file · Web viewJuga, Al-hafidz Jalaluddin As-Suyuthi, Asbabul Wurud Al-Hadist (Proses...

18
ASBABUL WURUD Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Ulumul Hadis Dosen pengampu: Lukman Fauroni Oleh : HERU SAPUTRO ( 26.10.3.1.078 ) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Transcript of file · Web viewJuga, Al-hafidz Jalaluddin As-Suyuthi, Asbabul Wurud Al-Hadist (Proses...

Page 1: file · Web viewJuga, Al-hafidz Jalaluddin As-Suyuthi, Asbabul Wurud Al-Hadist (Proses Lahirnya Sebuah Hadist) terjemahan, ( Bandung: Penerbit Pustaka, 1986) hal. 16

ASBABUL WURUD

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas

Mata kuliah Ulumul Hadis

Dosen pengampu: Lukman Fauroni

Oleh:

HERU SAPUTRO

(26.10.3.1.078)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

JURUSAN TARBIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SURAKARTA

2 0 1 1

Page 2: file · Web viewJuga, Al-hafidz Jalaluddin As-Suyuthi, Asbabul Wurud Al-Hadist (Proses Lahirnya Sebuah Hadist) terjemahan, ( Bandung: Penerbit Pustaka, 1986) hal. 16

BAB I

PENDAHULUAN

Hadist atau sunnah adalah segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi

SAW. Baik berupa perkataan, perbuatan atau ketetapan, dalam hal ini hadist

dipandang oleh mayoritas umat Islam sebagai sumber kedua setelah al-Qur'an,

sebab hadist ini adalah penjelasan dari al-Qur'an itu sendiri.

Ketika kita mencoba memahaminya tidak cukup hanya melihat teks

hadistnya saja, melainkan juga harus melihat konteksnya (asbabul wurud).

Dengan kata lain, untuk menggali pesan moral dari suatu hadist, perlu

memperhatikan konteks historisitasnya, kepada siapa hadist itu disampaikan,

dan dalam kondisi sosial-kultur yang bagaimana Nabi menyampaikannya.

Tanpa memperhatikan konteks (asbabul wurud) tersebut seseorang akan

kesulitan dalam menangkap dan memahami makna suatu hadist, bahkan ia

akan terperosok dalam pemahaman yang keliru. Itulah mengapa asbabul

wurud menjadi sangat penting dalam ilmu hadist, seperti pentingnya asbabun

nuzul dalam kajian tafsir al-Qur'an,

Maka makalah ini secara khusus akan membahas tentang asbabul wurud,

dari definisi, urgensi, sampai kepada implikasinya dalam penetapan hukum.

Page 3: file · Web viewJuga, Al-hafidz Jalaluddin As-Suyuthi, Asbabul Wurud Al-Hadist (Proses Lahirnya Sebuah Hadist) terjemahan, ( Bandung: Penerbit Pustaka, 1986) hal. 16

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Secara etimologis asbabul wurud merupakan susunan idhofah (kata

majemuk) yang berasal dari kata asbab dan wurud. Kata asbab adalah bentuk

jamak dari sabab, yang berarti segala sesuatu yang dapat menghubungkan

kepada sesuatu yang lain, atau penyebab terajadinya sesuatu. Sedangkan kata

wurud merupakan bentuk isim masdar (kata benda abstark) dari warada-

yuridu-wurudan, yang berarti sampai atau datang.1

Menurut suyuthi2 secara terminologis asbabul wurud diartikan sebagai

berikut;

أو خصوص أو عموم من الحديث من المراد لتحديد طريقا يكون ما أنه

أو تقييد أو إطالقذلك نحو أو نسخ

"sesuatu yang menjadi thoriq (metode) untuk menentukan maksud suatu hadist

yang bersifat umum,atau khusus mutlak atau muqoyyad, dan untuk

menentukan ada tidaknya naskh (pembatalan) dalam suatu hadist".

Secara kritis definisi ini, lebih mengacu kepada fungsi asbabul wurud.

Menurut Hasbi As-Siddiqie, beliau mendefinisikan asbabul wurud

sebagai berikut;

به جاء الذي والزمان الحديث الجله ورد الذي السبب به يعرف علم

"ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi SAW. Menuturkan sabdanya dan

masa-masa Nabi SAW menuturkannya".

1 A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hal. 602 dan 1551.2 Prof. Dr. H. Said Agil Husain Munawwar, MA dan Abdul Mustaqim, MAg, Asbabul Wurud (Studi Kritis Hadist Nabi Pendekatan Sosio-HIstoris-Konstektual), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hal. 7-8

Page 4: file · Web viewJuga, Al-hafidz Jalaluddin As-Suyuthi, Asbabul Wurud Al-Hadist (Proses Lahirnya Sebuah Hadist) terjemahan, ( Bandung: Penerbit Pustaka, 1986) hal. 16

Adapula ulama yang mendefinisikan seperti asbabun nuzul yaitu;

وقوعه أيام الحديث ورد ما

"sesuatu (baik berupa peristiwa-peristiwa atau pertanyaan-pertanyaan) yang

terjadi pada waktu hadist itu disampaikan oleh Nabi".

Dari ketiga definisi tersebut, bisa kita simpulkan bahwa asbabul wurud

merupakan latar belakang atau sebab-sebab munculnya hadist Nabi SAW.

yang berfungsi untuk menentukan apakah hadist itu bersifat umum atau

khusus, mutlak atau muquyyad, nasakh atau mansukh. Perlu diketahui bahwa

asbabul wurud bukan cara satu-satunya untuk mengetahui sebab kemunculan

suatu hadist.

Menurut As-suyuthi3 asbabul wurud itu bisa dikatagorikan menjadi 3

macam, diantaranya;

1. Sebab yang berupa ayat Al-Qur'an;

Allah berfirman;4

"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk". (Q.S. al-An'am:82)

Dahulu para sahabat beranggapan bahwa "adz-dzulmu" berarti "aj-jaur" yaitu berbuat aniyaya atau melanggar aturan, kemudian Nabi SAW. Menjelaskan

3 Ibid, hal.9.Lih. Juga, Al-hafidz Jalaluddin As-Suyuthi, Asbabul Wurud Al-Hadist (Proses Lahirnya Sebuah Hadist) terjemahan, ( Bandung: Penerbit Pustaka, 1986) hal. 16.4 Al-Qur’an & tarjamah, (Jakarta: CV Darus sunnah edisi tahun 2002), hal.139

Page 5: file · Web viewJuga, Al-hafidz Jalaluddin As-Suyuthi, Asbabul Wurud Al-Hadist (Proses Lahirnya Sebuah Hadist) terjemahan, ( Bandung: Penerbit Pustaka, 1986) hal. 16

bahwa "adz-dzulmu" yang dimaksud adalah "asy-syirku" kemudian Allah berfirman;5

"Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar" (Q.S. al-Luqman:13)

2. Sebab yang berupa hadist;

Nabi bersabda;

األرض في بما أدم بني ألسنة علي ينطق األرض في مالئمكة تعالي الله أن

منشر أو أى خير

" sesungguhnya Allah SWT. Memiliki para malaikat di bumi, yang

dapat berbicara melalui mulut manusia mengenai kebaikan dan

keburukan seseorang," (HR.Hakim).

Ternyata para sahabat merasa kesulitan dalam memahami hadist

ini, maka mereka bertanya: ya Rosul!!, bagaimana hal itu terjadi?.

Maka Nabi SAW menjelaskan lewat hadist lain sebagaimana yang

diriwayatkan Anas bin Malik. Suatu ketika Nabi SAW bertemu dengan

rombongan yang membawa jenazah. Para sahabat kemudian

memberikan pujian, seraya berkata "jenazah itu baik", mendengar

pujian tersebut Nabi SAW bersabda: "wajabat" (pasti masuk surga) tiga

kali. Kemudian Nabi bertemu kembali dengan rombongan yang

membawa jenazah yang lain, ternyata para sahabat mencelanya, seraya

berkata "dia orang jahat", mendengar pertanyaan itu, Nabi seraya

bersabda: "wajabat", (pasti masuk neraka).

Maka seketika mereka berkomentar: ya Rosullulah mengapa

demikian. Rasul menjawab; Ya benar, lalu beliau bersabda kepada Abu

Bakar.

" sesungguhnya Allah SWT. Memiliki para malaikat di bumi, yang

dapat berbicara melalui mulut manusia mengenai kebaikan dan

keburukan seseorang," (HR.Hakim).

5 Ibid, hal.413

Page 6: file · Web viewJuga, Al-hafidz Jalaluddin As-Suyuthi, Asbabul Wurud Al-Hadist (Proses Lahirnya Sebuah Hadist) terjemahan, ( Bandung: Penerbit Pustaka, 1986) hal. 16

Dengan demikian, yang disebut para malaikat di bumi, yang dapat

berbicara melalui mulut manusia mengenai kebaikan dan keburukan

seseorang adalah para sahabat atau orang-orang yang mengatakan

bahwa jenajah ini baik dan jenazah ini jahat.

3. Sebab yang berupa perkara yang berkaitan dengan para pendengar

dikalangan sahabat.

Sebagai contoh adalah persoalan yang berkaitan dengan sahabat

Syuraid bin Suwaid ats-Saqafi. Pada waktu fathul makkah, beliau

dating kepada Rasul seraya berkata: " saya bernadzar akan shalat di

Baitul Makdis". Lalu Nabi bersabda: "shalat di Masjidil Haram itu

lebih utama". Dan juga dersabda: "Demi Dzat yang jiwaku berada di

tangan-Nya, seandainya kamu shalat disini (masjid al-Haram), maka

sudah mencukupi bagimu untuk memenuhi nadzarmu". Lalu bersabda

lagi: "shalat di mesjid ini, yaitu di mesjid Haram lebih utama dari

100.000 kali shalat selain di mesjid haram". (H.R.Abdurrozaq dalam

kitab al-Mushanafahnya)

Dengan kata lain, macam-macam kategori tersebut merupakan

bayan atau penjelasan bagi al-Quran, hadist itu sendiri dan juga bayan

dari segala permasalahan para sahabat pada zaman itu.

B. Cara mengetahui

Cara mengetahuinya hanya dengan periwayatan.

C. Urgensi mempelajarinya

Memahami hadist dengan mengabaikan asbabul wurud akan cendrung

bersifat kaku, literalis-sekriptualis, bahkan terasa akomodatif terhadap zaman,

maka mempelajari asbabul wurud menjadi sangat urgen dalam mempelajari

dan memahami hadist tersebut, adapun urgensi asbabul wurud menurut as-

Suyuthi6, adalah:

1. Menunjukan adanya takhsis hadist yang bersifat umum

6 Prof. Dr. H.M. Syuhudi Ismail, Hadist Nabi Menurut Pembela Pengingkar dan Pemalsunya, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hal.112

Page 7: file · Web viewJuga, Al-hafidz Jalaluddin As-Suyuthi, Asbabul Wurud Al-Hadist (Proses Lahirnya Sebuah Hadist) terjemahan, ( Bandung: Penerbit Pustaka, 1986) hal. 16

Yaitu untuk menentukan adanya takhsis terhadap suatu hadist yang

'am, misalnya hadist yang berbunyi;

صالة القاعد على النصف من صالة القائم"shalat orang yang sambil duduk pahalanya separuh dari orang yang

shalat berdiri''

Pengertian shalat dalam hadist tersebut masih umum. Artinya

dapat berarti shalat fardhu dan shalat sunnah. Jika ditelusuri melalui

asbabul wurudnya, maka akan dapat dipahami bahwa yang dimaksud

"shalat" dalam hadist diatas adalah shalat sunnah, bukan shalat fardhu.

Inilah yang dimaksud takhsis yaitu menentukan kekhususan suatu

hadist yang bersifat umum, dengan memperhatikan konteks asbabul

wurudnya.

Asbabul wurud hadist tersebut adalah bahwa ketika itu di

Madinah dan penduduknya sedang dijangkit suatu wabah penyakit.

Maka kebanyakan para sahabat lali melakukan shalat sunnah sambil

duduk, pada waktu itu, Nabi kebetulan datang dan tahu bahwa mereka

suka melakukan shalat sunnah sambil duduk. Maka Nabi kemudian

bersabda; "shalat orang yang sambil duduk pahalanya separuh dari

orang yang shalat berdiri''. Mendengar pernyataan Nabi tersebut,

akhirnya para sahabat yang tidak sakit memilih shalat sunnah sambil

berdiri.

2. Membatasi pengertian hadist yang masih mutlak

Adapun contoh mengenai asbabul wurud yang membatasi pengertian

yang mutlak adalah hadist yang berbunyi;

من أجورهم مثل أجره كان بعده بها عمل حسنة سنة سن من

بها فعمل سيئة سنة سن ومن شيأ أجورهم من ينقص أن غير

من ينقص أن غير من أوزارهم ومثل وزره عليه كان بعده من

شيأ أوزارهم

Page 8: file · Web viewJuga, Al-hafidz Jalaluddin As-Suyuthi, Asbabul Wurud Al-Hadist (Proses Lahirnya Sebuah Hadist) terjemahan, ( Bandung: Penerbit Pustaka, 1986) hal. 16

''barang siapa melakukan suatu sunnah hasanah (tradisi atau perilaku

yang baik), lalu sunnah itu dilakukan orang-orang sesudahnya, maka

ia akan mendapatkan pahala seperti pahala yang mereka lakukan,

tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Demikian pula

sebaliknya, barang siapa melakukan suatu sunnah sayyi'ah (tradisi

atau perilaku yang buruk), lalu sunnah itu dilakukan orang-orang

sesudahnya, maka ia akan ikut mendapatkan dosa dari mereka, tanpa

mengurangi sedikitpun dari dosa yang mereka peroleh''

Kata ''sunnah'' masih bersifat mutlak, artinya belum dijelaskan oleh

penjelasan tertentu. Ia dapat berarti sunnah hasanah dan juga sunnah

sayyi'ah. Sunnah merupakan kata yang mutlak baik yang mempunyai

dasar pijakan agama atau tidak.

Asbabul wurud hadist tersebut adalah ketika itu Nabi SAW sedang

bersama-sama sahabat. Tiba-tiba datanglah orang yang sangat susah

dan kumuh. Ternyata mereka adalah orang miskin. Melihat fenomena

itu, Nabi SAW. wajahnya menjadi merah, karena merasa empati, iba

dan kasihan. Beliau lalu memerintahkan kepada sahabat yang bernama

Bilal agar mengumandangkan adzan dan iqomah untuk melakukan

shalat jama'ah. Setelah selesai jama'ah shalat, Nabi SAW. kemudian

berpidato, yang inti pidatonya adalah menganjurkan agar bertaqwa

kepada Allah SWT. Dan mau menginfaqkan sebagian hartanya untuk

sekelompok orang miskin tersebut.

Mendengar anjuran tersebut, maka salah seorang dari sahabat sahabat

Anshar lalu keluar membawa satu kantomg bahan makanan lalu

memberikan kepada mereka. Ternyata yang dilakukan oleh sahabat

Anshar tersebut diikuti oleh pera sahabat yang lain, maka kemudian

bersabda;

حسنة سنة اإلسالم في سن من

Dari asbabul wurud tersebut, as-Suyuthi menyimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan sunnah dalam hadist tersebut adalah sunnah yang

baik.

Page 9: file · Web viewJuga, Al-hafidz Jalaluddin As-Suyuthi, Asbabul Wurud Al-Hadist (Proses Lahirnya Sebuah Hadist) terjemahan, ( Bandung: Penerbit Pustaka, 1986) hal. 16

3. Menentukan ada tidaknya nasakh-mansukh dalam suatu hadist

والمحجوم ة الحاحم أفطر''Puasa orang yang berbekam (chantuk) dan yang meminta dibekam

adalah batal'' (H.R. Imam Ahmad)

إحتجم من وال إحتلم من وال قاء من ينطق ال''Tidak batal puasa orang yang muntah, orang yang bermimpi keluar

sperma dan orang yang berbekam" (H.R. Abu Daud)

Kedua hadist tersebut tampak saling bertentangan, hadist pertama

menerangkan bahwa orang yang di bekam dan membekam batal

puasanya, akan tetapi di hadist kedua menyata kebalikannya.

Menurut pendapat imam as-Syafi'I dan imam Ibn Hazm, hadist

pertama sudah dinasakh oleh hadist kedua, karena hadist pertama

datang lebih awal dari hadist kedua.

Asbabul wurudnya adalah, pada waktu siang hari di Bulan

Ramadhan, Nabi kebetulan melewati oreng yang bekam, dan juga

mereka sedang mengumpat tentang kejelekan orang. Melihat kejadian

tersebut Nabi bersabda;

والمحجوم ة الحاحم أفطر''Puasa orang yang berbekam (chantuk) dan yang meminta dibekam

adalah batal'' (H.R. Imam Ahmad)

Akan tetapi, kalau dilihat secara kritis dari konteks asbabul wurudnya,

hadist tersebut tidak mansukh, karena yang dimaksud dengan batal

puasa dalam hadist tersebut adalah menggunjing kejelekan orang.

4. Menjelaskan maksud suatu hadist yang masih musykil (sulit difahami)

Seperti yang telah dibahas diatas tentang adanya malaikat Allah di

bumi, yang dapat berbicara melalui mulut manusia mengenai kebaikan

dan keburukan seseorang.(Lih. H.2-3 dalam makalah ini)

Page 10: file · Web viewJuga, Al-hafidz Jalaluddin As-Suyuthi, Asbabul Wurud Al-Hadist (Proses Lahirnya Sebuah Hadist) terjemahan, ( Bandung: Penerbit Pustaka, 1986) hal. 16

5. Menjelaskan ilat (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum

6. Mentafsil (Merinci) hadist yang masih global

Jadi asumsinya, pemahaman yang mengabaikan asbabul wurud,

cenderung dapat terjebak pada arti tekstual saja dan bahkanakan mendapat

pemahaman yang keliru.

D. Implikasinya dalam penetapan hukum

Untuk menentukan al-sunnah dilihat dari wurudnya7, ulama telah

menyusun berbagai kaidah dan metode penelitian khusus yang mampu dan

menetapkan, apakah hadist berstatus mutawatir atau ahad, dan hadist ahad

berstatus shohih atau tidak. Penelitian tidak ditujukan kepada sanadnya saja,

tetapi ditujukan juga kepada matan. Dengan demikian, upaya menentukan

sunnah dari status wurudnya, tidak banyak kesulitan yang dihadapi.

Hubungan sunnah dengan dalil-dalil naqli lainnya juga perlu

diperhatiakan, mungkin saja terjadi hubungan nasakh-mansukh, ataupun

sebagainya. Dengan mengetahui hubungan tersebut, maka akan dapat

ditentukan sunnah yang berkedudukan ma'mul bih (yang diamalkan) atau

ghoiro ma'mul bih ( yang tidak diamalkan).

Jadi dengan mengetahui asbabul wurudnya, kita bisa mengetahui juga

status hukum suatu hadist, apakah hadist itu layak untuk dikerjakan ataupun

tidak.

E. Kitab-kitab yang membahasnya

Ilmu mengenai asbabul wurud sebenarnya telah ada sejak zaman para sahabat.

Hanya saja ilmu ini belum tersusun secara sistematis, dalam bentuk kitab,

Namun para ulama hadist merasakan perlunya disusun suatu kitab secara

tersendiri mengenai asbabul wurud.kitab-kitab yang berbicara tentang asbabul

wurud antara lain8:

1. Asbabul Wurud al-Hadist karya Abu Hafs al-Ukbari (w.339 H.).

7 Ibid, hal.1058 Prof. Dr. H. Said Agil Husain Munawwar, MA dan Abdul Mustaqim, MAg, op.cit.

hal.19

Page 11: file · Web viewJuga, Al-hafidz Jalaluddin As-Suyuthi, Asbabul Wurud Al-Hadist (Proses Lahirnya Sebuah Hadist) terjemahan, ( Bandung: Penerbit Pustaka, 1986) hal. 16

2. Asbabul Wurud al-Hadist Karya Abu Hamid Abdul Jalil al-Jabari.

3. Asbabul Wurud al-Hadist atau yang disebut juga al-Luma' fi, karya

Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthi. Kitab ini telah ditahqiq oleh

Yahya Ismail Ahmad.

4. Al-Bayan wa Ta'rif. Karya Ibn Hamzah al-Husaini ad-Damasqi

(w.1110 H.)

Page 12: file · Web viewJuga, Al-hafidz Jalaluddin As-Suyuthi, Asbabul Wurud Al-Hadist (Proses Lahirnya Sebuah Hadist) terjemahan, ( Bandung: Penerbit Pustaka, 1986) hal. 16

BAB III

KESIMPULAN

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa:

1. Asbabul wurud al-hadist merupakan latar belakang munculnya sutu hadist, dapat

berupa peristiwa atau pertanyaan yang terjadi pada saat hadist itu disampaikan

Nabi SAW.

2. Agar tidak terjebak dalam teks suatu hadist, maka diperlukannya pemahaman

hadist dengan pendekatan historis, sosiologis dan antropologis. Dengan kata lain

kita perlu melihat kembali background yang melatari munculnya hadist tersebut,

karena setiap hadist tentu berbeda latar dan seting kemunculannya.

3. Urgensi asbabul wurud yaitu untuk menentukan maksud suatu hadist yang bersifat

umum, atau khusus mutlak atau muqoyyad, dan untuk menentukan ada tidaknya

naskh (pembatalan) dalam suatu hadist

Page 13: file · Web viewJuga, Al-hafidz Jalaluddin As-Suyuthi, Asbabul Wurud Al-Hadist (Proses Lahirnya Sebuah Hadist) terjemahan, ( Bandung: Penerbit Pustaka, 1986) hal. 16

Daftar pustaka

Husain Munawwar, Said Agil, Prof, Dr, H, MA dan Mstaqim, Abdul, MAg,

Asbabul Wurud (Studi Kritis Hadist Nabi Pendekatan Sosial-Historis-

Konstekstual) Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Mei, 2001.

Ismail, Syuhudi, Prof, Dr, H, M, Hadist Nabi Menurut Pembela, Pengingkar dan

Pemalsunya, Jakarta: Gema Insani Press, 1995.

Munawwir, A, W, Kamus Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Surabaya:

Pustaka Progressif, cet. Ke-14, 1997.

Al-Qur’an & tarjamah, Jakarta, CV Darus sunnah, edisi tahun 2002

As-Suyuti, Jalaluddin, Al-Hafidz, Asbabul Wurud Al-Hadist (Proses Lahirnya

Sebuah Hadist) Tejemahan , Bandung: Penerbit pustaka, 1986.