BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A ...
9
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Landasan Teori dan Penelitian yang Relevan
1. Hakikat Minat
a. Pengertian Minat
Menurut Slameto (2001: 180) minat adalah suatu rasa lebih suka dan
rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh.
Menurut Muhibbin Syah (2000: 133) minat (interest) berarti
kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar
terhadap sesuatu. Minat adalah keadaan emosi yang dasarnya ditujukan
kepada sesuatu. Salah satu keadaan emosi adalah penilaian seseorang
terhadap sesuatu yang dihadapi. Hasil penilaiannya dapat positif atau
negatif, menarik atau tidak menarik, menyenangkan atau tidak
menyenangkan.
Selanjutnya Muhibbin Syah (2000: 136) menjelaskan bahwa minat
dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam
bidang-bidang studi tertentu. Misalnya seorang siswa yang menaruh minat
besar terhadap mata pelajaran matematika akan memusatkan perhatiannya
lebih banyak daripada siswa yang lainnya. Kemudian karena pemusatan
perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa
tadi untuk belajar lebih giat dan akhirnya mencapai prestasi yang
diinginkan. Sehingga orang yang tidak berminat dalam mempelajari
sesuatu tidak dapat diharapkan bahwa dia akan berhasil, demikian
sebaliknya jika seseorang berminat mempelajari sesuatu dapat diharapkan
bahwa hasilnya akan lebih baik.
Iskandarwassid dan Sunendar (2013: 114) mengatakan bahwa minat
merupakan dasar pembentukan suatu kebiasaan. Kebiasaan akan terbentuk
manakala pembaca memiliki minat yang tinggi terhadap kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
membaca. Kegiatan yang tinggi dan terus menerus akan membentuk
kebiasaan.
Lebih lanjut Harjasujana (dalam Iskandarwassid, 2013: 113)
mengungkapkan bahwa ketiadaan minat baca dapat menimbulkan
ketidakmampuan membaca; ketidakmampuan membaca dapat
menimbulkan ketiadaan minat baca. Dalam membaca karya sastra pun
dapat terjadi hal yang serupa; ketidakadaan minat terhadap karya sastra
dapat menimbulkan ketidakmampuan seseorang membaca karya sastra.
Terdapat tiga batasan minat, yakni (1) suatu sikap yang dapat mengikat
perhatian seseorang kearah objek tertentu secara selektif, (2) suatu
perasaan bahwa aktivitas dan kegemaran terhadap objek tertentu sangat
berharga bagi individu, (3) bagian dari motivasi atau kesiapan yang
membawa tingkah laku ke suatu arah atau tujuan tertentu.
Minat akan berkembang membentuk suatu kebiasaan. Dengan kata
lain, minat akan menjadi syarat terbentuknya kebiasaan. Bila kegiatan
membaca dilandasi minat yang tinggi, maka kegiatan itu akan dilakukan
secara tetap dan teratur. Kebiasaan merupakan hasil pelaziman yang
berlangsung pada waktu yang lama. Bentuk-bentuk minat akan
dimanifestasikan dalam pilihan suka atau tidak suka dan senang atau tidak
senang terhadap suatu objek, kegiatan, dan gagasan atau orang yang akan
memuaskan kebutuhannya.
Berdasarkan pendapat di atas, minat adalah kecenderungan hati yang
tinggi terhadap sesuatu yang menyangkut perhatian, rasa ingin tahu, rasa
ketertarikan untuk melakukan kegiatan belajar dan mampu menunjang
prestasi yang jauh lebih baik ketika minat itu dapat dikembangkan oleh
seseorang. Minat seseorang selalu berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
tertentu, di mana orang yang memiliki minat tersebut akan merasa tertarik
dan mau melakukan berbagai kegiatan atau usaha yang berkaitan dengan
hal tersebut dan ditandai rasa senang serta tidak ada unsur keterpaksaan.
Seseorang yang telah mempunyai rasa senang terhadap sesuatu biasanya
akan mau menggunakan apa saja yang dimiliki untuk melakukan atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
melibatkan diri dalam kegiatan yang berkaitan dengan hal yang
diminatinya tersebut. Jadi, seseorang yang berminat pada sesuatu akan
melakukan kegiatan lebih giat daripada dengan seseorang yang tidak
berminat.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat
Minat biasanya dipengaruhi oleh adanya kemauan seseorang untuk
menyesuaikan diri, oleh karena itu kemampuan menyesuaikan diri dapat
mempercepat kemampuan berasimilasi dan berpikir.
Perkembangan minat juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan serta
keturunan. Dengan kata lain minat dalam perkembangannya dipengaruhi
oleh faktor diri sendiri dalam kaitannya dengan lingkungannya. Minat
seseorang senantiasa mengalami proses perubahan. Proses perubahan
tersebut disebabkan oleh perubahan pola kehidupannya, perubahan tugas,
tanggungjawab dan perubahan status.
Para ahli mengemukakan bahwa ada tiga pola utama dalam perubahan
minat yaitu: (1) terjadinya pengurangan jumlah yang diminati oleh
seseorang sejalan dengan perubahan usia, (2) adanya muncul minat-minat
baru, (3) terjadinya minat baru karena pemaksaan dari lingkungan. Pola
perubahan biasanya terjadi karena adanya penguatan minat-minat baru
atau pergantian minat, yang merupakan paksaan faktor kebudayaan dan
lingkungan yang lebih kuat daripada faktor-faktor pribadi.
Adapun perwujudan minat siswa pada mata pelajaran dapat dilihat dari
ciri-ciri sebagai berikut: (1) siswa senang membaca buku-buku pelajaran
yang relevan dengan mata pelajaran yang sedang diajarkan, (2) siswa
senang membuat catatan-catatan kecil dari buku-buku yang dibacanya,
(3) memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap pelajaran yang
diminatinya, (4) dapat menjelaskan ulang pelajaran yang baru
dipelajarinya.
Dalam sebuah jurnal nasional berjudul “Pengaruh Perhatian Orang
Tua dan Minat Membaca Terhadap Hasil Belajar Bahasa Indonesia”
dikemukakan bahwa semua minat mempunyai dua aspek, yaitu aspek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
kognitif dan aspek afektif. Aspek kognitif didasarkan atas konsep yang
dikembangkan anak mengenai bidang yang berkaitan dengan minat.
Misalnya aspek kognitif dari minat anak terhadap sekolah, atau anak-anak
merasa ingin tahu tentang apa yang terjadi di dalam tubuh, mereka dapat
dipuaskan dengan pertanyaan dan dengan membaca, sedangkan aspek
afektif atau bobot emosional konsep yang membangun aspek kognitif
minat dinyatakan dalam sikap terhadap kegiatan yang ditimbulkan minat.
Cara menemukan minat anak dapat dilakukan melalui pengamatan
kegiatan, pertanyaan, pokok pembicaraan, membaca, menggambar
spontan, keinginan, dan laporan mengenai apa saja yang diminati.
c. Pengaruh Minat Baca terhadap Kegiatan Membaca
Apabila dikaitkan dengan kegiatan membaca, minat memiliki sifat
yang tidak tetap, bisa berubah-ubah suatu ketika tinggi dan suatu ketika
rendah. Seseorang yang mempunyai minat baca tinggi akan mempunyai
perhatian yang besar terhadap kegiatan membaca. Minat baca mempunyai
makna yang mengikat seseorang pada kegiatan membaca dan orang itu
menyadari bahwa kegiatan membaca berharga, sehingga ia akan
melakukan untuk memenuhi kebutuhannya, sebab minat dapat menjadi
daya pendorong atau motivasi bagi seseorang untuk melakukan sesuatu.
Franz (1986: 8) merinci minat baca menurut tiga rancangan dasar,
yaitu (1) minat baca adalah keinginan untuk menangkap dan menghayati
yang dijumpai dalam bacaan itu; (2) minat baca berasal dari hasrat untuk
mengatasi keterikatan manusia. Hal ini berarti kegiatan dengan motif ini
hanya dilakukan untuk mengatasi waktu, melupakan sesuatu, menghibur,
mengganti sesuatu dalam kehidupan; (3) minat baca untuk mencari
keteraturan dalam bentuk, mencari arti dan makna kehidupan manusia.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa minat baca akan
tumbuh dan berkembang bila ada faktor tertentu yang didorongnya
terutama faktor yang muncul dari dalam dirinya. Faktor lain yang
mempengaruhi minat baca ditentukan oleh materi dan ilustrasi dalam
bacaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Dalam sebuah jurnal nasional berjudul “Pengaruh Perhatian Orang Tua
dan Minat Membaca Terhadap Hasil Belajar Bahasa Indonesia” Esther
Kartika (2004: 116) dikemukakan bahwa tujuan dari pengembangan minat
baca, adalah sebagai berikut: (1) mendorong minat dan kebiasaan
membaca agar tercipta masyarakat yang berbudaya membaca;
(2) meningkatkan layanan perpustakaan; (3) menciptakan masyarakat
informasi yang siap berperan serta dalam semua aspek pembangunan;
(4) memiliki pengetahuan yang terkini, bukan yang sudah “basi”;
(5) meningkatkan kemampuan berpikir; dan (6) mengisi waktu luang.
d. Aspek-aspek Minat Baca
Hal-hal yang memperkuat adanya minat baca, dirumuskan para ahli
sebagai berikut:
1) Kesadaran
Kegiatan membaca akan berhasil apabila seseorang menyadari
akan kebutuhannya. Dengan demikian akan mengantarkan anak untuk
mencarai dan bertindak agar memperoleh hasil maksimal, sehingga
anak merasa puas karena kebutuhannya terpenuhi. Sesuai dengan
pendapat Werington dalam Supadmi (2009: 61) minat adalah
kesadaran seseorang bahwa suatu objek atau situasi mengandung
sangkut paut dengan dirinya. Jadi karena merasa ada sesuatu yang
kurang dari dirinya, maka dengan kesadaran yang tinggi anak akan
berusaha untuk membaca. Kondisi ini akan menjadi kebiasaan yang
mantap pada dirinya. Hal itu akan membentuk minat baca yang akan
memacu anak untuk meningkatkan minat bacanya.
2) Kemauan
Menurut Kartono (1980: 83) kemauan anak adalah dorongan
yang terarah pada tujuan-tujuan hidup tertentu, yang dipertimbangkan
akal budi. Aktivitas yang disadari akan berpengaruh terhadap sikap
dan tingkah laku seseorang. Hal ini menumbuhkan rancangan kuat
untuk berusaha melakukan perintah internalnya berdasarkan
pertimbangan yang masuk akal agar terpenuhi kebutuhan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
dirinya. Sebagai anak yang masih dalam proses belajar kemauan ini
harus selalu ditimbulkan karena aktivitas yang dilaksanakan
berdasarkan perintah internalnya akan membuahkan hasil yang lebih
baik dan mendalam. Kemauan-kemauan yang selalu dipupuk terus-
menerus akan menumbuhkan suatu sikap yang positif terhadap diri
anak. Kemauan anak mempunyai hubungan yang erat dengan
minatnya. Minat yang telah dimiliki anak menjadi penyebab anak
untuk mempunyai aktivitas, usaha yang keras untuk mencapai tujuan.
Dengan kemauan anak dapat mengembangkan dirinya dan
mengembangkan sikap untuk berinisiatif sendiri untuk mencapai
tujuan dengan hasil yang memuaskan.
3) Perhatian
Menurut Warington dalam Supadmi (2009: 62) perhatian
adalah aktivitas yang vital dalam pendidikan, sebab pada saat anak
berkonsentrasi aktifitas jiwa secara maksimal bekerja. Anak akan
berusaha mengenal dan memahami objek yang diperhatikan dengan
sebaik-baiknya. Perhatian yang timbul dari dalam diri anak akan
menghasilkan proses membaca yang lebih baik bila dibandingkan
dengan akibat rangsangan dari luar. Apabila dalam diri siswa ada
minat, perhatian yang dilakukan anak merupakan perhatian yang
spontan keluar dari dalam diri anak. Ini lebih menguntungkan dalam
proses membaca. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada
kaitan antara minat dan perhatian yang saling mendukung.
4) Perasan senang
Winkel dalam Supadmi (2009: 63) minat merupakan motor
penggerak psikis dimana minat menimbulkan rasa senang. Dalam hal
ini rasa senang merupakan sikap positif bagi aktivitas membaca.
Perasaan merupakan aktivitas psikis yang tidak boleh diabaikan,
karena perasaan dalam diri anak akan berpengaruh pada aktivitas
membacanya. Perasaan itu akan menentukan sikap anak dalam
menanggapi objek yang dihadapinya. Perasaan senang, puas atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
gembira akan membentuk sikap yang positif, sedangkan perasaan
takut, sedih, benci dan sebagainya akan menimbulkan sikap negatif.
Sikap positif ini dapat diperkuat dengan alasan rasional, sehingga anak
mempunyai motivasi yang lebih kuat untuk selalu pada pencapaian
tujuan. Dengan merasa senang, motivasi yang lebih kuat untuk selalu
pada jalur yang mengarah pada pencapaian tujuan. Dengan merasa
senang, motivasi intrinsik dapat berkembang, anak bergairah dan
bersemangat untuk membaca yang dilakukan anak dengan berjalan
dengan lancar dan memuaskan.
Berdasarkan penjelasan tersebut disimpulkan bahwa minat
siswa merupakan hal yang penting dalam melakukan kegiatan
membaca. Minat merupakan aktivitas yang penuh kesadaran, kemauan,
dan perhatian yang merupakan perpaduan satu sama lain. Minat
merupakan faktor non intelektual yang mempunyai pengaruh besar
terhadap keberhasilan membaca siswa, minat yang besar akan
mencapai kemampuan dalam membaca yang tinggi dan sebaliknya
membaca dengan minat rendah akan menghasilkan prestasi yang
rendah.
2. Hakikat Keterampilan Membaca
a. Pengertian Membaca
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh
pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis
melalui media kata-kata/ bahasa tulis (Tarigan, 1994: 7). Sementara itu,
Subyakto-Nababan (1993: 164) mengemukakan bahwa membaca sebagai
suatu aktivitas yang rumit atau kompleks karena bergantung pada
keterampilan berbahasa pelajar dan pada tingkat penalarannya.
Sumarwati dan Mulyono (2010: 36) berpendapat bahwa membaca
adalah suatu proses aktif dan interaktif. Kata aktif dimaksudkan bahwa
pembaca aktif dalam mencari informasi yang tersirat maupun tersurat
dalam bacaan sedangkan interaktif dimaksudkan pembaca harus
berinteraksi dengan teks bacaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang bersifat
reseptif atau menerima selain menyimak. Membaca dapat pula dianggap
sebagai suatu proses/ kegiatan aktif dan interaktif untuk memahami kata-
kata yang terkandung dalam tulisan. Interpretasi orang terhadap tulisan
yang dibaca akan berbeda-beda sesuai dengan pengalaman yang
dimilikinya.
Di samping pengertian atau batasan yang telah diutarakan di atas,
membaca dapat pula diartikan sebagai suatu metode yang kita pergunakan
untuk berkomunikasi dengan diri kita sendiri dan kadang-kadang dengan
orang lain yaitu mengomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat
pada lambang-lambang tertulis. Bahkan ada pula beberapa penulis yang
seolah-olah beranggapan bahwa “membaca” adalah suatu kemampuan
untuk melihat lambang-lambang tertulis serta mengubah lambang-lambang
tertulis tersebut melalui fonik (phonics= suatu metode pengajaran
membaca, ucapan, ejaaan berdasarkan interpretasi fonetik terhadap ejaan
biasa) menjadi/ menuju membaca lisan (oral reading).
b. Pengertian Membaca Indah
Membaca termasuk dalam kegiatan pengajaran sastra, sebab karya
sastra diciptakan untuk dinikmati dan dapat dinikmati melalui suatu
keterampilan membaca sastra. Membaca karya sastra merupakan salah
satu langkah untuk pengajaran sastra. Dalam membaca sastra, pembaca
akan memiliki pengalaman bersastra yang dapat menumbuhkan apresiasi
sastra (Iskandar, 2002:6). Karya sastra dalam pembelajaran bahasa Jawa
meliputi, geguritan, serat, tembang, sekar, dan lain-lain. Salah satu jenis
membaca yang dapat diterapkan dalam pembelajaran bahasa Jawa adalah
membaca indah. Membaca indah atau membaca estetis ini lebih bersifat
khusus karena berhubungan dengan perasaan. Membaca indah yaitu
membaca yang diusarakan dengan pelafalan yang jelas dan fasih,
berirama, dan disertai penghayatan (Slamet, 2009: 87).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Pada hakikatnya membaca indah menurut Burns (dalam Tarigan,
1994:112) adalah satu kegiatan membaca dalam proses pembelajaran,
tentu tidak dapat berdiri sendiri, sebab kegiatan membaca selalu terikat
dengan kegiatan bahasa yang lain seperti berbicara dan menulis. Begitu
pula dalam berbahasa terdapat empat kemampuan yaitu kemampuan
menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Membaca dapat dilihat
sebagai suatu proses dan sebagai hasil kegiatan teknik yang ditempuh oleh
pembaca yang mengarah pada tujuan melalui tahapan-tahapan tertentu.
Selanjutnya Anggraeni (2009: 49) mendefinisikan membaca indah
sebagai membaca yang dilatarbelakangi tujuan menikmati karya sastra
serta menghargai unsur-unsur keindahan yang terpapar dalam suatu teks
sastra. Dapat diartikan bahwa membaca indah adalah sebuah kegiatan
pembaca dalam mengekspresikan keindahan dari suatu karya sastra.
Membaca karya sastra dapat membuat perasaan para pembaca masuk ke
dalam suasana yang dibangun oleh penulis.
Membaca indah adalah suatu aktifitas atau kegiatan yang dilakukan
oleh guru atau siswa dengan orang lain atau pendengar untuk menangkap
serta memahami pikiran, peran pengarang. Misalnya ketika membaca puisi
dimana pembaca memperhatikan lafal, intonasi dan ekspresinya. Adapun
tujuan membaca indah diantaranya adalah: (a) agar siswa memiliki
pengetahuan, sebagai dasar untuk keterampilan membaca puisi, drama dan
semua yang berkaitan dengan sastra; (b) agar siswa memiliki keterampilan
membaca sehingga dapat memahami dan mengungkapkan kembali isi
bacaan; dan (c) agar siswa memiliki sikap gemar dan terbiasa membaca
(Tarigan, 1994: 23).
Dari semua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa membaca indah
adalah suatu keterampilan yang mengutamakan keindahan berdrama,
menghayati serta menjiwai isi bacaan. Membaca indah sering juga disebut
membaca emosional. Dinamakan demikian sebab selalu menyangkut hal-
hal yang berkaitan dengan keindahan atau estetika yang dapat
menimbulkan emosi atau perasaan dari pembaca atau pendengarannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Objek kajian membaca indah lebih terkhusus pada karya sastra serta
bacaan-bacaan lain yang diciptakan menggunakan bahasa yang indah.
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran ini adalah siswa dapat
memperoleh suatu keindahan yang sumbernya adalah bahasa atau
keindahan yang bersumber dari unsur bacaan, unsur irama, unsur intonasi,
kalimat seru, kalimat ajakan dan jenis-jenis kalimat lain secara tepat akan
berpengaruh terhadap keberhasilan ini.
Dalam sebuah jurnal nasional berjudul “Memacu Minat Membaca
Siswa Sekolah Dasar” (Kartika, 2004) dikatakan bahwa pokok masalah
dalam membaca indah ialah cara membaca yang menggambarkan
penghayatan keindahan dan keharuan yang terdapat pada bacaan. Dengan
membaca indah, siswa digugah rasa estetiknya, untuk terus diasah. Dalam
kurikulum 2004 membaca indah dikaitkan dengan apresiasi sastra. Di
Sekolah Dasar biasanya membaca indah bersuara, misalnya membaca
puisi. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam membaca indah
adalah sebagai berikut.
1) Diberi tugas membaca dalam hati suatu bacaan; untuk dapat
memahami isi bacaan dan siswa menghayati isi bacaan dan memiliki
persiapan pengungkapan diri pada waktu membaca bersuara.
2) Pertanyaan ringan diajukan untuk mengetahui atau menyeragamkan
pemahaman siswa terhadap bacaan yang disajikan.
3) Bersama siswa dibahas kesukaran bahasa yang ada agar tidak
mengganggu pemahaman.
4) Guru memberikan contoh membaca yang baik, siswa ditugaskan
menandai bacaan atau wacana yang perlu dibaca dengan suara lemah,
kuat, atau cepat dan lambat.
5) Siswa diberi kesempatan untuk membaca bacaan tersebut dengan
ekspresi yang tepat.
c. Tujuan Membaca
Tujuan utama membaca adalah untuk mencari serta memperoleh
informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Makna, arti (meaning)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
erat sekali berhubungan dengan maksud tujuan, atau intensif kita dalam
membaca. Berikut ini, beberapa tujuan membaca:
1) Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan
yang telah dilakukan oleh tokoh; apa-apa yang telah dibuat oleh tokoh;
apa yang telah terjadi pada tokoh khusus, atau untuk memecahkan
masalah-masalah yang dibuat oleh tokoh. Membaca seperti ini disebut
membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta
(reading for details or facts).
2) Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang
baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang
dipelajari atau yang dialami tokoh, dan merangkumkan hal-hal yang
dilakukan oleh tokoh untuk mencapai tujuannya. Membaca seperti ini
disebut membaca untuk memperoleh ide utama (reading for main
ideas).
3) Membaca untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada
setiap bagian cerita, apa yang terjadi mula-mula pertama, kedua, dan
ketiga/seterusnya. Setiap tahap dibuat untuk memecahkan suatu
masalah, adegan-adegan dan kejadian, kejadian buat dramatisasi. Ini
disebut membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi
cerita (reading for sequence or organization).
4) Membaca untuk menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh
merasakan seperti cara mereka itu, apa yang hendak diperlihatkan oleh
pengarang kepada para pembaca, mengapa para tokoh berubah,
kualitas-kualitas yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka
berhasil atau gagal. Ini disebut membaca untuk menyimpulkan,
membaca inferensi (reading for inference).
5) Membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak
biasa, tidak wajar mengenai seorang tokoh, apa yang lucu dalam cerita,
atau apakah cerita itu benar atau tidak benar. Ini disebut membaca
untuk mengelompokkan, membaca untuk mengklasifikasikan (reading
to classify).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
6) Membaca untuk menemukan apakah tokoh berhasil atau hidup dengan
ukuran-ukuran tertentu, apakah kita ingin berbuat seperti yang
diperbuat tokoh, atau bekerja seperti cara tokoh bekerja dalam cerita
ini. Ini disebut membaca menilai, membaca mengevaluasi (reading to
evaluate).
7) Membaca untuk menemukan bagaimaan caranya tokoh berubah,
bagaimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal,
bagaimana dua cerita mempunyai persamaan, dan bagaimana tokoh
menyerupai pembaca. Ini disebut membaca untuk memperbandingakan
atau mempertentangkan (reading to compare or contrast) Anderson
(dalam Tarigan, 1994: 9).
d. Tahapan Membaca
Sebagai suatu proses, membaca terdiri atas tahap-tahap yang saling
berkaitan. Tahap-tahap membaca itu adalah:
1) Mengidentifikasi pertanyaan tesis dan kalimat topik. Tesis merupakan
perumusan singkat yang mengandung tema dasar dari sebuah karangan
sedangkan kalimat topik merupakan kalimat yang mewakili isi dari
sebuah paragraf.
2) Mengidentifikasi kata-kata dan frasa-frasa kunci. Pengidentifikasian
ini bertujuan untuk memahami makna bacaan yang tersirat dari kata-
kata dan frasa-frasa tersebut.
3) Mencari kosakata baru, kosakata tersebut berfungsi untuk menambah
kekayaan kosakata pembaca.
4) Mengenali organisasi tulisan, yaitu bagan, grafik, dan gambar yang
berfungsi untuk mempermudah pemahaman, dan
5) Mengidentifikasi teknik pengembangan paragraf, yakni penyajian ide
oleh penulis apakah dalam bentuk deduktif, induktif, generalisasi, atau
analogi.
Proses membaca berlangsung dengan urutan sebagai berikut:
(1) minat baca lambang-lambang tertulis/naskah; (2) konsentrasi/
pemusatan perhatian; (3) pemahaman dan penjiwaan. Minat baca
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
merupakan syarat awal yang mesti dipenuhi sebelum berangkat membaca.
Minat baca inilah yang memotivasi seseorang melakukan kegiatan
membaca. Kemudian kegiatan membaca tentunya tidak terlepas dari
naskah, karena naskah merupakan sarana kegiatan ini. Selain itu,
tersedianya bahan bacaan yang menarik dapat pula
menumbuhkembangkan minat baca seseorang.
Selanjutnya pemusatan perhatian atau konsentrasi terhadap teks
yang dibacanya diperlukan agar pemahaman naskah bisa tercapai. Dengan
konsentrasi baca yang tinggi, ditambah dengan keaktifan berpikir dan
sikap kritis, pembaca akan mencapai pemahaman yang lebih baik.
Terakhir setelah melalui beberapa tahap tadi, terbentuklah pemahaman
terhadap bacaan (Andayani, 2009: 19).
e. Penilaian Keterampilan Membaca
Penilaian adalah suatu proses untuk mengatahui apakah proses dan
hasil dari suatu program kegiatan telah sesuai dengan tujuan atau kriteria
yang telah ditetapkan (Suwandi, 2009: 9). Teknik penilaian yang tepat
memerlukan data yang berkaitan dengan objek penelitian yang dilakukan.
Menurut Akbar (2013: 145) penilaian pembelajaran adalah proses
memberi nilai berdasarkan hasil pengukuran dengan kualitas nilai tertentu.
Penilaian berdasarkan hasil evaluasi, hasilnya disebut dengan sangat
tinggi, tinggi, rendah, dan sangat rendah atau dengan sebutan lain, seperti
baik sekali, baik, cukup, kurang, dan kurang sekali.
Dari pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
penilaian adalah proses memberi nilai berdasarkan hasil pengukuran
dengan kualitas nilai tertentu untuk mengatahui apakah proses dan hasil
dari suatu program kegiatan telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang
telah ditetapkan.
Istilah kriteria dalam penilaian sering juga dikenal dengan kata
“tolok ukur” atau “standar”. Dari nama-nama yang digunakan tersebut
dapat segera dipahami bahwa kriteria, tolok ukur, atau standar, adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
sesuatu yang digunakan sebagai patokan atau batas minimal untuk sesuatu
yang diukur (Suharsimi Arikunto dan Safruddin, 2010: 30).
Selanjutnya Suharsimi Arikunto dan Safruddin mengemukakan
bahwa permasalahan di dalam kriteria evaluasi program adalah aturan
tentang bagaimana menentukan peringkat-peringkat kondisi sesuatu atau
rentangan-rentangan nilai, agar data yang diperoleh dapat dipahami oleh
orang lain dan bermakna bagi pengambil keputusan dalam rangka
menentukan kebijakan lebih lanjut. Jika evaluator tidak berniat membuat
kriteria khusus, sebaiknya menggunakan kriteria yang sudah lazim
digunakan dan dikenal oleh umum, misalnya skala 1-10 atau skala 1-100.
Sudjana (1991: 62) menjelaskan bahwa salah satu keberhasilan
proses belajar mengajar dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
Dalam hal ini aspek yang dilihat antara lain adalah:
a. Perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku siswa setelah
menyelesaikan pengalaman belajarnya.
b. Kualitas dan kuantitas penguasaan tujuan instruksional oleh para
siswa.
c. Jumlah siswa yang dapat mencapai tujuan instruksional minimal 75
dari jumlah instruksional yang harus dicapai.
d. Hasil belajar tahan lama diingat dan dapat digunakan sebagai dasar
dalam mempelajari bahan berikutnya.
Untuk mengukur keberhasilan tujuan pembelajaran dapat dilihat
dari nilai (baik proses maupun hasil) yang dicapai oleh siswa. Oleh
karenanya, diperlukan penilaian yang sesuai dan dapat mengukur hal
tersebut.
1) Penilaian Proses Pembelajaran
Penilaian proses dapat dilihat dari sikap siswa ketika mengikuti
kegiatan pembelajaran. Sikap bermula dari perasaan suka atau tidak
suka yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon
sesuatu/objek. Sikap juga merupakan ekspresi dari nilai-nilai atau
pandangan atau tindakan yang diinginkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Suwandi (2009: 80-81) mengungkapkan bahwa secara umum
obyek/ sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran meliputi
beberapa hal, yakni sikap terhadap materi pelajaran (motivasi mengikuti
pelajaran, keseriusan, semangat); sikap terhadap guru/pengajar
(interaksi, respon); dan sikap terhadap proses pembelajaran (perhatian,
kerjasama, kosentrasi).
Berdasarkan hal tersebut maka pedoman penilaian proses yang
digunakan dalam pembelajaran membaca tembang dapat dilihat pada
Tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1. Penilaian Proses Pembelajaran
No. Nama
Siswa
Keaktifan
Siswa
selama
apersepsi
Minat
dan
motivasi
siswa saat
mengikuti
kegiatan
pembelaj
aran
Keaktifan
dan
perhatian
saat guru
menyamp
aikan
materi
Skor Nilai Ket
(Diadaptasi dari Suwandi, 2009:130)
a) Keaktifan siswa selama apersepsi
Skor 5: Jika siswa sepenuhnya atau sangat aktif selama apersepsi
(sangat aktif merespon penjelasan atau pertanyaan yang diberikan
guru saat apersepsi).
Skor 4 : Jika siswa aktif selama apersepsi (aktif merespon
penjelasan atau pertanyaan yang diberikan guru saat apersepsi).
Skor 3: Jika siswa cukup aktif selama apersepsi (cukup merespon,
penjelasan atau pertanyaan yang diberikan guru saat apersepsi).
Skor 2 : Jika siswa kurang aktif selama apersepsi (kurang merespon
penjelasan atau pertanyaan yang diberikan guru saat apersepsi).
Skor 1 : Jika siswa sangat kurang aktif selama apersepsi (sama
sekali tidak mau merespon penjelasan atau pertanyaan yang
diberikan guru saat apersepsi).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
b) Minat dan motivasi siswa saat mengikuti kegiatan pembelajaran
Skor 5 : Jika siswa tampak sangat antusias dan bersemangat dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran (tidak bosan, tidak mengantuk,
sangat bersemangat dalam mengerjakan tugas, berdiskusi dan
berkelompok).
Skor 4 : Jika siswa tampak antusias dan bersemangat dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran (tidak bosan, tidak mengantuk,
bersemangat dalam mengerjakan tugas, berdiskusi dan
berkelompok).
Skor 3 : Jika siswa cukup antusias dan bersemangat dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran (tidak bosan, tidak mengantuk,
cukup bersemangat dalam mengerjakan tugas, berdiskusi dan
berkelompok).
Skor 2 : Jika siswa kurang antusias dan bersemangat dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran (bosan, mengantuk, kurang
bersemangat dalam mengerjakan tugas, berdiskusi dan
berkelompok).
Skor 1 : Jika siswa tampak tidak bersemangat dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran (bosan, mengantuk, tidak bersemangat dalam
mengerjakan tugas, berdiskusi dan berkelompok).
c) Keaktifan dan perhatian siswa saat guru menyampaikan materi
Skor 5 : Jika siswa sangat aktif memperhatikan guru saat
menyampaikan materi dan aktif bertanya, menjawab, berkelompok,
berdiskusi, memberikan tanggapan, dan mengerjakan setiap tugas.
Skor 4 : Jika siswa aktif memperhatikan guru saat menyampaikan
materi dan aktif bertanya, menjawab, berkelompok, berdiskusi,
memberikan tanggapan, dan mengerjakan setiap tugas.
Skor 3 : Jika siswa cukup aktif memperhatikan guru saat
menyampaikan materi dan sesekali bertanya, menjawab,
berkelompok, serta memberikan tanggapan, dan mengerjakan setiap
tugas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Skor 2 : Jika siswa kurang memperhatikan serta kurang fokus saat
guru menyampaikan materi dan sama sekali tidak mau bertanya,
menjawab, berkelompok, berdiskusi, memberikan tanggapan.
Skor 1 : Jika siswa sama sekali tidak memperhatikan guru saat
menyampaikan materi (sibuk beraktivitas sendiri seperti berbicara
atau membuat gaduh).
d) Kolom penilaian sikap diisi dengan angka yang sesuai dengan
kriteria berikut:
1= sangat kurang
2= kurang
3= cukup
4= baik
5= sangat baik
e) Menghitung Nilai
f) Keterangan diisi dengan kriteria berikut.
(1) Nilai = 10-29 sangat kurang
(2) Nilai = 30-49 kurang
(3) Nilai = 50-69 cukup
(4) Nilai = 70-89 baik
(5) Nilai = 90-100 sangat baik
2) Penilaian Hasil Pembelajaran
Dalam pembelajaran bahasa, tes kinerja dikaitkan dengan
kompetensi berbahasa yang mencakup keempat kompetensi berbahasa,
yaitu menyimak dan membaca (aktif reseptif) serta berbicara dan
menulis (aktif produktif). (Nurgiyantoro, 2010: 142).
Selanjutnya Nurgiyantoro menjelaskan bahwa tes kinerja atau
tugas-tugas berunjuk kerja bahasa yang memakai saluran lisan misalnya
wawancara, menceritakan kembali wacana yang didengar atau dibaca,
Nilai=
× 100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
berbagai jenis membaca bersuara seperti membaca nyaring, membaca
indah, membaca puisi, cerpen, drama, berdeklamasi, dan lain-lain. Di
pihak lain, tes atau tugas-tugas kinerja tertulis antara menuliskan
kembali wacana yang didengar atau dibaca, menganalisis teks
kesastraan, menulis bermacam surat, membuat karya ilmiah, dan lain-
lain yang pada umumnya juga tumpang tindih dengan bentuk nontes.
Adapun kebaikan dari tes lisan menurut Arifin (2012: 149) antara
lain : (1) dapat mengetahui langsung kemampuan peserta didik dalam
mengemukakan pendapatnya secara lisan, (2) tidak perlu menyusun
soal-soal secara terurai, tetapi cukup mencatat pokok-pokok
permasalahannya saja, (3) kemungkinan peserta didik akan menerka-
nerka jawaban dan berspekulasi dapat dihindari. Kelemahannya adalah
(1) memakan waktu yang cukup banyak, apalagi jika jumlah peserta
didiknya banyak, (2) sering muncul unsur subjektivitas bilamana dalam
suasana ujian lisan itu hanya ada seorang guru dan seorang peserta
didik.
Dalam penelitian ini peneliti mengadaptasi format dan bobot
penilaian hasil pembelajaran membaca indah tembang macapat sebagai
berikut.
Tabel 2. Penilaian Hasil Pembelajaran
No. Nama
Siswa
Aspek yang Dinilai
Skor Nilai Notasi
(Titi Laras) Lafal Sikap Volume
(Diadaptasi dari Suwandi, 2009: 129)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Tabel 3. Pedoman Penskoran
No. Aspek yang dinilai Skor
1. Notasi (Titi Laras)
- Notasi tepat dan sesuai, dapat mengekspresikan
perasaan.
- Notasi tepat tetapi kurang sesuai mengekspresikan
perasaan.
- Notasi kurang tepat dan kurang sesuai dengan
ekspresi perasaan.
- Notasi sama sekali tidak tepat.
4
3
2
1
2. Pelafalan
- Pelafalan sangat jelas dan baik.
- Pelafalan cukup jelas dan cukup baik.
- Pelafalan sangat kurang jelas dan kurang baik.
- Pelafalan sama sekali tidak jelas dan tidak baik.
4
3
2
1
3. Sikap
- Sangat percaya diri dan sikap badan sangat baik.
- Cukup percaya diri dan sikap badan cukup baik.
- Kurang percaya diri dan sikap badan kurang baik.
- Tidak percaya diri dan sikap badan tidak baik.
4
3
2
1
4. Volume (Kenyaringan)
- Volume suara keras dan sangat nyaring.
- Volume suara cukup keras dan cukup nyaring.
- Volume suara kurang keras dan kurang nyaring.
- Volume suara tidak keras dan tidak nyaring.
4
3
2
1
Skor siswa = skor maksimum siswa X 100
16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
3. Hakikat Pembelajaran Tembang Macapat
a. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi
unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur
yang saling memengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik,
2003:57). Lebih lanjut Hamalik mengungkapkan bahwa material meliputi
buku-buku, papan tulis dan kapur, fotografi, slide dan film, audio dan
video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruangan kelas,
perlengkapan audio visual dan komputer. Prosedur meliputi jadwal dan
metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya.
Ada lima pengertian pengajaran dan pembelajaran menurut
Hamalik (2003: 58) yaitu: (1) pengajaran ialah upaya menyampaikan
pengetahuan kepada peserta didik/ siswa di sekolah; (2) pengajaran adalah
mewariskan kebudayaan kepada generasi muda melalui lembaga
pendidikan sekolah; (3) pembelajaran adalah upaya mengorganisasi
lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik;
(4) pembelajaran adalah upaya mempersiapkan peserta didik untuk
menjadi warga masyarakat yang baik; (5) pembelajaran adalah suatu
proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari.
Selanjutnya Suprijono (2009: 13) berpendapat bahwa pembelajaran
adalah proses, cara, perbuatan mempelajari. Perbedaan esensiil istilah ini
dengan pengajaran adalah pada tindak ajar. Pada pengajaran guru
mengajar, peserta didik belajar sedangkan pada pembelajaran, guru
mengajar diartikan sebagai upaya guru mengorganisir lingkungan
terjadinya pembelajaran. Guru mengajar dalam perspektif pembelajaran
adalah guru yang menyediakan fasilitas belajar bagi anak didiknya untuk
mempelajarinya. Jadi subjek pembelajaran adalah peserta didik.
Pembelajaran adalah dialog interaktif. Pembelajaran merupakan proses
organik dan konstruktif, bukan mekanis seperti halnya pengajaran.
Lebih lanjut Suprijono (2009: 11) menjelaskan tentang perbedaan
antara pengajaran dan pembelajaran. Menurutnya pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
merupakan terjemahan dari learning dan pengajaran terjemahan dari
teaching. Pengajaran adalah proses pembuatan, cara mengajarkan.
Perbuatan atau cara mengajarkan diterjemahkan sebagai kegiatan guru
mengajari peserta didik; guru menyampaikan pengetahuan kepada peserta
didik dan peserta didik sebagai pihak penerima. Pengajaran seperti ini
merupakan proses instruktif. Guru bertindak sebagai “panglima” , guru
dianggap paling dominan dan guru dipandang sebagai orang yang paling
mengetahui.
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil simpulan bahwa hakikat
pembelajaran adalah upaya secara sistematis yang dilakukan guru untuk
mewujudkan proses pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien yang
dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pembelajaran
merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling
memengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.
b. Pengertian Tembang Macapat
Kata tembang merupakan bahasa Jawa ngoko, dan bahasa
kramanya adalah sekar. Tembang atau sekar itu hasil atau manfaat dari
bahasa yang edi “baik” dan endah “indah”, berupa gabungan kata-kata
yang terikat oleh aturan-aturan tertentu yaitu lagu. Memang tembang
merupakan bentuk karangan yang didasari dengan lagu atau metrum.
Tembang atau kagunan seni “karya seni” ternyata banyak jenisnya, dan
tembang macapat termasuk salah satu dari bagiannya, yaitu: tembang
gedhe “sekar Ageng”, tembang tengahan, dan sekar alit (Sutardjo,
2011:8).
Adapun pengertian tembang diungkapkan oleh Padmosoekotjo
(1960: 25) kang diarani tembang yaiku reriptan utawa dhapukaning basa
mawa paugeran tartamtu (gumathok) kang pamacane (olehe ngucapake)
kudu dilagokake nganggo kagunan swara, yang memiliki arti
bahwasannya tembang adalah sebuah hasil karya bahasa yang memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
aturan tertentu di dalamnya dimana pembaca ketika membacakannya harus
dengan cara dilagukan menggunakan keindahan suara.
Selanjutnya Hastjarjo dan Sri Gunawan (1991: 1) berpendapat
bahwa tembang macapat atau lagu waosan, yaitu suatu lagu khusus untuk
membaca suatu serat yang biasanya dilagukan tanpa iringan. Seperti yang
telah dijelaskan, bahwa tembang macapat diapresiasi dengan cara bahasa
lisan yang indah, namun suara itu berdiri sendiri tanpa adanya iringan
musik.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
tembang merupakan puisi Jawa tradisional yang pada umumnya
dinyatakan dalam bentuk bahasa yang indah agar dapat menimbulkan
kenikmatan bagi yang mendengarkan lagunya dan si pembaca syair-
syairnya. Tembang macapat memiliki gaya penulisan dan gaya bahasa
yang cenderung tetap, seperti: (1) pemakaian kata-kata Kawi atau arkais
dan bentuk kata tertentu; (2) ketentuan jumlah gatra (guru-gatra);
ketentuan jumlah suku gatra (guru wilangan); ketentuan jatuhnya suara
pada tiap akhir gatra (guru-lagu=dhong-dhing); (3) persajakan,
purwakanthi; (4) susun balik, baliswara, dan (5) dayasastra jika ditulis
dengan huruf Jawa; (6) isyarat, sasmita nama tembang, (7) nama
pengarang yang disamarkan atau sandiasma, (8) waktu, titimangsa
penulisan gubahan tembang dimulai dan diselesaikan.
Berikut ini adalah tabel guru lagu, guru wilangan, dan guru gatra
dalam tembang macapat.
Tabel 4. Paugeran Tembang Macapat
No Nama Tembang Guru
Gatra Guru Wilangan Guru Lagu
1 Maskumambang 4 12,6,8,8 i,a,i,a
2 Pocung 4 12,6,8,12 u,a,i,a
3 Megatruh 5 12,8,8,8,8 u,i,u,i,o
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
4 Gambuh 5 7,10,12,8,8 u,u,i,u,o
5 Mijil 6 10,6,10,10,6,6 i,o,e,i,i,u
6 Kinanthi 6 8,8,8,8,8,8 u,i,a,i,a,i
7 Durma 7 12,7,6,7,8,5,7 a,i,a,a,i,a,i
8 Pangkur 7 8,11,8,7,12,8,8 a,i,u,a,u,a,i
9 Asmaradana 7 8,8,8,8,7,8,8 i,a,o,a,a,u,a
10 Sinom 9 8,8,8,8,7,8,7,8,12 a,i,a,i,i,u,a,i,a
11 Dhandhanggula 10 10,10,8,7,9,7,6,8,12,7 i,a,i,u,i,a,u,a,i,a
c. Pembelajaran Tembang Macapat
Sastra Jawa Tulis yang ada dalam masyarakat sekarang ini dapat
dibagi menjadi dua bagian; yaitu sastra tradisional dan sastra modern.
Kesastraan Jawa tradisional banyak tergubah dalam bentuk gancar atau
gancaran “prosa” dan basa pinathok “puisi, sajak”. Bentuk kesastraan
Jawa puisi diantaranya berbentuk puisi Jawa Kuna berupa saloka (cloka)
dan kakawin, Jawa Tengahan berupa tembang Tengahan yaitu kidung dan
kesastraan Jawa dengan menggunakan bahasa Jawa Baru/ modern berupa
tembang macapat, lagu dolanan anak-anak, geguritan. Dalam kesastraan
Jawa juga terdapat bentuk lirik prosa, misalnya dalam mantera-mantera,
janturan dalam sastra pedalangan. Sastra tulis tradisional sebagian besar
digubah dalam bentuk puisi atau metrum tembang (khususnya tembang
macapat), yang pada mulanya memang dimaksudkan untuk dinyanyikan
dan didengarkan (Ras dalam Sutardjo, 2011: 1).
Dalam pembelajaran apresiasi sastra, peserta didik secara kritis
dibimbing untuk membaca dan memahami, mengenali berbagai unsurnya
yang khas, menunjukkan kaitan di antara berbagai unsur, menunjukkan
keindahan, menunjukkan berbagai pengalaman dan pengetahuan yang
dapat diperoleh, dan lain-lain yang semuanya tercakup dalam wadah
apresiasi. Dengan demikian, kompetensi bersastra peserta didik akan lebih
bermakna daripada sekadar pengetahuan tentang sastra (Nurgiyantoro,
2010: 453).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Selanjutnya Nurgiyantoro menjelaskan ada berbagai model penilaian
yang dapat dipergunakan untuk mengukur seberapa banyak capaian
peserta didik belajar kompetensi bersastra. Dilihat dari sudut komponen
dan atau jenjang, penilaian yang dimaksud dapat memergunakan
penggolongan ranah Bloom yang membedakannya ke dalam ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan masing-masing aspek dapat
dirinci ke dalam berbagai jenjang. Penilaian juga dapat memergunakan
penggolongan sebagaimana dikemukakan Moody yang membedakannya
ke dalam empat kategori, yaitu informasi, konsep, perspektif, dan
apresiasi.
Menurut Iskandar (2002: 5), seorang pembaca yang membaca karya
sastra cenderung berperan sebagai peserta, karena dalam peran tersebut
pembaca mengidentifikasikan diri dengan kehidupan yang sedang
dituangkan dalam suatu karya sastra. Di sini dimaksudkan bahwa para
pembaca tembang macapat mampu menikmati dan mengapresiasi melalui
bahasa lisan yang menyesuaikan dengan aturan tembang macapat,
kemudian mampu menghayati dengan baik keindahan dari syair tembang
macapat tersebut.
Waluyo (2008: 6) menjelaskan bahwa tembang macapat merupakan
jenis puisi Jawa yang memiliki aturan-aturan dalam penciptaannya.
Aturan-aturan tersebut dalam hal: (1) bunyi pada akhir baris; (2) jumlah
baris pada tiap bait; (3) jumlah suku kata tiap baris; dan (4) watak yang
dimilikinya. Tembang macapat memiliki watak atau sifat yang berbeda-
beda pada tiap tembangnya. Selanjutnya Waluyo memaparkan watak pada
tembang macapat tersebut meliputi:
1) Mijil
Memiliki watak prihatin dan penuh cinta kasih. Tembang ini cocok
untuk pengungkapan perasaan cinta kasih serta memberi nasihat
dengan perasaan kasih sayang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
2) Maskumambang
Watak sedih, penyesalan, dan iba yang ditampilkan pada tembang
tersebut. Maskumambang biasanya menggambarkan suasana
penderitaan dan kekecewaan yang mendalam pada seseorang.
3) Sinom
Watak yang digambarkan adalah kelincahan gerak seseorang. Selain
itu, Sinom juga menggambarkan sifat gembira serta memikat. Hal
tersebut cocok dengan penggambaran pada saat seseorang masih
remaja yang pandai bergaul dan bersemangat.
4) Durma
Durma memiliki watak yang galak, tegas , dan berani. Tembang
tersebut menggambarkan manusia yang muda sehingga masih mudah
terpengaruh hal-hal yang kurang baik. Biasanya juga menceritakan
tentang seorang yang masih remaja dengan sifat yang mudah marah
dan senang bersaing.
5) Asmaradana
Seperti namanya yaitu asmara, tembang ini memiliki watak penuh
cinta, simpatik, dan gembira. Isi dari tembang tersebut biasanya
seseorang yang sedang mengungkapkan perasaan cintanya, dengan
sesuatu, lawan jenis, Tuhan, dan orang tua.
6) Kinanthi
Tembang ini memiliki watak gembira dan mengutarakan perasaan. Hal
tersebut sesuai dengan makna yang terkandung dalam tembang
Kinanthi yaitu menceritakan fase manusia ketika masuk masa hidup
berkeluarga. Dalam keluarga diharapkan dapat berjalan dengan rukun,
damai, serta penuh kasih sayang.
7) Dhandhanggula
Tembang ini bersifat luwes, dewasa, dan menyampaikan ilmu.
Manusia dalam tembang ini menjalani fase masa tua, sehingga mulai
menyelaraskan hidup serta pandai bergaul karena memiliki
pengalaman yang banyak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
8) Gambuh
Watak tembang ini adalah memberi nasihat, selalu memberikan
penjelasan, dan tanggung jawab. Pada fase ini manusia yang semakin
dewasa atau pribadinya semakin matang dan mampu memberikan
banyak nasihat.
9) Pangkur
Sifat dari tembang Pangkur adalah gagah, perwira, dan bersemangat.
Namun sifat perwira yang dimaksud adalah mampu melawan hawa
nafsu duniawi, selalu mendekatkan diri kepada Tuhan karena yang
dipikirkan hanyalah akhiratnya.
10) Megatruh
Watak atau sifat yang terkandung adalah nelangsa, sedih, dan kecewa.
Di sini manusia dalam fase megat ruh (pisahnya roh dari badan). Sedih
dan kecewa digambarkan karena akan berpisah dengan keluarga dan
penyesalan perbuatan yang tidak baik semasa hidup.
11) Pocung
Watak tembang Pocung adalah seenaknya, santai, nada mengritik dan
cocok untuk memberikan pelajaran yang ringan. Selain itu biasanya
juga untuk suatu lelucon seperti tebak-tebakan atau teka teki bagi
pendengarnya.
Terkait dengan pembelajaran apresiasi sastra, macapat dipelajari dari
kebiasaan membaca tembang dengan santai di rumah-rumah orang yang
mempunyai hajat, menggubah tembang-tembang baru dengan pola-pola
tembang yang telah mapan, berdiskusi secara santai kemudian menjadi
semacam tradisi masyarakat Jawa. Kepopuleran tradisi macapatan ini
misalnya dalam acara perkawinan, penolak bala, sarasehan-sarasehan,
acara tetap siaran radio RRI Surakarta, radio amatir, Kraton Kasunanan
Surakarta Hadiningrat, lomba macapat Jurusan Sastra Jawa FSSR UNS
dalam acara macapatan PURNAMA SASTRA dan SEMAR MANEGES
(Sebelas Maret Macapatan Eling Gesang Sejati) dan sebagainya (Sutardjo,
2011: 3).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Dari pemaparan tersebut maka sudah seharusnya pembelajaran
tembang macapat diajarkan kepada para generasi muda baik melalui
pendidikan formal yaitu sekolah maupun informal yang di luar lingkungan
sekolah. Salah satunya adalah melalui pelajaran Bahasa Jawa yang
memuat materi tembang macapat ini dapat membantu siswa untuk lebih
memahami bagaimana cara membaca indah tembang macapat dengan baik
dan benar. Perlu adanya metode dan media yang lebih kreatif dan inovatif
dalam penyajian materi tembang macapat ini. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan minat dan keterampilan membaca indah tembang macapat
siswa.
Kompetensi dasar dalam silabus mata pelajaran Bahasa Jawa terdapat
keterampilan membaca indah atau menyajikan secara lisan tembang
macapat. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran membaca indah
tembang macapat merupakan bagian dari pembelajaran sastra yang
diajarkan di sekolah. Di dalam kurikulum 2013 silabus kelas X semester
genap terdapat salah satu materi tentang pembelajaran membaca indah
tembang macapat Sinom.
d. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi
semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin
oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif
dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan
pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi
yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah
yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada
akhir tugas (Suprijono, 2009: 54).
Pengertian pembelajaran kooperatif juga disampaikan oleh Ghazali
(2002:123) bahwa pembelajaran kooperatif adalah sejenis cara belajar
berkelompok yang melibatkan empat sampai enam siswa. Di dalam
kelompok ini siswa bekerja bersama-sama di bawah pengawasan guru
untuk menyelesaikan persoalan pembelajaran. Di dalam diskusi tersebut,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
siswa dapat mengemukakan pendapatnya dan seorang siswa yang diangkat
sebagai pemimpin kelompok dapat berinisiatif untuk menyimpulkan hasil
diskusi. Guru harus menempatkan siswa sebagai insan yang secara alami
memiliki pengalaman, pengetahuan, keinginan dan pikiran yang dapat
dimanfaatkan untuk belajar, baik secara individual maupun secara
berkelompok. Strategi ini dapat membuat siswa mempunyai keyakinan
bahwa dirinya mampu. Jadi strategi ini dapat memanfaatkan potensi siswa
seluas-luasnya.
Adapun prinsip-prinsip strategi pembelajaran kooperatif menurut
Sanjaya (2008: 310) yaitu: (1) prinsip ketergantungan positif, yaitu
keberhasilan suatu penyelesaian tugas sangat tergantung kepada usaha
yang dilakukan setiap anggota kelompoknya; (2) tanggung jawab
perseorangan, yaitu setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung
jawab sesuai dengan tugasnya; (3) interaksi tatap muka, yaitu interaksi
yang akan memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap anggota
kelompok untuk bekerja sama, menghargai setiap perbedaan,
memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota dan mengisi kekurangan
masing-masing; (4) partisipasi dan komunikasi, yaitu pembelajaran yang
mampu melatih siswa untuk dapat mampu berpartisipasi aktif dan
berkomunikasi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa pembelajaran
kooperatif intinya adalah saling ketergantungan positif di antara peserta
didik, dapat dipertanggungjawabkan secara individu, adanya interaksi
tatap muka dan melatih keterampilan sosial seperti partisipasi dan
komunikasi. Selain itu strategi pembelajaran tersebut mempunyai standar:
(1) berlatih mendengarkan secara aktif; (2) saling kerjasama satu dengan
yang lain; (3) adanya partisipasi dari setiap anggota kelompok; (4) tugas-
tugas dapat dikerjakan dengan baik.
Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar dalam
kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang
membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
kurang tepat. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan
benar akan memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif. Metode
pembelajaran kooperatif akan dapat menumbuhkan pembelajaran efektif
yaitu pembelajaran yang bercirikan: (1) memudahkan siswa belajar
sesuatu yang bermanfaat seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan
bagaimana hidup serasi dengan sesama; (2) pengetahuan, nilai, dan
keterampilan diakui oleh mereka yang berkompetensi menilai (Suprijono,
2009: 58).
Proses pembelajaran dalam pembelajaran kooperatif dimulai
dengan guru menginformasikan tujuan-tujuan dari pembelajaran dan
memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti dengan penyajian
informasi, sering dalam bentuk teks bukan verbal. Kemudian dilanjutkan
langkah-langkah di mana siswa di bawah bimbingan guru bekerja sama
untuk menyelesaikan tugas-tugas yang saling bergantung. Fase terakhir
dari pembelajaran kooperatif meliputi penyajian produk akhir kelompok
atau mengetes apa yang telah dipelajari siswa dan pengenalan kelompok
dan usaha-usaha individu (Isjoni, 2009: 121).
Adapun peran guru dalam pelaksanaan cooperative learning adalah
sebagai fasilitator, mediator, director-motivator, dan evaluator. Sebagai
fasilitator seorang guru harus memiliki sikap-sikap sebagai berikut:
(1) mampu menciptakan suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan,
(2) membantu dan mendorong siswa untuk mengungkapkan dan
menjelaskan keinginan dan pembicaraannya baik secara individual
maupun kelompok, (3) membantu kegiatan-kegiatan dan menyediakan
sumber atau peralatan serta membantu kelancaran belajar mereka,
(4) membina siswa agar setiap orang merupakan sumber yang bermanfaat
bagi yang lainnya, (5) menjelaskan tujuan kegiatan pada kelompok dan
mengatur penyebaran dalam bertukar pendapat (Isjoni, 2007: 62).
Metode pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai
hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman,
dan pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
model pembelajaran kooperatif menuntut kerja sama dan interdependensi
peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward-
nya. Struktur tugas berhubungan dengan bagaimana tugas diorganisir.
Struktur tujuan dan reward mengacu pada derajat kerja sama atau
kompetisi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan maupun reward.
Dalam pembelajaran kooperatif, dapat diterapkan berbagai metode
dalam mengajar. Salah satunya adalah metode diskusi dan metode
apresiasi. Metode diskusi adalah suatu cara penyajian bahan pembelajaran
dimana pendidik memberi kesempatan kepada para peserta didik
(kelompok-kelompok peserta didik) untuk mengadakan perbincangan
ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat simpulan, atau menyusun
berbagai alternatif pemecahan atas suatu masalah.
Adapun metode apresiasi merupakan kegiatan yang tidak dapat
dipisahkan dengan proses penciptaan sebuah karya. Artinya peserta didik
menyampaikan pesan yang berupa karya seni kepada orang lain.
Sedangkan orang lain diharapkan dapat memberi umpan balik kepada
pencipta yang berupa masukan yang dapat meningkatkan hasil karyanya
selanjutnya.
e. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Menurut Johnson (dalam Anita Lie, 2003: 17) pembelajaran kooperatif
mempunyai ciri-ciri: (1) ada ketergantungan positif antaranggota
kelompok; (2) ada pertanggungjawaban secara individu; (3) heterogenitas
anggota kelompok; (4) berbagi kepemimpinan; (5) berbagi
tanggungjawab; (6) menekankan pada tugas dan kebersamaan;
(7) membentuk keterampilan sosial; (8) guru mengamati interaksi belajar
peserta didik; (9) efektivitas belajar tergantung pada kelompok.
Sementara menurut Ibrahim (2000: 14) ciri-ciri pembelajaran
kooperatif adalah (1) siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif
untuk menuntaskan materi belajarnya, (2) kelompok dibentuk dari siswa
yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, (3) bilamana
mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, keaktifan siswa, jenis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
kelamin yang berbeda, (4) penghargaan lebih berorientasi kelompok
daripada individu.
Lebih lanjut Riyanto (2009: 270) mengutarakan bahwa ciri-ciri
pembelajaran kooperatif yaitu (1) kelompok dibentuk dengan siswa
kemampuan tinggi, sedang, rendah; (2) siswa dalam kelompok sehidup
semati; (3) siswa melihat semua anggota mempunyai tujuan yang sama;
(4) membagi tugas dan tanggungjawab sama; (5) akan dievaluasi untuk
semua; (6) berbagi kepemimpinan dan keterampilan untuk bekerja
bersama; (7) diminta mempertanggungjawabkan individual materi yang
ditangani.
Beberapa ciri dari cooperative learning juga diungkapkan oleh Isjoni
(2007: 20) yaitu: (1) setiap anggota memiliki peran, (2) terjadi hubungan
interaksi langsung di antara siswa, (3) setiap anggota kelompok
bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya,
(4) guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan
interpersonal kelompok, (5) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat
diperlukan.
Berdasarkan uraian di atas, maka simpulan dari ciri-ciri pembelajaran
kooperatif adalah sebuah kelompok yang saling ketergantungan dan
memiliki tanggungjawab atau tugas individu maupun kelompok dalam
berkompetisi, dengan kemampuan yang heterogen mereka berinteraksi dan
memiliki kesempatan yang sama dalam mencapai kejayaan dan
keberhasilan mereka ditentukan oleh seluruh anggota kelompoknya.
f. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif
Sheperdson (dalam Ghazali, 2002: 12) menyebutkan beberapa
kelebihan pembelajaran kooperatif sebagai berikut: (1) guru harus selalu
mengupayakan adanya interaksi antarsiswa yang berada dalam kelompok.
Strategi ini tidak membenarkan guru membiarkan seorang siswa terlalu
mendominasi jalannya diskusi. Guru mempunyai kewajiban untuk
mengendalikan jalannya kegiatan belajar, (2) guru harus dapat
menciptakan kondisi yang mampu memberikan kesempatan yang merata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
kepada masing-masing anggota kelompok untuk memberikan pendapat,
menyampaikan ringkasan, mempertahankan pendapat, ataupun
memberikan jalan keluar jika diskusi mengalami kemacetan, (3) guru
harus menciptakan interpedensi positif di kalangan anggota kelompok.
Artinya masing-masing anggota kelompok harus diupayakan terlibat
dalam kegiatan belajar itu. Dengan cara memberikan giliran yang telah
diatur sebelumnya. Guru dapat membuat siswa memaksa dirinya ikut
berperan dalam kelompoknya, (4) guru perlu menjelaskan kepada
kelompok bahwa masing-masing anggota harus membiasakan diri
mendengarkan dengan baik pendapat orang lain dan harus belajar
menerima pendapat orang lain jika pendapat orang lain itu jauh lebih baik
dari pendapatnya. Oleh karena itu siswa yang pandai dapat membantu
teman lain untuk menyumbangkan pikirannya, (5) kemampuan masing-
masing anggota kelompok diperhitungkan secara adil. Di dalam
pembelajaran kooperatif ini, tidak ada peserta kelompok yang
diperbolehkan berpendapat sesukanya. Masing-masing anggota akan
menyampaikan pendapatnya secara bergiliran. Untuk itu tugas sebagai
pemimpin kelompok, perumus hasil diskusi atau sebagai penyampai hasil
diskusi diatur oleh guru, (6) strategi pembelajaran ini menekankan pada
pencapaian tujuan bersama. Strategi ini mengajarkan kepada siswa untuk
saling memberi informasi, saling mengajarkan jika ada anggota kelompok
yang belum mampu dan saling menghargai pendapat anggotanya. Proses
pencapaian kesepakatan kelompok ini dipraktikkan, ditumbuhkan dan
dipantau selama diskusi kelompok berlangsung, (7) anggota kelompok
belajar dengan strategi ini tidak terlalu besar yakni dari empat sampai
enam orang sehingga anggotanya dapat saling bertukar pikiran. Selain itu
guru juga mudah mengawasi proses belajar yang menekankan pada
kerjasama antar anggota kelompok ini. Dengan kelompok kecil, siswa
dengan hambatan mental, pemalu atau kurang berinisiatif, dapat meminta
bantuan kepada anggota kelompok lainnya atau secara kebetulan akan
terdorong aktif dalam proses belajar kelompok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Selain hal di atas, kelebihan pembelajaran kooperatif lainnya adalah:
(1) peserta didik lebih memperoleh kesempatan dalam hal meningkatkan
hubungan kerjasama antar teman, (2) peserta didik lebih memperoleh
kesempatan untuk mengembangkan aktivitas kreativitas kemandirian,
sikap kritis dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain, (3) guru
tidak perlu mengajarkan seluruh pengetahuan kepada peserta didik, cukup
konsep-konsep pokok karena dengan belajar secara kooperatif peserta
didik dapat melengkapi sendiri.
Namun demikian terdapat juga sisi kelemahannya yaitu bahwa
pembelajaran kooperatif: (1) memerlukan alokasi waktu yang relatif lama,
terutama jika belum terbiasa, (2) memerlukan persiapan yang lebih
terprogram dan sistematik, (3) jika peserta didik belum terbiasa dan
menguasai pembelajaran kooperatif, pencapaian hasil belajar tidak akan
maksimal.
g. Metode Kooperatif Tipe Talking Stick
Talking Stick (tongkat berbicara) adalah metode yang pada mulanya
digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang
berbicara atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan
antar suku). Talking Stick (tongkat berbicara) telah digunakan selama
berabad-abad oleh suku-suku Indian sebagai alat menyimak secara adil
dan tidak memihak. Tongkat berbicara sering digunakan kalangan dewan
untuk memutuskan siapa yang mempunyai hak berbicara. Pada saat
pimpinan rapat mulai berdiskusi dan membahas masalah, ia harus
memegang tongkat. Tongkat akan pindah ke orang lain apabila ia ingin
berbicara atau menanggapinya. Dengan cara ini tongkat berbicara akan
berpindah dari satu orang ke orang lain jika orang tersebut ingin
mengemukakan pendapatnya. Apabila semua mendapatkan giliran
berbicara, tongkat itu lalu dikembalikan lagi ke ketua/ pimpinan rapat.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa talking stick dipakai
sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara (berbicara) yang diberikan
secara bergiliran/ bergantian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Dalam sebuah jurnal internasional dikemukakan bahwa “The talking
stick was a method used by native Americans, to let everyone speak
their mind during a council meeting, a type of tribal meeting.
According to the indigenous American’s tradition, the stick was
imbued with spiritual qualities, that called up the spirit of their
ancestors to guide them in making good decisions. The stick ensured
that all members, who wished to speak, had their ideas heard. All
members of the circle were valued equally”.
Strategi pembelajaran talking stick termasuk salah satu metode
pembelajaran kooperatif yang dilakukan dengan bantuan tongkat. Siapa
yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah
peserta didik mempelajari materi pokoknya. Pembelajaran talking stick ini
sangat cocok diterapkan bagi peserta didik SD, SMP, dan SMA/SMK.
Selain untuk melatih berbicara, pembelajaran ini akan menciptakan
suasana yang menyenangkan dan membuat peserta didik aktif.
Pembelajaran dengan metode kooperatif talking stick mampu
mendorong peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat. Metode
ini diawali dengan penjelasan guru mengenai materi pokok yang akan
dipelajari. Kemudian dengan bantuan stick (tongkat) yang bergulir, peserta
didik dituntun untuk merefleksikan atau mengulang kembali materi yang
sudah dipelajari dengan cara menjawab pertanyaan dari guru. Siapa yang
memegang tongkat, dialah yang wajib menjawab pertanyaan (Suprijono,
2009: 109).
Adapun dalam teorinya, Slavin (2005: 260) memaparkan sinyal
kebisingan-nol adalah sebuah sinyal yang diberikan kepada para siswa
untuk berhenti bicara, untuk membuat mereka memberi perhatian penuh
kepada guru, dan untuk membuat tangan dan tubuh mereka diam. Para
guru memilih sinyal yang berbeda untuk siswa-siswa mereka. Beberapa
variasi dari sinyal kebisingan-nol adalah sebagai berikut:
a. Menggunakan sebuah alat pengukur waktu, dan hitung berapa lama
waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke kebisingan nol. Jumlah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
waktu tersebut (dalam detik) dijumlahkan setiap minggunya dan akan
mengurangi waktu bergembira di kelas.
b. Buatlah sinyal yang berbeda, satu sekadar untuk menurunkan tingkat
kebisingan (misalnya, mengangkat tangan, telapak tangan posisi
horizontal), yang kedua untuk menurunkan tingkat kebisingan dan
mendapatkan perhatian para siswa untuk memberikan pengumuman
yang ingin diberikan (mengangkat tangan dan telapak tangan posisi
vertical).
c. Gunakan alat pengukur waktu secara acak untuk menurunkan tingkat
kebisingan. Katakan kepada para siswa bahwa tim pertama yang bisa
mencapai tingkat kebisingan nol saat pengukur waktunya mati akan
menerima lima poin rekognisi, tim kedua akan menerima tiga poin dan
tim yang ketiga akan menerima satu poin. Pon-poin yang dikumpulkan
boleh diwujudkan dengan penghargaan kelas.
Beberapa variasi sinyal kebisingan-nol dari Slavin ini mampu
diterapkan di dalam pembelajaran kooperatif talking stick yang bertujuan
untuk mengendalikan kelas ketika siswa mulai gaduh yang membuat
kondisi kelas menjadi ramai. Dengan menggunakan teori dari Slavin ini
diharapkan mampu mengembalikan perhatian dan fokus siswa pada materi
pembelajaran yang disampaikan oleh guru.
4. Hakikat Media Audio Visual
a. Pengertian Media Pembelajaran
Menurut Anitah (2009: 5) mengatakan bahwa media pembelajaran
adalah setiap orang, bahan, alat atau peristiwa yang dapat menciptakan
kondisi yang memungkinkan pembelajar menerima pengetahuan,
keterampilan dan sikap.
Selain itu menurut Arsyad (2013: 3) media apabila dipahami secara
garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi
yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau
sikap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Gagne dan Briggs (dalam Arsyad, 2013: 4) secara implisit mengatakan
bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan
untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari antara lain
buku, tape recorder, kaset, video kamera, video recorder, film, slide
(gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi dan komputer. Dengan
kata lain, media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang
mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat
merangsang siswa untuk belajar. Di lain pihak, National Education
Association memberikan definisi media sebagai bentuk-bentuk komunikasi
baik tercetak maupun audio-visual dan peralatannya; dengan demikian,
media dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, atau dibaca.
Media pembelajaran dapat didefinisikan sebagai alat bantu berupa fisik
maupun nonfisik yang digunakan sebagai perantara guru dan siswa dalam
memahami materi pembelajaran agar lebih mudah diterima siswa secara
utuh dan menarik siswa untuk belajar lebih lanjut. Media dapat dikatakan
sebagai alat bantu yang digunakan oleh guru dengan desain yang
disesuaikan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Berdasarkan pengertian beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa media adalah suatu alat, materi atau bahan yang digunakan sebagai
perantara untuk menciptakan kondisi siswa dalam menerima materi,
pengetahuan, pembelajaran, keterampilan dan sikap mereka. Perantara
inilah yang mampu membantu guru dalam menyampaikan segala materi
dengan lebih mudah, kreatif dan inovatif. Media adalah komponen sumber
belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di
lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar
b. Pengelompokan Media
Pengelompokan berbagai jenis media apabila dilihat dari segi
perkembangan teknologi oleh Seels dan Glasgow dalam Arsyad (2013: 35-
37) dibedakan menjadi pilihan media tradisional dan pilihan media
teknologi mutakhir. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1) Pilihan Media Tradisional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
a) Visual diam yang diproyeksikan, meliputi media proyeksi opaque
(tak tembus pandang), proyeksi overhead, slides, filmstrips.
b) Visual yang tak diproyeksikan, meliputi gambar, poster, foto,
charts, grafik, diagram, pameran, papan info, papan bulu.
c) Audio, meliputi rekaman piringan, pita kaset, reel, catridge.
d) Penyajian Multimedia, meliputi slides plus suara (tape), multi
image.
e) Visual dinamis yang diproyeksikan, meliputi film, televisi, video.
f) Cetak, meliputi buku teks, modul, majalah ilmiah, lembaran lepas
(hand-out).
g) Permainan, meliputi teka-teki, simulasi, permainan papan.
h) Realia, meliputi model, spesimen (contoh), manipulatif (peta,
boneka).
2) Pilihan Media Teknologi Mutakhir
a) Media berbasis telekomunikasi, meliputi telekonferen, kuliah jarak
jauh.
b) Media berbasis mikroprosesor, meliputi Computer assisted
instruction, Permainan komputer, Sistem tutor intelijen,
hypermedia, interaktif, compact video disc.
Mengingat banyaknya media dalam pembelajaran, maka dirasakan
sangat perlu untuk melakukan pengelompokkan terhadap berbagai media
pendidikan yang ada tersebut. Pengelompokkan ini dimaksudkan agar
memudahkan kita memahami prinsip penggunaan, perawatan dan
pemilihan media dalam proses pembelajaran.
Menurut Sanjaya (2007: 172) media pembelajaran dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi tergantung dari sudut mana
melihatnya, diantaranya sebagai berikut:
1) Dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi ke dalam:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
a) Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja atau
media yang hanya memiliki unsur suara, seperti radio dan rekaman
suara.
b) Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak
mengandung unsur suara. Jenis media yang tergolong ke dalam
media visual adalah film slide, foto, transparansi, lukisan, gambar
dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis dan
lain sebagainya.
c) Media Audio Visual, yaitu jenis media yang selain mengandung
unsur suara juga mengandung unsur gambar yang bisa dilihat,
misalnya rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara dan lain
sebagainya. Kemampuan media ini dianggap lebih baik dan lebih
menarik, sebab mengandung kedua unsur jenis media yang pertama
dan kedua.
2) Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat pula dibagi ke
dalam:
a) Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak, seperti
radio dan televisi. Melalui media ini siswa dapat mempelajari hal-
hal atau kejadian-kejadian yang aktual secara serentak tanpa harus
menggunakan ruangan khusus.
b) Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan
waktu, seperti film slide, film, video dan lain sebagainya.
3) Dilihat dari cara atau teknik pemakaiannya, media dapat dibagi ke
dalam:
a) Media yang diproyeksikan, seperti film, slide, film strip,
transparansi dan lain sebagainya. Jenis media yang demikian
memerlukan alat proyeksi khusus seperti film projector untuk
memproyeksikan film, slide projector untuk memproyeksikan film
slide, operhead projector (OHP) untuk memproyeksikan
transparansi. Tanpa dukungan alat proyeksi semacam ini, maka
media semacam ini tidak akan berfungsi apa-apa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
b) Media yang tidak diproyeksikan, seperti gambar, foto, lukisan,
radio dan lain sebagainya.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa terdapat empat pengelompokan media yaitu:
1) Media Visual yaitu media yang dapat dilihat.
2) Media Audio yaitu media yang dapat didengar.
3) Media Audio Visual yaitu media yang dapat didengar dan dilihat.
4) Media Gerak yaitu media yang mengandung unsur gerak.
c. Media Audio Visual
Mengenai pengertian media audio visual, Sanjaya (2007: 170)
menjelaskan bahwa media audio visual yaitu media yang dapat dilihat
sekaligus dapat didengar, misalnya: film bersuara, video, televisi, sound
slide. Media audio visual yang menggunakan komputer memiliki dua
perangkat yaitu perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat kerasnya
adalah LCD dan perangkat lunaknya adalah materi dalam bentuk video.
Media audio visual memiliki fungsi dan memiliki kesanggupan untuk
(1) menembus ruang dan waktu, (2) menerjemahkan pesan menjadi satuan
esensial, (3) memberikan pengalaman sosial dan emosional,
(4) memberikan motivasi, (5) memberikan pemahaman.
Selanjutnya Anitah (2009: 48) memberikan pembahasan bahwa
melalui media audio visual ini, seseorang tidak hanya dapat melihat atau
mengamati sesuatu melainkan sekaligus dapat mendengar sesuatu yang
divisualisasikan.
Dalam pembuatan media audio visual, Arsyad (2013: 91) “salah satu
pekerjaan penting yang diperlukan dalam media audio visual adalah
penulisan naskah dan storyboard yang memerlukan persiapan yang
banyak, rancangan dan penelitian”. Media audio visual merupakan media
perantara atau penggunaan materi dan penyerapannya melalui pandangan
dan pendengaran sehingga membangun kondisi yang dapat membuat siswa
mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Sekitar pertengahan abad ke-20 usaha pemanfaatan alat visual mulai
dilengkapi dengan peralatan audio. Dari hal ini maka lahirlah peralatan
audio visual pembelajaran. Usaha-usaha untuk membuat pelajaran abstrak
menjadi lebih konkret terus dilakukan. Dalam usaha itu, Edgar Gale
membuat klasifikasi 11 tingkat pengalaman belajar dari yang paling
konkret sampai yang paling abstrak. Klasifikasi tersebut kemudian dikenal
dengan nama “Kerucut Pengalaman” (Cone Experience) dari Edgar Dale.
Abstrak
Verbal
Symbol
Visual
Radio
Film
Verbal
TV
Wisata
Demonstrasi
Partisipasi
Observasi
Pengalaman Langsung Konkret
Gambar 1. Kerucut Pengalaman Edgar Dale
Aqib (2013: 50) menyatakan bahwa pada akhir tahun 1950, teori
komunikasi mulai memengaruhi penggunaan alat audio visual. Begitupun
dalam dunia pendidikan. Alat audio visual bukan hanya dipandang sebagai
alat bantu guru saja, melainkan juga berfungsi sebagai penyalur pesan
belajar. Pada tahun 1960-an, para ahli mulai memerhatikan siswa sebagai
komponen utama dalam kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengertian media audio visual adalah media pembelajaran yang mencakup
aspek audio, visual dan gerak dalam bentuk video untuk menciptakan
kondisi siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Media audio visual bukan sebagai alat bantu guru saja melainkan juga
berfungsi sebagai penyalur pesan belajar.
d. Keunggulan Media Audio Visual
Keunggulan penggunaan media audio visual menurut Arsyad
(2013: 141-142) adalah (a) dapat mengakomodasi siswa yang lamban
dalam menerima pelajaran, (b) dapat merangsang siswa untuk
mengerjakan latihan, melakukan kegiatan laboratorium atau stimulasi dan
(c) kendali berada di tangan siswa sehingga tingkat belajar siswa dapat
disesuaikan dengan tingkat kecepatan belajar siswa dapat disesuaikan
dengan tingkat penguasaannya.
Kaitannya dalam pembelajaran Bahasa Jawa dengan pokok
bahasan membaca indah tembang macapat Sinom ini memiliki beberapa
keuntungan antara lain: (a) siswa lebih mudah memahami materi notasi
atau titi laras tembang macapat Sinom sebab siswa tidak hanya
mendengarkan penjelasan tetapi bisa melihat contoh secara langsung,
(b) dengan menggunakan media audio visual siswa lebih bisa berpikir luas
tentang tembang macapat Sinom, (c) dengan menggunakan media audio
visual maka tugas dan peran guru dapat berubah, yang awal mulanya
sebagai motor utama, sekarang menjadi fasilitator dan pendamping dalam
kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarenakan siswa lebih banyak
mendapatkan penejelasan dari media sedangkan guru hanya memberikan
penjelasan tambahan.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
keunggulan media audio visual yaitu: (a) membantu siswa yang lamban
dalam pembelajaran, (b) merangsang dan memotivasi siswa, (c) siswa
menjadi lebih aktif, kritis dan kreatif dalam pembelajaran, (d) tingkat
belajar siswa dapat disesuaikan dengan tingkat penguasaannya.
Dari pemaparan tersebut dapat diketahui bahwa media audio visual
memiliki banyak kelebihan atau keunggulannya daripada kekurangan atau
kelemahannya. Baik ditinjau dari sisi guru ataupun siswa, penggunaan
media audio visual dalam pembelajaran Bahasa Jawa khususnya materi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
tembang macapat akan sangat memudahkan guru dalam menyampaikan
materi begitu pula akan memudahkan siswa untuk memahami materi.
Penelitian ini juga didasarkan pada dua penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti diantaranya sebagai berikut:
Penelitian pertama adalah penelitian dengan judul “Pengembangan
Media Audio Visual Untuk Menunjang Pembelajaran Membaca Indah
Tembang Dolanan Pada Siswa Kelas II SD”. Penelitian ini diteliti oleh Siti
Fatmawati Utami, mahasiswi program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Jawa, Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni,
Universitas Negeri Semarang tahun 2013. Penelitian ini mengkaji tentang
membaca indah tembang dolanan dengan penggunaan media audio visual
pada siswa kelas II SD. Dalam penelitian ini diketahui bahwa guru
menginginkan media yang menarik untuk pembelajaran membaca indah
tembang dolanan. Peneliti menggunakan media audio visual berupa VCD
yang berisi media player 3 tembang dolanan disertai gambar dan lirik
sesuai isi lagu. Peneliti mencoba mengembangkan media VCD tembang
dolanan dengan tampilan gambar yang menarik dan penuh warna sesuai
dengan karakter anak yang diharapkan bisa menjadikan siswa tertarik dan
senang mengikuti pelajaran. Peneliti juga menyampaikan bahwa perlu
adanya penyempurnaan dan pengembangan lagi agar bisa menghasilkan
produk baru yang lebih menarik dan menyenangkan untuk menunjang
pembelajaran membaca indah tembang dolanan.
Penelitian yang kedua adalah penelitian dengan judul
“Pengembangan Media Pembelajaran Tembang Macapat Mijil
Menggunakan Aplikasi Macromedia Flashprofessional 8 Untuk Siswa
Kelas V Sekolah Dasar”. Penelitian ini diteliti oleh Kukuh Dwi Ismanto,
mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa Jawa, Jurusan Pendidikan
Bahasa Daerah, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta
tahun 2012. Penelitian ini mengkaji tentang pembelajaran tembang
macapat Mijil dengan penggunaan media aplikasi macromedia
flashprofessional 8 untuk siswa kelas V Sekolah Dasar. Penelitian ini juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
menggunakan media pembelajaran berupa CD (Compact Disc) seperti
pada penelitian yang pertama. Hal yang membedakannya adalah berkaitan
dengan aplikasi yang digunakan. Apabila pada penelitian yang pertama
VCD pembelajaran disajikan dalam bentuk media player 3 maka pada
penelitian kedua ini disajikan dengan aplikasi macromedia
flashprofessional 8. Peneliti mengembangkan media aplikasi macromedia
flashprofessional 8 ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa
terhadap materi tembang Mijil.
Dari pemaparan kedua penelitian tersebut dapat disimpulkan
bahwa masing-masing penelitian memiliki kelebihan dan kekurangannya
sendiri. Adapun kelebihan pada penelitian yang pertama adalah peneliti
mampu mengembangkan media berupa VCD yang berisi media player 3
tembang dolanan disertai gambar dan lirik sesuai isi lagu dengan sangat
baik, kreatif dan inovatif. Kekurangan pada penelitian pertama adalah
peneliti tidak menggunakan model atau metode pembelajaran dalam
penelitiannya tersebut. Demikian pula pada penelitian kedua juga memiliki
kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan pada penelitian kedua
adalah peneliti mampu menggunakan dan menyajikan media
pembelajaran dengan aplikasi macromedia flashprofessional 8 dengan baik
dan mampu menarik perhatian siswa. Adapun kekurangan pada penelitian
ini adalah sama seperti penelitian pertama yang tidak menggunakan model
atau metode pembelajaran dalam penelitiannya. Selain penggunaan media,
penerapan model atau metode juga sangat penting dalam meningkatkan
kualitas pembelajaran.
Kedua penelitian tersebut sama-sama mengkaji tentang materi
tembang dan media pembelajaran berupa VCD sedangkan perbedaan dari
kedua penelitian tersebut terletak pada jenis tembang dan aplikasi media
pembelajarannya. Jika pada penelitian pertema mengkaji tentang tembang
dolanan melalui media pembelajaran VCD dengan aplikasi media player 3
maka pada penelitian kedua mengkaji tentang tembang macapat Mijil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
melalui media pembelajaran VCD dengan aplikasi macromedia
flashprofessional 8.
Dari pemaparan di atas maka dapat dalam penelitian yang berjudul
“Peningkatan Minat dan Keterampilan Membaca Indah Tembang Macapat
Melalui Metode Kooperatif Tipe Talking Stick dengan Media Audio
Visual Pada Siswa Kelas X.10 SMA Negeri Kebakkramat Karanganyar”
ini peneliti akan melakukan penelitian yang belum dilakukan sebelumnya.
Penelitian ini mengkaji tentang tembang macapat Sinom melalui metode
pembelajaran kooperatif tipe talking stick dengan media audio visual,
dimana variabel-variabel tersebut belum terdapat pada kedua penelitian di
atas dan merupakan karya orisinil dari peneliti.
B. Kerangka Berpikir
Rendahnya antusiasme siswa dalam pembelajaran Bahasa Jawa
menyebabkan siswa menjadi pasif dan terlihat tidak bersemangat mengikuti
pembelajaran bahasa Jawa. Permasalahan lainnya yaitu guru belum
memaksimalkan pembelajaran bahasa Jawa dan belum mengemas pembelajaran
menjadi pembelajaran yang dapat menarik antusiasme siswa, disamping itu guru
juga belum memaksimalkan penggunaan metode dan media pembelajaran untuk
menunjang efektifitas pembelajaran membaca indah tembang macapat.
Membaca indah tembang macapat merupakan suatu hal yang menakutkan
bagi sebagian besar siswa karena selain tembang macapat dianggap sulit,
terkadang pembelajarannya belum dapat membangkitkan antusiasme siswa dan
membosankan. Tembang macapat merupakan salah satu warisan kebudayaan dan
mempunyai sejarah serta nilai yang berharga. Agar pemahaman mengenai
tembang macapat terutama cara membaca indah tembang macapat ini tidak hilang
dimakan kemajuan jaman, maka pembelajarannya harus dikemas menjadi lebih
menarik.
Salah satu cara mengemas pembelajaran membaca indah tembang
macapat menjadi lebih aktif dan menarik adalah melalui menerapkan metode
pembelajaran kooperatif tipe talking stick dengan media audio visual. Tujuan dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe talking stick dengan media audio
visual adalah untuk mengaktifkan siswa dalam kerjasama dengan kelompok dan
tanggung jawab pada setiap anggota kelompok serta mampu meningkatkan minat
dan keterampilan membaca indah tembang macapat. Dalam pelaksanaan
pembelajaran kooperatif tipe talking stick dengan media audio visual akan
membantu guru untuk menarik perhatian siswa dan mempermudah proses
pembelajaran sehingga lebih mudah dipahami dan oleh siswa serta mampu
meningkatkan minat dan keterampilan membaca indah tembang macapat siswa.
Langkah pembelajaran bahasa Jawa melalui metode kooperatif tipe talking
stick dengan media audio visual yaitu:
1. Guru menyampaikan tujuan dan isi materi yaitu membaca indah tembang
macapat dengan menggunakan media audio visual.
2. Guru memberikan contoh menembangkan tembang Sinom pada siswa yang
dilanjutkan dengan penyajian video yang telah dipersiapkan.
3. Siswa berpikir secara individu untuk memahami notasi/ titi laras tembang
macapat dan menentukan guru lagu, guru gatra, serta guru wilangan dari
tembang Sinom.
4. Guru mengatur kelas untuk membentuk kelompok secara heterogen kemudian
mengambil tongkat untuk digulirkan di dalam kelompok.
5. Siswa yang pada saat itu mendapat giliran mendapatkan tongkat, maka wajib
mengutarakan jawaban dari pertanyaan yang diberikan oleh guru. Selain
mengajukan pertanyaan, guru juga dapat memerintahkan siswa untuk
membaca indah tembang macapat Sinom.
6. Guru memberikan konfirmasi atas jawaban yang diutarakan oleh siswa dan
mengapresiasi penampilan siswa setelah membaca indah tembang macapat
Sinom.
7. Siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran yang telah dipelajari dan
mengevaluasi cara membaca indah tembang macapat siswa.
Pada kondisi awal sebelum dilakukan tindakan terlihat bahwa: (1) minat
dan antusias siswa masih rendah dan terlihat kurang aktif dalam pembelajaran,
(2) keterampilan membaca indah tembang macapat siswa masih sangat rendah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
belum sesuai dengan aturan yang benar dan (3) guru masih menggunakan metode
konvensional dalam mengajar dan belum menerapkan metode atau media
pembelajaran yang tepat. Setelah dilaksanakan tindakan melalui metode
pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick dengan media audio visual maka
diharapkan terjadi perubahan yaitu: (1) minat dan antusias siswa dapat meningkat
dan siswa lebih aktif dalam pembelajaran, (2) keterampilan membaca indah
tembang macapat siswa meningkat dan sesuai dengan aturan yang benar dan
(3) guru sudah tidak menggunakan metode konvensional dalam mengajar dan
mampu menerapkan metode atau media pembelajaran yang tepat sehingga mampu
meningkatkan kualitas pembelajaran tembang macapat.
Berdasarkan pemikiran di atas, dapat digambarkan kerangka berpikir
sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Kondisi awal sebelum tindakan
Gambar 2. Kerangka Berpikir
Metode pembelajaran
membaca indah
tembang macapat
kurang efektif
Rendahnya minat siswa
terhadap pembelajaran
membaca indah
tembang macapat
Rendahnya
keterampilan membaca
indah tembang macapat
siswa
Tindakan penelitian pembelajaran
membaca indah tembang macapat melalui
metode kooperatif tipe talking stick
dengan media audio visual
Kondisi akhir setelah tindakan
Efektifnya metode dan
media pembelajaran
membaca indah
tembang macapat
Meningkatnya minat
siswa terhadap
pembelajaran membaca
indah tembang macapat
Meningkatnya
keterampilan membaca
indah tembang macapat
siswa
Kualitas proses dan hasil
minat serta keterampilan
membaca indah tembang
macapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan
di atas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut:
Melalui Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick dengan
Media Audio Visual Dapat Meningkatkan Minat dan Keterampilan Membaca
Indah Tembang Macapat pada Siswa Kelas X.10 SMA Negeri Kebakkramat
Karanganyar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user