BAB 5 KONSTRUKSI NEGARA KESULTANAN SERDANG, 1723-1946

17
55 BAB 5 BENTUK DAN SISTEM PEMERINTAHAN KESULTANAN SERDANG 1. Kelahiran dan Evolusi Pemerintahan KeSultanan Serdang 1 a. Masa Pemerintahan Sultan Johan Alamshah, 1787-1817 Negara KeSultanan Serdang kemudian dilanjutkan oleh putranya Tuanku Ainan Johan Alam Shah. Sedangkan adiknya Tuanku Sabjana ditempatkan sebagai Raja Muda di kampung Kelambir pinggir Sungai Tuan. Di bawah kepemimpinan Tuanku Ainan, Negara KeSultanan Serdang mengalami perkembangan dengan melebarkan wilayah kekuasaan hingga ke Percut dan Serdang Hulu. KeSultanan Siak memberi gelar ”Sultan” pada Tuanku Ainan di tahun 1814. istrinya adalah putri dari Raja Perbaungan, yakni Tuanku Sri Alam. Anak-anak Tuanku Ainan membuka dan memimpin perkampungan-perkampungan baru. Pada masa ini, Negara KeSultanan Serdang sudah merdeka penuh. Senembah, Tg. Morawa, Negeri Denai, Negeri Perbaungan, Negeri Percut, berada di bawah kedaulatan Baginda. Usaha baginda selanjutnya ialah melebarkan kekuasaan ke Tanah Batak sambil membawa agama Islam dan kebudayaan Melayu (masuk Melayu). Oleh sebab itu, di Serdang yang menjadi Melayu tidak lagi terikat kepada faktor genealogis (keturunan hubungan darah) tetapi dipersatukan oleh faktor kultural (budaya Melayu) yang sama yaitu beragama Islam, berbahasa Melayu, beradat-istiadat Melayu, dan pengakuan sebagai orang Melayu dengan ikatan kekeluargaan Parental. Baginda menerbitkan Motto Serdang: Al Wasiku Billah (berpegang pada tali Allah dan jangan bercerai berai), Surah Al-Imran; 102. Baginda Sultan Johan Alamshah mangkat ditahun 1817. Putera baginda yang tertua, Tengku Besar Zainal Abidin, lebih dahulu mangkat tewas di Pungai ketika pasukan Serdang membantu salah satu pihak di dalam perang saudara di Langkat (Marhom Mangkat di Pungei). Maka adindanya, Tengku Thaf Sinar, diangkat oleh Orang Besar dan rakyat menjadi Sultan Serdang ke-3 di tahun 1817. b. Masa Pemerintahan Tuanku Sultan Thaf Sinar Basarshah, 1817-1850 Setelah Tuanku Ainan mangkat di Tahun 1817, maka Tuanku digantikan oleh putra keduanya, Tengku Sinar karena putra pertamanya Tengku Zainal Abidin tewas dalam pertempuran membantu mertuanya di Kampung Punggai. Tengku Sinar kemudian diberi gelar Paduka Sri Sultan Thaf Sinar Bashar Shah. Pada zaman inilah Negara KeSultanan Serdang mengalami kejayaan dengan perdegangan dan pemerintahan yang adil. Perjanjian dagang dengan Inggris dibuat tahun 1823. Tercatat ekspor ketika itu berjumlah 8.000 pikul terdiri lada, tembakau, kacang putih, emas dan kapur barus. Sedangkan Inggris 1 Bagian ini diambil dari tulisan yang berjudul Adat Kontrak Sosial Antara Raja Dan Rakyat Kesultanan Serdang, Oleh Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH dibuat pada 3 Januari 2011 pukul : 06:32 Wib.

Transcript of BAB 5 KONSTRUKSI NEGARA KESULTANAN SERDANG, 1723-1946

55

BAB 5

BENTUK DAN SISTEM PEMERINTAHAN KESULTANAN SERDANG

1. Kelahiran dan Evolusi Pemerintahan KeSultanan Serdang1

a. Masa Pemerintahan Sultan Johan Alamshah, 1787-1817

Negara KeSultanan Serdang kemudian dilanjutkan oleh putranya Tuanku Ainan Johan Alam Shah.

Sedangkan adiknya Tuanku Sabjana ditempatkan sebagai Raja Muda di kampung Kelambir pinggir

Sungai Tuan. Di bawah kepemimpinan Tuanku Ainan, Negara KeSultanan Serdang mengalami

perkembangan dengan melebarkan wilayah kekuasaan hingga ke Percut dan Serdang Hulu. KeSultanan

Siak memberi gelar ”Sultan” pada Tuanku Ainan di tahun 1814. istrinya adalah putri dari Raja

Perbaungan, yakni Tuanku Sri Alam. Anak-anak Tuanku Ainan membuka dan memimpin

perkampungan-perkampungan baru.

Pada masa ini, Negara KeSultanan Serdang sudah merdeka penuh. Senembah, Tg. Morawa, Negeri

Denai, Negeri Perbaungan, Negeri Percut, berada di bawah kedaulatan Baginda. Usaha baginda

selanjutnya ialah melebarkan kekuasaan ke Tanah Batak sambil membawa agama Islam dan kebudayaan

Melayu (masuk Melayu). Oleh sebab itu, di Serdang yang menjadi Melayu tidak lagi terikat kepada

faktor genealogis (keturunan hubungan darah) tetapi dipersatukan oleh faktor kultural (budaya Melayu)

yang sama yaitu beragama Islam, berbahasa Melayu, beradat-istiadat Melayu, dan pengakuan sebagai

orang Melayu dengan ikatan kekeluargaan Parental.

Baginda menerbitkan Motto Serdang: Al Wasiku Billah (berpegang pada tali Allah dan jangan

bercerai berai), Surah Al-Imran; 102. Baginda Sultan Johan Alamshah mangkat ditahun 1817. Putera

baginda yang tertua, Tengku Besar Zainal Abidin, lebih dahulu mangkat tewas di Pungai ketika pasukan

Serdang membantu salah satu pihak di dalam perang saudara di Langkat (Marhom Mangkat di Pungei).

Maka adindanya, Tengku Thaf Sinar, diangkat oleh Orang Besar dan rakyat menjadi Sultan Serdang ke-3

di tahun 1817.

b. Masa Pemerintahan Tuanku Sultan Thaf Sinar Basarshah, 1817-1850

Setelah Tuanku Ainan mangkat di Tahun 1817, maka Tuanku digantikan oleh putra keduanya,

Tengku Sinar karena putra pertamanya Tengku Zainal Abidin tewas dalam pertempuran membantu

mertuanya di Kampung Punggai. Tengku Sinar kemudian diberi gelar Paduka Sri Sultan Thaf Sinar

Bashar Shah. Pada zaman inilah Negara KeSultanan Serdang mengalami kejayaan dengan perdegangan

dan pemerintahan yang adil. Perjanjian dagang dengan Inggris dibuat tahun 1823. Tercatat ekspor ketika

itu berjumlah 8.000 pikul terdiri lada, tembakau, kacang putih, emas dan kapur barus. Sedangkan Inggris

1Bagian ini diambil dari tulisan yang berjudul Adat Kontrak Sosial Antara Raja Dan Rakyat Kesultanan

Serdang, Oleh Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH – dibuat pada 3 Januari 2011 pukul : 06:32 Wib.

56

memasok kain-kain buatan Eropa. Wilayah kekuasan sudah melebar mulai dari Percut, Padang Bedagai,

Sinembah, Batak Timur sampai Negeri Dolok.2

Masa pemerintahan Baginda ditandai oleh beberapa peristiwa besar. antara lain :

Lembaga Dewan Diraja, kawan raja musyawarah diperteguh yaitu:

1) Raja Muda (kemudian puteranya pengganti bergelar Bendahara (Luhak Lubuk Pakam).

2) Sri Maharaja (Luhak Ramunia). Datuk Paduka Raja (Batangkuis) keturunan Kejeruan Lumu

Aceh. Datuk Maha Menteri (Araskabu) (Disebut WAZIR BEREMPAT atau Dewan Diraja, yang

harus bersama Sultan memutuskan sesuatu).

3) Majelis Orang Besar, yaitu Raja dan Kepala Negeri yang ditaklukkan, dan jajahan. Oleh sebab

itu, Tuanku Sultan Thaf Sinar Basarshah memakai gelar “Sri Paduka Duli Yang Maha Mulia

Tuanku Thaf Sinar Basar Shah Sultan Kerajaan Serdang dengan Rantau, Jajahan, dan

Takluknya”.

4) Baginda menaklukkan negeri Padang dan Bedagai serta mengangkat Wakil Sultan di sana.

5) Baginda mengadakan hubungan politik dan dagang dengan Pemerintah Inggris di Penang (Missi

John Anderson 1823).

6) Baginda memajukan perdagangan dan industri dan kemakmuran sehingga banyak saudagar

negeri-negeri lain mengekspor melalui Serdang termasuk dari Pantai Barat Sumatera (Barus,

Alas).

Karena kemakmuran negeri Serdang maka Kerajaan Siak datang menyerang sehingga Sultan Sinar

terpaksa mengakui hegemoni Siak di tahun 1817; ditetapkan bahwa fungsi Raja Serdang ialah: Sebagai

Kepala Pemerintahan, Sebagai Kepala Agama Islam dan Sebagai Kepala Adat.

Banyak raja dan kepala daerah tunduk karena sifat yang baik dimiliki Baginda: Pemurah, adil, dan

memerintah dengan lemah lembut; Elok berkata-kata manis dan lemah lembut budi bahasanya; Selalu

pandai mengambil hati rakyatnya sehingga bertambah-tambah kemakmuran negeri; Ringan tangan dan

kasih sayang membantu orang susah; Berani di dalam peperangan sehingga para panglima dan prajurit

setia dan berbakti pada baginda; Sangat gemar belajar mengenai berbagai hal di dunia. Baginda

mangkat dalam tahun 1850, sebagai penggantinya; Baginda digantikan puteranya Tengku Basyaruddin.

c. Masa Pemerintahan Sultan Basyaruddin Syaiful Alam Shah 1850-28 Desember 1880

Sultan Serdang keempat adalah Tengku Muhammad Basyaruddin yang kemudian bergelar Paduka Sri

Sultan M. Basyarauddin Syaiful Alam Shah. Ia ditabalkan di tahun 1850 sesaat setelah ayahandanya

mangkat. Basyaruddin merupakan putra keempat Tuanku Ainan. Selama pemerintahannya, Negara

KeSultanan Serdang melebarkan wilayah jajahannya hingga ke Batubara (Lima Laras), seluruh

Senembah dan menembus kawasan Karo dan Batak Timur.

2Pemkab Serdang Begadai. Profil & Sejarah Kabupaten Serdang Begadai

(Sei Rampah : www.serdangbedagaikab.go.id ; 2000)

57

Ketika pengaruh Belanda semakin kuat, Sultan Basyarudiin dengan tegas memihak pada KeSultanan

Aceh dan melakukan perlawanan. Hal ini membuat ia diberi mandat sebagai Wajir (kuasa) Sultan Aceh

dengan wilayah kewajirannya meliputi Langkat hingga Asahan. Sebagai wajir, ia menghadapi

kedatangan ekspedisi Belanda yang dipimpin Netscher tahun 1862. Di sisi lain, Sultan Basyaruddin

berusaha menjaga perdamaian dengan KeSultanan Deli yang memiliki hubungan akrab dengan Belanda.

Namun peperangan dengan KeSultanan Deli sempat pecah ketiak Serdang merebut kembali wilayah

Denai. Demikian juga ketika KeSultanan Aceh mengirim 200 kapal perang untuk menyerang KeSultanan

Deli dan KeSultanan Langkat, Sultan Basyaruddin turut membantu. Dalam melawan Belanda, Sultan

Basyaruddin didukung oleh para raja dan orang-orang besar jajahannya seperti raja Kampung Kelambir:

Raja Muda Pangeran Muda Sri Diraja M Takir, Wajir Bedagai: Datuk Putera Raja Negeri Serdang

Ahmad Yudha, Wajir Senembah: Kejuruan Seri Diraja Sutan Saidi.

Melihat perlawanan yang begitu kuat, akhirnya Belanda pada Agustus 1865 menurunkan ribuan

pasukannya di Batubara dan Tanjung Balai. Penyerangan ini diberi sandi Ekspedisi Militer melawan

Serdang dan Asahan. 30 September, pasukan Belanda sampai di Serdang dan langsung mengejar Sultan

Basyaruddin yang bertahan di pedalaman, hingga akhirnya perlawanan tersebut dipatahkan pada 3

Oktober dan Sultan Basyaruddin ditawan Belanda. Belanda kemudian merampas tanah-tanah jajahan

Serdang seperti Padang, Bedagai, Percut dan Denai. 20 Desember 1879, Sultan Basyaruddin mangkat di

Istana Bogak, Rantau Panjang dan dimakamkan di dekat Stasiun Araskabu.3

Masa pemerintahan Baginda penuh dengan peperangan, terutama dengan Deli, memperebutkan

wilayah Bedagai, Padang dan Percut, yang mau dirampas oleh Deli. Menurut London Treaty tahun 1824

antara Inggris dengan Belanda maka Sumatera diserahkan Inggris di bawah pengaruh Belanda.

Pemerintah Hindia Belanda lalu mendekati Siak yang sedang lemah karena perang saudara, dan berhasil

menekan Siak membuat perjanjian Kontrak Politik Siak-Belanda, 1 Februari 1858. Di dalam Kontrak itu

Siak berada di bawah naungan Pemerintah Hindia Belanda. Siak mohon bantuan Belanda agar mengusir

pengaruh Aceh pada kerajaan-kerajaan di Sumatera Timur. Atas dasar itu maka Residen Belanda di Riau,

E. Netscher, mulai mengunjungi kerajaan Langkat, Deli, Asahan, dan Serdang.

Di Serdang, Pemerintah Hindia Belanda mengakui bahwa Padang, Bedagai, Percut, Perbaungan, dan

Denai tetap jajahan Serdang (Pernyataan Belanda 16-8-1862). Tetapi karena Asahan dan Serdang serta

Temiang bermufakat dengan Aceh untuk membendung penetrasi Belanda ke Sumatera Timur, maka

Pemerintah Hindia Belanda dengan Keputusan Gubernur Jenderal no. 1 tanggal 25-8-1865 mengirim satu

ekspedisi militer yang besar dan tangguh dibawa 7 buah kapal perang dengan serdadu dan marinir

dilengkapi meriam dan mortar serta bedil yang mutakhir. Ekspedisi itu dinamakan “Militaire Expeditie

Tegen serdang en asahan”.

Dengan kekuatan yang begitu besar dan modern itu tentu saja kerajaan bumiputera yang kecil dan

sederhana kalah. Pada tanggal 1 Oktober 1865 pasukan Belanda memblokade dan mendarat di Serdang

dan pada tanggal 6 Oktober Serdang menyerah. Sebagai hukuman wilayah Percut, Padang, dan Bedagai

dirampas Belanda. Sultan Basyaruddin, sesuai gelarnya yakni Syaiful Alamshah (Pedang Alam), suka

berperang dan memiliki sifat pemberani, seperti kata pepatah : “Bersungut dawai mati berkapan

cindai bermata kucing setia tiada bertukar bertangan besi pantang surut biar selangkah” Baginda kurang pandai berdiplomasi, melawan kepada kekuatan imperialisme dan kolonialisme Barat

yang sedang berada di puncaknya di dunia. Sejak kekalahan itu, baginda menyendiri dan bersuluk dan

mangkat pada tanggal 28 Desember 1880 meninggalkan hanya seorang putera yaitu Tengku Sulaiman.

3Ibid.,

58

d. Pemerintahan Sultan Sulaiman Shariful Alam Shah, 1880-13 Oktober 1946

Negara KeSultanan Serdang diteruskan pada Tengku Sulaiman yang saat itu masih dibawah umur, 13

tahun. Ia ditabalkan menjadi Paduka Sri Sultan Tuanku Sulaiman Syariful Alam Shah. Untuk

menghindari kekosongan kekuasaan pamannya Tengku Mustafa bergelar Raja Muda Sri Maharaja

diangkat sebagai Wali Sultan. Penabalan ini dilaksanakan di Istana Tanjung Puteri, Bogak, Rantau

Panjang. Pengangkatan ini tidak serta merta diakui oleh Residen Belanda. Mereka memberi 3 syarat jika

Sultan Sulaiman ingin diakui yakni: Serdang tidak menuntut daerah-daerah yang telah dirampas

Belanda, penetapan tapal batas antara Deli dan Serdang serta Sultan harus tunduk pada kekuasaan

Belanda. Namun Sultan Sulaiman tidak perduli. Tahun 1882, Belanda memaksa agar sebagian wilayah

Senembah diserahkan kepada Deli dengan imbalan Deli akan menyerahkan kembali Negeri Denai.

Sultan Sulaiman baru diakui pada tahun 1887 walau ia tetap tidak setuju atas tapal batas dengan Deli

yang ditentukan Belanda.

Tahun 1891 Kontrolir Belanda, Douwes Dekker memindahkan ibukota Negara KeSultanan Serdang

ke Lubuk Pakam karena Rantau Panjang selalu mengalami banjir. Namun Sultan Sulaiman tidak mau. Ia

yang telah membangun istana Kota Galuh dan mesjid Sulaimaniyah di Persimpangan Tiga Perbaungan

pada tahun 1886 justru pindah ke istana tersebut. Kota ini menjadi tandingan kota Lubuk Pakam karena

Sultan kemudian membangun kedai, pasar dan pertokoan sehingga ramai. Daerah-daerah taklukan

Serdang yang dikuasai Belanda dijadikan perkebunan seperti di Denai, Bedagai, Senembah dan Percut.

Seluruh perkebunan ini mengikat kontrak dengan Sultan Deli. Walau diakui namun kekuasaan Sultan

pelan-pelan dibatasi Belanda. Bahkan ketika pulang bertemu dengan Kaisar Jepang Tenno Heika Meiji

Mutshuhito, tapal batas dengan Bedagai telah diperkecil Belanda. Belanda juga menghapus jabatan-

jabatan penting keSultanan setelah yang menyandangnya meninggal dunia.

Di bawah pimpinan Sultan Sulaiman, Negara KeSultanan Serdang membangun 2.000 bahu lahan

persawahan lengkap dengan irigasinya. Kemudian di tahun 1903 didatangkan transmigran masyarakat

Banjar untuk mengolahnya. Sultan juga membuka pabrik belacan dan sabun di Pantai Labu serta

membuka perkebunan tembakau di Kuala Bali. Bank Batak dibangun Sultan di Bangun Purba sebagai

penunjang roda perekonomian di Serdang. Di bidang pendidikan Sultan mendirikan sekolah

Syairussulaiman di Perbaungan. Dalam buku Kronik Mahkota Negara KeSultanan Serdang yang ditulis

Tuanku Luckman Sinar Basarsyah, Sultan Sulaiman digambarkan orang yang anti Belanda. Misalnya

Sultan Sulaiman adalah orang yang memperjuangkan agar rakyat yang tinggal di sekitar perkebunan

tembakau konsesi dibenarkan mengerjakan lahan untuk tanaman padi saat areal perkebunan

dibelukarkan. Untuk memastikannya ia membuat kodefikasi tentang Hak Adat Rakyat Penunggu di tahun

1922, hak ini membenarkan siapa saja yang memenuhi syarat untuk memperoleh hak jaluran. Sultan

Sulaiman juga dikenal akrab dengan kesenian dan kebudayaan. Ia mendirikan teater ”Indera Ratu” yang

membawakan cerita-cerita Melayu, India dan Barat. Sekali setahun teater ini menggelar pertunjukan ke

berbagai pelosok Serdang untuk menghibur rakyat secara gratis. Sultan juga menghidupkan teater

tradisional ”Makyong” dan wayang kulit Negara Kesultanan Serdang yang dihadiahkan oleh Sultan

Hamengkubowono VIII. Biasanya kesenian ini digelar pada tiap hari raya di depan Istana Perbaungan.

Saat perang dunia kedua, Jepang yang masuk ke Serdang melalui Pantai Perupuk Tanjung Tiram,

Batubara. Namun pasukan ini terkejut ketika masuk ke istana menemukan gambar Tenno Heika Meiji

tergantung di dinding istana. Sejak itu hubungan Sultan Sulaiman dengan tentara pendudukan Jepang

terjalin baik. Bahkan Sultan diberikan mobil dengan plat no. 1. jepang juga berjanji tidak akan

mengambil pekerja paksa dari Serdang dengan syarat Serdang harus menyuplai beras ke markas-markas

59

Jepang. Sultan Sulaiman juga segera mengibarkan bendera merah putih ketika mendengar proklamasi 17

Agustus 1945 melalui gubernur Sumatera Timur, TM Hassan, Sultan mengirimkan sebuah telegram

kepada Presiden Soekarno yang menyatakan Negara KeSultanan Serdang serta seluruh daerah

taklukannya mengakui kekuasaan pemerintah Republik Indonesia dan dengan segala kekuatan akan

mendukungnya.

Pada masa ini, semua kerajaan bumiputera di Indonesia sudah dijajah Belanda. Pemerintah Hindia

Belanda membuat Politik Kontrak (1907) dengan Kerajaan Serdang yang berada di bawah protektorate.

Ia tidak boleh berhubungan dengan pemerintah asing dan rakyatnya adalah rakyat asli Serdang saja.

Mahkamah Kerajaan tidak boleh menghukum rejam, atau potong tangan atau hukuman dera cambuk.

Hukuman mati dan hukum buang harus dengan seizin pemerintah Hindia Belanda. Semua hasil negeri

diambil 50% oleh Pemerintah Hindia Belanda.

Sultan Sulaiman terkenal sebagai raja yang selalu melawan dan sabotase setiap tekanan Belanda dan

bersimpati kepada gerakan kemerdekaan Indonesia. Karena pemerintahannya yang banyak sekali untuk

pembangunan dan pendidikan serta kesehatan rakyat, maka ketika baginda sakit di tahun 1927, ribuan

rakyat berkunjung ke Istana Kota Galuh Perbaungan. Baginda melindungi rakyatnya dari kekerasan

Jepang yang mau menangkap pemuda untuk dijadikan romusha kerja paksa dan wanita gyanfu.

Ketika diproklamasikan kemerdekaan Indonesia 17-8-1945, Baginda segera mengirim telegram

kepada Presiden Sukarno, bahwa Kerajaan Serdang berdiri dan akan mempertahankan Republik

Indonesia. Tetapi di daerah Sumatera Timur berkecamuk kegiatan pengaruh kaum komunis yang

mensponsori diadakannya coup “Revolusi Sosial”. Banyaklah raja-raja dan bangsawan yang ditangkap

dan dibunuh dan istana direbut dan dibakar. Sultan Sulaiman selamat dijaga oleh Tentera Republik

Indonesia di istana tetapi karena sakit dan usia tua baginda mangkat 13-10-1946 dan dimakamkan oleh

Pemerintah Republik Indonesia dengan kehormatan dan diiringi ribuan rakyat. Sejak 3 Maret 1946 oleh

“Revolusi Sosial” itu lenyaplah semua kerajaan yang ada di Sumatera Timur dan Aceh. Berdasarkan

pasal 18D UUD 1945 (perobahan ke-2) sistem Kerajaan seperti zaman Belanda tidak berlaku lagi.

2. Bentuk Pemerintahan Negara Kesultanan Serdang Bentuk Pemerintahan Negara Kesultanan Serdang merupakan bentuk pemerintahan Quasi. Bentuk

Pemerintahan Quasi di Negara Kesultanan Serdang pada hakekatnya merupakan bentuk variasi dari

bentuk Monarchie Terbatas4 dan bentuk pemerintahan Aristokrasi

5.

Ha ini disebabkan situasi dan kondisi yang berbeda, sehingga melahirkan bentuk-bentuk semuanya.

Apabila dilihat dari kedua bentuk pemerintahan di Negara Kesultanan Serdang; bentuk pemerintahan

quasi yang diterapkan oleh Negara Kesultanan Serdang ini teraktualisasi – bahwa Sultan maupun Raja

Urung merupakan Kepala Pemerintahan dengan dibantu oleh Kabinet pimpinan Raja Muda dan Menteri

Utama.

Tetapi Sultan maupun Raja Urung juga bertanggung Negara Kesultanan Serdangb kepada Lembaga

Orang Besar maupun Lembaga Harajaan; Lembaga Orang Besar maupun Lembaga Harajaan dapat

menjatuhkan Sultan maupun Raja Urung.

4Monarchie Terbatas (Konstitusional/Monarchie dengan Konstitusi Tertulis); yaitu : suatu Monarchie - dimana

kekuasaan Sultan maupun Raja Urung itu dibatasi oleh Konstitusi (Hukum Dasar baik yang tertulis maupun tidak). 5Aristokrasi yaitu : pemerintahan dengan pimpinan tertinggi berada pada beberapa orang, biasanya dari

kalangan Bangsawan. Golongan yang memegang kekuasaan di Negara Kesultanan Serdang dapat dibedakan

menurut kelahiran (kebangsawanan), umur, hak milik atas tanah dan pendidikan.

60

3. Susunan Pemerintahan Negara Kesultanan Serdang Pemerintahan Kesultanan Serdang merupakan Pemerintahan Uni Serikat. Uni Serikat adalah

pemerintahan dimana kekuasaan untuk mengatur seluruh mekanisme pemerintahan berada pada beberapa

pemerintah yang menjadi bagian daripada Negara Kesultanan Serdang. Hubungan pemerintah yang

disepakati dalam Negara Kesultanan Serdang ini adalah pembagian dan kerjasama pemerintahan menurut

tingkatan. Artinya wilayah-wilayah yang menjadi bagian dari Negara Kesultanan Serdang ini

mempunyai hak dan wewenang untuk mengatur, menentukan dan menyelenggarakan urusan

pemerintahannya sendiri”.

4. Sistem Pemerintahan Negara Kesultanan Serdang

Negara Kesultanan Serdang menganut sistem pemerintahan Paternalisme; pemerintahan dengan sistem

melalui perantaraan kelas atau elite birokrat istana. Elite pemerintah istana tersebut digunakan dengan

pertimbangan latar belakang kultur istana yang masih dimilikinya sehingga diharapkan dapat secara

efektif memberikan pengaruh pada efektivitas dan kontrol atas jalannya berbagai kebijakan dari

pemerintah ke seluruh wilayah kekuasaan Negara Kesultanan Serdang. Pemanfaatan elite politik lokal ke

dalam pemerintah kolonial erat kaitannya dengan tujuan politik untuk tetap menjaga loyalitas mereka

kepada pemerintahan kolonial Belanda.

Sistem pemerintahan yang diciptakan oleh pendiri negara tersebut tidak dapat dilepaskan dari

konstelasi sosial politik yang terbentuk dalam masyarakat pada saat itu. Istana dan budayanya masih

menjadi sentral kehidupan masyarakat, seperti terjadi di Negara Kesultanan Serdang melalui Istana

Sultan maupun Raja Urung, penganutnya masih mengembangkan nilai-nilai aristokratik yang sangat

diagungkan oleh masyarakat. Masyarakat strata bawah diluar Istana dianggap masih mengikuti norma

budaya kasar. Hubungan antarkeduanya bersifat asimetris, paternalistic dan personal. Dengan

menggunakan istilah yang penulis pakai, sepandangan penulis denganGeertz; mengelompokkan

keduanya dengan sebutan “daulat dan durhaka”. Dalam konteks masyarakat yang seperti ini pemerintah

di Negara Kesultanan Serdang dikembangkan sehingga membentuk hubungan paternalistic yang bersifat

informal dan sangat pribadi.

Walupun sejarah terbentuknya budaya pemerintah antara satu daerah dengan daerah lainnya di Negara

Kesultanan Serdang; Negara mempunyai lingkungan dan kronologi yang berbeda-beda, adanya pengaruh

budaya tradisional Kesultanan pada tiap-tiap daerah tersebut memiliki kesamaan, yaitu diadopsinya

sistem budaya istana ke dalam sistem pemerintah pemerintahan.

Internalisasi nilai-nilai budaya istana kedalam pemerintah tersebut memunculkan watak pemerintah

yang cenderung menempatkan dirinya merasa lebih tinggi daripada masyarakat kebanyakan. Pada

masyarakat Melayu misalnya, orang Melayu mudah terkesan oleh status kebangsawanan, keterpelajaran,

dan kekayaan.

Orang berketurunan ningrat, bergelar sarjana, dan berharta melimpah akan lebih dihormati di

masyarakat. Oleh karena itu, orang cenderung akan mengajar simbol status yang melekat pada dirinya.

Walaupun tidak dapat meraih semuanya, paling tidak diraih salah satu diantara beberapa unsur tersebut

agar mendapat penghormatan dari masyarakat sekelilingnya.

Sistem nilai dan norma budaya yang dipakai dalam sistem sistem pemerintahan di Negara Kesultanan

Serdang adalah menggunakan standar ganda. Pada satu sisi adanya keinginan birokrais untuk berperilaku

layaknya sebagai seorang daulat yang berkuasa yang harus dilayani, pada sisi lain pemerintah juga

61

berfungsi sebagai pelayan yang harus mengetahui kebutuhan masyarakat yang dilayaninya. Terjadinya

dualism orientasi nilai yang berkembang di dalam sistem pemerintah telah memberikan dampak berupa

munculnya sikap yang ambivalensi. Pemerintah Indonesia bersifat ambivalen karena tidak ada

pemisahan antara kepentingan formal kedinasan dengan kepentingan pribadi. Realitas pemerintah ini

akan melahirkan gaya hidup feodal dalam pemerintah yang mempengaruhi perlakuan pemerintah

terhadap rakyatnya.

Pemerintah seharusnya lebih ditempatkan sebagai penjaga aturan main yang disepekati lewat proses

demokrasi. Oleh karena itu, pemerintah seharusnya bersifat neutral, bersih dan professional. Namun

dalam realitasnya, pemerintah cenderung kurang mampu membedakan antara kepentingan privat dengan

kepentingan publik. Kepentingan privat sering kali justru lebih dominan dan dimenangkan daripada

kepentingan publik yang menyangkut kepentingan orang banyak. Feodalisme, dalam bentuk sikap dan

orientasi vertikal yang diterapkan di daam kehidupan pemerintah, telah menyebabkan semakin

tertindasnya masyarakat oleh sistem kekuasaan pemerintah. Masyarakat menjadi tidak mempunyai

kesempatan untuk menentukan nasibnya dan mengekspresikan pendapatnya kepada pemerintah. Publik

menjadi apatis yang terlihat dari tidak adanya keberanian untuk mengemukakan pendapatnya, terlebih

dalam melakukan kritik terhadap berbagai kebijakan pemerintah.

Sifat budaya dualism dalam pemerintah tercermin dalam memberikan pelayanan publik, yang

pemerintah itu memiliki orientasi nilai yang berbeda dan saling bertentangan. Pada satu sisi, pemerintah

dituntut harus loyal kepada pimpinan melalui prinsip loyalitas yang justru terlihat lebih mendominasi

orientasi pemerintah. Pada sisi lain, pemerintah diharuskan untuk mengaktualisasikan prinsip abdi

masyarakat, yakni sebagai pemberi pelayanan kepada masyarakat yang harus mementingkan masyarakat

yang dilayaninya. Pola dualism tersebut telah menyebabkan setiap aparat pemerintah berusaha berlomba-

lomba menaikkan harga diri untuk mencari status, kehormatan, dan kemuliaan diantara sesama rekan

kerja, kelompok, maupun masyarakat.

Budaya pemerintah Negara Kesultanan Serdang sebagai bagian dari budaya politik merupakan

manifestasi sistem kepercayaan nilai-nilai yang dihayati, sikap, dan perilaku yang terefleksikan ke dalam

orientasi pemerintah terhadap masyarakat dan lingkungannya. Budaya sistem pemerintahan di Negara

Kesultanan Serdang yang merupakan penggabungan nilai-nilai tradisional dan modern tercermin secara

nyata dalam perilaku aparat pemerintahnya. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia lebih mencerminkan

pencampuran antara karakteristik pemerintah Weberian dengan karakteristik pemerintah yang berakar

pada budaya lokal. Budaya pemerintah seperti ini memberikan peluang pada munculnya sikap dan

perilaku paternalistic yang merugikan kepentingan masyarakat secara luas.

Corak paternalistic sistem pemerintahan di Negara Kesultanan Serdang lebih mencerminkan hubungan

bapak dan anak (bapakisme). Hubungan bapakisme ini lebih halus dibandingkan dengan hubungan

patron klien. Guna memperkuat gambaran ini Mulder (1985) menunjukkan bahwa posisi seorang

bawahan dan atasan disamakan dengan posisi hubungan antara seorang anak dengan bapaknya dalam

konsep Negara Kesultanan Serdang. Seorang anak harus menghormati bapaknya, yang secara praktis

termanifestasi dalam perasaan sungkan dan berbahasa halus (kromo) dalam berbicara dengan bapak.

Hubungan antara orang tua dengan merupakan hubungan superior dan inferior. Anak atau yang inferior

harus menghormati (ngajeni) orang tua atau yang superior. Anak melayani orang tua untuk mencari

perhatian dan orang tua harus dapat memberikan perhatian atau sesuatu yang lain yang dapat

menunjukkan sebuah perhatian. Sistem hidup kekeluargaan di Negara Kesultanan Serdang tergambar

dalam hukum adatnya, dalam tatakrama pergaulan antara sesama, dan masih berpegang pada preferensi

62

sosial, seperti umur, pangkat, jabatan atau hal-hal yang dianggap menjadi ukuran status dalam

masyarakat yang bersangkutan.

Pola hubungan paternalistic yang menunjuk pada hubungan patron klien agak sedikit berbeda dengan

pola hubungan bapakisme. Hubungan patron klien cenderung menekankan pada segi material, sedangkan

hubungan bapakisme di samping memenuhi kebutuhan material, juga cenderung menekankan pada

hubungan yang bersifat nonmaterial.

Pada konteks bapakisme, hubungan yang terjalin meliputi aspek pemenuhan kebutuhan sosial, material,

spiritual, dan emosional. Anak buah (pegawai bawahan) yang memperoleh perlindungan seperti ini,

dengan segala loyalitasnya dan sukarela akan memenuhi perintah sang bapak. Mereka merasa berutang

budi kepada sang bapak sehingga menimbulkan sikap hormat yang begitu tingi dalam mendalam

kepadanya. Bapak adalah pemimpin yang memberikan pengayoman. Sebaliknya, anak diharapkan dapat

menjadi tulang punggung yang memberikan rasa hormat dan bahkan mungkin bersedia untuk membela

hidup serta kehormatan bapaknya.

5. Mekanisme Pemerintahan Negara Kesultanan Serdang

A. Lembaga Pemerintahan Pusat (ISTANA)

Adapun kategori daripada lembaga negara di tingkat pusat (Serdang Asli) dari negara KeSultanan

Serdang terdiri atas :

Sultan

Menurut Konstitusi KeSultanan – Sultan berkedudukan sebagai simbol Negara (the king can do no

wrong).6 Sultan Negara KeSultanan Serdang merupakan juga sebagai Kepala Negara, Pemerintahan

Islam dan Ketua Adat yang dipilih oleh Lembaga Orang Besar.7 Mekanisme ini

8 menurut Konstitusi

Negara KeSultanan Serdang merupakan Kabinet yang bertanggungjawab kepada Sultan.

Salah satu ciri yang utama dari mekanisme ini ialah bahwa sekaligus pula Sultan merupakan unsur

daripada Pemerintahan, namun ia tidak dapat diganngugugat. Kabinet KeSultanan tidak dapat atau

masing-masing Menteri tidak dapat dipaksa untuk meletakan jabatan oleh Sultan.

Sultan memainkan peranan penting dalam sistem ketatanegaraan di Negara KeSultanan Serdang baik

dalam bidang politik, ekonomi dan sosial. Namun setelah adanya Penetrasi Asing di Negara KeSultanan

Serdang ; menyebabkan kedudukan, tugas dan wewenang Sultan mulai tidak berpengaruh. Sebaliknya

Penetrasi Asing peranan yang dominan pada bidang politik, ekonomi dan sosial. Walaupun terjadi hal

yang sedemikian rupa, Sultan tetap menjadi unsur penting dalam sistem ketatanegaraan tersebut.

Adapun peranan daripada Sultan tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut :

1) Sultan Negara KeSultanan Serdang memegang kekuasaan pemerintahan menurut Konstitusi

Negara KeSultanan Serdang;

2) Delam melakukan kewajibannya Sultan dibantu oleh satu orang Raja Muda. Sultan memegang

kekuasaan membentuk Undang-undang dengan persetujuan Lembaga Orang Besar;

6Maksud dari the king can do no wrong ini adalah bahwa Sultan selaku Kepala Negara hanya sebagai simbol

pemersatu daripada Negara saja yang tidak dapat diganngugugat dan tidak dapat dipertanggungjawabkan segala

aktivitas-aktivitasnya dalam kebijakan Negara. Lihat juga C.S.T. Kansil, Tata Negara (rev. ed; Jakarta : Erlangga,

1992), hal.72. 7Wawan cara dengan Tengku Syahrial di Belawan, tanggal 5 April 2001. 8Mekanisme ini merupakan Interpretasi Penulis.

63

3) Sultan menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana

mestinya; Sultan merupakan seorang Pangeran yang dipilih dan ditambalkan menjadi Putra

Mahkota;

4) Sultan dan Raja Muda dipilih oleh Lembaga Orang Besar dengan suara yang terbanyak. Sultan

dan Raja Muda memegang jabatan Seumur Hidup dan sesudahnya dapat dipilih kembali.

5) Jika Sultan mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya,

ia diganti oleh Raja Muda sampai habis waktunya. Sebelum memangku jabatannya, Sultan dan

Raja Muda bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan

Lembaga Orang Besar atau Lembaga Orang Besar sebagai berikut : “Sumpah Sultan (Raja Muda)

“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Sultan Negara KeSultanan Serdang

(Raja Muda Negara KeSultanan Serdang ) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang

teguh Konstitusi Negara KeSultanan Serdang dan menjalankan segala undang-undang dan

peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa. ”Janji Sultan (Raja

Muda) : “Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Sultan Negara

KeSultanan Serdang (Raja Muda Negara KeSultanan Serdang ) dengan sebaik-baiknya dan

seadil-adilnya, memegang teguh Konstitusi Negara KeSultanan Serdang dan menjalankan segala

undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan

Bangsa” ;

6) Sultan memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat dan Angkatan Laut ;

7) Sultan dengan persetujuan Lembaga Orang Besar menyatakan perang, membuat perdamaian dan

perjanjian dengan negara lain. Sultan menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya

keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang;

8) Sultan mengangkat duta dan konsul. Sultan menerima duta negara lain;

9) Sultan memberi grasi, amnesty, abolisi dan rehabilitasi. Sultan memberi gelaran, tanda jasa dan

lain-lain tanda kehormatan.

Raja Muda9

Adapun Raja Muda tersebut mempunyai fungsi sebagai berikut :

1) Mengmabili keputusan-keputusan atas nama Sultan mengenai semua hal tentang Batak Dusun–

sepanjang Raja Muda di Batak Timur atau Kejeruan Senembah tidak dapat menyelesaikannya;

2) Kepala kantor dan kepala Polisi-Polisi Sultan;

3) Pejabat Ketua Kerapatan;

4) Hakim Tunggal mengenai perkara-perkara yang tidak begitu penting;

5) Kepala Peradilan mengenai keturunan-keturunan Sultan atau Orang Besar;

6) Kepala Peradilan mengenai penghuni Istana/Keraton Kota Ghaluh.10

Menteri Utama (Perdana Menteri/Bendahara)

Menteri utama (Perdana Menteri atau Patih di Jawa) ialah yang bertindak sebagai Mangkubumi adalah

Datuk Paduka Setia Maharaja yang mendampingi Raja Muda.

Menteri Utama - dialah Menteri Tunggal yang sangat berkuasa dan merupakan kepala pemerintahan

sehari–hari. Menteri Utama11

; tugas Menteri Utama membantu Sultan dalam mengkoordinasikan

9Jabatan Raja Muda pada masa Pememrintahan Kolonial Belanda telah dihapuskan. 10Wawancara dengan Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH; dirumah : JL. Abdulla Lubis No. 42/47 Medan,

tanggal 31 Maret 2001. 11Ibid.,

64

perencanaan dan penyusunan kebijakan, serta mensinkoronkan pelaksanaan kebijakan di Negara

KeSultanan Serdang; adapun fungsinya sebagai berikut :

1) Pengkoordinasian para Menteri Negara dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen

dalam keterpaduan pelaksanaan tugas di bidang politik dan keamanan, termasuk pemecahan

permasalahan dalam pelaksanaan tugas;

2) Pengkoordinasian dan peningkatan keterpaduan dalam penyiapan dan perumusan kebijakan

pemerintahan Kantor Menteri Negara, Departemen, dan Lembaga Pemerintah Non Departemen

Negara KeSultanan Serdang ;

3) Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya

kepada Sultan.

Lembaga Orang Besar

Lembaga Orang Besar yang dimaksud disini ialah Lembaga Orang Besar Berempat/Wazir bukan saja

agung tetapi unik kerana kedudukan, tugas dan wewenang Lembaga ini merupakan wujud daripada

penyempurnaan Daulat-Durhaka. Orang Besar Berempat yang merupakan “inner Council”.

Adapun Lembaga Orang Besar Berempat itu adalah : Datuk Paduka Setia Maharaja, Tengku Seri

Maharaja, Datuk Mahamenteri dan Datuk Paduka Raja. Adapun gelar dari masing–masing Orang Besar

Berempat yang sesuai dengan tingkatan dalam kedudukan hirarki kekuasaan adalah : Datuk Paduka Setia

Maharaja, Tengku Seri Maharaja, Datuk Mahamenteri dan Datuk Paduka Raja. Mereka inilah yang

membantu raja dalam penentuan pengganti raja–raja dan penambalan raja–raja baru, membuat perjanjian,

menentukan keadaan perang, dan lain–lain hal yang dianggap penting.

Sewaktu kerajaan Serdang masih kecil dan mulai berkembang dari Sampali ke Sungai Serdang,

keempat Wazir ini belum mempunyai daerah sendiri. Fungsi Wazir ini sebagai kawan Raja dalam

musyawarah untuk hubungan–hubungan politik.12

Menurut ketentuan Konstitusi ini, maka penunjukan anggota-anggota untuk Lembaga Orang Besar dari

wilayah-wilayah seperti wilayah Rantau, Taklukan dan Jajahan; diatur dan diselenggarakan dengan

perundingan berama-sama oleh wilayah-wilayah tersebut dengan memperhatikan azas-azas mufakat.

Untuk penentuan jumlah anggota astrologi yang mendapat pengaruh Hindia yaitu 4, 8, 16 dan kadang-

kadang sampai 32 orang.13

Adapun tugas dan wewenang daripada Lembaga ini adalah sebagai berikut :

1) Memilih dan melantik Sultan;

2) Mensahkan dan membatalkan Peraturan Perundangan-Undangan serta Kebiasaan (coustum) dan

Adat;

3) Menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara Negara KeSultanan Serdang ;

4) Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh Organ Negara lainnya, termasuk

penetapan Garis-garis Besar Haluan Negara Negara KeSultanan Serdang yang pelaksanaanya

ditugaskan kepadam Sultan.

Betara Kanan (Ajudan Sultan/Seketaris Negara)

Betara Kanan berkedudukan sebagai Ajudan Sultan/Seketaris Negara merupakan bagian daripada

Aparatur Pemerintahan Pusat yang berkedudukan langsung di bawah dan bertanggung jawab kepada

13 Luckman, Op. Cit hal. 232.

65

Sultan. Apabila Betara Kanan disamping jabatannya memegang jabatan Ajudan Sultan, maka Betara

Kanan merupakan wadah administrasi dari Sultan tersebut.

Betara Kanan mempunyai tugas pokok membantu Sultan dalam memperlancar pelaksanaan tugas

Sultan dengan penyelenggaraan kekuasaan Negara dan pemerintahan yang meliputi administrasi

Pemerintahan dalam arti yang luas. Menyelenggarakan koordinasi dan pelayanan administrasi dan

keuangan dari pejabat-pejabat baik Pejabat yang berkedudukan biasa maupun yang berkedudukan

khusus.

Betara Kanan dalam melaksanakan tugasnya menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan

sinkronisasi dalam lingkuangan Sekretariat Negara maupun dalam hubungannya dengan Pejabat yang

berkedudukan biasa maupun yang berkedudukan khusus. Sebagai Ajudan Sultan–bertugas

menyelenggarakan pelayanan terhadap kegiatan-kegiatan Sultan di luar kegiatan politik (kenegaraan).

Betara Kiri (Kepala Rumah Tangga Istana)

Betara Kiri berkedudukan sebagai Pengendalian Operasional Istana yang menyelenggarakan

pelayanan administrasi kerumah-tanggaan dan keprotokolan Sultan Istana.

Betara Kiri terdiri dari Biro-Biro Boy, Dayang dan Inang Pengasuh. Boy – dibandingkan dengan

jumlah Dayang; jumlah Boy lebih sedikit, status mereka ada yang sudah berkeluarga14

dan ada yang

masih lajang (belum berkeluarga). Tugas Boy antara lain membersihkan halaman Istana, menghidangkan

makanan, menutup pintu, jendela dan membersihkan Istana serta memegang kunci almari. Boy direkrut

ke Istana sejak usia 5 (lima) tahun atau batas rekrutan usia maksimalnya 10 (sepuluh) tahun. Mereka

tinggal di Istana dan apabila yang sudah bekeluarga boleh membawa serta keluarganya tinggal dalam

lingkungan Istana. Bagi Boy yang berstatus lajang untuk mendapatkan jodoh dari kalangan perempuan

Bangsawan tidaklah mungkin karena Syarak mengatur secara jelas dan tegas melarang perempuan

Bangsawan menikah dengan pria bukan Bangsawan. Kalaupun ketemu jodoh tentulah dengan Dayang

yang sama-sama mengabdi di Istana15

.

Dayang16

- merupakan pelayan perempuan yang direkrut dari anak perempuan kebanyakan diserahkan

ke Istana dengan maksud ingin mengubah nasib daripada keluarga tersebut. Adapun asal Dayang ini

terdiri dari etnik Melayu sendiri, Simalungun dan Tionghoa. Tugasnya antara lain : memijat, mengipas,

menghidang makanan Sultan dan Permaisuri. Mereka direkrut dan memasuki Istana sejak usia 5 (lima)

dan batas pengrekrutan usia 10 (sepuluh) tahun.

Disamping mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan; mereka juga mendapatkan Syarak17

Istana,

diajari memasak, menari dan keterampilan lainnya. Permaisuri (Tengku Suri) sangat memperhatikan

Dayang Istana yang jumlahnya sekitar 25 (dua puluh lima) orang itu. Tengku Suri menyayangi Dayang

yang berparas cantik, bersuara bagus, rajin, cekatan dan penurut. Dayang yang seperti ini oleh Tengku

Suri dijadikan sebagai anak asuh.

Meskipun tetap menjalankan tugas, Dayang yang diangkat sebagai anak asuh ini sering diberi

perhiasan, dididik bahkan jodohnya pun dipilihkan oleh Tengku Suri. Selain mengalami mobilitas

14Apabila istri Boy diambil dan dijadikan istri (Selir) bangsawan tinggi tersebut maka istri Boy tersebut terlebih

dahulu harus diceraikan Boy tersebut. 15Budi Agustono. Kehidupan Bangsawan Serdang, 1887–1946, (Yogyakarta : Tesis Sarjana Progam Pasca

Sarjana Universitas Gajah Mada, 1993), hal. 60-61. 16Ada dua jenis Dayang Istana – pertama : merek yang meladeni keperluan Sultan dan Permainsuri sehari-hari.

Kedua – Dayang yang bersifat incidental yang hanya diperlukan pada saat ada upacara Istana; biasanya mereka ini

merupakan anak Datuk atau Orang Kaya (Bangsawan Kesultanan Serdang) yang dititipkan di Istana sekaligus mengabdi agar anak-anak perempuan tersebut kelak hidupnya lebih baik.

17Syarak disini adalah adat istiadat Istana.

66

sosial18

, mereka selalu diajak berpergian bersama Tengku Suri. Dayang juga berfungsi sebagai teman

bermain Putra dan Putri Sultan – mereka harus hormat dan tidak berbuat bebas. Pelayanan musti

diutamakan; bila disuruh membeli atau mengambil sesuatu tetap dikerjakan. Penjara sosial tetap ada19

,

memanggil Putra dan Putri Sultan dengan sapaan “Ku” – kependekan dari Tengku sembari menyembah

dengan kedua buah tapak tangan yang dipertemukan, diangkat dan diletakan diantara alis mata. Hampir

semua Dayang yang mengabdikan diri di Istana berasal dari desa wilayah taklukan Serdang. Ketika

datang ke Istana, mereka menjumpai dan bersentuhan dengan “tradisi besar” yang sebelumnya tidak

pernah dikenal. Syarak Istana harus diterapkan. Untuk ini mereka harus mengalami sosialisasi dan

enkulturasi yang cukup lama. Dari sosialisasi di Istana para Dayang mulai mengenal kesenian semisal :

Opera Bangsawan, Mendu, Makyong, Rongeng dan berbagai kesenian Melayu laiinya yasng masa itu

dimonopoli oleh kaum bangsawan. Jika bersuara bagus dan pandai menari – mereka ada kemungkinan

dapat menjadi salah satu pemain dari jenis kesenian itu. Di Istana sendiri para secara tidak langsung para

Dayang sering mendengar music modern seperti harmonica, biola, piano dan band yang dipertunjukan

oleh Putra dan Putri Sultan dan personil grup band Serdang. Jika Putri Sultan bermain piano sambil

menyanyi, Dayang yang mendengarkannya tanpa sadar menggerakan tangan dan kakinya sembari

meniru lagu dinyanyikan meskipun tidak berani secara langsung melihatnya

Kabinet

Kabinet (Dewan Menteri) merupakan pembantu Sultan diangkat dan diberhentikan oleh Sultan meliputi

Menteri Utama sebagai unsur pimpinan serta Menteri-Mentri menurut jumlah astrologi (mendapat

pengaruh dari Hindu) yaitu : 4, 8, 16 dan kadang–kadang sampai 32 orang

Di bawah Menteri Utama ada Tumenggung yang berfungsi sebagai jaksa merangkap kepala

kepolisian. Selanjutnya Laksemana yang berfungsi sebagai panglima angkatan laut dan merngkap

panglima angkatan perang. Hulubalang merupakan panglima perang yang ditugaskan sebagai panglima

perang angkatan darat. Syahbandar fungsinya sebagai mengurus cukai dipelabuhan, mengurus imigrasi

dan untuk urusan perdagangan.

Untuk merundingkan bersama-sama kepentingan umum, Menteri-Menteri bersidang dalam Kabinet

yang diketuai oleh Menteri Utama dan dikoordinir oleh Raja Muda; dalam hal Menteri Utama dan Raja

Muda berhalangan, maka posisi ini dapat digantikan Sultan. Dalam Konstitusi Negara KeSultanan

Serdang mengenal adanya :

1) “Pejabat-Pejabat” yang berkedudukan khusus. Adapun Pejabat-Pejabat yang berkedudukan

khusus ialah Pejabat yang memimpin Kepala Pemerintahan Negara KeSultanan Serdang –

Menteri Utama, Raja Muda dan Wazir Berempat serta Menteri Berdelapan/enam belas/tiga puluh

dua dan Kepala-Kepala Daerah Batang Kuis, Araskabu dan Lubuk Palam;

2) “Pejabat-Pejabat” yang tidak berkedudukan khusus. Adapun Pejabat-Pejabat yang tidak

berkedudukan khusus ialah Menteri-Menteri yang memimpin “departemen-departemen” seperti

Kejaksaan/Kepolisian, Angkatan Laut/Armada, Angkatan Darat, Cukai

Pelabuhan/Imigrasi/Perdagangan dan Seketris Negara.20

Dalam hal-hal yang mendesak, Para Pejabat yang berkedudukan khusus ini dapat mengambil

keputusan-keputusan yang mengikat sama kuatnya seperti keputusan yang diambil oleh Sultan dan

18Jika cantik, bersuara bagus, pandai menyanyi dan memasak ada harapan dijadikan istri oleh bangsawan tinggi –

dipanggil Encik apabila menjadi istri (Selir) bangsawan tinggi tersebut dan tidak lagi menetap di Istana tetapi diberikan rumah beserta perabot rumah tangga yang letak rumahnya tidak jauh dari Istana.

19Istilah yang dipakai Budi Agustono untuk menggambarkan keterbelengguan kebebasan para Dayang tersebut. 20Wawancara dengan Tengku Luckman Sinar, Op. Cit., dipadukan dengan Juandaha Raya Purba Dasuha & Erond

L. Manik dalam Kerajaan Siantar : Dari Pulou Holangan ke Kota Pematang Siantar (Pematang Siantar : Ihutan Bolon

Hasadaon Damanik Boru Pakon Panagolan Siantar Simalungun, 2011), hal. 49.

67

Orang Besar (Wazir Berempat). Jika Perlu karena Sultan berhalangan, maka Sultan dapat melipahkan

wewenang Sultan pada Raja Muda dan Menteri Utama untuk menjalankan pekerjaan jabatan Sultan

sehari-hari.21

B. Lembaga Negara Wilayah Bagian (Rantau, Taklukan dan Jajahan)

Raja

Menurut Konstitusi Urung – Raja berkedudukan sebagai simbol Negara (the king can do no wrong).22

Raja Urung merupakan juga sebagai Kepala Negara, Pemerintahan dan Ketua Adat yang dipilih oleh

Lembaga Harajaan.23

Mekanisme ini24

menurut Konstitusi Negara Urung merupakan Kabinet yang

bertanggungjawab kepada Raja.

Salah satu ciri yang utama dari mekanisme ini ialah bahwa sekaligus pula Raja merupakan unsur

daripada Pemerintahan, namun ia tidak dapat diganngugugat. Kabinet Urung tidak dapat atau masing-

masing Menteri tidak dapat dipaksa untuk meletakan jabatan oleh Raja.

Raja memainkan peranan penting dalam sistem ketatanegaraan di Negara Urung baik dalam bidang

politik, ekonomi dan sosial. Namun setelah adanya Penetrasi Asing di Negara Urung; menyebabkan

kedudukan, tugas dan wewenang Raja mulai tidak berpengaruh. Sebaliknya Penetrasi Asing peranan

yang dominan pada bidang politik, ekonomi dan sosial. Walaupun terjadi hal yang sedemikian rupa, Raja

tetap menjadi unsur penting dalam sistem ketatanegaraan tersebut.

Adapun peranan daripada Raja tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut :

1) Raja Negara Urung memegang kekuasaan pemerintahan menurut Konstitusi Negara Urung;

2) Dalam melakukan kewajibannya Raja dibantu oleh satu orang Raja Muda;

3) Raja memegang kekuasaan membentuk Undang-undang dengan persetujuan Lembaga

Harajaan.25

Raja menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang

sebagaimana mestinya;

4) Raja merupakan seorang Pangeran yang dipilih dan ditabalkan menjadi Putra Mahkota;

5) Raja dan Raja Muda dipilih oleh Lembaga Harajaan dengan suara yang terbanyak. Raja dan Raja

Muda memegang jabatan Seumur Hidup dan sesudahnya dapat dipilih kembali.

6) Jika Raja mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia

diganti oleh Raja Muda sampai habis waktunya. Sebelum memangku jabatannya, Raja dan Raja

Muda bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Lembaga

Harajaan sebagai berikut : Sumpah Raja (Raja Muda) “Demi Tuhan, saya bersumpah akan

memenuhi kewajiban Raja Negara Urung (Raja Muda Negara Urung) dengan sebaik-baiknya

dan seadil-adilnya, memegang teguh Konstitusi Negara Urung dan menjalankan segala undang-

undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”. Janji

Raja (Raja Muda) : “Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Raja

Negara Urung (Raja Muda Negara Urung ) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang

teguh Konstitusi Negara Urung dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya

dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”;

21Ibid., 22Maksud dari the king can do no wrong ini adalah bahwa Raja selaku Kepala Negara hanya sebagai simbol

pemersatu daripada Negara saja yang tidak dapat diganngugugat dan tidak dapat dipertanggungjawabkan segala

aktivitas-aktivitasnya dalam kebijakan Negara. Lihat juga C.S.T. Kansil, Tata Negara (rev. ed; Jakarta : Erlangga, 1992), hal.72.

23Wawan cara dengan Tengku Syahrial di Belawan, tanggal 5 April 2001, Op. Cit., 24Mekanisme ini merupakan Interpretasi Penulis, Op. Cit., 25Harajaan atau Dewan Kerajaan dikenal juga sebagai Si Opat Suku yaitu terdiri atas Bah Bolag atau Suhi

Bosar, Suhi Huluan, Suhi Kahean dan Suhi Huta Ipis.

68

7) Raja memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat dan Angkatan Laut;

8) Raja dengan persetujuan Lembaga Harajaan menyatakan perang, membuat perdamaian dan

perjanjian dengan negara lain. Raja menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya

keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang;

9) Raja mengangkat duta dan konsul. Sultan menerima duta negara lain;

10) Raja memberi grasi, amnesty, abolisi dan rehabilitasi. Sultan memberi gelaran, tanda jasa dan

lain-lain tanda kehormatan.

Raja Muda26

Adapun Raja Muda tersebut mempunyai fungsi sebagai berikut :

1) Mengmabili keputusan-keputusan atas nama Raja mengenai semua hal tentang Huta tidak dapat

diselesaikan;

2) Kepala kantor dan kepala Polisi-Polisi Raja;

3) Pejabat Ketua Kerapatan;

4) Hakim Tunggal mengenai perkara-perkara yang tidak begitu penting;

5) Kepala Peradilan mengenai keturunan-keturunan Raja atau Harajaan;

6) Kepala Peradilan mengenai penghuni Istana Negara Urung.27

Menteri Utama (Perdana Menteri/Bendahara)

Menteri utama (Perdana Menteri atau Patih di Jawa) ialah yang bertindak sebagai Mangkubumi adalah

Datuk Paduka Setia Maharaja yang mendampingi Raja Muda.

Menteri Utama - dialah Menteri Tunggal yang sangat berkuasa dan merupakan kepala pemerintahan

sehari–hari. Menteri Utama28

; tugas Menteri Utama membantu Raja dalam mengkoordinasikan

perencanaan dan penyusunan kebijakan, serta mensinkoronkan pelaksanaan kebijakan di Negara Urung ;

adapun fungsinya sebagai berikut :

1) Pengkoordinasian para Menteri Negara dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen

dalam keterpaduan pelaksanaan tugas di bidang politik dan keamanan, termasuk pemecahan

permasalahan dalam pelaksanaan tugas;

2) Pengkoordinasian dan peningkatan keterpaduan dalam penyiapan dan perumusan kebijakan

pemerintahan Kantor Menteri Negara, Departemen, dan Lembaga Pemerintah Non Departemen

Negara Urung;

3) Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya

kepada Sultan.

Lembaga Harajaan

Lembaga Harajaan yang dimaksud disini ialah Lembaga Si Opat Suku bukan saja agung tetapi unik

kerana kedudukan, tugas dan wewenang Lembaga ini merupakan wujud daripada penyempurnaan Raja-

Raja Maropat. Harajaan yang merupakan “inner Council”.

Adapun Lembaga Harajaan itu adalah : Bah Bolag, Suhi Huluan, Suhi Kahean dan Suhi Huta Ipis.

Mereka inilah yang membantu raja dalam penentuan pengganti raja–raja dan penambalan raja–raja baru,

membuat perjanjian, menentukan keadaan perang, dan lain–lain hal yang dianggap penting.

26Jabatan Raja Muda pada masa Pememrintahan Kolonial Belanda telah dihapuskan. 27 Wawancara dengan Tengku Luckman Sinar, SH; Op.,Cit. 28Bagian ini merupakan Interpretasi Penulis yang didasarkan wawancara dengan Tengku Luckman Sinar, SH;

Op.,Cit

69

Sewaktu kerajaan Urung masih merdeka; fungsi Si Opat Suku ini sebagai kawan Raja dalam

musyawarah untuk hubungan–hubungan politik.29

Adapun tugas dan wewenang daripada Lembaga Harajaan menurut ketentuan Konstitusi Negara Urung

adalah sebagai berikut :

1) Memilih dan melantik Raja;

2) Mensahkan dan membatalkan Peraturan Perundangan-Undangan serta Kebiasaan (coustum) dan

Adat;

3) Menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara Negara Urung;

4) Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh Organ Negara lainnya, termasuk

penetapan Garis-garis Besar Haluan Negara Negara Urung yang pelaksanaanya ditugaskan

kepada Raja.

Betara Kanan (Ajudan Raja/Seketaris Negara)

Betara Kanan berkedudukan sebagai Ajudan Sultan/Seketaris Negara merupakan bagian daripada

Aparatur Pemerintahan Pusat yang berkedudukan langsung di bawah dan bertanggung jawab kepada

Sultan. Apabila Betara Kanan disamping jabatannya memegang jabatan Ajudan Sultan, maka Betara

Kanan merupakan wadah administrasi dari Sultan tersebut.

Betara Kanan mempunyai tugas pokok membantu Sultan dalam memperlancar pelaksanaan tugas

Sultan dengan penyelenggaraan kekuasaan Negara dan pemerintahan yang meliputi administrasi

Pemerintahan dalam arti yang luas. Menyelenggarakan koordinasi dan pelayanan administrasi dan

keuangan dari pejabat-pejabat baik Pejabat yang berkedudukan biasa maupun yang berkedudukan

khusus.

Betara Kanan dalam melaksanakan tugasnya menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan

sinkronisasi dalam lingkuangan Sekretariat Negara maupun dalam hubungannya dengan Pejabat yang

berkedudukan biasa maupun yang berkedudukan khusus. Sebagai Ajudan Sultan–bertugas

menyelenggarakan pelayanan terhadap kegiatan-kegiatan Sultan di luar kegiatan politik (kenegaraan).

Betara Kiri (Kepala Rumah Tangga Istana)

Betara Kiri berkedudukan sebagai Pengendalian Operasional Istana yang menyelenggarakan

pelayanan administrasi kerumah-tanggaan dan keprotokolan Sultan Istana.

Betara Kiri terdiri dari Biro-Biro Boy, Dayang dan Inang Pengasuh. Boy – dibandingkan dengan

jumlah Dayang; jumlah Boy lebih sedikit, status mereka ada yang sudah berkeluarga30

dan ada yang

masih lajang (belum berkeluarga). Tugas Boy antara lain membersihkan halaman Istana, menghidangkan

makanan, menutup pintu, jendela dan membersihkan Istana serta memegang kunci almari. Boy direkrut

ke Istana sejak usia 5 (lima) tahun atau batas rekrutan usia maksimalnya 10 (sepuluh) tahun. Mereka

tinggal di Istana dan apabila yang sudah bekeluarga boleh membawa serta keluarganya tinggal dalam

lingkungan Istana. Bagi Boy yang berstatus lajang untuk mendapatkan jodoh dari kalangan perempuan

Bangsawan tidaklah mungkin karena Syarak mengatur secara jelas dan tegas melarang perempuan

Bangsawan menikah dengan pria bukan Bangsawan. Kalaupun ketemu jodoh tentulah dengan Dayang

yang sama-sama mengabdi di Istana31

.

29Lihat Juandaha Raya Purba Dasuha & Erond L. Manik dalam Kerajaan Siantar : Dari Pulou Holangan ke Kota

Pematang Siantar (Pematang Siantar : Ihutan Bolon Hasadaon Damanik Boru Pakon Panagolan Siantar Simalungun, 2011), hal. 49.

30Apabila istri Boy diambil dan dijadikan istri (Selir) bangsawan tinggi tersebut maka istri Boy tersebut terlebih dahulu harus diceraikan Boy tersebut.

31Budi Agustono. Kehidupan Bangsawan Serdang, 1887–1946 , (Yogyakarta : Tesis Sarjana Progam Pasca

Sarjana Universitas Gajah Mada, 1993), hal. 60-61.

70

Dayang32

- merupakan pelayan perempuan yang direkrut dari anak perempuan kebanyakan diserahkan

ke Istana dengan maksud ingin mengubah nasib daripada keluarga tersebut. Adapun asal Dayang ini

terdiri dari etnik Melayu sendiri, Simalungun dan Tionghoa. Tugasnya antara lain : memijat, mengipas,

menghidang makanan Sultan dan Permaisuri. Mereka direkrut dan memasuki Istana sejak usia 5 (lima)

dan batas pengrekrutan usia 10 (sepuluh) tahun.

Disamping mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan; mereka juga mendapatkan Syarak33

Istana,

diajari memasak, menari dan keterampilan lainnya. Permaisuri sangat memperhatikan Dayang Istana

yang jumlahnya sekitar 25 (dua puluh lima) orang itu. Permaisuri menyayangi Dayang yang berparas

cantik, bersuara bagus, rajin, cekatan dan penurut. Dayang yang seperti ini oleh Permaisuri dijadikan

sebagai anak asuh.

Meskipun tetap menjalankan tugas, Dayang yang diangkat sebagai anak asuh ini sering diberi

perhiasan, dididik bahkan jodohnya pun dipilihkan oleh Permaisuri. Selain mengalami mobilitas sosial34

,

mereka selalu diajak berpergian bersama Permaisuri. Dayang juga berfungsi sebagai teman bermain

Putra dan Putri Raja – mereka harus hormat dan tidak berbuat bebas. Pelayanan musti diutamakan; bila

disuruh membeli atau mengambil sesuatu tetap dikerjakan. Penjara sosial tetap ada35

, memanggil Putra

dan Putri Raja dengan sapaan Pangeran sembari menyembah dengan kedua buah tapak tangan yang

dipertemukan, diangkat dan diletakan diantara alis mata. Hampir semua Dayang yang mengabdikan diri

di Istana berasal dari desa wilayah taklukan Urung. Ketika datang ke Istana, mereka menjumpai dan

bersentuhan dengan “tradisi besar” yang sebelumnya tidak pernah dikenal. Syarak Istana harus

diterapkan. Untuk ini mereka harus mengalami sosialisasi dan enkulturasi yang cukup lama. Dari

sosialisasi di Istana para Dayang mulai mengenal kesenian.

Kabinet

Kabinet (Dewan Menteri) merupakan pembantu Sultan diangkat dan diberhentikan oleh Sultan meliputi

Menteri Utama sebagai unsur pimpinan serta Menteri-Mentri menurut jumlah astrologi (mendapat

pengaruh dari Hindu) yaitu : 4, 8, 16 dan kadang–kadang sampai 32 orang

Di bawah Menteri Utama ada Tumenggung yang berfungsi sebagai jaksa merangkap kepala

kepolisian. Selanjutnya Laksemana yang berfungsi sebagai panglima angkatan laut dan merngkap

panglima angkatan perang. Hulubalang merupakan panglima perang yang ditugaskan sebagai panglima

perang angkatan darat. Syahbandar fungsinya sebagai mengurus cukai dipelabuhan, mengurus imigrasi

dan untuk urusan perdagangan.

Untuk merundingkan bersama-sama kepentingan umum, Menteri-Menteri bersidang dalam Kabinet

yang diketuai oleh Menteri Utama dan dikoordinir oleh Raja Muda; dalam hal Menteri Utama dan Raja

Muda berhalangan, maka posisi ini dapat digantikan Raja. Dalam Konstitusi Negara Urung mengenal

adanya :

1) “Pejabat-Pejabat” yang berkedudukan khusus. Adapun Pejabat-Pejabat yang berkedudukan

khusus ialah Pejabat yang memimpin Kepala Pemerintahan Negara KeSultanan Serdang –

Menteri Utama, Raja Muda dan Wazir Berempat serta Menteri Berdelapan/enam belas/tiga puluh

dua dan Kepala-Kepala Daerah Batang Kuis, Araskabu dan Lubuk Palam;

32Ada dua jenis Dayang Istana – pertama : merek yang meladeni keperluan Sultan dan Permainsuri sehari-hari.

Kedua – Dayang yang bersifat incidental yang hanya diperlukan pada saat ada upacara Istana; biasanya mereka ini merupakan anak Datuk atau Orang Kaya (Bangsawan Kesultanan Serdang) yang dititipkan di Istana sekaligus

mengabdi agar anak-anak perempuan tersebut kelak hidupnya lebih baik. 33Syarak disini adalah adat istiadat Istana. 34Jika cantik, bersuara bagus, pandai menyanyi dan memasak ada harapan dijadikan istri oleh bangsawan tinggi –

dipanggil Encik apabila menjadi istri (Selir) bangsawan tinggi tersebut dan tidak lagi menetap di Istana tetapi diberikan rumah beserta perabot rumah tangga yang letak rumahnya tidak jauh dari Istana.

35Istilah yang dipakai Budi Agustono untuk menggambarkan keterbelengguan kebebasan para Dayang tersebut.

71

2) “Pejabat-Pejabat” yang tidak berkedudukan khusus. Adapun Pejabat-Pejabat yang tidak

berkedudukan khusus ialah Menteri-Menteri yang memimpin “departemen-departemen” seperti

Kejaksaan/Kepolisian, Angkatan Laut/Armada, Angkatan Darat, Cukai

Pelabuhan/Imigrasi/Perdagangan dan Seketris Negara.36

Dalam hal-hal yang mendesak, Para Pejabat yang berkedudukan khusus ini dapat mengambil

keputusan-keputusan yang mengikat sama kuatnya seperti keputusan yang diambil oleh Raja dan

Lembaga Harajaan. Jika Perlu karena Raja berhalangan, maka Raja dapat melipahkan wewenang Raja

pada Raja Muda dan Menteri Utama untuk menjalankan pekerjaan jabatan Raja sehari-hari.37

36 Wawancara dengan Tengku Luckman Sinar, Op. Cit., 37 Ibid.,