BAB IV Hasil Analisis Buku PAI

107
BAB IV HASIL PENELITIAN A. PROFIL DAN DESKRIPSI BUKU PAI UNTUK SMA KARYA SYAMSURI Sebagai data primer pada penelitian ini adalah buku berjudul Pendidikan Agama Islam Untuk SMA, terdiri dari tiga buku untuk tiga kelas yakni X, XI, dan XII. Buku ini dikembangkan dengan model penyajian yang didasari oleh konsep bahwa belajar agama Islam adalah bagian dari mempelajari life skill (kecakapan hidup) agar siswa dapat memecahkan persoalan hidup dan berperan sebagai agen pemberi solusi terkait dengan masalah-masalah keislaman. Materi yang dikembangkan berdasarkan standar isi 2006 dilengkapi alokasi waktu program pembelajaran semester satu dan dua yang dapat dimodifikasi sesuai situasi sekolah bersangkutan. Materi yang diberikan meliputi; 1) Al Qur’an, 2) Aqidah, 3) Akhlaq, 4) Fiqih, dan 5) Sejarah Kebudayaan Islam. Dalam penyajiannya buku ini juga 22

Transcript of BAB IV Hasil Analisis Buku PAI

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. PROFIL DAN DESKRIPSI BUKU PAI UNTUK SMA KARYA SYAMSURI

Sebagai data primer pada penelitian ini adalah buku

berjudul Pendidikan Agama Islam Untuk SMA, terdiri dari

tiga buku untuk tiga kelas yakni X, XI, dan XII. Buku ini

dikembangkan dengan model penyajian yang didasari oleh

konsep bahwa belajar agama Islam adalah bagian dari

mempelajari life skill (kecakapan hidup) agar siswa dapat

memecahkan persoalan hidup dan berperan sebagai agen

pemberi solusi terkait dengan masalah-masalah keislaman.

Materi yang dikembangkan berdasarkan standar isi 2006

dilengkapi alokasi waktu program pembelajaran semester

satu dan dua yang dapat dimodifikasi sesuai situasi

sekolah bersangkutan. Materi yang diberikan meliputi; 1)

Al Qur’an, 2) Aqidah, 3) Akhlaq, 4) Fiqih, dan 5) Sejarah

Kebudayaan Islam. Dalam penyajiannya buku ini juga

22

memberikan penekanan-penekanan pada aktifitas siswa

belajar mandiri dengan adanya fitur-fitur seperti:

a. Ingat! : berisi poin dari pembahasan materi untuk

memudahkan siswa memahami materi

b. Kegiatan Siswa : berisi kegiatan belajar untuk

dilakukan siswa secara mandiri

c. Coba Renungkan : berisi ajakan merenungkan suatu

topic pembahasan yang relevan dengan kehidupan diri

sendiri

d. Pojok Kisah : berisi kisah-kisah teladan atau

nasehat bijak yang layak dijadikan rujukan dalam

menimba pelajaran

e. Kamus Istilah : berisi penjelasan ringkas tentang

istilah-istilah yang sering dipakai dalam membahas

tema-tema keislaman

f. Internalisasi Budi Pekerti : suatu table khusus

untuk menguji pemahaman dan penginternalisasian

23

nilai-nilai islami yang relevan dengan bahasan

materi

g. Kaji Kasus : berisi latihan yang mengajak siswa

menganalisis permasalahan yang dihaadapi dalam

kehidupan sehari-hari dan memberikan rekomendasi

solusi

h. Peragaan : berisi simulasi praktik ibadah

1. Cirri-ciri Khusus Masing-masing buku PAI Karya

Syamsuri

a. Buku PAI untuk SMA kelas X

Terdiri atas 180 halaman dengan sampul dominan

berwarna hijau dan kuning dengan gambar semacam

burung dan garis-garis lengkung yang membentuk

seperti daun. Memuat sebanyak 12 tema yang dibagi

dalam dua semester masing-masing semester 6 materi.

Semester satu terdiri dari dua bab materi Al-Qur’an

dan masing-masing satu bab materi untuk satu sub

bab pelajran yang terintegrasi dengan mata

24

pelajaran Pendidikan Agama Islam yakni; Aqidah,

Akhlaq, Fiqih, dan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI).

Pada semester dua terdiri dari masing-masing satu

materi untuk sub pelajaran Aqidah, Akhlaq, Fiqih,

dan SKI dan dua materi untuk sub pelajaran Akhlaq.

b. Buku PAI untuk SMA kelas XI

Terdiri atas 200 halaman dengan sampul dominan

berwarna biru dan ungu dengan gambar semacam burung

dan garis-garis lengkung yang membentuk seperti

daun. Memuat sebanyak 13 tema yang dibagi dalam dua

semester masing-masing semester 6 materi. Semester

satu terdiri dari dua bab materi Al-Qur’an dan

masing-masing satu bab materi untuk sub pelajaran

yang terintegrasi dengan mata pelajaran Pendidikan

Agama Islam yakni; Aqidah, Akhlaq, Fiqih, dan

Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Pada semester dua

terdiri dari masing-masing satu materi untuk

25

Aqidah, AL-Qur’an, dan SKI dan dua materi untuk sub

pelajaran Akhlaq dan Fiqih.

c. Buku PAI untuk SMA kelas XII

Terdiri atas 181 halaman dengan sampul dominan

berwarna kuning dan jingga dengan gambar semacam

burung dan garis-garis lengkung yang membentuk

seperti daun. Memuat sebanyak 12 tema yang dibagi

dalam dua semester masing-masing semester 6 materi.

Semester satu terdiri dari dua bab materi Al-Qur’an

dan masing-masing satu bab materi untuk sub

pelajaranyang terintegrasi dengan mata pelajaran

Pendidikan Agama Islam yakni; Aqidah, Akhlaq,

Fiqih, dan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Pada

semester dua terdiri dari masing-masing satu materi

untuk Aqidah, Al-Qur’an, Fiqih, dan SKI. Dan dua

materi untuk sub pelajaran Akhlaq.

2. Bahan Pengajaran Buku Pendidikan Agama Islam untuk SMa

Karya Syamsuri

26

a. Buku untuk SMA kelas X

Terdiri dari 12 materi dengan uraian sebagai

berikut :

1) Semster I

a) Materi Al-Qur’an surah al-Baqarah, 2: 30, yang

membahas tentang peranan manusia sebagai

khalifah, al-Mu’minun, 23: 12-14; yang

membahas tentang kejadian manusia, az-Zariyat

51-56; tentang tugas manusia, dan an-Nahl 16:

78; mengenai kewajiban manusia untuk

bersyukur. Selain itu juga dibahas hokum

tajwid masing-masing surah agar siswa selain

diharapkan memahami dan memperhatikan

kandungan ayat surat-surat tersebut juga mampu

membacanya sesuai kaidah tajwid yang benar.

b) Materi Al-Qur’an surah al-Bayyinah, 98: 5 dan

surah al-An’am, 6: 162-163, keduanya membahas

27

tentang keikhlasan beribadah disertai hokum

tajwid yang terkandung.

c) Materi Aqidah dengan pembahasan mengenai Iman

kepada Allah SWT. Adapun sub pokok bahasannya

terdiri dari: Pengertian Iman Kepada Allah

SWT, Sifat-sifat Allah SWT dalam al-Asma’ul Husna,

Perilaku Orang beriman terhadfap 10 sifat

Allah dalam al-Asma’ul Husna.

d) Materi Akhlaq dengan judul berperilaku terpuji

ysng membahas tentang pengertian dan contoh

perilaku terpuji serta membiasakan diri

berperilaku terpuji.

e) Materi Fiqih yang membahas mengenai sumber-

sumber hokum Islam, dan pengertian Hukum

Taklifi, dan hokum Wad’i.

f) Materi SKI tentang sejarah dan strategi dakwah

Rasulullah SAW. periode Makkah

2) Semster II

28

a) Materi Al-Qur’an surat Ali-Imran, 3: 159 yang

menerangkan tentang musyawarah dan Asy-Syura,

42: 48 tentang anjuran untuk melaksanakan

musyawarah.

b) Materi Aqidah tentang Iman Kepada Malaikat

dengan sub bahasan pengertian dan tanda-tanda

beriman kepada malaikat, contoh-contoh

perilaku beriman kepada malaikat serta

penerapan beriman kepada malaikat dalam sikap

dan perilaku.

c) Materi Akhlaq dengan bahasan perilaku terpuji

mengenai adab berpakaian dan berhias, adab

dalam perjalanan dan adab bertamu dan menerima

tamu.

d) Materi Akhlaq dengan bahasan perilaku tercela

yakni hasud, Riya’, aniaya, dan diskriminasi.

e) Materi Fiqih tentang Zakat, Haji, dan Wakaf.

29

f) Materi SKI tentang keteladanan Rasulullah SAW

periode Madinah yang berisi sejarah dan

strategi dakwah Rasulullah ketika di Madinah.

b. Buku untuk SMA Kelas XI

Terdiri dari 13 materi dengan rincian sebagai

berikut:

1) Semster I

a) Materi Al-Qur’an surah al-Baqarah, 2: 148

tentang anjuran berlomba dalam kebaikan dan

suat Fatir: 32 mengenai adanya tiga kelompok

umat Islam, didalamnya juga disertai hukum-

hukum tajwid yang terkandung dalam kedua

surat.

b) Materi Al-Qur’an surah al-Isra’, 17: 26-27

tentang anjuan membantu kaum du’afa dan surat

al-Baqarah: 177 tentang menyantuni kaum

du’afa.

30

c) Materi Aqidah tentang Iman Kepada Rasul-rasul

Allah dengan pembahsan mengenai pengertian dan

tanda-tanda iman kepada Rasul-rasul Allah

serta contoh-contoh perilaku beriman kepada

Rasul-rasul Allah.

d) Materi Akhlaq tentang berperilaku terpuji yang

terdiri dari Tobat dan Raja’.

e) Mater Fiqih dengan bahasan hukum Islam

mengenai mu’amalah yang meliputi pengertian

mu’amalah, transaksi ekonomi dalam Islam dan

contoh-contohnya, penerapan transaksi ekonomu

dalam Islam, dan kerjasama ekonomi dalam

Islam.

f) Materi Ski tentang perkembangan Islam pada

abad pertengahan dengan sub bahsan; sekilas

tentang dunia Islam, perkembangan ajaran

Islam, perkembangan ilmu pengetahuan serta

31

perkembangan kebudayaan Islam pada abad

pertengahan.

2) Semester II

a) Materi Al-Qur’an surah ar-Rum, 30: 41-42 dan

surah al-A’raf, 7: 56-58 tentang larangan

berbuat kerusakan di bumi, dan surah Sad, 38:

27-28 tentang keburukan kaum yang berbuat

keburukan di bumui.

b) Materi Aqidah tentang Iman kepada Kitab-kitab

Allah dengan uraian pengertian iman kepada

Kitab-kitab Allah, sikap perilaku beriman

kepada Kitab-kitab Allah, dan hikmah beriman

kepada Kita-kitab Allah.

c) Materi Akhlaq terpuji dengan sub bahasan;

etika Islam dalam berkarya dan tujuannya,

maksud menghargai karya orang lain, sikap

menghargai karya orang lain, dan membiasakan

perilaku menghargai karya orang lain.

32

d) Materi Akhlaq tercela dengan bahasan;

pengertian dosa besar, contoh-contoh dosa

besar, dan menghindari perbuatan dosa besar.

e) Materi Fiqih tentang Perawatan Jenazah

meliputi; Takziah dan Ziarah Kubur, dan tata

cara dan etika perawatan jenazah dalam Islam.

f) Materi Fiqih tentang Khotbah, Tabligh dan

Dakwah dengan sub bahasan pengertian,

perbedaan dan ketentuan masing-masing dari

Khotbah, Tabligh dan Dakwah.

g) Materi SKI yaitu perkembangan Islam pada Masa

Modern dengan sub bahasan; sekilas tentang

dunia Islam pada masa modern, perkembangan

dunia Islan pada masa modern, perkembangan

ilmu pengetahuan pada masa modern,

perkembangan kebudayaan Islam pada masa

modern, dan hikmah mempelajari sejarah

perkembangan Islam pada masa pembaharuan.

33

c. Buku untuk SMA kelas XII

1) Semester I

a) Materi Al-Qur’an surah al-Kafirun, 109: 1-6

tentang tidak ada toleransi dalam hal keimanan

dan peribadahan. QS. Yunus, 10: 40-41 tentang

sikap terhadap orang yang berbeda pendapat dan

QS. al-Kahfi, 18: 29 tentang kebebasan

beragam.

b) Materi Al-Qur’an surah al-Mujadalah, 58: 11

tentang keunggulan orang beriman dan berilmu

dan QS. aj-Jumu’ah, 62: 9-10 tentang dorongan

agar rajin beribadah dan giat bekerja.

c) Materi Aqidah dengan pokok bahasan Iman Kepada

Hari Akhir yang dikelompokan menjadi tiga sub

bab yakni; hari kiamat sebagai hari pembalasan

hakiki, perilaku pencerminan keimanan terhadap

hari akhir, dan hikmah beriman kepada hari

akhir.

34

d) Materi Akhlaq dengan judul perilaku terpuji

yang terdiri dari adil, rida dan amal saleh.

e) Materi Fiqih tentang Munakahat dengan tiga sub

pokok bahasan yakni; ketentuan hokum

pernikahan dalam Islam, hikmah pernikahan, dan

perkawinan menurut Perundang-undangan di

Indonesia.

f) Materi terakhir di semester pertama adalah

Sejarah Kebudayaan Islam tentang perkembangan

Islam di Indonesia, yakni dengan tiga sub bab;

masuknya Islam di Indonesia, perkembangan

Islam di Indonesia, dan hikmah perkembangan

Islam di Indonesia.

2) Semester II

a) Materi Al-Qur’an surah Yunus, 10: 101 tentang

IPTEK dan QS. al-Baqarah, 2: 164 tentang

dorongan untuk mengembangkan IPTEK.

35

b) Materi Aqidah tentang Iman Kepada Qada dan

Qadar dengan subbab; pengertian Qada dan

Qadar, tanda-tanda keimanan kepada Qada dan

Qadar, dan hikmah beriman kepada Qada dan

Qadar.

c) Materi Akhlaq tentang perilaku terpuji yakni

mengenai persatuan dan kerukunan.

d) Materi Akhlaq tentag perilaku tercela tentang

Israf, Tabzir, Gibah, dan Fitnah.

e) Materi Fiqih tentang Mawaris yang dibagi menjadi

7 subbab; ketentuan mawaris, harta sebelum

diwaris, ahli waris, hijab, perhitungan waris,

perundang-undangan waris di Indonesia, dan

hikmah waris.

f) Materi Sejarah Kebudayaan Islam tentang

perkembangan Islam di Dunia yang meliputi;

Islam di benua Asia, Islam di benua Eropa,

36

Islam di benua Amerika, dan Hikmah pekembangan

Islam di Dunia.

B. HASIL ANALISIS BUKU TEKS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK

SMA; PERSPEKTIF KESETARAAN GENDER

Analisis buku ini dilakukan bab per bab dimulai

dari kelas X, kemudian XI, dan XII. Fokusnya seperti yang

telah dijelaskan adalah perspektif kesetaraan gender

dengan indikator yang telah dijelaskan dalam poin b, baik

itu dalam bentuk tulisan (dalil atau penjelasan) maupun

gambar. Teks ataupun gambar tersebut kemudian pada

akhirnya di justifikasi apakah memuat perspektif

kesetaraan atau justru bias, dan selanjutnya jika

ditemukan perspektif kesetaraan gender akan dianalisi

lebih lanjut bagaimana bentuknya dan sejauh mana

perspektif kesetaraan yang dirumuskan sesuai pendekatan

mencari makna kesetaraan yang telah penulis bahas dipoin

sebelumnya dan pada akhirnya dapat di hierarkikan kesetaraan

37

yang termuat dalam buku teks PAI pada SMA. Berikut adalah

analisisnya;

1. Analisis Isi Buku Teks PAI Perspektif Kesetaraan

Gender; Sebuah Ulasan

a) Analisis Isi Buku Teks PAI Kelas X Karya Syamsuri

1) Bab I

Bab ini membahas tentang asal usul kejadian manusia

dan tugasnya sebagai khalifah. Ayat yang dibahas dalam

bab ini ada 4 surah. Yang pertama adalah QS. al-Baqarah,

2: 30 mengenai kedudukan manusia di bumi adalah sebagai

khalifah. Tertulis didalamnya ada 3 isi kandungan surah

al-Baqarah tersebut;

1. Allah SWT memberitahukan kepada malaikat tentang

rencananya akan menciptakan Adam (manusia) yang

kedudukannya sebagai khalifah di bumi ini.

2. Para malaikat belum mengetahui secara pasti, apa

yang akan diperbuat manusia setelah rencana Allah

SWT terwujud. Para malaikat merasa khawatir,

38

bahkan umat manusi (keturunan Adam) nantinya akan

berbuat kerusakan di muka bumi ini dan berbunuh-

bunuhan antar sesamanya. Padahal mereka (para

malaikat) merupakan makhluk yang senantiasa

bertasbih, menyucikan Allah, menaati perintah-Nya

dan tidak mendurhakai-Nya. Karena itu mereka

mengajuka pertanyaan kepada Allah SWT sebagaimana

tercantum dalam ayat tersebut.

3. Ketidaktahuan para malaikat dan kekhawatiran para

malaikat menjadi hilang setelah mendapat

penjelasan dari Allah bahwa Allah lebih mengetahui

dari apa yang telah diketahui malaikat.1

Dari ketiga isi kandungan yang telah disebutkan

salah satunya isi kandungannya yakni nomor 1 ditampilkan

kembali pada fitur “Ingat”. Untuk menekankan bahwa

manusia (Adam) adalah sebagai khalifah di bumi. Dalam

ayat tersebut (QS. 2: 30) sesungguhnya tidak disebutkan

1 Syamsuri, pendidikan Agama Islman untuk SMA Kelas X, (Jakarta: Elangga, 2006), hlm. 4

39

bahwa Adam adalah khalifah. Tetapi memang dalam surah al-

Baqarah ayat 31-34 (ayat-ayat selanjutnya) yang

disebutkan secara eksplisit adalah bahwa Allah SWT

meninggikan Adam (manusia) dengan pengetahuannya yang

tidak dimiliki malaikat sehingga Allah memerintahkan

malaikat dan iblis untuk bersujud (baca: menghormati dan

memuliakan, karena jika diartikan sujud penghambaan akan

menyalahi risalah tauhid). Namun esensi sebenarnya dari

khalifah adalah manusia (yang pada saat itu diwakili

Adam) sebagai pengelola bumi yang akan didiami, sehingga

setiap manusia pada hakikinya adalah khalifah untuk

kelangsungan anak cucu Adam.

Kedua, adalah QS. al-Mu’minun, 23: 12-14 yang membahas

tentang asal dan proses kejadian manusia. Penyusun buku

berusaha menyakinkan secara alamiah bahwa asal kejadian

manusia adalah dari saripati tanah dengan pembuktian

secara ilmiah yaitu lewat metode abu bekas bakaran

diketahui bahwa unsur-unsur asli yang terdapat dalam diri

40

manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan sama dengan unsur-

unsur yang terdapat dalam tanah, yaitu oksigen (O),

Hidrogen (H), Zat belerang (S), Zat arang (C), Kalium

(K), Natrium (Na), Yodium (J), Asama rang (CO2), Air

(H2O), dan zat-zat lainnya yang berfungsi sebagai

pelengkap.

Selanjutnya dijelaskan tentang proses kejadian

manusia ketika masih berada dalam kandungan yakni dari

saripati tanah Allah menjadikannya nutfah (sperma) yang

kemudian ditumpahkan dalam qarar (rahim), lalu menjadi

alaqah (gumpalan darah) selanjutnya mudgah (segumpal

daging) kemudian Allah menjadikannya idzan (tulang atau

rangka), lalu rangka itu dibalut daging dan akhirnya

Allah menjadikannya sebagai bentuk lain yaitu manusia

yang telah berkepala, berbadan, bertangan dan berkaki.

Penjelasan atau tafsiran dari surat al-Mu’minun kali

ini tidak menunjukan keberpihakan penyusun pada salah

astu jenis kelamin, karena memang pada dasarnya ayat ini

41

adalah ayat yang melegitimasi kesetaraan laki-laki dan

perempuan berdasarkan asal kejadiannya, maka dapat

dikatakan penjelasan QS. al-Mu’minun ayat 12-14 adalah

dalil kesetaraan manusia hanya saja penyusun tidak

menjelaskan lebih tajam bahwa perempuan dan laki-laki

terbentuk dari unsur yang sama.

Ketiga, QS. az-Zariyat, 51: 56 tentang tugas manusia.

Dijelaskan bahwa isi kandungan dari QS. az-Zariyat, 51:

56 adalah tentang bahwa maksud atau tujuan diciptakannya

jin dan manusia agar beribadah kepada-Nya. Penyusun

memberikan pengertian secara bahasa bahwa kata ibadah

berarti: taat, patuh, tunduk, dan menurut. Allah

menciptakan jin dan manusia agar beribadah kepada-Nya,

maksudnya adalah agar menaati semua perintah dan menjahui

larangan. Dalam menjelaskan ayai ini diselingi dengan

kisah tentang tragedy pembunuhan terhadap Habil anak Nabi

Adam. Dikisahkan bahwa berdasarkan petunjuk Allah SWT

kedua anak Nabi Adam tidak menikah dengan saudara

42

kembarnya. Pada akhirnya Qabil dinikahkan dengan saudara

kembar Habil yaitu Labuda, dan Habil akan dinikahkan

dengan saudara Qabil yaitu Iqlima. Qabil menolak

keputudan tersebut, dia hanya mau menikah dengan Iqlima

yang jauh lebih cantik dari Labuda. Pada akhirnya Qabil

tetap tidak mau menunaikan perintah Allah SWT dan malah

membunuh Habil dengan sebuah batu.

Pada penjelasan ayat dengan kisah ini harusnya

memiliki potensi besar untuk di-explore lebih lanjut bahwa

manusia baik laki-laki maupun perempuan berpotensi

melakukan kesalahan, pada kasus ini adalah Qabil yang

tidak mampu mengendalikan hawa nafsu bukan karena salah

Iqlima yang berwajah cantik. Meskipun secara rasional dia

hanya berusaha mempertanyakan keadilan Tuhan tentang

keharusan dia menikah dengan seorang yang menurutnya

tidak berwajah cantik. Tapi dalam kasus ini penting

diingat bahwa akal haruslah tunduk pada wahyu, dan

jawaban dari ketidaksetujuan Qabil akan keputusan Tuhan

43

baru diketahui kemudian dimana secara medis menikah

dengan saudara kandung/dekat dapat mempengaruhi

perkembangan anak secara genetis yang cenderung tidak

normal seperti kecatatan. Namun juga penting untuk

diingat, yang sering terjadi jika da kasus pembunuhan

atau bahkan pemerkosaan justru sang permpuan yang

disalahkan. Meskipun tergolong aman dari bias tapi

penyusun seharusnya bisa lebih menekankan kesamaan

potensi ketaatan ataupun ketidakpatuhan manusia.

Keempat, adalah penjelasan tentang kewajiban bersyukur

bagi manusia lewat surah an-Nahl, 16: 78. Pencantuman

ayat ini berkaitan dengan bahwa Allah SWT telah

mengeluarkan setiap manusia dari perut ibunya dalam

keadaan tidak berilmu pengetahuan. Kemudian Allah SWT

memberikan karunia berupa pendengaran, penglihatan, akal,

hati, dan kalbu sebagai bekal dan alat untuk meraih ilmu

pengetahuan. Pada penjelasan ini tujuan penyusun adalah

Allah sebagai Sang Pencipta mampu menjadikan segalanya

44

sebagai pelengkap ayat yang terdahulu telah dibahas

mengenai tugas penghambaan manusia kepada Allah SWT dan

pencantuman ayat ini dimaksudkan hanya untuk mendukung

hal tersebut sehingga penjelasan isi dari yang tertulis

dalam buku ini adalah tidak mengandung bias tapi sekali

lagi penyusun tidak meng-expore lebih detail bahwa laki-

laki dan perempuan sama berpotensi sama menerima karunia

panca indra, akal dan kalbu untuk menjalani kehidupan

sehingga posisi mereka adalah setara.

2) Bab II

Bab ini kembali mengetengkan ayat-ayat al-qur’an

mengenai kewajiban beribadah bagi makhluk kepada sang

Khaliq yakni QS. al-An’am 162-163, namun kali ini dengan

penanaman nilai yakni keikhlasan dalam menjalankan

ibadah, karena ikhlas berarti tidak ada keterpaksaan dan

ibadah itu bukan karena mengharap balasan meskipun Allah

SWT menjanjikannya. Yang menarik dai bab ini adalah pada

penjelasan kesimpulan kandungan ayat ini digunakannya

45

kata “muslim/muslimah” bagi setiap konsekuensi ibadah

yang ditentukan Allah. Kesimpulan dari ayat ini dijadikan

3 poin yakni; 1) seruan Allah SWT kepada setiap individu

untuk berkeyakinan bahwa salatnya, hidupnya, dan matinya

adalah semata-mata untuk Allah SWT, 2) Allah SWT adalah

Tuhan Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya dan Pencipta,

pemelihara, serta pengatur Alam semesta berikut segala

isinya, 3) seruan Allah SWT kepada setiap individu manusi

untuk berlaku ikhlas dalam berkeyakinan, beribadah, dan

beramal, serta menjadi orang pertama dalam kaumnya yang

berserah diri kepada-Nya.2

Berdasarkan kesimpulan itu penyusun buku menetapkan

indicator perilaku mengamalkan surah al-An’am 162-163

dengan kembali menggunakan kata “musli/muslimah” sebagai

berikut:

Muslim/muslimah yang memahami dan mengamalkankandungan surah al-An’am, 6: 162-163 tentu akanbersikap serta berperilaku sebagai berikut:

2 Syamsuri, Pendidikan Agama Islam untuk SMA Kelas X, Jakarta: Erlangga, 2006, hal. 21

46

1. Menyerahkan hidup dan matinya kepada Allah SWT,selama hayat dikandung badan ia akan menghambakandiri kepada Allah SWT, dengan jalan menaatinsegala peintah-Nya dan meninggalkan kepadalarangan-Nya.

2. Memelihara diri dari bersikap dan berperilakusyirik, yakni dari menyekutukan Allah SWTseperti; meminta pertolongan kepada arwah orangmati, memuja senjata dan ajimat, serta menyembahsesame makhluk menganggapnya dapat memberikanmudharat dan manfaat dalam berbagai urusan. Iatidak akan bersikap dan beperilaku syirik karenamenyadari bahwa syirik merupakan dosa besar yangpaling berat sehingga pelakunya tidak akanmemperoleh ampunan Allah SWT, apabila sebelummeninggal dunia ia tidak akan betaubat dengantaubat yang sesungguh-sungguhnya. (lihat QS. an-Nisa, 4: 48)

3. Melandasi ibadah salatnya dan semua ibadahlainnya dengan niat ikhlas untuk memperoleh ridhaAllah SWT semata, dan sama sekali tidak adamaksud untuk memperoleh sanjungan orang lain ataukeuntungan dunia. Ia menyadari bahwa ibadah yangtidak dilakukan dengan ikhlas karena Allah SWTtentu tidak akan diterima-Nya.3

Selain dalam penjelasan QS. al-An’am 162-163, kata

“muslim/muslimah” juga disertakan dalam penjelasanQS. al-

3 Ibid. hal. 21

47

Bayyinah, 98: 5 yang juga menerangkan tentang keikhlasan

beribadah dengan redaksi sebagai beikut:

“muslim/muslimah” yang melandasi pengalaman setiap ajaran

agamanya dengan niat ikhlas karena Allah SWT dan untuk

memperoleh rida-Nya disebut mukhlis, kata jamaknya

mukhlisuun/mukhlisiin.4

Pada intinya, pada bab II ini tema yang disampaikan

tidak controversial dan memihak salah satu jenis kelamin,

karena keikhlasan beribadah mutlak kewajiban setiap hamba

baik perempuan maupun laki-laki. Selanjutnya penyusun

buku berusaha memasukan nilai yang bisa dianggap sebagai

nilai kesetaraan gender dengan menggunakan kata

“muslim/muslimah” untuk setiap konsekuensinya perintah

dan larangan Allah SWT, anjuran, atau sikap-sikap yang

seyogyanya dilakukan oleh setiap umat Islam. Padahal

dalam kaidah bahasa Arab jika orang yang diajak bicara

adalah campuran antara laki-laki dan perempuan maka kata

ganti (dlamir) yang digunakan adalah dalam bentuk mudzakar.4 Ibid. hal. 23

48

Kemungkinannya adalah penyusun mengikuti kebiasaan yang

berlaku dalam Bahasa Indonesia yang cenderung menyebutkan

siapa saja audience yang dihadapi ketika berbicara. Seperti

ketika seseorang sedang berpidato maka dalam kalimat

pengantarnya ia akan mengatakan “bapak-bapak dan ibu-ibu

yang saya hormati”, sehingga dalam penjelasan materinya

penyusun buku menggunakan kedua kata “muslim/muslimah”

untuk mengganti penggunaan kata “umat Islam” yang berarti

keseluruhan baik laki-laki atau perempuan yang sehausnya

justru lebih universal dipakai dan lebih mudah diterima

banyak orang, tetapi penyusun buku tidak menggunakan itu

sehingga dapat diasumsikan memang penggunaan kata

“muslim/muslimah” memang mengandung unsure relasi gender

didalamnya, dan penyusun berusaha konsisten dari satu bab

ke bab lainnya untuk 3 buku PAI tingkat SMA yang

disusunnya. Hanya saja usaha penyusun untuk menyebutkan

obyek manusia dalam dua bentuk yakni mudzakar dan

muannats peneliti nilai kurang maksimal karena masih ada

49

kata yang tetap disebutkan dalam bentuk mudzakar saja

seperti mukhlis yang tidak disertai kata mukhlisah, padahal

kalimatnya dibuka dengan kata muslim/muslimah, yakni:

“muslim/muslimah yang melandasi pengalaman setiap ajaran agamanya

disertai dengan ikhlas karena Allah SWT dan untuk memperoleh ridha-Nya

disebut mukhlis, kata jamaknya mukhlisuun/mukhlisiin.”5

3) Bab III

Bab ini membahas tentang iman terhadap Allah SWT yang

kita tahu esensinya adalah tauhid yakni mengesakan Allah

SWT sebagai sang Khaliq, dengan demikian seharusnya materi

ini sangat jauh dari diskriminasi gender karena meng-esa-

kan Tuhan sama artinya menghambakan diri tanpa syarta dan

tanpa tandingan yang berlaku mutlak bagi umat manusia

baik berjenis kelamin perempuan ataupun laki-laki.

Penjelasan mengenai iman kepada Allah SWT disampaikan

penyusun dengan menggunakan sepuluh asma’ al husna yakni

nama-nama baik yang yang disematkan untuk Allah SWT.

4) Bab IV 5 Ibid. hal. 23

50

Bab ini diberi judul “Berperilaku Terpuji” dengan

materi pokok Husnuzhan yang diurai menjadi banyak

perilaku. Dijelaskan didalamnya bahwa husnuzhan dapat

diterapkan kepada Allah SWT, diri sendiri dan sesame

manusia. Perilaku-perilaku dari husnuzhan terhadap Allah

SWT disebutkan adalah syukur, sabar, adapun husnuzhan

terhadap diri sendiri disebutkan dengan percaya diri

gigih. Sedangkan husnuzhan terhadap sesame manusia dibagi

menjadi dua yaitu dalam kehidupan keluarga, kehidupan

bertetangga, dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara.

Dalam bab ini terlihat upaya penyusun menjaga

konsistensinya dengan kata “muslim/muslimah” dalam

penjelasan, latihan maupun internalisasi budi pekerti.

Sayangnya dalam penjelasan masih ditemukan beberapa bias

diantaranya:

1. Dalam gambar yang ditampilkan 4. 1 ditampilkan

gambar seorang laki-laki yang sedang berzikir

51

sebagai manivestasi syukurnya. Sebaiknya

disertakan juga gambar perempuan karena perilaku

yang dijelaskan toh tidak hanya satu. Meskipun

tidak secara langsung mempengaruhi persepsi

relasi gender tapi perlu diingat bahwa penjelasan

yang disertai gambar akan lebih mudah diingat dan

membekas di pikiran siswa/siswi sehingga

penyertaan satu gambar laki-laki yang menampakan

spiritualnya bisa mengakibatkab munculnya

hierarki spriritualitas bagi perempuan yang

sejatinya memang telah menjadi epidemic didunia

ini. Sebaiknya gambar yang ditampilkan adalah

seperti gambar 4. 2 masih dalam bab yang sama

yang menggambarkan suasana lomba khitobah yang

diikuti dan dihadiri oleh siswa dan siswi sebuah

sekolah.

2. Selain gambar juga terdapat bias yang lain yakni

lewat penjelasan dalam perilaku husnuzhan dalam

52

berkeluarga yakni dengan pemetaan tugas ayah dan

ibi dalam berkeluarga. Dikatakan bahwa “agar tujuan

luhur tersebut dapat terwujud, maka suami sebagai kepala

keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga, pendamping suami,

hendaknya saling berprasangka baik tidak boleh saling curiga,

saling memenuhi hak dan melaksankan kewajiban masing-masing

dengan sebaik-baiknya.”6

Penjelasan tersebut secara eksplisit telah

membagi peran publik menjadi milik ayah dan peran

domestik menjadi milik ibu. Meski al-Qur’an

melegitimasi keunggulan laki-laki sebagai kepala

keluarga tapi sekali lagi itu dikarenakan konteks

masyarakat Arab ketika itu yang tidak member

peran banyak public bagi perempuan, seandainya

kultur masyarakat lain memberi ruang publik yang

luas terhadap perempuan tentu perempuan tidak

harus menyandang gelar ibu rumah tangga saja. Dan

celakanya masyarakat lebih familiar dengan6 Syamsuri, Pendidikan Agama Islam untuk SMA Kelas X, hal. 51

53

istilah ibu rumah tangga dan ayah adalah kepala

keluarga, sehingga dengan penjelasan tersebut

sedari pendidikan menengah para siswi telah

didoktrin sebagai ibu rumah tangga.

3. Bias ketiga ditampilkan melalui pojok kisah

yang meng-ekspose Salman al-Farisi sebagai teladan,

tidak ada yang salah hanya saja dari 12 pojok

kisah mayoritas tokohnya adalah laki-laki.

5) Bab V

Materi dalam buku ini adalah sumber hukum Islam,

hukum taklifi dan hukum wad’i. Secara material dalam bab ini

materinya juga tidak controversial nagi isu gender karena

yang menjadi kontroversi gender dalam hukum Islam adalah

produk hukumnya yang lahir dari sebuah cara pembacaan

yang berbeda. Dalam bab ini penyusun masih terlihat

konsisten dalam penggunaan kata “muslim/muslimah” untuk

setiap konsekuensi hukum dan perilaku yang dianjurkan.

Yang disayangkan masih terdapat bias didalamnya yakni

54

contoh-contoh mujtahid yang disertakan semuanya adalah

dari kualitas maskulin seperti imam empat; Syafi’i,

Hambali, Maliki, dan Abu Hanifah. Dalam pojok kisah juga

diceritakan ijtihad dua orang sahabat yang sedang bingung

tentang hukum salat, mereka yang sedang melakukan safar,

meski tidak disebutkan seacra eksplisit bahwa dua orang

tersebut adalah laki-laki mengingat kondisi dan waktu itu

dimana permpuan tidak boleh keluar tanpa mahram maka

dapat dipastikan dua orang tersebut adalah laki-laki.

Maka dalam bab V ini dapat dikatakan tidak ada

penjelasan yang spesifik tentang kesetaraan gender, dan

masih terdapat bias yakni pemberian porsi yang lebih bagi

ulama yang sesungguhnya meski memang tidak berpengaruh

secara langsung bagi siswa/siswi tetapi sesungguhnya ini

menggambarkan kondisi sosial yang terjadi dalam

masyarakat.

6) Bab VI

55

Pembahasan dalam bab ini adalah mengenai sejarah

Rasulullah SAW pada masa beliau masih berada di Makkah.

Materi yang disampaikan tentunya seputar usaha dan

strategi Rasulullah dalam berdakwah yang mempunyai

karakteristik syi’ar akidah pada periode Makkah ini. Tidak

ada bias dalam penjelasan materi tetapi juga tidak

ditemukan nilai-nilai kesetaraan gender didalamnya, bias

hanya terdapat pada gambar yang lagi-lagi hanya diberikan

kepada kualitas maskulin dan absennya kualitas feminism.

Jika kita gali lebih dalam sebenarnya ini adalah masa

dimana Nabi atas nama Islam mulai memberikan penghormatan

bagi perempuan atas tradisi-tradisi jahil yang berlaku

ketika itu semisal penguburan hidup-hidup bayi perempuan.

Memang pada periode madinahlah mas berlakunya Syariah

yang terdiri atas ibadah, muamalah, dan munakahat, tetapi

sejak mulai periode Makkah sesungguhnya Nabi telah

menjunjung harkat perempuan, maka sebaiknya pembaharuan-

56

pembaharuan Islam atas nasib perempuan juga seharusnya

dimasukkan dalam materi Sejarah Kebudayaan Islam.

7) Bab VII

Materi dalam bab VII ini membahas tentang demokrasi

dan musyawarah yang terkandung dalam QS. Ali Imran, 3: 59

dan Asy-Syura, 42: 38. Penjelasan dalam materi tidak

mengandung nilai-nilai diskriminatif bagi perempuan hanya

saja selalu terjadi inkonsistensi antara upaya penyusun

buku ketika memakai kata “muslim/muslimah” dalam

penjelasan tapi tidak disertai dengan gambar. Gambar 7. 1

hanya dicantumkan 6 orang laki-laki yang sedang

mengadakan rapat warga (bermusyawarah) tanpa disertai

hadirnya kaum Hawa, padahal ibu dan remaja putri juga

bagian dari warga. Selanjutnya dalam fitur Kaji Kasus

yang mencontohkan situasi musyawarah dalam membicarakan

pembangunan pusat pembelanjaan dan hiburan, semua tokoh

adalah laki-laki dari warga yang setuju diwakili (1) Pak

Husni dan Pak Thamrin, pemuda-pemuda pengangguran, dan

57

pihak perusahaan dalam hal ini diwakil Pak Sam, (2) warga

yang tidak setuju para pedagang di pasar tradisional dan

warga angota pengajian, (3) dan pihak yang netral

direpresentasi oleh Pak Lurah, Pak Ustazd, dan pihak

keamanan desa. Dari semua tokoh semuanya adalah laki-laki

meski tidak menutup kemungkinan terdapat perempuan bahkan

mayoritas dipihak yang tidak setuju yakni para pedagang

pasar tradisional dan pengajian dari masyarakat yang

sebagian posisi publik adalah dkuasai laki-laki.

Sedangkan dalam fitur pojok kisah memang yang

menceritakan tentang rencana persiapan perang Badar

dimana Nabi mengusulkan untuk mengambil posisi di dekat

mata air Badar, kemudian seorang sahabat yakni Hubab bin

Munzir bertanya apakah keputusan tersebut adalah wahyu

Allah atau haya pendapat Nabi sendiri, yang ternyata

adalah pendapat Nabi sendiri, kemudian Hubab mengusulkan

lokasi yang lain yakni air mata yang berdekatan dengan

lokasi musuh. Kisah tersebut memang memiliki korelasi

58

dengan materi musyawarah dimana Nabi mau melaksanakannya

bahkan menerima pendapat sahabatnya. Dan sesungguhnya

sekali lagi menggambarkan kondisi masyarakat yang lebih

memilih pendekatan pelarangan bagi perempuan untuk

bidang-bidangyang dirasa riskan bagi kualitas feminim dan

itu terjadi hingga sekarang dimana mayoritas masyarakat

akan melarang daripada harus mengeluarkan biaya lebih

besar untuk mengantisipasi kemungkinan buruk bagi

perempuan.

8) Bab VIII

Bab ini membahas tentang iman terhadap Malaikat.

Dalam bab ini penyusun masih melakukan inkonsistensi

seperti bab-bab sebelumnya yakni antara penggunaan kata

“muslim/muslimah” dengan gambar. Gambar 8. 1

menggambarkan 4 orang laki-laki sebagai sukarelawan

bencana alam dan gambar 8. 2 adalah suasan salat jama’ah

yang kebetulan jama’ahnya adalah laki-laki semua. Sedah

menjadi rahasia umum bahwa fiqh memakmurkan perempuan

59

untuk berjama’ah di masjid dan keluar rumah tanpa ada

mahram alasan yang paling sering digunakan untuk

melegalkan pendapat tersebut adalah karena takut akan

munculnya fitnah dan mendapatkan gangguan yang memang

diperkuat hadis-hadis Nabi. Namun jika kita kembalikan

pada kondisi sekarang ini dimana teknologi begitu pesat,

ada lampu dan padatnya pemukiman yang memungkinkan

berdiri banyak masjid ataupun mushola bahkan dalam satu

RT, sehingga pergi ke masjid bukanlah suatu yang

menimbulkan fitnah atau gangguan, sedangkan menjadi

sukarelawan juga tidak menjadi masalah karena

sukarrelawan berangkat dan bekerja sebagai satu tim

sehingga bisa saling menjaga. Maka sebaliknya jika ada

dua gambar akan lebih baik jika salah satu gambar adalah

mengilustrasikan perempuan.

Hal lain dari materi ini yang menarik untuk dibahas

adalah salah satu penjelasan yang menurut asumsi peneliti

mengandung kenetralan gender jika ditambahkan penguatan

60

dalam penjelasan yakni tentang bahwa malaikat tidak

berjenis kelamin laki-laki ataupun perempuan,7 ini

menraik karena dari sisi nama para malaikat memiliki nama

yang menurut konstruksi sosial adalah nama untuk jenis

kelamin laki-laki, maka sebaiknya ada penekanan lebih

mengenai malaikat yang tidak berjenis kelamin sehingga

tidak menjadi stimulus superioritas bagi siswa laki-laki

karena menurut mereka malaikatpun berpihak pada kualitas

maskulin disamping Nabi-nabi yang semuanya laki-laki.8

9) Bab IX

Bab selanjutnya adalah materi berperilaku terpuji.

Ada tiga subbab dalam mateir ini yakni pertama, Adab

berpakaian dan berhias, kedua adab dalam perjalanan, dan

ketiga adab dalam bertamu dan menerima tamu.

Subbab pertama tentang adab berpakaian dan berhias.

Dalam etika berpakaian di Islam menutup aurat adalah

esensi utamanya dan para feminis menganggap itu sesuatu7 Ibid. Hal. 1088 Akan ada poin tersendiri yang membahas bahwa Nabi adalah laki-laki pada analisi selanjutnya yakni pad buku teks PAI kelas XI

61

yang sangat diskriminatif. Dalam penjelasannya penyusun

buku menuturkan “aurat laki-laki dewasa ialah antara

pusar dan lutut, sedangkan aurat perempuan adalah seluruh

tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangan”.9 Penyusun

buku mencantumkan hal tersebut tentu karena dalam

berpakaian umat Islam dibatasi aurat. Masalah aurat

sendiri berawal dari tentang bahwa salah satu syarat sah

sholat adalah menutup aurat, batasan aurat yang semuala

berlaku hanya dalam shalat kemudian diberlakukan di luar

juga, meski terdapat perbedaan pendapat tentang batasan

aurat diantara para imam fiqih tapi bahwa ada titik

persamaan yakni dibedakannya antara aurat laki-laki dan

perempuan. Dalam bahasa Indonesia, aurat diartikan dengan

bagian badan yang tidak boleh kelihatan (menurut hukum

Islam) yang berarti juga kemaluan.10 Maka penjelasan yang

disampaikan oleh penyusu buku menurut peneliti adalah

mengandung bias karena diletakkan pada materi tentang

9 10

62

adab berpakaian diluar shalat, sebaliknya jika hanya

ditempatkan pada materi aurat shaat tentu tidak

mengandung bias sama sekali.

Subbab kedua membahas adab dalam perjalanan. Dalam

penjelasannya kali ini dapat ditemukan konsistensi

penyusun buku antara penjelasan menggunakan kata

“muslim/muslimah” sebagai subyek untuk setiap anjuran

perilaku yang ditetapkan sebagai tat krama di jalan raya

dengan gambar. Gambar 9.1 menggambarkan laki-laki

melanggar jalur busway dan gambar 9.2 yang menunjukan

seseorang perempuan sedang mengemudikan mobil sambil

menelpon. Disini dapat dikatakan bahwa baik perempuan

maupun laki-laki sama-sama berpotensi untuk melanggar

peraturan sama potensinya mereka berdua meraih prestasi.

Hanya saja yang menjadi koreksi adalah mengapa pada saat

potensi melanggar gambar perempuan diletakan sebagai

penguat materi tapi tidak dalam materi yang

memperlihatkan perilaku-perilaku baik seperti shalat,

63

sukarelawan, da lainya. Sedangkan dalam subbab adab

bertamu dan menerima tamu tidak ditemukan bias ataupun

penjelasan yang terkait dengan relasi gender karena

materi disampaikan dengan netral selayaknya tat krama

menerima tamu dan bertamu yang tidak terkait dengan

relasi geneder.

10) Bab X

Bab ini diberi judul perilaku tercela dengan empat

materi yakni hasud, riya’, aniaya, dan diskriminasi.

Dalam subbab pertama tentang hasud tidak ditemukan bias

baik penjelasan maupun gambar, justru gambar 10. 1

memperlihatkan interaksi siswa-siswi yang proposional,

ada siswa laki-laki dan siswi perempuan yang sama-sama

meraih prestasi dikelilingi oleh teman-temannya baik

laki-laki yang sama-sama meraih prestasi maupun perempuan

yang memberi selama tapi ada yang juga dua siswa,

seseorang laki-laki dan perempuan terlihat tidak senang

dengan presasi temannya. Dari gambar ini dapat kita

64

simpulka bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama

berpotensi untuk meraih prestasi, bersikap terpuji atau

tercela.

Dalam subbab kedua materi riya’ masih dalam kaitannya

dengan potensi kebaikan dan keburukan manusia dalam fitur

pojok kisah dicertakan tentang kisah tiga orang yang

dilemparkan ke neraka karena sifat riya’. Laki-laki pertama

orang yang mengatakan bahwa ia berjuang sehingga mati

syahid, tapi ditolak Tuhan karena sesungguhnya matinya

agar ia dikenal sebagai pahlawan, kedua laki-laki pelajar

yang telah pandai membaca al-Qur’an dan dia ditanya Tuhan

untuk apa nikmat tersebut dan dijawab oleh pelajar untuk

diajarkan kepada orang lain, jawaban tersebut ditolak

Tuhan dengan alasan itu hanya agar pelajar tersebut dapat

menjadi sebagai Qari terkenal, ketiga laki-laki yang

diberi nikmat Tuhan dengan kekayaan dan menurut laki-laki

tersebut harta kekayaannya dipakai sesuai kehendak-Nya,

hal tersebut juga ditolak Tuhan dengan alasan bahwa

65

perbuatan itu hanya untuk agar dia dikenal

kedermawaannya. Dari kisah tersebut menjadi pembuktian

bahwa superioritas spiritual seseorang sangat ditentukan

oleh ketakwaan, keimanan dan keikhlasan beribadah

terhadap Tuhan bukan karena gender atau jenis kelamin

yang dimiliki. Bahkan mati syahid sekalipun belum tentu

menunjukkan superioritas seseorang yang sebagian besar

para syahid adalah laki-laki, karena seringkali terdapat

diskriminasi bagi perempuan hanya karena perempuan

mengalami menstruasi sehingga dianggap tidak mampu

menyamai kuaitas spiritual laki-laki. Maka sejatinya

kisah ini dengan sendirinya menjadi argumen kesetaraan

gender.

Bias ditemukan pada gambar 10. 2 yang

mengilustrasikan seseorang laki-laki mendapat tindakan

diskriminatif dari 3 orang siswi dan seorang siswa.

Banyaknya model siswa yang dipakai peneliti anggap

sebagai persepsi penyusun bahwa perempuan lebih sering

66

melakukan tindakan tercela daripada perempuan. Namun dalm

subbab ini terlihat penyusun masih menggunakan kata

“muslim/muslimah” untuk anjuran berperilaku terpuji, juga

ditemukan penjelasan yang mendukung kesetaraan gender

yakni:

“Orang tua yang membeda-bedakan perlakuan terhadap

anak-anaknya adalh contoh perilaku diskriminatif

dalam keluarga. Misalnya anak perempuan tidak

disekolahkan karena dianggap tidak perlu, padahal

orang tua mampu dan si anak juga ingin sekolah.

Dalam undang-undang tentang Hak Asasi Manusia bagian

10, Hak anak Pasal 52 ayat 1 dikemukakan bahwa

setiap anak berhak atas perlindungan oleh

orangtuanya, keluarga, masyarakat dan negara.”11

11) Bab XI

Bab selanjutnya adalah pembahasan materi fiqih

tentang Zakat, Haji dan Wakaf. Dari ketiga subbab yang

dibahas hanya Haji saja yang peneliti temukan bias

didalamnya yaitu tentang persyaratan pendaftaran haji

yakni mengenai mahram bagi perempuan. Dalam hal ini yang

11 Syamsuri, Pendidikan Agama Islam untuk SMA Kelas X, hal. 133

67

patut dipertanyakan adalah dalam situasi bagaimanakah

larangan itu masih perlu diterapkan?. Memang terdapat

hadis yang menegaskan perempuan dilarang pergi sendirian

tanpa mahram, tapi ini sebenarnya jika dikembalikan

kepada konteks sosial waktu zaman Nabi dimana perjalanan

jauh memang sangat berbahaya mengingat kondisi geografis

jazirah Arab waktu itu. Dalam kasus ibadah haji yang

dalam hal ini penyelanggaranya diatur oleh Negara dan

pemberangkatannya pun dikelompokkan (bisa disebut kloter:

kelompok terbang) yang dibentuk berdasarkan lokasi tempat

pendaftar Haji tentu anggotanya adalah masih dalam satu

daerah yang kemungkinan besar dikenal dan dapat dimintai

bantuan, selain itu terdapat amirul hajj (pemimpin kelompok

haji) yang sedia memberikan bantuan. Meski sebaiknya

tetap ditemani mahram tetapi tidak perlu sampai

dilegalkan sebagai peraturan yang mengikat, peneliti

yakin para perempuan yang berangkat haji tentu sudah

memikirkan sedemikian rupa apa yang harus dipersiapkan

68

termasuk biasanya membawa saudara sebagai teman

seperjalanan.

Selain itu juga terdapat bias dalam latihan dimana

penyusun tidak konsisten menggunakan kata

“muslim/muslimah” dalam soal latihan nomor 1 dan 2 dan

internalisai budi pekerti nomor 2 dan 3. Penulis hanya

menggunakan kata muslim tanpa menyebutkan kata muslimah.

Jika yang dimaksudkan adalah menyebut orang Islam maka

sebaiknya disebutkan saja orang Islam (bisa mencakup

laki-laki dan permpuan) namun karena sejak awal penyusun

telah menggunakan kata “muslim/muslimah” dalam

konsekuensi perbuatan perbuatan dan anjuran perilaku maka

sebaiknya itu dijaga kontiunitasnya. Juga dalam fitur

kaji kasus lagi-lagi tokoh tokoh laki-laki yang

ditampilkan meskipun artikel yang ditampilkan sesuai

dengan materi yang disampaikan yakni tentang Abu Syauqi

yang membentuk lembaga sosial Rumah Zakat Indonesia. Ada

dua kepentingan disini, kesesuaian contoh dengan materi

69

serta pemberian posisi bagi perempuan secara kuantitas,

sebenarnya hal ini bisa dipecahkan jika penyusun mau

mencari contoh profil lain yang bergender perempuan,

kalaupun tidak ada maka pada materi yang lain porsinya

sebaiknya diberikan pada profil perempuan agar tercipta

situasi setara secara kuantitas.

12) Bab XII

Materi terakhir dalam buku pertama ini adalah

tentang sejarah dakwah Nabi periode Madinah. Dalam

penuturannya seperti dalam materi sejarah Nabi periode

Makkah peneliti tidak menemukan strategi rasul yang

berhubungan dengan perempuan padahal pada masa ini adalah

masa produktifitas fiqih yang egaliter karena dalam

literatur disebutkan bahwa pengekangan terhadap perempuan

mulai terjadi sejak era Umar bin Khattab, maka sebaiknya

penyusun buku Sejarah Kebudayaan Islam baik dalam yang

berbentuk integrative dalam PAI ataupun tidak

mempertimbangkan dimasukkannya strategi Nabi dalam

70

mengangkat harkat dan martabat perempuan, karena

sejatinya esensi tauhid dalam Islam ialah kesamaan status

sebagai hamba Tuhan sehingga menjadi penting menyampaikan

argument dan strategi Nabi meninggikan manusia yang

ditelapak kakinya surga.

b) Analisis Isi Buku Teks PAI Kelas XI Karya Syamsuri

1) Bab I

Materi pertama pada buku PAI kelas XI ini adalah QS.

al-Baqarah, 2: 148 dan QS. Faatir. 35: 32 mengenai

kompetisi dalam kebaikan. Berdasarkan pembaca peneliti

tidak ditemukan penjelasan dari ayat-ayat yang dimaksud

yang mengarah pada bias tetapi jiga tidak peneliti

temukan nilai-nilai kesetaraan gender. Didalamnya justru

lebih terlihat nilai demokrasi, karena menyangkut cara

dakwah umat Islam yang harus bijak. Seperti dalam bukau

pertama kelas X penyusun juga masih menjaga upaya untuk

menyebutkan kata “muslim/muslimah” bagi setiap

71

konsekuensi ibadah ataupun anjuran perilaku baik dalam

penjelasan maupun tulisan.

2) Bab II

Materi pada bab II ini membahas QS. al-Isra, 17: 26-

27 dan al-Baqarah, 2: 177 tentang anjuran membantu kaum

dhu’afa. Sama seperti bab I pada bab II ini peneliti juga

tidak menemukan penjelasan dari ayat-ayat yang dimaksud

yang mengarah pada bias tetapi juga peneliti temukan

nilai-nilai kesetaraan gender. Penting untuk diingat

bahwa kesetaraan gender yang peneliti cari bukan hanya

dari frekuensi pencantuman perempuan dan laki-laki dalam

buku tetapi juga rumusan atau penjelasan materi. Dan

seperti bab pertama penyusun juga masih menjaga upayanya

untuk menyebutkan kata “muslim/muslimah” bagi setiap

konsekuensi ibadah ataupun anjuran perilaku baik dalam

penjelasan maupun tulisan. Hanya sedikit koreksi dalam

pojok kisah dimana Rasulullah mengangkat seorang anak

yatim sebagai anak asuh karena ia sedih karena ayahnya

72

gugur dalam perang dan ibunya menikah lagi dengan

seseorang yang jahat. Tidak dijelaskan apakah anak

tersebut laki-laki atau perempuan, namun akan lebih baik

lagi jika dikisahkan akhlaq rasul terhadap anak-anak

yatim perempuan dan janda sehingga mengangkat martabat

perempuan.

3) Bab III

Pembahasan pada bab III ini adalah mengenai iman

kepada Rasul-rasul Allah. Dan seperti bab-bab sebelumnya

penyusun juga masih menjaga upayanya untuk menyebutkan

kata “muslim/muslimah” bagi setiap konsekuensi ibadah

ataupun anjuran perilaku baik dalam penjelasan maupun

tulisan. Yang menarik untuk dikaji dalam bab ini

selanjutnya adalah penjelasan yang menyebutkan bahwa

rasul adalah laki-laki. Penyusun menulis “Ciri-ciri seorang

rasul antara lain seorang laki-laki yang sehat jasmani dan rohaninya,

mempunyai akal yang sempurna, berjiwa ismah (jiwa yang mampu

mengendalikan diri dari berbuat dosa), dan berasal dari keturunan baik-

73

baik.”12 Pertanyaannya adalah apakah benar hanya laki-laki

yang bisa menjadi rasul?, kebanyakan mufasir Islam

bersepakat bahwa nabi itu hanya terdiri dari laki-laki.

Ibnu Qosim al-Ghuzzi, pengerang kitab Fathul Qarib,

menyatakan bahwa nabi adalah seorang laki-laki yang

diberi wahyu oleh Allah. Dengan pengertian ini, jelas tak

ada Nabi perempuan. Yang ada hanya nabi laki-laki.13

Namun, menurut Abd. Qasith Ghazalli setelah mengecek ke

sejumlah kitab, ternyata status kenabian tak hanya

dimonopoli kaum laki-laki, ada juga Nabi dari kalangan

perempuan. Misalnya Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa al-Nihayah

(Juz II, hlm. 59) mengutip satu pendapat yang menyatakan

bahwa tertutup pintu bagi hadirnya Nabi perempuan.

Dikemukakan bahwa Maryam adalah salah seorang Nabi.

Perempuan lain yang diangkat menjadi Nabi, menurut

pendapat ini, adalah Sarah (ibi Nabi Ishaq, istri Nabi

12 Syamsuri, Pendidikan Agama Islam untuk SMA Kelas XI, hal. 2913 Abd. Maqsit Ghazalli, Nabi Perempuan, http://islamlib.com/id/srtikel/nabi-perempuan. diakses

74

Ibrahim), dan ibu Nabi Musa.14 Ulama yang berpendapat

demikian misalnya bersandar pada ayat QS. al-Qashas, 28:

7 :

Artinya:Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah Dia, danapabila kamu khawatir terhadapnya Maka jatuhkanlah Dia kesungai (Nil). dan janganlah kamu khawatir dan janganlah(pula) bersedih hati, karena Sesungguhnya Kami akanmengembalikannya kepadamu, dan men- jadikannya (salahseorang) dari Para rasul.

Bagi ulama tersebut, wahyu hanya terjadi pada diri

seorang nabi. Oleh karena itu, perempuan yang mendapatkan

wahyu adalah seorang Nabi. Saya menyertai ulama tersebut;

bahwa wahyu bukan hanya turun kepada laki-laki melainkan

juga terhadap perempuan. Al-Qur’an telah menunjukkan

bahwa Tuhan tidak melakukan diskriminasi jenis kelamin

dalam perkara pewahyuan sekaligus penabian.

4) Bab VI14 Ibid

75

Berperilaku sifat-sifat yang terpuji adalah materi

dalam bab keempat ini yang terdiri dari taubat dan raja’

(selalu berharap) yang dicirikan dengan berpikir kritis,

optimis dan dinamis. Dalam bab ini peneliti menemukan ada

dua gambar yang sebetulnya sudah proposional sesuai

dengan penjelasan yang diinginkan penyusun. Gambar 4. 1

terdapat seorang pria yang melakukan zikir untuk

penguatan materi taubat dan gambar 4. 2 mengilustrasikan

suasana belajar mengajar disebuah kelas yang terdiri

laki-laki dan perempuan yang sam-sama belajar untuk

mencari keridhaan Allah. Sedikit koreksi mungkin pada

gambar 4. 1 agar disertakan juga model peempuan karena

laki-laki yang dicantumkan adalah model yang sengaja

dipakai untuk menambah penjelasan dalam buku PAI yang

peneliti temukan juga dalam buku yang pertama untuk kelas

X.

5) Bab V

76

Bab kelima ini membahas mengenai hukum Islam tentang

mu’amalah. Baik transaksi ekonomi yang diperoleh oleh

Islam serta peraturan Islam tentang ekonomi baik syarat,

rukun maupun yang membatalkan. Tidak ada yang kontroversi

dalam bab ini baik bias maupun nilai-nilai gender dalam

penjelasan. Penulis juga masih konsisten menggunakan kata

“muslim/muslimah” seperti bab sebelumnya. Hanya saja dua

dari tiga gambar yang disertakan kesemuanya laki-laki

sehingga ini peneliti anggap sebagai bias. Karena gambar

5. 2 adalah gambar dua pedagang yang keduanya laki-laki

padahal profesi itu juga digeluti banyak perempuan,

adapun gambar 5. 3 adalah gambar dua anak laki-laki

tengah memainkan playstation, meski yang ditekankan adalah

usaha rental playstation-nya yang memang mayoritas pengguna

jasanya adalah anak laki-laki tapi pencantuman kesemua

model yang laki-laki dan tidak member kesempatan bagi

model perempuan kurang bisa diterima.

6) Bab VI

77

Perkembangan Islam pada abad pertengahan menjadi

tema sentral pada pembahasan di bab lima, dan bias

terlihat kental sekali dalam bab ini karena dari semua

bidang kejayaan Islam mulai dari perkembangan ilmu

pengetahuan, arsitektur, sastra dan gambar yang

disampaikan diwakili oleh kualitas maskulin semuanya.

Meski memang sejarah mencatat kesemua ilmuan Islam

mayoritas adalah laki-laki tetapi sangat tidak bijak

mencantumkan hal tersebut tanpa diberikan penjelasan apa

yang menyebabkan semua diskriminasi terhadap perempuan

terjadi. Maka karena sejarah adalah menyampaikan fakta,

kesemua ilmuan yang mewakili zaman kemajuan dan keemasan

ilmu pengetahuan dan teknologi Islam tetap disampaikan

tapi perlu juga dipertimbangkan menyampaikan kondisi riil

yang mengekang perempuan sehinggan seidkit sekali

perempuan yang mampu menjadi pioneer dibidang ilmu

pengetahuna dan teknologi.

7) Bab VII

78

Tema pembahasan pada bab ini adalah QS. ar-Rum, 30:

41-42, QS. al-A’raf, 7: 58-58 dan QS. Shaad, 38: 27

sebagai manifestasi ayat-ayat tentang menjaga kelestarian

lingkungan hidup. Penjelasan yang dicantum dalam

penelusuran peneliti tidak mengandung bias sama sekali

dan justru ditampilkan dalam fitur pojok kisah yang

mengangkat kisah Ratu Balqis yang membangun bendungan

untuk mengantisipasi musim kemarau untuk pengairan. Dalam

tema ini penyusun tidak menggunakan kata

“muslim/muslimah” dan diganti dengan umat manusia dan

tidak menyebut salah satu jenis kelamin sehingga pada bab

ini bisa dikatakan aman dari bias meski tidak ditemukan

nilai gender.

8) Bab VIII

Bab kedelapan ini membahas tentang iman terhadap

kitab-kitab Allah yang jika dikaitkan dengan relasi

gender sebenarnya tidak ditemukan benang merah antara

keduanya, yang wajib diyakini oleh umat Islam adalah

79

percaya bahwa setiap huruf yang tertuang dalam kitab

Allah adalah berasal dari-Nya dan harus diyakini

kebenarannya, masalah apakah didalamnya terdapat

kontroversi soal gender, bukan dalam kapasitas keimanan

terhadap kitab hal tersebut harus dibahas, karena sebagai

sesuatu yang turun ke muka bumi berdasarkan konteks

sosiohistoris maka hal tersebut dapat dimaklumi dan bisa

dibicarakan dengan berbagai pendekatan untuk mendapat

kemaslahatan bersama.

Dalam bab ini penulis mulai menggunakan lagi kata

“muslim/muslimah” hanya saja seperti kasus terdahulu

penyusun tidak konsisten karena hanya menyebutkan muslim

saja tanpa menggandeng sang muslimah. Dan sekali lagi

penyusun buku memberikan kursi kehormatan fitur pojok

kisah kepada kualitas maskulin Abdullah bin Dinar yang

takut akan Tuhan meski secara kasat mata ia tidak dapat

melihat Tuhan ketika ia dirayuAbdullah bin Umar untuk

menjual satu domba milik majikannya yang sedang

80

digembalakan, jika ini menyangkut keimanan yang begitu

terpatri pada seseorang, dari kubu feminism juga terdapat

seseorang perempuan yang bisa dijadikan contoh bernama

Masyitoh sang pembantu Fir’aun, sayangnya perempuan

selalu tidak mendapatkan tempat didunia nyata bahkan

dunia buku sekalipun.

9) Bab IX

Berperilaku terpuji menjadi judul pada materi

kesembilan yaitu tentang menghargai karya orang lain.

Dalam bab ini penyusun masih melakukan inkonsistensi

dengan penyebutan kata “muslim/muslimah”, dalam satu

penjelasan penyusun menggunakan kedua kata tersebut tapi

penjelasan yang lain penyusun hanya menggunkan salah

satunya terutama yang lebih sering term mudzakar yang

dipakai. Meski demikian, gambar dalam bab ini tidak

mengandung unsur bias karena memperlihatkan adanya

potensi yang sama bagi laki-laki dan perempuan untuk

meraih prestasi, hanya saja dalam fitur pojok kisah lagi-

81

lagi ilmuan berjenis kelamin laki-laki yang ditampilkan

dan kali ini Ibn Rusyd tokohnya. Yang sedikit menarik

adalah pencantuman hadis Nabi yang berbunyi “dari Abu Musa

r.a dia berkata, “Nabi SAW mendengar seseorang laki-laki memuji orang lain

dan melebih-lebihkan dalam memujinya (mengandung unsure dusta) maka

Rasulullah SAW bersabda,”telah kamu hancurkan (telah kamu patahkan)

punggung laki-laki itu” (HR. Bukhari Muslim).15 Dengan

pencantuman hadis ini ada fakta yang tidak terbantahkan

bahwa laki-laki pun bisa melakukan hal yang berlebihan

dan berbohong (membicarakan orang) yang biasanya

ditasbihkan kepada kaum Hawa.

10) Bab X

Bab ini diberi judul Perilaku Tercela dengan Fokus

materi Dosa Besar. Secara proposional penyusun memberikan

peran kepada laki-laki dan perempuan, ini peneliti lihat

dari frekuensi kemunculannya antara perempuan dan laki-

laki. Dari dua pojok kisah yang ditampilkan satu

diberikan bagi kaum Adam dengan kisah kaum Nabi Lut AS,15 Syamsuri, Pendidikan Agama Islam untuk SMA kelas XI, hal. 126

82

dan sisanya dikisahkan seseorang perempuan yang mencuri.16

Selanjutnya dari 3 gambar yang disajikan, 1 gambar

dilihatkan dua orang anak perempuan dan ibunya sedang

bercengkrama, 1 gambar memperlihatkan 2 orang laki-laki

sedang menangkap seseorang yang bersalah sedangkan gambar

yang tersissa tidak dapat diidentifikasi apakah itu laki-

laki dan perempuan sehingga secara gambar bab ini tidak

ditemukan bias. Dan penyusun masih menjaga konsistensinya

dalam penggunaan kata “muslim/muslimah”.

11) Bab XI

Bab ini membahas tentang perawatan jenazah. Dalam

bab sebelumnya telah disebutkan banyak bias dalam salah

satu bab fiqih ini. Seperti lapis kain yang harus

disematkan pada mendiang, hal tersebut juga

dijelaskandalam materi ini karena memang sudah menjadi

semacam aturan yang tidak dapat diubah. Namun meskipun

demikian ada hikmah yang terkandung dalam jumlah lapis

16 Lagi suatu realita yang menunjukan laki-laki atau perempuan punya potensi yang sama besar dalam kebaikan ataupun keburukan.

83

kain ini, yakni secara biologis konstruk tubuh perempuan

memang membutuhkan lebih banyak penutup untuk menjaga

aurat perempuan. Meski gambar yang ditampilkan semuanya

laki-laki dari 3 gambar, 2 dapat diterima karena 2 gambar

adalah ilustrasi memandikan mayat sehingga tentu saja

gambar laki-laki lebih etis dan secara aurat dapat

dipertanggungjawabkan. Sedangkan yang lain adalah gambar

jamaah salat jenazah yang dilakukan semuanya oleh

kualitas maskulin, yang sebenarnya menggambarkan bahwa

dalam realitas kaum hawa memang sedikit ruang yang

diberikan kepada mereka dalam perawatan jenazah bahkan ke

kubur pun dimakruhkan. Bias lain dalam bab ini adalah

dalam pojok kisah lagi-lagi diberikan kepada kualitas

maskulin yakni kisah tentang sahabat yang disabdakan

Rasulullah sebagai penghuni surge yang tidak disebutkan

namanya, tapi jika karena penasaran sahabat Abdullah bin

Umar yang bisa menginap 3 hari dirumahnya tentu dapat

dipastikan sahabat tersebut adalah laki-laki.

84

12) Bab XII

Pada keduabelas ini membahas materi Khotbah,

Tabligh, Dakwah. Pada bab ini sangat menarik untuk

dibahas terutama terkait dengan materi khotbah baik

Jum’at ataupun hari raya dan salat gerhana yang memang

diperuntukan hanya untuk laki-laki. Dalam penjelasannya

penyusun buku mengatakan “Khatib Jum’at dan da’I dalam beberapa

hal berbeda. Misalnya khatib jum’at harus laki-laki (muslim), sedangkan juru

dakwah selain laki-laki (muslim), boleh juga wanita (muslimat)”.17

Penjelasan seperti ini adalah sudah menjadi jumhur ulama

dan tertera dalam banyak literature fiqih, dan penjelasan

hal tersebut juga bisa dianggap bias. Namun demikian, hal

ini sangat terkait dengan kewajiban salat jum’at yang

hanya diperuntukan untuk laki-laki, yang menjadi

pertanyaan adalah mengapa hukum salat jum’at itu sunah

bagi perempuan? Ini berdasarkan hadis nabi yang

diriwayatkan oleh Abu Dawud dari hadis Thariq bin Syihab,

sesungguhnya Nabi SAW bersabda: “Shalat Jum’at itu wajib bagi17 Syamsuri, Pendidikan Agama Islam untuk SMA Kelas XI, hal. 126

85

setiap muslim (dengan berjamaah) kecuali kepada empat orang : hamba

sahaya, wanita, anak-anak, dan orang yang sedang sakit.” Lalu

penjelasan tersebut muncul pertanyaan lagi mengapa

perempuan tidak wajib menjalankan salat jum’at? Ada

hikmah dibalik itu semua, salat jum’at harus dilakukan

berjama’ah, jika semua orang diwajibkan ikut tentu akan

sangat mengkhawatirkan keamanan rumah, sehingga dengan

hukum sunnah justru membawa kemanfaatan bagi laki-laki

maupun perempuan, disamping itu anak-anak juga tidak

diwajibkan sehingga harus ada yang menjaga mereka

(jama’ah memiliki pahala dan mengasuh anak juga memiliki

pahalanya sendiri).

13) Bab XIII

Materi pada bab terakhir untuk kelas XI adalah

tentang sejarah perkembangan Islam pada masa abad

pertengahan. Materi sangat penuh dengan bias karena dari

12 tokoh yang ditampilkan baik dalam penjelasan maupun

pojok kisah, 8 diantaranya adalah laki-laki seperti

86

Jamaludin al Afghani dan Muhammad bin Abdul Wahab sebagai

pemberharu, Muhammad Iqbal dan Mustafa Lutfi Al-Manfaluti

dalam bidang sastra, sedangkan tokoh perempuan hanya

empat yang disebutkan yaitu Aisyah Abdurrahman, Fatwa

Taqwan, Nazek Al-Malaikah dan Layla Ba’labaki dengan

alasan tidak banyaknya peranan perempuan dalam sector

public. Mseki benar adanya bahwa peranan perempuan tidak

banyak tetapi harus diingat bahwa ada penyebab yang

mengakibatkan perempuan tidak mendapatkan tempat di

sektor publik dan justru hal tersebut membuka aib dinasti

patriarchal bahwa mereka ikut bertanggungjawab atas semua

diskriminasi yang terjadi bagi perempuan sehingga tidak

banyak perempuan hebat yang bisa dikenal oleh khalayak

umum.

c) Analisis Isi Buku Teks PAI Kelas XII Karya Syamsuri

1) Bab I

Bab ini membahas Quran surah al-Kafirun, 109: 1-6

tentang tidak ada toleransi dalam hal keimanan dan

87

peribadahan, QS. Yunus, 10: 40-41 tentang sikap terhadap

orang yang berbeda pendapat dan QS. al-Kahfi, 18: 29

tentang kebebasan beragama. Tidak ditemukan bias di dalam

pebjelasan maupun dalam gambar. Justru tema ini absolutely

mempresentasikan kesetaraan gender karena tema ini

terkait dengan bagaimana menyakini agama Islam sebagai

satu yang benar tapi juga menghormati ajaran agama lain

yang artinya dalam masalah akidah tidak ada istilah

perbedaan jenis kelamin, sehingga muslim/muslimah harus

bisa menjaga keimanannya tapi juga harus mampu

berinteraksi dan bertoleransi dengan penganut agaman

lain. Sehingga peneliti sepakat dengan salah satu rumusan

penyusun “setiap muslim/muslimah akan bertekad dan beusaha secara

sungguh-sungguh agar selama hidup di ala mini senantiasa menyakini

kebenaran agama Islam yang dianutnya dan mengamalkannya seluruh

ajarannya dengan bertaqwa kepada Allah SWT”.18 Kunci keimanan

adalah taqwa yang memang hanya taqwalah menjadi ukuran

kemuliaan manusia di sisi Tuhan bukan jenis kelamin,18 Syamsuri, Pendidikan Agama Islam untuk SMA Kelas XII, hal.5

88

bagaimana umat Islam akan menghargai umat agama lain jika

penghormatan kepada sesame umat Islam sendiri tidak

dirumuskan dalam ajaran dan hukum yang dianut?, padahal

al-Qur’an sendiri yang notabene kalam sanag Khaliq

mendeklarasikan hal tersebut.

2) Bab II

Bab kedua membahas Quran surah al-Mujadilah, 58; 11

tentang keunggulan orang beriman dan berilmu dan QS. al-

Jumu’ah, 62: 9-10 tentang dorongan agar rajin beribadah

dan giat bekerja. Tema ini sebenarnya mengandung nilsi

kesetaraan gender karena dalam deklarasinya, salah

satunya adalah manusia laki-laki atau perempuan sama-sama

berpotensi meraih prestasi yang diargumentasi dengan

beberapa ayat salah satunya QS. an-Nisaa’, 4: 124.

Prestasi dan ilmu memiliki keterkaitan yang sangat erat,

karena dengan ilmulah kesempatan untuk meraih prestasi

lebih terbuka lebar sehingga jika masih ada pelarangan

89

bagi perempuan untuk mengenyam pendidikan lebih tinggi,

hal tersebut justru menyalahi risalah Quran.

3) Bab III

Iman kepada hari akhir adalah pokok bahasan dalam

bab ini. Seperti telah penulis kemukakan bahwa dalam

masalah akidah apalagi Rukun Iman yang salah satunya

adalah tentang hari akhir, dalam hal ini tema materi

tidak ada diskriminasi gender didalamnya baik muslim

ataupun muslimah harus mengimani adanya hari akhirr,

karena dengan menyakini adanya hari akhir membuat manusia

memikirkan ulang apa yang sebaiknya dilakukan dan apa

yang seharusnya dihindari karena yakin ada yaumul hisab,

surga dan neraka. Namun dalam salah satu penjelasan yang

ada dalam buku ini memunculkan bias yakni tentang satu

hadis yang dikemukakan mengenai pelaksanaan tujuh macam

perilaku yang dapat menyebabkan memperoleh perlindungan

Allah SWT. Hadis tersebut adalah :

“ada tujuh macam golongan yang akan mendapat naunganAllah pada hari tidak ada naungan, kecuali naungan-

90

Nya (alam akhirat) yaitu: (1) Imam (pemimpin) yangadil, (2) pemuda yang rajin kepada Allah, (3) orangyang hatinya rindu kepada masjid, (4) dua orang yangsaling berkasih sayang dengan dilandasi niat ikhlaskarena Allah, baik tatkala keduanya berkumpulataupun pada waktu berpisah, (5) orang laki-lakiyang diajak berzina oleh wanita bangsawan yangcantik, kemudian menolaknya sambil berkata,sesungguhnya saya takut pada Allah, (6) orang yangbersedekah secara rahasia, sehingga tangan kirinyatidak mengetahuui apa yang disedekahkan tangankanannya, (7) dan orang yang mengingat Allah ketikasendirian, sehingga mencucurkan air mata.” (H.R.Bukhari Muslim)19

Pada poin kelima digambarkan bahwa perempuan adalah

sebagai makhluk penggoda, dan jika seseorang laki-laki

menolak godaan tersebut bisa mendapatkan perlindungan

Allah dari kejamnya hari akhir. Pada realitanya tidak

hanya para perempuan yang menjadi penggoda bahkan kasus

pemerkosaan dan pembunuhan lebih banyak ditemukan

terhadap wanita, artinya meskipun hadis itu benar secara

sanad dan matan, tapi penyusun buku sebaiknya juga

memaknai hadis tersebut secara kontekstual dimana baik19 Syamsuri, pendidikan Agama Islman untuk SMA Kelas XII, (Jakarta: Elangga, 2006), hlm. 36

91

laki-laki ataupun perempuan sama-sama bisa menggoda dan

tergoda, sehingga tidak ada hanya pada perempuan

kesalahan itu ditimpahkan.

4) Bab IV

Adil, rida dan amal saleh menjadi kunci pembahasan

dalam bab ini. Ketiga perilaku terpuji tersebut mutlak

harus dilakukan oleh muslim/muslimah. Tidak ditemukan

bias didalamnya dan seperti biasa penyusun buku menjaga

konsistensinya dalam penyebutan kata”muslim/muslimah”

atau “siswa/siswi”. Dan juga disertakan kisah yang sangat

inspiratif tentang kisah seorang ibu bernama Ummu Su’aim

yang sabar menerima kematian anaknya padahal suaminya

sedang berada di luar rumah. Dikisahkan ketika suaminya

pulang jenazah anknya diletakan disudut rumah agar tidak

dilihat secara langsung oleh suaminya, bahkan ia telah

mempersiapkan makanan dan berdandan sehingga mereka

berdua bermesraan, setelah itu sang istri mengkiaskan

bahwa tetangganya marah sewaktu barang yang dipinjamkan

92

diminta kembali dengan kematian anaknya yang merupakan

pinjaman dari Allah dan telah dimintanya kembali. Dengan

kesabaran yang sedemikian rupa sehingga mampu membuat

suaminya tidak gusar dengan kematian anaknya.

5) Bab V

Bab kelima ini membahas tentang munakahat yang dalam

literature banyak sekali ditemukan diskriminasi terhadap

perempuan. Dalam penjelasannya peneliti juga menemukan

rumusan penjelasan yang saya anggap harus diberi catatan

lebih terkait relasi suami istri dan kepemimpinan.

Pertama tentang kewajiban suami dan istri; disebutkan

bahwa diantara kewajiban suami adalah (a) member nafkah,

sandang, pangan, dan tempat tinggal kepada istri dan

anak-anaknya sesuai dengan kemampuan yang diusahakan

secara maksimal (QS. at-Thalaq, 65: 7), (b) memimpin

serta membimbing istri dan anak-anak, agar menjadi orang

yang berguna bagi dirinya sendiri, keluarga, agama,

93

masyarakat, serta bangsa dan Negara.20 Dua rumusan

tersebut harus dipahami dengan hubungan yang ma’ruf bahwa

laki-laki sebagai pemimpin ruamh tangga bukanlah kemudian

secara mutlak menjadi superior disbanding perempuan.

Karena ayat ini turun dalam konteks keluarga sehingga

tidak benar jika kemudian suami melarang istri yang

kebetulan menjadi pemimpin di masyarakat, kecuali ketika

rumah tangga berjalan timpang sehingga harus diselaraskan

terlebih dahulu.

Satu penjelasan lagi yang menurut hemat penulis

memuat nilai kesetaraan yakni masih dalam rumusan

kewajiban suami “membantu istri dalam tugas sehari-hari, terutama

dalam mengasuh dan mendidik anak-anak agar menjadi anak yang saleh”.21

Rumusan secara jelas menunjukan bahwa urusan sumur dan

dapur bukan hanya kewajiban istri melainkan kewajiban

bersama suami dan istri.

20 Syamsuri, pendidikan Agama Islman untuk SMA Kelas XII, (Jakarta: Elangga, 2006), hlm. 5821 Syamsuri, pendidikan Agama Islman untuk SMA Kelas XII, (Jakarta: Elangga, 2006), hlm. 58-59

94

6) Bab VI

Bab ini membahas sejarah perkembangan Islam di

Indonesia. Jika dikatakan pada bab ini penuh dengan bias

benar adanya karena semua tokoh penyebar Islam di

Indonesia yang disebutkan adalah laki-laki mulai dari

Walisongo di era klasik hingga Ahmad Dahlan di era

modern. Namun karena pada realitanya inilah fakta yang

sebenarnya. Meski bias, materi ini mengatakan kondisi

riil perkembangan Islam di Indonesia yang memang tidak

banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh perempuan karena

memang kondisi sosial historis tidak mengizinkannya,

tokoh permpuan bukan berarti tidak ada sehingga mungkin

lebih baik ditambahkan jika memang ada.

7) Bab VII

Bab ini membahas Quran surah Yunus, 10: 101 tentang

IPTEK dan QS. al-Baqarah, 2: 164 tentang dorongan untuk

mengembangkan IPTEK. Tidak ditemukan bias didalamnya

tetapi juga tidak ditemukan penjelasan secara eksplisit

95

tentang kesetaraan gender. Kalaupun ada rumusan bahwa

manusia sebgai khalifah hendaknya senantiasa meningkatkan

ilmu pengetahuannya tidak secara eksplisit menunjukan

nilai kesetaraan gender karena penyusun hanya menulis

penguasa sebagai keterangan khalifah, tetapi jika dilihat

dari sisi bahwa keduanya memang sebgai khalifah di bumi

benar adanya sesuai firman Allah, sehingga keduanya

seyogyanya meningkatkan ilmu pengetahuannya untuk

kesejahteraan manusia di muka bumi.

8) Bab VIII

Materi pada bab ini adalah tentang iman kepada Qada

dan Qadar sebagai hal terakhir yang harus diimani oleh

umat Islam. Tidak ditemukan bias yang sangat signifikan

hanya penyusun lupa menyebutkan kata muslimah bersanding

dengan kata muslim padahal hamper disemua bab ia

menggunakan kedua kata itu berdampingan, tapi juga tidak

ditemukan nilai kesetaraan gender didalamnya. Dalam isu

gender yang bisa dikaitkan dengan qada dan qadar adalah

96

nasib perempuan sebagai the second sex yang dianggap sudah

takdir dari Tuhan dan tidak bisa dirubah. Karena memang

dari awal penyusun tidak mengaitkan penyusunan bukunya

dengan perspektif kesetaraan gender maka isu tentang

perempuan dan takdirnya tentu tidak dikemukakan. Penyusun

hanya mengaitkan qada dan qadar dengan isu rezeki, jodoh

dan kematian atau bencana yang memang lebih popular dalam

materi ini. Namun dalam kamus istilah, tanpa ada

singkronisasi dengan dengan materi disebutkan tiga kata

yakni poliandri, poligami, dan monogami. Harusnya istilah

tersebut diletakan dalam materi munakahat.

9) Bab IX

Bab ini membahas tentang persatuan dan kerukunan.

Tidak ada bias yang berarti meski gambar yang ada hanya

satu dan itu diwakili kualitas maskulin, tapi gambar

tersebut hanya mencoba mengajak siswa-siswi untuk

memperkokoh kerukunan agar tidak semua masalah yang

terjadi dalam kehidupan sehari-hari diselesaikan di meja

97

hijau.22 Nilai-nilai kesetaraan gender tidak juga

dimunculkan dalam bab ini, dengan asumsi bab ini lebih

pada persatuan umat/warga untuk tetap menjaga kerukunan

diatas perbedaan yang begitu kentara di bumi Indonesia

ini.

10) Bab X

Perilaku tercela adalah pembahsan pokok pada bab

kesepuluh yang terdiri dari Israf, Tabzir, Ghibah, dan fitnah.

Tidak ada penjelasan yang menyudutkan salah satu kualitas

karena diantara sifat-sifat tercela yang dijelaskan

seringkali dialamatkan kepada perempuan. Gambar yang

ditampilkan juga sudah mewakili tiap kualitas meski tidak

ada secara spesifik tentang nilai nilai diskriminasi

gender tapi ada nilai penting yang telah dibahas pada

bab-bab sebelumnya bahwa baik kualitas maskulin maupun

feminism sama berpotensi untuk melakukan kebaikan dan

22 Gambar 9.1 adalah suasana persidangan dengan terdakwa seseorang laki-laki, frekuensi gambar atas kemunculan masing-masing kualitas feminism dan maskulin akan dibahas tersendiri di akhir bab ini.

98

meraih prestasi atau sebaliknya sama-sama berpotensi

melakukan perilaku tercela seperti dijelaskan dalam bab

kesepuluh ini.

11) Bab XI

Bab ini membahas tentang mawais yang dibagi menjadi 7

subbab; a) Ketentuan Mawaris, b) Harta sebelum diwaris,

c) Ahli waris, d) Hijab, e) Perhitungan waris, f)

Perundang-undangan waris di Indonesia, dan g) Hikmah

waris. Dalam penjelasannya tentu penyusun buku merumuskan

mawaris berdasarkan ilmu al-faraidh (ilmu tentang pembagian

harta warisan) yang sudah menjadi jumhur ulama. Dan

selalu saja ada bagian dalam hukum Islam yang dihujat

berkenan dengan warisan ini yang ditampilkan juga dalam

bab ini. Bagian paling kontrovesional adalah bagian

perempuan yang selalu lebih sedikit dari laki- laki

yakni 2:1 dengan alasan laki0laki memiliki tanggungjawab

lebih besar karena harus membei nafkah sedang perempuan

yang diberi nafkah bahkan jika dia ditinggal mati

99

suaminya ia masih mendapat perlindungan dari keluarga

sang suami. Dalam rumusannya penyusun menulis “anak laki-laki

mendapat harta warisan dua kali lipat dari bagian anak perempuan. Hal ini

sesuai dengan prinsip keadilan bahwa kewajiban dan tanggungjawab anak

laki-laki lebih besar daripada anak perempuan.”23 Penjelasan tersebut

secara logis bisa diterima dalam kultur masyarakat Arab

tapi di Indonesia dimana banyak perempuan yang menjadi

tulang punggung keluarga tentu hal itu bisa dikatakan

diskriminatif. Perlu diketahui, keseluruhan bagian

perempuan dalam waris tidak semuanya mencerminkan 2:1.

Hal ini terbukti dalam bagian laki-laki dan perempuan itu

2:1 ketika mereka sebagai anak. Ketika perempuan menjadi

istri bagiannya seperempat kalau suaminya yang meninggal

dan tidak punya anak dari pernikahan tersebut, jika

memiliki anak maka bagiannya adalah seperdelapan. Ketika

menjadi ibu bagiannya sama dengan bapak yaitu seperenam

ketika mempunyai anak. Apabila tidak punya anak atau

saudara bagian ibu sepertiga. Ketika menjadi saudara,23

100

baik laki-laki atau perempuan sama bagiannya yaitu

seperenam. Tetapi jika kembali alasan harus memberi

nafkah yang dipergunakan untuk memperkokoh bagian 2:1

maka kita harus lihat konteks turunnya ayat 11 surah an-

Nisa:

Artinya:

Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka

untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki

sama dengan bagahian dua orang anak perempuan[272]; dan

jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua[273],

Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang

ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka

ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa,

bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang

ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak;

jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia

101

diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat

sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa

saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-

pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang

ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang)

orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa

di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya

bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya

Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Ayat ini sebenarnya turun karena latar belakang

sosiologis masyarakat saat itu yaitu berdasarkan hadis

tentang aduan istri Sa’ad bin Al-Rabi yang ditinggal mati

suaminya dan semua harta suaminya diambil oleh saudara

suaminya dan tidak menyisakan sedikitpun untuk kedua anak

perempuan Sa’ad bin Al-Rabi,24 Hadis tersebut:

Ya Rasulullah, kedua perempuan ini adalah anak Sa’ad

bin Al-Rabi yang menyertai tuan dalam perang Uhud,

ia telah gugur sebagai sahid. Paman kedua putrid ini

mengambil harta bendanya dan tidak meninggalkan

sedikitpun, sedang kedua anak kami sukar mendapatkan

jodoh kalau tidak berharta. “Rasulullah SAW24 Tafsir al-Maraghi, jilid IV, hal 354

102

bersabda: “Allah akan memutuskan persoalan tersebut.

“maka turunlah ayat tersebut. Diriwayatkan oleh Abu

Dawud Al-Turmizi, Ahmad, Abu Dawud dan Al-Hakim yang

bersumber dari Jabir.

Jelas dilihat dari asbab nuzul ayat tersebut karena

anak Sa’ad bin Al-Rabi tidak diberi warisan sama sekali,

dengan turunnya ayat tersebut berarti ada aturan hukum

baru bahwa perempuan harus mendapat bagian warisan.

Dengan melihat latar belakang turunnya ayat tentang

pembagian warisan harus dibaca sebagai proses awal menuju

kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan, sehingga

pada saat yang telah memungkinkan bukan suatu hal yang

bertentangan dengan nash jika perempuan diberikan bagian

lebih dari setengah bagian laki-laki. Memang menjadi

diskriminasi ketika hanya melihat dari sisi 2:1, dan

alasan yang dipakai untuk menguatkan adalah hanya dengan

karena tanggungjawab laki-laki lebih berat, seharusnya

dibangun argumentasi yang lebih setara yakni pada saat

perempuan menyandang status yang berbeda bukan anak

103

perempuan ibi atau saudara misalnya bagian mereka

berbeda, dan melihat konteks masyarakat Indonesia yang

banyak juga perempuan sebagai tulang punggung keluarga

maka bagian 2:1 tersebut bisa berubah dengan cara

musyawarah, jika semua ahli waris telah baligh dan hibah.

Sayangnya hal tersebut tidak dilakukan oleh para penyusun

buku bahkan para guru, sehingga informasi yang menyebar

selalu bias dan kemudian dipraktikan secara missal dalam

masyarakat ketika warisan akan dibagi dan kemudian hal

tersebut menjadi mutlak, disitulah letak biasnya dan

semestiny dikoreksi secara bijak karena hal tersebut

bukan berarti mengubah makna teks, tapi bagaimana teks

yang turun karena suatu kasus dalam sebuah masyarakat

yang memiliki tradisi yang khas dan cultural

diaplikasikan dengan masyarakat lain yang memiliki

karakteristik kultur yang berbeda.

12) Bab XII

104

Bab terakhir dalam buku ini adalah Sejarah

Kebudayaan Islam tentang perkembangan Islam di Dunia yang

meliputi; a) Islam di benua Asia, b) Islam di benua

Eropa, c) Islam di benua Afrika, d) Islam di benua

Australia dan Pasifik, e) Islam di benua Amerika, dan f)

Hikmah perkembangan Islam di dunia. Perkembangan Islam

dalam sebuah Negara tentu dipengaruhi juga oleh tokoh-

tokoh yang mengajukan pemikiran sekaligus bergerak dalam

perjuangan. Dalam penjelasannya tokoh-tokoh yang

disebutkan semuanya adalah dari kualitas maskulin,

seperti; Muhammad Iqbal, Fazlur Rahman, dan Abu A’la al

Maududi yang merupakan tokoh-tokoh Islam di Pakistan,

sehingga jika disebutkan bab ini terdapat bias secara

frekuensi adalah benar adanya. Mengenai nilai-nilai

kesetaraan gender secara eksplisit tidak disebutkan aleh

penyusun buku, karena penyusun buku memilih hanya

menggunakan kata muslim saja tanpa disertai kata

105

muslimah, meski secara tekstual maksud dari penyusun buku

adalah umat Islam secara keseluruhan.

2. Hasil Analisis Isi Buku Teks PAI Perspektif Kesetaraan

Gender; Sebuah Frekwensi

a) Kelas X

Tabel 2

Bab Gender Equity Bias KeteranganI 1. Penjelasan

mengenaiproseskejadianmanusia

a. Hanya Adamyang ditunjuksebagaiKhalifah

Catatan:Esensi khalifahadalah manusiasebagai tanganAllah dalammengelola bumibeserta isisnyasehingga menjadimanfaat bagikehidupanmanusia dantugas tersebutpada hakikatnyadibebankankepada seluruhumat manusia

II 2. Penggunaankata“muslim/muslimah”

b. Inkonsistensikata. Katamukhish yangtidakdisertai katamukhishah

Catatan:Dari unsur tematentangkewajibanberibadah (misitauhid) dengankeikhlasan

106

secara implicitmengandung unsurgender equality.

III 3. Penggunaankata“muslim/muslimah”

c. Gambar 3.2digambarkanlaki-lakipemaaf tapitidak adamodelperempuanpadahal ada10 perilakumanivestasiasma’ al husnayang dijelaskan

d. Asma’ al husnayangdisebutkandalam termmuzdakar

Catatan: Dari unsur

tema tentangiman kepadaAllah (misiTauhid)mengandungunsur genderequality.

Allah tidakberjeniskelamin laki-laki atauperempuan,tema muzdakaryang dipakaidalam asma’ alhusna sangaterat terkaitdengan kaidahbahasa Arabyangmenyaratkandipakainyaterm muzdakaruntukmukhatab yangplural

IV 4. Penggunaankata“muslim/muslimah”

5. Gambar 4.2

e. Gambar 4.1digambarkanlaki-lakisedangberzikir;

Catatan:Karena sedariawal penulisantidak adaperspektif gendr

107

suasana lombakhitabah yangdiikuti siswadan siswi(kesempatanyang sama)

tidak adamodelperempuanpadahal ada 2perilaku yangdijelaskan

f. Pembagianperandomesticuntuk istridan peranpublik untuksuami. Dalamrumusan :“agar tujuanluhur tersebutdapat terwujud,maka suamisebagai kepalakeluarga danistri sebagai iburumah tangga,pendampingsuami,hendaknyasalingberprasangkabaik tidak bolehsaling curiga,saling memenuhihak danmelaksanakankewajibanmasing-masingdengan sebaik-baiknya”.

dalampenyusunannya

108

g. Lagi;kualitasmaskulindalam fiturpojok kisan

V 6. Penggunaankata“muslim/muslimah”

h. Tokoh yangditampilkanmayoritas daikualitasmaskulin

i. Lagi;kualitasmaskulindalam fiturpojok kisan

Catatan:Karena sedariawal penulisantidak adaperspektif gendrdalampenyusunannya

VI Tidak ada j. Tokoh yangditampilkanmayoritas daikualitasmaskulin

k. Lagi;kualitasmaskulindalam fiturpojok kisan

Catatan:Islam melakukanpembaharuan-pembaharuan yangradikal terhadapnasib perempuantapi tidakmendapat porsibanyak dalamsejarah yangdisampaikan padasiswa/siswi

VII 7. Penggunaankata“muslim/muslimah”

l. Gambar 6.1tentang rapatwarga yangsemuanyalaki-laki(kemana wargaperempuan?)

m. Dalam fiturkaji kasus

Catatan: Inkonsistensipenjelasandengan gambar

109

semua tokohyangdiperankanlaki-laki

VIII

8. Penggunaankata“muslim/muslimah”

9. Penjelasantentang bahwamalaikat bukanlaki-lakibukan pulaperempuanmeski nama-nama merekatergolongmaskulin

n. Gambar 8.1menggambarkan4 orang laki-laki sebagaisukarelawanbencana alamdan gambar8.2 adalahsuasana salatjama’ah yangkebetulanjama’ahnyaadalah laki-laki semua

o. Lagi;kualitasmaskulindalam fiturpojok kisan

Catatan: Terkait dengansisiopsycolinguistik masyarakatarab yang taghlibal zdakar

IX 10. Penggunaankata“muslim/muslimah”

11. Gambar 9.1menggambarkanlaki-lakimelanggarjalur buswaydan gambar 9.2yangmenunjukanseorang

p. Batas auratdalam salatdiberlakukanpula dalamkehidupasnsehari-hari

Catatan:Ada perbedaanpendapatmengenai batasaurat; tapisebagian besarmengatakan auratperempuan adalahseluruh tubuhkecuali telapaktangan dan muka,yang sejatinyahadis Nabi itu

110

perempuansedangmengemudikanmobil sambilmenelpon.Disini dapatdikatakanbahwa baikperempuanmaupun laki-laki sama-samaberpotensiuntukmelanggarperaturan samapotensinyamereka berduameraihprestasi

dalam batasansholat, kemudiankarena kulturcara berbusanaperempuan arabsehinggadisamakan antaraaurat sholat dansehari-hari

X 12. Penggunaankata“muslim/muslimah”

13. Gambar 10.1memperlihatkaninteraksisiswa-siswiyangproposional,ada siswalaki-laki dansiswiperempuan yangsama-samameraih

q. Gambar 10.2yangmengilustrasikan seoranglaki-lakimendapattindakandiskriminatifdari tigasiswi danseorang siswa

Catatan: Dalam fiturpojok kisahdiceritakan 3laki-laki yangmasuk ke nerakakarena sifat riya’padahal perilakumerekamencerminkanspiritualitasmereka. Inimembuktikan jikatetapdisepakataiadanya arcethype

111

prestasi14. Rumusan:

“orang tua yangmembeda-bedakanperlakuanterhadap anak-anaknya adalahcontoh perilakudiskriminatifdalam keluarga.Misalnya anakperempuan tidakdisekolahkankankarena dianggaptidak perlu,padahal orang tuamampu dan sianak juga inginsekolah. Dalamundang-undangtentang Hak AsasiManusia bagian10, Hak anakPasal 52 ayat 1dikemukakanbahwa setiap anakberhak atasperlindungan olehorangtuanya,keluarga,masyarakat, dannegara

spiritual partnershiptetaplah bahwasuperioritasspiritualseseorang sangatditentukan olehketakwaan,keimanan dankeikhlasannyaberibadahterhadap Tuhanbukan karenagender ataujenis kelaminyang dimiliki.

XI Tidak ada r. Mahram bagiperempuanyang

Catatan:Perlu dikajiulang

112

berangkathaji

s. Lagi;kualitasmaskulindalam fiturpojok kisah

t. Inkonsesisitensi kata.Kata muslimyang tidakdisertai katamuslimah

persyaratanmahram karenapemberangkatanhaji dilakukansecaraberkelompok dandikawal amirul hajj(meski lebihbaik disertaimahram)

b) Kelas XI

Tabel 3

Bab Gender Equity Bias KeteranganI 1. Penggunaan

kata“muslim/muslimah”

a. Fitur pojokkisah diisioleh biografiAl-Biruni dantidakditemukanlagi fitur-fitur lainyang diisioleh kualitasfeminism

Catatan:Bias/diskriminasisalah satubentuknya adalahpada frekwensipenyebutanperempuan yanglebih sedikitdisbanding laki-laki

II 2. Penggunaankata“muslim/muslimah”

Tidak ada Catatan:Fitur pojokkisah yang diisidengan akhlaq

113

Nabi terhadapanak yatim(laki-laki) bisadilengkapidengan akhlaqNabi terhadapperempuan yangmemangdiperjuangkanoleh Nabi

III 3. Penggunaankata“muslim/muslimah”

b. Rumusan:“cirri-ciri seorangrasul antara lainseorang laki-lakiyang sehatjasmani danrohaninya,mempunyai akalyang sempurna,berjiwa ismah(jiawa yangmampumengendalikandiri dari berbuatdosa), berasaldari keturunanbaik-baik

Catatan:Ulama yangberpendapatbahwa kewahyuandan kenabianjuga turunkepada perempuanberdasarkan QS.Al-Qashas, 28 :7

IV 4. Penggunaankata“muslim/muslimah”

5. Gambar 4.2 dan4.1 telahmewakilimasing-masingkualitas

c. Inkinsistensikata. Katamukmin yangtidakdisertai katamukminah

Catatan:Gambar 4.1 yangmenggambarkanseorang laki-laki berzikir(model)sebaiknyaditambah gambarperempuan

114

(karena adaunsurekesengajaanmenggunakanmodel)

V 6. Penggunaankata“muslim/muslimah”

d. 2 dari 4gambar adalahlaki-lakisedangkanyang laingambar satujendela dalamiklaninternet dansebuah brosur

Catatan:Jika gambarbrosur dan iklaninternet pentinguntuk dimasukanmaka sebaiknya 2gambar yangterdiri darilaki-lakidiberikan 1porsi untukkualitas feminim

VI Tidak ada e. Tokoh yangditampilkanmayoritasdari kualitasmaskulin (41laki-laki &hanya 2perempuan)

Catatan:Dua namaperempuan yangdisebut punbukan karenajasanya tapikarena diaistri/saudaratokoh laki-lakiyang disebutkan

VII Tidak ada Tidak ada Kata dan gambartidak menunjukandiskriminasigender

VIII

7. Penggunaankata“muslim/muslimah”

f. Inkonsistensi kata.Kata muslimyang tidakdisertai

Catatan:Banyak jugatokoh perempuanyang relamenembus nyawa

115

katamuslimah

g. Lagi;kualitasmaskulindalam fiturpojok kisah

untuk keimannya

IX 8. Penggunaankata“muslim/muslimah”

h. Inkonsistensi kata. Katamuslim yangtidakdisertaikatamuslimah

i. Lagi;kualitasmaskulindalam fiturpojok kisah

Catatan: Karena sedariawal penulisantidak adaperspektifgender didalampenyusunannya

X 9. Penggunaankata“muslim/muslimah”

Tidak ada Kata dan gambartidak menunjukandiskriminasigender

XI 10. Penggunaankata“muslim/muslimah,saleh/salehah,almarhum/almarhumah”

11. Do’a dalamsalat jenazahdisajikandengan duadlamir, (ha)untuk

j. Lapis kainkafan bagilaki-laki danperempuan

k. Posisi imamketika salahjenazah

l. Lagi; laki-laki fiturpojok kisah

Catatan:Karena sedariawal penulisantidak adaperspektifgender didalampenyusunannya

116

perempuan dan(hu) untuklaki-laki

XII 12. Penggunaankata“muslim/muslimah

m. Kewajibansalat jum’athanya bagilaki-laki

n. Lagi; laki-laki dalamfitur pojokkisah

Catatan: Satu sisiterlihat biastapi disisi lainada hikmah(tidakmemberatkanperempuan karenasemua laki-lakiberjamaah jum’atsehingga anak-anak kecil kecilbisa dijaga olehperempuan dankeamanan rumahterjamin.

XIII

Tidak ada o. Tokoh yangditampilkanmayoritasdari kualitasmaskulin (8laki-laki &hanya 4perempuan)

c) Kelas XII

Tabel 4

Bab Gender Equity Bias KeteranganI 1. Rumusan : a. Tidak Kebenaran agama

117

“setiap muslim/muslimah akan bertekad danberusaha secara sungguh-sungguh agar selama hidupdi ala mini senantiasa meyakini kebenaran agamaIslam yang dianutnya dan mengamalkan seluruh ajarannya dengan bertakwa kepada Allah SWT”(hal. 5)

ditemukan bias baik dalam penjelasan, fitur-fitur seperti pojokkisah ataupundalam latihandan internalisasibudi pekerti

Islam yang mutlak adalah Tauhid sehingga secara implicit ada nilai kesetaraan sebagai salah satu hikmah didalam teks tersebut.

II Tidak ada b. Tidak konsisten dalam penggunaan kata “muslim /muslimah” dan “mukmin /mukminah” (hal. 25 dan 27)

Sebenarnya ada nilai kesetaraandalam isi kandungan dalam ayat-ayat yang dibahas di bab ini yakni QS. Al-Mujadilah, 58: 11 tentang keunggulan orangyang beriman danberilmu. Ini berdasarkan salah satu deklarasi kesetaraan laki-laki dan perempuan yang sama-sama bisa

118

berpotensi meraih prestasi syangnya hal itutidak dijelaskan.

III Tidak ada c. Hadis tentang7 perilaku yang menyebabkan masuk surga. Disebutkan salah satunyaadalah laki-laki yang menolak ajakan perempuan untuk berzina(hal. 36)

Terlepas hadis itu sahih secaramuatan dan sanad (belum dibuktikan) laki-laki juga bisa menjadi penggoda perempuan. Redaksi hadis yang sangat diskriminatif tersebut harus ditambah dengan penjelasan dari guru bahwa keadaan bisa menjadi sebaliknya

IV 2. Konsistensi penggunaan kata muslim/muslimah

3. Dua tokoh yangditampilkan mewakili dua kualitas feminism (kisah Ummu Su’aim yang

Tidak ada Kata dan gambar tidak menunjukandiskriminasi gender

119

sabar dan kualitas maskulin diwakili oleh kisah Marwan seorang pengusaha yangmendermakan Ilmunya

V 4. Rumusan penjelasan: “membantu istri dalam tugas sehari-hari, terutama dalam mengasuh dan mendidik anak-anak agar menjadi anak yang saleh”

d. Rumusan penjelasan tentang kewajiban suami menjadipemimpin dalam keluarga berdasarkan QS. An-Nisaa’, 4: 34

Urusan sumur dapur dan kasur tidak semata tugas perempuan

Kewajiban dapat gugur jika suami tidak mampu melakukan itusehingga sehingga jangan dianggap sebagai hukummutlak yang tidak bisa diubah dan bahkan dijadikan legitimasi superioritas laki-laki

VI 5. Penggunaan kata muslim/muslimah

e. Inkonsistensikata muslim-muslimah dalam

Faktanya memang mengatakan sedikit sekali ada ruang publik

120

beberapa penjelasan (hal. 75)

f. Mayoritas tokoh yang disebutkan laki-laki (78laki-laki & hanya 7 perempuan)

bagi perempuan pada zaman perjuangan, meski ada merekadianggap tidak ada

VII Tidak ada Tidak ada Kata dan gambar tidak menunjukandiskriminasi gender

VIII

6. Penggunaan kata muslim/muslimah

g. Inkonsistensikata muslim-muslimah dalam beberapa penjelasan (hal. 114)

Catatan: seharusnya kata poliandri, poligami, dan monogamy ditampilkan dalam materi munakahat bukan Iman kepada Qadadan Qadar

IX Tidak ada Tidak ada Kata dan gambar tidak menunjukandiskriminasi gender

X Tidak ada Tidak ada Kata dan gambar tidak menunjukandiskriminasi gender

XI 7. Hikmah implisit yakniadanya bagian warisan bagi

h. Rumusan penjelasan yang diambil dari hukum

Tidak selamanya tanggungjawab nafkah ditanggungkan

121

perempuan yangsebelumnya tidak ada dalam tradisi Arab

Fiqih, tentang bagian warisan anak laki-laki danperempuan yakni 2:1

laki-laki

XII Tidak ada i. 23 tokoh yangdisebutkan semuanya adalah dari kualitas maskulin

Catatan: perlu dimasukan materitentang pahlawanperempuan

Berdasarkan ulasan analisis isi dalam buku teks

Pendidikan Agama Islam untuk SMA karya Syamsuri yang

diterbitkan oleh Erlangga ad beberapa poin yang perlu

dicermati lebih lanjut; pertama, dari rumusan kesetaraan

gender yang terintegrasi, yang paling banyak ditemukan

adalah pada penggunaan kata muslim yang dalam banyak bab

konsisten dibarengi dengan kata muslimah. Hanya saja

terindikasi penyebutan dua kata tersebut secara

beriringan adalah karena kemungkinannya penyusun

mengikuti kebiasaan yang berlaku dalam berbahasa

Indonesia yang cenderung menyebutkan siapa saja audience

122

yang dihadapi ketika berbicara. Seperti ketika seseorang

sedang berpidato maka dalam kalimat pengantarnya ia akan

mengatakan “bapak-bapak dan ibu-ibu yang saya hormati,”

sehingga dalam penjelasan materinya penyusun buku

menggunakan kedua kata “muslim/muslimah” untuk mengganti

penggunaan kata “umat muslim” yang berarti keseluruhan

baik laki-laki atau perempuan yang seharusnya justru

lebih universal dipakai dan lebih mudah diterima banyak

orang, tetapi penyusun buku tidak menggunakan itu

sehingga dapat diasumsikan memang penggunaan kata

“muslim/muslimah” mengandung unsur relasi gender

didalamnya, dan penyusun berusaha konsisten dari satu bab

ke bab lainnya untuk 3 buku PAI tingkat SMA yang

disusunnya meski terkadang upaya konsistensi tersebut

gagal dan beberapa kali kata muslim berdiri sendiri.

Kedua, masih banyak sekali bias didalam buku teks PAI

untuk SMA ini misalnya mayoritas tokoh dan gambar yang

disertakan dalam penjelasan adalah dari kualitas maskulin

123

terutama dalam materi Sejarah Kebudayaan Islam (SKI).

Dari 3 buku materi yang dibuat bertahap dalam membahas

perkembangan Islam baik dari era Rasulullah samapai pada

perkembangannya di dunia termasuk di Indonesia tidak

disinggung sama sekali peran kaum Hawa dalam perkembangan

Islam. Adapula pembagian peran domestik bagi perempuan

dan peran publik untuk laki-laki yang tampaknya sepele

tapi jika itu dipelajari terus menerus akan membantu

menstimulus siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan

sehari-hari.

Ketiga, berdasarkan pembacaan dan hasil analisis,

penulis menilai bahwa dari awal sebenarnya penyusun dalam

merumuskan buku PAI ini tidak disertai perspektif

kesetaraan gender dalam penulisan bukunya, hal ini

ditunjukkan dengan beberapa indikasi; (1) Adanya muatan

kesetaraan terutama pada materi aqidah sekaligus bias

dalam materi fiqih yang terbaca baik secara eksplisit

maupun implicit dalam buku teks menunjukan penyusunan

124

buku secara sadar yang memang menganggap manusia adalah

sederajat dalam koridor kemanusiaan yang langsung

berhubungan dengan Tuhan tapi membedakan pada koridor

pernikahan dan mayoritas itulah yang termaktub dalam

banyak literature Islam,25 (2) gambar-gambar dalam ketiga

buku PAI karya Syamsuri setelah kita kaji juga tidak

terlepas dari muatan kesetaraan sekaligus bias, namun

yang penting untuk diingat adalah dalam penyusunan sebuah

buku, tanggung jawab penulis buku hanya menyusun rumusan

materi sedangkan gambar didalamnya menjadi tugas sang

illustrator buku tersebut yang dalah hal ini ditangani

langsung oleh bagian produksi penerbit Erlangga, ini

menunjukan penulis tidak punya kuasa penuh atas gambar-

gambar didalamnya karena ini terkait dengan desain dan

lay-out yang sepenuhnya dikerjakan oleh bagian produksi

25 Lebih lanjut bandingkan penjelasan Syamsuri tentang bagian warisan bagi perempuan yakni 1:2 terhadap laki-laki (buku PAI kelas XII, hal. 146) dengan konsekuensi bagi muslim/muslimah yang taat akan Allah sebagai penjelasan dari QS. al-An’am (6) 162-163 (buku PAI kelas X, Hal. 21)

125

penerbit Erlangga,26 (3) Dari kesamaan daftar pustaka yang

digunakan Syamsuri diketiga bukunya tidak satu pun judul

bersinggungan dengan relasi jenis kelamin baik biologis

ataupun sosial, serta dari list penulis buku dalam daftar

pustaka tersebut tidak terindikasi sebagai pegiat/penulis

buku bertema gender atau feminism, meski ada nama-nama

terkenal seperti Ibn Katsir, Hasbi Ash-Shidiqy, Quraisyi

Shihab yang terkenal dengan aliran tafsir bi al ra’yi sebagai

rujukan tafsir untuk ayat-ayat yang digunakan dalam buku

PAI karangannya, tapi dalam rumusannya kita tidak melihat

nilai-nilai gender terungkap didalamnya, ini menurut

hemat penulis dikarenakan Syamsuri fokus pada tema yang

diulas tanpa mengaitkan rumusan penjelasan dengan

tema/fenomena sosial apapun termasuk gender, meski para

rujukannya mengungkap sesuatu yang berhubungan dengan

gender, tapi itu bukanlah suatu keharusan bagi Syamsuri

untuk mengungkapkannya, (4) Dalam uraian analisis,

26 Lihat cover dalam buku Pendidikan Agama Islam untuk SMAkarya Syamsuri yang diterbitkan oleh Erlangga.

126

penulis menemukan banyak tema-tema yang bisa

diproyeksikan sebagai materi sensitive gender tapi tidak

dieksplore lebih lanjut oleh Syamsuri seperti; keimanan,

manusia sebagai khalifah, kesamaan potensi manusia pada

tema kompetisi dalam kebaikan, keunggulan seseorang yang

beriman dan berilmu serta keterlibatan tokoh perempuan

dalam pergerakan Islam,27 (5) Dari analisis kemunculannya

justru materi yang mengandung bias gender ternyata lebih

banyak daripada materi yang mengandung muatan kesetaraan

gender, total untuk muatan bias gender adalah 43

kemunculan dan untuk muatan kesetaraan gender hanya 32

kemunculan dalam tabel analisis.

Keempat, penting untuk dicatat bahwa akibat dari

perspektif gender yang penulis pakai dalam penelitian ini

adalah begitu kentaranya penulis melihat segala sesuatu27 Ada fakta yang tidak bisa dibantah bahwa buku ini disusun

berdasarkan Standar Isi 2006 yang ditetapkan oleh DIKNAS, padahaldalam Standar Isi tersebut tidak termuat baik implicit ataueksplisit tentang keharusan mengeksplore tema-tema yang dapatbersinggungan dengan gender sehingga kita tidak bisa menimpahkankesalahan pada penyusun buku tapi setelah kita urai implikasi genderdalam dunia pembelajaran tentu kita bisa melakukan koreksiberdasarkan penelitian ini.

127

dari unsure perbedaan laki-laki dan perempuan baik dari

sisi relasi serta kualitasnya, sedangkan penyusun buku

seperti diurai di depan tidak memakai perspektif

kesetaraan gender tapi lebih mengacu pada Standar Isi,

Kompetensi Dasar, dan Standar Kompetensi yang telah

ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, sehingga

dari sisi Standar Isi/SK/KD maka buku ini adalah buku

yang layak untuk dikonsumsi siswa/siswi, tapi dari sisi

perspektif gender maka buku ini membutuhkan cukup banyak

revisi untuk dapat diklaim sebagai buku yang seratus

persen memuat nilaikesetaraan gender.

128