Asam Nukleat, Protein, Enzim, Reseptor sebagai Target Kerja Obat dan Transduksi Signal

28
TUGAS PENGGANTI MID KIMIA MEDISINAL ASAM NUKLEAT, PROTEIN, ENZIM, RESEPTOR SEBAGAI TARGET KERJA OBAT DAN TRANDUKSI SIGNAL OLEH : NI’MA NURMAGFIRAH 70100111054 FARMASI B DOSEN PENANGGUNG JAWAB : NURSHALATI TAHAR, S.Farm., M.Si., Apt JURUSAN FARMASI-FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR 2014

Transcript of Asam Nukleat, Protein, Enzim, Reseptor sebagai Target Kerja Obat dan Transduksi Signal

TUGAS PENGGANTI MID

KIMIA MEDISINAL

ASAM NUKLEAT, PROTEIN, ENZIM, RESEPTOR SEBAGAI TARGETKERJA OBAT DAN TRANDUKSI SIGNAL

OLEH :

NI’MA NURMAGFIRAH

70100111054

FARMASI B

DOSEN PENANGGUNG JAWAB :

NURSHALATI TAHAR, S.Farm., M.Si., Apt

JURUSAN FARMASI-FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR

2014

ASAM NUKLEAT, PROTEIN DAN ENZIM

SEBAGAI TARGET KERJA OBAT

A. Asam Nukleat

Asam nukleat adalah suatu polimer nukleotida

yang berperan dalam pemindahan serta penyimpanan

informasi genetik. Satu nukleotida terdiri atas

tiga bagian yaitu; cincin purin atau pirimidin,

molekul gula dengan lima atom C (pentosa) dan

gugus fosfat. Berdasarkan bagian tersebut, asam

nukleotida terdiri atas asam deoksiribonukleat

(DNA) dan asam ribonukleat (RNA).

Suatu basa yang terikat pada satu gugus gula

disebut nukleosida, sedangkan nukleotida adalah

satu nukleosida yang berikatan dengan gugus

fosfat. Di dalam molekul DNA atau RNA, nukleotida

berikatan dengan nukleotida lain melalui ikatan

fosfodiester. Basa purin dan pirimidin tidak

berikatan secara kovalen satu sama lain, oleh

karena itu, suatu polinukleotida tersusun atas

kerangka-kerangka gula-fosfat yang berselang-

seling dan mempunyai ujung 5’-P dan 3’-OH.

1. DNA sebagai Target Obat

Aksi obat terhadap DNA berdasarkan atas ;

a. Agen Interkalasi, memiliki mekanisme aksi

berdasarkan atas ;

Penyisipan molekul planar ke dalam susunan

basa di dalam heliks ganda

Perubahan molekul DNA sedemikian rupa

sehingga DNA polimerase dapat menyisipkan

atau melewatkan satu atau lebih basa pada

saat replikasi

Beberapa contoh agen interkalasi adalah

proflavin, akridin jingga, dan etidium

bromida

b. Agen Alkilasi, dapat menyebabkan mutasi dengan

mengubah basa secara kimiawi sehingga basa

akan berpasangan dengan basa tertentu yang

bukan basa komplementer normalnya, dengan

ciri-ciri ;

mengandung gugus elektrofilik yang tinggi

dapat bertindak sebagai agen anti tumor

memiliki efek samping toksik

Sedangkan mekanisme aksinya berdasarkan ;

pembentukan ikatan kovalen terhadap gugus

nukleofilik DNA

pencegahan replikasi dan transkripsi

c. Pemotongan rantai oleh Topoisomerase-II, mekanisme

aksinya berdasarkan atas ;

pemisahkan H dari DNA untuk menghasilkan

radikal

reaksi antara radikal dengan oksigen yang

menghasilkan pemotongan rantai

penghambatan bleomisin pada perbaikan enzim

(mekanisme aksi pemotongan oleh Topoisomerase-II)

(pemotongan oleh Topoisomerase-II pada antibiotik)

2. RNA sebagai Target Obat

Aksi obat terhadap RNA berdasarkan atas ;

a. Terapi antisense pada aksi obat

terhadap mRNA, memiliki beberapa

keuntungan antara lain ;

berefek sama sebagai inhibitor enzim atau

antagonis reseptor

sangat spesifik dimana oligonukleotida

adalah 17 nukleotida atau lebih

tingkat dosis lebih kecil diperlukan

dibandingkan dengan inhibitor atau

antagonisme

potensi efek samping berkurang

sedangkan kerugian antara lain ;

menampilkan bagian mRNA yang seharusnya

ditargetkan.

instabilitas dan polaritas oligonukleotida

(farmakokinetik)

waktu hidup pendek oligonukleotida dan

penyerapan malang melintang membrane sel.

b. Dekstruksi RNA-siRNA

(pencampuran RNA-siRNA)

3. Obat Memblokade Asam Nukleat

Pemblokadean obat terhadap asam

nukleat oleh enzim inhibitor

yakni AZT yang terfosforilasi ke

trifosfat dalam tubuh dengan

mekanisme aksi ;

penghambat enzim viral (reverse

transcriptase)

penghambat enzim viral (reverse

transcriptase)

penambahan ke rantai DNA berkembang dan

bertindak sebagai rantai terminator

B. Protein

Berbagai obat mengadakan interaksi dengan

plasma atau jaringan protein atau dengan

makromolekul yang lain seperti melanin dan DNA,

membentuk kompleks makromolekul obat. Formasi

kompleks obat protein disebut protein binding

(pengikatan protein terhadap obat) merupakan

proses reversible (dapat balik) atau irreversible

(tidak dapat balik).

1. Irreversible Drug-Protein Binding

Ikatan obat dengan protein yang tidak

dapat balik (irreversible drug-protein binding)

umumnya merupakan hasil dari aktifasi kimia

obat, dimana kemudian mengadakan pengikatan yang

kuat terhadap protein atau makromolekul dengan

ikatan kimia kovalen. Pengikatan obat yang

tidak dapat balik (irreversible) ditemukan

dalam waktu yang cukup lama dapat menyebabkan

berbagai jenis keracunan obat, seperti kasus

karsinogenesis kimia, atau dalam jangka waktu

yang pendek, seperti dalam kasus obat dalam

bentuk perantara (intermediated) kimia yang

reaktip, misalnya: Hepatotoksisitas dari dosis

tinggi acetaminophen, yang akan membentuk

metabolit antara (intermediated metabolite)

reaktif yang berinteraksi dengan protein hati.

2. Reversible Drug-Protein Binding

Umumnya obat akan berikatan atau

membentuk kompleks dengan protein melalui

proses bolak balik (reversibel). Ikatan obat-

protein yang bolak balik menyatakan secara tidak

langsung bahwa obat mengikat protein dengan

ikatan kimia yang lemah, misalnya; ikatan

hidrogen atau ikatan van deer waals. Asam amino

yang menyusun rantai protein mempunyai gugus

hydroxyl, carboxyl, atau berbagai tempat yang

ada, untuk interaksi obat yang bolak balik. Obat

dapat mengikat berbagai komponen makromolekuler

dalam darah, meliputi: albumin, asam

glycoprotein, lipoprotein, erythrocyte (RBC).

a. Albumin

Merupakan komponen terbesar dari

plasma protein yang berperanan dalam

pengikatan obat yang bolak balik. Dalam

tubuh, albumin terdistribusi dalam plasma dan

dalam cairan ekstrasellular dan kulit, otot

dan berbagai jaringan lain.

Banyak obat yang bersifat asam

lemah (anionic) berikatan dengan albumin

dengan ikatan elektrostatik dan hydrophobic.

Obat yang bersifat asam lemah seperti:

salisilat, phenylbutazon, dan penicillin

sangat cepat berikatan dengan albumin. Namun,

kekuatan dari pengikatan obat berbeda untuk

setiap obat.

b. Asam Glikoprotein

Merupakan globulin dengan berat

molekul sekitar 4.000 d. Konsentrasi asam

glycoprotein dalam plasma sangat rendah (0,4

sampai 1 %) dan terutama mengikat obat yang

bersifat basa (kationik) seperti propranolol,

imipramine, dan lidocaine. Globulin berpera

dalam transpor berbagai bahan endogen seperti

corticosteroid. Globulin mempunyai kapasitas

yang rendah tetapi mempunyai affinitas yang

tinggi untuk mengikat bahan endogen ini.

c. Lippoprotein

Lipoprotein adalah kompleks

makromolekul dari lipid dan protein, dan

diklasifikasikan berdasarkan atas densitas

dan pemisahan dengan ultrasentrifuge. Istilah

VLDL, LDL, dan HDL adalah singkatan dari:

very-low-density lipoprotein, low-density

lipoprotein, dan high-density lipoprotein.

Lipoprotein berperan untuk transpor plasma

lipid dan mungkin berperan dalam pengikatan

obat bila tempat albumin telah jenuh.

d. Erythrocytes

Erythrocytes atau sel darah merah

( RBCs ), dapat mengikat baik senyawa endogen

dan eksogen. Kira kira 45% dari volume darah

merupakan RBCs. Phenytoin, pentobarbital, dan

amobarbital diketahui mempunyai rasio RBC/air

plasma = 4 sampai 2, yang menunjukkan

pengikatan istimewa dari obat pada

erythrocytes lebih dari air plasma. Penetrasi

kedalam erythrocytes tergantung pada

konsentrasi bebas obat. Untuk Phenytoin,

level obat dalam RBC meningkat secara liner

dengan peningkatan konsentrasi obat bebas

dalam plasma. Untuk hampir pada semua obat

peningkatan pengikatan obat pada albumin

plasma akan mengurangi konsentrasi obat dalam

RBC. Namun,pengikatan obat pada RBC umumnya

tidak berpengaruh terhadap volume distribusi,

sebab obat selalu berikatan dengan albumin

pada air plasma. Meskipun phenytoin mempunyai

affinitas yang besar untuk RBC, hanya sekitar

25% dari konsentrasi obat dalam darah yang

terdapat pada sel darah, dan 75% terdapat

dalam plasma sebab obat sangat kuat berikatan

dengan albumin. Untuk obat yang berikatan

sangat kuat dengan erythrocytes, maka

hematocrit akan mempengaruhi jumlah total

obat dalam darah.

C. Enzim

Enzim merupakan protein yang berperan

sebagai katalisator berbagai reaksi kimia dan

biokimia dalam tubuh. Obat dapat memproduksi efek

terhadap reaksi enzim, dengan cara: substrat

analog, kompetisi enzim (reversibel atau

ireversibel) dan substrat palsu.

1. Substrat Analog

a. Pencocokan substrat, dengan cara;

situs aktif hampir bentuk yang benar untuk

substrat

ikatan mengubah bentuk enzim (diinduksi)

ikatan dengan ketegangan obligasi dalam

substrat

melibatkan ikatan antarmolekul antara

fungsional kelompok dalam substrat dan

kelompok fungsional di situs aktif

b. Jenis ikatan substrat

2. Kompetisi Enzim (Inhibitor Kompetitif)

Molekul obat sebagai substrat analog

yang beraksi sebagai inhibitor

kompetitif bagi enzim.

a. Inhibitor Kompetitif Reversibel, dengan mekanisme

aksi;

inhibitor reversibel mengikat ke situs

aktif

obligasi antarmolekul terlibat dalam

mengikat

reaksi yang terjadi pada inhibitor

penghambatan tergantung pada kekuatan

inhibitor mengikat dan konsentrasi

inhibitor

substrat diblokir dari situs aktif

meningkatkan konsentrasi substrat

membalikkan penghambatan

inhibitor menyerupai struktur substrat

aktif

b. Inhibitor Non-Kompetitif Irreversibel,

dengan mekanisme aksi;

inhibitor ireversibel mengikat ke situs

aktif

ikatan kovalen terbentuk antara obat dan

enzim

substrat diblokir dari situs aktif

peningkatkan konsentrasi substrat tidak

membalikkan penghambatan

inhibitor menyerupai struktur substrat

c. Inhibitor Non-Kompetitif (Reversibel)

mengikat ke situs alosterik

dengan mekanisme aksi;

Obligasi antarmolekul terbentuk

pencocokan substrat berimbas pada

pengubahan bentuk enzim

situs aktif terdistorsi dan tidak diakui

oleh substrat

meningkatkan konsentrasi substrat tidak

membalikkan penghambatan

inhibitor tidak mirip dengan struktur

substrat

enzim dengan alosentrik sering

dijumpai pada awal biosintesis jalur.

enzim dikendalikan oleh produk akhir

dari jalur

produk akhir mengikat ke situs

alosterik dan enzim nonaktif

inhibitor mungkin memiliki struktur

yang mirip dengan produk akhir

3. Substrat Palsu

Berinteraksi dengan enzim

menghasilkan produk yang salah

dan tidak berfungsi, misalnya;

a. 1. 5-Fluorourasil, menggantikan urasil

dalam biosintesis purin terbentuk

nukleotida palsu “fradulent” nucleotide

fluoro deoxyuridine monophosphate (FDUMP)

atau tidak terbentuk 2’-deoxy-uridilat

monophosphat (DUMP) tidak membentuk

timidilat (DTMP), penghambatan sintesis

DNA, penghambatan pertumbuhan dan

pembelahan sel

b. Metotreksat, menggantikan folat

dalam biosintesis purin, penghambatan

sintesis DNA, penghambatan pertumbuhan dan

pembelahan sel.

RESEPTOR SEBAGAI TARGET OBAT

DAN TRANSDUKSI SIGNAL

A. Reseptor Sebagai Target Obat

Reseptor merupakan komponen makromolekul

sel (umumnya berupa protein) yang erinteraksi dengan

senyawa kimia endogen pembawa pesan (hormon,

neurotransmiter, mediator kimia dalam sistem imun,

dan lain-lain) untuk menghasilkan respon seluler.

Obat bekerja dengan melibatkan diri dalam interaksi

antara senyawa kimia endogen dengan reseptor ini,

baik menstimulasi (agonis) maupun mencegah interaksi

(antagonis). Tipe reseptor antara lain; reseptor

terhubung kanal ion, reseptor terhubung enzim,

reseptor terkopling protein G, reseptor reseptor

nukleat, reseptor nikotin muskarinik dan reseptro

terhubung transkripsi gen.

1. Reseptor Kanal Ion

Reseptor ini berada di membran sel,

disebut juga reseptor ionotropik. Respon terjadi

dalam hitungan milidetik. Kanal merupakan bagian

dari reseptor. Contoh: reseptor nikotinik,

reseptor GABAA, reseptor ionotropik glutamat dan

reseptor 5-HT3

2. Reseptor terhubung Enzim

Reseptor terhubung enzim merupakan

protein transmembran dengan bagian besar

ekstraseluler mengandung binding site untuk ligan

(contoh : faktor pertumbuhan, sitokin) dan bagian

intraseluler mempunyai aktivitas enzim (biasanya

aktivitas tirosin kinase). Aktivasi menginisiasi

jalur intraseluler yang melibatkan tranduser

sitosolik dan nuklear, bahkan transkripsi gen.

Reseptor sitokin mengaktifkan Jak kinase, yang

pada gilirannya mengaktifkan faktor transkripsi

Stat, yang kemudian mengaktifkan transkripsi gen.

Reseptor faktor pertumbuhan terdiri

dari 2 reseptor, masing-masing dengan satu sisi

pengikatan untuk ligan. Agonis berikatan pada 2

reseptor menghasilkan kopling (dimerisasi).

Tirosin kinase dalam masing-masing reseptor saling

memposforilasi satu sama lain. Protein penerima

(adapter) yang mengandung gugus –SH berikatan pada

residu terposforilasi dan mengaktifkan tiga jalur

kinase. Kinase 3 memposforilasi berbagai faktor

transkripsi, kemudian mengaktifkan transkripsi gen

untuk proliferasi dan diferensiasi.

3. Reseptor terkopling Protein G

GPCR, disebut juga reseptor

metabotropik, berada di sel membran dan responnya

terjadi dalam hitungan detik. GPCR mempunyai

rantai polipeptida tunggal dengan 7 heliks

transmembran. Tranduksi sinyal terjadi dengan

aktivasi bagian protein G yang kemudian

memodulasi/mengatur aktivitas enzim atau fungsi

kanal.

4. Reseptor Nikotin Muskarinik

Reseptor ini ditemukan di otot skeletal,

ganglion sistem saraf simpatk dan parasimpatik,

neuron sistem saraf pusat, dan sel non neural.

Mekanisme kerja reseptor ini ditunjukkan

Reseptor ini terdiri dari 5 subunit

(yaitu subunit α1, β1, γ atau ε, dan δ), yang

melintasi membran, membentuk kanal polar (gambar 4a).

Masing-masing sub unit terdiri dari 4 segmen

transmembran, segmen ke-2 (M2) membentuk kanal ion.

Domain N-terminal ekstraseluler masing-masing sub

unit mengandung 2 residu sistein yang dipisahkan oleh

13 asam amino membentuk ikatan disulfida yang

membentuk loop, merupakan binding site untuk agonis.

5. Reseptor terhubung Transkripsi Gen

Reseptor terhubung transkripsi gen

disebut juga reseptor nuklear (walaupun beberapa

ada di sitosol, merupakan reseptor sitosolik yang

kemudian bermigrasi ke nukleus setelah berikatan

dengan ligand, seperti reseptor glukokortikoid).

Contoh : reseptor kortikosteroid, reseptor estrogen

dan progestogen, reseptor vitamin D.

B. Transduksi Signal

Merupakan proses perubahan bentuk

sinyal yang berurutan, dari sinyal ekstraseluler

sampai respon dalam komunikasi antar sel

1. Pengendalian Saluran Ion

Protein Reseptor merupakan bagian dari

kompleks protein saluran ion

Reseptor mengikat seorang utusan yang

menyebabkan fit diinduksi

Saluran Ion dibuka atau ditutup

Kanal ion yang spesifik untuk ion tertentu

(Na+, Ca2+, Cl -, K+)

Ion mengalir melintasi membran sel ke bawah

gradien konsentrasi

Polarisasi atau depolarisasi membran saraf

Mengaktifasi atau menonaktifkan enzim katalis

reaksi dalam tubuh

2. Pengendalian Saluran Ion

Reseptor mengikat utusan yang menyebabkan

terinduksi

Membuka situs pengikatan untuk protein sinyal

(G-protein)

mengikat G-Protein, yang stabil kemudian

membaginya

o G-Protein subunit mengaktifkan membran terikat

enzim

Mengikat alosterik situs pengikatan

Pencocokan hasil induksi dalam pembukaan situs

aktif

o Reaksi intraseluler dikatalisis

3. Aktivasi Sisi Aktif Enzim

Protein berfungsi peran ganda - reseptor

ditambah enzim

Reseptor mengikat utusan mengarah ke fit

diinduksi

Protein mengalami perubahan bentuk dan membuka

situs aktif

Reaksi katalisis dalam sel