1 ARTIKEL ILMIAH PERILAKU BETON RINGAN AGREGAT ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of 1 ARTIKEL ILMIAH PERILAKU BETON RINGAN AGREGAT ...
1
ARTIKEL ILMIAH
PERILAKU BETON RINGAN AGREGAT KASAR BATU APUNG DENGAN
PENAMBAHAN SILICA FUME DAN SUPERPLASTICIZER PADA VARIASI
TEMPERATUR TINGGI TERHADAP KUAT TEKAN BETON
Material properties of pumice coarse aggregate lightweight concrete with the addition
of silica fume and superplasticizer at high temperature variation
Tugas Akhir
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil
Disusun Oleh
DIDI SETIYAWAN
F1A 211 034
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MATARAM
2016
4
Perilaku Beton Ringan Agregat Kasar Batu Apung Dengan Penambahan Silica
Fume Dan Superplasticizer Pada Variasi Temperatur Tinggi Terhadap Kuat
Tekan Beton
Didi Setiyawan1, Suryawan Murtiadi
2, Fathmah Mahmud
2,
1Mahasiswa Jurusan Tehnik Sipil Universitas Mataram
2Dosen Jurusan Tehnik Sipil Universitas Mataram
Jurusan Tehnik Sipil, Fakultas Tehnik, Universitas Mataram
ABSTRAK
Kebutuhan beton ringan dalam berbagai aplikasi teknologi konstruksi modern
meningkat dengan cepat. Hal ini disebabkan karena berbagai keuntungan yang dapat
diperoleh dari penggunaan teknologi beton ringan. Masalah yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah bagaimana pengaruh temperatur dengan variasi yang berbeda
terhadap kuat tekan beton ringan dengan penambahan silica fume. Tujuan dari
penelitian ini untuk mengetahui pengaruh temperature dengan variasi yang berbeda
terhadap kuat tekan beton ringan dengan penambahan silica fume
Penelitian ini menggunakan benda uji kubus ukuran 10x10x10 cm, dan
menggunakan batu apung sebagai agregat kasar untuk beton pasca bakar dengan dua
variasi beton yaitu, beton normal, dan beton ringan+silica fume. Setelah umur 45 hari
dilakukan proses pembakaran selama 2 jam menggunakan oven (furnace) dengan
temperatur 200C, 500C, dan 800C, setelah beton dibakar kemudian dilakukan proses
pendinginan, setelah itu beton diuji kuat tekan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kuat tekan benda uji kubus pada umur 28 hari
beton ringan+sica fume dan beton normal berturut-turut 19.667 MPa, 31.333 MPa. Pada
temperature 200C, 500C, dan 800C menunjukan kuat tekan sisa beton ringan+silica fume berturut-turut adalah 98.176%, 76.190%, 38.095%. pada penelitian ini juga perlu
diperhatikan dalam pencampuran beton adalah Factor Air Semen (FAS), karena FAS
sangat berpengaruh pada mutu dan kekuatan beton ringan.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beton adalah suatu material yang
terdiri dari campuran semen, air, agregat
(kasar dan halus) dan bahan tambah bila
diperlukan. Kualitas beton bergantung
pada bahan-bahan penyusunnya. Besarnya
kuat beton dipengaruhi beberapa hal
antara lain factor air semen, jenis semen,
gradasi agregat, sifat agregat, pengerjaan
(pencampuran pemadatan dan perawatan),
umur beton, dan bahan kimia tambah
(admixture).
Beton ringan merupakan beton yang
memiliki massa jenis (density) lebih
ringan daripada beton pada umumnya.
Karena itu, keunggulan utama pada beton
ringan ada pada beratnya, sehingga
apabila digunakan pada proyek bangunan
yang tinggi, akan dapat secara signifikan
mengurangi berat sendiri bangunan, yang
selanjutnya berdampak kepada
perhitungan pondasi. Keuntungan lain dari
beton ringan yaitu, memiliki nilai tahan
panas (thermal insulator) yang baik,
memiliki tahanan suara (peredam) yang
baik dan ketahanan api (fire resistant).
5
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh perubahan
fisik (perubahan warna, adanya
kerusakan) pada beton setelah
dibakar pada temperatur tinngi?
2. Bagaimana pengaruh penambahan
silica fume dan sikamen LN
terhadap perilaku material beton
ringan?
3. Bagaimana pengaruh temperatur
tinggi terhadap kekuatan beton
ringan setelah pembakaran jika
dibandingkan dengan beton
normal?
1.3 Batasan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam
penelitian ini dibatasi sebagai berikut :
1. Pengujian kuat tekan beton
dilakukan pada umur 28 dan 45
hari
2. Agregat kasar yang digunakan
dalam penelitian ini adalah batu
apung dengan diameter maksimal
2 cm
3. Benda uji yang akan dibuat
berbentuk kubus dengan ukuran
10x10x10 cm
4. Pembakaran benda uji dilakukan
selama 2 jam
5. Temperatur pembakaran yang
akan dilakukan yaitu 200C,
500C, dan 800C dan hanya dilakukan pengujian kuat tekan.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan tujuan:
1. Mengetahui prilaku material dari
beton ringan dengan penambahan
silica fume dan sikament LN.
2. Mengetahui perubahan fisik dari
beton ringan pasca bakar.
3. Mengetahui pengaruh temperatur
tinggi terhadap kekuatan beton
ringan setelah pembakaran jika
dibandingkan dengan beton
normal.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat dan memberikan
informasi yang jelas bagi
pengembangan ilmu teknologi
beton dan pengaruh yang terjadi
akibat penambahan silica fume dan
sikament LN serta perubahan-
perubahan dari struktur beton
terhadap pengaruh temperatur
tinggi.
2. Dapat memberikan kontribusi
terhadap perkembangan ilmu
teknik sipil khususnya dibidang
struktur beton bangunan.
DASAR TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Beton ringan didapat dari
pencampuran bahan-bahan agregat
halus dan kasar yaitu pasir, batu
kerikil (batu apung) atau bahan
semacam lainnya, dengan
menambahkan secukupnya bahan
perekat semen, dan air sebagai bahan
pembantu, guna keperluan reaksi
kimia selama proses pengerasan dan
perawatan beton berlangsung. Agregat
halus dan kasar disebut sebagai bahan
komponen utama beton.
Kekuatan beton sangat ditentukan
oleh kekuatan agregat dan kekuatan
matrix pengikatnya. Dengan demikian,
faktor yang dapat dioptimalkan untuk
mendapatkan beton ringan struktural
adalah kekuatan matrix pengikat. Dari
urian diatas, penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui penggantian
agrergat kasar dengan batu apung
terhadap kuat tekan beton, dengan
menggunakan Silica Fume sebagai
bahan substitusi sebagian semen juga
sikament LN guna untuk membantu
kelecekan/keenceran pada saat
pencampuran berlangsung dan untuk
meningkatkan kekuatan tekan beton.
Menurut SNI.T-08-1991-03 kuat tekan
beton minimal adalah 17,5 MPa.
6
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pengertian Beton
Beton merupakan hasil dari
pencampuran bahan-bahan agregat halus
dan kasar yaitu pasir, batu, batu pecah dan
semacam lainnya, dengan menambahkan
semen secukupnya yang berfungsi sebagai
bahan perekat bahan susun beton, dan air
sebagai bahan pembantu guna keperluan
reaksi kimia selama proses pengerasan
dan perawatan beton berlangsung. Pada
saat keras, beton diharapkan mampu
memikul beban sehingga sifat utama yang
harus dimiliki oleh beton adalah
kekuatannya.
Beton dibanding dengan bahan
bangunan lain mempunyai beberapa
kelebihan, antara lain :
a. Harga relatif murah karena
menggunakan bahan-bahan dasar yang
umumnya tesedia di dekat lokasi
pembangunan.
b. Termasuk bahan yang awet, tahan aus,
tahan kebakaran, tahan terhadap
karatan, atau pembusukan oleh
lingkungan, sehingga biaya perawatan
murah.
c. Kuat tekannya cukup tinggi sehingga
dikombinasikan dengan baja tulanagan
(yang kuat tariknya tinggi) dapat
dikatakan mampu dibuat untuk
struktur berat.
d. Beton segar dapat dengan mudah
diangkut, mampu dicetak dalam
bentuk dan ukuran sesuai keinginan.
Cetakan dapat pula dipakai beberapa
kali sehingga secara ekonomi menjadi
murah.
Walaupun beton mempunyai
kelebihan, namun beton juga mempunyai
kekurangan. Beberapa kekurangan itu
antra lain :
a. Berat sendiri beton yang besar
b. Kekuatan tariknya rendah, meskipun
kekuatan tekannya besar.
c. Beton cenderung untuk retak, karena
semennya hidraulis.
d. Pelaksanaan pengerjaan membutuhkan
ketelitian yang tinggi.
2.2.2 Beton ringan
Beton ringan adalah beton yang
memakai agregat ringan atau campuran
agregat kasar ringan dan pasir sebagai
pengganti agregat halus ringan. Dimana
memiliki ketentuan tidak boleh
melampaui berat isi maksimum beton
1850 kg/m³ pada umur 28 hari, dan harus
memenuhi persyaratan kuat tekan dan
kuat tarik belah beton ringan untuk tujuan
struktural (SNI 03-2461-2002). Tujuan
penggunaan beton ringan adalah untuk
mengurangi berat sendiri dari struktur
sehingga komponen struktur
pendukungnya seperti pondasi akan
menjadi lebih hemat. Agregat yang
digunakan untuk memproduksi beton
ringan merupakan agregat ringan juga.
Agregat ringan melalui proses
terbentuknya dibedakan menjadi dua,
yaitu agregat ringan alami dan agregat
ringan buatan (SNI 03-3449-2002).
2.2.3 Bahan penyusun beton ringan
a. Agregat
Agregat adalah butiran mineral alami
yang berfungsi sebagai bahan pengisi
dalam campuran beton. Agregat ini harus
bergradasi sedemikian rupa sehinnga
seluruh masa beton dapat berfungsi
sebagai benda yang utuh, homogeny, dan
rapat. Dimana agregat yang berukuran
kecil berfungsi sebagai pengisi celah yang
ada diantara agregat berukuran besar
(Nawy, 1990).
Dalam teknologi beton, agregat dalam
campuran dibagi menjadi 2 bagian
susunan antara lain :
a. Agregat halus (pasir) adalah material
alami yang berfungsi sebagai bahan
pengisi dalam campuran beton yang
memiliki ukuran butiran kuran dari 5
mm. agregat halus (pasir) berasal dari
desintegrasi alami dari batuan alam
atau pasir buatan yang sihasilkan dari
7
alat pemecah batu (SNI 03-2834-
2000).
Distribusi butiran agregat halus dibagi
menjadi empat daerah gradasi, seperti
terlihat pada tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1 Klasifikasi gradasi agregat halus
Lubang Persen berat butir yang lolos ayakan
Ayakan Daerah
I
Daerah
II
Daerah
III
Daerah
IV
(mm) (%) (%) (%) (%)
10 100 100 100 100
4,8 90-100 90-100 90-100 95-100
2,4 60-95 75-100 85-100 95-100
1,2 30-70 55-90 75-100 90-100
0,6 15-34 35-59 60-79 80-100
0,3 5-20 8-30 12-40 15-5
0,15 0-10 0-10 0-10 0-15
Sumber: Tjokrodimuljo, 1996
Keterangan:
a. Daerah I : pasir kasar
b. Daerah II : pasir agak kasar
c. Daerah III : pasir agak halus
d. Daerah IV : pasir halus
b. Agregat Kasar adalah kerikil sebagai
hasil disintegrasi alami dari batuan
atau berupa batu pecah yang diperoleh
dari industri pemecah batu dan
mempunyai ukuran butir antara 5-40
mm. (SNI-03-2834-2000).
Distribusi ukuran agregat kasar terbagi
dalam tabel batas-batas gradasi untuk
agregat kasar agregat kasar seperti
pada Tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2 Klasifikasi gradasi agregat
kasar
Lubang
Ayakan
(mm)
Persen Berat Butir yang
Lolos Ayakan
Besar butir
maksimum
40 mm
Besar butir
maksimum
20 mm
40 95-100 100
20 30-70 95-100
10 10-35 25-55
4,8 0-5 0-10
Tabel 2.3 Komposisi kimia batu apung
Desa Ijo Balit Kab. Lombok Timur
No Kandungan
Kimia
Komposisi
Kimia Batu
Apung (%)
1. SiO2 68.37
2. Al2O3 16.26
3. Na2O 3.67
4. Fe2O3 4.26
5. K2O 2.24
6. MgO 2.51
7. CaO 4.93
Sumber: Ardiani, 2005 dalam Ma’rip,
2011
2.2.4 Semen Portland
Semen merupakan bahan pengikat
yang penting pada beton. Jika
ditambahkan dengan air, semen akan
menjadi pasta semen. Jika ditambahkan
dengan agregat halus, pasta semen akan
menjadi mortar yang jika digabungkan
dengan agregat kasar akan menjadi
campuran beton segar yang setelah
mengeras akan menjadi beton keras
(concrete). Pada umumnya semen
berfungsi untuk :
1. Bercampur dengan air untuk mengikat
pasir dan krikil agar terbentuk beton.
2. Bereaksi kiamia dengan air akan
menjadi pasta.
Menurut SNI 15-2049-2004 semen
Portland dibedakan menjadi 5 jenis/type,
yaitu:
1. Jenis I, yaitu semen Portland untuk
penggunaan umum yang tidak
memerlukan persyaratan-persyaratan
khusus.
2. Jenis II, yaitu semen Portland yang
penggunaannya memerlukan
ketahanan terhadap sulfat atau kalor
hidrasi sedang.
3. Jenis III, semen Portland yang dalam
penggunaannya memerlukan kekuatan
tinggi pada tahap permulaan setelah
pengikatan terjadi.
8
4. Jenis IV, semen Portland yang dalam
penggunaannya memerlukan kalor
hidrasi rendah.
5. Jenis V, Semen Portland yang dalam
penggunaannya memerlukan
ketahanan tinggi terhadap sulfat.
2.2.5 Air
Air digunakan sebagai bahan
pencampur dan pengaduk beton untuk
mempermudah pekerjaan. Air sebagai
bahan pencampur semen berperan
sebagai bahan perekat. Peranan air
sebagai bahan perekat terjadi melalui
reaksi hidrasi, yaitu semen dan air akan
membentuk pasta semen dan mengikat
fragmen-fragmen agregat. Faktor air
semen adalah perbandingan antara berat
air dan berat semen dalam campuran
adukan. Kekuatan dan kemudahan
pengerjaan (workability) campuran
adukan beton ringan sangat dipengaruhi
oleh jumlah air campuran yang dipakai.
Untuk suatu perbandingan campuran
beton ringan tertentu diperlukan jumlah
air yang tertentu pula.
Air sebagai bahan dasar dalam
pembuatan beton diperlukan dalam
proses hidrasi semen dan berfungsi
sebagai pelumas antar agregat agar
mudah dikerjakan dan dipadatkan.
Menurut Tjokrodimuljo (1996),
pemakaian air untuk beton tersebut
sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1. Tidak mengandung lumpur (benda
melayang lainnya) lebih dari 2 gr /
liter.
2. Tidak mengandung garam-garam yang
dapat merusak beton (asam, zat
organik dan sebagainya) lebih dari 15
gr / liter.
3. Tidak mengandung klorida (CL) lebih
dari 0.5 gr / liter.
4. Tidak mengandung senyawa –
senyawa sulfat lebih dari 1 gr / liter.
2.2.6 Bahan Tambah
Bahan tambahan (admixture)
adalah bahan-bahan yang ditambahkan
kedalam campuran beton pada saat atau
selama pencampuran berlangsung. Fungsi
dari bahan ini adalah untuk mengubah
sifat-sifat dari beton agar menjadi lebih
cocok untuk perkerjaan tertentu.
(Mulyono, 2004:117).
2.2.7 Silica Fume
Silica fume merupakan material
yang terdiri dari partikel halus dengan
diemeter 0.1-1.0 mikrometer dengan
kandungan SiO2 yang tinggi yaitu berkisar
86-96%. Berfungsi sebagai pengganti
sebagaian dari semen atau bahan
tambahan pada sifat-sifat khusus beton,
seperti penempatan mudah, kekuatan
tinggi, permeabilitas rendah, dan lain
sebagainya. Silica fume merupakan hasil
sampingan dari produk logam silicon.
2.2.8 Superplasticizer
Superplasticizer merupakan bahan
tambah (admixture). Bahan ini
mengurangi jumlah air yang dipakai,
untuk mendapatkan workability (flowing
concrete) yang baik. Superplasticizer atau
high range water reducer dalam hal ini
mutlak diperlukan karena kondisi FAS
yang umumnya sangat rendah pada beton
ringan, untuk bisa mengontrol dan bisa
menghasilkan nilai slump yang optimal
pada beton segar (workability), sehingga
bisa dihasilkan kinerja penegcoran beton
yang baik.
Keistimewaan menggunakan
Superplasticizer dalam campuran pasta
semen maupun campuran beton antara
lain:
a. Menjaga kandunagan air dan semen
tetap konstan sehingga didapatkan
campuran dengan workability tinggi.
b. Mengurangi jumlah air dan menjaga
kandungan semen dengan kemampuan
kerjanya tetap sama serta
menghasilkan factor air semen yang
lebih rendah dengan kekuatan yang
lebih rendah.
9
Sikament LN merupakan salah satu
Superplasticizer yang berfungsi sebagai
aditif untuk pengurangan air jumlah besar
dan superplastisator untuk mempercepat
pengerasan beton serta kelecekan tinggi.
Sikament LN memberikan keuntungan-
keuntungan antara lain:
a. Dapat mengurangi penggunaan air
hingga 20%
b. Meningkatkan kekuatan tekan pada
umur 28 hari sebesar 40%
c. Menambah kekedapan air
2.2.9 Faktor Air Semen
Faktor air semen (fas, w/c) adalah
angka yang menunjukan perbandingan
antara berat air dan berat semen. Pada
beton mutu tinggi pengertian w/c bisa
diartikan sebagai (water to cementitious
ratio), yaitu rasio berat air terhadap berat
total semen dan (aditif cementitious), yang
umumnya ditambahkan pada campuran
beton mutu tinggi. Faktor air semen yang
rendah, merupakan faktor yang paling
menentukan dalam menghasilkan beton
yang bagus, dengan tujuan untuk
mengurangi seminimal mungkin porositas
beton yang dihasilkan. Dengan demikian
semakin besar volume faktor air semen
(FAS) semakin rendah kuat tekan
betonnya. Untuk membuat beton yang
bagus faktor air semen yang dipergunakan
antara 0,28 sampai dengan 0,38. ( Ma dan
Dietz, 2002).
2.2.10 Pengaruh temperatur tinggi
terhadap kuat tekan beton
Pada saat suhu pembakaran,
keadaan panas yang diterima beton
dipermukaan berbeda dengan suhu yang
ada ditengah suatu beton. Sehingga
terkadang tingkat kerusakan beton terjadi
di permukaan saja yang ditandai dengan
retak retak rambut.
Menurut Nugraha, 2007 Pengaruh
temperatur tinggi terhadap beton dapat
mengakibatkan perubahan, antara lain :
1. Pada suhu 100ºC:air kapiler
menguap. Pada suhu 200ºC: air
yang terserap dalam agregat
menguap. Penguapan menyebabkan
penyusutan pasta.
2. Pada suhu 400ºC: pasta semen yang
sudah terhidrasi terurai kembali
sehingga kekuatan beton mulai
terganggu.
Agregat berubah pada temperatur
tinggi tergantung pada struktur dan
komposisi mineralnya.Bila semen
ditambah pozzolan, yakni sejenis refraksi
tanah yang istimewa, maka kehilangan
kekuatan tekan pada suhu tinggi bisa
dihindari. (Majalah Ilmiah UNUD yang
dikutip oleh Daga, 2002). Pada suhu
tinggi pozzolan juga bereaksi dan
mengikat hidrasi yang terjadi, sehingga
tidak hilang dan akan membentuk
peningkatan kekuatan tekan pada
temperatur tinggi. Apabila semen
alumina dipakai sebagai pengganti
Portland semen maka kalsium hidroksida
tidak akan terjadi pada proses pengerasan
beton dan beton yang terjadi jauh akan
lebih tahan panas.
2.2.11 Klasifikasi tingkat kerusakan
akibat kebakaran
1. Kuat tekan
Kuat tekan beton adalah
perbandingan antara tingkatan beban yang
diberikan dengan luas penampang, yang
menyebabkan benda uji beton hancur bila
dibebani dengan gaya tekan tertentu yang
dihasilkan mesin tekan. Kekuatan tekan
beton ditentukan oleh pengaturan dari
perbandingan semen, agregat kasar dan
halus, air dan berbagai jenis campuran
beton.
Ciri-ciri struktur yang terjadi pada beton
karena pengaruh temperature yang tinggi
adalah:
a. Kekuatan menurun
b. Mengelupasnya beton
c. Terjadinya retak-retak
Jenis kerusakan yang sering terjadi
akibat kebakaran antara lain: crazing
(gejala retak remuk pada permukaan beton
yang berkaitan langsung dengan kenaikan
temperatur pada beton), voids (lubang-
10
lubang yang cukup dalam atau kropos),
spalling (melepasnya sebagian permukaan
beton dalam bentuk lapisan tipis).
Klasifikasi tingkat keruakan gedung pasca
kebakaran antara lain:
1. Kerusakan ringan
Kerusakan ini berupa
pengelupasan pada pelesteran luar
beton dan terjadinya perubahan warna
permukaan menjadi hitam akibat asap
yang mungkin disertai dengan retak-
retak pada pelesteran.
2. Kerusakan sedang
Kerusakan ini berupa
munculnya retak-retak ringan
(kedalam kurang dari 1 mm) pada
bagian luat beton yang berupa garis-
garis yang sempit dan tidak terlalu
panjang dengan pola menyebar. Retak
ini diakibatkan oleh proses penyusutan
beton pada saat terjadi kebakaran.
3. Kerusakan berat
Retak yang terjadi sudah
memiliki ukuran lebih dalam dan
lebar, terjadi secara tunggal atau
kelompok. Jika terjadi pada balok
kadang-kadang disertai dengan
lendutan yang dapat dilihat dengan
mata.
4. Kerusakan sangat berat
Kerusakan yang terjadi sudah
sedemikian rupa sehingga beton
pecah/terkelupas sehingga tampak
tulangan bajanya, atau bahkan sampai
tulangan putu/tertekuk, beton ini
hancur.
Pengukuran kuat tekan
(compressive strength) dapat dihitung
dengan persamaan sebagai berikut:
(SNI 03-1974-1990):
f’c=
………………………………(2-1)
Keterangan:
f’c = kuat tekan beton (MPa)
P = beban maksimum (N)
A = luas penampang benda uji (mm2)
Apabila kekuatan beton tidak
ditentukan dengan benda uji kubus,
tetapi dengan benda uji silinder
dengan diameter 15 cm dan tinggi 30
cm, maka perbandingan antara
kekuatan tekan yang didapat
dikonversi dengan nilai pada tabel 2.3
berikut:
Tabel 2.3 Faktor konversi nilai
kuat tekan beton menurut dimensi
benda uji.
Shape Of
Test
Specime
nt
Size in mm Modificati
on Factor
Cube 100x100x1
00
150x150x1
50
200x200x2
00
0.80
0.80
0.83
Cylinder 150x300
100x200
200x500
1.00
0.97
1.05
Square
prism
150x150x4
50
200x200x6
00
1.05
1.05
Sumber: ASTM (1986, dalam tali nusa
dkk, 2014)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di
Laboraturium Struktur dan Bahan
Jurusan Teknik Sipil Universitas
Mataram.
3.2 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1. Agregat halus: pasir
2. Agregat kasar: Batu Apung
3. Semen Portland (PC) tipe I merk
Tiga Roda
11
4. Air yang digunakan berasal dari
jaringan air bersih Laboraturium
Fakultas Teknik Universitas
Mataram
5. Bahan Tambahan yaitu Silica fume
dan sikament LN
3.3 Alat penelitian
Alat yang digunakan antara lain:
1. Timbangan digunakan untuk
mengukur berat bahan dan benda
uji yang akan diuji
2. Ayakan agregat untuk analisa
gradasi agregat halus dan kasar
3. Picknometer, digunakan untuk
mencari berat jenis pasir
4. Keranjang kawat untuk memeriksa
berat jenis kerikil
5. Mesin Los Angeles untuk menguji
keausan agregat kasar
6. Cetakan kubus ukuran (10 x 10 x
10 cm)
10 cm
10 cm
Gambar 3.1. benda uji kubus ukuran
10x10x10 (cm)
7. Mesin aduk beton (molen),
digunakan untuk mengaduk bahan
beton
8. Nampan pencuci untuk memeriksa
kandungan lumpur
9. Kerucut abrams untuk mengukur
slump beton
10. Bak air untuk merendam benda uji
11. Oven digunakan untuk
pembakaran benda uji
12. CTM (Compression Testing
Machine), digunakan untuk
menguji kuat tekan beton
3.4 Pemeriksaan Bahan Penyusun
Beton
Bahan penyusun beton dalam
penelitian ini adalah:
a. Air
Air yang digunakan berasal
dari instalasi air bersih
Laboraturium Fakultas Teknik
Universitas Mataram
b. Semen
Semen yang digunakan
semen Portland Tipe I merk Tiga
Roda, dengan kemasan tertutup
sempurna, berlogo SNI (Standar
Nasional Indonesia), bahan
butirnya halus dan tidak
menggupal.
c. Silica Fume
Penggunaan silica fume
dalam pencampuran beton
dimaksudkanm untuk
menghasilkan beton dengan
kekuatan tekan yang tinggi. Silica
fume yang digunakan
menggunakan produk dari PT.
Sika Nusa Pratama, dengan merk
perdagangan Sika Fume.
d. Agregat
Pengujian dan pemeriksaan terdiri
dari:
3.5 Pemeriksaan berat satuan agregat
3.5.1 Pemeriksaan berat jenis
pasir
Prosedur pelaksanaan pemeriksaan
berat satuan agregat lepas antara lain:
a. Menimbang berat bejana (W1) dan
mengukur diameter serta tinggi
bejana.
b. Memasukan pasir atau kerikil
kedalam bejana dengan hati-hati
agar tidak ada butiran yang keluar.
c. Meratakan permukaan pasir atau
kerikil dengan menggunakan
mistar perata.
d. Menimbang berat bejana yang
berisi pasir atau kerikil (W2)
e. Menghitung berat benda uji ( W3 =
W2 - W1 )
f. Menghitung berat satuan agregat
lepas
g. Berat satuan agregat lepas =
…………………………. (3-1)
12
Dengan:
W3 = berat lepas benda uji
(gram)
V = volume bejana ( cm3 )
Prosedur pelaksanaan pemeriksaan
berat satuan agregat lepas antara
lain:
1. Menimbang berat bejana (W1)
dan mengukur diameter serta
tinggi bejana
2. Mengisi bejana dengan pasir
atau kerikil dalam tiga lapis
yang sama tebal. Setiap lapis
mendapatkan dengan
pemadatan yang sama.
3. Meratakan permukaan pasir
atau kerikil dengan
menggunakan mistar perata
4. Menimbang bejaana yang
berisi pasir atau kerikil (W2)
5. Menghitung berat benda uji
(W3 =W2-W1)
6. Menghitung berat satuan
agregat padat
7. Berat satuan agregat padat =
………………………….(3-2)
3.5.2 Pemeriksaan berat jenis
pasir
Prosedur pelaksanaan pemeriksaan
berat jenis pasir antara lain:
1. Menyiapkan pasir yang butirannya
lewat ayakan 4.80 mm sebanyak
1000 gram.
2. Mengeringkan pasir dalam oven
dengan suhu 1050C selama 24 jam.
3. Mengeluarkan pasir dari dalam
oven kemudian didiamkan selama
beberapa jam, selanjutnya pasir
direndam selama 24 jam.
4. Air rendaman dibuang, kemudian
pasir ditebarkan agar kering
sampai tercapai keadaan jenuh
kering muka (SSD)
5. Pasir yang sudah jenuh kering
muka (SSD) dimasukan kedalam
piknometer sebanyak 500 gram
(B0). Air yang dimasukan sampai
90% penuh. Kemudian piknometer
diputar-putar untuk mengeluatkan
gelembung udara yang
terperangkap diantara butir-butir
pasir
6. Air ditambahkan ke piknometer
sampai tanda batas, kemudian
piknometer yang berisi pasir dan
air tersebut di timbang (B1)
7. Pasir dikeluarkan dari piknometer,
kemudian keringkan dengan
tungku sampai beratnya tetap (B2).
Penimbangan dilakukan setelah
pasir didinginkan
8. Piknometer yang berisi penuh air
ditimbang (B3)
9. Menghitung berat jenis, berat jenis
SSD dan penyerapan pasir:
Barat jenis =
+
B0+B1……………………………
………. (3-3)
Berat jenis SSD =
+ B0-B1
……………………………… (3-
4)
Penyerapan pasir =
X
100% ………………………...(3-
5)
Dengan:
B0 = berat pasir dalam keadaan
jenuh kering muka ( gram )
B1 = berat piknometer berisi pasir
dan air ( gram )
B2 = berat pasir setelah kering (
gram )
B3 = berat piknometer berisi air (
gram )
3.5.3 Analisa saringan agregat
Prosedur pelaksanaan pemeriksaan ini
antara lain:
1. Pasir atau kerikil dikeringkan
didalam oven dengan suhu 1000C-
1100C selama 24 jam.
13
2. Ayakan disusun dengan lubang
ayakan terbesar diletakan paling
atas kemudian lubang yang lebih
kecil dibawahnya.
3. Pasir atau kerikil dimasukan
kedalam ayakan paling atas.
4. Susunan ayakan diletakan diatas
alat penggetar dan diayak selama
10 menit
5. Masing-masing kelompok pasir
atau kerikil yang tertinggal dalam
masing-masing ayakan ditimbang
dan dipenimbangan dilakukan
secara komulatif, yaitu dari butir-
butir yang kasar dahulu kemudian
ditambahkan dengan butir agregat
yang lebih halus sampai semua
agregat tertimbang.
3.5.4 Pemeriksaan kandungan
lumpur dalam pasir
Prosedur plaksanaan pemeriksaan
kandungan lumpur dalam pasir antara
lain :
1. Menyiapkan pasir kering tungku
yang lewat ayakan 4.80 mm
dengan berat minimum 500 gram
(B1)
2. Pasir tersebut dimasukan ke
dalam nampan pencuci dan air
dimasukan secukupnya sampai
semua air terendam.
3. Nampan diguncang-guncangkan
kemudian air cucian dituang
kedalam ayakan nomer 16 dan
nomer 200
4. Langkah ketiga diulangi hingga air
cucian tampak bersih
5. Pasir yang tersisa diayakan nomer
16 dan nomer 200 dimasukan
kedalam nampan kemudian di
oven kembali selama 24 jam dan
kemudian ditimbang setelah kering
tungku
6. Jika persentase bahan yang lewat >
5% maka bahan mempunyai
kandungan lumpur yang tinggi.
7. Menghitung kandungan lumpur
dengan menggunakan rumus:
Kandungan lumpur =
X
100% ................................... (3-6)
Dengan:
B1 = berat pasir mula-mula (gram)
B2 = berat setelah dicuci dan
kering tungku ( gram )
3.5.5 Pemeriksaan berat jenis
kerikili
Prosedur pelaksanaan pemeriksaan
berat jenis kerikil antara lain:
1. Kerikil yang butir-butirnya
tertahan ayakan 4.80 mm sebanyak
4000 gram.
2. Kerikil dicuci untuk
menghilangkan debu dan kotoran
yang melekat.
3. Kerikil dimasukan kedalam oven
pada suhu 1050C selama 24 jam
4. Kerikil didinginkan sampai pada
temperatur kamar, kemudian
ditimbang ( B1).
5. Kerikil direndam selama 24 jam
6. Krikil diambil dari dalam air,
kemudian dilap sampai selaput air
pada permukaan hilang ( jenuh
kering muka ), kemudian
ditimbang ( B2 )
7. Kerikil dimasukan kedalam
keranjang kawat dimana
dibawahnya terdapat ember yang
sudah berisi air, kemudian kerikil
tersebut ditimbang dan dicatat
beratnya didalam air ( B3 ).
8. Menghitung berat jenis, berat jenis
SSD dan penyerapan air kerikil:
Berat jenis =
– B3
…………………………( 3-7 )
berat jenis SSD =
– B3
………………………….( 3-8 )
penyerapan kerikil =
X
100% ………….............( 3-9 )
dengan :
14
B1 = berat kerikil kering
tungku ( gram )
B2 = berat kerikil pada keadaan
jenuh kering muka (gram)
B3 = berat kerikil didalam air
(gram)
3.5.6 Pengujian ketahan aus
kerikil
Prosedur pelaksanaan pengujian
ketahanan aus kerikil anatara lain:
1. Masukan kerikil yang sudah kering
tungku dengan berat yang
sebanyak 5000 gram
2. Putar mesin dengan kecepatan 30
sampai 33 rpm, sebanyak 100
putaran.
3. Selesai pemutaran yang ke 100,
keluarkan benda uji dari dalam
mesin kemudiann taruhlah diatas
ayakan nomor 12 ( lubang 1.7 mm
). Kemudian butiran yang
tertinggal diatas ayakan nomor 12
ditimbang
4. Masukan lagi butiran kerikil yang
tertinggal diatas ayakan nomer 12
tersebut kedalam mesin Los
Angeles dan putar mesin sebanyak
400 kali
5. Keluarkan benda uji dan saring
diatas ayakan nomor 12. Butir-
butir yang tertinggal diatas ayakan
ditimbang (B)
Keausan =
…………………………………..
(3-10)
3.6 Perencanaan campuran beton ( Mix
Design )
Perencanaan campuran beton
merupakan suatu proses teoritis untuk
menetukan jumlah masing-masing
bahan yang diperlukan dalam suatu
campuran beton, hal ini dilakukan agar
proporsi dapat memenuhi syarat. Pada
tahap ini dilakukan pembuatan mix
design yang berdasarkan metode
perhitungan SNI T-15-1990-03.
3.7 Kebutuhan benda uji
Dalam penelitian ini dibuat benda
uji kubus 10 x 10 x 10 cm dengan dan
tanpa penambahan silica fume dan
superplasticizer untuk pengujian kuat
tekan pada umur 28 hari dan umur 45
hari untuk pengaruh temperatur tinggi.
Adapun jumlah benda uji kubus pada
tabel 3.1 dan jumlah benda uji dengan
variasi temperatur pada tabel 3.2
sebagai berikut:
Tabel 3.1 jumlah benda uji kubus
Benda uji Kebutuhan benda uji
Umur 28 hari
BTSF 3
BSF 3
Jumlah 6
Tabel 3.2 jumlah benda uji dengan
variasi temperature
Benda
uji
Pengujian Kuat tekan Umur 45 hari
Tanpa
Pembakaran
Pembakaran
Variasai Temperature
2000C 500
0C 800
0C
BTSF 3 3 3 3
BSF 3 3 3 3
Jumlah 24
Keterangan :
BTSF = Beton Ringan Tanpa Silica
Fume
BSF = Beton Ringan Dengan Silica
Fume
3.8 Pembuatan Benda Uji
Adapun tahan-tahapan dalam
pembuatan benda uji yaitu:
1. Pengadaan material pasir, semen,
kerikil, dan silica fume.
2. Menyiapkan cetakan benda uji
berbentuk kubus 10 x 10 x 10 cm.
3. Menyiapkan dan menimbang
bahan yang dibutuhkan sesuai
dengan yang telah ditentukan
dalam perencanaan.
15
4. Setelah semua bahan ditimbang
dilakukukan pencampuran sesuai
dengan proporsi yang sudah
ditentukan
5. Bahan-bahan penyusun beton
yaitu semen, krikil, pasir, dan
silica fume diaduk hingga rata
6. Setelah tercampur rata, kemudian
ditambahkan dengan air sesuai
perbandingan berat air : semen
7. Bahan-bahan yang telah
tercampur rata kemudian
dimasukan kedalam cetakan
sesuai dengan cetakan benda uji
yang akan dibuat
8. Setelah padat dan cetakan penuh,
kemudian permukaanya diratakan
9. Selanjutnya benda uji di
keringkan untuk proses
pengerasan
10. Setelah dibiarkan selama 24 jam,
benda uji beton dikeluarkan dari
cetakan dan dilakukan
perendaman benda uji kubus
Dalam penelitian ini dibuat benda
uji berbentuk kubus dengan ukuran
10x10x10 cm dengan penambahan
silica fume untuk pengujian kuat
tekan beton akibat pengaruh dari
pemanasan/pembakaran.
3.9 Perawatan Benda Uji
Perawatan ini dilakukan
setelah beton mengalami final setting,
artinya beton telah mengeras. Curing
atau perawatan beton mempunyai
maksud untuk menjamin proses
hidrasi semen dapat berlangsung
dengan sempurna, sehingga retak-
retak pada permukaan beton dapat
dihindari serta mutu beton yang
diinginkan dapat dicapai. Pencagahan
yang dapat dilakukan dengan cara
menyiram, merendam, atau menutup
dengan karung goni yang dibasahi.
Pada penelitian ini pada
perawatan benda uji kubus umur 28
hari dan 45 hari dengan dan tanpa
pembakaran, perawatan dilakukan
dengan merendam benda uji pada bak
perendam.
3.10 Pengujian Benda Uji
3.10.1 Pengujian kuat tekan beton
Setelah beton dirawat dan telah
berumur 28 hari dan 45 hari,
dilakukan pengujian kuat tekan beton
dengan menggunakan alat mesin kuat
tekan Compression Testing Machine
(CTM), hal ini dilakukan untuk
mengetahui kekuatan dari benda uji.
Langkah-langkah pengujian sebagai
berikut :
a. Sebelum dilakukan pengujian
permukaan tekan benda uji kubus
harus rata agar tegangan
terdidtribusi secara merata pada
penampang benda uji
b. Setelah melakukan penimbangan
terhadap benda uji, kemudian
meletakan kubus beton pada alat
pembebanan mesin uji kuat tekan
c. Kemudian memberikan
pembebanan secara berangsur-
angsur hingga benda uji mencapai
pembebanan maksimum
d. Dari hasil pengujian ini didapat
bebna maksimum yang mampu
ditahan oleh kubus beton sampai
kubus beton tersebut hancur.
Selanjutnya dicari kuat tekan beton
dengan membagi beban
maksimum dengan luas
permukaan kubus beton.
3.10.2 Pembakaran benda uji
Setelah beton mencapai umur
45 hari maka dilakukan proses
pembakaran untuk mengetahui
perubahan-perubahan yang terjadi
pada beton akibat pembakaran.
Pembakaran benda uji dilakukan
dengan menggunakan oven (furnace).
Pembakaran dilakukan pada
temperatur 2000C, 500
0C, dan 800
0C
dengan waktu penahanan suhu selama
2 jam. Setelah pembakaran selesai
benda uji di diamkan pada suhu ruang
16
sampai suhu benda uji kembali normal
lalu dilakukan pengujian kuat tekan.
3.11 Bagan Alir Penelitian
Gambar 3.2 Diagram Alir Proses
Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Penyusun
Beton
Beton ringan dalam penelitian ini
dibuat dari campuran material agregat
kasar batu apung, pasir, pasta semen dan
bahan tambah silica fume yang telah
memenuhi persyaratan. Dari hasil
pemeriksaan bahan-bahan penyusun beton
diperoleh hasil pengujian bahan terhadap
berat satuan, berat jenis, gradasi, kadar
lumpur dan ketahanan aus.
4.1.1 Berat satuan agregat
Hasil pemeriksaan menunjukkan
berat satuan lepas rata-rata dan berat
satuan padat rata-rata untuk pasir berturut-
turut adalah 1.24 dan 1.49 gr/cm3. Hasil
ini sesuai dengan pernyataan
Tjokrodimuljo (1996) bahwa pasir yang
termasuk dalam jenis agregat normal
memiliki berat satuan antara 1.2-1.6
gr/cm3.
4.1.2 Berat jenis agregat
Pemeriksaan berat jenis agregat
yang dilakukan pada penelitian ini adalah
pemeriksaan berat jenis dalam keadaan
kering dan dalam keadaan jenuh kering
muka (SSD). Dari hasil pemeriksaan
didapatkan berat jenis pasir pada kondisi
kering rata-rata adalah 2.500 sedangkan
berat jenis pada kondisi SSD rata-rata
sebesar 2.58.
4.1.3 Gradasi agregat halus
Pada penelitian ini agregat halus
yang digunakan berasal dari desa Ijo Balit,
Lombok Timur. Analisa saringan agregat
halus dapat dilihat pada Lampiran 1.
4.1.4 Pemeriksaan kadar lumpur
Dari hasil pemeriksaan
menunjukkan kadar lumpur rata-rata pada
pasir sebesar 0.55 %. Dengan demikian
pasir tersebut dapat dipakai sebagai bahan
penyusun beton. Karena kandungan
lumpurnya masih memenuhi standar yang
disyaratkan yaitu kurang dari 5% (SK SNI
S-04-1989-F).
4.1.5 Ketahanan aus batu apung
Dari hasil pemeriksaan uji keausan
batu apung pada putaran ke 500 maka
dapat dikatakan batu apung yang
digunakan dalam penelitian ini termasuk
beton kelas I sesuai dengan pernyataan
Mulyono (2004) agregat kasar limbah
batu apung dapat digunakan untuk
membuat beton kelas I dengan kuat tekan
sampai 10 MPa.
17
4.2 Hasil Perencanaan Campuran
Beton Ringan (Mix Design)
Perhitungan rancangan campuran
(mix design) adukan beton berdasarkan
SNI T-15-1990-03 dengan atau tanpa
bahan tambah silica fume dan
superplasticizer.
4.3 Lamanya waktu pembakaran
beton
Proses pembakaran benda uji
kubus 10x10x10 cm menggunakan oven
(furnace) yang dilengkapi dengan
pengukur dan pengatur suhu otomatis,
sehingga lama pembakaran dapat
dikontrol. Pada saat pengaturan,
temperatur furnace ditambah 10%, agar
temperatur beton dalam furnace
maksimal. proses pembakaran ditahan
selama 2 jam dengan lamanya waktu
kenaikan temperatur yang berbeda pada
setiap variasi. Pada Gambar 4.1
dibutuhkan waktu 1 jam untuk mencapai
200C.
4.4 Kuat Tekan Beton
4.4.1 Kuat Tekan Beton Kubus
10x10x10cm
Pengujian kuat tekan beton dengan
benda uji kubus 10x10x10cm dilakukan
setelah perawatan mencapai umur 28 hari
dan pada umur 45 hari
Ketahanan terhadap api yang
paling tinggi terjadi pada beton
ringan+sica fume kekuatan sisa pada
variasi temperature C, 5C, dan
8C berturut-turut adalah 98.17%,
76.19% dan 38.09%. dan kuat tekan beton
sisa untuk beton normal adalah 94.91%,
69.49%, dan 32.20% hal ini disebabkan
karena penggunaan silica fume yang dapat
menggurangi porositas dan daya serap air
dalam beton bersamaan dengan sikament
LN yang dapat menambah kekedapan air
dan meningkatkan kuat tekan pada beton.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan
pembahasan yang telah dilakukan maka
didapat kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada temperatur C beton tidak
mengalami perubahan warna yang
signifikan. Perubahan warna terjadi
pada temperatur 5C menjadi putih keabu-abuan dan pada temperatur
8C perubahan warna menjadi
keputih-putihan, sedangkan pada
temperature yang sama kuat tekan sisa
beton ringan berturut-turut adalah
98.17%, 76.19%, 38.09%.
2. Penurunan berat beton normal dan
beton ringan+silica fume pada
temperature C, 5C, dan 8C berturut-turut untuk beton normal
adalah 4.25%, 10.02%, 24.01%, dan
untuk beton ringan+ silica fume adalah
19.68%, 24.98%, dan 22.13%.
3. Kuat tekan kubus beton normal dan
beton ringan+silica fume pada umur
45 hari setelah pembakaran dengan
temperature C, 5C, dan 8C
berturut-turut untuk beton normal
adalah 37.33 MPa, 27.33 MPa, 12.67
MPa, sedangkan untuk beton
ringan+silica fume adalah 21.67 MPa,
16,00 MPa, dan 8,00 MPa. Sedangkan
dengan temperature yang sama kuat
tekan sisa beton normal adalah
94.91%, 69.49%, 32.20% dan untuk
beton ringan+silica fume adalah
98.17%, 76.19%, dan 38.09%..
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan maka saran yang dapat
disampaikan adalah sebagai berikut:.
1. Pengujian mix design disarankan agar
lebih teliti lagi karena hal tersebut
dapat berpengaruh terhadap hasil
pengujian.
18
2. Agar diperoleh benda uji yang baik
perlu diperhatikan pada saat
pengadukan dan pemadatan, karena
apabila dalam pemadatan tidak baik,
benda uji akan mengalami keropos
yang dapat mempengaruhi hasil uji.
3. Pada penelitian selanjutnya dapat
mengkaji dengan menaikan persentase
penambahan bahan tambah, suhu
temperature ataupun lama
pembakaran.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, R., 2010,
https://ronymedia,wordpres.com/2
010/05/26/apakah-silica-fume-itu/,
diakses 15-10-2015.
Bayuasri, T., Indarto, H., Antonius, 2006,
Perubahan Perilaku Mekanis
Beton Akibat Temperatur Tinggi,
Vol. 15, No. 2., Magister Teknik
Sipil, Universitas Diponogoro.
Daga, W., 2002, Studi Eksperimen
Kekuatan Beton Yang Mengalami
Kebakaran, Tugas Akhir Program Studi
Teknik Sipil Fakultas Sains dan Teknik
Universitas Nusa Cendana, Kupang.
Juwairiah, 2009, Efek Komposisi Agregat
Batu Apung dan Epoxy Resin
Dalam Pembuatan Polymer
Concrete Terhadap
Karakteristiknya, Medan: Tesis
USU.
Ma, J dan Dietz, J, 2002, Ultra High
Performance Self Compacting
Concrete, Institut für Massivbau
und Baustofftechnologie,
Universität Leipzig.
Mulyono, T., 2004, Teknologi Beton,
Yogyakarta: Andi.
Ma’rip, S., 2011, Pengaruh Penambahan
Pasta Semen pada Pori Agregat
Batu Apung menggunakan Metode
Perendaman dengan Tekanan
Udara terhadap Kuat Tekan,
Mataram: Universitas Mataram.
Mahyar, H., 2012, Mikro Silica Sebagai
Bahan Tambah Untuk
Meningkatkan Kuat Tekan Beton
Mutu Tinggi, Vol 7, No 1., ISSN
1907-5030, Jurusan Teknik Sipil,
Politeknik Negeri Lhokseumawe.
Nugraha, P., Antoni, 2007, Teknologi
Beton, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Nawy, E, G., 1990, Beton Bertulang
(Suatu Pendekatan Dasar),
Penerbit Refika Aditama,
Bandung..
Pujianto, A., 2011, Beton Mutu Tinggi
Dengan Admixture
Superplasticizer Dan Aditif Silica
Fume, Jurnal Ilmiah Semesta
Teknika, Vol 14, 2., Jurusan
Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas Muhamadiyah,
Yogyakarta.
Sebayang, S., 2011, Tinjauan Sifat-Sifat
Mekanik Beton Alir Mutu Tinggi
Dengan Silica Fume Sebagai
Bahan Tambahan, Jurnal
Rekayasa Vol. 15 No. 2., Fakultas
Teknik, Universitas Lampung.
SNI 03-1974-1990., Metode Pengujian
Kuat Tekan Beton.
SK SNI S-04-1989-F, Spesifikasi Agregat
Sebagai Bahan Bangunan. Dinas
Pekerjaan Umum, Yayasan
LPMB, Jakarta.
SNI 15-2049-2004, Semen Portland,
Standar Nasional Indonesia, Badan
Standarisasi Nasioanla (BSN),
Jakarta.
SNI 03-2834-2000, Tata Cara
Perencanaan Campuran Beton
19
Normal, Badan Standarisasi
Nasional Indonesia.
SNI 03-2461-2002., Spesifikasi Agregat
Ringan untuk Beton Struktural
SNI 03-3449-2002., Tata Cara
Perancangan Campuran Beton
Ringan dengan Agregat Ringan.
SNI 15-1990-03, Tata Cara Rencana
Pembuatan Beton Normal,
Departemen Pekerjaan Umum.
Sutapa, A. A Gede, Suputra Oka dan
Mataram Karnata. 2011. Pemulihan
Kekuatan Tarik Belah Beton Dengan
Variasi Durasi Perawatan Pasca
Bakar, Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Udayana, Denpasar.
Talinusa, O,G., Tenda, R., Tamboto, W,
J., 2014, Pengaruh Dimensi Benda
Uji Terhadap Kuat Tekan Beton,
Jurnal Sipil Statik Vol. 2, No. 7.,
Fakultas Teknik, Universitas Sam
Ratulangi Manado.
Tjokrodimuljo, K., 1996, Teknologi
Beton, Penerbit Nafiri,
Yogyakarta.