Environmental Peacebuilding in Sudan and South Sudan: Is Benefit Sharing Enough for Peace?
Conflict Resolution Paper (Resolusi Konflik Sudan Utara dan Sudan Selatan) by Rhesa Nurhadi Busyaeri
Transcript of Conflict Resolution Paper (Resolusi Konflik Sudan Utara dan Sudan Selatan) by Rhesa Nurhadi Busyaeri
RESOLUSI KONFLIK
KONFLIK: SUDAN UTARA DAN SUDAN SELATAN
Disusun Oleh :
Nama : Rhesa Nurhadi Busyaeri
NPM : 2010330284
Kelas : A
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
BANDUNG
2012
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perang yang terjadi di negara Sudan telah berlangsung
sejak lama, fakta tersebut dapat kita telusuri akarnya pada
abad 19. Konflik ini berawal jauh sebelum negara Sudan
merdeka, yaitu pada masa penjajahan negara Inggris. Konflik
awal yang terjadi di negara Sudan tersebut sebenarnya adalah
sebuah konflik yang umum terjadi di negara-negara di dunia.
Konflik di antara dua wilayah Sudan di mulai dari konflik
agama. Pada saat itu, Inggris membagi negara Sudan menjadi
dua wilayah jajahan , di wilayah utara dihuni oleh orang-
orang keturunan arab yang pada umumnya memeluk agama Islam
sebagai pedoman hidup mereka. Sedangkan di wilayah selatan
dihuni oleh orang-orang keturunan Afrika dan kaum Nilotes
yang pada umumnya memeluk agama non-muslim dan paham
Animisme sebagai pedoman hidup.1
Konflik antar agama sering kali di temukan di beberapa
negara di dunia. Padahal seperti yang telah di ajarkan di
dalam agama-agama yang ada dunia, beberapa agama mengajarkan
1 Evans, P 1940, dalam, ‘Interest in Cattle’, a classic statement on the cattle culture among the Nilotes, hal. 16-50.
bahwa kita sebagai umat manusia yang tinggal di bumi ini
harus saling menghormati pemeluk agama lain. Bukan itu saja,
kita juga di ajarkan untuk dapat menerima perbedaan antar
agama yang ada dan juga memberikan toleransi-toleransi
terhadap perbedaan tersebut. Namun faktanya, masih banyak
pemeluk-pemeluk agama yang fanatis dan malah mengacuhkan
ajaran yang telah di ajarkan tersebut. Dan oleh karena hal
tersebut, konflik antar agama dapat muncul.
Konflik lainnya yang terjadi di dalam Sudan adalah
konflik yang sering terjadi di wilayah Afrika, yaitu konflik
etnis. Masih pada masa penjajahan Inggris, konflik etnis
tejadi akibat dari pemisahan dua wilayah yang menyebabkan
adanya diskriminasi terhadap suku dan ras yang berada di
wilayah Sudan Selatan. Ditambah lagi dengan 9 tahun sebelum
kemerdekaan sudan kebijakan-kebijakan di negara Sudan
mengalami perubahan oleh negara Inggris sehingga yang
membuat masyarakat di wilayah Sudan Selatan semakin merasa
di rendahkan dan hal tersebut semakin memicu masyarakat
Sudan Selatan untuk melakukan aksi-aksi anarki melalui
pemberontakan.2
Pada tahun 1955 akhirnya perang sipil ke I sudan
meletus dan berlangsung selama 17 tahun, tepatnya hingga
akhir tahun 1972. Setelah perang tersebut berakhir dengan di
2 Ibid. hal 26
bentuknya perjanjian Addis Ababa oleh Presiden Sudan dengan
SSLM (Southern Sudan Liberation Movement), Presiden Sudan
memberlakukan hukum islam secara merata danterdapat beberapa
faktor lainnya sehingga muncul konflik baru baru dari rakyat
Sudan Utara dan mebuat perang sipil ke II sudan muncul di
tahun 1983 dan berlangsung lebih lama dari perang sipil ke
I, yaitu selama 22 tahun hingga tahun 2005. Kemudian selepas
itu akhirnya dibuat referendum untuk Sudan Selatan yang
membuat Sudan Selatan merdeka pada tahun 2011.3
Didalam makalah ini, penulis akan mencoba membahas
secara lebih detil mengenai konflik yang terjadi di Afrika,
yaitu antara Sudan Utara dan Sudan Selatan dengan
menggunakan teori konflik dari Edward E Azar. Setelah
penulis mencoba untuk membahas, muncul beberapa pertanyaan
yang akan di bahas secara lebih lanjut di dalam makalah ini,
yaitu:
1. Apa latar belakang yang membentuk konflik antara Sudan
dengan Sudan Selatan sehingga menjadi konflik yang
berkepanjangan ?
2. Bagaimana kondisi Sudan Utara dengan Sudan
Selatan sekarang ?
3. Bagaimana teori konflik dari Edward E Azar di aplikasikan
ke dalam konflik tersebut ?
3 Francis, MD 1995, War of Visions: Conflict Identities in The Sudan, Brookrings Institution,Washington D.C.
B. Tujuan dan Sasaran Studi
Tujuan dari penulis melakukan studi ini adalah untuk
mengetahui lebih detil apa yang sebenarnya terjadi di antara
Sudan Utara dengan Sudan Selatan sehingga konflik di antara
kedua negara tersebut masih berlangsung hingga saat ini.
Kemudian, bagaimana kondisi Sudan Utara dan Sudan selatan
sekarang serta bagaimana tanggapan dan usaha dari Uni Afrika
sebagai organisasi regional di Afrika.
C. Ruang Lingkup Studi
Ruang lingkup studi yang di gunakan oleh penulis dalam
makalah ini adalah menggunakan pembagian pembahasan menjadi
2 bagian pembahasan. Bagian yang pertama adalah pembahasan
mengenai sejarah Sudan dan konflik di antara Sudan Utara
dengan Sudan Selatan dengan mempertimbangkan faktor-faktor
yang mempengaruh konflik Sudan tersebut secara terfokus.
Kemudian bagian yang kedua adalah pembahasan mengenai teori
konflik dari Edward E Azar.
D. Metodologi Penelitian
Metode pengumpulan data dilakukan melalui pengumpulan
data sekunder dari berbagai sumber seperti buku, jurnal,
official report, artikel, PDF, working paper, dan bahan lainnya
yang dapat memberikan informasi sesuai yang di jelaskan oleh
dosen. Metode analisis data menggunakan teknik analisis
deskriptif dengan menjelaskan asal mula konflik dan
perkembangan konflik.
E. Sistematika Pembahasan
Makalah ini dibagi menjadi 3 bagian makalah yaitu:
bagian pertama, dimana penulis akan menjelaskan mengenai
pendahuluan; bagian kedua, dimana penulis akan menjelaskan
mengenai sejarah Sudan dan gambaran secara umum konflik
antara Sudan Utara dengan Sudan Selatan, kondisi Sudan Utara
dengan Sudan Selatan sekarang serta pengaplikasian teori
konflik Edward E Azar; dan bagian ketiga merupakan
kesimpulan dari penulis.
II. PEMBAHASAN DAN ANALISA
A. Sejarah Sudan danGambaran Umum KonflikSudan Utara denganSudan Selatan
Sudan adalah
sebuah negara yang di
temukan ratusan tahun
lalu dan memiliki perjalanan sejarah yang panjang sehingga
terbentuk menjadi sebuah negara republik seperti saat ini.
Sebelumnya Sudan juga menjadi sebuah negara jajahan yang
banyak di datangi oleh para penjajah sebelum merdeka.
Penjajah paling terakhir yang menjajah negara Sudan adalah
British atau Inggris. Pada tahun 1956, tepatnya pada 1
januari akhirnya Sudan pun di deklarasikan menjadi sebuah
negara yang merdeka dan pendeklarasian kemerdekaan tersebut
bertepatan dengan perang sipil pertama berlangsung.
Sebelumnya di negara Sudan juga telah terjadi berbagai
konflik, terutama konflik agama dan etnis yang sangat
terlihat sebelum perang sipil pertama Sudan muncul.
Konflik yang terdapat di sudan sudah terjadi dari masa
kolonial, tepatnya pada masa Napoleon masih hidup dan
pasukan Napoleon menguasai teritori Mesir pada masa itu. Dan
pada masa itu kondisi Sudan sendiri menjadi kacau karena
seringnya terjadi pergantian kepemimpinan yang di kombinasi
oleh Ottoman, Mesir dan pemerintahan British atau Inggris.
Dalam masa kekacauan tersebut muncul seorang yang di anggap
suci (di kenal sebagai Mahdi) yang mengkombinasikan
magnetisme pribadi dengan kefanatikan agama dan berusaha
mengusir penjajah Sudan serta memiliki maksud ingin membuat
Sudan kembali menjadi Islam primitif.
Setelah Kepemimpinan Mahdi runtuh, Sudan kembali di
dominasi oleh pemerintah Inggris dan Mesir. Bahkan
pemerintah Inggris dan Mesir menciptakan kekuasaan gabungan
untuk mengatur Sudan. Namun banyak kendala terjadi pada masa
itu, terutama dari pemberontak yang mendukung Mahdi. Pada
awalnya pemerintah Inggris dan Mesir tetap bertahan, namun
setelah dibunuhnya Pemimpin Sudan pada saat itu membuat
Inggris mundur dan menarik semua pasukan dari Sudan dengan
aksi lanjutan yaitu membentuk Sudan Defence Force (SDF) dibawah
perwira Sudan dan beberapa pasukan untuk menggantikan
pasukan Mesir.4
Pada saat pemerintah Inggris beserta Mesir membuat
kondominium, mereka memutuskan untuk mebagi Sudan menjadi
dua bagian yaitu Sudan Utara dan Sudan Selatan dengan
memperkuat Arabisme dan menganut agama Islam di bagian
utara, sedangkan di wilayah bagian selatan didorong untuk
mengikuti garis alami Afrika dan memperkenalkan Sudan
Selatan dengan agama Kristiani dan menggunakan dasar
peradaban barat sebagai modereniasi mereka. Di saat
administrasi kolonial jauh menginvestasikan politik,
ekonomi, sosial dan budaya di bagian utara Sudan, bagian
selatan Sudan terisolasi, terpencil dan belum dikembangkan
ketimbang bagian utara Sudan yang jauh lebih maju.
Dengan fakta tersebut, masyarakat di bagian selatan
Sudan mulai merasa di diskriminasikan oleh pemerintah
Inggris dan di tambah terjadinya perubahan kebijakan oleh
4 Helen, CM 1991, Sudan: A Country Study, Washington: GPO for the Library Congress, Washington D.C.
pemerintah Inggris tepatnya 9 tahun sebelum kemerdekaan
Sudan yang pada saat itu perubahan kebijakan di lakukan oleh
pemerintah Inggris tanpa adanya kejelasan apakah untuk
kepentingan politik atau untuk mempertahankan bagian selatan
di Sudan Serikat memicu perang sipil pertama Sudan muncul di
tahun 1955.5
B. Perang Sipil Pertama (1955-1972)
Pada tahun 1953, Sudan Utara akhirnya dinyatakan berhak
mendapatkan hak kemerdekaannya. Pada saat itu, mulai banyak
bermunculan partai-partai politik yang menginginkan posisi
di kursi pemerintahan Sudan. Namun pada tahun 1955, tepatnya
4 bulan sebelum kemerdekaan Sudan di deklarasikan pada
tanggal 1 januari 1956 konflik sipil pertama sudan muncul.
Perang bersenjata terjadi dengan skala yang cukup besar
diantara pemerintah sudan yang berada di Khartoum dengan
gerakan liberal Anya Nya yang berasal dari Sudan Selatan.
Kemunculan perang yang berskala cukup besar tersebut tak
lain karena adanya rasa takut yang muncul dari rakyat Sudan
Selatan sebab dengan di deklarasikannya kemerdekaan Sudan,
maka arabization dan islamization yang sama seperti mengganti
kolonialisme inggris dengan hegemoni Arab akan di berlakukan
dan akan berdampak terhadap masyarakat Sudan Selatan.6
5 Francis, MD 1995, ‘Overview of the Conflict’ dalam, War of Visions: Conflict Identitiesin The Sudan, Brookrings Institution, Washington D.C. hal. 11.6 Ibid. Hal 11-12.
Perang yang terjadi pada masa perang sipil pertama
lebih banyak di menangkan oleh pasukan pemerintah Nimeiri,
karena jumlah pasukan gerakan liberal Sudan Selatan jauh
lebih sedikit. Pada tahun 1960an adalah tahun yang di penuhi
dengan perang di antara kedua negara tersebut. Efek dari
perang di situasi politik meningkat dan berhasil menjatuhkan
rezim militer di tahun 1964. Tak lama setelah itu, di tahun
1969, akhirnya perputaran perang tersebut berhasil di
hentikan dan pada tahun 1972 Pemerintah Nimeiri melakukan
negosiasi dengan SSLM (South Sudan Liberation Movement) dan
membentuk sebuah perjanjian yang di beri nama perjanjian
Addis Ababa. Dengan di bentuknya perjanjian Addis Ababa,
perang sipil pertama Sudan pun berhenti dan memasuki fase
damai sementara dari tahun 1972 hingga 1983.
C. Perang Sipil Kedua (1983-2005)
Pada tahun 1972 pemerintah Nimeiri memang berhasil
melakukan negosiasi dengan SSLM dan membentuk perjanjian
Addis Ababa di tahun tersebut dan membuat konflik di antara
Sudan Utara dengan Sudan Selatan berhenti. Namun, pada saat
itu pemerintah Nimeiri berada di bawah tekanan dari
komunitas muslim yang fundamentalis sehingga membuat jiwa
muslim Nimeiri muncul kembali. Hal tersebut muncul dengan
harapan bahwa dengan di gunakannya reformasi islam akan
menciptakan keseimbangan. Bahkan ia pun berharap untuk
menghapuskan anomali liberal di Sudan Selatan. Perlahan-
lahan Nimeiri menghapus otonomi Sudan Selatan dan
memberlakukan hukum syariah Islam serta membangun Sudan
menjadi negara Islam.
Pada tahun 1980an, pemerintah Nimeiri membatalkan
perjanjian Addis Ababa yang telah sepakat di bentuk oleh
Nimeiri dan SSLM. Dengan di batalkannya perjanjian tersebut,
memicu gerakan-gerakan radikal dari Sudan Selatan sehingga
muncul lah gerakan Anya Nya 2 dengan formasi SPLM (Sudan
People’s Liberation Movement) sebagai sayap militernya dan juga
SPLA (Sudan People’s Liberation Army). Formasi tersebut muncul
karena tidak terealisasikannya perjanjian Addis Ababa yang
pada faktanya tidak sesuai dengan apa yang di harapkan
masyarakat Sudan Selatan, sehingga konflik antara masyarakat
Sudan Selatan dengan pemerintah Sudan Utara mulai memanas
kembali. Di tambah lagi dengan di batalkannya perjanjian
Addis Ababa akibat dari banyaknya pihak dari Sudan Utara
yang kurang puas dengan hasil perjanjian tersebut serta
munculnya gerakan-gerakan dari Sudan Selatan maka perang
sipil kedua pun tidak dapat di hindari dan kembali mencuat
di tahun 1983.
Perang sipil kedua Sudan berlangsung cukup lama, tidak
hanya itu saja perang kedua ini terjadi di beberapa lokasi
utama di Sudan. Meskipun hukum syariah Islam menjadi sorotan
pada saat itu, tetapi karena asosiasi dari Islam dengan
Arabisme perang sipil kedua ini memiliki nilai rasial yang
cukup tinggi. Tentu saja hal tersebut juga menjadi sebuah
ancaman terhadap stabilitas dan pengembangan negara. Lalu,
meskipun pemimpin-pemimpin dari kedua sisi melakukan
berbagai pertemuan untuk membahas tentang konflik yang
terjadi dan mulai terlihat damai, situasi perang tiba-tiba
berubah dan menjadi lebih radikal dari sebelumnya. 7
Perang pada akhirnya berlangsung lebih lama dari perang
sebelumnya, di perang kedua ini perang berakhir dengan hasil
akhir tidak ada wilayah yang memenangkan konflik tersebut.
Perang sipil yang kedua ini berhasil di hentikan pada tahun
2005, dan kedua wilayah tersebut berhenti mengirimkan
pasukan-pasukan ke wilayah lawannya. Kemudian tak lama dari
berakhirnya perang sipil kedua Sudan, Sudan Selatan berhasil
melakuan referendum dan memperoleh kemerdekaannya di tahun
2011. Namun, selepas mereka berhenti berperang, konflik di
antara kedua wilayah tersebut masih sering terjadi dan
bahkan konflik tersebut memanas di tahun 2011-2012. Dengan
masih berlangsungnya konflik tersebut dapat memicu konflik
baru dan memunculkan kembali konflik lama di antara kedua
wilayah tersebut.8
D. Kerangka Teori
7 Ibid. Hal 12-138 Reuters 2012, ‘Konflik Sudan Makin Panas’, Koran Harian Kompas, 29 februari.
Teori yang penulis gunakan dalam pembuatan makalah ini
adalah teori Protracted Social Conflict dari Edward E Azar
dalam analisa konflik yang terjadi di antara Sudan Utara
dengan Sudan Selatan. Menurut Edward E Azar, terdapat empat
kondisi awal yang menjadi sumber utama protracted social
conflict, yaitu: Communal Content, Deprivation of Human Needs,
Governance and State’s Role, and International Linkages.9
Apabila kita mencoba menganalisa konflik Sudan Utara
dengan Sudan Selatan menggunakan empat kondisi awal utama
menurut Edward E Azar, berikut ini adalah penjabarannya:
1. Communal content, di dalam communal content di jelaskan
bahwa konflik terjadi di antara dua aktor, yaitu
antara pemerintah wilayah tersebut dengan kelompok
masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut. Dan hal
tersebut menjadi inti permasalahan dari konflik yang
terjadi. Apabila kita melihat sejarah yang terjadi
di dalam Sudan Utara dan Sudan Selatan, konflik
terjadi berlarut-larut dan berlangsung di antara
pemerintah Sudan Utara dengan Sudan selatan.
Sehingga Konflik Sudan Utara dengan Sudan Selatan
dapat di kategorikan sebagai communal content.Ramsbotham, Oliver. Contemporary Conflict Resolution,
2008: 84.
9 Oliver, R, Tom W & Hugh, M (eds) 2011, Contemporary Conflict Resolution third edition, Polity Press, UK.
2. Deprivation of human needs, di dalam deprivation of human
needs di jelaskan bahwa konflik timbul dari
kurangnya perkembangan di suatu wilayah. Azar
berpendapat adanya kebutuhan dalam bidang sekuriti,
perkembangan, akses politik dan identitas di dalam
segi kultur dan agama. Seperti yang telah penulis
jelaskan, banyak terjadi diskriminasi dan lambatnya
perkembangan di wilayah Sudan Selatan di bandingkan
dengan wilayah Sudan utara. Dengan kurangnya hal
yang sudah penulis jelaskan, hal tersebut membuat
tidak terpenuhinya kebutuhan masyarakat sudan
selatan. Sehingga di dalam konflik antara Sudan
Utara dengan Sudan Selatan terjadi deprivation of human
needs.
3. Governance and state’s role, di dalam governance and
state’s role di jelaskan bahwa pemerintah memiliki
hak dan kewenangan untuk mengatur negara dengan
berbagai cara demi tercapainya stabilitas dan
keamanan negara. Pemerintah memiliki peranan penting
dalam memberikan kepuasan terhadap kebutuhan
rakyatnya. Namun di dalam konflik Sudan Utara dan
Sudan Selatan, pemerintah hanya mengembangkan dan
memperhatikan wilayah Sudan Utara saja. Oleh karena
itu, munculah konflik di antara Sudan Utara dan
Sudan Selatan.
4. International linkages, dalam international linkages
terdapat hubungan ekonomi dan militer yang memicu
timbulnya konflik. Namun di dalam konflik Sudan
Utara dengan Sudan Selatan, ekonomi bukan masalah
utama pemicu konflik di Sudan. Tetapi peranan
militer cukup memicu konflik. Seperti yang sudah di
jelaskan di dalam analisa kasus, konflik tersebut
banyak menggunakan aksi militer. Sehingga konflik
Sudan Utara dan Sudan Selatan dapat di kategorikan
kedalam kendala awal international linkages.
Kemudian, berikut ini adalah kategori konflik
Protracted Social Conflict:
Situasi : Sudan Utara dan Sudan Selatan
Isu : Communal ethnicity-religion atau komunal etnis-agama
dan communal seccession atau komunal pemisahan diri.
Pola Kekerasan : Overt atau terbuka
Pihak Luar : Inggris, Israel dan USSR
III. KESIMPULAN
Sudan adalah sebuah negara yang cukup menarik untuk di
bahas, terutama tentang konflik yang terjadi di antara Sudan
Utara dengan Sudan Selatan yang telah terjadi selama
berpuluh-puluh tahun. Konflik yang terjadi di antara dua
wilayah sudan ini memiliki akar yang sangat dalam, karena
terjadi jauh sebelum sudan merdeka. Konflik yang bermula
dari konflik agama dan hanya sebuah konflik yang berskala
kecil berubah menjadi konflik yang sangat complex hingga saat
ini. Dari konflik-konflik tersebut juga menimbulkan konflik-
konflik baru di antara ke dua wilayah tersebut. Seperti
contohnya konflik etnis dan konflik-konflik lainnya. Perang
pun sempat terjadi dua kali dengan jangka waktu yang cukup
panjang.
Sekarang ini kondisi dari perang dan konflik di Sudan
sedang mengalami stagnant karena pada saat berakhirnya
perang, tidak ada yang berhasil memenangkan perang tersebut.
Dengan kondisi perang yang masih stagnant hal tersebut dapat
memicu konflik-konflik baru di antara kedua wilayah
tersebut. Di tambah dengan banyaknya sumber daya di wilayah
Sudan Selatan dan kurangnya sumber daya alam di Sudan
Selatan bisa membuat konflik yang ada semakin memanas dan
konflik lama bisa muncul kembali ke permukaan.
Menurut penulis, untuk mencapai perdamaian yang
mufakat, kedua pemerintah Sudan Utara dan Sudan Selatan
harus merekduksi kaum-kaum radikal yang berada di kedua
wilayah negara tersebut. Kemudian, kedua negara tersebut
harus memulai kerjasama diplomatik agar konflik-konflik yang
telah berlalu tidak mencuat kembali, melakukan mediasi dan
juga mencari kata damai melalui jalur negosiasi dengan hasil
kesepakatan yang win-win solution atau kedua pihak mendapatkan
keuntungan dari perjanjian kesepakatan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Alfred, N & Paul, TZ (eds) 2008, The Roots of African Conflicts The
Causes and Costs Zimbabwe, Lesotho, Kenya, Sudan, Uganda The Horn of Africa,
OSSREA, Ohio.
Donald, R 1997, Managing Ethnic Conflict in Africa, The Brookbrings
Institution, Washington D.C.
Edwad, EA & Chung, IM 1986, ‘Managing Protracted Social
Conflicts in the Third World : Facilitation and Development
Diplomacy’, Millennium - Journal of International Studies.Vol. 15, No. 3.
Evans, P 1940, The Nuer, Oxford University Press, New York.
Francis, MD 1995, War of Visions: Conflict Identities in The Sudan, Brookrings
Institution, Washington D.C.
Giorgio, M 2011, From One Sudan to Two Sudan: from war to peace,
ISPI, Milan.
Helen, CM 1991, Sudan: A Country Study, Washington: GPO for the
Library Congress, Washington D.C.
James, F & David, L 2006, Sudan, Stanford University,
California.
Kebbede, G1997, "South Sudan: A War-Torn and Divided
Region," Contributions in Black Studies: Vol. 15, Article 4.
Oliver, R, Tom W & Hugh, M (eds) 2011, Contemporary Conflict
Resolution third edition, Polity Press, UK.
Robert, OC 2008, A History of Modern Sudan, University of
California, Santa Barbara.
Salah, MH & Carina, ER (eds) 2009, Darfur and the Crisis Governance
in Sudan Critical Reader, Cornell University Press, Netherlands.
Wal, D 2000, South Sudan Liberation Movement Press Announcement,
Interim Executive Committee, Sudan.