BAB 11. PERILAKU PROSOSIAL

11
1 Handout Psi Sosial II: PERILAKU PROSOSIAL/ MM. Nilam Widyarini PERILAKU PROSOSIAL: Mengapa Orang Mau Menolong Orang Lain? A. MOTIF-MOTIF DASAR YANG MELATARBELAKANGI PERILAKU PROSOSIAL Bagaimana kita dapat menjelaskan mengapa orang memi liki perilaku heroik dan pengorbanan diri yang besar ketika orang tersebut mampu untuk tidak peduli ? Hal tersebut disebabkan oleh perilaku prososial (prosocial behavior), yaitu setiap perilaku yang memiliki tujuan untuk menguntungkan orang lain (Penner, Dovidio, Piliavin & Schroeder, 2005). Perilaku prososial dapat dilatarbelakangi motif kepedulian pada diri sendiri dan mungkin pula karena altruisme. Pembahasan berikut ini lebih berfokus pada perilaku prososial yang dimotivasi oleh altruisme, yaitu keinginan untuk menolong orang lain walaupun orang yang menolong tersebut harus mengeluarkan biaya atau pengorbanan. Altruisme merupakan perbuatan menolong yang dilakukan murni tanpa adanya keinginan untuk mengambil keuntungan atau meminta balasan, bahkan terkadang orang terse but harus mengeluarkan biaya atau pengorbanan bagi dirinya. Perilaku prososial dan altruisme, ditentukan oleh faktor genetik atau faktor belajar/pengasuhan? Apakah ada motif menolong yang murni? Berikut ini beberapa teori yang menjelaskan hal tsb. Psikologi Evolusioner: Insting dan Gen Menurut teori evolusi Charles Darwin (1859), seleksi alam merupakan salah satu cara untuk bertahan hidup. Setiap gen yang meneruskan kelangsungan hidup kita dan menaikkan kemungkinan menghasilkan keturunan, kemungkinan akan diturunkan dari generasi ke generasi. Sebaliknya, gen yang memperkecil kemungkinannya untuk mempertahankan hidup maupun menghasilkan keturunan, lebih kecil kemungkinannya untuk diturunkan. Bagaiman teori evolusi menjelaskan tentang altruisme? Jika orang-orang mencapai tujuan untuk memastikan bahwa dirinya dapat bertahan hidup, mengapa mereka mau menolong orang lain yang dapat mengorbankan dirinya sendiri? Jika mengacu pada teori evolusi maka tidak akan ada yang namanya altruism, karena orang bertindak untuk mementingkan dirinya sendiri. Benarkah demikian? Prosocial behavior: setiap perilaku yang memiliki tujuan untuk menguntungkan orang lain Altruisme: keinginan untuk menolong orang lain walaupun orang yang menolong tersebut harus mengeluarkan biaya atau pengorbanan.

Transcript of BAB 11. PERILAKU PROSOSIAL

1 Handout Psi Sosial II: PERILAKU PROSOSIAL/ MM. Nilam Widyarini

PERILAKU PROSOSIAL:

Mengapa Orang Mau Menolong Orang Lain?

A. MOTIF-MOTIF DASAR YANG MELATARBELAKANGI PERILAKU PROSOSIAL

Bagaimana kita dapat menjelaskan mengapa orang memiliki perilaku heroik dan

pengorbanan diri yang besar ketika orang tersebut mampu untuk tidak peduli? Hal

tersebut disebabkan oleh perilaku prososial (prosocial behavior), yaitu setiap perilaku

yang memiliki tujuan untuk menguntungkan orang lain (Penner, Dovidio, Piliavin &

Schroeder, 2005).

Perilaku prososial dapat dilatarbelakangi motif kepedulian pada diri sendiri dan

mungkin pula karena altruisme. Pembahasan berikut ini lebih berfokus pada perilaku

prososial yang dimotivasi oleh altruisme, yaitu keinginan untuk menolong orang lain

walaupun orang yang menolong tersebut harus mengeluarkan biaya atau pengorbanan.

Altruisme merupakan perbuatan menolong yang dilakukan murni tanpa adanya

keinginan untuk mengambil keuntungan atau meminta balasan, bahkan terkadang

orang terse but harus mengeluarkan biaya atau pengorbanan bagi dirinya.

Perilaku prososial dan altruisme, ditentukan oleh faktor genetik atau faktor

belajar/pengasuhan? Apakah ada motif menolong yang murni? Berikut ini beberapa

teori yang menjelaskan hal tsb.

Psikologi Evolusioner: Insting dan Gen

Menurut teori evolusi Charles Darwin (1859), seleksi alam merupakan salah satu

cara untuk bertahan hidup. Setiap gen yang meneruskan kelangsungan hidup kita dan

menaikkan kemungkinan menghasilkan keturunan, kemungkinan akan diturunkan

dari generasi ke generasi. Sebaliknya, gen yang memperkecil kemungkinannya untuk

mempertahankan hidup maupun menghasilkan keturunan, lebih kecil kemungkinannya

untuk diturunkan.

Bagaiman teori evolusi menjelaskan tentang altruisme? Jika orang-orang

mencapai tujuan untuk memastikan bahwa dirinya dapat bertahan hidup, mengapa

mereka mau menolong orang lain yang dapat mengorbankan dirinya sendiri? Jika

mengacu pada teori evolusi maka tidak akan ada yang namanya altruism, karena orang

bertindak untuk mementingkan dirinya sendiri. Benarkah demikian?

Prosocial behavior: setiap perilaku yang memiliki tujuan untuk

menguntungkan orang lain

Altruisme: keinginan untuk menolong orang lain walaupun orang yang

menolong tersebut harus mengeluarkan biaya atau pengorbanan.

2 Handout Psi Sosial II: PERILAKU PROSOSIAL/ MM. Nilam Widyarini

Seleksi Keturunan (Kin Selection)

Kin selection merupakan suatu pemikiran dimana orang berperilaku untuk lebih

memilih untuk menolong seseorang yang memiliki hubungan genetis dalam rangka

untuk bertahan hidup. Orang akan lebih memilih seseorang yang memiliki

hubungan genetis daripada yang tidak dalam situasi hidup dan mati, misalnya

peristiwa kebakaran.

Para psikolog tidak menyarankan bahwa orang harus mempertimbangkan

pentingnya biologis dari perilaku mereka sebelum memutuskan untuk menolong

atau tidak. Menurut teori evolusi, orang-orang yang mengikuti aturan "pentingnya

biologis" lebih dapat bertahan hidup daripada yang tidak.

Norma Timbal Balik (Norm of Reciprocity)

Dalam menjelaskan altruisme, psikolog juga merujuk pada norma timbal balik, yaitu

harapan bahwa menolong orang lain akan meningkatkan kemungkinan bahwa

mereka akan menolong kita di masa yang akan datang. Pemikiran tersebut yaitu

sebagai rnanusia kita berkembang, sekelompok individu yang egois, dimana

masing-masing individu hidup dalam area atau gua-nya masing-masing akan

merasa lebih sulit untuk bertahan hidup jika dibandingkan dengan sekolompok

orang yang telah belajar bekerja sarna. Orang-orang yang bertahan hidup adalah

orang-orang yang telah memahami arti timbale balik dengan para tetangganya :

"Saya akan me nolong kamu sekarang, dengan perjanjian bahwa ketika saya

membutuhkan pertolongan, kamu akan membantu saya sebagai balasannya".

Mempelajari Norma Sosial

Herbert Simon (1990) berpendapat bahwa sangat mudah bagi individu untuk

mempelajari norma sosial dari anggota lain dari masyarakat. Orang-orang yang

rnempelajari dengan baik norma dan kebiasaan dari suatu masyarakat memiliki

keuntungan dalam bertahan hidup. Karena sejak berabad-abad yang lalu, budaya

rnernpelajari hal-hal seperti bagaimana orang dapat bekerja sarna dengan baik, dan

orang yang mempelajari aturan ini lebih dapat bertahan hidup daripada yang tidak.

Akibatnya, melalui seleksi alam, kemampuan untuk mempelajari norma sosial

menjadi bagian dari perbaikan genetis. Salah satu norma yang dipelajari dan dinilai

berharga oleh orang-orang adalah menolong orang lain. Singkatnya, orang-orang

secara genetis diprogram untuk mempelajari norma-norma sosial, dan salah satu

normanya adalah altruisme (Hoffman, 1981; Kameda, Takezawa, & Hastie, 2003).

Kin Selection: suatu pemikiran dimana orang lebih memilih untuk

berperilaku menolong seseorang yang memiliki hubungan genetis dalam

rangka untuk bertahan hidup.

Norma Timbal Balik: harapan bahwa menolong orang lain akan

meningkatkan kemungkinan mereka akan menolong kita di masa yang akan

datang.

3 Handout Psi Sosial II: PERILAKU PROSOSIAL/ MM. Nilam Widyarini

Pertukaran Sosial: Costs dan Rewards dalam Menolong Walaupun beberapa ahli psikologi sosial tidak setuju dengan pendekatan

evolusioner tentang perilaku prososial, namun mereka tetap memberikan pandangan

bahwa perilaku altruism dapat timbul karena adanya self-interest. Bahkan, teori

pertukaran sosial berpendapat bahwa kebanyakan dari yang kita lakukan berakar dari

keinginan untuk memaksimalkan penghargaan yang akan kita dapat dan

menimimalkan pengorbanan yang harus kita lakukan (Homans, 1961; Lawler & Thye,

1999; Thibaut & Kelley, 1959). Perbedaan teori pertukaran sosial dan pendekatan

evolusioner adalah: Teori pertukaran sosial tidak mencari akar dari keinginan itu

sendiri, atau tidak diasumsikan bahwa keinginan tersebut ada berdasarkan kondisi

genetis. Teori pertukaran sosial mengasumsikan bahwa orang-orang dalam hubungan

mereka dengan orang lain berusaha untuk memaksimalkan rasio dari penghargaan

sosial yang nantinya akan dapat dibandingkan dengan pengorbanan sosial yang harus

dilakukan.

Menolong dapat menjadi suatu yang berharga dalam beberapa cara, antara lain:

1. Seperti yang kita ketahui dalam norma timbal balik, menolong dapat meningkatkan

kemungkinan seseorang akan menolong kita juga sebagai balasannya.

2. Menolong seseorang merupakan investasi masa depan, akan menjadi pertukaran

sosial suatu hari nanti, seseorang akan menolong kita ketika kita membutuhkan

pertolongan.

3. Menolong juga dapat meredakan "tekanan personal" yang ditimbulkan orang lain

yang berada di sekeliling kita. Orang akan merasa terganggu ketika mereka melihat

orang lain menderita dan mereka menolong orang tersebut paling tidak untuk

meredakan "tekanan" mereka sendiri (Dovidio, 1984; Dovidio, Piliavin, Gaertner,

Schroeder, & Clark, 1991; Eisenberg & Fabes, 1991).

4. Dengan menolong orang lain kita juga bisa mendapatkan penghargaan secara sosial

dari orang lain dan meningkatkan rasa berharga bagi diri kita sendiri.

Namun di sisi lain, menolong orang lain juga dapat menimbulkan adanya suatu

pengorabanan yang besar. Perbuatan menolong menjadi menurun ketika pengorbanan

yang harus dilakukan pada perbuatan itu besar, misalnya ketika perbuatan tersebut

menempatkan kita pada suatu kondisi membahayakan bagi fisik tubuh kita, yang dapat

menyebabkan rasa sakit dan malu, atau yang paling mudah, perbuatan tersebut sangat

menyita waktu yang kita miliki (Dovidio et aI, 1991; Dovidio, Piliavin, Gaertner,

Schroeder, & Clark, 1981; Piliavin, Piliavin, & Rodin, 1975).

Pada dasarnya, teori pertukaran sosial berpendapat bahwa altruisme yang

sesungguhnya itu tidak ada. Orang menolong ketika keuntungan yang didapatkan lebih

besar dari pengorbanan yang harus dilakukan.

Empati dan Altruisme : Motif yang Tulus dalam Menolong

C. Daniel Batson (1991) adalah tokoh yang paling kuat menyatakan pemikiran

bahwa banyak orang yang tekadnya menolong murni keluar dari kebaikan hati mereka.

Batson mengatakan bahwa orang terkadang menolong orang lain untuk alasan pribadi,

namun terkadang motif orang tersebut murni altruistik, dimana tujuan mereka yaitu

hanya menolong orang lain, walaupun dalam menolong tersebut memerlukan

pengorbanan yang besar bagi dirinya. Batson mengatakan, altruisme yang murni akan

4 Handout Psi Sosial II: PERILAKU PROSOSIAL/ MM. Nilam Widyarini

muncul ketika kita merasakan empati terhadap orang lain yang membutuhkan bantuan,

yaitu menempatkan diri kita pada posisi orang lain serta merasakan emosi dan kejadian

seperti yang mereka rasa.

Hal ini juga disebut sebagai Hipotesis Empati-Altruisme dari Batson, yaitu ketika

kita merasakan empati pada orang lain, kita akan mencoba menolong orang tersebut

dengan alasan altruistik murni, tanpa memperdulikan apa yang akan kita dapat. Batson

juga mengatakan, ketika kita tidak merasakan empati, maka perbuatan menolong akan

menjadi suatu proses pertukaran sosial.

B. KUALITAS PERSONAL DAN PERILAKU PROSOSIAL: Mengapa Sebagian Orang

Lebih banyak Menolong Dibanding Orang Lain?

Perbedaan individu : Kepribadian Altruistik

Para psikolog tertarik dengan asal dari kepribadian altruistik, yaitu kualitas yang

ada pada diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut menolong orang lain pada

berbagai situasi (Eisenberg, Spinrad, & Sadowsky, 2006; Mikulineer, & Shaver, 2005;

Penner, 2002). Dalam hal apa seseorang menjadi lebih penolong dibandingkan orang

lain?

Kepribadian bukanlah satu-satunya yang menentukan perilaku. Para ahli

psikologi sosial mengemukakan bahwa untuk memahami perilaku manusia, kita harus

menyadari tekanan dari situasi sebagaimana kita memahami kepribadian. Begitu juga

dalam memprediksi seberapa penolong seseorang.

Perbedaan Jenis Kelamin dalam Perilaku Prososial

Secara umum pada semua budaya, norma menyebabkan sikap dan perilaku yang

berbeda bagi laki-Iaki dan perempuan, hal tersebut dimulai saat proses pertumbuhan

sebagai anak laki-Iaki dan anak perempuan. Misalnya pada kebudayaan Barat, laki-laki

memiliki peran jenis kelamin lebih heroik dan sangat sopan, sedangkan wanita lebih

pengasih dan peduli pada nilai dari hubungan jangka panjang dan tertutup. Dalam

Empati : kemampuan untuk menempakan diri sendiri pada posisi orang lain,

dan merasakan emosi serta kejadian (misalnya kegembiraan dan kesedihan)

seperti yang mereka rasakan.

Hipotesis Empati - Altruisme: Pemikiran bahwa ketika kita merasakan empati

pada orang lain, kita akan mencoba menolong orang tersebut dengan alasan

altruistik murni, tanpa memperdulikan apa yang akan kita dapat.

Kepribadian altruistik: kualitas individu yang menyebabkan ia membantu

orang lain dalam berbagai situasi

5 Handout Psi Sosial II: PERILAKU PROSOSIAL/ MM. Nilam Widyarini

melakukan perilaku prososial tidak didominasi oleh jenis kelamin tertentu, melainkan

tergantung pada budaya dimana orang tersebut tumbuh dan berada.

Perbedaan Budaya dalam Perilaku Prososial Orang di berbagai budaya lebih suka menolong orang lain yang merupakan

bagian dari in-group mereka, kelompok dimana identitas individu tersebut berada. Orang

dimana pun kurang suka menolong seseorang yang dirasa sebagai bagian dari out-group,

kelompok dimana identitas mereka tidak berada di dalamnya (Brewer dan Brown,

1998). Faktor budaya sangat berperan dalam menentukan seberapa kuat garis antara in-

group dan out-group.

In-group: kelompok dimana identitas individu tersebut berada.

Out-group: kelompok di mana identitas individu tidak termasuk di dalamnya

Bagaimanapun, karena batas antara ‘kita’ dan ‘mereka’ tidak terlalu terlihat di

budaya yang saling bergantung (interdependen), orang-orang dalam kebudayaan ini

tidak terlalu suka menolong anggota dari out-group bila dibandingkan dengan orang-

orang yang berada dalam kebudayaan individualistik (L'Armand & Pepitone, 1975;

Leung & Bond, 1984; Triadis, 1994). Agar ditolong oleh orang lain, sangatlah penting

bahwa mereka melihat kita sebagai anggota dari in-group mereka – sebagai ‘salah satu

dari mereka’ – dan ini khususnya terjadi pada kebudayaan yang saling bergantung

(Ting & Piliavin, 2000).

Efek Mood dalam Perilaku Prososial Mood seseorang dapat mempengaruhi perilaku, dalam hal ini apakah mereka

akan menawarkan bantuan atau tidak.

Efek dari Mood Positif: Feel Good, Do Good

Para peneliti menemukan bahwa efek "feel good, do good" berlaku pada situasi

yang berbeda-beda, tidak terbatas pada kondisi adanya pemicu yang kita dapatkan

seperti ketika kita menemukan sejumlah uang. Orang-orang lebih suka untuk menolong

orang lain ketika mereka sedang dalam mood yang baik untuk sejumlah alasan,

misalnya sukses dalam ujian, menerima hadiah, memikirkan pemikiran-pemikiran yang

bahagia, dan mendengarkan musik yang menyenangkan (North, Tarrant, & Hargreaves,

2004). Ketika orang sedang dalam mood yang baik, mereka akan lebih bahagia dalam

banyak hal, termasuk menyumbangkan uang, menolong seseorang menemukan barang

yang hilang, membimbing teman, mendonorkan darah, dan menolong ternan dalam hal

pekerjaan (Carlson, Charlin, & Miller, 1988; Isen, 1999; Salovey, Mayer, & Rosenhan,

1991).

MemiIiki mood yang baik dapat meningkatkan rasa ingin menolong karena :

1. Mood yang paik membuat kita selalu melihat sisi kehidupan yang cerah. Kita selalu

berusaha untuk melihat sisi positif dari orang lain. Ketika kita merasa senang,

seseorang yang terlihat ceroboh dan mengganggu akan terlihat sebagai orang yang

layak untuk ditolong.

2. Menolong orang lain juga merupakan cara yang baik untuk mempertahankan

mood baik kita.

6 Handout Psi Sosial II: PERILAKU PROSOSIAL/ MM. Nilam Widyarini

3. Mood yang baik meningkatkan perhatian pada diri sendiri. Pada gilirannya, mood

yang baik memungkinkan kita berperilaku lebih sesuai dengan nilai-nilai dan ideal-

ideal kita.

Negative-State Relief: Feel Bad, Do Good

Salah satu jenis mood yang buruk yang jelas dapat meningkatkan rasa ingin

menolong adalah rasa bersalah (Baumeister, Stillwell, & Heartherton, 1994: Estrada-

Hollenbeck & Heatherton, 1998). Ketika seseorang melakukan sesuatu yang membuat ia

merasa bersalah, menolong orang lain dapat meringankan perasaan bersalahnya.

Kesedihan juga dapat meningkatkan rasa ingin menolong, paling tidak pada

beberapa kondisi tertentu (Carlson & Miller, 1987; Salovery et aI, 1991). Ketika orang

sedang sedih, mereka akan termotivasi untuk melakukan aktivitas yang membuat

mereka merasa lebih baik (Wegener & Petty, 1994).

Pemikiran bahwa orang menolong orang lain untuk mengurangi kesedihan dan

tekanan mereka sendiri disebut dengan hipotesis negative-state relief (Cialdini, Darby, &

Vincent, 1973; Cialdini & Fultz, 1990; Cialdini et at 1987). Seseorang menolong orang lain

dengan tujuan untuk me no long dirinya sendiri, untuk meringankan kesedihan dan

tekanan yang mereka alami.

C. SITUASI DETERMINAN PERILAKU SOSIAL: Kapan Seseorang akan Menolong? Kepribadian, jenis kelamin, budaya, dan suasana hati merupakan hal-hal yang

menyebabkan mengapa seseorang menolong orang lain. Namun itu tidaklah berarti

seseorang akan menolong secara utuh, tergantung situasi sosial dari orang tersebut.

Lingkungan : Masyarakat Desa vs Masyarakat Kota Ketika anda yang tengah berjalan tiba-tiba melihat seseorang yang berteriak

kesakitan dan mengalami pendarahan yang hebat. Apakah yang akan lakukan? Ketika

kejadian ini berlangsung di pedesaan, hampir setengah orang-orang yang tengah

berjalan akan berhenti dan menawarkan bantuan. Di kota besar, hanya 15% orang yang

lewat yang berhenti dan menolong (Armanto, 1983). Penelitian lain menemukan bahwa

orang- orang di pedesaan lebih senang menolong ketika diminta untuk mencari anak

kecil yang hilang, memberikan arahan, dan mengembalikan surat yang salah alamat.

Ditemukan bahwa menolong merupakan sesuatu yang umum di kota-kota kecil

beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, Kanada, Israel, Australia, Turki, Inggris

dan Sudan (Hedge & Yousif, 1992; Stebly, 1987)

Orang-orang yang tumbuh di pedesaan lebih menginternalisasi nilai altruistik.

Dalam hal ini, mereka yang tumbuh di pedesaan lebih menyukai untuk menolong,

termasuk ketika mereka sedang menggunjungi kota besar. Dengan kata lain, lingkungan

menjadi kunci apakah seseorang mengenternalisasi nilai altruistik atau tidak.

Hipotesis Negative-State Relief: Pemikiran bahwa orang menolong orang lain

untuk mengurangi kesedihan dan stres mereka sendiri.

7 Handout Psi Sosial II: PERILAKU PROSOSIAL/ MM. Nilam Widyarini

Hasil riset mendukung bahwa urban overload hypotesis lebih dari sekedar ide

bahwa tinggal di kota membuat seseorang secara alami menjadi kurang altruistik.

Belasan hasil penelitian menunjukkan bahwa bila muncul kesempatan untuk menolong,

baik keadaan darurat terjadi di pedesaan maupun di kota besar, saksi-saksi

bermunculan (Steblay, 1987). Dalam studi lapangan yang dilakukan pada 36 kota di

Amerika, hasilnya menunjukkan bahwa kepadatan penduduk berhubungan lebih erat

dengan perilaku menolong daripada dengan besarnya jumlah penduduk (Levine, dkk,

1994). Semakin besar kepadatan penduduk, semakin sedikit kemungkinan orang untuk

menolong.

Residential Mobility (Perpindahan Tempat Tinggal) Seseorang yang telah tinggal lama di suatu tempat akan lebih mempertahankan

perilaku prososial yang membantu komunitas. Tinggal untuk waktu yang lama di suatu

tempat mengarah pada kelekatan yang lebih besar terhadap komunitas, lebih saling

bergantung antara tetangga satu dan yang lain, dan lebih peduli terhadap reputasi

dalam komunitasnya (Baumeister, 1986, Oishi et aI., 2006).

Orang yang tinggal lama di suatu tempat merasa menjadi bagian di

komunitasnya. Hal ini didukung oleh eksperimen yang dilakukan oleh Oishi dkk (2006).

Seperti yang telah diprediksi peneliti, seseorang yang berada dalam kondisi komunitas

yang kuat akan lebih membantu teman kelompok yang sedang berjuang daripada

seseorang dalam group yang "sementara".

Alasan lain mengapa seseorang kurang suka menolong di kota besar adalah

karena perpindahan tempat tinggal di kota besar lebih sering dibanding di daerah

pedesaan. Seseorang lebih menyukai pindah ke kota, namun kemudian kurang

merasakan menjadi bagian yang kuat dalam komunitas.

Jumlah Penonton : Efek Penonton

Bibb Latane dan John Darley (1970), adalah dua orang psikolog sosial yang

mengajar di universitas di New York. Mengenai kasus seseorang yang tidak ditolong

meski sudah menjerit ketika diserang pembunuh di sebuah apartemen, mereka tidak

yakin bahwa alasan tetangganya tidak berhasil menolong adalah stress dan stimulus

dari kehidupan perkotaan. Mereka fokus terhadap fakta bahwa banyak yang orang

mendengar suara teriakan. Secara berlawanan, mereka berpendapat bahwa mungkin

yang menjadi utama adalah jumlah orang disekitar yang mengamati keadaan bahaya,

mereka enggan untuk menolong. Dari bahasan chapter 2, Latane dan Darley

menyatakan, jawaban dari kejadian tersebut tergantung berdasarkan berapa jumlah

partisipan yang menyaksikan keadaan darurat.

Bystander effect: bahwa semakin banyak jumlah orang di sekitar yang

menyaksikan keadaan darurat, semakin sedikit orang yang akan menolong.

Urban-Overload Hypothesis: Teori bahwa orang-orang di kota terbebani oleh

berbagai stimulasi secara terus menerus, dan bahwa mereka melindungi diri

sendiri agar tidak kewalahan dengan hal itu.

8 Handout Psi Sosial II: PERILAKU PROSOSIAL/ MM. Nilam Widyarini

Gambar 1. Keberadaan Orang lain: Kehadiran Orang Lain Mengurangi Kemungkinan

Menolong

Latane dan Darley (1970) mengemukakan deskripsi mengenai bagaimana

langkah-langkah seseorang memutuskan untuk ikut membantu dalam keadaan darurat

sbb:

1. MemperhatikanKejadian

John Darey dan Daniel Batson (1973) mendemonstrasikan bahwa sesuatu yang

tampak sepele seperti banyaknya orang yang terburu-buru dapat menyebabkan

banyak perbedaan mengenai orang seperti apakah mereka. Para peneliti ini

menunjukan studi seperti cerita tentang orang-orang Samaria yang baik, dimana

banyak orang yang lewat tidak berhenti dan menolong seseorang yang pingsan di

sudut jalan tetapi dia adalah satu-satunya yang menolong. Peserta penelitian adalah

pelajar yang mungkin sangat altruistik, yaitu pelajar seminari yang disiapkan untuk

mengabdikan kehidupannya untuk agamanya. Para pelajar diminta untuk berjalan

dari gedung ke gedung lain, dimana peneliti akan merekam mereka membuat pidato

singkat. Beberapa dikatakan bahwa mereka terlambat dan harus segera menepati

janji mereka. Lainnya deberitahu bahwa mereka harus segera karena asisten di

gedung lain telah datang sebelum jadwal. Ketika mereka berjalan ke gedung lain,

setiap pelajar melewati seseorang yang terjatuh di ambang pintu. Orang tersebut

(bagian dari eksperimenter) tebatuk-batuk dan mengerang ketika setiap pelajar

lewat: akankan pelajar seminari tsb akan berhenti dan menawarkan untuk

menolongnya? Ketika mereka sedang tidak terburu-buru, sebagian besar dari

mereka (63%) menolongnya. Ketika mereka sedang terburu-buru hanya 10%

9 Handout Psi Sosial II: PERILAKU PROSOSIAL/ MM. Nilam Widyarini

berhenti untuk menolong. Kabanyakan dari pelajar yang sedang terburu-buru

bahkan tidak menyadari keberadaan orang tersebut.

2. Menginterpretasikan Kejadian Sebagai Situasi Berbahaya/Darurat

Ketika terjadi seuatu kejadian, seseorang akan menginterpretasikan terlebih dahulu

apakah kejadian tersebut berbahaya atau tidak. Jika seseorang tersebut berasumsi

bahwa tidak terjadi apa-apa, maka mereka tidak akan menolong. Seseorang akan

terlebih dahulu melihat sekitar apakah ada teriakan, apakah teriakan itu berasal dari

suatu pesta atau karena ada keadaan bahaya, apakah ada tanda bahwa gedung akan

terbakar? Jika tidak, maka mereka tidak akan berbuat apa-apa.

Karena keadaan darurat seringkali terjadi secara tiba-tiba dan merupakan kejadian

yang membingungkan, peonton cenderung untuk terdiam, mengamati dengan

ekspresi kosong, dan mencoba untuk mencari tahu apakah yang sebenarnya terjadi.

Ketika mereka saling menatap satu sarna lain, dan mereka melihat bahwa orang lain

tidak terlalu memperhatikan, hal ini disebut pengabaian pluralistic (pluralistic

ignorance)

3. Mengasumsikan Tanggung Jawab

Pada eksperimen mengenai adanya penyerangan, di mana partisipan percaya bahwa

mereka satu-satunya orang yang mendengar teriakan seseorang yang mengalami

penyerangan, maka tanggung jawab secara mutlak berada padanya. Jika ia tidak

menolong, maka tidak ada satupun juga yang akan menolong, maka orang tersebut

mungkin akan tewas. Hasilnya, dalam kondisi ini hampir semua menolong dengan

segera. Namun jika ini terjadi dengan banyak orang yang mendengar teriakan maka

akan terjadi diffusion of responsibility. Hal ini terjadi kerena terdapat banyak orang,

penonton tidak merasa bahwa ia adalah satu-satunya orang yang harus bertanggung

jawab dan harus bereaksi.

4. Mengetahui Bagaimana Cara Untuk Menolong

Dalam membantu, setelah urutan-urutan terdahulu terpenuh, kondisi lain juga

harus dipenuhi : Mereka harus memutuskan pertolongan tepat apa yang harus

dilakukan.

5. Memutuskan Implementasi untuk Menolong

Meskipun kita mengetahui bantuan apa yang tepat untuk diberikan, masih terdapat

alasan mengapa kita memutuskan untuk menolong. Satu hal, mungkin kita tidak

cukup kompeten untuk memberikan bantuan yang tepat. Bahkan ketika kita

Pengabaian pluralistic (pluralistic ignorance): penonton berasumsi bahwa

tidak ada suatu masalah dalam keadaan darurat, karena tidak satupun orang

yang memperhatikan.

Diffusion of responsibility: fenomena dimana masing-masing penonton

merasakan penurunan rasa tanggung jawab karena bertambahnya jumlah

saksi mata

10 Handout Psi Sosial II: PERILAKU PROSOSIAL/ MM. Nilam Widyarini

mengetahui pertolongan apa yang dibutuhkan, kita harus mempertimbangkan

resiko bila kita memberikan pertolongan. Ketika suatu permintaan diberikan secara

umum, sekumpulan orang dengan jumlah orang yang banyak akan merasa bahawa

mereka tidak memiliki tanggung jawab untuk menolong. Namun ketika dialamatkan

kepada yang lebih spesifik dengan mencantumkan nama, orang-orang akan lebih

merasa memiliki tanggung jawab untuk menolong.

Gambar 2. Lima langkah pengambilan keputusan untuk menolong dalam

keadaan darurat

Sifat Hubungan: Komunal VS Hubungan Pertukaran Sosial Hubungan komunal adalah suatu hubungan di mana mereka yang di dalamnya

memiliki perhatian utama terhadap kesejahteraan orang lain (contohnya : anak),

sedangkan hubungan pertukaran di dominasi oleh rasa ekuitas - yaitu apa yang kita

berikan kepada suatu hubungan sama dengan apa yang kita dapatkan dari hubungan

tersebut.

Hubungan komunal pada dasarnya berbeda dengan hubungan pertukaran

sosial: bukan hanya berdasarkan pada pengaruh rewards dari hubungan; orang-orang

pada hubungan komunal tidak terlalu terfokus pada keuntungan yang akan mereka

peroleh dari menolong, mereka hanya ingin untuk memenuhi kebutuhan orang lain.

Orang-orang pada hubungan komunal tidak terlalu memperhatikan apa yang akan

mereka dapatkan dibandingkan dengan orang-orang pada hubungan pertukaran sosial.

11 Handout Psi Sosial II: PERILAKU PROSOSIAL/ MM. Nilam Widyarini

D. BAGAIMANA MENINGKATKAN PERILAKU MENOLONG? Orang-orang tidaklah selalu ingin dibantu. Seseorang tidak ingin terlihat tidak

kompeten, oleh sebab itu mereka mereka memutuskan untuk mengalami kesulitan

dengan diam, meskipun keadaan tersebut menurunkan kesempatannya untuk

menyelesaikan tugasnya dengan baik. Walaupun demikian, dunia akan menjadi tempat

yang lebih baik jika banyak orang yang membantu mereka yang membutuhkan

bantuan. Tetapi walaupun berhati baik, orang yang altruistik dapat gagal untuk

menolong ketika suatu kendala terjadi dalam situasi tertentu, seperti ketika berada

dilingkungan perkotaan dan ketika berada di antara banyak penonton. Bagiamana

meningkatkan kemungkinan perilaku menolong?

Meningkatkan Kemungkinan Saksi Mata Ambil Bagian Untuk Menolong Hasil penelitian menunjukkan bahwa mengajarkan perihal hambatan saksi mata

(dalam situasi darurat) untuk menolong, dapat meningkatkan kemungkinan mereka

yang diajar untuk menolong dalam situasi darurat.

Penelitian Beaman dkk (1978) dengan partisipan mahasiswa psikologi, secara

acak (random) membagi subjeknya menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang

mendengarkan kuliah Latane dan Daryl (1970) mengenai pengambilan keputusan

menolong (beserta hambatan-hambatan untuk menolong) seperti yang dijelaskan di atas

dan kelompok lain mendengarkan kuliah lain yang tidak berhubungan. Dua minggu

kemudian saat mengikuti kuliah sosiologi, para mahasiswa menemukan mahasiswa lain

tergeletak di lantai. Bagaimana

Kita hanya dapat berharap bahwa dengan mengetahui rintangan untuk

berperilaku prososial akan membuat kita lebih mudah menanggulangi rintangan

tersebut sebaik mungkin.

Psikologi Positif dan Perilaku Prososial Dalam psikologi telah lahir bidang baru yang disebut Psikologi Positif, berfokus

pada kekuatan-kekuatan dan kebajikan atau keluhuran hati (virtues) yang dimiliki

manusia. Lahirnya Psikologi positif dibidani oleh Martin Seligman, orang yang

berpengaruh dalam psikologi klinis. Sebagai seorang psikolog klinis ia mengatakan

bahwa seharusnya psikologi tidak hanya mempelajari tentang penyakit, kelemahan, dan

kerusakan. Pergerakan psikologi positif sangat bermanfaat, mengoreksi penekanan pada

penyakit di psikologi klinis serta telah menuntun banyaknya penelitian yang menarik,

termasuk perilaku menolong.

_______________________________________________________________________

Sumber: Aronson, E., Wilson. T.D., & Akert, R.M. (2007). Social Psychology (6th edition).

Singapore: Pearson Prentice Hall.