Argentometri

39
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai bidang termasuk bidang farmasi. Semakin banyaknya industri-industri farmasi yang turut menerapkan kemajuan teknologi, semakin meningkat pula jumlah produk-produk farmasi yang tersedia untuk masyarakat. Industri farmasi saat ini tidak hanya memfokuskan perhatian pada bidang pembuatan dan penyediaan obat, melainkan juga telah mencakup berbagai produk yang tersedia dalam masyarakat seperti makanan dan kosmetik. Dalam penyediaan suatu produk farmasi dipergunakan berbagai senyawa-senyawa yang dikombinasikan satu dengan yang lain untuk menghasilkan suatu senyawa baru yang sangat bermanfaat. Pengkombinasian ini melibatkan berbagai senyawa baik yang mudah larut dalam air, maupun yang tidak.

Transcript of Argentometri

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi saat ini sangat

mempengaruhi berbagai bidang termasuk bidang

farmasi. Semakin banyaknya industri-industri farmasi

yang turut menerapkan kemajuan teknologi, semakin

meningkat pula jumlah produk-produk farmasi yang

tersedia untuk masyarakat. Industri farmasi saat

ini tidak hanya memfokuskan perhatian pada bidang

pembuatan dan penyediaan obat, melainkan juga telah

mencakup berbagai produk yang tersedia dalam

masyarakat seperti makanan dan kosmetik. Dalam

penyediaan suatu produk farmasi dipergunakan

berbagai senyawa-senyawa yang dikombinasikan satu

dengan yang lain untuk menghasilkan suatu senyawa

baru yang sangat bermanfaat. Pengkombinasian ini

melibatkan berbagai senyawa baik yang mudah larut

dalam air, maupun yang tidak.

Khusus dalam penetapan kadar senyawa yang sukar

larut diterapkan metode tertentu sebab sifat dari

senyawa yang sukar larut memiliki sifat tertentu

yang tidak dimiliki oleh senyawa yang larut. Salah

satu metode tersebut adalah argentometri. Metode ini

hanya ditekankan bagi senyawa yang diketahui sukar

larut. Dengan adanya percobaan ini diharapkan

praktikan mampu menentukan kadar suatu senyawa

yang tidak larut dalam air. Oleh karena itulah

diadakan percobaan ini.

Dalam dunia farmasi, diterapkan dalam

mengisolasi bentuk murni dari sediaan obat karena

dari suatu sediaan obat terdiri dari beberapa

komponen yang pada dasarnya mempunyai satu komponen

utama.

B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud Percobaan

Mengetahui dan memahami cara penentuan kadar

zat dengan metode tertentu.

2. Tujuan Percobaan

Menentukan kadar Papaverin HCl dengan metode

argentometri.

C. Prinsip Percobaan

Penetapan kadar Papaverin Asam klorida dengan

metode argentrometri berdasarkan reaksi pengendapan

dengan penambahan indikator Kalium bikromat dan

dititrasi dengan Argenti nitrat 0,1035 N dan titik

akhir titrasi ditandai dengan jadi perubahan warna

dari kuning menjadi merah coklat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum

Titrasi argentometri adalah titrasi dengan

menggunakan larutan perak nitrat sebagai titran,

dimana terbentuk garam perak yang sukar larut.

(Suetila.1990:23)

Titrasi pengendapan atau argentometri

didasarkan atas terjadinya pengendapan kuantitatif,

yang dilakukan dengan penambahan larutan pengukur

yang diketahui kadarnya pada larutan senyawa yang

hendak dititrasi. Titik akhir tercapai bila semua

bagian titran sudah membentuk endapan.

Argentometri dimana terbentuk endapan (ada juga

argentometri yang tergolong pembentukan kompleks)

dibedakan atas 3 macam berdasarkan indicator yang

dipakai untuk penentuan titik akhir, yaitu :

a.Cara Mohr

Titrasi pertama untuk penentuan ion klorida

dan bromida dalam larutan, sedangkan indikator

yang dipakai adalah kalium kromat (K2CrO4) dan

larutan baku AgNO3 sebagai titran. Pada titik

akhir kromat terikat oleh ion perak membentuk

senyawa yang sukar larut berwarna merah bata.

Disini terjadi pengendapan 2 tingkat yaitu

pembentukan AgCl dan pembentukan Ag2CrO4. Perak

klorida merupakan garam sukar larut sehingga

konsentrasi ion klorida tinggi, maka AgCl

diendapkan.

b. Cara Volhard

Ion halogen diendapkan oleh ion perak

berlebih, kelebihan ion perak dititrasi dengan

NH4SCN atau KSCN. Indikator yang digunakan adalah

besi (III) nitrat atau besi (III) amonium sulfat,

sampai titik ekivalen harus terjadi reaksi antara

titran dan ion perak membentuk endapan putih :

Ag+ + SCN- AgSCN (putih)

Sedikit kelebihan titran kemudian bereaksi dengan

indikator, membentuk ion kompleks yang sangat kuat

warnanya (merah).

SCN- + Fe3+ FeSCN2+

Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak

berwarna.

c.Cara Fajans

Dalam titrasi secara Fajans digunakan

indikator adsorbsi. Indikator adsorbsi adalah zat

yang dapat diserap pada permukaan endapan dan

menyebabkan timbulnya warna, penyerapan ini dapat

titik ekivalen, antara lain dengan memilih macam

indikator yang dipakai dan pH. Indikator ini

adalah asam lemah atau basa lemah organik yang

dapat membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya

fluoresein yang dapat digunakan dalam titrasi ion

klorida dalam suasanan netral. (Susanti : 89)

d. Metode kekeruhan

Timbulnya kekeruhan kadang-kadang dapat pula

di gunakan untuk menetukan titik akhir titrasi .

Seperti pada metode leabing pada sianida , metode

ini pertama kali diperkenalkan oleh Gay Lussac

1832 , larutan baku Natrium klorida dititrasi

dengan larutan perak dengan adanya asam nitrat

bebas atau sebaliknya . Dengan persyaratan

tertentu , penambahan indicator di perlukan

karena adanya kekeruhan yang disebabkan

penambahan beberapa tetes . Salah satu larutan

yang lain menandakan titik akhir titrasi belum

tercapai. Titrasi dilanjutkan hingga tidak ada

kekeruhan lagi.

Untuk larutan yang mengandung Ag jika

ditambahkan NaCl akan mula-mula membentuk

suspense yang kemudian terkoagulasi(membeku). Laju

terjadinya koagulasi yang menyatakan mendekatkan

titik ekuivalen. Penambahan NaCl terus sampai

titik akhir tercapai. Perubahan ini dibuat dengan

tidak terbentuknya endapan AgCl pada cairan

suspernatan. Akan tetapi sedikit NaCl harus di

tambahkan untuk menyempurnakan titik akhir.

(Khopkar.1990:64)

Untuk penentuan langsung halogenida dapat

dengan titrasi Mohr yang menggunakan iod dan

amilum sebagai indikator. Secara tidak langsung,

ion halogenida dan halogen organik setelah

penyabunan atau penguraian oksidatif dan dititrasi

dengan Volhard .

Dasar Teori Argentometri merupakan titrasi

pengendapan sampel yang dianalisis dengan

menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang

ditentukan dalam titrasi ini adalah ionhalida

(Cl-, Br-, I-). (Khopkar.1990)

Ada beberapa metode dalam titrasi

argentometri yang dibedakan berdasarkan

indikator  yang digunakan pada penentuan titik

akhir titrasi, antara lain :

1. Metode Mohr

Metode Mohr biasanya digunakan untuk mentirasi

ion halida seperti NaCl, denganAgNO3 sebagai

titran dan K2CrO4¬ sebagai indikator. Titik

akhir titrasi ditandai dengan adanya perubahan

warna suspensi dari kuning menjadi kuning

coklat. Perubahan warna tersebut terjadi karena

timbulnya Ag2CrO4, saat hampir mencapai titik

ekivalen, semuaion Cl- hampir berikatan menjadi

AgCl. (Alexeyev,V,1969)

Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada

titik akhir dengan titran, sehingga terbentuk

endapan yang berwarna merah-bata, yang

menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda

dari warna endapan analat dengan Ag+ .Pada

analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi : Ag+(aq) +

Cl-(aq) ↔ AgCl(s)↓ Sedang pada titik akhir,

titran juga bereaksi menurut reaksi: 2Ag+(aq) +

CrO4(aq) ↔ Ag2CrO4(s)↓ Pengaturan pH sangat

perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi.

Bila terlalu tinggi,dapat terbentuk endapan AgOH

yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga

titranterlalu banyak terpakai.2Ag+(aq) + 2OH-

(aq) ↔ 2AgOH(s)↓ ↔ Ag2O(s)↓ + H2O(l) Bila pH

terlalu rendah, ion CrO4- sebagian akan berubah

menjadi Cr2O72- karena reaksi 2H+(aq) + 2CrO42-

(aq) ↔ Cr2O72- + H2O Yang mengurangi

konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak

timbul endapannya atau sangat terlambat. Selama

titrasi Mohr, larutan harus diaduk dengan baik.

Bila tidak, maka secara lokal akan terjadi

kelebihan titrant yang menyebabkan

indikator mengendap sebelum titik ekivalen

tercapai, dan dioklusi oleh endapan AgCl yang

terbentuk kemudian; akibatnya ialah,bahwa titik

akhir menjadi tidak tajam..

2. Metode Volhard

Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN

sebagai titrant, dan larutan Fe3+(feriaulin)

sebagai indikator. Sampai dengan titik ekivalen

harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag,

membentuk endapan putih.Ag+(aq) + SCN-(aq)

↔ AgSCN(s)↓ (putih)Sedikit kelebihan titrant

kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk

ion kompleks yang sangat kuat warnanya (merah).

SCN-(aq) + Fe3+(aq) ↔ FeSCN2+(aq)Yang larut

dan mewarnai larutan yang semula tidak

berwarna.Karena titrantnya SCN- dan reaksinya

berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara

Volhard, titrasi langsung hanya dapat digunakan

untuk penentuan Ag+ dan SCN- sedang untuk anion-

anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali:

pada larutan X- ditambahkanAg+ berlebih yang

diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu

dititrasi untuk menentukan kelebihan Ag+. Maka

titrant selain bereaksi dengan Ag+ tersebut,

mungkin bereaksi puladengan endapan AgX : Ag+

(aq) (berlebih) + X- (aq) ↔ AgX(s) ↓Ag+(aq)

(kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) ↔ AgSCN(s)

↓SCN-(aq) + AgX (s) ↔ X-(aq) + AgSCN(aq) ↓. Bila

hal ini terjadi, tentu saja terdapat kelebihan

titrant yang bereaksi dan juga titik akhirnya

melemah (warna berkurang).

Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard

juga tidak boleh sembarang, karena titrant

bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator,

sehingga kedua reaksi itu saling mempengaruhi.

Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk

penentuan secara tidak langsung ion-ion

halogenida: perak nitrat standar berlebih yang

diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh,

dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi

kembali dengan tiosianat baku. Keadaan larutan

yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard

merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-

cara lain penentuan ion halogenida karena ion-

ion karbonat,oksalat, dan arsenat tidak

mengganggu sebab garamnya larut dalam keadaan

asam.

Prinsip Prinsipnya adalah berdasarkan pada

reaksi pengendapan zat yang akan dianalisa (Cl-

danCNS) dengan larutan baku AgNO3 sebagai

penitrasi dengan cara Mohr dan Volhard. Dant

eknik pengendapan untuk memisahkan analit dari

pengganggu-penggangunya sehingga diperoleh

bentuk yang tidak larut/kelarutannya

kecil sekali. Persamaan Reaksia. Metode

Mohr Pada analisa Cl- mula-mula terjadi

reaksi:Ag+(aq) + Cl-(aq) ↔ AgCl(s)↓Pada titik

akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi :

2Ag+(aq) + CrO4(aq) ↔ Ag2CrO4(s)↓

b. Metode Volhard Ag+(aq) + SCN-(aq)

↔ AgSCN(s)↓ (putih)SCN- (aq) + Fe3+(aq) ↔ FeSCN2+

(aq). (Suetila,G.1990:201)

Ion halogen diendapkan oleh ion perak

berlebih, kelebihan ion perak dititrasi dengan

NH4SCN atau KSCN. Indikator yang digunakan

adalah besi (III) nitrat atau besi (III) amonium

sulfat, sampai titik ekivalen harus terjadi

reaksi antara titran dan ion perak membentuk

endapan putih :

Ag+ + SCN- AgSCN (putih)

Sedikit kelebihan titran kemudian bereaksi

dengan indikator, membentuk ion kompleks yang

sangat kuat warnanya (merah).

SCN- + Fe3+ FeSCN2+

Yang larut dan mewarnai larutan yang semula

tidak berwarna.

Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard

juga tidak boleh sembarang, karena titrant

bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator,

sehingga kedua reaksi itu saling mempengaruhi.

Penerapan terpenting cara Volhard ialah

untuk penentuan secara tidak langsung ion-ion

halogenida: perak nitrat standar berlebih yang

diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh,

dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi

kembali dengan tiosianat baku. Keadaan larutan

yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard

merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-

cara lain penentuan ion halogenida karena ion-

ion karbonat, oksalat, dan arsenat tidak

mengganggu sebab garamnya larut dalam keadaan

asam.

3. Cara Fajans

Dalam titrasi secara Fajans digunakan

indikator adsorbsi. Indikator adsorbsi adalah

zat yang dapat diserap pada permukaan endapan

dan menyebabkan timbulnya warna, penyerapan ini

dapat titik ekivalen, antara lain dengan memilih

macam indikator yang dipakai dan pH. Indikator

ini adalah asam lemah atau basa lemah organik

yang dapat membentuk endapan dengan ion perak.

Misalnya fluoresein yang dapat digunakan dalam

titrasi ion klorida dalam suasanan netral.

(Harjadi, W. 1986 : 176 - 179)

Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai

berikut: indikator ini ialah asam lemah atau

basa lemah organik yang dapat membentuk endapan

dengan ion perak. Misalnya fluoresein yang

digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam

larutan, fluoresein akan mengion (untuk mudahnya

ditulis HFl saja).

HFl(aq) ↔ H+(aq) +Fl-

(aq)

Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan

AgX dan menyebabkan endapan berwarna merah muda.

Karena penyerapan terjadi pada permukaan, dalam

titrasi ini diusahakan agar permukaan endapan

itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang

tampak sejelas mungkin, maka endapan harus

berukuran koloid. Penyerapan terjadi apabila

endapan yang koloid itu bermuatan positif,

dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan

titrant (ion Ag+).

Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi,

endapan terdapat dalam lingkungan dimana masih

ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag+; maka

endapan menyerap ion-ion X- sehingga butiran-

butiran koloid menjadi bermuatan negatif. Karena

muatan Fl- juga negatif, maka Fl- tidak dapat

ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid

tersebut. Makin lanjut titrasi dilakukan, makin

kurang kelebihan ion X-; menjelang titik

ekivalen, ion X- yang terserap endapan akan

lepas kembali karena bereaksi dengan titrant

yang ditambah saat itu, sehingga muatan koloid

makin berkurang negatif. Pada titik ekivalen

tidak ada kelebihan X- maupun Ag+; jadi koloid

menjadi netral. Setetes titrant kemudian

menyebabkan kelebihan Ag+. Ion-ion Ag+ ini

diserap oleh koloid yang menjadi positif dan

selanjutnya dapat menarik ion Fl- dan

menyebabkan warna endapan berubah mendadak

menjadi merah muda. Pada waktu bersamaan sering

juga terjadi penggumpalan koloid, maka larutan

yang tadinya berwarna keruh juga menjadi jernih

atau lebih jernih. Fluoresein sendiri dalam

larutan berwarna hijau kuning, sehingga titik

akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar

ketiga macam perubahan diatas, yakni

(i) Endapan yang semula putih menjadi merah

muda dan endapan kelihatan menggumpal

(ii) Larutan yang semula keruh menjadi lebih

jernih

(iii) Larutan yang semula kuning hijau hampir-

hampir tidak berwarna lagi.

Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator

adsorpsi ialah, bahwa banyak diantara zat warna

tersebut membuat endapan perak menjadi peka

terhadap cahaya (fotosensifitasi) dan

menyebabkan endapan terurai.

Titrasi menggunakan indikator adsorpsi

biasanya cepat, akurat dan terpercaya.

Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena

memerlukan endapan berbentuk koloid yang juga

harus dengan cepat. (Harjadi,W,1990 : 155-160)

Untuk penentuan langsung halogenida dapat

dengan titrasi Mohr yang menggunakan iod dan

amilum sebagai indikator. Secara tidak langsung,

ion halogenida dan halogen organik setelah

penyabunan atau penguraian oksidatif dan

dititrasi dengan Volhard. (Roth, H.J. 1998 :

253)

Dasar titrasi argentometri adalah

pembentukan endapan yang tidak mudah larut

antara titran dengan analit. Metode argentometri

yang lebih luas lagi digunakan adalah metode

titrasi kembali. Perak nitrat (AgNO3) berlebihan

ditambahkan ke sampel yang mengandung ion

klorida atau bromida. Sisa AgNO3 selanjutnya

dititrasi kembali dengan ammonium tiosulfat

menggunakan indicator besi (III) ammonium

sulfat.

B. Uraian Bahan

1.Aquadest (Dirjen POM.1979 : 96)

Nama resmi : AQUA DESTILLATA

Sinonim : Air Suling

RM/BM : H2O/18,02

Pemerian : Cairan, jernih, tidak berwarna,

tidak berbau, dan

tidak berasa.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : sebagai pelarut

2.AgNO3 (Dirjen POM.1979:97)

Nama resmi : ARGENTI NITRAS

Sinonim : Perak nitrat

RM/BM : AgNO3/169,87

Pemerian : Hablur transparan atau hablur

berwarna putih,

tidak berbau, menjadi gelap jika

kena cahaya.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air,

larut dalam etanol

95 % P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik,

terlindung dari

cahaya.

Kegunaan : Sebagai larutan baku.

3. K2CrO4 (Dirjen POM.1979:690)

Nama resmi : Kalii Chromat

Sinonim : Kalium kromat

RM/BM : K2CrO4

Pemerian : Hablur, kuning

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air,

larutan jernih.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai indicator

4. Papaverin HCL (Dirjen POM.1979:472)

Nama Resmi : PAPAVERIN HYDROCLORIDUM

Nama Lain : papaverin hidroksida

RM/BM : C20H21NO4.HCL/375,86

Rumus Bangun :

Pemerian : Hablur putih, tidak berbau , rasa

asin

Kelarutan : Larut dalam kuarng lebih 40

bagian air dan dalam

20 bagian etanol (95%) P, larut

dalam kloroform.

Persen Kadar : tidak kurang dari 99,0 %

C20H21NO4.HCL

dihitung terhadap zat yang telah

dikeringkan.

Berat Setara : 1 ml Asam perklorat setara dengan

37,59 mg

C20H21NO4.HCL.

Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : sebagai sampel.

C. Prosedur Kerja ( Haeriah , S.si.2011 : 8)

1.Pembuatan larutan baku AgNO3 0,1 N

Timbang seksama kurang lebih 11-12 gram

AgNO3 murni dalam cawan. panaskan dalam oven

dengan suhu 100-110 0 C selama 1 jam, kemudian

dinginkan dalam desikator. Timbang AgNO3 yang

telah didinginkan sebanyak 8,5 g dalam botol

timbang, pindahkan ke dalam gelas piala dan

larutkan dengan air suling sebanyak 50 ml, aduk

hingga homogen. Pindahkan ke dalam labu ukur 500

ml dan cukupkan volumenya sampai 500 ml .

2.Standarisasi larutan AgNO3 0,1 N dengan NaCl

Ditimbang kurang lebih 4 g NaCl murni dalam

gelas arloji , keringkan pada suhu 105-1100 C

selama 2 jam dalam oven , kemudian dinginkan dalam

desikator . timbang seksama 2,92 g NaCl yang telah

didinginkan .pindahkan ke dalam labu tentukur 500

ml melalui corong . bilas botol timbang dengan air

suling hingga bersihdan air bilasan di masukkan ke

dalam labu tentukur. Cukupkan volumenya hingga 500

ml , homogenkan.

Pipet sebanyak 25 ml kemudian pindahkan ke

dalam Erlenmeyer , tambahkan 0,5-1 ml larutan

K2CrO4 5 % . titrasi dengan larutan AgNO3 melalui

buret hingga terjadi perubahan warna dari kuning

menjadi coklat merah . ulangi perlakuan 2 kali .

hitung normalitas larutan AgNO3

Tiap ml AgNO3 0,1 N setara dengan 5,85 mg NaCl

3.Penetapan kadar papaverin HCL

Timbang seksama sampel papaverin HCL yang

setara dengan 10 ml AgNO3 0,1 N, larutkan dengan

100 ml air suling . tambahkan indicator K2CrO4

0,005 M dan titrasi dengan AgNO3 0,1 N . Titik

akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna dari

kuning menjadi merah coklat. Ulangi pelakuan 2x.

BAB III

METODE KERJA

1. Alat dan Bahan

1. Alat-alat yang Digunakan

a. Buret 25 ml

b. Erlemeyer 250 ml

c. Gelas ukur 25 ml

d. Pipet Volume 10 ml

e. Statif + klem

f. Timbangan analitik

2 . Bahan-bahan yang digunakan

a. Air suling

b. Papaverin HCL

c. Larutan baku AgNO3 0,1 N

d. Larutan K2CrO4 5 %

e. Kertas timbang

D. Cara Kerja

1. Disiapkan alat dan bahan.

2. Ditimbang sebanyak 250 mg serbuk papaverin HCl,

dimasukkan ke dalam erlemeyer, dilarutkan dalam 10

ml air.

3. Ditambahkan 1 ml larutan K2CrO4 5 %.

4. Dititrasi dengan larutan baku AgNO3 0,1 N sampai

terbentuk endapan merah.

5. Diulangi prosedur satu kali lagi.

6. Di hitung volume titran.

7. Dihitung kadar larutan sampel, serta kemurnian

papaverin HCl.

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

A. Tabel Pengamatan

1. Penetapan kadar papaverin HCL

Sampel Berat Sampel Volume AgNO3

I 0,2525 gram 14 ml

B. Reaksi

1.Penetapan kadar Papaverin HCl

+ AgNO3

+ HNO3

2.Reaksi AgNO3 dengan Indikator

2AgNO3 + K2CrO4 Ag2CrO4 + 2

KNO3

Merah bata

C. Perhitungan

Penetapan kadar Papaverin HCl

mgrek sampel ~ mgrek Larutan Baku

mg = N x V

BE

mg = 0,1035 x 14

375,86

mg = 0,1035 x 14 x 375,86

= 544,621 mg

= 0.544621 gr

% kadar = Berat Praktek x

100 %

Berat Teori

= 0.5446 x 100 %

0.2525

= 215,68 %

BAB IV

PEMBAHASAN

Titrasi pengendapan atau argentometri didasarkan

atas terjadinya pengendapan kuantitatif, yang dilakukan

dengan penambahan larutan pengukur yang diketahui

kadarnya pada larutan senyawa yang hendak dititrasi.

Titik akhir tercapai bila semua bagian titran sudah

membentuk endapan.

Titrasi argentometri merupakan titrasi dengan

menggunakan perak nitrat sebagai larutan baku dimana

akan terbentuk garam perak yang sukar larut. Garam

perak ini akan mengendap, karena hasil kali

kelarutannya yang sangat kecil. Beberapa garam-garam

perak yang sukar larut adalah perak klorida, perak

bromida, perak iodida dan lain sebagainya. KSp dari

garam perak klorida adalah sekitar 10-11, sedangkan

hasil kali kelarutan Ag2CrO4 adalah 2,4 x 10-12.

Pada titrasi argentometri, terjadi dua tahapan

reaksi yaitu (1) reaksi antara AgNO3 dengan sampel, dan

(2) reaksi antara AgNO3 dengan K2CrO4. Reaksi antara

AgNO3 dengan sampel terjadi lebih dahulu karena Ksp

garam perak, seperti perak klorida lebih kecil daripada

Ksp Ag2CrO4, sehingga konsentrasi ion klorida lebih

tinggi.

Pada percobaan ini dilakukan penetapan kadar serbuk

Papaverin HCl dengan menggunakan metode titrimetri

berdasarkan reaksi pengendapan. Larutan baku yang

digunakan adalah larutan AgNO3 0,1 N dan indikator yang

digunakan adalah indikator larutan K2CrO4 5 %. Titik

akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya endapan

merah dari Ag2CrO4.

Pertama-tama di timbang 250 mg papaverin HCL

menggunakan neraca anlitik agar dipeoleh berat yang

lebih tepat, kemudian di masukkan ke dalam Erlenmeyer

agar pada saat pengocokkan larutan lebih mudah homogen

secara merata lalu di larutkan dengan 10 ml aquadest

dan di tambahkan 1 ml indicator K2CrO4 5 % d mana

indicator ini membantu menentukan titik akhir

titrasi dengan perubahan warna. Lalu larutan di titrasi

dengan AgNO3 0,1 N melalui buret yang bertujuan agar

diketahui skalanya dan dapat diatur kecepatan titrasi

hingga terjadi perubahan warna dari kuning menjadi

merah coklat. Kemudian di catat volume akhir titrasi .

Dalam percobaan ini, bahan yang digunakan yaitu

papaverin HCl sebagai sampel karena papaverin HCl

termasuk dalam senyawa garam – garam klorida. Digunakan

aquadest sebagai pelarut karena papaverin mudah larut

dalam air yaitu larut dalam ± 40 bagian air. Digunakan

indikator K2CrO4 karena menggunakan metode Mohr dan

lebih mudah membentuk endapan dengan AgNO3 sehingga

lebih mudah diamati dan dilihat titik akhir titrasinya.

AgNO3 digunakan sebagai titran dalam titrasi

Argentometri.

Mekanisme perubahan warna, pada awal penambahan,

ion Cl- dan HCl yang tergantung pada larutan bereaksi

dengan ion Ag+ yang ditambah sehingga membentuk endapan

AgCl yang berwarna putih. Sedangkan, larutan pada

awalnya berwarna kuning karena penambahan indikator

K2CrO4. Saat terjadi titik ekuivalen yaitu saat ion Cl-

tepat bereaksi dengan ion Ag+ yang bereaksi ion Cl-

habis dalam sistem. Dengan penambahan AgNO3 yang

sedikit berlebih menyebabkan ion Ag+ bereaksi dengan

ion CrO42- dalam indikator kalium bromat membentuk

endapan putih dengan warna merah bata.

Mekanisme reaksi, pada saat papaverin ditambahkan

dengan larutan baku AgNO3, ion H+ dari papaverin HCl

dan ion NO3- dari larutan baku AgNO3 saling bereaksi

membentuk HNO3 sedangkan ion Ag+ dari larutan baku AgNO3

dan ion Cl- dari papaverin HCl bereaksi membentuk

endapan putih AgCl.

Pada percobaan ini didapatkan hasil kadar

Papaverin HCL 215,68 %. Hal ini tidak asesuai dengan

literatur , sebagaimana yang tertulis dalam literatur

(FI III) yaitu kadar papaverin HCL tidak kurang dari 99

%.

Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan

kesalahan pada percobaan ini adalah :

1. Larutan baku yang digunakan telah mengalami reaksi

redoks menjadi Ag, karena penyimpanan yang sangat

lama, sehingga konsentrasi larutan bakunya menjadi

lebih kecil.

2. Penambahan indikatornya tidak secara seksama,

sehingga akan mempengaruhi hasil titrasi .

3. Alat-alat (buret) yang digunakan bocor pada katup

pembukanya, sehingga larutannya dapat keluar.

Dalam dunia farmasi , metode ini dapat digunakan

dalam penetapan kadar suatu sediian obat . contohnya

ammonium klorida , fenderol hidrobromida , kalium

klorida , klorbutanol , meftalen , dan sediaan tablet

lainnya.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari percobaan yang di lakukan di peroleh

hasil kadar % Papaverin HCL 215,68 %. Hal ini

tidak sesuai dengan literatur , sebagaimana yang

tertulis dalam literatur (FI III) yaitu kadar

Papaverin Asam klorida tidak kurang dari 99 %.

B . Saran

1. Laboratorium

Bahan praktikum sebaiknya dilengkapi.

2. Asisten

Disiplin terhadap waktu dan bertanggung

jawab.

DAFTAR PUSTAKA

Dirjen POM, (1979), Farmakope Indonesia edisi III. Depatemen

Kesehatan RI : Jakarta

Haeriah, S.si. (2011)Penuntun Praktikum Kimia Analisis. UIN

Makassar

Alexeyev, dkk, (1998). Analisis Farmasi. UGM Press :

Yoyakarta.

Harjadi, W., (1986). Ilmu Kimia Analitik Dasar, Gramedia :

Jakarta.

Suetila,Dra.(1999). Analisis Kimia Farmasi. Makassar : UNHAS.

Khopkar,S.M.(2003). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI

press.

SKEMA

KERJA

250 mg Papaverin HCL

+ 10 ml Aquadest

+ 1 ml K2CrO4 5 %

Titrasi dengan AgNO3

Catat volume akhirtitrasi