bioteknologi vaksin

22
MAKALAH VAKSIN HUMAN PAPILOMA VIRUS (HPV) UNTUK PENCEGAHAN KANKER SERVIKS UTERI Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur Mata kuliah Bioteknologi Dosen Pengampu: Ina Rosdiana Lesmanawati, Di Susun Oleh: Risma Yuhliawati 14121610745 TADRIS IPA BIOLOGI (C/V) FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

Transcript of bioteknologi vaksin

MAKALAH

VAKSIN HUMAN PAPILOMA VIRUS (HPV)

UNTUK PENCEGAHAN KANKER SERVIKS UTERI

Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur

Mata kuliah Bioteknologi

Dosen Pengampu: Ina Rosdiana Lesmanawati,

Di Susun Oleh:

Risma Yuhliawati

14121610745

TADRIS IPA BIOLOGI (C/V)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SYEKH NURJATI CIREBON

2014

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker serviks uteri merupakan kanker pada

perempuan yang menduduki urutan teratas di

Indonesia, sedangkan dinegara maju kejadian kanker

serviks mengalami penurunan. Perjalanan penyakit

kanker serviks sudah diketahui dengan baik. Infeksi

HPV (Human Papillomavirus) risiko tinggi merupakan

awal dari patogenesis kanker serviks. HPV risiko

tinggi merupakan karsinogen kanker serviks, dan awal

dari proses karsinogenesis kanker serviks uteri.

Proses karsinogenesis melalui tahap lesi prakanker

yang terdiri dari Neoplasia intraepitelial serviks

(NIS) I, II, dan III. Lesi prakanker NIS I sebagian

besar akan mengalami regresi, sebagian kecil yang

berlanjut menjadi NIS II, dan kemudian berlanjut

menjadi kanker invasif serviks uterus. Penemuan dan

pengobatan lesi prakanker akan mencegah terjadinya

kanker serviks. Penurunan kejadian kanker serviks di

Negara maju disebabkan karena pencegahan sekunder

kanker serviks berjalan dengan baik; meliputi

deteksi dini dengan pap smear yang dilanjutkan

dengan terapi lesi prakanker akan menurunkan

kejadian kanker serviks. Pencegahan primer kanker

serviks adalah upaya mencegah terjadinya infeksi

HPV risiko tinggi. Salah satu bagian dari pencegahan

primer adalah memberikan vaksin HPV, pemberian

vaksinasi HPV akan mengeliminasi infeksi HPV.

Tujuan tulisan ini adalah membahas pencegahan kanker

serviks uteri, terutama memperkenalkan pencegahan

primer dengan pemberian vaksin HPV risiko tinggi.

Penemuan vaksin ini merupakan salah satu terobosan

yang sangat besar dalam bidang ilmu kedokteran

khususnya bidang onkologi ginekologi. Diharapkan

pada tahun-tahun mendatang dengan semakin

disebarluaskannya informasi dan penggunaan vaksin

Human Papilloma Virus, angka kejadian kanker mulut

rahim dapat ditekan dan mungkin dieradikasi terutama

pada negara berkembang seperti negara kita ini.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud kanker serviks? Serta bagaimana

etiologi kanker serviks?

2. Apa yang dimaksud vaksin HPV?

3. Bagaimana pengembangan vaksin HPV?

4. Bagaimana Pembuatan Vaksin dengan Rekayasa

Genetika? Serta contoh vaksin HPV?

C. Tujuan

1. Menjelaskan tentang kanker serviks sertta

etiologi kanker serviks

2. Menjelaskan vaksin HPV

3. Menjelaskan pengembangan vaksin HPV

4. Menjelaskan pembuatan vaksin dengan rekayasa

genetka

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kanker Serviks

Kanker adalah suatu penyakit yang ditandai dengan

proliferasi sel-sel baru (neoplastic cells) yang

tidak normal, cepat, dan tidak terkendali. Kanker

leher rahim merupakan proses keganasan/kanker yang

berasal dari sel-sel leher rahim yang tidak normal

akibat pertumbuhan yang tidak terkendali.

B. Etiologi Kanker Serviks

Penyebab utama terjadinya kanker serviks adalah

karena virus HPV. HPV termasuk golongan pavovavirus

yang merupakan virus DNA yang dapat bersifat memicu

terjadinya perubahan genetik. HPV berbentuk

ikosahedral dengan ukuran 50-55 nm, 72 kapsomer, dan

2 protein kapsid. HPV merupakan suatu virus yang

bersifat “non enveloped” yang mengandung “double

stranded DNA”. Virus ini juga bersifat

epiteliotropik yang dominan menginfeksi kulit dan

selaput lendir dengan karakteristik proliferasi

epitel pada tempat infeksi. Infeksi virus HPV telah

dibuktikan menjadi penyebab lesi prekanker,

kondiloma akuminata, dan kanker. Meskipun HPV

menyerang wanita, virus ini juga mempunyai peran

dalam timbulnya kanker anus, vulva, vagina, penis,

dan beberapa kanker orofaring.

Virus ini menginfeksi membrana basalis pada

daerah metaplasia dan zona transformasi serviks.

Setelah menginfeksi sel epitel serviks sebagai upaya

untuk berkembang biak, virus ini akan meninggalkan

sekuensi genomnya pada sel inang. Genom HPV berupa

episomal (bentuk lingkaran dan tidak terintegrasi

dengan DNA inang) dijumpai pada Carcinoma Insitu

(CIN) dan berintegrasi dengan DNA inang pada kanker

invasif. Pada percobaan invitro HPV terbukti mampu

mengubah sel menjadi immortal.

Hasil pemeriksaan sekuensi DNA yang berbeda

hingga saat ini dikenal lebih dari 200 tipe HPV.

Kebanyakan infeksi HPV bersifat jinak. Tigapuluh

diantaranya ditularkan melalui hubungan seksual

dengan masing-masing kemampuan mengubah sel epital

serviks. Tipe risiko tinggi seperti tipe 16, 18, 31,

33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 69 dan

mungkin tipe yang lain berhubungan dengan displasia

sedang sampai karsinoma in situ. Tipe virus resiko

tinggi biasanya menimbulkan lesi rata dan tak

terlihat jika dibandingkan dengan tipe tipe resiko

rendah yang menimbulkan pertumbuhan seperti jengger

ayam pada tipe 6 dan 11 atau dikenal sebagai

kondiloma akuminata. Beberapa penelitian

mengemukakan bahwa lebih dari 90 % kanker serviks

disebabkan oleh HPV dan 70 % diantaranya disebabkan

oleh tipe 16 dan 18, Dari kedua tipe ini HPV 16

menyebabkan lebih dari 50 % kanker serviks. Apabila

seseorang yang sudah terkena infeksi HPV 16 memiliki

kemungkinan terkena kanker serviks sebesar 5 %.

Kanker serviks yang di sebabkan HPV umumnya berjenis

keganasan sel gepeng.

Zona peralihan pada kanker serviks merupakan

tempat utama dari infeksi HPV. Setelah terjadi

infeksi HPV virus akan menuju ke sel basal dari

epitel serviks dan mengadakan pembentukan di

sitoplasma sel basal serta mengekspresikan protein

virus E1, E2, E4, E5, E6, E7. Sel basal yang

terinfeksi ini berdiferensiasi dan melakukan migrasi

ke permukaan dan mulai mengekspresikan protein L1

dan L2. Pada sel-sel epitel yang terinfeksi HPV

tersebut, virus akan terintegrasi pada kromosom

penjamu dan mengekspresikan protein E6 dan E7 yang

akan mengikat protein p53 dan Rb.

Pada HPV yang menyebabkan keganasan, protein yang

berperan banyak adalah E6 dan E7. mekanisme utama

protein E6 dan E7 dari HPV dalam proses perkembangan

kanker serviks adalah melalui interaksi dengan

protein p53 dan retinoblastoma (Rb). Protein E6

mengikat p 53 yang merupakan suatu gen supresor

tumor sehingga sel kehilangan kemampuan untuk

mengadakan apoptosis. Sementara itu, E7 berikatan

dengan Rb yang juga merupakan suatu gen supresor

tumor sehingga sel kehilangan sistem control untuk

proses proliferasi sel itu sendiri. Protein E6 dan

E7 pada HPV jenis yang resiko tinggi mempunyai daya

ikat yang lebih besar terhadap p53 dan protein Rb,

jika dibandingkan dengan HPV yang tergolong resiko

rendah.

C. Vaksin Human Papilloma Virus (HPV)

Vaksin adalah suspensi mikroorganisme yang

dilemahkan atau dimatikan, yang diberikan untuk

mencegah, meringankan, atau mengobati penyakit-

penyakit menular. Imunitas dihasilkan dari produksi

antibodi seseorang atau sel T sebagai hasil infeksi

atau pajanan alami suatu antigen. Pada beberapa

kasus, suntikan ulangan diberikan untuk menstimulasi

ulang memori imun dan mempertahankan tingkat

perlindungan yang tinggi. Vaksinasi adalah

memasukkan vaksin kedalam tubuh dengan tujuan

menginduksi kekebalan.

Vaksin HPV adalah vaksin kedua di dunia yang

dapat mencegah terjadinya kanker. Sebelumnya,

terdapat vaksin hepatitis B untuk mencegah kanker

hati. Di Indonesia, vaksinasi HPV telah masuk

kedalam program imunisasi yang dianjurkan.

Vaksin kanker pada awal perkembangannya dimulai

dari lisan tumor sendiri, kemudian berkembang dengan

sasaran tumor associated antigen, yaitu molekul yang

diekspresikan oleh tumor dan tidak oleh sel normal.

Selanjutnya digunakan peptida atau DNA sebagai

antigen. Antigen DNA biasanya lemah dan untuk

memperkuat potensi imunogeniknya dilakukan dengan

berbagai rekayasa. Vaksin dibuat dengan teknologi

rekombinan, vaksin berisi VLP (virus like protein)

yang merupakan hasil cloning dari L1 (viral capsid

gene) yang mempunyai sifat imunogenik kuat. Dengan

diketahuinya infeksi HPV sebagai penyebab kanker

serviks, maka terbuka peluang untuk menciptakan

vaksin dalam upaya pencegahan kanker serviks. Dalam

hal ini dikembangkan 2 jenis vaksin:

1. Vaksin pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh

humoral agar dapat terlindung dari infeksi HPV.

2. Vaksin Pengobatan untuk menstimulasi kekebalan

tubuh seluler agar sel yang terinfeksi HPV dapat

dimusnahkan.

Respon imun yang benar pada infeksi HPV memiliki

karakteristik yang kuat, bersifat lokal dan selalu

dihubungkan dengan pengurangan lesi dan bersifat

melindungi terhadap infeksi HPV genotif yang sama .

Dalam hal ini, antibody humoral sangat berperan

besar dan antibodi ini adalah suatu virus

neutralising antibodi yang bisa mencegah infeksi HPV

dalam percobaan invitro maupun invivo. Kadar serum

neutralizing hanya setelah fase seroconversion dan

kemudian menurun. Kadar yang rendah ini berhubungan

dengan infeksi dari virus. HPV yang bersifat

intraepitelial dan tidak adanya fase keberadaan

virus di darah pada infeksi ini. Selanjutnya protein

L1 diekspresikan selama infeksi produktif dari virus

HPV dan partikel virus tersebut akan terkumpul pada

permukaan sel epitel tanpa ada proses kerusakan sel

dan proses radang dan tidak terdeteksi oleh antigen

presenting cell dan makropag. Oleh karena itu

partikel virus dan kapsidnya terdapat dalam kadar

yang rendah pada kelenjar limfe dan limpa, di mana

kedua organ tersebut adalah organ yang sangat

berperan dalam proses kekebalan tubuh. Meskipun

dalam kadar yang rendah, antibodi tersebut bersifat

protektif terhadap infeksi virus HPV, sehingga

dikembangkan suatu vaksin yang didasarkan pada

mekanisme kerja virus neuralising antibodi terhadap

protein kapsid yang bersifat mencegah terhadap

infeksi HPV.

Imunodominant neutralising epitopes terlokalisasi

pada protein kapsid L1, yang kemudian bergabung

menjadi suatu kapsid yang kosong atau virus like

particle yang secara bentuk dan antigenic sangat

identik dengan virion aslinya. Kemudian dengan

bantuan teknologi yang canggih, dikembangkan suatu

HPV L1 VLP subunit vaksin.

D. Pengembangan Vaksin HPV

Menurut Pradipta & Sungkar (2007), teknologi untuk

memproduksi vaksin

HPV adalah dengan rekombinan DNA. Terdapat 3 jenis

teknologi yang digunakan untuk memproduksi vaksin

HPV, yaitu:

a. Viral Like Particles Vaccines (VLP)

Vaksin dibentuk dengan protein virus, L1, yang

bertanggung jawab dalam membentuk kapsid virus.

Protein tersebut memiliki fungsi untuk membentuk

dirinya sendiri menjadi partikel yang menyerupai

virus. Partikel tersebut tidak mengandung DNA

virus sehingga tidak bersifat infeksius dan dapat

menghilangkan risiko seseorang terkena infeksi

dari vaksin itu sendiri. Partikel tersebut dapat

menstimulasi produksi antibodi yang dapat

mengikat dan menetralkan virus yang bersifat

infeksius. Saat ini penelitian mengenai

penambahan polipeptid nonstruktural dari protein

virus ke protein minor L1 dan L2 sedang dilakukan

dengan harapan dapat meningkatkan sifat proteksi

vaksin.

b. Recombinant Fusion Proteins and Peptides

Teknologi ini merupakan gabungan ekspresi

antigen dengan peptida sintetik yang dapat

berespons terhadap epitop imunogenik protein

virus. Pada binatang percobaan vaksin ini

memiliki kapasitas untuk menginduksi respons

antitumor. Vaksin ini diharapkan dapat memberikan

efek terapeutik terhadap subyek yang sudah

terinfeksi.

c. Live Recombinant Vectors.

Vaksin berasal dari virus hidup yang

direkombinan dengan virus vaccinia untuk

mengekspresikan gen HPV tipe 16 dan 18.

Pengembangan vaksin saat ini lebih

menitikberatkan pada penggunaan teknologi VLP dengan

tujuan utama melindungi manusia terhadap infeksi HPV

tipe 16 dan 18. Terdapat dua jenis vaksin yang telah

dipasarkan dan sudah melewati uji klinis yakni

vaksin bivalen (untuk HPV tipe 16 dan 18) dan vaksin

quadrivalen (untuk HPV tipe 6, 11, 16, dan 18).

Pemikiran terbaru adalah penambahan VLP dari HPV

tipe lain. Meskipun demikian, penambahan VLP pada

satu vaksin tunggal ditakutkan akan memberikan

persoalan teknis dalam produksi vaksin.

Pada tanggal 8 Juni 2006, FDA (The U.S. Food and

Drug Administration) telah mengesahkan vaksin HPV

dan sudah mendapat izin edar dari BPOM RI di

Indonesia.

Pada awalnya vaksin ditujukan bagi remaja

wanita ini, namun saat ini pemberian vaksin

diupayakan dapat diperluas untuk remaja pria

(Depkes RI). Pemberian vaksin HPV sebagai

pencegahan kutil kelamin pada pria telah disahkan

oleh FDA pada tanggal 16 Oktober 2009.

E. Pembuatan Vaksin dengan Rekayasa Genetika

Kebanyakan vaksin yang dikenal saat ini dapat

dikelompokkan ke dalam tiga grup yaitu vaksin hidup

yang dilemahkan, vaksin dimatikan (killed vaccine)

dan vaksin subunit. Pembuatan vaksin dengan cara

melemahkan organisme penyebab infeksi untuk

memperoleh strain yang virulerisinya sangat

berkurang, sudah diakui keampuhannya. Namun demikian

vaksin ini masih banyak kelemahannya, vaksin hidup

mempunyai potensi untuk berubah menjadi virulen,

sehingga dapat membahayakan pemakainya. Beberapa

virus mungkin sukar atau tidak dapat dilemahkan

sehingga menjadi kendala pembuatan vaksin ham.

Sebelum vaksin hidup digunakan sediaan vaksin yang

dimatikan telah digunakan sebagai vaksin. Inaktivasi

virus biasanya dengan merusak kemampuan replikasi

tetapi antigen yang berkaitan dengan penyebab

penyakit masih terpelihara sifat antigeniknya.

Vaksin yang diperoleh dengan inaktivasi ini juga

mempunyai beberapa masalah. Vaksinasi memerlukan

jumlah antigen lebih besar dan jumlah fragmen sel

(yang tidak bersifat antigenik) selain antigen juga

besar, sehingga jika ada substansi toksik dalam

fragmen tersebut akan dapat menimbulkan masalah

toksisitas. Untuk inaktivasi, organisme tersebut

memerlukan perlakuan relatif keras supaya inaktivasi

dapat sempurna; kondisi tersebut dapat merusak

antigen. Aplikasi vaksin ini juga biasanya lebih

rumit daripada vaksin hidup, karena harus diberikan

dengan injeksi, sedangkan vaksin hidup dapat

diberikan peroral atau intranasal. Selain itu

kekebalan yang diinduksi oleh vaksin yang dimatikan

biasanya berlangsung dalam waktu relatif singkat.

Kondisi penyimpanan kadang-kadang juga menjadi

masalah, misalnya pada foot & mouth disease. Vaksin

ini biasanya di-peroleh dengan menginaktivasi virus

yang dibiakkan dalam baby hamster kidney atau bovine

tongue epithelial cells. Vaksin ini efektif tetapi

perlu disimpan pada temperatur dingin, sehingga

kurang sesuai untuk negara tropis. Prinsip yang

penting pada pembuatan vaksin ialah metode

inaktivasi harus memusnahkan infektivitas organisme,

tetapi sifat antigeniknya harus tidak berubah. Untuk

mengurangi beberapa masalah yang terdapat pada kedua

cara pembuatan vaksin tersebut, kemudian

dikembangkan pembuatan vaksin subunit.

Cara ini hasilnya relatif kurang efektif dalam

memacu reaksi kekebalan. Dalam perkembangan

selanjutnya inovasi dalam bidang rekayasa genetika

diharapkan dapat menutup kekurangan yang telah ada.

Salah satu keuntungan dari kemajuan rekayasa

genetika adalah kemampuannya menganalisa gen secara

terperinci, sehingga memungkinkan melakukan cloning

atau substitusi gen yang tak diinginkan dengan gen

yang dikehendaki. Informasi ini sangat penting dalam

pengembangan vaksin sub unit, karena dengan demikian

dapat dilakukan cloning bagian DNA pengkode protein

antigenik sehingga antigen tersebut dapat di-

produksi oleh bakteri atau yeast dalam jumlah besar.

Cara ini sangat efektif untuk memproduksi vaksin

subunit dari ber-bagai agen infeksi. Vektor untuk

mengekspresikan antigen bisa bervariasi seperti E.

coli, yeast atau sel mamalia. Pendekatan pembuatan

vaksin subunit sedang dikembangkan oleh beberapa

perusahaan bioteknologi baik untuk vaksin manusia

maupun veteriner. Namun produksi vaksin subunit

menggunakan cara rekombinan masih mempunyai masalah

yang sama dengan produksi vaksin subunit

konvensionil yaitu vaksin ini kurang efektif dalam

menginduksi respon kekebalan host dibandingkan

dengan vaksin sel utuh (whole cells). Untuk menutupi

kekurangan ini telah dikembangkan cara baru

menghasilkan vaksin hidup whole cells menggunakan

virus vaccinia sebagai vektor. Inovasi bioteknologi

terutama rekombinan DNA telah membuka kemungkinan

baru untuk memproduksi vaksin hidup dengan mudah.

Untuk melakukan itu dibutuhkan organisme vektor yang

sesuai, dan virus vaccinia merupakan vektor yang

paling terkenal saat ini disamping cytomegalovirus

sebagai calon vektor potensiil. Virus vaccinia sudah

lama dikenal dan digunakan untuk vaksinasi smallpox.

Selama digunakan, sudah tak diragukan lagi

keefektifannya dan relatif aman, stabil, serta mudah

cara pem-beriannya. Virus vaccinia mempunyai

beberapa karakteristik yang khas sehingga terpilih

sebagai vektor untuk menghasilkan vaksin rekombinan

hidup. la merupakan virus DNA, manipulasi genetik

dapat dilakukan relatip mudah, ia mempunyai genome

yang dapat menerima banyak DNA asing, mudah di-

tumbuhkan dan dimurnikan serta mempunyai range host

yang lebar pada manusia dan hewan. Sifat virus

vaccinia memungkinkan dilakukan rekayasa genetika

dan mampu mengekspresikan informasi antigen asing

dari berbagai patogen. Bila vaksin hidup hasil

rekombinan ini digunakan untuk vaksinasi binatang

maka binatang tersebut akan memperlihatkan respon

imunologis terhadap antigen patogenik yang dimaksud.

Beberapa laporan percobaan telah memperlihatkan

vaksinasi binatang percobaan dengan virus rekombinan

berhasil melindungi binatang ini terhadap penyakit

yang berhubungan. Beberapa laporan telah

mengekspresikan berbagai penyakit, seperti herpes

simplex virus glycoprotein, influenza virus

hemagglutinin, hepatitis B virus surface antigen,

rabies virus glycoprotein, plasmodium know-lesi

sporozoite antigen dan sebagainya. Rekombinan ini

telah memperlihatkan reaksi kekebalan terhadap

patogen-patogen tersebut.

Prinsipnya dalam pembuatan vaksin ini yaitu

memasukkan gen pengkode antigen spesifik kedalam

virus vaccinia sehingga antigen ditimbulkan oleh

virus tersebut. Teknik ini memungkinkan pembuatan

vaksin hidup untuk berbagai penyakit virus, bakteri

dan parasit pada manusia & binatang. Selain itu

dengan cara ini dapat di-produksi vaksin hidup yang

dapat merangsang reaksi kekebalan dengan efektif

seperti halnya infeksi alami.

F. Contoh Vaksin HPV

1. Vaksin Bivalen

Vaksin bivalen adalah vaksin yang mengandung

protein L1 dari VLP HPV tipe 16 dan 18 yang

diekspresikan oleh rekombinan vektor baculovirus.

Tiap 0,5 ml vaksin mengandung 20 µg protein HPV

16 L1, 20 µg protein HPV 18 L1, 50 µg 3-O-

desacyl-4’-monophosphoryl lipid A, 0,5 mg

aluminium hydroxide, 4,4 mg NaCl, 0,624 mg

sodium dihydrogen phosphate dehydrate, residu

dari sel serangga, protein viral (<40 ng) dan

protein bakteri (<150 ng). Vaksin ini tidak

mengandung bahan pengawet dan harus disimpan pada

suhu 2°-8°C.

Vaksin bivalen diberikan pada wanita berusia

10-25 tahun. Vaksin ini diberikan secara

intramuskular pada daerah deltoid sebanyak 0,5 ml

dan diberikan 3 kali. Pemberian kedua dilakukan 1

bulan setelah pemberian pertama dan pemberian

ketiga dilakukan 6 bulan setelah pemberian yang

pertama.

Berdasarkan percobaan yang dilakukan Diana M

Harper, didapatkan bahwa vaksin bivalen sangat

efektif dalam menurunkan angka kejadian infeksi

HPV dan infeksi menetap HPV tipe 16 dan 18 pada

individu yang sudah mendapatkan vaksinasi HPV

lengkap. Efektivitas vaksin juga sangat tinggi

pada wanita yang tidak mendapatkan protokol

vaksin secara lengkap.

2. Vaksin Quadrivalen

Vaksin quadrivalen adalah vaksin yang

mengandung protein L1 dari VLP HPV tipe 6, 11,

16,dan 18 yang diekspresikan melalui suatu

rekombinan vektor Saccharomyces cerevisiae. Tiap

0,5 ml vaksin mengandung 20 µg protein HPV 6 LI,

40 µg protein HPV 11 L1, 40 µg protein HPV 16 L1,

dan 20 µg protein HPV 18 L1. Tiap 0,5 ml vaksin

mengandung 225 µg Amorphous Aluminium

Hidroxyphosphatase Sulfate, 9,56 mg NaCl, 0,78 mg

L-Histidine, 50 µg polysorbate 80, 35 µg

sodium borat, dan <7 µg protein ragi. Vaksin ini

tidak mengandung bahan pengawet atau antibiotika.

Vaksin ini seharusnya disimpan pada suhu 2°-8°C.

Vaksin quadrivalen diberikan pada wanita dan

pria yang berusia 9-26 tahun. Vaksin ini

diberikan secara intramuskular pada daerah

deltoid sebanyak 0,5 ml dan diberikan sebanyak 3

kali. Pemberian kedua dilakukan 2 bulan setelah

pemberian pertama dan pemberian ketiga dilakukan

6 bulan setelah pemberian yang pertama.

Efektivitas vaksin quadrivalen dalam mencegah

kanker leher rahim yang disebabkan oleh infeksi

HPV tipe 16 dan 18 adalah 96%-100%. Sementara

itu, efektivitas vaksin dalam mencegah kutil

kelamin yang disebabkan oleh infeksi HPV tipe 6

dan 11 adalah sekitar 90%.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kanker adalah suatu penyakit yang ditandai dengan

proliferasi sel-sel baru (neoplastic cells) yang

tidak normal, cepat, dan tidak terkendali. Penyebab

utama terjadinya kanker serviks adalah karena virus

HPV. Serta telah ditemukan cara untuk menangani

kanker servik yaitu salah satunya dengan pemberian

vaksin HPV. Vaksin adalah suspensi mikroorganisme

yang dilemahkan atau dimatikan, yang diberikan untuk

mencegah, meringankan, atau mengobati penyakit-

penyakit menular. Vaksin HPV adalah vaksin kedua di

dunia yang dapat mencegah terjadinya kanker.

Sebelumnya, terdapat vaksin hepatitis B untuk

mencegah kanker hati. Di Indonesia, vaksinasi HPV

telah masuk kedalam program imunisasi yang

dianjurkan.

Terdapat 3 jenis teknologi yang digunakan untuk

memproduksi vaksin HPV, yaitu: Viral Like Particles

Vaccines (VLP), Recombinant Fusion Proteins and

Peptides dan Live Recombinant Vectors.

Pembuatan vaksin dilakukan dengan bebeerapa cara

yaitu dengan pembuatan konvensional, yaitu

dikelompokkan ke dalam tiga grup yaitu vaksin hidup

yang dilemahkan, vaksin dimatikan (killed vaccine)

dan vaksin subunit. Serta Pembuatan vaksin kini

telah dibantu dengan proses bioteknologi yaitu

dengan Rekombinan DNA dan dengan menggunakan Virus

vaccinia.

DAFTAR PUSTAKA

Andrijono. 2007. Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer

Kanker Serviks. Maj Kedokt Indon. Volum: 57, Nomor: 5,

10 Maret 2014

Pradipta, Bram dan Saleha Sungkar. 2007. Penggunaan

Vaksin Human Papilloma Virus dalam Pencegahan Kanker Serviks. aj

Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 11, 10 Maret 2014

Gondo, Harry Kurniawan. Vaksin Human Papiloma Virus (HPV)

untuk Pencegahan Kanker Serviks Uteri, 8 Maret 2014

Anonym. Bioteknologi [Online]. Tersedia:

https://wijablog.wordpress.com/bioteknologi/ (24

maret 2015, 19.31 WIB)