Adopsi Inovasi Pengelolaan Sampah Perkotaan: Menimba Pengalaman Kota Curitiba Brazil
Transcript of Adopsi Inovasi Pengelolaan Sampah Perkotaan: Menimba Pengalaman Kota Curitiba Brazil
1
ADOPSI INOVASI PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN:
MENIMBA PENGALAMAN KOTA CURITIBA BRAZIL
Purwanti Asih Anna Levi
Program Magister Lingkungan dan Perkotaan
UNIKA Soegijapranata Semarang
Abstrak
Di Indonesia terjadi trend peningkatan volume sampah dalam 3 tahun terakhir seiring dengan
peningkatan jumlah penduduk. Namun sampah tersebut belum seluruhnya dikelola dengan
metode yang baik sehingga menimbulkan berbagai persoalan ekologis. Berbagai upaya telah
dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat namun upaya-upaya tersebut belum dapat
memecahkan masalah sampah secara optimal. Paper ini bertujuan untuk mendiskusikan
solusi permasalahan sampah perkotaan di Indonesia dengan mengadopsi inovasi pengelolaan
sampah Kota Curitiba Brazil. Paper ditulis secara deskriptif berdasarkan data-data yang
diperoleh dari studi kepustakaan, menggunakan teori ekologi dan teori difusi inovasi.
Analisis dengan teori difusi inovasi menunjukkan bahwa inovasi pengelolaan sampah Kota
Curitiba Brazil layak diadopsi di Indonesia karena inovasi tersebut sesuai dengan nilai-nilai,
pengalaman dan kebutuhan pemerintah dan masyarakat Indonesia. Inovasi tersebut dapat
dimodifikasi menyesuaikan dengan sistem dan kebijakan terkait yang ada di Indonesia.
Disimpulkan adopsi inovasi pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan akan menjaga
keberlanjutan lingkungan, termasuk keberlanjutan perikehidupan manusia sebagai bagian dari
ekosistem.
Kata kunci: sampah, inovasi pengelolaan sampah, adopsi inovasi, keberlanjutan lingkungan
BAB I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di Indonesia volume sampah mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan
penduduk. Kementerian Lingkungan Hidup mencatat pada tahun 2012 rata-rata penduduk
Indonesia menghasilkan sampah sekitar 2 kg per orang per hari. Berdasarkan perhitungan
tersebut dapat diperkirakan berapa banyak volume sampah yang dihasilkan oleh suatu kota
setiap hari dengan mengalikan jumlah penduduknya dengan 2 kg per orang per hari (Viva
News, 2012).
Kementerian Lingkungan Hidup (2012) menyatakan bahwa volume sampah dalam
tiga tahun terakhir menunjukkan trend naik secara signifikan. Volume sampah pada tahun
2010 ada 200.000 ton/hari dan pada tahun 2012 ada 490.000 ton per hari atau total
2
178.850.000 ton setahun. Dari total sampah tersebut lebih dari 50% adalah sampah rumah
tangga (Viva News, 2012).
Sampah rumah tangga yang jumlahnya lebih dari 50% total sampah ternyata belum
ditangani dengan baik. Baru sekitar 24,5% sampah rumah tangga di Indonesia yang ditangani
dengan metode yang benar yaitu diangkut oleh petugas kebersihan dan dikomposkan. Sisanya
(75,5%) belum ditangani dengan baik. Fakta itu ditunjukkan oleh data RISKESDAS 2010
yang menyatakan bahwa rumah tangga di Indonesia umumnya menerapkan 6 metode
penanganan sampah, yaitu: 1) diangkut oleh petugas kebersihan (23,4%), 2) dikubur dalam
tanah (4,2%), 3) dikomposkan (1,1%), 4) dibakar (52,1%), 5) dibuang di selokan/sungai/laut
(10,2%) dan 6) dibuang sembarangan (9%) (Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk
MDGs, 2012).
Fakta penanganan sampah tersebut di atas juga menunjukkan perilaku masyarakat
yang belum mempedulikan sampah rumah tangganya. Perilaku sosial tersebut berasal dari
persepsi masyarakat yang menganggap sampah sebagai barang kotor, tidak berharga, tidak
bermanfaat, dan tidak mempunyai nilai ekonomi. Hal itu mendorong masyarakat cenderung
mencari cara paling mudah dan murah dalam menangani sampah rumah tangganya yaitu
dengan membuang atau membakarnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembakaran sampah di tempat terbuka akan
menghasilkan gas beracun serta dioxin yang berasal dari proses pembakaran plastik dan
bahan beracun lain yang ada di dalam sampah. Keberadaan gas beracun tersebut akan
menambah polusi udara (Damanhuri dan Padmi, 2010). Terkait hal ini UU No. 18 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Sampah membuat larangan bagi setiap orang untuk membakar
sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah. Namun nampaknya
masyarakat belum mendapat sosialisasi yang baik tentang pelarangan tersebut, sehingga
perilaku membakar sampah di tempat terbuka masih terus dilakukan masyarakat.
Selama ini ada anggapan bahwa sampah hanya menimbulkan dampak pemanasan
global jika dibakar. Berdasarkan hasil penelitian anggapan tersebut tidak 100% benar.
Sampah yang dibuang begitu saja ternyata juga berkontribusi dalam mempercepat pemanasan
global karena sampah menghasilkan gas metan (CH4). Rata-rata tiap satu ton sampah padat
menghasilkan 50 kg gas metan. Gas metan itu sendiri mempunyai kekuatan merusak hingga
20-30 kali lebih besar daripada CO2. Gas metan berada di atmosfer dalam jangka waktu
3
sekitar 7-10 tahun dan dapat meningkatkan suhu sekitar 1,3° Celsius per tahun (Norma
Rahmawati, 2012).
Persoalan sampah merupakan persoalan serius yang mengancam keberlanjutan
lingkungan. Polusi yang ditimbulkan oleh timbulan sampah pada tanah, air maupun udara
yang merupakan komponen abiotik dalam ekosistem akan berdampak negatif pada kehidupan
organisme dalam ekosistem, termasuk manusia sebagai bagian dari ekosistem. Jika organisme
dalam ekosistem tidak dapat beradaptasi terhadap kondisi ekosistem yang terpolusi,
organisme dapat punah dan kepunahannya tersebut dapat menganggu kestabilan ekosistem.
Rusaknya kondisi ekosistem itu pada akhirnya akan mengancam keselamatan organisme lain
dalam ekosistem, termasuk keselamatan manusia (Chiras, 2009).
Pemerintah menyadari pentingnya pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup
sehingga menetapkan UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU
No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Sejak Januari 2012 dicanangkan gerakan
Indonesia “Bersih, Asri, Indah (Berseri)” yang mengkampanyekan pengurangan sampah
mandiri menggunakan pendekatan 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Namun sayangnya gerakan
tersebut tidak berjalan baik karena kurangnya sosialisasi pada masyarakat (Antara News,
2012).
Berdasarkan fakta-fakta di atas disimpulkan bahwa permasalahan sampah di
Indonesia merupakan permasalahan nasional yang berdampak serius pada kehidupan
masyarakat dan kondisi lingkungan. Untuk mencari solusi bagi permasalahan sampah
tersebut, kiranya bangsa Indonesia perlu belajar dari pengalaman bangsa lain yang telah
berhasil mengatasi permasalahan sampah. Tidak ada salahnya kita menimba pengalaman
Kota Curitiba Brazil yang telah berhasil mengatasi permasalahan sampah dengan inovasi
yang dilakukannya, sehingga kita dapat melengkapi kekurangan dan meningkatkan kualitas
dan kuantitas layanan pengelolaan sampah di Indonesia.
B. TINJAUAN PUSTAKA
B.1. PENGELOLAAN SAMPAH DI INDONESIA
Apakah sampah itu? UU No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
mendefinisikan “sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat”. Sedangkan sampah rumah tangga didefinisikan sebagai “sampah yang
berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah
spesifik”.
4
UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mendefinisikan pengelolaan
sampah sebagai “kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi
pengurangan dan penanganan sampah”. Pengertian pengelolaan bukan hanya menyangkut
aspek teknis, tetapi mencakup juga aspek non teknis, seperti bagaimana mengorganisir,
bagaimana membiayai dan bagaimana melibatkan masyarakat penghasil limbah agar ikut
berpartisipasi secara aktif atau pasif dalam aktivitas pengelolaan tersebut (Damanhuri &
Padmi, 2010). UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menyebutkan tujuan
pengelolaan sampah adalah untuk “meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas
lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya”.
Dalam UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, dijelaskan ada 2
kelompok utama pengelolaan sampah, yaitu: a. Pengurangan sampah (waste minimization),
yang terdiri dari pembatasan timbulan (reduce), pendauran ulang (recycle) dan pemanfaatan
kembali (reuse); b. Penanganan sampah (waste handling), yang terdiri dari: pemilahan,
pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah.
Berdasarkan hal di atas Damanhuri dan Padmi (2010) mengatakan bahwa ada 3 (tiga)
jalur pengelolaan sampah di Indonesia yaitu:
a. Pengelolaan formal. Pengeloaan sampah yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota atau
institusi lain termasuk swasta yang ditunjuk oleh Pemerintah Kota. Pembuangan sampah
tahap pertama dilakukan oleh penghasil sampah. Di daerah pemukiman biasanya kegiatan
ini dilaksanakan oleh RT/RW, di mana sampah diangkut dari bak sampah ke TPS. Tahap
berikutnya, sampah dari TPS diangkut ke TPA oleh truk sampah milik pengelola kota
atau institusi yang ditunjuk.
b. Pengelolaan non formal. Pengelolaan sampah oleh masyarakat secara swadaya mulai dari
sumber sampah sampai ke tempat pengumpulan atau ke tempat pemrosesan lainnya. Di
kota-kota, pengelolaan ini biasanya dilaksanakan oleh RT/RW, dengan kegiatan
mengumpulkan sampah dari bak sampah di sumber sampah, misalnya di rumah-rumah,
diangkut dengan sarana yang disiapkan sendiri oleh masyarakat, menuju ke TPS. Bank
sampah yang marak dibentuk masyarakat 5 tahun belakangan ini termasuk dalam
kelompok pengelolaan ini.
c. Pengelolaan informal. Pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat kelas menengah
bawah karena motivasi ekonomi. Sistem pengelolaan informal ini memandang sampah
sebagai sumber daya ekonomi melalui kegiatan pemungutan, pemilahan, dan penjualan
5
sampah untuk didaur-ulang. Rangkaian kegiatan ini melibatkan pemulung, tukang loak,
lapak, bandar, dan industri daur-ulang dalam rangkaian sistem perdagangan.
B.2. INOVASI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA CURITIBA BRAZIL
Curitiba adalah ibukota Provinsi Paraná, Brazil. Kota ini terletak di Brazil bagian
tenggara, jaraknya sekitar 1.081 km dari ibu kota Brazil, Brasilia. Kota ini terletak di dataran
tinggi sekitar 934,6 meter di atas permukaan laut dan terletak 65 mil dari pelabuhan laut
Paranaguá. Luas Kota Curitiba ada 430 kilometer persegi. Sensus tahun 2010 menunjukkan
penduduk Kota Curitiba berjumlah 2.469.489 jiwa (http://wikipedia.org/wiki/Curitiba).
Sebagaimana kota-kota besar lain di seluruh dunia, Kota Curitiba juga mengalami
berbagai permasalahan urban, antara lain pertambahan populasi dan sampah. Jumlah
penduduk Kota Curitiba yang besar menghasilkan volume sampah yang besar pula. Namun
demikian Kota Curitiba tidak terpuruk dalam permasalahan sampah. Pada tahun 1989 Kota
Curitiba memulai inovasi pengelolaan sampah yang ekonomis dan berwawasan lingkungan
yang diberi tajuk “Garbage that is not Garbage” (Sampah yang Bukan Sampah). Inovasi
pengelolaan sampah tersebut dapat mendaur ulang 70% sampah Kota Curitiba dan 90%
penduduknya berpartisipasi dalam program daur ulang sampah. Upaya tersebut diapresiasi
oleh United Nations Environment Programme (UNEP) yang pada tahun 1990 memberikan
penghargaan tertinggi bidang lingkungan hidup pada Kota Curitiba (Keuhn 2007, Fazzano &
Weiss 2004). Adapun empat inovasi tersebut adalah:
B.2.1. THE GARBAGE PURCHASE (PEMBELIAN SAMPAH)
Pada tahun 1989, Kota Curitiba membutuhkan pabrik daur ulang sampah. Sayangnya
pendirian pabrik tersebut membutuhkan dana 70 juta US dollar sementara itu pemerintah
Kota Curitiba tidak memiliki dana sebesar itu. Sebagai solusinya, pemerintah melakukan
kampanye pemilahan sampah berdasarkan kategori organic dan non organic. Pelaksanaan
kampanye program tersebut dibantu oleh Institute for Social Integration. Program ini selain
bertujuan untuk memelihara kebersihan kota juga dapat mengurangi pengangguran karena
melibatkan 16.000 pengumpul sampah independent yang dibayar setiap akhir pekan atau
akhir bulan setelah mengumpulkan sampah dari 25 area tertentu yang sulit diakses truk
pengangkut sampah. Setiap bulan ada 555 ton sampah yang dibeli melalui program ini.
Pengumpul sampah independent berfungsi untuk membantu 2.000 petugas kebersihan resmi
6
yang dipekerjakan oleh pemerintah Kota Curitiba. Di Curitiba pengumpul sampah
independent mendapat posisi terhormat karena bekerja keras menjaga kebersihan kota dan
mereka merupakan komponen ekonomi yang penting (Rabinovitch & Leitman, 1996; Keuhn,
2007).
B.2.2. THE GREEN EXCHANGE (PENUKARAN SAMPAH)
Program yang dimulai pada tahun 1991 ini ditujukan bagi masyarakat berpendapatan
rendah. Kegiatannya adalah mengumpulkan, memilah dan menukar sampah rumah tangga
dengan barang kebutuhan sehari-hari seperti tiket bis, buku tulis bagi anak sekolah, dan
bahan makanan. Disediakan 97 lokasi penukaran sampah yang berpindah setiap dua minggu
sekali. Dalam perkembangannya pemerintah Kota Curitiba mengeluarkan kebijakan menukar
sampah dengan buah dan sayuran segar. Setiap empat kilogram sampah dihargai setara
dengan satu kilogram buah atau sayuran segar. Melalui program ini setiap bulan ada sekitar
60.000 kilogram buah dan sayuran segar yang dibarter dengan sampah. Pemerintah Kota
Curitiba membeli buah dan sayuran segar dari petani lokal. Program ini selain dapat
menstabilkan perekonomian petani, sekaligus juga menyediakan bahan pangan bagi 35.000
keluarga miskin serta menjaga kebersihan lingkungan kota. Melalui program ini setiap hari
ada sekitar 9 ton sampah yang berhasil dikumpulkan masyarakat Kota Curitiba (Martins 2007
dalam Keuhn, 2007; Fazzano & Weiss, 2004).
B.2.3. FREE OPEN UNIVERSITY FOR ENVIRONMENT (PENDIDIKAN LINGKUNGAN
HIDUP/PLH)
The Free Open University for the Environment yang didirikan pada tahun 1991
merupakan daya tarik ecotourist yang unik dan terkenal di Kota Curitiba. Universitas tersebut
memberikan program pendidikan pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup (PLH)
secara gratis pada masyarakat umum. Lokasi universitas yang terletak di tengah hutan kota
membedakannya dengan lembaga pendidikan pemerintah yang lain. Perusahaan pemerintah
maupun swasta di sektor industri tertentu seperti kimia, lingkungan, energi dan petrokimia
bahkan mensyaratkan pekerjanya untuk mengikuti program PLH di universitas tersebut.
Banyak anggota masyarakat seperti ibu rumah tangga, pengawas bangunan, pelayan toko, dan
sebagainya yang mengikuti PLH secara sukarela. Sedangkan bagi anak-anak sejak tahun
1989 diperkenalkan program SE-PA-RE (separate). Program SE-PA-RE ini bertujuan untuk
7
mendidik anak-anak mengenai pentingnya memilah sampah. Sesuai dengan sasaran didiknya,
program SE-PA-RE menggunakan media kartun (Rabinovitch & Leitman, 1996; McCartney
2006; Fazzano & Weiss 2004; Keuhn 2007).
B.2.4. ALL CLEAN (SEMUA BERSIH)
Kota Curitiba mendanai program padat karya yang dilakukan secara berkala untuk
membersihkan wilayah tertentu di dalam kota yang banyak terdapat timbulan sampah namun
tidak dapat dijangkau oleh system layanan pengelolaan sampah konvensional. Program ini
dilakukan di 135 neighbourhoods (rukun tetangga). Selain membersihkan jalan dan tempat-
tempat lain, program ini juga membuat dan memelihara kebun sayur di bekas tempat
penampungan sampah. Program ini mempekerjakan para pensiunan, pengangguran, mantan
pemabok dan tuna wisma yang membutuhkan pendapatan. Program ini tidak berbasis pada
mekanisme modal-insentif tetapi pada partisipasi publik (Rabinovitch & Leitman, 1996;
McCartney 2006).
C. TUJUAN PENULISAN PAPER
Tujuan penulisan paper ini adalah untuk mendiskripsikan empat inovasi pengelolaan
sampah Kota Curitiba Brazil yang dapat diadopsi bangsa Indonesia.
D. PENDEKATAN
Pembahasan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu: a) adopsi inovasi pengelolaan sampah
Kota Curitiba Brazil dan b) kendala dan usulan solusi dalam proses adopsi inovasi
pengelolaan sampah Kota Curitiba Brazil. Sedangkan pengumpulan informasi menggunakan
metode studi kepustakaan.
8
BAB II. PEMBAHASAN
A. ADOPSI INOVASI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA CURITIBA BRAZIL
Teori difusi inovasi yang dikemukakan oleh Everett M. Rogers (1995) menjelaskan
bagaimana suatu inovasi diadopsi oleh masyarakat. Menurut teori ini suatu inovasi harus
dikomunikasikan melalui berbagai media dalam jangka waktu tertentu kepada anggota sistem
social (masyarakat). Masyarakat sebagai calon pengadopsi (adopter) suatu inovasi sebelum
memutuskan untuk mengadopsi atau tidak mengadopsi suatu inovasi akan
mempertimbangkan aspek-aspek: a) keuntungan yang akan diperoleh (relative advantage), b)
tidak rumit dan mudah digunakan (simplicity and easy to use), c) kesesuaian dengan nilai-
nilai, kebutuhan dan pengalaman pengadopsi (compatibility with existing values and
practices), d) dapat diujicoba terlebih dahulu untuk mengetahui tingkat kepastiannya
(trialability), dan e) hasilnya mudah dilihat (observable results).
Dalam konteks inovasi pengelolaan sampah Kota Curitiba Brazil, inovasi ini harus
disosialisasikan pada masyarakat melalui berbagai media agar masyarakat dapat
mempertimbangkan aspek-aspek tersebut di atas. Apabila inovasi tersebut dapat memenuhi
kelima aspek tersebut, masyarakat akan cenderung mengadopsinya. Namun sebaliknya jika
inovasi tersebut tidak mampu memenuhi kelima aspek yang dipertimbangkan, maka
masyarakat cenderung akan menolaknya.
Adopsi inovasi pengelolaan sampah Kota Curitiba Brazil dimaksudkan untuk
melengkapi kekurangan dalam layanan pengelolaan sampah yang sudah ada sebelumnya
sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pengelolaan sampah di Indonesia.
Pengadopsi, dalam hal ini pemerintah dan masyarakat Indonesia sebagai satu kesatuan,
masing-masing memiliki fungsi dan peran penting yang saling terkait. Adapun analisis
tentang adopsi keempat inovasi pengelolaan sampah Kota Curitiba Brazil dideskripsikan
dalam tabel berikut ini.
9
TABEL 1. ANALISIS BERDASARKAN TEORI DIFUSI INOVASI
NO. ATRIBUT
INOVASI
THE GARBAGE
PURCHASE
THE GREEN
EXCHANGE
FREE OPEN
UNIVERSITY
ALL CLEAN KESIMPULAN
1. Relative
advantage
(manfaat /
keunggulan)
Melengkapi layanan
sistem pengelolaan
sampah konvensional.
Menghemat anggaran
pemerintah karena
tidak perlu merekrut
banyak petugas
kebersihan resmi.
Mengurangi
pengangguran.
Meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat.
Melengkapi layanan
sistem pengelolaan
sampah konvensional.
Menghemat anggaran
pemerintah karena tidak
perlu merekrut banyak
petugas kebersihan
resmi.
Meningkatkan
partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan
sampah.
Meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat.
Memberikan
pengetahuan pada
masyarakat tentang
biofisik lingkungan &
permasalahannya agar
masyarakat menyadari
bagaimana
memecahkan
permasalahan tsb &
memotivasi mereka
melakukan pemecahan
masalah (William
B.Stapp, 1997).
Melengkapi layanan
sistem pengelolaan
sampah
konvensional.
Menghemat
anggaran
pemerintah karena
tidak perlu merekrut
banyak petugas
kebersihan resmi.
Mengurangi
pengangguran.
Meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat.
Layak
diadopsi
karena
menguntungk
an pemerintah
& masyarakat.
2. Compatibility
(kesesuaian) Sesuai dengan sistem
pengelolaan sampah
non formal &
informal yang sudah
ada, yang selama ini
melibatkan
masyarakat,
pemulung & pengepul
sampah.
Sesuai dengan
kebutuhan pemerintah
untuk meningkatkan
Sesuai dengan sistem
pengelolaan sampah
non formal khususnya
bank sampah yang
sudah ada yang
mengadopsi konsep
bank konvensional.
Sesuai dengan
kebutuhan pemerintah
untuk meningkatkan
kinerja pengelolaan
sampah secara
Sesuai dengan
pengalaman
pemerintah yang sejak
tahun 1984 telah
menyelenggarakan
PLH melalui jalur
pendidikan formal
dengan cara
mengintegrasikan PLH
ke dalam semua mata
pelajaran pada tingkat
SLTA.
Sesuai dengan
kebutuhan
pemerintah untuk
meningkatkan
kinerja pengelolaan
sampah secara
ekonomis.
Sesuai dengan
program padat
karya yang sudah
ada yang dikelola
Menakertrans.
Layak
diadopsi
dengan
penyesuaian
mekanisme
kerja.
10
NO. ATRIBUT
INOVASI
THE GARBAGE
PURCHASE
THE GREEN
EXCHANGE
FREE OPEN
UNIVERSITY
ALL CLEAN KESIMPULAN
kinerja pengelolaan
sampah secara
ekonomis.
ekonomis.
Membantu
meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
Sesuai kebutuhan
pemerintah untuk
meningkatkan
wawasan &
ketrampilan
pengelolaan &
perlindungan
lingkungan bagi
masyarakat.
3. Simplicity &
easy to use
(tidak rumit &
mudah
diterapkan)
Relatif tidak rumit,
dapat disesuaikan
dengan sistem
pengelolaan sampah
non formal &
informal yang sudah
ada.
Sudah ada kebijakan
pendukung yaitu UU
Pengelolaan
Lingkungan Hidup &
UU Pengelolaan
Sampah.
Relatif tidak rumit,
dapat disesuaikan
dengan sistem
pengelolaan sampah
non formal, khususnya
bank sampah yang
sudah ada, dengan
pemberian insentif
untuk peningkatan
kinerja & pendirian
bank sampah baru.
Sudah ada kebijakan
pendukung yaitu UU
Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan
UU Pengelolaan
Sampah.
Relatif tidak rumit,
dapat disesuai dengan
sistem PLH yang
sudah berjalan, dengan
perluasan program
PLH pada jalur
pendidikan formal,
non formal &
informal.
Sudah ada kebijakan
pendukung PLH, yaitu
UU Sistem Pendidikan
Nasional, UU
Pengelolaan
Lingkungan Hidup &
UU Pengelolaan
Sampah.
Relatif tidak rumit,
dapat disesuaikan
dengan program
padat karya yang
sudah ada yang
dikelola
Menakertrans.
Sudah ada
kebijakan
pendukung yaitu
UU Pengelolaan
Lingkungan Hidup
dan UU
Pengelolaan
Sampah.
Layak
diadopsi
karena relatif
tidak sulit
bagi
pemerintah
maupun
masyarakat.
4. Trialability
(dapat diuji
coba untuk
Dapat diujicoba
melalui sistem
pengelolaan sampah
Dapat diujicoba melalui
sistem pengelolaan non
formal, khususnya bank
Dapat diujicoba
melalui sistem PLH
yang sudah berjalan.
Dapat diujicoba
melalui program
padat karya yang
Layak
diadopsi
karena dapat
11
NO. ATRIBUT
INOVASI
THE GARBAGE
PURCHASE
THE GREEN
EXCHANGE
FREE OPEN
UNIVERSITY
ALL CLEAN KESIMPULAN
mengetahui
tingkat
kepastian)
non formal &
informal yang sudah
ada.
sampah yang sudah
ada.
sudah ada yang
dikelola
Menakertrans.
diujicoba
terlebih
dahulu.
5. Observable
results
(hasilnya
dapat dilihat)
Pemerintah &
masyarakat dapat
melihat & merasakan
hasil inovasi tersebut.
Pemerintah &
masyarakat dapat
melihat & merasakan
hasil inovasi tersebut.
Pemerintah &
masyarakat dapat
melihat & merasakan
hasil inovasi tersebut.
Pemerintah &
masyarakat dapat
melihat &
merasakan hasil
inovasi tersebut.
Layak
diadopsi
karena
hasilnya dapat
dilihat &
dirasakan oleh
pengadopsi.
Hasil analisis menggunakan teori difusi inovasi menyimpulkan bahwa keempat inovasi pengelolaan sampah Kota Curitiba Brazil layak
diadopsi bangsa Indonesia karena:
relatif menguntungkan pemerintah dan masyarakat karena dapat menghemat anggaran pemerintah, mengurangi pengangguran, membuka
peluang kerja, meningkatan kebersihan dan kesehatan lingkungan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan wawasan dan
ketrampilan pengelolaan dan perlindungan lingkungan, dan sebagainya (relative advantage),
sesuai dengan nilai-nilai, kebutuhan, pengalaman, kebiasaan, sistem dan kebijakan yang sudah ada di Indonesia (compatibility with existing
values and practices),
relatif tidak rumit dan mudah diterapkan oleh pemerintah dan masyarakat karena dapat dimodifikasi sesuai sistem yang sudah ada
(simplicity and easy to use),
dapat diujicoba terlebih dahulu untuk mengetahui tingkat kepastiannya (trialability),
hasilnya mudah dilihat baik oleh pemerintah maupun masyarakat (observable results).
12
B. KENDALA DAN USULAN SOLUSI DALAM PROSES ADOPSI INOVASI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA CURITIBA BRAZIL
Meskipun hasil analisis dengan teori difusi inovasi menunjukkan bahwa keempat inovasi pengelolaan sampah Kota Curitiba Brazil dapat
diadopsi bangsa Indonesia tetapi ada kendala-kendala yang mungkin muncul dan harus diatasi dalam proses adopsi inovasi. Hal itu dideskripsikan
dalam tabel berikut ini:
TABEL 2. KENDALA DAN USULAN SOLUSI DALAM PROSES ADOPSI INOVASI
KENDALA
/ USULAN
SOLUSI
INOVASI PENGELOLAAN SAMPAH
THE GARBAGE PURCHASE THE GREEN EXCHANGE FREE OPEN UNIVERSITY
FOR ENVIRONMENT
ALL CLEAN
KENDALA
POLITIK
Belum semua masyarakat
peduli pada pembuatan
kebijakan pengelolaan sampah.
Belum semua masyarakat
peduli pada pembuatan
kebijakan pengelolaan sampah.
Belum semua masyarakat
peduli pada pembuatan
kebijakan pengelolaan sampah.
Belum semua masyarakat
peduli pada pembuatan
kebijakan pengelolaan sampah.
USULAN
SOLUSI
Pemerintah harus terus-
menerus melakukan
komunikasi, informasi, edukasi
publik mengenai pentingnya
pengelolaan sampah bagi
masyarakat & lingkungan.
Pemerintah harus terus-
menerus melakukan
komunikasi, informasi, edukasi
publik mengenai pentingnya
pengelolaan sampah bagi
masyarakat & lingkungan.
Pemerintah harus terus-
menerus melakukan
komunikasi, informasi, edukasi
publik mengenai pentingnya
pengelolaan sampah bagi
masyarakat & lingkungan.
Pemerintah harus terus-
menerus melakukan
komunikasi, informasi, edukasi
publik mengenai pentingnya
pengelolaan sampah bagi
masyarakat & lingkungan.
KENDALA
EKONOMI
Dapat menimbulkan
persaingan tidak sehat antar
pengumpul sampah
independent.
Dapat menimbulkan
persaingan tidak sehat antar
pengumpul sampah
independent.
Sebagian masyarakat merasa
mengikuti PLH (terutama di
jalur pendidikan non formal &
informal) akan membuang
waktu & tidak mendatangkan
keuntungan ekonomi, sehingga
mereka lebih suka
menggunakan waktunya untuk
kegiatan produktif.
Karena program ini dilakukan
secara berkala, keberlanjutan
ekonomi masyarakat kurang
terjamin.
USULAN
SOLUSI
Dibuat mekanisme kerja yang
dapat meminimalkan
Dibuat mekanisme kerja yang
dapat meminimalkan
PLH juga memberikan
pelatihan ketrampilan
Penambahan frekuensi
program padat karya.
13
KENDALA
/ USULAN
SOLUSI
INOVASI PENGELOLAAN SAMPAH
THE GARBAGE PURCHASE THE GREEN EXCHANGE FREE OPEN UNIVERSITY
FOR ENVIRONMENT
ALL CLEAN
persaingan tidak sehat. persaingan tidak sehat. mengolah sampah menjadi
barang yang bernilai jual,
misalnya kompos, daur ulang
kertas, kerajinan dari kertas
daur ulang, dsb yang dapat
digunakan masyarakat untuk
berwirausaha.
KENDALA
SOSIAL-
BUDAYA
Sebagian masyarakat merasa
malu & gengsi menjadi
pengumpul sampah
independent karena pekerjaan
itu dianggap rendah.
Sebagian masyarakat merasa
malu & gengsi karena kegiatan
mengumpulkan & menukar
sampah masih dianggap
sebagai pekerjaan rendah.
Sebagian masyarakat ada yang
merasa tidak membutuhkan
pengetahuan & ketrampilan
pengelolaan & perlindungan
lingkungan hidup.
Sebagian masyarakat merasa
malu & gengsi terlibat dalam
program padat karya menjadi
pengumpul sampah karena
pekerjaan itu dianggap rendah.
USULAN
SOLUSI
Sosialisasi untuk mengubah
paradigma masyarakat tentang
sampah sebagai barang yang
produktif dan mempunyai nilai
ekonomis sehingga tidak
hanya untuk dibuang begitu
saja (Ditjen Cipta Karya,
Departemen Pekerjaan Umum
(DPU) Budi Yuwono,
13/10/2011 – Antara News).
Sosialisasi untuk mengubah
paradigma masyarakat tentang
sampah sebagai barang yang
produktif dan mempunyai nilai
ekonomis sehingga tidak hanya
untuk dibuang begitu saja
(Ditjen Cipta Karya,
Departemen Pekerjaan Umum
(DPU) Budi Yuwono,
13/10/2011 – Antara News).
Pemerintah harus terus-
menerus melakukan
komunikasi, informasi, edukasi
publik untuk mengubah
paradigma masyarakat tentang
pentingnya PLH untuk
meningkatkan pengetahuan
tentang biofisik lingkungan &
permasalahannya agar
masyarakat menyadari
bagaimana memecahkan
permasalahan tsb & termotivasi
melakukan pemecahan masalah
(William B.Stapp, 1997).
Sosialisasi untuk mengubah
paradigma masyarakat tentang
sampah sebagai barang yang
produktif dan mempunyai nilai
ekonomis sehingga tidak hanya
untuk dibuang begitu saja
(Ditjen Cipta Karya,
Departemen Pekerjaan Umum
(DPU) Budi Yuwono,
13/10/2011 – Antara News).
14
KESIMPULAN
Hasil pembahasan menyimpulkan bahwa bangsa Indonesia dapat mengadopsi inovasi
pengelolaan sampah Kota Curitiba Brazil dengan modifikasi sesuai kebijakan dan sistem
pengelolaan sampah dan program-program terkait yang sudah ada di Indonesia. Inovasi The
Garbage Purchase dan The Green Exchange dapat diintegrasikan dengan sistem pengelolaan
sampah non formal dan informal di Indonesia dengan penyesuaian mekanisme kerja.
Sedangkan inovasi Free Open University for Environment dapat dimodifikasi sesuai program
Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) yang sudah dimulai di jalur pendidikan formal sejak
tahun 1984. Program PLH ini dapat diperluas pada jalur pendidikan non formal dan informal
dengan melibatkan organisasi masyarakat seperti Lembaga Swadaya Masyarakat, PKK, Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Lembaga Penyelenggara Kursus (LPK) dan sehingga
dapat menjangkau sasaran (peserta didik) yang lebih banyak. Selain itu PLH juga dapat
diwajibkan bagi pekerja di bidang tertentu misalnya TNI/POLRI, CPNS/PNS, pekerja di
industri yang terkait lingkungan seperti pengembang, kimia, petrokimia, dan sebagainya.
Inovasi All Clean dapat diintegrasikan dengan program padat karya yang sudah ada yang
dikelola oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan penambahan frekuensi
untuk mengoptimalkan capaian. Kendala-kendala yang dihadapi dalam proses adopsi dapat
diatasi melalui kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat sebagai wujud
komitmen dari semua pihak terhadap isu pengelolaan dan perlindungan lingkungan. Apabila
keempat inovasi tersebut diimplementasikan secara simultan dan berkesinambungan maka
membantu memelihara keberlanjutan lingkungan sebagai pendukung perikehidupan generasi
sekarang dan yang akan datang. Sebaliknya, apabila pemerintah dan masyarakat tidak
memiliki komitmen terhadap isu pengelolaan dan perlindungan lingkungan, maka akan
terjadi kerusakan lingkungan dan keselamatan manusia menjadi terancam.
DAFTAR PUSTAKA
Antara News, 2012, dalam http://1dones1abers1h.wordpress.com/2012/03/13/gerakan-
indonesia-bersih-gib-pemerintah-gnib/
Chiras, Daniel D., 2009, Environmental Science, 8th
Edition, Sudbury, Massachusetts: Jones
and Bartlett Publisher.
Fazzano, Alicia and Weiss Marc A., 2004, Global Urban Development. Curitiba, Brazil.,
Metropolitan Economic Strategy Report., July 2004.
15
Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs, 2012, dalam
http://mdgsindonesia.org/official/index.php/component/content/article/19-tulisan/artikel-
lingkungan/37-manajemen-sampah
Kementerian Lingkungan Hidup, 2012, dalam
http://sebaiknyakamutahu.blogspot.com/2012/03/statistik-sampah-yang-dihasilkan-oleh.html
Norma Rahmawati, 21 Maret 2012, dalam
http://green.kompasiana.com/polusi/2012/03/21/mengurangi-sampah-bagian-dari-investasi/
http://www.tempo.co/read/news/2012/04/15/063397147/Indonesia-Hasilkan-625-Juta-Liter-
Sampah-Sehari. Download 25 Juli 2012.
http://nasional.news.viva.co.id
http://wikipedia.org/wiki/Curitiba
Keuhn, Kira., 2007, ‘Garbage is not Garbage’ & “Bus Tubes”: Recycling and Transport in
the Sustainable City: Curitiba, Brazil, UW-L Journal of Undergraduate Research X.
McCartney, Kelly., 2006, Sustainability, in Curitiba Brazil Transportation Case Studies.
Rabinovitch, Jonas and Leitman, Josef., 1996, Urban Planning in Curitiba in Scientific
American.
Rogers, Everett M., 1995, Diffusion of Innovations, Fourth edition, New York: The Free
Press.
Stapp, William B., et.al., 1997, The Concept of Environmental Education.
Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.