9 Kebiasaan Orang-orang Jepang 55 Replies

10
9 Kebiasaan Orang-orang Jepang 55 Replies Menginjak hampir tiga bulan saya di Jepang, pelan-pelan saya mulai mengenali kebiasaan-kebiasaan orang sini. Meskipun pada awalnya kebiasaan itu dirasa cukup “bertentangan” dengan kebiasaan orang Indonesia kebanyakan, tapi akhirnya saya memakluminya juga. Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Bagaimanapun juga, saya harus bisa memahami kebiasaan-kebiasaan mereka. Sampai sejauh ini, ada beberapa kebiasaan orang Jepang yang menurut saya menarik untuk diketahui. 1. Mempertahankan bahasa lokal Ada yang menarik dari kebiasaan ini. Konon, kabarnya orang Jepang memiliki kemampuan bahasa Inggris yang buruk, jadi mereka kerap berbicara dengan bahasa Jepang, sekalipun itu terhadap orang asing. Pernah pada suatu waktu, meskipun mereka tahu bahwa saya orang asing, mereka tetap menggunakan bahasa Jepang ketika memulai percakapan. Alhasil, saya hanya bisa bengong-bengong saja. Ketika saya bilang tidak mengerti, mereka tetap mencoba meyakinkan, dengan tetap menggunakan bahasa Jepang. Begitu juga ketika di supermarket dan tempat-tempat umum lainnya. Setiap kali orang Jepang bertanya dan berkomunikasi, seringkali mereka menggunakan bahasa Jepang. Apa mereka tidak tahu bahwa saya ini orang asing? Bahwa bahasa Jepang bukanlah bahasa Ibu saya. Jadi, meskipun kepada orang asing, orang Jepang kebanyakan tetap menggunakan bahasa lokal mereka. Menurut yang saya amati, orang Indonesia beda lagi. Meskipun kurang paham bahasa Inggris, tapi orang Indo tetap berusaha berbicara bahasa Inggris kepada orang asing, meskipun itu terbata-bata. Saya teringat ketika di Bromo dulu, pernah ada supir Elf yang berani berbicara bahasa Inggris kepada turis. Setidaknya, kita bisa menghargai bahasa yang mereka pergunakan. Ini menandakan bahwa orang Indonesia sangat terbuka kepada orang asing.

Transcript of 9 Kebiasaan Orang-orang Jepang 55 Replies

9 Kebiasaan Orang-orang Jepang55 Replies

Menginjak hampir tiga bulan saya di Jepang, pelan-pelan sayamulai mengenali kebiasaan-kebiasaan orang sini. Meskipun padaawalnya kebiasaan itu dirasa cukup “bertentangan” dengankebiasaan orang Indonesia kebanyakan, tapi akhirnya sayamemakluminya juga. Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung.Bagaimanapun juga, saya harus bisa memahami kebiasaan-kebiasaanmereka. Sampai sejauh ini, ada beberapa kebiasaan orang Jepangyang menurut saya menarik untuk diketahui.

1. Mempertahankan bahasa lokal

Ada yang menarik dari kebiasaan ini. Konon, kabarnya orang Jepangmemiliki kemampuan bahasa Inggris yang buruk, jadi mereka kerapberbicara dengan bahasa Jepang, sekalipun itu terhadap orangasing. Pernah pada suatu waktu, meskipun mereka tahu bahwa sayaorang asing, mereka tetap menggunakan bahasa Jepang ketikamemulai percakapan. Alhasil, saya hanya bisa bengong-bengongsaja. Ketika saya bilang tidak mengerti, mereka tetap mencobameyakinkan, dengan tetap menggunakan bahasa Jepang.

Begitu juga ketika di supermarket dan tempat-tempat umum lainnya.Setiap kali orang Jepang bertanya dan berkomunikasi, seringkalimereka menggunakan bahasa Jepang. Apa mereka tidak tahu bahwasaya ini orang asing? Bahwa bahasa Jepang bukanlah bahasa Ibusaya. Jadi, meskipun kepada orang asing, orang Jepang kebanyakantetap menggunakan bahasa lokal mereka.

Menurut yang saya amati, orang Indonesia beda lagi. Meskipunkurang paham bahasa Inggris, tapi orang Indo tetap berusahaberbicara bahasa Inggris kepada orang asing, meskipun ituterbata-bata. Saya teringat ketika di Bromo dulu, pernah adasupir Elf yang berani berbicara bahasa Inggris kepada turis.Setidaknya, kita bisa menghargai bahasa yang mereka pergunakan.Ini menandakan bahwa orang Indonesia sangat terbuka kepada orangasing.

Selama saya kuliah disini, saya juga intensif mengikuti kursusbahasa Jepang (fasilitas kampus). Saya sempat berpikir bahwasetiap orang asing (status sebagai student, entah jika statusnyalain) yang masuk Jepang, rata-rata diajarkan bahasa Jepang. Jadi,orang asing tersebut seperti di-”naturalisasi” dan harus bisaberbahasa Jepang. Sedangkan di Indo, saya tidak tahu apakahsetiap mahasiswa asing diberi fasilitas juga untuk belajar bahasaIndonesia? Atau, orang Indo yang katanya sangat ramah, jadibiarlah yang berlelah-lelah belajar bahasa Inggris?

2. Santun

Benarkah orang Indonesia itu santun-santun? Saya sangsi karenasaya tidak diberi jalan saat akan menyeberang, saya ragu karenaketika jalanan macet tidak ada yang mau mengalah. Tapi, selama diJepang, saya benar-benar merasakan kesantunan itu. Menyeberangjalan dengan rasa aman karena tahu mobil tidak akan mendahuluisepeda. Mobil tidak akan mendahului sepeda motor, sepeda motormengalah pada pesepeda, dan pesepeda takluk pada pejalan kaki.Ya, pejalan kaki adalah raja jalanan!

Saya pernah ketika akan menyebrang, ada mobil yang menunggu didepan saya. Tak tahunya, ternyata dia menunggu saya menyeberangterlebih dulu. Tapi, karena sedang menunggu, saya persilakanmobil itu untuk lewat duluan. Dan … orang dalam mobil itulangsung memanggutkan kepalanya tanda sangat berterimakasih. Luarbiasa kesantunan yang saya rasakan. Bahkan, ketika saya lewat didepan orang yang sedang mencabut rumput, orang itu mengucapkanmaaf setelah saya bilang permisi. Mungkin dia merasa telahmenghalangi jalan orang lain. Entahlah, yang saya dengar hanyalahomelan ketika ini saya lakukan di Indonesia.

Di sini, membunyikan klakson adalah pertanda bahaya. Klaksonhanya dibunyikan pada saat-saat genting, di luar itu tidak bolehmembunyikan klakson. Makanya, suasana jalanan tidak berisik.

3. Gemar olahraga

Ini juga membuat saya salut. Betapa tidak, saat pulang darikampus sekitar jam 19.30 JST, saya berpapasan dengan orang Jepang

yang sedang jogging. Padahal, cuaca saat itu sedang dingin dansaya pikir paling enak kalau diam di rumah. Dan, sebagai orangIndo, tentu saja saya merasa “aneh” dengan kebiasaan olahragamalam-malam ini. Masih mending jika olahraga futsal atau yangdilakukan secara tim. Tapi, kalau dilakukan sendirian dan malam-malam, rasanya “aneh”. Dan ini merupakan kebiasaan orang Jepangyang harus saya maklumi.

Dan kemana-mana, cukup banyak juga mahasiswa Jepang yang sukamemakai celana training. Entahlah, apa dia sehabis olahraga atautidak. Bahkan, ketika di kelas pun, ada saja yang memakai celanatraining. Entah apakah ada hubungan antara celana training merekadan olahraga. Memang orang Jepang tidak suka jika tidak bergerak.Bahkan, orang tua pun gemar berolahraga. Saya sering melihat paraorang tua yang suka mengajak jalan-jalan anjing mereka ke taman-taman. Maka, jangan heran jika kita bertanya kepada mereka siapasaja anggota keluarganya, mereka akan menghitung anjing-anjingmereka.

Dan fakta menarik, olahraga yang paling beken di Jepang adalahbaseball. Itulah mengapa, jika di kartun-kartun, olahraga yangsering dijadikan figuran adalah baseball. Masih ingat tayanganDoraemon? masih ingat ketika Giant selalu mengajak main baseballkepada Nobita dan Suneo? Dan bagi orang Indonesia, baseballbukanlah hal yang umum. Orang Indonesia lebih familiar dengansepakbola dan badminton, benar?

Mensana in corpore sano. Di dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwayang kuat. Mungkin bangsa Jepang menjadi disegani karena merekamemiliki ketangguhan SDM-nya. Dan jangan kita remehkan, olahragabisa menjadi titik awal. Bukankah Rasulullah saw juga telahbersabda bahwa muslim yang kuat lebih dicintai daripada muslimyang lemah? Dan Rasulullah saw telah mengajarkan kita berolahragadengan memanah, berenang, dan menunggang kuda? Jepang bukanlahnegara muslim, tapi mereka paham betul akan kesehatan jasmaniini.

Silakan baca juga kebiasaan sehat orang Jepang di tautan ini.

4. Tidak suka basah

Tidak suka basah dalam artian ketika sedang di kamar kecil.Setiap kamar kecil sepertinya sudah memiliki grand-design nya.Didesain dengan konsep kering dan serba otomatis. Tentu inimenyulitkan saya yang lebih terbiasa dengan toilet basah sepertidi Indonesia. Dan ini juga menyulitkan bagi yang muslim, karenakita harus ber-istinja (bersuci, membasuh) dengan air. Bahkan,salah seorang sensei menanyakan apakah ada toilet kering ketikaakan ke Indonesia. Mengingat kebanyakan toilet di Indonesiasifatnya basah.

Jadi, akan sangat sulit jika kita meniatkan untuk mandi dikampus, karena toilet di tempat umum tidak didesain untuk mandi.Bagaimana bisa mandi, lantai basah sedikit saja langsungdikeringkan oleh janitor. Untuk berwudhu, kami biasa berwudhudari wastafel jika sedang di kampus. Dan jika lantai sampaibasah, cepat-cepat kami keringkan. Namun, syukurlah, lama-kelamaan kami sudah mulai terbiasa.

5. Makan banyak tapi tetap langsing

Selama saya di Jepang, saya jaraaaaang sekali melihat orangJepang yang gemuk. Rata-rata berbadan kurus dan proporsional.Malah menurut saya, lebih banyak yang kurus. Mungkin adahubungannya dengan kebiasaan gemar olahraga di atas. Palingbanter berbadan gempal, itupun bisa dihitung dengan jari.

Padahal, ketika teman saya sedang party lab-nya, dia hanya bisamakan sampai 10 tumpuk piring sushi (1 piring 2 sushi). Sedangkanteman Jepangnya, malah sampai habis 30 piring. Tapi, anehnyabadannya tetap saja kurus. Saya tidak tahu, mungkin karena memangmakanan orang Jepang kebanyakan mengandung protein. Atau jugamungkin karena metabolisme orang Jepang lebih baik ketimbangorang Indonesia yang sekali makan, berat badannya langsung cepatnaik. Mungkin juga masalah gaya hidup?

Mengenai gaya hidup sehat orang Jepang, silakan lihat jugaartikel berikut: gaijinpot.com

6. Tidak biasa bersalaman

Awal-awal berkenalan dengan orang Jepang, saya selalu membawakebiasaan saya sewaktu di Indonesia, yaitu menyodorkan tangansebagai tanda membuka perkenalan (khusus sesama jenis). Tapi,ternyata sodoran tangan saya dibalas dengan anggukan kepala danbungkukan badan. Kontan, saya pun mengikuti gerakan lawan bicarasaya tersebut, dan akhirnya tidak jadi salaman.

Secara umum, perkenalan biasanya selalu diiringi dengan salaman.Tapi, di Jepang lain lagi, kita tidak perlu menyodorkan tangan.Yang kita perlukan hanya menyebutkan nama, kemudianmembungukukkan badan sembari mengucapkan yoroshiku onegai shimasu.Kebiasaan orang Jepang yang satu ini sangat menguntungkan umatmuslim, terlebih lagi saat berhadapan dengan orang yangbukan mahrom (boleh dinikahi).

Kalau kita di Indonesia, ketika akan salaman dengan orang yangbukan mahrom, biasanya kita akan merapatkan telapak tangan kitadan memposisikannya di depan dada. Dengan begitu, lawan bicarakita akan mengerti. Namun, jika kita berhadapan dengan orangasing yang belum tahu, kita akan kesulitan untuk menjelaskan. Dankemungkinan akan terjadi kesalah-pahaman jika tidak adakomunikasi yang baik. Biasanya, lawan bicara kita akanmenyodorkan tangan, lalu kita balas dengan salam “ala lebaran”.

Untuk ucapan terimakasih pun, orang Jepang tidak biasabersalaman. Biasanya mereka akan membungkukkan badan, atauminimal menganggukkan kepala. Ukuran besar-kecilnya rasaterimakasih orang Jepang bisa kita lihat dari bungkukan badannya.Semakin membungkuk tandanya ia sangat berterimakasih. Anggukankepala biasanya untuk ucapan terimakasih biasa.

Bedanya dengan orang Indonesia, kalau kita merasa berterimakasih,kita akan menyalami lawan bicara kita dengan kedua tangan. Dankemudian biasanya langsung memeluk lawan bicara. Tapi, sekalilagi, di Jepang lain lagi ceritanya. Jadi, sebagai pendatang,kita mau-tidak mau akan mengikuti kebiasaan mereka, meskipun haltersebut dianggap kecil.

7. Budaya mengantri

Jangan sampai kebiasaan buruk kita di Indonesia terbawa sampai keJepang, yaitu budaya menerabas! Orang-orang Jepang sangat loyalterhadap peraturan dan santun kepada orang lain,  termasuk untukurusan mengantri. Antri sudah menjadi budaya disiplinnya orang-orang Jepang. Kita (pendatang) sudah harus ngeh dengan budayaantri mereka, jangan sampai kita membuat malu di negeri orang.

Budaya antri di Osaka – jalur lambat di sebelah kanan!

Beda kota, bisa berbeda juga budaya yang dianut masyarakatnya. DiOsaka, jika sedang menggunakan eskalator, sebaiknya gunakan sisisebelah kanan bagi yang tidak terburu-buru dan mempersilakan sisikiri bagi mereka yang ingin bergegas. Sedangkan di Tokyo (dansebagian kota lain), jalur lambat ada di sebelah kiri dan jalurbergegas di sebelah kanan. Hati-hati, jangan sampai kitamenghalangi jalan orang lain. Orang Jepang sendiri terlihatbegitu menyesali diri jika mereka sampai menghalangi jalan oranglain.

Cerita lain lagi, dalam suatu perjalanan, pernah saya terjebakdalam kemacetan yang panjang. Saya pun heran, baru kali itu sayamerasakan macet sedemikian panjangnya. Saya kira di Jepang bebasmacet, kemudian saya tahu bahwa ada kecelakaan yang menjadipenyebab kemacetan itu. Tapi, betapa elegan-nya orang-orangJepang dalam berlalu-lintas. Ya, mereka tetap berada dalamantrian kendaraan yang seharusnya.

Suasana macet di Jepang. Betapa elegan-nya mereka dengan budaya antri-nya. Pantang menerabas!

Benar-benar membuat saya kagum. Betapa tidak, saya bisamembayangkan suasana kemacetan di Indonesia yang bising dengansuara klakson; antar pengemudi tidak ada yang mau salingmengalah; dan perilaku mental menerabas lainnya. Tapi, lihatlahfoto di atas, sama sekali tidak ada yang menerabas dari sisikiri; dan juga tidak ada kebisingan klakson. Benar-benar patutkita teladani.

8. Jari-jari huruf “V” saat dipotret

Coba Anda minta foto bersama orang Jepang, atau menyuruh merekabergaya saat akan dipotret. Hampir selalu jari-jari merekalangsung bergaya “V” sambil menyunggingkan senyum terbaik. Saya,orang Indonesia, jadi ikut-ikutan bergaya seperti orang Jepangsaat dipotret, hehe. Maklum, terkontaminasi budaya lokal.

Say “Cheezu”, and look his finger!

Tentu kita dapat dengan mudah menebak apa maksud dari jari-jarimereka. Ya, itu perlambang “peace” – kedamaian. Tapi, bagi orangJepang sendiri, jari-jari “V” adalah perlambang kebahagiaan.Jadi, jika mereka menggunakan gaya tersebut saat dipotret, itu

artinya mereka ingin menunjukkan kebahagiaannya. Bukan berartibagi yang tidak itu tidak bahagia, hehe..

9. Risih duduk bersebelahan

Kebiasaan ini sebenarnya saya tahu dari sensei nihonggo. Memang,sensei saya yang satu ini sesekali suka bercerita tentang Jepangdan rupa-rupinya. Mulai dari agama yang dianut, berbelanja,tempat-tempat di Jepang, sampai kebiasaan orang Jepang sehari-hari. Waktu sensei saya bertanya, sebagai orang Indonesia,bagaimana posisi duduk yang lazim jika sedang mengobrol bersamateman.

Bagi saya, saya lebih nyaman untuk duduk bersebelahan denganteman saya ketika ngobrol. Saya merasa lebih bebas dan tidakcanggung. Karena dengan begitu, kita bisa menjadi lebih santai.Justru saya merasa risih jika duduk berhadap-hadapan. Entahkenapa, rasanya risih saja, karena dengan posisi tersebut, matakita dipaksa untuk terus beradu pandang.

Tapi, kebiasaan orang Jepang lain lagi. Justru mereka risih jikaduduk bersebelahan. Mereka lebih memilih duduk berhadap-hadapan.Jika sedang ke kantin, restoran, atau perpustakaan, saya memangtidak melihat orang Jepang yang duduk bersebelahan. Semuanyaduduk berhadap-hadapan. Jikapun ada orang yang dudukdisampingnya, bisa jadi karena keterbatasan kursi atau memangharus duduk dengan posisi seperti itu (seperti di bis, kereta).

Jadi, jangan heran jika di restoran, kantin, atau perpustakaan,orang Jepang rata-rata duduk berhadap-hadapan. Pernah suatu saat,saya meminta teman Jepang saya untuk latihan percakapan bahasaJepang. Kemudian, kami mencari-cari tempat yang pas hinggaakhirnya kami menemukan dua bangku panjang yang berhadap-hadapan.Sebagai orang Indo, saya tentu terbiasa untuk duduk bersebelahan.Tapi, pada saat saya akan duduk di samping teman saya itu, sayamalah diminta untuk duduk di hadapannya. Dia langsungmempersilakan saya sembari menunjuk kursinya.

Dan saat itu, saya langsung ingat tentang cerita sensei nihonggosaya bahwa orang Jepang lebih terbiasa duduk berhadap-hadapanketimbangan bersebelahan, strange katanya …