Avivi, S. and Sudarsono. MEKANISME KETAHANAN TANAMAN TRANSGENIK Nicotiana benthamiana::cp PStV...

15
MEKANISME KETAHANAN TANAMAN TRANSGENIK Nicotiana benthamiana::cp PStV GENERASI T 1 DAN FENOMENA HETEROLOGOUS PROTECTION Sholeh Avivi Staf Pengajar Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jember Jl. Kalimantan, Jember 68121 e-mail: [email protected] Sudarsono Staf Pengajar Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor ABSTRACT Avivi, S. and Sudarsono. 2004. Transgenic Nicotiana benthamiana::cp PStV Resistance Mechanism of T 1 Generation and Heterologous Protection Phenomenon. J. Agrikultura 15(3):137-145. The aims of this research were to: (1) investigate the effectiveness of the 4 cp gene constructs (pBINRCP1, pBINRCP2, pBINRCP3, and pBINRCP4) to protect N. benthamiana T 1 against PStV infection; (2) investigate the resistance mechanism of transgenic N. benthamiana, and (3) investigate the heterologous protection phenomenon. To achieve those objectives, transgenic N. benthamiana plants were regenerated, PCR tested, segregation tested, and inoculated with PStV using biological analysis methods. The result showed that all of PStV construct gave the resistancy against PStV inoculation. The transgenic plants contained mostly one or two functional loci of nptII and the resistance phenotype observed in the T 0 generation was inherited by the T 1 progenies. We proposed that the resistant mechanism was RNA-mediated resistance and the heterologous protection pheno- menon was worked in our plant. Key words: cp PStV, resistance mechanism, heterologous protection ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk: (i) mempelajari efektivitas 4 konstruksi gen cp PStV dalam menimbulkan reaksi ketahanan terhadap inokulasi PStV pada generasi T 1 ; (ii) mempelajari mekanisme ketahanan tanaman transgenik terhadap PStV; (iii) mempelajari fenomena heterologous protection. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, beberapa tanaman transgenik N. benthamiana diregenerasikan hingga menghasilkan biji T 1 dan dievaluasi ketahanannya terhadap PStV, diuji tingkat segregasinya dan jumlah lokus fungsional gennya. Juga dihipotesakan mekanisme ketahanan tanaman transgenik terhadap PStV dan dipelajari adanya fenomena heterologous protection. Dari hasil pengujian menunjukkan beberapa

Transcript of Avivi, S. and Sudarsono. MEKANISME KETAHANAN TANAMAN TRANSGENIK Nicotiana benthamiana::cp PStV...

MEKANISME KETAHANAN TANAMAN

TRANSGENIK Nicotiana benthamiana::cp PStV GENERASI T1

DAN FENOMENA HETEROLOGOUS PROTECTION

Sholeh Avivi

Staf Pengajar Jurusan Budidaya Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Jember

Jl. Kalimantan, Jember 68121

e-mail: [email protected]

Sudarsono Staf Pengajar Jurusan Budidaya Pertanian

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

ABSTRACT

Avivi, S. and Sudarsono. 2004. Transgenic Nicotiana benthamiana::cp PStV

Resistance Mechanism of T1 Generation and Heterologous Protection

Phenomenon. J. Agrikultura 15(3):137-145.

The aims of this research were to: (1) investigate the effectiveness of the 4 cp

gene constructs (pBINRCP1, pBINRCP2, pBINRCP3, and pBINRCP4) to protect N.

benthamiana T1 against PStV infection; (2) investigate the resistance mechanism of

transgenic N. benthamiana, and (3) investigate the heterologous protection

phenomenon. To achieve those objectives, transgenic N. benthamiana plants were

regenerated, PCR tested, segregation tested, and inoculated with PStV using

biological analysis methods. The result showed that all of PStV construct gave the

resistancy against PStV inoculation. The transgenic plants contained mostly one or

two functional loci of nptII and the resistance phenotype observed in the T0

generation was inherited by the T1 progenies. We proposed that the resistant

mechanism was RNA-mediated resistance and the heterologous protection pheno-

menon was worked in our plant.

Key words: cp PStV, resistance mechanism, heterologous protection

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk: (i) mempelajari efektivitas 4 konstruksi

gen cp PStV dalam menimbulkan reaksi ketahanan terhadap inokulasi PStV pada

generasi T1; (ii) mempelajari mekanisme ketahanan tanaman transgenik terhadap

PStV; (iii) mempelajari fenomena heterologous protection. Untuk merealisasikan

tujuan tersebut, beberapa tanaman transgenik N. benthamiana diregenerasikan

hingga menghasilkan biji T1 dan dievaluasi ketahanannya terhadap PStV, diuji

tingkat segregasinya dan jumlah lokus fungsional gennya. Juga dihipotesakan

mekanisme ketahanan tanaman transgenik terhadap PStV dan dipelajari adanya

fenomena heterologous protection. Dari hasil pengujian menunjukkan beberapa

2

tanaman transgenik mengandung 1-2 lokus fungsional dan setiap tipe konstruksi gen

dapat menghasilkan ketahanan terhadap inokulasi PStV hingga turunan T1.

Sedangkan mekanisme ketahanannya diduga disebabkan akibat RNA-mediated

resistance dan tanaman yang mengandung gen cp tipe pBINRCP4 dapat tahan

terhadap infeksi PVY, dengan demikian diduga kuat terdapat fenomena heterologous

protection.

Kata kunci: cp PStV, mekanisme resistensi, proteksi heterologous

PENDAHULUAN

Penyakit belang pada kacang tanah yang disebabkan oleh PStV (peanut stripe

virus) merupakan penyakit yang dominan dan tersebar di pusat-pusat produksi

kacang tanah di Indonesia. Tingkat serangan PStV di lapang dapat mencapai 100%

dan daerah sebaran penyakit ini diketahui sangat luas (Saleh & Baliadi 1992).

Serangan PStV dapat menurunkan produksi hingga 30-60% (Indonesia), 23% (RRC),

dan 67% (Filipina). Di Indonesia, serangan penyakit PStV dapat menurunkan

produksi antara 30-60%, sementara di RRC 23% dan di Filipina 67% (Natural et al.

1998; Saleh & Baliadi 1992; Sudarsono et al. 1997; Xu et al. 1990). Oleh karena itu

pencegahan terhadap PStV pada tanaman kacang tanah sangat perlu dilakukan.

Terdapat tiga pendekatan yang dapat dilakukan untuk mencegah kehilangan

hasil akibat serangan virus, yaitu (1) penghilangan sumber inokulum virus dengan

cara menggunakan benih atau bibit bebas virus dan penghilangan tanaman yang

terinfeksi di lapang, (2) pencegahan penyebaran virus, dan (3) penggunaan varietas

tanaman yang tahan terhadap virus. Pendekatan ketiga ini mempunyai beberapa

keuntungan dibandingkan dua pendekatan yang lain karena biaya penerapannya lebih

ekonomis, tidak mempunyai dampak ekologi yang negatif seperti halnya penggunaan

pestisida, dan dapat dengan efektif mengendalikan virus (Hull, 1990).

Untuk memperoleh varietas kacang tanah yang tahan terhadap PStV, teknik

rekayasa genetika dengan cara mengintroduksikan gen ketahanan ke dalam tanaman

merupakan salah satu alternatif yang layak dipilih. Gen-gen ketahanan terhadap virus

yang dapat menghasilkan tanaman yang resisten terhadap virus antara lain adalah gen

penyandi satelit RNA, antisense RNA, dan gen coat protein (selubung protein) dari

virus yang bersangkutan (gen cp) serta gen replikase virus (Hull, 1990; Hammond,

1998). Menurut beberapa peneliti terdapat hubungan yang positif antara ketahanan

yang didapat dari gen cp dengan tingkat kesamaan sekuen asam amino antara

3

transgen CP dan CP virus yang menginfeksi (Beachy, 1990; Lindbo, et al. 1993;

Kumagai et al. 1995).

Dengan alasan tersebut gen cp sampai saat ini lebih disukai oleh para peneliti

dibandingkan sekuen satelit RNA dan antisens RNA. Dalam penelitian ini juga

digunakan gen cp yang berasal dari virus PStV isolat Malang untuk mendapatkan

tanaman transgenik yang tahan PStV. Gen cp tersebut dikonstruksi pada 4 plasmid

yaitu: pBINRCP1, pBINRCP2, pBINRCP3, dan pBINRCP4 (Tabel 1).

Tabel 1. Sifat dan pola ekspresi empat tipe gen cp PStV yang diuji keefektifannya

dan tujuan pengujian yang dilakukan untuk mendapatkan tanaman

transgenik tahan PStV dan mempelajari mekanisme ketahanannya.

Tipe gen cp

PStV

Ekspresi gen cp

Tujuan pengujian Akumulasi

mRNA

Akumulasi

coat protein

pBINRCP1 + +

Menguji apakah ketahanan terjadi akibat

akumulasi CP

pBINRCP2 + + Jika ketahanan terjadi akibat akumulasi

CP, tipe ini mencegah penularan oleh

kutu daun

pBINRCP3 + -

Menguji apakah ketahanan terjadi akibat

akumulasi mRNA. Tipe ini merupakan

alternatif yang lebih baik bagi konsumen

pBINRCP4 + +

(lebih kecil

dari CP

normal)

Menguji apakah ketahanan terjadi akibat

akumulasi CP yang terkonservasi untuk

semua potyvirus. Berpotensi untuk

memproteksi terhadap berbagai anggota

potyvirus yang berbeda hanya dengan

satu tipe gen cp.

Selain itu, beberapa peneliti (Anandalakshmi et al. 1998; Angel &

Baulcombe 1997; Frank et al. 1999) mengemukakan hipotesis bahwa gen coat

protein tertentu kemungkinan dapat dipakai untuk melindungi tanaman transgenik

dari beberapa jenis virus yang berbeda (heterologous protection), asal susunan asam

nukleat dari gen cp yang digunakan mempunyai tingkat kesamaan yang tinggi .

Tanaman kacang tanah dapat diinfeksi oleh berbagai virus yang tergolong ke

dalam genus Potyvirus (a.l. PStV, PVY, PmoV). Sebagian besar gen cp dari virus

yang merupakan anggota Potyvirus mempunyai tingkat kesamaan sekuensi asam

nukleat yang tinggi di bagian tengahnya (hingga 70%). Penggunaan gen cp bagian ini

4

diduga akan dapat dipakai untuk melindungi tanaman transgenik dari berbagai virus

tersebut.

Dalam penelitian ini, digunakan tipe gen pBINRCP4 yang merupakan bagian

gen cp yang tingkat kesamaannya sangat tinggi untuk berbagai Potyvirus. Apabila

dengan menggunakan pBINRCP4 ini ditemukan tanaman transgenik yang tahan

PStV maka kemungkinan juga akan tahan terhadap Potyvirus yang lain. Jika hal ini

benar maka akan diperoleh bukti yang mendukung hipotesis tentang adanya

heterologous protection. Dengan demikian tipe gen pBINRCP4 akan dapat dipakai

untuk melindungi tanaman transgenik dari serangan berbagai potyvirus. Dalam

percobaan ini, selain PStV, potyvirus lain yang digunakan adalah PVY.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di Lab. Biologi Molekuler Tanaman dan di kebun

percobaan, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Penelitian mulai

dilakukan sejak bulan September 1997 sampai dengan bulan Februari 2000. Metode

regenerasi tanaman transgenik model dilakukan dengan cara standar seperti yang

telah dilakukan oleh Avivi (2000). Isolat PStV yang digunakan diisolasi dari kacang

tanah kultivar Kelinci yang terserang PStV di kebun percobaan Sawah Baru,

Darmaga, IPB.

Uji Segregasi dan Percobaan Inokulasi Tanaman T1. Biji T1 dikecambahkan

dalam media MSO yang mengandung kanamycin (50 mg.L-1

). Segregasi antara

kecambah yang tahan (KanR) dan yang rentan kanamycin (Kan

r) dicatat untuk

menentuan segregasi gen nptII yang ada pada tanaman transgeniknya. Segregasi gen

nptII diharapkan sama dengan segregasi gen cp PStV, mengingat kedua gen ini

berada pada alur konstruksi yang sama. Oleh karenanya, adanya gen nptII dapat

dipakai sebagai prediktor adanya gen cp PStV.

Kecambah yang KanR selanjutnya dipindahkan (transplanting) ke media

tanah untuk pengujian ketahanan terhadap infeksi PStV. Tanaman transgenik T1

diinokulasi dengan PStV. Inokulasi pertama dilakukan pada 4 minggu setelah tanam

(MST) dan inokulasi kedua dilakukan pada 5 MST. Pengamatan terhadap tunas

transgenik yang telah diinokulasi dilakukan antara 7-14 hari setelah diinokulasi.

Gejala serangan PStV pada tanaman N. benthamiana berupa mosaik ringan sistemik

5

pada daun. Hasil pengujian kemudian dipisahkan ke dalam kelompok tanaman yang

rentan, penyembuhan (recovery) dan tahan terhadap infeksi PStV. Hasil pengujian

ini kemudian digunakan sebagai indikasi dapat tidaknya sifat tahan PStV tersebut

diturunkan secara seksual.

Uji Integrasi Gen cp dengan PCR. Deteksi gen cp dalam genom tanaman

dilakukan dengan PCR seperti yang dilakukan oleh Thomson & Dietzgen (1995),

tetapi menggunakan primer dengan sekuen sebagai berikut: PST1: 5’-GCATGCCCT

CGCCATTGCAA-3’ dan PST2: 5’-GCACACACTTCTTGGCATGG-3’. Produk

yang dihasilkan oleh primer PST1 dan PST2 berukuran 234 bp.

Uji mekanisme Heterologous Protection terhadap Potyvirus selain PStV. Hal ini

dilakukan untuk menguji adanya fenomena heterologous protection dengan melihat

apakah tanaman transgenik yang membawa tipe gen pBINRCP4 (gen cp yang tingkat

kesamaan sekuensi asam nukleatnya sangat tinggi dengan gen cp potyvirus lainnya)

akan dapat melindungi tanaman model dari infeksi PStV dan dari potyvirus lainnya.

Jika hal ini benar maka tipe gen pBINRCP4 dapat dipakai untuk mendapatkan

tanaman yang tahan terhadap infeksi berbagai anggota dari group potyvirus.

Pengujian dilakukan dengan cara sebagai berikut: contoh tanaman transgenik yang

membawa tipe gen pBINRCP4 diinokulasi dengan PStV dan PVY secara mekanik.

Pada tanaman transgenik yang diinokulasi diamati ada tidaknya gejala serangan

PStV dan PVY sebagaimana dalam pengujian dengan virus PStV. Hasil pengujian

akan menghasilkan kelompok tanaman yang rentan, penyembuhan dan tahan

terhadap infeksi PStV dan PVY.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dengan sistem transformasi dan regenerasi yang digunakan dalam percobaan

ini diperoleh tanaman transgenik yang tumbuh dan berkembang hingga

menghasilkan biji dengan tingkat keberhasilan sekitar 50% (data tidak ditunjukkan).

Segregasi Gen nptII Tanaman T1 dan Jumlah Lokus Gen. Tanaman transgenik

T0 yang telah diuji tahan terhadap inokulasi PStV ditumbuhkan hingga diperoleh biji

T1. Dari klon yang menghasilkan biji T1 ini dipilih beberapa klon yang mewakili

masing-masing tipe gen untuk diuji segregasi gen nptII-nya. dan jumlah lokus

6

fungsional gen-nya (Tabel 2.). Jumlah lokus fungsional gen nptII dapat diduga

berdasarkan rasio segregasi antara tanaman T1 yang tahan kanamycin dengan

tanaman T1 yang rentan, kemudian dianalisa menggunakan uji X2. Dari hasil uji

segregasi tersebut diduga terdapat 15 klon tanaman yang mengandung 1 lokus

fungsional, 10 klon mengandung 2 lokus fungsional, dan 2 klon tanaman tak

mengandung insersi gen.

Tabel 2. Hasil uji segregasi gen nptII pada tanaman transgenik T1

Galur

Total

Tanaman

Tahan

Kanamycin

(T)

Rentan

Kanamycin

(R)

Rasio

T: R

Jumlah

Lokus

Gen

Fenotipe T0

3-CP1-A1 75 60 15 4:1 1 T

1-CP2-A1 168 79 28 2.8:1 1 T

1-CP2-A2 74 52 22 2.4:1 1 T

2-CP2-A1 161 93 25 3.72:1 1 T

4-CP2-A1 20 8 12 1:1.5 1 T

8-CP2-A1 46 40 6 6.7:1 1 T

9-CP2-A1 67 2 65 1:32.5 0 R

1-CP3-1 145 107 38 2.8:1 1 T

1-CP3-2 153 138 15 9.2:1 2 T

4-CP3-1 80 72 8 9:1 2 T

4-CP3-2 173 154 19 8.1:1 2 T

5-CP3-1 217 176 41 4.3:1 1 T

5-CP3-2 59 55 4 13.8:1 2 Not tested

5-CP3-3 101 96 5 19.2:1 2 T

5-CP3-4 76 64 12 5.3:1 1 T

5-CP3-5 145 127 18 7.1:1 2 T

5-CP3-6 96 72 24 3:1 1 T

7-CP3-1 81 66 15 4.4:1 1 T

7-CP3-2 447 367 110 3.3:1 1 T

8-CP3-1 78 75 3 25:1 2 Not tested

8-CP3-2 74 68 6 11.3:1 2 T

8-CP3-3 48 42 6 7:1 2 T

10-CP3-1 61 44 17 2.6:1 1 T

2-CP4-B 80 70 10 7:1 2 T

3-CP4-A4 53 0 53 0 0 R

5-CP4-A1 33 24 9 2.7:1 1 T

9-CP4-B1 73 57 15 3.8:1 1 T

Kontrol 100 0 100 0 0 R

Note: T = Tahan; R= Rentan

Hasil uji segregasi gen nptII diharapkan sama dengan segregasi gen cp PStV,

sebab kedua gen ini berada dalam satu konstruksi yang sama. Oleh karenanya,

adanya gen nptII dapat dipakai sebagai prediktor adanya gen cp PStV. Dengan

demikian dapat diperkirakan juga jumlah lokus fungsional dari gen cp.

7

Tabel 3. Klon-klon transgenik T1 yang diuji sifat ketahanannya terhadap PStV Galur #Tanaman Gejala

sistematik

Lesio lokal pada C. amaranticolor Sifat

ketahanan 8 MST 10 MST 12 MST

3-CP1-A1 1 - + - - P

2 - + + - P

3 - - - - T

4 - + + + R

6 + + - - P

7 + - - - T

8-CP2-A1 1 - + + - P

2 - + - - P

4 - - - - T

5 + - - - T

7 + - - - T

8 - - - - T

9-CP2-A1 1 + + + + R

1-CP3-2 1 + + - - P

4 - + + + R

5 + + - - P

6 - + - - P

9 + + + + R

10 - - - - T

5-CP3-6 1 + + + + R

4 - + + + R

5 - - - - T

7 + - - - T

7-CP3-1 1 - + + + R

2 - + - - P

3 + + - - P

4 - + - - P

7 - + - - P

8 - - - - T

9 - - - - T

10 + + + + R

11 + + - - P

12 + + - - P

13 - + + + R

8-CP3-3 1 - - - - T

5-CP4-A1 1 + - - - T

3 - - - - T

4 - + - - P

5 - - - - T

6 + + + + R

9-CP4-B1 1 - - - - T

2 + - - - T

5 + + + + R

6 + + + - P

8 + + - - P

Kontrol

Transformed

1-5 + + + + R

Non Transformed 1-7 + + + + R

Keterangan: T = Tahan; P = Penyembuhan; R = Rentan; + = ada gejala lesiolokal;

- = tak bergejala

Pengujian Ketahanan Tanaman Transgenik T1 Terhadap PStV. Untuk

mengetahui apakah sifat ketahanan terhadap PStV diturunkan secara seksual atau

tidak, tanaman T0 yang tahan PStV, keturunan T1-nya ditanam dan diuji dengan cara

8

diinokulasi dengan PStV. Kemudian sebagian daun tanaman tadi diinokulasikan ke

C. amaranticolor yang dilakukan 3 kali pada 6, 8, dan 10 MST. Pengamatan gejala

dilakukan pada 7-8, 9-10, dan 11-12 MST. Hasil pengujian tersebut disajikan pada

Tabel 3.

Hasil pengujian menunjukkan variasi sebagai berikut: tanaman T0 yang

asalnya tahan dapat menghasilkan turunan T1 yang tahan saja seperti klon 8-CP3-3,

atau menghasilkan turunan yang tahan dan rentan seperti klon 5-CP3-6, atau

menghasilkan turunan tahan dan mengalami penyembuhan seperti klon 8-CP2-A1,

dan ada yang menghasilkan klon yang rentan, mengalami penyembuhan dan tahan

seperti klon 7-CP3-1 (Tabel 3). Dengan diperolehnya turunan T1 yang tahan dari

tanaman T0 yang tahan menunjukkan bahwa sifat ketahanan terhadap PStV terbukti

dapat diturunkan hingga T1 dan semua tipe gen ternyata efektif (sama-sama

menghasilkan tanaman yang tahan terhadap PStV).

Tabel 4. Hasil uji PCR pada generasi T0 dan T1

Galur T0 Jumlah

Lokus

Fenotipe

T0

PCR

T0

Galur

T1

Fenotipe

T1

PCR

T1

3-CP1-A12 1 T + 2-3-CP1-A1

3 P +

3-3-CP1-A14

T +

1-CP2-A1

1

T

+

1-1-CP2-A1 T +

2-1-CP2-A1 T +

3-1-CP2-A1 T +

1-CP2-A25 1 T + 1-1-CP2-A2

6 P +

8-CP2-A1 1 T + 6-8-CP2-A1 T +

9-CP2-A1 0 R - 1-9-CP2-A1 R -

1-CP3-2

2

T

+

1-CP3-2 P +

3-CP3-2 R +

9-CP3-2 R +

4-CP3-1 2 T + 5-4-CP3-1 T +

5-CP3-67

1 T + 4-5-CP3-68 R -

7-5-CP3-69 T +

7-CP3-110

1 T + 3-7-CP3-111

P +

4-7-CP3-112

P +

8-7-CP3-1 T +

10-7-CP3-113

R -

13-7-CP3-114

R +

8-CP3-3

2 T + 1-8-CP3-3 T +

8-8-CP3-3 T +

9-8-CP3-3 T +

Kontrol1 0 R - 1-Kontrol R -

Keterangan: T = Tahan, P = Penyembuhan (recovery), R = Rentan

No. 1-14: Tanaman Kontrol, T0 dan T1 yang diuji PCR sesuai dengan lajur

elektroforesis pada Gambar 2.

9

Seperti yang telah dikemukakan bahwa jika rasio lokus fungsional dari gen

nptII dapat diketahui, maka akan dapat diduga rasio lokus fungsional dari gen cp

PStV. Pendugaan lokus fungsional gen cp PStV dilakukan dengan melihat nilai rasio

tanaman T1 yang tahan plus tanaman T1 yang mengalami penyembuhan dengan

tanaman T1 yang rentan terhadap PStV, kemudian nilai tersebut dibandingkan

dengan jumlah lokus fungsional gen nptII.

Hasil Uji Integrasi dengan Teknik PCR. Hasil PCR terhadap daun tanaman

transgenik dari sebagian populasi T0 dan T1 menggunakan primer PST1 dan PST2

disajikan pada Tabel 4. Dari hasil PCR tersebut diperoleh beberapa klon tanaman

yang positif mengandung gen cp tetapi tidak memiliki sifat ketahanan terhadap PStV

seperti klon 3-CP3-2 dan 9-CP3-2. Fenomena demikian menarik untuk didiskusikan.

Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat menjelaskan hal tersebut misalnya (1)

terjadi mutasi pada satu basa pada titik awal transripsi, sehingga enzim polimerase

tak dapat mengawali proses transkripsi, akibatnya mRNA tidak dapat terbentuk, (2)

terjadi mutasi pada faktor sigma sehingga faktor sigma ini tidak mampu membawa

enzim polimerase mengenali promotor, akibatnya mRNA tidak dapat terbentuk tapi

tidak sempurna, (3) mRNA transgen mengalami proses silencing, dan masih banyak

lagi kemungkinan yang lain.

Gambar 2. Hasil uji elektroforesis pada tanaman transgenik T1

234 bp

(-)

Co

ntr

ol

3-C

P1-

A1

3-C

P1-

A1-

R1

3-C

P1-

A1-

R1

1-C

P2-

A1

1-C

P2-

A1-

R1

5-C

P3-

6

5-C

P3-

6-R

1

5-C

P3-

6-R

1

7-C

P3-

1

7-C

P3-

1-R

1

7-C

P3-

1 -R

1

7-C

P3-

1 -R

1

7-C

P3-

1 -R

1

1 K

b L

add

er

Pla

smid

pC

P1

10

Mekanisme Ketahanan Terhadap PStV (Suatu Hipotesa). Dari keempat tipe

konstruksi yang digunakan apabila ditinjau dari proses ekspresi gennya mempunyai

dua perbedaan pokok yaitu pBINRCP1, pBINRCP3, dan pBINRCP4 dapat

membentuk mRNA dan coat protein. Sedangkan pBINRCP2 tidak membentuk coat

protein, hanya dapat membentuk mRNA saja, disebabkan adanya stop codon pada

awal ORF-nya (Tabel 1).

Dengan menggunakan empat konstruksi gen tersebut dapat kita buat hipotesis

tentang konsep mekanisme ketahanan terhadap PStV. Hipotesisnya dapat dibuat

sebagai berikut:

1) Jika sifat ketahanan hanya dimiliki oleh tanaman transgenik yang memiliki

konstruksi gen yang mampu mengekspresikan coat protein maka dapat diduga

bahwa ketahanan terhadap PStV memerlukan adanya coat protein.

2) Jika sifat ketahanan ternyata dapat diperoleh baik pada tanaman yang diduga

memiliki konstruksi gen yang mampu mengekspresikan coat protein maupun

tanaman yang memiliki konstruksi gen yang mampu mengekspresikan mRNA

saja, maka dapat diduga bahwa ketahanan terhadap PStV tidak memerlukan

adanya coat protein namun cukup hanya dengan mRNA saja.

Berdasarkan hasil penelitian ini hipotesis kedua yang diterima, sebab dari

sejumlah tanaman transgenik yang mengandung keempat tipe gen cp, ternyata

diperoleh bahwa ketahanan terhadap infeksi virus dapat terjadi pada semua tipe

tanaman transgenik. Baik tanaman transgenik tersebut mampu mengekspresikan CP

(tipe konstruksi pBINRCP1, pBINRCP3, dan pBINRCP4) maupun hanya sampai

tingkat mRNA saja (tipe konstruksi pBINRCP2). Bila asumsi-asumsi di atas benar,

berarti dapat diambil suatu kesimpulan bahwa untuk memperoleh ketahanan terhadap

inokulasi PStV, tanaman tidak perlu sampai mengekspresikan CP namun cukup

sampai tingkat mRNA saja.

Sejauh ini terdapat dua hipotesis yang berbeda dalam usaha untuk

menjelaskan mekanisme terhadap virus pada tanaman transgenik yang membawa gen

cp. Kedua hipotesis tersebut sama-sama didukung oleh data kuantitatif hasil

rangkaian percobaan dan juga didukung oleh berbagai penelitian yang dilakukan oleh

banyak peneliti (Angel & Baulcombe 1997; Ruiz et al. 1998; Anandalakshmi et al.

1998; Frank et al. 1999).

11

Hipotesis pertama menyatakan bahwa ketahanan terhadap virus pada tanaman

terjadi akibat adanya akumulasi coat protein (coat protein-mediated resistance) pada

sel tanaman transgeniknya sebelum tanaman terinfeksi oleh virus (Anandalakshmi et

al. 1998; Brigneti et al. 1998; Kasschau & Carrington 1998). Akumulasi protein pada

sel tanaman transgenik diduga menghambat proses replikasi virus yang menyerang

sehingga tanaman yang terinfeksi tidak mengalami kerusakan seberat tanaman

normal (non-transgenik).

Dalam hal ini, gen yang diintroduksikan harus dapat mengekspresikan coat

protein di dalam sel tanaman dan tanaman transgeniknya harus mengakumulasikan

sejumlah tertentu dari coat proteinnya agar menjadi tahan virus. Kelompok hipotesis

ini didukung oleh hasil penelitian yang menggunakan virus PMTV (potato mop-top

virus) dan berbagai virus yang tergolong dalam genus Tobamovirus, seperti TMV

(tobacco mosaic virus) dan ToMV (Tomato mosaic virus).

Sebaliknya hipotesis yang kedua menyatakan bahwa ketahanan terhadap

virus pada tanaman transgenik tidak memerlukan adanya akumulasi coat protein

tetapi hanya memerlukan adanya akumulasi mRNA dari gen cp (RNA-mediated

resistance). Adanya transkripsi mRNA dari gen cp dalam jumlah yang sangat tinggi

diduga mengaktifkan mekanisme degradasi mRNA melalui proses degradasi RNA

(RNA turn-over) yang disebut sebagai fenomena gene silencing (Angel &

Baulcombe, 1997; Al-Kaff et al. 1998; Atkinson, et al. 1998; Kjemtrup et al. 1998;

Ruiz et al. 1998). Akibat dari proses ini ketika virus menginfeksi tanaman, genom

RNA virusnya (yang juga mempunyai sekuensi homolog dengan gen cp) juga akan

didegradasi melalui mekanisme yang sama sehingga proses infeksi menjadi

terhambat dan tanaman tidak mengalami kerusakan.

Dalam hal ini, gen yang diintroduksikan harus dapat mengespresikan mRNA

dari gen cp dalam jumah banyak sehingga mengaktifkan fenomena gene silencing

dan menyebabkan aktifnya mekanisme degradasi RNA yang dihasilan oleh gen cp

dan RNA yang sejenisnya (genom dari virus yang menginfeksi). Hipotesis ini

didukung hasil penelitian yang menggunakan berbagai virus yang tergolong dalam

genus Potyvirus, seperti PVY (potato virus Y), PVX (potato virus X) dan TEV

(tobacco etch virus). Mekanisme yang sama juga dilaporkan terjadi pada

Geminivirus.

12

Jadi dapat diperkirakan bahwa ketahanan tanaman transgenik terhadap PStV

berhubungan erat dengan adanya akumulasi mRNA dalam tanaman transgenik

(RNA-mediated resistance) dan tidak memerlukan adanya akumulasi coat protein.

Namun demikian kesimpulan mengenai mekanisme ketahanan ini masih

perlu dipastikan dan didukung dangan data-data analisis molekuler yang benar-benar

dapat menunjukkan bahwa tanaman transgenik dengan tipe gen yang digunakan di

atas dapat mengekspresikan coat protein ataukah hanya sampai tingkat mRNA saja.

Uji fenomena Heterologous Protection terhadap Potyvirus selain PStV. Hasil uji

masing-masing klon pBINRCP4 yang diperoleh dan sifat ketahanannya setelah

diinokulasi dengan PStV dan PVY serta setelah diinokulasikan ke C. amaranticolor

disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Respon tanaman N.benthamiana transgenik pBINRCP4 terhadap inokulasi

PStV dan PVY

Inokulasi &

tanaman yg diuji

Jumlah

Galur

Respon fenotipe

Tahan % Penyembuhan % Rentan %

PStV:

Transgenik CP4

34

20

58.8

6

17.7

8

23.5

Kontrol

Transgenik

5

0

0

0

0

5

100

Kontrol non

Transgenik

10

0

0

0

0

10

100

PVY:

Transgenik CP4

15

12

80.0

0

0

3

20.0

Kontrol

Transgenik

5

0

0

0

0

5

100

Kontrol non

Transgenik

5

0

0

0

0

5

100

Berdasarkan data Tabel 5 dari sebanyak 34 tanaman transgenik yang sudah

diuji dengan PStV diperoleh tanaman yang tahan, mengalami penyembuhan dan

rentan PStV, masing-masing sebagai berikut: 20 tanaman transgenik tahan, 6

tanaman transgenik mengalami penyembuhan dan 8 rentan PStV. Sedangkan dari

sebanyak 15 tanaman transgenik yang sudah diuji dengan PVY diperoleh beberapa

tanaman yang tahan dan rentan PVY, masing-masing sebagai berikut: 12 tanaman

transgenik tahan dan 3 rentan PVY.

13

Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa terdapat hipotesis yang

mengatakan bahwa suatu potongan gen coat protein kemungkinan dapat dipakai

untuk melindungi tanaman transgenik dari beberapa jenis virus yang berbeda

(heterologous protection), asal sekuensi asam nukleat dari gen cp yang digunakan

mempunyai tingkat kesamaan yang tinggi. Dalam penelitian ini, digunakan tipe gen

pBINRCP4 yang merupakan bagian gen cp yang tingkat kesamaan nukleotida-nya

sangat tinggi untuk berbagai Potyvirus. Karena terbukti dapat diperoleh juga tanaman

yang tahan terhadap infeksi PVY maka dapat dibuktikan bahwa hipotesis tentang

adanya heterologous protection adalah benar.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Tanaman transgenik yang diuji mengandung 1-2 lokus fungsional dan setiap

tipe konstruksi gen cp cp dapat menghasilkan ketahanan terhadap inokulasi PStV

hingga turunan T1. Sedangkan mekanisme ketahanannya diduga akibat RNA-

mediated resistance. Karena tanaman yang mengandung gen cp tipe pBINRCP4

dapat tahan terhadap infeksi PVY, dengan demikian penelitian ini membuktikan

terjadinya fenomena heterologous protection.

Saran

Masih diperlukan data-data moleuler seperti hasil uji ELISA, oligo dt

coloumn, atau run on RNA assay untuk data pendukung mekanisme resistensi

tanaman transgenik terhadap serangan PStV.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih diucapkan kepada lembaga pemberi dana untuk penelitian ini:

SEARCA Thesis grant, Los Banos, Philippine (cq. Sholeh Avivi), Sandwich program

batch II, URGE Project, MOEC, Indonesia (cq. Dr. Sudarsono). Kepada Erna

Rochiyati juga diucapkan terimakasih atas perannya sebagai penyelaras bahasa.

14

DAFTAR PUSTAKA

Avivi, S. 2000. Berbagai tipe konstruksi gen cp PStV yang dapat memproteksi

tanaman Nicotiana benthamiana transgenik terhadap infeksi PStV dan

transformasi gen cp PStV pada kacang tanah. Disertasi. IPB. Bogor. 173p.

Al-Kaff, N.S. S.N. Covey, M.M Kreike, A.M. Page, R. Pinder, and P.J. Dale, 1998.

Transcriptional and post-transcriptional plant gene silencing in response to a

pathogen. Science, 279:2113-2115.

Anandalakshmi, R., G.J. Pruss, X. Ge, R. Marathe T.H. Smith, and V.B. Vance.

1998. A viral suppressor of gene silencing in plant. Proc. Natl. Acad. Sci.

USA. 95:13079-13084.

Angel, S.M. and D.C. Baulcombe. 1997. Consistent gene silencing in transgenic

plants expressing a replicating potato virus X RNA. EMBO J. 16:3675-3684.

Atkinson, R.G., L.R.F. Bieleski, A.P. Gleave, B.J. Jannsen, and B.A.M. Morris.

1998. Post-trnascriptional silencing of chalcone synthase in petunia using a

geminivirus-based episoma vector. Plant J. 15:593-604.

Beachy, RN. 1990. Coat protein Mediated resistance in transgenic plants. p 13-22, In

T.P. Pirone and J.G. shaw (eds). Viral Genes and Plant Pathogenesis.

Springer-Verlag. New York. 215p.

Brigneti, G.,O. Voinnet, L. Wan-Xiang J. Liang-Hui, S.W. Ding, and D.C.

Baulcombe. 1998. Viral pathogenicity determinant are suppresors of

transgene siencing in Nicotiana bethamiana. EMBO J. 17:6739-6746.

Frank G.F., A. Stuart., MacFarlane, and D.C. Baulcombe. 1999. Gene silencing

without DNA: RNA-mediated cross-protection between viruses. The Plant

Cell. 11:1207-1215.

Hammond, J. 1998. Resistance to plant viruses–an overview. p163-171. In A. Hadidi

R.K. Khetarpa, and H. oganezawa (eds.). Plant Virus Disease Control. APS

Press. The American Phytopathological Society. St. Paul, Minnesota.

Hull, R. 1990. Non-conventional resistance to viruses in pants concepts and ris.

P289-303. In J.P. Gustafson (ed.) Gene Manipulation in Plant Improvement

II. Penum Press, New York.

Kasschou, K.D. and J.C. Carrington. 1998. A counter-defensive strategy of plant

viruses: Suppression of post-transcriptional gene silencing. Cell. 95:461-470.

Kjemtrup, S., K.S. Sampson. C.G. Peele. L.V. Nguyen, M.A. Conkling, W.F/

Thompson, and D. Robertson. 1998. Gene silencing from plant DNA carried

by a geminivirus plant J. 14:91-100.

15

Kumagai, M.H., J. Donson, G. Dela-Cioppa, D. Harvey, K. Hanley, and L.K. Grill.

1995. Cytoplasmic inhibition of carotenoid biosynthesis with virus-derived

RNA. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 92:1679-1683.

Lindbo, J. A., L. Silva-Rosales, W.M. Proebsting, and W.G. Dougherty. 1993.

Induction of a highly specific antiviral state in transgenic plants: Implications

for regulation of gene expression and virus resistance. Plant Cell. 5:1749-

1759.

Natural, M. P., F. L. Mangaban, and L. D. Valencia. 1989. Groundnut research in the

Phippines. Second Coordinators Meeting on Peanut Stripe Virus (PStV).

Agrikam 5(2):71-83.

Newton, TR. 1997. Agrobacterium mediated transformation of peanut. Honours

Thesis. The University of Queensland.

Ruiz, M.T., O. Voinnet, and D.C. Baulcombe. 1998. Initiation and maintenance of

virus-induced gene silencing. Plant Cell. 10:937-946.

Saleh, N and Y Baliadi. 1992. Penyakit virus bilur kacang tanah (peanut stripe virus)

dan usaha pengendaliannya. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Malang 22p.

Sudarsono, S Tumbelaka, dan S. Ilyas. 1997. Penurunan hasil akibat peanut stripe

virus dan penularan virus lewat benih pada kacang tanah. Hayati:55-58.

Thomson, D. and R.G. Dietzgen. 1995. Detection of DNA and RNA plant viruses by

PCR and RT-PCR using a rapid virus release protocol without tissue

homogenization. J. Virological Methods 54:85-95.

Xu, Z., C. Kunrong Z. Zongyi, C. Jinxiang, and K.J. Middleton. 1990. Research on

peanut stripe virus (PStV) in China. 6p. (Unpublished).