bab 1 prorad
Transcript of bab 1 prorad
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan
tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan
memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih dan
terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik
untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik.
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan
untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat dan tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakannya disebut sarana kesehatan. Sarana
kesehatan berfungsi melakukan upaya kesehatan dasar,
kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan penunjang.
Upaya kesehatandiselenggarakan dengan pendekatan
pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit
(kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang
diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan (Siregar, 2004).
Dukungan semua unit yang ada di dalam Rumah Sakit
sangat diperlukan untuk membentuk sistem kerja
pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. Intalasi
Radiologi sebagai salah satu komponen penunjang medis
dalam rumah sakit juga memerlukan sistem pengelolaan
dan pelayanan yang baik dengan didukung seluruh
komponen sumber daya manusia maupun kelengkapan sarana
pencitraan yang ada.
Instalasi radiologi merupakan salah satu
instalasi yang ada di rumah sakit. Keberadaan intalasi
radiologi mempunyai peranan yang sangat penting dalam
membantu menegakkan diagnosa. Baik dan buruknya sistem
pelayanan pada salah satu instalasi radiologi
dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanannya.
Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan
dalam pelayanan radiologi adalah usaha untuk
mengendalikan efek radiasi dari sinar-X atau sering
disebut proteksi radaiasi. Proteksi radiasi sangat
penting mengingat penggunaan radiasi sinar-X dapat
menimbulkan efek biologis bagi tubuh. Salah satu
bentuk usaha proteksi radiasi yaitu mengenai
persyaratan ruang dan keselamatan fasilitas radiasi.
Persyaratan ruang dan keselamatan dari fasilitas
radiasi harus diperhatikan sejak awal dari perencanaan
sebuah rumah sakit baru. Jika membuat kamar sinar-X
baru, perlu diperhitungkan lapisan penahan radiasi
untuk berkas utama pada semua arah, sehingga tidak ada
masalah apabila kelak peralatan diganti atau dipindah
posisinya (Batan I, 2001).
Apabila dana dan fasilitas sangat terbatas, maka
selalu ada kecenderungan untuk mengambil jalan keluar
dengan memasang beberapa buah pesawat dalam satu
kamar. Tindakan ini menimbulkan bahaya, umpamanya
petugas yang sedang mengatur pasien pada salah satu
bagian ruangan akan memperoleh penyinaran dari pesawat
yang lain. Hal ini dapat dihindari dengan memasang
lampu peringatan pada masing-masing tabung pesawat
sinar-X dan panel pengendali dari generator (Batan
III,2001).
Instalasi Radiologi RSUD Soehadi Prijonegoro
Sragen mempunyai lima ruang pemeriksaan, diantaranya
kamar pemeriksan 2 yang didalamnya terdapat satu buah
pesawat sinar-X, ruang oprator dan kamar ganti
pasien.. Diantara pesawat dan ruang oprator memiliki
jarak yang dekat dengan arah sinar-X menuju ke ruang
oprator. Disamping itu, penulis mengamati adanya
kecenderungan tidak selalu dikenakan apron pada pasien
yang memungkinkan untuk mengenakannya, ataupun
pengantar yang memegangi pasien. Penulis tertarik
untuk mengkaji tentang penerapan proteksi radiasi di
Instalasi Radiologi RSUD Soehadi Pijonegoro Sragen,
khususnya kamar pemeriksaan 2, untuk memenuhi tugas
dalam rangka Praktek Kerja Nyata (PKN) Pengelolaan
Pelayanan Radiodiagnostik Di Instalasi Radiologi RSUD
Soehadi Prijonegoro Sragen yang berjudul “TINJAUAN
PROTEKSI RADIASI KAMAR 2 DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD
DR. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN”
1.2. Rumusan Masalah
Mengingat sangat luasnya masalah proteksi radiasi
dan juga karena keterbatasan waktu serta fasilitas,
maka pada penulisan laporan Praktek Kerja Nyata ini
penulis membatasi masalah dengan rumusan masalah
sebagai berikut :
1.2.1. Apakah kontruksi ruang dan tata letak
peralatan sinar-X di Instalasi Radiologi RSUD
Soehadi Prijonegoro Sragen, khususnya di kamar 2
sudah memenuhi persyaratan ?
1.2.2. Apakah proteksi radiasi terhadap pasien,
petugas dan masyarakat umum di kamar 2 Instalasi
Radiologi RSUD Soehadi Prijonegoro Sragen sudah
sesuai dengan standart proteksi radiasi ?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan laporan Praktek Kerja Nyata
(PKN) ini adalah sebagai berikut :
1.3.1. Untuk mengetahui kontruksi ruang dan tata
letak peralatan sinar-X di kamar 2 Instalasi
Radiologi RSUD Soehadi Prijonegoro Sragen sudah
memenuhi persyaratan atau belum.
1.3.2. Untuk mengetahui usaha-usaha proteksi
radiasi terhadap pasien, petugas dan masyrakat
umum di kamar 2 Instalasi Radiologi RSUD Soehadi
Prijonegoro Sragen.
1.4. Manfaat Penulisan
1.4.1. Bagi Penulis
Sebagai salah satu penunjang dan bekal
pengalaman bagi penulis dan mahasiswa Jurusan
Teknik Rontgen yang selanjutnya akan bekerja
dalam pelayanan radiologi.
1.4.2. Bagi Pembaca
Menambah pengetahuan terhadap pembaca
terutama mahasiswa Jurusan Teknik Rontgen tentang
proteksi radiasi pada kamar pemeriksaan 2 di
Instalasi Radiologi RSUD Soehadi Prijonegoro
Sragen yang dilihat dari tinjauan teori.
.
1.4.3 Bagi Rumah Sakit
Memberikan masukan terhadap pihak-pihak
tertentu atau rumah sakit tentang pentingnya
proteksi radiasi pada sebuah ruang pemeriksaan.
1.5. Metode pengumpulan Data
1.5.1. Jenis Metode
Pada penyusunan Laporan Praktek Kerja Nyata
ini menggunakan metode Rapid Assesment Procedure (RAP).
1.5.2. Tempat dan Waktu Pengambilan Data
Tempat pengambilan data berada di Instalasi
Radiologi RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Sedangkan
waktu pengambilan data yaitu pada saat
melaksanakan Praktek Kerja Nyata 8 Mei sampai 3
Juni 2006.
1.5.3. Subyek
Penyusunan laporan ini mengambil subyek
yaitu radiografer
1.5.4. Metode
a. Observasi
Yaitu pengamatan secara langsung tentang
proteksi radiasi yang dilakukan di kamar
pemeriksaan 2 di Instalasi Radiologi RSUD
Soehadi Prijonegoro Sragen.
b. Dokumentasi
Pengambilan data secara langsung di kamar
pemeriksaan 2 di Instalasi Radiologi RSUD
Soehadi Prijonegoro Sragen.
BAB II
PENGELOLAAN PELAYANAN RADIODIAGNOSTIK
2.1. Tinjauan Umum Instalasi Radiologi
2.2. Tinjauan Umum Sinar-X
2.2.1. Pengertian Sinar-X
Sinar-X adalah pancaran gelombang
elektromagnetik yang sejenis dengan gelombang
radio, gelombang panas, gelombang cahaya dan
gelombang ultraviolet, tetapi dengan panjang
gelombang yang sangat pendek. Panjang gelombang
sinar-X hanya 1/10.000 panjang gelombang cahaya
tampak. Karena panjang gelombang yang pendek itu,
maka sinar-X dapat menembus benda. Panjang
gelombang sinar-X dinyatakan dalam Angstrom, 1
Angstrom = 10-8 cm, atau 1/100.000.000 cm (Rasad,
2005).
2.2.2. Sifat Sinar-X
Sifat-sifat sinar-X menurut Hoxter(1972) adalah
sebagai berikut:
a. Dapat menembus bahan, semakin tinggi tegangn
tabung, semakin besar pula daya tembus.
b. Mengalami atenuasi (diperlemah) saat menembus
bahan.
c. Menimbulkan radiasi sekunder dalam semua
bahan yang ditembusnya.
d. Menghitamkan emulsi film.
e. Membuat gas menjadi penghantar listrik
(ionisasi).
f. Menimbulkan efek biologis pada jaringan.
2.2.3. Efek Biologi Sinar-X
Menurut Batan I (2001), efek bilogi radiasi
sinar-X digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Efek somatik deterministik
Efek somatik deterministik terjadi pada
manusia yang terkena paparan radiasi sinar-X
dengan dosis tertentu. Contohnya erythema kulit
(kulit merah) atau kerontokan rambut. Efek
somatik deterministik mengenal adanya dosis
ambangn umumnya timbul beberapa saat setelah
penerimaan dosis radiasi, dapat dilakukan
penyembuhan spontan, keparahannya bergantung
pada dosis radiasi yang diterima.
b. Efek somatik stokastik
Efek somatik stokastik terjadi pada
manusia yang menerima penyinaran, tetapi
kemunculannya tidak bisa dipastikan. Efek
somatik stokastik berkaitan dengan paparan
radiasi dosis rendah yang dapat muncul pada
tubuh manusia dalam bentuk kanker. Efek
somatik yang bersifat stokastik tidak mengenal
dosis ambang, timbul setelah melalui masa
tunda yang lama, keparahannya tidak tergantung
pada dosis radiasi, dan tidak ada penyembuhan
spontan.
c. Efek genetik yang stokastik
Efek genetik yang stokastik terjadi pada
keturunan orang yang menerima penyinaran, dan
kemunculannya tidak bisa dipastikan. Contohnya
cacat pada keturunan. Efek genetik yang
stokastik tidak mengenal dosis ambang,
timbulnya setelah melalui masa tunda yang
lama, keparahannya tidak tergantung pada dosis
radiasi, dan tidak ada penyembuhan spontan
(Akhadi, 2000).
2.3. Tinjauan Umum Proteksi Radiasi
2.3.1. Pengertian Dan Tujuan Proteksi Radiasi
Proteksi radiasi merupakan cabang ilmu
pengetahuan atau teknik yang mempelajari masalah
kesehatan manusia maupun lingkungan dan berkaitan
dengan pemberian perlindungan pada seseorang atau
sekelompok orang ataupun kepada keturunannya
terhadap kemungkinan yang merugikan kesehatan
akibat adanya paparan radiasi. Tujuan proteksi
radiasi adalah untuk mencegah terjadinya efek
deterministik yang membahayakan dan mengurangi
peluang terjadinya efek stokastik (Bapeten, 2002).
Selain itu proteksi radiasi bertujuan melindungi
para pekerja radiasi serta masyarakat umum dari
bahaya radiasi yang ditimbulkan akibat penggunaan
zat radioaktif atau sumber radiasi lain (Akhadi,
2000).
2.3.2. Prinsip Dasar Proteksi Radiasi
a. Pengaturan waktu
Seorang pekerja radiasi yang berada di
dalam medan radiasi akan menerima dosis
radiasi yang besarnya sebanding dengan lamanya
pekerja tersebut berada di dalam medan
radiasi. Semakin lama seseorang berada di
medan radiasi, akan semakin besar dosis
radiasi yang diterimanya, demikian pula
sebaliknya.
b. Pengaturan jarak
Paparan radiasi berkurang dengan
bertambahnya jarak dari sumber radiasi. Bila
terlalu dekat pada sumber radiasi, misalnya
langsung menyentuh atau memegang sumber
radiasi, maka laju dosis pada tangan berlipat
ganda besarnya. Oleh karena itu dilarang
memegang sumber radiasi langsung dengan
tangan. Untuk menangani sumber radiasi
diperlukan perlengkapan khusus misalnya tang
penjepit atau pinset.
c. Penggunaan perisai radiasi
Untuk penanganan sumber-sumber radiasi
dengan aktifitas sangat tinggi, seringkali
pengaturan waktu dan jarak kerja tidak mampu
menekan penerimaan dosis oleh pekerja di bawah
nilai batas dosis yang telah ditetapkan
(Akhadi, 2000).
Sifat dari bahan perisai radiasi harus
mampu menyerap energi radiasi atau melemahkan
intensitas radiasi. Perisai ini dibuat dari
timbal dan beton. Ada dua jenis perisai
radiasi yaitu :
1) Perisai primer, memberi proteksi radiasi
terhadap radiasi primer (berkas sinar guna),
contoh : tabung sinar-X dan kaca timbal.
2) Perisai sekunder, memberi proteksi radiasi
sekunder (sinar bocor dan hambur), contoh :
tabir sarat timbal pada tabir flouroskopi,
pakaian proteksi, dan perisai yang dapat
dipindah-pindahkan (Rasad, 1992).
2.3.3. Asas-Asas Proteksi Radiasi
Menurut Akhadi (2000), asas proteksi radiasi ada
tiga, yaitu :
a. Asas jastifikasi atau pembenaran
Setiap kegiatan yang mengakibatkan
paparan radiasi hanya boleh dilaksanakan
setelah dilakukan pengkajian yang mendalam dan
manfaatnya lebih besar dibandingkan dengan
kerugiannya.
b. Asas Optimisasi
Asas ini dikenal dengan sebutan ALARA
atau As Low As Reasonably Achieveble. Asas ini
menghendaki agar paparan radiasi dari suatu
kegiatan harus ditekan serendah mungkin dengan
mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial.
c. Asas pembatasan dosis perorangan
Asas ini menghendaki agar dosis radiasi
yang diterima oleh seseorang dalam menjalankan
suatu kegiatan tidak boleh melebihi nilai
batas yang telah ditetapkan oleh instansi yang
berwenang.
2.4. Proteksi Radiasi Terhadap Pasien, Petugas dan
Masyarakat Umum
2.4.1. Proteksi radiasi terhadap pasien
Menurut Rasad (2005), proteksi radiasi
terhadap pasien dilakukan dengan cara :
a. Pemeriksaan dengan sinar-X hanya
dilakukan atas permintaan dokter.
b. Pemakaian perisai maksimum pada sinar
primer.
c. Pemakaian teknik kV tinggi.
d. Jarak fokus ke pasien tidak boleh terlalu
dekat.
e. Daerah yang disinari harus sekecil
mungkin, misalnya dengan mempergunakan
konus atau diafragma.
f. Organ reproduksi dilindungi sebisanya.
g. Pasien yang hamil, terutama trimester
pertama tidak boleh diperiksa secara
radiologis.
2.4.2. Proteksi radiasi terhadap petugas
Proteksi radiasi untuk petugas menurut
Batan III (2001) antara lain :
a. Selama penyinaran berlangsung, petugas
berdiri di belakang penahan radiasi.
b. Sedapat mungkin petugas tidak berada
dalam kamar pesawat sinar-X pada waktu
dilaksanakan radiografi atau fluoroskopi.
c. Apabila sedang melakukan penyinaran
dengan teknik khusus, seorang petugas
mungkin diperlukan berada dalam ruangan.
Untuk itu petugas perlu memakai apron dan
sarung tangan proteksi.
2.4.3. Proteksi radiasi terhadap masyarakat umum
Dalam batan III (2001) dilakukan usaha
proteksi radiasi untuk masyarakat umum dengan
cara :
a. Ketebalan dinding, langit-langit, pintu dan
jendela berpenahan radiasi harus
diperhatikan agar masyarakat umum tidak
terkena penyinaran.
b. Ruangan untuk ganti pakaian sebaiknya diberi
penahan radiasi dan terpisah di luar ruangan
penyinaran.
c. Pintu berpenahan radiasi timbal harus selalu
ditutup selama dilakukan penyinaran.
d. Selama penyinaran berlangsung, setiap orang
termasuk perawat yang menyertainya harus
berlindung di balik penahan radiasi.
2.5. Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi Di Ruang
Pemotretan
2.5.1. Kontruksi Ruang Pemotretan
a. Ukuran ruang
Ukuran minimum ruangan untuk sebuah
pesawat sinar-X diagnostik adalah panjang 4
meter, lebar 3 meter dan tinggi 2,8 meter,
tidak termasuk ruang opertor dan kabin pasien
(Bapeten, 2002). Hal ini bertujuan untuk
menjamin keleluasaan bagi petugas dalam
melakukan pemeriksaan.
b. Dinding
Dinding ruang pemotretan terbuat dari
beton yang tebalnya 20 cm atau batu bata
dengan plester yang tebalnya 25 cm, kira-kira
setara dengan timbal yang tebalnya 2 mm
(Bapeten, 2002).
c. Lantai
Jika ruang pemotretan berada di lantai
bawah, maka ketebalan lantai tidak begitu
diperhatikan. Jika berada di lantai atas, maka
tebal lantai setara dengan 2 mm timbal, begitu
pula dengan langit-langit ruangan tebalnya
setara 2 mm timbal jika di atasnya
dipergunakan (Batan II, 2001)
d. Pintu
Menurut Batan I (2001), pintu dan kusen
pintu harus meliputi ketebalan ekuivalen
timbal untuk dinding di sebelahnya, dan timbal
pelindung yang melapisi daun pintu harus
menutupi kusen pintu selebar sekurang-
kurangnya 1,5 cm, demikian pula timbal yang
melapisi kusen pintu harus menutupi beton atau
tembok dinding yang lebar minimum sama dengan
tebal tembok. Pintu dibuat sedemikian rupa
sehingga pasien dengan brankart dapat masuk.
e. Jendela
Jendela harus mempunyai ketinggian
sekurang-kurangnya 2 m dari lantai di luar
kamar sinar-X dan sedikitnya 1,6 m dari lantai
di dalam kamar sinar-X dan harus ditempatkan
sedemikian sehingga radiasi hambur tidak dapat
secara langsung melalui jendela tersebut masuk
ke jendela lain yang berdekatan (Batan III,
2001).
2.5.2. Tata Letak Peralatan Sinar-X
Penempatan pesawat sinar-X di berbagai
ruangan harus diperhatikan, serta harus dibuat
beban kerja untuk tiap-tiap kamar. Penataan
peralatan dibuat sedemikian rupa sehingga
memudahkan petugas bekerja. Menurut Batan III
tahun 1985, tindakan memasang dua unit pesawat
dalam satu ruangan akan membahayakan petugas dan
pasien. Untuk itu perlu dipasang lampu peringatan
pada masing-masing tabung penguat sinar-X dan
panel pengendali dari generator. Survei radiasi
harus dilakukan maksimal 2 tahun sekali meskipun
tidak ada perubahan pada pesawat atau ruangan.
Kamar cuci film harus ditempatkan di
tengah-tengah dari bagian radiologi, dan lebih
baik jika berhubungan langsung dengan semua kamar
sinar-X dan dengan jalan masuk yang mudah ke
kamar utama sinar-X.
2.5.3. Prosedur Kerja di Bagian Radiologi
Prosedur kerja untuk radiografi menurut
Batan III (2001) yaitu :
a. Pintu kamar sinar-X harus ditutup sebelum
dilakukan penyinaran.
b. Berkas sinar-X tidak boleh diarahkan ke
jendela atau panel kontrol dan dinding kamar
gelap.
c. Selama dilakukan penyinaran, semua petugas
harus berada di belakang panel kontrol dengan
bahan pelindung radiasi dan mengawasi pasien
melalui jendela gelas timbal.
d. Bila diperlukan pada pasien dipasang gonad
shield dan lapangan penyinaran dibatasi seluas
obyek yang dikehendaki.
e. Apabila film atau pasien memerlukan
penyangga, maka diusahakan untuk menggunakan
penyangga mekanik.
f. Selama dilakukan penyinaran, tidak boleh ada
pasien yang lain yang menunggu atau ganti
pakaian di dalam kamar sinar-X.
g. Jika diperlukan seseorang untuk membantu
pasien atau memegang film selama penyinaran,
maka seseorang tersebut harus memakai apron.
2.5.4. Spesifikasi Peralatan Proteksi Radiasi
Dalam Bapeten (2002), spesifikasi peralatan
proteksi radiasi adalah sebagai berikut:
a. Penahanan Radiasi
1) Penahanan radiasi diletakkan di antara
operator dan tabung sinar-X, dan mempunyai
ketebalan minimum yang setara dengan 1,5 mm
Pb.
2) Jendela pengamat yang terpasang pada penahan
radiasi setidaknya mempunyai ketebalan yang
setara dengan 1,5 mm Pb. Ketebalan yang
setara dengan Pb tersebut harus tertera pada
penahan radiasi dan jendela pengamat.
b. Apron Pelindung
Apron pelindung harus mempunyai
ketebalan minimum yang setara dengan 0,25 mm
Pb dan ukuran atau rancangannya harus
memberikan perlindungan yang cukup pada bagian
badan dan gonad pemakai dari radiasi langsung.
c. Sarung Tangan Pelindung
Sarung tangan pelindung harus mempunyai
ketebalan yang setara dengan 0,25 mm Pb dan
rancangannya harus memberikan perlindungan
yang cukup dari radiasi langsung yang mengenai
tangan dan pergelangan tangan, dan harus
memberikan kemudahan gerak bagi tangan atau
jari.
d. Perisai Gonad (Gonad Shield)
Perisai gonad harus mempunyai ketebalan
minimum yang setara dengan 0,5 mm Pb.
e. Pass Box
Kaset pass box yang dimaksudkan dipasang
di dinding ruang sinar-X harus mempunyai
perisai dengan ketebalan minimum setara dengan
2 mm Pb. Rancangannya harus sedemikian rupa
sehingga pass box hanya dapat dibuka dari satu
sisi saja.
Sistematika Penulisan Laporan Praktek kerja Nyata
-Halaman Judul-Halaman Persetujuan -Kata pengantar-Daftar Isi-Daftar Tabel Gambar/Grafik-Daftar Lampiran
Bab I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah1.2. Rumusan Masalah1.3. Tujuan Penulisan Laporan1.4. Manfaat Penulisan Laporan1.5. Metode Pengumpulan Data
Bab II PENGELOLAAN PELAYANAN RADIODIAGNOSTIK
2.1. Tinjauan Umum Instalasi Radiologi (Berisi tentang profil, visi, misi radiologi, struktur organisasi, peralatan, standar/alur pelayanan radiologi, analisis SWOT -Kelebihan&kekurangan-)
2.3. Tinjauan tentang tema yang diangkat