Bisnis Air Minum dalam Kemasan Terus Meningkat

10
69

Transcript of Bisnis Air Minum dalam Kemasan Terus Meningkat

70

600 ml

1500 ml

330 ml

240 ml

330 ml Galon

71

72

73

Bisnis Air Minum dalam Kemasan Terus Meningkat JAKARTA – Bisnis Air Minum DalamKemasan (AMDK) semakin menggiurkan,karena kebutuhan akan air minum terusmeningkat seiring dengan pertumbuhanpenduduk. Perusahaan yang menggarapbisnis AMDK pun semakin banyak dan terus melakukan ekspansi untuk memperluasjaringan pasar produk-produknya.Bayangkan saja, kebutuhan masyarakatakan air minum sangat tinggi. Padahalketersediaan air yang layak minum dalamarti berkualitas dan terjamin dari segikesehatan semakin sulit diperoleh. Saat inimasyarakat, terutama di kota-kota besar tidak bisa lagi lepas dari AMDK.Dari segi penjualan industri ini mengalamipertumbuhan dari tahun ke tahun. Pada2002, terjadi kenaikan 30 persendibandingkan tahun 2001 dari 5, 4 miliarliter menjadi 7,1 miliar liter. Tahun ini,ditargetkan peningkatan hingga 20 persenmenjadi 8,5 miliar liter. Meski AMDK bisnis”basah”, bukan tak berarti ada ganjalan.Maraknya depot air minum mau tak mau”memaksa” industri AMDK mengoreksitarget yang ditetapkan, menjadi 10 persen,karena terganggu dengan maraknya depotair minum yang dinilai menggerogoti pasarAMDK. Untuk memperluas pangsa pasarpersaingan di bisnis AMDK semakin takterelakkan. Hal itu disadari oleh pemainbesar di bisnis ini yang jumlahnya mencapai puluhan perusahaan besar dan menengah.Sementara perusahaan kecil yang jugabergerak di bisnis ini juga mengalamiperkembangan yang cukup pesat.Presiden Direktur PT Aqua GoldenMississippi, Willy Sidharta mengatakan,Aqua terus gencar melakukan promosi untuk memelihara pangsa pasar yangdimiliki. Namun, persaingan yang dilakukan,ujarnya tetap pada kerangka persainganyang sehat. Aqua yang menguasai separuhdari pangsa pasar AMDK, menargetkanpeningkatan penjualan 10 persen dari tahunsebelum yang mencapai 3,1 miliar liter.Menjadi pemain terbesar menjadikan Aquamenguasai pangsa pasar. Aqua merambahseluruh pasar di dalam negeri. Sementaradua pemain lain di industri AMDK seperti PTPanglima Pamenang produsen merek Totaldan PT Tang Mas yang mengusung merek2 Tang mensiasati lebih fokus pada pasar diwilayah Jawa, khususnya Jabotabek.

Alasannya di luar Jawa sulit bersaing mengingat biaya transportasi yang sangat tinggi. ”Total memang hanya fokus di Jawa, tapi di mana-mana ada. Produksinya merata dan mudah diperoleh konsumen,” ujar General Manager PT Panglima Pamenang, Supartono L. Taslim.Bahkan 2 Tang, dikatakan Sambas Winata, General Manager PT Tang Mas sengaja bermain dalam kemasan kecil, yaitu 240 ml, 330 ml, sampai 1500 ml, tidak memproduksi kemasan galon seperti industri AMDK lain.Dalam persaingan yang ketat ini, Total menerapkan strategi, yakni pelayanan total dan harga yang lebih bersaing. Di antaranya kontiniuitas produk harus tetap terjaga terutama pada musim panas di mana permintaan sangat tinggi. Dia menekankan jika pasokan sampai terputus, maka pedagang atau agen akan segera meninggalkan produk tersebut. ”Pedagang bisa menjual lebih dari tiga merek. Apabila produk kita tidak bisa memenuhi permintaan pedagang, mereka akan cepat beralih ke merek lain,” ujar Supartono. Di lain pihak 2Tang yang mengklaim meraup pangsa pasar di wilayah Jabotabek sebesar 20 persen tidak lepas dari peranan distribusi. Untuk distribusi 2Tang menggunakan sistem multi distribution alias tidak menyerahkan distribusi pada satu penyalur/distributor. Selain menyalurkan produk air minum di pasar modern atau modern market antara lain di supermarket, swalayan, grosir, pihaknya juga bermain di pasar tradisional. Semua itu katanya demi menjamin ketersediaan produk di pasaran. Dengan kata lain availability untuk air minum 2Tang harus tinggi. ”Air minum itu prinsipnya rasa haus tidak bisa ditunda. Karena itu kami mencoba sebisa mungkin menyediakan air minum yang dekat dengan konsumen dan tersedia di mana-mana,” katanya. ”Second Brand”Tidak jarang sebuah perusahaan memiliki lebih dari satu merek dengan tujuan meraup segmen masyarakat seluas mungkin. Danone misalnya, selain mengeluarkan Aqua juga memproduksi air minum dengan merek Vit. Hal yang sama juga dilakukan Tang Mas dan produsen lain.

74

Kehadiran Second Brand, dikemukakanWilly Sidharta, karena adanya demandterhadap produk yang lebih terjangkau ataumurah. Second brand merupakan fenomenayang umum. Pangsa pasar, ada yangmengutamakan kualitas,dan ada konsumenyang juga mementingkan harga.Ketiga produsen air minum itu mengakuisecond brand hadir dengan harga yanglebih murah. Pasalnya, produksi utamaseperti Aqua, Total atau 2Tang tidakmungkin menurunkan harga. Akhirnya,produksi lapis kedua ini diharapkan akanbisa meraih pasar yang memangmembutuhkan produk yang murah.Namun persaingan harga ini, ujar Willymasih dilakukan pada batas-batas tertentu,tidak sampai di bawah harga produksi. Halyang sama juga diakui Supartono.Menurutnya, Total sudah melakukanpenyesuaian harga yang paling maksimal.Penurunan harga tidak mungkin dilakukandengan jor-joran. ”Saat ini yang bisa dilakukan adalahmemberikan bonus kepada pedagang atauagen. Ini sudah menjadi strategi yangumum di kalangan industri AMDK,” ujarnya.Meski persaingan demikian ketat, industri ini

memiliki prospek yang besar. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi berarti potensi pasar bagi bisnis AMDK. (mis/rvs) copyright@sinarharapan. 2003

Jawa Pos, Jumat, 04 Mar 2005 Bisnis Air Minum Kemasan Hanya 8 Persen Kebutuhan

SURABAYA - Bisnis AMDK (air minum dalam kemasan) terus menunjukkan pertumbuhan positif. Pada tahun ini, Aspadin (Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia) memproyeksikan penjualan produknya akan mencapai 9,9 miliar liter atau tumbuh sebesar 10 persen dibandingkan tahun lalu sebesar 9 miliar liter. Sekjen Aspadin, Rubiyanto Pambudi mengatakan bahwa konsumsi sebesar 9 miliar liter pada 2004 hanya 8 persen dari total kebutuhan air minum seluruh penduduk Indonesia. "Artinya penetrasi perusahaan AMDK masih rendah dan bisa terus ditingkatkan kapasitas produksinya," jelas Rubiyanto kemarin. Untuk itu, Aspadin optimistis perusahan AMDK akan tumbuh pesat dari kapasitas produksi yang dimiliki secara nasional saat ini sebesar 10 miliar liter per tahun. Untuk memberikan jaminan kualitas AMDK, kini hampir seluruh produsen AMDK sejumlah 446 perusahaan di seluruh Indonesia diwajibkan memenuhi ketentuan PP 28/2004 tentang keamanan mutu dan gizi pangan. Produsen AMDK akan mendapatkan status MD (Makanan Dalam Negeri) dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) yang ditinjau setiap lima tahun. "Kami akan terus mengutamakan kualitas dalam upaya perlindungan konsumen serta meningkatkan citra produk AMDK," jelasnya. Dalam kesempatan tersebut, Rubiyanto juga menegaskan bahwa perusahaan AMDK anggota Aspadin tidak serta merta menaikkan harga produknya pasca kenaikan BBM. "Hal ini terjadi karena kenaikan BBM sebesar 30 persen tidak terlalu signifikan mempengaruhi biaya produksi perusahaan AMDK. Selain itu, awal tahun ini kami telah menaikkan harga produk pasca adanya kenaikan harga minyak dunia. Hal ini menyebabkan melambungnya harga plastik sebagai bahan baku untuk kemasan," papar Direktur PT Santa Rosa Indonesia tersebut. Dicontohkannya, harga AMDK per galon telah menyentuh Rp 36 ribu per galon dari posisi sebelumnya sebesar Rp 23 ribu per galon ketika belum terjadi kenaikan harga plastik dunia. (faq)

76

Jawa Pos, Jumat, 02 Jan 2004 Bisnis Air Minum setelah SK AMDK

Yakin Penjualan Terdongkrak Minimal 20 Persen SK Menperindag No 705 soal Persyaratan Teknis Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) membuat perusahaan AMDK optimistis bisnisnya bakal tumbuh signifikan. Paling tidak, akan lebih pesat dibanding 2003. Mengapa begitu? Maraknya bisnis Depot Air Minum (DAM) dalam tiga tahun terakhir berdampak nyata pada omzet perusahaan AMDK. Karena itu, asosiasi mereka, Aspadin (Asosiasi Pengusaha AMDK Indonesia) terus berupaya mendapat dukungan dari pemerintah untuk memuluskan bisnisnya. Mereka menilai bahwa aturan bisnis DAM yang tak jelas mengganggu bisnis AMDK. Karena itulah, keluarnya Kepmen Perindag No 705/MPP/Kep/11/2003 tentang persyaratan teknis industri air minum dalam kemasan dan perdagangannya benar-benar melegakan pengusaha AMDK. Sebab, dalam aturan itu, DAM tak boleh menggunakan galon bermerek yang milik AMDK. Tentu saja, hal itu akan menyulitkan bisnis DAM, sehingga diharapkan konsumen kembali ke AMDK. Pada 2003 lalu, pertumbuhan omset penjualan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di Indonesia memang kecil, hanya 10 persen. Nilainya mencapai Rp 3 triliun dengan volume delapan miliar liter. Padahal, pertumbuhan dari tahun 1999 - 2002 mencapai rata-rata per tahun (average annual growth rate) berkisar di atas 40 persen tiap tahun. Hal itu tak lain disebabkan karena menjamurnya bisnis Depot Air Minum (DAM) dalam tiga tahun terakhir. Penurunan pertumbuhan banyak terjadi di penjualan air minum dalam galon. Penyebabnya, konsumen banyak beralih membeli air minum isi ulang. Selama ini, dari total pejualan 60 persen adalah air minum dalam galon. "Kami harapkan dengan diterbitkannya Kepmen ini akan bisa meningkatkan lagi omzet penjualan AMDK ke depan," kata Willy Sidharta, ketua umum Aspadin. Menurut dia, selama ini banyak yang beranggapan DAM adalah kepanjangan tangan dari perusahaan AMDK. Hal terpenting dalam Kepmen itu adalah adanya larangan pengisian galon bermerek olah pihak lain selain pemilik merek yang bersangkutan. "Kami tidak bermaksud mematikan usaha DAM, karena sebagian masyarakat masih membutuhkan air minum yang terjangkau. Tentunya DAM merupakan peluang usaha yang dapatmembantu perekonomian Indonesia," lanjutnya. Willy menyatakan, Kepmen itu diyakini bakal mendongkrak sales AMDK minimal 20 persen dibanding tahun ini dengan volume sembilan miliar liter. Selain itu, pertumbuhan tersebut juga akan didukung oleh terus bertambahnya jumlah perusahaan AMDK dari tahun ketahun. "Apalagi dengan Kepmen 705 ini diperbolehkan sistem makloon (kontrak produksi) dalam produksi. Dimana satu perusahaan AMDK nantinya bisa berproduksi melalui dengan menjalin kontrak dengan perusahaan AMDK lain. Ini akan memicu naiknya omset di tahun depan," paparnya. Saat ini perusahaan yang telah mengantongi ijin industri AMDK sebanyak 370 perusahaan. Dari jumlah tersebut sekitar 220 perusahaan telah aktif breproduksi. Sebanyak 109 diantaranya merupakan anggota Aspadin. Willy menyatakan, distribusi AMDK sudah sangat luas. Di Indonesia, saat ini terdapat 1,2 juta pengecer. "Jumlah tesebut belum termasuk para pedagang asongan dan kaki lima," lanjutnya. (ali)

77

Senin, 02 Mei 2005

Omzet Penjualan AMDK Diperkirakan Naik 20 Persen

eJakarta, Kompas - Omzet penjualan produk industri air minum dalam kemasan atau AMDK tahun 2005 diperkirakan naik antara 15 persen-20 persen dibandingkan dengan omzet penjualan tahun 2004 yang mencapai sekitar Rp 4 triliun. Pertumbuhan produksi dan omzet penjualan produk AMDK akan terus meningkat karena pangsa pasar masih besar dengan tingkat konsumsi AMDK yang baru mencapai 40 liter per kapita per tahun.

"Volume produksi AMDK tahun 2004 itu sekitar 9 miliar liter dengan omzet penjualan mencapai Rp 4 triliun. Tahun 2005 ini kami perkirakan naik sebesar 15 persen," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin) Willy Sidharta, di Jakarta, pekan lalu.

Dengan asumsi peningkatan sebesar 15 persen itu, berarti omzet penjualan produk AMDK tahun 2005 bisa mencapai Rp 4,6 triliun. Sementara itu, volume produksi bisa mencapai lebih dari 10 miliar liter.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Thomas Darmawan mengungkapkan, saat pajak penjualan barang mewah (PPnBM) AMDK dihapus tahun 2000, volume produksi AMDK mencapai 4 miliar liter. "Tahun 2004, sudah 9 miliar liter. Itu berarti rata-rata pertumbuhan 20 persen per tahun. Tahun 2005, saya perkirakan pertumbuhannya juga 20 persen," katanya.

Menurut Willy, volume produksi maupun omzet penjualan produk industri AMDK akan terus tumbuh karena konsumsi produk AMDK di Indonesia masih relatif rendah, yaitu 40 liter per kapita per tahun. "Konsumsi yang besar itu di Eropa dan AS, misalnya di Perancis 130 liter dan di Italia 170 liter. Itu sudah jenuh," katanya.

Selain itu, lanjut Willy, masih ada beberapa faktor yang menyebabkan omzet penjualan dan volume produksi tumbuh. Misalnya, perubahan kesadaran masyarakat mengonsumsi air yang bersih.

Menurut Willy, anggota Aspadin sendiri sekarang ini tercatat sekitar 150 perusahaan. Merek produk AMDK yang beredar di pasar mencapai 800-an merek produk dari sekitar 466 perusahaan AMDK.

Thomas menambahkan, beberapa perusahaan multinasional sudah mengambil alih industri AMDK karena prospek industri AMDK yang cukup baik. Misalnya, Danone yang menguasai merek AMDK Aqua. Perusahaan Coca Cola dan Nestle telah menguasai merek AMDK Ades.

Menurut Thomas, ada beberapa alasan perusahaan multinasional mengambil alih perusahaan AMDK. Pertama, dari segi modal, perusahaan multinasional cukup kuat. Sementara itu, perusahaan lokal sulit mendapatkan kredit dari perbankan.

Selain itu, lanjut Thomas, perusahaan multinasional lebih mudah mengambil alih merek produk AMDK yang sudah ada daripada membuat investasi dengan produk baru. (FER)

78

Sinergi antara yang Besar dan Kecil ( Rabu, 22 Mei 2002) BISNIS air minum dalam kemasan kian berkembang. Itu tampak pada merek-merek baru yang bermunculan. Bagaimana keadaan dan peluang usaha itu, berikut wawancara Suara Merdeka dengan Landjar Kurniawan, Ketua Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) Jateng.

Seberapa besar peluang bisnis air minum dalam kemasan di Jateng?

Masih sangat terbuka, meski sudah banyak pemain. Sampai sekarang ada sekitar 50 perusahaan beroperasi. Tetapi yang menjadi anggota Aspadin baru 13 perusahaan. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk, peluang bisnis ini masih sangat prospektif. Banyak segmen atau pasar yang bisa digarap.

Apa berapa jenis usaha yang terkait dengan air minum?

Dalam bisnis ini ada empat kategori. Pertama, natural mineral water atau air steril yang berkandungan mineral sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Kedua, air minum dalam kemasan (AMDK) yang diproses dan berkandungan mineral sesuai SNI atau yang saat ini sering kita jumpai di pasaran. Selain airnya, wadahnya harus steril. Ketiga, destilate water atau air yang diproses dengan teknologi tertentu namun tetap sesuai dengan SNI. Keempat, air suling atau yang tidak punya kandungan mineral.

Mana yang paling memiliki peluang?

AMDK. Tetapi pada dasarnya sama karena semua memiliki konsumen tersendiri sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Bahkan kini di Semarang berkembang bisnis air minum baru, yakni water station. Penjualannya mirip dengan pompa bensin, kemudian diedarkan melalui jerigen. Pada jenis ini belum ada peraturan dari pemerintah. Investasinya pun tidak besar.

Secara umum bagaimana keadaan usaha AMDK di provinsi ini?

Memang pasarnya masih terbuka lebar. Namun sebenarnya para pengusaha AMDK saat ini sedang dihadapkan pada dilema. Di satu sisi, harga produksi terus meningkat terkait dengan kenaikan sejumlah komponen penting dalam proses produksi. Yakni, BBM, listrik, dan telepon. Di sisi lain, daya beli masyarakat belum pulih sehingga harus pikir-pikir kalau mau menaikkan harga.

Komponen yang paling besar kenaikan biayanya?

Kemasan. Seluruh bahan baku kemasan masih impor. Biaya produksi kemasan 80% dari biaya produksi, sedangkan air hanya 20%. Pertimbangan harga jual dipengaruhi oleh harga produksi kemasan.

Apa masalah yang dihadapi bisnis air minum dalam kemasan?

Masih ada rentang harga antarproduk yang cukup lebar. Harga rata-rata di pasaran sekarang antara Rp 9.000 dan Rp 12.000. Padahal harga kemasan rata-rata setiap produsen sama.Selain itu masih banyak industri belum memenuhi persyaratan sesuai dengan Kepmen Nomor 1 Tahun 1967 tentang Pengaturan AMDK. Itu bisa memengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap bisnis ini.

Untuk menghadapi hal itu, apa yang dilakukan asosiasi?

Kami akan mengajak perusahaan-perusahaan berskala kecil untuk bersinergi dengan perusahaan besar. Kami bisa saling tukar pendapat dan kerja sama dalam produksi. (Arie Widiarto-53g)