Vertigo

download Vertigo

of 41

description

vertigo

Transcript of Vertigo

  • 7/13/2019 Vertigo

    1/41

    HUBUNGAN ANTARA OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS

    DENGAN TERJADINYA VERTIGO DI RSUD DR. MOEWARDI

    SURAKARTA

    Hardiyanti Ari Wiranita

    (G0007081) dkk

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET

    Surakarta

    2010

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    2/41

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah radang kronis mukosa telinga tengah

    dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluar sekret dari telinga tengah lebih dari 2

    bulan baik terus menerus maupun hilang timbul, sifat sekretnya mungkin serous, mukus atau

    mukopurulen (Soepardi, 2001). Pada orang awam, penyakit ini lebih dikenal dengan istilah

    congekan. Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK

    merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di Poliklinik THT rumah sakit di Indonesia

    (Aboet, 2007). Jumlah penderita ini kecil kemungkinan untuk berkurang bahkan mungkin

    bertambah setiap tahunnya mengingat kondisi ekonomi yang masih buruk serta kesadaran

    masyarakat akan kesehatan yang masih rendah. Akibatnya, banyak penderita yang tidak

    tuntas dalam menjalani pengobatan bahkan ada yang menganggap bahwa penyakit ini dapat

    sembuh dengan sendirinya.

    Tidak sedikit penderita yang baru memeriksakan diri ke dokter setelah timbul

    komplikasi dari OMSK. Komplikasi pada OMSK sering diakibatkan oleh suatu proses

    penyebaran infeksi. Lima faktor yang dapat mempengaruhi penyebaran infeksi dari otitis

    media yaitu tipe dan virulensi dari organisme penyebab, terapi antimikroba, resistensi host,

    barrier anatomis, dan keberadaan fokus drainase (Stierman, 1998). Salah satu gejala dari

    komplikasi intratemporal otitis media yang dapat membawa pasien untuk memeriksakan diri

    ke dokter yaitu vertigo. Vertigo bukanlah suatu penyakit, melainkan gejala dari penyakit

    penyebabnya. Vertigo ialah ilusi bergerak, penderita merasakan atau melihat lingkungannya

    bergerak, padahal lingkungannya diam, atau penderita merasakan dirinya bergerak, padahal

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    3/41

    tidak (Lumbantobing, 2007). Vertigo diakibatkan oleh terganggunya sistem vestibular yang

    terbagi menjadi vertigo perifer (akibat gangguan pada end organ) dan vertigo sentral (akibat

    gangguan pada saraf vestibular atau hubungan sentral menuju batang otak atau cerebellum)

    (Wipold II dan Turski, 2009).

    Vertigo dapat terjadi pada otitis media supuratif kronis yang telah mengakibatkan

    komplikasi berupa labirintitis (Stierman, 1998). Manifestasi ini dapat timbul pada otitis

    media supuratif kronis dengan atau tanpa kolesteatoma. Kolesteatoma dapat mengakibatkan

    erosi dari canalis semicircularis (Bruce, 2008). Canalis semicircularis berperan dalam

    mengatur dan menjaga keseimbangan sehingga gangguan pada saluran ini dapat

    mengakibatkan gangguan keseimbangan.

    Kelainan pada labirin perlu mendapat perhatian penting mengingat adanya hair cell

    di dalam labirin yang berperan sebagai reseptor vestibuler. Reseptor vestibuler berperan

    sangat besar dibanding reseptor visus dan reseptor propioseptik dalam mempertahankan

    keseimbangan yaitu lebih dari 55% (Joesoef, 2006). Dominansi reseptor vestibular ini

    mengingatkan akan pentingnya menjaga labirin yang terletak di telinga dalam agar tidak

    terjadi kelainan yang dapat disebabkan oleh OMSK. Oleh karena itu, seberapa besar

    hubungan otitis media supuratif kronis dengan vertigo periferal ini penting untuk diketahui

    agar terapi dini dan pencegahan terhadap timbulnya komplikasi dapat segera diterapkan.

    Berdasarkan uraian di atas, penulis akan melakukan penelitian untuk mengetahui

    hubungan otitis media supuratif kronis dengan terjadinya vertigo di RSUD Dr.Moewardi

    Surakarta.

    B. Perumusan Masalah

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    4/41

    Apakah ada hubungan antara otitis media supuratif kronis dengan terjadinya vertigo

    di RSUD Dr.Moewardi Surakarta?

    C. Tujuan Penelitian

    Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara otitis media supuratif kronis

    dengan terjadinya vertigo di RSUD Dr.Moewardi Surakarta.

    D. Manfaat Penelitian

    1. Manfaat Teoritis

    Meninjau lebih jauh dan memberi bukti-bukti tentang hubungan antara otitis

    media supuratif kronis dengan terjadinya vertigo.

    2. Manfaat Praktis

    a. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi pada masyarakat mengenai

    ada tidaknya gejala vertigo pada penderita otitis media supuratif kronik sehingga

    dapat dilakukan terapi untuk mengurangi atau menghilangkan gejala tersebut secara

    tepat dan efektif.

    b. Sebagai sumber pemikiran dan acuan untuk penelitian selanjutnya.

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    5/41

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Tinjauan Pustaka

    1. Otitis Media Supuratif Kronis

    a. Definisi

    Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga tengah

    dan cavitas mastoid yang disertai dengan adanya perforasi membran tympani dan

    keluarnya discharge rekuren atau otorrhoea (Acuin, 2004).

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    6/41

    b. Etiologi

    Menurut Eaton (2009), agen penyebab otitis media supuratif kronis adalah

    sebagai berikut:

    1) Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif

    lain seperti Proteus sp.,Klebsiella sp., dan Escherichia coli biasanya dapat

    dikultur pada otorrhea kronik tanpa komplikasi.

    2) Bacteriodes fragilis sering ditemukan pada mastoiditis yang terkait dengan

    otitis media supuratif kronis.

    c. Klasifikasi

    Otitis media supuratif kronik diklasifikasikan menjadi otitis media supuratif

    kronis tipe benigna dan otitis media supuratif kronis tipe maligna. Perbedaan kedua

    tipe tersebut tersaji dalam tabel berikut ini:

    Tabel 2.1. Perbedaan otitis media supuratif kronis tipe benigna dan otitis

    media supuratif kronis tipe maligna

    Otitis Media Supuratif Kronis

    Tipe Benigna

    Otitis Media Supuratif Kronis

    Tipe Maligna

    Proses peradangan terbatas pada

    mukosa

    Proses peradangan tidak terbatas

    pada mukosa.

    Proses peradangan tidak mengenai

    tulang

    Proses peradangan mengenai

    tulang

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    7/41

    Perforasi membran timpani tipe

    sentral

    Perforasi membran timpani

    paling sering tipe marginal &

    atik. Kadang-kadang tipe sub

    total (sentral) dengan

    kolesteatoma

    Jarang terjadi komplikasi yang

    berbahaya

    Sering terjadi komplikasi yang

    berbahaya

    Kolesteatoma tidak ada Kolesteatoma ada

    (Djaafar, 2008).

    d. Patogenesis

    Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) dapat terjadi akibat kelanjutan dari

    otitis media akut (OMA) dengan perforasi membran timpani yang telah berlangsung

    lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK adalah

    terapi yang tidakadekuat, terapi yang terlambat diberikan, virulensi kuman tinggi,

    daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau higiene buruk.

    Letak perforasi di membrana timpani penting untuk menentukan tipe/jenis

    OMSK. Pada perforasi sentral, perorasi terdapat di pars tensa, sedangkan di seluruh

    tepi perforasi masih ada sisa membran timpani. Pada perforasi marginal sebagian tepi

    perforasi langsung berhubuangn dengan anulus atau sulcus timpanikum, perforasi

    atik ialah perforasi yang terletak di pars flaksida.

    Menurut Couzus et al (2003), luas perforasi membran timpani dibedakan

    menjadi beberapa derajat yaitu:

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    8/41

    1) Kecil yaitu sebesar 0-25%

    2) Sedang yaitu sebesar 25%-50%

    3) Besar yaitu sebesar 50%-75%

    4) Sangat Besar yaitu sebesar >75%.

    Berdasarkan tingkat keganasannya, OMSK dibedakan menjadi dua tipe

    yaitu tipe benigna dan tipe maligna. Salah satu aspek yang membedakan OMSK tipe

    benigna dan tipe maligna yaitu keberadaan kolesteatoma. Koleateatoma terdapat

    pada OMSK tipe maligna. Kolesteatoma adalah epitel kulit yang berada pada tempat

    yang salah. Epitel kulit di liang telinga merupakan suatu daerah Cul-de-sac sehingga

    apabila terdapat serumen padat di liang telinga dalam waktu yang lama maka dari

    epitel yang berada medial dari serumen tersebut seakan terperangkap sehingga

    membentuk kolesteatoma (Djafaar dkk, 2008).

    e. Diagnosis

    Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan THT

    terutama pemeriksaan otoskopi. kultur sekret dapat dilakukan. Jika kolesteatoma atau

    komplikasi lain (seperti pada pasien demam atau pasien dengan vertigo atau otalgia,

    CT scan dan MRI dapat dilakukan. Tes ini dapat memberi informasi adanya proses

    intratemporal atau intracranial seperti labirintitis, erosi ossicular atau temporal, dan

    abses (Miyamoto, 2008).

    f. Terapi

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    9/41

    Terapi konservatif untuk otitis media kronik pada dasarnya berupa nasihat

    untuk menjaga telinga agar tetap kering serta pembersihan telinga dengan penghisap

    secara berhati-hati di tempat praktek. Antibiotik dapat membantu dalam mengatasi

    eksaserbasi akut otitis media kronik.

    Pembedahan bertujuan untuk membasmi infeksi dan mendapatkan telinga

    yang kering dan aman melalui berbagai prosedur timpanoplasti dan mastoidektomi.

    Tujuan utama dari pembedahan adalah menghilangkan penyakit. Tujuan

    mastoidektomi adalah menghilangkan jaringan infeksi, menciptakan telinga yang

    kering dan aman. Tujuan timpanoplasti adalah menyelamatkan dan memulihkan

    pendengaran dengan cangkok membrana timpani dan rekonstruksi telinga tengah

    (Paparella et al, 1997)

    2. Vertigo

    a. Definisi

    Vertigo adalah sebuah gejala yang mengacu pada adanya sensasi bergerak

    baik gerakan rotasional maupun gerakan linear yang sebenarnya tidak ada (Sen, Al-

    Deleamy, dan Kendirli, 2007). Kelainan ini berhubungan dengan gangguan sistem

    keseimbangan tubuh.

    b. Klasifikasi

    1) Vertigo Sistematis/Vestibuler

    a) Vertigo Perifer

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    10/41

    Vertigo perifer merupakan vertigo yang kelainan dapat berasal dari

    kelainan di perifer seperti di telinga atau saraf vestibular. Durasi serangan

    pada vertigo perifer ini dapat berbeda-beda. Episode (serangan) dapat

    berlangsung selama beberapa detik, menit atau jam, bahkan dapat

    berlangsung sampai beberapa hari hingga beberapa minggu.

    Etiologi dari vertigo perifer diantaranya:

    (1) Telinga bagian luar : serumen, benda asing

    (2) Telinga bagian tengah: retraksi membran timpani, otitis media purulenta

    akuta, otitis media dengan efusi, labirintitis, kolesteatoma, rudapaksa

    dengan perdarahan

    (3) Telinga bagian dalam: labirintitis akuta toksika, trauma, serangan

    vaskular, alergi, hidrops labirin (morbus Meniere), mabuk gerakan,

    vertigo postural

    (4) Nervus VIII. : infeksi, trauma, tumor

    (5) Inti Vestibularis: infeksi, trauma, perdarahan, trombosis arteria serebeli

    posterior inferior, tumor, sklerosis multipleks (Pirawati dan Siboe,

    2004).

    b) Vertigo Sentral

    Vertigo sentral dapat diakibatkan oleh kelainan pada batang otak,

    cerebellum, thalamus, atau cortex cerebri, dan dapat diakibatkan oleh infark,

    transient ischemia, perdarahan, tumor, penyakit demyelinasi, atau Chiari

    malformation (Mong et al, 1999).

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    11/41

    2) Vertigo Nonsistematis/Nonvestibuler

    Penyebab vertigo nonvestibular diantaranya:

    a) hipoksia iskemia otak seperti hipertensi kronis, arteriosklerosis, anemia,

    hipertensi kardiovaskular

    b) kelainan endokrin: hipotiroid, hipoglikemi, hipoparatiroid, tumor medula

    adrenal, keadaan menstruasi-hamil-menopause

    c) kelainan psikiatrik: depresi, neurosa cemas, sindrom hiperventilasi, fobia.

    d) kelainan mata: kelainan proprioseptik.

    e) Intoksikasi (Suratno, 2004).

    c. Patofisiologi

    Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan

    tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya

    dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat.

    Menurut Joesoef (2006) dan Wreksoatmodjo (2004), ada beberapa teori

    yang dapat menerangkan terjadinya vertigo, yaitu:

    1) Teori rangsang berlebihan (overstimulation)

    Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan

    menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu;

    akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.

    2) Teori Konflik Sensorik

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    12/41

    Dalam keadaan normal, informasi untuk alat keseimbangan tubuh

    ditangkap oleh tiga jenis reseptor, yaitu reseptor vestibuler, penglihatan, dan

    propioseptik. Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang

    berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum

    dan proprioseptik, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi

    kiri dan kanan.

    Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral

    sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata),

    ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang,

    berputar (yang berasal dari sensasi kortikal).

    3) Teori neural mismatch

    Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik. Menurut teori

    ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga jika

    pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan

    yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom . Jika pola gerakan

    yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi

    sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala

    4) Teori Otonomik

    Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebaga

    usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi; gejala klinis timbul jika sistim simpatis

    terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.

    5) Teori Sinap

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    13/41

    Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan

    neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses

    adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan

    memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor). Peningkatan kadar CRF

    selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya

    mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistem saraf

    parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering timbul

    berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang

    berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat

    akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.

    d. Diagnosis

    Untuk mendiagnosis vertigo diperlukan anamnesis yang cermat agar

    diagnosis dan terapi dapat dipilih secara tepat. Pengamatan klinis yang terarah sangat

    diperlukan untuk membedakan jenis vertigo sentral atau perifer. Menurut Sutarni

    (2006) dan Bashiruddin dkk (2008), berikut adalah pemeriksaan untuk mendiagnosis

    vertigo, diantaranya:

    1) Anamnesis

    Anamnesis diperlukan untuk membedakan antar vertigo dengan penyebab

    perifer, Benign Paroxysmal Potitional Vertigo (BPPV), vertigo rekuren benigna,

    dan TIA vertebrobasilaris. Perbedaan antarvertigo tersebut adalah

    a) Vertigo perifer

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    14/41

    Onset vertigo perifer terjadi secara mendadak disertai dengan mual,

    muntah, telinga berdenging dan kadang-kadang dengan gangguan

    pendengaran.

    b) BPPV

    BPPV merupakan vertigo yang perlangsungannya mendadak tetapi

    bersifat benigna. Gejala dapat muncul akibat gerakan kepala maupun gerakan

    yang diprovokasi. Keluhan ini sering disertai dengan nistagmus, khususnya

    nistagmus horizontal. BBPV merupakan penyebab vertigo yang utama.

    c) Vertigo rekuren benigna

    Vertigo ini sifat serangannya mendadak dan berlangsung beberapa

    menit sampai jam. Gangguan keseimbangan ini biasanya menetap.

    d) TIA vertebrobasilaris

    Pada TIA vertebrobasilaris, gangguan pendengaran dapat ditemukan,

    dapat pula tanpa gangguan pendengaran. Nistagmus sering kali ditemukan,

    disertai dengan diplopia dan gangguan serebelar.

    2) Pemeriksaan Neurologi

    Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat pemeriksaan pasien vertigo

    adalah kesadaran, nervi kraniali, sistem saraf motorik, sistem saraf sensorik, serta

    fungsi serebellum. Pemeriksaan spesifik yang dapat membantu menentukan

    diagnosis penyebab vertigo antara lain heart rate, palpasi arteri karotis, auskultasi

    arteri karotis, tes romberg serta tandem gait. Untuk menstimulasi timbulnya

    vertigo perlu dilakukan pemeriksaan hipotensi ortostatik, valsava manouver,

    posisi kepala diputar, tes nylen Barani, dan tes kalori.

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    15/41

    Pemeriksaan tambahan dapat berupa pemeriksaan neuro-oftamologi,

    pemeriksaan otologi, CT scan, MRI, audiometri, dan BERA.

    e. Terapi

    1) Terapi simptomatik

    Terapi simptomatik fase akut diantaranyacalsium entry blocker, antikolinergik,

    simpatomimetik/monoaminergik,

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    16/41

    a) golongan antihistamin, sedatif tranquilizer, histaminik, antidepresan, atau

    kombinasi obat-obat tersebut.

    b)Terapi simptomatik fase rehabilitasi diantaranya metode brand daroff untuk

    BPPV, latihan visual vestibuler, dan latihan berjalan (gait exercise).

    1) Terapi medicinal kausatif

    Terapi ini diberikan sesuai dengan penyebab vertigo seperti antimigren,

    antiplatelet agregasi, antiepilepsi.

    2) Terapi operatif

    Terapi operatif yang diberikan diantaranya spondilosis servikalis, tumor

    perdarahan cerebellum, tumor cerebellopontin, tumor ventrikel IV, BPPV, dan

    Meniere sindrom (Suratno, 2004).

    1. Hubungan Antara Otitis Media Supuratif Kronis dengan Terjadinya Vertigo

    Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius. Keluhan vertigo

    seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh

    kolesteatom. Menurut Agrut et al (2007), inflamasi kronik pada OMSK berkaitan dengan

    akumulasi keratin yang mengakibatkan kerusakan progresif serta dapat mengerosi tulang-

    tulang ossicula dan tulang dibawahnya. Hal ini mengakibatkan kehilangan pendengaran,

    gangguan vestibular, dan paralisis nervus facialis. Kolesteatoma dapat pula bersifat

    kongenital, berkembang di beberapa tempat pada tulang temporal dimana epitelium dapat

    terperangkap selama perkembangan. Kolesteaoma sering berlokasi pada regio

    suprageniculata dati telinga tengah atau di cavum tympani yang dekat dengan ostium tuba

    eustachii. Pada pasien dengan memban timpani yang utuh, kolesteatoma dapat terlihat

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    17/41

    hanya jika massa terletak anterior atau anterosuperior dari membran tympani. Beberapa

    kolesteatoma kongenital yang berkembang pada apex petrosa dekat dengan arteri carotis

    interna tidak dapat dideteksi dengan menggunakan otoskop. Secara perlahan,

    kolesteatoma ini akan merusak labirin juga termasuk mengerosi canalis semisirkularis.

    Canalis semisirkularis yang masih utuh lebih mudah terstimulasi dibanding canalis

    semisirkularis yang telah mengalami lesi. Hal ini akan mengakibatkan

    ketidakharmonisan/ketidaksesuaian masukan sensoris yang menimbulkan sindrom

    vertigo.

    Selain itu, vertigo dapat timbul akibat perubahan tekanan udara yang mendadak

    atau pada penderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi

    besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh

    perbedaan suhu (Nursiah, 2003).

    Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan Lee et al (2009), paparan

    langsung stimulasi suhu dingin atau panas terhadap labirin dapat menginduksi timbulnya

    nistagmus yang merupakan salah satu tanda vertigo.

    Selain itu, episode vertigo yang rekuren dapat diinduksi dengan stimulus yang

    diproduksi dari perubahan tekanan intrakranial atau tekanan telinga tengah (seperti batuk

    dan suara keras). Stimulus ini berhubungan dengan defek yang terjadi pada canal labirin,

    yang mengakibatkan adanya foramen ketiga pada labirin. Hal ini tampak pada superior

    canal dehiscence symdrome dan fistula perilimfatik. Pada fistula perilimfatik, mekanisme

    patofisiologi yaitu adanya peningkatan elastisitas dari otic capsule atau bocornya

    perilimfa biasanya pada foramen ovale dan foramen rotundum (Lee et al, 2009).

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    18/41

    Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut

    dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirintitis dan dari sana

    mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK

    dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada

    membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah.

    Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan menyebabkan keluhan vertigo (Nursiah,

    2003).

    Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa OMSK dapat mengakibatkan

    kelainan pada alat keseimbangan tubuh perifer. Kelainan ini diakibatkan oleh rangsangan

    dari perubahan tekanan udara pada telinga tengah dan lesi pada sistem vestibuler perifer

    sehingga menyebabkan pusat pengolah data di otak mengalami kebingungan dan

    selanjutnya pemrosesan masukan sensoris menempuh jalur tidak normal (Joesoef, 2006).

    Proses ini sesuai dengan teori konflik sensoris. Proses tidak normal ini akan

    menimbulkan perintah dari pusat keseimbangan tubuh menjadi tidak sesuai dengan

    kebutuhan keadaan yang sedang dihadapi dan membangkitkan tanda kegawatan. Perintah

    yang tidak sesuai akan menimbulkan refleks antisipatif yang salah dari otot-otot

    ekstremitas, penyangga tubuh otot, dan otot penggerak bola mata. Tanda kegawatan,

    berupa vertigo yang bersumber dari korteks otak dan perpeluhan-mual-muntah yang

    berasal dari kegiatan SS otonom.

    2. Vertigo Symptom Scale-Short Form

    Vertigo Symptom Scale-Short Form (VSS-SF) merupakan versi pendek dari

    Vertigo Symptom Scale (VSS). Skala ini digunakan untuk membedakan antara individu

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    19/41

    dengan rentang umur 18-70 tahun dengan gangguan sistem vestibular dan dengan

    individu dengan rentang umur yang sama tanpa gangguan sistem vestibular. VSS tediri

    dari 36 nomor, sedangkan VSS-SF terdiri dari 15 nomor. Setiap nomor memiliki rentang

    nilai 0-4. Ada tidaknya gejala vertigo didapatkan dengan menjumlahkan nilai dari seriap

    nomor. Nilai total mulai dai nol sampai enam puluh. Semakin besar nilai menunjukkan

    bahwa semakin buruk kelainan yang dideritanya. Nilai total 12 menunjukkan seseorang

    menderita vertigo (Wilhelmsen et al, 2008).

    VSS-SF telah menunjukkan konsistensi internal yang memuaskan dan test-retest

    reliability yang cukup.

    A. Kerangka Pemikiran

    kolesteatoma

    Vertigo

    Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)

    Perforasi besar

    membrana timpani

    Erosi dinding labirin

    Fistel labirin

    Penyebaran

    infeksi ke

    dalam labirin

    Labirintitis

    Paparan

    langsung suhu

    panas atau

    dingin terhadap

    labirin

    Perubahan

    tekanan udara

    yang mendadak

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    20/41

    B. Hipotesis

    Ada hubungan antara otitis media supuratif kronis dengan terjadinya vertigo.

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian

    Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik dengan

    pendekatan metode cross sectional.

    B. Lokasi Penelitian

    Penelitian dilakukan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

    C. Subjek Penelitian

    Semua pasien otitis media supuratif kronik di poli THT-KL RSUD Dr.

    Moewardi Surakarta. Dengan kriteria:

    1. Inklusi

    Pria dan wanita dengan rentang umur 18-70 tahun.

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    21/41

    2. Eksklusi

    a. Pasien yang menderita penyakit di bawah ini:

    1) Infeksi viral pada telinga tengah seperti labirintitis dan vestibular neuritis

    tanpa riwayat OMSK

    2) Disfungsi Tuba Auditiva Eustachii yang diakibatkan oleh selain OMSK

    3) Sinusitis

    4) Menieres disease

    5) Epilepsi

    6) Acoustic neuroma

    7) Karsinoma Nasofaring

    8) Trauma Kepala

    9) Hipertensi

    (Allen, 2006).

    b. Pasien dengan vertigo sebelum menderita Otitis Media Supuratif Kronik.

    D. Teknik Sampling

    Pada penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan secara Fixed-Disease

    Sampling. Fixed-Disease Sampling merupakan pencuplikan berdasarkan status penyakit

    subjek, yaitu berpenyakit (kasus) atau tidak berpenyakit (kontrol). Besar sampel dihitung

    sesuai dengan rumus sebagai berikut (Murti, 2010):

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    22/41

    = 17,73 18

    Keterangan:

    : jumlah sampel

    : perkiraan prevalensi vertigo dengan riwayat Otitis media supuratif

    kronik yaitu sebesar 3% (Riina et al, 2009)

    : perkiraan prevalensi vertigo tanpa riwayat Otitis media supuratif kronik

    yaitu sebesar 42% (Yazdi et al, 2004)

    : = 0,23

    : nilai statistik pada kurva normal standar pada tingkat kemaknaan 0,05

    yaitu sebesar 1,96

    : nilai pada distribusi normal standar untuk uji satu sisi pada kuasa

    statistik. Nilai yang diinginkan untuk kuasa statistik 80% atau = 20%

    yaitu sebesar 0,89

    Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, jumlah sampel yang dibutuhkan untuk

    tiap kelompok yaitu sebesar 18. Jadi, jumlah total sampel untuk dua kelompok yaitu

    sebesar 36.

    E. Identifikasi Variabel

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    23/41

    1. Variabel bebas : Otitis Media Supuratif Kronis

    2. Variabel terikat : Vertigo

    F. Definisi Operasional Variabel

    1. Variabel Bebas

    Otitis media supuratif kronis (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga tengah

    dan cavitas mastoid yang disertai dengan adanya perforasi membran tympani dan

    keluarnya discharge rekuren atau otorrhoea (Acuin, 2004). Sampel dapat berupa

    penderita yang menderita OMSK baik yang tipe benigna maupun yang tipe maligna.

    Skala pengukuran untuk variabel OMSK adalah nominal sehingga sampel

    dibedakan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama terdiri dari sampel yang

    OMSK, sedangkan kelompok yang kedua terdiri dari individu yang tidak OMSK

    sebagai kelompok kontrol. Untuk kelompok penderita OMSK, batasan perforasi

    membran timpani mulai dari derajat besar yaitu 50%-75% luas membrana timpani

    sampai sangat besar yaitu seluruh membrana dan terkenanya bagian-bagian dari

    anulus.

    2. Variabel Terikat

    Vertigo merupakan suatu perasaan hilang keseimbangan yang disebabkan

    karena alat keseimbangan kedua belah sisi tidak dapat memelihara keseimbangan

    tubuh. Gangguan keseimbangan dinyatakan sebagai pusing pening, rasa berputar-

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    24/41

    putar, sempoyongan, rasa seperti melayang atau merasakan badan atau dunia

    sekelilingnya berputar-putar, dan berjungkir balik (Mardjono dan Sidharta, 2008).

    Skala pengukuran untuk variabel vertigo adalah nominal sehingga sampel

    dibedakan menjadi dua yaitu sampel yang vertigo dan tidak vertigo.

    G. Instrumentasi Penelitian

    Kuesioner (wawancara terstruktur) menggunakan Vertigo Symptom Scale-Short

    Form dan tes fungsi keseimbangan.

    H. Cara pengukuran

    1. Semua pasien yang datang ke Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi berhak

    menjadi sampel dengan syarat memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah

    ditetapkan. Kriteria dilihat berdasarkan diagnosis yang telah ditetapkan. Dari kriteria

    yang telah ditetapkan, penderita dikelompokkan untuk masuk ke kelompok penderita

    OMSK atau kelompok kontrol.

    2. Observasi analitik dilakukan pada tiap kelompok dengan menggunakan Vertigo

    Symptom Scale-Short Form (VSS-SF).

    3. Skor yang didapatkan dari VSS-SF digunakan untuk mengelompokkan sampel ke

    dalam dua kelompok yaitu vertigo positif (skor 12) atau vertigo negatif (skor < 12).

    4. Sampel dites fungsi keseimbangannya untuk mengetahui sebab vertigo yang diderita

    yaitu kelainan perifer atau sentral. Tes fungsi keseimbangan yang digunakan yaitu

    terdiri dari (Hartanto dkk, 2008):

    a. Romberg Test, yaitu dengan cara :

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    25/41

    1) meminta pasien berdiri dengan sikap kedua tumit bertemu

    2) perhatikan adakah sikap berdiri yang terhuyung-huyung atau cenderung jatuh

    ke salah satu sisi

    3) ulangi prosedur dengan mata pasien tertutup

    4) positif bila pasien cenderung jatuh.

    b. Walking test, yaitu dengan cara:

    1) Meminta pasien merentangkan tangan dan berjalan maju mundur mengikuti

    garis lurus dengan mata terbuka dan mata tertutup

    2) Positif bila pasien mengalami kesulitan sepeti terhuyung-huyung

    c. Tes hidung-telunjuk-hidung, yaitu dengan cara:

    1) Meminta pasien menunjuk hidungnya kemudia menunjuk telunjuk pemeriksa

    berulang-ulang

    2) Memperhatikan gerakannya mulus atau tidak

    5. Analisis ada tidaknya hubungan OMSK dengan terjadinya vertigo dengan

    menggunakan uji statistikChi Square tabel 2x2.

    I. Rancangan Penelitian

    Populasi

    Sampel

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    26/41

    J. Teknik Analisis Data

    Data yang diperoleh dalam penelitian ini disusun dalam tabel kontigensi ukuran

    2x2 kemudian diuji dengan metode statistik uji Chi Square. Selanjutnya, untuk

    mengetahui hubungan OMSK dengan kejadian vertigo digunakan rumus koefisien

    kontingensi.

    Tabel 3.1. Kontingensi ukuran 2x2

    Sampel Vertigo Tidak Vertigo Total

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    27/41

    OMSK a b (a+b)

    Tidak OMSK c d (c+d)

    Total (a+c) (b+d) (N)

    Keterangan:

    a : Pasien OMSK terjadi vertigo

    b : Pasien tidak OMSK terjadi Vertigo

    c : Pasien OMSK tidak terjadi vertigo

    d : Pasien tidak OMSK tidak terjadi vertigo

    N : a+b+c+d

    Rumus uji Chi Square:

    Keterangan:

    N : Jumlah subjek penelitian

    a, b, c, dan d, masing-masing adalah frekuensi dalam tiap-tiap sel dalam tabel

    2x2

    derajat kebebasan (db)= (r-1) (c-1)

    Keterangan:

    r : jumlah baris

    c : jumlah kolom

    Tingkat kemaknaan ()= 5%

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    28/41

    Ho : Tidak ada hubungan antara otitis media supuratif kronis dengan

    terjadinya vertigo

    Hi : Ada hubungan antara antara otitis media supuratif kronis dengan

    terjadinya vertigo

    Jika X2

    hitung > X2

    tabel maka Hi diterima berarti ada hubungan antara

    otitis media supuratif kronis dengan terjadinya vertigo diterima.

    Jika X2

    hitung < X2

    tabel maka Ho diterima berarti tidak ada hubungan

    antara otitis media supuratif kronis dengan terjadinya vertigo diterima.

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    29/41

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN

    Dari penelitian yang dilakukan di Poliklinik THT-KL RSUD DR. Moewardi Surakarta,

    peneliti mendapatkan hasil sebagai berikut:

    Tabel 4.1. Distribusi frekuensi sampel OMSK dan tidak OMSK menurut kelompok

    umur.

    Umur

    OMSK Tidak OMSK Jumlah

    % % %

    20-29 1 2,78 4 11,11 5 13,89

    30-39 5 13,89 4 11,11 9 25

    40-49 9 25 7 19,44 16 44,44

    50-59 1 2,78 2 5,56 3 8,33

    60-69 2 5.55 1 2,78 3 8,33

    Jumlah 18 50 18 50 36 100

    Sumber: Data Primer, 2010.

    Berdasarkan data pada tabel 4.1, jumlah penderita OMSK terbanyak yaitu pada

    kelompok umur 40-49 tahun yaitu sebesar 25%, sedangkan jumlah penderita OMSK terkecil

    yaitu pada kelompok umur 20-29 tahun yaitu sebesar 2,78%. Pada kelompok sampel tidak

    OMSK, jumlah terbanyak terdapat pada kelompok umur 40-49 tahun sebesar 19,44%, sedangkan

    jumlah terkecil terdapat pada kelompok umur 60-69 tahun sebesar 2,78%.

    Tabel 4.2. Distribusi frekuensi OMSK dan tidak OMSK menurut jenis kelamin.

    Jenis OMSK Tidak OMSK Jumlah

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    30/41

    Kelamin % % %

    Laki-laki 9 25 8 22,22 17 47,22

    Perempuan 9 25 10 27,78 19 52,78

    Jumlah 18 50 18 50 36 100

    Sumber: Data Primer, 2010

    Tabel 4.2 menggambarkan jumlah sampel yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin.

    Pada kelompok penderita OMSK, jumlah sampel yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan

    memiliki jumlah yang sama besar. Pada kelompok sampel tidak OMSK, jumlah sampel

    perempuan lebih banyak dari laki-laki yaitu sebesar 27,78%, sedangkan jumlah sampel laki-laki

    yaitu 22,22%.

    Tabel 4.3. Distribusi frekuensi vertigo dan tidak vertigo menurut kelompok umur.

    Umur

    Vertigo Tidak Vertigo Jumlah

    % % %

    20-29 4 11,11 1 2,78 5 13,89

    30-39 3 8,33 6 16,67 9 25

    40-49 6 16,67 10 27,78 16 44,44

    50-59 1 2,78 2 5,55 3 8,33

    60-69 1 2,78 2 5,55 3 8,33

    Jumlah 15 41,67 21 58,33 36 100

    Sumber: Data Primer, 2010

    Berdasarkan tabel 4.3, jumlah sampel dengan vertigo terbanyak yaitu pada kelompok

    umur 40-49 tahun sebesar 16,67%, sedangkan jumlah terkecil yaitu pada kelompok umur 50-59

    dan 60-69 tahun sebesar 2,78%. Jumlah sampel tidak vertigo terbanyak yaitu pada kelompok

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    31/41

    umur 40-49 tahun 44,44%, sedangkan jumlah terkecil pada kelompok umur 50-59 dan 60-69

    tahun sebesar 8,33%.

    Tabel 4.4. Distribusi frekuensi vertigo dan tidak vertigo menurut jenis kelamin.

    Jenis

    Kelamin

    Vertigo Tidak Vertigo Jumlah

    % % %

    Laki-laki 5 13.89 12 33,33 17 47,22

    Perempuan 10 27,78 9 25 19 52,78

    Jumlah 15 41,67 21 58,33 36 100

    Sumber: Data Primer, 2010

    Dari tabel di atas, jumlah sampel dengan vertigo terbanyak yaitu pada sampel dengan

    jenis kelamin perempuan sebesar 27,78%, sedangkan sampel tanpa vertigo terbanyak pada

    sampel dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 33,33%.

    Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara OMSK dengan vertigo digunakan uji

    kontingensi Chi kuadrat.

    Tabel 4.5. Hubungan antara OMSK dan vertigo.

    Sampel Vertigo Tidak Vertigo Jumlah

    OMSK 11 7 18

    Tidak OMSK 4 14 18

    Jumlah 15 21 36

    Sumber: Data Primer, 2010

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    32/41

    Penderita OMSK dengan vertigo yaitu sebanyak 11sampel, sedangkan penderita OMSK

    tanpa vertigo sebanyak 7 sampel. Di samping itu, penderita tidak OMSK dengan vertigo positif

    yaitu sebanyak 4 sampel, sedangkan penderita tidak OMSK dengan vertigo negatif yaitu

    sebanyak 14 sampel.

    Dengan menggunakan analisis statistik dengan uji Chi kuadrat, nilai x2

    yang didapatkan

    sebesar 5,6. Nilai ini lebih besar dari nilai x2

    tabel yang bernilai 3,841 pada taraf signifikansi

    =0,05 dengan db=1 serta koefisien kontingensi 0,47. Dengan demikian nilai x2

    yang didapatkan

    dari hasil perhitungan dapat menunjukkan adanya korelasi antara otitis media supuratif kronis

    dengan terjadinya vertigo.

    BAB V

    PEMBAHASAN

    Data-data yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan di Poliklinik THT-KL

    RSUD Dr.Moewardi tersaji dalam tabel-tabel yang terdapat pada bab sebelumnya. Data-data

    didapatkan dari 36 responden yang terbagi menjadi dua kelompok yaitu responden yang

    menderita OMSK (otitis media supuratif kronis) dan tidak menderita OMSK.

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    33/41

    Tabel 4.1 menyajikan distribusi frekuensi sampel OMSK dan tidak OMSK menurut

    kelompok umur. Penderita yang tercakup dalam penelitian ini yaitu penderita yang berumur 18-

    70 tahun. Meskipun kelompok umur penderita OMSK ini bervariasi, frekuensi yang terbanyak

    pada penelitian ini yaitu pada kelompok umur 40-49 tahun yaitu sebanyak sembilan orang atau

    sekitar 25%.

    Dari tabel 4.2, jumlah penderita OMSK baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun

    perempuan memiliki jumlah yang sama besar yaitu masing-masing berjumlah sembilan orang

    atau sekitar 25%. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Alabbasi et al (2010),

    berdasarkan hasil penelitian yang ia lakukan, bahwa secara statistik tidak ada perbedaan antara

    penderita OMSK laki-laki dan perempuan.

    Tabel 4.3 memberikan informasi bahwa penderita vertigo terbanyak pada rentang umur

    40-49 tahun. Tabel 4.4 menunjukkan bahwa penderita vertigo terbanyak yaitu pada penderita

    dengan jenis kelamin perempuan. Jumlah penderita vertigo perempuan dua kali lipat dari

    penderita vertigo laki-laki. Menurut Abrol et al (2001), vertigo biasanya mulai muncul pada

    penderita pada dekade keempat. Di samping itu, ia juga mengungkapkan bahwa perempuan lebih

    mudah terserang vertigo dibanding laki-laki. Perubahan yang terjadi selama siklus menstruasi,

    kehamilan, dan menopause dapat menyebabkan perubahan homeostasis cairan labirin karena

    mereka memiliki pengaruh langsung pada proses enzimatik dan tindakan neurotransmitter.

    Setiap perubahan dalam metabolisme hormon steroid (estrogen dan progesteron), yang

    bertanggung jawab untuk siklus ovarium, dapat menyebabkan komplikasi diantaranya gangguan

    vestibular (Schmidt, 2010).

    Tabel 4.5 menyajikan hubungan antara OMSK dengan terjadinya vertigo. Jumlah

    penderita OMSK yang mengalami gejala vertigo yaitu sebesar 11 orang dari 18 orang penderita

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    34/41

    vertigo atau sebesar 61,11%. Berdasarkan hasil penelitian Long et al (2001), gejala klinis pada

    53% penderita OMSK dengan komplikasi ekstrakranial yaitu otorrhoea disertai dengan vertigo.

    Seperti yang diungkapkan Jose (2004), penderita OMSK harus mengenali tanda bahaya seperti

    vertigo yang diakibatkan oleh penyebaran infeksi ke telinga dalam. Pasien harus segera

    berkonsultasi kepada dokter jika gejala ini muncul.

    Tabel 4.5 merupakan tabel 2x2 yang digunakan untuk menguji ada tidaknya hubungan

    antara OMSK dengan terjadinya vertigo. Dari tabel ini, analisis perhitungan statistik dengan uji

    chi kuadrat dilakukan sehingga mendapatkan hasil x2 sebesar 5,6. Nilai ini lebih besar dari x2

    tabel yang bernilai 3,841 dengan taraf signifikansi 0,05 dan derajat kebebasan 1. Hal ini berarti

    hipotesa nol (Ho) ditolak sehingga memang Ada hubungan antara OMSK (otitis media supuratif

    kronik) dengan terjadinya vertigo.

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    35/41

    BAB VI

    SIMPULAN DAN SARAN

    A. Simpulan

    Penelitian yang telah dilakukan di Poliklinik THT-KL dengan jumlah sampel

    sebanyak 36 orang memberikan simpulan sebagai berikut:

    1. Penderita vertigo terbanyak yaitu pada kelompok umur 40-49 tahun.

    2. Vertigo lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki.

    3. Terdapat hubungan yang signifikan antara Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)

    dengan terjadinya vertigo.

    B. Saran

    Setelah melihat hasil penelitian, peneliti menyarankan:

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    36/41

    1. Dengan terbuktinya hubungan antara OMSK dengan terjadinya vertigo, peneliti berharap

    hasil penelitian ini menjadi sumber pengetahuan baik bagi masyarakat kedokteran

    maupun bagi masyarakat luas.

    2. Penderita OMSK yang disertai dengan keluhan vertigo sebaiknya segera memeriksaan

    kondisinya ke dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut, mengingat keluhan

    vertigo menunjukkan tanda bahaya yang diakibatkan oleh penyebaran infeksi ke telinga

    dalam .

    3. Hasil penelitian ini belum cukup untuk mengetahui lebih lanjut hubungan antara OMSK

    dengan terjadinya vertigo pada pasien karena terbatasnya waktu dan sarana penelitian.

    Untuk lebih menyempurnakan penelitian, peneliti berharap akan adanya penelitian serupa

    dengan subjek dan jangkauan populasi yang lebih luas. Selain itu, penelitian dengan

    penggunaan alat ukur yang lebih sensitif dan spesifik, seperti kalorimeter dan uji fistula,

    juga sebaiknya dilakukan untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih valid.

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    37/41

    DAFTAR PUSTAKA

    Aboet Askaroellah. 2007. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru

    Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala

    Leher pada Fakultas Kedokteran, diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas

    Sumatera Utara. Medan: Universitas Sumatera Utara, pp:2-10.

    Abrol Raman et al. 2001. Prevalence and Etiology of Vertigo in Adult Rural Population. Indian

    Journal Of Otolalaryngology and Head and Neck Surgery. 53: 5.

    Acuin Jose. 2004. Chronic Suppurative Otitis Media Burden of Illness and Management

    Options. Geneva: WHO,pp:9-12.

    Agrup Charlotte et al. 2007. Neurology of Body Systems: The Inner Ear dan The Neurologist. J

    Neurol Neurosurg Psychiatry. 78:114-122.

    Alabbasi Ahmed M., et al. 2010. Prevalence and Patterns of Chronic Suppurative Otitis Media

    and Hearing Impairment In Basrah City.J.Med.Med.Sci. 130: 131.

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

  • 7/13/2019 Vertigo

    38/41

    Allen Susan. 2006. Inner Ear Disorders and Hearing. The Pharmaceutical Journal. 276:143-6.

    Bashiruddin Jenny, dkk. 2008. Gangguan Keseimbangan dan Kelumpuhan Nervus Fasialis.

    Dalam: Efiati Arsyad Soepardi dkk (eds). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

    Tenggorokan Kepala Leher Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, pp:94-101.

    Bruce Black. 2008. The Human Ear: Pathogenesis and Diagnosis of Acute and Chronic Otitis

    Media and Labyrinthitis. Proceedings of Australian College of Veterinary Scientist

    (ACVS): Dermatology. Brisbane: ACVS,pp:1-4. (03 Februari 2010).

    Couzos Sophie. 2003. Effectiveness of ototopical antibiotics for chronic suppurative otitis media

    in Aboriginal children: a community-based, multicentre, double-blind randomised

    controlled trial.MAJ. 179: 185-190.

    Djaafar Zainul A. dkk. 2008. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Efiati Arsyad Soepardi dkk

    (eds). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher Edisi

    Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, pp:69-74.

    Eaton Debbie A. 2009. Complications of Otitis Media.

    http://emedicine.medscape.com/article/860323-overview. (03 Februari 2010).

    Hartanto Oemar Sri dkk. 2008. Buku Pedoman Keterampilan Medis Pemeriksaan Saraf Pusat.

    Edisi I. Surakarta: Fakultas Kedokteran UNS, pp:33.

    Joesoef AA. 2006. Etiologi dan Patofisiologi Vertigo. Dalam: Leksmono P., Mohammad Saiful

    Islam, dkk (eds). Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Nasional II Perhimpunan

    Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) Nyeri Kepala, Nyeri, & Vertigo.

    Surabaya: Airlangga University Press, pp: 209-23.

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

    http://emedicine.medscape.com/article/860323-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/860323-overview
  • 7/13/2019 Vertigo

    39/41

    Lee In Siket al. 2009. Results of Air Caloric and Other Vestibular Test in Patients with Chronic

    Otitis Media. Clinical and Experimental Otorhinolaryngology. 3: 145-150.

    Long Yeoh T. 2001. Complications of Otitis Media Requiring Surgical Intervention. Department

    of Otorhinolaryngology, Universiti Kebangsaan Malaysia, Kuala Lumpur, Malaysia.1.

    Lumbantobing S.M. 2007. Vertigo Tujuh Keliling. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

    Universitas Indonesia, pp:1.

    Mardjono Mahar dan Priguna Sidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian

    Rakyat,pp:169-73.

    Miyamoto Richard T. 2008. Otitis Media (Chronic).

    http://www.merck.com/mmpe/sec08/ch087/ch087d.html?qt=chronic%20otitis%20medi

    a&alt=sh. (17 Maret 2010)

    Mong Andrew , Loevner Laurie A., Solomon David, Bigelow Doglas C. 1999. Sound- and

    Pressure-Induced Vertigo Associated with Dehiscence of the Roof of the

    SuperiorSemicircular Canal.American Journal of Neuroradiology. 20:1973-75.

    Murti Bhisma.Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang

    Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, pp: 61,101.

    Nursiah Siti. 2003. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan terhadap Beberapa

    Antibiotika di Bagian THT FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan. Medan: USU

    Digital Library, p:18.

    Paparella Michael M et al. 1997. Penyakit Teling Tengah dan Mastoid. Dalam: Harjanto Effendi

    (ed).Boies: Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC, pp:107-9.

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

    http://www.merck.com/mmpe/sec08/ch087/ch087d.html
  • 7/13/2019 Vertigo

    40/41

    Pirawati Prasti dan Siboe L. Yvonne. 2004. Terapi Akupunktur untuk Vertigo. Cermin Dunia

    Kedokteran. 144:47-51.

    Riina Niemensivu, et al. 2005. Vertigo and Imbalance in Children.Arch Otolaryngol Head Neck

    Surg. 131:996-1000.

    Schmidt Paula Michele da Silva et al. 2010. Hearing and Vestibular Complaints During

    Pregnancy.Braz.j.Otorhinolaryngol. 76: 1-3.

    Sen Ahmet, Al-Deleamy Luoai S., dan Kendirli Tansel M., 2007. Benign Paroxysmal Vertigo in

    an Airline Pilot.Aviation, Space, and Environmental Medicine. 78:1061-63.

    Stierman Karen L. 1998. Complications of Otitis Media. http://www.utmb.edu/otoref/Grnds/om-

    comp.html. (02 Februari 2010).

    Suratno. 2004. Vertigo. Dalam: Sri Widayanti (Ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf Edisi

    Pertama. Surakarta: BEM Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Press, pp:

    39-49.

    Sutarni Sri. 2006. Diagnosa dan Manajemen Vertigo. Dalam: Leksmono P., Mohammad Saiful

    Islam, dkk (eds). Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Nasional II Perhimpunan

    Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) Nyeri Kepala, Nyeri, & Vertigo.

    Surabaya: Airlangga University Press, pp:225-31.

    Wilhelmsen Kjersti et al. 2008. Psychometric Properties of the Vertigo Symptom ScaleShort

    Form.BMC Ear, Nose, and Throat Disorders. 8:2.

    Wipold II F.J. dan Turski P.A. 2009. Vertigo and Hearing Loss. AJNR Am J Neuroradiol.

    30:1623-25.

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id

    commit to users

    http://www.utmb.edu/otoref/Grnds/om-http://www.utmb.edu/otoref/Grnds/om-
  • 7/13/2019 Vertigo

    41/41

    Wreksoatmodjo Budi Riyanto. 2004. Vertigo: Aspek Neurologi. Cermin Dunia Kedokteran.

    144:41-6.

    Yazdi Alireza Karimi et al. 2004. Prevalence of Vestibular Hyperreactivity in Patient with

    Unexplained Dizziness or Vertigo.AIM. 7(1

    digilib.uns.ac.pustaka.uns.ac.id