7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Anatomi ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Anatomi ...
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Anatomi Kepala
Menurut Bontrager (2010) seperti bagian tubuh lainnya, radiografi
tulang kepala membutuhkan pemahaman yang baik semua anatomi terkait.
Anatomi tulang kepala sangat kompleks, dan spesifik detail sangat
diperlukan teknologis. Skull atau tulang kepala, bertumpu pada bagian
superior kolumna vertebralis dan terbagi menjadi dua set utama yaitu, 8
tulang kranial dan 14 tulang wajah.
Tulang kranial terdiri atas 8 tulang terbagi menjadi 2 bagian yaitu
tulang calvarium (skullcap) dan tulang lantai, masing-masing bagian
tersusun atas 4 buah tulang. Tulang calvarium (Skullcap) terdiri atas,
Tulang frontalis, tulang parietal kanan, tulang parietal kiri, tulang occipital.
Sedangkan tulang lantai terdiri atas tulang temporal kanan, tulang temporal
kiri, tulang sphenoid, tulang edmoid.
Tulang frontal membentuk dahi dan bagian atas dari rongga mata.
Tepi supra orbital ditandai dengan takik ditengah sebelah dalam. Melalui
takik ini pembuluh supra orbital dan syaraf supra orbital lewat. Permukaan
sebelah dalam tulang frontal ditandai dengan lekukan-lekukan yang
ditimbulkan oleh lekukan-lekukan permukaan otak.
Tulang parietal kiri dan kanan membentuk atap dan sisi tengkorak.
Permukaan luarnya halus, tetapi permukaan dalam ditandai oleh kerutan-
8
kerutan dalam yang memuat arteri-arteri cranium. Sebuah kerutan yang
sangat besar kira-kira terletak disebelah tengah tulang ini memuat arteri
meningealis medialis.
Gambar 1. anatomi tulang kepala anterior (Moore 2010)
Keterangan gambar:
1. Sagital suture
2. Frontal protuberances
3. Coronal future
4. Maxilo nasal suture
5. Fronto-zygomatic suture
6. Maxilo lacrimal suture
7. Frontal process of maxillary
bone
8. Alveolar procecc of
maxillary bone
9. Vertical ramus of
mandibule
10. Mental protuberance
11. Supraorbital incisures
12. Perpendicular lamina of
ethmoid bone
13. Greater wing of sphenoid
bone
14. Temporal bone
15. Infraorbita foramen
16. Zygomatic bone
17. Anterior nasal spine
18. Mastoid process
19. Intermaxillary suture
20. Angle of mandible
21. Mental foramen
9
Tulang oksipital terletak dibagian belakang dan bawah rongga cranium.
Tulang ini ditembus oleh foramen magnum atau lubang kepala belakang,
yang dilalui medulla oblongata untuk bertemu dengan medulla spinalis.
Gambar. 2 Anatomi tulang kepala pada sisi lateral (Moore 2010)
Keterangan Gambar:
1. Parietal bone
2. Lambdoid suture
3. Temporal squama
4. Mastoid process
5. External acoustic meatus
6. Zygomatic process of
temporal bone
7. Vertex
8. Bregma
9. Coronal suture
10. Pterion
11. External side of the greate
wing of sphenoid bone
12. Nasal bone
13. Frontal process of maxillary
bone
14. Zygomatic bone
15. Anterior nasal spine
16. Alveolar process
17. Hyoid bone
Dua tulang temporal membentuk bagian bawah dari sisi kanan dan kiri
tengkorak. Setiap tulang terdiri dari dua bagian: bagian squama atau
10
bagian pipih menjulang keatas dan memungkinkan otot-otot temporal
berkait padanya. Dari prosesus zygomatikus menjulang kedepan bertemu
dengan os zygomatikus. Dibelakang dan dibawah prosesus ini terletak
meatus akustikus eksternus (liang telinga luar) bagian mastoid terletak
dibelakang dan kebawah sebagai prosesus mastoideus, permukaan luar
memungkinkan otot sternokleido mastoideus berkaitan dengannya.
Prosesus mastoideus mempunyai ruang yang dikenal sebagai rongga
udara mastoid dan sebuah ruangan khusus disebut antrum timpanik.
Bagian petrosum dari tulang temporal terjepit dalam dasar tengkorak dan
terdapat alat-alat pendengaran.
Tulang sphenoid merupakan tulang yang membentang dari sisi
fronto-parieto-temporal yang satu ke sisi yang lain. Secara umum tulang
sphenoid dibagi menjadi greater wing dan lesser wing, di mana greater
wing berada lebih lateral dibanding lesser wing. Kanalis optikus dibentuk
oleh tulang ini (lesser wing). Selain itu terdapat juga sella turcica (yang
melindungi kelenjar hipofisis) dan sinus sphenoid (suatu sinus yang
membuka ke rongga hidung).
Etmoid adalah tulang yang ringan, berbentuk kubus, terletak pada
atap hidung dan terjepit diantara kedua rongga mata. Terdiri atas dua
labirin yang terdiri atas rongga etmoid atau sinus. Sinus-sinus ini tertutup
kecuali ditempat-tempat perhubungan dengan rongga hidung. Etmoid juga
memuat sebuah lempeng tegak lurus dan lempeng kribriformis (berbentuk
tapis). Lempeng tengah yang tegak lurus membentuk bagian atas dari
septum nasalis (sekat hidung). Lempeng kribiformis tepat dibawah sebuah
takik pada tulang dahi. Diatas lempeng terletak sekumpulan alat pembau
11
(bulbus olfaktorius) dan melalui lubang-lubang lempeng ini berjalan serabut
syaraf pembau kebagian atas hidung.
2. Cedera Kepala
a. Pengertian Cedera Kepala
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak
yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi
otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin 2008).
Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Cedera kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun
degenerative, tetapi disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Cedera kepala atau
trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik
trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena
robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh massa karena
hemoragig, serta edema cerebral disekitar jaringan otak.
b. Patofisiologi Cedera kepala
Menurut Tarwoto (2007) adanya cedera kepala dapat
mengakibatkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada paremkim
otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan gangguan
biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan
permeabilitas faskuler. Patofisiologi cedera kepala dapat di golongkan
menjadi 2 yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder.
Cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang dapat
terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan memberi dampak
12
cedera jaringan otak. Cedera kepala primer adalah kerusakan yang
terjadi pada masa akut, yaitu terjadi segera saat benturan terjadi.
Kerusakan primer ini dapat bersifat (fokal) local, maupun difus.
Kerusakan fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada bagian
tertentu saja dari kepala, sedangkan bagian relative tidak terganggu.
Kerusakan difus yaitu kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi
menyeluruh dari otak dan umumnya bersifat makroskopis.
Cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer,
misalnya akibat hipoksemia, iskemia dan perdarahan. Perdarahan
cerebral menimbulkan hematoma, misalnya Epidural Hematom yaitu
adanya darah di ruang Epidural diantara periosteum tengkorak dengan
durameter,subdural hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang
antara durameter dengan sub arakhnoit dan intra cerebal hematom
adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Cedera
Moore,dkk (2010) kepala dapat terjadi diarea tulang tengkorak yang
meliputi
1) Fracture tulang kepala
Fracture tulang tengkorak berdasarkan pada garis fracture menurut
dibagi menjadi :
a) Fracture linier
Fracture linier merupakan fracture dengan bentuk garis
tunggal atau stellata pada tulang tengkorak yang mengenai
seluruh ketebalan tulang kepala. Fracture lenier dapat terjadi jika
gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala cukup besar
tetapi tidak menyebabkan tulang kepala bending dan tidak
13
terdapat fragmen fracture yang masuk kedalam rongga
intrakranial.
Gambar. 3 (A) Jenis-jenis fracture tulang kepala, B Gambaran
fracture impresi irisan sagital dan volume rendering (Moore 2010)
Keterangan Gambar:
1. Fracture Linier
2. Fracture impresi
3. Fracture kominutif
4. Fracture basis kranii
b) Fracture kominutif
Fracture kominutif adalah jenis fracture tulang kepala yang
meiliki lebih dari satu fragmen dalam satu area fracture.
c) Fracture impresi
Fracture impresi tulang kepala terjadi akibat benturan
dengan tenaga besar yang langsung mengenai tulang kepala.
14
Fracture impresi pada tulang kepala dapat menyebabkan
penekanan atau laserasi pada duramater dan jaringan otak,
fracture impresi dianggap bermakna terjadi, jika tabula eksterna
segmen yang impresi masuk dibawah tabula interna segmen
tulang yang sehat.
d) Fracture basis kranii
Fracture Basilar melibatkan tulang yang membentuk dasar
kranial (misalnya, tulang oksipital di sekitar foramen magnum,
temporal dan tulang sphenoid, dan atap orbit). Akibat kebocoran
cairan serebrospinal ke dalam hidung (CSF rhinorrhea) dan telinga
(CSF otorrhea), saraf kranial dan cedera pembuluh darah dapat
terjadi, tergantung pada lokasi patah. Fracture pterion bisa
mengancam jiwa karena melapisi cabang frontal (anterior)
meningeal tengah, yang terletak di lekukan pada aspek internal
dinding lateral calvaria. Sebuah pukulan keras ke sisi kepala
mungkin patah tulang tipis membentuk pterion, pecah cabang
frontal tengah meningeal arteri persimpangan pterion. Hematoma
yang dihasilkan memberikan tekanan pada korteks serebral yang
mendasarinya. Meningeal tengah yang tidak diobati Pendarahan
arteri dapat menyebabkan kematian dalam beberapa jam.
2) Laserasi kulit kepala
Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera
kepala. Kulit kepala/scalp terdiri dari lima lapisan (dengan akronim
SCALP) yaitu skin, connective tissue dan perikranii. Diantara galea
aponeurosis dan periosteum terdapat jaringan ikat longgar yang
15
memungkinkan kulit bergerak terhadap tulang. Pada fracture tulang
kepala, sering terjadi robekan pada lapisan ini. Lapisan ini banyak
mengandung pembuluh darah dan jaringan ikat longgar, maka
perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup
banyak.
3. Dasar CT Scan
Computed tomography scaning atau lebih dikenal dengan CT-
Scan pertama kali diperkenalkan oleh Godfrey Houndsfield seorang
insinyur dari EMI limited London dengan James Ambrosse seorang
teknisi dari Atkinson Morleys Hospital di London Inggris pada tahun
1970 (Ballinger,1995).
Prinsip dasar cara kerja CT scan menurut Seeram (2001)
yaitu, Saat sinar x melewati pasien, sinar-x akan mengalami atenuasi
dan kemudian diukur oleh detektor. Tabung dan detektor sinar-x ada
di dalam gantry pemindai dan diputar di mengelilingi pasien selama
pemindaian. Detektor mengubah foton sinar-x (data atenuasi)
menjadi sinyal listrik, atau sinyal analog, yang harus diubah menjadi
data digital (numerik) untuk dimasukkan ke komputer. Komputer
kemudian melakukan proses rekonstruksi citra. Citra yang
direkonstruksi ada dalam bentuk numerik dan harus diubah menjadi
sinyal listrik agar dapat ditampaka pada layar monitor. Citra dan data
terkait kemudian dikirim ke PACS, di mana ahli radiologi dapat
mengambil dan menafsirkannya.
Image atau citra yang terlihat berupa potongan melintang dari
organ yang akan diperiksa tetapi komputer dapat pula mengubah
16
potongan melintang menjadi potongan sagital, coronal maupun miring
tergantung perangkat lunak yang terdapat pada pesawat CT-Scan.
Generasi terbaru pada teknologi CT Scan adalah
pengambilan irisan obyek dilakukan dengan bentuk spiral yaitu
pergerakan meja (pasien/obyek) dengan kecepatan konstan secara
bersamaan dilakukan scanning dalam bentuk rotasi mengelilingi
obyek.
Pada teknik ini waktu yan dibutuhkan lebih singkat yaitu 1
sequance dalam 360° rotasi. CT Helical menggunakan metode slip
ring pada prinsipnya menggantikan kabel-kabel tegangan tinggi yang
terpasang pada tabung sinar-x di dalam gantry. Di dalam CT Helical
dikenal prinsip single slice dan multi slice. Perbedaan utama dari
kedua prinsip terletak pada lamanya pemeriksaan dan resolusi
gambar yang dihasilkan (Rasad, 2005).
a. Data akuisisi Konvensional Scanner dan Spiral/Helical CT
Scanners
Single slice scanning, atau CT konvensional, secara harfiah
adalah akuisisi data yang diambil satu slice pada sekali waktu.
Selama scanning pasien tetap diam sementara tabung X-ray dan
detektor berputar, 360 derajat atau kurang.
Pada tahun 1989, spiral CT scanning, juga dikenal sebagai
helical CT scanning atau volume CT scanning, diperkenalkan
(volume scanning selanjutnya akan digunakan untuk
menggambarkan proses). Volume scanning diperoleh melalui
gerakan terus menerus pasien melalui gantry scanner sementara
17
tabung X-ray dan detektor berputar, melalui 360 derajat, secara
terus-menerus (Seeram, 2001).
Spiral/helical CT scanner tersebut dikembangkan
menggunakan teknologi slip ring menggantikan hubungan antara
kabel listrik dan tabung x-ray. Spiral scanning memiliki lebih banyak
keuntungan daripada konvensional CT scanner, antara lain :
1) Waktu scan yang lebih cepat.
2) Slice thickness yang lepih tipis, berkurang sampai 1 mm, sehingga
dapat mengidentifikasi lesi yang lebih kecil.
3) Potongan axial dapat direkonstruksi menjadi potongan coronal,
sagittal dan oblique.
Akuisisi data adalah salah satu faktor yang berpengaruh besar
pada kualitas citra CT, seperti rekonstruksi citra (Seeram 2001).
Perbedaan utama dalam akuisisi data geometri single slice dan
MSCT scanner adalah bahwa MSCT scanner memanfaatkan array
detektor yang terhubung ke tabung X-ray.
Pada MSCT, X-ray beam terkolimasi ke seluruh array detektor.
Slice thickness ditentukan oleh lebar berkas sinar dan jumlah baris
dari detektor. Sebagai contoh, 16 baris detektor array dengan lebar
pre-kolimator dari 32 mm akan menghasilkan 16 slice masing-masing
dengan ketebalan 2 mm (Seeram 2001).
18
a b
Gambar 4. Fan beam geometry (a) dan cone beam geometry (b)
(Seeram, 2001).
b. Detektor
Menurut seeram (2001) Multislice CT Scan berbeda dengan
pesawat CT Scan biasa dimana hanya menggunakan satu lajur
detektor. Sistem dari multislice ct scan adalah dilengkapi dengan dua
atau lebih lajur detektor yang parallel dan selalu dilengkapi dengan
teknologi CT Scan generasi ketiga dimana perputaran tabung sinar-x
dan detektor berputar secara sinkron.
Bentuk multislice adalah multi-row detector-array. Detektor gas
dan CT Scan generasi 4 dengan detektor ring 360° tidak bisa
dipadukan. Konsekuensinya semua MSCT Scan merupakan CT Scan
generasi ke-3 yang tipenya rotate-rotate dan menggunakan solid
state detektor.
19
Gambar 5. Multislice detector 4-array, prinsip dari MSCT
Scan dengan lebih dari dua lajur detektor (Seeram, 2001).
4. Parameter CT Scan
Citra pada CT Scan dapat terjadi sebagai hasil dari berkas
sinar-x yang mengalami perlemahan setelah menembus obyek,
ditangkap detektor dan dilakukan pengolahan dalam komputer.
Penampilan citra yang baik tergantung kualitas citra yang dihasilkan
sehingga aspek klinis dari citra tersebut dapat dimanfaatkan untuk
menegakkan diagnosis. Dalam CT Scan dikenal beberapa parameter
untuk pengontrolan eksposian output citra yang optimal
(Bontrager,2010). Adapun parameter tersebut adalah adalah :
a. Slice Thickness
Slice Thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari
obyek yang diperiksa. Nilainya dapat dipilih antara 0,5 mm - 10mm
sesuai dengan keperluan klinis. Ukuran yang tebal akan
menghasilkan citra dengan detail yang rendah sebaliknya dengan
ukuran yang tipis akan menghasilkan detail-detail yang tinggi. Bila
ketebalan meninggi akan timbul gambaran-gambaran yang
mengganggu seperti garis dan bila terlalu tipis akan gambaran
akan terlihat tidak halus (Bontrager, 2010).
20
b. Range
Range adalah perpaduan/kombinasi dari beberapa slice
tihkness. Pemanfaatan range adalah untuk mendapatkan
ketebalan irisan yang berbeda pada satu lapangan pemeriksaan.
c. Faktor Eksposi
Faktor eksposi adalah faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap eksposi meliputitegangan tabung (kV), arus tabung (mA)
dan waktu (s). besarnya tegangan tabung dapat dipilih secara
otomatis pada tiap-tiap pemeriksaan.
d. Field Of View (FOV)
FOV adalah diameter maksimal dari gambar yang akan
direkonstruksi. Besarnya bervariasi dan biasanya berada pada
rentang 12-50 cm. FOV kecil akan meningkatkan detail gambar
(resolusi) karena FOV yang kecil mampu mereduksi ukuran pixel,
sehingga dalam rekonstruksi matriks hasilnya lebih teliti. Namun
bila ukuran FOV lebih kecil maka area yang mungkin dibutuhakan
untuk keperluan klinis menjadi sulit untuk dideteksi.
e. Gantry Tilt
Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang
vertical dengan gantry (tabung sinar-X dengan sektor). Rentang
penyudutan antara -30° sampai +30°. penyudutan gantri bertujuan
untuk keperluan diagnosa dari masing-masing kasus yang
dihadapi.
21
f. Rekontruksi Matriks
Rekonstruksi matrik adalah deretan baris dan kolom dari picture
element (pixel) dalam proses merekonstruksi gambar. Rekonstruksi
matriks ini merupakan salah satu struktur element dalam memori
komputer yang berfungsi untuk merekonstruksi citra. Pada umunya
matrix yang digunakan berukuran 512 X 512 yaitu 512 baris dan 512
kolom. Rekontruksi matriks berpengaruh terhadap resoluis citra.
Semakin tinggi matriks yang dipakai maka semakin tinggi detail citra
yang dihasilkan.
g. Rekonstruksi Algorithma
Rekonstruksi Algorithma adalah prosedur matematis yang
digunakan dalam merekonstruksi citra. Penampakan dan
karakteristik dari citra CT-Scan tergantung dari kuatnya Algorithma
yang dipilih. Semakin tinggi rekonstruksi algorithma yang dipilih
maka semakin tinggi resolusi citra yang dihasilkan. Dengan
adanya metode ini maka citra seperti tulang, soft tissue, dan
jaringan-jaringan lain dapat dibedakan dengan jelas pada layar
monitor.
h. Window Width
Window Width adalah nilai computed tomography yang
dikonversi menjadi gray scale untuk ditampilkan ke TV monitor.
Setelah komputer menyelesaikan pengolahan citra melalui
rekonstruksi matriks dan algorithma maka hasilnya akan
dikonversi menjadi skala numerik yang dikenal dengan nama nilai
22
computed tomography, nilai ini mempunyai satuan HU (Hounsfield
Unit)
Dasar pemberian nilai ini adalah air dengan nilai 0 HU.
Untuk tulang mempunyai nilai +1000 HU kadang sampai +3000
HU. Sedangkan untuk kondisi udara nilai yang dimiliki -1000 HU.
Jaringan atau substansi lain dengan nilai yang berbeda tergantung
dari nilai perlemahannya. Jadi penampakan tulang pada monitor
menjadi putih dan udara menjadi hitam. Jaringan dan substansi
lain akan dikonversi menjadi warna abu-abu bertingkat yang
disebut gray scale. Khusus untuk darah yang semula dalam
penampakannya berwarna abu-abu dapat menjadi putih jika diberi
media kontras (Rasad, 2005).
i. Window Level
Window Level adalah nilai tengah dari window yang
digunakan untuk penampilan citra. Nilainya dapat dipilih dan
tergantung pada karakteristik perlemahan dari strutur obyek yang
diperiksa. Window Level menentukan densitas (derajat kehitaman)
citra yang dihasilkan.
5. Konsep Kernel
Kernel rekonstruksi atau kernel image procecing didefinisikan
sebagai filter pengolahan citra yang diterapkan pada data mentah
atau raw data untuk menghasilkan suatu citra dengan ketajaman
yang diharapkan. Ketajaman citra yang dihasilkan paling langsung
dipengaruhi oleh jenis filter yang digunakan. Kernel biasanya memiliki
nama yang lebih tepat seperti kernel tulang dan kernel jaringan lunak.
23
Soft kernel konvolusi akan menghaluskan tepi dan mengurangi noise
citra. Soft kernel ini dapat menguntungkan untuk diterapkan pada
pasien obesitas dimana rasio signal-to-noise dapat berkurang akibat
atenuasi jaringan adiposa. Kernel konvolusi mempertajam tepi citra
dengan meningkatkan noise citra secara keseluruhan (Choi,2013).
Gambar. 6 Pasien CT scan head dengan pemilihan kernel
yang berbeda A. Kernel lowpass alogaritma B. Kernel high pass
alogaritma (Choi,2013)
Kernel konvolusi digunakan pada kalkulasi proyeksi untuk
mengkompensasi kekaburan citra yang disebabkan oleh proses back
projection dalam rekonstruksi filter backprojection (FBP). Kernel
rekonstruksi bisa disesuaikan untuk mengubah resolusi spasial
dengan menaikan atau menurunan noise sebagai gantinya.
Pemilihan kernel konvolusi CT menentukan tingkat ketajaman citra
dan noise pixel. Algoritma high pass filter digunakan pada Kernel
konvolusi "tajam" yang tersedia secara komersial memberikan spasial
24
resolusi yang lebih tinggi frekuensi dengan menghasilkan nois yang
lebih tinggi dan umumnya digunakan untuk jaringan dengan kontras
CT yang tinggi. Sebaliknya, low pass algorithms digunakan dalam
pencitraan "halus" kernel konvolusi mengurangi frekuensi yang lebih
tinggi menyebabkan nois turun dan resolusi spasial dan bekerja
terbaik untuk jaringan dengan kontras yang jauh lebih rendah seperti
otak atau hati (Weiss,2014) .
Pada modalitas imaging MSCT Siemens terdapat 4 kode
kernel yaitu:
1) H atau Head untuk kepala
2) B atau Body untuk thorax maupun abdomen
3) C atau Child-Head untuk kepala anak-anak
4) U atau Ultra High Resolution untuk pemeriksaan khusus
Untuk masing-masing kernel memiliki beberapa fariasi
dengan perbedaan resolusi semakin tinggi angka semakin tinggi
resolusi yang didapatkan, untuk kepala terdapat beberapa fariasi
yaitu :
1) H10s very smooth
2) H20s smooth
3) H21s smooth+
4) H22s smooth FR
5) H30s medium smooth
6) H31s medium smooth+
7) H32s medium smooth FR
8) H37s medium smooth
9) H40s medium
10) H41s medium+
11) H42s medium FR
12) H45s medium
13) H47s medium
14) H50s moderate sharp
15) H60s medium Sharp FR
16) H70s sharp FR
17) H80s very sharp FR
18) H90s very sharp FR
19) U90s ultra sharp
20) U91s ultra sharp.
25
6. Konsep Reformat Tiga Dimensi (3D)
Menurut Romans (2011) reformat tiga dimensi (3D)
merupakan teknik untuk menampilkan volume scan hanya satu citra.
Berbeda penampilan dari dua dimensi (2D), bentuk dari teknik tiga
dimensi (3D) ini memanipulasi atau menggabungkan nilai-nilai CT
untuk menampilkan citra, ada beberapa teknik rekontruksi citra tiga
dimensi (3D) antara lain multiplar reconstrucsi (MPR), surface
rendering (SRT), dan volume rendering technique Semua teknik tiga
dimensi (3D) menggunakan proses yang menarik garis imajiner dari
penampil melalui volume data. Display dihasilkan dengan
memperhitungkan beberapa atau semua (tergantung pada teknik
yang digunakan) dari nilai CT sepanjang setiap baris dan tepat bobot
setiap titik. Proses ini rumit. Untungnya memahami seluk-beluk
metode ini tidak penting untuk secara efektif menghasilkan tampilan
citra tiga dimensi (3D).
Terdapat empat teknik rekontruksi tiga dimensi (3D) yaitu
multiplar reconstrucsi (MPR), teknik surface rendering (SR), volume
rendering technique (VRT), dan teknik 3D lainnya yaitu maksimum
intensitas proyeksi (MIP) merakit data dari volume tetapi
menampilkan data dalam gambar yang datar.
Prinsip multiplar reconstrucsi (MPR) berlaku untuk mereformat
citra tiga dimensi (3D) yaitu dimana software memungkinkan untuk
kombinasi yang berbeda dari ketebalan irisan dalam model tiga
dimensi (3D) tunggal, dari citra tersebut dilakukan pembuatan irisan
26
sesuai protokol dari bidang diinginkan (misalnya, fracture atau lokasi
tumor).
Gambar 7 Hasil CT Scan kepala irisan sagital (Moore 2010)
Gambar 8 hasil reformat volume rendering CT Scan kepala
(Moore 2010)
Teknik surface rendering (SR), juga dikenal sebagai shadow
surface display (SSD), mirip dengan mengambil foto dari permukaan
struktur di bahwa voxel yang terletak di tepi struktur yang digunakan
untuk menunjukkan garis besar atau di luar shell struktur. Dalam
kebanyakan bentuk surface rendering (SR) citra yang dibuat dengan
membandingkan intensitas masing-masing voxel dalam data diatur ke
beberapa threshold yang telah ditentukan, software ini akan
menyertakan atau mengecualikan voxel dan menggunakan informasi
27
ini untuk membuat permukaan suatu objek. The voxel yang tersisa
dalam citra adalah biasanya tidak terlihat. surface rendering (SR)
berguna untuk memeriksa struktur tubular, seperti bagian dalam
permukaan saluran napas, usus besar, dan pembuluh darah.
Keuntungan untuk surface rendering (SR) adalah bahwa karena
hanya menggunakan kecil porsi (sekitar 10 %) dari data yang
tersedia, citra dapat dibuat dengan cepat bahkan di komputer kurang
kuat. Namun dalam beberapa tahun terakhir kapasitas komputer
telah diperluas secara dramatis, sehingga penggunaan surface
rendering (SR) telah digantikan oleh volume rendering technique
(VRT), namun surface rendering (SR) tetap menjadi teknik yang
masih digunakan untuk pencitraan ortopedi karena unggul di
menampilkan permukaan tulang, citra dapat diputar dan dilihat dari
sudut manapun.
Volume rendering technique (VRT) telah menjadi teknik
pencitraan 3D yang disukai, sebuah keuntungan dari volume
rendering technique (VRT) bahwa semua voxel berkontribusi
terhadap citra. volume rendering technique (VRT) adalah
representasi semitransparan 3D dari dicitrakannya struktur, dengan
aplikasi dalam setiap jenis pemeriksaan yang dilakukan dengan CT
Scan, seperti metode 3D lainnya. Namun, teknik volume rendering
technique (VRT) menggunakan jumlah kontribusi masing-masing
voxel sepanjang garis, masing-masing voxel diberikan nilai opacity
berdasarkan Hounsfield Unit. Nilai opacity ini menentukan sejauh
mana itu akan memberikan kontribusi, bersama dengan voxel lain
28
sepanjang garis yang sama. Proses ini diulang untuk voxel di setiap
baris, dengan setiap baris memproduksi satu voxel pada citra volume
rendering technique (VRT). Tidak seperti teknik tiga dimensi (3D)
lainnya, setiap voxel memberikan kontribusi dengan citra final.
Sedangkan maksimum intensitas proyeksi (MIP) terdapat dua
teknik yaitu maksimum intensitas proyeksi (MIP) dan minimum
intensitas proyeksi (MIP). Teknik maksimum intensitas proyeksi
(MIP) merupakan teknik dimana menggunakan setiap voxel
sepanjang garis dari yang dilihat oleh mata melalui kumpulan data
dan memilih hanya dengan voxel nilai tertinggi untuk dimasukkan
dalam citra yang ditampilkan. Sisa dari voxel diabaikan. Metode ini
cenderung digunakan untuk menampilkan tulang dalam cara yang
sama, MIP melibatkan memilih voxel dengan nilai minimum dari garis
untuk ditampilkan.
7. Faktor yang mempengaruhi kualitas citra
Komponen yang mempengaruhi kualitas citra CT Scan adalah
spatial resolution, kontras resolution, noise dan artefak (Bushberg,
2012)
a. Spasial resolusi
Spasial resolusi adalah kemampuan untuk dapat
membedakan objek yang berukuran kecil dengan densitas yang
berbeda pada latar belakang yang sama (Seeram,2001). Menurut
spatial resolusi dipengaruhi oleh factor geometri. Faktor geometri
adalah faktor yang berhubungan dengan proses akuisisi data antara
29
lain: ukuran focal spot, ukuran dan kemampuan detector dan slice
thiknes, rekonstruksi algaritma (kernel) (Seeram, 2001).
b. Kontras resolusi
Menurut seeram (2001) dan Bushberg (2012) kontras
resolusi adalah kemampuan untuk membedakan atau menampakan
obyek-obyek dengan perbedaan densitas yang sangat kecil yang
dipengaruhi oleh: faktor eksposi, slice thickness, FOV dan filter
kernel (rekonstruksi algorithma)
c. Noise
Menurut seeram (2001) noise adalah fluktuasi (standar
deviasi) nilai CT Number pada jaringan atau materi yang homogen.
Sebagai contoh adalah air memiliki CT Number 0, semakin tinggi
standar deviasi nilai CT Number pada pengukuran titik-titik air
berarti noisenya tinggi.
Noise ini akan mempengaruhi kontras resolusi, semakin
tinggi noise maka kontras resolusi akan menurun. Faktor yang
menyebabkan noise adalah: faktor eksposi, detector dan slice
thickness, rekontruksi matrix, dan rekontruksi kernel) yang berbeda
(Seram,2001).
d. Artefak
Secara umum artefak adalah kesalahan dalam citra (adanya
sesuatu dalam citra) yang tidak ada hubungannya dengan obyek
yang diperiksa. Dalam CT-Scan artefak didefinisikan sebagai
pertentangan/ perbedaan antara rekonstruksi CT Number dalam
30
citra dengan koefisien atenuasi yang sesungguhnya dari obyek
yang diperiksa (Seeram,2001).
8. Pemeriksaan CT-Scan Kepala
a. Pengertian
Pemeriksaan CT-Scan kepala adalah pemeriksaan
tomography secara komputerisasi untuk mengetahui kelainan-
kelainan didaerah intracranial (Bontrager,2010).
b. Indikasi (Bontrager,2010)
Indikasi yang sering dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala
antara lain tumor, massa dan lesi, metastase otak, perdarahan intra
cranial, aneurisma, abses, atrophy otak atau Kelainan congenital,
kelainan post trauma (epidural dan subdural hematom)
c. Persiapan pemeriksaan
Tidak ada persiapan khusus bagi penderita, hanya saja
instruksi-instruksi yang menyangkut posisi penderita dan prosedur
pemeriksaan harus diketahui dengan jelas terutama jika
pemeriksaan dengan menggunakan media kontras. Benda
aksesoris seperti gigi palsu, rambut palsu, anting-anting, penjempit
rambut, dan alat bantu pendengaran harus dilepas terlebih dahulu
sebelum dilakukan pemeriksaan karena akan menyebabkan artefak,
Untuk kenyamanan pasien mengingat pemeriksaan dilakukan pada
ruangan ber-AC sebaiknya tubuh pasien diberi selimut
d. Persiapan alat dan bahan (Bontrager,2010)
Alat dan bahan yang digunakan untuk pemeriksaan kepala
dibedakan menjadi dua, yaitu peralatan steril yang terdiri atas alat-
31
alat suntik, spuit, kassa dan kapas, alcohol, media kontras.
Sedangkan peralatan non-steril terdiri atas pesawat CT-Scan,
tabung oksigen.
e. Prosedur Pemeriksaan (Bontrager,2010)
1) Posisi pasien
Pasien supine diatas meja pemeriksaan dengan posisi
kepala dekat dengan gantry.
2) Posisi objek
Kepala hiperfleksi dan diletkkan pada head holder. Kepala
diposisi sequancean sehingga mid sagital plane tubuh sejajar
dengan lampu indikator longitudinal dan interpupilary line sejajar
dengan lampu indikator horizontal. Lengan pasien diletakkan
diatas perut atau disamping tubuh. Untuk mengurangi pergerakan
dahi dan tubuh pasien sebaiknya difikasasi dengan sabuk khusus
pada head holder dan meja pemeriksaan. Lutut diberi pengganjal
untuk kenyamanan pasien (Nesseth, 2001).
Gambar 9. Posisi pasien pada pemeriksaan CT-scan kepala
(Nesseth,2001)
32
3) Scan Parameter Pada Kasus Cedera Kepala (Bontrager,2010)
a) Scanogram kepala lateral
b) Range I dari basis cranii sampai pars petrosum dan range II
dari pars petrosum sampai verteks.
c) Slice Thickness 2-5 mm ( range I ) dan 5-10 mm (range II)
d) FOV 24 cm
e) Gantry tilt Sudut gantry tergantung besar kecilnya sudut yang
terbentuk oleh infra orbito meatal line dengan garis vertical.
f) 120 kV, 250 mA
g) Rekonstruksi algorithma soft tissue dan untuk tulang
digunakan rekonstruksi algorithma bone
h) Window width 0-90 HU, otak supratentoria, otak pada fossa
posterior, tulang
i) Window Level 40-45 HU otak supratentorial, 30-40 HU otak
pada fossa posterior tulang
4). Foto sebelum dan sesudah pemasukkan media kontras
Secara umum pemeriksaan CT Scan kepala membutuhkan
6-10 irisan axial. Namun ukuran tersebut dapat bervariasi
tergantung keperluan diagnosa. Untuk kasus seperti tumor maka
jumlah irisan akan mencapai dua kalinya karena harus dibuat foto
sebelum dan sesudah pemasukan media kontras. Tujuan dibuat
foto sebelum dan sesudah pemasukan media kontras adalah agar
dapat membedakan dengan jelas apakah organ tersebut
mengalami kelainan atau tidak.
33
B. Kerangka Teori
Gambar 10. Kerangka teori penelitian
Informasi Citra Anatomi
- Struktur Tulang
- Sutura
- Bentuk Fraktur
- Garis Fraktur
- Fragmen Tulang
CT SCAN KEPALA DENGAN CEDERA
KEPALA
Slice
Thicknes
s
Range Faktor
Eksposi
FOV Gantry
Tilt
Matriks Kernel Windo
wing
PARAMETER
Spasial
Resolusi
Kontras
Resolusi
Noise Artefak
VRT
MPR
MIP
SR
34
C. Hipotesis
Dari kerangka teori tersebut di atas maka dapat ditetapkan hipotesis
sebagai berikut :
Ho : Tidak ada perbedaan kejelasan informasi citra anatomi volume
rendering hasil reformat variasi kernel pada pemeriksaan tulang kepala
dengan klinis cedera kepala.
Ha : Ada perbedaan kejelasan informasi citra anatomi volume rendering hasil
reformat variasi kernel pada pemeriksaan tulang kepala dengan klinis cedera
kepala.