Ini berarti bahwa dalam hal kandungan molekul
kecil, di ruang antar membran bersifat ekuivalen dengan sitosol sedangkan di ruang matriks
berbeda.8 Protein yang terletak pada membran luar meliputi berbagai enzim yang terlibat
dalam biosintesis lipid mitokondria dan enzim-enzim yang mengubah substrat lipid menjadi
bentuk lain untuk selanjutnya dimetabolisme di matriks mitokondria (Artika, 2003).
Membran dalam dan krista
Membran dalam dan matriks mitokondria terkait erat dengan aktivitas utama
mitokondria yaitu terlibat dalam siklus asam trikarboksilat, oksidasi asam lemak dan
pembentukan energi.Rantai respirasi terdapat dalam membran dalam ini (DiMauro, 2003).
Ruang antar membran
Ruang antar membran adalah ruang yang berada di antara membran luar dan membran
dalam mitokondria. Ruang ini mengandung sekitar 6% dari total protein mitokondria dan
beberapa enzim yang bekerja menggunakan ATP (adenosine triphosphate) yang tengah
melewati ruang tersebut untuk memfosforilasi nukleotida lain (Sangkot M.,2003).
Matriks
Sebagian besar (sekitar 67%) protein mitokondria dijumpai pada bagian matriks. Enzim-
enzim yang dibutuhkan untuk proses oksidasi piruvat, asam lemak dan untuk menjalankan
siklus asam trikarboksilat terdapat pada matriks ini (Artika, 2003).
B. Rantai respirasi
Rantai respirasi dan ringkasan jalur metabolik mitokondria digambarkan pada gambar
Semua kompleks ini berada di membran dalam dan mereka dapat dicapai oleh substrat baik
yang berada pada membran maupun pada matriks.Telah diketahui pula berbagai inhibitor
rantai respirasi dan efek kliniknya yang dapat dianggap sebagai pengetahuan awal dari
mitochondrial medicine(Sangkot M., 2003).
5
Gambar 2.Jalur metabolik dalam mitokondria.
C. Metabolisme mitokondria
Fungsi utama mitokondria adalah memproduksi energi kimia dalam bentuk ATP yang akan
dipergunakan untuk aktivitas seluruh sel-sel tubuh manusia. Secara garis besar, reaksi
pembentukan ATP yang berlangsung di mitokondria dapat dibagi menjadi 3 tahap (Sangkot M.,
2003):
a. Reaksi oksidasi piruvat (atau asam lemak) menjadi CO2. Reaksi ini terkait dengan reduksi
NAD+ dan FAD menjadi NADH dan FADH2. Reaksi-reaksi ini berlangsung dalam ruang
matriks mitokondria (lihat gambar 2).
b. Transfer elektron dari NADH dan FADH2 ke O2. Rentetan reaksi ini berlangsung pada
membran dalam dan terkait dengan pembentukanproton motive force atau gradien
elektrokimia lintas membran dalam mitokondria.
c. Pemanfaatan energi yang tersimpan dalam bentuk gradien elektrokimia untuk
memproduksi ATP. Reaksi ini dikatalisis oleh kompleks enzim F0-F1 ATP sintetase yang
berlokasi pada membran dalam.
6
2.2. GENETIKA MITOKONDRIA
DNA mitokondria manusia merupakan DNA sirkuler tertutup yang berada pada matriks
mitokondria yang mengandung 37 gen, dan berukuran 16569 pasang basa. Dua puluh empat
gen (24) diperlukan untuk translasi mtDNA [2 RNA ribosom (rRNAs) dan 22 RNA transfer (tRNA)]
dan 13 mengkode subunit rantai respirasi, dengan perincian sebagai berikut: 7 subunit untuk
kompleks I [ND1, ND2, ND3, ND4, ND4L, ND5 DAN ND6 (ND singkatan dari NADH
dehydrogenase)], 1 subunit untuk kompleks III (sitokrom b), 3 subunit untuk sitokrom oksidasi
(COX1,II,III) serta 2 subunit untuk ATP sintetase. Sebagian rantai respirasi dikode oleh DNA
nukleus.Genom DNA mitokondria manusia dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3.Menunjukkan genom mitokondria manusia.Dikutip dariDiMauro S, Schon E.A.Mitochondrial Respiratory-Chain Diseases. N Eng J Med. 2003;348:2658-68.
http://www.nejm.org
Genetika mitokondria berbeda dengan hukum Mendel dalam 3 aspek utama: diturunkan
dari ibu, heteroplasmi dan segregasi mitotic (Di Mauro, 2003).
7
2.2.1. Diturunkan dari ibu
Secara hukum umum, semua DNA mitokondria dalam zigot berasal dari ovum. Sehingga
seorang ibu membawa mutasi mtDNA pada semua anak-anaknya, tetapi hanya anak
perempuannya yang akan memindahkan mutasi tersebut pada keturunannya. Bukti baru
transmisi paternal mtDNA pada otot rangka (tetapi tidak pada jaringan lain) pada pasien
dengan miopati mitokondria memberikan peringatan penting bahwa sifat mtDNA yang
diturunkan dari ibu bukan merupakan hukum yang mutlak, tetapi tidak disangkal bahwa
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan mtDNA terutama diturunkan dari pihak ibu
(Artika, 2003).
2.2.2. Heteroplasmi dan efek ambang batas (threshold effect)
Terdapat ribuan molekul mtDNA dalam tiap sel, dan secara umum terdapat beberapa
mutasi patogenik mtDNA, tetapi bukan semuanya.Sehingga sel dan jaringan tercampur mtDNA
normal dan mutan, keadaan ini disebut heteroplasmi.Heteroplasmi juga terdapat pada tingkat
organel yaitu mitokondrion dengan mtDNA normal dan mutan yang bercampur.Pada orang
normal semua mtDNA adalah identik (homoplasmi).Tidaklah mengherankan bila dengan jumlah
mtDNA minimal belum terjadi disfungsi oksidatif dan belum tampak tanda klinis, ini yang
disebut efek ambang batas.Tiap-tiap sel organ memiliki ambang batas tersendiri, tergantung
metabolisme jaringan tersebut. Efek tersebut lebih rendah pada jaringan yang tergantung pada
metabolisme oksidatif, seperti: otak, jantung, otot rangka, retina, tubulus ginjal, dan kelenjar
endokrin (Sangkot M.,2003).
2.2.3. Segregasi mitotik
Redistribusi acak organela saat pembelahan sel dapat mengubah proporsi mtDNA
mutan yang diterima oleh sel anak perumpuan, jika efek ambang patogenik dalam jaringan
yang tidak terkena terlampaui, maka fenotip dapat juga berubah. Pada gangguan mtDNA sering
berhubungannya dengan umur, jaringan yang terkena, dan variabilitas gambaran klinik (John
DR, 2001)
8
Mutasi DNA mitokondria ternyata relatif tinggi.mtDNA secara alami dihadapkan pada
faktor-faktor yang tidak menguntungkan seperti:
(a) tingginya kadar spesies oksigen reaktif sebagai produk samping metabolisme oksidatif
mitokondria,
(b)terpaparnya mtDNA terhadap oksigen reaktif tersebut karena tidak adanya proteksi oleh
nukleoprotein, yang berlainan dengan DNA inti sel dan
(c) tidak adanya sistem repair DNA yang efektif di dalam organela ini.
Karakteristik mutasi pada DNA mitokondria
a. Terjadi dengan laju tinggi
- Tidak ada mekanisme repair DNA yang efektif pada mitokondria
- DNA mitokondria tidak memiliki proteksi nukleoprotein
- Produksi spesies oksigen reaktif (ROS) yang tinggi di mitokondria
b. Faktor-faktor mitokondria adanya hot spot untuk mutasi mutasi yang sama terjadi
berkali-kali secara independen (seperti mutasi DM/ketulian/MELAS A3243G dan LHON
G11778A).
c. Faktor di inti sel menentukan fidelitas replikasi mtDNA.
d. Ekspresi mutasi mtDNA poligenik dipengaruhi oleh faktor pemodifikasi di inti sel,
lingkungan sekuens mtDNA dan faktor lingkungan.
Dikutip dariSangkot M. Mitochondrial Medicine: Perspektif ke Depan. Dalam: Suryadi H, dkk.
Ed. Mitochondrial Medicine. Lembaga Eijman. Jakarta. 2003. 1-17.
2.3. PATOFISIOLOGI PENYAKIT MITOKONDRIA
Dalam tiap-tiap sel, mitokondria dapat disamakan dengan mesin mobil. Mesin biologi yang
kecil ini mengkombinasikan makanan yang kita makan dengan oksigen untuk memproduksi
8ancre bagi kelangsungan hidup. Energi yang dibentuk oleh mitokondria disimpan dalam
bentuk zat kimia yang disebut adenosine triphosphate (ATP).12,14 Selain memproduksi 8ancre
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, mitokondria juga terlibat dalam berbagai aktivitas
yang penting seperti memproduksi 8ancrea steroid dan membangun blok DNA. Adanya defek
9
pada bagian mitokondrion yang disebut rantai respirasi atau rantai transport 9ancreas akan
menyebabkan miopati mitokondria yang melibatkan otot, dan bila melibatkan otak disebut
ensefalomiopati mitokondria. Proses yang terjadi tersebut menimbulkan gangguan suplai
9ancre, timbunan sekunder produk toksik seperti radikal bebas dan asidosis laktat, atau
kombinasi dari kedua keadaan tersebut (Hesterlee, 2004). Bila komponen kunci rantai respirasi
dalam mitokondria hilang atau terjadi kerusakan maka akan terjadi proses yang saling
berkelanjutan. Peristiwa tersebut dapat terjadi dalam dua tahap yaitu;
a. Yang pertama terjadi adalah tidak terbentuk 9ancreas. ATP tidak terbentuk secara
efisien dan sel kehilangan 9ancre untuk melakukan fungsi normal.
b. Kedua, semua dari tahap-tahap sesudahnya menjadi terhenti, selanjutnya sering
menimbulkan bahan kimia abnormal yang akan memproduksi bahan toksik. Produk
tersebut adalah radikal bebas dan 9ancreas9 yang berlebihan seperti asam laktat yang
dalam jumlah besar akan membahayakan.Radikal bebas adalah molekul reaktif yang
dapat merusak DNA dan 9ancreas sel melalui jalur oksidasi. Normalnya, rantai respirasi
mitokondria membuat radikal bebas dalam jumlah yang rendah selama proses
pembuatan ATP. Bila terdapat malfungsi pada rantai respirasi, maka produksi radikal
bebas meningkat. Radikal bebas ini kemudian menyebkan kerusakan lebih lanjut
mtDNA, yang akan mengakibatkan “vicious cycle” timbulnyakerusakan dan produksi
radikal bebas. Tidak jelas berapa besar peranan pembentukan radikal bebas ini dapat
menyebabkan atau memperburuk keadaan sehingga terjadi gejala-gejala penyakit
mitokondria.
2.4. MUTASI DNA MITOKONDRIA PENYEBAB DIABETES MELITUS
Secara klinis, penyakit DM awalnya didominasi oleh resistensi insulin yang disertai
defect fungsi sekresi. Tetapi, pada tahap yang lebih lanjut, hal itu didominasi defect fungsi
sekresi yang disertai dengan resistensi insulin.
Kaitannya dengan mutasi DNA mitokondria yakni karena proses produksi 9ancrea insulin
sangat erat kaitannya dengan mekanisme proses oxidative phosphorylation (OXPHOS) di dalam
sel beta 9ancreas. Proses pengeluaran insulin dalam tubuhnya mengalami gangguan sebagai
akibat dari peningkatan kadar glukosa darah. Mitokondria menghasilkan 9ancreas9 trifosfat
10
(ATP). ATP yang dihasilkan dari proses OXPHOS ini mengalami peningkatan. Peningkatan kadar
ATP tersebut otomatis menyebabkan peningkatan beberapa senyawa kimia yang terkandung
dalam ATP. Peningkatan tersebut antara lain yang memicu tercetusnya proses pengeluaran
10ancrea insulin.
Berbagai mutasi yang menyebabkan DM telah dapat diidentifikasi. Kalangan klinis
menyebutnya sebagai mutasi A3243G yang merupakan mutasi kausal pada DM. Mutasi ini
terletak pada gen penyandi ribo nucleid acid (RNA).Pada perkembangannya, terkadang para
penderita DM menderita penyakit lainnya sebagai akibat menderita DM. Penyakit yang
menyertai itu antara lain tuli sensoris, 10ancreas, dan stroke like episode.Hal itu telah
diidentifikasi sebagai akibat dari mutasi DNA pada mitokondria. Hal ini terjadi karena makin
tinggi proporsi sel mutan pada sel beta 10ancreas maka fungsi OXPHOS akan makin rendah dan
defek fungsi sekresi makin berat. Prevalensi mutasi tersebut biasanya akan meningkat
jumlahnya bila penderita DM itu menderita penyakit penyerta tadi.
Gambar 4. Mutasi pada Genom Mitokondria Manusia yang diketahui menyebabkan penyakit.
11
2.5. DIABETES MELITUS GESTATIONAL (DMG)
Diabetes Melitus Gestasional (DMG) adalah suatu gangguan toleransi karbohidrat yang
terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan sedang berlangsung (PERKENI, 2002).
Keadaan ini biasa terjadi pada saat 24 minggu usia kehamilan dan sebagian penderita akan
kembali normal pada setelah melahirkan (Depkes RI, 2008). Pada hampir setengah angka
kejadiannya, diabetes akan muncul kembali (Nurrahmani, 2012). Diabetes melitus gestasional
menjadi masalah global dilihat dari angka kejadian dan dampak yang ditimbulkannya (Osgood,
2011). Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2000, diabetes melitus gestasional
terjadi 7% pada kehamilan setiap tahunnya. Prevalensi diabetes gestasional bervariasi yaitu 1%-
14%. Angka ini tergantung pada populasi yang diteliti dan kriteria penyaringan yang digunakan
(ADA, 2006). Diabetes melitus gestasional terjadi sekitar 4% dari semua kehamilan di Amerika
Serikat, dan 3-5% di Inggris (ADA, 2004). Prevalensi diabetes melitus gestasional di Eropa
sebesar 2-6% (Buckley et al, 2001). Prevalensi prediabetes di Indonesia pada tahun 2007
sebesar 10% sedangkan prevalensi diabetes melitus gestasional di Indonesia sebesar 1,9%-
3,6% pada kehamilan umumnya (Soewardono dan Pramono, 2011). Pada ibu hamil dengan
riwayat keluarga diabetes melitus, prevalensi diabetes gestasional sebesar 5,1% (Maryunani,
2008). Di Indonesia, sekitar 40-60 wanita yang pernah mengalami DMG pada pengamatan lanjut
pasca persalinan akan mengidap Diabetes Mellitus atau gangguan toleransi glukosa (Suparman,
2003). Menurut WHO (1999), dikutip oleh Agency for Healthcare Research and Quality
(AHRQ), (2008) dijelaskan bahwa kejadian DMG meningkat pada ibu hamil dengan faktor
risiko antara lain peningkatan berat badan pada masa kehamilan >0,5 kg/minggu, umur lebih dari
25 tahun, riwayat DM dalam keluarga, riwayat DMG, dan ethnic. Penelitian yang dilakukan oleh
Taber Lisa, et al tahun 2010 menyebutkan bahwa wanita yang didiagnosis dengan DM
gestasional mempunyai risiko tinggi untuk diabetes masa depan, dengan 17%-63% diabetes tipe
2 dalam waktu 5-16 tahun. Sedangkan anak-anak mereka dalam jangka panjang berada pada
peningkatan risiko obesitas dan intoleransi glukosa.
12
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik kualitatif dengan metode cross sectional.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Biokimia FK UNUD selama 5 bulan sejak
penelitian ini dinyatakan diterima. Pengambilan sampel dilakukan di Poliklinik Kebidanan
RSUP Sanglah.
4.3. Populasi Penelitian
4.3.1. Populasi penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh penderita Diabetes Melitus Gestasional (DMG) di
RSUP Sanglah.
4.3.2. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah penderita Diabetes Melitus Gestasional (DMG) yang
datang ke Poliklinik Kebidanan RSUP Sanglah.
4.4. Metode Pengambilan Sampel dan Besar Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling.
Besar Sampel dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel untuk penelitian Cross
Sectional sebagai berikut:
Keterangan:
n : jumlah sampel minimal
α : derajat kepercayaan
p : proporsi sampel dengan mutasi
q : p-1
d : limit dari error atau presisi absolut
13
Jika digunakan nilai α = 0,05, maka Z α adalah 1,96. Nilai p adalah sebesar 5% (0,05)
berdasarkan data Shanske dkk, 2002. Nilai d ditentukan 5% (0,05). Dengan rumus diatas
maka jumlah sampel minimal yang diperlukan adalah 76 orang.
4.5. Definisi Operasional
Diagnosis Diabetes Melitus Gestasional (DMG) pada penelitian ini ditentukan dengan
kriteria diagnostik Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu apabila ibu hamil mempunyai
kadar gula darah sebagai berikut:
- Kadar Gula darah puasa >= 126 mg%
- Kadar Gula darah 2 jam PP >= 200 mg%
4.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria Inklusi
- Subyek penderita diabetes melitus gestatsional (DMG) yang terdiagnosis di RSUP
Sanglah
- Subyek sampel bersedia terlibat dalam penelitian dengan menandatangani
persetujuan atau inform consent tertulis.
Kriteria Ekskulusi
- Subyek sampel menolak terlibat dalam penelitian.
4.7. Bahan dan penyiapan DNA templat
DNA templat disiapkan menggunakan metode ekstraksi DNA dengan Purelink Genomic DNA
Mini Kit (Invitrogen). Pemilihan sel darah sebagai sampel dikarenakan sel ini mempunyai jumlah
organel mitokondria yang cukup banyak [Thorpe, 1984]. Alasan lainnya adalah karena sampel
darah relatif mudah untuk diambil dan telah digunakan sebagai sampel pada penelitian yang
dilakukan oleh Ohkubo et al. [2001], Lee et al. [1997], dan Malecki et al. [2001] untuk
menganalisis mutasi A3243G mtDNA yang berhubungan dengan diabetes mellitus di Jepang,
Korea, dan Polandia.
14
4.8. PCR Alele’s Specific Amplification (PASA)
Metode PASA pada penelitian ini menggunakan tiga primer, yaitu; primer universal D1
5’-AAC GTT GGG GCC TTT GCG TA-3’ (nt 3423-3404), primer normal DN 5’-GGG TTT GTT AAG
ATG GCA GA-3’ (nt 3224-3243), dan primer mutan DM 5’- GGG TTT GTT AAG ATG GCA TG-3’ (nt
3224-3243). PASA dilakukan dengan teknik PCR pada dua tabung. Tabung pertama
menggunakan primer universal D1 dan primer normal DN sedangkan tabung kedua
menggunakan primer universal D1 1 μL dan primer mutan DMt (masing-masing 1 μL, 20
pmol/μL). Campuran reaksi mengandung enzim Taq DNA polimerase 0,5 μL, buffer taq 5 μL,
dNTP (dATP, dCTP, dTTP, dGTP) 1 μL, MgCl2 7,5 μL, ddH2O steril 24 μL, dan templat mtDNA.
Proses PCR dilakukan dalam mesin PCR Automatic Thermal Cycler EppendorfTM sebanyak 30
siklus. Tahap awal proses PCR adalah tahap denaturasi awal yang akan dilakukan pada suhu
94°C selama 5 menit, kemudian masuk ke program siklus PCR dengan masing-masing siklus
terdiri tiga tahap yaitu tahap denaturasi pada suhu 94°C selama 30 detik, tahap penempelan
primer (annealing) pada suhu 57°C selama 30 detik, dan tahap perpanjangan primer (extension)
pada suhu 72°C selama 50 detik. Akhir dari semua siklus dilakukan tambahan proses extension
pada suhu 72°C selama 10 menit.
nt3224 nt3243 nt3423
Gambar 5. Primer yang digunakan pada PASA. D1, primer reverse universal; DN, primer
forward alela normal; DM, primer forward mismatch DNA mutan.
D1DN
DM200 bp
mtDNA
15
4.9. Analisis hasil PASA
Gambar 6. Analisis Hasil PASA
Metode PASA dianggap sebagai salah satu metode yang sangat sederhana yang bekerja
berdasarkan prinsip mismatch basa ujung 3’ primer yang menempel pada posisi mutasi yaitu
A3243G. Secara teoretis, apabila ujung 3’ primer tidak komplementer dengan basa G di posisi
3243, maka tidak akan terjadi perpanjangan, begitu pula sebaliknya.
Karakterisasi fragmen yang terbentuk pada PASA dengan menggunakan 2 tabung ini,
akan menghasilkan perbedaan antara alel normal, mutasi homoplasmi, dan mutasi
heteroplasmi seperti digambarkan pada Gambar 6. Apabila sampel mengandung mutasi
heteroplasmi A G pada titik 3243, maka baik tabung 1 yang mengandung primer D1/Dn
maupun tabung 2 yang mengandung primer D1/Dmt akan menghasilkan produk PCR dengan
pita berukuran 200 pb, ini dikarenakan mutasi yang bersifat heteroplasmi memiliki campuran
Tabung
1 2
(+) (+)
Heteroplasmi
Tabung
1 2
(-) (+)
Homoplasmi
Tabung
1 2
(+) (-)
Normal
Tabung 1 Template
DNA Reagen PCR Primer D1 Primer DN
Tabung 2 Template
DNA Reagen PCR Primer D1 Primer DMt
16
templat mtDNA mutan dan templat normal. Sampel yang mengandung Alel normal hanya
menghasilkan produk PCR pada tabung 1, sedangkan pada mutasi homoplasmi hanya positif
pada tabung 2.
4.10. Alur Penelitian
4.11. Analisis Data
Prevalensi kejadian mutasi A3243G mtDNA dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Jumlah Mutasi
Prevalensi = ______________ x 100%
Jumlah Sampel
Pengambilan Sampel
Isolasi DNA
PASA
Elektroforesis hasil PASA
Visualisasi dan Dokumentasi hasil Elektroforesis
ANALISIS
17
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pengambilan Sampel
Sampel yang diambil sebagai templat mtDNA adalah sel darah vena dari 20 subjek kasus
penderita diabetes mellitus gestational. Sampel yang diambil adalah sampel darah yang diambil
dari vena medianan kubiti sebanyak 3 cc. Pemilihan sel darah sebagai sampel dikarenakan sel ini
mempunyai jumlah organel mitokondria yang cukup banyak selain sel-sel yang lain seperti sel
epitel, sel otot, sel ekor sperma dan sel akar rambut. Alasan lainnya adalah karena sampel darah
relatif mudah untuk diambil dan telah digunakan sebagai sampel pada penelitian sebelumnya
untuk menganalisis mutasi A3243G mtDNA yang berhubungan dengan DM gestasional.
5.2. Ekstraksi DNA
Isolasi DNA dengan menggunakan kit ekstraksi asam nukleat GF-1 Vivantis.
Gambar 7. Hasil Extraksi DNA.
18
4.3. PCR Alele’s Specific Amplification (PASA)
Metode PASA pada penelitian ini menggunakan tiga primer, yaitu; primer universal D1 5’-
AAC GTT GGG GCC TTT GCG TA-3’ (nt 3423-3404), primer normal DN 5’-GGG TTT GTT
AAG ATG GCA GA-3’ (nt 3224-3243), dan primer mutan DM 5’- GGG TTT GTT AAG ATG
GCA GG-3’ (nt 3224-3243). PASA dilakukan dengan teknik PCR pada dua tabung. Tabung
pertama menggunakan primer universal D1 dan primer normal DN sedangkan tabung kedua
menggunakan primer universal D1 dan primer mutan DMt (masing-masing 1 μL, 20 pmol/μL).
Campuran reaksi mengandung enzim Taq DNA polimerase 0,5 μL, buffer taq 5 μL, dNTP
(dATP, dCTP, dTTP, dGTP) 1 μL, MgCl2 7,5 μL, ddH2O steril 24 μL, dan templat mtDNA.
Proses PCR dilakukan dalam mesin PCR Automatic Thermal Cycler EppendorfTM sebanyak 35
siklus. Tahap awal proses PCR adalah tahap denaturasi awal yang akan dilakukan pada suhu
94°C selama 5 menit, kemudian masuk ke program siklus PCR dengan masing-masing siklus
terdiri tiga tahap yaitu tahap denaturasi pada suhu 94°C selama 1 menit, tahap penempelan
primer (annealing) pada suhu 55°C selama 1 menit dan tahap perpanjangan primer (extension)
pada suhu 72°C selama 1 menit. Akhir dari semua siklus dilakukan tambahan proses extension
pada suhu 72°C selama 5 menit. Hasil PASA dianalisis menggunakan elektroforesis gel agarosa
2% (b/v) dengan DNA marker dan visualisasi dengan bantuan lampu ultra violet.
Hasil metode PASA yang positif mengalami mutasi heteroplasmi ditunjukkan dengan
munculnya pita berukuran 200 pb baik pada tabung yang mengandung pasangan primer normal,
D1/DN ataupun pasangan primer mutan, D1/DMt. Pasangan primer D1/DN akan menempel pada
mtDNA normal, sedangkan pasangan primer D1/DMt akan menempel pada mtDNA mutan. Bila
pada proses PCR terjadi amplifikasi dengan menggunakan pasangan primer D1/DN maka hal
tersebut menunjukkan adanya mtDNA normal, sedangkan bila terjadi amplifikasi dengan
menggunakan pasangan primer D1/DMt maka hal tersebut menunjukkan adanya mtDNA mutan.
Mutasi heteroplami mengandung campuran mtDNA normal dan mtDNA mutan. Dari 20 sampel
yang diperiksa didapatkan 3 sampel penderita diabetes melitus gestational yang positif terjadi
mutasi heteroplasmi. Tidak ada sampel yang terdeteksi mengalami mutasi homoplasmi, yang
ditunjukkan dengan munculnya pita berukuran 200 pb pada tabung yang menggunakan pasangan
primer D1/DMt dan tidak munculnya pita 200 pb pada amplifikasi dengan menggunakan primer
D1/DN.
19
4.4. Analisis PASA
Karakterisasi fragmen yang terbentuk pada PASA dengan menggunakan 2 tabung ini,
akan menghasilkan perbedaan antara mtDNA normal, mutasi homoplasmi, dan mutasi
heteroplasmi. Gambar 8 menunjukkan bahwa sampel 1, 2, 3, 4 dan 5 merupakan sampel normal
yang tidak mengalami mutasi. Hasil PCR sampel 1N, 2N, 3N, 4N dan 5N dengan menggunakan
pasangan primer D1/DN menghasilkan pita dengan ukuran 200 pasang basa, sedangkan PCR
terhadap sampel 1M, 2M, 3M, 4M dan 5M dengan menggunakan pasangan primer D1/DM tidak
terjadi amplifikasi. Hal ini disebabkan oleh karena primer DM yang dirancang mismatch yang
hanya menempel pada mtDNA yang mengalami mutasi dan tidak dapat menempel pada mtDNA
normal
Gambar 8. Karakterisasi elektroforegram hasil PASA dengan kondisi suhu annealing 56°C,
menggunakan agarose gel 2% selama 60 menit. Menunjukkan hasil mutasi negatif untuk sampel
1, 2, 3, 4 dan 5 dimana sampel pada tabung dengan primer D1/Dn (1N, 2N, 3N, 4N dan 5M)
menunjukkan pita sekitar 200 pb sedangkan sampel pada tabung dengan primer D1/Dmt (1M,
2M, 3M, 4M dan 5M) tidak menghasilkan pita 200 pb.
20
Gambar 9. Karakterisasi elektroforegram hasil PASA dengan kondisi suhu annealing 56°C,
menggunakan agarose gel 2% selama 60 menit. Menunjukkan hasil mutasi negatif untuk sampel
6, 7, 8, 9 dan 10 dimana sampel pada tabung dengan primer D1/Dn (6N, 7N, 8N, 9N dan 10M)
menunjukkan pita sekitar 200 pb sedangkan sampel pada tabung dengan primer D1/Dmt (6M,
7M, 8M, 9M dan 10M) tidak menghasilkan pita 200 pb
Gambar 10. Karakterisasi elektroforegram hasil PASA dengan kondisi suhu annealing 56°C,
menggunakan agarose gel 2% selama 60 menit. Menunjukkan hasil mutasi heteroplasmi positif
untuk sampel 11, 12 dan 15 dimana pada tabung dengan primer D1/Dn menunjukkan pita sekitar
200 pb, demikian juga tabung dengan primer D1/Dmt menghasilkan pita 200 pb.
21
Gambar 11. Karakterisasi elektroforegram hasil PASA dengan kondisi suhu annealing 56°C,
menggunakan agarose gel 2% selama 60 menit. Menunjukkan hasil mutasi negatif untuk sampel
16, 17, 18, 19 dan 20 dimana sampel pada tabung dengan primer D1/Dn (16N, 17N, 18N, 19N
dan 20M) menunjukkan pita sekitar 200 pb sedangkan sampel pada tabung dengan primer
D1/Dmt (16M, 17M, 18M, 19M dan 20M) tidak menghasilkan pita 200 pb
Gambar 10 menunjukkan bahwa sampel 11, 12dan 15 mengalami mutasi heteroplasmi,
yang merupakan campuran mtDNA normal dan mtDNA mutan. Hasil PCR terhadap sampel
11,12 dan 15 dengan mengunakan pasangan primer D1/DN maupun dengan pasangan primer
D1/Dmt menghasilkan pita DNA dengan ukuran 200 pasang basa. Hal ini disebabkan oleh
kemampuan pasangan primer D1/DN untuk menempel pada mtDNA normal, dan kemampuan
pasangan primer D1/Dmt untuk menempel pada mtDNA yang mengalami mutasi, sehingga
terjadi amplifikasi baik pada mtDNA normal maupun mtDNA mutan.
22
BAB VI
KESIMPULAN
A. Mutasi heteroplasmi A3243G mtDNA ditemukan pada 15 % diabetes melitus gestational,
yaitu 3 sampel dari 20 total sampel.
B. Mutasi heteroplasmi A3243G mtDNA dengan munculnya pita ukuran 200 pb pada
sampel yang diamplifikasi dengan pasangan primer D1/DN untuk mtDNA normal dan
pasangan primer D1/DMt untuk mtDNA yang mengalami mutasi.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. American Diabetes Association. Gestational Diabetes Mellitus (Position Statement). Journal
of Diabetes Care. 2000; Volume 23 (Suppl. 1): S77–S79.
2. Artika I.M, Struktur, Fungsi, dan Biogenesis. Mitokondri. Dalam: Suryadi H, dkk. Ed.
Mitochondrial Medicine. Lembaga Eijkman. Jakarta. 2003. 19-51.
3. Buckley, et al. Gestational Diabetes Mellitus in Europe: Prevalence, Current Screening
Practice and Barriers to Screening. Journal of Diabetec Medicine 201; 844-854.
4. Chu, Y Susan et al, Maternal Obesity and Risk of Gestasional Diabetes Mellitus. Journal of
Diabetes Care 2007; Volume 30 (8): 2070-2076.
5. Depkes RI. Pedoman Pengendalian Diabetes Melitus dan Penyakit Metabolik. Jakarta :
Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Dirjen Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan; 2008.
6. Diagnosis And Clasification of Diabetes Melitus. Journal of Diabetes Care 2006; Volume 29
(Suppl. 1): 43-48.
7. DiMauro S, Schon E.A. Mitochondrial Respiratory-Chain Diseases. N Eng J Med. 2003 ; 348
: 2658-68. http://www.nejm.org .
8. Dorland W.A.N. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. EGC. Jakarta; 2002 : 442,1363.
9. Doshani, Anjum dan Konje, C Justin. Diabetes in Pregnancy: Insulin Resistance, Obesity and
Placental Dysfunction. British Journal of Diabetes & Vascular, Volume 9, 208-212.
10. Froguel, P., Hager, J. 1995. Human diabetes and obesity: tracking down the genes. Tibtech.
13: 52-55.
11. Gestational Diabetes Mellitus. Journal of Diabetes Care 2004; Volume 27, Suppl 1: S88-S90.
12. Hart, L.M., Lemkes, H.H., Heine, R.J., et al. 1994. Prevalence of maternally inherited
diabetes and deafness in diabetic population in the Netherlands. Diabetologia. 37: 1169-70.
13. Hesterlee S. Mitochondrial Disease in Perspective Symptoms, Diagnosis and Hope for The
Future. http://www.mitoresearch.org/Quest_6_5.htm
14. Hesterlee S. Mitochondrial Myopathy: An Energy Crisis in The Cells.
http://www.mitoresearch.org/Quest_6_4a.htm
24
15. Hosler et al. Stressful events, smoking exposure and other maternal risk factors associated
with gestational diabetes mellitus. Journal of Paediatric and Perinatal Epidemiology 2011;
25, 566–574.
16. John DR, Disease Caused by Genetic Defect of Mitochondria, in : Fauci A.S, Brunwald E,
Isselbacher K.J. et all, ed. Harrison's Principle of Internal Medicine 15th. McGraw-Hill. New
York. 2001; 1: 2451-2457.
17. Kadowaki, T., Kadowaki, H., Mori, Y., Tobe, K., Sakuta, R., Suzuki, Y., Tanabe, Y., Sakura,
H., Awata, T., Goto, Y., Hayakawa, T., Matsuoka, K., Kawamori, R., Kamada, T., Horai, S.,
Nonaka, I., Hagura, R., Akanuma, Y., Yazaki, Y. 1994. A subtype of diabetes mellitus
associated with a mutation of mitochondrial DNA. NEJM. 330: 962-968.
18. Lee, H.C., Song, Y.D., Li, H., Park, J.O., Suh, H.C., Lee, E., Lim, S., Kim, K., Huh, K. 1997.
Mitochondrial gene transfer ribonuclaic acid (tRNA)Leu(UUR) 3243 and tRNALys 8344
mutations and diabetes mellitus in Korea. The Journal of Clinical Endocrinology &
Metabolism. 82 (2): 372-374.
19. M. Sangkot. Kelaian Mitokondria, Diagnosis dan Pengobatan. Dalam: Suryadi H, dkk. Ed.
Mitochondrial Medicine. Lembaga Eijman. Jakarta. 2003. 71-89.
20. Maksum, I.P. 2002. Tiga mutasi spesifik yang lestari daerah D-loop DNA mitokondria
manusia indonesia pada tujuh generasi segaris keturunan ibu. Tesis. Bidang Studi Magister
Kimia Program Pascasarjana ITB.
21. Malecki, M., Klupa, T., Wanic, K., Frey, J., Cyganek, K., Sieradzki, J. 2001. Search for
mitochondrial A3243G tRNALeu mutation in Polish patients with type 2 diabetes mellitus.
Med Sci Monit. 7(2): 246-250.
22. Maryunani, Ns Anik. Buku Saku Diabetes Pada Kehamilan. Jakarta: Trans Info Media; 2008.
23. Ng, M.C., Lee, S.C., Ko, G.T.C., Li, J.K.Y., So, W.Y., Hashim, Y., Barnett, A.H., Mackay,
I.R., Critchley, J.A.J.H., Cockram, C.S., Chan, J.C.N. 2001. Familial early-onset type 2
diabetes in China patients. Diabetes Care. 24: 663-671.
24. Noer, A.S., Martasih, F., Mulyani, S., Muktiningsih, dan Wirahadikusumah, M.1994.
Analisis variasi urutan nukleotida D-loop mtDNA manusia dari beberapa daerah di
Indonesia, Proc. 1st joint seminar on chemistry UKM-ITB, Malaysia.
25. Nurrahmani, Ulfa. Stop Diabetes. Jogjakarta: Familia; 2012.
25
26. Ohkubo, K., Yamano, A., Nagashima, M., Mori, Y., Anzai, K., Akehi, Y., Nomiyama, R.,
Asano, T., Urae, A., Ono, J. 2001. Mitochondrial gene mutations in the tRNALeu(UUR) region
and diabetes: prevalence and clinical phenotypes in Japan. Clinical Chemistry. 47: 1641-
1648.
27. Osgood et al. The Inter-and Intragenerational Impact of Gestasional Diabetes on the
Epidemic of Type 2 Diabetes. Journal of American Journal of Publick Health 2011; Volume
101, (1).173-179.
28. Perkins, M Jennifer et al. Perspectives in Gestational Diabetes Mellitus: A Review of
Screening, Diagnosis, and Treatment. Jounal of Clinical Diabetes 2007; Volume 25, (2).
29. Sambrook, J., Fritsch, E.F., Maniatis, T. 1989. Molecular cloning: A laboratory manual, vol.
1,2,3,. Cold Spring Harbor Laboratory Press. New York.
30. Sangkot M. Mitochondrial Medicine: Perspektif ke Depan. Dalam: Suryadi H, dkk. Ed.
Mitochondrial Medicine. Lembaga Eijman. Jakarta. 2003. 1-17.
31. Thorpe, N.D. 1984. Cell biology. John Wiley & Sons Inc. New York Urata, M., Wakiyama,
M., Iwase, M., Yoneda, M., Kinoshita, S., Hamasaki, N., Kang, D. 1998. New sensitive
method for the detection of the A3243G mutation of human mitochondrial deoxyribonucleic
acid in diabetes mellitus patients by ligation mediated polymerse chain reaction. Clinical
Chemistry. 44 : 2088-2093.
32. Wortmann RL. Metabolic diseases of muscle, in: Koopman WJ, ed. Arthritis and Allied
Conditons, 4th ed , volume two. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 2001: 2416-
2434.
33. Zhang yong, Li Jianfeng, Wang fengyan. 2001. The study of A3243G and G13513A
mitochondrial DNA pointmutation in patients with cerebral infartion, Chin Med J., 114 (10):
129-135.