belajar ppi

28
MAKALAH PERKEMBANGAN PEMIKIRAN ISLAM PERKEMBANGAN ILMU TAFSIR (Klasik-Kontemporer) DOSEN PENGAMPU : Asep Setiawan, S.Th.I, M.A. DISUSUN OLEH: ARIF FAKHRUDDIN ABU RIZAL FAKHRUDDIN PENDIDIKAN ULAMA TARJIH MUHAMMADIYAH PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Transcript of belajar ppi

MAKALAH PERKEMBANGAN PEMIKIRAN ISLAM

PERKEMBANGAN ILMU TAFSIR

(Klasik-Kontemporer)

DOSEN PENGAMPU : Asep Setiawan, S.Th.I, M.A.

DISUSUN OLEH:

ARIF FAKHRUDDIN

ABU RIZAL FAKHRUDDIN

PENDIDIKAN ULAMA TARJIH MUHAMMADIYAH

PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH

YOGYAKARTA

1 | P E R K E M B A N G A N I L M U T A F S I R ( K L A S I K -K O N T E M P O R E R )

2015

BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang MasalahAl-Qur’an adalah kitab yang diturunkan oleh

Allah yang harus dipalajari karena Al-Qur’anditurunkan sebagai tuntunan bagi umat Islam.Dinamisasi ilmu pada masa klasik telah membuktikansecara intelektualitas bahwa Al-Qur’an merupakansatu-satunya kitab suci yang tidak hanya menjadikompas dalam kehidupan religius tetapi dalamperkembangan sains, Al-Qur’an memiliki peran yangsangat besar.

Para intelek muslim saat itu telahmengembangkan kitab suci ini menjadi beragam macamilmu. Tetapi dalam pembahasan kali ini hanya akandibahas definisi, perkembangan ilmu tafsir Al-Qur’andari masa kemasa, ruang lingkup pembahasan, tujuan,hingga usaha segelintir manusia yang inginmerekontruksi bangunan ilmu tafsir yang telah baku.

Masalah bermula setelah kematian nabi MuhammadSAW sebagai utusan Allah sekaligus penunjuk jalanumat saaat itu. Karena tiada penunjuk jalan dikalagulita, tak ada tempat untuk bertanya, maka setelahbeliau wafat mengharuskan umat muslim untuk mandiridalam menggali makna-makna yang terkandung dantersimpan dalam Al-Qur’an untuk diaplikasikan dalamrealita kehidupan. Hal ini mendorong para ulamaklasik untuk merumuskan kaidah-kaidah tafsir yangakan memudahkan manusia yang hidup setelah mereka.

Dalam pembahasan ilmu tafsir tentunya tidaksemua ulama mendefinisikan hal yang sama satu sama

2 | P E R K E M B A N G A N I L M U T A F S I R ( K L A S I K -K O N T E M P O R E R )

lain. Karena hal ini bisa didasari oleh keadaangeografis, sosiologis, politik, dan banyak hal lain.Tetapi dengan perbedaan itu telah menjadikan umatmuslim klasik maupun kontemporer membuka mata lebar-lebar dalam mempelajari ilmu ini.

b. Batasan MasalahPermasalahan dalam ilmu tafsir, dinamika dan

pembahasannya sangatlah kompleks, maka dengan hanyatulisan singkat ini tidak akan menampung semua aspekpermasalahan yang ada. Melainkan pembahasan yangsangat mendasar, yang sering dilupakan, yang akandiutamakan dalam karya singkat ini.

Dalam litertur yang diketemukan hanyalahmembahas ahli-ahli lingkup internaasional. Sedangkanpara ahli di kalangan nasional masih menjadi tandaTanya besar dalam perkembangannya. Walaupunsebenarnya para ahli dalam kancah nasional memilikisumbangsih dalam dinamisasi ilmu tafsir, tetapimengingat keterbatasan intelektualitas dan referensimembuatnya menjadi misteri. Untuk lebihmengoptimalkan teks, maka berikut pembahasannya.

BAB IIPEMBAHASAN

Al-Qur’an adalah wahyu Tuhan dengan kebenaranmutlak yang menjadi sumber ajaran Islam. Al-Qur’anadalah kitab suci bagi umat Islam yang memberi petunjukkepada jalan yang benar. Ia berfungsi untuk memberikankesejahteraan dan kebahagiaan bagi manusia, baik secarapribadi maupun kelompok. Ia juga menjadi tempatpengaduan dan pencurahan hati bagi yang membacanya, danmemberikan manfaat dan dampak luar biasa bagi

3 | P E R K E M B A N G A N I L M U T A F S I R ( K L A S I K -K O N T E M P O R E R )

kehidupan manusia. Dalam kedudukannya sebagai kitabsuci dan mukjizat bagi kaum muslimin, Al-Qur’anmerupakan sumber keamanan, motivasi, dan inspirasi,sumber dari segala sumber hukum yang tidak pernahkering bagi yang mengimaninya. Al-Qur’an bagaikansinar matahari yang menyinari kepada seluruh makhlukciptaan Allah SWT ia akan menghangati semua makhlukyang terkena sinarnya dan ia tak akan pernah hilangsampai hari akhir nanti. Di dalamnya terdapat dokumenhistoris yang merekam kondisi sosiologi, ekonomi,religius, ideologis, politis, dan budaya dariperadaban umat manusia sampai abad ke VII masehi. Dania merupakan kitab yang dijamin keotentikannya olehAllah SWT dan ia adalah kitab yang selalu di pelihara.

ون� ظ� اف� ح ا له ل� ن� ر وإ� ك� ا إل�ذ ن ل� ز� ن� ن� ح ا ن� ن� إ�“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan SesungguhnyaKami benar-benar memeliharanya.”1

Jika demikian halnya, maka pemahaman terhadapayat-ayat Al-Qur’an melalui penafsiran-penafsiran,memiliki peranan sangat besar bagi maju atau mundurnyapradaban umat, menjamin istilah kunci untuk membukagudang simsimpani yang tertimbun dalam Al-Qur’an.2

Sebagai pedoman hidup untuk segala zaman, dandalam berbagai aspek kehidupan manusia, Al-Qur’anmerupakan kitab suci yang terbuka (open ended) untukdipahami, ditafsirkan dan dita’wilkan dalam perspektifmetode tafsir maupun perspektif dimensi-dimensikehidupan manusia. Dari sini muncullah ilmu-ilmu untukmengkaji Al-Qur’an dari berbagai aspeknya, termasuk didalamnya ilmu tafsir/’ulumul qur’an.

A. Definisi Ilmu Tafsir/’ulumul Qur’an

1 Q.S Al-Hijr : 92 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an,Bandung: Mizan, 1994, hal. 83.

4 | P E R K E M B A N G A N I L M U T A F S I R ( K L A S I K -K O N T E M P O R E R )

Para pakar ilmu tafsir banyak memberi pengertianbaik secara etimologi maupun terminologi terhadap termtafsir/’ulumul qur’an. Secara etimologi kata ‘ulumulqur’an berasal dari 2 kata yaitu ulum dan Al-Qur’an,kata “ulum” merupakan jamak dari kata “ilmu”. Ilmuyang dimaksud disini adalah sejumlah pembahasan yangdibatasai oleh sebuah tema. Sedangkan Al-Qur’an,sebagiamana para ulama mendefinisikan bahwa Al-Quranadalah kalam atau firman Allah yang diturunkan kepadaNabi Muhammad yang pembacaannya mengandung ibadah.3

Dengan demikian, secara etimologis ‘ulumul Qur’anadalah ilmu (pembahasan-pembahasan) yang berkaitandengan Al-Qur’an.

Sedangkan secara terminologi penulis akanmengungkapkan pendapat para pakar, diantaranya : Manna al-Qaththan menyebutkan dalam kitabnya

ث% ن� م�ن� ح�ي' ال�ق-رإ+ ه- ن�0 علق- حاث% إم�ت- ن�0 اول9 إلأ6 ن ت; ي' ي�' إل�علم إل�ذي' و Bن ه- إل�مكي' و إل�مذ ه و م�عرف ب0 Lت ن� و ري�- مع إل�ق-رإ+ ول و ج�0 اث0 إلنز ه- إس�ن0 م�عرفن� ال�ق-رإ+ ل�كW م�ما له ص�له- ن�0 ز ذ ن' لي غ ه إ� اب�0 ش% سوخ و إل�محكم و إل�مت- اس�خ و إل�مت إل�ن

“Ilmu yang meliputi beberapa ppembahasan yang berkaitan dengan Al-Qur’an, baik dari segi pengetahuan tentang sebab-sebab turun ayat,pengeumpulan Al-Qur’an dan penyusunannya, pengetahuan tentangmakki dan madani, nasakh dan mansukh, muhkan dan mutasyabih danlain sebagainya yang berhubungan dengan Al-Qur’an.”4

Menurut Muhammad ‘Abd al-Azhim az-Zarqani

3 Mudzakir AS, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2013, hal. 174 Manna Khalil al-Qaththan Mabahis fi ‘Ulum Al-Qur’an, hal 15

5 | P E R K E M B A N G A N I L M U T A F S I R ( K L A S I K -K O N T E M P O R E R )

ه9 و ب- 0fب ا معه و ك�ن- ه9 و ج�0 ب0 Lت زي�- وله و ن�- ز� ه- ن� اح�ب' م م�ن� ن� 'fكزي�ن� إل ال�ق-رإ+ علق- ن�0 ت- اح�ث% ب�; م�ن0Wك�ل حو ذ ه و ن� خ ع�ب ب0 ع إل�ش% ه و ذف� سوخ ه و م�ت اس�خ ه و ن� ار ع�ح0 زه و إ� سن' ف ه و ت�- -رإءب�- ق�

“Beberapa pembahasan yang berlaitan dengan Al-Qur’an al-Karim, baikdari segi turunnya, susunannya, pengumpulannya, penulisannya,qiraahnya, tafsirnya, kemukjizatannya, nasakh dan mansukhnya, danmenolak tuduhan-tuduhan terhadapnya dan lain-lain semacamnya.”5

Menurut Abu Syaibah

معه و ه9 و ج�0 ب0 Lت زي�- وله و ن�- ز� ث% ن� م م�ن� ح�ي' 'fكزي�ن� إل ال�ق-رإ+ علق- ن�0 ت- اح�ث% ب�; وم�ن0 ع�لم ذلي ه إ� اب�0 ش% ه و إل�محكم و إل�مت- سوخ ه و م�ت اس�خ ه و ن� ار ع�ح0 زه و إ� سن' ف ه و ت�- -رإءب�- ه و ق� ب- 0fب ا ك�ن-

إ إل�علم ي' ه�ذ ك�ر ف ذ� ي ن�- اح�ث% إل�ت- ل�كW م�ن� إل�من0 ز ذ ن' غ“Sebuah ilmu yang membahas banyak objek pembahasan yangberhubungan dengaaan Al-Qur’an mulai proses penurunan, urutan,penulisan, penulisan, kodefikasi, cara membaca, penafsiran, kemukjizatan,nasikh-mansukh, muhkam-mutasyabih, sampai pembahasan-pembahasanlain.”6

Menurut Muhammad Ali ash-Shabuni

ول و ز� ث% ن� ال�ذ م�ن� ح�ي' ذ إل�ح Lي اث0 إل�مح0 إ إل�كن- هذ علق- ب�0 ت- ي ب�; حاث% إل�ت- ن�0 إلأ6ه و ول و إل�مكي' م�ب اث0 إلنز س�ن0 ه- إ6 ن� و م�عرف 'Bي ذو ث09 و إل�ن- ي' -fمع و إلن-زب إل�ج0

5 Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an, Yogyakarta: ITQAN Publishing, 2013hal. 26 Rosihan Anwar, Ulum Al-Qur’an, Bandung: CV Pustaka Setia, 2013 hal. 13

6 | P E R K E M B A N G A N I L M U T A F S I R ( K L A S I K -K O N T E M P O R E R )

ل�كW م�ن� ز ذ ن' ه و غ اب�0 ش% سوخ و إل�محكم و إل�مت- اس�خ و إل�مت ه- إل�ن ي' و م�عرف Bن إل�مذه و ل�ها ص�له- ب�0 م إ6 ي' ن� إل�عظ� ال�ق-رإ+ علق- ن�0 ت- ي ب�; زه- إل�ت- ن' حاث% إل�كث% ن�0 إلأ6

“Pembahasan-pembahasan yang berhubungandengan kitab Al-Qur’anyang mulia baik dari segi turunnya, pengumpulannya, penyusunannya,pembukuannya, dan mengetahui sebab turunnya, pengetahuan tentangmakki dan madani, nasakh dan mansukh, muhkam dan mutasyabih danlain sebagainya dari pembahasan-pembahasan yang banyak yangberhubungan dengan Al-Qur’an yang agung atau yang mempunyaihubungan dengannya.”7

Melihat dari definisi yang dikemukakan oleh paraulama walaupun dengan redaksi agak sedikit berbedadefinisi diatas mempunyai maksud dan tujuan yang sama.Para ulama diatas telah sepakat bahwa ‘‘ulumul Qur’anadalah pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan Al-Qur’an. Jika dilihat dari segi makna bahasa saja, makasemua ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an itudisebut dengan ‘‘ulumul Qur’an. Tetapi dalamperkembangannya, sekalipun ilmu-ilmu itu berasal darikajian terhadap Al-Qur’an, tetapi seriring berjalannyawaktu ilmu itu menjadi berdiri sendiri maka ilmu itutidak di masukan kedalam ‘‘ulumul Qur’an. Misalnyaseperti ilmu nahwu dan sharf sekalipun pada awalnya iaberasal dari kajian terhadap Al-Qur’an tetapi denganberjalannya waktu ilmu tersebut berkembang sehinggamenjadi ilmu yang berdiri sendiri, maka ilmu nahwu dansharf tidak dimasukan kedalam ‘‘ulumul Qur’an.sebagaimana dengan akidah, memang pada dasaranya ilmuakidah itu bersumber dari Al-Qur’an tapi lama kelamaanilmu itu menjadi ilmu tersendir maka dengan demikianilmu akidah tidak termasuk ke dalam ‘‘ulumul Qur’an.

7 Muhammad Ali ash-Shabuni, At-Tibyan fi ‘Ulumil Qur’an, Beirut: Daarul Kutubal-Islamiyah, hal. 8

7 | P E R K E M B A N G A N I L M U T A F S I R ( K L A S I K -K O N T E M P O R E R )

Menurut Al-Zarqani istilah ‘‘ulumul Qur’anpertama kali dimunculkan oleh Al-Hufi pada abad V Hdengan membukukan sebuah kitab yang berjudul Al-Burhan fi‘Ulumil Qur’an yang terdiri dari 30 jilid.8 Tapi berbedadengan Al-Zarani ada yang berpendapat bahwa istilah‘‘ulumul Qur’an pertama kali muncul pada tahun VI H.Oleh Abu al-Farj bin al-Jauzi dengan menulis sebuahkitab yang berjudul Fununul Afnan fi ‘Aja’ibi ‘‘ulumul Qur’an.9

‘‘ulumul Qur’an merupakan bagian dari ilmusyari’at yang paling mulia dan paling tinggikedudukannya, karena pembahasannya berkaitan denganKalamullah yang merupakan sumber segala hikmah, sertapetunjuk dan pembeda dari yang haq dan bathil.‘‘ulumul Qur’an telah dikenal sejak zaman Rasulullahdan berkembang hingga zaman modern sekarang ini.Kebutuhan akan ‘‘ulumul Qur’an semakin mendesaklantaran untuk menyempurnakan keberagamaan dapatdiraih apabila sesuai dengan syari’at, sedangkankesesuaian dengan syari’at bannyak bergantung padapengetahuan terhadap Al-Qur’an, kitabullah.

Demikian ulasan mengenai definisi ‘ulumul qur’an.Hal ini menjadi penting untuk diketahui, karena padaperkembangan penafsiran akan tampak keragaman danperubahan pada kurun waktu tertentu. Dimana ulamamodern, tentu akan berbeda melihat penafsiran denganulama klasik. Karena masa, kondisi lingkungan akanmempengaruhi hasil tafsiran.

B. Ruang Lingkup Ilmu tafsir/ ‘ulumul Qur’anRuang lingkup ‘‘ulumul Qur’an adalah segala

pembahasan mengenai Al-Qur’an. Mula-mulanya iamembahas tentang pengertian Al-Qur’an baik secaraetimologis maupun terminologis, kemudian membahas

8 Mudzakir AS, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Bogor: Pustaka Litera Antarnusa,2013, hal. 79 Rosihan Anwar, Ulum Al-Qur’an, Bandung: CV Pustaka Setia, 2012, hal. 13

8 | P E R K E M B A N G A N I L M U T A F S I R ( K L A S I K -K O N T E M P O R E R )

tentang bagaimana turunnya Al-Qur’an dari Allah keLauh Mahfuzh, dari Lauh Mahfuzh ke Baitul Izzah, dandari Baitul Izzah kepada Nabi Muhammad SAW, danmngenai surat makkiyah ataupun madaniyah, serta ukuranukuran tentang pengelompokan surat makkiyah danmadaniyah. Dan juga tentang pembahasan mengenai ayatyang pertama turun dan ayat yang turun terakhir.

Para ulama juga membahas tentang masalahpengumpulan Al-Qur’an, penulisannya, dan hafalannya,mulai dri zaman Rosulullah SAW, zaman khalifah AbuBakar ash-Shidiq, zaman khalifah Umar bin Khatab,zaman khalifah Utsman bin Affan, zaman khalifah Alibin Abi Thalib dan yang lainnya. Para ulama jugamenyertakan mengenai pembahasan tuduhan-tuduhanterhadap Al-Qur’an dan jawaban terhadap tuduhan-tuduhan tersebut. Kemudian juga dibahas tentang ayatdan surat, berapa jumlah ayat dan surat-surat yangterdapat didalam Al-Qur’an, dan juga mengenai masalahpenamaan terhadap surat-surat didalam Al-Qur’an.

Selanjutnya para ulama juga membahas tentangasbab an-nuzul sebuah surat atau ayat yaitu ketika adasebuah peristiwa yang terjadi kemudian turunlah Al-Qur’an baik satu ayat maupun beberapa ayat, bahkansatu surat, ataupun ada sebuah pertanyaan yangdiajukan oleh para sahabat kepada Roslullah SAWkemudian turunlah Al-Qur’an. Ulama juga membahastentang turunnya Al-Qur’an dalam tujuh hurufsebagaimana yang disebutkan dalan hadits RasulullahSAW, apa yang dimaksud dengan tujuh huruf tersebut,dan sejalan dengan itu para ulama juga membahastentang masalah qiraah atau cara baca Al-Qur’an,qiraah mana yang bisa diterima dan mana yang ditolak.Dan juga terdapat pembahasan tentang persoalan sanad(rangkaian para periwayat), apakah riwayat itumutawatir atau tidak, mengenai apakah periwayatan ahadbisa diterima atau tidak.

9 | P E R K E M B A N G A N I L M U T A F S I R ( K L A S I K -K O N T E M P O R E R )

Selain itu juga terdapat pembahasan yang membahastentang nasikh mansukh didalam Al-Qur’an, apakah adanasikh mansukh didalamAl-Qur’an, para ulama berbedapendapat tentang permasalahan itu ada yang berpendapattidak ada nasikh mansukh didalam Al-Qur’an, sebagianlagi berpendapat bahwa terdapat nasikh mansukh didalamAl-Qur’an, bahkan ada juga yang sudah menentukan bahwaayat ini sudan dimansukh oleh ayat lain, ada juga yangberpendapat dengan mengambil jalan tengah, yaitumenerima tapi dengan selektif setelah mencobamenggabungkan ayat-ayat yang kelihatannya bertentangandengan menggunakan pendekatan takhsis mukhasis atauyang lainnya. Sebagaimana juga disebutka didalamdefinisi ‘‘ulumul Qur’an disana menyebutkan tentangmuhkam dan mutasyabih, apa yang dimaksud dengan muhkandan apa yang dimaksud dengan mutasyabih.

Selanjutnya juga dibahas tentang munasabahdidalam Al-Qur’an, yaitu hubungan antara ayat satudengan yang lainnya, baik itu ayat yang sebelumnyaataupun sesudahnya, hubungan antara satu surat dengansurat yang lainnya. Dan para ulama juga membahastentang kisah-kisah yang terdapat didalam Al-Qur’an,apakah kisah-kisah yang terdapat didalam Al-Qur’an itubersifat nyata atau bersifat fiktif. Kemukjizatan Al-Qur’an turut dibahas oleh para ulama dalam ‘‘ulumulQur’an baik itu dari aspek bahasanya, sejarah, ramalanmasa depan, dan aspek ilmu pengetahuannya. Dan yangterakhir juga dibahas tentang masalah tafsir.

C. Tujuan ‘‘ulumul Qur’anAdapun tujuan dari ‘‘ulumul Qur’an,10 adalah:

1. Agar dapat memahami kalam Allah ‘Aza Wajalla sejalandengan keterangan yang dikutip oleh para sahabat dan

10 Muhammad Ali ash-Shabuni, At-Tibyan fi ‘Ulumil Qur’an, Beirut: Daarul Kutub al-Islamiyah, hal. 8

10 | P E R K E M B A N G A N I L M U T A F S I R ( K L A S I K -K O N T E M P O R E R )

para tabi’in tentang interprestasi mereka terhadapAl-Qur’an.

2. Agar mengetahui cara dan gaya yang digunakan olehpara mufassir (ahli tafsir) dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan disertai penjelasan tentang tokoh-tokoh ahli tafsir yang ternama serta kelebihan-kelebihannya.

3. Mengetahui cara mufasir dalam penafsiran merekabeserta uslub-uslubnya

4. Agar mengetahui persyaratan-persyaratan dalammenafsirkan Al-Qur’an.

5. Mengetahui ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan dalammenafsirkan Al-Qur’an.

Hubungan ‘‘ulumul Qur’an dengan tafsir juga dapat dilihatdari beberapa hal yaitu:

a. Fungsi ‘‘ulumul Qur’an sebagai alat untukmenafsirkan, yaitu: 1) ‘ulumul Qur’an akan menentukan bagi seseorang

yang membuat syarah atau menafsirkan ayat-ayatAl-Qur’an secara tepat dapat dipertanggungjawabkan. Maka bagi mafassir ‘‘ulumul Qur’ansecara mutlak merupakan alat yang harus lebihdahulu dikuasai sebelum menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.

2) Dengan menguasai ‘‘ulumul Qur’an seseorang barubisa membuka dan menyelami apa yang terkandungdalam Al-Qur’an.

3) ‘‘ulumul Qur’an sebagai kunci pembuka dalammenafsirkan ayat Al-Qur’an sesuai dengan maksudapa yang terkandung di dalamnya dan mempunyaikedudukan sebagai ilmu pokok dalam menafsirkanAl-Qur’an.

b. Fungsi ‘‘ulumul Qur’an sebagai Standar atau UkuranTafsir Apabila dilihat dari segi ilmu, ‘‘ulumulQur’an sebagai standar atau ukuran tafsir Al-Qur’anartinya semakin tinggi dan mendalam ‘‘ulumul Qur’an

11 | P E R K E M B A N G A N I L M U T A F S I R ( K L A S I K -K O N T E M P O R E R )

dikuasai oleh seseorang mufassir maka tafsir yangdiberikan akan semakin mendekati kebenaran, makadengan ‘‘ulumul Qur’an akan dapat dibedakan tafsiryang shahih dan tafsir yang tidak shahih. Adabeberapa syarat dari ahli tafsir (mufassir) yaitu: 1) Akidahnya bersih.2) Tidak mengikuti hawa nafsu.3) Mufassir mengerti Ushul at-Tafsir.4) Pandai dalam ilmu riwayah dan dirayah hadits.5) Mufassir mengetahui dasar-dasar agama.6) Mufassir mengerti ushul fiqh.7) Mufassir menguasai bahasa Arab.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa ‘‘ulumulQur’an sangat penting dipelajari dalam rangka sebagaipijakan dasar dalam menafsirkan Al-Qur’an oleh paramufassir. Dapat dikatakan semakin dikuasainya ‘‘ulumulQur’an oleh mufassir maka semakin tinggilah kualitasijtihad tafsirnya.

D. Sejarah Perkembangan

Sebagai generasi yang menerima Al-Qur’an lebih dulutentulah Rasulullah dan para sahabatnya lebih mengetahuiseluk beluk Al-Qur’an, tafsiran Al-Qur’an, dan ilmu-ilmuuntuk memahammi Al-Qur’an. Tetapi pada saat itumembukukannya bukanlah suatu hal yang urgen karena nabimasih hidup, sehingga tidak ada dorongan untukmenyusunnya dalam sebuah disiplin ilmu yang terkodifikasidan tersusun dengan rapi seperti masa sekarang. Karenaulama yang hidup setelah mereka memliki inisiatif untukmenyusun ilmu-ilmu Al-Qur’an untuk melestarikan danmerapikan ilmu itu supaya tidak ada kepunahan ilmu.11

Para sahabat sangat antusias dalam menerima Al-Qur’an dari nabi SAW. Setiap nabi Muhammad menyampaikan11 Lihat Yunahar Ilyas, kuliah ulumul qur’an, hlm. 5.

12 | P E R K E M B A N G A N I L M U T A F S I R ( K L A S I K -K O N T E M P O R E R )

suatu ayat dari Al-Qur’an, mereka mempelajari danmenghafalnya, bahkan menurut mereka hal itu adalah sebuahkehormatan. Walaupun ‘ulumul qur’an pada saat itu belumdirumuskan tetapi aktifitas mereka dalam mempelajari danmenulisnya12 merupakan sebuah cikal bakal tersusunnya ilmu‘ulumul qur’an.

Sebelum membahas pekembangan tafsir dan ilmu tafsir,seyogyanya dibahas terlebih dahulu latar belakang danseluk beluk dikumpulkannya al-Qur’an dari yang mulanyalebih marak dihafal dalam hati (al hifdzu fi as Sudur) hinggasekarang dijaga dengan baris-baris mushaf (al Hifdzu fi asSutur).

Pengumpulan Qur’an terbagi menjadi tiga periode,pada masa Rasulullah, pada masa khalifah Abu Bakar ashShidiq dan masa kekhalifahan Utsman bin ‘Affan. Setiapperiode memiliki ciri khas tersendiri dalampengumplannya. Pada zaman nabi Muhammad SAW, caramemelihara al-Qur’an adalah dengan menghafalnya karenasejarah mencatat bahwa Nabi Muhammad adalah seorang yang‘ummiy yang tidakbisa membaca ataupun menulis. Setelahsuatu ayat dalam al-qur’an disampaikan kepada parasahabat, lantas mereka berlomba-lomba untuk menghafalnyasehingga sangat banyak sahabat yang hafal Al-Qur’an. Halini didasari karena (1) mereka telah terbiasa menghafal,yaitu menghafal sya’ir dan menghafal nasab, (2) merekasangat mencintai Al-Qur’an, (3) fasilitas tulis menulissangatlah terbatas.

12 Beberapa sahabat menulis dengan inisiatif sendiri dan sebagian lainatas perintah nabi Muhamad SAW. Sahabat yang dikenal penulis wahyu antara lain: Abu Bakar ash Shidiq (w.13 H), Umar bin Khattab (w. 23 H), Utsman bin Affan (w. 35 H), Ali bin Abi Thalib (w. 40 H), Mu’awiyah bin Abi Sufyan (w. 60 H), Zaid bin Tsabit (w. 45 H), Ubay bin Kaab (w.32 H), Khalid bin Walid (w. 23 H), dan Tsabit bin Qais radhiyallahu’anhum. Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an (Yogyakarta: ITQAN PUNLISHING, 2013) hlm. 6.

13 | P E R K E M B A N G A N I L M U T A F S I R ( K L A S I K -K O N T E M P O R E R )

Al-Qur’an dikumpulkan dalam satu mushaf pada masakekhalifahan Abu Bakar ash Shidiq atas inisiatif Umaryang disetujui oleh Abu Bakar dengan diskusi yang alot.Semula Abu Bakar menolak usulan umar ini karena takutmelakukan suatu bid’ah, lalu Umarpun berhasilmeyakinkannya sehingga keputusan untuk membukukan alQur’an pun ia tetapkan. Hal ini disebabkan banyaknya parapenghafal Al-Qur’an yang syahid ketika perang yamamah,dikisahkan saat itu para quraa’ yang syahid ada sekitar 70sahabat. dan tidak ada cara yang ampuh untuk menjaganyaselain membukukan Al-Qur’an. Melihat siapa sahabat yangpaling pantas mengemban tugas ini, maka Abu Bakar punmenunjuk Zaid bin Tsabit untuk mengerjakannya.

Sedangkan pada masa kekhalifahan Utsman bin Affandiadakan suatu program penyatuan Al-Qur’an dengan caramenulis kembali al-Qur’an dengan membentuk satu tim yangterdiri dari 4 orang. Zaid bin Tsabit sebagai ketuanyadan Abdullah ibn Zubair, Sa’id ibn ‘Ash, dan Abdurrahmanibn al-Harits ibn Hisyam sebagai anggota. Perintah utsmanyaitu menulis kembali suatu mushaf yang didalamnya bisamenampung perbedaan yang ada.13

Ketika ada perbedaan bacaan, Abu Bakarmengintruksikan mereka untuk menulisnya sesuai dengatlogat quraisy karena Al-Qur’an diturunkan kepada NabiMuhammad yang bersuku Quraisy. Setelah mushaf yang baruselesai, Utsman meminta untuk membakar mushaf Abu Bakardan menggunakan mushaf yang standar supaya tidak adaperbedaan dikalangan umat Islam. Lalu setelah program iniselesai Utsman mengembalikan mushaf Abu Bakar kepadaHafshah. Maka dengan pembukuan ini lahirlah salah satucabang ‘ulumul qur’an, yaitu ilmu rasmil Qur’an yang mencakuppenulisan dan penyusunan ayat dan surat dalam Al-Qur’an.

13 Karena pada saat itu terjadi perbedaan bacaan qur’an yang menjadikan banyak insiden antar umat Islam. Sebagian umat Islam mengklaim qiraatnya yang paling benar dan menganggap yang lain salah.

14 | P E R K E M B A N G A N I L M U T A F S I R ( K L A S I K -K O N T E M P O R E R )

Penafsiran Al-Qur’an sudah dimulai sejak masa NabiMuhammad dengan beliau yang menjadi subyek penafsir.Setiap turun ayat Al-Qur’an beliau menafsirkannya kepadapara sahabat, dan ketika para sahabat tidak mengetahuitafsiran suatu ayat, mereka lantas menanyakannya kepadaNabi Muhammad. Sebagaimana sebuah atsar yang diriwayatkanoleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud ketika surat al-An’am ayat 86 turun, “orang-orang yang beriman dan tidakmencampuradukkan iman mereka dengan kedhaliman”. Lantas banyaksahabat yang merasa resah dan gelisah kemudianmenanyakannya kepada Nabi Muhammad SAW: wahai Rasulullah,siapakah dari kami yang tidak mendhalimi diri sendiri?Lalu Nabi pun menjawab : tidakkah kalian mendengar apayang dikatakan oleh seorang hamba Allah yang shaleh“sesungguhnya kemusyrikan adalah benar-benar kedhaliman yang besar(Luqman:13). Jadi yang dimaksud kedhaliman dalam ayat iniadalah syirik14.

Setelah Nabi Muhammad wafat penafsiran Al-Qur’anditeruskan oleh para sahabat. ‘Ali bin Abi Thalib,‘Abdullah bin Abbas, ‘Abdullah bin Mas’ud, dan Ubay binKa’ab. Demikian selain ilmu rasmil Qur’an, ilmu tafsir Qur’anpun telah digeluti. Dalam penafsirannya tentulah merekamenyertakan nasikh atau mansukh, asbaabun nuzul, dan gharaibulQur’an, dan yang lainnya meskipun saat itu belum dirumuskanyang mana kelak semua itu termasuk cabang dari ilmu‘ulumul Qur’an itu sendiri.

E. Perkembangan Ilmu Tafsir

Pada masa sahabat dan tabi’in, penafsiran Al-Qur’anbelum tersusun secara sistematis dan masih berbentukriwayat-riwayat hadits nabi SAW, bahkan penafsirannyabelum mencapai seluruh ayat dalam Al-Qur’an. Pembahasan

14 Manna’ Khalil al-Qatan, Studi Ilmu-Ilmu qur’an (terjemah Mabahits fie UlumilQur’an), Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2013.

15 | P E R K E M B A N G A N I L M U T A F S I R ( K L A S I K -K O N T E M P O R E R )

tafsir hanya sekedar memahami ma’na lafal dan belum adapembahasan mendalam terkait dengan lafal yangditafsirkan. Akan tetapi perkembangan tafsir pada zamansetelahnya mengalami kemajuan dengan mulai dipisahkannyahadits-hadits yang menafsirkan Al-Qur’an menjadi kitabtafsir dengan penyusunan kitab yang tersendiri.

Adapun ulama yang memulai penyusunan kitab tafsiradalah Ibnu Majah, Ibnu Jarir ath Thabari (Jami’ al Bayan fiTafsiril Qur’an), Abu Bakar Ibnul Mundzir an Naisaburi (Tafsirul-Qur’an), Abu al-Laits Nashir ibn Muhammad as Samarqandi(Bahr al Ulum), Abu Ishaq ibn Ibrahim ats Tsa’labi (al Kasyafwal Bayan ‘an Tafsir), dan lain-lain. Mereka mengumpulkanriwayat-riwayat yang mentafsirkan Qur’an15 dalam kitabyang tersendiri lalu Riwayat yang mereka kumpulkan sudahmencakup keseluruhan ayat Al-Qur’an dan disusun sesuaidengan sistematika mushaf. Model penafsiran yangdicetuskan oleh ulama pendahulu ini yang disebut tafsir bi alma’tsur.16

Sementara itu, disamping sebagian para ulama menulistafsir, sebagian yang lain menulis beragam tema yangberkaitan dengan ilmu-ilmu Al-Qur’an. Dalam perkembanganawal mula ilmu tafsir, para ulama hanya membahas secaraparsial-parsial dengan tema yang bermacam-macam sepertinasikh mansukh, gharibul-qur’an, asbabun nuzul, munasabah dan lain-lain. Tetapi perkembangan selanjutnya dari hal yangterpisah ini disatukan menjadi ilmu universal yangmembahas ilmu tafsir secara menyeluruh dan mencakupaspek-aspek parsianya.

Pada abad ke 3 beberapa ulama seperti Ali ibn al-Madini menulis tentang (Asbab an Nuzul), Abu Ubaidah al-Qasim tentang (Nasikh Mansukh). Lalu pada abad ke 4 muncul

15 Baik dari nabi Muhammad, sahabat, maupun tabi’in.16 Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: ITQAN PUNLISHING,2013) hlm. 7 dengan mengutip kitab Husain adz Dzahabi, at-Tafsir walMufassirun.

16 | P E R K E M B A N G A N I L M U T A F S I R ( K L A S I K -K O N T E M P O R E R )

ulama seperti Abu Bakar as Sijistani menulis tentangGharib Al-Qur’an, Abu Bakar Muhammad ibn al-Qasim al-Anbaritentang Sab’atu Ahruf, dan ulama yang terkenal dengan al-Jaufi (‘Ali ibn Ibrahim ibn Sa’ad) menulis kitab al-Burhanfi ‘Ulum al Qur’an, terdiri dari 30 jilid tetapi yang lestarisampai sekarang hanya 15 jilid saja. Maka kitab inilahyang pertama kalinya membahas ilmu tafsir secara khusus.

Pada abad ke 5 muncullah ulama seperti ‘Ali ibnIbrahim ibn Said al-Hufi yang menulis tentang I’rab al Qur’an,Abu Amr ad Dani menulis tentang Qira’at al-Qur’an. Pada abad ke6 muncul Abu Qasim ibn Abdir Rahman as Subaili menulistentang Mubhamaat Al-Qur’an, Ibnul Jauzi menulis tentang ‘Ajaibal-Qur’an. Pada abad ke 7 penulisan ilmu-ilmu Al-Qur’ansemakin pesat perkembang, pada masa ini muncullahAlamudin as Sakhawi menulis tentang Ilmu Qiraat, Ibnu AbdisSalam menulis tentang Ilmu Majazil Qur’an dan beberapa ulamalain yang tidakbisa disebutkan secara kompleks.

Abad ke 8, disusunlah kitab yang membahas ‘ulumulqur’an secara kompleks dalam pembahasan yang menyeluruhsetelah beberapa abad hanya ada kitab yang membahas ‘ulumulqur’an secara parsial. Yaitu kitab al Burhan fi Ulum al Qur’an.Kitab ini ditulis oleh Al Imam Badr ad Dien Muhammad binAbdillah az Zarkasyi yang membahas 47 tema ‘ulumul qur’anmulai dari asbabun nuzul, munaasabatul ayat, makki dan madani, qiraatdan lain-lain sampai dengan adawaat.

Pada abad ke 9 muncul al Hafidz JalaluddinAbdurrahman as Suyuti yang menyelesaikan tulisannya (atTahrib fi Ulum al-Qur’an) pada tahun 872 H. didalamnya dibahas102 masalah mengenai ‘ulumul qur’an, akan tetapipembahasan ini dinilai kurang kompleks sehingga iamenulis kebali suatu karya yang membahas ‘ulumul qur’anlebih dalam dan sistematis dengan 80 tema pembahasan, dandisusun dalam empat jilid. Yaitu kitab al –Itqan fi Ulum al-Qur’an. Kitab ini dinilai oleh para ulama sebagai puncakkarya yang membahas ‘ulumul qur’an. Dengan meninggalnya

17 | P E R K E M B A N G A N I L M U T A F S I R ( K L A S I K -K O N T E M P O R E R )

as Suyuti sepertinya terputus pula perkembangan ‘ulumulqur’an selama beberapa abad mendatang.17

Barulah abad ke 14 sampai sekarang, pembahasan‘ulumul qur’an mulai merebak lagi dengan bukti adanyabeberapa ulama yang terdorong untuk menulis karya yangmembahas ‘ulumul qur’an. Beberapa diantaranya ialah:

Syeikh Thahir al-Jaza’iri menyusun kitab atTibyan fi ‘Ulum al –Qur’an yang diselesaikan padatahun1335.

Jamaluddin al-Qasimi menyusun Mahasin at Ta’wil. Muhammad Abdul ‘adzim az Zarqani menyusun

menyusun kitab Manahil al ‘Irfan fi ‘Ulum al-Qur’an (jilid2).

Sayyid Quthb menyusun kitab at Tashwir al Fanni fi al-Qur’an.

Pembahasan-pembahasan tersebut lalu dikenal dengan‘ulumul qur’an. Dan nama inilah yang menjadi sebutankhusus untuk ilmu-ilmu yang telah dibahas dengan berbagainama dan pembahasan tersebut.

F. Wacana Rekontruksi Ilmu Tafsir

Memasuki era modern ada sekelompok intelekmenganggap ilmu tafsir yang dahulu digunakan para ulamaklasik dalam menafsirkan Al-Qur’an harus direkontruksiulang. Karena metode tafsir klasik telah dianggap usangdan tidak relevan terhadap zaman modern ini. Laluminoritas orang ini mencari jalan, memutar otak, yangakhirnya menemukan jalan keluar dari masalah ini denganmenggunakan hermeneutika yang merupakan metode tafsirbible sebagai alat tafsir untuk Al-Qur’an.

17 Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: ITQAN PUNLISHING, 2013) hlm. 8 dengan mengutip kitab Az Zarqani, Manahil al ‘Irfan fi Ulum Al-Qur’an.

18 | P E R K E M B A N G A N I L M U T A F S I R ( K L A S I K -K O N T E M P O R E R )

Penggunaan hermeneutika sebagai muka baru metodetafsir telah menjadi sosok monster yang siapmengahancurkan keabsolutan Islam. Pemahaman falsafahhermeneutika ini telah menjadi buldoser peling efektifyang berada dibalik usaha sekulerisasi dan liberalisasiIslam dengan cara yang masif.18 Penerapan hermeneutikadigunakan para agen liberal untuk mengkooptasi danmenggusur nilai-nilai Islam yang tsawabit supaya sesuaidengan worldview barat yang sekuler untuk diaplikasikandalam kehidupan umat Islam.

Dalam perkembangannya hermeneutika telahmenyilaukan, membius dan menyulap para cendekiawan muslimlingkup internasional maupun regional. Baik paramahasiswa bahkan dosen di universitas-universitas negerimaupun swasta. Maka alangkah baiknya disini dibahasmengenai salah satu khutwah setan ini untuk membentengidiri dari penyesatan opini yang telah menidurkan banyakkawula muda akan bahaya sekulerisasi yang merupakanakibat dari penggunaan hermeneutika.

Pengertian etimologi hermeneutika diadopsi daribahasa yunani, “Hermeneuin”, yang berarti tafsir, penjelasanserta penerjemahan.19 Tetapi ada juga yang berpendapatkata hermeneutika berasal dari bahasa inggris,“hermeneutics” kata yang sebelumnya dipinjam dari bahasaYunani kuno,” Hermeneuticos”.20

Maka definisi hermeneutika secara terminologidiartikan dengan penafsiran teks secara umum denganmengutamakan aspek rasio untuk mentransmisikan maksudnyadan disesuaikan dengan kondisi kontemporer agar sampaipada pemahaman maksud teks.

18 Muqadimah Fahmi Salim, Kritik Terhadap Studi Al-Qur’an Kaum Liberal, Depok: Perspektif, 2010.19 Ibid, hlm. 51.20 Hafizh Abdur Rahman, Ulumul Qur’an Praktis, Bogor: CV Idea Pustaka Utama, 2004. Hlm. 217.

19 | P E R K E M B A N G A N I L M U T A F S I R ( K L A S I K -K O N T E M P O R E R )

Kata hermeneutik, sering diidentikan dengan dewaHermes dalam mitologi Yunani sebagai sosok dewa yangmempunyai tugas menafsirkan kalam Tuhan. Oleh karenanyahermeneutika dianggap sebagai media penafsiran kalam dewayang masih samar dalam satu sisi, dan sebagai penafsirteks-teks mitologi dalam pengertian lain. 21

Jika dipindahkan ke dalam ranah teologi, makadiketahui bahwa wahyu merupakan kalam Tuhan, dan bahasaketuhanan yang tidak jelas sangat membutuhkan penjelasantentang kehendak Tuhan agar sampai pada pemahaman maksudwahyu itu. Menurut Muhammad Arkoun, hermeneutika adalahmetode interpretasi epistemologis terhadap wahyu Allahdan Al-Qur’an. Tetapi menurutnya wahyu disini tidakterbatas. Ia pun mencoba menggunakan pendekatanlinguistik untuk membenarkan pendapatnya ini. LogikaArkoun yang tercemar pemikiran Paul Ricouer lalu memilahbeberapa tahap. Menurutnya, Al-Qur’an yang merupakankalamullah sebagai logos (pengetahuan) tidak terbatas.Namun ketika kalam itu ditransmisikan kepada utusanNyauntuk disampaikan kepada umatnya, itu hanyalah penggalandari kalamullah yang tidak terbatas.

Dari sini muncullah pemilahan wahyu verbal dan nonverbal.22 Dengan demikian Arkoun berkesimpulan wacanaqur’an telah direduksi dari semulanya sebagai PropheticDiscours menjadi Corpus Officiel Clos karena factor sosial danalasan politik, bukan karena kehendak Tuhan. Setelahmenjadi Corpus Officiel Clos, yang kini dibukukan dalam MushafUtsmani. Menurutnya, umat Islam saat ini cenderungmenggunakan Corpus Officiel Clos daripada wacana qur’an yangpertama (yang disampaikan Allah kepada nabi Muhammad).

21 Fahmi Salim, Kritik Terhadap Studi Al-Qur’an Kaum Liberal, depok: Perspektif, 2010, hal. 52.

22 Hafizh Abdur Rahman, Ulumul Qur’an Praktis, Bogor: CV Idea Pustaka Utama, 2004. Hlm. 220-221.

20 | P E R K E M B A N G A N I L M U T A F S I R ( K L A S I K -K O N T E M P O R E R )

Dengan episteme ini, keabsahan Al-Qur’an sebagaisumber otoritatif digugat. Melalui pendekatan sosio-historisia berpendapat bahwa Al-Qur’an merupakan subject to historicity,karenanya harus didekonstruksi sebagaimana pendapatJacques Derrida. hal senada juga diucapkan oleh FazlurRahman yang mengklaim Al-Qur’an adalah both the word of Godand the word of Muhammad, dan oleh Nashr Hamid Abu Zaiddikatakan Al-Qur’an hanyalah sebatas Muntaj Tsaqafi.23

Dampak dalam penggunaan hermeneutik sangatlahberbahaya, dimana penafsir akan merasa ragu terhadapkebenaran Islam yang absuolut. Kerap kali merekamenggunakan jargon-jargon populer seperti “agama adalahmutlak, pemikiran agama adalah relatif”, “akal manusiarelatif, hasil berpikirnya pun relatif” dan lain-lain.Sekilas jargon ini logis, tetapi efeknya akanmerelatifkan semua pemikiran manusia walaupun bersumberdari wahyu.24

Berikut contoh akademisi muslim yang beranggapankebenaran bersifat relatif.

Statemen dari Muhammad Amin Abdullah:

“Dengan sangat intensif hermeneutika berusaha membongkarkenyataan bahwa siapapun orangnya, kelompok apapunnamanya, kalau masih pada level manusia, pastilahterbatas, parsial-kontekstual pemahamannya, serta bisasaja keliru. Hal ini tentu berseberangan dengan keinginanegois hampir semua orang untuk selalu benar”.25

Dr. Ali Harb dalam komentar terhadap bukunya mengatakan:

23 Ibid, hlm. 221.24 Adian Husaini, Hegemoni Kristen Barat Dalam Studi Islam Perguruan Tinggi, Depok:Gema Insani, 2006, hal. 195.25 Ibid, mengutip pengantar M.Amin Abdullah untuk buku Hermeneutika Al-Qur’an:Tema-tema Kontroversial, karya Fahrudin Faiz, (Yogyakarta: elSAQ Press, 2005).

21 | P E R K E M B A N G A N I L M U T A F S I R ( K L A S I K -K O N T E M P O R E R )

“Tidak ada satupun school of tought yang berhak mengklaimdirinya sebagai satu-satunya kebenaran dan menafikankebenaran lainnya”.26

Abdul Mustaqim dalam bukunya mengeluarkan pernyataan:

“Dengan kata lain, pikiran mufassir yang bersifat relatiftidak akan mampu meng-cover seluruh pemikiran Tuhan yangbersifat mutlak. Karenanya, menganggap kemutlakan sebuahpenafsiran dapat dikatakan dosa (syirik intelektual)”.27

Jika saja pendekatan yang digunakan oleh AminAbdullah tersebut diterima, maka jelas akan membongkarilmu-ilmu agama. Dalam bidang tafsir misalnya, hasilpenafsiran dituangkan oleh mufassir dengan akalnya,apabila menurutnya kebenaran akal itu relatif, makajelaslah tafsiran para mufassir terdahulu akan dianggaprelatif, tidak qath’I, dan tidak pasti kebenarannya karenasemua bersifat dzanniy (relatif).28

Dalam kajian ushul fiqh tentu para ulama ushulmerumuskan qaidah fiqhiyyah menggunakan rasio sehat mereka.Tetapi apabila dikatakan pikiran manusia itu relatifkebenarannya, maka qaidah ushul maupun qaidah fiqh semuatertolak dan tidakbisa direalisasikan dalam kehidupanmodern. Karena menilik aspek kontekstual merekamerumuskannya ketika zaman klasik, ditanah Arab. Hasilnyaadalah kaidah-kaidah yang ada tidak relevan jikadiaplikasikan di Indonesia ketika zaman telah berubah.

Sangat menarik pula untuk mengkaji pemikiran NasrHamid Abu Zaid yang terkenal dengan ucapannya “Al-Qur’ansebagai produk budaya” (muntaj tsaqafi) untuk memperjelasdampak pengaplikasian konsep hermeneutika dalammenafsirkan Al-Qur’an. Kajian yang ia lakukan sebenarnya26 Ali Harb, Relativisme Kebenaran, Yogyakarta: IRCISoD, 2006.27 Abdul Mustaqim dalam pembukaan buku, Tafsir feminis Versus Tafsir Patriarki, Yogyakarta: Sabda Persada Yogyakarta, 2003.28 Adian Husaini, Hegemoni Kristen Barat Dalam Studi Islam Perguruan Tinggi, hlm. 196.

22 | P E R K E M B A N G A N I L M U T A F S I R ( K L A S I K -K O N T E M P O R E R )

hanya membajak tradisi Kristen dalam menafsirkan kitabsuci mereka. Yaitu dengan menggunakan kajian kritisbible, dalam kajian kritis terhadap bible, paraorientalis sebenarnya masih meragukan keotentikan Al-Qur’an sehingga teks yang ada harus direkontruksi ulang.

Hal ini bertolak belakang dengan tradisi umat Islamdalam menelaah Al-Qur’an. Dimana para mufassirin tidakpernah menanyakan keotentikan Al-Qur’an dan meyakinibahwa Al-Qur’an sebagai lafzhan wa ma’nan dari Allah. KarenaAl-Qur’an telah tercatat dengan baik sejak masa nabi.Bahkan pada masa itu para sahabat dilarang untuk menulis(apa yang ia ucapkan) selain Al-Qur’an karenadikhawatirkan akan tercampur satu dengan yang lain.29

Nampaknya para pemuka cendekiawan Kristen menjadiresah, mengapa telaah kritis terhadap bible sangat pesat,tetapi tidak berlaku untuk menelaah Al-Qur’an. Lalumuncullah dorongan kuat dikalangan orientalis-misionarisuntuk menempatkan posisi Al-Qur’an sama dengan posisibible. Sebagaimana yang diungkapkan oleh AlphonseMingana, pendeta Kristen asal Iraq dan guru besarUniversitas Birmingham Inggris:

“Sudah saatnya melakukan telaah kritis terhadap teksAl-Qur’an sebagaimana telah kita lakukan kepada kitabsuciahudi yang berbahasa Ibrani, dan kitab suci Kristen yangberbahasa Yunani.”30

Sehingga usaha merekapun berakhir manis, denganterpengaruhnya beberapa intelektual muslim yangmenggunakan metodologi penafsiran bible untukdiaplikasikan terhadap Al-Qur’an. Diantaranya adalah NasrHamid Abu Zaid, Muhammed Arkoun, dan lain-lain. Berikutpemaparan singkat tentang pemikiran Nasr Hamid Abu Zaid:

29 Adian Husaini, Wajah Peradaan Barat, Dari Hegemoni Kristen Ke Dominasi Sekular-Liberal, Depok: Gema Insani, 2005, hal. 304-307.30 Ibid, hal. 307.

23 | P E R K E M B A N G A N I L M U T A F S I R ( K L A S I K -K O N T E M P O R E R )

Fokus bahasan yang dilakukan olehnya berkutatseputar teks, ia mengatakan peradaban Islam adalahperadaban teks.31 Dalam bahasa lain, ia menganggap Al-Qur’an sebagai teks linguistik dan produk budaya yangbertolak belakang dari dan oleh batasan realita adalahtitik tolak pemberangkatan Nasr Hamid dalam melontarkanhistorisitas penakwilan arti dan hukum-hukum dalam Al-Qur’an.32 Makanya hasil tafsiran yang diintisarikan dariAl-Qur’an harus sesuai dengan realita suatu masa.

Metode kritik sastra yang ia terapkan merupakanbagian dari metode hermeneutika yang ia ketahui semenjakia berada di Universitas Pensylvania, Piladelphia padakurun tahun 1978-1980.33 Menurutnya teks Illahi telahberubah menjadi teks manusiawi karena bahasa Tuhan tidakbisa difahami dengan bahasa manusia, sehingga naskah yangawalnya berbentuk naskah ilahi berubah menjadi naskahmanusiawi.

Dalam kajiannya terhadap Al-Qur’an ia banyakmengambil teori-teori dari mu’tazilah dan metodehermeneutika. Sebagai seorang hermenet, maka ia mulaimengkaji teks tentang corak dan makna yang terkandungdidalamnya. Dengan hasil deduksi tentang teks maka akandiketahui kondisi pengarang teks tersebut. Apabila metodeini diaplikasikan atas bible, maka tidak menjadi suatuproblem. Tetapi jika Al-Qur’an menjadi objeknya, apa yangakan terjadi, sedangkan dalam Al-Qur’an tidak ada istilahpengarang Al-Qur’an.

Berangkat dari sini ia tampil cerdas denganmendistorsi sejarah, mengatas namakan Nabi Muhammadsebagai pengarang Al-Qur’an. Dalam buku yang ia tulis“Mafhum al-Nash” ia mengatakan bahwa Al-Qur’an diturunkan

31 Ibid, hal. 308.32 Fahmi Salim, Kritik Terhadap Studi Al-Qur’an kaum liberal, hal. 298.33 Adnin Armas, Metodologi Bibel Dalam Studi Al-Qur’an, Jakarta: Gema Insani Press, 2005, hal. 70.

24 | P E R K E M B A N G A N I L M U T A F S I R ( K L A S I K -K O N T E M P O R E R )

kepada Muhammad yang merupakan manusia. Ia sebagaipenerima dan penyampai adalah sebagai realitas dan bagiandalam masyarakat. Ia adalah buah dan produk darikomunitas masyarakat saat itu. Dengan demikian kata NasrHamid, membahas penerima pertama berarti tidakmenganggapnya sebagai penerima pasif. Membicarakannyaberarti membicarakan seorang manusia yang dalam dirinyaterdapat harapan-harapan dari komunitas yangbersangkutan. Intinya, Muhammad adalah sebagai bagiandari social-budaya, dan sejarah masyarakat.

Dengan definisi seperti ini, berarti ia telahmemposisikan nabi Muhammad sebagai pengaang wahyu.Artinya, biarpun risalah itu dari Tuhan, tetapi redaksilafazh berasal dari nabi Muhammad. Konsep Nashr Hamidyang menyatakan “Al-Qur’a sebagai spirit wahyu dariTuhan” sama persis dengan konsep bible, bahwa “The WholeBible is given by inspiration of god”. Pemahaman seperti ini akanberimbas pada persepsi orang terhadap Islam denganmenyebut Islam sebagai “Agama Muhammad”, dan hukum Islamdisebut “Muhammedan Law” dan pengikut Islam disebutsebagai “Muhammedan”.34

Memang posisi nabi Muhammad adalah sebagai penyampaiwahyu yang pasif, tetapi ia hanya berperan dalampenyampaian wahyu kepada umatnya, beliau tidaklahmenyampaikan Al-Qur’an kecuali apa yang telah diwahyukankepadanya. Hal ini terbukti karena beliau adalah seorangyang ‘ummiy dalam tulisan, dan ma’shum dalam perbuatannya.Al-Qur’an menyebutkan:

هوي ) إل� ن� ق- ع� ظ ن ا ب�' وحي)3وم� أ وحي' ي�' ل و إ� ن� ه� (4( إ�34 Adian Husaini, Wajah Peradaan Barat, Dari Hegemoni Kristen Ke Dominasi Sekular-Liberal, Depok: Gema Insani, 2005, hal. 309-310.

25 | P E R K E M B A N G A N I L M U T A F S I R ( K L A S I K -K O N T E M P O R E R )

“Dan tidaklah dia (Muhammad) menyampaikan perkataan atasdasar hawa nafsu, kecuali atas dasar wahyu yangdiwahyukan kepadanya.” (Q.S An-Najm 3-4)

Teks Al-Qur’an memang diturunkan dengan bahasa Arab,dan beberapa berbicara masalah budaya waktu itu. Tetapiapakah bisa Al-Qur’an dinilai sebagai kitab budaya?Padahal sebenarnya Al-Qur’an turun dengan membawa budayabaru. Budaya yang menentang budaya yang telah adasebelumnya (jahliyah) dengan mengusung prinsip dan polaperadaban baru. Istilah dalam Al-Qur’an meskipun datangdengan bahasa Arab, tetapi membawa makna baru yangberbeda dengan pemahaman orang Arab waktu itu.

Para pemikir diatas telah mencoba merekontruksibangunan ilmu tafsir yang telah kokoh sesuai denganrumusan para ulama klasik dengan menggunakan hermeneutiksebagai solusi. Tetapi pada tataran realita sebenarnyamereka telah melakukan dekontruksi dan pelucutan terhadapnilai-nilai Islam yang fundamental.

BAB IIIPENUTUP

26 | P E R K E M B A N G A N I L M U T A F S I R ( K L A S I K -K O N T E M P O R E R )

A. Kesimpulankata ‘ulumul qur’an berasal dari 2 kata yaitu ulum

dan Al-Qur’an, kata “ulum” merupakan jamak dari kata“ilmu”. Yang memiliki arti kefahaman. Dan Al-Qur’an yangdinisbatkan pada kitab suci umat Islam. Sedangkan secaraterminologi yang lebih menampung perbedaan adalahpendapat ‘Ali ash-Shabuni :

“Pembahasan-pembahasan yang berhubungandengan kitabAl-Qur’an yang mulia baik dari segi turunnya,pengumpulannya, penyusunannya, pembukuannya, danmengetahui sebab turunnya, pengetahuan tentang makki danmadani, nasakh dan mansukh, muhkam dan mutasyabih danlain sebagainya dari pembahasan-pembahasan yang banyakyang berhubungan dengan Al-Qur’an yang agung atau yangmempunyai hubungan dengannya.”35

Ruang lingkup dalam pembahasan ‘ulumul qur’ansangatlah banyak diantaranya nasakh dan mansukh, asbabunnuzul, gharibul qur’an dan lain-lain. Para ulama ada yangmembahas 80 hal dan ada yang lebih. Bahasan dalam ‘ulumulqur’an ini melingkupi semua bidang ilmu yang bertujuanmemudahkan penafsir untuk menafsirkan ayat.

Sejarah perkembangan ‘ulumul qur’an telah dimulaisejak zaman nabi. Tetapi pada masa awal-awal Islam ini,‘ulumul qur’an hanyalah berupa dasar-dasar teori saja.Karena para sahabat belum sepenuhnya membutuhkan untukdikodifikasi. Barulah pada zaman-zaman setelahnya ‘ulumulqur’an telah dirumuskan dalam suatu disiplin ilmutersendiri.

Dalam perkembangan zaman, para cendekiawan muslimdengan sangat kontroversi menganggap metode penafsiranklasik sebagai metode yang jadul, tidakbisa mengikutiperkembangan zaman yang kian modern. Maka dengan segalausaha, mereka mencoba memperkosakan metode bible untukdiaplikasikan dalam menafsirkan Al-Qur’an. Maka hasilnya

35 Muhammad Ali ash-Shabuni, At-Tibyan fi ‘Ulumil Qur’an, Beirut: Daarul Kutub al-Islamiyah, hal. 8

27 | P E R K E M B A N G A N I L M U T A F S I R ( K L A S I K -K O N T E M P O R E R )

adalah beberapa ayat mereka ta’wilkan sesuai rasiomanusia dengan dilandasi aspek kontekstual.

Secara nalar sederhana, memang pendapat merekasangat logis dan hasil pemikiran mereka telah merasuk kedalam cara berpikir para cendekiaawan muslim baikakademisi maupun khalayak ramai. Maka yang terjadi adalahmaraknya pemikiran-pemikiran liberal yang berujung padausaha sekulerisasi.