Permasalahan Konservasi dalam Arsitektur dan Perkotaan

14
Telah dimuat dalam Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Fakultas Teknik Universitas Kristen Indonesia, Vol. 15, No. 1, Februari 2005. hlm. 64-78. ISSN: 0853-9723. PERMASALAHAN KONSERVASI DALAM ARSITEKTUR DAN PERKOTAAN 1 Antariksa 2 Abstrak Tulisan ini bermaksud untuk memberikan pemahaman mengenai konservasi baik dari sisi arsitektur maupun perkotaan, dan beberapa masalah yang harus dihadapi dalam pelaksanaannya dengan melihat beberapa kasus di negara lain. Hal ini diperlukan, karena pemahaman pengertian konservasi baik dalam tataran konsep maupun pelaksanaan di lapangan masih dihadapkan dengan kendala dan permasalahan yang begitu luas. Dengan demikian, dalam menentukan masa depan sebuah kawasan bersejarah perlu pemahaman historis dan arsitekturalnya, sehingga makna kultural yang berupa: nilai keindahan, sejarah, keilmuan, atau nilai sosial untuk generasi lampau, masa kini, dan masa mendatang akan dapat terpelihara. Agar kebijakan dan strategi konservasi dalam arsitektur dan perkotaan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka perlu adanya kerjasama dengan pemerintah kota, pemerhati konservasi, lembaga swadaya masyarakat, akademisi, pengusaha, pemilik bangunan kuno-bersejarah, dan pengelola benda cagar budaya. Kata kunci: konservasi, arsitektur, perkotaan Abstract The purpose of this paper is to extend an understanding about the urban conservation and architecture, and a number of problems, which must be facing in the realization by referring to various cases in other countries. It is essential, cause of consideration of conservation meaning which on the level of conception though field implementation still facing with the constraint and extensive problems. Thus, in making a definite on the future of historical area is require to recognize the history and architecture, and then the cultural meaning which in the form of aesthetic value, history, science or social value for the past, present, and future generation can be protecting. In order to the policy and strategy of conservation in architecture and urban, it can be carry out through cooperation with the local government, conservation observer, non government office, academic, entrepreneur, owner of historical building, and manager of cultural properties. Key words: conservation, architecture, urban 1 Ditulis untuk Jurnal Sains dan Teknologi EMAS 2 Staf Pengajar Jurusan Arsitektur dan Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.

Transcript of Permasalahan Konservasi dalam Arsitektur dan Perkotaan

Telah dimuat dalam Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Fakultas Teknik UniversitasKristen Indonesia, Vol. 15, No. 1, Februari 2005. hlm. 64-78. ISSN: 0853-9723.

PERMASALAHAN KONSERVASIDALAM ARSITEKTUR DAN PERKOTAAN1

Antariksa2

Abstrak

Tulisan ini bermaksud untuk memberikan pemahaman mengenai konservasi baik darisisi arsitektur maupun perkotaan, dan beberapa masalah yang harus dihadapi dalampelaksanaannya dengan melihat beberapa kasus di negara lain. Hal ini diperlukan, karenapemahaman pengertian konservasi baik dalam tataran konsep maupun pelaksanaan dilapangan masih dihadapkan dengan kendala dan permasalahan yang begitu luas. Dengandemikian, dalam menentukan masa depan sebuah kawasan bersejarah perlu pemahamanhistoris dan arsitekturalnya, sehingga makna kultural yang berupa: nilai keindahan, sejarah,keilmuan, atau nilai sosial untuk generasi lampau, masa kini, dan masa mendatang akandapat terpelihara. Agar kebijakan dan strategi konservasi dalam arsitektur dan perkotaandapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka perlu adanya kerjasama denganpemerintah kota, pemerhati konservasi, lembaga swadaya masyarakat, akademisi,pengusaha, pemilik bangunan kuno-bersejarah, dan pengelola benda cagar budaya.

Kata kunci: konservasi, arsitektur, perkotaan

Abstract

The purpose of this paper is to extend an understanding about the urban conservationand architecture, and a number of problems, which must be facing in the realization byreferring to various cases in other countries. It is essential, cause of consideration ofconservation meaning which on the level of conception though field implementation stillfacing with the constraint and extensive problems. Thus, in making a definite on the future ofhistorical area is require to recognize the history and architecture, and then the culturalmeaning which in the form of aesthetic value, history, science or social value for the past,present, and future generation can be protecting. In order to the policy and strategy ofconservation in architecture and urban, it can be carry out through cooperation with thelocal government, conservation observer, non government office, academic, entrepreneur,owner of historical building, and manager of cultural properties.

Key words: conservation, architecture, urban

1 Ditulis untuk Jurnal Sains dan Teknologi EMAS2 Staf Pengajar Jurusan Arsitektur dan Program Studi

Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas TeknikUniversitas Brawijaya.

1. PENDAHULUANKonservasi dalam bangunan maupun

arsitektur perkotaan merupakan salah satudaya tarik bagi sebuah kawasan. Denganterpeliharanya satu bangunan kuno-bersejarah pada suatu kawasan akanmemberikan ikatan kesinambungan yangerat, antara masa kini dan masa lalu. Seorangahli hukum dari Universitas Kopenhagen,Denmark, JJA Worsaae pada abad ke-19mengatakan, ”bangsa yang besar adalahbangsa yang tidak hanya melihat masa kinidan masa mendatang, tetapi mau berpalingke masa lampau untuk menyimak perjalananyang dilaluinya. Hal senada juga pernahdiungkapkan oleh seorang filosuf AgusteComte dengan ”Savoir Pour Prevoir”, yangdiartikan sebagai mempelajari masa lalu,melihat masa kini, untuk menentukan masadepan. Melihat hal tersebut, maka masa laluyang diungkapkan dengan keberadaan fisikdari bangunan kuno-bersejarah akan ikutmenentukan dan memberikan identitas yangkhas bagi suatu kawasan perkotaan di masamendatang.

Di dalam menangani masalahkonservasi bangunan maupun kawasan,masih banyak yang belum memperhatikanbeberapa faktor yang saling terkait denganmasalah konservasi. Di antaranya adalah,teori konservasi, peraturan pemerintahdaerah, peraturan perundang-undangantentang cagar budaya, dan pembelajaran daribeberapa kasus yang terdapat di negara lain.Hal itu perlu dipahami oleh semua pihaksebagai dasar dalam pelaksanaan konservasi.Terutama digunakan untuk melihat kondisibangunan dan kawasan bersejarah pada saatini. Dengan demikian, tujuan konservasitidak semata untuk meningkatkan mutukawasan kota secara fisik saja, tetapi jugauntuk menjaga stabilitas perkembangankawasan atau bangunan itu sendiri.

Ada beberapa pertanyaan yangseharusnya diajukan kalau kita inginbergerak ke arah penyelesaian masalah danharus harus diajukan (1) Apa yang ingin kitakonservasi? (Bangunan?, Karakter kota?,Kehidupan?); (2) Mengapa kita ingin

mengkonservasi? (Karena aspek-aspektersebut merupakan bagian dari warisankota?, Untuk meningkatkan lingkungan danpenduduk?, Untuk menarik uang dariwisatawan?); dan (3) Untuk siapa kitalakukan konservasi? (Pengguna saat ini?,Keseluruhan negara?, Warisan umatmanusia?). (Raj Ishar, 1986)

2. PEMAHAMAN DAN PENGERTIANMENGENAI KONSERVASI DANPRESERVASI

Istilah “konservasi kota” sedikit telahmengalami perubahan, kemudian munculdengan istilah baru, yaitu “bangunan kuno-bersejarah”. Istilah konservasi dan preservasiitu sendiri, telah digunakan dengan berbagaimacam pengertian. Preservation(preservasi): adalah sejenis campur tangan(intervensi) yang mempunyai tujuan untukmelindungi dan juga memperbaiki bangunanbersejarah. Kata preservation umumnyadigunakan di Amerika (USA). Conservation(konservasi), adalah tindakan untukmemelihara sebanyak mungkin secara utuhdari bangunan bersejarah yang ada, salahsatunya dengan cara perbaikan tradisional,atau dengan sambungan baja, dan ataudengan bahan-bahan sintetis. Kataconservation digunakan di UK dan Australia.(Larsen, 1994)

Pendapat lain mengenai preservasi,adalah upaya preservasi sesuatu tempatpersis seperti keadaan aslinya tanpa adanyaperubahan, termasuk upaya mencegahpenghancuran, sedangkan konservasi, adalahupaya untuk mengkonservasi bangunan,mengefisienkan penggunaan dan mengaturarah perkembangan di masa mendatang.Dalam Piagam Burra (Marquis-Kyle &Walker, 1996), pengertian konservasi dapatmeliputi seluruh kegiatan pemeliharaan dansesuai dengan situasi dan kondisi setempatdan dapat pula mencakup: preservasi,restorasi, rekonstruksi, adaptasi danrevitalisasi.

Sebenarnya, istilah “bangunan kuno”telah digunakan dalam arti yang luas untukmenunjukkan bangunan-bangunan, baik

objek tidak bergerak, permukiman, areabersejarah, artistik, arsitektur, sosial, budayamaupun simbol ilmu pengetahuan. Istilah“perlindungan bangunan kuno”menunjukkan adanya variasi dari aktivitasyang terlibat di dalamnya, sebagai contoh,restorasi, renovasi, rekonstruksi, rehabilitasidan konservasi. Dengan demikian,konservasi dalam lingkup bangunan danperkotaan, adalah semua proses untukmemelihara bangunan atau kawasansedemikian rupa, sehingga makna kulturalyang berupa: nilai keindahan, sejarah,keilmuan, atau nilai sosial untuk generasilampau, masa kini dan masa mendatang akandapat terpelihara.

3. SEJARAH PERKEMBANGANBADAN INTERNASIONAL UNTUKKONSERVASI

Ada beberapa aspek penting dalamkonservasi yang seharusnya perlu diketahuidengan adanya beberapa badaninternasional. Bahwa sebenarnya, peraturanuntuk perlindungan dari bangunan dan bendakuno telah dimulai semenjak abad ke-15 diItaly. Kemudian, pada abad ke-19 beberapanegara telah membuat peraturanperundangan, dan melakukan langkah-langkah administrasi untuk melindungiwarisan budayanya (cultural heritage).Seperti, Church State (1802), Yunani (1834),Prancis (1869), Inggris 1882), dan Jepang(1897).

Pada akhir perang dunia ke-2, tahun1945, League of Nation (perhimpunanbangsa-bangsa) telah dibentuk sebagaiUnited Nation. Kemudian, InternationalInstitute of Co-operation sebagai UNESCO(United Nations Educational, Scientific andCultural Organization), dan InternationalMuseum Office sebagai ICOM (InternationalCouncil on Museum). Pada tahun 1956,UNESCO melahirkan pusat studiinternasional untuk konservasi dan restorasicagar budaya, dan sekarang bernamaICCROM. Pada tahun 1965,diselengggarakan konperensi untukberdirinya International Council on

Monuments and Sites, sebagai ICOMOS.Akhirnya, organisasi di atas berkembangmenjadi empat badan (lembaga) pentingtersebar diseluruh dunia, dan hanyaberhubungan dengan permasalahankonservasi warisan budaya. UNESCO danICCROM menjadi inter-governmental(antar-pemerintah dan kebijakan-kebijakannya diputuskan oleh paraanggotanya). ICOM dan ICOMOS menjadinon-governmental (non-pemerintah yanganggotanya adalah individu atau organisasi).Terutama dalam konggres internasional ke-2dari para arsitek dan teknisi bangunan kunobersejarah di Venice, menghasilkandokumen yang diberi nama “Venice Charte”.Semenjak itu, digunakan sebagai petunjukdasar untuk menangani masalah konservasi.Di Eropa pada waktu itu, “Venice Charte”menjadi bagian dari perdebatan lama yangberkaitan dengan pendekatan konservasiuntuk warisan budaya. Perbedaan pendapatyang terjadi, sebenarnya dapat terlihatmelalui dua tahapan wilayah, yang dicirikanoleh Jokilehto (1995) sebagai: 1)“pergerakan konservasi”, ide-ide yangberkembang pada akhir abad ke-19, hanyamenekankan keaslian bahan dan nilaidokumentasi; dan 2) “teori konservasimodern”, didasarkan pada penilaian kritispada bangunan kuno bersejarah yangberhubungan dengan keaslian, keindahan,sejarah, dan penggunaan nilai-nilai lainnya.

Kemudian pada tahun 1976, ICOMOSAustralia memulai meninjau kembalikegunaan “Venice Charte”. Pertemuantersebut mengambil tempat di dekat kotapertambangan Burra di Australia Selatan,dan selanjutnya hasil dari pertemuan itudiberi nama “Burra Charter” (Piagam Burra).Secara umum mereka dapat menerimakonsep dari “Venice Charte”, hanya bentukpenulisannya dibuat sedemikian rupa,sehingga dapat digunakan dan dipraktekkandi Australia. (Marquis-Kyle & Walker, 1996)

Di samping hal tersebut di atas,Pemerintah Indonesia juga telah menetapkanUndang-Undang Republik Indonesia Nomor5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.

Untuk pelaksanaannya telah ditetapkandengan Peraturan Pemerintah Nomor 10Tahun 1993, mengenai Benda CagarBudaya. Di dalamnya dijelaskan, bahwayang dimaksud dengan Cagar Budaya,adalah benda buatan manusia, bergerak atautidak bergerak yang berupa kesatuan ataukelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masagaya yang khas dan mewakili dan mewakilimasa gaya yang sekurang-kurangnya 50(lima puluh) tahun, serta dianggapmempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmupengetahuan dan kebudayaan. (Tunggul,1997)

4. BEBERAPA KASUS DALAMKONSERVASI4.1 Penghancuran Simbol Kekuasaan diKorea

Pada tahun 1995, pemerintah KoreaSelatan memperingati akhir dari perangdunia ke-2, yang dimulai denganpenghancuran simbol kekuasaan pemerintahkolonial Jepang di semenanjung tersebut.Sebelum presiden Kim Young Samberbicara, sebuah penderek raksasa menarikujung dome dari atas menara yang terbuatdari batu granit pada sebuah bangunan yangdibangun pada tahun 1926. Bangunan ituterletak di bagian tengah dari istana dinastiYi, yang ditaklukkan oleh pemerintah Jepangdi tahun 1910. “Presiden Kim mengatakan,hanya dengan membuka bagian atap daribangunan ini, kita dapat secara sungguh-sungguh mengembalikan wujud dari istanaKyongbokkung, hal ini merupakan simbolkekuasaan yang sangat penting dalam sejarahnasional kita.” (The Daily Yomiuri, 16Augustus 1995) (Gambar 1)

(a) (b)Gambar 1. Gerbang dari istana kerajaan Kyongbokkung (a) (sumber:peterchow.com/photos/Korea/Seoul/8-Kyongbokkung-Palace/). Penderekraksasa yang menarik dome bangunan pusat pemerintahan militer Jepangdi depan istana Kyongbokkung di Korea (b) (sumber: The Daily Yomiuri,16 Augustus 1995).

4.2 Penolakan Warisan PeninggalanPerang Dunia di Jepang

Di kota Hiroshima, Jepang, sebuahkelompok yang terdiri dari 15 organisasimengusulkan untuk merubah perundanganagar mangijinkan Atomic Bomb Domeuntuk direkomendasikan kepada UnitedNation (Perserikatan Bangsa Bangsa),didaftarkan sebagai salah satu warisansejarah dunia (world heritage). Perlu

diketahui, bahwa daftar seperti kawasanbersejarah adalah ditetapkan oleh UNESCO.Hanya bangunan yang dinominasi akandipertimbangkan, dan secara resmi bangunanitu dilindungi dan dipelihara oleh negara.Menurut Japan Agency for Cultural Affairs,kualitas pengakuan dari suatu kawasandiputuskan di bawah Cultural Properties(Cagar Budaya), dan hanya kawasanbersejarah yang tercatat sebelum awal dari

periode Meiji (1868). Pada akhir tahun 50-anbeberapa penduduk Hiroshima mendukungpenghancuran bangunan tersebut untukmemindahkan kenangan perang dunia. Akan

tetapi, pemerintah kota akhirnya justrumemberikan pendanaan untuk pemeliharaanAtomic Bomb Dome. (The Daily Yomiuri,29 Januari 1994) (Gambar 2)

(a) (b)Gambar 2. Bangunan Hiroshima Perfectural Industrial Promotion Hall yang dirancangoleh arsitek Cekoslovakia Jan Letzel sebelum jatuhnya bom atom (a), dan kemudianbangunan tersebut pada tanggal 6 Agustus 1945 di bom atom dan sekarang menjadiHiroshima Atomic Bomb Dome (b). (sumber: www.japan-guide/a/html/hiroshima_e.html)

4.3 Penolakan Masyarakat dan AsosiasiKeagamaan di Jepang

Ketika pemilik dari Kyoto Hotelmembuka rencana untuk mengubahketinggian bangunan dari 31 meter (8 lantai)menjadi 60 meter (16 lantai), masyarakatdan warga kota Kyoto serta organisasikeagamaan menolak rencana itu. Hal inisebabkan, karena akan merusak lansekapdan peninggalan sejarah kota Kyoto.Bahkan, dua kuil terkenal di kota Kyoto,yaitu kuil Kinkaku-ji dan kuilKiyomizudera, telah memasang papanpengumuman di depan pintu masuk ke kuil

tersebut. Isi dari pengumuman, adalahmenolak para wisatawan yang menginap diKyoto Hotel dan hotel-hotel lain yangmempunyai afiliasi untuk mengunjungikedua kuil tersebut. (Gambar 3) Pada kuil-kuil lainnya, dipasang papan-papanpengumuman yang bertuliskan: “kitamenolak bangunan tinggi yang akanmenghancurkan sejarah dan lansekap kotaKyoto”. Perlu diketahui, bahwa bangunan-bangunan yang terdapat di pusat kota Kyotosudah sejak dulu dibatasi ketinggianya, yaitu45 meter. (The Japan Times, 2 Desember1992) (Gambar 4)

(a) (b)Gambar 3. Papan pengumuman di depan kuil Kiyomizudera (a) (sumber: TheJapan Times, 31 Januari 1991), dan kuil Kinkaku-ji (b) menolak para

wisatawan yang menginap di Kyoto Hotel untuk mengunjungi kuil tersebut(sumber: The Japan Times, 2 Desember 1992).

(a) (b)Gambar 4. tahap renovasi bangunan Kyoto Hotel (a) (sumber: The DailyYomiuri, 2 Oktober, 1992), bangunan Kyoto Hotel setelah direnovasi(b) (sumber: www.kyotohotel..co.jp/oike/indek_e.html).

Masih di Jepang, para preservator dikota Kyoto tidak hanya takut oleh projekKyoto Hotel, mereka juga tertarik denganrencana pengembangan (redevelopment)stasiun kota Kyoto. Beberapa respondenpada waktu itu, menolak rencana renovasi,karena akan menaikkan ketinggian bangunanmenjadi 130 meter. Beberapa responden

lainnya mendukung rencana tersebut, karenaakan membantu menciptakan citra modernkota Kyoto. Projek setasiun kota Kyotomendapat kritik dari asosiasi Buddhis Kyoto,dan kelompok masyarakat setempat yangmencari perlindungan terhadap citra darikota kuno itu. (The Japan Times, 3 Juli1992) (Gambar 5)

(a) (b)Gambar 5. Maket rencana pembangunan stasiun Kyoto (a) (sumber: The JapanTimes, 3 Juli 1992), dan bangunan stasiun Kyoto setelah selesai, banguna tersebutdirancang oleh arsitek Hiroshi Hara (b) (sumber: www.kyoto-np.co.jp/kp/english/guide/kyoto_station/kyoto_st1.html).

4.4 Permasalahan Konservasi danWisatawan

Keselamatan bangunan kuno tidakhanya menjadi tanggung jawab pemerintahsaja, tetapi para wisatawan pun yangmengunjungi tempat ataupun bangunanbersejarah juga ikut bertanggung jawab.Julius John Norwich mengatakan, bahwa”polusi dari wisatawan tidak hanya akanmenghancurkan bangunan bersejarah saja,tetapi menghancurkan seluruh atmosfir daribangunan itu” (Architecture Record, 3/1991)Sebagai contoh, ”jika anda berkunjung ke’Westminster Abbey’ tiga hari sebelumperayaan Natal akan terlihat sepertidepartment store dan atmosfir kekhidmatandari bangunan itu menjadi hilang” (Gambar6). Kota Venice di Italy, yang pada suatuhari di tahun 1987 kedatangan wisatawanmeluap sebanyak 66.000 ribu orang,sehingga merusak infra struktur kotatersebut, dan akhirnya penguasa setempatmenutup jalan yang menghubungkan kotaVenice dengan tanah daratan. Di Vatican,banyak wisatawan yang memadati SistineChapel selama kegiatan sehari-hari danmenyebabkan suhu temperatur naikmencapai 41 derajat. (Gambar 7) Naiknyapanas tersebut menyebabkan uap udara naiksampai ke langit-langit bangunan danakbibatnya memproduksi fungus (jamur).Demikian juga lukisan dalam gua diLascaux, Prancis juga ditutup untuk parawisatawan dengan alasan yang sama(Gambar 8). Atau ruangan besar sebelah

selatan dari Canterbury Cathedral, sekaranglebih rendah 1.5 inchi dari dua puluh tahunyang lalu, akibat dari pijakan kaki parawisatawan setiap harinya. (Gambar 9)

Menurut World Tourism Organizationyang berada di Madrid menjelaskan, bahwaindustri wisata di dunia meluas sekitar empatpersen pertahunnya. Prancis, adalahmerupakan tempat tujuan dari parawisatawan yang setahunnya menarik sekitar60 juta pengunjung. Menurut WTO jumlahpelancong yang bepergian ke luar negerimencapai 528 juta orang, sedangkan prediksiyang diulakukan oleh organisasi tersebutuntuk tahun 2004 yang lalu saja, jumlahnyatelah mencapai 937 juta orang. Beberapatempat wisata terkenal telah menjadimelimpah jumlahnya, dan pada tahun 1995WTO telah menyelenggarakan konferensiinternasional di San Marino membahasmasalah bagaimana caranya mengurangijumlah dari 3.4 trilyun dollar industri wisatapertahunnya. Beberapa cara pun telahdilakukan, seperti pada Montmartre’s Sacré-Coeur Basilica di Athena, yang akanmengambil langkah untuk mengurangijumlah wisatawan. Contoh lain yangmenarik, adalah kota tua Salsburg yangmelarang bus-bus besar yang membawawisatawan untuk masuk ke pusat jantungkota. Atau para kurator di Giverny di bagianutara Prancis menolak kunjungan wisatawandalam jumlah besar pada saatberkembangnya bunga-bunga di taman kotatersebut.

5. KEBIJAKAN DALAM KONSERVASIPERKOTAAN

Pada tingkat kebijakan (politik), selaluterdapat konflik terbuka yang objektif antarakepentingan pusat dan daerah. Seorangpenentu kebijakan mungkin melihatbangunan kuno-bersejarah sebagai masalahdalam mengembanghkan pusat kotanya. Disamping itu, kepentingan pusat (nasional)mengakui bahwa bangunan kuno-bersejarahmaupun kawasan bersejarah sebagai salahsatu contoh warisan budaya (culturalheritage) yang perlu untuk dipertahankan.Demikian juga bagi pemilik bangunan kuno

bersejarah, tidak pernah memahami bahwabangunannya itu dapat memberikan asset.

Perseteruan antara tujuan konservasiperkotaan dan hasrat modernisasi telahmenjadi masalah serius, dan berakibat padasisa-sisa warisan budaya yang semakinberkurang, terutama di kawasan kota. Dalamtingkat pelaksanaan, sebaiknya penentukebijakan (pemerintah kota) dan perencanakota dapat bekerjasama untuk menatakawasan dengan menggunakan peraturantanpa menghadirkan permasalahan baru.

Isu kebijakan yang paling utama,adalah apakah konservasi fisik itu selalu

Gambar 6. Bangunan Westminster Abbey.(sumber: www.castlesabbeys.co.uk/Westminster-Abbey.html)

Gambar 7. Bangunan Sistine Chapel.(sumber:www.wga.hu/tour/sistina/index_a.html).

Gambar 9. Bangunan CanterburyCathedral.

Gambar 8. Lukisan dalam gua diLascaux, Prancis. (sumber:www.showcaves.com/english/fr/showcaves/lascaux.html).

mempunyai manfaat? Apakah konservasisosial itu mempunyai tujuan untukmemelihara masyarakat yang ada?, danharus dijadikan prioritas. Beberapa faktoryang perlu diperhatikan dalam menanganimasalah konservasi di antaranya:(1) Teori konservasi, banyak teori-teori

konservasi yang dihasilkan dariberbagai bentuk pertemuan ilmiah diberbagai negara, baik dalam konsepmaupun teknis pelaksanaannya belumsepenuhnya diadaptasi dandikembangkan dengan baik.

(2) Peraturan pemerintah daerahsetempat, masih banyak peraturan-peraturan yang belum banyakdipublikasikan, terutama yangberkaitan dengan konservasi bangunankuno-bersejarah maupun kawasan,sehingga banyak bangunan-bangunankuno dengan terpaksa dirobohkan ataudihancurkan untuk kemudian digantidengan bangunan-bangunan baru.

(3) Peraturan perundangan BendaCagar Budaya, masih terlihattumpang-tindih dalam melindungimasing-masing bangunan kunomaupun kawasan untuk setiap daerah,baik mengenai usia bangunan, style,ornamen, bahan, dan sebagainya.Pada kenyataannya, arsitektur

merupakan wakil dari citra kebudayaandalam suatu komunitas satu bangsa.Merupakan bagian dari sejarah dan tradisiyang telah berlangsung di tempat merekaberada. Kurokawa (1988) mengatakan,bahwa ada dua jalan pemikiran mengenaisejarah dan tradisi. Pertama, adalah sejarahyang dapat kita lihat seperti, bentukarsitektur, elemen dekorasi, dan sombol-simbol yang telah ada pada kita. Kemudianyang kedua, adalah sejarah yang tidak dapatkita lihat seperti, sikap, ide-ide, filosofi,kepercayaan, keindahan, dan polakehidupan. Dengan demikian,menghancurkan bangunan kuno-bersejarahsama halnya dengan menghapuskan salahsatu cermin untuk mengenali sejarah dantradisi pada masa lalu. Sebagai sesuatu yang

berdiri di tengah perubahan yang terusberlangsung, tentu saja bangunan kuno-bersejarah tak bisa terhindar dari tumbuhnyabanguan baru di kawasannya. Masalahnyasekarang, adalah bagaimana sebaiknyamenempatkan bangunan baru di kawasanbersejarah agar di antara bangunan lama danbaru ada persesuaian?

6. KONSEP DAN PENDEKATANDALAM KONSERVASI

Sebagai konsep pengembangan,bangunan kuno bersejarah tidak hanyamempertimbangkan pada kawasan sekitarnyasaja, tetapi merupakan suatu bagian dariseluruh kompleks bangunan ataupermukiman. Oleh karena itu, perlu adanyapenambahan konsep fisik untuk warisanarsitektur.

Mengacu dari beberapa hasilpertemuan internasional dapat digunakansebagai bahan acuan untuk pelaksanaankonservasi di Indonesia. Hal-hal yang perludiperhatikan dalam menangani konservasiantara lain, adalah: Keinginan untukmenyusun kembali bangunan dengan alasankesatuan arsitektural dan seni yangberhubungan dengan kriteria-kriteria sejarahdan dapat diputuskan apabila berdasarkandata-data yang dapat diandalakan, dan bukansuatu anggapan (Carta del Restauro Italiana1931, 2). Semua elemen-elemen yangmempunyai nilai sejarah dan artistik harusdilestarikan. Mengembalikan ke bentukaslinya tanpa memasukkan elemen-elemenbaru (Carta del Restauro Italiana 1931, 5).

Merokomendasikan, bahwa pendidikharus mendorong anak-anak dan kaum mudauntuk meninggalkan diri merusak bangunankuno, dan bahwa mereka harus dididik untuklebih tertarik dalam perlindungan bukti-buktinyata dari seluruh peradaban (The role ofeducation in the respect of monuments:Conclusion of the Athens Conference, 21-30October 1931, VII. b). Mempertimbangkanagar institusi-institusi dan asosiasi-asosiasidiberikan kesempatan untk meleburkankeinginannya ke dalam pekerjaan konservasi(The conservation of monuments and

international collaboration: Conclusion ofthe Athens Conference, 21-30 October1931).

Konservasi dan restorasi dari bangunankuno harus mempunyai pernaungan bagisegala ilmu dan teknik yang dapatdisumbangkan untuk studi dan perlindunganwarisan arsitektur (Article 2. Definitions:Venice Charter 1964, ICOMOS). Konservasidan pengungkapan nilai sejarah dankeindahan dari bangunan kuno, adalahberdasar atas bahan dan dokumen yang asli.Pada beberapa kasus restorasi harusdidahului dan diikuti dengan studi arkeologidan sejarah (Article 9. Restoration: VeniceCharter 1964, ICOMOS).

Program preservasi yang dilakukanoleh pemerintah Amerika yang dipeloporioleh senator Wyche Fowler dengan’National Historic Amandment Act’mempunyai tujuan untuk memperkuatprogram pendidikan preservasi dan apresiasiserta teknik restorasi, dan membentuk badanyang diberi nama ’National Center forPreservation Technology’ sebagai bagiandari Departemen Dalam Negeri. Program inidigharapkan dapat mempertegas kembalikewenangan pemerintah federal dalammempreservasi bangunan; mempertegaspemerintah di dalam perlindungan hak milikbersejarah; menambah program untukmenyelamatkan arkeologi; dan membuatperaturan preservasi secara nasional gunapenyelamatan bangunan bersejarah(Architectural Record, 3/1991). Ternyataprogram ini sangat penuh pengertian, dalamarti terlihat adanya kerjasama dan konsultasisecara langsung antara bagian preservasibangunan bersejarah dengan pemerintahfederal di dalam membantu projek-projekrehabilitasi.

Kiranya perlu dipahami dan diikuti,bahwa perkembangan peraturan konservasisudah beranjak dari sekitar konservasibangunan, benda-benda bersejarah ataukawasan saja. Akan tetapi, mencakup suatukawasan kota yang ditetapkan sebagaikawasan yang dikonservasi. Nampaknya,perlu juga dikembangkan dengan lebih luas

lagi melalui “intangible cultural properties.”Seperti, konservasi seni tradisional (tarian,musik dan teater) serta kerajinan (tenun,keramik, perak, dan sebagainya), yangmempunyai nilai seni dan sejarah yangtinggi.

Hal lain yang dapat dilakukan, adalahdengan cara mengembangkan seluruhwilayah sebagai museum hidup, atau denganistilah lain, adalah “ecological museum” atau”ecomuseum”. Diwujudkan melalui tigaelemen, yaitu warisan, partisipasi, danmuseum, ketiga hal itu harus seimbang.Untuk warisan akan mewakili alam danbudaya, serta industri tradisionil padawilayah yang telah diberikan. Kemudian,demi masa depan mereka perlu adanyapartisipasi dari penduduk setempat dalamoperasional dan menejemennya. Terakhir,adalah museum itu sendiri, dapat dipakaisebagai fungsi dari konservasi alam dengantradisi-tradisinya yang dapat ditampilkansebagai sebuah wilayah yang dikonservasi.(Ohara, 1998:26) Pada saat ini, projek-projekecomuseum dilakukan dengan berbagaimacam tema dan tidak terbatas padalingkungan alam, dan telahdiimplementasikan pada beberapa wilayah diJepang. Di antara tema-tema tersebut adalah,”agriculture” (di kota Tomiura, provinsiChiba), “health education based on medicalherbs” (di kota Shimabara, provinsiNagasaki), “villa resort culture” (di kotaKairuizawa, provinsi Nagano) dan “SpiritualHome: Ihatov” (di kota Towa, provinsiIwate). Agar masyarakat setempat tidakmenganggap ”ecomuseum” sebagai projek,maka beberapa aktivitas komunitas lokalyang menarik, dengan elemen-elemen yangbermutu, banyak di temukan di beberapawilayah di Jepang. Penduduk lokal punberusaha untuk melindungi tanah danpegunungannya, dan mengkampanyekanpreservasi untuk rumah-rumahtradisionalnya.

7. KONSERVASI YANGTERINTEGRASI

Perencanaan konservasi perkotaanyang terintegrasi harus diprogramkansebagai proses yang secara fundamentalberdasar pada pengertian dan kejelasan darinilai dan kehidupan dalam komunitasperkotaan, dan hubungan mereka padasistem, kekuatan, dan aktor yangmembangkitkan perubahan. Hal inimerupakan aktivitas langsung pada kegiatannyata, dan bagaimana saran dan perencanaansolusi harus diformulasikan yang berdasarpada kelangsungan hidup mereka, dankemungkinan implementasinya. Usulanharus jelas dalam waktu, mengakar padabudaya, ekonomi, dan struktur politik darimasyarakat perkotaan. Proses perencanaankonservasi terdiri dari beberapa fase,termasuk (Zancheti & Jokilehto, 19??): a)analisa dan penilaian; b) persiapan darialternatif solusinya; c) negosiasi danimplementasi; serta d) monitoring dankontrol.

Kemudian ada tujuh prinsip dalamkonservasi perkotaan yang berkelanjutan diantaranya:1. merupakan sebuah proses bukan

sebuah projek;2. konservasi membutuhkan

keseimbangan dalam pengembangandan kebutuhan penghuni;

3. merupakan gabungan jangka-panjangyang berkelanjutan: sosial (=penghuni); ekonomi (= skala-kecilperusahaan setempat); budaya (=konservasi); dan ekologi (= sumberdaya alam–kesadaran)

4. lingkungan hidup harus ditingkatkanmelalui pro-aktif dan program yangmendukung;

5. perbaikan keadaan ekonomi penghunimerupakan bagian dari pendekatan;

6. dibutuhkan partisipasi yang luas daristakeholders termasuk komunitassetempat; dan

7. pengembangan projek skala besarharus dihindari.

Pada kenyataannya, semua akantergantung pada keistimewaan dari masing-

masing kawasan perkotaan. Pemerintahdaerah, pedagang, pengembang, kalanganatas, golongan menengah, pekerja dan kaummiskin, berlomba untuk mencari tempat ataulahan kosong, atau berpindah untuk mencaraikawasan yang hijau. Pedagangmenginginkan modernisasi, bangunanmewah, efisiensi, dan adanya pencapaianyang baik ke suatu kawasan; pamuda,golongan atas dan menengah serta anak-anak, ingin tinggal di tempat mereka dapatmelakukan aktifitasnya; pihak pemerintahkota, menginginkan untuk menarik pajakberdasarkan tempat mereka berada;wisatawan menginginkan kebersihan darikawasan bersejarah dan hotel-hotel yangmenyenangkan. Dalam kebijakan konservasi,pertanyaannya adalah, tidak hanya padakonservasi fisiknya saja, tetapi kepunyaansiapa kawasan itu akan dikonservasi?Siapakah penduduk sekitar kawasan itu?Penduduk yang mana?

Penggabungan antara kelompok yangberbeda sangat tergantung pada isu dankeadaan di antaranya, adalah (Gambar 10):(1) Dalam beberapa kasus dewan kota dan

badan pengembangan masyarakat,mempunyai pekerjaan mempromosikandana untuk pengembangan kawasanbersejarah di kota-kota, dan juga padakelompok masyarakat miskin;

(2) Kepentingan dari pedagang,pengembang rumah mewah danpemilik tanah yang salingberkompetisi, seharusnya merekamembentuk koalisi yang terbuka;

(3) Para pemerhati konservasi dankelompok masyarakat, sambilmengikuti tujuan-tjuan yang berbeda,sewaktu-waktu dapat salingdikombinasikan untuk pengembangankawasan bersejarah; dan

(4) Para akademisi dan pengelola cagarbudaya harus dapat mengintegrasikanantara perundangan cagar budaya dankajian ilmiah untuk konservasibangunan maupun kawasan. Dengandemikian, kebijakan yang dihasilkanmerupakan pertimbangan dari tinjauan

sisi sejarah arsitektur maupunperkotaan. Konsep konservasi dapatdipertanggung-jawabkan secaraakademis, dan dapat memberikansumbangan pada pengelola cagar

budaya dalam memutuskan ataumenentukan bangunan maupunkawasan bersejaarh sebagai tempatyang dilindungi dan dikonservasi.

Gambar 10. Keterkaitan di dalam konservasi bangunan dan kawasan bersejarah.

Memang perlu diambil sikap yangbijaksana untuk dapat memilih mana warisanbudaya yang perlu dilindungi dan mana yangtidak, sehingga tidak mempunyai kesanbahwa langkah konservasi ini hanyamembabibuta dan tidak efisien. Hal di atas,sudah sesuai dengan penjelasan dalam BabX Pasal 92 UU Nomor 22 Tahun 1999Tentang Pemerintah Daerah ayat (1),pemerintah daerah perlu memfasilitasipembentukan forum perkotaan untukmenciptakan sinergi pemerintah daerah,masyarakat, dan pihak swasta. Kemudianpada ayat (2) ditegaskan bahwa, yangdimaksud dengan pemberdayaan masyarakatadalah pengikut sertaan dalam perencanaan,pelaksanaan, dan pemilikan.

8. KESIMPULANBahwa pekerjaan merancang bangunan

atau merencanakan suatu kota harusmempertimbangakan keharmonisan antarbangunan dan kawasan barunya. Dengandemikian, diharapkan adanyakesinambungan antar bangunan baru dengankawasan lamanya. Konservasi perkotaan

atau bangunan, adalah penting karena dapatmemberikan identitas atau karakteristik darisuatu kota terhadap sejarah masa lalunya.

Konservasi yang terintegrasi harusdibuat secara penuh dari seluruhperundangan dan peraturan yang ada, dantentunya dapat disumbangkan untukmelindungi dan mengkonservasi warisanarsitektur. Seperti peraturan perundanganyang ada, adalah belum cukup untuk tujuantersebut. Oleh karena itu, dalam otonomidaerah sekarang ini, perlu ditambahkandengan menyediakan instrumen yang sesuaidengan perundangan, baik pada tingkatnasional, regional maupun lokal (daerah).Dimaksudkan, adalah melaksanakan suatukebijakan konservasi yang lebih terintegrasidengan membentuk staf pelayananadministrasinya. Sudah sepantasnyamasyarakat diberitahu, karena mereka berhakatas partisipasinya di dalam memutuskankawasannya.

Para akademisi perlu untukmempertebal kepeduliannya akan halkonservasi bangunan dan kawasan.Hendaknya mulai menyusun inventarisasibangunan di kawasannya dan kemudian

Pemilik BangunanKuno-Bersejarah

Akademisi/Institusi

PemerintahKota/Kabupaten

Pengelola CagarBudaya

KesepakatanKonservasi

PengusahaLSM/PemerhatiKonservasi

meminta pemerintah darah setempat untukmembuat surat keputusan atau kalu bisaperda dengan otonomi yang kuat untukmelindungi bangunan dan kawasannya,lengkap dengan pendanaan konservasinya.Dengan demikian, di satu sisi, kontrolterhadap pemerintah daerah dan pengelolacagar budaya sebagai penyelenggara dengansegenap peraturannya akan berlangsunglebih efektif. Pada sisi lain, mereka akandengan otomatis menjaga apa yang menjadikepentingan bersama itu dari kerusakan.

Prinsip kerjasma pemerintah setempat,pengelola cagar budaya, akademisi, lembagaswadaya masyarakat, pemerhati konservasiserta pengusaha, dapat dijadikan sebagaijaminan jalan ke luar bahwa arsitektur danperkotaan bersejarah merupakan ekspresijatidiri bangsa.

DAFTAR PUSTAKA______, (1991). Mayority of Kyoto residents

oppose skyscraper proposals,survey says, The Japan Times,January 31. 1991

______, (1992). Kyoto temples ‘ban’ guestsof hotel planning high-rise, TheJapan Times, December 2. 1992

______, (1993). Plan for taller buildingsdivides citizens of Kyoto, TheDaily Yomiuri, October 2, p. 2.

______, (1994). Group lobbies for AtomicBomb Dome world heritage site,The Daily Yomiuri, January 29.

______, (1995). S. Korea starts razingcolonial symbol, The DailyYomiuri, August 16.

______, (1999). Undang-Undang Nomor 22Tahun 1999 Tentang PemerintahDaerah, Surabaya: Karya Utama.

Antariksa, (1996). Conservation of ColonialArchitecture: How to Save OurArchitectural Heritage in Malang,presented at Fifth InternationalSymposium and Workshop ofAsia and West Pacific Networkfor Urban Conservation,Yogyakarta, September 28-October 1., pp. IV/12 – IV/24.

Antariksa, (1997). Urban ConservationGeneral Approaches to Save theArchitectural Heritage, presentedat the International Symposiumon Saving Our City EnvironmentTowards AnticipatingUrbanisation Impacts in the 21st

Century, Malang, September 8-9.Appleyard D. (1979). The Conservation of

Europe Cities, ed., London: TheMIT Press.

Eder C. (1986). Our Architectural Heritage:From Consciousness toConservation, translated byProfessor Ayler Bakkalciouglu,United Kingdom: Unesco.

Jokilehto, J. (1995). Cultural heritage:Diversity and Authenticity,Journal of the Society ofArchitectural Historians ofJapan, No. 24, March, 1995, pp.iv- xi.

Kurokawa, K. (1988). RediscoveringJapanese Space, Tokyo:Kodansha.

Larsen K.E. (1994). ArchitecturalPreservation in Japan, ICOMOSInternational Wood Committee,Trondheim: Tapir Publishers.

Marquis-Kyle, P. and Walker, M. (1996).The Illustrated BURRACHARTER, Mking good decisionsabout the care of importantplaces, Australia: ICOMOS.

Ohara, K. (1998). The Image of’Ecomuseum’ in Japan, PacificFriend, A Window on Japan,April. Vol. 25 No. 12. pp. 26-27.

Raj Ishar, Y. (1986). The Challenge to OurCultural Heritage, WashingtonDC: Unesco and SmithsonianInstitution Press.

Sidharta dan Budihardjo, E. (1989).Konservasi Lingkungan danBangunan Kuno Besejarah DiSurakarta, Yogyakarta: GadjahMada University Press.

Tunggul, Hadi S. 1997. PeraturanPerundang-Undangan tentang

Benda Cagar Budaya, Jakarta:Harvarindo.

Zancheti, S.M., and Jokilehto, J. (19--).Reflection on IntegratedConservation Planning.