BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A ...

48
9 BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Landasan Teori dan Penelitian yang Relevan 1. Hakikat Minat a. Pengertian Minat Menurut Slameto (2001: 180) minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Menurut Muhibbin Syah (2000: 133) minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat adalah keadaan emosi yang dasarnya ditujukan kepada sesuatu. Salah satu keadaan emosi adalah penilaian seseorang terhadap sesuatu yang dihadapi. Hasil penilaiannya dapat positif atau negatif, menarik atau tidak menarik, menyenangkan atau tidak menyenangkan. Selanjutnya Muhibbin Syah (2000: 136) menjelaskan bahwa minat dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang studi tertentu. Misalnya seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap mata pelajaran matematika akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa yang lainnya. Kemudian karena pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa tadi untuk belajar lebih giat dan akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan. Sehingga orang yang tidak berminat dalam mempelajari sesuatu tidak dapat diharapkan bahwa dia akan berhasil, demikian sebaliknya jika seseorang berminat mempelajari sesuatu dapat diharapkan bahwa hasilnya akan lebih baik. Iskandarwassid dan Sunendar (2013: 114) mengatakan bahwa minat merupakan dasar pembentukan suatu kebiasaan. Kebiasaan akan terbentuk manakala pembaca memiliki minat yang tinggi terhadap kegiatan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A ...

9

BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Landasan Teori dan Penelitian yang Relevan

1. Hakikat Minat

a. Pengertian Minat

Menurut Slameto (2001: 180) minat adalah suatu rasa lebih suka dan

rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh.

Menurut Muhibbin Syah (2000: 133) minat (interest) berarti

kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar

terhadap sesuatu. Minat adalah keadaan emosi yang dasarnya ditujukan

kepada sesuatu. Salah satu keadaan emosi adalah penilaian seseorang

terhadap sesuatu yang dihadapi. Hasil penilaiannya dapat positif atau

negatif, menarik atau tidak menarik, menyenangkan atau tidak

menyenangkan.

Selanjutnya Muhibbin Syah (2000: 136) menjelaskan bahwa minat

dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam

bidang-bidang studi tertentu. Misalnya seorang siswa yang menaruh minat

besar terhadap mata pelajaran matematika akan memusatkan perhatiannya

lebih banyak daripada siswa yang lainnya. Kemudian karena pemusatan

perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa

tadi untuk belajar lebih giat dan akhirnya mencapai prestasi yang

diinginkan. Sehingga orang yang tidak berminat dalam mempelajari

sesuatu tidak dapat diharapkan bahwa dia akan berhasil, demikian

sebaliknya jika seseorang berminat mempelajari sesuatu dapat diharapkan

bahwa hasilnya akan lebih baik.

Iskandarwassid dan Sunendar (2013: 114) mengatakan bahwa minat

merupakan dasar pembentukan suatu kebiasaan. Kebiasaan akan terbentuk

manakala pembaca memiliki minat yang tinggi terhadap kegiatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

membaca. Kegiatan yang tinggi dan terus menerus akan membentuk

kebiasaan.

Lebih lanjut Harjasujana (dalam Iskandarwassid, 2013: 113)

mengungkapkan bahwa ketiadaan minat baca dapat menimbulkan

ketidakmampuan membaca; ketidakmampuan membaca dapat

menimbulkan ketiadaan minat baca. Dalam membaca karya sastra pun

dapat terjadi hal yang serupa; ketidakadaan minat terhadap karya sastra

dapat menimbulkan ketidakmampuan seseorang membaca karya sastra.

Terdapat tiga batasan minat, yakni (1) suatu sikap yang dapat mengikat

perhatian seseorang kearah objek tertentu secara selektif, (2) suatu

perasaan bahwa aktivitas dan kegemaran terhadap objek tertentu sangat

berharga bagi individu, (3) bagian dari motivasi atau kesiapan yang

membawa tingkah laku ke suatu arah atau tujuan tertentu.

Minat akan berkembang membentuk suatu kebiasaan. Dengan kata

lain, minat akan menjadi syarat terbentuknya kebiasaan. Bila kegiatan

membaca dilandasi minat yang tinggi, maka kegiatan itu akan dilakukan

secara tetap dan teratur. Kebiasaan merupakan hasil pelaziman yang

berlangsung pada waktu yang lama. Bentuk-bentuk minat akan

dimanifestasikan dalam pilihan suka atau tidak suka dan senang atau tidak

senang terhadap suatu objek, kegiatan, dan gagasan atau orang yang akan

memuaskan kebutuhannya.

Berdasarkan pendapat di atas, minat adalah kecenderungan hati yang

tinggi terhadap sesuatu yang menyangkut perhatian, rasa ingin tahu, rasa

ketertarikan untuk melakukan kegiatan belajar dan mampu menunjang

prestasi yang jauh lebih baik ketika minat itu dapat dikembangkan oleh

seseorang. Minat seseorang selalu berkaitan dengan kegiatan-kegiatan

tertentu, di mana orang yang memiliki minat tersebut akan merasa tertarik

dan mau melakukan berbagai kegiatan atau usaha yang berkaitan dengan

hal tersebut dan ditandai rasa senang serta tidak ada unsur keterpaksaan.

Seseorang yang telah mempunyai rasa senang terhadap sesuatu biasanya

akan mau menggunakan apa saja yang dimiliki untuk melakukan atau

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

melibatkan diri dalam kegiatan yang berkaitan dengan hal yang

diminatinya tersebut. Jadi, seseorang yang berminat pada sesuatu akan

melakukan kegiatan lebih giat daripada dengan seseorang yang tidak

berminat.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat

Minat biasanya dipengaruhi oleh adanya kemauan seseorang untuk

menyesuaikan diri, oleh karena itu kemampuan menyesuaikan diri dapat

mempercepat kemampuan berasimilasi dan berpikir.

Perkembangan minat juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan serta

keturunan. Dengan kata lain minat dalam perkembangannya dipengaruhi

oleh faktor diri sendiri dalam kaitannya dengan lingkungannya. Minat

seseorang senantiasa mengalami proses perubahan. Proses perubahan

tersebut disebabkan oleh perubahan pola kehidupannya, perubahan tugas,

tanggungjawab dan perubahan status.

Para ahli mengemukakan bahwa ada tiga pola utama dalam perubahan

minat yaitu: (1) terjadinya pengurangan jumlah yang diminati oleh

seseorang sejalan dengan perubahan usia, (2) adanya muncul minat-minat

baru, (3) terjadinya minat baru karena pemaksaan dari lingkungan. Pola

perubahan biasanya terjadi karena adanya penguatan minat-minat baru

atau pergantian minat, yang merupakan paksaan faktor kebudayaan dan

lingkungan yang lebih kuat daripada faktor-faktor pribadi.

Adapun perwujudan minat siswa pada mata pelajaran dapat dilihat dari

ciri-ciri sebagai berikut: (1) siswa senang membaca buku-buku pelajaran

yang relevan dengan mata pelajaran yang sedang diajarkan, (2) siswa

senang membuat catatan-catatan kecil dari buku-buku yang dibacanya,

(3) memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap pelajaran yang

diminatinya, (4) dapat menjelaskan ulang pelajaran yang baru

dipelajarinya.

Dalam sebuah jurnal nasional berjudul “Pengaruh Perhatian Orang

Tua dan Minat Membaca Terhadap Hasil Belajar Bahasa Indonesia”

dikemukakan bahwa semua minat mempunyai dua aspek, yaitu aspek

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

kognitif dan aspek afektif. Aspek kognitif didasarkan atas konsep yang

dikembangkan anak mengenai bidang yang berkaitan dengan minat.

Misalnya aspek kognitif dari minat anak terhadap sekolah, atau anak-anak

merasa ingin tahu tentang apa yang terjadi di dalam tubuh, mereka dapat

dipuaskan dengan pertanyaan dan dengan membaca, sedangkan aspek

afektif atau bobot emosional konsep yang membangun aspek kognitif

minat dinyatakan dalam sikap terhadap kegiatan yang ditimbulkan minat.

Cara menemukan minat anak dapat dilakukan melalui pengamatan

kegiatan, pertanyaan, pokok pembicaraan, membaca, menggambar

spontan, keinginan, dan laporan mengenai apa saja yang diminati.

c. Pengaruh Minat Baca terhadap Kegiatan Membaca

Apabila dikaitkan dengan kegiatan membaca, minat memiliki sifat

yang tidak tetap, bisa berubah-ubah suatu ketika tinggi dan suatu ketika

rendah. Seseorang yang mempunyai minat baca tinggi akan mempunyai

perhatian yang besar terhadap kegiatan membaca. Minat baca mempunyai

makna yang mengikat seseorang pada kegiatan membaca dan orang itu

menyadari bahwa kegiatan membaca berharga, sehingga ia akan

melakukan untuk memenuhi kebutuhannya, sebab minat dapat menjadi

daya pendorong atau motivasi bagi seseorang untuk melakukan sesuatu.

Franz (1986: 8) merinci minat baca menurut tiga rancangan dasar,

yaitu (1) minat baca adalah keinginan untuk menangkap dan menghayati

yang dijumpai dalam bacaan itu; (2) minat baca berasal dari hasrat untuk

mengatasi keterikatan manusia. Hal ini berarti kegiatan dengan motif ini

hanya dilakukan untuk mengatasi waktu, melupakan sesuatu, menghibur,

mengganti sesuatu dalam kehidupan; (3) minat baca untuk mencari

keteraturan dalam bentuk, mencari arti dan makna kehidupan manusia.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa minat baca akan

tumbuh dan berkembang bila ada faktor tertentu yang didorongnya

terutama faktor yang muncul dari dalam dirinya. Faktor lain yang

mempengaruhi minat baca ditentukan oleh materi dan ilustrasi dalam

bacaan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

Dalam sebuah jurnal nasional berjudul “Pengaruh Perhatian Orang Tua

dan Minat Membaca Terhadap Hasil Belajar Bahasa Indonesia” Esther

Kartika (2004: 116) dikemukakan bahwa tujuan dari pengembangan minat

baca, adalah sebagai berikut: (1) mendorong minat dan kebiasaan

membaca agar tercipta masyarakat yang berbudaya membaca;

(2) meningkatkan layanan perpustakaan; (3) menciptakan masyarakat

informasi yang siap berperan serta dalam semua aspek pembangunan;

(4) memiliki pengetahuan yang terkini, bukan yang sudah “basi”;

(5) meningkatkan kemampuan berpikir; dan (6) mengisi waktu luang.

d. Aspek-aspek Minat Baca

Hal-hal yang memperkuat adanya minat baca, dirumuskan para ahli

sebagai berikut:

1) Kesadaran

Kegiatan membaca akan berhasil apabila seseorang menyadari

akan kebutuhannya. Dengan demikian akan mengantarkan anak untuk

mencarai dan bertindak agar memperoleh hasil maksimal, sehingga

anak merasa puas karena kebutuhannya terpenuhi. Sesuai dengan

pendapat Werington dalam Supadmi (2009: 61) minat adalah

kesadaran seseorang bahwa suatu objek atau situasi mengandung

sangkut paut dengan dirinya. Jadi karena merasa ada sesuatu yang

kurang dari dirinya, maka dengan kesadaran yang tinggi anak akan

berusaha untuk membaca. Kondisi ini akan menjadi kebiasaan yang

mantap pada dirinya. Hal itu akan membentuk minat baca yang akan

memacu anak untuk meningkatkan minat bacanya.

2) Kemauan

Menurut Kartono (1980: 83) kemauan anak adalah dorongan

yang terarah pada tujuan-tujuan hidup tertentu, yang dipertimbangkan

akal budi. Aktivitas yang disadari akan berpengaruh terhadap sikap

dan tingkah laku seseorang. Hal ini menumbuhkan rancangan kuat

untuk berusaha melakukan perintah internalnya berdasarkan

pertimbangan yang masuk akal agar terpenuhi kebutuhan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

dirinya. Sebagai anak yang masih dalam proses belajar kemauan ini

harus selalu ditimbulkan karena aktivitas yang dilaksanakan

berdasarkan perintah internalnya akan membuahkan hasil yang lebih

baik dan mendalam. Kemauan-kemauan yang selalu dipupuk terus-

menerus akan menumbuhkan suatu sikap yang positif terhadap diri

anak. Kemauan anak mempunyai hubungan yang erat dengan

minatnya. Minat yang telah dimiliki anak menjadi penyebab anak

untuk mempunyai aktivitas, usaha yang keras untuk mencapai tujuan.

Dengan kemauan anak dapat mengembangkan dirinya dan

mengembangkan sikap untuk berinisiatif sendiri untuk mencapai

tujuan dengan hasil yang memuaskan.

3) Perhatian

Menurut Warington dalam Supadmi (2009: 62) perhatian

adalah aktivitas yang vital dalam pendidikan, sebab pada saat anak

berkonsentrasi aktifitas jiwa secara maksimal bekerja. Anak akan

berusaha mengenal dan memahami objek yang diperhatikan dengan

sebaik-baiknya. Perhatian yang timbul dari dalam diri anak akan

menghasilkan proses membaca yang lebih baik bila dibandingkan

dengan akibat rangsangan dari luar. Apabila dalam diri siswa ada

minat, perhatian yang dilakukan anak merupakan perhatian yang

spontan keluar dari dalam diri anak. Ini lebih menguntungkan dalam

proses membaca. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada

kaitan antara minat dan perhatian yang saling mendukung.

4) Perasan senang

Winkel dalam Supadmi (2009: 63) minat merupakan motor

penggerak psikis dimana minat menimbulkan rasa senang. Dalam hal

ini rasa senang merupakan sikap positif bagi aktivitas membaca.

Perasaan merupakan aktivitas psikis yang tidak boleh diabaikan,

karena perasaan dalam diri anak akan berpengaruh pada aktivitas

membacanya. Perasaan itu akan menentukan sikap anak dalam

menanggapi objek yang dihadapinya. Perasaan senang, puas atau

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

gembira akan membentuk sikap yang positif, sedangkan perasaan

takut, sedih, benci dan sebagainya akan menimbulkan sikap negatif.

Sikap positif ini dapat diperkuat dengan alasan rasional, sehingga anak

mempunyai motivasi yang lebih kuat untuk selalu pada pencapaian

tujuan. Dengan merasa senang, motivasi yang lebih kuat untuk selalu

pada jalur yang mengarah pada pencapaian tujuan. Dengan merasa

senang, motivasi intrinsik dapat berkembang, anak bergairah dan

bersemangat untuk membaca yang dilakukan anak dengan berjalan

dengan lancar dan memuaskan.

Berdasarkan penjelasan tersebut disimpulkan bahwa minat

siswa merupakan hal yang penting dalam melakukan kegiatan

membaca. Minat merupakan aktivitas yang penuh kesadaran, kemauan,

dan perhatian yang merupakan perpaduan satu sama lain. Minat

merupakan faktor non intelektual yang mempunyai pengaruh besar

terhadap keberhasilan membaca siswa, minat yang besar akan

mencapai kemampuan dalam membaca yang tinggi dan sebaliknya

membaca dengan minat rendah akan menghasilkan prestasi yang

rendah.

2. Hakikat Keterampilan Membaca

a. Pengertian Membaca

Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh

pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis

melalui media kata-kata/ bahasa tulis (Tarigan, 1994: 7). Sementara itu,

Subyakto-Nababan (1993: 164) mengemukakan bahwa membaca sebagai

suatu aktivitas yang rumit atau kompleks karena bergantung pada

keterampilan berbahasa pelajar dan pada tingkat penalarannya.

Sumarwati dan Mulyono (2010: 36) berpendapat bahwa membaca

adalah suatu proses aktif dan interaktif. Kata aktif dimaksudkan bahwa

pembaca aktif dalam mencari informasi yang tersirat maupun tersurat

dalam bacaan sedangkan interaktif dimaksudkan pembaca harus

berinteraksi dengan teks bacaan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang bersifat

reseptif atau menerima selain menyimak. Membaca dapat pula dianggap

sebagai suatu proses/ kegiatan aktif dan interaktif untuk memahami kata-

kata yang terkandung dalam tulisan. Interpretasi orang terhadap tulisan

yang dibaca akan berbeda-beda sesuai dengan pengalaman yang

dimilikinya.

Di samping pengertian atau batasan yang telah diutarakan di atas,

membaca dapat pula diartikan sebagai suatu metode yang kita pergunakan

untuk berkomunikasi dengan diri kita sendiri dan kadang-kadang dengan

orang lain yaitu mengomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat

pada lambang-lambang tertulis. Bahkan ada pula beberapa penulis yang

seolah-olah beranggapan bahwa “membaca” adalah suatu kemampuan

untuk melihat lambang-lambang tertulis serta mengubah lambang-lambang

tertulis tersebut melalui fonik (phonics= suatu metode pengajaran

membaca, ucapan, ejaaan berdasarkan interpretasi fonetik terhadap ejaan

biasa) menjadi/ menuju membaca lisan (oral reading).

b. Pengertian Membaca Indah

Membaca termasuk dalam kegiatan pengajaran sastra, sebab karya

sastra diciptakan untuk dinikmati dan dapat dinikmati melalui suatu

keterampilan membaca sastra. Membaca karya sastra merupakan salah

satu langkah untuk pengajaran sastra. Dalam membaca sastra, pembaca

akan memiliki pengalaman bersastra yang dapat menumbuhkan apresiasi

sastra (Iskandar, 2002:6). Karya sastra dalam pembelajaran bahasa Jawa

meliputi, geguritan, serat, tembang, sekar, dan lain-lain. Salah satu jenis

membaca yang dapat diterapkan dalam pembelajaran bahasa Jawa adalah

membaca indah. Membaca indah atau membaca estetis ini lebih bersifat

khusus karena berhubungan dengan perasaan. Membaca indah yaitu

membaca yang diusarakan dengan pelafalan yang jelas dan fasih,

berirama, dan disertai penghayatan (Slamet, 2009: 87).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Pada hakikatnya membaca indah menurut Burns (dalam Tarigan,

1994:112) adalah satu kegiatan membaca dalam proses pembelajaran,

tentu tidak dapat berdiri sendiri, sebab kegiatan membaca selalu terikat

dengan kegiatan bahasa yang lain seperti berbicara dan menulis. Begitu

pula dalam berbahasa terdapat empat kemampuan yaitu kemampuan

menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Membaca dapat dilihat

sebagai suatu proses dan sebagai hasil kegiatan teknik yang ditempuh oleh

pembaca yang mengarah pada tujuan melalui tahapan-tahapan tertentu.

Selanjutnya Anggraeni (2009: 49) mendefinisikan membaca indah

sebagai membaca yang dilatarbelakangi tujuan menikmati karya sastra

serta menghargai unsur-unsur keindahan yang terpapar dalam suatu teks

sastra. Dapat diartikan bahwa membaca indah adalah sebuah kegiatan

pembaca dalam mengekspresikan keindahan dari suatu karya sastra.

Membaca karya sastra dapat membuat perasaan para pembaca masuk ke

dalam suasana yang dibangun oleh penulis.

Membaca indah adalah suatu aktifitas atau kegiatan yang dilakukan

oleh guru atau siswa dengan orang lain atau pendengar untuk menangkap

serta memahami pikiran, peran pengarang. Misalnya ketika membaca puisi

dimana pembaca memperhatikan lafal, intonasi dan ekspresinya. Adapun

tujuan membaca indah diantaranya adalah: (a) agar siswa memiliki

pengetahuan, sebagai dasar untuk keterampilan membaca puisi, drama dan

semua yang berkaitan dengan sastra; (b) agar siswa memiliki keterampilan

membaca sehingga dapat memahami dan mengungkapkan kembali isi

bacaan; dan (c) agar siswa memiliki sikap gemar dan terbiasa membaca

(Tarigan, 1994: 23).

Dari semua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa membaca indah

adalah suatu keterampilan yang mengutamakan keindahan berdrama,

menghayati serta menjiwai isi bacaan. Membaca indah sering juga disebut

membaca emosional. Dinamakan demikian sebab selalu menyangkut hal-

hal yang berkaitan dengan keindahan atau estetika yang dapat

menimbulkan emosi atau perasaan dari pembaca atau pendengarannya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Objek kajian membaca indah lebih terkhusus pada karya sastra serta

bacaan-bacaan lain yang diciptakan menggunakan bahasa yang indah.

Tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran ini adalah siswa dapat

memperoleh suatu keindahan yang sumbernya adalah bahasa atau

keindahan yang bersumber dari unsur bacaan, unsur irama, unsur intonasi,

kalimat seru, kalimat ajakan dan jenis-jenis kalimat lain secara tepat akan

berpengaruh terhadap keberhasilan ini.

Dalam sebuah jurnal nasional berjudul “Memacu Minat Membaca

Siswa Sekolah Dasar” (Kartika, 2004) dikatakan bahwa pokok masalah

dalam membaca indah ialah cara membaca yang menggambarkan

penghayatan keindahan dan keharuan yang terdapat pada bacaan. Dengan

membaca indah, siswa digugah rasa estetiknya, untuk terus diasah. Dalam

kurikulum 2004 membaca indah dikaitkan dengan apresiasi sastra. Di

Sekolah Dasar biasanya membaca indah bersuara, misalnya membaca

puisi. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam membaca indah

adalah sebagai berikut.

1) Diberi tugas membaca dalam hati suatu bacaan; untuk dapat

memahami isi bacaan dan siswa menghayati isi bacaan dan memiliki

persiapan pengungkapan diri pada waktu membaca bersuara.

2) Pertanyaan ringan diajukan untuk mengetahui atau menyeragamkan

pemahaman siswa terhadap bacaan yang disajikan.

3) Bersama siswa dibahas kesukaran bahasa yang ada agar tidak

mengganggu pemahaman.

4) Guru memberikan contoh membaca yang baik, siswa ditugaskan

menandai bacaan atau wacana yang perlu dibaca dengan suara lemah,

kuat, atau cepat dan lambat.

5) Siswa diberi kesempatan untuk membaca bacaan tersebut dengan

ekspresi yang tepat.

c. Tujuan Membaca

Tujuan utama membaca adalah untuk mencari serta memperoleh

informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Makna, arti (meaning)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

erat sekali berhubungan dengan maksud tujuan, atau intensif kita dalam

membaca. Berikut ini, beberapa tujuan membaca:

1) Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan

yang telah dilakukan oleh tokoh; apa-apa yang telah dibuat oleh tokoh;

apa yang telah terjadi pada tokoh khusus, atau untuk memecahkan

masalah-masalah yang dibuat oleh tokoh. Membaca seperti ini disebut

membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta

(reading for details or facts).

2) Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang

baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang

dipelajari atau yang dialami tokoh, dan merangkumkan hal-hal yang

dilakukan oleh tokoh untuk mencapai tujuannya. Membaca seperti ini

disebut membaca untuk memperoleh ide utama (reading for main

ideas).

3) Membaca untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada

setiap bagian cerita, apa yang terjadi mula-mula pertama, kedua, dan

ketiga/seterusnya. Setiap tahap dibuat untuk memecahkan suatu

masalah, adegan-adegan dan kejadian, kejadian buat dramatisasi. Ini

disebut membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi

cerita (reading for sequence or organization).

4) Membaca untuk menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh

merasakan seperti cara mereka itu, apa yang hendak diperlihatkan oleh

pengarang kepada para pembaca, mengapa para tokoh berubah,

kualitas-kualitas yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka

berhasil atau gagal. Ini disebut membaca untuk menyimpulkan,

membaca inferensi (reading for inference).

5) Membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak

biasa, tidak wajar mengenai seorang tokoh, apa yang lucu dalam cerita,

atau apakah cerita itu benar atau tidak benar. Ini disebut membaca

untuk mengelompokkan, membaca untuk mengklasifikasikan (reading

to classify).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

6) Membaca untuk menemukan apakah tokoh berhasil atau hidup dengan

ukuran-ukuran tertentu, apakah kita ingin berbuat seperti yang

diperbuat tokoh, atau bekerja seperti cara tokoh bekerja dalam cerita

ini. Ini disebut membaca menilai, membaca mengevaluasi (reading to

evaluate).

7) Membaca untuk menemukan bagaimaan caranya tokoh berubah,

bagaimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal,

bagaimana dua cerita mempunyai persamaan, dan bagaimana tokoh

menyerupai pembaca. Ini disebut membaca untuk memperbandingakan

atau mempertentangkan (reading to compare or contrast) Anderson

(dalam Tarigan, 1994: 9).

d. Tahapan Membaca

Sebagai suatu proses, membaca terdiri atas tahap-tahap yang saling

berkaitan. Tahap-tahap membaca itu adalah:

1) Mengidentifikasi pertanyaan tesis dan kalimat topik. Tesis merupakan

perumusan singkat yang mengandung tema dasar dari sebuah karangan

sedangkan kalimat topik merupakan kalimat yang mewakili isi dari

sebuah paragraf.

2) Mengidentifikasi kata-kata dan frasa-frasa kunci. Pengidentifikasian

ini bertujuan untuk memahami makna bacaan yang tersirat dari kata-

kata dan frasa-frasa tersebut.

3) Mencari kosakata baru, kosakata tersebut berfungsi untuk menambah

kekayaan kosakata pembaca.

4) Mengenali organisasi tulisan, yaitu bagan, grafik, dan gambar yang

berfungsi untuk mempermudah pemahaman, dan

5) Mengidentifikasi teknik pengembangan paragraf, yakni penyajian ide

oleh penulis apakah dalam bentuk deduktif, induktif, generalisasi, atau

analogi.

Proses membaca berlangsung dengan urutan sebagai berikut:

(1) minat baca lambang-lambang tertulis/naskah; (2) konsentrasi/

pemusatan perhatian; (3) pemahaman dan penjiwaan. Minat baca

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

merupakan syarat awal yang mesti dipenuhi sebelum berangkat membaca.

Minat baca inilah yang memotivasi seseorang melakukan kegiatan

membaca. Kemudian kegiatan membaca tentunya tidak terlepas dari

naskah, karena naskah merupakan sarana kegiatan ini. Selain itu,

tersedianya bahan bacaan yang menarik dapat pula

menumbuhkembangkan minat baca seseorang.

Selanjutnya pemusatan perhatian atau konsentrasi terhadap teks

yang dibacanya diperlukan agar pemahaman naskah bisa tercapai. Dengan

konsentrasi baca yang tinggi, ditambah dengan keaktifan berpikir dan

sikap kritis, pembaca akan mencapai pemahaman yang lebih baik.

Terakhir setelah melalui beberapa tahap tadi, terbentuklah pemahaman

terhadap bacaan (Andayani, 2009: 19).

e. Penilaian Keterampilan Membaca

Penilaian adalah suatu proses untuk mengatahui apakah proses dan

hasil dari suatu program kegiatan telah sesuai dengan tujuan atau kriteria

yang telah ditetapkan (Suwandi, 2009: 9). Teknik penilaian yang tepat

memerlukan data yang berkaitan dengan objek penelitian yang dilakukan.

Menurut Akbar (2013: 145) penilaian pembelajaran adalah proses

memberi nilai berdasarkan hasil pengukuran dengan kualitas nilai tertentu.

Penilaian berdasarkan hasil evaluasi, hasilnya disebut dengan sangat

tinggi, tinggi, rendah, dan sangat rendah atau dengan sebutan lain, seperti

baik sekali, baik, cukup, kurang, dan kurang sekali.

Dari pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

penilaian adalah proses memberi nilai berdasarkan hasil pengukuran

dengan kualitas nilai tertentu untuk mengatahui apakah proses dan hasil

dari suatu program kegiatan telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang

telah ditetapkan.

Istilah kriteria dalam penilaian sering juga dikenal dengan kata

“tolok ukur” atau “standar”. Dari nama-nama yang digunakan tersebut

dapat segera dipahami bahwa kriteria, tolok ukur, atau standar, adalah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

sesuatu yang digunakan sebagai patokan atau batas minimal untuk sesuatu

yang diukur (Suharsimi Arikunto dan Safruddin, 2010: 30).

Selanjutnya Suharsimi Arikunto dan Safruddin mengemukakan

bahwa permasalahan di dalam kriteria evaluasi program adalah aturan

tentang bagaimana menentukan peringkat-peringkat kondisi sesuatu atau

rentangan-rentangan nilai, agar data yang diperoleh dapat dipahami oleh

orang lain dan bermakna bagi pengambil keputusan dalam rangka

menentukan kebijakan lebih lanjut. Jika evaluator tidak berniat membuat

kriteria khusus, sebaiknya menggunakan kriteria yang sudah lazim

digunakan dan dikenal oleh umum, misalnya skala 1-10 atau skala 1-100.

Sudjana (1991: 62) menjelaskan bahwa salah satu keberhasilan

proses belajar mengajar dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh siswa.

Dalam hal ini aspek yang dilihat antara lain adalah:

a. Perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku siswa setelah

menyelesaikan pengalaman belajarnya.

b. Kualitas dan kuantitas penguasaan tujuan instruksional oleh para

siswa.

c. Jumlah siswa yang dapat mencapai tujuan instruksional minimal 75

dari jumlah instruksional yang harus dicapai.

d. Hasil belajar tahan lama diingat dan dapat digunakan sebagai dasar

dalam mempelajari bahan berikutnya.

Untuk mengukur keberhasilan tujuan pembelajaran dapat dilihat

dari nilai (baik proses maupun hasil) yang dicapai oleh siswa. Oleh

karenanya, diperlukan penilaian yang sesuai dan dapat mengukur hal

tersebut.

1) Penilaian Proses Pembelajaran

Penilaian proses dapat dilihat dari sikap siswa ketika mengikuti

kegiatan pembelajaran. Sikap bermula dari perasaan suka atau tidak

suka yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon

sesuatu/objek. Sikap juga merupakan ekspresi dari nilai-nilai atau

pandangan atau tindakan yang diinginkan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Suwandi (2009: 80-81) mengungkapkan bahwa secara umum

obyek/ sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran meliputi

beberapa hal, yakni sikap terhadap materi pelajaran (motivasi mengikuti

pelajaran, keseriusan, semangat); sikap terhadap guru/pengajar

(interaksi, respon); dan sikap terhadap proses pembelajaran (perhatian,

kerjasama, kosentrasi).

Berdasarkan hal tersebut maka pedoman penilaian proses yang

digunakan dalam pembelajaran membaca tembang dapat dilihat pada

Tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1. Penilaian Proses Pembelajaran

No. Nama

Siswa

Keaktifan

Siswa

selama

apersepsi

Minat

dan

motivasi

siswa saat

mengikuti

kegiatan

pembelaj

aran

Keaktifan

dan

perhatian

saat guru

menyamp

aikan

materi

Skor Nilai Ket

(Diadaptasi dari Suwandi, 2009:130)

a) Keaktifan siswa selama apersepsi

Skor 5: Jika siswa sepenuhnya atau sangat aktif selama apersepsi

(sangat aktif merespon penjelasan atau pertanyaan yang diberikan

guru saat apersepsi).

Skor 4 : Jika siswa aktif selama apersepsi (aktif merespon

penjelasan atau pertanyaan yang diberikan guru saat apersepsi).

Skor 3: Jika siswa cukup aktif selama apersepsi (cukup merespon,

penjelasan atau pertanyaan yang diberikan guru saat apersepsi).

Skor 2 : Jika siswa kurang aktif selama apersepsi (kurang merespon

penjelasan atau pertanyaan yang diberikan guru saat apersepsi).

Skor 1 : Jika siswa sangat kurang aktif selama apersepsi (sama

sekali tidak mau merespon penjelasan atau pertanyaan yang

diberikan guru saat apersepsi).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

b) Minat dan motivasi siswa saat mengikuti kegiatan pembelajaran

Skor 5 : Jika siswa tampak sangat antusias dan bersemangat dalam

mengikuti kegiatan pembelajaran (tidak bosan, tidak mengantuk,

sangat bersemangat dalam mengerjakan tugas, berdiskusi dan

berkelompok).

Skor 4 : Jika siswa tampak antusias dan bersemangat dalam

mengikuti kegiatan pembelajaran (tidak bosan, tidak mengantuk,

bersemangat dalam mengerjakan tugas, berdiskusi dan

berkelompok).

Skor 3 : Jika siswa cukup antusias dan bersemangat dalam

mengikuti kegiatan pembelajaran (tidak bosan, tidak mengantuk,

cukup bersemangat dalam mengerjakan tugas, berdiskusi dan

berkelompok).

Skor 2 : Jika siswa kurang antusias dan bersemangat dalam

mengikuti kegiatan pembelajaran (bosan, mengantuk, kurang

bersemangat dalam mengerjakan tugas, berdiskusi dan

berkelompok).

Skor 1 : Jika siswa tampak tidak bersemangat dalam mengikuti

kegiatan pembelajaran (bosan, mengantuk, tidak bersemangat dalam

mengerjakan tugas, berdiskusi dan berkelompok).

c) Keaktifan dan perhatian siswa saat guru menyampaikan materi

Skor 5 : Jika siswa sangat aktif memperhatikan guru saat

menyampaikan materi dan aktif bertanya, menjawab, berkelompok,

berdiskusi, memberikan tanggapan, dan mengerjakan setiap tugas.

Skor 4 : Jika siswa aktif memperhatikan guru saat menyampaikan

materi dan aktif bertanya, menjawab, berkelompok, berdiskusi,

memberikan tanggapan, dan mengerjakan setiap tugas.

Skor 3 : Jika siswa cukup aktif memperhatikan guru saat

menyampaikan materi dan sesekali bertanya, menjawab,

berkelompok, serta memberikan tanggapan, dan mengerjakan setiap

tugas.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Skor 2 : Jika siswa kurang memperhatikan serta kurang fokus saat

guru menyampaikan materi dan sama sekali tidak mau bertanya,

menjawab, berkelompok, berdiskusi, memberikan tanggapan.

Skor 1 : Jika siswa sama sekali tidak memperhatikan guru saat

menyampaikan materi (sibuk beraktivitas sendiri seperti berbicara

atau membuat gaduh).

d) Kolom penilaian sikap diisi dengan angka yang sesuai dengan

kriteria berikut:

1= sangat kurang

2= kurang

3= cukup

4= baik

5= sangat baik

e) Menghitung Nilai

f) Keterangan diisi dengan kriteria berikut.

(1) Nilai = 10-29 sangat kurang

(2) Nilai = 30-49 kurang

(3) Nilai = 50-69 cukup

(4) Nilai = 70-89 baik

(5) Nilai = 90-100 sangat baik

2) Penilaian Hasil Pembelajaran

Dalam pembelajaran bahasa, tes kinerja dikaitkan dengan

kompetensi berbahasa yang mencakup keempat kompetensi berbahasa,

yaitu menyimak dan membaca (aktif reseptif) serta berbicara dan

menulis (aktif produktif). (Nurgiyantoro, 2010: 142).

Selanjutnya Nurgiyantoro menjelaskan bahwa tes kinerja atau

tugas-tugas berunjuk kerja bahasa yang memakai saluran lisan misalnya

wawancara, menceritakan kembali wacana yang didengar atau dibaca,

Nilai=

× 100

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

berbagai jenis membaca bersuara seperti membaca nyaring, membaca

indah, membaca puisi, cerpen, drama, berdeklamasi, dan lain-lain. Di

pihak lain, tes atau tugas-tugas kinerja tertulis antara menuliskan

kembali wacana yang didengar atau dibaca, menganalisis teks

kesastraan, menulis bermacam surat, membuat karya ilmiah, dan lain-

lain yang pada umumnya juga tumpang tindih dengan bentuk nontes.

Adapun kebaikan dari tes lisan menurut Arifin (2012: 149) antara

lain : (1) dapat mengetahui langsung kemampuan peserta didik dalam

mengemukakan pendapatnya secara lisan, (2) tidak perlu menyusun

soal-soal secara terurai, tetapi cukup mencatat pokok-pokok

permasalahannya saja, (3) kemungkinan peserta didik akan menerka-

nerka jawaban dan berspekulasi dapat dihindari. Kelemahannya adalah

(1) memakan waktu yang cukup banyak, apalagi jika jumlah peserta

didiknya banyak, (2) sering muncul unsur subjektivitas bilamana dalam

suasana ujian lisan itu hanya ada seorang guru dan seorang peserta

didik.

Dalam penelitian ini peneliti mengadaptasi format dan bobot

penilaian hasil pembelajaran membaca indah tembang macapat sebagai

berikut.

Tabel 2. Penilaian Hasil Pembelajaran

No. Nama

Siswa

Aspek yang Dinilai

Skor Nilai Notasi

(Titi Laras) Lafal Sikap Volume

(Diadaptasi dari Suwandi, 2009: 129)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Tabel 3. Pedoman Penskoran

No. Aspek yang dinilai Skor

1. Notasi (Titi Laras)

- Notasi tepat dan sesuai, dapat mengekspresikan

perasaan.

- Notasi tepat tetapi kurang sesuai mengekspresikan

perasaan.

- Notasi kurang tepat dan kurang sesuai dengan

ekspresi perasaan.

- Notasi sama sekali tidak tepat.

4

3

2

1

2. Pelafalan

- Pelafalan sangat jelas dan baik.

- Pelafalan cukup jelas dan cukup baik.

- Pelafalan sangat kurang jelas dan kurang baik.

- Pelafalan sama sekali tidak jelas dan tidak baik.

4

3

2

1

3. Sikap

- Sangat percaya diri dan sikap badan sangat baik.

- Cukup percaya diri dan sikap badan cukup baik.

- Kurang percaya diri dan sikap badan kurang baik.

- Tidak percaya diri dan sikap badan tidak baik.

4

3

2

1

4. Volume (Kenyaringan)

- Volume suara keras dan sangat nyaring.

- Volume suara cukup keras dan cukup nyaring.

- Volume suara kurang keras dan kurang nyaring.

- Volume suara tidak keras dan tidak nyaring.

4

3

2

1

Skor siswa = skor maksimum siswa X 100

16

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

3. Hakikat Pembelajaran Tembang Macapat

a. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi

unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur

yang saling memengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik,

2003:57). Lebih lanjut Hamalik mengungkapkan bahwa material meliputi

buku-buku, papan tulis dan kapur, fotografi, slide dan film, audio dan

video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruangan kelas,

perlengkapan audio visual dan komputer. Prosedur meliputi jadwal dan

metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya.

Ada lima pengertian pengajaran dan pembelajaran menurut

Hamalik (2003: 58) yaitu: (1) pengajaran ialah upaya menyampaikan

pengetahuan kepada peserta didik/ siswa di sekolah; (2) pengajaran adalah

mewariskan kebudayaan kepada generasi muda melalui lembaga

pendidikan sekolah; (3) pembelajaran adalah upaya mengorganisasi

lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik;

(4) pembelajaran adalah upaya mempersiapkan peserta didik untuk

menjadi warga masyarakat yang baik; (5) pembelajaran adalah suatu

proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari.

Selanjutnya Suprijono (2009: 13) berpendapat bahwa pembelajaran

adalah proses, cara, perbuatan mempelajari. Perbedaan esensiil istilah ini

dengan pengajaran adalah pada tindak ajar. Pada pengajaran guru

mengajar, peserta didik belajar sedangkan pada pembelajaran, guru

mengajar diartikan sebagai upaya guru mengorganisir lingkungan

terjadinya pembelajaran. Guru mengajar dalam perspektif pembelajaran

adalah guru yang menyediakan fasilitas belajar bagi anak didiknya untuk

mempelajarinya. Jadi subjek pembelajaran adalah peserta didik.

Pembelajaran adalah dialog interaktif. Pembelajaran merupakan proses

organik dan konstruktif, bukan mekanis seperti halnya pengajaran.

Lebih lanjut Suprijono (2009: 11) menjelaskan tentang perbedaan

antara pengajaran dan pembelajaran. Menurutnya pembelajaran

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

merupakan terjemahan dari learning dan pengajaran terjemahan dari

teaching. Pengajaran adalah proses pembuatan, cara mengajarkan.

Perbuatan atau cara mengajarkan diterjemahkan sebagai kegiatan guru

mengajari peserta didik; guru menyampaikan pengetahuan kepada peserta

didik dan peserta didik sebagai pihak penerima. Pengajaran seperti ini

merupakan proses instruktif. Guru bertindak sebagai “panglima” , guru

dianggap paling dominan dan guru dipandang sebagai orang yang paling

mengetahui.

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil simpulan bahwa hakikat

pembelajaran adalah upaya secara sistematis yang dilakukan guru untuk

mewujudkan proses pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien yang

dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pembelajaran

merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur

manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling

memengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.

b. Pengertian Tembang Macapat

Kata tembang merupakan bahasa Jawa ngoko, dan bahasa

kramanya adalah sekar. Tembang atau sekar itu hasil atau manfaat dari

bahasa yang edi “baik” dan endah “indah”, berupa gabungan kata-kata

yang terikat oleh aturan-aturan tertentu yaitu lagu. Memang tembang

merupakan bentuk karangan yang didasari dengan lagu atau metrum.

Tembang atau kagunan seni “karya seni” ternyata banyak jenisnya, dan

tembang macapat termasuk salah satu dari bagiannya, yaitu: tembang

gedhe “sekar Ageng”, tembang tengahan, dan sekar alit (Sutardjo,

2011:8).

Adapun pengertian tembang diungkapkan oleh Padmosoekotjo

(1960: 25) kang diarani tembang yaiku reriptan utawa dhapukaning basa

mawa paugeran tartamtu (gumathok) kang pamacane (olehe ngucapake)

kudu dilagokake nganggo kagunan swara, yang memiliki arti

bahwasannya tembang adalah sebuah hasil karya bahasa yang memiliki

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

aturan tertentu di dalamnya dimana pembaca ketika membacakannya harus

dengan cara dilagukan menggunakan keindahan suara.

Selanjutnya Hastjarjo dan Sri Gunawan (1991: 1) berpendapat

bahwa tembang macapat atau lagu waosan, yaitu suatu lagu khusus untuk

membaca suatu serat yang biasanya dilagukan tanpa iringan. Seperti yang

telah dijelaskan, bahwa tembang macapat diapresiasi dengan cara bahasa

lisan yang indah, namun suara itu berdiri sendiri tanpa adanya iringan

musik.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

tembang merupakan puisi Jawa tradisional yang pada umumnya

dinyatakan dalam bentuk bahasa yang indah agar dapat menimbulkan

kenikmatan bagi yang mendengarkan lagunya dan si pembaca syair-

syairnya. Tembang macapat memiliki gaya penulisan dan gaya bahasa

yang cenderung tetap, seperti: (1) pemakaian kata-kata Kawi atau arkais

dan bentuk kata tertentu; (2) ketentuan jumlah gatra (guru-gatra);

ketentuan jumlah suku gatra (guru wilangan); ketentuan jatuhnya suara

pada tiap akhir gatra (guru-lagu=dhong-dhing); (3) persajakan,

purwakanthi; (4) susun balik, baliswara, dan (5) dayasastra jika ditulis

dengan huruf Jawa; (6) isyarat, sasmita nama tembang, (7) nama

pengarang yang disamarkan atau sandiasma, (8) waktu, titimangsa

penulisan gubahan tembang dimulai dan diselesaikan.

Berikut ini adalah tabel guru lagu, guru wilangan, dan guru gatra

dalam tembang macapat.

Tabel 4. Paugeran Tembang Macapat

No Nama Tembang Guru

Gatra Guru Wilangan Guru Lagu

1 Maskumambang 4 12,6,8,8 i,a,i,a

2 Pocung 4 12,6,8,12 u,a,i,a

3 Megatruh 5 12,8,8,8,8 u,i,u,i,o

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

4 Gambuh 5 7,10,12,8,8 u,u,i,u,o

5 Mijil 6 10,6,10,10,6,6 i,o,e,i,i,u

6 Kinanthi 6 8,8,8,8,8,8 u,i,a,i,a,i

7 Durma 7 12,7,6,7,8,5,7 a,i,a,a,i,a,i

8 Pangkur 7 8,11,8,7,12,8,8 a,i,u,a,u,a,i

9 Asmaradana 7 8,8,8,8,7,8,8 i,a,o,a,a,u,a

10 Sinom 9 8,8,8,8,7,8,7,8,12 a,i,a,i,i,u,a,i,a

11 Dhandhanggula 10 10,10,8,7,9,7,6,8,12,7 i,a,i,u,i,a,u,a,i,a

c. Pembelajaran Tembang Macapat

Sastra Jawa Tulis yang ada dalam masyarakat sekarang ini dapat

dibagi menjadi dua bagian; yaitu sastra tradisional dan sastra modern.

Kesastraan Jawa tradisional banyak tergubah dalam bentuk gancar atau

gancaran “prosa” dan basa pinathok “puisi, sajak”. Bentuk kesastraan

Jawa puisi diantaranya berbentuk puisi Jawa Kuna berupa saloka (cloka)

dan kakawin, Jawa Tengahan berupa tembang Tengahan yaitu kidung dan

kesastraan Jawa dengan menggunakan bahasa Jawa Baru/ modern berupa

tembang macapat, lagu dolanan anak-anak, geguritan. Dalam kesastraan

Jawa juga terdapat bentuk lirik prosa, misalnya dalam mantera-mantera,

janturan dalam sastra pedalangan. Sastra tulis tradisional sebagian besar

digubah dalam bentuk puisi atau metrum tembang (khususnya tembang

macapat), yang pada mulanya memang dimaksudkan untuk dinyanyikan

dan didengarkan (Ras dalam Sutardjo, 2011: 1).

Dalam pembelajaran apresiasi sastra, peserta didik secara kritis

dibimbing untuk membaca dan memahami, mengenali berbagai unsurnya

yang khas, menunjukkan kaitan di antara berbagai unsur, menunjukkan

keindahan, menunjukkan berbagai pengalaman dan pengetahuan yang

dapat diperoleh, dan lain-lain yang semuanya tercakup dalam wadah

apresiasi. Dengan demikian, kompetensi bersastra peserta didik akan lebih

bermakna daripada sekadar pengetahuan tentang sastra (Nurgiyantoro,

2010: 453).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Selanjutnya Nurgiyantoro menjelaskan ada berbagai model penilaian

yang dapat dipergunakan untuk mengukur seberapa banyak capaian

peserta didik belajar kompetensi bersastra. Dilihat dari sudut komponen

dan atau jenjang, penilaian yang dimaksud dapat memergunakan

penggolongan ranah Bloom yang membedakannya ke dalam ranah

kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan masing-masing aspek dapat

dirinci ke dalam berbagai jenjang. Penilaian juga dapat memergunakan

penggolongan sebagaimana dikemukakan Moody yang membedakannya

ke dalam empat kategori, yaitu informasi, konsep, perspektif, dan

apresiasi.

Menurut Iskandar (2002: 5), seorang pembaca yang membaca karya

sastra cenderung berperan sebagai peserta, karena dalam peran tersebut

pembaca mengidentifikasikan diri dengan kehidupan yang sedang

dituangkan dalam suatu karya sastra. Di sini dimaksudkan bahwa para

pembaca tembang macapat mampu menikmati dan mengapresiasi melalui

bahasa lisan yang menyesuaikan dengan aturan tembang macapat,

kemudian mampu menghayati dengan baik keindahan dari syair tembang

macapat tersebut.

Waluyo (2008: 6) menjelaskan bahwa tembang macapat merupakan

jenis puisi Jawa yang memiliki aturan-aturan dalam penciptaannya.

Aturan-aturan tersebut dalam hal: (1) bunyi pada akhir baris; (2) jumlah

baris pada tiap bait; (3) jumlah suku kata tiap baris; dan (4) watak yang

dimilikinya. Tembang macapat memiliki watak atau sifat yang berbeda-

beda pada tiap tembangnya. Selanjutnya Waluyo memaparkan watak pada

tembang macapat tersebut meliputi:

1) Mijil

Memiliki watak prihatin dan penuh cinta kasih. Tembang ini cocok

untuk pengungkapan perasaan cinta kasih serta memberi nasihat

dengan perasaan kasih sayang.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

2) Maskumambang

Watak sedih, penyesalan, dan iba yang ditampilkan pada tembang

tersebut. Maskumambang biasanya menggambarkan suasana

penderitaan dan kekecewaan yang mendalam pada seseorang.

3) Sinom

Watak yang digambarkan adalah kelincahan gerak seseorang. Selain

itu, Sinom juga menggambarkan sifat gembira serta memikat. Hal

tersebut cocok dengan penggambaran pada saat seseorang masih

remaja yang pandai bergaul dan bersemangat.

4) Durma

Durma memiliki watak yang galak, tegas , dan berani. Tembang

tersebut menggambarkan manusia yang muda sehingga masih mudah

terpengaruh hal-hal yang kurang baik. Biasanya juga menceritakan

tentang seorang yang masih remaja dengan sifat yang mudah marah

dan senang bersaing.

5) Asmaradana

Seperti namanya yaitu asmara, tembang ini memiliki watak penuh

cinta, simpatik, dan gembira. Isi dari tembang tersebut biasanya

seseorang yang sedang mengungkapkan perasaan cintanya, dengan

sesuatu, lawan jenis, Tuhan, dan orang tua.

6) Kinanthi

Tembang ini memiliki watak gembira dan mengutarakan perasaan. Hal

tersebut sesuai dengan makna yang terkandung dalam tembang

Kinanthi yaitu menceritakan fase manusia ketika masuk masa hidup

berkeluarga. Dalam keluarga diharapkan dapat berjalan dengan rukun,

damai, serta penuh kasih sayang.

7) Dhandhanggula

Tembang ini bersifat luwes, dewasa, dan menyampaikan ilmu.

Manusia dalam tembang ini menjalani fase masa tua, sehingga mulai

menyelaraskan hidup serta pandai bergaul karena memiliki

pengalaman yang banyak.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

8) Gambuh

Watak tembang ini adalah memberi nasihat, selalu memberikan

penjelasan, dan tanggung jawab. Pada fase ini manusia yang semakin

dewasa atau pribadinya semakin matang dan mampu memberikan

banyak nasihat.

9) Pangkur

Sifat dari tembang Pangkur adalah gagah, perwira, dan bersemangat.

Namun sifat perwira yang dimaksud adalah mampu melawan hawa

nafsu duniawi, selalu mendekatkan diri kepada Tuhan karena yang

dipikirkan hanyalah akhiratnya.

10) Megatruh

Watak atau sifat yang terkandung adalah nelangsa, sedih, dan kecewa.

Di sini manusia dalam fase megat ruh (pisahnya roh dari badan). Sedih

dan kecewa digambarkan karena akan berpisah dengan keluarga dan

penyesalan perbuatan yang tidak baik semasa hidup.

11) Pocung

Watak tembang Pocung adalah seenaknya, santai, nada mengritik dan

cocok untuk memberikan pelajaran yang ringan. Selain itu biasanya

juga untuk suatu lelucon seperti tebak-tebakan atau teka teki bagi

pendengarnya.

Terkait dengan pembelajaran apresiasi sastra, macapat dipelajari dari

kebiasaan membaca tembang dengan santai di rumah-rumah orang yang

mempunyai hajat, menggubah tembang-tembang baru dengan pola-pola

tembang yang telah mapan, berdiskusi secara santai kemudian menjadi

semacam tradisi masyarakat Jawa. Kepopuleran tradisi macapatan ini

misalnya dalam acara perkawinan, penolak bala, sarasehan-sarasehan,

acara tetap siaran radio RRI Surakarta, radio amatir, Kraton Kasunanan

Surakarta Hadiningrat, lomba macapat Jurusan Sastra Jawa FSSR UNS

dalam acara macapatan PURNAMA SASTRA dan SEMAR MANEGES

(Sebelas Maret Macapatan Eling Gesang Sejati) dan sebagainya (Sutardjo,

2011: 3).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Dari pemaparan tersebut maka sudah seharusnya pembelajaran

tembang macapat diajarkan kepada para generasi muda baik melalui

pendidikan formal yaitu sekolah maupun informal yang di luar lingkungan

sekolah. Salah satunya adalah melalui pelajaran Bahasa Jawa yang

memuat materi tembang macapat ini dapat membantu siswa untuk lebih

memahami bagaimana cara membaca indah tembang macapat dengan baik

dan benar. Perlu adanya metode dan media yang lebih kreatif dan inovatif

dalam penyajian materi tembang macapat ini. Hal ini bertujuan untuk

meningkatkan minat dan keterampilan membaca indah tembang macapat

siswa.

Kompetensi dasar dalam silabus mata pelajaran Bahasa Jawa terdapat

keterampilan membaca indah atau menyajikan secara lisan tembang

macapat. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran membaca indah

tembang macapat merupakan bagian dari pembelajaran sastra yang

diajarkan di sekolah. Di dalam kurikulum 2013 silabus kelas X semester

genap terdapat salah satu materi tentang pembelajaran membaca indah

tembang macapat Sinom.

d. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi

semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin

oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif

dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan

pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi

yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah

yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada

akhir tugas (Suprijono, 2009: 54).

Pengertian pembelajaran kooperatif juga disampaikan oleh Ghazali

(2002:123) bahwa pembelajaran kooperatif adalah sejenis cara belajar

berkelompok yang melibatkan empat sampai enam siswa. Di dalam

kelompok ini siswa bekerja bersama-sama di bawah pengawasan guru

untuk menyelesaikan persoalan pembelajaran. Di dalam diskusi tersebut,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

siswa dapat mengemukakan pendapatnya dan seorang siswa yang diangkat

sebagai pemimpin kelompok dapat berinisiatif untuk menyimpulkan hasil

diskusi. Guru harus menempatkan siswa sebagai insan yang secara alami

memiliki pengalaman, pengetahuan, keinginan dan pikiran yang dapat

dimanfaatkan untuk belajar, baik secara individual maupun secara

berkelompok. Strategi ini dapat membuat siswa mempunyai keyakinan

bahwa dirinya mampu. Jadi strategi ini dapat memanfaatkan potensi siswa

seluas-luasnya.

Adapun prinsip-prinsip strategi pembelajaran kooperatif menurut

Sanjaya (2008: 310) yaitu: (1) prinsip ketergantungan positif, yaitu

keberhasilan suatu penyelesaian tugas sangat tergantung kepada usaha

yang dilakukan setiap anggota kelompoknya; (2) tanggung jawab

perseorangan, yaitu setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung

jawab sesuai dengan tugasnya; (3) interaksi tatap muka, yaitu interaksi

yang akan memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap anggota

kelompok untuk bekerja sama, menghargai setiap perbedaan,

memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota dan mengisi kekurangan

masing-masing; (4) partisipasi dan komunikasi, yaitu pembelajaran yang

mampu melatih siswa untuk dapat mampu berpartisipasi aktif dan

berkomunikasi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa pembelajaran

kooperatif intinya adalah saling ketergantungan positif di antara peserta

didik, dapat dipertanggungjawabkan secara individu, adanya interaksi

tatap muka dan melatih keterampilan sosial seperti partisipasi dan

komunikasi. Selain itu strategi pembelajaran tersebut mempunyai standar:

(1) berlatih mendengarkan secara aktif; (2) saling kerjasama satu dengan

yang lain; (3) adanya partisipasi dari setiap anggota kelompok; (4) tugas-

tugas dapat dikerjakan dengan baik.

Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar dalam

kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang

membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan secara

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

kurang tepat. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan

benar akan memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif. Metode

pembelajaran kooperatif akan dapat menumbuhkan pembelajaran efektif

yaitu pembelajaran yang bercirikan: (1) memudahkan siswa belajar

sesuatu yang bermanfaat seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan

bagaimana hidup serasi dengan sesama; (2) pengetahuan, nilai, dan

keterampilan diakui oleh mereka yang berkompetensi menilai (Suprijono,

2009: 58).

Proses pembelajaran dalam pembelajaran kooperatif dimulai

dengan guru menginformasikan tujuan-tujuan dari pembelajaran dan

memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti dengan penyajian

informasi, sering dalam bentuk teks bukan verbal. Kemudian dilanjutkan

langkah-langkah di mana siswa di bawah bimbingan guru bekerja sama

untuk menyelesaikan tugas-tugas yang saling bergantung. Fase terakhir

dari pembelajaran kooperatif meliputi penyajian produk akhir kelompok

atau mengetes apa yang telah dipelajari siswa dan pengenalan kelompok

dan usaha-usaha individu (Isjoni, 2009: 121).

Adapun peran guru dalam pelaksanaan cooperative learning adalah

sebagai fasilitator, mediator, director-motivator, dan evaluator. Sebagai

fasilitator seorang guru harus memiliki sikap-sikap sebagai berikut:

(1) mampu menciptakan suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan,

(2) membantu dan mendorong siswa untuk mengungkapkan dan

menjelaskan keinginan dan pembicaraannya baik secara individual

maupun kelompok, (3) membantu kegiatan-kegiatan dan menyediakan

sumber atau peralatan serta membantu kelancaran belajar mereka,

(4) membina siswa agar setiap orang merupakan sumber yang bermanfaat

bagi yang lainnya, (5) menjelaskan tujuan kegiatan pada kelompok dan

mengatur penyebaran dalam bertukar pendapat (Isjoni, 2007: 62).

Metode pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai

hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman,

dan pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

model pembelajaran kooperatif menuntut kerja sama dan interdependensi

peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward-

nya. Struktur tugas berhubungan dengan bagaimana tugas diorganisir.

Struktur tujuan dan reward mengacu pada derajat kerja sama atau

kompetisi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan maupun reward.

Dalam pembelajaran kooperatif, dapat diterapkan berbagai metode

dalam mengajar. Salah satunya adalah metode diskusi dan metode

apresiasi. Metode diskusi adalah suatu cara penyajian bahan pembelajaran

dimana pendidik memberi kesempatan kepada para peserta didik

(kelompok-kelompok peserta didik) untuk mengadakan perbincangan

ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat simpulan, atau menyusun

berbagai alternatif pemecahan atas suatu masalah.

Adapun metode apresiasi merupakan kegiatan yang tidak dapat

dipisahkan dengan proses penciptaan sebuah karya. Artinya peserta didik

menyampaikan pesan yang berupa karya seni kepada orang lain.

Sedangkan orang lain diharapkan dapat memberi umpan balik kepada

pencipta yang berupa masukan yang dapat meningkatkan hasil karyanya

selanjutnya.

e. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Menurut Johnson (dalam Anita Lie, 2003: 17) pembelajaran kooperatif

mempunyai ciri-ciri: (1) ada ketergantungan positif antaranggota

kelompok; (2) ada pertanggungjawaban secara individu; (3) heterogenitas

anggota kelompok; (4) berbagi kepemimpinan; (5) berbagi

tanggungjawab; (6) menekankan pada tugas dan kebersamaan;

(7) membentuk keterampilan sosial; (8) guru mengamati interaksi belajar

peserta didik; (9) efektivitas belajar tergantung pada kelompok.

Sementara menurut Ibrahim (2000: 14) ciri-ciri pembelajaran

kooperatif adalah (1) siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif

untuk menuntaskan materi belajarnya, (2) kelompok dibentuk dari siswa

yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, (3) bilamana

mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, keaktifan siswa, jenis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

kelamin yang berbeda, (4) penghargaan lebih berorientasi kelompok

daripada individu.

Lebih lanjut Riyanto (2009: 270) mengutarakan bahwa ciri-ciri

pembelajaran kooperatif yaitu (1) kelompok dibentuk dengan siswa

kemampuan tinggi, sedang, rendah; (2) siswa dalam kelompok sehidup

semati; (3) siswa melihat semua anggota mempunyai tujuan yang sama;

(4) membagi tugas dan tanggungjawab sama; (5) akan dievaluasi untuk

semua; (6) berbagi kepemimpinan dan keterampilan untuk bekerja

bersama; (7) diminta mempertanggungjawabkan individual materi yang

ditangani.

Beberapa ciri dari cooperative learning juga diungkapkan oleh Isjoni

(2007: 20) yaitu: (1) setiap anggota memiliki peran, (2) terjadi hubungan

interaksi langsung di antara siswa, (3) setiap anggota kelompok

bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya,

(4) guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan

interpersonal kelompok, (5) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat

diperlukan.

Berdasarkan uraian di atas, maka simpulan dari ciri-ciri pembelajaran

kooperatif adalah sebuah kelompok yang saling ketergantungan dan

memiliki tanggungjawab atau tugas individu maupun kelompok dalam

berkompetisi, dengan kemampuan yang heterogen mereka berinteraksi dan

memiliki kesempatan yang sama dalam mencapai kejayaan dan

keberhasilan mereka ditentukan oleh seluruh anggota kelompoknya.

f. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif

Sheperdson (dalam Ghazali, 2002: 12) menyebutkan beberapa

kelebihan pembelajaran kooperatif sebagai berikut: (1) guru harus selalu

mengupayakan adanya interaksi antarsiswa yang berada dalam kelompok.

Strategi ini tidak membenarkan guru membiarkan seorang siswa terlalu

mendominasi jalannya diskusi. Guru mempunyai kewajiban untuk

mengendalikan jalannya kegiatan belajar, (2) guru harus dapat

menciptakan kondisi yang mampu memberikan kesempatan yang merata

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

kepada masing-masing anggota kelompok untuk memberikan pendapat,

menyampaikan ringkasan, mempertahankan pendapat, ataupun

memberikan jalan keluar jika diskusi mengalami kemacetan, (3) guru

harus menciptakan interpedensi positif di kalangan anggota kelompok.

Artinya masing-masing anggota kelompok harus diupayakan terlibat

dalam kegiatan belajar itu. Dengan cara memberikan giliran yang telah

diatur sebelumnya. Guru dapat membuat siswa memaksa dirinya ikut

berperan dalam kelompoknya, (4) guru perlu menjelaskan kepada

kelompok bahwa masing-masing anggota harus membiasakan diri

mendengarkan dengan baik pendapat orang lain dan harus belajar

menerima pendapat orang lain jika pendapat orang lain itu jauh lebih baik

dari pendapatnya. Oleh karena itu siswa yang pandai dapat membantu

teman lain untuk menyumbangkan pikirannya, (5) kemampuan masing-

masing anggota kelompok diperhitungkan secara adil. Di dalam

pembelajaran kooperatif ini, tidak ada peserta kelompok yang

diperbolehkan berpendapat sesukanya. Masing-masing anggota akan

menyampaikan pendapatnya secara bergiliran. Untuk itu tugas sebagai

pemimpin kelompok, perumus hasil diskusi atau sebagai penyampai hasil

diskusi diatur oleh guru, (6) strategi pembelajaran ini menekankan pada

pencapaian tujuan bersama. Strategi ini mengajarkan kepada siswa untuk

saling memberi informasi, saling mengajarkan jika ada anggota kelompok

yang belum mampu dan saling menghargai pendapat anggotanya. Proses

pencapaian kesepakatan kelompok ini dipraktikkan, ditumbuhkan dan

dipantau selama diskusi kelompok berlangsung, (7) anggota kelompok

belajar dengan strategi ini tidak terlalu besar yakni dari empat sampai

enam orang sehingga anggotanya dapat saling bertukar pikiran. Selain itu

guru juga mudah mengawasi proses belajar yang menekankan pada

kerjasama antar anggota kelompok ini. Dengan kelompok kecil, siswa

dengan hambatan mental, pemalu atau kurang berinisiatif, dapat meminta

bantuan kepada anggota kelompok lainnya atau secara kebetulan akan

terdorong aktif dalam proses belajar kelompok.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Selain hal di atas, kelebihan pembelajaran kooperatif lainnya adalah:

(1) peserta didik lebih memperoleh kesempatan dalam hal meningkatkan

hubungan kerjasama antar teman, (2) peserta didik lebih memperoleh

kesempatan untuk mengembangkan aktivitas kreativitas kemandirian,

sikap kritis dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain, (3) guru

tidak perlu mengajarkan seluruh pengetahuan kepada peserta didik, cukup

konsep-konsep pokok karena dengan belajar secara kooperatif peserta

didik dapat melengkapi sendiri.

Namun demikian terdapat juga sisi kelemahannya yaitu bahwa

pembelajaran kooperatif: (1) memerlukan alokasi waktu yang relatif lama,

terutama jika belum terbiasa, (2) memerlukan persiapan yang lebih

terprogram dan sistematik, (3) jika peserta didik belum terbiasa dan

menguasai pembelajaran kooperatif, pencapaian hasil belajar tidak akan

maksimal.

g. Metode Kooperatif Tipe Talking Stick

Talking Stick (tongkat berbicara) adalah metode yang pada mulanya

digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang

berbicara atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan

antar suku). Talking Stick (tongkat berbicara) telah digunakan selama

berabad-abad oleh suku-suku Indian sebagai alat menyimak secara adil

dan tidak memihak. Tongkat berbicara sering digunakan kalangan dewan

untuk memutuskan siapa yang mempunyai hak berbicara. Pada saat

pimpinan rapat mulai berdiskusi dan membahas masalah, ia harus

memegang tongkat. Tongkat akan pindah ke orang lain apabila ia ingin

berbicara atau menanggapinya. Dengan cara ini tongkat berbicara akan

berpindah dari satu orang ke orang lain jika orang tersebut ingin

mengemukakan pendapatnya. Apabila semua mendapatkan giliran

berbicara, tongkat itu lalu dikembalikan lagi ke ketua/ pimpinan rapat.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa talking stick dipakai

sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara (berbicara) yang diberikan

secara bergiliran/ bergantian.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Dalam sebuah jurnal internasional dikemukakan bahwa “The talking

stick was a method used by native Americans, to let everyone speak

their mind during a council meeting, a type of tribal meeting.

According to the indigenous American’s tradition, the stick was

imbued with spiritual qualities, that called up the spirit of their

ancestors to guide them in making good decisions. The stick ensured

that all members, who wished to speak, had their ideas heard. All

members of the circle were valued equally”.

Strategi pembelajaran talking stick termasuk salah satu metode

pembelajaran kooperatif yang dilakukan dengan bantuan tongkat. Siapa

yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah

peserta didik mempelajari materi pokoknya. Pembelajaran talking stick ini

sangat cocok diterapkan bagi peserta didik SD, SMP, dan SMA/SMK.

Selain untuk melatih berbicara, pembelajaran ini akan menciptakan

suasana yang menyenangkan dan membuat peserta didik aktif.

Pembelajaran dengan metode kooperatif talking stick mampu

mendorong peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat. Metode

ini diawali dengan penjelasan guru mengenai materi pokok yang akan

dipelajari. Kemudian dengan bantuan stick (tongkat) yang bergulir, peserta

didik dituntun untuk merefleksikan atau mengulang kembali materi yang

sudah dipelajari dengan cara menjawab pertanyaan dari guru. Siapa yang

memegang tongkat, dialah yang wajib menjawab pertanyaan (Suprijono,

2009: 109).

Adapun dalam teorinya, Slavin (2005: 260) memaparkan sinyal

kebisingan-nol adalah sebuah sinyal yang diberikan kepada para siswa

untuk berhenti bicara, untuk membuat mereka memberi perhatian penuh

kepada guru, dan untuk membuat tangan dan tubuh mereka diam. Para

guru memilih sinyal yang berbeda untuk siswa-siswa mereka. Beberapa

variasi dari sinyal kebisingan-nol adalah sebagai berikut:

a. Menggunakan sebuah alat pengukur waktu, dan hitung berapa lama

waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke kebisingan nol. Jumlah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

waktu tersebut (dalam detik) dijumlahkan setiap minggunya dan akan

mengurangi waktu bergembira di kelas.

b. Buatlah sinyal yang berbeda, satu sekadar untuk menurunkan tingkat

kebisingan (misalnya, mengangkat tangan, telapak tangan posisi

horizontal), yang kedua untuk menurunkan tingkat kebisingan dan

mendapatkan perhatian para siswa untuk memberikan pengumuman

yang ingin diberikan (mengangkat tangan dan telapak tangan posisi

vertical).

c. Gunakan alat pengukur waktu secara acak untuk menurunkan tingkat

kebisingan. Katakan kepada para siswa bahwa tim pertama yang bisa

mencapai tingkat kebisingan nol saat pengukur waktunya mati akan

menerima lima poin rekognisi, tim kedua akan menerima tiga poin dan

tim yang ketiga akan menerima satu poin. Pon-poin yang dikumpulkan

boleh diwujudkan dengan penghargaan kelas.

Beberapa variasi sinyal kebisingan-nol dari Slavin ini mampu

diterapkan di dalam pembelajaran kooperatif talking stick yang bertujuan

untuk mengendalikan kelas ketika siswa mulai gaduh yang membuat

kondisi kelas menjadi ramai. Dengan menggunakan teori dari Slavin ini

diharapkan mampu mengembalikan perhatian dan fokus siswa pada materi

pembelajaran yang disampaikan oleh guru.

4. Hakikat Media Audio Visual

a. Pengertian Media Pembelajaran

Menurut Anitah (2009: 5) mengatakan bahwa media pembelajaran

adalah setiap orang, bahan, alat atau peristiwa yang dapat menciptakan

kondisi yang memungkinkan pembelajar menerima pengetahuan,

keterampilan dan sikap.

Selain itu menurut Arsyad (2013: 3) media apabila dipahami secara

garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi

yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau

sikap.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Gagne dan Briggs (dalam Arsyad, 2013: 4) secara implisit mengatakan

bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan

untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari antara lain

buku, tape recorder, kaset, video kamera, video recorder, film, slide

(gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi dan komputer. Dengan

kata lain, media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang

mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat

merangsang siswa untuk belajar. Di lain pihak, National Education

Association memberikan definisi media sebagai bentuk-bentuk komunikasi

baik tercetak maupun audio-visual dan peralatannya; dengan demikian,

media dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, atau dibaca.

Media pembelajaran dapat didefinisikan sebagai alat bantu berupa fisik

maupun nonfisik yang digunakan sebagai perantara guru dan siswa dalam

memahami materi pembelajaran agar lebih mudah diterima siswa secara

utuh dan menarik siswa untuk belajar lebih lanjut. Media dapat dikatakan

sebagai alat bantu yang digunakan oleh guru dengan desain yang

disesuaikan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Berdasarkan pengertian beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan

bahwa media adalah suatu alat, materi atau bahan yang digunakan sebagai

perantara untuk menciptakan kondisi siswa dalam menerima materi,

pengetahuan, pembelajaran, keterampilan dan sikap mereka. Perantara

inilah yang mampu membantu guru dalam menyampaikan segala materi

dengan lebih mudah, kreatif dan inovatif. Media adalah komponen sumber

belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di

lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar

b. Pengelompokan Media

Pengelompokan berbagai jenis media apabila dilihat dari segi

perkembangan teknologi oleh Seels dan Glasgow dalam Arsyad (2013: 35-

37) dibedakan menjadi pilihan media tradisional dan pilihan media

teknologi mutakhir. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1) Pilihan Media Tradisional

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

a) Visual diam yang diproyeksikan, meliputi media proyeksi opaque

(tak tembus pandang), proyeksi overhead, slides, filmstrips.

b) Visual yang tak diproyeksikan, meliputi gambar, poster, foto,

charts, grafik, diagram, pameran, papan info, papan bulu.

c) Audio, meliputi rekaman piringan, pita kaset, reel, catridge.

d) Penyajian Multimedia, meliputi slides plus suara (tape), multi

image.

e) Visual dinamis yang diproyeksikan, meliputi film, televisi, video.

f) Cetak, meliputi buku teks, modul, majalah ilmiah, lembaran lepas

(hand-out).

g) Permainan, meliputi teka-teki, simulasi, permainan papan.

h) Realia, meliputi model, spesimen (contoh), manipulatif (peta,

boneka).

2) Pilihan Media Teknologi Mutakhir

a) Media berbasis telekomunikasi, meliputi telekonferen, kuliah jarak

jauh.

b) Media berbasis mikroprosesor, meliputi Computer assisted

instruction, Permainan komputer, Sistem tutor intelijen,

hypermedia, interaktif, compact video disc.

Mengingat banyaknya media dalam pembelajaran, maka dirasakan

sangat perlu untuk melakukan pengelompokkan terhadap berbagai media

pendidikan yang ada tersebut. Pengelompokkan ini dimaksudkan agar

memudahkan kita memahami prinsip penggunaan, perawatan dan

pemilihan media dalam proses pembelajaran.

Menurut Sanjaya (2007: 172) media pembelajaran dapat

diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi tergantung dari sudut mana

melihatnya, diantaranya sebagai berikut:

1) Dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi ke dalam:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

a) Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja atau

media yang hanya memiliki unsur suara, seperti radio dan rekaman

suara.

b) Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak

mengandung unsur suara. Jenis media yang tergolong ke dalam

media visual adalah film slide, foto, transparansi, lukisan, gambar

dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis dan

lain sebagainya.

c) Media Audio Visual, yaitu jenis media yang selain mengandung

unsur suara juga mengandung unsur gambar yang bisa dilihat,

misalnya rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara dan lain

sebagainya. Kemampuan media ini dianggap lebih baik dan lebih

menarik, sebab mengandung kedua unsur jenis media yang pertama

dan kedua.

2) Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat pula dibagi ke

dalam:

a) Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak, seperti

radio dan televisi. Melalui media ini siswa dapat mempelajari hal-

hal atau kejadian-kejadian yang aktual secara serentak tanpa harus

menggunakan ruangan khusus.

b) Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan

waktu, seperti film slide, film, video dan lain sebagainya.

3) Dilihat dari cara atau teknik pemakaiannya, media dapat dibagi ke

dalam:

a) Media yang diproyeksikan, seperti film, slide, film strip,

transparansi dan lain sebagainya. Jenis media yang demikian

memerlukan alat proyeksi khusus seperti film projector untuk

memproyeksikan film, slide projector untuk memproyeksikan film

slide, operhead projector (OHP) untuk memproyeksikan

transparansi. Tanpa dukungan alat proyeksi semacam ini, maka

media semacam ini tidak akan berfungsi apa-apa.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

b) Media yang tidak diproyeksikan, seperti gambar, foto, lukisan,

radio dan lain sebagainya.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan

bahwa terdapat empat pengelompokan media yaitu:

1) Media Visual yaitu media yang dapat dilihat.

2) Media Audio yaitu media yang dapat didengar.

3) Media Audio Visual yaitu media yang dapat didengar dan dilihat.

4) Media Gerak yaitu media yang mengandung unsur gerak.

c. Media Audio Visual

Mengenai pengertian media audio visual, Sanjaya (2007: 170)

menjelaskan bahwa media audio visual yaitu media yang dapat dilihat

sekaligus dapat didengar, misalnya: film bersuara, video, televisi, sound

slide. Media audio visual yang menggunakan komputer memiliki dua

perangkat yaitu perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat kerasnya

adalah LCD dan perangkat lunaknya adalah materi dalam bentuk video.

Media audio visual memiliki fungsi dan memiliki kesanggupan untuk

(1) menembus ruang dan waktu, (2) menerjemahkan pesan menjadi satuan

esensial, (3) memberikan pengalaman sosial dan emosional,

(4) memberikan motivasi, (5) memberikan pemahaman.

Selanjutnya Anitah (2009: 48) memberikan pembahasan bahwa

melalui media audio visual ini, seseorang tidak hanya dapat melihat atau

mengamati sesuatu melainkan sekaligus dapat mendengar sesuatu yang

divisualisasikan.

Dalam pembuatan media audio visual, Arsyad (2013: 91) “salah satu

pekerjaan penting yang diperlukan dalam media audio visual adalah

penulisan naskah dan storyboard yang memerlukan persiapan yang

banyak, rancangan dan penelitian”. Media audio visual merupakan media

perantara atau penggunaan materi dan penyerapannya melalui pandangan

dan pendengaran sehingga membangun kondisi yang dapat membuat siswa

mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Sekitar pertengahan abad ke-20 usaha pemanfaatan alat visual mulai

dilengkapi dengan peralatan audio. Dari hal ini maka lahirlah peralatan

audio visual pembelajaran. Usaha-usaha untuk membuat pelajaran abstrak

menjadi lebih konkret terus dilakukan. Dalam usaha itu, Edgar Gale

membuat klasifikasi 11 tingkat pengalaman belajar dari yang paling

konkret sampai yang paling abstrak. Klasifikasi tersebut kemudian dikenal

dengan nama “Kerucut Pengalaman” (Cone Experience) dari Edgar Dale.

Abstrak

Verbal

Symbol

Visual

Radio

Film

Verbal

TV

Wisata

Demonstrasi

Partisipasi

Observasi

Pengalaman Langsung Konkret

Gambar 1. Kerucut Pengalaman Edgar Dale

Aqib (2013: 50) menyatakan bahwa pada akhir tahun 1950, teori

komunikasi mulai memengaruhi penggunaan alat audio visual. Begitupun

dalam dunia pendidikan. Alat audio visual bukan hanya dipandang sebagai

alat bantu guru saja, melainkan juga berfungsi sebagai penyalur pesan

belajar. Pada tahun 1960-an, para ahli mulai memerhatikan siswa sebagai

komponen utama dalam kegiatan pembelajaran.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa

pengertian media audio visual adalah media pembelajaran yang mencakup

aspek audio, visual dan gerak dalam bentuk video untuk menciptakan

kondisi siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

Media audio visual bukan sebagai alat bantu guru saja melainkan juga

berfungsi sebagai penyalur pesan belajar.

d. Keunggulan Media Audio Visual

Keunggulan penggunaan media audio visual menurut Arsyad

(2013: 141-142) adalah (a) dapat mengakomodasi siswa yang lamban

dalam menerima pelajaran, (b) dapat merangsang siswa untuk

mengerjakan latihan, melakukan kegiatan laboratorium atau stimulasi dan

(c) kendali berada di tangan siswa sehingga tingkat belajar siswa dapat

disesuaikan dengan tingkat kecepatan belajar siswa dapat disesuaikan

dengan tingkat penguasaannya.

Kaitannya dalam pembelajaran Bahasa Jawa dengan pokok

bahasan membaca indah tembang macapat Sinom ini memiliki beberapa

keuntungan antara lain: (a) siswa lebih mudah memahami materi notasi

atau titi laras tembang macapat Sinom sebab siswa tidak hanya

mendengarkan penjelasan tetapi bisa melihat contoh secara langsung,

(b) dengan menggunakan media audio visual siswa lebih bisa berpikir luas

tentang tembang macapat Sinom, (c) dengan menggunakan media audio

visual maka tugas dan peran guru dapat berubah, yang awal mulanya

sebagai motor utama, sekarang menjadi fasilitator dan pendamping dalam

kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarenakan siswa lebih banyak

mendapatkan penejelasan dari media sedangkan guru hanya memberikan

penjelasan tambahan.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

keunggulan media audio visual yaitu: (a) membantu siswa yang lamban

dalam pembelajaran, (b) merangsang dan memotivasi siswa, (c) siswa

menjadi lebih aktif, kritis dan kreatif dalam pembelajaran, (d) tingkat

belajar siswa dapat disesuaikan dengan tingkat penguasaannya.

Dari pemaparan tersebut dapat diketahui bahwa media audio visual

memiliki banyak kelebihan atau keunggulannya daripada kekurangan atau

kelemahannya. Baik ditinjau dari sisi guru ataupun siswa, penggunaan

media audio visual dalam pembelajaran Bahasa Jawa khususnya materi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

tembang macapat akan sangat memudahkan guru dalam menyampaikan

materi begitu pula akan memudahkan siswa untuk memahami materi.

Penelitian ini juga didasarkan pada dua penelitian yang telah

dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti diantaranya sebagai berikut:

Penelitian pertama adalah penelitian dengan judul “Pengembangan

Media Audio Visual Untuk Menunjang Pembelajaran Membaca Indah

Tembang Dolanan Pada Siswa Kelas II SD”. Penelitian ini diteliti oleh Siti

Fatmawati Utami, mahasiswi program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Jawa, Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni,

Universitas Negeri Semarang tahun 2013. Penelitian ini mengkaji tentang

membaca indah tembang dolanan dengan penggunaan media audio visual

pada siswa kelas II SD. Dalam penelitian ini diketahui bahwa guru

menginginkan media yang menarik untuk pembelajaran membaca indah

tembang dolanan. Peneliti menggunakan media audio visual berupa VCD

yang berisi media player 3 tembang dolanan disertai gambar dan lirik

sesuai isi lagu. Peneliti mencoba mengembangkan media VCD tembang

dolanan dengan tampilan gambar yang menarik dan penuh warna sesuai

dengan karakter anak yang diharapkan bisa menjadikan siswa tertarik dan

senang mengikuti pelajaran. Peneliti juga menyampaikan bahwa perlu

adanya penyempurnaan dan pengembangan lagi agar bisa menghasilkan

produk baru yang lebih menarik dan menyenangkan untuk menunjang

pembelajaran membaca indah tembang dolanan.

Penelitian yang kedua adalah penelitian dengan judul

“Pengembangan Media Pembelajaran Tembang Macapat Mijil

Menggunakan Aplikasi Macromedia Flashprofessional 8 Untuk Siswa

Kelas V Sekolah Dasar”. Penelitian ini diteliti oleh Kukuh Dwi Ismanto,

mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa Jawa, Jurusan Pendidikan

Bahasa Daerah, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta

tahun 2012. Penelitian ini mengkaji tentang pembelajaran tembang

macapat Mijil dengan penggunaan media aplikasi macromedia

flashprofessional 8 untuk siswa kelas V Sekolah Dasar. Penelitian ini juga

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

menggunakan media pembelajaran berupa CD (Compact Disc) seperti

pada penelitian yang pertama. Hal yang membedakannya adalah berkaitan

dengan aplikasi yang digunakan. Apabila pada penelitian yang pertama

VCD pembelajaran disajikan dalam bentuk media player 3 maka pada

penelitian kedua ini disajikan dengan aplikasi macromedia

flashprofessional 8. Peneliti mengembangkan media aplikasi macromedia

flashprofessional 8 ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa

terhadap materi tembang Mijil.

Dari pemaparan kedua penelitian tersebut dapat disimpulkan

bahwa masing-masing penelitian memiliki kelebihan dan kekurangannya

sendiri. Adapun kelebihan pada penelitian yang pertama adalah peneliti

mampu mengembangkan media berupa VCD yang berisi media player 3

tembang dolanan disertai gambar dan lirik sesuai isi lagu dengan sangat

baik, kreatif dan inovatif. Kekurangan pada penelitian pertama adalah

peneliti tidak menggunakan model atau metode pembelajaran dalam

penelitiannya tersebut. Demikian pula pada penelitian kedua juga memiliki

kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan pada penelitian kedua

adalah peneliti mampu menggunakan dan menyajikan media

pembelajaran dengan aplikasi macromedia flashprofessional 8 dengan baik

dan mampu menarik perhatian siswa. Adapun kekurangan pada penelitian

ini adalah sama seperti penelitian pertama yang tidak menggunakan model

atau metode pembelajaran dalam penelitiannya. Selain penggunaan media,

penerapan model atau metode juga sangat penting dalam meningkatkan

kualitas pembelajaran.

Kedua penelitian tersebut sama-sama mengkaji tentang materi

tembang dan media pembelajaran berupa VCD sedangkan perbedaan dari

kedua penelitian tersebut terletak pada jenis tembang dan aplikasi media

pembelajarannya. Jika pada penelitian pertema mengkaji tentang tembang

dolanan melalui media pembelajaran VCD dengan aplikasi media player 3

maka pada penelitian kedua mengkaji tentang tembang macapat Mijil

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

melalui media pembelajaran VCD dengan aplikasi macromedia

flashprofessional 8.

Dari pemaparan di atas maka dapat dalam penelitian yang berjudul

“Peningkatan Minat dan Keterampilan Membaca Indah Tembang Macapat

Melalui Metode Kooperatif Tipe Talking Stick dengan Media Audio

Visual Pada Siswa Kelas X.10 SMA Negeri Kebakkramat Karanganyar”

ini peneliti akan melakukan penelitian yang belum dilakukan sebelumnya.

Penelitian ini mengkaji tentang tembang macapat Sinom melalui metode

pembelajaran kooperatif tipe talking stick dengan media audio visual,

dimana variabel-variabel tersebut belum terdapat pada kedua penelitian di

atas dan merupakan karya orisinil dari peneliti.

B. Kerangka Berpikir

Rendahnya antusiasme siswa dalam pembelajaran Bahasa Jawa

menyebabkan siswa menjadi pasif dan terlihat tidak bersemangat mengikuti

pembelajaran bahasa Jawa. Permasalahan lainnya yaitu guru belum

memaksimalkan pembelajaran bahasa Jawa dan belum mengemas pembelajaran

menjadi pembelajaran yang dapat menarik antusiasme siswa, disamping itu guru

juga belum memaksimalkan penggunaan metode dan media pembelajaran untuk

menunjang efektifitas pembelajaran membaca indah tembang macapat.

Membaca indah tembang macapat merupakan suatu hal yang menakutkan

bagi sebagian besar siswa karena selain tembang macapat dianggap sulit,

terkadang pembelajarannya belum dapat membangkitkan antusiasme siswa dan

membosankan. Tembang macapat merupakan salah satu warisan kebudayaan dan

mempunyai sejarah serta nilai yang berharga. Agar pemahaman mengenai

tembang macapat terutama cara membaca indah tembang macapat ini tidak hilang

dimakan kemajuan jaman, maka pembelajarannya harus dikemas menjadi lebih

menarik.

Salah satu cara mengemas pembelajaran membaca indah tembang

macapat menjadi lebih aktif dan menarik adalah melalui menerapkan metode

pembelajaran kooperatif tipe talking stick dengan media audio visual. Tujuan dari

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe talking stick dengan media audio

visual adalah untuk mengaktifkan siswa dalam kerjasama dengan kelompok dan

tanggung jawab pada setiap anggota kelompok serta mampu meningkatkan minat

dan keterampilan membaca indah tembang macapat. Dalam pelaksanaan

pembelajaran kooperatif tipe talking stick dengan media audio visual akan

membantu guru untuk menarik perhatian siswa dan mempermudah proses

pembelajaran sehingga lebih mudah dipahami dan oleh siswa serta mampu

meningkatkan minat dan keterampilan membaca indah tembang macapat siswa.

Langkah pembelajaran bahasa Jawa melalui metode kooperatif tipe talking

stick dengan media audio visual yaitu:

1. Guru menyampaikan tujuan dan isi materi yaitu membaca indah tembang

macapat dengan menggunakan media audio visual.

2. Guru memberikan contoh menembangkan tembang Sinom pada siswa yang

dilanjutkan dengan penyajian video yang telah dipersiapkan.

3. Siswa berpikir secara individu untuk memahami notasi/ titi laras tembang

macapat dan menentukan guru lagu, guru gatra, serta guru wilangan dari

tembang Sinom.

4. Guru mengatur kelas untuk membentuk kelompok secara heterogen kemudian

mengambil tongkat untuk digulirkan di dalam kelompok.

5. Siswa yang pada saat itu mendapat giliran mendapatkan tongkat, maka wajib

mengutarakan jawaban dari pertanyaan yang diberikan oleh guru. Selain

mengajukan pertanyaan, guru juga dapat memerintahkan siswa untuk

membaca indah tembang macapat Sinom.

6. Guru memberikan konfirmasi atas jawaban yang diutarakan oleh siswa dan

mengapresiasi penampilan siswa setelah membaca indah tembang macapat

Sinom.

7. Siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran yang telah dipelajari dan

mengevaluasi cara membaca indah tembang macapat siswa.

Pada kondisi awal sebelum dilakukan tindakan terlihat bahwa: (1) minat

dan antusias siswa masih rendah dan terlihat kurang aktif dalam pembelajaran,

(2) keterampilan membaca indah tembang macapat siswa masih sangat rendah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

belum sesuai dengan aturan yang benar dan (3) guru masih menggunakan metode

konvensional dalam mengajar dan belum menerapkan metode atau media

pembelajaran yang tepat. Setelah dilaksanakan tindakan melalui metode

pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick dengan media audio visual maka

diharapkan terjadi perubahan yaitu: (1) minat dan antusias siswa dapat meningkat

dan siswa lebih aktif dalam pembelajaran, (2) keterampilan membaca indah

tembang macapat siswa meningkat dan sesuai dengan aturan yang benar dan

(3) guru sudah tidak menggunakan metode konvensional dalam mengajar dan

mampu menerapkan metode atau media pembelajaran yang tepat sehingga mampu

meningkatkan kualitas pembelajaran tembang macapat.

Berdasarkan pemikiran di atas, dapat digambarkan kerangka berpikir

sebagai berikut:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

Kondisi awal sebelum tindakan

Gambar 2. Kerangka Berpikir

Metode pembelajaran

membaca indah

tembang macapat

kurang efektif

Rendahnya minat siswa

terhadap pembelajaran

membaca indah

tembang macapat

Rendahnya

keterampilan membaca

indah tembang macapat

siswa

Tindakan penelitian pembelajaran

membaca indah tembang macapat melalui

metode kooperatif tipe talking stick

dengan media audio visual

Kondisi akhir setelah tindakan

Efektifnya metode dan

media pembelajaran

membaca indah

tembang macapat

Meningkatnya minat

siswa terhadap

pembelajaran membaca

indah tembang macapat

Meningkatnya

keterampilan membaca

indah tembang macapat

siswa

Kualitas proses dan hasil

minat serta keterampilan

membaca indah tembang

macapat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

C. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan

di atas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut:

Melalui Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick dengan

Media Audio Visual Dapat Meningkatkan Minat dan Keterampilan Membaca

Indah Tembang Macapat pada Siswa Kelas X.10 SMA Negeri Kebakkramat

Karanganyar.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user