" Berupaya esok lebih baik " Mengenal Akuntansi Syariah Pengertian Akuntansi Syariah

39
“Berupaya esok lebih baik” Mengenal Akuntansi Syariah Pengertian Akuntansi Syariah Jika kita cermati surat Al-Baqarah ayat 282, Allah memerintahkan untuk melakukan penulisan secara benar atas segala transaksi yang pernah terjadi selama melakukan muamalah. Dari hasil penulisan tersebut dapat digunakan sebagai informasi untuk menentukan apa yang akan diperbuat oleh seseorang. Sehubungan dengan ini, beberapa definisi akuntansi dapat disajikan, diantaranya : Littleton mendefinisikan, tujuan utama dari akuntansi adalah untuk melaksanakan perhitungan periodik antara biaya (usaha) dari hasil (prestasi). Konsep ini merupakan inti dari teori akuntansi dan merupakan ukuran yang dijadikan sebagai rujukan dalam mempelajari akuntansi. APB (Accounting Principle Board) Statement No. 4 mendefinisikan debagai berikut “akuntansi adalah suatu kegiatan jasa. Fungsinya adalah memberikan informasi kuantitatif, umumnya dalam ukuran uang mengenai suatu badan ekonomi yang dimagsud untuk digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi, yang digunakan dalam memilih di antara beberapa alternatif” AICPA (American Institute of Certified Public Accountant) mendefinisikan sebagai berikut: “ Akuntansi adalah seri pencatatan, penggolongan, dan pengikhtisaran dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter, transaksi dan kejadian umumnya bersifat keuangan dan termasuk menafsirkan hasilnya. Dalam keterangan ini penulis menyimpulkan bahwa pengertian Akuntansi Syari’ah jika ditinjau dari secara etimologi , kata akuntansi berasal dari bahasa inggris, accounting, dalam bahasa Arabnya disebut “ Muhasabah” yang berasal dari kata

Transcript of " Berupaya esok lebih baik " Mengenal Akuntansi Syariah Pengertian Akuntansi Syariah

“ B e r u p a y a e s o k l e b i h b a i k ”

Mengenal Akuntansi SyariahPengertian Akuntansi Syariah

Jika kita cermati surat Al-Baqarah ayat 282, Allahmemerintahkan untuk melakukan penulisan secara benar atassegala transaksi yang pernah terjadi selama melakukanmuamalah. Dari hasil penulisan tersebut dapat digunakansebagai informasi untuk menentukan apa yang akan diperbuatoleh seseorang. Sehubungan dengan ini, beberapa definisiakuntansi dapat disajikan, diantaranya :

Littleton mendefinisikan, tujuan utama dariakuntansi adalah untuk melaksanakan perhitunganperiodik antara biaya (usaha) dari hasil(prestasi). Konsep ini merupakan inti dari teoriakuntansi dan merupakan ukuran yang dijadikansebagai rujukan dalam mempelajari akuntansi. APB (Accounting Principle Board) Statement No. 4mendefinisikan debagai berikut “akuntansi adalahsuatu kegiatan jasa. Fungsinya adalah memberikaninformasi kuantitatif, umumnya dalam ukuran uangmengenai suatu badan ekonomi yang dimagsud untukdigunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi, yangdigunakan dalam memilih di antara beberapaalternatif” AICPA (American Institute of Certified PublicAccountant) mendefinisikan sebagai berikut: “Akuntansi adalah seri pencatatan, penggolongan, danpengikhtisaran dengan cara tertentu dan dalamukuran moneter, transaksi dan kejadian umumnyabersifat keuangan dan termasuk menafsirkanhasilnya. Dalam keterangan ini penulis menyimpulkan bahwa pengertian

Akuntansi Syari’ah jika ditinjau dari secara etimologi , kataakuntansi berasal dari bahasa inggris, accounting, dalambahasa Arabnya disebut “ Muhasabah” yang berasal dari kata

hasaba, hasiba, muhasabah atau wazan yang lain adalah hasaba,hasban, hisabah, artinya menimbang, memperhitungkanmengkalkulasikan, mendata, atau menghisab, yakni menghitungdengan seksama atau teliti yang harus dicatat dalam pembukuantertentu

Menurut Prof. Dr. Omar Abdullah Zaid dalam bukuAkuntansi Syariah halaman 57 mendefinisikan akuntansisebagai berikut :

”Muhasabah, yaitu suatu aktifitas yang teratur berkaitandengan pencatatan transaksi-transaksi, tindakan-tindakan,keputusan-keputusan yang sesuai dengan syari’at dan jumlah-jumlahnya, di dalam catatan-catatan yang representatif, sertaberkaitan dengan pengukuran dengan hasil-hasil keuangan yangberimplikasi pada transaksi-transaksi, tindakan-tindakan, dankeputusan-keputusan tersebut untuk membentu pengambilankeputusan yang tepat. Melalui definisi ini kita dapatmembatasi karakteristik muhasabah dalam poin-poin berikutini :

1.    Aktifitas yang teratur.2.    Pencatatan :a.     Transaksi-transaksi, tindakan-tindakan dan

keputusan-keputusan yang sesuai dengan hukum .b.        Jumlah-jumlahnya.c.         Didalam catatan-catatan yang

representatif.3.    Pengukuran hasil-hasil keuangan.4.    Membantu pengambilan keputusan yang tepat. Menurut Sofyan S. Harahap dalam ( Akuntansi Social ekonomi

dan Akuntansi Islam hal 56 ) mendefinisikan :” Akuntansi Islamatau Akuntansi syariah pada hakekatnya adalah penggunaanakuntansi dalam menjalankan syariah Islam. Akuntansi syariahada dua versi, Akuntansi syariah yang yang secara nyata telahditerapkan pada era dimana masyarakat menggunakan sistem nilaiIslami khususnya pada era Nabi SAW, Khulaurrasyidiin, danpemerintah Islam lainnya. Kedua Akuntansi syariah yang saatini muncul dalam era dimana kegiatan ekonomi dan sosialdikuasai ( dihegemony) oleh sistem nilai kapitalis yang

berbeda dari sistem nilai Islam. Kedua jenis akuntansi itubisa berbeda dalam merespon situasi masyarakat yang ada padamasanya. Tentu akuntansi adalah produk masanya yang harusmengikuti kebutuhan masyarakat akan informasi yang disuplinya”

 Prinsip dalam Akuntansi Syariah

Nilai pertanggungjawaban, keadilan dan kebenaran selalumelekat dalam sistem akuntansi syari’ah. Ketiga nilai tersebuttentu saja telah menjadi prinsip dasar yang universal dalamoperasional akuntansi syari’ah. Apa makna yang terkandungdalam tiga prinsip umum tersebut? Berikut uraian ketigaprinsip yang terdapat dalam surat Al-Baqarah: 282.

  

Prinsip Pertanggungjawaban

Prinsip pertanggungjawaban (accountability) merupakankonsep yang tidak asing lagi dikalangan masyarakatmuslim.Pertanggungjawaban selalu berkaitan dengankonsepamanah. Bagi kaum muslim, persoalan amanah merupakanhasil transaksi manusia dengan sag Khaliq mulai dari alamkandungan. Manusia diciptakan oleh Allah sebagai khalifahdimuka bumi. Manusia dibebani amanah oleh Allah untukmenjalankan fungsi-fungsi kekhalifahannya. Intikekhalifahan adalah menjalankan atau menunaikan amanah.   Banyak ayat Al-quran yang menjelaskan tentang prosespertanggungjawaban manusia sebagai pelaku amanah Allah dimuka bumi. Implikasi dalam bisnis dan akuntansi adalahbahwa individu yang terlibat dalam praktik bisnis harusselalu melakukan pertanggungjawaban apa yang telahdiamanatkan dan diperbuat kepada pihak-pihak yang terkait.Wujud pertanggungjawabannya biasanya dalam bentuk laporanakuntansi.

Prinsip Keadilan

Jika ditafsirkan lebih lanjut, ayat 282 surat Al-Baqarahmengandung prinsip keadilan dalam melakukan transaksi.Prinsip keadilan ini tidak saja merupakan nilai yang sangatpenting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis, tetapijuga merupakan nilai yang secara inheren melekat dalamfitrah manusia. Hal ini berarti bahwa manusia itu pada

dasarnya memiliki kapasitas dan energi untuk berbuat adildalam setiap aspek kehidupannya.Dalam konteks akuntansi, menegaskan, kata adil dalam ayat282 surat Al-Baqarah, secara sederhana dapat berarti bahwasetiap transaksi yang dilakukan oleh perusahaan dicatatdengan benar. Misalnya, bila nilai transaksi adalah sebesarRp. 100 juta maka akuntansi (perusahaan akan mencatatnyadengan jumlah yang sama; Dengan kata lain, tidak ada windowdressing dalam praktik akuntansi perusahaan.     Dengan demikian, kata keadilan dalam konteks aplikasiakuntansi mengandung dua pengertian, yaitu: Pertama adalahberkaitan dengan praktik moral, yaitu kejujuran, yangmerupakan faktor yang sangat dominan. Tanpa kejujuran ini,informasi akuntansi yang disajikan akan menyesatkan dansangat merugikan masyarakat. Kedua, kata adil bersifatlebih fundamental (dan tetap berpijak pada nilai-nilaietika/syari’ah dan moral). Pengertian kedua inilah yanglebih merupakan sebagai pendorong untuk melakukan upaya-upaya dekonstruksi terhadap bangun akuntansi modern menujupada bangun akuntansi (alternatif) yang lebih baik.

Prinsip Kebenaran

Prinsip kebenaran ini sebenarnya tidak dapat dilepaskandengan prinsip keadilan. Sebagai contoh misalnya, dalamakuntansi kita akan selalu dihadapkan pada masalahpengakuan, pengukuran dan pelaporan. Aktivitas ini akandapat dilakukan dengan baik apabila dilandaskan pada nilaikebenaran. Kebenaran ini akan dapat menciptakan keadilandalam mengakui, mengukur, dan melaporkan transaksi-transaksi ekonomi.Kebenaran dalam Al-Quran tidak diperbolehkan untuk

dicampur adukkan dengan kelebathilan. Namun, barangkali adapertanyaan dalam diri kita, siapakah yang berhak menentukankebenaran? Untuk hal ini tampaknya kita masih terkendala,namun sebagian muslim, selayaknya kita tidak risau atas haltersebut. Sebab Al-Qur’antelah menggariskan, bahwa ukuran,alat atau instrumen untuk menetapkan kebenaran tidaklahberdasarkan nafsu 

Pendekatan dalam Akuntansi Syariah

       Pendekatan yang ada dalam akuntansi syari’ah iniditinjau dari pendekatan tradisional yang telah dapat diterimalebih tinggi disbanding pendekatan baru. Beberapa pendekatantradisional adalah :

1.      Pendekatan Nonteoritis,praktis, atau pragmatis2.      Pendekatan teoritis3.      Deduktif4.      Induktif5.      Etis6.      Sosiologis7.      Ekonomis

Pendekatan Nonteoritis, praktis, atau pragmatis

Pendekatan nonteoritis adalah suatu pendekatan pragmatis(atau praktis) dan suatu pendekatan otoriter. Pendekatanpragmatis adalah pembentukan suatu teori yang berciri khassesuai dengan praktik senyatanya, dan pembentukan teoritersebut mempunyai kegunaan ditinjau dari segi carapenyelesaian yang pragtis sebagaimana yang diusulkan. Menurutpendekatan ini, teknik dan prinsip akuntansi harus dipilihkarena kegunaannya bagi pemakai informasi akuntansi danrelevansinya tergadap proses pengambilan keputusan. Kegunaanatau faedah mengandung arti bahwa” sesuatu sifat yang menjadisesuatu bermanfaat untuk membantu atau mempermudah mencapaitujuan yang dimagsudkannya.

Pendekatan otoriter adalah adalah perumusan suatu teoriakuntansi, yang umumnya digunakan oleh organisasiprofessional, dengan menerbitkan pernyataan sebagai peraturanpraktik akuntansi. Oleh karena pendekatan otoriter jugaberusaha memberikan cara penyelesaian yang praktis. Keduapendekatan ini beranggapan bahwa teori akuntansi dengan teknikakuntansi yang dihasilkan harus didasarkan pada kegunaan akhirlaporan keuangan jika akuntansi menghendaki mempunyai satufungsi yang bermanfaat. Dengan kata lain suatu teori yangtanpa konsekwensi praktis merupakan teori yang buruk.Pendekatan Deduktif

Pendekatan deduktif adalah pendekatan yang digunakan dalammembentuk teori yang dimulai dari dalil-dalil dasar tindakan-tindakan dasar untuk mendapatkan kesimpulamn logis tentang

pokok yang sedang dipertimbangkan. Jika diterapkan dalanakuntansi, maka pendekatan deduktif dimulai dengan dalil dasarakuntansi atau alaan dasar akuntansi dan tindakan dasarakuntansi untuk mendapatkan prinsip akuntansi dengan cara yanglogis yang bertindak sebagai penentun dan dasar pengembanganteknik akuntansi.

Pendekatan ini berjalan dari umum (dalil dasar tentanglingkungan akuntansi) ke khusus (pertama ke prinsip akuntansi,dan kedua pada teknik akuntansi). Apabila pada saat ini kitaberanggapan, bahwa dalil dasar tentang lingkungan akuntansiterdiri dari tujuan dan pernyataan, maka langkah yangdigunakan bagi pendekatan deduktif akan meliputi sebagaiberikut:

1.      Menetapkan “tujuan” laporan keuangan2.      Memilih “aksioma” akuntansi3.      Memperoleh “prinsip” akuntansi4.      Mengembangkan “teknik” akuntansi.

Oleh karena itu, menurut teori akuntansi yang diperolehsecara deduktif, teknik ini berkaitan dengan prinsip danaksioma serta menurut suatu cara yang sedemikian rupa sehinggaapabila prinsip dan oksioma serta tujuan benar, maka teknikpun harus menjadi benar. Struktur teoritis akuntansiditetapkan menurut rangkaian tujuan, aksioma, prinsip, teknikyang bertumpu pada suatu perumusan tujuan akuntansi yangtepat. Dalam hal ini diperlukan juga suatu perumusan tujuanakuntansi yang tepat. Dalam hal ini diperlukan juga suatupengujian yang tepat terhadap suatu teori yang dihasilkan.

1.      Pendekatan Induktif

Pendekatan induktif terhadap pembentukan suatu teoridimulai dari pengamatan dan pengukuran serta menuju kea rahkesimpulan yang digeneralisasi. Apabila diterapkan padaakuntansi, maka pendekatan induktif dimulai dari pengamataninformasi keuangan perusahaan, dan hasilnya untuk disimpulkan,atas dasar hubungan kejadian, kesimpulan dan prinsipakuntansi. Penjelasan-penjelasan deduktif dikatakan berjalandari khusus menuju kea rah umum. Pendekatan induktif padasuatu teori melibatkan empat tahap:

a.      Pengamatan dan pencatatan seluruh pengamatan;

b.      Analisis dan pengklasifikasian pengamatantersebut untuk mencari hubungan yang berulang kaliyaknihubungan yang sama dan serupa;

c.       Pengambilan generalisasi dan prinsip akuntansiinduktif dari pengamatan tersebut yang menggambarkanhubungan yang berulang terjadi;

d.      Pengujian generalisasi            Tidaklah seperti halnya dengan masalah pengambilankeputusan secara deduksi, kebenaran atau kepalsuan dalil tidaktergantung pada dalil lain tetapi harus dibuktikan secaraempiris.sedangkan dalam hal induksi, kebenaran daliltergantung pada pengamatan kejadian yang cukup memadai darihubungan yang berulang kali terjadi. Oleh karena itu, tidaklahmengherankan kalau beberapa penulis induktif terkadangmengemukakan pemikiran deduktif, dan penulis deduktifterkadang mengemukakan pemikiran induktif. Juga menarikperhatian untuk diperhatikan bahwa ketika Littleton, seorangteoritis induktif, dan Paton seorang teoritikus deduktifbekerja sama, hasilnya bersifat campuran, yang membuktikansuatu perpaduan antara dua pendekatan.

2.      Pendekatan Etis

Inti dasar pendekatan etis adalah terdiri atas konsep-konsep keadilan, kejujuran, kebenaran, serta kewajaran. Konseptersebut digunakan oleh D. R Scott sebagai criteria utamauntuk perumusan suatu teori akuntansi. Ia menyatakan perlakuanyang “justice” dengan perlakuan yang setara atau sama(equitable), terhadap seluruh pihak yang berkepentingan,menyamakan laporan akuntansi yang “truth” dengan laporanakuntansi yang true dan accurate tanpa kesalahan penyajian;dan menyamakan “fairness” dengan penyajian yang fair,unbiased, dan impartical.

Spacek satu langkah lebih maju dalam rangka menegaskankeunggulan konsep kewajaran:

Suatu pembahasan tentang aktiva kewajiban,penghasilan, dan biaya belumlah saatnya dan tidakada gunanya sebelum menentukan prinsip dasar yangakan menghasilkan suatu penyajian data yang wajardalam bentuk akuntansi keuangan dan laporankeuangan. Kewajaran akuntansi dan laporan ini

harus ada dan untuk masyarakat tersebut mewakiliberbagai golongan masyarakat kita

            Kewajaran merupakan suatu tujuan yangdiperlukan sekali dalam pembentukan suatu teoriakuntansi apabila apapun yang dipaksakan pada dasarnyadapat dibuktikan secara logis atau secara empiris danapabila dioperasikan melaliu suatu definisi yangmemadai dan melalui pengenalan sifat-sifatnya.

3.      Pendekatan Sosiologis

Pendekatan sosiologis perumusan suatu teori akuntansimenekankan pengaruh social terhadap teknik akuntansi.Pendekatan ini merupakan suatu pendekatan etis yang memusatkanpada suatu konsep kewajaran yang lebih luas, yaknikesejahteraan social. Menurut pendekatan sosiologis, suatuprinsip atau teknik akuntansi akan bermanfaat bagipertimbangan kesejahteraan social. Untuk mencapai tujuantersebut, pendekatan sosiologis menganggap eksistensi “nilai-nilai social yang terbentuk” yang dapat dipergunakan sebagaicriteria penentuan teori akuntansi.

Pendekatan sosiologis dalam perumusan teori akuntansitelah membantu evolusi suatu cabang ilmu akuntansi baru, yangdisebut Akuntansi Sosio-ekonomi. Tujuan utama sosio-ekonomiadalah mendorong badan usaha berfungsi dalam suatu systempasar bebas untuk mempertanggungjawabkan aktivitas produksisendiri terhadap lingkungan social melaliu pengukuran,internalisasi, dan pengungkapan dalam laporan keuangan.Bertahun-tahun perhatian terhadap cabang ilmu tersebut semakinmeningkat akibat meningkatnya dukungan terhadap tanggung jawabsocial, yang menitikberatkan pada “ukuran social” tergantungpada “nilai-nilai social,” dan memenuhi suatu criteriakesejahteraan social, kemungkinan akan memainkan suatu peranpenting dalam perumusan suatu teori akuntansi di masa yangakan datang.

4.      Pendekatan Ekonomis

Pendekatan ekonomi terhadap suatu perumusan suatu teoriakuntansi menitikberatkan pengendalian perilaku indicatormakroekonomi yang diakibatkan oleh pemakaian berbagai teknikakuntansi. Sementara pendekatan etis memfokuskan pada konsep“kesejahteraan social,” pendekatan ekonomi memfokuskan padakonsep “kesejahteraan ekonomi umum”. Menurut pendekatan ini,

pemilihan teknik akuntansi yang berbeda tergantung padapengaruhnya terhadap kebaikan perekonomian nasional. Swediamerupakan contoh yang lazim sebagai Negara yang menyesuaikankebijakan akuntansinya dengan kebijakan makroekonomi laainnya.Lebih tegasnya, pemilihan teknik akuntansi akan tergantungkepada situasi ekonomi tertentu. Missal metode masuk terakhirkeluar pertama (last In First Out-LIFO) akan menjadi teknikakuntansi yang lebih menarik dalam suatu periode inflasi yangterus berlangsung. Selama periode inflasi, metode MTKP atauLIFO dianggap menciptakan pendapatan bersih tahunan yang lebihrendah karena menanggung lebih tinggi biaya yang semakinmembumbung bagi barang-barang yang terjual disbanding menurutmetode masuk pertama keluar pertama (First In First Out-FIFO)ataupun metode rata-rata biaya (average cost)

Oleh karena itu, dalam rangka penentuan norma akuntansi,petimbangan-pertimbangan yang dinyatakan oleh pendekatanekonomi lebih bersifat ekonomis daripada operasional. Walaupundi masa lalu telah ada kepercayaan pada akuntansi teknis,namun perkembangan akuntansi teknis, namun perkembangan waktumemaksa agar penentuan norma mencakup kepentingan ekonomi dansocial.A.       Aliran dalam Akuntansi Syariah

Perkembangan akuntansi syari’ah saat ini menurutMulawarman (2006; 2007a; 2007b; 2007c) masih menjadi diskursusserius di kalangan akademisi akuntansi. Diskursus terutamaberhubungan dengan pendekatan dan aplikasi laporan keuangansebagai bentukan dari konsep dan teori akuntansinya.Perbedaan-perbedan yang terjadi mengarah pada posisi diametralpendekatan teoritis antara aliran akuntansi syari’ah pragmatisdan idealis.

  

1.    Akuntansi Syariah Aliran PragmatisAliran akuntansi pragmatis lanjut Mulawarman (2007a)

menganggap beberapa konsep dan teori akuntansi konvensionaldapat digunakan dengan beberapa modifikasi (lihat jugamisalnya Syahatah 2001; Harahap 2001; Kusumawati 2005 danbanyak lagi lainnya). Modifikasi dilakukan untuk kepentinganpragmatis seperti penggunaan akuntansi dalam perusahaan Islamiyang memerlukan legitimasi pelaporan berdasarkan nilai-nilaiIslam dan tujuan syari’ah. Akomodasi akuntansi konvensional

tersebut memang terpola dalam kebijakan akuntansi sepertiAccounting and Auditing Standards for Islamic FinancialInstitutions yang dikeluarkan AAOIFI secara internasional danPSAK No. 59 atau yang terbaru PSAK 101-106 di Indonesia. Halini dapat dilihat misalnya dalam tujuan akuntansi syari’ahaliran pragmatis yang masih berpedoman pada tujuan akuntansikonvensional dengan perubahan modifikasi dan penyesuaianberdasarkan prinsip-prinsip syari’ah. Tujuan akuntansi di sinilebih pada pendekatan kewajiban, berbasis entity theory denganakuntabilitas terbatas.

Bila kita lihat lebih jauh, regulasi mengenai bentuklaporan keuangan yang dikeluarkan AAOIFI misalnya, disampingmengeluarkan bentuk laporan keuangan yang tidak berbeda denganakuntansi konvensional (neraca, laporan laba rugi dan laporanaliran kas) juga menetapkan beberapa laporan lain sepertianalisis laporan keuangan mengenai sumber dana untuk zakat danpenggunaannya; analisis laporan keuangan mengenai earningsatau expenditures yang dilarang berdasarkan syari’ah; laporanresponsibilitas sosial bank syari’ah; serta laporanpengembangan sumber daya manusia untuk bank syari’ah.Ketentuan AAOIFI lebih diutamakan untuk kepentingan ekonomi,sedangkan ketentuan syari’ah, sosial dan lingkungan merupakanketentuan tambahan. Dampak dari ketentuan AAOIFI yang longgartersebut, membuka peluang perbankan syari’ah mementingkanaspek ekonomi daripada aspek syari’ah, sosial maupunlingkungan. Sinyal ini terbukti dari beberapa penelitianempiris seperti dilakukan Sulaiman dan Latiff (2003), Hameeddan Yaya (2003b), Syafei, et al. (2004).

Penelitian lain dilakukan Hameed dan Yaya (2003b) yangmenguji secara empiris praktik pelaporan keuangan perbankansyari’ah di Malaysia dan Indonesia. Berdasarkan standarAAOIFI, perusahaan di samping membuat laporan keuangan, jugadiminta melakukan disclose analisis laporan keuangan berkaitansumber dana zakat dan penggunaannya, laporan responsibilitassosial dan lingkungan, serta laporan pengembangan sumber dayamanusia. Tetapi hasil temuan Hameed dan Yaya (2003b)menunjukkan bank-bank syari’ah di kedua negara belummelaksanakan praktik akuntansi serta pelaporan yang sesuaistandar AAOIFI.

Syafei, et al. (2004) juga melakukan penelitian praktikpelaporan tahunan perbankan syari’ah di Indonesia danMalaysia. Hasilnya, berkaitan produk dan operasi perbankan

yang dilakukan, telah sesuai tujuan syari’ah (maqasidsyari’ah). Tetapi ketika berkaitan dengan laporan keuangantahunan yang diungkapkan, baik bank-bank di Malaysia maupunIndonesia tidak murni melaksanakan sistem akuntansi yangsesuai syari’ah. Menurut Syafei, et al. (2004) terdapat limakemungkinan mengapa laporan keuangan tidak murni dijalankansesuai ketentuan syari’ah. Pertama, hampir seluruh negaramuslim adalah bekas jajahan Barat. Akibatnya masyarakat muslimmenempuh pendidikan Barat dan mengadopsi budaya Barat. Kedua,banyak praktisi perbankan syari’ah berpikiran pragmatis danberbeda dengan cita-cita Islam yang mengarah padakesejahteraan umat. Ketiga, bank syari’ah telah establishdalam sistem ekonomi sekularis-materialis-kapitalis. Pola yangestablish ini mempengaruhi pelaksanaan bank yang kurangIslami. Keempat, orientasi Dewan Pengawas Syari’ah lebihmenekankan formalitas fiqh daripada substansinya. Kelima,kesenjangan kualifikasi antara praktisi dan ahli syari’ah.Praktisi lebih mengerti sistem barat tapi lemah di syariah.Sebaliknya ahli syariah memiliki sedikit pengetahuan mengenaimekanisme dan prosedur di lapangan.

2.    Akuntansi Syari’ah Aliran IdealisAliran Akuntansi Syari’ah Idealis di sisi lain melihat

akomodasi yang terlalu “terbuka dan longgar” jelas-jelas tidakdapat diterima. Beberapa alasan yang diajukan misalnya,landasan filosofis akuntansi konvensional merupakanrepresentasi pandangan dunia Barat yang kapitalistik, sekulerdan liberal serta didominasi kepentingan laba (lihat misalnyaGambling dan Karim 1997; Baydoun dan Willett 1994 dan 2000;Triyuwono 2000a dan 2006; Sulaiman 2001; Mulawarman 2006a).Landasan filosofis seperti itu jelas berpengaruh terhadapkonsep dasar teoritis sampai bentuk teknologinya, yaitulaporan keuangan. Keberatan aliran idealis terlihat daripandangannya mengenai Regulasi baik AAOIFI maupun PSAK No. 59,serta PSAK 101-106, yang dianggap masih menggunakan konsepakuntansi modern berbasis entity theory (seperti penyajianlaporan laba rugi dan penggunaan going concern dalam PSAK No.59) dan merupakan perwujudan pandangan dunia Barat. Ratmono(2004) bahkan melihat tujuan laporan keuangan akuntansisyari’ah dalam PSAK 59 masih mengarah pada penyediaaninformasi. Yang membedakan PSAK 59 dengan akuntansikonvensional, adanya informasi tambahan berkaitan pengambilankeputusan ekonomi dan kepatuhan terhadap prinsip syari’ah.

Berbeda dengan tujuan akuntansi syari’ah filosofis-teoritis,mengarah akuntabilitas yang lebih luas (Triyuwono 2000b; 2001;2002b; Hameed 2000a; 2000b; Hameed dan Yaya 2003a; Baydoun danWillett 1994).

Konsep dasar teoritis akuntansi yang dekat dengan nilaidan tujuan syari’ah menurut aliran idealis adalah EnterpriseTheory (Harahap 1997; Triyuwono 2002b), karena menekankanakuntabilitas yang lebih luas. Meskipun, dari sudut pandangsyari’ah, seperti dijelaskan Triyuwono (2002b) konsep inibelum mengakui adanya partisipasi lain yang secara tidaklangsung memberikan kontribusi ekonomi. Artinya, lanjutTriyuwono (2002b) konsep ini belum bisa dijadikan justifikasibahwa enterprise theory menjadi konsep dasar teoritis, sebelumteori tersebut mengakui eksistensi dari indirect participants.

Berdasarkan kekurangan-kekurangan yang ada dalam VAS,Triyuwono (2001) dan Slamet (2001) mengusulkan apa yangdinamakan dengan Shari’ate ET. Menurut konsep ini stakeholderspihak yang berhak menerima pendistribusian nilai tambahdiklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu directparticipants dan indirect participants. Menurut Triyuwono(2001) direct stakeholders adalah pihak yang terkait langsungdengan bisnis perusahaan, yang terdiri dari: pemegang saham,manajemen, karyawan, kreditur, pemasok, pemerintah, dan lain-lainnya. Indirect stakeholders adalah pihak yang tidak terkaitlangsung dengan bisnis perusahaan, terdiri dari: masyarakatmustahiq (penerima zakat, infaq dan shadaqah), dan lingkunganalam (misalnya untuk pelestarian alam).

3.    Komparasi Antara Aliran Idealis dan PragmatisKesimpulan yang dapat ditarik dari perbincangan mengenai

perbedaan antara aliran akuntansi syari’ah pragmatis danidealis di atas adalah, pertama, akuntansi syari’ah pragmatismemilih melakukan adopsi konsep dasar teoritis akuntansiberbasis entity theory. Konsekuensi teknologisnya adalahdigunakannya bentuk laporan keuangan seperti neraca, laporanlaba rugi dan laporan arus kas dengan modifikasi pragmatis.Kedua, akuntansi syari’ah idealis memilih melakukan perubahan-perubahan konsep dasar teoritis berbasis shari’ate ET.Konsekuensi teknologisnya adalah penolakan terhadap bentuklaporan keuangan yang ada; sehingga diperlukan perumusanlaporan keuangan yang sesuai dengan konsep dasar teoritisnya.Untuk memudahkan penjelasan perbedaan akuntansi syari’ahaliran pragmatis dan idealis, silakan lihat gambar berikut:

 A.       Persamaan dan Perbedaan Akuntansi Syariah dengan

Akuntansi KonvensionalDasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al

Quran, Sunah Nabwiyyah, Ijma (kespakatan para ulama), Qiyas(persamaan suatu peristiwa tertentu, dan ‘Uruf (adatkebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam.Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khususyang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakatislami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsisebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansitersebut.

Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan AkuntansiKonvensional terdapat pada hal-hal sebagai berikut:

1.      Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsipunit ekonomi;

2.      Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsipperiode waktu atau tahun pembukuan keuangan;

3.      Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatanbertanggal;

4.      Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsippenentuan barang;

5.      Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsipperbandingan income dengan cost (biaya);

6.      Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengankesinambungan perusahaan;

7.      Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan ataupemberitahuan.

Sedangkan perbedaannya, menurut Husein Syahatah, dalambuku Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam, antara lain,terdapat pada hal-hal sebagai berikut:

1.      Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalamcara menentukan nilai atau harga untuk melindungimodal pokok, dan juga hingga saat ini apa yangdimaksud dengan modal pokok (kapital) belumditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konseppenilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan

tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuanproduksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkupperusahaan yang kontinuitas;

2.      Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagimenjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap)dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan didalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadiharta berupa uang (cash) dan harta berupa barang(stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barangmilik dan barang dagang;

3.      Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas,perak, dan barang lain yang sama kedudukannya,bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanyasebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilaiatau harga, atau sebagi sumber harga atau nilai;

4.      Konsep konvensional mempraktekan teoripencadangan dan ketelitian dari menanggung semuakerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkanlaba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islamsangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuannilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yangberlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinanbahaya dan resiko;

5.      Konsep konvensional menerapkan prinsip labauniversal, mencakup laba dagang, modal pokok,transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram,sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara labadari aktivitas pokok dan laba yang berasal darikapital (modal pokok) dengan yang berasal daritransaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan darisumber yang haram jika ada, dan berusaha menghindariserta menyalurkan pada tempat-tempat yang telahditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumberyang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha ataudicampurkan pada pokok modal;

6.      Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa labaitu hanya ada ketika adanya jual-beli, sedangkankonsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan adaketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilaibarang, baik yang telah terjual maupun yang belum.

Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untukmenyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelumnyata laba itu diperoleh.

Dengan demikian, dapat diketahui, bahwa perbedaan antarasistem Akuntansi Syariah Islam dengan Akuntansi Konvensionaladalah menyentuh soal-soal inti dan pokok, sedangkan segipersamaannya hanya bersifat aksiomatis.

 B.          Isu-Isu Kontemporer Akuntansi Syariah            Pada awal tahun 90-an Indonesia pada khususnyatelah menunjukkan keadaan perubahan yang lebih membaik.Perkembangan sistem ekonomi dan bisnis berlandaskan Islamtelah menujukkan trend yang cukup menggembirakan. Hadirnyalembaga keuangan syari’ah di belahan bumi menunjukkan langkahkemajuan keberadaan sistem ekonomi dan bisnis Islam di tanahair ini. Lembaga-lembaga seperti itu adalah organisasi yangbercirikan “amanah”. Dalam organisasi semacam ini, keberadaanetika sangat penting. Bagi umat Islam, kegiatan bisnis(temasuk bisnis perbankan) tidak akan pernah terlepas dariikatan etika Islam.

Bukan hal yang berlebihan bila bank Islam berdasarkanpada nilai etika Islam. Bahkan secara formal bank Islammembentuk badan khusus dalam organisasinya. Badan ini bertugasmemberikan pandangan-pandangan dasar-dasar etika (ataupengawasan) Islam bagi manajemen dalam menjalankan operasibank (termasuk pencatatan dan pelaporan akuntansinya). Badantersebut dinamakan Dewan Pengawas Syari’ah yang berdiri secaraindependen di dalam organisasi bank.

Dalam perkembangan perbankan sebagai intemediry antaraunit supply dengan unit demand. Disinilah diperlukan prosespencatatan dan pelaporan semua transaksi dan kegiatan muamalahyang dilakukan di perbankan, sehingga perlu sistem akuntansiyang sesuai (relevan). Dengan demikian perlu prosestransformasi. Transfrormasi ini tidak saja akan mempengaruhiperilaku manajemen, pemegang saham, karyawan dan masyarakatsekeliling, tetapi juga organisasi yang bersangkutan. Namundemikian, ini bukan berarti bahwa bentuk organisasi adalahfaktor-faktor satu-satunya yang dapat mempengaruhi bentukakuntansi. Faktor lain seperti sistem ekonomi, sosial,politik, peraturan perundang-undangan, kultur, persepsi dan

nilai yang berlaku dalam masyarakat mempunyai tanggung jawabyang besar terhadap bentuk akuntansi. Ini juga menunjukkanbahwa akuntansi adalah sebuah entitas informasi yang tidakbebas nilai.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa nilai-nilai, sistemdan filsafat sebuah ilmu akan turut menentukan model ilmu yangberkembang di suatu negara. Apabila suatu negara menganutsistem ekonomi kapitalisme, maka sistem akuntansi yangberkembang adalah sistem akuntansi kapitalis. Demikian pula,apabila suatu negara mengikuti sistem ekonomi Islam maka upayayang harus dikembangkan adalah sistem Akuntansi Syari’ah.

Mempelajari dan menerapkan Akuntansi Syari’ah, padahakekatnya adalah belajar dan menerapkan prinsip keseimbangan(balance) atas transaksi atau perkiraan atau rekening yangtelah dicatat untuk dilaporkan kepada yang berhak mendapatkanisi laporan. Islam adalah cara hidup yang berimbang dankoheren, dirancang untuk kebahagiaan (falah) manusia dengancara menciptakan keharmonisan antara kebutuhan moral danmaterial manusia dan aktualisasi sosio-ekonomi, sertapersaudaraan dalam masyarakat manusia. Triyumono menyatakanbahwa Akuntansi Syari’ah merupakan salah satu upayamendekonstruksi akuntansi modern ke dalam bentuk humanis dansyarat nilai.

Sesuai dengan fungsi manusia sebagai khalifah di mukabumi, maka seluruh upaya dilakukan oleh manusia harus mampumerespon kebutuhan masyarakat atau harus memiliki orientasisosial. Demikian pula upaya kita untuk mengembangkan AkuntansiSyari’ah. Akuntansi harus berkembang dengan merespon kebutuhanmasyarakat. Lebih lanjut Gilling (1996) menjelaskan situasiakuntansi yang intinya sebagai berikut:

Akuntansi adalah alat mekanis yang secara pribadiditerapkan pada kegiatan bisnis, akuntansi berkembang menjadimedia yang sangant penting untuk mengungkapkan pada fakta umumyang penting tentang masyarakat modern dan komplek di manakita hidup. Akuntansi bertindak sebagai fungsi pencatatandengan melaporkan informasi yang berguna bagi pemilik danpemegang saham, investor yang disebabkan pemisahan pemilikiandengan pengawasan tidak lagi memiliki pengetahuan langsungtentang kondisi dan kegiatan usaha.

Tujuan akuntansi tidak lagi membuat pertanggungjawabanyang jelas bagi pemilik tetapi membiarkan perusahaan survive.Di pihak lain akuntansi telah menjadi alat ukur menghitungkeuntungan perusahaan yang berbeda dari keuntungan sosial.Sementara, masyarakat mengharapkan agar perusahaan bertindaksebagai koordinator dalam menggunakan SDM, bahan dan danauntuk menghasilkan barang dan jasa dan dalam mendistribusikanhasilnya kepada penyumbang. Tetapi sayangnya belumdikembangkan kepada metode untuk melaporkan kemajuanmasyarakat dan juga tidak membuat laporan hasil atas hasilnya.

Islam melalui Al Qur’an telah menggariskan bahwa konsepakuntansi yang harus diikuti oleh para pelaku transaksi ataupembuat laporan akuntansi adalah menekankan pada konseppertanggungjawaban atau accountability, sebagai ditegaskandalam surat Al Baqaroh ayat 282. Disamping itu, AkuntansiSyari’ah harus berorietasi sosial. Akuntansi Syari’ah tidakhanya sebagai alat ukur untuk menterjemahkan fenomena ekonomidalam bentuk ukuran moneter tetapi sebagai suatu metode untukmenjelaskan fenomena ekonomi itu berjalan dalam masyarakatIslam.

Penelitian yang dilakukan oleh Hayashi (1995) dalambukunya yang berjudul On Islamic Accounting yang dijelaskanbahwa akuntansi kapitalis, konsep Akuntansi Syari’ah,perhitungan zakat dan kasus Feisal Islamic Bank di Kairo danpraktek bisnis di Arab Saudi. Hayashi mengemukakan perbedaanyang mendasar antara akuntansi kapitalis dan Islam. AkuntansiSyari’ah memiliki metarule yaitu hukum Islam yang digambarkanoleh Al Qur’an dan Hadits sedangkan akuntansi kapitalis tidakmemiliki itu. Akuntansi kapitalis hanya bergantung padakeinginan user sehingga bersifat lokal dan situasional.

Harahap (1992) dalam bukunya berjudul Akuntansi,Pengawasan dan Manajeme dalam Perspektif Islam, melihat darisudut nilai-nilai Islam yang ada di dalam konsep akuntansikapitalis. Dari analisis terhadap prinsip dan sifat-sifatakuntansi dikemukakan, bahwa banyak prinsip akuntansi yangsesuai dengan konsep Islam, seperti prinsip substance overfrom, reliability, objectivity, timeline dan lain sebagainya(1992 : 8-9). Selanjutnya sesuai dengan perkembangan akuntansikapitalis banyak mengalami pemangkasan aspek-aspek yang tidaksesuai dengan kondisi lokal, sehingga dia yakin konsep

akuntansi kapitalis saat ini akan menuju irama AkuntansiSyari’ah.

Penelitian yang dilakukan oleh Adnan (1996) yang berjudulAn Invetigation of Accounting Concepts an Practice in IslamicBanks, The Case of Bank Islam Malaysia Berhad dan BankMuamalat Indonesia yang dalam kesimpulannya sebagai berikut:

1.      Secara koseptual, kedua bank masih memakai konsepdan praktik yang lazim dilakukan dalam akuntansikonvensional.

2.      Tinjauan kritis bahwa sebenarnya tidak semua konsepdasar akuntansi dapat diterima secara syari’ah

3.      Berdasarkan butir kedua di atas khususnyamenyiratkan perlunya dibangun model akuntansi yang memangsesuai dengan syari’ah, bila diharapkan terjadikonsistensi antara gerak ekonomi Islam dan istrumenpendukungnya.Dalam pandangan Iwan Triyuwono bahwa Akuntansi Syari’ah

yang berorientasi sosial merupakan salah upaya mendekonstruksiakuntansi modern ke dalam bentuk yang humanis dan sarat nilai.Tujuanya adalah tercipta peradaban bisnis dengan wawasanhumanis, emansipatoris, transendental dan teleologikal.Konsekuensi ontologis dari hal ini adalah bahwa akuntan secarakritis harus mampu membebaskan manusia dari ikatan realitas(peradaban) semu beserta jaringan-jaringan kuasanya, untukkemudian memberikan atau menciptakan realitas alternatifdengan seperangkat jaringan-jaringan kuasa ilahi yang mengikatmanusia dalam hidup sehari-hari.

Akuntansi Syari’ah adalah akuntansi yang berorientasisosial. Artinya akuntansi ini tidak hanya sebagai alat untukmenterjemahkan fenomena ekonomi dalam bentuk ukuran monetertetapi juga sebagai suatu metode menjelaskan bagaimanafenomena ekonomi itu berjalan dalam masyarakat Islam.Akuntansi Syari’ah termasuk didalamnya isu yang tidak biasadipikirkan oleh akuntansi konvensional. Perilaku manusiadiadili di hari kiamat. Akuntansi harus dianggap sebagai salahsatu derivasi/hisab yaitu menganjurkan yang baik dan melarangapa yang jelek. Realitas Akuntansi Syari’ah adalah tercermindalam akuntansi zakat.

Akuntansi zakat menunjukkan proses di mana kekayaandiperoleh secara halal oleh perusahaan. Ini merupakan salah

satu contoh dari turunan hisab yang merupakan bidangakuntansi. Disamping itu ternyata melalui Al Qur’an telahmenggariskan bahwa konsep akuntansinya adalah penekananpertanggungjawaban atau accountability yang tujuanya menjagakeadilan dan kebenaran.Akuntansi Konvensional Vs Islam

Wacana di sekitar akuntansi syariah ini mucul, kuranglebih sama dengan atau tidak lama setelah kemunculan kembalibank Islam itu sendiri. Sejak itu banyak tulisan ataupublikasi tentang akuntansi syariah oleh para pakar misalnyaAbdel Magid (1981), Ba-Yunus (1988), Badawi (1988), Hayashi(1989), Adnan (1996), Triyuwono (1996), Harahap (1996),Muhammad (2005) untuk menyebut beberapa contoh diantaranya.

Kendati ada kesan bahwa pada mulanya pakar berbedapendapat dalam menilai urgensi perbedaan Akuntansi Syari’ahdan konvensional, atau cukup merubah sedikit saja apa yangsudah ada dalam akuntansi konvensional, namun dalamperkembangan berikunya, gumpalan semangat untuk berbeda,ternyata lebih menguat. Ini memuncak setelah dilakukanberbagai studi yang kemudian dijadikan landasan untukdibentuknya The Financial Accounting Organization for IslamicBank and Financial Institutions (FAO-IBFI) pada tahun 1990.Dalam perkembangannya lembaga ini kemudian berganti namamenjadi The Accounting and Auditing Organization for IslmicFinancial Institutions (AAO-IFI).

Ada sejumlah argumentasi yang diajukan, mengapa AkuntansiSyari’ah harus berbeda dengan akuntansi konvensional.Diantaranya adalah karena faktor-faktor tujuan. Siapapun yangbertransaksi dengan cara Islam, harus diasumsikan bahwatujuannya adalah dalam rangka mematuhi perintah Allah dansekaligus ridha-Nya. Ini tentu sangat berbeda dengan tujuanyang biasa ingin dicapai akuntansi konvensional, yang biasanyahanya sarat dengan nilai-nilai keduniawian, tetapi kering darinilai-nilai ukhrawi. Secara lebih spesifik, dengan merujukpada Statement of Financial Accounting (SFA) No. 1, alasanyang dipakai menyusun tujuan yang berbeda untuk AkuntansiSyari’ah adalah karena:

1.      Islamic banks must comply with the principles andrules of Shari’a in all their financial and otherdealings

2.      The functions of Islamic banks are significantlydifferent from those of traditional banks who haveadopted the Western model of banking

3.      The relatioship between Islamic banks and theparties that deal with them differs from the relatioshipof those who deal with the traditional banks. Unliketraditional banks, Islamic banks do not use interest intheir investment and financing transactions, whereastraditional banks borrow and lend money on the basis ofinterest.Pendapat di atas rasanya cukup jelas dan masuk akal, bila

kemudian disimpulkan bahwa wajar – bahkan haruslah – AkuntansiSyari’ah tidak sama dengan akuntansi konvensional. Disampingitu kalau seseorang mencoba memahami hakekat keberadaanakuntansi sebagai alat yang tidak bebas nilai, dan bahkanpenuh kompromi untuk berbagai kepentingan pihak tertentu. Adadua aliran yang terjadi, pertama adalah mereka yangmenghendaki tujuan dan berbagai kaidah Akuntansi Syari’ahdibangun atas dasar prinsip dan ajaran Islam, lalumembandingkannya dengan pemikiran-pemikiran akuntansikontemporer yang sudah mapan. Kedua, adalah berangkat daritujuan dan kaidah akuntansi konvensional yang sudah ada,kemudian mengujinya dari padang Islam. Bagian yang dipandangsejalan diterima dan dipakai, sedangkan bagian yang dipandangtidak sesuai ditolak.Evalusai Kritis Akuntansi Konvensional

Akuntansi konvensional dikembangkan oleh ide orang Baratyang digunakan di seluruh dunia. Sistem tersebut dikenalsebagai sistem yang paling baik di masyarakat. Hal inidisebabkan karena mungkin ditandai dengan eksportasi teknologiakuntansi (yaitu teknik, institusi dan konsep dari asosiasiakuntansi profesional yang sangat dominan) melalui kolonisasi,pendidikan, pengembangan perdagangan dan usaha harmonisasiinternasional khususnya di negara Islam yang sedang berkembangdi dunia ini. Walaupun beberapa negara (seperti Malaysia danPakistan) mencoba mengadaptasi bahkan mengadopsi seluruh ide,sebagai usaha minimal.

Demikian pula, pengenalan beberapa konsep dan nilaimendasar akuntansi konvensional saat ini adalah bersifatkontradiksi bagi masyarakat Islam. Sebab secara mendasar hal

tersebut berhubungan dengan bunga atau riba. Riba adalahsesuatu yang diharamkan. Di samping itu, ada beberapa unsuryang masuk dalam kategori gharar. Banyak isu lain, sebagaimanadiharapkan oleh para akuntan muslim. Demikian pula DewanPengawas Syariah yang secara efektif mengontrol mekanismeakuntansi.

Masalah penting yang perlu diselesaikan adalah adanyaakuntansi Islam yang dapat menjamin terciptanya keadilanekonomi melalui formalisasi prosedur, aktivitas, pengukurantujuan, kontrol dan pelaporan yang sesuai dengan prinsipIslam, dengan memfokuskan pada dua ide dasar dalam akuntansikonvensional yang diterima sebagai problematik dan tidaksesuai dengan orang Islam. Masalah pertama berhubungan denganfondasi filsafat dan kedua berhubungan dengan peran dan fungsiakuntansi dalam masyarakat.

Munculnya paradigma agama sebagai sumber pengorganisasidan pengawasan bisnis. Namun yang terjadi sebaliknya paradigmakapitalis mendorong tumbuhnya sifat serakah manusia,memelihara paham sekularisme, yang mengarahkan pada sifatmaterialisme dan pada akhirnya cenderung bersifat hedonisme,dengan mengedepankan ideologi rasionalisme. Dengan demikian,menjadikan problem yang lebih besar lagi dalam raperspektifrasionalisme adalah pemisahan agama dari aktivitas ekonomi.Problem seperti ini, juga sampai seluruh dimensi atau aspekekonomi konvensional, sebagai contoh epistemologi akuntansikonvensional memandang gejala ekonomi merupakan suatu gejalayang bersifat murni, ia tidak ada hubungannya dengan aspeksosial dan spiritual dalam kehidupan umat manusia.

Problem lainya adalah berhubungan dengan masalahefesiensi alokasi sumber daya yang didasarkan pada mekanismepasar. Rasionalisme beranggapan bahwa mekanisme pasar akandapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari penciptaankekayaan.Tujuan-tujuan Akuntansi Keuangan dan Laporan Keuangan

Ada dua hal yang menarik dalam hal ini, pertama adalahperbedaan antara tujuan akuntansi keuangan dan tujuan laporankeuangan. Dalam berbagai literatur, banyak penulis yangmenyamakan antara keduanya. Mathews & Parera (1996)mengatakan:

Strictly speaking, financial statement cannot have objectives;only those individuals who cause the statement to be producedand who use them can have objectives.Mathews & Parera (1996) lebih jauh mengatakan:What are often referred to as the objectives of financial statements are really thefunctions of financial statements ..

Dengan demikian berangkat dari pemikiran di atas,sebetulnya apa yang menjadi tujuan laporan keuangan, merupakantujuan dan fungsi akuntansi sendiri. Dalam konteks ini,bilamana kita harus berpijak pada prinsip idealime Islam, makasesuai dengan hasil kajian tesis Adnan (1996), tujuanakuntansi dapat dibuat dua tingkatan. Pertama, tingkatanideal, dan kedua tingkatan praktis. Pada tataran ideal, sesuaidengan peran manusia di muka bumi dan hakikat pemilikisegalanya (QS 2:30, 6:165, 3:109, 5:17), maka semestinya yangmenjadi tujuan ideal laporan keuangan adalahpertanggungjawaban muamalah kepada Sang Pemilik yang kakiki,Allah SWT. Namun karena sifat Allah Yang Maha Tahu, tujuan inibisa dipahami dan ditransformasikan dalam bentuk pengamalanapa yang menjadi sunnah dan syariah-Nya. Dengan kata lain,akuntansi harus terutama berfungsi sebagai media penghitunganzakat, karena zakat merupakan bentuk manifestasi kepatuhanseorang hamba atas perintah Sang Empunya.

Tujuan pada tataran pragmatis barulah diarahkan kepadaupaya untuk menyediakan informasi kepada stakeholder dalammengambil keputusan-keputusan ekonomi. Namun sayangnya, apayang hendak dicapai lewat SFA No. 1 barulah pada tataran ini.

Hal kedua yang menarik dari pembedaan antara objectivesof financial accounting dan objectives of financial reportsseperti yang dinyatakan dalam Chapter, SFA No. 1 adalahsesuatu yang kabur. Artinya, ketika SFA menjelaskan tujuan-tujuan financial reports, yang disajikan justru tipe informasiyang harus dimuat. Dengan kata lain, kurang lebih sama dengansemacam syarat kualitatif kandungan laporan keuangan.Misalnya, bahwa laporan mengandung informasi tentang kepatuhanbank terhadap syariah dan oleh karenanya harus ada informasitentang pos-pos non-halal; informasi sumber daya dankewajiban, termasuk akibat suatu transaksi atau kejadianekonomi terhadap sumber daya entitas, maupun kewajibannya;informasi yang dapat membantu pihak-pihak tertentu dalam

menghitung zakatnya; informasi yang dapat membantu pihakterkait dalam memprediksi aliran kas bank dan seterusnya.Kerangka Dasar Akuntansi Keuangan

Kerangka dasar akuntansi keuangan versi AAO-IFIdituangkan dalam SFA No. 2. Ini meliputi 9 bab, termasukpengantar dan pernyataan adopsi oleh Dewan Standar AkuntansiKeuangan AAO-IFI. Tidak seperti halnya akuntansi keuangankonvensional, akuntansi bank syariah menuntut lebih banyakbentuk laporan sebagai berikut:

1.      Laporan posisi keuangan2.      Laporan laba rugi3.      Laporan arus kas4.      Laporan laba ditahan5.      Laporan perubahan dalam investasi terbatas6.      Laporan sumber dan penggunaan dana zakat serta dana

sosial7.      Laporan sumber dan penggunaan dana dalam qardh

Empat laporan pertama adalah unsure-unsur laporankeuangan yang sudah dikenal selama ini secara konvensional,sedangkan tiga terakhir bersifat khas. Ketiga laporan yangterakhir ini muncul akibat perbedaan peran dan fungsi bankIslam, dibandingkan bank konvensional.Asumsi Dasar

Bila dibandingkan dengan asumsi dasar yang dipakai olehKerangka Dasar Penyusunan Laporan Keuangan yang dipakai diIndonesia dengan menganut kepada apa yang dipakai olehInternational Accounting Standards Committee (IASC), makasedikit terdapat perbedaan . Kalau kerangka dasar akuntansikonvensional secara eksplisit memakai dua asumsi dasar, yaknidasar akrual (accrual basic) dan kelangsungan usaha (goingconcern), maka asumsi dasar yang dipakai dalam kerangka dasarversi AAO-IFI terdiri dari empat hal, yakni:1. The accounting unit concept2. The going concern concept3. The periodicity concept4. The stability of purchasing power of the monetary unit

Komparasi kedua konsep dasar di atas, secara tegasmenunjukkan bahwa hanya ada satu konsep dasar yang sama-samadiakui oleh kedua model akuntansi yakni konsep going concern.Ironisnya adalah bahwa sebetulnya konsep ini sudah banyakdiserang oleh berbagai pakar, misalnya Husband (1954),Sterling (1967), Fremgen (1968), Boris (1991) dan Abdel Magid(1981).

Selain perbedaan dari sisi jumlah item, sebetulnyakeempat konsep ini berasal dari pemikiran akuntansikonvensional juga. Tetapi yang lebih penting dicatatsebenarnya bahwa paling tidak dua diantara going concern yangsudah disinggung di atas, banyak kritik oleh pakar, termasukpakar non-Muslim sendiri. Konsep The stability of purchasingpower of the monetary unit juga memiliki kelemahan pada saatperekonomian dalam kondisi krisis, sehingga inflasi menjaditinggi atau tak terkendali.Pengakuan dan Pengukuran

Aspek pengakuan memegang peranan penting sebagai kerangkadasar, karena pengakuan merujuk kepada prinsip yang mengaturkapan dicatatnya transaksi pendapatan (revenue), beban(expenses), laba (gain) dan rugi (loss). Pada gilirannyakonsep pengakuan akan banyak berperan dalam menentukan aktivadan passive, serta laba rugi operasi perusahaan. Dalam konteksini, ada kesan bahwa pada dasarnya AAO-IFI memakai konsepakrual sebagai dasar pengakuan untuk semua transaksi. Inisejalan dengan kerangka dasar versi IASC yang dianut olehakuntansi konvensional Indonesia. Namun demikian, kalau kitamengacu kepada praktik beberapa bank syari’ah, ada sejumlahpenyimpangan. Misalnya, dasar akrual hanya dipakai untukpengakuan beban atau expenses, tetapi dasar kas (cash basis)dipakai untuk pengakuan revenue dan/atau income. Argumentasiyang dijadikan landasan atas sikap ini adalah unsurketidakpastian dan tentu saja konservatisme. Walaupun ini bisadiperdebatkan panjang lebar, konon Dewan Syariah bank Islam diIndonesia sudah memfatwakan kebolehan pilihan ini, dantampaknya akan dipakai sebagai acuan resmi nantinya.

Aspek pengukuran memegang peranan penting dalam kaitannyadengan peran laporan akuntansi yang harus menyajikan datakuantitatif tentang posisi kekayaan perusahaan dalam suatuwaktu tertentu. Yang perlu dipertimbangkan dalam aspek iniadalah atribut apa yang dipakai dalam pengukuran. Aspek

pengukuran hampir tidak berbeda bila dibandingkan denganakuntansi konvensional, karena semua atribut yang akandijadikan acuan harus mempertimbangkan unsur relevan,reliability, understandability dan comparability.Karakteristik Kualitatif

Bila dibandingkan antara karakteristik kualitatif yangada pada SFA buatan AAO-IFI dan karakteristik kualitatif dalamberbagai kerangka dasar akuntansi beberapa negara (AS,Australia, IASC, dsb), tampak ada kesamaan yang sangatmenonjol. Kalaupun ada perbedaan, maka lebih kepada penekanandan urutan priritas belaka. Oleh karena itu, dalam kerangkadasar versi SFA juga ditemukan : relevan (meliputi predictivevalue, feedback value dan timeliness) reliability (meliputirepresentational faithfulness, objectivity dan neutrality),comparability, consistency, understanbility.

Yang penting dicatat di sini adalah sejauh yang dapatdilakukan analisis dan pengujian dari perspektif Islam, tidakada yang keluar dari batas-batas yang dapat diterima, terutamakalau dilihat dari sudut pandang tujuan laporan keuangan,seperti yang dibahas di muka.Standar Akuntansi Keuangan

Perbedaan mencolok akan tampak kalau dibandingkan antarastandar akuntansi untuk perbankan konvensional dan standarakuntansi perbankan Islam. Namun demikian, kalau dilihat lebihjauh, perbedaan ini lebih disebabkan karena perbedaanparadigma dasar dari kedua jenis industri, yang padagilirannya membawa perbedaan produk dan jasa yang ditawarkan.Konsekuensinya adalah terjadinya perbedaan standarakuntansinya. Contoh dalam industri perbankan Islam dikenaldengan produk musyarakah, mudharabah, murabahah, bai’ bi-tsaman ajil, qardul hasan, salam, istishna dan lainsebagainya. Kesemua jenis produk atau jasa ini tidak akanditemukan operasi dalam bank konvensional.

Karena keunikan produk atau jasa ini pulalah, maka mautidak mau ada standar yang tidak hanya berbeda, tetapi tidakterdapat dalam standar akuntansi konvensional. Pada tatarantertentu, keunikan ini sekaligus memunculkan perlakuanakuntansi yang unik. Contohnya manakala terjadi transaksideposito mudharabah oleh nasabah kepada bank Islam. Sekilas

orang menyangka bahwa sifat dan bentuk deposito ini sama sajadengan deposito bank konvension

             

A.       Persamaan dan Perbedaan Akuntansi Syariah denganAkuntansi KonvensionalDasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al

Quran, Sunah Nabwiyyah, Ijma (kespakatan para ulama), Qiyas(persamaan suatu peristiwa tertentu, dan ‘Uruf (adatkebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam.Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khususyang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakatislami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsisebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansitersebut.

Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan AkuntansiKonvensional terdapat pada hal-hal sebagai berikut:

1.      Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsipunit ekonomi;

2.      Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsipperiode waktu atau tahun pembukuan keuangan;

3.      Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatanbertanggal;

4.      Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsippenentuan barang;

5.      Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsipperbandingan income dengan cost (biaya);

6.      Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengankesinambungan perusahaan;

7.      Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan ataupemberitahuan.

Sedangkan perbedaannya, menurut Husein Syahatah, dalambuku Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam, antara lain,terdapat pada hal-hal sebagai berikut:

1.      Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalamcara menentukan nilai atau harga untuk melindungimodal pokok, dan juga hingga saat ini apa yangdimaksud dengan modal pokok (kapital) belumditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konseppenilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengantujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuanproduksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkupperusahaan yang kontinuitas;

2.      Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagimenjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap)dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan didalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadiharta berupa uang (cash) dan harta berupa barang(stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barangmilik dan barang dagang;

3.      Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas,perak, dan barang lain yang sama kedudukannya,bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanyasebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilaiatau harga, atau sebagi sumber harga atau nilai;

4.      Konsep konvensional mempraktekan teoripencadangan dan ketelitian dari menanggung semuakerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkanlaba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islamsangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuannilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yangberlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinanbahaya dan resiko;

5.      Konsep konvensional menerapkan prinsip labauniversal, mencakup laba dagang, modal pokok,transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram,sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara labadari aktivitas pokok dan laba yang berasal darikapital (modal pokok) dengan yang berasal daritransaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan darisumber yang haram jika ada, dan berusaha menghindariserta menyalurkan pada tempat-tempat yang telahditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumberyang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha ataudicampurkan pada pokok modal;

6.      Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa labaitu hanya ada ketika adanya jual-beli, sedangkankonsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan adaketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilaibarang, baik yang telah terjual maupun yang belum.Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untukmenyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelumnyata laba itu diperoleh.

Dengan demikian, dapat diketahui, bahwa perbedaan antarasistem Akuntansi Syariah Islam dengan Akuntansi Konvensionaladalah menyentuh soal-soal inti dan pokok, sedangkan segipersamaannya hanya bersifat aksiomatis.

 B.          Isu-Isu Kontemporer Akuntansi Syariah            Pada awal tahun 90-an Indonesia pada khususnyatelah menunjukkan keadaan perubahan yang lebih membaik.Perkembangan sistem ekonomi dan bisnis berlandaskan Islamtelah menujukkan trend yang cukup menggembirakan. Hadirnyalembaga keuangan syari’ah di belahan bumi menunjukkan langkahkemajuan keberadaan sistem ekonomi dan bisnis Islam di tanah

air ini. Lembaga-lembaga seperti itu adalah organisasi yangbercirikan “amanah”. Dalam organisasi semacam ini, keberadaanetika sangat penting. Bagi umat Islam, kegiatan bisnis(temasuk bisnis perbankan) tidak akan pernah terlepas dariikatan etika Islam.

Bukan hal yang berlebihan bila bank Islam berdasarkanpada nilai etika Islam. Bahkan secara formal bank Islammembentuk badan khusus dalam organisasinya. Badan ini bertugasmemberikan pandangan-pandangan dasar-dasar etika (ataupengawasan) Islam bagi manajemen dalam menjalankan operasibank (termasuk pencatatan dan pelaporan akuntansinya). Badantersebut dinamakan Dewan Pengawas Syari’ah yang berdiri secaraindependen di dalam organisasi bank.

Dalam perkembangan perbankan sebagai intemediry antaraunit supply dengan unit demand. Disinilah diperlukan prosespencatatan dan pelaporan semua transaksi dan kegiatan muamalahyang dilakukan di perbankan, sehingga perlu sistem akuntansiyang sesuai (relevan). Dengan demikian perlu prosestransformasi. Transfrormasi ini tidak saja akan mempengaruhiperilaku manajemen, pemegang saham, karyawan dan masyarakatsekeliling, tetapi juga organisasi yang bersangkutan. Namundemikian, ini bukan berarti bahwa bentuk organisasi adalahfaktor-faktor satu-satunya yang dapat mempengaruhi bentukakuntansi. Faktor lain seperti sistem ekonomi, sosial,politik, peraturan perundang-undangan, kultur, persepsi dannilai yang berlaku dalam masyarakat mempunyai tanggung jawabyang besar terhadap bentuk akuntansi. Ini juga menunjukkanbahwa akuntansi adalah sebuah entitas informasi yang tidakbebas nilai.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa nilai-nilai, sistemdan filsafat sebuah ilmu akan turut menentukan model ilmu yangberkembang di suatu negara. Apabila suatu negara menganutsistem ekonomi kapitalisme, maka sistem akuntansi yangberkembang adalah sistem akuntansi kapitalis. Demikian pula,apabila suatu negara mengikuti sistem ekonomi Islam maka upayayang harus dikembangkan adalah sistem Akuntansi Syari’ah.

Mempelajari dan menerapkan Akuntansi Syari’ah, padahakekatnya adalah belajar dan menerapkan prinsip keseimbangan(balance) atas transaksi atau perkiraan atau rekening yangtelah dicatat untuk dilaporkan kepada yang berhak mendapatkanisi laporan. Islam adalah cara hidup yang berimbang dan

koheren, dirancang untuk kebahagiaan (falah) manusia dengancara menciptakan keharmonisan antara kebutuhan moral danmaterial manusia dan aktualisasi sosio-ekonomi, sertapersaudaraan dalam masyarakat manusia. Triyumono menyatakanbahwa Akuntansi Syari’ah merupakan salah satu upayamendekonstruksi akuntansi modern ke dalam bentuk humanis dansyarat nilai.

Sesuai dengan fungsi manusia sebagai khalifah di mukabumi, maka seluruh upaya dilakukan oleh manusia harus mampumerespon kebutuhan masyarakat atau harus memiliki orientasisosial. Demikian pula upaya kita untuk mengembangkan AkuntansiSyari’ah. Akuntansi harus berkembang dengan merespon kebutuhanmasyarakat. Lebih lanjut Gilling (1996) menjelaskan situasiakuntansi yang intinya sebagai berikut:

Akuntansi adalah alat mekanis yang secara pribadiditerapkan pada kegiatan bisnis, akuntansi berkembang menjadimedia yang sangant penting untuk mengungkapkan pada fakta umumyang penting tentang masyarakat modern dan komplek di manakita hidup. Akuntansi bertindak sebagai fungsi pencatatandengan melaporkan informasi yang berguna bagi pemilik danpemegang saham, investor yang disebabkan pemisahan pemilikiandengan pengawasan tidak lagi memiliki pengetahuan langsungtentang kondisi dan kegiatan usaha.

Tujuan akuntansi tidak lagi membuat pertanggungjawabanyang jelas bagi pemilik tetapi membiarkan perusahaan survive.Di pihak lain akuntansi telah menjadi alat ukur menghitungkeuntungan perusahaan yang berbeda dari keuntungan sosial.Sementara, masyarakat mengharapkan agar perusahaan bertindaksebagai koordinator dalam menggunakan SDM, bahan dan danauntuk menghasilkan barang dan jasa dan dalam mendistribusikanhasilnya kepada penyumbang. Tetapi sayangnya belumdikembangkan kepada metode untuk melaporkan kemajuanmasyarakat dan juga tidak membuat laporan hasil atas hasilnya.

Islam melalui Al Qur’an telah menggariskan bahwa konsepakuntansi yang harus diikuti oleh para pelaku transaksi ataupembuat laporan akuntansi adalah menekankan pada konseppertanggungjawaban atau accountability, sebagai ditegaskandalam surat Al Baqaroh ayat 282. Disamping itu, AkuntansiSyari’ah harus berorietasi sosial. Akuntansi Syari’ah tidakhanya sebagai alat ukur untuk menterjemahkan fenomena ekonomidalam bentuk ukuran moneter tetapi sebagai suatu metode untuk

menjelaskan fenomena ekonomi itu berjalan dalam masyarakatIslam.

Penelitian yang dilakukan oleh Hayashi (1995) dalambukunya yang berjudul On Islamic Accounting yang dijelaskanbahwa akuntansi kapitalis, konsep Akuntansi Syari’ah,perhitungan zakat dan kasus Feisal Islamic Bank di Kairo danpraktek bisnis di Arab Saudi. Hayashi mengemukakan perbedaanyang mendasar antara akuntansi kapitalis dan Islam. AkuntansiSyari’ah memiliki metarule yaitu hukum Islam yang digambarkanoleh Al Qur’an dan Hadits sedangkan akuntansi kapitalis tidakmemiliki itu. Akuntansi kapitalis hanya bergantung padakeinginan user sehingga bersifat lokal dan situasional.

Harahap (1992) dalam bukunya berjudul Akuntansi,Pengawasan dan Manajeme dalam Perspektif Islam, melihat darisudut nilai-nilai Islam yang ada di dalam konsep akuntansikapitalis. Dari analisis terhadap prinsip dan sifat-sifatakuntansi dikemukakan, bahwa banyak prinsip akuntansi yangsesuai dengan konsep Islam, seperti prinsip substance overfrom, reliability, objectivity, timeline dan lain sebagainya(1992 : 8-9). Selanjutnya sesuai dengan perkembangan akuntansikapitalis banyak mengalami pemangkasan aspek-aspek yang tidaksesuai dengan kondisi lokal, sehingga dia yakin konsepakuntansi kapitalis saat ini akan menuju irama AkuntansiSyari’ah.

Penelitian yang dilakukan oleh Adnan (1996) yang berjudulAn Invetigation of Accounting Concepts an Practice in IslamicBanks, The Case of Bank Islam Malaysia Berhad dan BankMuamalat Indonesia yang dalam kesimpulannya sebagai berikut:

1.      Secara koseptual, kedua bank masih memakai konsepdan praktik yang lazim dilakukan dalam akuntansikonvensional.

2.      Tinjauan kritis bahwa sebenarnya tidak semua konsepdasar akuntansi dapat diterima secara syari’ah

3.      Berdasarkan butir kedua di atas khususnyamenyiratkan perlunya dibangun model akuntansi yang memangsesuai dengan syari’ah, bila diharapkan terjadikonsistensi antara gerak ekonomi Islam dan istrumenpendukungnya.Dalam pandangan Iwan Triyuwono bahwa Akuntansi Syari’ah

yang berorientasi sosial merupakan salah upaya mendekonstruksi

akuntansi modern ke dalam bentuk yang humanis dan sarat nilai.Tujuanya adalah tercipta peradaban bisnis dengan wawasanhumanis, emansipatoris, transendental dan teleologikal.Konsekuensi ontologis dari hal ini adalah bahwa akuntan secarakritis harus mampu membebaskan manusia dari ikatan realitas(peradaban) semu beserta jaringan-jaringan kuasanya, untukkemudian memberikan atau menciptakan realitas alternatifdengan seperangkat jaringan-jaringan kuasa ilahi yang mengikatmanusia dalam hidup sehari-hari.

Akuntansi Syari’ah adalah akuntansi yang berorientasisosial. Artinya akuntansi ini tidak hanya sebagai alat untukmenterjemahkan fenomena ekonomi dalam bentuk ukuran monetertetapi juga sebagai suatu metode menjelaskan bagaimanafenomena ekonomi itu berjalan dalam masyarakat Islam.Akuntansi Syari’ah termasuk didalamnya isu yang tidak biasadipikirkan oleh akuntansi konvensional. Perilaku manusiadiadili di hari kiamat. Akuntansi harus dianggap sebagai salahsatu derivasi/hisab yaitu menganjurkan yang baik dan melarangapa yang jelek. Realitas Akuntansi Syari’ah adalah tercermindalam akuntansi zakat.

Akuntansi zakat menunjukkan proses di mana kekayaandiperoleh secara halal oleh perusahaan. Ini merupakan salahsatu contoh dari turunan hisab yang merupakan bidangakuntansi. Disamping itu ternyata melalui Al Qur’an telahmenggariskan bahwa konsep akuntansinya adalah penekananpertanggungjawaban atau accountability yang tujuanya menjagakeadilan dan kebenaran.Akuntansi Konvensional Vs Islam

Wacana di sekitar akuntansi syariah ini mucul, kuranglebih sama dengan atau tidak lama setelah kemunculan kembalibank Islam itu sendiri. Sejak itu banyak tulisan ataupublikasi tentang akuntansi syariah oleh para pakar misalnyaAbdel Magid (1981), Ba-Yunus (1988), Badawi (1988), Hayashi(1989), Adnan (1996), Triyuwono (1996), Harahap (1996),Muhammad (2005) untuk menyebut beberapa contoh diantaranya.

Kendati ada kesan bahwa pada mulanya pakar berbedapendapat dalam menilai urgensi perbedaan Akuntansi Syari’ahdan konvensional, atau cukup merubah sedikit saja apa yangsudah ada dalam akuntansi konvensional, namun dalamperkembangan berikunya, gumpalan semangat untuk berbeda,

ternyata lebih menguat. Ini memuncak setelah dilakukanberbagai studi yang kemudian dijadikan landasan untukdibentuknya The Financial Accounting Organization for IslamicBank and Financial Institutions (FAO-IBFI) pada tahun 1990.Dalam perkembangannya lembaga ini kemudian berganti namamenjadi The Accounting and Auditing Organization for IslmicFinancial Institutions (AAO-IFI).

Ada sejumlah argumentasi yang diajukan, mengapa AkuntansiSyari’ah harus berbeda dengan akuntansi konvensional.Diantaranya adalah karena faktor-faktor tujuan. Siapapun yangbertransaksi dengan cara Islam, harus diasumsikan bahwatujuannya adalah dalam rangka mematuhi perintah Allah dansekaligus ridha-Nya. Ini tentu sangat berbeda dengan tujuanyang biasa ingin dicapai akuntansi konvensional, yang biasanyahanya sarat dengan nilai-nilai keduniawian, tetapi kering darinilai-nilai ukhrawi. Secara lebih spesifik, dengan merujukpada Statement of Financial Accounting (SFA) No. 1, alasanyang dipakai menyusun tujuan yang berbeda untuk AkuntansiSyari’ah adalah karena:

1.      Islamic banks must comply with the principles andrules of Shari’a in all their financial and otherdealings

2.      The functions of Islamic banks are significantlydifferent from those of traditional banks who haveadopted the Western model of banking

3.      The relatioship between Islamic banks and theparties that deal with them differs from the relatioshipof those who deal with the traditional banks. Unliketraditional banks, Islamic banks do not use interest intheir investment and financing transactions, whereastraditional banks borrow and lend money on the basis ofinterest.Pendapat di atas rasanya cukup jelas dan masuk akal, bila

kemudian disimpulkan bahwa wajar – bahkan haruslah – AkuntansiSyari’ah tidak sama dengan akuntansi konvensional. Disampingitu kalau seseorang mencoba memahami hakekat keberadaanakuntansi sebagai alat yang tidak bebas nilai, dan bahkanpenuh kompromi untuk berbagai kepentingan pihak tertentu. Adadua aliran yang terjadi, pertama adalah mereka yangmenghendaki tujuan dan berbagai kaidah Akuntansi Syari’ah

dibangun atas dasar prinsip dan ajaran Islam, lalumembandingkannya dengan pemikiran-pemikiran akuntansikontemporer yang sudah mapan. Kedua, adalah berangkat daritujuan dan kaidah akuntansi konvensional yang sudah ada,kemudian mengujinya dari padang Islam. Bagian yang dipandangsejalan diterima dan dipakai, sedangkan bagian yang dipandangtidak sesuai ditolak.Evalusai Kritis Akuntansi Konvensional

Akuntansi konvensional dikembangkan oleh ide orang Baratyang digunakan di seluruh dunia. Sistem tersebut dikenalsebagai sistem yang paling baik di masyarakat. Hal inidisebabkan karena mungkin ditandai dengan eksportasi teknologiakuntansi (yaitu teknik, institusi dan konsep dari asosiasiakuntansi profesional yang sangat dominan) melalui kolonisasi,pendidikan, pengembangan perdagangan dan usaha harmonisasiinternasional khususnya di negara Islam yang sedang berkembangdi dunia ini. Walaupun beberapa negara (seperti Malaysia danPakistan) mencoba mengadaptasi bahkan mengadopsi seluruh ide,sebagai usaha minimal.

Demikian pula, pengenalan beberapa konsep dan nilaimendasar akuntansi konvensional saat ini adalah bersifatkontradiksi bagi masyarakat Islam. Sebab secara mendasar haltersebut berhubungan dengan bunga atau riba. Riba adalahsesuatu yang diharamkan. Di samping itu, ada beberapa unsuryang masuk dalam kategori gharar. Banyak isu lain, sebagaimanadiharapkan oleh para akuntan muslim. Demikian pula DewanPengawas Syariah yang secara efektif mengontrol mekanismeakuntansi.

Masalah penting yang perlu diselesaikan adalah adanyaakuntansi Islam yang dapat menjamin terciptanya keadilanekonomi melalui formalisasi prosedur, aktivitas, pengukurantujuan, kontrol dan pelaporan yang sesuai dengan prinsipIslam, dengan memfokuskan pada dua ide dasar dalam akuntansikonvensional yang diterima sebagai problematik dan tidaksesuai dengan orang Islam. Masalah pertama berhubungan denganfondasi filsafat dan kedua berhubungan dengan peran dan fungsiakuntansi dalam masyarakat.

Munculnya paradigma agama sebagai sumber pengorganisasidan pengawasan bisnis. Namun yang terjadi sebaliknya paradigmakapitalis mendorong tumbuhnya sifat serakah manusia,

memelihara paham sekularisme, yang mengarahkan pada sifatmaterialisme dan pada akhirnya cenderung bersifat hedonisme,dengan mengedepankan ideologi rasionalisme. Dengan demikian,menjadikan problem yang lebih besar lagi dalam raperspektifrasionalisme adalah pemisahan agama dari aktivitas ekonomi.Problem seperti ini, juga sampai seluruh dimensi atau aspekekonomi konvensional, sebagai contoh epistemologi akuntansikonvensional memandang gejala ekonomi merupakan suatu gejalayang bersifat murni, ia tidak ada hubungannya dengan aspeksosial dan spiritual dalam kehidupan umat manusia.

Problem lainya adalah berhubungan dengan masalahefesiensi alokasi sumber daya yang didasarkan pada mekanismepasar. Rasionalisme beranggapan bahwa mekanisme pasar akandapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari penciptaankekayaan.Tujuan-tujuan Akuntansi Keuangan dan Laporan Keuangan

Ada dua hal yang menarik dalam hal ini, pertama adalahperbedaan antara tujuan akuntansi keuangan dan tujuan laporankeuangan. Dalam berbagai literatur, banyak penulis yangmenyamakan antara keduanya. Mathews & Parera (1996)mengatakan:Strictly speaking, financial statement cannot have objectives;only those individuals who cause the statement to be producedand who use them can have objectives.Mathews & Parera (1996) lebih jauh mengatakan:What are often referred to as the objectives of financial statements are really thefunctions of financial statements ..

Dengan demikian berangkat dari pemikiran di atas,sebetulnya apa yang menjadi tujuan laporan keuangan, merupakantujuan dan fungsi akuntansi sendiri. Dalam konteks ini,bilamana kita harus berpijak pada prinsip idealime Islam, makasesuai dengan hasil kajian tesis Adnan (1996), tujuanakuntansi dapat dibuat dua tingkatan. Pertama, tingkatanideal, dan kedua tingkatan praktis. Pada tataran ideal, sesuaidengan peran manusia di muka bumi dan hakikat pemilikisegalanya (QS 2:30, 6:165, 3:109, 5:17), maka semestinya yangmenjadi tujuan ideal laporan keuangan adalahpertanggungjawaban muamalah kepada Sang Pemilik yang kakiki,Allah SWT. Namun karena sifat Allah Yang Maha Tahu, tujuan inibisa dipahami dan ditransformasikan dalam bentuk pengamalan

apa yang menjadi sunnah dan syariah-Nya. Dengan kata lain,akuntansi harus terutama berfungsi sebagai media penghitunganzakat, karena zakat merupakan bentuk manifestasi kepatuhanseorang hamba atas perintah Sang Empunya.

Tujuan pada tataran pragmatis barulah diarahkan kepadaupaya untuk menyediakan informasi kepada stakeholder dalammengambil keputusan-keputusan ekonomi. Namun sayangnya, apayang hendak dicapai lewat SFA No. 1 barulah pada tataran ini.

Hal kedua yang menarik dari pembedaan antara objectivesof financial accounting dan objectives of financial reportsseperti yang dinyatakan dalam Chapter, SFA No. 1 adalahsesuatu yang kabur. Artinya, ketika SFA menjelaskan tujuan-tujuan financial reports, yang disajikan justru tipe informasiyang harus dimuat. Dengan kata lain, kurang lebih sama dengansemacam syarat kualitatif kandungan laporan keuangan.Misalnya, bahwa laporan mengandung informasi tentang kepatuhanbank terhadap syariah dan oleh karenanya harus ada informasitentang pos-pos non-halal; informasi sumber daya dankewajiban, termasuk akibat suatu transaksi atau kejadianekonomi terhadap sumber daya entitas, maupun kewajibannya;informasi yang dapat membantu pihak-pihak tertentu dalammenghitung zakatnya; informasi yang dapat membantu pihakterkait dalam memprediksi aliran kas bank dan seterusnya.Kerangka Dasar Akuntansi Keuangan

Kerangka dasar akuntansi keuangan versi AAO-IFIdituangkan dalam SFA No. 2. Ini meliputi 9 bab, termasukpengantar dan pernyataan adopsi oleh Dewan Standar AkuntansiKeuangan AAO-IFI. Tidak seperti halnya akuntansi keuangankonvensional, akuntansi bank syariah menuntut lebih banyakbentuk laporan sebagai berikut:

1.      Laporan posisi keuangan2.      Laporan laba rugi3.      Laporan arus kas4.      Laporan laba ditahan5.      Laporan perubahan dalam investasi terbatas6.      Laporan sumber dan penggunaan dana zakat serta dana

sosial7.      Laporan sumber dan penggunaan dana dalam qardh

Empat laporan pertama adalah unsure-unsur laporankeuangan yang sudah dikenal selama ini secara konvensional,sedangkan tiga terakhir bersifat khas. Ketiga laporan yangterakhir ini muncul akibat perbedaan peran dan fungsi bankIslam, dibandingkan bank konvensional.Asumsi Dasar

Bila dibandingkan dengan asumsi dasar yang dipakai olehKerangka Dasar Penyusunan Laporan Keuangan yang dipakai diIndonesia dengan menganut kepada apa yang dipakai olehInternational Accounting Standards Committee (IASC), makasedikit terdapat perbedaan . Kalau kerangka dasar akuntansikonvensional secara eksplisit memakai dua asumsi dasar, yaknidasar akrual (accrual basic) dan kelangsungan usaha (goingconcern), maka asumsi dasar yang dipakai dalam kerangka dasarversi AAO-IFI terdiri dari empat hal, yakni:1. The accounting unit concept2. The going concern concept3. The periodicity concept4. The stability of purchasing power of the monetary unit

Komparasi kedua konsep dasar di atas, secara tegasmenunjukkan bahwa hanya ada satu konsep dasar yang sama-samadiakui oleh kedua model akuntansi yakni konsep going concern.Ironisnya adalah bahwa sebetulnya konsep ini sudah banyakdiserang oleh berbagai pakar, misalnya Husband (1954),Sterling (1967), Fremgen (1968), Boris (1991) dan Abdel Magid(1981).

Selain perbedaan dari sisi jumlah item, sebetulnyakeempat konsep ini berasal dari pemikiran akuntansikonvensional juga. Tetapi yang lebih penting dicatatsebenarnya bahwa paling tidak dua diantara going concern yangsudah disinggung di atas, banyak kritik oleh pakar, termasukpakar non-Muslim sendiri. Konsep The stability of purchasingpower of the monetary unit juga memiliki kelemahan pada saatperekonomian dalam kondisi krisis, sehingga inflasi menjaditinggi atau tak terkendali.Pengakuan dan Pengukuran

Aspek pengakuan memegang peranan penting sebagai kerangkadasar, karena pengakuan merujuk kepada prinsip yang mengaturkapan dicatatnya transaksi pendapatan (revenue), beban

(expenses), laba (gain) dan rugi (loss). Pada gilirannyakonsep pengakuan akan banyak berperan dalam menentukan aktivadan passive, serta laba rugi operasi perusahaan. Dalam konteksini, ada kesan bahwa pada dasarnya AAO-IFI memakai konsepakrual sebagai dasar pengakuan untuk semua transaksi. Inisejalan dengan kerangka dasar versi IASC yang dianut olehakuntansi konvensional Indonesia. Namun demikian, kalau kitamengacu kepada praktik beberapa bank syari’ah, ada sejumlahpenyimpangan. Misalnya, dasar akrual hanya dipakai untukpengakuan beban atau expenses, tetapi dasar kas (cash basis)dipakai untuk pengakuan revenue dan/atau income. Argumentasiyang dijadikan landasan atas sikap ini adalah unsurketidakpastian dan tentu saja konservatisme. Walaupun ini bisadiperdebatkan panjang lebar, konon Dewan Syariah bank Islam diIndonesia sudah memfatwakan kebolehan pilihan ini, dantampaknya akan dipakai sebagai acuan resmi nantinya.

Aspek pengukuran memegang peranan penting dalam kaitannyadengan peran laporan akuntansi yang harus menyajikan datakuantitatif tentang posisi kekayaan perusahaan dalam suatuwaktu tertentu. Yang perlu dipertimbangkan dalam aspek iniadalah atribut apa yang dipakai dalam pengukuran. Aspekpengukuran hampir tidak berbeda bila dibandingkan denganakuntansi konvensional, karena semua atribut yang akandijadikan acuan harus mempertimbangkan unsur relevan,reliability, understandability dan comparability.Karakteristik Kualitatif

Bila dibandingkan antara karakteristik kualitatif yangada pada SFA buatan AAO-IFI dan karakteristik kualitatif dalamberbagai kerangka dasar akuntansi beberapa negara (AS,Australia, IASC, dsb), tampak ada kesamaan yang sangatmenonjol. Kalaupun ada perbedaan, maka lebih kepada penekanandan urutan priritas belaka. Oleh karena itu, dalam kerangkadasar versi SFA juga ditemukan : relevan (meliputi predictivevalue, feedback value dan timeliness) reliability (meliputirepresentational faithfulness, objectivity dan neutrality),comparability, consistency, understanbility.

Yang penting dicatat di sini adalah sejauh yang dapatdilakukan analisis dan pengujian dari perspektif Islam, tidakada yang keluar dari batas-batas yang dapat diterima, terutamakalau dilihat dari sudut pandang tujuan laporan keuangan,seperti yang dibahas di muka.

Standar Akuntansi Keuangan

Perbedaan mencolok akan tampak kalau dibandingkan antarastandar akuntansi untuk perbankan konvensional dan standarakuntansi perbankan Islam. Namun demikian, kalau dilihat lebihjauh, perbedaan ini lebih disebabkan karena perbedaanparadigma dasar dari kedua jenis industri, yang padagilirannya membawa perbedaan produk dan jasa yang ditawarkan.Konsekuensinya adalah terjadinya perbedaan standarakuntansinya. Contoh dalam industri perbankan Islam dikenaldengan produk musyarakah, mudharabah, murabahah, bai’ bi-tsaman ajil, qardul hasan, salam, istishna dan lainsebagainya. Kesemua jenis produk atau jasa ini tidak akanditemukan operasi dalam bank konvensional.

Karena keunikan produk atau jasa ini pulalah, maka mautidak mau ada standar yang tidak hanya berbeda, tetapi tidakterdapat dalam standar akuntansi konvensional. Pada tatarantertentu, keunikan ini sekaligus memunculkan perlakuanakuntansi yang unik. Contohnya manakala terjadi transaksideposito mudharabah oleh nasabah kepada bank Islam. Sekilasorang menyangka bahwa sifat dan bentuk deposito ini sama sajadengan deposito bank konvension