5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fly Ash 2.1.1 Pengertian Fly ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fly Ash 2.1.1 Pengertian Fly ...
5 Universitas Kristen Petra
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fly Ash
2.1.1 Pengertian Fly Ash
Dalam proses pembakaran batubara dihasilkan dua material sisa. Satu
material yang keluar dari cerobong asap tungku pembakaran berupa debu yang
sangat halus disebut fly ash. Sedangkan material lainnya berupa debu kasar yang
berada pada dasar tungku disebut bottom ash. Berdasarkan konteks umum fly ash
termasuk material yang mempunyai kadar semen yang tinggi dan mempunyai sifat
pozzolan. Menurut Neville, A. M., Brooks, J. J. (1999), sifat pozzolan adalah sifat
yang dimiliki bahan-bahan yang mengandung senyawa silika dan alumina.
Kandungan fly ash menurut Santoso, I., Roy, S. K., et al. (2004) mengandung
Silica (SiO2), Besi Oksida (Fe2O3), Aluminium Oksida (Al2O3), Kalium Oksida
(CaO), Magnesium Oksida (MgO), dan Sulfat (SO4).
Banyak negara industri menggunakan batu bara sebagai bahan bakar,
khusus Jawa Timur antara lain adalah Pembangkit Tenaga Listrik berbahan bakar
batu bara, Pabrik Tjiwi kimia Mojokerto, dan PT. Semen Gresik. Industri ini lah
yang merupakan penghasil material fly ash dan bottom ash. Mutu Fly ash beragam
tergantung dari mutu kehalusan butiran batubara, efisiensi pembakaran, dimensi
tungku pembakaran serta cara penangkapan fly ash dalam pembakaran batu bara.
2.1.2. Analisa Unsur Kimia Fly Ash
Dari hasil analisa kimia, fly ash didapati memiliki unsur-unsur yang tidak
terbakar seperti SiO2, Al2O3, Fe2O3, dan cenderung berada pada partikel yang
berukuran halus, sedangkan unsur-unsur karbon yang ada, pada umumnya
ditentukan oleh “loss of ignition” lebih dominan pada partikel kasar, sehingga
prosentase berat yang lolos ayakan no.325 (ASTM C618) pada umumnya dapat
dipakai sebagai indikator kadar karbon (Wardani, S. P. R. 2008).
6 Universitas Kristen Petra
2.1.3. Sifat Fisik dan Karakteristik Fly Ash
Menurut laporan ACI Committee 226.3R-87, ukuran dan bentuk
karakteristik partikel fly ash tergantung dari tempat asal homogenitas batu bara,
ukuran butiran fly ash sebelum dibakar, pembakaran yang merata dan tipe sistem
pemadatan, berlubang (cenosphere), dan yang berbentuk bulatan yang
mengandung lebih sedikit fly ash (plerospheres). Material fly ash ini berwarna abu
– abu apabila dihasilkan langsung dari pembakaran batu bara pada keadaan
kurang oksigen. Proses pembakaran batu bara memegang peranan yang sangat
penting, sebab fly ash yang dihasilkan akan semakin baik apabila proses
pembakarannya semakin sempurna. Fly ash yang sempurna ini adalah fly ash
yang dibakar pada suhu di atas 10000 C dan warnanya ke abu-abuan (Andoyo,
2006).
2.1.4. Kadar Kandungan Kimia Fly Ash
Dalam SNI 03-6863-2002 (2002:146) spesifikasi fly ash sebagai bahan
untuk campuran beton disebutkan ada 3 jenis (Andoyo, 2006), yaitu :
1. Fly ash jenis N, ialah fly Ash hasil kalsinasi dari pozzolan alam
misalnya tanah diatomite, shole, tuft, dan batu apung.
2. Fly ash jenis F, ialah fly ash yang dihasilkan dari pembakaran batu
bara jenis antrasit pada suhu kurang lebih 1560 0 C
3. Fly ash jenis C, ialah fly ash hasil pembakaran lignit/batu bara dengan
kadar karbon sekitar 60%. Fly ash jenis ini mempunyai sifat seperti
semen dengan kadar kapur diatas 10%.
Sebenarnya, baik fly ash jenis F maupun jenis C mempunyai karakteristik
yang hampir sama. Yang membedakan keduanya hanyalah komposisi kimia yang
terkandung di dalamnya. Fly ash jenis F biasanya berasal dari hasil pembakaran
bitumen batu bara, mempunyai total kandungan silica (SiO2), Alumina (AL2O3)
dan ferum oksida (Fe2O3) minimum 70% dari berat total campuran dan kandungan
kalsium oksida (CaO) yang rendah, yaitu kurang dari 10%. Walaupun jenis ini
mempunyai bahan mineral kristalin yang tidak reaktif, fly ash jenis F ini masih
7 Universitas Kristen Petra
memiliki sifat pozzolan. Fly ash jenis F ini memiliki tingkat penambahan panas
yang lambat dibandingkan dengan fly ash jenis C (Vargas, J. A. 2007).
Fly ash jenis C biasanya berasal dari pembakaran sub-bitumen batu bara
dengan kandungan silica (SiO2), alumina (Al2O3) dan ferum oksida (Fe2O3)
sedikitnya mencapai 50% dari berat total dan kandungan kalsium oksida yang
tinggi yaitu berkisar antara 10% sampai 30%. Hampir semua bahan mineral yang
dikandung oleh fly ash jenis ini memiliki sifat yang reaktif, sehingga memiliki
sifat pozzolan dan juga sifat semen. Fly ash jenis C digunakan apabila dibutuhkan
beton dengan kekuatan awal yang tinggi, karena salah satu cirinya adalah
memiliki kekuatan awal yang tinggi dibandingkan dengan jenis F (Vargas, J. A.
2007).
Berdasarkan ASTM C618-84a, kandungan kimia fly ash jenis C adalah CaO,
SiO2, Al2O3. Fly ash jenis ini berasal dari pembakaran batu bara subbituminous
dan mempunyai berat jenis sekitar 2.31 – 2.86 Ton/m3 (ACI 226 3R-87). Fly ash
selama ini memiliki banyak kegunaan yang amat beragam antara lain dalam
penyusunan beton jalan, bahan baku keramik, pengganti semen dan bahan baku
pembuatan semen. Visualisasi fly ash yang digunakan berwarna kehitam –
hitaman seperti Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Fly Ash PLTU Paiton
Fly ash mempunyai kadar
pozzolanic, yaitu dapat bereaksi dengan kapur bebas yang dilepaskan semen saat
proses hidrasi dan membentuk senyawa yang bersifat mengikat pada temperatur
normal dengan adanya air.
Gambar 2.2 Partikel
Sumber : Nugraha, P.,
Fly ash adalah salah satu bahan yang mengandung silica amorf, dimana
silica amorf merupakan salah satu senyawa yang dapat mereduksi jumlah calcium
hidroksida yang terbentuk, seperti yang telah disebutkan pada bagian s
calcium hidroksida adalah senyawa yang jika bereaksi dengan C
C4AFH12 akan membentuk ettringite yang menyebabkan beton mengalami
perubahan volume membesar
calcium hidroksida dapat tereduksi ka
dengan air dan silica dapat
Dengan berkurangnya calcium hidroksida tidak membuat beton
kekurangan sifat basanya karena calcium silikat
sehingga dapat menggantikan peran dari calcium hidroksida dalam membuat sifat
basa dari beton.
Dalam penggunaannya sebagai pengganti sebagian semen dalam campuran
beton, fly ash bersifat sebagai pozzolan dan sebagai
karena akan terjadi reaksi peng
sebagai filler karena bentuk dari
8 Universitas Kristen
mempunyai kadar bahan semen yang tinggi dan mempunyai sifat
pozzolanic, yaitu dapat bereaksi dengan kapur bebas yang dilepaskan semen saat
proses hidrasi dan membentuk senyawa yang bersifat mengikat pada temperatur
Gambar 2.2 Partikel Fly Ash.
Sumber : Nugraha, P., Antoni. (2007)
adalah salah satu bahan yang mengandung silica amorf, dimana
silica amorf merupakan salah satu senyawa yang dapat mereduksi jumlah calcium
hidroksida yang terbentuk, seperti yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya,
calcium hidroksida adalah senyawa yang jika bereaksi dengan C3AH
akan membentuk ettringite yang menyebabkan beton mengalami
perubahan volume membesar dan menyebabkan terjadinya micro crack
calcium hidroksida dapat tereduksi karena reaksi antara calcium hidroksida
membentuk calcium silikat hidrat.
berkurangnya calcium hidroksida tidak membuat beton
kekurangan sifat basanya karena calcium silikat hidrat juga bersifat basa kuat
nggantikan peran dari calcium hidroksida dalam membuat sifat
Dalam penggunaannya sebagai pengganti sebagian semen dalam campuran
bersifat sebagai pozzolan dan sebagai filler. Sebagai pozzolan
karena akan terjadi reaksi pengikatan antara semen dengan fly ash, sedangkan
karena bentuk dari fly ash yang sangat halus. Selain itu kelebihan
Universitas Kristen Petra
bahan semen yang tinggi dan mempunyai sifat
pozzolanic, yaitu dapat bereaksi dengan kapur bebas yang dilepaskan semen saat
proses hidrasi dan membentuk senyawa yang bersifat mengikat pada temperatur
adalah salah satu bahan yang mengandung silica amorf, dimana
silica amorf merupakan salah satu senyawa yang dapat mereduksi jumlah calcium
ebelumnya,
AH6 dan
akan membentuk ettringite yang menyebabkan beton mengalami
micro crack yaitu
rena reaksi antara calcium hidroksida
berkurangnya calcium hidroksida tidak membuat beton
hidrat juga bersifat basa kuat
nggantikan peran dari calcium hidroksida dalam membuat sifat
Dalam penggunaannya sebagai pengganti sebagian semen dalam campuran
. Sebagai pozzolan
, sedangkan
yang sangat halus. Selain itu kelebihan fly
9 Universitas Kristen Petra
ash adalah tahan terhadap serangan dari sulfat. Setyawan. R., Wiratmoko. T.
(2007)
2.2. Bottom Ash
2.2.1. Pengertian Bottom Ash
Abu dasar (bottom ash) merupakan limbah yang dihasilkan dari
pembakaran batubara pada berbagai pembangkit listrik dan industri. Bottom ash
terdapat dalam jumlah yang cukup besar, sehingga memerlukan pengelolaan agar
tidak menimbulkan masalah lingkungan, seperti pencemaran udara, air dan tanah.
Bottom ash mempunyai ukuran partikel lebih besar dan lebih berat dari
pada fly ash, sehingga bottom ash akan jatuh pada dasar tungku pembakaran
(boiler) dan terkumpul pada penampung debu (ash hopper) lalu dikeluarkan dari
tungku dengan cara disemprot dengan air untuk kemudian dibuang atau dipakai
sebagai bahan tambahan pada perkerasan jalan (Santoso, I., Roy, S. K., Andarias,
P. 2004).
Bottom ash dikategorikan menjadi dry bottom ash dan wet bottom
ash/boiler slag berdasarkan jenis tungkunya yaitu dry bottom boiler yang
menghasilkan dry bottom ash dan slag-tap boiler serta cyclone boiler yang
menghasilkan wet bottom ash (boiler slag). Sifat dari bottom ash sangat bervariasi
karena dipengaruhi oleh jenis batu bara dan sistem pembakarannya (Santoso, I.,
Roy, S. K., Andarias, P. 2004). Visualisasi bottom ash yang digunakan berwarna
hitam seperti pada Gambar 2.3.
10 Universitas Kristen Petra
Gambar 2.3. Bottom Ash PLTU Paiton.
2.2.2. Sifat Fisik Bottom Ash
Sifat fisik bottom ash berdasarkan bentuk, warna, tampilan, ukuran,
specific gravity, dry unit weight dan penyerapan dari wet dan dry bottom ash dapat
dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Sifat Fisik pada Wet dan Dry Bottom Ash
Sifat Fisik Wet Bottom Ash Dry Bottom Ash
Bottom Ash
Bentuk bersiku/angular berbutir kecil/granular
Warna hitam Abu-abu gelap
Tampilan keras, mengkilap seperti pasir halus, sangat berpori
Ukuran No.4 (90-100%) 1.5 s/d 3/4 in (100%)
(%lolos ayakan) No.10 (40-60%) No.4 (50-90%)
No.40 (10%) No.10 (10-60%)
No.200 (5 %) No.4 (0-10%)
Specific gravity 2.3-2.9 2.1-2.7
Dry unit weight 960-1440 kg/m3 720-1600 kg/m3
penyerapan 0.3-1.1 % 0.8-2.0 %
Sumber: Coal Bottom Ash/Boiler Slag-Material Description, 2000
11 Universitas Kristen Petra
2.2.3 Sifat Kimia Bottom Ash
Komposisi kimia dari bottom ash sebagian besar tersusun dari unsur-unsur
Si, Al, Fe, Ca, Mg, S, Na dan unsur kimia yang lain. Berdasarkan beberapa
penelitian didapat bahwa kandungan garam dan pH yang rendah dari bottom ash
dapat menimbulkan sifat korosi pada struktur baja yang bersentuhan dengan
campuran yang mengandung bottom ash. Selain itu rendahnya nilai pH yang
ditunjukkan oleh tingginya kandungan sulfat yang terlarut menunjukkan adanya
kandungan pyrite (iron sulfide) yang besar Santoso, I., Roy, S. K., Andarias, P.
(2004).
2.2.4 Sifat Mekanis Bottom Ash
Kandungan pyrite yang terdapat dalam bottom ash harus diminimalkan
jumlahnya dengan elektromagnet sebelum digunakan, sebab pyrite merupakan
partikel yang ekspansif dan apabila terkena air dalam waktu lama akan
mempercepat kerusakan jalan (Santoso, I., Roy, S. K., Andarias, P. 2004). Adapun
sifat mekanis dari dry dan wet bottom ash dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aggarwal, dengan
menggunakan bottom ash yang memiliki kandungan karbonat tinggi dan bersifat
pozzolan sebagai pengganti agregat dalam campuran beton akan membuat beton
mengalami peningkatan yang lambat pada awal – awal perkerasannya, dan akan
mengalami penambahan kekuatan yang besar setelah beton berumur 28 hari
(Aggarwal, P., Aggarwal, Y., Gupta, S.M. 2007). namun, tidak demikian dengan
percobaan yang dilakukan oleh Yuksel, Billir, Dan Ozkan. Dengan menggunakan
bottom ash yang tidak memiliki kadar kalsium tinggi, didapatkan kesimpulan
bahwa penggunaan bottom ash akan menurunkan kekuatan beton akhir. Selain itu,
beton akan memiliki banyak pori sehingga beton menjadi lebih porus (Yu’ksel, I.,
Bilir, T., Ozkan. (2007).
Bottom ash juga memiliki beberapa kekurangan antara lain adalah
warnanya yang gelap dapat mempengaruhi hasil akhir dari beton yang dihasilkan
nantinya. Selain itu, kandungan garam dan pH-nya yang rendah akan membuat
struktur baja tulangan menjadi lebih mudah rusak. Bottom ash juga mempunyai
12 Universitas Kristen Petra
kandungan pyrite, yaitu suatu partikel yang bersifat ekspansif bila bersentuhan
dengan air. Sifat pyrite dapat dibuang dengan menggunakan electromagnet
sebelum digunakan (Aggarwal, P., Aggarwal, Y., Gupta, S.M. 2007)
Tabel 2.2 Sifat Mekanis dari Dry dan Wet Bottom Ash
Sifat Mekanis
Bottom Ash Dry Bottom Ash Wet Bottom Ash
Max. Dry Density 1330 – 1650 kg/m3 1210 – 1620 kg/m3
Kelembaban
8 – 20%
12–24%
(umumnya <20)
Optimum
Test Abrasi LA 24 – 48 30 – 50
(% kehilangan)
Sodium Sulfat 1 – 9 1,5 – 10
Soundness test
(% kehilangan)
Kuat geser 38 – 42° 38 – 42°
(sudut geser) 38 – 46 ° (ukuran 38 – 45° (ukuran
butir < 9,5 mm) butir < 9,5 mm)
CBR (%) 40 – 70 40 – 70
Koefisien 10-2 – 10-3 cm/det 10-2 - 10-3 cm/det
Permeabilitas
Friable partikel Tidak Ada Ada
(kerak batu bara)
Sumber: Coal Bottom Ash/Boiler Slag-Material Description, 2000
2.3. Agregat Buatan.
Agregat merupakan bahan keras dan kaku yang digunakan sebagai bahan
campuran, yang berupa berbagai jenis butiran atau pecahan yang termasuk di
dalamnya antara lain : pasir, kerikil, agregat pecah, terak dapur tinggi, abu/debu
agregat.
Berdasarkan jenisnya, agregat dibagi menjadi tiga yaitu agregat normal,
berat dan ringan. Secara umum agregat normal digunakan untuk tujuan umum
yaitu menghasilkan beton dengan berat satuan 1800 – 2800 Kg/m3. Agregat Berat
13 Universitas Kristen Petra
digunakan untuk tujuan khusus yaitu menahan radiasi dari sinar X dan neutron
yang mempunyai berat sekitar 4000-5000 Kg/m3. Agregat ringan digunakan untuk
struktur dimana berat sangat menentukan. Agregat yang akan dibentuk pada
penelitian ini adalah agregat buatan yang tidak terdapat di alam. Beberapa jenis
dari agregat buatan merupakan hasil sampingan dari proses industri yang diproses
agar dapat digunakan sebagai mineral agregat pengisi (filler).
Agregat yang dibuat dengan tujuan penggunaan tertentu, karena
kekurangan agregat alam, biasanya berupa agregat ringan. Contoh agregat buatan
adalah klinker dan breeze yang berasal dari limbah pembangkit tenaga uap,
agregat yang berasal dari tanah liat yang dibakar (LECA=Lightweight Expanded
Clay Agregate), cook breeze berasal dari limbah sisa pembakaran arang, hydite
berasal dari tanah liat (shale) yang dibakar pada tungku putar, lelite terbuat dari
batu metamorphore atau shale yang mengandung karbon, kemudian dipecah dan
dibakar pada tungku vertikal dengan suhu tinggi. Adapun agregat buatan biasanya
berasal dari stone crusher hasil residu terak tanur tinggi (blast furnace slag),
pecahan genteng, pecahan beton, fly ash dari residu PLTU, extended shale,
expanded slag. Visualisasi agregat buatan berdasarkan Tjaronge, M. W. (2005)
seperti pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Agregat Buatan,
Sumber : Tjaronge, M. W. (2005)
14 Universitas Kristen Petra
2.4 Metode Peletizer Agregat Buatan
Agregat buatan berbahan bottom ash dan fly ash dibuat dalam bentuk
gumpalan kecil menyerupai pellet. Proses pembuatan pellet dikenal sebagai proses
peletisasi yang hasilnya berupa agregat kasar. Beberapa parameter yang perlu
dipertimbangkan untuk efisiensi produksi pellet antara lain kecepatan putaran
peletizer disc (disc adalah cakram), kadar air, sudut pelletizer disc dan waktu yang
diperlukan selama proses peletisasi (Ramamurthy, K., Harikrishnan, K. I. 2006).
Alat yang digunakan dalam proses peletisasi dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Growing Path of Pellets dan Disc Pelletizer Machine.
Sumber : Ramamurthy, K., Harikrishnan, K. I. 2006
Berbagai jenis mesin pelletizer yang digunakan dalam pembuatan pellet
dapat berbentuk panci, drum, kerucut dan mixer. Menggunakan mesin pelletizer
bentuk panci, distribusi ukuran pellet lebih mudah dikontrol dibandingkan
menggunakan mesin pelletizer dalam bentuk drum. Secara umum penggunaan
disc pelletizer machine, dapat membuat butiran kecil pada tahap awal dan butiran
kecil itu ukurannya terus bertambah besar sejalan dengan pertambahan waktu.
Pada umumnya Disc pada mesin pelletizer berdiameter 570 mm, kedalaman sisi
disc 250 mm yang berada pada bingkai flexibel dengan posisi sudut disc dapat
diatur antara 350 sampai 550. Untuk mengontrol putaran disc secara vertikal
kecepatan dikendalikan dengan variasi antara 35 rpm sampai 55 rpm yang dapat
dilihat pada Gambar 2.3 (Ramamurthy, K., Harikrishnan, K. I. 2006).
15 Universitas Kristen Petra
Kadar air dan sudut pelletizer disc mempengaruhi perubahan ukuran pellet
(Ramamurthy, K., Harikrishnan, K. I. 2006). Pada awalnya beberapa persen air
ditambahkan dalam bahan pengikat, kemudian dituangkan dalam mesin pelletizer,
air yang tersisa disemprotkan selama periode berputar karena saat berputar tanpa
air fly ash yang ada di disc, cenderung membentuk gumpalan dan tidak
meningkatkan ukuran partikel.