Bab I Humas Eksternal
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of Bab I Humas Eksternal
Bab IHumas Eksternal dan MediaPublic relations yang sukses memiliki peran yang penting
dalam sebauh perusahaan. Public relations memiliki tugas untuk
menciptakan atau mempertahankan citra positif dihadapan publik
perusahaan. Dalam menciptakan ataupun mempertahankan citra
positif perusahaan dapat dilakukan dengan menanamkan
kepercayaan kepada para stakeholders, yaitu publik internal
maupun eksternalnya. Bila dilihat, peranan public relations
dapat dibedakan menjadi 2 (dua); yakni peranan manajerial yang
dikenal dengan peranan tingkat messo (manajemen). Peran ini
dapat diuraikan menjadi 3 peran, yakni expert pereciber
communication, problem solving process facilitator dan communication
facilitator. Peranan kedua adalah manajerial teknis.
Bagianpenerangan
Bagian PDM Bagianpemberitaan
Biro Humas dan Pemberitaan
Pemberitaan tentang DPR RI dan hubungan dengan media:mencari informasi mengenai hal-hal yang terjadi di DPR RI
Seminggu dua kali mengadakan forum legislasi kerjasamadalam press room setiap hari senin dan kamis
Setahun dua kali mengadakan press gatering silaturahmi dengan wartawan
Memberikan informasi kepada wartawan dan masyarakat lewat website www.dpr.go.id
Memberi informasi dengan jadwal rutin dan id card
Public Relations yang sukses akan sangat tergantung pada
komunikasi yang efekif dengan berbagai audiens atau publik.
Metode komunikasi yang paling penting adalah melalui hubungan
media dan penghubung (liaison), itu sebabnya public relations sering
dikaitkan perannya dalam hubungan dengan media. Seperti
umumnya pada PR. Hubungan media merupakan kegiatan proaktif
dan reakif. Jika suatu perusahaan atau organisasi terbilang
besar atau memiliki prospek yang cerah maka media akan
senantiasa tertarik dan meliput kemauan dan aktivitas yang
dilakukan organisasi tersebut. Pilihannya terletak pada apakah
bekerjasama dengan jurnalis atau menunggu kedatangan bola.
Keuntungan bekerjasama dengan media adalah cerita yang
dipublikasikan oleh mereka senantiasa akurat dan simpatik.
Hubungan media yang efektif merupakan salah satu cara
yang dipakai oleh perusahaan dalam mengkomunikasikan kegiatan
yang dilakukannnya. Media komunikasi tersebut saat ini
bervariasi mulai dari yang media cetak hingga yang menggunakan
fasilitas satelit seperti internet. Hubungan media senantiasa
harus dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
program PR. Efekivitas hanya akan dicapai jika PR menyampaikan
Pemberitaan tentang DPR RI dan hubungan dengan media:mencari informasi mengenai hal-hal yang terjadi di DPR RI
Seminggu dua kali mengadakan forum legislasi kerjasamadalam press room setiap hari senin dan kamis
Setahun dua kali mengadakan press gatering silaturahmi dengan wartawan
Memberikan informasi kepada wartawan dan masyarakat lewat website www.dpr.go.id
Memberi informasi dengan jadwal rutin dan id card
pesan tersebut dengan media yang tepat dan pada audien yang
tepat.
a. Humas eksternal dan komunikasi
eksternalDi sini yang dimaksud dengan humas eksternal adalah
segenap kegiatan humas yang diarahkan pada khalayak di luar
perusahaan, (masyarakat, agen, konsumen, pemerintah, media dan
sebagainya), bukan kalangan dalam perusahaan/organisasi yang
bersangkutan atau humas internal, yakni segenap kegiatan humas
yang secara khusus diarahkan pada pihak-pihak dalam lingkungan
organisasi/perusahaan (pegawai/anggota, pimpinan, pemilik
saham, dan sebagainya).
Tabel1. Pembagian kegiatan humas
Humas eksternal Humas internalKegiatan humas yang secara
khusus diarahkan pada pihak-
pihak di luar lingkungan
organisasi atau perusahaan
- Masyarakat- Agen- Konsumen- Pemerintah- Dsb
Kegitan humas yang secara
khusus diarahkan pada pihak-
pihak dalam lingkungan
organisasi atau perusahaan:
- Pegawai- Anggota- Pemilik saham- Pemimpin- Dsb
Pada sarasehan para konglomerat di Bali yang mencetuskan
Deklarasi Jimbaran di tahun 1994, ada hal yang perlu dicermati
oleh para praktisi PR di Indonesia. Ketika itu juru bicara
para konglomerat, Sofyan Wanandi mengeluhkan betapa rekan-
rekannya sering kali dipojokkan media massa
(Republika,20/8/95) dan bahkan ia sendiri pernah dibuat “tidak
happy” oleh pemberitaan di sebuah media ibukota (Media Minggu,
3/9/95). Menanggapi keluhan tersebut, tiga pemimpin redaksi
media ibukota, Karni Ilyas (Forum Keadilan), Herry Komar
(Gatra), dan Ninok Laksono (Kompas), menyarankan agar
konglomerat meningkatkan fungsi dan peran bagian hubungan
masyarakat atau PR-nya guna mengatasi masalah
ketidakselarasan’ hubungan tersebut (Republika, 30/9/95).
Tanggapan ketiga pimpinan redaksi media ibu kota tersebut
menurut Rumanti OSF di sebut dengan komunikasi eksternal atau
komunikasi dengan publik luar dari kegiatan humas eksternal,
di mana kegiatan tersebut lebih banyak dilakukan oleh PR.
Pimpinan organisasi baru tampil pada hal-hal yang tidak bisa
diwakilkan kepada orang lain yang menyangkut kebijakan
organisasi. Komunikasi eksternal dilakukan menurut kelompok
sasaran relasi yang harus dibangun, harus dibina secara terus
menerus, yaitu:
1. Hubungan dengan lingkungan
2. Hubungan dengan instansi pemerintah
3. Hubungan dengan pers
Jadi komunikasi eksternal terdiri dari dua jalur secara
timbal balik, yaitu komunikasi dari organisai ke publik
dan publik ke organisasi. Komunikasi dari publik umumnya
bersifat informatif, yang dibuat sedemikian rupa sehingga
publik merasa ada keterlibatan. Setidak-tidaknya terjadi
hubungan batin ( Rumanti OSF, 2004: 97-98)
Humas dan mitranya media massa atau pers, idak adpat
dipisahkan satu sama lainnya. Keduanya saling
membutuhkan, membentuk sinergi yang positif. Humas
menjadi sumber berita bagi media, sedang media menjadi
sarana publisitas bagi humas perusahaan agar lebih
dikenal oleh publik atau masyarakat. Kedau belah pihak,
humas dan media harus saling memiliki kepercayaan
bahwasanya humas bukan “bulan-bulanan” media dan media
tidak boleh diperalat oleh humas, sehingga memuat
pemberitaan yang mencerminkan kebohongan kepada publik.
Fungsi Humas Departemen Keuangan RI
Di departemen keuangan, humas dibagi menjadi tiga bagian.
Salah satunya yaitu humas yang hanya melayani kegiatatan
eksternal. Fungsi humas di dalam Departemen Keuangan ini
adalah sebagai penyedia informasi bagi bagi lembaga-lembaga di
luar pemerintahan. Sedangakan yang menangani kegiatan internal
adalah hubungan kelembagan yang berhubungan dengan pemerintah.
Tugas utama Humas Departemen Keuangan ini adalah memberikan
informasi baru kepada publik atau masyarakat. Humas juga
bertugas untuk memastikan kerjasama aktif dalam program
pemerintah, misalnya; voting, curbside recycling, dan juga
kepatuhan kepada program aturan-kewajiban menggunakan sabuk
pengaman, dan aturan dilarang merokok. Mendorong warga
mendukung kebijakan dan program yang ditetapkan; sensus,
program pengawasan keamanan lingkungan, kampanye penyadaran
akan kesehatan personal, bantuan untuk upaya pertolongan
bencana. Lalu humas juga melayani sebagai advokat publik untuk
administator pemerintah; menyamaikan opini publik kepada
pembuat keputusan, mengelola isu publik di dalam prganisasi
serta meningkatkan aksesibilitas publik ke pejabat
administrasi.
Pengakuan betapa pentingnya peran media bagi sebuah
instansi dituturkan oleh Bapak Indra K. Harwanto, S.Hut, MA
selaku Humas Taman Nasional Ujung Kulon. Taman Nasional Ujung
Kulon terdapat di kabupaten Pandeglang, merupakan asset
naasional dan telah ditetapkan sebagai Situs Warisan Alam
Dunia oleh Unesco pada tahun 1991. Taman Nasional Ujung Kulon
merupakan perwakilan ekosistem hutan hujan tropis dataran
rendah yang tersisa dan terluas di Jawa Barat, serta merupakan
habitat yang ideal bagi kelangsungan hidup satwa langka Badak
Jawa (Rhinoceros Sondaicus) dan satwa langka lainnya.
Terdapat tiga tipe ekosistem di taman nasional ini yaitu
ekosistem perairan laut. Ekosistem rawa. Dan ekosistem daraan.
Selain itu, aman Nasional Ujung Kulon merupakan obyek wisata
alam yang menarik, dengan keindahan berbagai bentuk gejala dan
keunikan alam berupa sungai-sungai dengan jeramnya, air
terjun, pantai pasir putih, sumber air panas, taman laut dan
peninggalan budaya/sejarah (Arca Ganesha, di Gunung Raksa
Pulau Panaitan). Kesemuanya merupakan pesona alam yang sangat
menarik untuk dikunjungi dan sulit ditemukan di tempat lain.
Kehumasan di Balai Taman Nasional Ujung Kulon sudah ada
sejak tahun 2003, tetapi kehumasan itu masih digabung.
Dikarenakan, semakin pentingnya peranan humas dalam suatu
organisasi aka bagian kehumasan di Taman Nasional Ujung Kulon
mulai dipisah pada tahun 2012, sehingga terbentuklah Divisi
Usaha Kerjasama dan Humas.
Bapak Indra K. Harwano, S. Hut, MA mengatakan bahwa humas
tidak hanya banyak bekerja, sedikit berbicara tetapi humas
harus banyak bekerja namun banyak bicara pula, karena humas
harus bisa menyampaikan informasi-informasi yang nantinya akan
diterima oleh publik. Memberikan informasi yang dibutuhkan
dalam bidang yang ingin dikeahui oleh publik agar masyarakat
yang tadinya belum tahu menjadi tahu.
Sesuai peran yang disampaikannya, maka menurut Bapak
indra, bagi praktisi public relations, atau pejabat hubungan
masyarakat, media relations merupakan sebuah keharusan, dan
humas memiliki peranan penting dalam menjalin hubungan dengan
media. Humas Taman Nasional Ujung Kulon bekerjasama dengan
berbagai media untuk membantu proses pemublikasian kegiatan
yang dilakukan oleh instansinya tersebut. Selain bertujuan
untuk menyebarluaskan informasi event, hal itu dilakukan untuk
menginformasikan dan mensosialisasikan langkah-langkah yang
akan dilakukan TNUK. Misalnya, informasi tentang pemberdayaan
masyarakat, konservasi Badak Jawa dan lain sebagainya. Jika
ada informasi dari lapangan atau event yang akan dilakukan
oleh TNUK, humas TNUK menggali informasi dari ketua pelaksana
kegiatan untuk membuat press release yang nantinya akan
diinformasikan ke berbagai media.
b. MediaMedia merupakan bentuk jamak dari medium. Dalam ilmu
komunikasi media diartikan sebagai:
a. Saluran;
b. Sarana penghubung;
c. Alat-alat komunikasi.
Media yang dimaksud dalam hal ini adalah media massa baik
elektronik maupun cetak. Salah satu keunggulan media ini
adalah jangkauannya yang luas. Peran media massa diantaranya,
dalam propaganda adalah sangat efektif. Dalam komunikasi,
PR eksternal:medi
a relatio
ns
tidak happy dg
pemberitaan
ketidakselaran dengan
media
publisitas
dipojokkan media
publik
faktor media menduduki peran yang sangat penting dalam proses
penyebaran pesan. Bahkan bisa dikatakan, suatu pesan bisa
efektif atau tidak, tersebar luas atau tidak sangat bergantung
ketepatan dalam memilih media tersebut. Kesalahan memilih
media tentu akan mengakibatkan pesan yang disampaikan kurang
mengena. Untuk itu, menggunaan banyak media bisa mengurangi
kekurangan tersebut (Nurudin, 2002: 35)
Efektifitas media dalam perannya
Peran media massa dalam propaganda bisa dikatakan sangat
efektif. Sampai-sampai Napoleon Bonaparte harus mengurangi
surat kabar dari 13 buah menjadi 4 buah saja dengan melarang
pers mengkritik kebijakan pemerintah. Bahkan napoleon
mengekang kebebasan dan melakukan sensor media. Di samping
itu, dengan tangan besi ia memenjarakan wartawan serta
membunuh kurang lebih 70 wartawan dengan hukuman penggal
kepala di bawah gullotine. Ini tak lain karena media massa sangat
berpengaruh dalam propaganda.
Jerman di bawah Hitler pun melakukan hal yang serupa. Contohny
adalah propaganda yang dilakukan oleh koran Derstemmer. Salah
satunya adalah penerbitan pada Mei 1934. Dalam koran tersebut
ditunjukkan darah orang-orang Jerman yang tidak bersalah
mengalir ke dalam piring orang-orag Yahudi. Kartun itu
ditunjukkan Nazi bahwa orang-orang Yahudi menghabiskan sumber
hidup orang Jerman. Sebagaimana kita ketahui pula, kebencian
Nazi pada Yahudi sangat tinggi. Ini terbukti dengan pembunuhan
yang dilakukan Nazi pada bangsa Yahudi lebih dari 6 juta orang
(Nurudin, 2002: 35-36)
Tujuan penggunaan media dalam kegiatan PR mempunyai
beberapa tujuan:
a. Membantu mempromosikan dan meningkatkan pemasaran suatu
produk dan jasa;
b. Menjalin komunikasi berkesinambungan;
c. Meningkatkan kepercayaan publik;
d. Meningkatkan citra baik perusahaan/organisasi
Untuk mendukung tujuan tersebut, dalam hal ini dikenal
berbagai macam media yang dapat digunakan dalam kegiatan PR.
Secara garis besar media tersebut dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
a. Media cetak, termasuk di dalamnya adalah house jurnal, surat
kabar, majalah, dan sebagainya.
b. Broadcasting media, termasuk di dalamnya adalah radio,
televisi
c. Special event (kegiatan-kegiatan khusus)
d. Media luar ruang, termasuk di dalamnya spanduk, papan
reklame, poster, dan lain-lain
Beberapa pertanyaan berikut menjadi dasra pertimbangan
pemilihan media yang perlu diperhatikan; (1) media apa yang
(sering) digunakan orang?, (2) media apa ang dipercayai orang,
(3) media mana (tertentu) untuk apa (digunakan)? (Nimmo, 1993)
c. Keterkaitan Humas Dengan Media
Massa
Public relations dan media massa tidak dapat dipisahkan
satu sama lain. Setiap lembaga yang menginginkan publisitas
dan citra positif idak dapat meremehkan media massa dalam
menjangkau dan mempengarui khalayaknya, karena pesan yang
disampaikan media adalah elemen fundamental dalam pekerjaan
kehumasan. Dalam perkembangannya, PR menggunakan teknologi
melalui media massa, baik cetak maupun elektronik sehingga
pesan dapat tersampikan dengan tepat.
Tugas dan fungsi humas adalah sebagai instrumen yang
berfungsi menyampaikan keunggulan sebuah produk maupun jasa
yang ditawarkan perusahaan kepada masyarakat, yang diharapkan
bisa membentuk citra positif kepada pihak ketiga (target
sasaran). Satu-satunya cara agar tujuan perusahaan tersebut
dapat terealisasikan adalah melakukan kerja sama dan terus
menjalin hubungan dengan pihak media. Hubungan media dan pers
disini sebagai alat, pendukung atau media kerjasama untuk
kepentingan proses publikasi dan publisitas sebagai kegiatan
program kerja atau untuk kelancaran aktivitas komunikasi humas
dengan pihak publik.
Terlepas dari persoalan yang berkembang antara
konglomerat dan pers, usulan ketiga pemimpin redaksi ibukota
untuk meningkatkan peran humas tersebut, di satu sisi
menunjukan adanya kesadaran dan pengakuan akan pentingnya
lembaga humas bagi suatu perusahaan di era globalisasi ini,
namun di sisi lain meninggalkan pertanyaan besar akan
kesanggupan para praktisi humas di Indonesia untuk menjawab
tantangan tersebut.
Salah satu kendala tersebut adalah pemahaman yang kurang
benar terhadap konsep humas. Salah satu penyebabnya adalah
sebagian besar warga masyarakat, termasuk komunitas bisnis,
masih cenderung menginterpretasikan dan mempraktekkan humas
sebatas apa yang ‘dilihat dan didengarnya’ dan bukan
berdasarkan apa yang ‘dipelajari, di dalami, dan ditekuninya’.
Akibat kekeliruan pemahaman tersebut maka bila kita
membicarakan profesi humas, kebanyakan orang masih akan
mengasosiasikannnya dengan pembuat press relese, brosur, juru foto
atau bahkan sekedar semacam guest relations (Kompas, 31/1/88 dalam
Anggoro, 2002: 131).
Disamping itu, ada kesan melecehkan bahwa praktisi humas
tidak perlu bekerja keras, yang penting bisa sedikit bahasa
Inggris, cantik, seksi, ramah, luwes bergaul, dan bereslah
semua persyaratan untuk menekuni profesi tersebut (Cakram,
Juni 1995, hal 9). Kesalahkaprahan persepsi terhadap profesi
ini kemudian semakin ‘melembaga’ dengan kenyataan bahwa para
praktisi humas dalam kiprahnya memang lebih banyak menangani
kegiatan atau penugasan yang lebih bersifat public relation-like
activities atau public relations technician, dan praktisi humas sendiri
ternyata cenderung berperan tidak lebih dari sekedar technical
services provider atau – meminjam istilah Prof. Widjojo Nitisastro
– sebagai ‘tukang’ yang hanya sekedar melaksanakan pembuatan
produk-produk komunikasi berdasarkan perintah, keputusan atau
kebijakan yang dibuat oleh pihak lain.
Media relations atau yang awalnya lebih populer dengan
istilah pers relations merujuk pada relasi suatu organisasi
dengan media cetak sehingga cenderung memiliki cakupan arti
yang lebih terbatas. Dari limitasi ini kemudian berkembang
menjadi media relations yang mencakup berbagai jenis dan
karakteristik media. Dari yang bersifat cetak, elektronik,
bahkan interaktif-maya (cyber) dengan kejadiran PR on-line via
internet.
Menjalin dan menjaga hubungan dengan media merupakan cara
yang efektif untuk membangun, menjaga, dan meningkatkan citra
atau reputasi organisasi di mata stakeholder. Media relations
sangat penting artinya sebagai wujud komunikasi dan mediasi
antara suatu lembaga dengan publiknya. Di sisi lain, fungsi
media relations yang berjalan baik sangat bermanfaat bagi
aktivitas lembaga karena pihak media memberi perhatian pada
isu-isu yang diperjuangkan.
Pentingnya media relations bagi sebuah organisasi tidak
terlepas dari “kekuatan” media massa yang tidak hanya mampu
meyampaikan pesan kepada khalayak, namun lebih dari itu, media
sebagaimana konsep dasar yang diusungnya memiliki fungsi
mendidik, mempengaruhi, mengawasi, menginformasikan,
menghibur, memobilisasi, dan sebagainya. Dari sinilah media
memiliki fungsi strategis untuk memberi pengertian,
membangkitkan kesadaran, mengubah sikap, pendapat, dan
perilaku sebagaimana tujuan yang hendak disasar lembaga.
Hubungan Hotel Nuansa Bali Anyer dengan Media
Bapak Widodo sebagai Humas Hotel Nuansa Bali Anyer menuturkan
bahwa peran media dalam perkembangan hotel sangat penting.
Media digunakan dalam mempublikasikan hotel pada masyarakat.
Pihak hotel Nuansa Bali Anyer menggunakan media dalam
mempromosikan program-program promosi yang sedang dilakukan
hotel. Media yang digunakan misalnya surat kabar atau radio
setempat maupun luar daerah.
Kegiatan yang melibatkan media dalam mempromosikan hotel
misalnya, media (Radar Banten) meliput acara futsal antar
sekolah tingkat desa di Anyer yang diselenggarakan di Hotel
Nuansa bali Anyer pada bulan Februari 2013. Selain itu, dalam
rangka merayakan tahun baru 2013 lalu pihak hotel
menyelenggarakan berbagai acara misalnya pesta kembang api.
Dalam mepromosikan program-program promosi tahun baru, humas
Hotel Nuansa Bali Anyer menggunakan Radio Banten FM sebagai
sarana publikasi.
Selain untuk mempublikasikan program-program promosi hotel,
Humas Hotel Nuansa Bali Anyer juga menggunakan media dalam
mempublikasikan kepada masyarakat fasilitas-fasilitas yang ada
di Hotel, sehingga akan menarik masyarakat untuk menginap di
Hotel Nuansa Bali Anyer. Peran media terhadap perusahaan sangat penting, karena
tanpa media, kegiatan hotel seperti launching produk baru dan
lainnya tidak akan sampai pada publik. Dalam pemberitaan
hotel, bukan hanya hotel yang membutuhkan media dalam rangka
sarana publikasi, namun media juga membutuhkan berita dari
hotel sebagai bahan pemberitaan media. Oleh karenanya,
diantara keduanya diperlukan hubungan baik.
Selain dampak positif, terkadang timbul pula dampak
negatif dalam hubungan media dengan perusahaan, seperti
pemberitaan negatif ataupun kesalahan penulisan dalam
pemberitaan. Untuk mencegah dampak negatif tersebut, Humas
Hotel Nuansa Bali Anyer berusaha menjaga hubungan baik yang
harmonis dengan media, selalu melakukan upaya adanya
keterbukaan pelayanan dengan konsep melayani sebaik-baiknya
bagi rekan media yang sewaktu-waktu membutuhkan informasi dari
perusahaannya. Tentu saja, sikap terus terang juga ramah yang
dilakukan tetap dalam kadar konsekuen dan profesional,
sehingga diantara kedua belah pihak akan timbul adanya saling
menghormati dan menghargai.
Perusahaan dan media layaknya seperti rekan kerja, harus
dimulai dari permulaan yang baik, saling mengenal, dan
berkembang ke hubungan yang baik dan akrab untuk kemudian
saling melengkapi. Wartawan biasanya datang pada waktu yang
tidak menentu. Namun, pihak humas tetap harus menerima
kedatangan wartawan kapan pun mereka datang. Pihak humas
selalu berusaha meluangkan waktu untuk bertemu dengan
wartawan, dengan memberikan informasi yang sebenar-benarnya.
Pihak humas Hotel Nuansa Bali Anyer, dalam setiap
kesempatan, selalu menjaga profesionalitas kerja. Setiap
wartawan yang datang wajib menunjukkan identitas pers untuk
menghindari kejadian-keadian yang tidak diinginkan, seperti
penipuan dan pemerasan. Meskipun, kedua hal tersebut diakui
humas Hotel Nuansa Bali Anyer belum pernah terjadi.
Salah satu media yang digunakan Humas Hotel Nuansa Bali
Anyer dalam rangka memberikan kemudahan dan kecepatan
pelayanan informasi kepada media adalah dengan menggunakan e-
mail. Dengan e-mail, Misalnya wartawan Radar Banten akan
sangat cepat dan mudah mengirimkan siaran persnya yang telah
atau akan dimuat, demikian juga jika pihak hotel memiliki
informasi yang perlu disampaikan ke media. Dengan e-mail,
komunikasi daat berjalan dengan baik, mudah, dan cepat. E-mail
juga digunakan untuk saling menanyakan kabar serta kegiatan
masing-masing yang sedang dilakukan. Dengan internet, bahkan
pihak hotel dapat menggunakannya untuk melakukan sesi
wawancara tanpa harus bertatap muka secara langsung, misalnya
dengan menggunakan fasilitas yahoo messenger.
Humas Hotel Nuansa Bali Anyer mengatakan untuk saat ini,
dalam melakukan hubungan baik dengan rekan pers terbilang
mudah. Dalam setiap acara, mampu mengundang rekan media daerah
setempat dengan tidak menggunakan prosedur yang formal.
Kemudahan ini sebagai salah satu dampak positif dari menjalin
hubungan dekat dengan pers. Sedangkan untuk masalah kekeliruan
akibat penulisan dari hasil kerja laporan rekan pers, sejauh
ini belum ditemukan pada Hotel Nuansa Bali Anyer.
Strategi Media Relations Hotel Nuansa Bali Anyer
1. Adanya keterbukaan
2. Melayani dengan sebaik-baiknya
3. Terus terang, ramah, konsekuen, profesional
4. Siap dan siaga jika di minta informasi kapan pun dan
dimana pun
5. Selalu menerima dan meluangkan waktu untuk melayani
wartawan
6. Memberikan informasi yang sebenar-benarnya
7. Memeriksa dan memastikan identitas wartawan
1. Publisitas dan publikasi positif
2. Tidak ada pemeberitaan negatif atau kesalahan
penulisan
3. Adanya konfirmasi berita
4. Bisa mengundang wartawan dengan mudah dan informal
5. Tidak ada unsur penipuan dan pemerasan
Efektifitas pengaruh media terhadap perusahaan berbeda
antara satu perusahaan dan perusahaan lainnya. Ada yang
efektif dalam mempengaruhi penjualan atau strategi marketing,
dan ada efeketif dalam mempengaruhi penekan terhadap situasi
tertentu atau berpengaruh pada fungsi dan strategi manajemen,
yaitu situasi untuk menyebarluaskan informasi kepada
masyarakat luas. Bagi PT Karakatau Steel sebagai perusahaan
BUMN baja terbesar di Indonesia yang berdiri sejak tahun 1970,
dan pada 10 November 2010, ditengah kondisi pasar yang masih
bergejolak, PT Krakatau Steel (Persero) berhasil menjadi
perusahaan terbuka dengan melaksanakan penawaran umum perdana
(IPO) serta mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia. Pada
tahun 2011, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Membukukan
pendapatan bersih sebesar Rp. 17,9 triliun dan laba bersih Rp.
1,02 triliun. Pada tahun 2011, perseroan dan bdan anak
perusahaan dengan aset senilai Rp. 21,5 triliun memiliki 8.023
karyawan, dalam segi penjualan, media tidak terlalu signifikan
memberikan pengaruh terhadap KS, karena produk yang dijual di
KS berbeda dengan produk perusahaan lainnya, jadi penggunaan
media di KS tidak termasuk kepada strategi markeing tetapi
lebih masuk kepada strategi manajemen untuk menciptakan citra
yang baik bagi perusahaan. Dalam penjualan produknya, KS
melakukan system by order dan ada yang melalui distributor.
Jadi, distributor-distributor itu adalah kepanjangan tangan
dari KS atau mempunyai link tersendiri dengan perusahaan yang
tidak memerlukan media sebagai perantara antara keduanya dan
seberapa pengaruhnya tidak semata-mata karena pemberitaan di
koran. Tetapi, media sangat efektif disaat perusahaan
dihadapkan di dalam situasi untuk menyampaikan informasi
kepada masyarakat luas terkait dengan perusahaan KS karena
media massa tersebut dapat diterima oleh komunikan, baik
sebagai pembaca, audiens, maupun pemirsanya yang jumlahnya
relatif lebih banyak, dan tersebar diberbagai tempat serta
luas jangkauannya. Cukup efektif untuk mempengaruhi masyarakat
serta ampuh dalam penyebaran pesan dan informasi.
Pemberitaannnya melalui berbagai media massa mampu
menghasilkan publisitas tinggi dalam waktu relatif singkat dan
bersamaan (Ruslan, 2005: 195-196). Jadi, di dalam PT Krakatau
Steel, penggunaan media lebih berpengaruh pada fungsi dan
strategi manajemen.
Meskipun demikian, penggunaan media sangatlah penting
bagi KS karena media atau pers merupakan salah satu publik
eksternal dari perusahaan KS, dan memiliki andil yang sangat
besar dalam mempublikasikan kegiatan apa saja yang telah
dilakukan KS, seperti PKBL (Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan). PKBL adalah sejenis CSR PT KS sebagai
implementasi dari amanat Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas. Sedangkan pelaksanaan PKBL
didasarkan pada Undang-Undang Nomor 19 ahun 2003 entang Badan
Usaha Milik Negara Nomor PER-05/MBU/2007. Humas KS sangat
membutuhkan peran serta media untuk mempublikasikan kegiatan
CSR, yang bertujuan meningkatkan citra perusahaan di mata
masyarakat luas, khususnya masyaraka di sekitar lingkungan PT.
Krakatau Steel.
KS menggunakan semua media yang bisa dijangkau oleh semua
masyarakat, yaitu dari media cetak, media elektronik hingga
internet, karena KS merupakan perusahaan yang go publik yang
harus transparan dalam menyampaikan informasinya, terlebih di
dalam program PKBL yang harus diketahui oleh masyarakat luas,
dimana KS sangat peduli terhadap hal-hal yang menyangkut
pendidikan dan lingkungan. Tanpa adanya peran pers, maka
program CSR tidak akan diketahui dan pesan dari program
tersebut kecil kemungkinannya akan bisa tersampaikan kepada
masyarakat umum.
Perusahaan KS yang cakupannya tidak hanya nasional,
bahkan sampai ke mancanegara, dan mampu bersaing dengan
perusahaan baja lainnya, sesuai dengan visi perusahaan, yaitu
“Perusahaan baja terpadu degan keunggulan kompetitif untuk
tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan menjadi
perusahaan terkemuka di dunia”, menggunakan media lokal, media
nasional dan media khusus. Media cetak lokal menggunakan dua
grup surat kabar terkemuka di Banten, yaitu Jawa Pos dan
Pikiran Rakyat: Radar Banten dan Kabar Banten, sedangkan media
nasional yaitu Kompas, Republika, dan lain-lain. Terakhir,
surat kabar khusus mengenai KS yang berkaitan dengan saham
yaitu surat kabar Bussiness Indonesia.
Humas ProfesionalRoy Mitchell seorang ilmuwan dalam PR, dalam kongres
dunia tahun 1985 menyampaikan tiga hal mendasar yang perlu dan
harus diperhatikan dalam praktisi PR, bahwa yang dapat disebut
(Rumanti OSF, 2004: 98):
1. Seorang praktisi profesional adalah mereka yang mampu
menyusun konsep, menentukan strategi, mampu sebagai
penasihat, mampu mengetahui tren pada saat itu secara
sistematis dan mampu memimpin pemrosesannya
2. Sebagai seorang teknisi, dalam arti mampu mengartikan
terhadap pelaksanaan-pelaksanaan, sebagaimana poin 1
(satu) dioperasionalkan secara terkoordinasi dan
terorganisasi sehingga strategi yang ditentukan benar-
benar bisa memberi hasil sesuai rencana.
3. Pelaksana-pelaksana perlu memiliki skill yang dibutuhkan.
Oleh karena itu PR perlu mempunyai tim kerja yang
memiliki berbagai macam ilmu, karena PR adalah gabungan
dari berbagai macam ilmu.
Posisi praktisi humas yang ideal sebagai suatu kegiatan
yang mempunyai fungsi manajemen, harus ‘berkedudukan’ dekat
atau mempunyai akses langsung dengan jajaran pimpinan
perusahaan. Namun sayangnya, upaya mendapatkan posisi ideal
tersebut secara umum baru sebatas ‘tuntutan’, karena sebagian
besar praktis PR di Indonesia belum dapat membuktikan diri
bahwa mereka memang pantas untuk menduduki jabatan setinggi
itu. Selama praktisi humas tidak membekali diri dengan
pengetahuan dan kemampuan manajerial dan hanya melaksanakan
fungsinya sebatas ‘tukang’ maka selama itu pula para pimpinan
perusahaan tidak merasa perlu untuk mengangkat ‘derajat’
mereka.
Tentang kualitas humas di Banten, baik dari pengalaman
penulis jobtraining atau keluhan dari mahasiswa yang job
Training, bahwa kinerja humas di pemerintahan memiliki
kualitas yang rendah, tidak seperti perusahaan-perusahaan
swasta. Misalnya, meskipun tiap tahun selalu kedatangan dan
menerima mahasiswa jobtraining, tetapi tidak pernah ada
persiapan, seperti adanya program kerja yang jelas. Banyak
mahasiswa yang mengeluh, tugasnya hanya sebatas mengkliping,
fotokopi dan membuatkan kopi. Mungkin ini generalisasi yang
kasar, tetapi, kita bisa ambil kesimpulan kualitas humas di
pemerintahan Banten, hanya sebatas “tukang”, termasuk “tukang”
untuk menghadapi media, ketika para pimpinan tidak mau ditemui
dan diminta keterangan (alias tameng pimpinan). Berbeda dengan
apresiasi mahasiswa jika job training di PT. Krakatau Steel,
yang telah memiliki program kerja, jadwal kerja, pembimbing
lapangan, dan rekruitmen yang jelas. Bahkan di PT. Telkom,
karena mendapatkan gaji, mahasiswa yang jobtraining pun diberi
pekerjaan profesional humas.
Dalam era globalisasi yang diwarnai dengan pesatnya
perkembangan teknologi, meningkatnya arus informasi dan
komunikasi; meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat
serta semakin tumbuhnya kelompok kelas menengah dan lembaga-
lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha harus menghadapi
berbagai permasalahan dan persoalan yang tidak pernah terjadi
sebelumnya. Hal ini bukan saja akan berpengaruh terhadap nama
baik atau citra perusahaan, namun lebih jauh bahkan dapat
mengancam kelangsungan kegiatan usaha yang dilakukan.
Pemogokan karyawan, pencemaran lingkungan, misalnya, merupakan
beberapa dimensi permasalahan yang banyak dihadapi dunia usaha
yang memerlukan bantuan dari praktisi humas.
Beriku beberapa hal yang harus dilakukan humas dalam menjawab
tantangan kebutuhan perusahaan:
1. Praktisi humas harus meningkatkan fungsi dan perannya
dari public relations technician menjadi public relations manager. Hal
tersebut berarti, mereka tidak cukup lagi berperan
sebagai ‘tukang’ atau berfungsi sebagai inhouse jurnalist di
lembaga/perusahaan tempatnya bekerja. Seorang manajer
humas, selain menguasai teknik-teknik komunikasi, mereka
juga harus memahami body of knowledge. Ini akan berperan
sebagai konseptual framework yang akan menuntun seorang
praktisi humas kapan dan bagaimana mereka harus
menerapkan teknik-teknik komunikasi untuk menyelesaikan
permasalahan yang ditanganinya. Mereka juga harus bekerja
secara proaktif dan tidak reaktif. Ini berarti harus
bekerja berdasarkan suatu tujuan dengan perencanaan
jangka panjang.
2. PR harus mulai mempraktekkan profesinya dengan pendekatan
two-way symmetrical. Hal ini berarti harus mulai meninggalkan
praktek-praktek kehumasan dengan cara-cara propaganda
yang hanya bersifat satu arah dengan tujuan memenangkan
kepentingan diri sendiri tanpa memikirkan kepentingan
orang lain.
3. Lembaga pendidikan tinggi, asosiasi PR dan para praktisi
humas perlu saling mengadakan komunikasi dan bekerjasama
ikut merumuskan dan mengembangkan kurikulum pendidikan.
Ketiga hal di atas agaknya merupakan langkah yang perlu
segera diantisipasi dan direalisasikan dalam upaya
menjadikan praktisi-praktisi humas Indonesia profesional,
yang siap menjawab tantangan dan tuntutan profesi masa
depan. Terlebih lagi dalam era AFTA, NAFTA, dan APEC
(Anggoro, 2002: 133).
Berkenaan dengan itu, salah satu kemampuan penting yang
harus dikuasai oleh praktisi humas adalah menjalin hubungan
yang baik dengan media massa. Setiap pejabat humas pasti
merasakan betapa sulitnya membujuk wartawan agar memuat
aktivitas atau nama produk perusahaannya dalam rubrik berita.
Pejabat humas seringkali kesulitan menyiasati redaktur media
massa agar siaran persnya bisa dimuat tanpa disensor. Secara
teori keberhasilan seorang pejabat humas diukur dari kemampuan
mereka memuat sebanyak mungkin siaran persnya dengan biaya
yang minimal. Rumusnya, besar kolom berita yang dimuat
dikalikan harga iklan per milimeter. Jika biaya yang
dikeluarkan hanya 10-30 persen saja, humas sudah dapat
dikategorikan humas yang profesional.
Rumus efektifitas publisitas Media Relation Officer
Profesional:
Besar kolom berita yang dimuat x harga iklan
permilimeter < dari 30 % total biaya
Ada beberapa langkah yang harus dilakukan humas menurut
bapak Indra K. Harwanto, S.Hut, MA selaku humas Taman Nasional
Ujung Kulon, dalam upaya akan menyebarluaskan informasi di
media massa. Beberapa langkah tersebut dirangkum dengan apa
yang disebutnya sebagai survei kuantitatif.
1. Dari mana biasanya mereka mendapatkan informasi?
2. Program apa yang biasanya mereka sukai?
3. Siapa orang yang mereka percaya dalam proses
penyampaian informasi tersebut?
Beberapa hal diatas harus disurvei dahulu karena ini
merupakan langkah-langkah untuk menentukan strategi agar pesan
yang nantinya akan disampaikan dapat sesuai dengan target
sasaran yang diinginkan sebagai usaha untuk mencari publikasi
atau penyiaran yang maksimum atas suatu pesan atau informasi
humas dalam rangka menciptakan pengetahuan dan pemahaman bagi
khalayak dari organisaasi perusahaan. Dari penuturan di atas
bisa dikatakan bahwa hubungan media merupakan salah satu
bagian dari kegiatan humas. Jadi, apa yang menjadi tujuan
humas menjadi tujuan hubungan media. Bahkan bisa dikatakan
hubungan media menjadi faktor penentu utama “hidup dan
matinya” humas (Nurudin, 2008: 12).
Media relations tidak hanya terkait dengan kepentingan
sepihak, organisasi saja ataupun media massa saja, melainkan
kedua pihak memiliki kepentingan yang sama. Dengan demikian,
akan membuat kerjasama menjadi win-win solutions. Dalam hal ini,
perusahaan atau praktisi PR harus benar-benar memahami
kepentingan-kepentingan perusahaan media, wartawan serta
insan-insan media lain yang terlibat di dalam aktivitas
industri media itu sendiri.
Humas dan mitranya media massa atau pers, tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya. Keduanya saling membutuhkan,
membentuk sinergi yang positif. Humas menjadi sumber berita
bagi media, sedang media menjadi sarana publisitas bagi humas
perusahaan agar lebih dikenal oleh publik atau masyarakat.
Kedua belah pihak, humas dan media harus saling memiliki
kepercayaan bahwasanya humas bukan “bulan-bulanan” media dan
media tidak boleh diperalat oleh humas, sehingga memuat
pemberitaan yang mencerminkan kebohongan kepada publik.
Komunikasi eksternal yang dilaksanakan secara efisien
akan sangat besar manfaatnya bagi (Rumanti OSF, 2004: 99):
1. Manajemen (masukan dalam peraturan untuk menyusun
kebijakan)
2. Relasi dengan media (mendapatkan media yang tepat)
3. Aktivitas segala macam kegiatan yang berhubungan dengan
redaksi
4. Kegiatan dalam mengadakan informasi/pengumuman
5. Presentasi, representasi, partisipasi dalam organisasi
Empat hal yang harus selalu diperhatikan, diingat, dan
dilaksanakan dalam kegiatan komunkasi oleh PR adalah sebagai
berikut:
1. Bahwa publik kita itu manusia, jadi mereka tidak pernah
bebas dari berbagai pengaruh apa saja
2. Manusia itu cenderung suka memperhatikan, membaca atau
mendengarkan pesan yang dirasakan sesuai dengan kebutuhan
atau sikap mereka
3. Adanya berbagai media massa yang beragam, memberikan efek
yang beragam pula bagi publiknya.
4. Media massa memberikan efek dengan variasi yang besar
kepada publik atau perseorangan maupun kelompok
A. Ditinjau dari Teori Dependensi Media:
Teori ini dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeachdan Melvin L.
DeFluer (1976), yang memfokuskan pada kondisi struktural suatu
masyarakat yang mengatur kecenderungan terjadinya suatu efek
media massa. Teori ini berangkat dari sifat masyarakat modern,
diamana media massa diangap sebagai sistem informasi yang
memiliki peran penting dalam proses memelihara, perubahan, dan
konflik pada tataran masyarakat,kelompok, dan individu dalam
aktivitas sosial.
Secara ringkas kajian terhadap efek tersebut dapat dirumuskan
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Kognitif, menciptakan atau menghilangkan ambiguitas,
pembentukan sikap, agenda-setting, perluasan sistem keyakinan
masyarakat, penegasan/ penjelasan nilai-nilai.
2. Afektif, menciptakan ketakutan atau kecemasan, dan
meningkatkan atau menurunkan dukungan moral.
3. Behavioral, mengaktifkan atau menggerakkan atau meredakan,
pembentukan isu tertentu atau penyelesaiannya, menjangkau atau
menyediakan strategi untuk suatu aktivitas serta menyebabkan
perilaku dermawan.
Teori Ketergantungan Media (bahasa Inggris: Dependency Theory)
adalah teori tentang komunikasi massa yang menyatakan bahwa
semakin seseorang tergantung pada suatu media untuk memenuhi
kebutuhannya, maka media tersebut menjadi semakin penting
untuk orang itu. Teori ini diperkenalkan oleh Sandra Ball-
Rokeach dan Melvin DeFleur. Mereka memperkenalkan model yang
menunjukan hubungan integral tak terpisahkan antara pemirsa,
media dan sistem sosial yang besar.
Konsisten dengan teori-teori yang menekankan pada pemirsa
sebagai penentu media, model ini memperlihatkan bahwa individu
bergantung pada media untuk pemenuhan kebutuhan atau untuk
mencapai tujuannya, tetapi mereka tidak bergantung pada banyak
media dengan porsi yang sama besar.
Besarnya ketergantungan seseorang pada media ditentukan dari
dua hal.
Pertama, individu akan condong menggunakan media yang
menyediakan kebutuhannya lebih banyak dibandingkan dengan
media lain yang hanya sedikit. Sebagai contoh, bila anda
menyukai gosip, anda akan membeli tabloid gosip dibandingkan
membeli koran Kompas, dimana porsi gosip tentang artis hanya
disediakan pada dua kolom di halaman belakang, tetapi orang
yang tidak menyukai gosip mungkin tidak tahu bahwa tabloid
gosip kesukaan anda, katakanlah acara Cek dan ricek, itu ada,
ia pikir cek dan ricek itu hanya acara di televisi, dan orang
ini kemungkinan sama sekali tidak peduli berita tentang artis
di dua kolom halaman belakang Kompas.
Kedua, persentase ketergantungan juga ditentukan oleh
stabilitas sosial saat itu. Sebagai contoh, bila negara dalam
keadaan tidak stabil, anda akan lebih bergantung/ percaya pada
koran untuk mengetahui informasi jumlah korban bentrok fisik
antara pihak keamanan dan pengunjuk rasa, sedangkan bila
keadaan negara stabil, ketergantungan seseorang akan media
bisa turun dan individu akan lebih bergantung pada institusi -
institusi negara atau masyarakat untuk informasi. Sebagai
contoh di Malaysia dan Singapura dimana penguasa memiliki
pengaruh besar atas pendapat rakyatnya, pemberitaan media
membosankan karena segala sesuatu tidak bebas untuk digali,
dibahas, atau dibesar-besarkan, sehingga masyarakat lebih
mempercayai pemerintah sebagai sumber informasi mereka.
B. Ditinjau Teori Agenda Setting:
C. Teori ini dalam konsep modernnya sering dihubungkan
dengan Walter Lippmann (1922) dalam bukunya yang berjudul
Public Opinion yangmenyatakan bahwa media massa membentuk
citra tentang kejadian-kejadian dalam pikiran seseorang
dan juga terhadap pembuat kebijakan. Teoritisi dalam
tradisi ini dikenal sebagai paradigma jarum hipodermik
atau teori peluru yang sangat dipengaruhi oleh efek
propaganda pada masa perang dunia pertama serta peran
media ketika Hitler berkuasa di Eropa (Miller, 2002:258)
D. Rogers, Dearing, dan Bregman mencatat lebih dari 200
artikel yang berkaitan dengan teori agenda setting. Mereka
menjelaskan sejumlah cara untuk membatasi ruang lingkup
agenda setting, dengan kata lain kita bisa memberikan
definisi ruang lingkup yang luas atau pendekatan-
pendekatan ruang lingkup yang lebih sempit. Pada definisi
ruang lingkup yang luas agenda setting menghubungkan tiga
agenda media yakni: agenda media (media agenda), agenda
publik (public agenda), dan agenda kebijakan (policy agenda).
Agenda media merupakan serangkaian topik yang dikaitkan
dengan sumber-sumber media seperti surat kabar, radio dan
televisi. Agenda publik adalah serangkaian topik yang
dianggap penting oleh anggota masyarakat. Agenda
kebijakan merupakan isu dimana pembuat
keputusan(legislator) percaya agenda yang ditampilkan di
media merupakan agenda yang penting. Setiap agenda dapat
dilihat sebagai terikat dalam sebuah hubungan sebab-
akibat. Secara tradisional tiga bidang di atas (agenda
media, agenda publik dan agenda kebijakan) merupakan
bidang kajian dari berbagai disiplin ilmu yang berbeda.
Penelitian tentang proses public agenda setting banyak
dilakukan oleh para peneliti komunikasi massa, policy agenda
setting merupakan objek kajian ilmu politik, dan media agenda
setting banyak dikaji oleh para sosiolog (Miller, 2002:259).
Menurut Griffin (2003:398) sebagian besar dari 350
penelitian agenda setting berfokus pada pengukuran efek
agenda media terhadap opini publik. Selain itu, prioritas
media juga mempengaruhi perilaku.
E. Pada ruang lingkup yang sempit, peneliti agenda setting
berkonsentrasi pada kajian-kajian yang dilakukan oleh
McComb dan Shaw serta para ilmuwan lain dalam disiplin
komunikasi yang berkonsentrasi pada hubungan antara
agenda media dengan agenda publik. McComb dan Shaw
mengatakan agenda setting adalah proses dimana berita media
mengarahkan publik terhadap suatu isu yang kemudian
dianggap penting oleh publik. Agenda media dapat
mempengaruhi publik tidak dengan cara mengatakan “ini
adalah isu penting” tetapi dengan cara memberikan ruang
dan waktu yang lebih banyak terhadap isu tersebut.
Paradigma ini diaplikasikan pada penelitian analisis isi
surat kabar dan televisi pada pemilihan presiden pada
tahun 1968 di Amerika Serikat. Analisis ini
memperhitungkan waktu dan ruang dengan berbagai isu
seperti hukum, kesejahteraan publik, kebijakan fiskal,
dll. McComb menginterview 100 pemilih yang belum
memutuskan pilihan (undecidet voters) - di Chapel Hill dan
North Carolina menanyakan pada mereka tentang isu yang
dianggap penting. Pooling opini publik bertindak sebagai
representasi agenda publik. Hubungan antara agenda media
dan agenda publik menurut penelitian ini terdapat
korelasi yang kuat. Agenda publik merupakan cerminan maya
dari agenda media. Secara visual hubungan antara agenda
media, agenda publik dan agenda kebijakan dapat
digambarkan sebagai berikut:
Proses Agenda setting
Personal Experience andInterpersonal Communication Among
Elites and Other Individuals
(Sumber: Miller, 2002: 259)Penelitian agenda setting tidak hanya berfokus pada agenda
media dan agenda publik tapi juga ingin mengetahui isu-isu
yang lebih spesifik seperti mengapa hubungan antara agenda
media dan agenda publik tersebut eksis, bagaimana bekerjanya
dan dalam situasi apa agenda settingmenimbulkan dampak. Beberapa
faktor yang berhubungan dengan agenda setting adalah faktor
kontigensi (contigency factors), agenda setting level kedua
(second-level agenda setting), agenda settinglevel pertama(first level
agenda setting),explikasi dependen dan eksplikasi mekanisme
psikologis. Faktor-faktor kontigensi berkaitan dengan
karakteristik khalayak, isu, dan media yang dapat meramalkan
variasi efek agenda setting. Karakteristik khalayak yang paling
penting adalah kebutuhan orientasi individu yaitu perhatian
Gatekeepers,influential Media,and SpectacularPersonalExperience andInterpersonalommunication AmongElites and OtherIndividuals
MedIa Agenda
Publik
Agend
Policy
Agend
Real-World Indicators of theImportance of an Agenda Issue
yang sangat tinggi terhadap sebuah isu dan ketidakpastian
terhadap isu tersebut. Contoh: seorang menganggap penting
topik tentang ekonomi tapi sedikit mengetahui masalah ekonomi.
Faktor kontigensi kedua adalah isu yang oleh Zucker diberi
label kemenonjolan isu (issue obtrusiveness). Menurut Zucker sebuah
isu menonjol bila sebagaian besar anggota publik memiliki
kontak langsung dengan isu tersebut dan kurang menonjol bila
tidak memiliki pengalaman yang langsung terhadap isu tersebut.
Jika politisi dalam kampanye menonjolkan isu lapangan kerja
berarti itu merupakan isu yang menonjol karena sangat
berkaitan dengan kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Sedangkan
isu tentang efek rumah kaca akibat kerusakan lapisan ozon.
Mungkin merupakan isu yang tidak menonjol dalam masyarakat.
Debat tentang bagaimana media mempengaruhi agenda publik
merupakan debat yang tidak kunjung berakhir sampai saat ini.
Apakah surat kabar memiliki dampak yang lebih kuat
dibandingkan dengan majalah terhadap agenda publik? Apakah
efek media televisi lebih kuat dibandingkan efek media cetak
dan seterusnya. Meskipun media penyiaran memiliki dampak yang
lebih cepat terhadap agenda publik, fungsi agenda setting lebih
berjangka panjang pada media cetak. Agenda setting level
pertama berkaitan dengan objek pada media dan agenda publik.
Media dianggap mempengaruhi isu-isu apa yang terdapat dalam
agenda publik sedangkan agenda setting level kedua
mempertimbangkan atribut-atribut objek tersebut. Media tidak
hanya menyatakan apa yang harus dipikirkan oleh publik tapi
juga mempengaruhi bagaimana publik memikirkan isu tersebut.
Contoh: pengujian agenda setting level pertama menyimpulkan
bahwa liputan media tentang kesejahteraan telah menjadi topik
yang penting bagi masyarakat. Agenda setting level kedua
menyatakan bahwa media juga menampilkan isu tersebut secara
khusus dalam arti pro atau kontra terhadap isu kesejahteraan.
Konsep framing (pembingkaian) merupakan hal yang paling pokok
dalam agenda setting level kedua. Dalam konteks agenda setting,
framing adalah proses dimana media menekankan beberapa aspek
realitas dan mengabaikan aspek lainnya. Eksplikasi dependen
merupakan usaha untuk menyempurnakan konsep agenda setting
dengan cara memasukkan lebih banyak dependen dalam situasi
problematik. Media tidak hanya mempengaruhi gagasan tentang
suatu isu tetapi juga area problematik yang khusus serta
bagaimana cara pikir tentang isu tersebut. Eksplikasi
mekanisme psikologis adalah usaha peneliti untuk memahami efek
media massa pada level mikroskopik terhadap individu, yaitu
bagaimana media massa mempengaruhi penilaian individu tentang
apa masalah yang dianggap penting. Konsep paling penting
tentang mekanisme psikologis pada individu adalah konsep
priming yang merupakan wilayah psikologi sosial dan kognitif.
Peneliti-peneliti konsep priming antara lain Iyengar dan
Kinder, McCombs, Einsiedel dan Weaver, dan Wilnat. Priming
adalah efek terhadap konteks sebelum yang khusus (particular prior
context) terhadap pemanggilan (retrieval) dan interpretasi
informasi. Jika sebuah stimulus sering diakses atau menonjol
dalam struktur kognitif individu maka stimulus itu akan
berfungsi sebagai cara menginterpretasikan stimulus yang
ambigu. (Miller, 2002:261-263).
Penayangan iklan politik banyak menggunakan saluran media
massa karena media massa dapat menyebarkan pesan-pesan politik
partai kepada masyarakat luas secara cepat. Iklan politik yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah iklan politik yang berisi
pesan tentang citra partai, pemimpin partai, dan kebijakan
partai. Karena iklan politik yang disampaikan melalui media
massa maka efek iklan politik juga merupakan efek media massa
yang meliputi efek kognitif, afektif, dan konatif. Faktor-
faktor personal seperti kepribadian, konsep diri, nilai,
tingkat pendidikan, dan kepercayaan seseorang dapat menjadi
faktor perantara munculnya pengaruh iklan politik melalui
media massa terhadap sikap.
A. Ditinjau dari teori Kultivasi
Teori kultivasi mengatakan, televisi menjadi media atau
alat utama dimana para penonton televisi belajar tentang
masyarakat dan kultur dilingkungannya. Dengan kata lain,
persepsi apa yang terbangun di benak pemirsa tentang
masyarakat dan budaya sangat ditentukan oleh televisi. Ini
artinya, melalui kontak pemirsa dengan televisi, mereka
belajar tentang dunia, orang-orangnya, nilai (nilai sosial)
serta adat dan tradisinya.
Menurut Miller (2005: 282), teori kultivasi tidak
dikembangkan untuk mempelajari "efek yang ditargetkan dan
spesifik (misalnya, bahwa menonton Superman akan mengarahkan
anak-anak untuk mencoba terbang dengan melompat keluar
jendela) melainkan dalam hal akumulasi dan dampak televisi
secara menyeluruh, yaitu bagaimana masyarakat melihat dunia
dimana mereka hidup ". Oleh karena itu disebut 'Analisis
Budaya'.
Gerbner, Gross, Morgan, & Signorielli (1986) berpendapat
bahwa meskipun agama atau pendidikan sebelumnya telah
berpengaruh besar pada tren sosial dan adat istiadat, namun
sekarang ini, televisilah yang merupakan sumber gambaran yang
paling luas dan paling berpengaruh dalam hidup. sehingga
televisi merupakan gambaran dari lingkungan umum kehidupan
masyarakat.
Teori Kultivasi dalam bentuk yang paling dasar
menunjukkan paparan bahwa sesungguhnya televisi dari waktu ke
waktu, secara halus "memupuk" persepsi pemirsa tentang
kehidupan realitas. Teori ini dapat memiliki dampak pada
pemirsa TV, dan dampak tersebut akan berdampak pula pada
seluruh budaya kita. Gerbner dan Gross (1976) mengatakan
"televisi adalah media sosialisasi kebanyakan orang menjadi
peran standar dan perilaku. Fungsinya adalah satu,
enkulturasi".
Televisi memang sudah sangat melekat dikehidupan kita
sehari-hari. Dari televisilah kita belajar tentang kehidupan
dan budaya. Tontonan seperti acara sinetron maupun reality show
yang sering menunjukkan kekerasan, perselingkuhan, kriminal,
dan lain sebagainya akan dianggap sebagai gambaran bahwa
itulah yang sering terjadi di kehidupan realita. Padahal belum
tentu semua yang terdapat pada tayangan itu adalah kejadian-
kejadian yang sering terjadi dikehidupan kita. Karena jika
ditelaah, semua yang terdapat pada reality show atau sinetron
adalah hasil dari skenario belaka.
Lebih jauh dalam Teori Kultivasi dijelaskan bahwa pada
dasarnya ada 2 (dua) tipe penonton televisi yang mempunyai
karakteristik saling bertentangan/bertolak belakang, yaitu (1)
para pecandu/penonton fanatik (heavy viewers) adalah mereka yang
menonton televisi lebih dari 4 (empat) jam setiap harinya.
Kelompok penonton ini sering juga disebut sebagai khalayak
‘the television type”, serta 2 (dua) adalah penonton biasa
(light viewers), yaitu mereka yang menonton televisi 2 jam atau
kurang dalam setiap harinya. Dan teori kultivasi ini berlaku
terhadap para pecandu / penonton fanatik, karena mereka semua
adalah orang-orang yang lebih cepat percaya dan menganggap
bahwa apa yang terjadi di televisi itulah dunia senyatanya.
Komunikasi efektifHumas masa kini harus mementingkan adanya komunikasi dua
arah, artinya, membuka diri untuk menerima masukan dan saran,
berdiskusi untuk mencapai pemahaman yang optimal terhadap
suatu permasalahan. Sehingga humas bukan lagi sebagai
“penyambung lidah”, namun lebih merupakan “penghubung ide,
kebijakan”, sehingga keberadaan humas mampu membawa perubahan
terhadap organisasi atau institusi yang diwakilinya kearah
perbaikan melalui konseling yang disampaikan oleh humas itu
sendiri.
Sselain humas perusahaan, saat ini, peran humas di
institusi-institusi pemerintahan tidak bisa dipandang sebelah
mata. Seiring dengan tuntutan reformasi, termasuk reformasi di
bidang birokrasi, pemerintah wajib menyelenggarakan
aktifitasnya dengan memenuhi kriteria asas-asa pemerintahan
yang baik. “Transparancy” menjadi salah satu ukuran dari suatu
penyelenggaraan pemerintah. Masyarakat berhak mengetahui
informasi apapun dri pembuat dan pelaku kebijakan.
Humas berfungsi sebagai pembinaan hubungan antar
departemen, lembaga negara dan lembaga masyarakat.
Pengumpulan, pengolahan dan penyusunan bahan kebijakan
pelaksanaan kegiatan departemen untuk informasi kepada
masyarakat. Humas juga melakukan pembinaan hubungan kerjasama
media massa dan pembinaan jabatan/pranata kehumasan. Humas
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan teoritis dan
keterampilan praktis komunikasi karyawan dan manager
perusahaan dalam rangka membantu upaya mempertahankan
reputasi, kemampuan menghasilkan keuntungan, dan
keberlangsungan hidup perusahhaan. Humas juga bermanfaat dalam
mengidentifikasi dan memperbaiki sikap dan perilaku komunikasi
yang kurang sesuai dengan upaya mempertaankan reputasi,
keuntungan, dan kehidupan perusahaan secara keseluruhan.
Untuk membantu supaya komunikasi PR bisa efektif ada
beberapa ketentuan untuk memudahkannya:
1. Kemampuan mengamati dan menganalisis persoalan
2. Kemampuan menarik perhatian
3. Kemampuan mempengaruhi pendapat
4. Kemampuan menjalin hubungan dan suasana saling
mempercayai
Untuk menjamin terhubungkannya kepentingan pemilik
program komunikasi dengan penerima/khalayak sasaran ada
baiknya ditempuh pembuatan desain program komunikasi melalui
pendekaan partisipaif, yaitu mengajak semua pihak-pihak yang
berkepentingan, terutama pemilik program, pengelola program
komunikasi, dan stakeholder lainnya untuk mendiskusikan bentuk
dan isi desain program komunikasi (Hikmat dan saragi, 2003).
Misalnya, jika ada peristiwa di perusahhaan yang memang
informasinya harus disebar ke publik, buatlah staf khusus yang
bertugas membuat siaran pers.
Membuat siaran pers ‘berita baik’ di suatu perusahaan
memang tidak mudah. Salah-salah wartawan yang memuat mentah-
mentah siaran pers dari humas atau terpengaruh memuat pesan-
pesan sponsor di dalamnya bisa dituduh telah berkolusi dengan
humas. Mengapa begitu sulit untuk memuat siaran pers?
Tampaknya bagi sebagian besar media kita, nama produk atau
perusahaan memang masih menjadi barang haram. Artinya, ada
keengganan pers memuat merek produk dalam media, apalagi
berkaitan dengan ‘berita baik’. Namun jika produk itu
bermasalah, media seperti menghalalkan penyebutannya secara
tegas. Contohnya, saat suatu lembaga menyumbangkan Supermi ke
panti asuhan, nama Supermi di sebut sebagai mie instan saja.
Ada kekhawatiran jika disebutkan mereknya, dikira promosi.
Tetapi, jika seorang warga diduga keracunan mie insant, media
tanpa segan menulis Supermi dalam huruf-huruf yang besar di
headline.
Seorang wartawan yang masuk ke dunia humas pada minggu,
bulan, atau tahun pertama mungkin akan melihat betapa ‘hitam-
putih’nya dunia pers dan humas. Betapa sulitnya menyusun
siaran pers, sebab mau tidak mau informasi yang disampaikan
harus sarat dengan keinginan manajemen perusahaan. Menghadapi
media massa itu sulit-sulit gampang. Sulit jika kita tak tahu
dunia pers yang sesungguhnya. Mudah jika kita memahami seluk
beluk media massa. Dunia penerbitan pers memang unik,
seringkali setiap bagian berdiri sendiri. Banyak kasus berita
jelek suatu perusahaan dimuat persis di halaman yang sama
dengan iklannya, atau mungkin di sebelahnya. Rajin membuat
iklan ternyata tak lantas berarti produk atau perusahaan itu
bisa bebas dari kemungkinan untuk dimuat jika terjadi krisis.
Bagaimana jika ‘memegang’ seorang wartawan di tiap media? Itu
juga bukan jaminan.
Di sebagian besar media, wartawan memiliki spesialisasi-
spesialisasi bidang peliputan. Wartawan bidang ekonomi
misalnya, mungkin terdiri dari beberapa orang subbidang
industri, koperasi, dan pasar modal. Atau bidang hukum,
terdiri dari beberapa orang yang menguasai wilayah tertentu,
misalnya Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan seterusnya.
a. Kiat pertama menyiasati media massa adalah menempatkan
staf humas profesional yang memiliki kemampuan menulis.
Dengan pemahamannya pada karakter setiap penerbitan pers,
praktisi humas akan mampu mengemas informasi yang ingin
diterbitkannya sesuai jiwa media yangg menjadi
sasarannya. Pengetahuannya tentang nilai berita akan
sangat mempengaruhi pemuatan berita yang telah disusun
praktisi humas.
b. Kiat kedua, humas harus dekat dengan wartawan. Dalam
hubungan atau tidak dalam hubungan dinas, humas harus
menyediakan waktunya untuk bergaul dengan mereka. Membina
komunikasi pribadi (interpersonal communication) yang baik
dengan wartawan di mana dan kapan saja.
c. Kiat ketiga, humas harus mau bekerja keras. Banyak humas
yang mampu menyusun siaran pers, tetapi sangat langka
yang mau bertindak sebagai wartawan. Mereka cukup merasa
mengundang wartawan untuk menghadiri suatu acara atau
konferensi pers. Sulit untuk mencari staf humas yang mau
proaktif menyusun berita begitu acara selesai. Siaran
pers hanyalah berita yang direncanakan. Kenyataannya
banyak hal yang menarik yang mungkin muncul saat acara
atau konferensi pers berlangsung. Karenanya staf humas
yang profesional harus bisa mengubah diri menjadi
wartawan. Semua fakta yang menarik harus bisa dikumpulkan
dan disusun selayaknya berita. Semuanya harus dikerjakan
di tempat kejadian secara cepat dan segera dibagikan
kepada para wartawan yang hadir. Ini penting, agar berita
yang diterbitkan sesuai keinginan humas. Naskah berita
juga dikirim ke media yang tak mengirimkan wartawannya,
dengan bantuan faksimile atau modem (Anggoro, 2002:
135) .
Perusahaan Krakatau Steel menyadari bahwa humas harus
memberikan penjelasan, dan jika dilihat secara teori mengacu
kepada apa yang disampaikan Ivy Lee, bahwa humas profesionl
harus transparan terhadap media apalagi perusahaan go public,
hal-hal yang harus diketahui public harus disampaikan karena
hal tersebut akan menimbulkan dan menentukan citra terhadap
perusahaan, dan salah satu tolak ukur terhadap perusahaan
harus terbuka (disclosure) dan transparan. Ketika KS pernah
ada pemberitaan negatif dari Radar Banten yang idak sesuai
dengan faktanya, karena wartawan yang tidak melakukan fact
finding. Yaitu adanay pemberitaan yang menyebutkan bahwa karyawan
KS meninggal tersiram baja panas, disitu ditulisnya karyawan
KS karena kejadian tersebut di lokasi KS. Pemberitaan tersebut
merupakan kesalahpahamna media karena tidak melakukan fact
finding. Pihak humas KS mengatasinya dengan melakukan fact
finding, bahwa korban yang meninggal bukan karyawan KS tetapi
karyawan dari mitra KS. Jadi, humas harus tahu fakta yang
sebenarnya tentang situasi yang terjadi, agar informasinya
jelas dan tidak terjadi misscommunication. Sedangkan untuk
melakukan pembenaran di surat kabar, humas melakukan counter
terhadap pemberitaan yang telah diterbitkan oleh pihak Radar
Banten dengan mengundang wartawan dari media yang sama, atau
mengirim press relese ke media yang sama, agar dimuat sebagai
bentuk klarifikasi terhadap pemberitaan yang sebelumnya.
Pentingnya kedekatan dengan pers itu rupanya telah
disadari salah satu konglomerasi di Indonesia, yakni Humpuss.
Persaingan bisnis komunikasi dan informasi dalam beberapa
tahun ke depan akan semakin ketat. Humas Humpuss mempersiapkan
diri sejak sekarang untuk bisa masuk dalam persaingan bisnis
tersebut dengan pelatihan karyawan secara rutin.
Di hotel Shangri-la, akhir tahun 1996 PT Humpuss
menggelar pelatihan bagi para eksekutif Grup Humpuss.
Pelatihan bertema Etika Menghadapi Pers/Media Massa tersebut
menghadirkan beberapa tokoh pers dan kehumasan sebagai
pembicara. Mereka adalah pemimpin Redaksi Harian Kompas, Jacob
Oetama, Redaktur Eksekutif Harian Media Indonesia, Bambang
Harymurti dan konsultan kehumasan Wisaksono Noeradu. Menurut
Asringinati, Manager Humas dan Umum Humpuss, kegiatan
pelatihan semacam itu merupakan salah satu bentuk kegiatan
rutin kehumasan yang dilakukan Grup Humpuss. “Kami memang
mencoba mempersiapkan para eksekutif dari berbagai sudut
pandang yang harus mereka miliki untuk menghadapi persaingan
masa depan. Bagaimana menghadapi pers, apa yang harus
dikatakan, sikap bagaimana yang dikehendaki pers. Itu semua
merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan humas Humpuss
dalam konsolidasi grup,” katanya.
Jabatan dan perlengkapan fisik seorang praktisi humas,
apalagi jika sudah manajer memang tampak mengesankan, karena
citra humas secara tak langsung mencerminkan ‘wajah’
perusahaan. Mereka yang menjadi komandan PR harus mau dan
mampu tampil dalam segala cuaca. Bukan pada saat ‘bagus’ saja
dia muncul di depan umum. Justru bila perusahaannya sedang
dilanda krisis, ia yang pertama kali memberikan informasi,
terutama pada kalangan pers. Tapi kenyataannya banyak yang
malah ‘sakit gigi’ alias tidak mau bicara.
Parni Hardi Pemimipin Umum/Redaksi Harian Republik ketika
tampil di depan peserta Seminar Nasional Public Relations Indonesia 1996
mengungkapkan ada atau tidak ada peristiwa yang layak
diberitakan, komunikasi perlu terus dibina. “Jangan hanya
berhubungan dengan wartawan pada waktu perusahaan dalam
keadaan tidak baik atau mengalami musibah saja,” tuturnya.
Bahkan, jangan sampai pada waktu perusahaan mengalami musibah
justru public relations officer (PRO) menutup pintu informasi. Atau
hanya berbicara kepada pers setelah badai berlalu.
Selama ini, masih ada anggapan berhubungan dengan pers
lebih banyak mudharat ketimbang manfaat. Pada waktu kena
musibah, pimpinan perusahaan yang sebelumnya tidak kenal pers,
sibuk berusaha membina hubungan dengan pers. Ada yang melalui
perusahaan humas, PRO, bahkan CEO (Chief Executive Officer) yang
langsung terjun. Di negara maju, PRO sebagai mata dan telinga
pimpinan perusahaan mendapatkan posisi tertinggi dalam
struktur organisasi. Maka PRO memiliki akses langsung kepada
chairman atau CEO. Pada dasarnya, chairman/CEO sebuah
perusahaan adalah PR nomor satu. Alasannya, citra sebuah
perusahaan sering bergantung pada penampilan chairman/CEO. Di
lihat dari segi marketing chairman/CEO adalah salesman nomor
wahid pula.
a.Humas Eksternal & Komunikasi Eksternal .................. 2
b.Media ................................. ....................................... 7
c.Keterkaitan Humas dengan Media Massa .................. 7