PROSES TRANSMISI HADIST

23
Halaman ini berisi cover :D Bikin ya eneng cantikk

Transcript of PROSES TRANSMISI HADIST

Page 1: PROSES TRANSMISI HADIST

Halaman ini berisi cover :D

Bikin ya eneng cantikk

Page 2: PROSES TRANSMISI HADIST

DAFTAR ISI

BAB I (PENDAHULUAN)

Latar Belakang........................................................................................................3

Pendahuluan............................................................................................................3

BAB II (PEMBAHASAN)

II.A.Pengertian........................................................................................................4

II.B.Cara nabi menyampaikan hadist......................................................................4

II.C.Periwayatan hadist dari zaman nabi-sesudah generasi sahabat nabi...............5

II.D.Jalan menerima hadist.....................................................................................9

II.E.Keistimewaaan cara rasul menyampaikan hadist............................................13

BAB III (PENUTUP)

Kesimpulan.....................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................15

2

Page 3: PROSES TRANSMISI HADIST

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadits sebagai pernyataan, pengamalan, taqrir da hal ihwal nabi Muhammad SAW.,

merupakan sumber ajaran Islam yang kedua sesudah Quran. Pada masa Nabi, sesungguhnya

sudah ada beberapa sahabat Nabi yang menulis hadits Nabi, tetapi jumlah mereka selain tidak

banyak, juga materi hadits yang mereka catat masih terbatas. Namun, setelah rasulullah

wafat, kebutuhan akan pentingnya hadits meningkat. Sehingga hadits mengalami oroses

transmisi atau penyebaran. Untuk itu kita perlu tahu akan penyebaran hadits tersebut.

Dalam makalah ini penulis memaparkan mengenai bagaimana proses

periwayatan(transmisi) semenjak masa hidup nabi, sahabat dan sesudahnya.

B. Tujuan

Untuk mengetahui bagaimana proses penyebaran hadits sebagai sumber ajaran islam

yang kedua. Dan juga merupakan tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah studi hadits.

3

Page 4: PROSES TRANSMISI HADIST

BAB II

PEMBAHASAN

PROSES TRANSMISI HADIST

Periwayatan Hadits

II.A. Pengertian

Sebelum kita masuk kedalam inti dari masalah proses transmisi hadist, pertama kita

harus tahu dulu apa pengertian atau makna dari transmisi. Transmisi adalah penyampaian

atau peralihan atau penyebaran. Jadi transmisi hadist bisa di artikan yaitu proses peralihan

atau perpindahan serta suatu hadist dari sanad ke sanad sampai ke perawi.

Menurut istilah ilmu hadits, yang dimaksud dengan al-riwayat ialah kegiatan

penerimaan dan penyampaian hadits, serta penyandaran hadits itu kepada rangkaian para

periwayatnya dalam bentuk-bentuk tertentu. Orang yang telah menerima hadits dari seorang

periwayat, tetapi dia tidak menyampaikan hadits itu kepada orang lain, maka dia tidak dapat

disebut orang yang telah melakukan periwayatan hadits. Atau ketika dia menyampaikan

hadits kepada orang lain tanpa menyebutkan sanad maka dia juga bukan orang yang

melakukan periwayatan hadits.1 Jadi ada tiga unsur yang harus dipenuhi dalam periwayatan

hadits, yakni: 1 Kegiatan menerima hadits dari periwayat hadits; 2 Kegiatan menyampaikan

hadits itu kepada orang lain; 3 Ketika hadits itu disampaikan, susunan rangkaian

periwayatnya(sanad) disebutkan.

II.B. Cara nabi menyampaikan hadistnya

1. Cara rasulullah menyampaikan haditsnya pada dasarnya dengan cara natural saja. Ada masalah

lalu dia memberikan penyelesaian.

2. Dengan lisan dan perbuatan, dihadapan orang banyak, di mesjid, pada waktu malam dan

subuh.

3. Dalam bentuk tulisan.

Banyak riwayat menyatakan bahwa nabi telah berkirim surat kepada kepala Negara dan

pembesar daerah yang non-Islam.

1. Lihat: Jalal al-Din ‘Abd al-Rahman bin Abi Bakr al-Suyuthiy, Tadrib al-Rawiyfiy Syarh Taqrib al-Nawawiy jilid

II, h 225

4

Page 5: PROSES TRANSMISI HADIST

II.C. Periwayatan hadits pada zaman nabi sampai zaman sesudah genersi sahabat nabi

Berbagai hadist Nabi yang temaktub di kitab-kitab hadist sekarang ini, asal mulanya

adalah hasil kesaksian sahabat nabi terhadap sabda, perbuatan, taqrir, dan atau hal-ihwal

Nabi.

Cara periwayat memperoleh dan menyampaikan hadits pada zaman nabi tidaklah

sama dengan pada zaman sahabat nabi. Demikian juga dengan pada zaman sahabat nabi

tidaklah sama dengan zaman sesudahnya.

1. Periwayatan pada zaman nabi

Hadits yang diterima oleh para sahabat cepat tersebar di masyarakat. Karena, para

sahabat pada umumnya sangat berminat untuk memperoleh hadits nabi kemudian

menyampaikannya kepada orang lain. Mereka( sahabat) secara bergantian menemui nabi.

Seandainya Umar tidak datang maka berita dari nabi akan disampaikan oleh sahabat lainnya

kepadanya.2

Proses transmisi hadits pada masa nabi bisa dibilang lancar. Kelancaran ini terjadi

karena 2 hal yaitu:

a. Cara penyampaian hadits oleh rasulullah secara langsung.

b. Minat yang besar dari para sahabat.

2. Lebih lanjut lihat: al-Bukhari, op, cit., Juz I, h, 28

5

Page 6: PROSES TRANSMISI HADIST

2. Periwayatan Hadits Pada Zaman Sahabat Nabi

a. Pada Zaman Abu Bakar al-Shiddiq

Abu bakar merupakan sahabat nabi yang pertama-tama menunjukkan kehati-

hatiannya dalam periwayatan hadits.3 Beliau sangat berhati-hati dengan periwayatan hadist.

Ini didasarkan pengalaman Abu Bakar tatkala menghadapi kasus waris untuk seorang nenek.

Beliau tidak melihat petunjuk Quran dan praktek nabi yang memberikan harta warisaan

kepada nenek. Lalu ia bertanya kepada sahabat-sahabat yang lain. Al-Mughirah bin Syu’bah

menyatakan kepada Abu Bakar, bahwa nabi memberikan bagian waris kepada nenek sebesar

seperenam bagian. Namun Abu Bakar tidak langsung percaya terhadap perkataan sahabat

tersebut. Dia meminta sahabat tersebut untuk mendatangkan saksi. Lalu Muhammad bin

Maslamah memberikan kesaksian. Akhirnya Abu Bakar menetapkan kewarisan nenek dengan

memberikan seperenam bagian.

Karena Abu Bakar sangat berhati-hati dalam periwayatan hadits, maka dapat

dimaklumi bila jumlah hadits yang diriwayatkannya relative tidak banyak.4 Data sejarah

tentang kegiatan periwayatan hadits dikalangan umat islam pada masa khalifah Abu Bakar

sangat terbatas. Hal ini karena pada pemetintahan Abu Bakar tersebut, umat islam

dihadapkan ancaman dan kekacauan yang membahayakan pemerintahan dan Negara.

b. Pada Zaman Umar bin Khattab

Pada masa Umar penyebaran hadits kurang berjalan. Karena pada masa umar lebih

memfokuskan pada membaca dan mendalami Quran. Akan tetapi lebih banyak dari masa

Abu Bakar. Namun pada masa Umar para perawi terkekang karena Umar sangat tegas. Beliau

sangat berhati-hati. Karena umar ingin ummat lebih konsentrasi dengan Quran dan lebih

berhati-hati dalam periwayatan hadits.

3. Lihat ibid, (al-Dzahaby), h.2.

4. Al- Suyuthiy telah menghimpun hadits yang diriwayatkan oleh Abu Bakar dari berbagai mukharrij, sebanyak

695 hadits.

6

Page 7: PROSES TRANSMISI HADIST

c. Pada Masa Utsman bin Affan

Secara umum, kebijakan Utsman tentang periwayatan sama seperti khalifah

sebelumnya. Namun langkah yang dijalani Utsman tidaklah setangkas Umar bin Khattab.

Utsman meminta kepada para sahabat agar tidak meriwayatkan hadits yang tak pernah

didengar pada masa Abu Bakar dan Umar.5 Penyebaran hadits pada masa Utsman lebih

banyak dibanding dengan khalifah Umar bin Khattab. Karena wilayah islam meluas dan

perawi jumlahnya bertambah dan meluas.

d. Pada Masa Ali bin Abi Thalib

Khalifah Ali bin Thalib pun tidak jauh berbeda sikapnya dengan para pendahulunya

dalam periwayatan hadits. Secara umum ali bersedia menerima riwayat hadits Nabi setelah

periwayat hadits mengucapkan sumpah, bahwa hadits itu benar-benar berasal dari Nabi.

Hanya dengan periwayat yang benar-benar dipercayainya, Ali tidak meminta untuk

bersumpah.

Transmisi hadits pada masa Ali juga sangat hati-hati seperti para pendahulunya. Akan

tetapi pada masa Ali, kondisi politik sudah makin menajam. Hal ini menjadi dampak negatif

dalam penyebaran hadits. Kepentingan politik telah mendorong pihak-pihak tertentu

melakukan pemalsuan hadits.6 Dengan demikian, tidak seluruh periwayat hadits dapat

dipercaya riwayatnya.

5. Lihat al-Khatib, op, cit., hh. 97-98

6. Pemalsuan terjadi karena kepentingan politik antara Ali dan Muawwiyah.

7

Page 8: PROSES TRANSMISI HADIST

3. Periwayatan Hadits Pada Zaman Sesudah Generasi Sahabat

Pada zaman sesudah generasi sahabat Nabi, khususnya pada saat hadits Nabi

dihimpunkan dalam kitab-kitab hadits, telah telah dibakukan tata cara penyampaian dan

penerimaan riwayat hadits Nabi. Pembakuan periwayatan ini sangat erat kaitannya upaya

ulama dari hadits-hadits palsu.

Pada masa ini konsentrasi kepada hadist sangat meningkat. Yang mereka kaji bukan

hanya matan saja, namun juga sanad-nya. Periwayatan hadits Nabi pada zaman ini tidak

memperoleh hadits secara langsung dari Nabi, karena mereka memang tidak sezaman dengan

Nabi.

Periwayatan hadits pada zaman sesudah sahabat Nabi telah makin meluas, rangkaian

periwayat hadits yang beredar di masyarakat menjadi lebih panjang dibandingkan pada

zaman sahabat Nabi.

II.D. Jalan Menerima Hadits (thuruq at-tahammul) dan Penyampaiannya.

Yang dimaksud dengan "jalan menerima hadits" (thuruq at- tahammul) adalah cara-cara

menerima hadits dan mengambilnya dari Syaikh.

Dan yang dimaksud dengan "bentuk penyampaian" (sighatul- ada') adalah lafadh-

lafadh yang digunakan oleh ahli hadits dalam meriwayatkan hadits dan menyampaikannya

kepada muridnya, misalnya dengan kata : sami'tu "Aku telah mendengar"; haddatsani "telah

bercerita kepadaku"; dan yang semisal dengannya.

Dalam menerim hadits tidak disyaratkan seorang harus muslim dan baligh. Inilah

pendapat yang benar. Namun ketika menyampaikannya, disyaratkan harus Islam dan baligh.

Maka diterima riwayat seorang muslim yang baligh dari hadits yang diterimanya sebelum

masuk Islam atau sebelum baligh, dengan syarat tamyiz atau dapat membedakan (yang haq

dan yang bathil) sebelum baligh.

Sebagian ulama memberikan batasan minimal berumur lima tahun. Namun yang

benar adalah cukup batasan tamyiz atau dapat membedakan. Jika ia dapat memahami

pembicaraan dan memberikan jawaban dan pendengaran yang benar, itulah tamyiz dan

mumayyiz. Jika tidak, maka haditsnya ditolak.

Jalan untuk menerima hadits ada delapan, yaitu as-sama' atau mendengar lafadh

syaikh; al- qira'ah atau membaca kepada syaikh; al-ijazah, al-munawalah, al-kitabah, al-

8

Page 9: PROSES TRANSMISI HADIST

I'lam, al-washiyyah, dan al-wijadah. Berikut ini masing-masing penjelasannya berikut

lafadh-lafadh penyampaian masing-masing :

1. As-Sama' atau mendengar lafadh syaikh (guru).

Metode ini bisa berbentuk pendekatan (imlâ’) Hadis atau yang lainnya, bisa dari

hafalan dan bisa juga dari tulisan seorang guru Hadis. Menurut jumhur ahli Hadis, ini

merupakan metode yang paling tinggi.

Gambarannya : Seorang guru membaca dan murid mendengarkan; baik guru membaca dari

hafalannya atau tulisannya, dan baik murid mendengar dan menulis apa yang didengarnya,

atau mendengar saja, dan tidak menulis. Menurut jumhur ulama, as-sama' ini merupakan

bagian yang paling tinggi dalam pengambilan hadits.

Lafadh-lafadh penyampaian hadits dengan cara ini adalah aku telah mendengar dan

telah menceritakan kepadaku. Jika perawinya banyak : kami telah mendengar dan telah

menceritakan kepada kami. Ini menunjukkan bahwasannya dia mendengar dari sang syaikh

bersama yang lain.

2. Al-Qira'ah atau membaca kepada syaikh. Para ahli hadits menyebutnya : Al-Ardl

Bentuknya : Seorang perawi membaca hadits kepada seorang syaikh, dan syaikh

mendengarkan bacaannya untuk meneliti, baik perawi yang membaca atau orang lain yang

membaca sedang syaikh mendengarkan, dan baik bacaan dari hafalan atau dari buku, atau

baik syaikh mengikuti pembaca dari hafalannya atau memegang kitabnya sendiri atau

memegang kitab orang lain yang tsiqah.

Mereka (para ulama) berselisih pendapat tentang membaca kepada syaikh; apakah dia

setingkat dengan as-sama', atau lebih rendah darinya? Yang benar adalah lebih rendah dari

as-sama'.

Ketika menyampaikan hadits atau riwayat yang dibaca si perawi menggunakan

lafadh- lafadh : aku telah membaca kepada fulan atau telah dibacakan kepadanya dan aku

mendengar orang membaca dan ia menyetujuinya.

Lafadh as-sama' berikutnya adalah yang terikat dengan lafadh qira'ah seperti :

haddatsana qira'atan 'alaih - (ia menyampaikan kepada kami melalui bacaan orang

9

Page 10: PROSES TRANSMISI HADIST

kepadanya). Namun yang umum menurut ahli hadits adalah dengan menggunakan lafadh

akhbarana saja tanpa tambahan yang lain.

3. Al-Ijazah

Yaitu : Seorang Syaikh mengijinkan muridnya meriwayatkan hadits atau riwayat, baik

dengan ucapan atau tulisan. Gambarannya : Seorang syaikh mengatakan kepada salah

seorang muridnya : Aku ijinkan kepadamu untuk meriwayatkan dariku demikian. Di antara

macam-macam ijazah adalah :

a. Syaikh mengijazahkan sesuatu yang tertentu kepada seorang yang tertentu. Misalnya dia

berkata,"Aku ijazahkan kepadamu Shahih Bukhari". Di antara jenis-jenis ijazah, inilah yang

paling tinggi derajatnya.

b. Syaikh mengijazahkan orang yang tertentu dengan tanpa menentukan apa yang

diijazahkannya. Seperti mengatakan,"Aku ijazahkan kepadamu untuk meriwayatkan semua

riwayatku".

c. Syaikh mengijazahkan kepada siapa saja (tanpa menentukan) dengan juga tidak

menentukan apa yang diijazahkan, seperti mengatakan,"Aku ijazahkan semua riwayatku

kepada semua orang pada jamanku".

d. Syaikh mengijazahkan kepada orang yang tidak diketahui atau majhul. Seperti dia

mengatakan,"Aku ijazahkan kepada Muhammad bin Khalid Ad- Dimasyqi"; sedangkan di

situ terdapat sejumlah orang yang mempunyai nama seperti itu.

e. Syaikh memberikan ijazah kepada orang yang tidak hadir demi mengikutkan mereka yang

hadir dalam majelis. Umpamanya dia berkata,"Aku ijazahkan riwayat ini kepada si fulan dan

keturunannya". Bentuk pertama (a) dari beberapa bentuk di atas adalah diperbolehkan

menurut jumhur ulama, dan ditetapkan sebagai sesuatu yang diamalkan. Dan inilah pendapat

yang benar. Sedangkan bentuk-bentuk yang lain, terjadi banyak perselisihan di antara para

ulama. Ada yang bathil lagi tidak berguna.

Lafadh-lafdh yang dipakai dalam menyampaikan riwayat yang diterima dengan jalur ijazah

adalah ajaza li fulan (beliau telah memberikan ijazah kepada si fulan), haddatsana ijaazatan -

إجازة akhbarana ijaazatan[/I], dan anba-ana ijaazatan (beliau telah memberitahukan[I/] ,حدثنا

kepada kami secara ijazah).

10

Page 11: PROSES TRANSMISI HADIST

4. Al-Munaawalah atau menyerahkan .

Al-Munawalah ada dua macam :

a. Al-Munawalah yang disertai dengan ijazah. Ini tingkatannya paling tinggi di antara

macam- macam ijazah secara muthlaq. Seperti jika seorang syaikh memberikan kitabnya

kepada sang murid, lalu mengatakan kepadannya,"Ini riwayatku dari si fulan, maka

riwayatkanlah dariku". Kemudian buku tersebut dibiarkan bersamanya untuk dimiliki atau

dipinjamkan untuk disalin. Maka diperbolehkan meriwayatkan dengan seperti ini, dan

tingkatannya lebih rendah daripada as-sama' dan al-qira'ah.

b. Al-Munawalah yang tidak diiringi ijazah. Seperti jika seorang syaikh memberikan kitabnya

kepada sang murid dengan hanya mengatakan : "Ini adalah riwayatku". Yang seperti ini tidak

boleh diriwayatkan berdasarkan pendapat yang shahih.

Lafadh-lafadh yang dipakai dalam menyampaikan hadits atau riwayat yang diterima dengan

jalan munawalah ini adalah jika si perawi berkata : nawalanii wa ajazanii, atau haddatsanaa

munawalatan wa ijazatan, atau akhbarana munawalatan.

5. Al-Kitabah

Yaitu : Seorang syaikh menulis sendiri atau dia menyuruh orang lain menulis riwayatnya

kepada orang yang hadir di tempatnya atau yang tidak hadir di situ. Kitabah ada 2 macam :

a. Kitabah yang disertai dengan ijazah, seperti perkataan syaikh,"Aku ijazahkan kepadamu

apa yang aku tulis untukmu", atau yang semisal dengannya. Dan riwayat dengan cara ini

adalah shahih karena kedudukannya sama kuat dengan munaawalah yang disertai ijazah.

b. Kitabah yang tidak disertai dengan ijazah, seperti syaikh menulis sebagian hadits untuk

muridnya dan dikirimkan tulisan itu kepadanya, tapi tidak diperbolehkan untuk

meriwayatkannya. Di sini terdapat perselisihan hukum meriwayatkannya. Sebagian tidak

memperbolehkan, dan sebagian yang lain memperbolehkannya jika diketahui bahwa tulisan

tersebut adalah karya syaikh itu sendiri.

6. Al-I'lam (memberitahu)

Yaitu : Seorang syaikh memberitahu seorang muridnya bahwa hadits ini atau kitab ini adalah

riwayatnya dari si fulan, dengan tidak disertakan ijin untuk meriwayatkan daripadanya.

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum meriwayatkan dengan cara al-I'lam. Sebagian

11

Page 12: PROSES TRANSMISI HADIST

membolehkan dan sebagian yang lain tidak membolehkannya.

Ketika menyampaikan riwayat dengan cara ini, si perawi berkata : A'lamanii syaikhi (guruku

telah memberitahu kepadaku).

7 . Al-Washiyyah (mewasiati)

Yaitu : Seorang syaikh mewasiatkan di saat mendekati ajalnya atau dalam perjalanan, sebuah

kitab yang ia wasiatkan kepada sang perawi.

Riwayat yang seorang terima dengan jalan wasiat ini boleh dipakai menurut sebagian ulama,

namun yang benar adalah tidak boleh dipakai.

Ketika menyampaikan riwayat dengan wasiat ini perawi mengatakan : Aushaa ilaya

fulaanun bi kitaabin - بكتاب فالن إلي si fulan telah mewasiatkan kepadaku sebuah) أوصى

kitab), atau haddatsanii fulaanun washiyyatan - وصية فالن si fulan telah bercerita) حدثني

kepadaku dengan sebuah wasiat).

8. Al-Wijaadah (mendapat)

Yaitu : Seorang perawi mendapat hadits atau kitab dengan tulisan seorang syaikh dan ia

mengenal syaikh itu, sedang hadits- haditsnya tidak pernah didengarkan ataupun ditulis oleh

si perawi. Wijadah ini termasuk hadits munqathi', karena si perawi tidak menerima sendiri

dari orang yang menulisnya.

Dalam menyampaikan hadits atau kitab yang didapati dengan jalan wijadah ini, si

perawi berkata,"Wajadtu bi kaththi fulaanin" (aku mendapat buku ini dengan tulisan si fulan),

atau "qara'tu bi khththi fulaanin" (aku telah membaca buku ini dengan tulisan si fulan);

kemudian menyebutkan sanad dan matannya.

12

Page 13: PROSES TRANSMISI HADIST

II.E. Keistimewaan Cara Rasul Menyampaikan Hadist

Ada suatu keistemewaan pada masa ini yang membedakannya dengan masa lainnya, yaitu umat Islam dapat secara langsung memperoleh hadis dari Rasulullah SAW sebagai sumber hadis. Pada masa ini tidak ada jarak atau hijabb yang dapat menghambat atau mempersulit pertemuan mereka.

Tempat pertemuan kedua belah pihak sangatlah terbuka dalam berbagai kesempatan, misalnya masjid, rumah beliau sendiri, pasar, ketika beliau dalam perjalanan (safar), dan ketika beliau muqim (berada di rumah). Melalui tempat-tempat tersebut, Rasulullah SAW menyampaikan hadis, melalui sabdanya yang didengar langsung oleh para sahabat (melalui musyafahah) dan terkadang melalui perbuatan serta taqriri-nya yang disaksikan oleh mereka (melalui musyafahah).                        Seluruh perbuatan Nabi, demikian juga seluruh ucapan dan tutur kata beliau menjadi tumpuan dan perhatian para sahabat. Segala gerak gerik beliau, mereka jadikan pedoman hidup. Apabila kedudukan Nabi (sebagai Nabi, Kepala Negara) tersebut dilihat dan dihubungkan dengan bentuk hadis yang terdiri dari sabda, perbuatan, taqrir, dan hal ihwalnya, maka dapatlah dinyatakan bahwa hadis Nabi telah disampaikan oleh Nabi dalam berbagai cara.

Berikut ini dikemukakan beberapa cara Nabi menyampaikan Hadisnya:1. Secara lisan dimuka orang banyak yang terdiri dari kaum laki-laki.2. Pengajian rutin dikalangan kaum wanita, setelah kaum wanita memintanya.3. Nabi menyampaikan hadisnya melalui perbuatan seperti, Sholat berjama’ah pada bulan Ramadhan, dua atau tiga malam.4. Nabi menyampaikan hadis melalui “teguran”, yaitu terhadap seorang petugas yang telah melakukan “korupsi” berupa penerimaan hadiah dari masyarakat ketika bertugas mengumpulkan zakat (amil.5. Untuk hal-hal sensitive, seperti soal keluarga dan kebutuhan biologis, ia sampaikan melalui istri-istrinya.6. Cara lain yang dilakukan Rasul adalah melakukan ceramah atau pidato di tempat terbuka, seperti ketika     Haji Wada’ atau Futuh Makkah.        Disamping itu, kebijaksanaan Nabi mengutus para sahabat ke berbagai daerah, baik untuk tugas khusus berdakwah maupun untuk memangku jabatan, tidak kecil peranannya dalam penyebaran hadis. Berbagai peperangan yang banyak dimenangkan oleh Nabi dan umat Islam di berbagai daerah, juga turut mempercepat proses penyebaran hadis. Seiring dengan itu, umat Islam menyebar ke berbagai wilayah yang telah tunduk kepada kekuasaan Islam. Penyebaran umat Islam bukan sekedar untuk mencari nafkah, melainkan juga untuk kepentingan dakwah. Dengan melalui dakwah-dakwah itu tersebar pulalah hadis Nabi.

13

Page 14: PROSES TRANSMISI HADIST

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Proses transmisi hadits dari masa rasulullah hidup dan setelah wafat tidaklah sama.

Semakin lama jarak antara masa hidupnya akan semakin sulit mengontrol menyebaran dan

kebenaran hadits tersebut. Sehingga memerlukan kehati-hatian yan tinggi dalam penyebaran

hadits tersebut sehingga terhindar dari munculnya hadits palsu.

Demikianlah makalah ini kami susun, dan kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi menjadikan makalah ini lebih baik lagi.

14

Page 15: PROSES TRANSMISI HADIST

Daftar pustaka

Abdurrahman, mifdol, Pengantar Studi Ilmu Hadist, Jakarta, Ulumul Hadist, 2005

Aziz Mahmud dan Mahmud yunus, ilmu musthalah al-hadist. Jakarta: Jamamurni 1975

Alimuddin, ulama al-hadist, jami’atu al-masyari’ al-khoiriah. Beirut 1998

Departemen agama RI, Qur’an hadist, pembinaan kelembagaan agama islam, Jakarta 2000

Ismail syuhudi, kaedah kesahihan sanad hadits. Jakarta. Pt Bulan Bintang. 1995

zairifblog.2010.cara rasulullah menyampaikan hadist.http://zairifblog.blogspot.com/2010/06/i-

cara-rasul-menyampaikan-hadis.html

15