Vera
-
Upload
gudang-skripsi-kti-dan-makalah -
Category
Documents
-
view
30 -
download
0
Transcript of Vera
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bagian dari keterampilan berbahasa, kegiatan menyimak sangat penting, baik
dalam pengajaran bahasa maupun kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu,
penguasaan kemampuan menyimak harus dimiliki oleh setiap orang.
Berkomunikasi secara lisan dengan teman, mengikuti pelajaran, kuliah, diskusi,
seminar, menuntut kemahiran seseorang untuk menyimak Henry Guntur Tarigan,
(1987: 21). Disadari atau tidak, kegiatan berbahasa yang paling pertama
dilakukan manusia adalah kegiatan menyimak. Sehubungan dengan pernyataan di
atas, di dalam kegiatan pembelajara di sekolah dasar keterampilan menyimak
menjadi salah satu bagian keterampilan berbahasa yang harus diajarkan kepada
siswa dan dikuasai oleh siswa. Salah satu bentuk keterampilan menyimak tersebut
adalah keterampilan menyimak dongeng. Keterampilan menyimak dongeng
memiliki beberapa manfaat bagi siswa (khususnya siswa SD) yaitu untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan baik, membentuk
karakter siswa, sportivitas mengembangkan kemampuan siswa dalam berbahasa
melalui pesan yang tersirat dan tersurat di dalam dongeng yang diperdengarkan
kepada siswa.
Berdasarkan dari hasil survei awal yang dilakukan oleh Guru mitra
menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran menyimak dongeng dalam mata
1
1
pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas I SD IT HIDAYATULLAH siswa,
memberikan sentuhan manusiawi, tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari
nilai rata-rata siswa kelas I dalam tes kemampuan menyimak pada semester I
(standar ketuntasan belajar minimal untuk mata pelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia adalah 62)
Menurut hasil wawancara dan sharing dengan siswa dan Guru kelas I SD IT
HIDAYATULLAH rendahnya kemampuan menyimak siswa (khususnya
kemampuan menyimak dongeng) disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : (1)
siswa kurang berminat pada pembelajaran menyimak dongeng. Sebagian besar
siswa menyatakan bahwa pembelajaran menyimak merupakan materi yang tidak
menyenangkan. Pembelajaran menyimak dongeng kurang menarik, menoton dan
cenderung membosankan (selama ini guru mengajarkan materi menyimak
dongeng hanya dengan membacakan naskah dongeng dari buku teks Bahasa
Indonesia untuk Siswa kelas I saja); (2) guru mengalami kesulitan untuk
membangkitkan minat siswa dalam pembelajaran menyimak dongeng. Guru
mengeluhkan bahwa konsentrasi sebagian besar siswa pada saat proses
pembelajaran sedang berlangsung tidak terfokus untuk menyimak dongeng yang
dibacakan oleh guru.
Pada umumnya, hanya siswa yang duduk di tepat duduk deretan depan yang
dengan seksama menyimak dongeng yang dibacakan oleh guru, sementara itu
siswa yang duduk di tempat duduk deretan tengah dan belakang lebih banyak
melakukan aktivitas lain selain menyimak dongeng yang disampaikan guru
2
seperti berbicara dengan teman sebangku atau saling melempar kertas dan alat
tulis dengan teman yang lain; (3) sebagian besar Menurut mereka, cara mengajar
siswa mengalami kesulitan dan tampak takut untuk mengungkapkan pendapat
dengan bahasa yang baik dan benar ketika guru memberi pertanyaan atau
meminta siswa menceritakan kembali dongeng yang telah mereka simak, serta
siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung; (4) guru
mengalami kesulitan untuk menemukan alternatif media pembelajaran yang tepat
untuk mengajarkan keterampilan menyimak dongeng kepada siswa selain buku
teks Bahasa Indonesia yang biasa dipergunakannya. Berpijak dari hal tersebut,
maka dibutuhkan solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Upaya yang
dilakukan adalah dengan menerapkan media hand puppet (boneka tangan) dalam
pembelajaran menyimak dongeng.
Hand puppet merupakan istilah yang berasal dari Bahasa Inggris. Padanan
kata di dalam Bahasa Indonesia untuk hand puppet adalah boneka tangan
Istilah hand puppet tersebut umum dikenal dalam dunia dongeng (storytelling)
sebagai alat peraga dongeng. Cara memainkan hand puppet sebagai alat peraga
dongeng tersebut juga sangat khas. Teknik memainkan hand puppet (boneka
tangan) diilhami oleh cara memainkan wayang potehi, sebuah kesenian yang
berasal dari leluhur masyarakat Tionghoa. Cara memegang dan memainkan
boneka tangan adalah dengan menggunakan tangan dan jari-jari. Sejalan dengan
pendapat tersebut, Suwardi Endraswara (2003: 275-276) mengatakan bahwa
3
“Boneka yang digunakan sebagai alat peraga dongeng tersebut tak jauh berbeda dengan wayang tengul, yakni boneka yang dapat dimasuki tangan”. Ditambahkannya, dengan cara memegang boneka seperti itu, pendongeng bebas menggerakkan boneka dalam dialog. ”
Media hand puppet dipilih sebagai alternatif media pembelajaran karena
media boneka sangat dekat dengan dunia anak-anak dan meskipun hand puppet
termasuk media visual, akan tetapi media tersebut berguna untuk
memvisualisasikan dongeng yang disampaikan oleh guru. Hal tersebut senada
dengan pendapat Henry Guntur Tarigan (1987: 3) bahwa
“Berbicara dengan bantuan alat peraga (visual aids) akan menghasilkan
penangkapan informasi yang lebih baik pada pihak penyimak”.
Siswa usia kelas I SD yang notabene masih memiliki karakteristik suka
meniru (imitasi) akan lebih mudah untuk mengingat kalimat-kalimat serta
kosakata yang terdapat di dalam dongeng. Siswa dengan karakteristik tersebut
memiliki anggapan bahwa kata-kata dan kalimat di dalam dongeng yang mereka
simak diucapkan oleh boneka (hand puppet) sehingga amanat atau nilai didik
yang terdapat di dalam dongeng lebih mudah dipahami oleh siswa. Pada akhirnya,
dengan menerapkan media hand puppet di dalam proses pembelajaran menyimak
dongeng, konsentrasi siswa menjadi lebih terfokus terhadap proses pembelajaran,
motivasi dan minat siswa terhadap pembelajaran menyimak dongeng dapat lebih
ditingkatkan, mendorong peningkatan kualitas proses pembelajaran menyimak
dongeng serta kualitas hasil pembelajaran menyimak dongeng semakin
meningkat.
4
Berdasarkan latar belakang di atas, maka Guru mitra menganggap perlu
meneliti penggunaan media hand puppet sebagai sarana atau media untuk
meningkatkan kemampuan menyimak dongeng. Oleh sebab itu, penelitan ini akan
mengkaji tentang ” Peningkatan kemampuan menyimak dongeng dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia dengan media Hand puppet Di Kelas I SD IT
HIDAYATULLAH Kecamatan Sungai Serut Kota Bengkulu ”
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang penulis angkat dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah media hand puppet dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran
menyimak dongeng siswa kelas I SD IT Hidayatullah?
2. Apakah pembelajaran menyimak dongeng dengan media hand puppet dapat
meningkatkan kualitas hasil belajar menyimak di Kelas I SD IT Hidayatullah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan:
a. Untuk mengetahui peningkatan kualitas proses pembelajaran menyimak
dongeng pada siswa kelas I SD IT HIDAYATULLAH
b. Untuk mengetahui peningkatan kualitas hasil pembelajaran menyimak
dongeng pada siswa kelas I SD IT HIDAYATULLAH dengan media
hand puppet.
5
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
1) Dengan media hand puppet baik proses maupun hasil dapat
mengetahui secara nyata tentang peningkatan kemampuan
menyimak dongeng.
2) Dapat digunakan sebagai sumbangan inovasi pembelajaran
menyimak dongeng sebagai bagian dari aktivitas kominikatif.
b. Manfaat Praktis
a. Bagi Siwa
1) Dengan penggunaan media hand puppet dalam pembelajaran
menyimak dongeng, dapat meningkatkan keterampilan
menyimak dongeng siswa.
2) Dengan penggunaan media hand puppet dalam pembelajaran
menyimak dongeng, akan memudahkan siswa dalam menangkap
pesan moral dari dongeng yang disampaikan oleh guru.
3) Meningkatkan motivasi siswa terhadap pembelajaran menyimak
dongeng.
b. Bagi Guru
1) Mengembangkan pembelajaran yang lebih inovatif dengan
Memanfaatkan media hand puppet dalam proses pembelajaran
menyimak dongeng.
6
2) Guru dapat mengorganisasikan materi dongeng untuk
pembelajaran menyimak dengan baik.
3) Sebagai sarana bagi guru untuk meningkatkan minat dan
motivasi siswa dalam pembelajaran menyimak dongeng.
c. Bagi Sekolah
1) Meningkatkan kualitas pembelajaran menyimak dongeng, baik
proses maupun hasil
2) Memberi kontribusi bagi sekolah dalam pengembangan kurikulum
berdasarkan kompetensi dasar yang telah ditetapkan dalam
kurikulum KTSP
d. Bagi Guru mitra
1) Mengembangkan wawasan pembelajaran menyimak dongeng
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yang lebih menyenangkan
2) Memperoleh fakta peningkatan kemampuan menyimak dongeng
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan
media hand puppet.
e. Bagi Pembaca dan Guru mitra Lain
1) Memperkaya khazanah keilmuan di bidang keterampilan
menyimak dongeng.
2) Memungkinkan kemampuan menyimak dongeng dengan media
hand puppet dilakukan Penelitian lanjutan mengenai
7
B. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari 5 bab yaitu:
BAB I Pendahuluan; Bab ini terdiri dari: latar belakang masalah,
rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB II Landasan Teori; Bab ini terdiri dari:
BAB III Metodologi Penelitian; Bab ini terdiri dari: jenis penelitian, definisi
operasional variabel, uji validitas dan reliabilitas, populasi dan sampel penelitian,
teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.
BAB IV Hasil dan Pembahasan;
BAB V Penutup; Bab ini terdiri dari: kesimpulan dan saran.
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Menyimak
Keterampilan menyimak merupakan salah satu keterampilan berbahasa
pertama ketika manusia memperoleh bahasa. Menyimak sangat diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari baik di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat
sebagai dan komunikasi.
Keterampilan keterampilan pertama kali yang digunakan siswa dalam proses
pembelajaran sebelum keterampilan yang lain, seperti membaca, berbicara, dan
menulis. Dengan demikian keterampilan menyimak adalah keterampilan
terpenting sebelum melakukan kegiatan berbahasa yang lain, seperti membaca,
berbicara, dan menulis.
Menyimak menurut Akhdiat (dalam Sutari 1997: 19), ialah suatu proses
yang mencakup kegiatan mendengarkan bunyi bahasa, mengidentifikasikan, dan
mereaksi atas makna yang terkandung di dalamnya.
Anderson (dalam Tarigan 1994: 28), menyatakan bahwa menyimak adalah
proses besar mendengarkan, menyimak, serta menginterpretasikan lambang-
lambang lisan. Russel & Russel (dalam Tarigan 1994: 28), menyatakan bahwa
menyimak mempunyai makna mendengarkan dengan penuh pemahaman dan
perhatian serta apresiasi.
9
9
Menurut Tarigan (1994: 28), menyimak adalah suatu proses kegiatan
mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman,
apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau
pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh sang
pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan.
Subyantoro dan Hartono (Suratno 2006: 1-2), menyatakan bahwa
mendengar adalah peristiwa tertangkapnya rangsangan bunyi oleh panca indera
pendengaran yang terjadi pada waktu kita dalam dalam keadaan sadar akan
adanya rangsangan tersebut, sedangkan mendengarkan adalah kegiatan
mendengar yang dilakukan dengan sengaja penuh perhatian terhadap apa yang
didengar, sementara itu menyimak pengertiannya sama dengan mendengarkan
tetapi dalam menyimak intensitas perhatian terhadap apa yang disimak lebih
ditekankan lagi.
Dari pendapat beberapa para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan
yang dilakukan dengan penuh perhatian dan pemahaman, apresiasi dan
interpretasi untuk memperoleh suatu pesan, informasi dan menangkap isi pesan
tersebut yang disampaikan oleh orang lain melalui bahasa lisan yang telah
disimak.
10
1. Tujuan Menyimak
Menurut Shrope; Logan (Tarigan 1994: 56-57), tujuan orang menyimak
sesuatu itu beraneka ragam antara lain (1) menyimak untuk belajar, (2)
menyimak untuk menikmati, (3) menyimak untuk mengevaluasi, (4)
menyimak untuk mengapresiasi, (5) menyimak untuk mengkomunikasikan
ide-ide, (6) menyimak untuk membedakan bunyi-bunyi, (7) menyimak untuk
memecahkan masalah, (8) menyimak untuk meyakinkan.
Pertama, menyimak untuk belajar. Ada orang yang menyimak untuk
memperoleh pengetahuan dari ujaran pembicara.
Kedua, menyimak untuk menikmati. Menikmati yang dimaksud adalah
untuk menikmati keindahan audial, yaitu menyimak dengan penekanan pada
penikmatan terhadap sesuatu dari materi yang diujarkan atas yang
diperdengarkan.
Ketiga, menyimak untuk mengevaluasi. Menyimak dengan maksud agar
dia dapat menilai apa-apa yang dia simak itu (baik-buruk, indah-jelek, tepat-
ngaur, logis- tak logis, dan lain-lain).
Keempat, menyimak untuk mengapresiasi. Menyimak dengan maksud
agar dia dapat menikmati serta menghargai apa-apa yang disimaknya
Kelima, menyimak untuk mengkomunikasikan ide-ide. Orang
menyimak dengan maksud agar dia dapat mengkomunikasikan ide-ide,
gagasan-gagasan, maupun perasaan-perasaannya kepada orang lain dengan
lancar dan tepat.
11
Keenam, menyimak untuk membedakan bunyi-bunyi. Orang yang
menyimak ini membedakan mana bunyi yang membedakan arti (distingtif)
dan mana bunyi yang tidak
Ketujuh, menyimak untuk memecahkan masalah. Orang yang menyimak
agar bisa memecahkan masalah secara kreatif dan analisis. Kedelapan,
menyimak untuk meyakinkan orang. Orang menyimak untuk meyakinkan
dirinya terhadap suatu masalah atau pendapat yang selama ini dia ragukan
(menyimak secara persuasif).
Tarigan (1991: 5), menyimak mempunyai tujuan (1) mendapatkan fakta,
(2) menganalisis fakta, (3) mengevaluasi fakta, (4) mendapatkan inspirasi, (5)
menghibur diri, (6) meningkatkan kemampuan bicara.
Secara umum, tujuan menyimak adalah untuk memperoleh pengetahuan
dan pengalaman. Sedangkan secara khusus, tujuan menyimak adalah: (1)
untuk memperoleh informasi, (2) untuk menganalisis fakta, (3) untuk
mendapatkan iinspiransi, (4) untuk mendapatkan hiburan, (5) untuk
memperbaiki kemampuan berbicara, dan (6) untuk membentuk kepribadian
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan
menyimak adalah untuk memperoleh informasi, untuk menganalisis data, dan
untuk
12
2. Tahap-tahap Menyimak
Tahap-tahap menyimak menurut Tarigan (1994: 58-59) ada lima, yaitu
tahap mendengar, tahap memahami, tahap menginterpretasi, tahap evaluasi,
dan tahap Pertama, tahap mendengar. Tahap ini kita hanya baru mendengar
segala sesuatu yang diujarkan oleh pembicara. Dengan demikian kita masih
berada tahap- tahap hearing. Kedua, tahap memahami. Setelah kita mendengar
ujaran sang pembicara maka perlu untuk mengerti atau memahami dengan
baik.
Tahap ini merupakan tahap understanding. Ketiga, tahap
menginterpretasi. Penyimak yang baik, yang cermat dan teliti belum merasa
puas kalau hanya mendengar dan memahami isi ujaran oleh pembicara
sehingga ia ingin menafsirkan apa yang tersirat dalam ujaran permbicara
tersebut. Sehingga tahap ini disebut tahap interpreting. Keempat, tahap
mengevaluasi. Setelah penyimak bisa memahami serta dapat menafsirkan isi
pembicaraan maka mulailah penyimak menilai apa yang telah diujarkan oleh
pembicara, yaitu tentang keunggulan dan kelemahan. Dengan demikian
sampailah pada tahap evaluating. Kelima, tahap menanggapi. Tahap ini
merupakan tahap terakhir dalam kegiatan menyimak. Penyimak bisa
menyambut, menyerap serta menerima gagasan yang dikemukakan oleh
pembicara. Tahap ini disebut tahap responding.
3. Teknik Penyajian Pembelajaran Menyimak
13
Dalam pembelajaran menyimak banyak cara/teknik yang diciptakan
agar proses belajar mengajar dalam kelas tidak bosan karena monoton, tidak
bervariasi.
Menurut Sutari (1997: 122), ada banyak teknik penyajian
pembelajaran menyimak. Teknik-teknik itu adalah dengar-ucap, dengar-terka,
dengar-jawab, dengar-tanya, dengar-sanggah, dengar-cerita, dengar-suruh,
dengar-larang, dengar-teriak, dengar- setuju, dengar-bisik berantai, dengar-
baca, dengar tulis, dengar-salin, dengar- rangkum, dengar-peringatan, dengar-
lengkapi, dengar-kerjakan, dengar-lakukan, dengar simpati, dengar-kata
simon, dengar-temukan objek.
B. Dongeng
Dongeng merupakan salah satu jenis karya sastra lama yang berkembang
di Indonesia. Dongeng mempunyai fungsi sebagai media pendidikan. Dengan
dongeng kita dapat memperoleh manfaat yang tersirat dalam isi cerita dongeng
itu. Banyak nilai-nilai yang terkandung dalam dongeng. Landasan teori tentang
dongeng meliputi pengertian dongeng dan jenis-jenis dongeng
1. Pengertian Dongeng
Cerita rakyat baik yang bernilai sastra atau bukan adalah bagian dari
apa yang disebut foklor. Danandjaja (1991: 20), mengatakan bahwa foklor
merupakan bagian dari kebudayaan suatu kolektif yang terbesar dan
diwariskan turun-temurun di antara kolektif lain secara tradisional dalam versi
14
yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan
gerak atau alat bantu lain. Oleh karena itu, apa yang timbul dan hidup di
dalam wilayah (kolektif) tertentu merupakan bagian dari Cerita rakyat pada
umumnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu mithe, legenda,
dan dongeng ( Danandjaja 1991: 50).
Ciri utama mithe adalah cerita yang dianggap orang benar-benar
terjadi dan dianggap bernilai sakral; legenda adalah cerita (prosa) terjadi,
tetapi tidak dianggap suci; sedangkan dongeng adalah cerita khayal yang tidak
mungkin terjadi dan tidak terikat oleh waktu dan tempat.rakyat yang dianggap
pernah benar-benar Menurut Brunvard (Danandjaja 1991: 21), folkor dapat
digolongkan menjadi tiga kelompok besar berdasarkan tipenya, yaitu (1)
folkor lisan (verbal folkor), (2) folkor sebagian (parti verbal folkor), dan (3)
folkor nonlisan (nonverbal
Dongeng adalah cerita tentang sesuatu hal yang tidak pernah terjadi
dan juga tidak mungkin terjadi (fantastis belaka). Cerita fantastis ini seringkali
berhubungan dengan kepercayaan kuno, keajaiban alam, atau kehidupan
binatang, sering juga mengandung kelucuan dan bersifat didaktis (Nursisto
2000: 43).
Dongeng menurut Zainuddin (1991: 101) adalah cerita yang isiny
mengungkapkan sesuatu yang sifatnya khayal. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1994: 241) disebutkan bahwa dongeng adalah cerita yang tidak
benar-benar terjadi (terutama tentang kejadian zaman dulu yang aneh-aneh).
15
Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa
dongeng adalah salah satu jenis karya sastra lama yang berbentuk prosa dan
merupakan sastra lisan serta cerita yang ada tidak benar-benar terjadi.
2. Jenis-jenis Dongeng
Dongeng merupakan salah satu jenis karya sastra di Indonesia. Anti
Aarne dan Thompson (Danandjaja 1991: 86), membagi jenis-jenis karya
sastra ke dalam empat golongan besar, yakni: 1) dongeng binatang (animal
faste) adalah dongeng yang ditokohi binatang peliharaan dan binatang liar,
seperti binatang menyusui, burung, binatang melata (reptilia), ikan, dan
serangga.
Binatang-binatang itu dalam cerita jenis ini dapat berbicara dan
berakal budi seperti manusia. 2) dongeng biasa (ordinary folktales) adalah
jenis dongeng yang ditokohi manusia dan biasanya adalah kisah suka duka
seseorang (Danandjaja 1991: 98). 3) Lelucon atau anekdot adalah dongeng-
dongeng yang dapat menimbulkan rasa menggelikan hati sehingga pembaca
tertawa. Walaupun demikian bagi kolektif atau tokoh tertentu, yang menjadi
sasaran dongeng itu dapat menimbulkan rasa sakit hati (Danandjaja
1991:117). 4) dongeng berumus (formula tales) adalah dongeng yang menurut
Anri Aarne dan Thompson disebut formula tales dan strukturnya terdiri dari
pengulangan.
16
Dongeng berumus mempunyai beberapa sub bentuk, yakni: (a)
dongeng bertimbun banyak (komulatif tales), (b) dongeng untuk
mempermainkan orang (catch tales) dan (c) dongeng yang tidak mempunyai
akhir (endless tales). Dongeng bertimbun banyak disebut juga dongeng
berantai (chain tales) adalah dongeng yang dibentuk dengan cara menambah
keterangan lebih terperinci pada setiap pengulangan inti cerita
Menurut Zainuddin (1991: 101), dongeng dibagi menjadi empat yaitu
(1) mite adalah dongeng yang berhubungan dengan kepercayaan, (2) legende
adalah dongeng mengenai asal mula suatu tempat atau mengenai keajaiban
alam, (3) fabel adalah dongeng tentang binatang yang bertingkah laku seperti
manusia, (4) cerita jenaka adalah dongeng yang menceritakan orang-orang
pandir, orang orang yang malang nasibnya yang pengungkapannya
menimbulkan suasana humor.
C. Metode Bercerita
1. Pengertian
Metode bercerita Ialah suatu cara mengajar dengan bercerita. Pada
hakekatnya metode bercerita sama dengan metode ceramah. Karena
informasi disampaikan melalui penuturan atau penjelasan lisan dari seseorang
kepada oaring lain (Nurbiana Dhieni, dkk, 2008 : 67)
17
2. Kelebihan dan kekurangan
Kelebihan Metode Bercerita :Guru mudah menguasai kelas, Guru
dapat meningkatkan kosentrasi siswa dalam waktu yang relative lama, Mudah
menyiapkannya, Mudah melaksanakannya, Dapat diikuti oleh siswa dalam
jumlah banyak
Kekurangan Metode Bercerita :Siswa terkadang terbuai dengan
jalannya cerita sehingga tidak dapat meengambil intisarinya, Hanya Guru
yang pandai bermain kata-kata atau kalimat, Menyebabkan siswa pasif karena
guru aktif, Siswa lebih cenderung hafal isi ceita daripada sari cerita yang
dituturkan (Nurbiana Dhieni, dkk, 2008 : 67)
D. Hand Puppet
Boneka merupakan model dari manusia, atau yang menyerupai manusia
(contohnya Bert), atau hewan. Seringkali boneka dimaksudkan untuk dekorasi
atau koleksi untuk anak yang sudah besar atau orang dewasa, namun kebanyakan
boneka ditujukan sebagai mainan untuk anak-anak, terutama anak perempuan.
Sejak tahun 1940-an pemakaian boneka ebagai media pendidikan menjadi
populer dan banyak digunakan di Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan di
Amerika. Di Eropa seni pembuatan boneka telah sangat tua dan sangat populer
serta lebih tinggi tingkat keahliannya dibandingkan di Amerika.
18
Di Indonesia penggunaan boneka sebagai media pendidikan massa bukan
merupakan sesuatu yang asing. Di Jawa Barat dikenal boneka tongkat yang
disebut “Wayang Golek” dipakai untuk memainkan cerita-cerita Mahabarata dan
Ramayana. Di Jawa Timur dan di Jawa Tengah dibuat pula boneka tongkat dalam
dua dimensi yang dibuat dari kayu dan disebut dengan nama “Wayang Krucil”. Di
Jawa Tengah dan di Jawa Timur pula dikenal dengan boneka bayang-bayang yang
disebut “Wayang Kulit”.
Untuk keperluan sekolah dapat dibuat boneka yang disesuaikan dengan cerita-
cerita jaman sekarang. Untuk tiap daerah pembuatan boneka ini disesuaikan
dengan
1. Pengertian Boneka Tangan
Kalau boneka dari setiap ujung jari kita dapat memainkan satu tokoh,
lain halnya dengan boneka tangan. Pada boneka tangan ini satu tangan kita
hanya dapat memainkan satu boneka. Disebut boneka tangan, karena boneka
ini hanya terdiri dari kepala dan dua tangan saja, sedangkan bagian badan dan
kakinya hanya merupakan baju yang akan menutup lengan orang yang
memainkannya disamping cara memainkannya juga hanya memakai tangan
(tanpa menggunakan alat bantu yang lain).
Cara memainkanya adalah jari telunjuk untuk memainkan atau
menggerakkan kepala, ibu jari, dan jari tangan untuk menggerakkan tangan.
19
Di Indonesia penggunaan boneka tangan sebagai media pendidikan/
pembelajaran di sekolah-sekolah sudah dilak-sanakan, bahkan dipakai diluar
sekolah yaitu pada siaran TVRI dengan film seri boneka “Si Unyil”
2. Penggunaan Hand Puppet sebagai Media Pembelajaran
Agar boneka dapat menjadi media instruksional yang efektif, maka
perlu kita per-hatikan beberapa hal yang antara lain adalah:
(1) Rumusan tujuan pembelajaran dengan jelas. Dengan demikian akan dapat
diketahui, Apakah tepat digunakan permainan sandiwara boneka atau
sandiwara yang lain, (2) Buatlah naskah atau skenario sandiwara yang akan
dimainkan secara terperinci. Baik dialognya, settingnya dan adegannya harus
disusun secara cermat, sekalipun dalangnya dimungkinkan untuk
berimprovisasi saat ia mendalang/memainkan boneka tersebut, (3) Permainan
boneka mementingkan gerak dari pada kata. Karena itu pembicaraan jangan
terlalu panjang, dapat menjemukan penonton. Untuk anak-anak usia kelas
rendah sekolah dasar atau anak-anak TK, sebaiknya permainan boneka
dirancang untuk banyak melibatkan dialog dengan anak pada saat permainan,
(4) Permainan sandiwara boneka jangan terlalu lama, kira-kira 10 sampai 15
menit. Agar pesan khusus yang disampaikan kepada anak dalam permainan
sandiwara boneka tersebut dapat ditangkap/dimengerti oleh
anak-anak/penonton, (5) Hendaknya diselingi dengan nyanyian, kalau perlu
20
penonton diajak nyanyi bersama. Bila perlu dilanjutkan dengan dialog atau
diskusi dengan anak-anak/penonton untuk memantapkan pesan nilai yang
diajarkan, (6) Isi cerita hendaknya sesuai dengan umur dan kemampuan serta
daya imajinasi anak-anak yang menonton, (7) Selesai permainan sandiwara,
hendaknya diadakan kegiatan lanjutan seperti tanya-jawab, diskusi atau
menceritakan kembali tentang isi cerita yang disajikan, (8) Jika
memungkinkan, berilah kesempatan kepada anak-anak untuk memainkannya
(http://maswisnu80.multiply.com/journal/item/3)
3. Keuntungan Penggunaan Boneka
Beberapa keuntungan penggunaan boneka untuk sandiwara adalah:
1) Tidak memerlukan waktu yang banyak, biaya dan persiapan yang terlalu
rumit, 2) Tidak banyak memakan tempat, panggung sandiwara boneka dapat
dibuat cukup kecil dan sederhana, 3) Tidak menuntut keterampilan yang rumit
bagi yang akan memainkannya, 4) Dapat mengembangkan imajinasi anak,
mempertinggi keaktifan dan menambah suasana gembira.
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, yaitu suatu penelitian yang
analisis datanya menggunakan perhitungan statistik. Data yang dimaksud adalah
data tentang Peningkatan Kemampuan menyimak dongeng dengan menggunakan
media hand puppet pada Kelas I SD IT Hidayatullah
B. Definisi Operasional Variabel
Yang dimaksud dengan variabel adalah karakteristik yang akan
diobservasi dari satuan pengamatan (Somantri dan Muhidin, 2006: 27).
Sedangkan yang dimaksud dengan definisi operasional variabel adalah suatu
upaya untuk menjelaskan variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian dengan
bentuk yang lebih spesifik.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua variabel, yakni variabel X
dan variabel Y. Adapun variabelnya adalah:
1. Kemampuan menyimak siswa Kelas I SD IT Hidayatullah yang masih
kurang
2. Metode Menyimak dongeng dengan media pembelajaran hand Puppet
yang diharapkan dapat meningkatkan persentase daya simak siswa Kelas I SD
IT Hidayatullah
22
C. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas:
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiono, 2009: 80).
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah siswa Kelas I
SD IT Hidayatullah
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiono, 2009: 81). Karena jumlah sampel di bawah 100
maka sampel yang ditelitih sebanyak populasi yang ada, yaitu 8 orang siswa
dari 30 siswa kelas I SD IT Hidayatullah.
B. Prosedur Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan
per siklus. Langkah pertama dalam penelitian tindakan kelas ini ialah melakukan
survey terhadap SD yang akan diteliti bersama-sama dengan guru kelas yang akan
dilibatkan dalam penelitian ini. Lalu dilakukan serangkaian tindakan yang diikuti
dengan refleksi kemudian mencoba mempraktekkannya di kelas secara sistematis
23
34
mengenai berbagai masalah dalam kelas. Penelitian ini dilaksanakan terdiri dari
siklus per siklus. Setiap siklusnya terdiri dari empat tahapan
Tahap-tahap penelitian menurut Wardani (2004) yaitu: 1) perencanaan
(planning) merupakan langkah pertama dalam setiap kegiatan, 2) tindakan
(action) merupakan realisasi dari rencana yang telah dibuat, 3) observasi
(observation) bertujuan untuk mengetahui kualitas tindakan yang dilakukan, 4)
refleksi (reflection) bertujuan untuk melihatat merenungkan kembali apa yang
telah dilakukan dan apa dampaknya bagi proses belajar siswa.
Alur Pelaksanaan penelitian menurut Kasbolah (1999) sebagai berikut :
Gambar 1
C. Teknik Analisis Data
a. Data Observasi
24
Perencanaan
Siklus I
Observasi I
Perencanaan
Siklus II
Observasi II
PelaksanaanRefleksi
PelaksanaanRefleksi
Data hasil observasi yang diperoleh digunakan untuk materi eksi
siklus yang telah dilakukan dan diolah secara deskriptif. Analisis data
observasi menggunakan skala penilaianya 2006:35).
Pengukuran skala penilaian pada proses pembelajaran yaitu antara 1
sampai 3, makna dari nilai tersebut yaitu semakin tinggi nilai yang dihasiikar.
semakin baik hasil pembelajaran. demikian juga sebaliknya semakin rendah
nilai yang diperoleh semakin kurang baik proses pembelajaran. Nilai
ditentukan pada kisaran nilai untuk tiap kriteria pengamatan. Penentuan nilai
untuk tiap kriteria menggunakan persamaan sebagai berikut:
a) Rata-rata skor = Jumlah skor
b) Skor tertinggi = Jumlah butir skor x Skor tertinggi tiap soal
c) Skor terendah = Jumlah butir skor k Skor terendah tiap soal
d) Selisih skor = Skor tertinggi — Skor terendah
e) Kisaran nilai tiap kriteria = Selisih skor Jumlah kriteria penilaian (Sudjana.
2006)
f) Kriteria
25
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Danandjaja, James. 1991. Folkor Indonesia. Jakarta: PT.Temprint.
Darmawan. 2001. Peningkatan Keterampilan Menyimak dengan Menggunakan
Media Audio pada Siswa Kelas. 2 Kaliwungu Kudus. Skripsi. UNNES.
Dhieni Nurbiana, dkk, Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta : Universitas Terbuka
Djiwandono, S. 1996. Tes Bahasa clan Pengajaran. Bandung: 1TB.
Hartini Rosma, Model Penelitianb Tindakan Kelas. Yogyakarta :
Madya Suwarsih, dkk. 194. Panduan Penelitian Tindakan. Yogyakarta: Lembaga
PenelitianIKTP.
Mulyasa. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan
Impiementasinva. Bandung: PT Rosdakarya.
Munanto. 2000. Keekktifan Aspek Menyimak terhadap Pengajaran Kosa Kata
pada SLTP 2 Semarang. Skripsi. UNNES.
Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian Dalam Pengajaran Bahasa Dan Sastra.
Yogyakarta: PT BPFE.
Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana.
Nursisto. 2000. Ikhtisar Kesusatraan Indonesia. Yogyakarta: Adicita.
26
Pangesti. 2005. Peningkatan Keterampilan Menyimak Dongeng Dengan
Menggunakan Media Audiovisual pada Siswa Kelas VII D SMP Negeri
30 Semarang. Skripsi. UNNES.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
PENGESAHAN JUDUL....................................................................................... ii
KATA PENGANTAR........................................................................................... iii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iv
BAB I PEN DAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................................... 5
D. Sistematika Penulisan............................................................................. 8
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Menyimak............................................................................. 8
B. Dongeng................................................................................................. 19
C. Metode Bercerita....................................................................................20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian....................................................................................... 22
B. Definisi Operasional Variabel................................................................ 22
C. Populasi dan Sampel ………………………………………………….. 23
D. Prosedur Penelitian.................................................................................24
E. Teknik Analisis Data.............................................................................. 24
Daftar Pustaka
27
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat,
taufik, innayah, dan ridho-Nya, akhirnya skripsi yang berjudul “Penerapan
Pendekatan Inkuiri Melalui Diskusi Kelompok Untuk Meningkatkan Prestasi
Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SD N IV Pondok Kelapa
Kabupaten Bengkulu Tengah” ,proposal ini dapat dibuat dan diajukan sebagai
langkah awal untuk perencanaan dalam menyusun sebuah karya ilmiah (skripsi) yang
merupakan salah satu bagian dari tridarma Perguruan tinggi dan salah satu syarat bagi
penulis untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan agama islam ( S.Pd.I), pada
jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Bengkulu.
Dalam proses penyusunan dan penulisan proposal skripsi ini penulis telah
mamperoleh bantuan serta bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak dalam
rangka menyelesaikan proposal ini, untuk itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ibu Nurlaili, M.Pd.I Selaku ketua prodi PGMI jurusan Tarbiyah yang banyak
memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan Proposal skripsi.
2. Bapak / Ibu / Dosen dilingkungan STAIn Bengkulu yang dengan segala kebaikan
mencurahkan perhatian dan ilmu pengetahuannya
3. Teman-teman seperjuangan yang telah ikut memberikan motivasi baik material
maupun spiritual dalam menyususn proposal skripsi ini
Atas bantuan yang telah diberikan, penulis mengharapkan semoga dijadikan
awal kebaikan disisi Allah SWT, dan penulis mengharapkan semoga proposal ini
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis khususnya.
28
iii
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYIMAK DONGENG DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DENGAN MEDIA HAND PUPPET
DI KELAS I SD IT HIDAYATULLAHKECAMATAN SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU
DISUSUN OLEH :Fera Marisna2103216474
DOSEN PEMBIMBING :Saepudin, M.Pd
29
ii
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAMFAKULTAS TARBIYAH DAN TADRISINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERIINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
IAIN (BENGKULU)IAIN (BENGKULU)20132013
30