11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penawaran Uang ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
5 -
download
0
Transcript of 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penawaran Uang ...
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penawaran Uang
Penawaran uang adalah jumlah uang beredar dan tersedia dalam
suatu perekonomian. Adanya kebijakan moneter, yaitu kebijakan yang
bertujuan untuk mengatur penawaran uang atau mengatur jumlah uang
yang bererdar. Jadi penawaran uang merupakan tugas bank Indonesia
untuk mengendalikannya. Ada tiga lembaga yang menawarkan uang
antara lain: Pemerintah, Bank Sentral, dan Bank Umum. Setiap penawaran
uang ke masyarakat dicatat dalam neraca. Pemerintah dan Bank Sentral
menawarkan uang dalam bentuk uang kartal. Dan Bank Umum
menawarkan uang dalam bentuk uang giral.
1. Penawaran uang oleh Pemerintah
Dahulu pemerintah juga menawarkan uang ke masyarakat dalam
bentuk uang pecahan. Proses penawaran yang oleh pemerintah ke
masyarakat besar kecilnya dicatat dalam neraca. Alasan pemerintah
mengeluarkan uang pecahan adalah untuk transaksi kecil-kecilan dan
sebagai pendapatan pemerintah.
2. Penawaran uang oleh Bank Sentral
Yang dimaksud adalah Bank Sentral dapat mencetak uang dan
mengedarkan uang yang berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Pada
masa sekarang, penawaran uang kartal ke masyarakat melalui satu
lembaga yaitu Bank Sentral.
12
3. Penawaran uang oleh Bank Umum
Bank Umum dapat menawarkan uang karena Bank Umum dapat
mengeluarkan cek yang dimana cek itu dianggap atau berlaku sebagai alat
pembayaran alat transaksi yang pantas. Uang yang ditawarkan oleh Bank
Umum disebut uang giral.
2.1.1 Penawaran Uang Tanpa Bank
Teori ini menganggap seakan-akan perbankan tidak ada, kalaupun ada
tidak mempunyai pengaruh terhadap proses penciptaan uang. Teori ini
adalah gambaran ketika perekonomian masih menggunakan emas
sebagai alat pembayaran dan belum ada sistem perbankan yang
mempengaruhi penggunaan alat tukar tersebut. Jumlah alat tukar ini
(peredaran dan proses penawaran nya) di masyarakat. Ciri penawaran
uang pada teori ini, yaitu harga emas bisa naik dan turun, uang beredar
secara otomatis berdasarkan mekanisme pasar dan tanpa campur tangan
pemerintah.
Jumlah uang (emas) dapat turun apabila emas dikirim ke luar negeri
untuk menutup defisit neraca pembayaran (impor), industri-industri yang
menggunakan emas dalam proses produksinya menyedot emas yang ada.
Jumlah uang beredar (emas) naik apabila ada surplus neraca pembayaran
atau karena produksi emas meningkat.
Uang beredar ditentukan oleh proses pasar, sedangkan pemerintah,
bank sentral atau perbankan tidak mempunyai pengaruh terhadap
besarnya uang beredar. Dalam hal ini uang hanya akan bertambah apabila
orang memproduksi emas. Sedangkan produsen emas akan memproduksi
emas hanya apabila menguntungkan, yaitu apabila harga emas dipasaran
lebih tinggi daripada biaya prosuksinya.
13
Ciri penawaran/supply emas pada zaman tersebut:
1. Jumlah emas/alat tukar yang beredar berubah-ubah (bisa turun atau
naik).
2. Jumlah emas turun apabila terjadi defisit neraca pembayaran luar
negeri untuk pembayaran barang (dikirim keluar karena impor >
ekspor).
3. Terjadi perubahan jumlah emas ini juga bisa dikarenakan adanya
peningkatan penggunaan emas untuk produksi lain (perhiasan).
4. Jumlah emas juga akan naik jika terjadi surplus pembayaran luar negeri
atau ditemukan tambang emas baru.
5. Uang beredar benar-benar ditentukan secara otomatis oleh proses
pasar (tidak ada campur tangan pemerintah atau otoritas moneter yang
melakukan kebijakan moneter).
6. Penambahan produksi emas (di tambang dan di murnikan) oleh
produsen emas mengikuti hukum perilaku produsen/penawaran
(mengikuti permintaan dan harga emas tersebut) jika harga emas tinggi
dibandingkan barang yang dipertukarkan maka produksi emas akan
tinggi, namun kemudian jika penawaran emas berlebih harga emas
akan turun dan penawarannya akan berkurang.
7. Teori penawaran uang (sistem emas) belum berkembang dan masih
dalam bentuk yang sederhana, karena tidak banyak memerlukan
campur tangan untul mempengaruhi jumlahnya.
14
2.1.2 Penawaran Uang Menurut Klasik
Penawaran uang dan harga menurut pandangan klasik dibedakan
menjadi 2 bentuk, yang pertama teori kuantitas dan teori sisa tunai.
Pandangan pokok teori tersebut adalah sama yaitu perubahan dalam
penawaran uang akan menimbulkan perubahan proposional dengan
tingkat harga. Kenaikan penawaran uang akan menaikkan harga pada
tingkat yang sama dan penurunan penawaran uang akan menurunkan
harga juga pada tingkat yang sama.
1. Teori Kuantitas Uang (The Quantity Theory of Money) Irving Fisher
Irving Fisher menyatakan dalam teori kuantitas uang, bahwa
keterkaitan antara jumlah uang beredar dengan total pengeluaran dari
barang dan jasa akhir yang diproduksi di dalam suatu perekonomian.
Menurut Fisher dalam teori ini, mendorong orang untuk lebih condong
memegang uang dengan motif untuk melakukan transaksi. Kemudian
Persamaan Kuantitas ini muncul dimana Total Pengeluaran dipecah ke
dalam dua variabel yaitu Harga (P) dan Total Transaksi (T).
Uang x Perputaran = Harga x Transaksi
M V = P T
Dimana :
M : Jumlah uang beredar
V : Velocity / perputaran uang dalam satu periode
P : Harga barang dan jasa
T : Jumlah transaksi
Sisi kanan dari persamaan identitas tersebut mencerminkan transaksi
yang terjadi di dalam suatu perekonomian, dimana P adalah harga rata-
rata (average price) dan T adalah jumlah transaksi yang terjadi di dalam
15
perekonomian selama periode tertentu. Sisi kiri dari persamaan di atas
mencerminkan jumlah uang yang digunakan untuk melakukan transaksi
yang dilakukan di dalam suatu perekonomian selama periode tertentu. M
adalah kuntitas uang, sedangkan V adalah perputan uang transaksi
(transaction velocity of money) untuk mengukur tingkat dimana uang
bersikulasi dalam perekonomian.
Menurut Mankiw (2007), persamaan kuantitas adalah sebuah
identitas: definisi dari empat variabel membuatnya benar. Persamaan ini
berguna karena menunjukan bahwa jika satu dari variabel-variabel itu
berubah, satu atau lebih variabel juga harus berubah untuk menjaga
persamaan. Akan tetapi persamaan di atas mempunyai permasalahan,
yaitu bahwa transaksi sulit untuk diukur. Maka Mankiw berpendapat bahwa
untuk memecahkan permasalahan ini, jumlah transaksi T diganti menjadi
menjadi output total dari perekonomian Y. Transaksi dan output berkaitan
dikarenakan semakin banyak perekonomian berproduksi maka semakin
banyak pula barang/jasa dibeli atau dijual, namun keduanya tidaklah sama.
Fisher menyadari bahwa Total Pengeluaran dapat berubah dan kemudian
memisahkan Total Pengeluaran menjadi Kuantitas Barang yang dibeli (Y),
dan Harga dari barang tersebut (P). Sehingga persamaannya menjadi:
Uang x Perputaran = Harga x Output
M V = P Y
Karena Y juga merupakan pendapatan total, maka V dalam
persamaan kuantitas versi ini menjadi perputaran pendapatan uang
(income velocity of money). Perputaran pendapatan uang menyatakan
16
berapa kali uang masuk ke dalam pendapatan seseorang dalam periode
waktu tertentu.
2. Teori Sisa Tunai
Teori ini juga menerangkan sifat hubungan antara penawaran uang dan
tingkat harga. Teori sisa tunai diterangkan dengan persamaan sebagai
berikut :
M = kPT
Dimana M,P,T mempunyai arti yang sama dengan persamaan dari MV
= PT, k adalah bagiaan dari pendapatan masyarakat.
Adanya kritik-kritik atas teori kuantitas uang sebagai berikut :
a. Pemisalan bahwa T = tetap adalah kurang tepat
b. Laju peradaran uang tidak selalu tetap dalam jangka pendek dan
jangka panjang
c. Hubungan antara penawaran uang dan harga adalah lebih rumit dari
yang di terangkan oleh teori kuantitas
d. Teori kuantitas hanya memperhatikan fungsi uang sebagai alat untuk
melicinkan kegiatan tukar-menukar dan transaksi dengan
menggunakan uang
e. Teori kuantitas uang mengabaikan efek perubahan penawaran uang
atas suku bunga.
2.1.3 Teori Penawaran Uang Modern
Teori penawaran uang modern atau sistem standar kertas
dikembangkan oleh ekonom-ekonom setelah Keynes. Dalam sistem
standar kertas, sumber dari terciptanya uang beredar adalah otoritas
moneter merupakan penyalur uang inti atau uang primer, sedangkan
17
lembaga keuangan (perbankan) merupakan penyalur uang sekunder bagi
masyarakat. Proses terciptanya uang beredar merupakan proses pasar
artinya hasil interaksi antara permintaan dan penawaran, bukan sekedar
pencetakan uang atau keputusan pemerintah saja. Apabila pada suatu
waktu permintaan akan uang inti tidak sama dengan penawaran uang inti,
maka para pelaku dalam pasar uang masing-masing akan melakukan
penyesuaian berupa tindakan-tindakan di sub-pasar uang inti sehingga
akhirnya terjadi keseimbangan antara permintaan dan penawaran.
Demikian juga, apabila terjadi ketidakseimbangan antara permintaan dan
penawaran di sub-pasar uang sekunder (uang giral).
Pada saat pasar dalam posisi keseimbangan, pemerintah penambah
penawaran uang inti kepada masyarakat. Tambahan uang inti akan
diterima masyarakat sebagai tambahan uang tunai (kartal). Hal ini dapat
mengganggu keseimbangan karena masyarakat akan merasa terlalu
banyak memegang uang tunai. Jika tindakan penyesuaian yang dilakukan
masyarakat adalah dengan menyimpan kelebihan uang tunai tersebut
kedalam rekening giro, maka berarti cadangan bank menjadi lebih besar,
dan bank mungkin akan menanamkan kelebihan cadangan tersebut
dengan membeli SBI. Dalam transaksi tersebut, bank menerima SBI dan
BI menerima uang tunai. Jadi, tambahan uang inti oleh pemerintah,
kembali ke BI sebagai otoritas moneter. Uang kartal yang dipegang
masyarakat tetap, tetapi ada tambahan uang giral sehingga M1
bertambah.
Dalam dunia pertukaran modern, para produsen emas tidak
mempunyai peranan moneter lagi karena dalam standar uang kertas,
sumber dari terciptanya uang beredar adalah otoritas moneter (bank
sentral) sebagai supplier uang inti dan lembaga keuangan/perbankan
18
sebagai supplier sekunder. Pasar uang terdiri dari 2 sub pasar yaitu sub
pasar uang primer dan sub pasar uang sekunder. Masing-masing
mempunyai permintaan dan penawarannya, namun kedua sub pasar
pasar tersebut sangat erat berhubungan satu sama lain. Sub pasar uang
primer lebih bersifat fundamental karena uang sekunder (giral) hanya bisa
tumbuh karena ada uang primer. Uang sekunder (giral) diciptakan oleh
bank berdasarkan uang primer yang dipegang bank (cadangan bank).
Tanpa ada uang primer tersebut tidak mungkin bank menciptakan uang
sekunder. Jadi sub pasar tersebut bisa dibedakan secara konsep tetapi
jelas bahwa dalam kenyataan keduanya tidak terpisahkan satu sama lain.
Apabila suatu saat sub pasar uang inti mencapai keseimbangan tetapi
sub pasar uang sekunder belum, maka keseimbangan yang sebenarnya
belum tercapai. Di sub pasar uang sekunder akan terjadi tindakan tindakan
penyesuaian yang mempengaruhi permintaan dan penawarannya.
Perubahan pada permintaan dan penawaran uang sekunder (giral) pasti
akan mempengaruhi permintaan dan penawaran uang inti. Jadi sub pasar
uang inti yang tadinya sudah seimbang menjadi tidak seimbang, dan tentu
kemudian akan ada tindakan tindakan penyesuaian di sub pasar ini. Proses
penyesuaian ini akan terus terjadi di kedua sub pasar sampai kedua sub
pasar tersebut mencapai keseimbangan secara bersama-sama (simultan).
Bila keadaan ini tercapai, maka pasar uang akan secara keseluruhan
mencapai keseimbangan yang sesungguhnya (equilibrium).
19
2.2 Definisi Jumlah Uang Beredar
Jumlah uang beredar merupakan seluruh jenis uang yang berada di
perekonomian uang dikeluarkan dan diedarkan secara resmi oleh Bank
Sentral untuk uang kartal, dan Bank Umum menerbitkan uang giral maupun
uang kuasi (tabungan, valas dan sebagainya) (Solikin, 2002).
Jenis-jenis uang bererdar di Indonesia terdiri dari (Boediono, 1982) :
1. Uang beredar dalam arti sempit (M1)
2. Uang beredar dalam arti luas (M2)
Uang beredar dalam arti sempit (M1) yaitu kewajiban sistem moneter
(Bank Sentral) dan Bank Umum terhadap sektor swasta domestik atau
penduduk meliputi uang kartal (C : uang kertas dan uang logam) yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan uang giral (deposito yang disimpan
dalam bank-bank umum, dan dapat dikeluarkan dengan menggunakan
cek, rekening giro, atau surat perintah lainnya). Uang kartal dan uang giral
atau Narrow Money memiliki sifat dapat dipakai sebagai alat pembayaran
sewaktu-waktu atau setiap saat bila diinginkan karena sifatnya yang likuid
dan tidak terkait waktu dalam pemakaiannya. Sehingga dapat dirumuskan
menjadi :
M1 = C + D
Selanjutnya, jumlah uang beredar dalam arti luas dikenal dengan istilah
Broad Money (M2), sering disebut juga dengan likuiditas perekonomian
karena dapat mempengaruhi perkembangan tingkat harga, produksi dan
keadaan ekonomi pada umumnya. M2 susunannya terdiri dari M1
ditambahkan dengan deposito berjangka (time deposit) dan saldo
tabungan miliki masyarakat yang berada di bank (saving deposits),
sehingga dapat dirumuskan menjadi :
M2 = M1 + TD + SD
20
Pengertian lain tentang uang yang perlu dipahami adalah uang primer
(M0) atau uang inti (base money), yaitu uang yang diedarkan pemerintah
dan dipegang oleh masyarakat dan bank-bank. Uang primer ini meliputi
uang yang dipegang masyarakat sebagai alat bayar sehari-hari (uang
kartal) dan uang serap yang dimiliki bank (uang tunai di bank dan deposito
di bank sentral).
2.2.1 Mekanisme Penciptaan Uang
Dalam mekanisme penciptaan uang terdapat tiga pelaku dalam proses
mekanismenya, yaitu Otoritas Moneter, Bank Umum, Sektor Swasta
Domestik, ketiga pelaku tersebut saling menjaga keseimbangan supply
dan demand.
Ketiga pelaku tersebut berinteraksi antara satu dengan yang lain
sedemikian rupa sehingga penyediaan (penawaran) uang oleh otoritas
moneter dan bank sesuai dengan kebutuhan (permintaan) masyarakat
akan uang tersebut. Otoritas moneter menciptakan uang kartal, sementara
itu bank umum menciptakan uang giral dan uang kuasi, sedangkan
masyarakat akan menggunakan uang yang diciptakan oleh otoritas
moneter dan bank umum untuk melaksanakan kegiatan ekonomi (Solikin,
2002).
1) Penciptaan Uang Primer Oleh Otoritas Moneter
Bank sentral sebagai pelaksana fungsi otoritas moneter, bank sentral
memiliki wewenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang kartal
(uang kertas dan uang logam). Dalam praktiknya, bank sentral juga
menerima simpana giro bank umum. Uang kartal dan simpanan cadangan
bank umum di bank sentral dinamakan uang primer atau uang inti (base
money) yang disimbolkan dengan M0. Uang primer (M0) atau uang inti
(base money) dikenal pula sebagai “high power money” adalah ukuran
21
uang yang paling sempit (the narrowest measure of money) didefinisikan
sebagai kewajiban (pasiva) moneter bersih otoritas moneter yang dipegang
oleh bank-bank umum dan masyarakat (Insukindro, 1997).
Definisi uang primer yaitu kartal yang dipegang oleh masyarakat dan
bank umum, ditambah saldo rekening giro atau cadangan milik bank umum
dan masyarakat di BI, uang beredar jenis ini dapat dihitung dengan formula
sebagai berikut :
M0 = 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑐𝑦 (C) + 𝑅𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑒 (R)
Dimana :
M0 : Uang primer
C : Currency (Uang kartal)
R : Reserve (Cadangan)
Di Indonesia, uang primer didefinisikan sebagai kewajiban otoritas
moneter (Bank Indonesia) terhadap sektor swasta domestik dan bank
umum, berupa uang kertas dan uang logam yang berada di luar Bank
Indonesia serta simpanan giro bank umum di Bank Indonesia. Uang
beredar dikelompokkan menjadi tiga komponen yaitu uang primer (M0),
uang dalam arti sempit (M1), dan uang arti luas (M2). Sebagaimana
diketahui bahwa semua uang tunai yang dicetak oleh otoritas moneter
adalah uang primer baik yang disimpan oleh masyarakat maupun disimpan
di bank-bank umum.
22
Bank Sentral Indonesia dapat menerbitkan uang kartal jenis kertas
dan logam berdasarkan pada faktor-faktor berikut:
1. Pertumbuhan ekonomi yang ekspansi, keadaan dimana perekonomian
negara sedang memerlukan penambahan jumlah uang yang beredar.
Penambahan uang beredar ini bertujuan untuk menciptakan kondisi
moneter yang lebih stabil atau tetap stabil.
2. Menggantikan uang yang ditarik dari peredaran atau masyarakat,
keadaan ini terkait dengan penerbitan uang baru untuk menggantikan
uang yang sudah rusak, uang yang suda terlalu lama, atau faktor
lainnya.
2) Penciptaan Uang Oleh Bank Umum
Bank Umum merupakan Lembaga keuangan yang dapat menciptakan
uang giral, dan uang kuasi. Menurut Pohan (2008), terjadinya penciptaan
uang giral dan kuasi pada bank umum dapat melalui mekanisme berikut :
1. Mekanisme Substitusi
Penciptaan uang ini terjadi karena nasabah menyimpan uang kartalnya
pada bank umum dalam bentuk rekening tabungan, rekening deposito,
rekening giro, dan rekening koran. Ketika bank menerbitkan rekening-
rekening tersebut, secara otomatis bank tersebut telah menciptakan
uang giral dan uang kuasi. Penciptaan uang giral dan kuasi akan
bertambah, namun uang kartal akan berkurang.
2. Meknisme Transformasi
Penciptaan uang terjadi karena bank umum mendiskonto wesel atau
membeli surat berharga dari nasabah dan membukukan nilai wesel
23
yang didiskonto atau suratberharga yang dibeli tersebut ke dalam
rekening tabungan, deposito atau giro atas nama nasabah.
3. Mekanisme Pemberian Kredit
Pemberian kredit oleh Bank Umum kepada nasabah atau perusahaan,
kredit tersebut dipindah bukukan ke dalam bentuk rekening koran atau
rekening giro nasabah. Terjadi penciptaan uang giral senilai kredit yang
diberikan tersebut.
3) Hubungan Uang Primer dengan Uang Beredar
Uang primer (M0) merupakan inti dalam proses penciptaan jumlah
uang bererdar (money supply). Sementara itu, diketahui bahwa bank
sentral mampu mengendalikan uang primer yang berada pada sisi pasiva
Neraca Otoritas Moneter.
Kemampuan otoritas moneter dalam mengendalikan atau mengontrol
jumlah uang beredar sangat tergantung pada berbagai faktor dan karena
bank umum juga mempunyai peranan dan kemampuan dalam
menciptakan uang giral dan uang kuasi. Sementara itu, jumlah uang
beredar juga dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dalam membelanjakan
uangnya.
Dalam sistem moneter, uang giral diciptakan oleh Bank-Bank Pencipta
Uang Giral (BPUG). BPUG adalah bank-bank yang diperbolehkan
mengeluarkan rekening giro dan melakukan transaksi kliring. Melalui
kegiatan tersebut setiap bank menerima deposito menyalurkan deposito
tersebut dalm bentuk pinjaman (kredit) kepada masyarakat. Pemberian
pinjaman itulah yang dapat mempengaruhi jumlah uang bererdar.
Penciptaan uang giral akan menyebabkan jumlah uang bererdar akan
24
bertambah deposito itu sendiri. Proses penciptaan uang dimulai ketika
sebuah bank dalam sistem moneter menerima deposito. Bank tersebut
akan menyalurkan depositonya dalam bentuk pinjaman kepada pihak lain.
Jika dalam sistem moneter jumlah bank yang ada tidak terhingga
banyaknya, maka proses penyaluran pinjaman tersebut berlanjut dengan
akselerasi tanpa henti dan menimbulkan dampak pengganda (multiplier
effect).
Perubahan nilai-nilai aktiva dan pasiva dalam Neraca Otoritas Moneter
memberikan petunjuk atau indikasi tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan uang primer dan penggunaannya. Pergerakan
uang primer perlu terus dikontrol karena berpengaruh terhadap perubahan
jumlah uang beredar, terutama jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1)
(Manurung dan Rahardja, 2004).
Besarnya deposito yang dapat disalurkan dalam bentuk pinjaman
dipengaruhi oleh GWM yang harus disetorkan oleh bank umum ke bank
sentral (Bank Indonesia)dari setiap unit deposito yang diterima. Besarnya
jumlah GWM ditentukan oleh otoritas moneter (BI) dengan persentase
tertentu yang disebut RRR (Reserve Requirement Ratio). Melalui
penentuan atau perubahan Giro Wajib Minimum (GWM), misalnya 5%, BI
dapat mempengaruhi besar kecilnya angka pengganda uang dan
selanjutnya BI dapat mengontrol jumlah uang beredar. Perubahan
instrumen GWM sering digunakan oleh BI karena merupakan sebagai
salah satu dari instrumen kebijakan moneter yang dimiliki oleh BI.
25
• Angka Pengganda Uang (Money Multiplier)
“Money Multiplier is ratio of the changes in the quantity of money to the
changes in the monetary base” (Parkin, 1993). Pengertian angka
pengganda diatas sama halnya yang dikemukakan oleh (Mishkin, 2008)
yaitu angka pengganda uang adalah kemampuan uang untuk berubah
dalam suatu perubahan didalam uang primer. Uang primer atau M0
merupakan “inti” dalam proses penciptaan uang beredar. Sementara itu,
juga sudah diketahui bahwa bank sentral mempunyai kemampuan untuk
mengendalikan uang primer yang berada pada sisi pasiva Neraca Otoritas
Moneter. Otoritas moneter tidak dapat sepenuhnya mengendalikan jumlah
uang beredar mengingat kemampuan otoritas moneter dalam mengatur
jumlah uang beredar sangat tergantung pada berbagai faktor dan terutama
karena bank umum juga mempunyai peranan dan kemampuan untuk
menciptakan uang giral dan uang kuasi.
Proses penciptaan uang beredar yang lebih lengkap tentunya harus
mempertimbangkan perilaku bank umum dan masyarakat secara
keseluruhan. Proses tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
M0 = C + R …. (1)
M1 = C + D …. (2)
M2 = C + D + T …. (3)
Dimana:
C : Uang Kartal
R : Reserve Requirement
D : Uang Giral
T : Uang Kuasi
26
Dengan menyederhandakan C/D = c, T/D = t, dan R/(D) = r, maka
didapatkan angka pelipat ganda uang untuk masing-masing M1 dan M2
(yang disimbolkan dengan mm1 dan mm2) yang dapat menggambarkan
interaksi antara otoritas moneter, bank umum, dan masyarakat, yaitu:
mm1 = M1/M0 = c + 1
c + r …. (4)
mm2 = M2/M0 = c + t + 1
c + r …. (5)
Formulasi di atas merupakan definisi angka pelipat ganda uang, yaitu
perbandingan atau rasio uang beredar terhadap uang primer.
Penghitungan angka pelipat ganda uang dapat dilakukan melalui beberapa
cara (algoritma). Salah satunya dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama,
membagi M1 dan M2 masing-masing dengan M0 untuk mendapatkan
hubungan sebagai berikut :
Untuk M1:
M1/M0 = (C + D)/(C + R)
= ((C/D) + (D/D)) / ((C/D) + (R/D))
= ((C/D) + 1) / (C/D) + (R/D) …. (4a)
Dengan cara yang sama, untuk M2 kita akan mendapatkan hasil:
M2/M0 = ((C/D) + (T/D) + 1) / ((C/D) + (R/(D)) .… (5a)
Dengan menyederhandakan C/D = c, T/D = t, dan R/(D) = r, serta
mengalikan kembali kedua sisi persamaan (1) dan (2), kita mendapatkan
hubungan:
27
M1 = c + 1
c + r x M0 …. (4b)
M2 = c + t + 1
c + r x M0 …. (5b)
Persamaan (4b) dan (5b) di atas pada hakikatnya menunjukkan hubungan
antara uang beredar dengan uang primer dan suatu fraksi faktor pengali,
yaitu yang dikenal sebagai angka pelipat ganda uang atau money multiplier
(mm).
Pada hakikatnya, c, t, dan r merupakan determinan angka pelipat
ganda uang. c adalah rasio uang kartal terhadap uang giral atau sering
disebut currency ratio. t adalah rasio tabungan dan deposito (uang kuasi)
terhadap uang giral atau sering disebut time and savings deposit ratio. r
adalah rasio cadangan bank terhadap total simpanan yang meliputi uang
giral dan uang kuasi atau sering disebut sebagai reserve ratio. Apabila
dikaitkan dengan contoh sebelumnya yang hanya mempertimbangkan
perilaku otoritas moneter, penghitungan angka pelipat ganda uang hanya
mempertimbangkan determinan reserve ratio (r), yaitu dalam bentuk rasio
ketentuan GWM. Setelah mempertimbangkan interaksi antara otoritas
moneter, bank umum, dan masyarakat, tidak hanya reserve ratio (r) yang
diperhitungkan namun juga determinan lain, yaitu currency ratio (c) dan
time and savings deposit ratio (t).
• Faktor-faktor angka pengganda uang
Dalam suatu perekonomian uang merupakan alat tukar yang sah untuk
melakukan transaksi jual dan beli barang/jasa. Dimana uang mempunyai
angka penggandanya itu sendiri yang disebabkan oleh adanya permintaan
dan penawaran dari uang tersebut. Pada dasarnya angka pengganda
28
tersebut dipengaruhi oleh Jumlah Uang Beredar (JUB) dan perubahan
uang primer, dimana uang primer adalah yang kartal ditambah cadangan
yang berada dalam bank. Berdasarkan rumus angka pengganda yang
sudah diderivasikan menunjukkan bahwa angka pengganda dipengaruhi
oleh:
1. Perubahan rasio giro wajib (r)
Rasio giro wajib merupakan instrument yang diberikan oleh Bank
Indonesia sebagai bank sentral di Indonesia dimana berguna untuk
mengendalikan inflasi, nilai tukar rupiah, serta jumlah uang beredar.
Dimana giro wajib ini merupakan money supply dalam perekonomian, baik
perekonomian tertutup maupun perekonomian terbuka. Dalam PBI tentang
Giro Wajib Minimum (GWM), terdapat 3 jenis GWM yang harus dipenuhi
oleh bank yaitu, pertama GWM primer dalam bentuk giro kepada bank
sentral dalam hal ini Bank Indonesia sebesar minimal 8% dari Dana Pihak
Ketiga (DPK), kedua GWM sekunder yang dapat berupa SBI dengan
minimal 4%, dan yang terakhir GWM Loan to Deposit Rasio, dimana
penggunaan GWM LDR itu ketika LDR dibawah 78% atau melebihi 92%.
Pengendalian jumlah uang beredar dilakukan melalui pengaturan uang
primer dihubungkan dengan penggandaan uang (money multiplier), yaitu
rasio antara uang beredar dan uang primer. Angka pengganda uang
tersebut dipengaruhi oleh preferensi masyarakat akan uang kartal dan
persentase likuiditas yang wajib dipelihara bank (RR), jika preferensi
masyarakat berubah dari uang kartal ke uang giral dan uang kuasi maka
kemampuan bank untuk menciptakan uang beredar akan bertambah
begitupula sebaliknya (Pohan, 2008). Berdasarkan hal diatas maka angka
29
pengganda uang dan uang beredar berhubungan positif dengan rasio giro
wajib.
2. Perubahan rasio uang kartal (RC)
Angka pengganda uang dipengaruhi atas perubahan uang kartal dan
uang giral dari suatu negara. Uang kartal adalah alat tukar yang
dikeluarkan atau yang diterbitkan oleh pemerintah melalui bank sentral baik
dalam bentuk uang kertas maupun dalam bentuk logam. Sedangkan uang
giral yaitu alat tukar yang dikeluarkan atau diterbitkan oleh bank umum
dalam bentuk cek maupun bilyet giro (Subagyo, 1997). Kenaikan rasio
uang kartal meningkatkan penyebut dari pengganda uang secara
proposional dengan lebih dari kenaikan pembilang. Kenaikan pada uang
kartal menyebabkan angka pengganda turun. Sehingga, angka pengganda
uang dan uang beredar berhubungan negatif dengan rasio uang kartal.
3. Perubahan rasio deposito dan giro (T)
Selain uang giral yang mempengaruhi dari angka pengganda uang
terdapat hal lain yang mempengaruhi dari besaran angka pengganda uang
tersebut yaitu besaran nilai deposito dan giro pada bank umum. Pengertian
deposito menurut UU No. 10 Tahun 1988 yaitu simpanan yang
penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu waktu tertentu
berdasarkan perjanjian yang diambil nasabah penyimpan dengan pihak
bank. Adapun menurut definisi perbankan deposito adalah suatu simpanan
berupa uang pada bank dengan jangka waktu tertentu oleh Badan Hukum
atau perorangan dengan imbalan bunga tiap bulan dengan jumlah yang
tetap. Dari kedua pengertian tersebut dapat diartikan bahwa deposito
adalah tabungan dalam bentuk uang yang dilakukan nasabah baik
perusahaan badan hukum atau perorangan dengan jumlah tertentu dan
30
imbalan bunga yang diberikan pada setiap bulannya dengan jumlah tetap
sesuai perjanjian antara nasabah dan bankdengan jangka waktu tertentu.
Pengertian giro menurut UU No. 10 Tahun 1988 adalah simpanan dalam
bentuk uang yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, bilyet, giro serta sarana pemerintah pembayaran
lainnya dengan cara pemindah bukuan. Dalam hal ini perbedaan deposito
dengan giro yaitu waktu pengambilan yang berbeda serta pencairan dari
kedua simpanan berjangka tersebut.
Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa naik turunnya angka pelipat ganda
uang dipengaruhi oleh ketiga determinan angka pelipat ganda uang, yaitu
currency ratio, time and savings deposit ratio, dan reserve ratio. Perlu
dikemukakan bahwa perkembangan angka pelipat ganda uang tidaklah
bersifat konstan. Angka tersebut senantiasa berubah-ubah sejalan dengan
pola interaksi antara otoritas moneter, bank umum, dan masyarakat.
2.3 Permintaan Uang
Teori-teori permintaan uang secara garis besar menjelaskan faktor-
faktor apa saja yang mempengaruhi sifat individu dalam menentukan
jumlah permintaan uangnya sehingga dari preferensi individu dalam
menyimpan bentuk kekayaan yang dimiliki. Teori tentang permintaan uang
dikemukakan oleh beberapa ekonom seperti teori permintaan uang Irving
Fisher, teori permintaan uang Cambrige, teori permintaan uang Keynes,
teori permintaan uang Boumol Tobin dan teori permintaan uang Friedman.
Secara garis besar dalam teori permintaan uang, ada dua variabel yang
menentukan permintaan akan uang. Pertama adalah variabel skala atau
yang biasa disebut dengan variabel kendala. Variabel kendala merupakan
suatu variabel yang membatasi maksimal memegang uang dalam bentuk
31
tunai, contohnya pendapatan. Kedua adalah variabel biaya memegang
uang tunai (opportunity cost of holding money). Opportunity cost of holding
money adalah biaya yang hilang karena memegang uang tunai. Pada teori
permintaan uang, biaya yang hilang karena memegang uang tunai dapat
berupa bunga dan capital gain apabila kita memegang kekayaan dalam
bentuk obligasi dan saham.
Dengan adanya perkembangan alat pembayaran non tunai dapat
memberikan manfaat dan kemudahan dalam bertransaksi. Dihubungkan
dengan teori permintaan uang yang membahas tentang opportunity cost of
holding money, maka jika menggunakan uang tunai dalam bertransaksi
akan kehilangan biaya seperti manfaat pendapatan bunga, pemberian
diskon belanja dan kemudahan dalam bertransaksi jika memegang uang
dalam bentuk non tunai. Semakin besar opportunity cost of holding money
akan semakin kecil keinginan memegang uang tunai sehingga akan
mempengaruhi jumlah uang tunai yang diedarkan Bank Indonesia.
2.4 Sistem Pembayaran di Indonesia
Sistem pembayaran adalah sebuah sistem yang mencakup
seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme yang dipakai untuk
melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang
timbul dari suatu kegiatan ekonomi (Bank Indonesia, 2001). Penyelenggara
sistem pembayaran yang ada di Indonesia dilaksanakan oleh Bank
Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang No.23 tahun 19999 pasal 8 b
yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 6 tahun 2009, Bank
Indonesia bertugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran. Dalam pelaksanaan tugas tersebut, Bank Indonesia
32
mengacu pada empat prinsip kebijakan sistem pembayaran, yakni
keamanan, efisiensi kesetaraan akses dan perlindungan konsumen.
Sistem pembayaran merupakan sistem yang berkaitan dengan
pemindahan dana dari satu pihak ke pihak lain yang melibatkan berbagai
komponen seperti instrument pembayaran (tunai dan non tunai). Sistem
pembayaran telah mengalami evolusi dari waktu ke waktu termasuk bentuk
dari uang. Dalam sejarahnya, logam mulai seperti emas dan perak
digunakan sebagai alat tukar pada masa itu. Kemudian muncul
permasalahan dari penggunaan emas dan perak dikarenakan emas dan
perak cukup berat dalam jumlah nominal tertentu sehingga sulit untuk
didistribusikan secara cepat (Mishkin, 2008). Timbulnya permasalahan
pada uang emas dan perak berdampak pada munculnya uang fiat yaitu
uang kertas yang dikeluarkan oleh pemerintahan yang digunakan sebagai
alat pembayaran yang sah. Disisi lain, uang fiat memiliki kelemahan yaitu
mudah dicuri dan mahal untuk dibawa dalam jumlah nominal yang besar.
Sehingga untuk mengatasi masalah ini, muncul alat pembayaran baru yaitu
berbentuk cek. Namun, disisi lain ada dua kelemahan dari penggunan cek
yaitu diperlukannya waktu untuk mendapatkan cek dari satu tempat ke
tempat lainnya dan biaya yang mahal dalam proses administrasi.
Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
munculnya layanan pembayaran non tunai. Sistem pembayaran non tunai
di Indonesia terbagi atas 2 jenis yaitu sistem pembayaran nilai besar dan
sistem pembayaran nilai retail. Sistem pembayaran nilai besar terdiri dari
BI – RTGS dan SKNBI, sedangkan sistem pembayaran nilai retail terdiri
dari APMK dan E-money.
Berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 2004, ditetapkan bahwa
salah satu tugas Bank Indonesia sebagai bank sentral adalah mengatur
33
dan menjaga kelancaran sistem pembayaran yang harus didukung dengan
adanya sistem pembayaran yang efesien, cepat, aman, dan handal. Untuk
menjelaskan tugas ini, Bank Indonesia berperan aktif dalam
pengembangan sistem pembayaran. Sehingga dengan adanya
keberadaan sistem pembayaran yang efisien dan aman juga merupakan
salah satu indikator menekan jumlah uang beredar yang ada di
masyarakat.
2.4.1 Instrumen Pembayaran Tunai
Sistem pembayaran tunai adalah suatu sistem pembayaran yang
menggunakan uang kartal atau uang tunai sebagai alat untuk bertransaksi.
Pembayaran dengan uang tunai menunjukkan penggunaan uang baik
uang kartal yaitu uang kertas dan uang logam yang kita ketahui bersama.
Dibandingkan dengan instrumen pembayaran lain, uang kertas dan uang
logam lebih memiliki sifat final sebagai media pembayaran. Selain itu, nilai
uang tunai dapat dengan dipecah menjadi bagian yang lebih kecil (easily
divisible) dan cepat untuk digunakan kembali (readily reusable) (Goodhart
et al, 2001).
Penggunaan uang kartal sebagai media pembayaran dapat
memudahkan masyarakat dalam kegiatan bertransaksi sehari-hari. Pada
penggunaan pembayaran tunai oleh masyarakat di Indonesia masih belum
memiliki data statistik yang pasti. Namun, demikian, untuk memprediksi
penggunaan uang tunai dapat dilihat dari potensi penggunaan uang tunai
tersebut dari perkembangan uang kartal di Indonesia.
Dalam masyarakat modern seperti sekarang, penggunaan uang kartal
sebagai instrumen pembayaran cenderung lebih kecil jika dibandingkan
dengan instrumen pembayaran lainnya di beberapa negara. Pemakaian
uang kartal memiliki kendala dalam efisiensi. Hal tersebut dapat terjadi
34
karena biaya untuk pengadaan dan pengelolaan (cash handling) terbilang
cukup mahal. Hal tersebut juga belum memperhitungkan inefesiensi pada
saat bertransaksi, contohnya memakan waktu cukup lama ketika mengantri
panjang saat melakukan pembayaran di loket pembayaran. Sementara itu,
apabila melakukan transaksi cukup besar juga memiliki risiko seperti
pencurian, perampokan dan pemalsuan uang (Bank Indonesia, 2011).
2.4.2 Instrumen Pembayaran Non Tunai
Di Indonesia instrumen pembayaran non tunai yang disediakan oleh
sistem perbankan adalah instrumen berbasis warkat :
a. Cek
adalah surat perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah
uang tertentu.
b. Bilyet Giro
adalah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana
untuk memindah bukukan sejumlah dana dari rekening pemegang
kepada rekening yang disebutkan namanya (penerima).
c. Nota Debet
adalah warkat yang digunakan untuk menagih dana pada bank lain
untuk bank atau nasabah bank yang menyampaikan warkat
tersebut.
d. Nota Kredit
adalah warkat yang digunakan untuk menyampaikan dana pada
bank lain untuk bank atau nasabah bank yang menerima warkat
tersebut.
e. Wesel Bank Untuk Transfer
adalah wesel yang diterbitkan oleh bank khusus untuk sarana
transfer.
35
f. Surat Bukti Penerimaan
adalah surat bukti penerimaan penerimaan transfer dari luar kota
yang dapat ditagih kepada bank penerima dana transfer melalui
kliring lokal.
Saat ini bank-bank memberikan berbagai jenis layanan pemindahan
dana melalui jaringan kantornya, termasuk perintah pembayaran secara
reguler dan pemindahan dana secara elektronis. Layanan pemindahan
dana bagi nasabah bank dapat dilakukan oleh bank melalui :
1. Transfer elektronik antar bank
2. Sistem kliring berbasis warkat untuk transaksi lokal
3. Jaringan bank koresponden bagi pemindahan dana lintas wilayah
4. Sistem RTGS baik untuk pemindahan bukuan dana lokal atau lintas
wilayah dengan cara:
a. Pendebetan secara langsung
b. Pemakaian fasilitas pendebetan secara langsung masih
dibatasi untuk transaksi didalam satu bank.
c. Instrumen berbasis kartu, dalam perkembangannya terdapat
jenis kartu yang dananya telah tersimpan dalam chip elektronik
pada kartu tersebut (dikenal sebagai smart card atau chipcard),
contoh kartu telpon prabayar.
Di Indonesia terdapat dua macam sistem pembayaran non tunai, yaitu
Systemically Important Payment System (SIPS) dan System Wide
Important Payment System (SWIPS). Systemically Important Payment
System (SIPS) yang biasa disebut juga sistem pembayaran nilai besar
adalah sistem yang memproses transaksi pembayaran bernilai besar dan
bersifat mendesak (urgent). Sedangkan System Wide Important Payment
System (SWIPS) biasa disebutkan juga sistem pembayaran nilai retail
36
adalah sistem yang digunakan oleh masyarakat luas (Bank Indonesia,
2011).
Instrumen yang termasuk dalam sistem pembayaran nilai besar
(Systemically Important Payment System) terdiri dari BI – RTGS dan
SKNBI. Sedangkan instrumen yang termasuk dalam sistem pembayaran
nilai retail (System Wide Important Payment System) terdiri dari APMK dan
E-money. Masing-masing instumen yang termasuk dalam sistem
pebayaran non tunai dijelaskan sebagai berikut:
1. BI – RTGS (Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement System)
BI – RTGS merupakan sistem pembayaran bernilai besar yang
diselanggarakan oleh Bank Indonesia. BI – RTGS adalah suatu sistem
transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang rupiah yang
penyelesaiannya dilakukan secara per transaksi secara individual, dan
berfungsi untuk meningkatkan kepastian dalam settlement dan juga
menjadi sarana transfer dana antar bank yang praktis, cepat, efisien, aman
dan handal.
2. SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia)
SKNBI merupakan sistem transfer dana elektronik nilai retail yang
diselenggarakan oleh Bank Indonesia. Sistem ini berfungsi untuk
melakukan netting pada transfer dana didunia perbankan untuk
meningkatkan efisiensi likuiditas perbankan. Layanan SKNBI dibagi
menjadi dua bagian, yaitu kliring kredit dan kliring debet.
3. APMK (Alat Pembayaran Menggunakan Kartu)
APMK merupakan alat pembayaran non tunai yang sah yang
digunakan untuk pembayaran di Indonesia. Transaksi dengan APMK
menggunakan instrument berbasis elektronik yang dilaksanakan
37
masyarakat dalam transaksi retail dengan menggunakan kartu. APMK
terbagi menjadi kartu ATM atau debet dan kartu kredit.
a. Kartu ATM/Debet merupakan salah satu instrumen pembayaran
berbasis kartu yang penting dalam sistem pembayaran adalah kartu
ATM yang transaksinya dilakukan melalui mesin ATM.
b. Kartu Kredit merupakan kartu yang dikeluarkan oleh bank atau
lembaga pembiayaan lainnya yang diberikan kepada nasabah
untuk dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran dan
pengambilan uang tunai.
4. E-money (Uang Elektronik)
Uang elektronik adalah alat pembayaran dalam bentuk elektronik
dimana nilai uangnya disimpan dalam media elektronik tertentu.
Penggunaanya harus menyetorkan uangnya terlebih dahulu kepada
penerbit dan disimpan dalam media elektronik sebelum menggunakannya
untuk keperluan bertransaksi.
2.5 Hubungan Antar Variabel
Perkembangan teknologi dan informasi telah menciptakan alat
pembayaran non tunai. Hadirnya alat pembayaran non tunai telah
memberikan kemudahan dalam bertransaksi. Menurut Dias (1999) dalam
Pramono,dkk (2006), alat pembayaran non tunai telah memberikan
manfaat efesiensi dalam bentuk penurunan biaya transaksi dan biaya
menunggu. Dengan adanya alat pembayaran non tunai, transaksi
pembayaran yang dilakukan akan lebih praktis, aman dan cepat.
38
2.5.1 Hubungan Peningkatan Nominal Transaksi Menggunakan Kartu Kredit Terhadap Jumlah Uang Tunai yang Beredar di Masyarakat
Kartu kredit merupakan salah satu alat pembayaran non tunai berbasis
kartu. Pembayaran transaksi dengan menggunakan kartu kredit awalnya
ditanggung terlebih dahulu oleh pihak penerbit, yang selanjutnya di lunasi
pada periode tertentu dengan tambahan membayar bunga kepada pihak
penerbit kartu. Dengan adanya kartu kredit ini dapat memberikan
kemudahan dalam bertransaksi, dimana para pelaku ekonomi tidak lagi
harus membawa uang tunai dalam jumlah banyak. Selain itu,
menggunakan kartu kredit dapat mengurangi biaya transaksi serta dapat
memperccepat proses transaksi yang dilakukan.
Dengan mempertimbangkan opportunity cost of holding money,
masyarakat akan cenderung menggunakan pembayaran non tunai yang
akhirnya akan mengurangi jumlah uang tunai yang dipegang sehingga
akan mengurangi kebutuhan uang tunai masyarakat yang pada akhirnya
mengurangi jumlah uang tunai yang diedarkan Bank Indonesia. Menurut
Sulistyawaty (2009) dalam penelitiannya, faktor keunggulan dan
kemudahan yang dapat dari pengguna kartu kredit menjadi faktor utama
para pelaku ekonomi menggunakan kartu sebagai alat pembayaran dalam
bertransaksi. Dengan adanya kemudahan serta keunggulan dari
menggunakan kartu kredit dalam bertransaksi akan mengurangi jumlah
kebutuhan uang tunai masyarakat untuk transaksi. Pada akhirnya
peningkatan pengguna kartu kredit akan membuat berkurangnya uang
tunai yang diedarkan oleh Bank Indonesia. Menurut Nirmala dan Widodo
(2011), peningkatan penggunaan kartu kredit akan mengurangi
kepemilikan uang tunai. peningkatan pembayaran nn tunai menggunakan
39
kartu berpengaruh negatif signifikan terhadap permintaan uang tunai
(Pramono, dkk, 2006).
2.5.2 Hubungan Peningkatan Nominal Transaksi Menggunakan Electronic Money terhadap Jumlah Uang Tunai yang Beredar di Masyarakat
Electronic money (e-money) merupakan perkembangan alat
pembayaran non tunai berbasi kartu elektronik, dimana sejumlah uang
disimpan terlebih dahulu dalam alat yang bernama chip. Terciptanya e-
money, disebabkan oleh kebutuhan para masyarakat yang menginginkan
alat pembayaran yang cepat, praktis, dan efisien. E-money bersifat
multiprepaid, yang artinya e-money dapat digunakan untuk pembayaran
apa saja.
Dengan mempertimbangkan opportunity cost of holding money,
masyarakat akan cenderung menggunakan pembayaran non tunai yang
akhirnya akan mengurangi jumlah uang tunai yang dipegang sehingga
akan mengurangi jumlah uang tunai yang diedarkan Bank Indonesia.
Menurut Yudhistira (2014), faktor kemudahan dan manfaat yang di dapat
dari pengguna kartu pembayaran elektronik menjadi faktor utama para
pelaku ekonomi menggunakan pembayaran elektronik sebagai alat
pembayaran dalam bertransaksi. Kemudahan dan keunggulan electronic
money membuat para pelaku ekonomi menggunakan e-money tersebut
dalam bertransaksi. Pengembangan e-money berpotensi untuk
menimbulkan dampak terhadap permintaan monetary agregat serta
formulasi kebijakan moneter (Bank Indonesia). Dengan adanya electronic
money dapat mensubstitusi peran uang tunai dalam transaksi ekonomi
yang akan mengurangi jumlah uang tunai yang diedarkan Bank Indonesia.
40
2.5.3 Hubungan Peningkatan Nominal Transaksi Menggunakan BI-RTGS terhadap Jumlah Uang Tunai yang Beredar di Masyarakat
Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) merupakan
sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap transaksinya
dilakukan dalam waktu seketika. Sejak dioperasikan oleh Bank Indonesia
pada tanggal 17 November 2000, BI-RTGS berperan penting dalam
pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses
transaksi pembayaran yang termasuk High Value Payment
System (HVPS) atau transaksi bernilai besar. Sasaran yang dicapai
melalui aplikasi sistem BI-RTGS, antara lain dengan BI-RTGS transfer
dana antar peserta lebih cepat, efisien, andal dan aman. Selain itu
setidaknya ada kepastian settlement dengan lebih segera. Sistem BI RTGS
ini akan memperlihatkan informasi rekening peserta secara real time dan
menyeluruh. Bagi peserta RTGS juga dituntut untuk disiplin dan profesional
dalam mengelola likuiditas mereka. Dan diharapkan melalui sistem RTGS
ini akan mengurangi berbagai risiko settlement.
Dengan mempertimbangkan opportunity cost of holding money,
masyarakat akan cenderung menggunakan pembayaran non tunai yang
akhirnya akan mengurangi jumlah uang tunai yang dipegang sehingga
akan mengurangi kebutuhan uang tunai masyarakat yang pada akhirnya
mengurangi jumlah uang tunai yang diedarkan Bank Indonesia. Kenaikan
nilai transaksi pada RTGS secara total mengindikasikan penggunaan
RTGS yang meningkat oleh para pelaku industri yang melakukan transaksi
bernilai besar. Dengan sistem BI-RTGS transfer dana antar peserta lebih
cepat, efisien, andal dan aman ini sehingga khususnya pelaku industri yang
melakukan transaksi bernilai besar tidak perlu membutuhkan uang tunai
yang dipegang karna dengan adanya transfer dana lebih cepat ini dalam
41
bertransaksi akan mengurangi jumlah kebutuhan uang tunai yang di ada di
tangan masyarakat. Pada akhirnya peningkatan pengguna BI-RTGS akan
membuat berkurangnya uang tunai yang diedarkan oleh Bank Indonesia.
2.6 Pengaruh Pembayaran Non Tunai Terhadap Jumlah Uang Beredar
Bank Indonesia sebagai otoritas moneter yang mengatur sistem
pembayaran di Indonesia saat ini sedang menggalakkan program non
tunai. Awal tahun 2010, Bank Indonesia sudah mulai melakukan sosialisasi
untuk pengembangan alat pembayaran non tunai. Bank Indonesia
mencanangkan program Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) pada bulan
Agustus 2004 dengan tujuan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
melakukan pembayaran non tunai dalam bertransaksi (Bank Indonesia
2014).
Kehadiaran alat pembayaran non tunai telah memberikan dampak
terhadap perekonomian Indonesia. Dengan adanya kemajuan teknologi,
iformasi dan ilmu pengetahuan telah mendorong perkembangan alat
pembayaran non tunai. Menurut Dias (1999) dalam Pramono, dkk (2006),
keberadaan alat pembayaran non tunai dapat mengurangi opportunity cost
(biaya menunggu dan biaya transaksi) masyarakat untuk memegang uang
baik untuk keperluan transaksi maupun berjaga-jaga. Semakin banyak alat
pembayaran pengganti, semakin kecil jumlah uang kartal yang dipegang
sehari-hari dan sebaliknya, semakin sedikit (atau mungkin tidak adanya)
alat pembayaran pengganti akan semakin besar uang kartal yang
diinginkan (Iswardono, 1981). Peningkatan penggunaan sistem
pembayaran non tunai berdampak pada fungsi permintaan uang, dengan
meningkatnya pembayaran non tunai menimbulkan efek subsitusi dan
efisiensi. Efek substitusi mengakibatkan turunnya permintaan uang kartal
42
dan meningkatnya M1. Transaksi non tunai termasuk kedalam bagian uang
giral, dengan adanya mekanisme substitusi dimana uang kartal secara
langsung terpengaruh dengan adanya peningkatan uang giral yang
diterbitkan oleh Bank Umum karena adanya mekanisme substitusi dalam
penciptaan uang giral itu sendiri. Meningkatnya M1 akan diikuti oleh
peningkatan pada M2.
Dengan adanya perubahan jumlah uang beredar secara garis besar
dipengaruhi oleh uang inti dan angka pengganda uang (money multiplier),
sehingga pada angka pengganda uang (money multiplier) merupakan
salah satu faktor utama dalam penentuan uang beredar sehingga
pengembangan non tunai akan berpengaruh terhadap jumlah pasokan
uang.
2.7 Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah tabel beberapa penelitian terdahulu yang dibuat oleh
penulis sebagai acuan penelitian, yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.1 : Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Tahun dan Judul
Variabel dan Metode Analisis
Hasil
1. Bambang Pramono, Pipih D. Purusitawati, Yosefin Tyas Emmy D.K. (2006) Dampak Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai Terhadap Kebijakan Moneter dan Perekonomian.
>>Variabel Independen: Pembayaran Non Tunai Menggunakan Kartu (APMK). Variabel Dependen: Uang Kartal dan M1. >> Metode Uji Kointegrasi (Johansen Cointegrasi on Test) dan VECM.
Pembayaran non tunai menggunakan kartu berpengaruh negatif signifikan terhadap permintaan uang kartal dan M1.
2. Ferry Syarifuddin, Ahmad Hidayat Tarsidin (2009) Dampak Peningkatan Pembayaran Non-Tunai Terhadap
>> Variabel : PDB riil, output potensial, harga, M1 dan M2, non cash, BI rate, upah riil, nilai tukar nominal, suku bunga
Adanya peningkatan pembayaran secara non-tunai menciptakan efek substitusi dan
43
Perekonomian dan Implikasinya Terhadap Pengendalian Moneter di Indonesia
internasional, harga internasional. >> Metode Structural Cointegration Vector Autoregression (SCVAR)
efisiensi. Efek substitusi mengakibatkan turunnya permintaan uang kartal dan meningkatnya M1 dan M2. Kondisi tersebut akan berdampak pada peningkatan PDB dan turunnya harga.
3. Imaduddin Sahabat (2009) Pengaruh Inovasi Sistem Pembayaran Terhadap Permintaan Uang di Indonesia.
>> Variabel : Uang Kartal, BI-RTGS, SKNBI, APMK >> Metode analisis Error Correction Model (ECM).
Inovasi sistem pembayaran seperti BI-RTGS, Kliring, kartu kredit dan kartu debet memiliki hubungan jangka Panjang dengan permintaan uang.
4. Tiara Nirmala dan Tri Widodo (2011) Effect Of Increasing Use The Card Payment Equipment On The Indonesian Economy
>> Variabel Independen: Kartu Kredit dan Kartu Debet Variabel Dependen: GDP, Tingkat Harga BI Rate, Nilai Tukar, Suku Bunga Luar Negeri, International Price, M1, M2 dan Uang Tunai >> Metode Vector Correction Model (VECM)
Kepemilikan uang tunai menurun, sedangkan M1 dan M2 meningkat, Penurunan BI Rate dan Biaya Kebijakan Moneter mempengaruhi permintaan uang dan keseimbangan pasar uang serta output dan harga.
5. Ben S.C Fung, dkk. (2012) The Impact of Retail Payment Innovation of Cash Usage
>> Variabel Independen: Kartu Kredit dan Kartu Debet. Variabel Dependen: Uang Tunai Metode Ordinary Least Squares (OLS)
Inovasi pembayaran kartu kredit dan kartu debet berpengaruh negatif signifikan terhadap penggunaan uang tunai.
6. Mahera Ide, Adytama Vidi (2013) Analisis Pengaruh Indikator Sistem Pembayaran Terhadap Indikator Makroekonomi
>> Variabel : APMK, RTGS, IPE (Indeks Penjualan Eceran), UYD ( Uang Yang Diedarkan), Indeks Produksi.
- Posisi uang yang diedarkan (UYD) dengan indeks penjualan eceran (IPE) memiliki kausalitas antar kedua variabel
44
>> Metode Granger Causality, Johansen Cointegration
tersebut dan dalam jangka panjang tidak signifikan berpengaruh satu sama lain. -Nilai transaksi APMK dengan IPE memiliki hubungan kausalitas antar kedua variabel tsb walau tidak terdapat hubungan yang signifikan dalam jangka panjang. -RTGS terhadap Indeks Produksi memiliki hubungan kausalitas antar kedua variabel disertai hubungan signifikan dalam jangka Panjang
7. Ӧzlem Durgun dan Mustafa Caner Timur (2015) The Effects of Electronic Payments on Monetary Policies and Central Banks.
>> Variabel : E-payment (Bit coin, E-Cash, Visa,PayPal and Check-Free. >> Metode kuantitatif deskriptif
Peningkatan populasi sistem pembayaran elektronik meningkatkan total volume transaksi yang ada dimasyarakat dan sulit untuk berdampak pada kebijakan moneter
8. Ewelina Sokolowska (2015) Innovations in the payment card market: The case of Poland
>> Variabel Independen : Credit card transaction value, Debit card transaction value, ATM transaction value, Non cash transaction value. Variabel Dependen : Volatility. >> Metode Logit Model.
Tingkat yang lebih rendah dari pendapatan di Polandia dibandingkan dengan negara-negara maju masih penghalang perkembangan untuk pasar. Meningkatnya kekayaan dari masyarakat akan mempengaruhi perkembangan lebih lanjut dari pasar pembayaran
45
elektronik di Polandia.
9. Lasondy Istanto S dan Syarief Fauzie (2015)
Analisis Dampak Pembayaran Non Tunai Terhadap Jumlah Uang
Beredar di Indonesia
>> Variabel : M1 dan M2, APMK, SKNBI, BI-RTGS, E-Money. >> Metode analisis
Error Correction Model (ECM).
Volume transaksi kartu kredit, nilai transaksi kartu
ATM/Debet, dan nilai BI-RTGS
berpengaruh positif terhadap M1 dan nilai transaksi BI-
RTGS berpengaruh positif terhadap
M2.
Sumber: Peneliti, 2017.
46
2.6 Kerangka Konseptual
Pada dasarnya, kerangka konseptual dapat diturunkan dari beberapa
konsep atau teori yang relevan dengan masalah penelitian sehingga akan
dapat memunculkan asumsi-asumsi atau proposisi yang dapat ditampilkan
dalam alur pemikiran. Kemudian dapat dirumuskan dalam sebuah hipotesis
penelitian. Kerangka konseptual dalam penelitian ini sebagai berikut:
Gambar 2.2: Kerangka Konseptual
Sumber : Ilustrasi Peneliti (2017).
Money Creation
Bank
Indonesia
Financial Markets
1. APMK (Kartu Kredit)
2. e-money
3. BI-RTGS
Banking
Banking
Cash
(Kartal)
Demand
Deposit
Saving
Deposit &
Time
Deposit
Tunai
Non
Tunai Jumlah
Uang
Beredar
Transaksi
Base
Money
(M0)
Proses
Multiplier
Narrow
Money
(M1)
Broad
Money
(M2)
47
2.7 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pikir yang telah
disebutkan sebelumnya maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian
sebagai berikut :
1. Diduga penggunaan pembayaran non tunai dalam transaksi
masyarakat berpengaruh signifikan terhadap jumlah uang beredar
dalam arti sempit (narrow money – M1) di Indonesia.
2. Diduga penggunaan pembayaran non tunai dalam transaksi
masyarakat berpengaruh signifikan terhadap jumlah uang beredar
dalam arti luas (broad money – M2) di Indonesia.