Hadist Sahih Dan Hadist Dhaif

27
Hadist Sahih dan Hadist Dho’if Disusun Oleh: Abdul Baasith E 1500012231 Ahmad Adhi S.N. 1500012221 Nurhuda Lutfi A 1500012223 Riski Andreas S 1500012234 AKUNTANSI EKONOMI UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN 2015

Transcript of Hadist Sahih Dan Hadist Dhaif

Page 1: Hadist Sahih Dan Hadist Dhaif

Hadist Sahih dan Hadist Dho’if

Disusun Oleh:

Abdul Baasith E 1500012231

Ahmad Adhi S.N. 1500012221

Nurhuda Lutfi A 1500012223

Riski Andreas S 1500012234

AKUNTANSI

EKONOMI

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

2015

Page 2: Hadist Sahih Dan Hadist Dhaif

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................................................................1

B. Perumusan Masalah.................................................................................................................1

C. Manfaat Penulisan...................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................2

Hadits Shahih...............................................................................................................................2

a) Pengertian Hadits Shahih................................................................................................2

b) Syarat-syarat Hadits Shahih............................................................................................2

Macam-Macam hadis Shahih.......................................................................................................4

a. Shahih lidzatih......................................................................................................................4

b. Shahih lighairih....................................................................................................................5

Hadits Dhoif.................................................................................................................................5

a) Pengertian Hadits Dhoif..................................................................................................5

Macam-macam Hadits Dho’if......................................................................................................7

a. Hadits dhaif karena gugurnya rawi.......................................................................................7

b. Hadits dhaif karena cacat pada matan atau rawi................................................................10

BAB III PENUTUP.......................................................................................................................14

A. Kesimpulan...........................................................................................................................14

Page 3: Hadist Sahih Dan Hadist Dhaif

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadits, oleh umat islam diyakini sebagai sumber pokok ajaran islam sesudah Al-Qur’an.

Dalam tataran aplikasinya, hadits dapat dijadikan hujjah keagamaan dalam kehidupan dan

menempati posisi yang sangat penting dalam kajian keislaman. Secara struktural hadits

merupakan sumber ajaran islam setelah Al-Qur’an yang bersifat global. Artinya, jika kita tidak

menemukan penjelasan tentang berbagai problematika kehidupan di dalam Al-Qur’an, maka kita

harus dan wajib merujuk pada hadits. Oleh karena itu, hadits merupakan hal terpenting dan

memiliki kewenangan dalam menetapkan suatu hukum yang tidak termaktub dalam Al-Qur’an.

Ditinjau dari segi kualitasnya, hadits terbagi menjadi dua yaitu, hadits Maqbul (hadits

yang dapat diterima sebagai dalil) dan haditst Mardud (hadits yang tertolak sebagai dalil). Hadits

Maqbul terbagi menjadi dua yaitu hadits Shahih dan Hasan, sedangkan yang termasuk dalam

hadits Mardud salah satunya adalah hadits Dha’if. Semuanya memiliki ciri dan kriteria yang

berbeda.

B. Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut;

1. Apa pengertian hadits Shahih dan Dhoif?

2. Apa syarat-syarat hadits Shahih dan Dhoif?

3. Macam-macam hadits Shahih dan Dhoif

C. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu sebagai sarana untuk menambah ilmu

pengetahuan yang telah kita miliki terutama tentang ilmu hadits mengenai Hadits Shahih, dan

Dhoif.

1

Page 4: Hadist Sahih Dan Hadist Dhaif

BAB II

PEMBAHASAN

Hadits Shahih

a) Pengertian Hadits Shahih

Shahih merupakan kalimat musytaq dari kalimat shahha – yashihhu – suhhan wa

sihhatan artiya sembuh, sehat, selamat dari cacat, benar. Sedangkan secara istilah yaitu :

ة عل وال شذوذ غير من منتهاه إلى مثله عن الضابط العدل بنقل سنده صل ات .ما

" Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, dhobit ( memiliki

hafalan yang kuat) dari awal sampai akhir sanad dengan tanpa syadz dan tidak pula

cacat"

Definisi hadits shahih secara konkrit baru muncul setelah Imam Syafi’i

memberikan penjelasan tentang riwayat yang dapat dijadikan hujah, yaitu:

Pertama, apabila diriwayatkan oleh para perowi yang dapat dipercaya pengamalan

agamanya, dikenal sebagai orang yang jujur mermahami hadits yang diriwayatkan

dengan baik, mengetahui perubahan arti hadits bila terjadi perubahan lafadnya; mampu

meriwayatkan hadits secara lafad, terpelihara hafalannya bila meriwayatkan hadits secara

lafad, bunyi hadits yang Dia riwayatkan sama dengan hadits yang diriwayatkan orang lain

dan terlepas dari tadlis (penyembuyian cacat),

Kedua, rangkaian riwayatnya bersambung sampai kepada Nabi SAW. atau dapat

juga tidak sampai kepada Nabi.

b) Syarat-syarat Hadits Shahih

1. Sanadnya Bersambung

setiap perawi dalam sanad hadits menerima riwayat hadits dari perawi

terdekat sebelumnya. Keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir sanad dari

suatu hadits.

2

Page 5: Hadist Sahih Dan Hadist Dhaif

3

2. Perawinya Adil

Seseorang dikatakan adil apabila ada padanya sifat-sifat yang dapat

mendorong terpeliharanya ketaqwaan, yaitu senantiasa melaksanakan perintah

dan meninggalkan larangan, dan terjaganya sifat Muru’ah, yaitu senantiasa

berakhlak baik dalam segala tingkah laku dan hal-hal lain yang dapt merusak

harga dirinya.

3. Perwainya Dhabith

Seorang perwai dikatakan dhabit apabila perawi tersebut mempunyai daya

ingat yang sempurna terhadap hadits yang diriwayatkannya. Ibnu Hajar al-

Asqalani, perawi yang dhabit adalah mereka yang kuat hafalannya terhadap apa

yang pernah didengarnya, kemudian mampu menyampaikan hafalan tersebut

kapan saja manakala diperlukan. Ini artinya, bahwa orang yang disebut dhabit

harus mendengar secara utuh apa yang diterima atau didengarnya, kemudian

mampu menyampaikannya kepada orang lain atau meriwayatkannya sebagaimana

aslinya.

4. Tidak Syadz

Syadz (janggal/rancu) atau syudzuz adalah hadits yang bertentangan

dengan hadits lain yang lebih kuat atau lebih tsiqqah perawinya. Maksudnya,

suatu kondisi di mana seorang perawi berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat

posisinya.

5. Tidak Ber’illat

Hadits ber’illat adalah hadits-hadits yang cacat atau terdapat penyakit

karena tersembunyi atau samar-samar, yang dapat merusak keshahihan hadits.

Dikatakan samar-samar, karena jika dilihat dari segi zahirnya, hadits tersebut

terlihat shahih. Adanya kesamaran pada hadits tersebut, mengakibatkan nilai

kualitasnya menjadi tidak shahih. Adapun contoh hadits yang shahih adalah

sebagai berikut;

بن جبير بن محمد عن شهاب ابن عن مالك أخبرنا قال يوسف بن عبدالله حدثنا

)" . رواه بالطور المغرب في قرأ صم الله رسول سمعت قال أبيه عن مطعمالبخاري)

Page 6: Hadist Sahih Dan Hadist Dhaif

4

" Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia berkata: telah

mengkhabarkan kepada kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad bin jubair

bin math'ami dari ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar rasulullah saw

membaca dalam shalat maghrib surat at-thur" (HR. Bukhari, Kitab Adzan).

Kitab-kitab hadits yang menghimpun hadits shahih secara berurutan

sebagai berikut:

1) Shahih Al-Bukhari (w.250 H).

2) Shahih Muslim (w. 261 H).

3) Shahih Ibnu Khuzaimah (w. 311 H).

4) Shahih Ibnu Hiban (w. 354 H).

5) Mustadrok Al-hakim (w. 405).

6) Shahih Ibn As-Sakan.

7) Shahih Al-Abani.

Macam-Macam hadis Shahih

a. Shahih lidzatih

Secara bahasa artinya “yang sah karena dzatnya”, sedangkan hadis shahih lidzatih

yang dimaksud adalah hadis yang memenuhi seluruh persyaratan keshahihan hadis secara

lengkap. Contohnya sebagai berikut:

Artinya: “Bukhari berkata: Telah menceritakan kepada kami “Abdullah bin Yusuf, (ia

berkata) telah mengabarkan kepada kami, Malik, dari Nafi’, dari Abdullah bahwa

Rasulullah Saw. Bersabda: “Apabila mereka bertiga, janganlah dua orang berbisik tanpa

ikut serta orang yang ketiga”.

Hadis diatas apabila disusun dengan tertib akan jadi seperti berikut:

Page 7: Hadist Sahih Dan Hadist Dhaif

5

Bukhari, Abdullah bin Yusuf, Malik, Nafi’, Abdullah (Ibnu Umar), Rasulullah Dari

perawi yang pertama tersebut menerima hadis dari perawi yang ke-dua, perawi yang ke-

dua menerima dari yang ke-tiga dan seterusnya dan sampai kepada Abdullah. Dan

Abdullah itulah sahabat Nabi yang mendengar Nabi bersabda seperti yang tercantum

diatas. Rawi-rawi tersebut dari yang pertama sampai yang kelima, semua bersifat adil,

dapat dipercaya, dhabit dan benar-benar bersambung. Dari hadis tersebut tidak ditemukan

cacat baik pada sanad maupun pada matan, sehingga dapat di-identifikasikan sebagai

hadis shahih lidzatih.

b. Shahih lighairih

Secara bahasa artinya “benar karena yang lainnya”. Secara istilah dapat dipahami

bahwa shahih lighairih di sini lebih mengacu pada hadis shahih yang bisa menjadi shahih

karena sesuatu yang lain, atas topangan hadis lain, atau karena di dalamnya terdapat satu

syarat yang kurang dipenuhi.

Contoh:

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah bersabda: “Sekiranya aku

tidak menyusahkan umatku, tentu aku menyuruh mereka bersiwak (menggosok gigi)

setiap shalat”

Apabila suatu hadis diriwayatkan oleh lima buah sanad, maka hadis itu dihitung

bukan sebagai satu hadis, tetapi lima hadis. Hadis yang diriwayatkan oleh empat buah

sanad, dihitung sebagai empat buah hadis, jadi hadis tersebut di atas, yang diriwayatkan

oleh Bukhari dengan sanad tersendiri dan Tirmidzi dengan sanad tersendiri pula, dihitung

sebagai dua hadis. Pertama adalah hadis Bukhari, yang dinilai sebagai hadis lidzatih, dan

kedua hadis Tirmidzi. Karena diperkuat oleh hadis Bukhari, hadis Tirmidzi naik

tingkatannya menjadi hadis shahih lighairih.

Page 8: Hadist Sahih Dan Hadist Dhaif

6

Hadits Dhoif

a) Pengertian Hadits Dhoif

Dhoif secara bahasa adalah kebalikan dari kuat yaitu lemah, sedangkan secara

istilah yaitu;

شروطه من شرط بفقد الحسن، صفة يجمع لم ما

“ Apa yang sifat dari hadits hasan tidak tercangkup (terpenuhi) dengan cara hilangnya

satu syarat dari syarat-syarat hadits hasan”

Dengan demikian, jika hilang salah satu kriteria saja, maka hadits itu menjadi

tidak shahih atau tidak hasan. Lebih-lebih jika yang hilang itu sampai dua atau tiga syarat

maka hadits tersebut dapat dinyatakan sebagai hadits dhai’if yang sangat lemah. Karena

kualitasnya dha’if, maka sebagian ulama tidak menjadikannya sebagai dasar hukum.

Contoh hadits dhoif adalah sebagai berikut ;

" عن " هريرة أبي عن الهجيمي تميمة أبي عن األثرم حكيم طريق من رميذي الت ماأخرجهمحمد : " على أنزل بما كفر فقد كاهنا أو دبرها في امرأة أو حائضا أتي من قال صم بي " الن

Apa yang diriwayatkan oleh tirmidzi dari jalur hakim al-atsrami “dari abi tamimah al-

Hujaimi dari abi hurairah dari nabi saw ia berkata : barang siapa yang menggauli wanita

haid atau seorang perempuan pada duburnya atau seperti ini maka sungguh ia telah

mengingkari dari apa yang telah diturunkan kepada nabi Muhammad saw”

Berkata Imam Tirmidzi setelah mengeluarkan (takhrij) hadits ini : “ kami tidak

mengetahui hadits ini kecuali hadits dari jalur hakim al-atsrami, kemudian hadits ini

didhoifkan oleh Muhammad dari segi sanad karena didalam sanadnya terdapat hakim al-

atsrami sebab didhaifkan pula oleh para ulama hadits”

Khusus hadits dhaif, maka para ulama hadits kelas berat semacam Al-Hafidzh

Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebutkan bahwa hadits dhaif boleh digunakan, dengan

beberapa syarat:

Page 9: Hadist Sahih Dan Hadist Dhaif

7

1) Level Kedhaifannya Tidak Parah

Ternyata yang namanya hadits dhaif itu sangat banyak jenisnya dan banyak

jenjangnya. Dari yang paling parah sampai yang mendekati shahih atau hasan.

2) Berada di bawah Nash Lain yang Shahih

Maksudnya hadits yang dhaif itu kalau mau dijadikan sebagai dasar dalam

fadhailul a’mal, harus didampingi dengan hadits lainnya. Bahkan hadits lainnya

itu harus shahih. Maka t idak boleh hadits dha’if jadi pokok, tetapi dia harus

berada di bawah nash yang sudah shahih.

3) Ketika Mengamalkannya, Tidak Boleh Meyakini Ke-Tsabit-annya

Maksudnya, ketika kita mengamalkan hadits dhaif itu, kita tidak boleh

meyakini 100% bahwa ini merupakan sabda Rasululah SAW atau perbuatan

beliau. Tetapi yang kita lakukan adalah bahwa kita masih menduga atas kepastian

datangnya informasi ini dari Rasulullah SAW.

Macam-macam Hadits Dho’if

Hadist Dhaif dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu: Hadits Dhaif karena

gugurnya rawi dalam sanadnya, dan hadits dhaif karena adanya cacat pada rawi atau matan.

a. Hadits dhaif karena gugurnya rawi

Yang dimaksud dengan gugurnya rawi adalah tidak adanya satu atau beberapa

rawi, yang seharusnya ada dalam suatu sanad, baik pada permulaan sanad, maupun pada

pertengahan atau akhirnya. Ada beberapa nama bagi hadits dhaif yang disebabkan karena

gugurnya rawi, antara lain yaitu:

1. Hadits Mursal

Hadits mursal menurut bahasa, berarti hadits yang terlepas. Para ulama

memberikan batasan bahwa hadits mursal adalah hadits yang gugur rawinya di

akhir sanad. Yang dimaksud dengan rawi di akhir sanad ialah rawi pada tingkatan

sahabat yang merupakan orang pertama yang meriwayatkan hadits dari Rasulullah

SAW. (penentuan awal dan akhir sanad adalah dengan melihat dari rawi yang

Page 10: Hadist Sahih Dan Hadist Dhaif

8

terdekat dengan imam yang membukukan hadits, seperti Bukhari, sampai kepada

rawi yang terdekat dengan Rasulullah). Jadi, hadits mursal adalah hadits yang

dalam sanadnya tidak menyebutkan sahabat Nabi, sebagai rawi yang seharusnya

menerima langsung dari Rasulullah.

Contoh hadits mursal:

Artinya:Rasulullah bersabda, “ Antara kita dan kaum munafik munafik (ada

batas), yaitu menghadiri jama’ah isya dan subuh; mereka tidak sanggup

menghadirinya”.

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Malik, dari Abdurrahman, dari

Harmalah, dan selanjutnya dari Sa’id bin Mustayyab. Siapa sahabat Nabi yang

meriwayatkan hadits itu kepada Sa’id bin Mustayyab, tidaklah disebutkan dalam

sanad hadits di atas.

Kebanyakan Ulama memandang hadits mursal ini sebagai hadits dhaif,

karena itu tidak bisa diterima sebagai hujjah atau landasan dalam beramal.

Namun, sebagian kecil ulama termasuk Abu Hanifah, Malik bin Anas, dan

Ahmad bin Hanbal, dapat menerima hadits mursal menjadi hujjah asalkan para

rawi bersifat adil.

2. Hadits Munqathi’

Hadits munqathi’ menurut etimologi ialah hadits yang terputus. Para

ulama memberi batasan bahwa hadits munqathi’ adalah hadits yang gugur satu

atau dua orang rawi tanpa beriringan menjelang akhir sanadnya. Bila rawi di akhir

sanad adalah sahabat Nabi, maka rawi menjelang akhir sanad adalah tabi’in. Jadi,

pada hadits munqathi’ bukanlah rawi di tingkat sahabat yang gugur, tetapi

minimal gugur seorang tabi’in. Bila dua rawi yang gugur, maka kedua rawi

tersebut tidak beriringan, dan salah satu dari dua rawi yang gugur itu adalah

tabi’in.

Contoh hadits munqathi’:

Page 11: Hadist Sahih Dan Hadist Dhaif

9

Artinya: Rasulullah SAW. bila masuk ke dalam mesjid, membaca “dengan nama

Allah, dan sejahtera atas Rasulullah; Ya Allah, ampunilah dosaku dan bukakanlah

bagiku segala pintu rahmatMu”.

Hadits di atas diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dari Abu Bakar bin Ali Syaibah, dari

Ismail bin Ibrahim, dari Laits, dari Abdullah bin Hasan, dari Fatimah binti Al-

Husain, dan selanjutnya dari Fathimah Az-Zahra. Menurut Ibnu Majah, hadits di

atas adalah hadits munqathi’, karena Fathimah Az-Zahra (putri Rasul) tidak

berjumpa dengan Fathimah binti Al-Husain. Jadi ada rawi yang gugur (tidak

disebutkan) pada tingkatan tabi’in.

3. Hadits Mu’dhal

Menurut bahasa, hadits mu’dhal adalah hadits yang sulit dipahami.

Batasan yang diberikan para ulama bahwa hadits mu’dhal adalah hadits yang

gugur dua orang rawinya, atau lebih, secara beriringan dalam sanadnya.

Contohnya adalah hadits Imam Malik mengenai hak hamba, dalam kitabnya “Al-

Muwatha” yang berbunyi: Imam Malik berkata: Telah sampai kepadaku, dari Abu

Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

Artinya:Budak itu harus diberi makanan dan pakaian dengan baik.

Di dalam kitab Imam Malik tersebut, tidak memaparkan dua orang rawi

yang beriringan antara dia dengan Abu Hurairah. Kedua rawi yang gugur itu dapat

diketahui melalui riwayat Imam Malik di luar kitab Al-Muwatha. Imam Malik

meriwayatkan hadits yang sama : Dari Muhammad bin Ajlan , dari ayahnya, dari

Abu Hurairah, dari Rasulullah. Dua rawi yang gugur adalah Muhammad bin Ajlan

dan ayahnya.

4. Hadits mu’allaq

Menurut bahasa, hadits mu’allaq berarti hadits yang tergantung. Batasan

para ulama tentang hadits ini ialah hadits yang gugur satu rawi atau lebih di awal

sanad atau bias juga bila semua rawinya digugurkan (tidak disebutkan).

Page 12: Hadist Sahih Dan Hadist Dhaif

10

Contoh: Bukhari berkata: Kata Malik, dari Zuhri, dan Abu Salamah dari Abu

Huraira,

bahwa Rasulullah SAW bersabda:

Artinya:Janganlah kamu melebihkan sebagian nabi dengan sebagian yang lain.

Berdasarkan riwayat Bukhari, ia sebenarnya tidak pernah bertemu dengan

Malik. Dengan demikian, Bukhari telah menggugurkan satu rawi di awal sanad

tersebut. Pada umumnya, yang termasuk dalam kategori hadits mu’allaq

tingkatannya adalah dhaif, kecuali 1341 buah hadits muallaq yang terdapat dalam

kitab Shahih Bukhari. 1341 hadits tersebut tetap dipandang shahih, karena

Bukhari bukanlah seorang mudallis (yang menyembunyikan cacat hadits). Dan

sebagian besar dari hadits mu’allaqnya itu disebutkan seluruh rawinya secara

lengkap pada tempat lain dalam kiab itu juga.

b. Hadits dhaif karena cacat pada matan atau rawi

Banyak macam cacat yang dapat menimpa rawi ataupun matan. Seperti pendusta,

fasiq, tidak dikenal, dan berbuat bid’ah yang masing-masing dapat menghilangkan sifat

adil pada rawi. Sering keliru, banyak waham, hafalan yang buruk, atau lalai dalam

mengusahakan hafalannya, dan menyalahi rawi-rawi yang dipercaya. Ini dapat

menghilangkan sifat dhabith pada perawi. Adapun cacat pada matan, misalkan terdapat

sisipan di tengah-tengah lafadz hadits atau diputarbalikkan sehingga memberi pengertian

yang berbeda dari maksud lafadz yang sebenarnya.

Contoh-contoh hadits dhaif karena cacat pada matan atau rawi:

1. Hadits Maudhu’

Menurut bahasa, hadits ini memiliki pengertian hadits palsu atau dibuat-

buat. Para ulama memberikan batasan bahwa hadis maudhu’ ialah hadits yang

bukan berasal dari Rasulullah SAW. Akan tetapi disandarkan kepada dirinya.

Golongan-golongan pembuat hadits palsu yakni musuh-musuh Islam dan tersebar

pada abad-abad permulaan sejarah umat Islam, yakni kaum yahudi dan nashrani,

orang-orang munafik, zindiq, atau sangat fanatic terhadap golongan politiknya,

mazhabnya, atau kebangsaannya.

Page 13: Hadist Sahih Dan Hadist Dhaif

11

Hadits maudhu’ merupakan seburuk-buruk hadits dhaif. Peringatan

Rasulullah SAW terhadap orang yang berdusta dengan hadits dhaif serta

menjadikan Rasul SAW sebagai sandarannya.

“Barangsiapa yang sengaja berdusta terhadap diriku, maka hendaklah ia

menduduki tempat duduknya dalam neraka”.

Berikut dipaparkan beberapa contoh hadits maudhu’:

a. Hadits yang dikarang oleh Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam; ia

katakana bahwa hadits itu diterima dari ayahnya, dari kakeknya, dan

selanjutnya dari Rasulullah SAW. berbunyi : “Sesungguhnya bahtera Nuh

bertawaf mengelilingi ka’bah, tujuh kali dan shalat di maqam Ibrahim dua

rakaat” Makna hadits tersebut tidak masuk akal.

b. Adapun hadits lainnya : “anak zina itu tidak masuk surga tujuh

turunan”. Hadits tersebut bertentangan dengan Al-Qur’an. ” Pemikul dosa

itu tidaklah memikul dosa yang lain”. ( Al-An’am : 164 )

c. “Siapa yang memperoleh anak dan dinamakannya Muhammad, maka ia

dan anaknya itu masuk surga”. “orang yang dapat dipercaya itu hanya tiga,

yaitu: aku ( Muhammad ), Jibril, dan Muawiyah”.

2. Hadits matruk atau hadits mathruh

Hadits ini, menurut bahasa berarti hadits yang ditinggalkan / dibuang. Para

ulama memberikan batasan bahwa hadits matruk adalah hadits yang diriwayatkan

oleh orang-orang yang pernah dituduh berdusta ( baik berkenaan dengan hadits

ataupun mengenai urusan lain ), atau pernah melakukan maksiat, lalai, atau

banyak wahamnya.

Contoh hadits matruk : “Rasulullah Saw bersabda, sekiranya tidak ada wanita,

tentu Allah dita’ati dengan sungguh-sungguh”.

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ya’qub bin Sufyan bin ‘Ashim dengan

sanad yang terdiri dari serentetan rawi-rawi, seperti : Muhammad bin ‘Imran, ‘Isa

Page 14: Hadist Sahih Dan Hadist Dhaif

12

bin Ziyad, ‘Abdur Rahim bin Zaid dan ayahnya, Said bin mutstayyab, dan Umar

bin Khaththab. Diantara nama-nama dalam sanad tersebut, ternyata Abdur Rahim

dan ayahnya pernah tertuduh berdusta. Oleh karena itu, hadits tersebut

ditinggalkan / dibuang.

3. Hadits Munkar

Hadist munkar, secara bahasa berarti hadits yang diingkari atau tidak

dikenal. Batasan yang diberikan para ‘ulama bahwa hadits munkar ialah hadits

yang diriwayatkan oleh rawi yang lemah dan menyalahi perawi yang kuat,

contoh :

Artinya:“Barangsiapa yang mendirikan shalat, membayarkan zakat, mengerjakan

haji, dan menghormati tamu, niscaya masuk surga. ( H.R Riwayat Abu Hatim )”

Hadits di atas memiliki rawi-rawi yang lemah dan matannya pun berlainan

dengan matan-matan hadits yang lebih kuat.

4. Hadits Mu’allal

Menurut bahasa, hadits mu’allal berarti hadits yang terkena illat . Para

ulama memberi batasan bahwa hadits ini adalah hadits yang mengandung sebab-

sebab tersembunyi , dan illat yang menjatuhkan itu bisa terdapat pada sanad,

matan, ataupun keduanya.

Contoh :Rasulullah bersabda, “penjual dan pembeli boleh berkhiyar, selama

mereka belum berpisah”.

Hadits di atas diriwayatkan oleh Ya’la bin Ubaid dengan bersanad pada

Sufyan Ats-Tsauri, dari ‘Amru bin Dinar, dan selanjutnya dari Ibnu umar. Matan

hadits ini sebenarnya shahih, namun setelah diteliti dengan seksama, sanadnya

memiliki illat. Yang seharusnya dari Abdullah bin Dinar menjadi ‘Amru bin

Dinar.

Page 15: Hadist Sahih Dan Hadist Dhaif

13

5. Hadits mudraj

Hadist ini memiliki pengertian hadits yang dimasuki sisipan, yang

sebenarnya bukan bagian dari hadits itu. Contoh:

Rasulullah bersabda: “Saya adalah za’im (dan za’im itu adah penanggung jawab)

bagi orang yang beriman kepadaku, dan berhijrah; dengan tempat tinggal di taman

surga”.

Kalimat akhir dari hadits tersebut adalah sisipan (dengan tempat tinggal di

taman surga), karena tidak termasuk sabda Rasulullah SAW.

6. Hadits Maqlub

Menurut bahasa, berarti hadits yang diputarbalikkan. Para ulama

menerangkan bahwa terjadi pemutarbalikkan pada matannya atau pada nama rawi

dalam sanadnya atau penukaran suatu sanad untuk matan yang lain.

Contoh:Rasulullah SAW bersabda : Apabila aku menyuruh kamu mengerjakan

sesuatu, maka kerjakanlah dia; apabila aku melarang kamu dari sesuatu, maka

jauhilah ia sesuai kesanggupan kamu. (Riwayat Ath-Tabrani)

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim,

semestinya hadits tersebut berbunyi: Rasulullah SAW bersabda : “Apa yang aku

larag kamu darinya, maka jauhilah ia, dan apa yang aku suruh kamu

mengerjakannya, maka kerjakanlah ia sesuai dengan kesanggupan kamu”.

7. Hadits Syadz

Secara bahasa, hadits ini berarti hadits ayng ganjil. Batasan yang diberikan

para ulama, hadits syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang

dipercaya, tapi hadits itu berlainan dengan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh

sejumlah rawi yang juga dipercaya. Haditsnya mengandung keganjilan

dibandingkan dengan hadits-hadits lain yang kuat. Keganjilan itu bisa pada sanad,

pada matan, ataupun keduanya.

Page 16: Hadist Sahih Dan Hadist Dhaif

14

Contoh :“Rasulullah bersabda: “Hari arafah dan hari-hari tasyriq adalah hari-hari

makan dan minum.”

Hadits di atas diriwayatkan oleh Musa bin Ali bin Rabah dengan sanad

yang terdiri dari serentetan rawi-rawi yang dipercaya, namun matan hadits

tersebut ternyata ganjil, jika dibandingkan dengan hadits-hadits lain yang

diriwayatkan oleh rawi-rawi yang juga dipercaya. Pada hadits-hadits lain tidak

dijumpai ungkapan . Keganjilan hadits di atas terletak pada adanya ungkapan

tersebut, dan merupakan salah satu contoh hadits syadz pada matannya. Lawan

dari hadits ini adalah hadits mahfuzh.

Page 17: Hadist Sahih Dan Hadist Dhaif

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Derajat suatu hadits itu memiliki beberapa kemungkinan, bisa saja kita katakan shahih,

hasan, ataupun dhaif itu tergantung kepada 2 hal yaitu keadaan sanadnya dan keadaan

perawinya. Akan tetapi oleh para ulama telah diberikan kemudahan bagi para peneliti hadits

untuk mengetahui derajat hadits tersebut dalam kitab-kitab hadits seperti yang paling terkenal

adalah kitab “tahzibul kamal fi asmaail rijal” yang menerangkan tentang keadaan perawinya,

apakah dia itu pendusta, bid’ah, fasiq dan yang lainnya. Akan tetapi semua ulama telah sepakat

tentang keshahihan hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim sehingga kita

tidak perlu lagi untuk meneliti atas kedaan sanad dan perawinya akan tetapi yang mesti ingat

hadits-hadits selain dari imam bukhari dan imam muslim mesti kita telaah kembali akan

keshahihannya.

15

Page 18: Hadist Sahih Dan Hadist Dhaif