bab 1 prorad

26
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakannya disebut sarana kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi melakukan upaya kesehatan dasar, kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan penunjang. Upaya kesehatandiselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang

Transcript of bab 1 prorad

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan

tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan

memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih dan

terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik

untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik.

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan

untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi

masyarakat dan tempat yang digunakan untuk

menyelenggarakannya disebut sarana kesehatan. Sarana

kesehatan berfungsi melakukan upaya kesehatan dasar,

kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan penunjang.

Upaya kesehatandiselenggarakan dengan pendekatan

pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif),

pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit

(kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang

diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan

berkesinambungan (Siregar, 2004).

Dukungan semua unit yang ada di dalam Rumah Sakit

sangat diperlukan untuk membentuk sistem kerja

pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. Intalasi

Radiologi sebagai salah satu komponen penunjang medis

dalam rumah sakit juga memerlukan sistem pengelolaan

dan pelayanan yang baik dengan didukung seluruh

komponen sumber daya manusia maupun kelengkapan sarana

pencitraan yang ada.

Instalasi radiologi merupakan salah satu

instalasi yang ada di rumah sakit. Keberadaan intalasi

radiologi mempunyai peranan yang sangat penting dalam

membantu menegakkan diagnosa. Baik dan buruknya sistem

pelayanan pada salah satu instalasi radiologi

dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanannya.

Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan

dalam pelayanan radiologi adalah usaha untuk

mengendalikan efek radiasi dari sinar-X atau sering

disebut proteksi radaiasi. Proteksi radiasi sangat

penting mengingat penggunaan radiasi sinar-X dapat

menimbulkan efek biologis bagi tubuh. Salah satu

bentuk usaha proteksi radiasi yaitu mengenai

persyaratan ruang dan keselamatan fasilitas radiasi.

Persyaratan ruang dan keselamatan dari fasilitas

radiasi harus diperhatikan sejak awal dari perencanaan

sebuah rumah sakit baru. Jika membuat kamar sinar-X

baru, perlu diperhitungkan lapisan penahan radiasi

untuk berkas utama pada semua arah, sehingga tidak ada

masalah apabila kelak peralatan diganti atau dipindah

posisinya (Batan I, 2001).

Apabila dana dan fasilitas sangat terbatas, maka

selalu ada kecenderungan untuk mengambil jalan keluar

dengan memasang beberapa buah pesawat dalam satu

kamar. Tindakan ini menimbulkan bahaya, umpamanya

petugas yang sedang mengatur pasien pada salah satu

bagian ruangan akan memperoleh penyinaran dari pesawat

yang lain. Hal ini dapat dihindari dengan memasang

lampu peringatan pada masing-masing tabung pesawat

sinar-X dan panel pengendali dari generator (Batan

III,2001).

Instalasi Radiologi RSUD Soehadi Prijonegoro

Sragen mempunyai lima ruang pemeriksaan, diantaranya

kamar pemeriksan 2 yang didalamnya terdapat satu buah

pesawat sinar-X, ruang oprator dan kamar ganti

pasien.. Diantara pesawat dan ruang oprator memiliki

jarak yang dekat dengan arah sinar-X menuju ke ruang

oprator. Disamping itu, penulis mengamati adanya

kecenderungan tidak selalu dikenakan apron pada pasien

yang memungkinkan untuk mengenakannya, ataupun

pengantar yang memegangi pasien. Penulis tertarik

untuk mengkaji tentang penerapan proteksi radiasi di

Instalasi Radiologi RSUD Soehadi Pijonegoro Sragen,

khususnya kamar pemeriksaan 2, untuk memenuhi tugas

dalam rangka Praktek Kerja Nyata (PKN) Pengelolaan

Pelayanan Radiodiagnostik Di Instalasi Radiologi RSUD

Soehadi Prijonegoro Sragen yang berjudul “TINJAUAN

PROTEKSI RADIASI KAMAR 2 DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD

DR. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN”

1.2. Rumusan Masalah

Mengingat sangat luasnya masalah proteksi radiasi

dan juga karena keterbatasan waktu serta fasilitas,

maka pada penulisan laporan Praktek Kerja Nyata ini

penulis membatasi masalah dengan rumusan masalah

sebagai berikut :

1.2.1. Apakah kontruksi ruang dan tata letak

peralatan sinar-X di Instalasi Radiologi RSUD

Soehadi Prijonegoro Sragen, khususnya di kamar 2

sudah memenuhi persyaratan ?

1.2.2. Apakah proteksi radiasi terhadap pasien,

petugas dan masyarakat umum di kamar 2 Instalasi

Radiologi RSUD Soehadi Prijonegoro Sragen sudah

sesuai dengan standart proteksi radiasi ?

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan laporan Praktek Kerja Nyata

(PKN) ini adalah sebagai berikut :

1.3.1. Untuk mengetahui kontruksi ruang dan tata

letak peralatan sinar-X di kamar 2 Instalasi

Radiologi RSUD Soehadi Prijonegoro Sragen sudah

memenuhi persyaratan atau belum.

1.3.2. Untuk mengetahui usaha-usaha proteksi

radiasi terhadap pasien, petugas dan masyrakat

umum di kamar 2 Instalasi Radiologi RSUD Soehadi

Prijonegoro Sragen.

1.4. Manfaat Penulisan

1.4.1. Bagi Penulis

Sebagai salah satu penunjang dan bekal

pengalaman bagi penulis dan mahasiswa Jurusan

Teknik Rontgen yang selanjutnya akan bekerja

dalam pelayanan radiologi.

1.4.2. Bagi Pembaca

Menambah pengetahuan terhadap pembaca

terutama mahasiswa Jurusan Teknik Rontgen tentang

proteksi radiasi pada kamar pemeriksaan 2 di

Instalasi Radiologi RSUD Soehadi Prijonegoro

Sragen yang dilihat dari tinjauan teori.

.

1.4.3 Bagi Rumah Sakit

Memberikan masukan terhadap pihak-pihak

tertentu atau rumah sakit tentang pentingnya

proteksi radiasi pada sebuah ruang pemeriksaan.

1.5. Metode pengumpulan Data

1.5.1. Jenis Metode

Pada penyusunan Laporan Praktek Kerja Nyata

ini menggunakan metode Rapid Assesment Procedure (RAP).

1.5.2. Tempat dan Waktu Pengambilan Data

Tempat pengambilan data berada di Instalasi

Radiologi RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Sedangkan

waktu pengambilan data yaitu pada saat

melaksanakan Praktek Kerja Nyata 8 Mei sampai 3

Juni 2006.

1.5.3. Subyek

Penyusunan laporan ini mengambil subyek

yaitu radiografer

1.5.4. Metode

a. Observasi

Yaitu pengamatan secara langsung tentang

proteksi radiasi yang dilakukan di kamar

pemeriksaan 2 di Instalasi Radiologi RSUD

Soehadi Prijonegoro Sragen.

b. Dokumentasi

Pengambilan data secara langsung di kamar

pemeriksaan 2 di Instalasi Radiologi RSUD

Soehadi Prijonegoro Sragen.

BAB II

PENGELOLAAN PELAYANAN RADIODIAGNOSTIK

2.1. Tinjauan Umum Instalasi Radiologi

2.2. Tinjauan Umum Sinar-X

2.2.1. Pengertian Sinar-X

Sinar-X adalah pancaran gelombang

elektromagnetik yang sejenis dengan gelombang

radio, gelombang panas, gelombang cahaya dan

gelombang ultraviolet, tetapi dengan panjang

gelombang yang sangat pendek. Panjang gelombang

sinar-X hanya 1/10.000 panjang gelombang cahaya

tampak. Karena panjang gelombang yang pendek itu,

maka sinar-X dapat menembus benda. Panjang

gelombang sinar-X dinyatakan dalam Angstrom, 1

Angstrom = 10-8 cm, atau 1/100.000.000 cm (Rasad,

2005).

2.2.2. Sifat Sinar-X

Sifat-sifat sinar-X menurut Hoxter(1972) adalah

sebagai berikut:

a. Dapat menembus bahan, semakin tinggi tegangn

tabung, semakin besar pula daya tembus.

b. Mengalami atenuasi (diperlemah) saat menembus

bahan.

c. Menimbulkan radiasi sekunder dalam semua

bahan yang ditembusnya.

d. Menghitamkan emulsi film.

e. Membuat gas menjadi penghantar listrik

(ionisasi).

f. Menimbulkan efek biologis pada jaringan.

2.2.3. Efek Biologi Sinar-X

Menurut Batan I (2001), efek bilogi radiasi

sinar-X digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu :

a. Efek somatik deterministik

Efek somatik deterministik terjadi pada

manusia yang terkena paparan radiasi sinar-X

dengan dosis tertentu. Contohnya erythema kulit

(kulit merah) atau kerontokan rambut. Efek

somatik deterministik mengenal adanya dosis

ambangn umumnya timbul beberapa saat setelah

penerimaan dosis radiasi, dapat dilakukan

penyembuhan spontan, keparahannya bergantung

pada dosis radiasi yang diterima.

b. Efek somatik stokastik

Efek somatik stokastik terjadi pada

manusia yang menerima penyinaran, tetapi

kemunculannya tidak bisa dipastikan. Efek

somatik stokastik berkaitan dengan paparan

radiasi dosis rendah yang dapat muncul pada

tubuh manusia dalam bentuk kanker. Efek

somatik yang bersifat stokastik tidak mengenal

dosis ambang, timbul setelah melalui masa

tunda yang lama, keparahannya tidak tergantung

pada dosis radiasi, dan tidak ada penyembuhan

spontan.

c. Efek genetik yang stokastik

Efek genetik yang stokastik terjadi pada

keturunan orang yang menerima penyinaran, dan

kemunculannya tidak bisa dipastikan. Contohnya

cacat pada keturunan. Efek genetik yang

stokastik tidak mengenal dosis ambang,

timbulnya setelah melalui masa tunda yang

lama, keparahannya tidak tergantung pada dosis

radiasi, dan tidak ada penyembuhan spontan

(Akhadi, 2000).

2.3. Tinjauan Umum Proteksi Radiasi

2.3.1. Pengertian Dan Tujuan Proteksi Radiasi

Proteksi radiasi merupakan cabang ilmu

pengetahuan atau teknik yang mempelajari masalah

kesehatan manusia maupun lingkungan dan berkaitan

dengan pemberian perlindungan pada seseorang atau

sekelompok orang ataupun kepada keturunannya

terhadap kemungkinan yang merugikan kesehatan

akibat adanya paparan radiasi. Tujuan proteksi

radiasi adalah untuk mencegah terjadinya efek

deterministik yang membahayakan dan mengurangi

peluang terjadinya efek stokastik (Bapeten, 2002).

Selain itu proteksi radiasi bertujuan melindungi

para pekerja radiasi serta masyarakat umum dari

bahaya radiasi yang ditimbulkan akibat penggunaan

zat radioaktif atau sumber radiasi lain (Akhadi,

2000).

2.3.2. Prinsip Dasar Proteksi Radiasi

a. Pengaturan waktu

Seorang pekerja radiasi yang berada di

dalam medan radiasi akan menerima dosis

radiasi yang besarnya sebanding dengan lamanya

pekerja tersebut berada di dalam medan

radiasi. Semakin lama seseorang berada di

medan radiasi, akan semakin besar dosis

radiasi yang diterimanya, demikian pula

sebaliknya.

b. Pengaturan jarak

Paparan radiasi berkurang dengan

bertambahnya jarak dari sumber radiasi. Bila

terlalu dekat pada sumber radiasi, misalnya

langsung menyentuh atau memegang sumber

radiasi, maka laju dosis pada tangan berlipat

ganda besarnya. Oleh karena itu dilarang

memegang sumber radiasi langsung dengan

tangan. Untuk menangani sumber radiasi

diperlukan perlengkapan khusus misalnya tang

penjepit atau pinset.

c. Penggunaan perisai radiasi

Untuk penanganan sumber-sumber radiasi

dengan aktifitas sangat tinggi, seringkali

pengaturan waktu dan jarak kerja tidak mampu

menekan penerimaan dosis oleh pekerja di bawah

nilai batas dosis yang telah ditetapkan

(Akhadi, 2000).

Sifat dari bahan perisai radiasi harus

mampu menyerap energi radiasi atau melemahkan

intensitas radiasi. Perisai ini dibuat dari

timbal dan beton. Ada dua jenis perisai

radiasi yaitu :

1) Perisai primer, memberi proteksi radiasi

terhadap radiasi primer (berkas sinar guna),

contoh : tabung sinar-X dan kaca timbal.

2) Perisai sekunder, memberi proteksi radiasi

sekunder (sinar bocor dan hambur), contoh :

tabir sarat timbal pada tabir flouroskopi,

pakaian proteksi, dan perisai yang dapat

dipindah-pindahkan (Rasad, 1992).

2.3.3. Asas-Asas Proteksi Radiasi

Menurut Akhadi (2000), asas proteksi radiasi ada

tiga, yaitu :

a. Asas jastifikasi atau pembenaran

Setiap kegiatan yang mengakibatkan

paparan radiasi hanya boleh dilaksanakan

setelah dilakukan pengkajian yang mendalam dan

manfaatnya lebih besar dibandingkan dengan

kerugiannya.

b. Asas Optimisasi

Asas ini dikenal dengan sebutan ALARA

atau As Low As Reasonably Achieveble. Asas ini

menghendaki agar paparan radiasi dari suatu

kegiatan harus ditekan serendah mungkin dengan

mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial.

c. Asas pembatasan dosis perorangan

Asas ini menghendaki agar dosis radiasi

yang diterima oleh seseorang dalam menjalankan

suatu kegiatan tidak boleh melebihi nilai

batas yang telah ditetapkan oleh instansi yang

berwenang.

2.4. Proteksi Radiasi Terhadap Pasien, Petugas dan

Masyarakat Umum

2.4.1. Proteksi radiasi terhadap pasien

Menurut Rasad (2005), proteksi radiasi

terhadap pasien dilakukan dengan cara :

a. Pemeriksaan dengan sinar-X hanya

dilakukan atas permintaan dokter.

b. Pemakaian perisai maksimum pada sinar

primer.

c. Pemakaian teknik kV tinggi.

d. Jarak fokus ke pasien tidak boleh terlalu

dekat.

e. Daerah yang disinari harus sekecil

mungkin, misalnya dengan mempergunakan

konus atau diafragma.

f. Organ reproduksi dilindungi sebisanya.

g. Pasien yang hamil, terutama trimester

pertama tidak boleh diperiksa secara

radiologis.

2.4.2. Proteksi radiasi terhadap petugas

Proteksi radiasi untuk petugas menurut

Batan III (2001) antara lain :

a. Selama penyinaran berlangsung, petugas

berdiri di belakang penahan radiasi.

b. Sedapat mungkin petugas tidak berada

dalam kamar pesawat sinar-X pada waktu

dilaksanakan radiografi atau fluoroskopi.

c. Apabila sedang melakukan penyinaran

dengan teknik khusus, seorang petugas

mungkin diperlukan berada dalam ruangan.

Untuk itu petugas perlu memakai apron dan

sarung tangan proteksi.

2.4.3. Proteksi radiasi terhadap masyarakat umum

Dalam batan III (2001) dilakukan usaha

proteksi radiasi untuk masyarakat umum dengan

cara :

a. Ketebalan dinding, langit-langit, pintu dan

jendela berpenahan radiasi harus

diperhatikan agar masyarakat umum tidak

terkena penyinaran.

b. Ruangan untuk ganti pakaian sebaiknya diberi

penahan radiasi dan terpisah di luar ruangan

penyinaran.

c. Pintu berpenahan radiasi timbal harus selalu

ditutup selama dilakukan penyinaran.

d. Selama penyinaran berlangsung, setiap orang

termasuk perawat yang menyertainya harus

berlindung di balik penahan radiasi.

2.5. Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi Di Ruang

Pemotretan

2.5.1. Kontruksi Ruang Pemotretan

a. Ukuran ruang

Ukuran minimum ruangan untuk sebuah

pesawat sinar-X diagnostik adalah panjang 4

meter, lebar 3 meter dan tinggi 2,8 meter,

tidak termasuk ruang opertor dan kabin pasien

(Bapeten, 2002). Hal ini bertujuan untuk

menjamin keleluasaan bagi petugas dalam

melakukan pemeriksaan.

b. Dinding

Dinding ruang pemotretan terbuat dari

beton yang tebalnya 20 cm atau batu bata

dengan plester yang tebalnya 25 cm, kira-kira

setara dengan timbal yang tebalnya 2 mm

(Bapeten, 2002).

c. Lantai

Jika ruang pemotretan berada di lantai

bawah, maka ketebalan lantai tidak begitu

diperhatikan. Jika berada di lantai atas, maka

tebal lantai setara dengan 2 mm timbal, begitu

pula dengan langit-langit ruangan tebalnya

setara 2 mm timbal jika di atasnya

dipergunakan (Batan II, 2001)

d. Pintu

Menurut Batan I (2001), pintu dan kusen

pintu harus meliputi ketebalan ekuivalen

timbal untuk dinding di sebelahnya, dan timbal

pelindung yang melapisi daun pintu harus

menutupi kusen pintu selebar sekurang-

kurangnya 1,5 cm, demikian pula timbal yang

melapisi kusen pintu harus menutupi beton atau

tembok dinding yang lebar minimum sama dengan

tebal tembok. Pintu dibuat sedemikian rupa

sehingga pasien dengan brankart dapat masuk.

e. Jendela

Jendela harus mempunyai ketinggian

sekurang-kurangnya 2 m dari lantai di luar

kamar sinar-X dan sedikitnya 1,6 m dari lantai

di dalam kamar sinar-X dan harus ditempatkan

sedemikian sehingga radiasi hambur tidak dapat

secara langsung melalui jendela tersebut masuk

ke jendela lain yang berdekatan (Batan III,

2001).

2.5.2. Tata Letak Peralatan Sinar-X

Penempatan pesawat sinar-X di berbagai

ruangan harus diperhatikan, serta harus dibuat

beban kerja untuk tiap-tiap kamar. Penataan

peralatan dibuat sedemikian rupa sehingga

memudahkan petugas bekerja. Menurut Batan III

tahun 1985, tindakan memasang dua unit pesawat

dalam satu ruangan akan membahayakan petugas dan

pasien. Untuk itu perlu dipasang lampu peringatan

pada masing-masing tabung penguat sinar-X dan

panel pengendali dari generator. Survei radiasi

harus dilakukan maksimal 2 tahun sekali meskipun

tidak ada perubahan pada pesawat atau ruangan.

Kamar cuci film harus ditempatkan di

tengah-tengah dari bagian radiologi, dan lebih

baik jika berhubungan langsung dengan semua kamar

sinar-X dan dengan jalan masuk yang mudah ke

kamar utama sinar-X.

2.5.3. Prosedur Kerja di Bagian Radiologi

Prosedur kerja untuk radiografi menurut

Batan III (2001) yaitu :

a. Pintu kamar sinar-X harus ditutup sebelum

dilakukan penyinaran.

b. Berkas sinar-X tidak boleh diarahkan ke

jendela atau panel kontrol dan dinding kamar

gelap.

c. Selama dilakukan penyinaran, semua petugas

harus berada di belakang panel kontrol dengan

bahan pelindung radiasi dan mengawasi pasien

melalui jendela gelas timbal.

d. Bila diperlukan pada pasien dipasang gonad

shield dan lapangan penyinaran dibatasi seluas

obyek yang dikehendaki.

e. Apabila film atau pasien memerlukan

penyangga, maka diusahakan untuk menggunakan

penyangga mekanik.

f. Selama dilakukan penyinaran, tidak boleh ada

pasien yang lain yang menunggu atau ganti

pakaian di dalam kamar sinar-X.

g. Jika diperlukan seseorang untuk membantu

pasien atau memegang film selama penyinaran,

maka seseorang tersebut harus memakai apron.

2.5.4. Spesifikasi Peralatan Proteksi Radiasi

Dalam Bapeten (2002), spesifikasi peralatan

proteksi radiasi adalah sebagai berikut:

a. Penahanan Radiasi

1) Penahanan radiasi diletakkan di antara

operator dan tabung sinar-X, dan mempunyai

ketebalan minimum yang setara dengan 1,5 mm

Pb.

2) Jendela pengamat yang terpasang pada penahan

radiasi setidaknya mempunyai ketebalan yang

setara dengan 1,5 mm Pb. Ketebalan yang

setara dengan Pb tersebut harus tertera pada

penahan radiasi dan jendela pengamat.

b. Apron Pelindung

Apron pelindung harus mempunyai

ketebalan minimum yang setara dengan 0,25 mm

Pb dan ukuran atau rancangannya harus

memberikan perlindungan yang cukup pada bagian

badan dan gonad pemakai dari radiasi langsung.

c. Sarung Tangan Pelindung

Sarung tangan pelindung harus mempunyai

ketebalan yang setara dengan 0,25 mm Pb dan

rancangannya harus memberikan perlindungan

yang cukup dari radiasi langsung yang mengenai

tangan dan pergelangan tangan, dan harus

memberikan kemudahan gerak bagi tangan atau

jari.

d. Perisai Gonad (Gonad Shield)

Perisai gonad harus mempunyai ketebalan

minimum yang setara dengan 0,5 mm Pb.

e. Pass Box

Kaset pass box yang dimaksudkan dipasang

di dinding ruang sinar-X harus mempunyai

perisai dengan ketebalan minimum setara dengan

2 mm Pb. Rancangannya harus sedemikian rupa

sehingga pass box hanya dapat dibuka dari satu

sisi saja.

Sistematika Penulisan Laporan Praktek kerja Nyata

-Halaman Judul-Halaman Persetujuan -Kata pengantar-Daftar Isi-Daftar Tabel Gambar/Grafik-Daftar Lampiran

Bab I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah1.2. Rumusan Masalah1.3. Tujuan Penulisan Laporan1.4. Manfaat Penulisan Laporan1.5. Metode Pengumpulan Data

Bab II PENGELOLAAN PELAYANAN RADIODIAGNOSTIK

2.1. Tinjauan Umum Instalasi Radiologi (Berisi tentang profil, visi, misi radiologi, struktur organisasi, peralatan, standar/alur pelayanan radiologi, analisis SWOT -Kelebihan&kekurangan-)

2.3. Tinjauan tentang tema yang diangkat

(berupa data- data di RS, peraturan pemerintah, teori terkait dll)

Bab III PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN

3.1. Permasalahan(mendeskribsikan tema/permasalahan yang diangkat)3.2. Pembahasan

Bab IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan4.2. Saran

Daftar PustakaLampiran