Adopsi Inovasi Pengelolaan Sampah Perkotaan: Menimba Pengalaman Kota Curitiba Brazil

15
1 ADOPSI INOVASI PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN: MENIMBA PENGALAMAN KOTA CURITIBA BRAZIL Purwanti Asih Anna Levi Program Magister Lingkungan dan Perkotaan UNIKA Soegijapranata Semarang Abstrak Di Indonesia terjadi trend peningkatan volume sampah dalam 3 tahun terakhir seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Namun sampah tersebut belum seluruhnya dikelola dengan metode yang baik sehingga menimbulkan berbagai persoalan ekologis. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat namun upaya-upaya tersebut belum dapat memecahkan masalah sampah secara optimal. Paper ini bertujuan untuk mendiskusikan solusi permasalahan sampah perkotaan di Indonesia dengan mengadopsi inovasi pengelolaan sampah Kota Curitiba Brazil. Paper ditulis secara deskriptif berdasarkan data-data yang diperoleh dari studi kepustakaan, menggunakan teori ekologi dan teori difusi inovasi. Analisis dengan teori difusi inovasi menunjukkan bahwa inovasi pengelolaan sampah Kota Curitiba Brazil layak diadopsi di Indonesia karena inovasi tersebut sesuai dengan nilai-nilai, pengalaman dan kebutuhan pemerintah dan masyarakat Indonesia. Inovasi tersebut dapat dimodifikasi menyesuaikan dengan sistem dan kebijakan terkait yang ada di Indonesia. Disimpulkan adopsi inovasi pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan akan menjaga keberlanjutan lingkungan, termasuk keberlanjutan perikehidupan manusia sebagai bagian dari ekosistem. Kata kunci: sampah, inovasi pengelolaan sampah, adopsi inovasi, keberlanjutan lingkungan BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di Indonesia volume sampah mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan penduduk. Kementerian Lingkungan Hidup mencatat pada tahun 2012 rata-rata penduduk Indonesia menghasilkan sampah sekitar 2 kg per orang per hari. Berdasarkan perhitungan tersebut dapat diperkirakan berapa banyak volume sampah yang dihasilkan oleh suatu kota setiap hari dengan mengalikan jumlah penduduknya dengan 2 kg per orang per hari (Viva News, 2012). Kementerian Lingkungan Hidup (2012) menyatakan bahwa volume sampah dalam tiga tahun terakhir menunjukkan trend naik secara signifikan. Volume sampah pada tahun 2010 ada 200.000 ton/hari dan pada tahun 2012 ada 490.000 ton per hari atau total

Transcript of Adopsi Inovasi Pengelolaan Sampah Perkotaan: Menimba Pengalaman Kota Curitiba Brazil

1

ADOPSI INOVASI PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN:

MENIMBA PENGALAMAN KOTA CURITIBA BRAZIL

Purwanti Asih Anna Levi

Program Magister Lingkungan dan Perkotaan

UNIKA Soegijapranata Semarang

Abstrak

Di Indonesia terjadi trend peningkatan volume sampah dalam 3 tahun terakhir seiring dengan

peningkatan jumlah penduduk. Namun sampah tersebut belum seluruhnya dikelola dengan

metode yang baik sehingga menimbulkan berbagai persoalan ekologis. Berbagai upaya telah

dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat namun upaya-upaya tersebut belum dapat

memecahkan masalah sampah secara optimal. Paper ini bertujuan untuk mendiskusikan

solusi permasalahan sampah perkotaan di Indonesia dengan mengadopsi inovasi pengelolaan

sampah Kota Curitiba Brazil. Paper ditulis secara deskriptif berdasarkan data-data yang

diperoleh dari studi kepustakaan, menggunakan teori ekologi dan teori difusi inovasi.

Analisis dengan teori difusi inovasi menunjukkan bahwa inovasi pengelolaan sampah Kota

Curitiba Brazil layak diadopsi di Indonesia karena inovasi tersebut sesuai dengan nilai-nilai,

pengalaman dan kebutuhan pemerintah dan masyarakat Indonesia. Inovasi tersebut dapat

dimodifikasi menyesuaikan dengan sistem dan kebijakan terkait yang ada di Indonesia.

Disimpulkan adopsi inovasi pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan akan menjaga

keberlanjutan lingkungan, termasuk keberlanjutan perikehidupan manusia sebagai bagian dari

ekosistem.

Kata kunci: sampah, inovasi pengelolaan sampah, adopsi inovasi, keberlanjutan lingkungan

BAB I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Di Indonesia volume sampah mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan

penduduk. Kementerian Lingkungan Hidup mencatat pada tahun 2012 rata-rata penduduk

Indonesia menghasilkan sampah sekitar 2 kg per orang per hari. Berdasarkan perhitungan

tersebut dapat diperkirakan berapa banyak volume sampah yang dihasilkan oleh suatu kota

setiap hari dengan mengalikan jumlah penduduknya dengan 2 kg per orang per hari (Viva

News, 2012).

Kementerian Lingkungan Hidup (2012) menyatakan bahwa volume sampah dalam

tiga tahun terakhir menunjukkan trend naik secara signifikan. Volume sampah pada tahun

2010 ada 200.000 ton/hari dan pada tahun 2012 ada 490.000 ton per hari atau total

2

178.850.000 ton setahun. Dari total sampah tersebut lebih dari 50% adalah sampah rumah

tangga (Viva News, 2012).

Sampah rumah tangga yang jumlahnya lebih dari 50% total sampah ternyata belum

ditangani dengan baik. Baru sekitar 24,5% sampah rumah tangga di Indonesia yang ditangani

dengan metode yang benar yaitu diangkut oleh petugas kebersihan dan dikomposkan. Sisanya

(75,5%) belum ditangani dengan baik. Fakta itu ditunjukkan oleh data RISKESDAS 2010

yang menyatakan bahwa rumah tangga di Indonesia umumnya menerapkan 6 metode

penanganan sampah, yaitu: 1) diangkut oleh petugas kebersihan (23,4%), 2) dikubur dalam

tanah (4,2%), 3) dikomposkan (1,1%), 4) dibakar (52,1%), 5) dibuang di selokan/sungai/laut

(10,2%) dan 6) dibuang sembarangan (9%) (Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk

MDGs, 2012).

Fakta penanganan sampah tersebut di atas juga menunjukkan perilaku masyarakat

yang belum mempedulikan sampah rumah tangganya. Perilaku sosial tersebut berasal dari

persepsi masyarakat yang menganggap sampah sebagai barang kotor, tidak berharga, tidak

bermanfaat, dan tidak mempunyai nilai ekonomi. Hal itu mendorong masyarakat cenderung

mencari cara paling mudah dan murah dalam menangani sampah rumah tangganya yaitu

dengan membuang atau membakarnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembakaran sampah di tempat terbuka akan

menghasilkan gas beracun serta dioxin yang berasal dari proses pembakaran plastik dan

bahan beracun lain yang ada di dalam sampah. Keberadaan gas beracun tersebut akan

menambah polusi udara (Damanhuri dan Padmi, 2010). Terkait hal ini UU No. 18 Tahun

2008 tentang Pengelolaan Sampah membuat larangan bagi setiap orang untuk membakar

sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah. Namun nampaknya

masyarakat belum mendapat sosialisasi yang baik tentang pelarangan tersebut, sehingga

perilaku membakar sampah di tempat terbuka masih terus dilakukan masyarakat.

Selama ini ada anggapan bahwa sampah hanya menimbulkan dampak pemanasan

global jika dibakar. Berdasarkan hasil penelitian anggapan tersebut tidak 100% benar.

Sampah yang dibuang begitu saja ternyata juga berkontribusi dalam mempercepat pemanasan

global karena sampah menghasilkan gas metan (CH4). Rata-rata tiap satu ton sampah padat

menghasilkan 50 kg gas metan. Gas metan itu sendiri mempunyai kekuatan merusak hingga

20-30 kali lebih besar daripada CO2. Gas metan berada di atmosfer dalam jangka waktu

3

sekitar 7-10 tahun dan dapat meningkatkan suhu sekitar 1,3° Celsius per tahun (Norma

Rahmawati, 2012).

Persoalan sampah merupakan persoalan serius yang mengancam keberlanjutan

lingkungan. Polusi yang ditimbulkan oleh timbulan sampah pada tanah, air maupun udara

yang merupakan komponen abiotik dalam ekosistem akan berdampak negatif pada kehidupan

organisme dalam ekosistem, termasuk manusia sebagai bagian dari ekosistem. Jika organisme

dalam ekosistem tidak dapat beradaptasi terhadap kondisi ekosistem yang terpolusi,

organisme dapat punah dan kepunahannya tersebut dapat menganggu kestabilan ekosistem.

Rusaknya kondisi ekosistem itu pada akhirnya akan mengancam keselamatan organisme lain

dalam ekosistem, termasuk keselamatan manusia (Chiras, 2009).

Pemerintah menyadari pentingnya pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup

sehingga menetapkan UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU

No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Sejak Januari 2012 dicanangkan gerakan

Indonesia “Bersih, Asri, Indah (Berseri)” yang mengkampanyekan pengurangan sampah

mandiri menggunakan pendekatan 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Namun sayangnya gerakan

tersebut tidak berjalan baik karena kurangnya sosialisasi pada masyarakat (Antara News,

2012).

Berdasarkan fakta-fakta di atas disimpulkan bahwa permasalahan sampah di

Indonesia merupakan permasalahan nasional yang berdampak serius pada kehidupan

masyarakat dan kondisi lingkungan. Untuk mencari solusi bagi permasalahan sampah

tersebut, kiranya bangsa Indonesia perlu belajar dari pengalaman bangsa lain yang telah

berhasil mengatasi permasalahan sampah. Tidak ada salahnya kita menimba pengalaman

Kota Curitiba Brazil yang telah berhasil mengatasi permasalahan sampah dengan inovasi

yang dilakukannya, sehingga kita dapat melengkapi kekurangan dan meningkatkan kualitas

dan kuantitas layanan pengelolaan sampah di Indonesia.

B. TINJAUAN PUSTAKA

B.1. PENGELOLAAN SAMPAH DI INDONESIA

Apakah sampah itu? UU No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

mendefinisikan “sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang

berbentuk padat”. Sedangkan sampah rumah tangga didefinisikan sebagai “sampah yang

berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah

spesifik”.

4

UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mendefinisikan pengelolaan

sampah sebagai “kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi

pengurangan dan penanganan sampah”. Pengertian pengelolaan bukan hanya menyangkut

aspek teknis, tetapi mencakup juga aspek non teknis, seperti bagaimana mengorganisir,

bagaimana membiayai dan bagaimana melibatkan masyarakat penghasil limbah agar ikut

berpartisipasi secara aktif atau pasif dalam aktivitas pengelolaan tersebut (Damanhuri &

Padmi, 2010). UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menyebutkan tujuan

pengelolaan sampah adalah untuk “meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas

lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya”.

Dalam UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, dijelaskan ada 2

kelompok utama pengelolaan sampah, yaitu: a. Pengurangan sampah (waste minimization),

yang terdiri dari pembatasan timbulan (reduce), pendauran ulang (recycle) dan pemanfaatan

kembali (reuse); b. Penanganan sampah (waste handling), yang terdiri dari: pemilahan,

pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah.

Berdasarkan hal di atas Damanhuri dan Padmi (2010) mengatakan bahwa ada 3 (tiga)

jalur pengelolaan sampah di Indonesia yaitu:

a. Pengelolaan formal. Pengeloaan sampah yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota atau

institusi lain termasuk swasta yang ditunjuk oleh Pemerintah Kota. Pembuangan sampah

tahap pertama dilakukan oleh penghasil sampah. Di daerah pemukiman biasanya kegiatan

ini dilaksanakan oleh RT/RW, di mana sampah diangkut dari bak sampah ke TPS. Tahap

berikutnya, sampah dari TPS diangkut ke TPA oleh truk sampah milik pengelola kota

atau institusi yang ditunjuk.

b. Pengelolaan non formal. Pengelolaan sampah oleh masyarakat secara swadaya mulai dari

sumber sampah sampai ke tempat pengumpulan atau ke tempat pemrosesan lainnya. Di

kota-kota, pengelolaan ini biasanya dilaksanakan oleh RT/RW, dengan kegiatan

mengumpulkan sampah dari bak sampah di sumber sampah, misalnya di rumah-rumah,

diangkut dengan sarana yang disiapkan sendiri oleh masyarakat, menuju ke TPS. Bank

sampah yang marak dibentuk masyarakat 5 tahun belakangan ini termasuk dalam

kelompok pengelolaan ini.

c. Pengelolaan informal. Pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat kelas menengah

bawah karena motivasi ekonomi. Sistem pengelolaan informal ini memandang sampah

sebagai sumber daya ekonomi melalui kegiatan pemungutan, pemilahan, dan penjualan

5

sampah untuk didaur-ulang. Rangkaian kegiatan ini melibatkan pemulung, tukang loak,

lapak, bandar, dan industri daur-ulang dalam rangkaian sistem perdagangan.

B.2. INOVASI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA CURITIBA BRAZIL

Curitiba adalah ibukota Provinsi Paraná, Brazil. Kota ini terletak di Brazil bagian

tenggara, jaraknya sekitar 1.081 km dari ibu kota Brazil, Brasilia. Kota ini terletak di dataran

tinggi sekitar 934,6 meter di atas permukaan laut dan terletak 65 mil dari pelabuhan laut

Paranaguá. Luas Kota Curitiba ada 430 kilometer persegi. Sensus tahun 2010 menunjukkan

penduduk Kota Curitiba berjumlah 2.469.489 jiwa (http://wikipedia.org/wiki/Curitiba).

Sebagaimana kota-kota besar lain di seluruh dunia, Kota Curitiba juga mengalami

berbagai permasalahan urban, antara lain pertambahan populasi dan sampah. Jumlah

penduduk Kota Curitiba yang besar menghasilkan volume sampah yang besar pula. Namun

demikian Kota Curitiba tidak terpuruk dalam permasalahan sampah. Pada tahun 1989 Kota

Curitiba memulai inovasi pengelolaan sampah yang ekonomis dan berwawasan lingkungan

yang diberi tajuk “Garbage that is not Garbage” (Sampah yang Bukan Sampah). Inovasi

pengelolaan sampah tersebut dapat mendaur ulang 70% sampah Kota Curitiba dan 90%

penduduknya berpartisipasi dalam program daur ulang sampah. Upaya tersebut diapresiasi

oleh United Nations Environment Programme (UNEP) yang pada tahun 1990 memberikan

penghargaan tertinggi bidang lingkungan hidup pada Kota Curitiba (Keuhn 2007, Fazzano &

Weiss 2004). Adapun empat inovasi tersebut adalah:

B.2.1. THE GARBAGE PURCHASE (PEMBELIAN SAMPAH)

Pada tahun 1989, Kota Curitiba membutuhkan pabrik daur ulang sampah. Sayangnya

pendirian pabrik tersebut membutuhkan dana 70 juta US dollar sementara itu pemerintah

Kota Curitiba tidak memiliki dana sebesar itu. Sebagai solusinya, pemerintah melakukan

kampanye pemilahan sampah berdasarkan kategori organic dan non organic. Pelaksanaan

kampanye program tersebut dibantu oleh Institute for Social Integration. Program ini selain

bertujuan untuk memelihara kebersihan kota juga dapat mengurangi pengangguran karena

melibatkan 16.000 pengumpul sampah independent yang dibayar setiap akhir pekan atau

akhir bulan setelah mengumpulkan sampah dari 25 area tertentu yang sulit diakses truk

pengangkut sampah. Setiap bulan ada 555 ton sampah yang dibeli melalui program ini.

Pengumpul sampah independent berfungsi untuk membantu 2.000 petugas kebersihan resmi

6

yang dipekerjakan oleh pemerintah Kota Curitiba. Di Curitiba pengumpul sampah

independent mendapat posisi terhormat karena bekerja keras menjaga kebersihan kota dan

mereka merupakan komponen ekonomi yang penting (Rabinovitch & Leitman, 1996; Keuhn,

2007).

B.2.2. THE GREEN EXCHANGE (PENUKARAN SAMPAH)

Program yang dimulai pada tahun 1991 ini ditujukan bagi masyarakat berpendapatan

rendah. Kegiatannya adalah mengumpulkan, memilah dan menukar sampah rumah tangga

dengan barang kebutuhan sehari-hari seperti tiket bis, buku tulis bagi anak sekolah, dan

bahan makanan. Disediakan 97 lokasi penukaran sampah yang berpindah setiap dua minggu

sekali. Dalam perkembangannya pemerintah Kota Curitiba mengeluarkan kebijakan menukar

sampah dengan buah dan sayuran segar. Setiap empat kilogram sampah dihargai setara

dengan satu kilogram buah atau sayuran segar. Melalui program ini setiap bulan ada sekitar

60.000 kilogram buah dan sayuran segar yang dibarter dengan sampah. Pemerintah Kota

Curitiba membeli buah dan sayuran segar dari petani lokal. Program ini selain dapat

menstabilkan perekonomian petani, sekaligus juga menyediakan bahan pangan bagi 35.000

keluarga miskin serta menjaga kebersihan lingkungan kota. Melalui program ini setiap hari

ada sekitar 9 ton sampah yang berhasil dikumpulkan masyarakat Kota Curitiba (Martins 2007

dalam Keuhn, 2007; Fazzano & Weiss, 2004).

B.2.3. FREE OPEN UNIVERSITY FOR ENVIRONMENT (PENDIDIKAN LINGKUNGAN

HIDUP/PLH)

The Free Open University for the Environment yang didirikan pada tahun 1991

merupakan daya tarik ecotourist yang unik dan terkenal di Kota Curitiba. Universitas tersebut

memberikan program pendidikan pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup (PLH)

secara gratis pada masyarakat umum. Lokasi universitas yang terletak di tengah hutan kota

membedakannya dengan lembaga pendidikan pemerintah yang lain. Perusahaan pemerintah

maupun swasta di sektor industri tertentu seperti kimia, lingkungan, energi dan petrokimia

bahkan mensyaratkan pekerjanya untuk mengikuti program PLH di universitas tersebut.

Banyak anggota masyarakat seperti ibu rumah tangga, pengawas bangunan, pelayan toko, dan

sebagainya yang mengikuti PLH secara sukarela. Sedangkan bagi anak-anak sejak tahun

1989 diperkenalkan program SE-PA-RE (separate). Program SE-PA-RE ini bertujuan untuk

7

mendidik anak-anak mengenai pentingnya memilah sampah. Sesuai dengan sasaran didiknya,

program SE-PA-RE menggunakan media kartun (Rabinovitch & Leitman, 1996; McCartney

2006; Fazzano & Weiss 2004; Keuhn 2007).

B.2.4. ALL CLEAN (SEMUA BERSIH)

Kota Curitiba mendanai program padat karya yang dilakukan secara berkala untuk

membersihkan wilayah tertentu di dalam kota yang banyak terdapat timbulan sampah namun

tidak dapat dijangkau oleh system layanan pengelolaan sampah konvensional. Program ini

dilakukan di 135 neighbourhoods (rukun tetangga). Selain membersihkan jalan dan tempat-

tempat lain, program ini juga membuat dan memelihara kebun sayur di bekas tempat

penampungan sampah. Program ini mempekerjakan para pensiunan, pengangguran, mantan

pemabok dan tuna wisma yang membutuhkan pendapatan. Program ini tidak berbasis pada

mekanisme modal-insentif tetapi pada partisipasi publik (Rabinovitch & Leitman, 1996;

McCartney 2006).

C. TUJUAN PENULISAN PAPER

Tujuan penulisan paper ini adalah untuk mendiskripsikan empat inovasi pengelolaan

sampah Kota Curitiba Brazil yang dapat diadopsi bangsa Indonesia.

D. PENDEKATAN

Pembahasan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu: a) adopsi inovasi pengelolaan sampah

Kota Curitiba Brazil dan b) kendala dan usulan solusi dalam proses adopsi inovasi

pengelolaan sampah Kota Curitiba Brazil. Sedangkan pengumpulan informasi menggunakan

metode studi kepustakaan.

8

BAB II. PEMBAHASAN

A. ADOPSI INOVASI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA CURITIBA BRAZIL

Teori difusi inovasi yang dikemukakan oleh Everett M. Rogers (1995) menjelaskan

bagaimana suatu inovasi diadopsi oleh masyarakat. Menurut teori ini suatu inovasi harus

dikomunikasikan melalui berbagai media dalam jangka waktu tertentu kepada anggota sistem

social (masyarakat). Masyarakat sebagai calon pengadopsi (adopter) suatu inovasi sebelum

memutuskan untuk mengadopsi atau tidak mengadopsi suatu inovasi akan

mempertimbangkan aspek-aspek: a) keuntungan yang akan diperoleh (relative advantage), b)

tidak rumit dan mudah digunakan (simplicity and easy to use), c) kesesuaian dengan nilai-

nilai, kebutuhan dan pengalaman pengadopsi (compatibility with existing values and

practices), d) dapat diujicoba terlebih dahulu untuk mengetahui tingkat kepastiannya

(trialability), dan e) hasilnya mudah dilihat (observable results).

Dalam konteks inovasi pengelolaan sampah Kota Curitiba Brazil, inovasi ini harus

disosialisasikan pada masyarakat melalui berbagai media agar masyarakat dapat

mempertimbangkan aspek-aspek tersebut di atas. Apabila inovasi tersebut dapat memenuhi

kelima aspek tersebut, masyarakat akan cenderung mengadopsinya. Namun sebaliknya jika

inovasi tersebut tidak mampu memenuhi kelima aspek yang dipertimbangkan, maka

masyarakat cenderung akan menolaknya.

Adopsi inovasi pengelolaan sampah Kota Curitiba Brazil dimaksudkan untuk

melengkapi kekurangan dalam layanan pengelolaan sampah yang sudah ada sebelumnya

sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pengelolaan sampah di Indonesia.

Pengadopsi, dalam hal ini pemerintah dan masyarakat Indonesia sebagai satu kesatuan,

masing-masing memiliki fungsi dan peran penting yang saling terkait. Adapun analisis

tentang adopsi keempat inovasi pengelolaan sampah Kota Curitiba Brazil dideskripsikan

dalam tabel berikut ini.

9

TABEL 1. ANALISIS BERDASARKAN TEORI DIFUSI INOVASI

NO. ATRIBUT

INOVASI

THE GARBAGE

PURCHASE

THE GREEN

EXCHANGE

FREE OPEN

UNIVERSITY

ALL CLEAN KESIMPULAN

1. Relative

advantage

(manfaat /

keunggulan)

Melengkapi layanan

sistem pengelolaan

sampah konvensional.

Menghemat anggaran

pemerintah karena

tidak perlu merekrut

banyak petugas

kebersihan resmi.

Mengurangi

pengangguran.

Meningkatkan

kesejahteraan

masyarakat.

Melengkapi layanan

sistem pengelolaan

sampah konvensional.

Menghemat anggaran

pemerintah karena tidak

perlu merekrut banyak

petugas kebersihan

resmi.

Meningkatkan

partisipasi masyarakat

dalam pengelolaan

sampah.

Meningkatkan

kesejahteraan

masyarakat.

Memberikan

pengetahuan pada

masyarakat tentang

biofisik lingkungan &

permasalahannya agar

masyarakat menyadari

bagaimana

memecahkan

permasalahan tsb &

memotivasi mereka

melakukan pemecahan

masalah (William

B.Stapp, 1997).

Melengkapi layanan

sistem pengelolaan

sampah

konvensional.

Menghemat

anggaran

pemerintah karena

tidak perlu merekrut

banyak petugas

kebersihan resmi.

Mengurangi

pengangguran.

Meningkatkan

kesejahteraan

masyarakat.

Layak

diadopsi

karena

menguntungk

an pemerintah

& masyarakat.

2. Compatibility

(kesesuaian) Sesuai dengan sistem

pengelolaan sampah

non formal &

informal yang sudah

ada, yang selama ini

melibatkan

masyarakat,

pemulung & pengepul

sampah.

Sesuai dengan

kebutuhan pemerintah

untuk meningkatkan

Sesuai dengan sistem

pengelolaan sampah

non formal khususnya

bank sampah yang

sudah ada yang

mengadopsi konsep

bank konvensional.

Sesuai dengan

kebutuhan pemerintah

untuk meningkatkan

kinerja pengelolaan

sampah secara

Sesuai dengan

pengalaman

pemerintah yang sejak

tahun 1984 telah

menyelenggarakan

PLH melalui jalur

pendidikan formal

dengan cara

mengintegrasikan PLH

ke dalam semua mata

pelajaran pada tingkat

SLTA.

Sesuai dengan

kebutuhan

pemerintah untuk

meningkatkan

kinerja pengelolaan

sampah secara

ekonomis.

Sesuai dengan

program padat

karya yang sudah

ada yang dikelola

Menakertrans.

Layak

diadopsi

dengan

penyesuaian

mekanisme

kerja.

10

NO. ATRIBUT

INOVASI

THE GARBAGE

PURCHASE

THE GREEN

EXCHANGE

FREE OPEN

UNIVERSITY

ALL CLEAN KESIMPULAN

kinerja pengelolaan

sampah secara

ekonomis.

ekonomis.

Membantu

meningkatkan

pertumbuhan ekonomi.

Sesuai kebutuhan

pemerintah untuk

meningkatkan

wawasan &

ketrampilan

pengelolaan &

perlindungan

lingkungan bagi

masyarakat.

3. Simplicity &

easy to use

(tidak rumit &

mudah

diterapkan)

Relatif tidak rumit,

dapat disesuaikan

dengan sistem

pengelolaan sampah

non formal &

informal yang sudah

ada.

Sudah ada kebijakan

pendukung yaitu UU

Pengelolaan

Lingkungan Hidup &

UU Pengelolaan

Sampah.

Relatif tidak rumit,

dapat disesuaikan

dengan sistem

pengelolaan sampah

non formal, khususnya

bank sampah yang

sudah ada, dengan

pemberian insentif

untuk peningkatan

kinerja & pendirian

bank sampah baru.

Sudah ada kebijakan

pendukung yaitu UU

Pengelolaan

Lingkungan Hidup dan

UU Pengelolaan

Sampah.

Relatif tidak rumit,

dapat disesuai dengan

sistem PLH yang

sudah berjalan, dengan

perluasan program

PLH pada jalur

pendidikan formal,

non formal &

informal.

Sudah ada kebijakan

pendukung PLH, yaitu

UU Sistem Pendidikan

Nasional, UU

Pengelolaan

Lingkungan Hidup &

UU Pengelolaan

Sampah.

Relatif tidak rumit,

dapat disesuaikan

dengan program

padat karya yang

sudah ada yang

dikelola

Menakertrans.

Sudah ada

kebijakan

pendukung yaitu

UU Pengelolaan

Lingkungan Hidup

dan UU

Pengelolaan

Sampah.

Layak

diadopsi

karena relatif

tidak sulit

bagi

pemerintah

maupun

masyarakat.

4. Trialability

(dapat diuji

coba untuk

Dapat diujicoba

melalui sistem

pengelolaan sampah

Dapat diujicoba melalui

sistem pengelolaan non

formal, khususnya bank

Dapat diujicoba

melalui sistem PLH

yang sudah berjalan.

Dapat diujicoba

melalui program

padat karya yang

Layak

diadopsi

karena dapat

11

NO. ATRIBUT

INOVASI

THE GARBAGE

PURCHASE

THE GREEN

EXCHANGE

FREE OPEN

UNIVERSITY

ALL CLEAN KESIMPULAN

mengetahui

tingkat

kepastian)

non formal &

informal yang sudah

ada.

sampah yang sudah

ada.

sudah ada yang

dikelola

Menakertrans.

diujicoba

terlebih

dahulu.

5. Observable

results

(hasilnya

dapat dilihat)

Pemerintah &

masyarakat dapat

melihat & merasakan

hasil inovasi tersebut.

Pemerintah &

masyarakat dapat

melihat & merasakan

hasil inovasi tersebut.

Pemerintah &

masyarakat dapat

melihat & merasakan

hasil inovasi tersebut.

Pemerintah &

masyarakat dapat

melihat &

merasakan hasil

inovasi tersebut.

Layak

diadopsi

karena

hasilnya dapat

dilihat &

dirasakan oleh

pengadopsi.

Hasil analisis menggunakan teori difusi inovasi menyimpulkan bahwa keempat inovasi pengelolaan sampah Kota Curitiba Brazil layak

diadopsi bangsa Indonesia karena:

relatif menguntungkan pemerintah dan masyarakat karena dapat menghemat anggaran pemerintah, mengurangi pengangguran, membuka

peluang kerja, meningkatan kebersihan dan kesehatan lingkungan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan wawasan dan

ketrampilan pengelolaan dan perlindungan lingkungan, dan sebagainya (relative advantage),

sesuai dengan nilai-nilai, kebutuhan, pengalaman, kebiasaan, sistem dan kebijakan yang sudah ada di Indonesia (compatibility with existing

values and practices),

relatif tidak rumit dan mudah diterapkan oleh pemerintah dan masyarakat karena dapat dimodifikasi sesuai sistem yang sudah ada

(simplicity and easy to use),

dapat diujicoba terlebih dahulu untuk mengetahui tingkat kepastiannya (trialability),

hasilnya mudah dilihat baik oleh pemerintah maupun masyarakat (observable results).

12

B. KENDALA DAN USULAN SOLUSI DALAM PROSES ADOPSI INOVASI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA CURITIBA BRAZIL

Meskipun hasil analisis dengan teori difusi inovasi menunjukkan bahwa keempat inovasi pengelolaan sampah Kota Curitiba Brazil dapat

diadopsi bangsa Indonesia tetapi ada kendala-kendala yang mungkin muncul dan harus diatasi dalam proses adopsi inovasi. Hal itu dideskripsikan

dalam tabel berikut ini:

TABEL 2. KENDALA DAN USULAN SOLUSI DALAM PROSES ADOPSI INOVASI

KENDALA

/ USULAN

SOLUSI

INOVASI PENGELOLAAN SAMPAH

THE GARBAGE PURCHASE THE GREEN EXCHANGE FREE OPEN UNIVERSITY

FOR ENVIRONMENT

ALL CLEAN

KENDALA

POLITIK

Belum semua masyarakat

peduli pada pembuatan

kebijakan pengelolaan sampah.

Belum semua masyarakat

peduli pada pembuatan

kebijakan pengelolaan sampah.

Belum semua masyarakat

peduli pada pembuatan

kebijakan pengelolaan sampah.

Belum semua masyarakat

peduli pada pembuatan

kebijakan pengelolaan sampah.

USULAN

SOLUSI

Pemerintah harus terus-

menerus melakukan

komunikasi, informasi, edukasi

publik mengenai pentingnya

pengelolaan sampah bagi

masyarakat & lingkungan.

Pemerintah harus terus-

menerus melakukan

komunikasi, informasi, edukasi

publik mengenai pentingnya

pengelolaan sampah bagi

masyarakat & lingkungan.

Pemerintah harus terus-

menerus melakukan

komunikasi, informasi, edukasi

publik mengenai pentingnya

pengelolaan sampah bagi

masyarakat & lingkungan.

Pemerintah harus terus-

menerus melakukan

komunikasi, informasi, edukasi

publik mengenai pentingnya

pengelolaan sampah bagi

masyarakat & lingkungan.

KENDALA

EKONOMI

Dapat menimbulkan

persaingan tidak sehat antar

pengumpul sampah

independent.

Dapat menimbulkan

persaingan tidak sehat antar

pengumpul sampah

independent.

Sebagian masyarakat merasa

mengikuti PLH (terutama di

jalur pendidikan non formal &

informal) akan membuang

waktu & tidak mendatangkan

keuntungan ekonomi, sehingga

mereka lebih suka

menggunakan waktunya untuk

kegiatan produktif.

Karena program ini dilakukan

secara berkala, keberlanjutan

ekonomi masyarakat kurang

terjamin.

USULAN

SOLUSI

Dibuat mekanisme kerja yang

dapat meminimalkan

Dibuat mekanisme kerja yang

dapat meminimalkan

PLH juga memberikan

pelatihan ketrampilan

Penambahan frekuensi

program padat karya.

13

KENDALA

/ USULAN

SOLUSI

INOVASI PENGELOLAAN SAMPAH

THE GARBAGE PURCHASE THE GREEN EXCHANGE FREE OPEN UNIVERSITY

FOR ENVIRONMENT

ALL CLEAN

persaingan tidak sehat. persaingan tidak sehat. mengolah sampah menjadi

barang yang bernilai jual,

misalnya kompos, daur ulang

kertas, kerajinan dari kertas

daur ulang, dsb yang dapat

digunakan masyarakat untuk

berwirausaha.

KENDALA

SOSIAL-

BUDAYA

Sebagian masyarakat merasa

malu & gengsi menjadi

pengumpul sampah

independent karena pekerjaan

itu dianggap rendah.

Sebagian masyarakat merasa

malu & gengsi karena kegiatan

mengumpulkan & menukar

sampah masih dianggap

sebagai pekerjaan rendah.

Sebagian masyarakat ada yang

merasa tidak membutuhkan

pengetahuan & ketrampilan

pengelolaan & perlindungan

lingkungan hidup.

Sebagian masyarakat merasa

malu & gengsi terlibat dalam

program padat karya menjadi

pengumpul sampah karena

pekerjaan itu dianggap rendah.

USULAN

SOLUSI

Sosialisasi untuk mengubah

paradigma masyarakat tentang

sampah sebagai barang yang

produktif dan mempunyai nilai

ekonomis sehingga tidak

hanya untuk dibuang begitu

saja (Ditjen Cipta Karya,

Departemen Pekerjaan Umum

(DPU) Budi Yuwono,

13/10/2011 – Antara News).

Sosialisasi untuk mengubah

paradigma masyarakat tentang

sampah sebagai barang yang

produktif dan mempunyai nilai

ekonomis sehingga tidak hanya

untuk dibuang begitu saja

(Ditjen Cipta Karya,

Departemen Pekerjaan Umum

(DPU) Budi Yuwono,

13/10/2011 – Antara News).

Pemerintah harus terus-

menerus melakukan

komunikasi, informasi, edukasi

publik untuk mengubah

paradigma masyarakat tentang

pentingnya PLH untuk

meningkatkan pengetahuan

tentang biofisik lingkungan &

permasalahannya agar

masyarakat menyadari

bagaimana memecahkan

permasalahan tsb & termotivasi

melakukan pemecahan masalah

(William B.Stapp, 1997).

Sosialisasi untuk mengubah

paradigma masyarakat tentang

sampah sebagai barang yang

produktif dan mempunyai nilai

ekonomis sehingga tidak hanya

untuk dibuang begitu saja

(Ditjen Cipta Karya,

Departemen Pekerjaan Umum

(DPU) Budi Yuwono,

13/10/2011 – Antara News).

14

KESIMPULAN

Hasil pembahasan menyimpulkan bahwa bangsa Indonesia dapat mengadopsi inovasi

pengelolaan sampah Kota Curitiba Brazil dengan modifikasi sesuai kebijakan dan sistem

pengelolaan sampah dan program-program terkait yang sudah ada di Indonesia. Inovasi The

Garbage Purchase dan The Green Exchange dapat diintegrasikan dengan sistem pengelolaan

sampah non formal dan informal di Indonesia dengan penyesuaian mekanisme kerja.

Sedangkan inovasi Free Open University for Environment dapat dimodifikasi sesuai program

Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) yang sudah dimulai di jalur pendidikan formal sejak

tahun 1984. Program PLH ini dapat diperluas pada jalur pendidikan non formal dan informal

dengan melibatkan organisasi masyarakat seperti Lembaga Swadaya Masyarakat, PKK, Pusat

Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Lembaga Penyelenggara Kursus (LPK) dan sehingga

dapat menjangkau sasaran (peserta didik) yang lebih banyak. Selain itu PLH juga dapat

diwajibkan bagi pekerja di bidang tertentu misalnya TNI/POLRI, CPNS/PNS, pekerja di

industri yang terkait lingkungan seperti pengembang, kimia, petrokimia, dan sebagainya.

Inovasi All Clean dapat diintegrasikan dengan program padat karya yang sudah ada yang

dikelola oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan penambahan frekuensi

untuk mengoptimalkan capaian. Kendala-kendala yang dihadapi dalam proses adopsi dapat

diatasi melalui kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat sebagai wujud

komitmen dari semua pihak terhadap isu pengelolaan dan perlindungan lingkungan. Apabila

keempat inovasi tersebut diimplementasikan secara simultan dan berkesinambungan maka

membantu memelihara keberlanjutan lingkungan sebagai pendukung perikehidupan generasi

sekarang dan yang akan datang. Sebaliknya, apabila pemerintah dan masyarakat tidak

memiliki komitmen terhadap isu pengelolaan dan perlindungan lingkungan, maka akan

terjadi kerusakan lingkungan dan keselamatan manusia menjadi terancam.

DAFTAR PUSTAKA

Antara News, 2012, dalam http://1dones1abers1h.wordpress.com/2012/03/13/gerakan-

indonesia-bersih-gib-pemerintah-gnib/

Chiras, Daniel D., 2009, Environmental Science, 8th

Edition, Sudbury, Massachusetts: Jones

and Bartlett Publisher.

Fazzano, Alicia and Weiss Marc A., 2004, Global Urban Development. Curitiba, Brazil.,

Metropolitan Economic Strategy Report., July 2004.

15

Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs, 2012, dalam

http://mdgsindonesia.org/official/index.php/component/content/article/19-tulisan/artikel-

lingkungan/37-manajemen-sampah

Kementerian Lingkungan Hidup, 2012, dalam

http://sebaiknyakamutahu.blogspot.com/2012/03/statistik-sampah-yang-dihasilkan-oleh.html

Norma Rahmawati, 21 Maret 2012, dalam

http://green.kompasiana.com/polusi/2012/03/21/mengurangi-sampah-bagian-dari-investasi/

http://www.tempo.co/read/news/2012/04/15/063397147/Indonesia-Hasilkan-625-Juta-Liter-

Sampah-Sehari. Download 25 Juli 2012.

http://nasional.news.viva.co.id

http://wikipedia.org/wiki/Curitiba

Keuhn, Kira., 2007, ‘Garbage is not Garbage’ & “Bus Tubes”: Recycling and Transport in

the Sustainable City: Curitiba, Brazil, UW-L Journal of Undergraduate Research X.

McCartney, Kelly., 2006, Sustainability, in Curitiba Brazil Transportation Case Studies.

Rabinovitch, Jonas and Leitman, Josef., 1996, Urban Planning in Curitiba in Scientific

American.

Rogers, Everett M., 1995, Diffusion of Innovations, Fourth edition, New York: The Free

Press.

Stapp, William B., et.al., 1997, The Concept of Environmental Education.

Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.