BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. PROFIL DAN DESKRIPSI BUKU PAI UNTUK SMA KARYA SYAMSURI
Sebagai data primer pada penelitian ini adalah buku
berjudul Pendidikan Agama Islam Untuk SMA, terdiri dari
tiga buku untuk tiga kelas yakni X, XI, dan XII. Buku ini
dikembangkan dengan model penyajian yang didasari oleh
konsep bahwa belajar agama Islam adalah bagian dari
mempelajari life skill (kecakapan hidup) agar siswa dapat
memecahkan persoalan hidup dan berperan sebagai agen
pemberi solusi terkait dengan masalah-masalah keislaman.
Materi yang dikembangkan berdasarkan standar isi 2006
dilengkapi alokasi waktu program pembelajaran semester
satu dan dua yang dapat dimodifikasi sesuai situasi
sekolah bersangkutan. Materi yang diberikan meliputi; 1)
Al Qur’an, 2) Aqidah, 3) Akhlaq, 4) Fiqih, dan 5) Sejarah
Kebudayaan Islam. Dalam penyajiannya buku ini juga
22
memberikan penekanan-penekanan pada aktifitas siswa
belajar mandiri dengan adanya fitur-fitur seperti:
a. Ingat! : berisi poin dari pembahasan materi untuk
memudahkan siswa memahami materi
b. Kegiatan Siswa : berisi kegiatan belajar untuk
dilakukan siswa secara mandiri
c. Coba Renungkan : berisi ajakan merenungkan suatu
topic pembahasan yang relevan dengan kehidupan diri
sendiri
d. Pojok Kisah : berisi kisah-kisah teladan atau
nasehat bijak yang layak dijadikan rujukan dalam
menimba pelajaran
e. Kamus Istilah : berisi penjelasan ringkas tentang
istilah-istilah yang sering dipakai dalam membahas
tema-tema keislaman
f. Internalisasi Budi Pekerti : suatu table khusus
untuk menguji pemahaman dan penginternalisasian
23
nilai-nilai islami yang relevan dengan bahasan
materi
g. Kaji Kasus : berisi latihan yang mengajak siswa
menganalisis permasalahan yang dihaadapi dalam
kehidupan sehari-hari dan memberikan rekomendasi
solusi
h. Peragaan : berisi simulasi praktik ibadah
1. Cirri-ciri Khusus Masing-masing buku PAI Karya
Syamsuri
a. Buku PAI untuk SMA kelas X
Terdiri atas 180 halaman dengan sampul dominan
berwarna hijau dan kuning dengan gambar semacam
burung dan garis-garis lengkung yang membentuk
seperti daun. Memuat sebanyak 12 tema yang dibagi
dalam dua semester masing-masing semester 6 materi.
Semester satu terdiri dari dua bab materi Al-Qur’an
dan masing-masing satu bab materi untuk satu sub
bab pelajran yang terintegrasi dengan mata
24
pelajaran Pendidikan Agama Islam yakni; Aqidah,
Akhlaq, Fiqih, dan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI).
Pada semester dua terdiri dari masing-masing satu
materi untuk sub pelajaran Aqidah, Akhlaq, Fiqih,
dan SKI dan dua materi untuk sub pelajaran Akhlaq.
b. Buku PAI untuk SMA kelas XI
Terdiri atas 200 halaman dengan sampul dominan
berwarna biru dan ungu dengan gambar semacam burung
dan garis-garis lengkung yang membentuk seperti
daun. Memuat sebanyak 13 tema yang dibagi dalam dua
semester masing-masing semester 6 materi. Semester
satu terdiri dari dua bab materi Al-Qur’an dan
masing-masing satu bab materi untuk sub pelajaran
yang terintegrasi dengan mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam yakni; Aqidah, Akhlaq, Fiqih, dan
Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Pada semester dua
terdiri dari masing-masing satu materi untuk
25
Aqidah, AL-Qur’an, dan SKI dan dua materi untuk sub
pelajaran Akhlaq dan Fiqih.
c. Buku PAI untuk SMA kelas XII
Terdiri atas 181 halaman dengan sampul dominan
berwarna kuning dan jingga dengan gambar semacam
burung dan garis-garis lengkung yang membentuk
seperti daun. Memuat sebanyak 12 tema yang dibagi
dalam dua semester masing-masing semester 6 materi.
Semester satu terdiri dari dua bab materi Al-Qur’an
dan masing-masing satu bab materi untuk sub
pelajaranyang terintegrasi dengan mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam yakni; Aqidah, Akhlaq,
Fiqih, dan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Pada
semester dua terdiri dari masing-masing satu materi
untuk Aqidah, Al-Qur’an, Fiqih, dan SKI. Dan dua
materi untuk sub pelajaran Akhlaq.
2. Bahan Pengajaran Buku Pendidikan Agama Islam untuk SMa
Karya Syamsuri
26
a. Buku untuk SMA kelas X
Terdiri dari 12 materi dengan uraian sebagai
berikut :
1) Semster I
a) Materi Al-Qur’an surah al-Baqarah, 2: 30, yang
membahas tentang peranan manusia sebagai
khalifah, al-Mu’minun, 23: 12-14; yang
membahas tentang kejadian manusia, az-Zariyat
51-56; tentang tugas manusia, dan an-Nahl 16:
78; mengenai kewajiban manusia untuk
bersyukur. Selain itu juga dibahas hokum
tajwid masing-masing surah agar siswa selain
diharapkan memahami dan memperhatikan
kandungan ayat surat-surat tersebut juga mampu
membacanya sesuai kaidah tajwid yang benar.
b) Materi Al-Qur’an surah al-Bayyinah, 98: 5 dan
surah al-An’am, 6: 162-163, keduanya membahas
27
tentang keikhlasan beribadah disertai hokum
tajwid yang terkandung.
c) Materi Aqidah dengan pembahasan mengenai Iman
kepada Allah SWT. Adapun sub pokok bahasannya
terdiri dari: Pengertian Iman Kepada Allah
SWT, Sifat-sifat Allah SWT dalam al-Asma’ul Husna,
Perilaku Orang beriman terhadfap 10 sifat
Allah dalam al-Asma’ul Husna.
d) Materi Akhlaq dengan judul berperilaku terpuji
ysng membahas tentang pengertian dan contoh
perilaku terpuji serta membiasakan diri
berperilaku terpuji.
e) Materi Fiqih yang membahas mengenai sumber-
sumber hokum Islam, dan pengertian Hukum
Taklifi, dan hokum Wad’i.
f) Materi SKI tentang sejarah dan strategi dakwah
Rasulullah SAW. periode Makkah
2) Semster II
28
a) Materi Al-Qur’an surat Ali-Imran, 3: 159 yang
menerangkan tentang musyawarah dan Asy-Syura,
42: 48 tentang anjuran untuk melaksanakan
musyawarah.
b) Materi Aqidah tentang Iman Kepada Malaikat
dengan sub bahasan pengertian dan tanda-tanda
beriman kepada malaikat, contoh-contoh
perilaku beriman kepada malaikat serta
penerapan beriman kepada malaikat dalam sikap
dan perilaku.
c) Materi Akhlaq dengan bahasan perilaku terpuji
mengenai adab berpakaian dan berhias, adab
dalam perjalanan dan adab bertamu dan menerima
tamu.
d) Materi Akhlaq dengan bahasan perilaku tercela
yakni hasud, Riya’, aniaya, dan diskriminasi.
e) Materi Fiqih tentang Zakat, Haji, dan Wakaf.
29
f) Materi SKI tentang keteladanan Rasulullah SAW
periode Madinah yang berisi sejarah dan
strategi dakwah Rasulullah ketika di Madinah.
b. Buku untuk SMA Kelas XI
Terdiri dari 13 materi dengan rincian sebagai
berikut:
1) Semster I
a) Materi Al-Qur’an surah al-Baqarah, 2: 148
tentang anjuran berlomba dalam kebaikan dan
suat Fatir: 32 mengenai adanya tiga kelompok
umat Islam, didalamnya juga disertai hukum-
hukum tajwid yang terkandung dalam kedua
surat.
b) Materi Al-Qur’an surah al-Isra’, 17: 26-27
tentang anjuan membantu kaum du’afa dan surat
al-Baqarah: 177 tentang menyantuni kaum
du’afa.
30
c) Materi Aqidah tentang Iman Kepada Rasul-rasul
Allah dengan pembahsan mengenai pengertian dan
tanda-tanda iman kepada Rasul-rasul Allah
serta contoh-contoh perilaku beriman kepada
Rasul-rasul Allah.
d) Materi Akhlaq tentang berperilaku terpuji yang
terdiri dari Tobat dan Raja’.
e) Mater Fiqih dengan bahasan hukum Islam
mengenai mu’amalah yang meliputi pengertian
mu’amalah, transaksi ekonomi dalam Islam dan
contoh-contohnya, penerapan transaksi ekonomu
dalam Islam, dan kerjasama ekonomi dalam
Islam.
f) Materi Ski tentang perkembangan Islam pada
abad pertengahan dengan sub bahsan; sekilas
tentang dunia Islam, perkembangan ajaran
Islam, perkembangan ilmu pengetahuan serta
31
perkembangan kebudayaan Islam pada abad
pertengahan.
2) Semester II
a) Materi Al-Qur’an surah ar-Rum, 30: 41-42 dan
surah al-A’raf, 7: 56-58 tentang larangan
berbuat kerusakan di bumi, dan surah Sad, 38:
27-28 tentang keburukan kaum yang berbuat
keburukan di bumui.
b) Materi Aqidah tentang Iman kepada Kitab-kitab
Allah dengan uraian pengertian iman kepada
Kitab-kitab Allah, sikap perilaku beriman
kepada Kitab-kitab Allah, dan hikmah beriman
kepada Kita-kitab Allah.
c) Materi Akhlaq terpuji dengan sub bahasan;
etika Islam dalam berkarya dan tujuannya,
maksud menghargai karya orang lain, sikap
menghargai karya orang lain, dan membiasakan
perilaku menghargai karya orang lain.
32
d) Materi Akhlaq tercela dengan bahasan;
pengertian dosa besar, contoh-contoh dosa
besar, dan menghindari perbuatan dosa besar.
e) Materi Fiqih tentang Perawatan Jenazah
meliputi; Takziah dan Ziarah Kubur, dan tata
cara dan etika perawatan jenazah dalam Islam.
f) Materi Fiqih tentang Khotbah, Tabligh dan
Dakwah dengan sub bahasan pengertian,
perbedaan dan ketentuan masing-masing dari
Khotbah, Tabligh dan Dakwah.
g) Materi SKI yaitu perkembangan Islam pada Masa
Modern dengan sub bahasan; sekilas tentang
dunia Islam pada masa modern, perkembangan
dunia Islan pada masa modern, perkembangan
ilmu pengetahuan pada masa modern,
perkembangan kebudayaan Islam pada masa
modern, dan hikmah mempelajari sejarah
perkembangan Islam pada masa pembaharuan.
33
c. Buku untuk SMA kelas XII
1) Semester I
a) Materi Al-Qur’an surah al-Kafirun, 109: 1-6
tentang tidak ada toleransi dalam hal keimanan
dan peribadahan. QS. Yunus, 10: 40-41 tentang
sikap terhadap orang yang berbeda pendapat dan
QS. al-Kahfi, 18: 29 tentang kebebasan
beragam.
b) Materi Al-Qur’an surah al-Mujadalah, 58: 11
tentang keunggulan orang beriman dan berilmu
dan QS. aj-Jumu’ah, 62: 9-10 tentang dorongan
agar rajin beribadah dan giat bekerja.
c) Materi Aqidah dengan pokok bahasan Iman Kepada
Hari Akhir yang dikelompokan menjadi tiga sub
bab yakni; hari kiamat sebagai hari pembalasan
hakiki, perilaku pencerminan keimanan terhadap
hari akhir, dan hikmah beriman kepada hari
akhir.
34
d) Materi Akhlaq dengan judul perilaku terpuji
yang terdiri dari adil, rida dan amal saleh.
e) Materi Fiqih tentang Munakahat dengan tiga sub
pokok bahasan yakni; ketentuan hokum
pernikahan dalam Islam, hikmah pernikahan, dan
perkawinan menurut Perundang-undangan di
Indonesia.
f) Materi terakhir di semester pertama adalah
Sejarah Kebudayaan Islam tentang perkembangan
Islam di Indonesia, yakni dengan tiga sub bab;
masuknya Islam di Indonesia, perkembangan
Islam di Indonesia, dan hikmah perkembangan
Islam di Indonesia.
2) Semester II
a) Materi Al-Qur’an surah Yunus, 10: 101 tentang
IPTEK dan QS. al-Baqarah, 2: 164 tentang
dorongan untuk mengembangkan IPTEK.
35
b) Materi Aqidah tentang Iman Kepada Qada dan
Qadar dengan subbab; pengertian Qada dan
Qadar, tanda-tanda keimanan kepada Qada dan
Qadar, dan hikmah beriman kepada Qada dan
Qadar.
c) Materi Akhlaq tentang perilaku terpuji yakni
mengenai persatuan dan kerukunan.
d) Materi Akhlaq tentag perilaku tercela tentang
Israf, Tabzir, Gibah, dan Fitnah.
e) Materi Fiqih tentang Mawaris yang dibagi menjadi
7 subbab; ketentuan mawaris, harta sebelum
diwaris, ahli waris, hijab, perhitungan waris,
perundang-undangan waris di Indonesia, dan
hikmah waris.
f) Materi Sejarah Kebudayaan Islam tentang
perkembangan Islam di Dunia yang meliputi;
Islam di benua Asia, Islam di benua Eropa,
36
Islam di benua Amerika, dan Hikmah pekembangan
Islam di Dunia.
B. HASIL ANALISIS BUKU TEKS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK
SMA; PERSPEKTIF KESETARAAN GENDER
Analisis buku ini dilakukan bab per bab dimulai
dari kelas X, kemudian XI, dan XII. Fokusnya seperti yang
telah dijelaskan adalah perspektif kesetaraan gender
dengan indikator yang telah dijelaskan dalam poin b, baik
itu dalam bentuk tulisan (dalil atau penjelasan) maupun
gambar. Teks ataupun gambar tersebut kemudian pada
akhirnya di justifikasi apakah memuat perspektif
kesetaraan atau justru bias, dan selanjutnya jika
ditemukan perspektif kesetaraan gender akan dianalisi
lebih lanjut bagaimana bentuknya dan sejauh mana
perspektif kesetaraan yang dirumuskan sesuai pendekatan
mencari makna kesetaraan yang telah penulis bahas dipoin
sebelumnya dan pada akhirnya dapat di hierarkikan kesetaraan
37
yang termuat dalam buku teks PAI pada SMA. Berikut adalah
analisisnya;
1. Analisis Isi Buku Teks PAI Perspektif Kesetaraan
Gender; Sebuah Ulasan
a) Analisis Isi Buku Teks PAI Kelas X Karya Syamsuri
1) Bab I
Bab ini membahas tentang asal usul kejadian manusia
dan tugasnya sebagai khalifah. Ayat yang dibahas dalam
bab ini ada 4 surah. Yang pertama adalah QS. al-Baqarah,
2: 30 mengenai kedudukan manusia di bumi adalah sebagai
khalifah. Tertulis didalamnya ada 3 isi kandungan surah
al-Baqarah tersebut;
1. Allah SWT memberitahukan kepada malaikat tentang
rencananya akan menciptakan Adam (manusia) yang
kedudukannya sebagai khalifah di bumi ini.
2. Para malaikat belum mengetahui secara pasti, apa
yang akan diperbuat manusia setelah rencana Allah
SWT terwujud. Para malaikat merasa khawatir,
38
bahkan umat manusi (keturunan Adam) nantinya akan
berbuat kerusakan di muka bumi ini dan berbunuh-
bunuhan antar sesamanya. Padahal mereka (para
malaikat) merupakan makhluk yang senantiasa
bertasbih, menyucikan Allah, menaati perintah-Nya
dan tidak mendurhakai-Nya. Karena itu mereka
mengajuka pertanyaan kepada Allah SWT sebagaimana
tercantum dalam ayat tersebut.
3. Ketidaktahuan para malaikat dan kekhawatiran para
malaikat menjadi hilang setelah mendapat
penjelasan dari Allah bahwa Allah lebih mengetahui
dari apa yang telah diketahui malaikat.1
Dari ketiga isi kandungan yang telah disebutkan
salah satunya isi kandungannya yakni nomor 1 ditampilkan
kembali pada fitur “Ingat”. Untuk menekankan bahwa
manusia (Adam) adalah sebagai khalifah di bumi. Dalam
ayat tersebut (QS. 2: 30) sesungguhnya tidak disebutkan
1 Syamsuri, pendidikan Agama Islman untuk SMA Kelas X, (Jakarta: Elangga, 2006), hlm. 4
39
bahwa Adam adalah khalifah. Tetapi memang dalam surah al-
Baqarah ayat 31-34 (ayat-ayat selanjutnya) yang
disebutkan secara eksplisit adalah bahwa Allah SWT
meninggikan Adam (manusia) dengan pengetahuannya yang
tidak dimiliki malaikat sehingga Allah memerintahkan
malaikat dan iblis untuk bersujud (baca: menghormati dan
memuliakan, karena jika diartikan sujud penghambaan akan
menyalahi risalah tauhid). Namun esensi sebenarnya dari
khalifah adalah manusia (yang pada saat itu diwakili
Adam) sebagai pengelola bumi yang akan didiami, sehingga
setiap manusia pada hakikinya adalah khalifah untuk
kelangsungan anak cucu Adam.
Kedua, adalah QS. al-Mu’minun, 23: 12-14 yang membahas
tentang asal dan proses kejadian manusia. Penyusun buku
berusaha menyakinkan secara alamiah bahwa asal kejadian
manusia adalah dari saripati tanah dengan pembuktian
secara ilmiah yaitu lewat metode abu bekas bakaran
diketahui bahwa unsur-unsur asli yang terdapat dalam diri
40
manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan sama dengan unsur-
unsur yang terdapat dalam tanah, yaitu oksigen (O),
Hidrogen (H), Zat belerang (S), Zat arang (C), Kalium
(K), Natrium (Na), Yodium (J), Asama rang (CO2), Air
(H2O), dan zat-zat lainnya yang berfungsi sebagai
pelengkap.
Selanjutnya dijelaskan tentang proses kejadian
manusia ketika masih berada dalam kandungan yakni dari
saripati tanah Allah menjadikannya nutfah (sperma) yang
kemudian ditumpahkan dalam qarar (rahim), lalu menjadi
alaqah (gumpalan darah) selanjutnya mudgah (segumpal
daging) kemudian Allah menjadikannya idzan (tulang atau
rangka), lalu rangka itu dibalut daging dan akhirnya
Allah menjadikannya sebagai bentuk lain yaitu manusia
yang telah berkepala, berbadan, bertangan dan berkaki.
Penjelasan atau tafsiran dari surat al-Mu’minun kali
ini tidak menunjukan keberpihakan penyusun pada salah
astu jenis kelamin, karena memang pada dasarnya ayat ini
41
adalah ayat yang melegitimasi kesetaraan laki-laki dan
perempuan berdasarkan asal kejadiannya, maka dapat
dikatakan penjelasan QS. al-Mu’minun ayat 12-14 adalah
dalil kesetaraan manusia hanya saja penyusun tidak
menjelaskan lebih tajam bahwa perempuan dan laki-laki
terbentuk dari unsur yang sama.
Ketiga, QS. az-Zariyat, 51: 56 tentang tugas manusia.
Dijelaskan bahwa isi kandungan dari QS. az-Zariyat, 51:
56 adalah tentang bahwa maksud atau tujuan diciptakannya
jin dan manusia agar beribadah kepada-Nya. Penyusun
memberikan pengertian secara bahasa bahwa kata ibadah
berarti: taat, patuh, tunduk, dan menurut. Allah
menciptakan jin dan manusia agar beribadah kepada-Nya,
maksudnya adalah agar menaati semua perintah dan menjahui
larangan. Dalam menjelaskan ayai ini diselingi dengan
kisah tentang tragedy pembunuhan terhadap Habil anak Nabi
Adam. Dikisahkan bahwa berdasarkan petunjuk Allah SWT
kedua anak Nabi Adam tidak menikah dengan saudara
42
kembarnya. Pada akhirnya Qabil dinikahkan dengan saudara
kembar Habil yaitu Labuda, dan Habil akan dinikahkan
dengan saudara Qabil yaitu Iqlima. Qabil menolak
keputudan tersebut, dia hanya mau menikah dengan Iqlima
yang jauh lebih cantik dari Labuda. Pada akhirnya Qabil
tetap tidak mau menunaikan perintah Allah SWT dan malah
membunuh Habil dengan sebuah batu.
Pada penjelasan ayat dengan kisah ini harusnya
memiliki potensi besar untuk di-explore lebih lanjut bahwa
manusia baik laki-laki maupun perempuan berpotensi
melakukan kesalahan, pada kasus ini adalah Qabil yang
tidak mampu mengendalikan hawa nafsu bukan karena salah
Iqlima yang berwajah cantik. Meskipun secara rasional dia
hanya berusaha mempertanyakan keadilan Tuhan tentang
keharusan dia menikah dengan seorang yang menurutnya
tidak berwajah cantik. Tapi dalam kasus ini penting
diingat bahwa akal haruslah tunduk pada wahyu, dan
jawaban dari ketidaksetujuan Qabil akan keputusan Tuhan
43
baru diketahui kemudian dimana secara medis menikah
dengan saudara kandung/dekat dapat mempengaruhi
perkembangan anak secara genetis yang cenderung tidak
normal seperti kecatatan. Namun juga penting untuk
diingat, yang sering terjadi jika da kasus pembunuhan
atau bahkan pemerkosaan justru sang permpuan yang
disalahkan. Meskipun tergolong aman dari bias tapi
penyusun seharusnya bisa lebih menekankan kesamaan
potensi ketaatan ataupun ketidakpatuhan manusia.
Keempat, adalah penjelasan tentang kewajiban bersyukur
bagi manusia lewat surah an-Nahl, 16: 78. Pencantuman
ayat ini berkaitan dengan bahwa Allah SWT telah
mengeluarkan setiap manusia dari perut ibunya dalam
keadaan tidak berilmu pengetahuan. Kemudian Allah SWT
memberikan karunia berupa pendengaran, penglihatan, akal,
hati, dan kalbu sebagai bekal dan alat untuk meraih ilmu
pengetahuan. Pada penjelasan ini tujuan penyusun adalah
Allah sebagai Sang Pencipta mampu menjadikan segalanya
44
sebagai pelengkap ayat yang terdahulu telah dibahas
mengenai tugas penghambaan manusia kepada Allah SWT dan
pencantuman ayat ini dimaksudkan hanya untuk mendukung
hal tersebut sehingga penjelasan isi dari yang tertulis
dalam buku ini adalah tidak mengandung bias tapi sekali
lagi penyusun tidak meng-expore lebih detail bahwa laki-
laki dan perempuan sama berpotensi sama menerima karunia
panca indra, akal dan kalbu untuk menjalani kehidupan
sehingga posisi mereka adalah setara.
2) Bab II
Bab ini kembali mengetengkan ayat-ayat al-qur’an
mengenai kewajiban beribadah bagi makhluk kepada sang
Khaliq yakni QS. al-An’am 162-163, namun kali ini dengan
penanaman nilai yakni keikhlasan dalam menjalankan
ibadah, karena ikhlas berarti tidak ada keterpaksaan dan
ibadah itu bukan karena mengharap balasan meskipun Allah
SWT menjanjikannya. Yang menarik dai bab ini adalah pada
penjelasan kesimpulan kandungan ayat ini digunakannya
45
kata “muslim/muslimah” bagi setiap konsekuensi ibadah
yang ditentukan Allah. Kesimpulan dari ayat ini dijadikan
3 poin yakni; 1) seruan Allah SWT kepada setiap individu
untuk berkeyakinan bahwa salatnya, hidupnya, dan matinya
adalah semata-mata untuk Allah SWT, 2) Allah SWT adalah
Tuhan Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya dan Pencipta,
pemelihara, serta pengatur Alam semesta berikut segala
isinya, 3) seruan Allah SWT kepada setiap individu manusi
untuk berlaku ikhlas dalam berkeyakinan, beribadah, dan
beramal, serta menjadi orang pertama dalam kaumnya yang
berserah diri kepada-Nya.2
Berdasarkan kesimpulan itu penyusun buku menetapkan
indicator perilaku mengamalkan surah al-An’am 162-163
dengan kembali menggunakan kata “musli/muslimah” sebagai
berikut:
Muslim/muslimah yang memahami dan mengamalkankandungan surah al-An’am, 6: 162-163 tentu akanbersikap serta berperilaku sebagai berikut:
2 Syamsuri, Pendidikan Agama Islam untuk SMA Kelas X, Jakarta: Erlangga, 2006, hal. 21
46
1. Menyerahkan hidup dan matinya kepada Allah SWT,selama hayat dikandung badan ia akan menghambakandiri kepada Allah SWT, dengan jalan menaatinsegala peintah-Nya dan meninggalkan kepadalarangan-Nya.
2. Memelihara diri dari bersikap dan berperilakusyirik, yakni dari menyekutukan Allah SWTseperti; meminta pertolongan kepada arwah orangmati, memuja senjata dan ajimat, serta menyembahsesame makhluk menganggapnya dapat memberikanmudharat dan manfaat dalam berbagai urusan. Iatidak akan bersikap dan beperilaku syirik karenamenyadari bahwa syirik merupakan dosa besar yangpaling berat sehingga pelakunya tidak akanmemperoleh ampunan Allah SWT, apabila sebelummeninggal dunia ia tidak akan betaubat dengantaubat yang sesungguh-sungguhnya. (lihat QS. an-Nisa, 4: 48)
3. Melandasi ibadah salatnya dan semua ibadahlainnya dengan niat ikhlas untuk memperoleh ridhaAllah SWT semata, dan sama sekali tidak adamaksud untuk memperoleh sanjungan orang lain ataukeuntungan dunia. Ia menyadari bahwa ibadah yangtidak dilakukan dengan ikhlas karena Allah SWTtentu tidak akan diterima-Nya.3
Selain dalam penjelasan QS. al-An’am 162-163, kata
“muslim/muslimah” juga disertakan dalam penjelasanQS. al-
3 Ibid. hal. 21
47
Bayyinah, 98: 5 yang juga menerangkan tentang keikhlasan
beribadah dengan redaksi sebagai beikut:
“muslim/muslimah” yang melandasi pengalaman setiap ajaran
agamanya dengan niat ikhlas karena Allah SWT dan untuk
memperoleh rida-Nya disebut mukhlis, kata jamaknya
mukhlisuun/mukhlisiin.4
Pada intinya, pada bab II ini tema yang disampaikan
tidak controversial dan memihak salah satu jenis kelamin,
karena keikhlasan beribadah mutlak kewajiban setiap hamba
baik perempuan maupun laki-laki. Selanjutnya penyusun
buku berusaha memasukan nilai yang bisa dianggap sebagai
nilai kesetaraan gender dengan menggunakan kata
“muslim/muslimah” untuk setiap konsekuensinya perintah
dan larangan Allah SWT, anjuran, atau sikap-sikap yang
seyogyanya dilakukan oleh setiap umat Islam. Padahal
dalam kaidah bahasa Arab jika orang yang diajak bicara
adalah campuran antara laki-laki dan perempuan maka kata
ganti (dlamir) yang digunakan adalah dalam bentuk mudzakar.4 Ibid. hal. 23
48
Kemungkinannya adalah penyusun mengikuti kebiasaan yang
berlaku dalam Bahasa Indonesia yang cenderung menyebutkan
siapa saja audience yang dihadapi ketika berbicara. Seperti
ketika seseorang sedang berpidato maka dalam kalimat
pengantarnya ia akan mengatakan “bapak-bapak dan ibu-ibu
yang saya hormati”, sehingga dalam penjelasan materinya
penyusun buku menggunakan kedua kata “muslim/muslimah”
untuk mengganti penggunaan kata “umat Islam” yang berarti
keseluruhan baik laki-laki atau perempuan yang sehausnya
justru lebih universal dipakai dan lebih mudah diterima
banyak orang, tetapi penyusun buku tidak menggunakan itu
sehingga dapat diasumsikan memang penggunaan kata
“muslim/muslimah” memang mengandung unsure relasi gender
didalamnya, dan penyusun berusaha konsisten dari satu bab
ke bab lainnya untuk 3 buku PAI tingkat SMA yang
disusunnya. Hanya saja usaha penyusun untuk menyebutkan
obyek manusia dalam dua bentuk yakni mudzakar dan
muannats peneliti nilai kurang maksimal karena masih ada
49
kata yang tetap disebutkan dalam bentuk mudzakar saja
seperti mukhlis yang tidak disertai kata mukhlisah, padahal
kalimatnya dibuka dengan kata muslim/muslimah, yakni:
“muslim/muslimah yang melandasi pengalaman setiap ajaran agamanya
disertai dengan ikhlas karena Allah SWT dan untuk memperoleh ridha-Nya
disebut mukhlis, kata jamaknya mukhlisuun/mukhlisiin.”5
3) Bab III
Bab ini membahas tentang iman terhadap Allah SWT yang
kita tahu esensinya adalah tauhid yakni mengesakan Allah
SWT sebagai sang Khaliq, dengan demikian seharusnya materi
ini sangat jauh dari diskriminasi gender karena meng-esa-
kan Tuhan sama artinya menghambakan diri tanpa syarta dan
tanpa tandingan yang berlaku mutlak bagi umat manusia
baik berjenis kelamin perempuan ataupun laki-laki.
Penjelasan mengenai iman kepada Allah SWT disampaikan
penyusun dengan menggunakan sepuluh asma’ al husna yakni
nama-nama baik yang yang disematkan untuk Allah SWT.
4) Bab IV 5 Ibid. hal. 23
50
Bab ini diberi judul “Berperilaku Terpuji” dengan
materi pokok Husnuzhan yang diurai menjadi banyak
perilaku. Dijelaskan didalamnya bahwa husnuzhan dapat
diterapkan kepada Allah SWT, diri sendiri dan sesame
manusia. Perilaku-perilaku dari husnuzhan terhadap Allah
SWT disebutkan adalah syukur, sabar, adapun husnuzhan
terhadap diri sendiri disebutkan dengan percaya diri
gigih. Sedangkan husnuzhan terhadap sesame manusia dibagi
menjadi dua yaitu dalam kehidupan keluarga, kehidupan
bertetangga, dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Dalam bab ini terlihat upaya penyusun menjaga
konsistensinya dengan kata “muslim/muslimah” dalam
penjelasan, latihan maupun internalisasi budi pekerti.
Sayangnya dalam penjelasan masih ditemukan beberapa bias
diantaranya:
1. Dalam gambar yang ditampilkan 4. 1 ditampilkan
gambar seorang laki-laki yang sedang berzikir
51
sebagai manivestasi syukurnya. Sebaiknya
disertakan juga gambar perempuan karena perilaku
yang dijelaskan toh tidak hanya satu. Meskipun
tidak secara langsung mempengaruhi persepsi
relasi gender tapi perlu diingat bahwa penjelasan
yang disertai gambar akan lebih mudah diingat dan
membekas di pikiran siswa/siswi sehingga
penyertaan satu gambar laki-laki yang menampakan
spiritualnya bisa mengakibatkab munculnya
hierarki spriritualitas bagi perempuan yang
sejatinya memang telah menjadi epidemic didunia
ini. Sebaiknya gambar yang ditampilkan adalah
seperti gambar 4. 2 masih dalam bab yang sama
yang menggambarkan suasana lomba khitobah yang
diikuti dan dihadiri oleh siswa dan siswi sebuah
sekolah.
2. Selain gambar juga terdapat bias yang lain yakni
lewat penjelasan dalam perilaku husnuzhan dalam
52
berkeluarga yakni dengan pemetaan tugas ayah dan
ibi dalam berkeluarga. Dikatakan bahwa “agar tujuan
luhur tersebut dapat terwujud, maka suami sebagai kepala
keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga, pendamping suami,
hendaknya saling berprasangka baik tidak boleh saling curiga,
saling memenuhi hak dan melaksankan kewajiban masing-masing
dengan sebaik-baiknya.”6
Penjelasan tersebut secara eksplisit telah
membagi peran publik menjadi milik ayah dan peran
domestik menjadi milik ibu. Meski al-Qur’an
melegitimasi keunggulan laki-laki sebagai kepala
keluarga tapi sekali lagi itu dikarenakan konteks
masyarakat Arab ketika itu yang tidak member
peran banyak public bagi perempuan, seandainya
kultur masyarakat lain memberi ruang publik yang
luas terhadap perempuan tentu perempuan tidak
harus menyandang gelar ibu rumah tangga saja. Dan
celakanya masyarakat lebih familiar dengan6 Syamsuri, Pendidikan Agama Islam untuk SMA Kelas X, hal. 51
53
istilah ibu rumah tangga dan ayah adalah kepala
keluarga, sehingga dengan penjelasan tersebut
sedari pendidikan menengah para siswi telah
didoktrin sebagai ibu rumah tangga.
3. Bias ketiga ditampilkan melalui pojok kisah
yang meng-ekspose Salman al-Farisi sebagai teladan,
tidak ada yang salah hanya saja dari 12 pojok
kisah mayoritas tokohnya adalah laki-laki.
5) Bab V
Materi dalam buku ini adalah sumber hukum Islam,
hukum taklifi dan hukum wad’i. Secara material dalam bab ini
materinya juga tidak controversial nagi isu gender karena
yang menjadi kontroversi gender dalam hukum Islam adalah
produk hukumnya yang lahir dari sebuah cara pembacaan
yang berbeda. Dalam bab ini penyusun masih terlihat
konsisten dalam penggunaan kata “muslim/muslimah” untuk
setiap konsekuensi hukum dan perilaku yang dianjurkan.
Yang disayangkan masih terdapat bias didalamnya yakni
54
contoh-contoh mujtahid yang disertakan semuanya adalah
dari kualitas maskulin seperti imam empat; Syafi’i,
Hambali, Maliki, dan Abu Hanifah. Dalam pojok kisah juga
diceritakan ijtihad dua orang sahabat yang sedang bingung
tentang hukum salat, mereka yang sedang melakukan safar,
meski tidak disebutkan seacra eksplisit bahwa dua orang
tersebut adalah laki-laki mengingat kondisi dan waktu itu
dimana permpuan tidak boleh keluar tanpa mahram maka
dapat dipastikan dua orang tersebut adalah laki-laki.
Maka dalam bab V ini dapat dikatakan tidak ada
penjelasan yang spesifik tentang kesetaraan gender, dan
masih terdapat bias yakni pemberian porsi yang lebih bagi
ulama yang sesungguhnya meski memang tidak berpengaruh
secara langsung bagi siswa/siswi tetapi sesungguhnya ini
menggambarkan kondisi sosial yang terjadi dalam
masyarakat.
6) Bab VI
55
Pembahasan dalam bab ini adalah mengenai sejarah
Rasulullah SAW pada masa beliau masih berada di Makkah.
Materi yang disampaikan tentunya seputar usaha dan
strategi Rasulullah dalam berdakwah yang mempunyai
karakteristik syi’ar akidah pada periode Makkah ini. Tidak
ada bias dalam penjelasan materi tetapi juga tidak
ditemukan nilai-nilai kesetaraan gender didalamnya, bias
hanya terdapat pada gambar yang lagi-lagi hanya diberikan
kepada kualitas maskulin dan absennya kualitas feminism.
Jika kita gali lebih dalam sebenarnya ini adalah masa
dimana Nabi atas nama Islam mulai memberikan penghormatan
bagi perempuan atas tradisi-tradisi jahil yang berlaku
ketika itu semisal penguburan hidup-hidup bayi perempuan.
Memang pada periode madinahlah mas berlakunya Syariah
yang terdiri atas ibadah, muamalah, dan munakahat, tetapi
sejak mulai periode Makkah sesungguhnya Nabi telah
menjunjung harkat perempuan, maka sebaiknya pembaharuan-
56
pembaharuan Islam atas nasib perempuan juga seharusnya
dimasukkan dalam materi Sejarah Kebudayaan Islam.
7) Bab VII
Materi dalam bab VII ini membahas tentang demokrasi
dan musyawarah yang terkandung dalam QS. Ali Imran, 3: 59
dan Asy-Syura, 42: 38. Penjelasan dalam materi tidak
mengandung nilai-nilai diskriminatif bagi perempuan hanya
saja selalu terjadi inkonsistensi antara upaya penyusun
buku ketika memakai kata “muslim/muslimah” dalam
penjelasan tapi tidak disertai dengan gambar. Gambar 7. 1
hanya dicantumkan 6 orang laki-laki yang sedang
mengadakan rapat warga (bermusyawarah) tanpa disertai
hadirnya kaum Hawa, padahal ibu dan remaja putri juga
bagian dari warga. Selanjutnya dalam fitur Kaji Kasus
yang mencontohkan situasi musyawarah dalam membicarakan
pembangunan pusat pembelanjaan dan hiburan, semua tokoh
adalah laki-laki dari warga yang setuju diwakili (1) Pak
Husni dan Pak Thamrin, pemuda-pemuda pengangguran, dan
57
pihak perusahaan dalam hal ini diwakil Pak Sam, (2) warga
yang tidak setuju para pedagang di pasar tradisional dan
warga angota pengajian, (3) dan pihak yang netral
direpresentasi oleh Pak Lurah, Pak Ustazd, dan pihak
keamanan desa. Dari semua tokoh semuanya adalah laki-laki
meski tidak menutup kemungkinan terdapat perempuan bahkan
mayoritas dipihak yang tidak setuju yakni para pedagang
pasar tradisional dan pengajian dari masyarakat yang
sebagian posisi publik adalah dkuasai laki-laki.
Sedangkan dalam fitur pojok kisah memang yang
menceritakan tentang rencana persiapan perang Badar
dimana Nabi mengusulkan untuk mengambil posisi di dekat
mata air Badar, kemudian seorang sahabat yakni Hubab bin
Munzir bertanya apakah keputusan tersebut adalah wahyu
Allah atau haya pendapat Nabi sendiri, yang ternyata
adalah pendapat Nabi sendiri, kemudian Hubab mengusulkan
lokasi yang lain yakni air mata yang berdekatan dengan
lokasi musuh. Kisah tersebut memang memiliki korelasi
58
dengan materi musyawarah dimana Nabi mau melaksanakannya
bahkan menerima pendapat sahabatnya. Dan sesungguhnya
sekali lagi menggambarkan kondisi masyarakat yang lebih
memilih pendekatan pelarangan bagi perempuan untuk
bidang-bidangyang dirasa riskan bagi kualitas feminim dan
itu terjadi hingga sekarang dimana mayoritas masyarakat
akan melarang daripada harus mengeluarkan biaya lebih
besar untuk mengantisipasi kemungkinan buruk bagi
perempuan.
8) Bab VIII
Bab ini membahas tentang iman terhadap Malaikat.
Dalam bab ini penyusun masih melakukan inkonsistensi
seperti bab-bab sebelumnya yakni antara penggunaan kata
“muslim/muslimah” dengan gambar. Gambar 8. 1
menggambarkan 4 orang laki-laki sebagai sukarelawan
bencana alam dan gambar 8. 2 adalah suasan salat jama’ah
yang kebetulan jama’ahnya adalah laki-laki semua. Sedah
menjadi rahasia umum bahwa fiqh memakmurkan perempuan
59
untuk berjama’ah di masjid dan keluar rumah tanpa ada
mahram alasan yang paling sering digunakan untuk
melegalkan pendapat tersebut adalah karena takut akan
munculnya fitnah dan mendapatkan gangguan yang memang
diperkuat hadis-hadis Nabi. Namun jika kita kembalikan
pada kondisi sekarang ini dimana teknologi begitu pesat,
ada lampu dan padatnya pemukiman yang memungkinkan
berdiri banyak masjid ataupun mushola bahkan dalam satu
RT, sehingga pergi ke masjid bukanlah suatu yang
menimbulkan fitnah atau gangguan, sedangkan menjadi
sukarelawan juga tidak menjadi masalah karena
sukarrelawan berangkat dan bekerja sebagai satu tim
sehingga bisa saling menjaga. Maka sebaliknya jika ada
dua gambar akan lebih baik jika salah satu gambar adalah
mengilustrasikan perempuan.
Hal lain dari materi ini yang menarik untuk dibahas
adalah salah satu penjelasan yang menurut asumsi peneliti
mengandung kenetralan gender jika ditambahkan penguatan
60
dalam penjelasan yakni tentang bahwa malaikat tidak
berjenis kelamin laki-laki ataupun perempuan,7 ini
menraik karena dari sisi nama para malaikat memiliki nama
yang menurut konstruksi sosial adalah nama untuk jenis
kelamin laki-laki, maka sebaiknya ada penekanan lebih
mengenai malaikat yang tidak berjenis kelamin sehingga
tidak menjadi stimulus superioritas bagi siswa laki-laki
karena menurut mereka malaikatpun berpihak pada kualitas
maskulin disamping Nabi-nabi yang semuanya laki-laki.8
9) Bab IX
Bab selanjutnya adalah materi berperilaku terpuji.
Ada tiga subbab dalam mateir ini yakni pertama, Adab
berpakaian dan berhias, kedua adab dalam perjalanan, dan
ketiga adab dalam bertamu dan menerima tamu.
Subbab pertama tentang adab berpakaian dan berhias.
Dalam etika berpakaian di Islam menutup aurat adalah
esensi utamanya dan para feminis menganggap itu sesuatu7 Ibid. Hal. 1088 Akan ada poin tersendiri yang membahas bahwa Nabi adalah laki-laki pada analisi selanjutnya yakni pad buku teks PAI kelas XI
61
yang sangat diskriminatif. Dalam penjelasannya penyusun
buku menuturkan “aurat laki-laki dewasa ialah antara
pusar dan lutut, sedangkan aurat perempuan adalah seluruh
tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangan”.9 Penyusun
buku mencantumkan hal tersebut tentu karena dalam
berpakaian umat Islam dibatasi aurat. Masalah aurat
sendiri berawal dari tentang bahwa salah satu syarat sah
sholat adalah menutup aurat, batasan aurat yang semuala
berlaku hanya dalam shalat kemudian diberlakukan di luar
juga, meski terdapat perbedaan pendapat tentang batasan
aurat diantara para imam fiqih tapi bahwa ada titik
persamaan yakni dibedakannya antara aurat laki-laki dan
perempuan. Dalam bahasa Indonesia, aurat diartikan dengan
bagian badan yang tidak boleh kelihatan (menurut hukum
Islam) yang berarti juga kemaluan.10 Maka penjelasan yang
disampaikan oleh penyusu buku menurut peneliti adalah
mengandung bias karena diletakkan pada materi tentang
9 10
62
adab berpakaian diluar shalat, sebaliknya jika hanya
ditempatkan pada materi aurat shaat tentu tidak
mengandung bias sama sekali.
Subbab kedua membahas adab dalam perjalanan. Dalam
penjelasannya kali ini dapat ditemukan konsistensi
penyusun buku antara penjelasan menggunakan kata
“muslim/muslimah” sebagai subyek untuk setiap anjuran
perilaku yang ditetapkan sebagai tat krama di jalan raya
dengan gambar. Gambar 9.1 menggambarkan laki-laki
melanggar jalur busway dan gambar 9.2 yang menunjukan
seseorang perempuan sedang mengemudikan mobil sambil
menelpon. Disini dapat dikatakan bahwa baik perempuan
maupun laki-laki sama-sama berpotensi untuk melanggar
peraturan sama potensinya mereka berdua meraih prestasi.
Hanya saja yang menjadi koreksi adalah mengapa pada saat
potensi melanggar gambar perempuan diletakan sebagai
penguat materi tapi tidak dalam materi yang
memperlihatkan perilaku-perilaku baik seperti shalat,
63
sukarelawan, da lainya. Sedangkan dalam subbab adab
bertamu dan menerima tamu tidak ditemukan bias ataupun
penjelasan yang terkait dengan relasi gender karena
materi disampaikan dengan netral selayaknya tat krama
menerima tamu dan bertamu yang tidak terkait dengan
relasi geneder.
10) Bab X
Bab ini diberi judul perilaku tercela dengan empat
materi yakni hasud, riya’, aniaya, dan diskriminasi.
Dalam subbab pertama tentang hasud tidak ditemukan bias
baik penjelasan maupun gambar, justru gambar 10. 1
memperlihatkan interaksi siswa-siswi yang proposional,
ada siswa laki-laki dan siswi perempuan yang sama-sama
meraih prestasi dikelilingi oleh teman-temannya baik
laki-laki yang sama-sama meraih prestasi maupun perempuan
yang memberi selama tapi ada yang juga dua siswa,
seseorang laki-laki dan perempuan terlihat tidak senang
dengan presasi temannya. Dari gambar ini dapat kita
64
simpulka bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama
berpotensi untuk meraih prestasi, bersikap terpuji atau
tercela.
Dalam subbab kedua materi riya’ masih dalam kaitannya
dengan potensi kebaikan dan keburukan manusia dalam fitur
pojok kisah dicertakan tentang kisah tiga orang yang
dilemparkan ke neraka karena sifat riya’. Laki-laki pertama
orang yang mengatakan bahwa ia berjuang sehingga mati
syahid, tapi ditolak Tuhan karena sesungguhnya matinya
agar ia dikenal sebagai pahlawan, kedua laki-laki pelajar
yang telah pandai membaca al-Qur’an dan dia ditanya Tuhan
untuk apa nikmat tersebut dan dijawab oleh pelajar untuk
diajarkan kepada orang lain, jawaban tersebut ditolak
Tuhan dengan alasan itu hanya agar pelajar tersebut dapat
menjadi sebagai Qari terkenal, ketiga laki-laki yang
diberi nikmat Tuhan dengan kekayaan dan menurut laki-laki
tersebut harta kekayaannya dipakai sesuai kehendak-Nya,
hal tersebut juga ditolak Tuhan dengan alasan bahwa
65
perbuatan itu hanya untuk agar dia dikenal
kedermawaannya. Dari kisah tersebut menjadi pembuktian
bahwa superioritas spiritual seseorang sangat ditentukan
oleh ketakwaan, keimanan dan keikhlasan beribadah
terhadap Tuhan bukan karena gender atau jenis kelamin
yang dimiliki. Bahkan mati syahid sekalipun belum tentu
menunjukkan superioritas seseorang yang sebagian besar
para syahid adalah laki-laki, karena seringkali terdapat
diskriminasi bagi perempuan hanya karena perempuan
mengalami menstruasi sehingga dianggap tidak mampu
menyamai kuaitas spiritual laki-laki. Maka sejatinya
kisah ini dengan sendirinya menjadi argumen kesetaraan
gender.
Bias ditemukan pada gambar 10. 2 yang
mengilustrasikan seseorang laki-laki mendapat tindakan
diskriminatif dari 3 orang siswi dan seorang siswa.
Banyaknya model siswa yang dipakai peneliti anggap
sebagai persepsi penyusun bahwa perempuan lebih sering
66
melakukan tindakan tercela daripada perempuan. Namun dalm
subbab ini terlihat penyusun masih menggunakan kata
“muslim/muslimah” untuk anjuran berperilaku terpuji, juga
ditemukan penjelasan yang mendukung kesetaraan gender
yakni:
“Orang tua yang membeda-bedakan perlakuan terhadap
anak-anaknya adalh contoh perilaku diskriminatif
dalam keluarga. Misalnya anak perempuan tidak
disekolahkan karena dianggap tidak perlu, padahal
orang tua mampu dan si anak juga ingin sekolah.
Dalam undang-undang tentang Hak Asasi Manusia bagian
10, Hak anak Pasal 52 ayat 1 dikemukakan bahwa
setiap anak berhak atas perlindungan oleh
orangtuanya, keluarga, masyarakat dan negara.”11
11) Bab XI
Bab selanjutnya adalah pembahasan materi fiqih
tentang Zakat, Haji dan Wakaf. Dari ketiga subbab yang
dibahas hanya Haji saja yang peneliti temukan bias
didalamnya yaitu tentang persyaratan pendaftaran haji
yakni mengenai mahram bagi perempuan. Dalam hal ini yang
11 Syamsuri, Pendidikan Agama Islam untuk SMA Kelas X, hal. 133
67
patut dipertanyakan adalah dalam situasi bagaimanakah
larangan itu masih perlu diterapkan?. Memang terdapat
hadis yang menegaskan perempuan dilarang pergi sendirian
tanpa mahram, tapi ini sebenarnya jika dikembalikan
kepada konteks sosial waktu zaman Nabi dimana perjalanan
jauh memang sangat berbahaya mengingat kondisi geografis
jazirah Arab waktu itu. Dalam kasus ibadah haji yang
dalam hal ini penyelanggaranya diatur oleh Negara dan
pemberangkatannya pun dikelompokkan (bisa disebut kloter:
kelompok terbang) yang dibentuk berdasarkan lokasi tempat
pendaftar Haji tentu anggotanya adalah masih dalam satu
daerah yang kemungkinan besar dikenal dan dapat dimintai
bantuan, selain itu terdapat amirul hajj (pemimpin kelompok
haji) yang sedia memberikan bantuan. Meski sebaiknya
tetap ditemani mahram tetapi tidak perlu sampai
dilegalkan sebagai peraturan yang mengikat, peneliti
yakin para perempuan yang berangkat haji tentu sudah
memikirkan sedemikian rupa apa yang harus dipersiapkan
68
termasuk biasanya membawa saudara sebagai teman
seperjalanan.
Selain itu juga terdapat bias dalam latihan dimana
penyusun tidak konsisten menggunakan kata
“muslim/muslimah” dalam soal latihan nomor 1 dan 2 dan
internalisai budi pekerti nomor 2 dan 3. Penulis hanya
menggunakan kata muslim tanpa menyebutkan kata muslimah.
Jika yang dimaksudkan adalah menyebut orang Islam maka
sebaiknya disebutkan saja orang Islam (bisa mencakup
laki-laki dan permpuan) namun karena sejak awal penyusun
telah menggunakan kata “muslim/muslimah” dalam
konsekuensi perbuatan perbuatan dan anjuran perilaku maka
sebaiknya itu dijaga kontiunitasnya. Juga dalam fitur
kaji kasus lagi-lagi tokoh tokoh laki-laki yang
ditampilkan meskipun artikel yang ditampilkan sesuai
dengan materi yang disampaikan yakni tentang Abu Syauqi
yang membentuk lembaga sosial Rumah Zakat Indonesia. Ada
dua kepentingan disini, kesesuaian contoh dengan materi
69
serta pemberian posisi bagi perempuan secara kuantitas,
sebenarnya hal ini bisa dipecahkan jika penyusun mau
mencari contoh profil lain yang bergender perempuan,
kalaupun tidak ada maka pada materi yang lain porsinya
sebaiknya diberikan pada profil perempuan agar tercipta
situasi setara secara kuantitas.
12) Bab XII
Materi terakhir dalam buku pertama ini adalah
tentang sejarah dakwah Nabi periode Madinah. Dalam
penuturannya seperti dalam materi sejarah Nabi periode
Makkah peneliti tidak menemukan strategi rasul yang
berhubungan dengan perempuan padahal pada masa ini adalah
masa produktifitas fiqih yang egaliter karena dalam
literatur disebutkan bahwa pengekangan terhadap perempuan
mulai terjadi sejak era Umar bin Khattab, maka sebaiknya
penyusun buku Sejarah Kebudayaan Islam baik dalam yang
berbentuk integrative dalam PAI ataupun tidak
mempertimbangkan dimasukkannya strategi Nabi dalam
70
mengangkat harkat dan martabat perempuan, karena
sejatinya esensi tauhid dalam Islam ialah kesamaan status
sebagai hamba Tuhan sehingga menjadi penting menyampaikan
argument dan strategi Nabi meninggikan manusia yang
ditelapak kakinya surga.
b) Analisis Isi Buku Teks PAI Kelas XI Karya Syamsuri
1) Bab I
Materi pertama pada buku PAI kelas XI ini adalah QS.
al-Baqarah, 2: 148 dan QS. Faatir. 35: 32 mengenai
kompetisi dalam kebaikan. Berdasarkan pembaca peneliti
tidak ditemukan penjelasan dari ayat-ayat yang dimaksud
yang mengarah pada bias tetapi jiga tidak peneliti
temukan nilai-nilai kesetaraan gender. Didalamnya justru
lebih terlihat nilai demokrasi, karena menyangkut cara
dakwah umat Islam yang harus bijak. Seperti dalam bukau
pertama kelas X penyusun juga masih menjaga upaya untuk
menyebutkan kata “muslim/muslimah” bagi setiap
71
konsekuensi ibadah ataupun anjuran perilaku baik dalam
penjelasan maupun tulisan.
2) Bab II
Materi pada bab II ini membahas QS. al-Isra, 17: 26-
27 dan al-Baqarah, 2: 177 tentang anjuran membantu kaum
dhu’afa. Sama seperti bab I pada bab II ini peneliti juga
tidak menemukan penjelasan dari ayat-ayat yang dimaksud
yang mengarah pada bias tetapi juga peneliti temukan
nilai-nilai kesetaraan gender. Penting untuk diingat
bahwa kesetaraan gender yang peneliti cari bukan hanya
dari frekuensi pencantuman perempuan dan laki-laki dalam
buku tetapi juga rumusan atau penjelasan materi. Dan
seperti bab pertama penyusun juga masih menjaga upayanya
untuk menyebutkan kata “muslim/muslimah” bagi setiap
konsekuensi ibadah ataupun anjuran perilaku baik dalam
penjelasan maupun tulisan. Hanya sedikit koreksi dalam
pojok kisah dimana Rasulullah mengangkat seorang anak
yatim sebagai anak asuh karena ia sedih karena ayahnya
72
gugur dalam perang dan ibunya menikah lagi dengan
seseorang yang jahat. Tidak dijelaskan apakah anak
tersebut laki-laki atau perempuan, namun akan lebih baik
lagi jika dikisahkan akhlaq rasul terhadap anak-anak
yatim perempuan dan janda sehingga mengangkat martabat
perempuan.
3) Bab III
Pembahasan pada bab III ini adalah mengenai iman
kepada Rasul-rasul Allah. Dan seperti bab-bab sebelumnya
penyusun juga masih menjaga upayanya untuk menyebutkan
kata “muslim/muslimah” bagi setiap konsekuensi ibadah
ataupun anjuran perilaku baik dalam penjelasan maupun
tulisan. Yang menarik untuk dikaji dalam bab ini
selanjutnya adalah penjelasan yang menyebutkan bahwa
rasul adalah laki-laki. Penyusun menulis “Ciri-ciri seorang
rasul antara lain seorang laki-laki yang sehat jasmani dan rohaninya,
mempunyai akal yang sempurna, berjiwa ismah (jiwa yang mampu
mengendalikan diri dari berbuat dosa), dan berasal dari keturunan baik-
73
baik.”12 Pertanyaannya adalah apakah benar hanya laki-laki
yang bisa menjadi rasul?, kebanyakan mufasir Islam
bersepakat bahwa nabi itu hanya terdiri dari laki-laki.
Ibnu Qosim al-Ghuzzi, pengerang kitab Fathul Qarib,
menyatakan bahwa nabi adalah seorang laki-laki yang
diberi wahyu oleh Allah. Dengan pengertian ini, jelas tak
ada Nabi perempuan. Yang ada hanya nabi laki-laki.13
Namun, menurut Abd. Qasith Ghazalli setelah mengecek ke
sejumlah kitab, ternyata status kenabian tak hanya
dimonopoli kaum laki-laki, ada juga Nabi dari kalangan
perempuan. Misalnya Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa al-Nihayah
(Juz II, hlm. 59) mengutip satu pendapat yang menyatakan
bahwa tertutup pintu bagi hadirnya Nabi perempuan.
Dikemukakan bahwa Maryam adalah salah seorang Nabi.
Perempuan lain yang diangkat menjadi Nabi, menurut
pendapat ini, adalah Sarah (ibi Nabi Ishaq, istri Nabi
12 Syamsuri, Pendidikan Agama Islam untuk SMA Kelas XI, hal. 2913 Abd. Maqsit Ghazalli, Nabi Perempuan, http://islamlib.com/id/srtikel/nabi-perempuan. diakses
74
Ibrahim), dan ibu Nabi Musa.14 Ulama yang berpendapat
demikian misalnya bersandar pada ayat QS. al-Qashas, 28:
7 :
Artinya:Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah Dia, danapabila kamu khawatir terhadapnya Maka jatuhkanlah Dia kesungai (Nil). dan janganlah kamu khawatir dan janganlah(pula) bersedih hati, karena Sesungguhnya Kami akanmengembalikannya kepadamu, dan men- jadikannya (salahseorang) dari Para rasul.
Bagi ulama tersebut, wahyu hanya terjadi pada diri
seorang nabi. Oleh karena itu, perempuan yang mendapatkan
wahyu adalah seorang Nabi. Saya menyertai ulama tersebut;
bahwa wahyu bukan hanya turun kepada laki-laki melainkan
juga terhadap perempuan. Al-Qur’an telah menunjukkan
bahwa Tuhan tidak melakukan diskriminasi jenis kelamin
dalam perkara pewahyuan sekaligus penabian.
4) Bab VI14 Ibid
75
Berperilaku sifat-sifat yang terpuji adalah materi
dalam bab keempat ini yang terdiri dari taubat dan raja’
(selalu berharap) yang dicirikan dengan berpikir kritis,
optimis dan dinamis. Dalam bab ini peneliti menemukan ada
dua gambar yang sebetulnya sudah proposional sesuai
dengan penjelasan yang diinginkan penyusun. Gambar 4. 1
terdapat seorang pria yang melakukan zikir untuk
penguatan materi taubat dan gambar 4. 2 mengilustrasikan
suasana belajar mengajar disebuah kelas yang terdiri
laki-laki dan perempuan yang sam-sama belajar untuk
mencari keridhaan Allah. Sedikit koreksi mungkin pada
gambar 4. 1 agar disertakan juga model peempuan karena
laki-laki yang dicantumkan adalah model yang sengaja
dipakai untuk menambah penjelasan dalam buku PAI yang
peneliti temukan juga dalam buku yang pertama untuk kelas
X.
5) Bab V
76
Bab kelima ini membahas mengenai hukum Islam tentang
mu’amalah. Baik transaksi ekonomi yang diperoleh oleh
Islam serta peraturan Islam tentang ekonomi baik syarat,
rukun maupun yang membatalkan. Tidak ada yang kontroversi
dalam bab ini baik bias maupun nilai-nilai gender dalam
penjelasan. Penulis juga masih konsisten menggunakan kata
“muslim/muslimah” seperti bab sebelumnya. Hanya saja dua
dari tiga gambar yang disertakan kesemuanya laki-laki
sehingga ini peneliti anggap sebagai bias. Karena gambar
5. 2 adalah gambar dua pedagang yang keduanya laki-laki
padahal profesi itu juga digeluti banyak perempuan,
adapun gambar 5. 3 adalah gambar dua anak laki-laki
tengah memainkan playstation, meski yang ditekankan adalah
usaha rental playstation-nya yang memang mayoritas pengguna
jasanya adalah anak laki-laki tapi pencantuman kesemua
model yang laki-laki dan tidak member kesempatan bagi
model perempuan kurang bisa diterima.
6) Bab VI
77
Perkembangan Islam pada abad pertengahan menjadi
tema sentral pada pembahasan di bab lima, dan bias
terlihat kental sekali dalam bab ini karena dari semua
bidang kejayaan Islam mulai dari perkembangan ilmu
pengetahuan, arsitektur, sastra dan gambar yang
disampaikan diwakili oleh kualitas maskulin semuanya.
Meski memang sejarah mencatat kesemua ilmuan Islam
mayoritas adalah laki-laki tetapi sangat tidak bijak
mencantumkan hal tersebut tanpa diberikan penjelasan apa
yang menyebabkan semua diskriminasi terhadap perempuan
terjadi. Maka karena sejarah adalah menyampaikan fakta,
kesemua ilmuan yang mewakili zaman kemajuan dan keemasan
ilmu pengetahuan dan teknologi Islam tetap disampaikan
tapi perlu juga dipertimbangkan menyampaikan kondisi riil
yang mengekang perempuan sehinggan seidkit sekali
perempuan yang mampu menjadi pioneer dibidang ilmu
pengetahuna dan teknologi.
7) Bab VII
78
Tema pembahasan pada bab ini adalah QS. ar-Rum, 30:
41-42, QS. al-A’raf, 7: 58-58 dan QS. Shaad, 38: 27
sebagai manifestasi ayat-ayat tentang menjaga kelestarian
lingkungan hidup. Penjelasan yang dicantum dalam
penelusuran peneliti tidak mengandung bias sama sekali
dan justru ditampilkan dalam fitur pojok kisah yang
mengangkat kisah Ratu Balqis yang membangun bendungan
untuk mengantisipasi musim kemarau untuk pengairan. Dalam
tema ini penyusun tidak menggunakan kata
“muslim/muslimah” dan diganti dengan umat manusia dan
tidak menyebut salah satu jenis kelamin sehingga pada bab
ini bisa dikatakan aman dari bias meski tidak ditemukan
nilai gender.
8) Bab VIII
Bab kedelapan ini membahas tentang iman terhadap
kitab-kitab Allah yang jika dikaitkan dengan relasi
gender sebenarnya tidak ditemukan benang merah antara
keduanya, yang wajib diyakini oleh umat Islam adalah
79
percaya bahwa setiap huruf yang tertuang dalam kitab
Allah adalah berasal dari-Nya dan harus diyakini
kebenarannya, masalah apakah didalamnya terdapat
kontroversi soal gender, bukan dalam kapasitas keimanan
terhadap kitab hal tersebut harus dibahas, karena sebagai
sesuatu yang turun ke muka bumi berdasarkan konteks
sosiohistoris maka hal tersebut dapat dimaklumi dan bisa
dibicarakan dengan berbagai pendekatan untuk mendapat
kemaslahatan bersama.
Dalam bab ini penulis mulai menggunakan lagi kata
“muslim/muslimah” hanya saja seperti kasus terdahulu
penyusun tidak konsisten karena hanya menyebutkan muslim
saja tanpa menggandeng sang muslimah. Dan sekali lagi
penyusun buku memberikan kursi kehormatan fitur pojok
kisah kepada kualitas maskulin Abdullah bin Dinar yang
takut akan Tuhan meski secara kasat mata ia tidak dapat
melihat Tuhan ketika ia dirayuAbdullah bin Umar untuk
menjual satu domba milik majikannya yang sedang
80
digembalakan, jika ini menyangkut keimanan yang begitu
terpatri pada seseorang, dari kubu feminism juga terdapat
seseorang perempuan yang bisa dijadikan contoh bernama
Masyitoh sang pembantu Fir’aun, sayangnya perempuan
selalu tidak mendapatkan tempat didunia nyata bahkan
dunia buku sekalipun.
9) Bab IX
Berperilaku terpuji menjadi judul pada materi
kesembilan yaitu tentang menghargai karya orang lain.
Dalam bab ini penyusun masih melakukan inkonsistensi
dengan penyebutan kata “muslim/muslimah”, dalam satu
penjelasan penyusun menggunakan kedua kata tersebut tapi
penjelasan yang lain penyusun hanya menggunkan salah
satunya terutama yang lebih sering term mudzakar yang
dipakai. Meski demikian, gambar dalam bab ini tidak
mengandung unsur bias karena memperlihatkan adanya
potensi yang sama bagi laki-laki dan perempuan untuk
meraih prestasi, hanya saja dalam fitur pojok kisah lagi-
81
lagi ilmuan berjenis kelamin laki-laki yang ditampilkan
dan kali ini Ibn Rusyd tokohnya. Yang sedikit menarik
adalah pencantuman hadis Nabi yang berbunyi “dari Abu Musa
r.a dia berkata, “Nabi SAW mendengar seseorang laki-laki memuji orang lain
dan melebih-lebihkan dalam memujinya (mengandung unsure dusta) maka
Rasulullah SAW bersabda,”telah kamu hancurkan (telah kamu patahkan)
punggung laki-laki itu” (HR. Bukhari Muslim).15 Dengan
pencantuman hadis ini ada fakta yang tidak terbantahkan
bahwa laki-laki pun bisa melakukan hal yang berlebihan
dan berbohong (membicarakan orang) yang biasanya
ditasbihkan kepada kaum Hawa.
10) Bab X
Bab ini diberi judul Perilaku Tercela dengan Fokus
materi Dosa Besar. Secara proposional penyusun memberikan
peran kepada laki-laki dan perempuan, ini peneliti lihat
dari frekuensi kemunculannya antara perempuan dan laki-
laki. Dari dua pojok kisah yang ditampilkan satu
diberikan bagi kaum Adam dengan kisah kaum Nabi Lut AS,15 Syamsuri, Pendidikan Agama Islam untuk SMA kelas XI, hal. 126
82
dan sisanya dikisahkan seseorang perempuan yang mencuri.16
Selanjutnya dari 3 gambar yang disajikan, 1 gambar
dilihatkan dua orang anak perempuan dan ibunya sedang
bercengkrama, 1 gambar memperlihatkan 2 orang laki-laki
sedang menangkap seseorang yang bersalah sedangkan gambar
yang tersissa tidak dapat diidentifikasi apakah itu laki-
laki dan perempuan sehingga secara gambar bab ini tidak
ditemukan bias. Dan penyusun masih menjaga konsistensinya
dalam penggunaan kata “muslim/muslimah”.
11) Bab XI
Bab ini membahas tentang perawatan jenazah. Dalam
bab sebelumnya telah disebutkan banyak bias dalam salah
satu bab fiqih ini. Seperti lapis kain yang harus
disematkan pada mendiang, hal tersebut juga
dijelaskandalam materi ini karena memang sudah menjadi
semacam aturan yang tidak dapat diubah. Namun meskipun
demikian ada hikmah yang terkandung dalam jumlah lapis
16 Lagi suatu realita yang menunjukan laki-laki atau perempuan punya potensi yang sama besar dalam kebaikan ataupun keburukan.
83
kain ini, yakni secara biologis konstruk tubuh perempuan
memang membutuhkan lebih banyak penutup untuk menjaga
aurat perempuan. Meski gambar yang ditampilkan semuanya
laki-laki dari 3 gambar, 2 dapat diterima karena 2 gambar
adalah ilustrasi memandikan mayat sehingga tentu saja
gambar laki-laki lebih etis dan secara aurat dapat
dipertanggungjawabkan. Sedangkan yang lain adalah gambar
jamaah salat jenazah yang dilakukan semuanya oleh
kualitas maskulin, yang sebenarnya menggambarkan bahwa
dalam realitas kaum hawa memang sedikit ruang yang
diberikan kepada mereka dalam perawatan jenazah bahkan ke
kubur pun dimakruhkan. Bias lain dalam bab ini adalah
dalam pojok kisah lagi-lagi diberikan kepada kualitas
maskulin yakni kisah tentang sahabat yang disabdakan
Rasulullah sebagai penghuni surge yang tidak disebutkan
namanya, tapi jika karena penasaran sahabat Abdullah bin
Umar yang bisa menginap 3 hari dirumahnya tentu dapat
dipastikan sahabat tersebut adalah laki-laki.
84
12) Bab XII
Pada keduabelas ini membahas materi Khotbah,
Tabligh, Dakwah. Pada bab ini sangat menarik untuk
dibahas terutama terkait dengan materi khotbah baik
Jum’at ataupun hari raya dan salat gerhana yang memang
diperuntukan hanya untuk laki-laki. Dalam penjelasannya
penyusun buku mengatakan “Khatib Jum’at dan da’I dalam beberapa
hal berbeda. Misalnya khatib jum’at harus laki-laki (muslim), sedangkan juru
dakwah selain laki-laki (muslim), boleh juga wanita (muslimat)”.17
Penjelasan seperti ini adalah sudah menjadi jumhur ulama
dan tertera dalam banyak literature fiqih, dan penjelasan
hal tersebut juga bisa dianggap bias. Namun demikian, hal
ini sangat terkait dengan kewajiban salat jum’at yang
hanya diperuntukan untuk laki-laki, yang menjadi
pertanyaan adalah mengapa hukum salat jum’at itu sunah
bagi perempuan? Ini berdasarkan hadis nabi yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud dari hadis Thariq bin Syihab,
sesungguhnya Nabi SAW bersabda: “Shalat Jum’at itu wajib bagi17 Syamsuri, Pendidikan Agama Islam untuk SMA Kelas XI, hal. 126
85
setiap muslim (dengan berjamaah) kecuali kepada empat orang : hamba
sahaya, wanita, anak-anak, dan orang yang sedang sakit.” Lalu
penjelasan tersebut muncul pertanyaan lagi mengapa
perempuan tidak wajib menjalankan salat jum’at? Ada
hikmah dibalik itu semua, salat jum’at harus dilakukan
berjama’ah, jika semua orang diwajibkan ikut tentu akan
sangat mengkhawatirkan keamanan rumah, sehingga dengan
hukum sunnah justru membawa kemanfaatan bagi laki-laki
maupun perempuan, disamping itu anak-anak juga tidak
diwajibkan sehingga harus ada yang menjaga mereka
(jama’ah memiliki pahala dan mengasuh anak juga memiliki
pahalanya sendiri).
13) Bab XIII
Materi pada bab terakhir untuk kelas XI adalah
tentang sejarah perkembangan Islam pada masa abad
pertengahan. Materi sangat penuh dengan bias karena dari
12 tokoh yang ditampilkan baik dalam penjelasan maupun
pojok kisah, 8 diantaranya adalah laki-laki seperti
86
Jamaludin al Afghani dan Muhammad bin Abdul Wahab sebagai
pemberharu, Muhammad Iqbal dan Mustafa Lutfi Al-Manfaluti
dalam bidang sastra, sedangkan tokoh perempuan hanya
empat yang disebutkan yaitu Aisyah Abdurrahman, Fatwa
Taqwan, Nazek Al-Malaikah dan Layla Ba’labaki dengan
alasan tidak banyaknya peranan perempuan dalam sector
public. Mseki benar adanya bahwa peranan perempuan tidak
banyak tetapi harus diingat bahwa ada penyebab yang
mengakibatkan perempuan tidak mendapatkan tempat di
sektor publik dan justru hal tersebut membuka aib dinasti
patriarchal bahwa mereka ikut bertanggungjawab atas semua
diskriminasi yang terjadi bagi perempuan sehingga tidak
banyak perempuan hebat yang bisa dikenal oleh khalayak
umum.
c) Analisis Isi Buku Teks PAI Kelas XII Karya Syamsuri
1) Bab I
Bab ini membahas Quran surah al-Kafirun, 109: 1-6
tentang tidak ada toleransi dalam hal keimanan dan
87
peribadahan, QS. Yunus, 10: 40-41 tentang sikap terhadap
orang yang berbeda pendapat dan QS. al-Kahfi, 18: 29
tentang kebebasan beragama. Tidak ditemukan bias di dalam
pebjelasan maupun dalam gambar. Justru tema ini absolutely
mempresentasikan kesetaraan gender karena tema ini
terkait dengan bagaimana menyakini agama Islam sebagai
satu yang benar tapi juga menghormati ajaran agama lain
yang artinya dalam masalah akidah tidak ada istilah
perbedaan jenis kelamin, sehingga muslim/muslimah harus
bisa menjaga keimanannya tapi juga harus mampu
berinteraksi dan bertoleransi dengan penganut agaman
lain. Sehingga peneliti sepakat dengan salah satu rumusan
penyusun “setiap muslim/muslimah akan bertekad dan beusaha secara
sungguh-sungguh agar selama hidup di ala mini senantiasa menyakini
kebenaran agama Islam yang dianutnya dan mengamalkannya seluruh
ajarannya dengan bertaqwa kepada Allah SWT”.18 Kunci keimanan
adalah taqwa yang memang hanya taqwalah menjadi ukuran
kemuliaan manusia di sisi Tuhan bukan jenis kelamin,18 Syamsuri, Pendidikan Agama Islam untuk SMA Kelas XII, hal.5
88
bagaimana umat Islam akan menghargai umat agama lain jika
penghormatan kepada sesame umat Islam sendiri tidak
dirumuskan dalam ajaran dan hukum yang dianut?, padahal
al-Qur’an sendiri yang notabene kalam sanag Khaliq
mendeklarasikan hal tersebut.
2) Bab II
Bab kedua membahas Quran surah al-Mujadilah, 58; 11
tentang keunggulan orang beriman dan berilmu dan QS. al-
Jumu’ah, 62: 9-10 tentang dorongan agar rajin beribadah
dan giat bekerja. Tema ini sebenarnya mengandung nilsi
kesetaraan gender karena dalam deklarasinya, salah
satunya adalah manusia laki-laki atau perempuan sama-sama
berpotensi meraih prestasi yang diargumentasi dengan
beberapa ayat salah satunya QS. an-Nisaa’, 4: 124.
Prestasi dan ilmu memiliki keterkaitan yang sangat erat,
karena dengan ilmulah kesempatan untuk meraih prestasi
lebih terbuka lebar sehingga jika masih ada pelarangan
89
bagi perempuan untuk mengenyam pendidikan lebih tinggi,
hal tersebut justru menyalahi risalah Quran.
3) Bab III
Iman kepada hari akhir adalah pokok bahasan dalam
bab ini. Seperti telah penulis kemukakan bahwa dalam
masalah akidah apalagi Rukun Iman yang salah satunya
adalah tentang hari akhir, dalam hal ini tema materi
tidak ada diskriminasi gender didalamnya baik muslim
ataupun muslimah harus mengimani adanya hari akhirr,
karena dengan menyakini adanya hari akhir membuat manusia
memikirkan ulang apa yang sebaiknya dilakukan dan apa
yang seharusnya dihindari karena yakin ada yaumul hisab,
surga dan neraka. Namun dalam salah satu penjelasan yang
ada dalam buku ini memunculkan bias yakni tentang satu
hadis yang dikemukakan mengenai pelaksanaan tujuh macam
perilaku yang dapat menyebabkan memperoleh perlindungan
Allah SWT. Hadis tersebut adalah :
“ada tujuh macam golongan yang akan mendapat naunganAllah pada hari tidak ada naungan, kecuali naungan-
90
Nya (alam akhirat) yaitu: (1) Imam (pemimpin) yangadil, (2) pemuda yang rajin kepada Allah, (3) orangyang hatinya rindu kepada masjid, (4) dua orang yangsaling berkasih sayang dengan dilandasi niat ikhlaskarena Allah, baik tatkala keduanya berkumpulataupun pada waktu berpisah, (5) orang laki-lakiyang diajak berzina oleh wanita bangsawan yangcantik, kemudian menolaknya sambil berkata,sesungguhnya saya takut pada Allah, (6) orang yangbersedekah secara rahasia, sehingga tangan kirinyatidak mengetahuui apa yang disedekahkan tangankanannya, (7) dan orang yang mengingat Allah ketikasendirian, sehingga mencucurkan air mata.” (H.R.Bukhari Muslim)19
Pada poin kelima digambarkan bahwa perempuan adalah
sebagai makhluk penggoda, dan jika seseorang laki-laki
menolak godaan tersebut bisa mendapatkan perlindungan
Allah dari kejamnya hari akhir. Pada realitanya tidak
hanya para perempuan yang menjadi penggoda bahkan kasus
pemerkosaan dan pembunuhan lebih banyak ditemukan
terhadap wanita, artinya meskipun hadis itu benar secara
sanad dan matan, tapi penyusun buku sebaiknya juga
memaknai hadis tersebut secara kontekstual dimana baik19 Syamsuri, pendidikan Agama Islman untuk SMA Kelas XII, (Jakarta: Elangga, 2006), hlm. 36
91
laki-laki ataupun perempuan sama-sama bisa menggoda dan
tergoda, sehingga tidak ada hanya pada perempuan
kesalahan itu ditimpahkan.
4) Bab IV
Adil, rida dan amal saleh menjadi kunci pembahasan
dalam bab ini. Ketiga perilaku terpuji tersebut mutlak
harus dilakukan oleh muslim/muslimah. Tidak ditemukan
bias didalamnya dan seperti biasa penyusun buku menjaga
konsistensinya dalam penyebutan kata”muslim/muslimah”
atau “siswa/siswi”. Dan juga disertakan kisah yang sangat
inspiratif tentang kisah seorang ibu bernama Ummu Su’aim
yang sabar menerima kematian anaknya padahal suaminya
sedang berada di luar rumah. Dikisahkan ketika suaminya
pulang jenazah anknya diletakan disudut rumah agar tidak
dilihat secara langsung oleh suaminya, bahkan ia telah
mempersiapkan makanan dan berdandan sehingga mereka
berdua bermesraan, setelah itu sang istri mengkiaskan
bahwa tetangganya marah sewaktu barang yang dipinjamkan
92
diminta kembali dengan kematian anaknya yang merupakan
pinjaman dari Allah dan telah dimintanya kembali. Dengan
kesabaran yang sedemikian rupa sehingga mampu membuat
suaminya tidak gusar dengan kematian anaknya.
5) Bab V
Bab kelima ini membahas tentang munakahat yang dalam
literature banyak sekali ditemukan diskriminasi terhadap
perempuan. Dalam penjelasannya peneliti juga menemukan
rumusan penjelasan yang saya anggap harus diberi catatan
lebih terkait relasi suami istri dan kepemimpinan.
Pertama tentang kewajiban suami dan istri; disebutkan
bahwa diantara kewajiban suami adalah (a) member nafkah,
sandang, pangan, dan tempat tinggal kepada istri dan
anak-anaknya sesuai dengan kemampuan yang diusahakan
secara maksimal (QS. at-Thalaq, 65: 7), (b) memimpin
serta membimbing istri dan anak-anak, agar menjadi orang
yang berguna bagi dirinya sendiri, keluarga, agama,
93
masyarakat, serta bangsa dan Negara.20 Dua rumusan
tersebut harus dipahami dengan hubungan yang ma’ruf bahwa
laki-laki sebagai pemimpin ruamh tangga bukanlah kemudian
secara mutlak menjadi superior disbanding perempuan.
Karena ayat ini turun dalam konteks keluarga sehingga
tidak benar jika kemudian suami melarang istri yang
kebetulan menjadi pemimpin di masyarakat, kecuali ketika
rumah tangga berjalan timpang sehingga harus diselaraskan
terlebih dahulu.
Satu penjelasan lagi yang menurut hemat penulis
memuat nilai kesetaraan yakni masih dalam rumusan
kewajiban suami “membantu istri dalam tugas sehari-hari, terutama
dalam mengasuh dan mendidik anak-anak agar menjadi anak yang saleh”.21
Rumusan secara jelas menunjukan bahwa urusan sumur dan
dapur bukan hanya kewajiban istri melainkan kewajiban
bersama suami dan istri.
20 Syamsuri, pendidikan Agama Islman untuk SMA Kelas XII, (Jakarta: Elangga, 2006), hlm. 5821 Syamsuri, pendidikan Agama Islman untuk SMA Kelas XII, (Jakarta: Elangga, 2006), hlm. 58-59
94
6) Bab VI
Bab ini membahas sejarah perkembangan Islam di
Indonesia. Jika dikatakan pada bab ini penuh dengan bias
benar adanya karena semua tokoh penyebar Islam di
Indonesia yang disebutkan adalah laki-laki mulai dari
Walisongo di era klasik hingga Ahmad Dahlan di era
modern. Namun karena pada realitanya inilah fakta yang
sebenarnya. Meski bias, materi ini mengatakan kondisi
riil perkembangan Islam di Indonesia yang memang tidak
banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh perempuan karena
memang kondisi sosial historis tidak mengizinkannya,
tokoh permpuan bukan berarti tidak ada sehingga mungkin
lebih baik ditambahkan jika memang ada.
7) Bab VII
Bab ini membahas Quran surah Yunus, 10: 101 tentang
IPTEK dan QS. al-Baqarah, 2: 164 tentang dorongan untuk
mengembangkan IPTEK. Tidak ditemukan bias didalamnya
tetapi juga tidak ditemukan penjelasan secara eksplisit
95
tentang kesetaraan gender. Kalaupun ada rumusan bahwa
manusia sebgai khalifah hendaknya senantiasa meningkatkan
ilmu pengetahuannya tidak secara eksplisit menunjukan
nilai kesetaraan gender karena penyusun hanya menulis
penguasa sebagai keterangan khalifah, tetapi jika dilihat
dari sisi bahwa keduanya memang sebgai khalifah di bumi
benar adanya sesuai firman Allah, sehingga keduanya
seyogyanya meningkatkan ilmu pengetahuannya untuk
kesejahteraan manusia di muka bumi.
8) Bab VIII
Materi pada bab ini adalah tentang iman kepada Qada
dan Qadar sebagai hal terakhir yang harus diimani oleh
umat Islam. Tidak ditemukan bias yang sangat signifikan
hanya penyusun lupa menyebutkan kata muslimah bersanding
dengan kata muslim padahal hamper disemua bab ia
menggunakan kedua kata itu berdampingan, tapi juga tidak
ditemukan nilai kesetaraan gender didalamnya. Dalam isu
gender yang bisa dikaitkan dengan qada dan qadar adalah
96
nasib perempuan sebagai the second sex yang dianggap sudah
takdir dari Tuhan dan tidak bisa dirubah. Karena memang
dari awal penyusun tidak mengaitkan penyusunan bukunya
dengan perspektif kesetaraan gender maka isu tentang
perempuan dan takdirnya tentu tidak dikemukakan. Penyusun
hanya mengaitkan qada dan qadar dengan isu rezeki, jodoh
dan kematian atau bencana yang memang lebih popular dalam
materi ini. Namun dalam kamus istilah, tanpa ada
singkronisasi dengan dengan materi disebutkan tiga kata
yakni poliandri, poligami, dan monogami. Harusnya istilah
tersebut diletakan dalam materi munakahat.
9) Bab IX
Bab ini membahas tentang persatuan dan kerukunan.
Tidak ada bias yang berarti meski gambar yang ada hanya
satu dan itu diwakili kualitas maskulin, tapi gambar
tersebut hanya mencoba mengajak siswa-siswi untuk
memperkokoh kerukunan agar tidak semua masalah yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari diselesaikan di meja
97
hijau.22 Nilai-nilai kesetaraan gender tidak juga
dimunculkan dalam bab ini, dengan asumsi bab ini lebih
pada persatuan umat/warga untuk tetap menjaga kerukunan
diatas perbedaan yang begitu kentara di bumi Indonesia
ini.
10) Bab X
Perilaku tercela adalah pembahsan pokok pada bab
kesepuluh yang terdiri dari Israf, Tabzir, Ghibah, dan fitnah.
Tidak ada penjelasan yang menyudutkan salah satu kualitas
karena diantara sifat-sifat tercela yang dijelaskan
seringkali dialamatkan kepada perempuan. Gambar yang
ditampilkan juga sudah mewakili tiap kualitas meski tidak
ada secara spesifik tentang nilai nilai diskriminasi
gender tapi ada nilai penting yang telah dibahas pada
bab-bab sebelumnya bahwa baik kualitas maskulin maupun
feminism sama berpotensi untuk melakukan kebaikan dan
22 Gambar 9.1 adalah suasana persidangan dengan terdakwa seseorang laki-laki, frekuensi gambar atas kemunculan masing-masing kualitas feminism dan maskulin akan dibahas tersendiri di akhir bab ini.
98
meraih prestasi atau sebaliknya sama-sama berpotensi
melakukan perilaku tercela seperti dijelaskan dalam bab
kesepuluh ini.
11) Bab XI
Bab ini membahas tentang mawais yang dibagi menjadi 7
subbab; a) Ketentuan Mawaris, b) Harta sebelum diwaris,
c) Ahli waris, d) Hijab, e) Perhitungan waris, f)
Perundang-undangan waris di Indonesia, dan g) Hikmah
waris. Dalam penjelasannya tentu penyusun buku merumuskan
mawaris berdasarkan ilmu al-faraidh (ilmu tentang pembagian
harta warisan) yang sudah menjadi jumhur ulama. Dan
selalu saja ada bagian dalam hukum Islam yang dihujat
berkenan dengan warisan ini yang ditampilkan juga dalam
bab ini. Bagian paling kontrovesional adalah bagian
perempuan yang selalu lebih sedikit dari laki- laki
yakni 2:1 dengan alasan laki0laki memiliki tanggungjawab
lebih besar karena harus membei nafkah sedang perempuan
yang diberi nafkah bahkan jika dia ditinggal mati
99
suaminya ia masih mendapat perlindungan dari keluarga
sang suami. Dalam rumusannya penyusun menulis “anak laki-laki
mendapat harta warisan dua kali lipat dari bagian anak perempuan. Hal ini
sesuai dengan prinsip keadilan bahwa kewajiban dan tanggungjawab anak
laki-laki lebih besar daripada anak perempuan.”23 Penjelasan tersebut
secara logis bisa diterima dalam kultur masyarakat Arab
tapi di Indonesia dimana banyak perempuan yang menjadi
tulang punggung keluarga tentu hal itu bisa dikatakan
diskriminatif. Perlu diketahui, keseluruhan bagian
perempuan dalam waris tidak semuanya mencerminkan 2:1.
Hal ini terbukti dalam bagian laki-laki dan perempuan itu
2:1 ketika mereka sebagai anak. Ketika perempuan menjadi
istri bagiannya seperempat kalau suaminya yang meninggal
dan tidak punya anak dari pernikahan tersebut, jika
memiliki anak maka bagiannya adalah seperdelapan. Ketika
menjadi ibu bagiannya sama dengan bapak yaitu seperenam
ketika mempunyai anak. Apabila tidak punya anak atau
saudara bagian ibu sepertiga. Ketika menjadi saudara,23
100
baik laki-laki atau perempuan sama bagiannya yaitu
seperenam. Tetapi jika kembali alasan harus memberi
nafkah yang dipergunakan untuk memperkokoh bagian 2:1
maka kita harus lihat konteks turunnya ayat 11 surah an-
Nisa:
Artinya:
Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka
untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki
sama dengan bagahian dua orang anak perempuan[272]; dan
jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua[273],
Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka
ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa,
bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang
ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak;
jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia
101
diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat
sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa
saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-
pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang
ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang)
orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa
di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya
bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Ayat ini sebenarnya turun karena latar belakang
sosiologis masyarakat saat itu yaitu berdasarkan hadis
tentang aduan istri Sa’ad bin Al-Rabi yang ditinggal mati
suaminya dan semua harta suaminya diambil oleh saudara
suaminya dan tidak menyisakan sedikitpun untuk kedua anak
perempuan Sa’ad bin Al-Rabi,24 Hadis tersebut:
Ya Rasulullah, kedua perempuan ini adalah anak Sa’ad
bin Al-Rabi yang menyertai tuan dalam perang Uhud,
ia telah gugur sebagai sahid. Paman kedua putrid ini
mengambil harta bendanya dan tidak meninggalkan
sedikitpun, sedang kedua anak kami sukar mendapatkan
jodoh kalau tidak berharta. “Rasulullah SAW24 Tafsir al-Maraghi, jilid IV, hal 354
102
bersabda: “Allah akan memutuskan persoalan tersebut.
“maka turunlah ayat tersebut. Diriwayatkan oleh Abu
Dawud Al-Turmizi, Ahmad, Abu Dawud dan Al-Hakim yang
bersumber dari Jabir.
Jelas dilihat dari asbab nuzul ayat tersebut karena
anak Sa’ad bin Al-Rabi tidak diberi warisan sama sekali,
dengan turunnya ayat tersebut berarti ada aturan hukum
baru bahwa perempuan harus mendapat bagian warisan.
Dengan melihat latar belakang turunnya ayat tentang
pembagian warisan harus dibaca sebagai proses awal menuju
kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan, sehingga
pada saat yang telah memungkinkan bukan suatu hal yang
bertentangan dengan nash jika perempuan diberikan bagian
lebih dari setengah bagian laki-laki. Memang menjadi
diskriminasi ketika hanya melihat dari sisi 2:1, dan
alasan yang dipakai untuk menguatkan adalah hanya dengan
karena tanggungjawab laki-laki lebih berat, seharusnya
dibangun argumentasi yang lebih setara yakni pada saat
perempuan menyandang status yang berbeda bukan anak
103
perempuan ibi atau saudara misalnya bagian mereka
berbeda, dan melihat konteks masyarakat Indonesia yang
banyak juga perempuan sebagai tulang punggung keluarga
maka bagian 2:1 tersebut bisa berubah dengan cara
musyawarah, jika semua ahli waris telah baligh dan hibah.
Sayangnya hal tersebut tidak dilakukan oleh para penyusun
buku bahkan para guru, sehingga informasi yang menyebar
selalu bias dan kemudian dipraktikan secara missal dalam
masyarakat ketika warisan akan dibagi dan kemudian hal
tersebut menjadi mutlak, disitulah letak biasnya dan
semestiny dikoreksi secara bijak karena hal tersebut
bukan berarti mengubah makna teks, tapi bagaimana teks
yang turun karena suatu kasus dalam sebuah masyarakat
yang memiliki tradisi yang khas dan cultural
diaplikasikan dengan masyarakat lain yang memiliki
karakteristik kultur yang berbeda.
12) Bab XII
104
Bab terakhir dalam buku ini adalah Sejarah
Kebudayaan Islam tentang perkembangan Islam di Dunia yang
meliputi; a) Islam di benua Asia, b) Islam di benua
Eropa, c) Islam di benua Afrika, d) Islam di benua
Australia dan Pasifik, e) Islam di benua Amerika, dan f)
Hikmah perkembangan Islam di dunia. Perkembangan Islam
dalam sebuah Negara tentu dipengaruhi juga oleh tokoh-
tokoh yang mengajukan pemikiran sekaligus bergerak dalam
perjuangan. Dalam penjelasannya tokoh-tokoh yang
disebutkan semuanya adalah dari kualitas maskulin,
seperti; Muhammad Iqbal, Fazlur Rahman, dan Abu A’la al
Maududi yang merupakan tokoh-tokoh Islam di Pakistan,
sehingga jika disebutkan bab ini terdapat bias secara
frekuensi adalah benar adanya. Mengenai nilai-nilai
kesetaraan gender secara eksplisit tidak disebutkan aleh
penyusun buku, karena penyusun buku memilih hanya
menggunakan kata muslim saja tanpa disertai kata
105
muslimah, meski secara tekstual maksud dari penyusun buku
adalah umat Islam secara keseluruhan.
2. Hasil Analisis Isi Buku Teks PAI Perspektif Kesetaraan
Gender; Sebuah Frekwensi
a) Kelas X
Tabel 2
Bab Gender Equity Bias KeteranganI 1. Penjelasan
mengenaiproseskejadianmanusia
a. Hanya Adamyang ditunjuksebagaiKhalifah
Catatan:Esensi khalifahadalah manusiasebagai tanganAllah dalammengelola bumibeserta isisnyasehingga menjadimanfaat bagikehidupanmanusia dantugas tersebutpada hakikatnyadibebankankepada seluruhumat manusia
II 2. Penggunaankata“muslim/muslimah”
b. Inkonsistensikata. Katamukhish yangtidakdisertai katamukhishah
Catatan:Dari unsur tematentangkewajibanberibadah (misitauhid) dengankeikhlasan
106
secara implicitmengandung unsurgender equality.
III 3. Penggunaankata“muslim/muslimah”
c. Gambar 3.2digambarkanlaki-lakipemaaf tapitidak adamodelperempuanpadahal ada10 perilakumanivestasiasma’ al husnayang dijelaskan
d. Asma’ al husnayangdisebutkandalam termmuzdakar
Catatan: Dari unsur
tema tentangiman kepadaAllah (misiTauhid)mengandungunsur genderequality.
Allah tidakberjeniskelamin laki-laki atauperempuan,tema muzdakaryang dipakaidalam asma’ alhusna sangaterat terkaitdengan kaidahbahasa Arabyangmenyaratkandipakainyaterm muzdakaruntukmukhatab yangplural
IV 4. Penggunaankata“muslim/muslimah”
5. Gambar 4.2
e. Gambar 4.1digambarkanlaki-lakisedangberzikir;
Catatan:Karena sedariawal penulisantidak adaperspektif gendr
107
suasana lombakhitabah yangdiikuti siswadan siswi(kesempatanyang sama)
tidak adamodelperempuanpadahal ada 2perilaku yangdijelaskan
f. Pembagianperandomesticuntuk istridan peranpublik untuksuami. Dalamrumusan :“agar tujuanluhur tersebutdapat terwujud,maka suamisebagai kepalakeluarga danistri sebagai iburumah tangga,pendampingsuami,hendaknyasalingberprasangkabaik tidak bolehsaling curiga,saling memenuhihak danmelaksanakankewajibanmasing-masingdengan sebaik-baiknya”.
dalampenyusunannya
108
g. Lagi;kualitasmaskulindalam fiturpojok kisan
V 6. Penggunaankata“muslim/muslimah”
h. Tokoh yangditampilkanmayoritas daikualitasmaskulin
i. Lagi;kualitasmaskulindalam fiturpojok kisan
Catatan:Karena sedariawal penulisantidak adaperspektif gendrdalampenyusunannya
VI Tidak ada j. Tokoh yangditampilkanmayoritas daikualitasmaskulin
k. Lagi;kualitasmaskulindalam fiturpojok kisan
Catatan:Islam melakukanpembaharuan-pembaharuan yangradikal terhadapnasib perempuantapi tidakmendapat porsibanyak dalamsejarah yangdisampaikan padasiswa/siswi
VII 7. Penggunaankata“muslim/muslimah”
l. Gambar 6.1tentang rapatwarga yangsemuanyalaki-laki(kemana wargaperempuan?)
m. Dalam fiturkaji kasus
Catatan: Inkonsistensipenjelasandengan gambar
109
semua tokohyangdiperankanlaki-laki
VIII
8. Penggunaankata“muslim/muslimah”
9. Penjelasantentang bahwamalaikat bukanlaki-lakibukan pulaperempuanmeski nama-nama merekatergolongmaskulin
n. Gambar 8.1menggambarkan4 orang laki-laki sebagaisukarelawanbencana alamdan gambar8.2 adalahsuasana salatjama’ah yangkebetulanjama’ahnyaadalah laki-laki semua
o. Lagi;kualitasmaskulindalam fiturpojok kisan
Catatan: Terkait dengansisiopsycolinguistik masyarakatarab yang taghlibal zdakar
IX 10. Penggunaankata“muslim/muslimah”
11. Gambar 9.1menggambarkanlaki-lakimelanggarjalur buswaydan gambar 9.2yangmenunjukanseorang
p. Batas auratdalam salatdiberlakukanpula dalamkehidupasnsehari-hari
Catatan:Ada perbedaanpendapatmengenai batasaurat; tapisebagian besarmengatakan auratperempuan adalahseluruh tubuhkecuali telapaktangan dan muka,yang sejatinyahadis Nabi itu
110
perempuansedangmengemudikanmobil sambilmenelpon.Disini dapatdikatakanbahwa baikperempuanmaupun laki-laki sama-samaberpotensiuntukmelanggarperaturan samapotensinyamereka berduameraihprestasi
dalam batasansholat, kemudiankarena kulturcara berbusanaperempuan arabsehinggadisamakan antaraaurat sholat dansehari-hari
X 12. Penggunaankata“muslim/muslimah”
13. Gambar 10.1memperlihatkaninteraksisiswa-siswiyangproposional,ada siswalaki-laki dansiswiperempuan yangsama-samameraih
q. Gambar 10.2yangmengilustrasikan seoranglaki-lakimendapattindakandiskriminatifdari tigasiswi danseorang siswa
Catatan: Dalam fiturpojok kisahdiceritakan 3laki-laki yangmasuk ke nerakakarena sifat riya’padahal perilakumerekamencerminkanspiritualitasmereka. Inimembuktikan jikatetapdisepakataiadanya arcethype
111
prestasi14. Rumusan:
“orang tua yangmembeda-bedakanperlakuanterhadap anak-anaknya adalahcontoh perilakudiskriminatifdalam keluarga.Misalnya anakperempuan tidakdisekolahkankankarena dianggaptidak perlu,padahal orang tuamampu dan sianak juga inginsekolah. Dalamundang-undangtentang Hak AsasiManusia bagian10, Hak anakPasal 52 ayat 1dikemukakanbahwa setiap anakberhak atasperlindungan olehorangtuanya,keluarga,masyarakat, dannegara
spiritual partnershiptetaplah bahwasuperioritasspiritualseseorang sangatditentukan olehketakwaan,keimanan dankeikhlasannyaberibadahterhadap Tuhanbukan karenagender ataujenis kelaminyang dimiliki.
XI Tidak ada r. Mahram bagiperempuanyang
Catatan:Perlu dikajiulang
112
berangkathaji
s. Lagi;kualitasmaskulindalam fiturpojok kisah
t. Inkonsesisitensi kata.Kata muslimyang tidakdisertai katamuslimah
persyaratanmahram karenapemberangkatanhaji dilakukansecaraberkelompok dandikawal amirul hajj(meski lebihbaik disertaimahram)
b) Kelas XI
Tabel 3
Bab Gender Equity Bias KeteranganI 1. Penggunaan
kata“muslim/muslimah”
a. Fitur pojokkisah diisioleh biografiAl-Biruni dantidakditemukanlagi fitur-fitur lainyang diisioleh kualitasfeminism
Catatan:Bias/diskriminasisalah satubentuknya adalahpada frekwensipenyebutanperempuan yanglebih sedikitdisbanding laki-laki
II 2. Penggunaankata“muslim/muslimah”
Tidak ada Catatan:Fitur pojokkisah yang diisidengan akhlaq
113
Nabi terhadapanak yatim(laki-laki) bisadilengkapidengan akhlaqNabi terhadapperempuan yangmemangdiperjuangkanoleh Nabi
III 3. Penggunaankata“muslim/muslimah”
b. Rumusan:“cirri-ciri seorangrasul antara lainseorang laki-lakiyang sehatjasmani danrohaninya,mempunyai akalyang sempurna,berjiwa ismah(jiawa yangmampumengendalikandiri dari berbuatdosa), berasaldari keturunanbaik-baik
Catatan:Ulama yangberpendapatbahwa kewahyuandan kenabianjuga turunkepada perempuanberdasarkan QS.Al-Qashas, 28 :7
IV 4. Penggunaankata“muslim/muslimah”
5. Gambar 4.2 dan4.1 telahmewakilimasing-masingkualitas
c. Inkinsistensikata. Katamukmin yangtidakdisertai katamukminah
Catatan:Gambar 4.1 yangmenggambarkanseorang laki-laki berzikir(model)sebaiknyaditambah gambarperempuan
114
(karena adaunsurekesengajaanmenggunakanmodel)
V 6. Penggunaankata“muslim/muslimah”
d. 2 dari 4gambar adalahlaki-lakisedangkanyang laingambar satujendela dalamiklaninternet dansebuah brosur
Catatan:Jika gambarbrosur dan iklaninternet pentinguntuk dimasukanmaka sebaiknya 2gambar yangterdiri darilaki-lakidiberikan 1porsi untukkualitas feminim
VI Tidak ada e. Tokoh yangditampilkanmayoritasdari kualitasmaskulin (41laki-laki &hanya 2perempuan)
Catatan:Dua namaperempuan yangdisebut punbukan karenajasanya tapikarena diaistri/saudaratokoh laki-lakiyang disebutkan
VII Tidak ada Tidak ada Kata dan gambartidak menunjukandiskriminasigender
VIII
7. Penggunaankata“muslim/muslimah”
f. Inkonsistensi kata.Kata muslimyang tidakdisertai
Catatan:Banyak jugatokoh perempuanyang relamenembus nyawa
115
katamuslimah
g. Lagi;kualitasmaskulindalam fiturpojok kisah
untuk keimannya
IX 8. Penggunaankata“muslim/muslimah”
h. Inkonsistensi kata. Katamuslim yangtidakdisertaikatamuslimah
i. Lagi;kualitasmaskulindalam fiturpojok kisah
Catatan: Karena sedariawal penulisantidak adaperspektifgender didalampenyusunannya
X 9. Penggunaankata“muslim/muslimah”
Tidak ada Kata dan gambartidak menunjukandiskriminasigender
XI 10. Penggunaankata“muslim/muslimah,saleh/salehah,almarhum/almarhumah”
11. Do’a dalamsalat jenazahdisajikandengan duadlamir, (ha)untuk
j. Lapis kainkafan bagilaki-laki danperempuan
k. Posisi imamketika salahjenazah
l. Lagi; laki-laki fiturpojok kisah
Catatan:Karena sedariawal penulisantidak adaperspektifgender didalampenyusunannya
116
perempuan dan(hu) untuklaki-laki
XII 12. Penggunaankata“muslim/muslimah
m. Kewajibansalat jum’athanya bagilaki-laki
n. Lagi; laki-laki dalamfitur pojokkisah
Catatan: Satu sisiterlihat biastapi disisi lainada hikmah(tidakmemberatkanperempuan karenasemua laki-lakiberjamaah jum’atsehingga anak-anak kecil kecilbisa dijaga olehperempuan dankeamanan rumahterjamin.
XIII
Tidak ada o. Tokoh yangditampilkanmayoritasdari kualitasmaskulin (8laki-laki &hanya 4perempuan)
c) Kelas XII
Tabel 4
Bab Gender Equity Bias KeteranganI 1. Rumusan : a. Tidak Kebenaran agama
117
“setiap muslim/muslimah akan bertekad danberusaha secara sungguh-sungguh agar selama hidupdi ala mini senantiasa meyakini kebenaran agamaIslam yang dianutnya dan mengamalkan seluruh ajarannya dengan bertakwa kepada Allah SWT”(hal. 5)
ditemukan bias baik dalam penjelasan, fitur-fitur seperti pojokkisah ataupundalam latihandan internalisasibudi pekerti
Islam yang mutlak adalah Tauhid sehingga secara implicit ada nilai kesetaraan sebagai salah satu hikmah didalam teks tersebut.
II Tidak ada b. Tidak konsisten dalam penggunaan kata “muslim /muslimah” dan “mukmin /mukminah” (hal. 25 dan 27)
Sebenarnya ada nilai kesetaraandalam isi kandungan dalam ayat-ayat yang dibahas di bab ini yakni QS. Al-Mujadilah, 58: 11 tentang keunggulan orangyang beriman danberilmu. Ini berdasarkan salah satu deklarasi kesetaraan laki-laki dan perempuan yang sama-sama bisa
118
berpotensi meraih prestasi syangnya hal itutidak dijelaskan.
III Tidak ada c. Hadis tentang7 perilaku yang menyebabkan masuk surga. Disebutkan salah satunyaadalah laki-laki yang menolak ajakan perempuan untuk berzina(hal. 36)
Terlepas hadis itu sahih secaramuatan dan sanad (belum dibuktikan) laki-laki juga bisa menjadi penggoda perempuan. Redaksi hadis yang sangat diskriminatif tersebut harus ditambah dengan penjelasan dari guru bahwa keadaan bisa menjadi sebaliknya
IV 2. Konsistensi penggunaan kata muslim/muslimah
3. Dua tokoh yangditampilkan mewakili dua kualitas feminism (kisah Ummu Su’aim yang
Tidak ada Kata dan gambar tidak menunjukandiskriminasi gender
119
sabar dan kualitas maskulin diwakili oleh kisah Marwan seorang pengusaha yangmendermakan Ilmunya
V 4. Rumusan penjelasan: “membantu istri dalam tugas sehari-hari, terutama dalam mengasuh dan mendidik anak-anak agar menjadi anak yang saleh”
d. Rumusan penjelasan tentang kewajiban suami menjadipemimpin dalam keluarga berdasarkan QS. An-Nisaa’, 4: 34
Urusan sumur dapur dan kasur tidak semata tugas perempuan
Kewajiban dapat gugur jika suami tidak mampu melakukan itusehingga sehingga jangan dianggap sebagai hukummutlak yang tidak bisa diubah dan bahkan dijadikan legitimasi superioritas laki-laki
VI 5. Penggunaan kata muslim/muslimah
e. Inkonsistensikata muslim-muslimah dalam
Faktanya memang mengatakan sedikit sekali ada ruang publik
120
beberapa penjelasan (hal. 75)
f. Mayoritas tokoh yang disebutkan laki-laki (78laki-laki & hanya 7 perempuan)
bagi perempuan pada zaman perjuangan, meski ada merekadianggap tidak ada
VII Tidak ada Tidak ada Kata dan gambar tidak menunjukandiskriminasi gender
VIII
6. Penggunaan kata muslim/muslimah
g. Inkonsistensikata muslim-muslimah dalam beberapa penjelasan (hal. 114)
Catatan: seharusnya kata poliandri, poligami, dan monogamy ditampilkan dalam materi munakahat bukan Iman kepada Qadadan Qadar
IX Tidak ada Tidak ada Kata dan gambar tidak menunjukandiskriminasi gender
X Tidak ada Tidak ada Kata dan gambar tidak menunjukandiskriminasi gender
XI 7. Hikmah implisit yakniadanya bagian warisan bagi
h. Rumusan penjelasan yang diambil dari hukum
Tidak selamanya tanggungjawab nafkah ditanggungkan
121
perempuan yangsebelumnya tidak ada dalam tradisi Arab
Fiqih, tentang bagian warisan anak laki-laki danperempuan yakni 2:1
laki-laki
XII Tidak ada i. 23 tokoh yangdisebutkan semuanya adalah dari kualitas maskulin
Catatan: perlu dimasukan materitentang pahlawanperempuan
Berdasarkan ulasan analisis isi dalam buku teks
Pendidikan Agama Islam untuk SMA karya Syamsuri yang
diterbitkan oleh Erlangga ad beberapa poin yang perlu
dicermati lebih lanjut; pertama, dari rumusan kesetaraan
gender yang terintegrasi, yang paling banyak ditemukan
adalah pada penggunaan kata muslim yang dalam banyak bab
konsisten dibarengi dengan kata muslimah. Hanya saja
terindikasi penyebutan dua kata tersebut secara
beriringan adalah karena kemungkinannya penyusun
mengikuti kebiasaan yang berlaku dalam berbahasa
Indonesia yang cenderung menyebutkan siapa saja audience
122
yang dihadapi ketika berbicara. Seperti ketika seseorang
sedang berpidato maka dalam kalimat pengantarnya ia akan
mengatakan “bapak-bapak dan ibu-ibu yang saya hormati,”
sehingga dalam penjelasan materinya penyusun buku
menggunakan kedua kata “muslim/muslimah” untuk mengganti
penggunaan kata “umat muslim” yang berarti keseluruhan
baik laki-laki atau perempuan yang seharusnya justru
lebih universal dipakai dan lebih mudah diterima banyak
orang, tetapi penyusun buku tidak menggunakan itu
sehingga dapat diasumsikan memang penggunaan kata
“muslim/muslimah” mengandung unsur relasi gender
didalamnya, dan penyusun berusaha konsisten dari satu bab
ke bab lainnya untuk 3 buku PAI tingkat SMA yang
disusunnya meski terkadang upaya konsistensi tersebut
gagal dan beberapa kali kata muslim berdiri sendiri.
Kedua, masih banyak sekali bias didalam buku teks PAI
untuk SMA ini misalnya mayoritas tokoh dan gambar yang
disertakan dalam penjelasan adalah dari kualitas maskulin
123
terutama dalam materi Sejarah Kebudayaan Islam (SKI).
Dari 3 buku materi yang dibuat bertahap dalam membahas
perkembangan Islam baik dari era Rasulullah samapai pada
perkembangannya di dunia termasuk di Indonesia tidak
disinggung sama sekali peran kaum Hawa dalam perkembangan
Islam. Adapula pembagian peran domestik bagi perempuan
dan peran publik untuk laki-laki yang tampaknya sepele
tapi jika itu dipelajari terus menerus akan membantu
menstimulus siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Ketiga, berdasarkan pembacaan dan hasil analisis,
penulis menilai bahwa dari awal sebenarnya penyusun dalam
merumuskan buku PAI ini tidak disertai perspektif
kesetaraan gender dalam penulisan bukunya, hal ini
ditunjukkan dengan beberapa indikasi; (1) Adanya muatan
kesetaraan terutama pada materi aqidah sekaligus bias
dalam materi fiqih yang terbaca baik secara eksplisit
maupun implicit dalam buku teks menunjukan penyusunan
124
buku secara sadar yang memang menganggap manusia adalah
sederajat dalam koridor kemanusiaan yang langsung
berhubungan dengan Tuhan tapi membedakan pada koridor
pernikahan dan mayoritas itulah yang termaktub dalam
banyak literature Islam,25 (2) gambar-gambar dalam ketiga
buku PAI karya Syamsuri setelah kita kaji juga tidak
terlepas dari muatan kesetaraan sekaligus bias, namun
yang penting untuk diingat adalah dalam penyusunan sebuah
buku, tanggung jawab penulis buku hanya menyusun rumusan
materi sedangkan gambar didalamnya menjadi tugas sang
illustrator buku tersebut yang dalah hal ini ditangani
langsung oleh bagian produksi penerbit Erlangga, ini
menunjukan penulis tidak punya kuasa penuh atas gambar-
gambar didalamnya karena ini terkait dengan desain dan
lay-out yang sepenuhnya dikerjakan oleh bagian produksi
25 Lebih lanjut bandingkan penjelasan Syamsuri tentang bagian warisan bagi perempuan yakni 1:2 terhadap laki-laki (buku PAI kelas XII, hal. 146) dengan konsekuensi bagi muslim/muslimah yang taat akan Allah sebagai penjelasan dari QS. al-An’am (6) 162-163 (buku PAI kelas X, Hal. 21)
125
penerbit Erlangga,26 (3) Dari kesamaan daftar pustaka yang
digunakan Syamsuri diketiga bukunya tidak satu pun judul
bersinggungan dengan relasi jenis kelamin baik biologis
ataupun sosial, serta dari list penulis buku dalam daftar
pustaka tersebut tidak terindikasi sebagai pegiat/penulis
buku bertema gender atau feminism, meski ada nama-nama
terkenal seperti Ibn Katsir, Hasbi Ash-Shidiqy, Quraisyi
Shihab yang terkenal dengan aliran tafsir bi al ra’yi sebagai
rujukan tafsir untuk ayat-ayat yang digunakan dalam buku
PAI karangannya, tapi dalam rumusannya kita tidak melihat
nilai-nilai gender terungkap didalamnya, ini menurut
hemat penulis dikarenakan Syamsuri fokus pada tema yang
diulas tanpa mengaitkan rumusan penjelasan dengan
tema/fenomena sosial apapun termasuk gender, meski para
rujukannya mengungkap sesuatu yang berhubungan dengan
gender, tapi itu bukanlah suatu keharusan bagi Syamsuri
untuk mengungkapkannya, (4) Dalam uraian analisis,
26 Lihat cover dalam buku Pendidikan Agama Islam untuk SMAkarya Syamsuri yang diterbitkan oleh Erlangga.
126
penulis menemukan banyak tema-tema yang bisa
diproyeksikan sebagai materi sensitive gender tapi tidak
dieksplore lebih lanjut oleh Syamsuri seperti; keimanan,
manusia sebagai khalifah, kesamaan potensi manusia pada
tema kompetisi dalam kebaikan, keunggulan seseorang yang
beriman dan berilmu serta keterlibatan tokoh perempuan
dalam pergerakan Islam,27 (5) Dari analisis kemunculannya
justru materi yang mengandung bias gender ternyata lebih
banyak daripada materi yang mengandung muatan kesetaraan
gender, total untuk muatan bias gender adalah 43
kemunculan dan untuk muatan kesetaraan gender hanya 32
kemunculan dalam tabel analisis.
Keempat, penting untuk dicatat bahwa akibat dari
perspektif gender yang penulis pakai dalam penelitian ini
adalah begitu kentaranya penulis melihat segala sesuatu27 Ada fakta yang tidak bisa dibantah bahwa buku ini disusun
berdasarkan Standar Isi 2006 yang ditetapkan oleh DIKNAS, padahaldalam Standar Isi tersebut tidak termuat baik implicit ataueksplisit tentang keharusan mengeksplore tema-tema yang dapatbersinggungan dengan gender sehingga kita tidak bisa menimpahkankesalahan pada penyusun buku tapi setelah kita urai implikasi genderdalam dunia pembelajaran tentu kita bisa melakukan koreksiberdasarkan penelitian ini.
127
dari unsure perbedaan laki-laki dan perempuan baik dari
sisi relasi serta kualitasnya, sedangkan penyusun buku
seperti diurai di depan tidak memakai perspektif
kesetaraan gender tapi lebih mengacu pada Standar Isi,
Kompetensi Dasar, dan Standar Kompetensi yang telah
ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, sehingga
dari sisi Standar Isi/SK/KD maka buku ini adalah buku
yang layak untuk dikonsumsi siswa/siswi, tapi dari sisi
perspektif gender maka buku ini membutuhkan cukup banyak
revisi untuk dapat diklaim sebagai buku yang seratus
persen memuat nilaikesetaraan gender.
128