bioteknologi vaksin
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of bioteknologi vaksin
MAKALAH
VAKSIN HUMAN PAPILOMA VIRUS (HPV)
UNTUK PENCEGAHAN KANKER SERVIKS UTERI
Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur
Mata kuliah Bioteknologi
Dosen Pengampu: Ina Rosdiana Lesmanawati,
Di Susun Oleh:
Risma Yuhliawati
14121610745
TADRIS IPA BIOLOGI (C/V)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker serviks uteri merupakan kanker pada
perempuan yang menduduki urutan teratas di
Indonesia, sedangkan dinegara maju kejadian kanker
serviks mengalami penurunan. Perjalanan penyakit
kanker serviks sudah diketahui dengan baik. Infeksi
HPV (Human Papillomavirus) risiko tinggi merupakan
awal dari patogenesis kanker serviks. HPV risiko
tinggi merupakan karsinogen kanker serviks, dan awal
dari proses karsinogenesis kanker serviks uteri.
Proses karsinogenesis melalui tahap lesi prakanker
yang terdiri dari Neoplasia intraepitelial serviks
(NIS) I, II, dan III. Lesi prakanker NIS I sebagian
besar akan mengalami regresi, sebagian kecil yang
berlanjut menjadi NIS II, dan kemudian berlanjut
menjadi kanker invasif serviks uterus. Penemuan dan
pengobatan lesi prakanker akan mencegah terjadinya
kanker serviks. Penurunan kejadian kanker serviks di
Negara maju disebabkan karena pencegahan sekunder
kanker serviks berjalan dengan baik; meliputi
deteksi dini dengan pap smear yang dilanjutkan
dengan terapi lesi prakanker akan menurunkan
kejadian kanker serviks. Pencegahan primer kanker
serviks adalah upaya mencegah terjadinya infeksi
HPV risiko tinggi. Salah satu bagian dari pencegahan
primer adalah memberikan vaksin HPV, pemberian
vaksinasi HPV akan mengeliminasi infeksi HPV.
Tujuan tulisan ini adalah membahas pencegahan kanker
serviks uteri, terutama memperkenalkan pencegahan
primer dengan pemberian vaksin HPV risiko tinggi.
Penemuan vaksin ini merupakan salah satu terobosan
yang sangat besar dalam bidang ilmu kedokteran
khususnya bidang onkologi ginekologi. Diharapkan
pada tahun-tahun mendatang dengan semakin
disebarluaskannya informasi dan penggunaan vaksin
Human Papilloma Virus, angka kejadian kanker mulut
rahim dapat ditekan dan mungkin dieradikasi terutama
pada negara berkembang seperti negara kita ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud kanker serviks? Serta bagaimana
etiologi kanker serviks?
2. Apa yang dimaksud vaksin HPV?
3. Bagaimana pengembangan vaksin HPV?
4. Bagaimana Pembuatan Vaksin dengan Rekayasa
Genetika? Serta contoh vaksin HPV?
C. Tujuan
1. Menjelaskan tentang kanker serviks sertta
etiologi kanker serviks
2. Menjelaskan vaksin HPV
3. Menjelaskan pengembangan vaksin HPV
4. Menjelaskan pembuatan vaksin dengan rekayasa
genetka
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kanker Serviks
Kanker adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
proliferasi sel-sel baru (neoplastic cells) yang
tidak normal, cepat, dan tidak terkendali. Kanker
leher rahim merupakan proses keganasan/kanker yang
berasal dari sel-sel leher rahim yang tidak normal
akibat pertumbuhan yang tidak terkendali.
B. Etiologi Kanker Serviks
Penyebab utama terjadinya kanker serviks adalah
karena virus HPV. HPV termasuk golongan pavovavirus
yang merupakan virus DNA yang dapat bersifat memicu
terjadinya perubahan genetik. HPV berbentuk
ikosahedral dengan ukuran 50-55 nm, 72 kapsomer, dan
2 protein kapsid. HPV merupakan suatu virus yang
bersifat “non enveloped” yang mengandung “double
stranded DNA”. Virus ini juga bersifat
epiteliotropik yang dominan menginfeksi kulit dan
selaput lendir dengan karakteristik proliferasi
epitel pada tempat infeksi. Infeksi virus HPV telah
dibuktikan menjadi penyebab lesi prekanker,
kondiloma akuminata, dan kanker. Meskipun HPV
menyerang wanita, virus ini juga mempunyai peran
dalam timbulnya kanker anus, vulva, vagina, penis,
dan beberapa kanker orofaring.
Virus ini menginfeksi membrana basalis pada
daerah metaplasia dan zona transformasi serviks.
Setelah menginfeksi sel epitel serviks sebagai upaya
untuk berkembang biak, virus ini akan meninggalkan
sekuensi genomnya pada sel inang. Genom HPV berupa
episomal (bentuk lingkaran dan tidak terintegrasi
dengan DNA inang) dijumpai pada Carcinoma Insitu
(CIN) dan berintegrasi dengan DNA inang pada kanker
invasif. Pada percobaan invitro HPV terbukti mampu
mengubah sel menjadi immortal.
Hasil pemeriksaan sekuensi DNA yang berbeda
hingga saat ini dikenal lebih dari 200 tipe HPV.
Kebanyakan infeksi HPV bersifat jinak. Tigapuluh
diantaranya ditularkan melalui hubungan seksual
dengan masing-masing kemampuan mengubah sel epital
serviks. Tipe risiko tinggi seperti tipe 16, 18, 31,
33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 69 dan
mungkin tipe yang lain berhubungan dengan displasia
sedang sampai karsinoma in situ. Tipe virus resiko
tinggi biasanya menimbulkan lesi rata dan tak
terlihat jika dibandingkan dengan tipe tipe resiko
rendah yang menimbulkan pertumbuhan seperti jengger
ayam pada tipe 6 dan 11 atau dikenal sebagai
kondiloma akuminata. Beberapa penelitian
mengemukakan bahwa lebih dari 90 % kanker serviks
disebabkan oleh HPV dan 70 % diantaranya disebabkan
oleh tipe 16 dan 18, Dari kedua tipe ini HPV 16
menyebabkan lebih dari 50 % kanker serviks. Apabila
seseorang yang sudah terkena infeksi HPV 16 memiliki
kemungkinan terkena kanker serviks sebesar 5 %.
Kanker serviks yang di sebabkan HPV umumnya berjenis
keganasan sel gepeng.
Zona peralihan pada kanker serviks merupakan
tempat utama dari infeksi HPV. Setelah terjadi
infeksi HPV virus akan menuju ke sel basal dari
epitel serviks dan mengadakan pembentukan di
sitoplasma sel basal serta mengekspresikan protein
virus E1, E2, E4, E5, E6, E7. Sel basal yang
terinfeksi ini berdiferensiasi dan melakukan migrasi
ke permukaan dan mulai mengekspresikan protein L1
dan L2. Pada sel-sel epitel yang terinfeksi HPV
tersebut, virus akan terintegrasi pada kromosom
penjamu dan mengekspresikan protein E6 dan E7 yang
akan mengikat protein p53 dan Rb.
Pada HPV yang menyebabkan keganasan, protein yang
berperan banyak adalah E6 dan E7. mekanisme utama
protein E6 dan E7 dari HPV dalam proses perkembangan
kanker serviks adalah melalui interaksi dengan
protein p53 dan retinoblastoma (Rb). Protein E6
mengikat p 53 yang merupakan suatu gen supresor
tumor sehingga sel kehilangan kemampuan untuk
mengadakan apoptosis. Sementara itu, E7 berikatan
dengan Rb yang juga merupakan suatu gen supresor
tumor sehingga sel kehilangan sistem control untuk
proses proliferasi sel itu sendiri. Protein E6 dan
E7 pada HPV jenis yang resiko tinggi mempunyai daya
ikat yang lebih besar terhadap p53 dan protein Rb,
jika dibandingkan dengan HPV yang tergolong resiko
rendah.
C. Vaksin Human Papilloma Virus (HPV)
Vaksin adalah suspensi mikroorganisme yang
dilemahkan atau dimatikan, yang diberikan untuk
mencegah, meringankan, atau mengobati penyakit-
penyakit menular. Imunitas dihasilkan dari produksi
antibodi seseorang atau sel T sebagai hasil infeksi
atau pajanan alami suatu antigen. Pada beberapa
kasus, suntikan ulangan diberikan untuk menstimulasi
ulang memori imun dan mempertahankan tingkat
perlindungan yang tinggi. Vaksinasi adalah
memasukkan vaksin kedalam tubuh dengan tujuan
menginduksi kekebalan.
Vaksin HPV adalah vaksin kedua di dunia yang
dapat mencegah terjadinya kanker. Sebelumnya,
terdapat vaksin hepatitis B untuk mencegah kanker
hati. Di Indonesia, vaksinasi HPV telah masuk
kedalam program imunisasi yang dianjurkan.
Vaksin kanker pada awal perkembangannya dimulai
dari lisan tumor sendiri, kemudian berkembang dengan
sasaran tumor associated antigen, yaitu molekul yang
diekspresikan oleh tumor dan tidak oleh sel normal.
Selanjutnya digunakan peptida atau DNA sebagai
antigen. Antigen DNA biasanya lemah dan untuk
memperkuat potensi imunogeniknya dilakukan dengan
berbagai rekayasa. Vaksin dibuat dengan teknologi
rekombinan, vaksin berisi VLP (virus like protein)
yang merupakan hasil cloning dari L1 (viral capsid
gene) yang mempunyai sifat imunogenik kuat. Dengan
diketahuinya infeksi HPV sebagai penyebab kanker
serviks, maka terbuka peluang untuk menciptakan
vaksin dalam upaya pencegahan kanker serviks. Dalam
hal ini dikembangkan 2 jenis vaksin:
1. Vaksin pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh
humoral agar dapat terlindung dari infeksi HPV.
2. Vaksin Pengobatan untuk menstimulasi kekebalan
tubuh seluler agar sel yang terinfeksi HPV dapat
dimusnahkan.
Respon imun yang benar pada infeksi HPV memiliki
karakteristik yang kuat, bersifat lokal dan selalu
dihubungkan dengan pengurangan lesi dan bersifat
melindungi terhadap infeksi HPV genotif yang sama .
Dalam hal ini, antibody humoral sangat berperan
besar dan antibodi ini adalah suatu virus
neutralising antibodi yang bisa mencegah infeksi HPV
dalam percobaan invitro maupun invivo. Kadar serum
neutralizing hanya setelah fase seroconversion dan
kemudian menurun. Kadar yang rendah ini berhubungan
dengan infeksi dari virus. HPV yang bersifat
intraepitelial dan tidak adanya fase keberadaan
virus di darah pada infeksi ini. Selanjutnya protein
L1 diekspresikan selama infeksi produktif dari virus
HPV dan partikel virus tersebut akan terkumpul pada
permukaan sel epitel tanpa ada proses kerusakan sel
dan proses radang dan tidak terdeteksi oleh antigen
presenting cell dan makropag. Oleh karena itu
partikel virus dan kapsidnya terdapat dalam kadar
yang rendah pada kelenjar limfe dan limpa, di mana
kedua organ tersebut adalah organ yang sangat
berperan dalam proses kekebalan tubuh. Meskipun
dalam kadar yang rendah, antibodi tersebut bersifat
protektif terhadap infeksi virus HPV, sehingga
dikembangkan suatu vaksin yang didasarkan pada
mekanisme kerja virus neuralising antibodi terhadap
protein kapsid yang bersifat mencegah terhadap
infeksi HPV.
Imunodominant neutralising epitopes terlokalisasi
pada protein kapsid L1, yang kemudian bergabung
menjadi suatu kapsid yang kosong atau virus like
particle yang secara bentuk dan antigenic sangat
identik dengan virion aslinya. Kemudian dengan
bantuan teknologi yang canggih, dikembangkan suatu
HPV L1 VLP subunit vaksin.
D. Pengembangan Vaksin HPV
Menurut Pradipta & Sungkar (2007), teknologi untuk
memproduksi vaksin
HPV adalah dengan rekombinan DNA. Terdapat 3 jenis
teknologi yang digunakan untuk memproduksi vaksin
HPV, yaitu:
a. Viral Like Particles Vaccines (VLP)
Vaksin dibentuk dengan protein virus, L1, yang
bertanggung jawab dalam membentuk kapsid virus.
Protein tersebut memiliki fungsi untuk membentuk
dirinya sendiri menjadi partikel yang menyerupai
virus. Partikel tersebut tidak mengandung DNA
virus sehingga tidak bersifat infeksius dan dapat
menghilangkan risiko seseorang terkena infeksi
dari vaksin itu sendiri. Partikel tersebut dapat
menstimulasi produksi antibodi yang dapat
mengikat dan menetralkan virus yang bersifat
infeksius. Saat ini penelitian mengenai
penambahan polipeptid nonstruktural dari protein
virus ke protein minor L1 dan L2 sedang dilakukan
dengan harapan dapat meningkatkan sifat proteksi
vaksin.
b. Recombinant Fusion Proteins and Peptides
Teknologi ini merupakan gabungan ekspresi
antigen dengan peptida sintetik yang dapat
berespons terhadap epitop imunogenik protein
virus. Pada binatang percobaan vaksin ini
memiliki kapasitas untuk menginduksi respons
antitumor. Vaksin ini diharapkan dapat memberikan
efek terapeutik terhadap subyek yang sudah
terinfeksi.
c. Live Recombinant Vectors.
Vaksin berasal dari virus hidup yang
direkombinan dengan virus vaccinia untuk
mengekspresikan gen HPV tipe 16 dan 18.
Pengembangan vaksin saat ini lebih
menitikberatkan pada penggunaan teknologi VLP dengan
tujuan utama melindungi manusia terhadap infeksi HPV
tipe 16 dan 18. Terdapat dua jenis vaksin yang telah
dipasarkan dan sudah melewati uji klinis yakni
vaksin bivalen (untuk HPV tipe 16 dan 18) dan vaksin
quadrivalen (untuk HPV tipe 6, 11, 16, dan 18).
Pemikiran terbaru adalah penambahan VLP dari HPV
tipe lain. Meskipun demikian, penambahan VLP pada
satu vaksin tunggal ditakutkan akan memberikan
persoalan teknis dalam produksi vaksin.
Pada tanggal 8 Juni 2006, FDA (The U.S. Food and
Drug Administration) telah mengesahkan vaksin HPV
dan sudah mendapat izin edar dari BPOM RI di
Indonesia.
Pada awalnya vaksin ditujukan bagi remaja
wanita ini, namun saat ini pemberian vaksin
diupayakan dapat diperluas untuk remaja pria
(Depkes RI). Pemberian vaksin HPV sebagai
pencegahan kutil kelamin pada pria telah disahkan
oleh FDA pada tanggal 16 Oktober 2009.
E. Pembuatan Vaksin dengan Rekayasa Genetika
Kebanyakan vaksin yang dikenal saat ini dapat
dikelompokkan ke dalam tiga grup yaitu vaksin hidup
yang dilemahkan, vaksin dimatikan (killed vaccine)
dan vaksin subunit. Pembuatan vaksin dengan cara
melemahkan organisme penyebab infeksi untuk
memperoleh strain yang virulerisinya sangat
berkurang, sudah diakui keampuhannya. Namun demikian
vaksin ini masih banyak kelemahannya, vaksin hidup
mempunyai potensi untuk berubah menjadi virulen,
sehingga dapat membahayakan pemakainya. Beberapa
virus mungkin sukar atau tidak dapat dilemahkan
sehingga menjadi kendala pembuatan vaksin ham.
Sebelum vaksin hidup digunakan sediaan vaksin yang
dimatikan telah digunakan sebagai vaksin. Inaktivasi
virus biasanya dengan merusak kemampuan replikasi
tetapi antigen yang berkaitan dengan penyebab
penyakit masih terpelihara sifat antigeniknya.
Vaksin yang diperoleh dengan inaktivasi ini juga
mempunyai beberapa masalah. Vaksinasi memerlukan
jumlah antigen lebih besar dan jumlah fragmen sel
(yang tidak bersifat antigenik) selain antigen juga
besar, sehingga jika ada substansi toksik dalam
fragmen tersebut akan dapat menimbulkan masalah
toksisitas. Untuk inaktivasi, organisme tersebut
memerlukan perlakuan relatif keras supaya inaktivasi
dapat sempurna; kondisi tersebut dapat merusak
antigen. Aplikasi vaksin ini juga biasanya lebih
rumit daripada vaksin hidup, karena harus diberikan
dengan injeksi, sedangkan vaksin hidup dapat
diberikan peroral atau intranasal. Selain itu
kekebalan yang diinduksi oleh vaksin yang dimatikan
biasanya berlangsung dalam waktu relatif singkat.
Kondisi penyimpanan kadang-kadang juga menjadi
masalah, misalnya pada foot & mouth disease. Vaksin
ini biasanya di-peroleh dengan menginaktivasi virus
yang dibiakkan dalam baby hamster kidney atau bovine
tongue epithelial cells. Vaksin ini efektif tetapi
perlu disimpan pada temperatur dingin, sehingga
kurang sesuai untuk negara tropis. Prinsip yang
penting pada pembuatan vaksin ialah metode
inaktivasi harus memusnahkan infektivitas organisme,
tetapi sifat antigeniknya harus tidak berubah. Untuk
mengurangi beberapa masalah yang terdapat pada kedua
cara pembuatan vaksin tersebut, kemudian
dikembangkan pembuatan vaksin subunit.
Cara ini hasilnya relatif kurang efektif dalam
memacu reaksi kekebalan. Dalam perkembangan
selanjutnya inovasi dalam bidang rekayasa genetika
diharapkan dapat menutup kekurangan yang telah ada.
Salah satu keuntungan dari kemajuan rekayasa
genetika adalah kemampuannya menganalisa gen secara
terperinci, sehingga memungkinkan melakukan cloning
atau substitusi gen yang tak diinginkan dengan gen
yang dikehendaki. Informasi ini sangat penting dalam
pengembangan vaksin sub unit, karena dengan demikian
dapat dilakukan cloning bagian DNA pengkode protein
antigenik sehingga antigen tersebut dapat di-
produksi oleh bakteri atau yeast dalam jumlah besar.
Cara ini sangat efektif untuk memproduksi vaksin
subunit dari ber-bagai agen infeksi. Vektor untuk
mengekspresikan antigen bisa bervariasi seperti E.
coli, yeast atau sel mamalia. Pendekatan pembuatan
vaksin subunit sedang dikembangkan oleh beberapa
perusahaan bioteknologi baik untuk vaksin manusia
maupun veteriner. Namun produksi vaksin subunit
menggunakan cara rekombinan masih mempunyai masalah
yang sama dengan produksi vaksin subunit
konvensionil yaitu vaksin ini kurang efektif dalam
menginduksi respon kekebalan host dibandingkan
dengan vaksin sel utuh (whole cells). Untuk menutupi
kekurangan ini telah dikembangkan cara baru
menghasilkan vaksin hidup whole cells menggunakan
virus vaccinia sebagai vektor. Inovasi bioteknologi
terutama rekombinan DNA telah membuka kemungkinan
baru untuk memproduksi vaksin hidup dengan mudah.
Untuk melakukan itu dibutuhkan organisme vektor yang
sesuai, dan virus vaccinia merupakan vektor yang
paling terkenal saat ini disamping cytomegalovirus
sebagai calon vektor potensiil. Virus vaccinia sudah
lama dikenal dan digunakan untuk vaksinasi smallpox.
Selama digunakan, sudah tak diragukan lagi
keefektifannya dan relatif aman, stabil, serta mudah
cara pem-beriannya. Virus vaccinia mempunyai
beberapa karakteristik yang khas sehingga terpilih
sebagai vektor untuk menghasilkan vaksin rekombinan
hidup. la merupakan virus DNA, manipulasi genetik
dapat dilakukan relatip mudah, ia mempunyai genome
yang dapat menerima banyak DNA asing, mudah di-
tumbuhkan dan dimurnikan serta mempunyai range host
yang lebar pada manusia dan hewan. Sifat virus
vaccinia memungkinkan dilakukan rekayasa genetika
dan mampu mengekspresikan informasi antigen asing
dari berbagai patogen. Bila vaksin hidup hasil
rekombinan ini digunakan untuk vaksinasi binatang
maka binatang tersebut akan memperlihatkan respon
imunologis terhadap antigen patogenik yang dimaksud.
Beberapa laporan percobaan telah memperlihatkan
vaksinasi binatang percobaan dengan virus rekombinan
berhasil melindungi binatang ini terhadap penyakit
yang berhubungan. Beberapa laporan telah
mengekspresikan berbagai penyakit, seperti herpes
simplex virus glycoprotein, influenza virus
hemagglutinin, hepatitis B virus surface antigen,
rabies virus glycoprotein, plasmodium know-lesi
sporozoite antigen dan sebagainya. Rekombinan ini
telah memperlihatkan reaksi kekebalan terhadap
patogen-patogen tersebut.
Prinsipnya dalam pembuatan vaksin ini yaitu
memasukkan gen pengkode antigen spesifik kedalam
virus vaccinia sehingga antigen ditimbulkan oleh
virus tersebut. Teknik ini memungkinkan pembuatan
vaksin hidup untuk berbagai penyakit virus, bakteri
dan parasit pada manusia & binatang. Selain itu
dengan cara ini dapat di-produksi vaksin hidup yang
dapat merangsang reaksi kekebalan dengan efektif
seperti halnya infeksi alami.
F. Contoh Vaksin HPV
1. Vaksin Bivalen
Vaksin bivalen adalah vaksin yang mengandung
protein L1 dari VLP HPV tipe 16 dan 18 yang
diekspresikan oleh rekombinan vektor baculovirus.
Tiap 0,5 ml vaksin mengandung 20 µg protein HPV
16 L1, 20 µg protein HPV 18 L1, 50 µg 3-O-
desacyl-4’-monophosphoryl lipid A, 0,5 mg
aluminium hydroxide, 4,4 mg NaCl, 0,624 mg
sodium dihydrogen phosphate dehydrate, residu
dari sel serangga, protein viral (<40 ng) dan
protein bakteri (<150 ng). Vaksin ini tidak
mengandung bahan pengawet dan harus disimpan pada
suhu 2°-8°C.
Vaksin bivalen diberikan pada wanita berusia
10-25 tahun. Vaksin ini diberikan secara
intramuskular pada daerah deltoid sebanyak 0,5 ml
dan diberikan 3 kali. Pemberian kedua dilakukan 1
bulan setelah pemberian pertama dan pemberian
ketiga dilakukan 6 bulan setelah pemberian yang
pertama.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan Diana M
Harper, didapatkan bahwa vaksin bivalen sangat
efektif dalam menurunkan angka kejadian infeksi
HPV dan infeksi menetap HPV tipe 16 dan 18 pada
individu yang sudah mendapatkan vaksinasi HPV
lengkap. Efektivitas vaksin juga sangat tinggi
pada wanita yang tidak mendapatkan protokol
vaksin secara lengkap.
2. Vaksin Quadrivalen
Vaksin quadrivalen adalah vaksin yang
mengandung protein L1 dari VLP HPV tipe 6, 11,
16,dan 18 yang diekspresikan melalui suatu
rekombinan vektor Saccharomyces cerevisiae. Tiap
0,5 ml vaksin mengandung 20 µg protein HPV 6 LI,
40 µg protein HPV 11 L1, 40 µg protein HPV 16 L1,
dan 20 µg protein HPV 18 L1. Tiap 0,5 ml vaksin
mengandung 225 µg Amorphous Aluminium
Hidroxyphosphatase Sulfate, 9,56 mg NaCl, 0,78 mg
L-Histidine, 50 µg polysorbate 80, 35 µg
sodium borat, dan <7 µg protein ragi. Vaksin ini
tidak mengandung bahan pengawet atau antibiotika.
Vaksin ini seharusnya disimpan pada suhu 2°-8°C.
Vaksin quadrivalen diberikan pada wanita dan
pria yang berusia 9-26 tahun. Vaksin ini
diberikan secara intramuskular pada daerah
deltoid sebanyak 0,5 ml dan diberikan sebanyak 3
kali. Pemberian kedua dilakukan 2 bulan setelah
pemberian pertama dan pemberian ketiga dilakukan
6 bulan setelah pemberian yang pertama.
Efektivitas vaksin quadrivalen dalam mencegah
kanker leher rahim yang disebabkan oleh infeksi
HPV tipe 16 dan 18 adalah 96%-100%. Sementara
itu, efektivitas vaksin dalam mencegah kutil
kelamin yang disebabkan oleh infeksi HPV tipe 6
dan 11 adalah sekitar 90%.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kanker adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
proliferasi sel-sel baru (neoplastic cells) yang
tidak normal, cepat, dan tidak terkendali. Penyebab
utama terjadinya kanker serviks adalah karena virus
HPV. Serta telah ditemukan cara untuk menangani
kanker servik yaitu salah satunya dengan pemberian
vaksin HPV. Vaksin adalah suspensi mikroorganisme
yang dilemahkan atau dimatikan, yang diberikan untuk
mencegah, meringankan, atau mengobati penyakit-
penyakit menular. Vaksin HPV adalah vaksin kedua di
dunia yang dapat mencegah terjadinya kanker.
Sebelumnya, terdapat vaksin hepatitis B untuk
mencegah kanker hati. Di Indonesia, vaksinasi HPV
telah masuk kedalam program imunisasi yang
dianjurkan.
Terdapat 3 jenis teknologi yang digunakan untuk
memproduksi vaksin HPV, yaitu: Viral Like Particles
Vaccines (VLP), Recombinant Fusion Proteins and
Peptides dan Live Recombinant Vectors.
Pembuatan vaksin dilakukan dengan bebeerapa cara
yaitu dengan pembuatan konvensional, yaitu
dikelompokkan ke dalam tiga grup yaitu vaksin hidup
yang dilemahkan, vaksin dimatikan (killed vaccine)
dan vaksin subunit. Serta Pembuatan vaksin kini
telah dibantu dengan proses bioteknologi yaitu
dengan Rekombinan DNA dan dengan menggunakan Virus
vaccinia.
DAFTAR PUSTAKA
Andrijono. 2007. Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer
Kanker Serviks. Maj Kedokt Indon. Volum: 57, Nomor: 5,
10 Maret 2014
Pradipta, Bram dan Saleha Sungkar. 2007. Penggunaan
Vaksin Human Papilloma Virus dalam Pencegahan Kanker Serviks. aj
Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 11, 10 Maret 2014
Gondo, Harry Kurniawan. Vaksin Human Papiloma Virus (HPV)
untuk Pencegahan Kanker Serviks Uteri, 8 Maret 2014
Anonym. Bioteknologi [Online]. Tersedia:
https://wijablog.wordpress.com/bioteknologi/ (24
maret 2015, 19.31 WIB)