(Vera Puspita Ningsih) EJournal Ilmu Hubungan Internasional (05!07!14!06!10-40)

download (Vera Puspita Ningsih) EJournal Ilmu Hubungan Internasional (05!07!14!06!10-40)

of 14

Transcript of (Vera Puspita Ningsih) EJournal Ilmu Hubungan Internasional (05!07!14!06!10-40)

  • eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2014, 2 (2): 477-490

    ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org Copyright 2014

    UPAYA INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR MIGRATION (IOM)

    DALAM MENANGANI MASALAH IMIGRAN GELAP DI INDONESIA

    Vera Puspita Ningsih1

    NIM.072045140

    Abstract

    The writing is motivated by the potential of Indonesia as a transit area

    for illegal immigrants and a very large number of immigrants. The Indonesian

    government deems it necessary in cooperation with IOM in dealing with

    immigrants and refugees in Indonesia. IOM is an intergovernmental

    organization in the field of primary humane and orderly migration for the

    common good. Indonesia as a transit area for illegal immigrants and a very

    large number of immigrants caused the IOM to come to Indonesia.The results

    showed that the IOM is assisting the Government of Indonesian to develop and

    implement policies, legislation and administrative mechanisms of migration by

    providing technical assistance and training to the officials of migration and

    migration help needed. IOM supports capacity building at national and regional

    levels and provide direct assistance to immigrants.

    Keywords: IOM, illegal immigrants, Indonesia

    Pendahuluan

    Sejak tahun 1999 Indonesia telah menjadi wilayah transit bagi para imigran gelap

    yang mengungsi dari berbagai negara seperti Afganistan, Srilangka, Pakistan,

    Iran, Myanmar dan lain-lain. Secara umum, wilayah yang ingin dituju oleh para

    imigran ini adalah Australia yang memiliki kehidupan yang lebih layak secara

    ekonomi dan politik dibanding dengan negara asalnya.

    Posisi geografis Indonesia yang strategis sebagai penghubung antar kawasan Asia

    Tengah dan Timur Tengah dengan Australia dalam pergerakan arus migrasi ini

    menyebabkan Indonesia menjadi wilayah transit yang banyak dilalui oleh para

    imigran gelap tersebut. Indonesia yang bentuk negaranya adalah kepulauan secara

    geografis memiliki banyak pintu masuk: bandara, pelabuhan, batas, darat dan

    perairan. Selain itu, Indonesia yang juga memiliki garis pantai yang sangat

    panjang, dan merupakan wilayah yang terletak pada posisi silang jalur lalu lintas

    1 Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

    Universitas Mulawarman. Email: [email protected]

  • eJournalIlmu Hubungan Internasional, Volume 2, Nomor 2, 2014: 477-490

    478

    dagang dunia, juga menjadi faktor utama yang menyebabkan Indonesia berpotensi

    kuat sebagai wilayah transit bagi para imigran gelap. Imigran gelap di negeri ini

    juga dapat terjadi karena jumlah penduduk Indonesia yang terbilang besar. Hal ini

    menyebabkan Indonesia menjadi negara yang memiliki sumber tenaga kerja yang

    besar dan sebagai target untuk perkembangan pasar internasional.

    Selain itu, perhatian pemerintah Indonesia yang cukup besar dalam penanganan

    imigran gelap seperti pemberian fasilitas tempat tinggal sementara. Adanya pantai

    selatan Kab.Sukabumi menjadi salah satu daerah sangat strategis di Indonesia

    yang dipakai tempat transit para imigran gelap untuk menyebrang ke Pulau

    Krismas, Australia. Hal itu sehubungan, jarak antara pantai selatan Kab.Sukabumi

    dengan Pulau Krismas relatif dekat yang bisa ditempuh dengan perahu nelayan

    dalam sehari. (www.pikiran-rakyat.com, diakses pada tanggal 2 November 2011)

    dan lain-lain merupakan faktor pendukung lain dipilihnya Indonesia sebagai

    wilayah transit.

    Terdapat beberapa titik paling rawan yang menjadi pintu masuk imigran gelap.

    Beberapa wilayah yang paling rawan sebagai pintu masuk para imigran gelap itu,

    yaitu, Semenanjung Riau, Kalimantan, dan Aceh. Mereka bisa masuk lantaran

    tidak seluruh wilayah Indonesia dijaga oleh aparat baik pemerintah maupun

    penegak hukum. Mereka masuk melalui wilayah-wilayah yang tidak terjaga tadi.

    Alhasil, kedatangan mereka luput dari deteksi. (www.ROLrepublikaonline.com,

    diakses pada tanggal 31 Januari 2013)

    Titik-titik yang menjadi lokasi oknum atau broker human traficking membawa

    imigran gelap dari Timur Tengah ke Pantura Tangerang, biasanya mengunakan

    kapal laut dan berlabuh di pelabuhan-pelabuhan kecil milik rakyat sekitar.Pintu

    masuk pelabuhan rakyat itu antara lain melalui pelabuhan Teluknaga, pelabuhan

    Pulau Rambut, pelabuhan Kronjo, pelabuhan Kresek dan pelabuhan Tanjung Kait,

    Pantura, Kabupaten Tangerang.Broker human travicking ini membawa seludupam

    mereka melalui titik-titik pelabuhan laut milik rakyat yang berada di Pantura,

    Tangerang. Persoalanya, lainnya pada pintu masuk pelabuhan rakyat di Pantura

    tidak ada lokasi penjagaan ketat dilakukan aparat kepolisian, TNI maupun

    imigrasi. Akhirnya, banyak dari cukong pembawa orang asing ilegal bebas masuk

    dari Timur Tengah ke Indonesia, melalui Tangerang. (www.kabar6.com, diakses

    pada tanggal 31 Januari 2013)

    Mayoritas para pendatang ilegal ini sebagian besar dari Afghanistan (55%),

    Srilangka (17%), dan Irak (17%). Selebihnya berasal dari Myanmar, Iran,

    Vietnam, Bangladesh, dan Pakistan. Jumlah kedatangan imigrasi ilegal di

    Indonesia terus mengalami peningkatan. Selama periode Januari hingga Mei

    2010, terdapat 61 kali pengamanan imigrasi ilegal yang masuk kewilayah

    Indonesia, dengan total imigran mencapai 1245 orang. Padahal ,dalam periode

    yang sama dalam tahun 2009, data menunjukkan hanya 31 kali pengamanan

    illegal entry dengan total imigran sebanyak 1178 orang. (www.imigrasi.go.id,

    diakses pada tanggal 4 Maret 2012)

  • Upaya Internasional Organization For Migration (IOM) Dalam Menangani Masalah Imigran

    Gelap Di Indonesia (Vera Puspita Ningsih)

    479

    Bertambahnya imigran gelap yang masuk ke Indonesia terlihat dari angka

    kedatangan pada tahun 2008 yang hanya sebanyak 389 orang, kemudian

    meningkat menjadi 3230 orang pada tahun 2009 atau melonjak lebih dari 800

    persen. Pada tahun 2010 angka imigran naik lagi menjadi 3905 orang dan pada

    2011 sampai di angka 4052 orang. (m.tempo.co, diakses pada tanggal 12

    Desember 2012). Hal ini memperlihatkan adanya kecenderungan peningkatan

    signifikan jumlah imigran ilegal yang memasuki wilayah Indonesia. Dari sumber

    lain data Imigran gelap yang transit di Indonesia salah satunya yaitu melalui

    wilayah Provinsi Lampung.

    Hingga 1 agustus 2012 lalu, tercatat 1203 imigran dari berbagai negara di tahandi

    13 rumah detensi imigrasi (Rudenim) yang dibangun oleh IOM (International

    Organization For Migration), tiga besar rudenim yang paling banyak menahan

    imigran ilegal adalah Rudenim Tanjung Pinang sebanyak 309 imigran ilegal.

    Disusul Kupang 169 imigran ilegal dan Makasar sebanyak 97 imigran ilegal.

    (m.rmol.com, diakses pada tanggal 22 Januari 2013)

    Pemerintah Indonesia memandang perlu bekerjasama dengan IOM dalam

    menangani imigran dan pengungsi di Indonesia. IOM adalah sebuah organisasi

    antar pemerintah utama di bidang migrasi yang manusiawi dan teratur untuk

    kepentingan bersama dibetuk pada tahun 1951 dengan tujuan untuk membantu

    pemerintah menangani permasalahan yang terkait dengan migrasi merupakan

    salah satu misi inti dari International Organization For Migration (IOM).

    Membantu upaya pemerintah Indonesia untuk mengatur pergerakan imigran gelap

    melalui Indonesia dan daerah pantainya. Komitmen IOM untuk meningkatkan

    kualitas layanan yang diberikan oleh badan-badan pemerintahan juga tercamin

    dalam program enam tahunnya untuk mendukung upaya pemerintah mereformasi

    Kepolisian Republik Indonesia (Polri). IOM memfasilitasi pelatihan di bidang

    HAM dan perpolisian masyarakat (Polmas), dan membantu mendirikan forum

    dimana para anggota Polri dan masyarakat secara bersama-sama mencari solusi

    terhadap permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan penegakan hukum.

    Kerangka Dasar Teori

    1. Konsep Bantuan Kemanusiaan (Humanitarian Assistance) Bantuan kemanusiaan ini seakan menjadi simbol nasinalisme baru antar bangsa-

    bangsa di dunia. Nasionalisme untuk membangun tata dunia dan transnasional

    yang lebih makmur dan peka terhadap penderitaan sesama. Nilai-nilai universal

    yang dipegang oleh banyak bangsa di dunia lahir kembali untuk meruntuhkan

    batas-batas antar manusia satu dengan manusia lainnya.

    Pemikiran tentang pemberian bantuan kemanusiaan yang melintasi batas - batas

    territorial dan ideologis ini berpangkal pada konsep Humanitarian Assistance

    yang sudah lama muncul dalam hubungan internasional. HumanitarianAssistance

    berkaitan erat dengan kebijakan Negara yang dibuat untuk kepentingan

    masyarakatnya. Perdebatan tentang Humanitarian Assistance ini berdasarkan pada

    dua gagasan utama. Gagasan pertama adalah yang menolak pelaksanaan

  • eJournalIlmu Hubungan Internasional, Volume 2, Nomor 2, 2014: 477-490

    480

    Humanitarian Assistance. Gagasan ini didasarkan pada beragam alasan sebagai

    berikut, penolakan yang pertama adalah Humanitarian Assistance merupakan

    aktifitas yang ilegal, artinya pemberian bantuan kemanusiaan yang melewati

    batas-batas kedaulatan Negara merupakan hal yang illegal, dikarenakan bahwa

    Negara yang memberikan bantuan kemanusiaan dilihat sebagai bentuk tidak

    menghormati kekuasaan kedaulatan yang dimiliki oleh suatu negara.

    Alasan penolakan kedua adalah adanya kepentingan politik. Suatu negara yang

    memberikan bantuan kemanusiaan kepada negara lain memiliki kepentingan

    politik dibelakangnya. Kepentingan politik Negara yang memberikan bantuan

    akan bertentangan dengan kepentingan politik negara yang menerima bantuan.

    Alasan penolakan ketiga adalah ancaman stabilitas negara. Kekhawatiran akan

    masuknya pengaruh negara lain beragam bantuan kemanusiaan yang diberikan

    membuat perubahan dalam kondisi masyarakatnya. Lambat laun hal ini akan

    membawa perubahan dalam kestabilan negara pula, sehingga hal kekhawatiran ini

    menjadi berkesinambungan. Keempat, adalah kebutuhan biaya tinggi. Suatu

    negara akan mampu memberikan bantuan kemanusiaan kepada negara lain

    apabila kebutuhan dalam negeri sudah dapat terpenuhi. Karena membantu negara

    lain dalam bentuk bantuan kemanusiaan bearti mampu memenuhi kebutuhan

    domestik negara lain. Hal ini memerlukan biaya besar hanya negara-negara

    dengan kemampuan ekonomi yang telah melebihi kebutuhan dalam negerinya

    yang dapat melakukan bantuan kemanusiaan ini karena tingginya biaya yang

    dibutuhkan. (books.google.co.id, diakses pada tanggal 5 Juli 2012)

    Bantuan kemanusiaan (Humanitarian Assistance) dilakukan untuk menangani

    bencana alam yang dasyat termasuk banjir, kekeringan, tanah, longsor, gempa

    bumi, dan juga tsunami. Bantuan dilakukan terhadap fenomena alam yang sulit

    diprediksi. Bantuan untuk menanggulangi pasca bencana alam ini dikenal dengan

    Human Disaster Relief merupakan upaya untuk memberikan bantuan bagi negara

    yang sangat membutuhkan. Program ini umumnya diberikan kepada negara-

    negara yang sedang dalam masa recovery setelah akibat konflik atau peperangan

    yang berkepanjangan atau juga kepada negara-negara yang baru mengalami

    bencana alam yang menimbulkan kerusakan material luar biasa dan menelan

    korban nyawa manusia yang sangat banyak.

    Dalam pembahasan ini, upaya IOM dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk

    bantuan kemanusiaan yang dilakukan suatu Organisasi internasional terhadap

    suatu negara. IOM adalah organisasi/ lembaga yang melakukan serangkaian upaya

    untuk mencari, memberikan, menyalurkan, dan mempertanggung jawabkan

    sumber daya (dalam bentuk sarana, tenaga,uang, dan bentuk lainnya) yang

    dikumpulkan dari berbagai pihak yang membutuhkan bantuan atau pertolongan

    yang ditujukan sebagai tanggapan terhadap suatu kondisi krisis kemanusiaan

    dengan tujuan utama untuk menyelamatkan nyawa, meringankan penderitaan, dan

    menjaga martabat manusia.

    2. Konsep Pengungsi

    Pengungsi merupakan salah satu persoalan klasik yang selalu dihadapi oleh umat

    manusia pada setiap masa. Maraknya persoalan pengungsi tidak bisa dilepaskan

  • Upaya Internasional Organization For Migration (IOM) Dalam Menangani Masalah Imigran

    Gelap Di Indonesia (Vera Puspita Ningsih)

    481

    dari berbagai bencana baik yang diakibatkan oleh manusia ataupun alam. Tidak

    jarang persoalan pengungsi ini merepotkan Negara-negara tetangga lainnya.

    Sehingga, setidaknya dalam persoalan pengungsi masyarakat Internasional dapat

    dengan mudah mencapai titik kesamaan pandangan bahwa: persoalan pengungsi

    adalah bagian dari persoalan bersama. Atas dasar itulah traktat-traktat dan

    persetujuan-pesetujuan (arrangements) yang terkait dengan penanganan persoalan

    pengungsi sudah dibentuk semenjak dibawah naungan LBB. Ini menegaskan

    bahwa penanganan persoalan pengungsi sangatlah membutuhkan koordinasi

    lembaga multilateral. Atas dasar itu pula dalam system PBB terdapat UNHCR

    yang berperan sebagai lembaga yang khusus menangani persoalan pengungsi di

    dunia.

    Sebagai akibat naturnya yang bersifat lintas-perbatasan maka hukum internasional

    telah mengatur persoalan pengungsi dalam waktu yang relative lama. Pada tahun

    1938 telah terdapat sebuah konvesi mengenai Status Pengungsi. Masih pada tahun

    yang sama terjadi pembentukan Komite bagi Pengungsi yang menyatakan apabila

    pengungsi adalah tiap orang yang memiliki ketakutan yang jelas (well - founded fear) atas penghukuman yang didasarkan atas alas an ras, agama, dan

    kebangsaan, keanggotaan sebuah kelompok sosial atau kebangsaannya dan tidak

    mampu, akibat memiliki ketakutan itu, untuk ,memiliki perlindungan dari

    negaranya sendiri.

    Dari pengertian yang diberikan oleh konvensi dapat dinyatakan apabila pengungsi

    haruslah memiliki ketakutan yang kuat (well-founded fear) atas hal-hal yang

    berbau non-kriminal. Bahkan, para pengungsi haruslah merupakan pihak yang

    terlanggar HAM-nya ketika ia mempraktekannya. Definisi diatas telah digunakan

    secara baku oleh masyarakat Internasional dalam upayanya memberikan respon

    atas berbagai persoalan seputar pengungsi. Bahkan, definisi diatas adalah definisis

    yang telah menjadi bagian dari norma-norma kebiasan internasional. Ini

    direfleksikan oleh, walau konvensi 1951 sendiri tidak menuntut, Negara-negara

    pada umumnya menggunakan definisi tersebut untuk ketentuan mengenai

    pengungsi dalam hukum nasionalnya.

    Metode Penelitian

    Penelitian yang digunakan adalah Deskriptif, yaitu memberikan gambaran melalui

    data dan fakta-fakta yang ada tentang upaya IOM dalam menangani masalah

    imigran gelap di Indonesia, Serta teknik analisa data yang digunakan penulis

    adalah teknik analisis kualitatif.

    Hasil Penelitian

    People smuggling sesungguhya berangkat dari adanya dorongan untuk menjadi

    imigran gelap. Oleh karena itu, sebab-sebab yang memunculkan terjadinya

    imigran gelap dapat pula menjadi sebab-sebab munculnya tindakan

    penyelundupan manusia. People smuggling dapat terjadi karena banyak faktor,

    terutama faktor pendorong yang menyebabkan banyaknya penduduk dari suatu

    negara melakukan perpindahan dari negara asal ke negara-negara tujuan.

  • eJournalIlmu Hubungan Internasional, Volume 2, Nomor 2, 2014: 477-490

    482

    Indonesia merupakan negara kepulauan yang letaknya strategis diantara dua

    benua dan lautan, dengan batas geografi dan jalur pantai yang sulit di control oleh

    aparat dengan peralatan yang terbatas, menjadi jalur transit yang sering digunakan

    para imigran gelap untuk masuk ke Australia. Posisi pulau yang tersebar dan

    terentang luas dari satu sudut ke sudut lainnya, serta jumlah aparat keamanan laut

    dan fasilitas yang sangat terbatas untuk melakukan kontrol setiap saat,membuat

    wilayah Indonesia sebagai wilayah yang cukup ideal sebagai tempat persinggahan

    sementara, sebelum para imigran gelap dapat melakukan perjalannya menuju

    negara tujuan akhir.

    Meningkatnya jumlah imigran gelap, sebagian besar berasal dari Timur Tengah

    dan Asia selatan, mendarat di pantai barat dan terutama di Pulau Christmas, yang

    terletak relatif dekat dengan kepulauan Indonesia. Pulau Christsmas adalah suatu

    pulau yang merupakan pusat casino di Australia, tetapi sisi lain pulau tersebut

    merupakan tempat para imigran ditahan di suatu Rumah Detensi Imigrasi yang

    benar-benar layak huni dan nyaman sebelum mereka memperoleh

    kewarganegaraan secara selectif, dalam suatu konvensi internasional Australia

    merupakan salah satu negara yang memiliki komitmen untuk membantu para

    imigran (pengungsi korban perang dan pencari suaka) yang memasuki negaranya.

    Arus migrasi gelap merupakan suatu masalah utama dalam penanganan migrasi di

    Indonesia. Penyelundupan manusia telah meningkat dari segi profesionalisme

    selama tahun-tahun belakangan ini dengan semakin banyaknya migran berpaling

    ke sindikat kejahatan teorganisir guna mewujudkan impian mereka akan

    kehidupan yang lebih baik. Ratusan dari migran gelap tersebut membayar harga

    termahal dalam mengejar aspirasi mereka, hanyut di lautan ketika perahu pelayan

    yang mereka tumpangi yang disediakan oleh penyelundup manusia tenggelam

    akibat berlebihan muatan.

    Pencarian kehidupan yang lebih baik telah berujung pada peningkatan jumlah

    migran gelap secara dramatis. Ribuan migran, khususnya dari Asia Tengah, telah

    disergap atau terdampar di Indonesia di beberapa tahun belakangan ini sewaktu

    melakukan perjalanan ke Australia setelah membayar tinggi para penyelundup

    manusia. IOM telah memberikan konseling, perawatan medis, makanan dan

    pemukiman kepada ribuan manusia yang terdampar di Indonesia, serta

    memberikan bantuan kepada mereka yang bersedia pulang secara sukarela.

    Sebagai bagian dari mandat utamanya dalam memberikan bantuan kemanusiaan,

    IOM membantu pemerintah berbagai negara di dunia dalam mengembangkan dan

    menerapkan kebijakan, perundang-undangan dan mekanisme administrative

    migrasi baik melalui pemberian bantuan teknis dan pelatihan bagi pejabat

    pemerintah, dan dengan membantu para migran yang membutuhkan.

    Migrasi gelap merupakan suatu masalah utama dalam penanganan migrasi.

    Penyelundupan manusia telah meningkat dari segi profesionalisme selama tahun-

    tahun belakangan ini dengan semakin banyaknya migran berpaling ke sindikat

    kejahatan terorganisir guna mewujudkan cita-cita mereka untuk sebuah hidup

    yang lebih baik. Ratusan orang telah membayar harga termahal dalam mengejar

  • Upaya Internasional Organization For Migration (IOM) Dalam Menangani Masalah Imigran

    Gelap Di Indonesia (Vera Puspita Ningsih)

    483

    mimpi mereka, tenggelam saat perahu penuh-sesak yang mereka tumpang

    tenggelam di laut lepas.

    Sejak tahun 1996, para migran yang sebagian besar berasal dari Timur Tengah

    dan Asia Tengah, membayar uang dalam jumlah banyak kepada penyelundup

    manusia, yang mengatur perjalanan mereka dan mengusahakan dokumen dan visa

    palsu untuk kepergian mereka ke Australia. Hampir di semua kasus, perjalanan

    mereka ke Australia melibatkan persinggahan ke Indonesia, dimana banyak yang

    ditelantarkan. Dengan adanya kerjasama IOM dengan Indonesia, maka IOM

    membuat suatu program kerja di Indonesia mengenai migrasi, salah satu program

    tersebut yaitu mengenai migrasi gelap. Migrasi gelap ini masuk dalam salah satu

    rincian program IOM yaitu Menangani Migrasi.

    a. Upaya Model Kerjasama Regional IOM memulai operasinya di Indonesia dengan memproses migrant Vietnam di

    Tanjung Pinang Riau.. International Organization For Migration (IOM)

    bekerjasama secara erat dengan pihak berwenang dari Indonesia dan Australia

    guna mendukung upaya mereka untuk mengatur lalu lintas migran gelap melalui

    Indonesia. Para pengungsi, pencari suaka dan pencari suaka yang ditolak dirujuk

    ke IOM oleh Imigrasi ataupun UNHCR. Mereka menerima akomodasi dasar,

    perawatan medis, uang saku untuk makanan, dan konseling dari staf lapangan

    IOM.

    Sebuah kesepakatan Model Kerjasama Regional (Regional Coorperation Model)

    tripartit ditandatangani di tahun 2001 oleh Pemerintah Australia, Pemerintah RI

    dan IOM. Tujuannya adalah untuk membantu para migran gelap untuk pulang

    secara sukarela atau menempatkan mereka di negara ketiga, dan guna mencegah

    Indonesia dan Australia dijadikan negara sasaran bagi penyelundup manusia.

    Pihak berwajib Indonesia bertanggung jawab untuk menentukan niat dari para

    migrant gelap yang ditangkap. Mereka yang dilihat melakukan transit melalui

    Indonesia untuk pergi ke Australia atau Selandia Baru dirujuk ke IOM untuk

    penanganan lebih lanjut, penanganan kasus dan perawatan. IOM, dengan bantuan

    finansial dari Pemerintah Australia, menanggung ongkos dari proses identifikasi

    tersebut dan memberikan bantuan medis langsung melalui tim dokternya.

    Pengaturan pemulangan sukarela dilakukan oleh IOM bagi para migran yang

    ingin pulang. Mereka yang ingin mencari suaka di Indonesia dirujuk ke UNHCR.

    Saat ini, IOM memberikan layanan dukungan dalam bentuk kursus bahasa

    Inggris, kegiatan olah raga dan pelatihan keterampilan dasar kepada sekitar 1.300

    migran gelap di Indonesia. (www.iom.or.id, diakses pada tanggal 17 Juni 2012)

    IOM membantu upaya pemerintah RI dan Australia dalam mengatur pergerakan

    migran gelap melalui Indonesia melalui penyediaan layanan bantuan kemanusiaan

    bagi orang yang ditangkap dalam perjalanan mereka oleh pihak yang berwajib.

    Layanan-layanan tersebut meliputi bimbingan/konseling, perawatan medis,

    makanan, penampungan, pelatihan keterampilan dasar dan bantuan dalam

    mengajukan permohonan suaka atau pemulangan sukarela. Jumlah migran gelap

    yang tertangkap berbeda-beda sepanjang tahun, namun secara keseluruhan telah

  • eJournalIlmu Hubungan Internasional, Volume 2, Nomor 2, 2014: 477-490

    484

    mencapai 2.000 orang. (www.iom.or.id , diakses pada tanggal 13 Desember 2011)

    Tidak hanya tempat tinggal sementara, para imigran gelap tersebut juga diberikan

    fasilitas kesehatan, psikososial, akomodasi, serta kebutuhan pangan. Upaya

    bantuan yang dilakukan untuk menangani para imigran ilegal ini adalah sebagai

    bentuk bantuan kemanusiaan sebuah suatu negara yang bekerjasama dengan

    sebuah organisasi imigrasi kepada individu atau kelompok yang

    membutuhkannya. (forumpedulidemokrasi.wordpress.com, diakses pada tanggal 3

    Juli 2013)

    b. Upaya Program Penguatan Penanganan Migrasi Ilegal di Indonesia (Reinforcing Management of Irregular Migration RMIM)

    Pada bulan Juni 2007, IOM meluncurkan sebuah proyek lanjutan RCM yang

    bertujuan untuk melengkapi dan memperkuat RCM. Upaya ini meliputi

    pendeteksian dan monitoring pola arus imigrasi gelap melalui kampanye

    informasi yang menargetkan baik pejabat pemerintah terkait maupun masyarakat

    setempat, dan pemberian pelatihan bagi pejabat penegak hukum yang terkait pada

    tingkat lokal maupun propinsi. Serangkaian lokakarya pelatihan bagi semua

    daerah sasaran di Indonesia dilaksanakan mengikuti suatu jadwal yang disusun

    bersama oleh IOM, Direktorat Jendral imigrasi, dan Kepolisian Nasional Republik

    Indonesia. IOM telah mendirikan 11 kantor satelit dibeberapa lokasi strategis dari

    ujung timur nusantara hingga di barat, dengan kantor-kantor di Medan, Batam,

    Lampung, Pontianak, Surabaya, Makasar, Ambon, Kupang dan Merauke. Jaringan

    kantor IOM telah menunjukkan pemenuhan secara penuh maupun sebagian atas

    tujuan-tujuan program, mengumpulkan informasi mengenai kedatangan migran

    dan melalui wawancara intensif di lokasi, memperoleh profil migran untuk dibagi

    dengan para pejabat yang terkait.

    Meningkatnya arus pergerakan perpindahan manusia melintasi kepulauan di

    Indonesia telah menambah jumlah tantangan bagi pemerintah Indonesia serta para

    aparat penegak hukumnya. Luasnya kepulauan yang tersebar tidak sebanding

    dengan tingkat kecukupan sumber daya manusia dan fasilitas untuk mengawasi

    semua titik-titik perbatasan. Keadaan ini semakin problematik mengingat

    Indonesia terletak pada titik persimpangan rute perdagangan internasional.

    Sebagai sebuah organisasi IOM memberikan dukungan dan bantuannya bagi

    lembaga-lembaga negara untuk memastikan kelangsungan usaha penanganan

    penyelundupan manusia pada tempatnya dan mengapai setiap unsur pemerintah

    dan lembaga di setiap lapisan masyarakat, beragam kerjasama telah

    dilangsungkan termasuk sosialisasi.

    Program RMIM atau disingkat dengan program penguatan penanganan migrasi

    illegal di Indonesia pada awalnya adalah program kerjasama antara direktorat

    Jendral Imigrasi, Mobes Polri, dan IOM Indonesia untuk memerangi kegiatan

    migrasi illegal dimana termasuk didalamnya kejahatan people smuggling atau

    penyelundupan manusia di Indonesia. Program ini dimulai pada tahun 2007-2009

    yang merupakan periode pertama dan dilanjutkan dengan periode kedua, dimulai

    tahun 2009-2013. Migrasi illegal mencakup sebuah tema yang sangat luas seperti

  • Upaya Internasional Organization For Migration (IOM) Dalam Menangani Masalah Imigran

    Gelap Di Indonesia (Vera Puspita Ningsih)

    485

    penyelundupan orang perdagangan manusia, dan tindak-tindak kejahatan trans-

    nasional lainnya.

    Keprihatinan ini berkembang menjadi amat penting melalui penyelenggaraan dua

    konferensi bertaraf Internasional, yakni Konferensi Tingkat Menteri Mengenai

    Penyelundupan Orang, Perdagangan Manusia, dan Kejahatan Trans-nasional

    terkaitdi Bali, yang diselenggarakan secara bersama oleh Menteri Luar Negeri

    Indonesia dan Australia pada 2002 dan 2003. Konferensi tersebut mencerminkan

    keprihatinan Indonesia dan negara-negara di Asia-Pasifik tentang Migrasi ilegal,

    aksi-aksi nyata untuk menanggulanginya serta langkah-langkah untuk

    menegakkan hak-hak para migran.

    Proyek RMIM dirancang untuk memberi kontribusi terhadap penguatan kapasitas

    tanggap dari jajaran pemerintah terkait serta masyarakat luas guna menanggulangi

    kasus-kasus migrasi ilegal di Indonesia. Melalui sebuah mekanisme tanggap yang

    terpadu oleh lembaga-lembaga penegakan hukum, seperti imigrasi dan Kepolisian

    dan kerjasama dari masyarakat setempat yang telah memahami keberadaan

    migrasi ilegal, komponen ini akan menjadi dasar yang kuat bagi upaya-upaya

    selanjutnya untuk memerangi migrasi ilegal di Indonesia. Secara garis besar

    kegiatan kegiatan RMIM meliputi :

    1. Dengan penyelenggaraan sejumlah sesi lokakarya/secara teratur dan terarah, sebagai bentuk peningkatan kapasitas dan juga membangun mekanisme

    kerjasama yang efektif di antara lembaga-lembaga penegakan hukum ditingkat

    lokal (propinsi dan kabupaten)

    2. Dengan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sosialisasi kepada masyarakat, membangkitkan kesadaran petugas lokal dan masyarakat kebanyakan

    mengenai migrasi ilegal dan prosedur-prosedur yang sudah ada untuk

    menangani dan membantu para imigran ilegal.

    Sepanjang tahun 2011, 23 lokakarya dan pelatihan RMIM telah dilaksanakan di

    Indonesia, kegiatan tersebut terdiri dari :

    a. 10 lokakarya untuk mencapai koordinasi lokal bagi para petugas hukumyaitu di Surabaya Bandung Balikpapan, Manado, Lampung, DKI Jakarta, Batam,

    Bali, Bogor, dan terakhir Aceh.

    b. 13 pelatihan peningkatan kapasitas, bagi para petugas kepolisian, dari lintas departemen di dalam tubuh kepolisian, dari Satgas Daerah Penyelundupan

    Manusia-Bareskrim, Baharkam, baik untuk Kepolisian Air, Binmas, Pam

    Obvit serta kesatuan kesatuan lainnya yang terkait.

    Sepanjang 2011 sudah dilaksanakan 23 lokakarya yang diikuti 2157 petugas

    penegak hukum (Polri, Imigrasi, Pemda, TNI AL dan AD serta Kejaksaan)

    diseluruh Indonesia. Bersamaan dengan pelaksanaan lokakarya, kantor perwakilan

    IOM disejumlah daerah di Indonesia bekejasama dengan Pemerintah Daerah

    setempat telah melaksanakan 113 sosialisasi dengan total peserta 13.717.

  • eJournalIlmu Hubungan Internasional, Volume 2, Nomor 2, 2014: 477-490

    486

    Sebagian bagian dari program RMIM saat ini terdapat 13 kantor IOM didaerah

    yang dibentuk untuk memberikan bantuan kepada pemerintah daerah dalam

    penanganan masalah imigran ilegal mulai dari intersepsi, penampungan hingga

    proses kepulangan secara sukarela atau voluntary repatriation.

    Berkenaan dengan lokakarya, pelaksanaan selama tahun 2012, IOM

    mengikutsertakan jaksa baik dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) maupun Kejaksaan

    Negeri (Kejari) langkah ini diambil mengingat peran penting Kejaksaan di Sistem

    Peradilan Kriminal (Criminal Justice System) di dalam usaha memerangi

    kejahatan people smuggling. (www.iom.or.id , diakses pada tanggal 23 juli 2013)

    Rangkaian lokakarya RMIM 2012 kembali berlanjut dengan dilaksanakan

    kegiatan tiga hari di berbagai kota yaitu malang, Kendari, Lombok, bandung,

    Banjarmasin, Semarang, Padang, Kupang.

    Meningkatnya arus pergerakan perpindahan manusia melintasi kepulauan di

    Indonesia telah menambah jumlah tantangan bagi pemerintah Indonesia serta para

    aparat penegak hukumnya. Menyikapi semakin meningkatnya kasus imigran

    ilegal di Indonesia, IOM terus memberikan dukungan dan bantuan bagi Polri.

    Dengan dukungan serta kerjasama Kedutaan Besar Australia, dan Kedutaan Besar

    Canada, IOM beserta Kepolisian Perairan (Polair) menyelenggarakan sebuah

    lokakarya yang bertujuan menganalisa dan mengevaluasi kinerja Polair dalam

    usaha meningkatkan kapasitas dalam penanganan imigran ilegal di Indonesia.

    Pada hari pertama lokakarya, para peserta diberikan sejumlah paparan dari

    perwakilan IOM, Australian Federal Police (AFP), Royal Canadian Mounted

    Police (RCMP) serta Kementrian Luar Negeri (Kemenlu). (www.iom.or.id ,

    diakses pada tanggal 3 maret 2012)

    Dari hasil lokakarya tersebut, AFP dan Polri bekerjasama dalam meningkatkan

    pengawasan pergerakan imigran ilegal. AFP dan Polri melakukan pengawasan di

    perairan NTB, pengawasan tersebut berupa patrol rutin bersama. Jika imigran

    ilegal tertangkap, maka kedua pihak lngsung menyerahkan kepada pihak

    keimigrasian terdekat. Kerjasama AFP dan Polriberhasil menggagalkan aksi

    penyusupan 70 imigran ilegal melalui jalur laut. Dalam operasi ini, AFP dan tim

    gabungan Polri menemukan Sembilan warga negara Indonesia yang menjadi

    penyelundup imigran, Mereka membantu proses imigran illegal. (www.iom.or.id ,

    diakses pada tanggal 3 maret 2012)

    Kasus-kasus teridentifikasi dan terpecahkan dalam waktu yang relative singkat

    setelah dilakukan kepolisian yang melakukan pendekatan dengan mengutamakan

    kearifan lokal atau lebih dikenal dengan perpolisian masyarakat. Setidaknya 125

    imigran ilegal telah ditangkap oleh anggota kepolisian setelah mereka menerima

    informasi dari nelayan setempat dan kemudian diserahkan kepihak imigrasi untuk

    diproses sebelum difasilitasi oleh IOM. (m.tempo.com , diakses pada tanggal 17

    Desember 2012)

    Rangkaian lokakarya RMIM 2012 kembali berlanjut dengan dilaksanakan

    kegiatan di 3 provinsi di Indonesia yaitu Lombok, Bandung, Banjarmasin.

    Sebagai organisasi antar pemerintah IOM bekerja erat dengan pemerintah menjadi

  • Upaya Internasional Organization For Migration (IOM) Dalam Menangani Masalah Imigran

    Gelap Di Indonesia (Vera Puspita Ningsih)

    487

    mitra untuk memberikan dukungan guna menangani masalah-masalah yang di

    hadapi mengenai imigran gelap. Lokakarya RMIM di Lombok kali ini memiliki

    nilai khusus, untuk pertama kalinya perwakilan Kementerian Koordinator Politik,

    Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) turut hadir, dengan diwakili oleh

    Brigjen Johny Hutauruk dari wakil deputi V. Beliau juga tidak lain wakil ketua

    desk Penanganan Penyelundupan Manusia, Pengungsi dan Pencari Suaka

    (P2MP2S) di kementerian tersebut.

    Dalam paparannya, Brigjen Pol, JohnyHutauruk mengindikasikan sejumlah

    kendala dalam penanganan masalah imigran ilegaldan para pencari suaka seperti

    koordinasiantar lembaga negara yang belum optimal dan bersifat parsial,

    keterbatasan sumber daya manusia, anggaran, sarana dan prasarana pada lembaga-

    lembaga yang terkait serta melemahnya pengawasan pada jalur darat, laut dan

    udara. Saat ini setidaknya 514 ABK (anak buah kapal) warga negara Indonesia

    (WNI) sedang melalui proses hokum di Australia. 272 orang tengah melalui

    proses peradilan, 172 orang telah menerima vonis, 37 orang dalam proses

    penyidikan dan 26 orang masuk dalam kategori dibawah umur sedang dalam

    proses pemulangan tanpa melalui proses hukum.angka-angka tersebut tentunya

    sangan memprihatikan dan sudah sepatutnya menjadi perhatian, khususnya bagi

    pemerintah daerah dimana mayoritas WNI tersebut berasal dari NTB dan NTT.

    Dalam hal ini upaya IOM dapat dikatakan berhasil dikarenakan dari data yang

    saya dapat diatas IOM telah berusaha mengurangi jumlah imigran ilegal,selain

    Ditjen Imigrasi, IOM Indonesia mencatat data imigran ilegal yang berada di

    Indonesia dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2013 mencapai 8674.

    (www.tempo.co.id diakses pada tanggal 21 November 2013)

    Berdasarkan data yang di dapat diketahui bahwa IOM menunjukkan sikap serius

    membantu Pemerintah Indonesia dalam menangani imigran gelap di Indonesia.

    IOM memperlakukan para Imigran gelap dengan menyediakan konseling,

    perawatan medis, makan dan penampungan bagi ratusan orang yang terluntang-

    lantung di Indonesia dan bantuan kepada mereka yang ingin pulang secara

    sukarela. dari banyanyaknya jumlah imigran ilegal yang berada di Indonesia

    hingga 2013, IOM Indonesia telah menangani 47% imigran gelap yang berada di

    Indonesia. Terlihat dari jumlah imigran gelap hingga 2013 yang mencapai 8674

    orang dan IOM telah menangani 3962 0rang. Hasil yang tidak mudah, banyak

    kendala yang dihadapi IOM selama melakukan penanganan tersebut.

    Disamping itu untuk menangani masalah imigran gelap ini, pemerintah sendiri

    sudah melakukan suatu aksi dengan membentuk sebuah satuan tugas (satgas) yang

    diketuai oleh Dirjen imigrasi. Satgas itu melibatkan semua instansi yang ada,

    termasuk IOM dan UNHCR. Satgas ini salah satunya bertugas mewawancarai dan

    membujuk imigran tersebut supaya mau kembali ke negara asalnya. Hasilnya

    hingga Juli ini, Satgas berhasil mengembalikn 137 orang ke negara asalnya atas

    kemauan sendiri (voluntary return) yang dibiayai oleh IOM, artinya kerja baik

    dari kerjasama yang dilakukan antara pemerintah Indonesia dan IOM.

  • eJournalIlmu Hubungan Internasional, Volume 2, Nomor 2, 2014: 477-490

    488

    Analisa yang dapat diambil dari penjelasan di atas adalah pihak IOM akan terus

    memfasilitasi kebutuhan sehari-hari sampai pengungsi tersebut ditempatkan di

    negara ketiga atau kembali ke negara asalnya. Hingga saat ini fasilitas yang telah

    dilakukan dan diberikan IOM tetap terlaksana dan terus diberikan pada pengungsi

    yang ditangani IOM. Implementasi dari pihak IOM hanya sebatas kebutuhan

    dasar mereka, seperti sandang, pangan, kesehatan dan kebutuhan sehari-hari

    hingga tiket pulang ke negara asal. Jika pengungsi tersebut dengan sukarela untuk

    kembali ke negara asalnya. Kendala yang saat ini yang dihadapi IOM adalah jika

    pengungsi tidak ingin dikembalikan ke negara asalnya maka pengeluaran biaya

    lebih banyak dan memperlambat kerja IOM.

    Kesimpulan

    Penanganan persoalan pengungsi dapat dilakukan dengan cara memberikan

    bantuan (assistance) dan pertolongan (relief). Pemberian bantuan berupa

    penampungan dan fasilitas makanan serta kesehatan. Pemberian pertolongan

    dapat berupa pemberian status yang jelas tentang identitas pengungsi, misalnya

    dengan membantu persoalan kewarganegaraa. IOM bekerjasama dengan

    pemerintah Indonesia dalam melengkapi dan merenovasi fasilitas-fasilitas pusat

    detensi di Indonesia untuk para imigran gelap dalam melakukan perawatan secara

    berkala dan melakukan perbaikan.

    IOM membuat Perjanjian Model Kerjasama Regional tripartite (RCM)

    ditandatangani di tahun 2001 oleh Pemerintah Australia, Pemerintah RI dan IOM.

    IOM membantu upaya pemerintah RI dan Australia dalam mengatur pergerakan

    migran gelap melalui Indonesia melalui penyediaan layanan bantuan bagi orang

    yang ditangkap dalam perjalanan mereka oleh pihak yang berwajib Indonesia.

    Layanan-layanan tersebut meliputi bimbingan/konseling, perawatan medis,

    makanan, penampungan, pelatihan keterampilan dasar dan bantuan dalam

    mengajukan permohonan suaka atau pemulangan sukarela. Pada Tahun 2007,

    IOM meluncurkan sebuah proyek untuk melengkapi dan memperkuat RCM.

    Upaya ini meliputi pendeteksian dan monitoring pola arus imigrasi gelap melalui

    kampanye informasi yang menargetkan baik pejabat pemerintah terkait maupun

    masyarakat setempat, dan pemberian pelatihan bagi pejabat penegak hukum yang

    terkait pada tingkat lokal maupun propinsi.

    IOM telah melaksanakan proyek Penguatan Penanganan Migrasi Gelap

    (Reinforcing Management of Irregular Migration - RMIM) guna melengkapi dan

    memperkuat RCM. Proyek ini mencakup pendekteksian dan pemantauan pola

    arus migrasi gelap di Indonesia; peningkatan kesadaran tentang migrasi gelap

    melalui kampanye informasi yang ditujukan pada pejabat pemerintah maupun

    masyarakat setempat, serta penyediaan pelatihan bagi pejabat penegak hukum di

    tingkat lokal maupun propinsi.

    Proyek RMIM dirancang untuk memberi kontribusi terhadap penguatan kapasitas

    tanggap dari jajaran pemerintah terkait serta masyarakat luas guna menanggulangi

    kasus-kasus migrasi ilegal di Indonesia.

  • Upaya Internasional Organization For Migration (IOM) Dalam Menangani Masalah Imigran

    Gelap Di Indonesia (Vera Puspita Ningsih)

    489

    Daftar Pustaka

    1. Buku

    Anonim,By Invitation OnlyAustralian Asylum Policy. A Human Right Watch Report. Pp 56-57

    Anonim,2006.UU RI No.9/1992 Tentang Keimigrasian. Yogyakarta Pustaka Yustisia. Pp 9-13

    Cornelius, Williamet al.2000. Controlling Immigration dalam virginie Guirandonand Galia Lahav. A Reappraisal of the State Sovereigntly

    Debate: The Case Of Migration Control, journal of Comparative

    Social Studies. California: Standford University Press. Vol. 33 p.3

    Emilia Yustiningrum (lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), 2005,

    HUMAN Grossman, J. B., (1984): Illegal Immigrants and Domestic Employment.

    Industrial and Labor RelationReview, Vol. 37, No. 2, (Jan., 1984).

    Hal. 240-251.

    Hanson, Gordon H., (2007): The Economic Logic of Illegal Migration.

    Council Special Reports (CSR) No. 26, April. USA: Council on

    Foreign Relations.

    Kass, Lani. 2004.Homeland Defense: Assumption First,Strategy Second, dalam Journal of Homeland Security. Vol 1. Pp: 187-200

    MD, Mahfud, Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, Jakarta: Gramedia,

    1999

    Mines, Richard & Alain de Janvry, (1982): Migration to the United States

    and Mexican Rural Development: A Case Study. American Journal

    of Agricultural Economics, Vol 64, No. 3, (August., 1982). Hal.444-

    454

    Seksi Penyebaran Informasi Direktorat Lintas Batas dan Kerjasama Luar

    Negeri, Pemeriksaan Papor, Jakarta : Direktorat Jendral Imigrasi

    2007

    2. Media massa cetak dan elektronik / internet Adirini Pujayanti,2009,Penyelundupan manusia dan ancaman global:kasus

    penyelundupan manusia ke Australia, dapat di akses melalui http://www.dpr.go.id/bukukajian/Masalah-Penyelundupadan-

    Perdagangan-Orang_di_Indonesia-2009.pdf, diakses 24 April 2012.

    Direktorat Intelkam Polda Lampung, (2010): Transnasional Crime.

    http://www.komisikepolisianindonesia.com/main.php?page=ruu&id

    =608 diakses pada tanggal 3 Januari 2013

    Imigran Ilegal saat diketahui berada di INA dikenakan tindakan keimigrasian, terdapat di www.imigrasi.go.id/index, diakses pada tanggal 23 maret 2013

    Interpol.internasional, people smuggling,

    http://www.Interpol.int/public/thb/peoplesmuggling/default.asp.

    diakses pada tanggal 2 juli 2012.

    Inilah wilayah paling rawan penyelundupan imigran gelap, tersedia di

    www.ROLrepublikaonline.com , diakses pada tanggal 31 jan 2013.

  • eJournalIlmu Hubungan Internasional, Volume 2, Nomor 2, 2014: 477-490

    490

    Indonesia kebanjiran imigran gelap, diakses dari http://m.tempo.co/read/news

    pada tanggal 17 desember 2012.

    INTERPOL, (2010): People Smuggling. Diakses dari

    http://www.interpol.int/public/thb/peoplesmuggling/default.asp pada

    tanggal 23 februari2013.

    Indonesia Rawan ImigranGelap terdapat di http://www.kompasonline.com, diakses 22 februari 201318 Imigran Gelap Kaburdari Rutan, terdapat di http://www.kompasonline.com, diakses 3 maret 2013.

    Kerjasama keamanan di kawasan perbatasan, diakses dari www.tabloid

    diplomasi.org pada tanggal 29 april 2013.

    Konter trafficking, diakses dari www.IOM.or.id pada tanggal 2 mai 2013.

    Memorandum of Understanding Between Indonesia-IOM, diakses dari

    http://www.interpol.go.id/en/legal-matter/mou/organization/233-

    nota-kesepahaman-antara-ri-organisasi-internasional-untuk-migrasi.

    pada tanggal 5 april 2012

    Novianti, SH,MH,2009, Analisis tentang protocol penyelundupan migrant melalui darat, laut dan udara dari perspektif hukum internasional, ibid, p.13

    Penanggulangan imigran gelap Indonesia, diakses dar i

    www.bainfokomsumut.go.id pada tanggal 18 April 2010

    Program IOM di Indonesia, diakses dari http://www.iom.or.id/ pada tanggal

    13 des 2011 UNHCR: The UN Refugee Agency. Perlindungan

    Pengungsi di Indonesia. Diakses dari

    http://www.unhcr.or.id/Html08/bhs_protect08.html, tanggal 31

    Januari 2013

    Poltak Partogi Nainggolan, 2009,Imigran Gelap di Indonesia: masalah dan penanganan (Jurnal Setjen DPR RI/bagian ketiga) terdapat di http://www.dpr.go.id/bukukajian/Masalah-Penyelundupan-dan-

    Perdagangan-Orang-di-Indonesia-2009.pdf, diakses 20 maret 2013

    pantura, pintu masuk imigran gelap ke kabupaten tanggerang, diakses melalui

    www.kabar6.com pada tanggal 31 jan 2013

    Wawancara Four Corner, ABC TV Sydney dengan Plt. Direktur Jenderal

    Imigrasi, diakses dari

    www.imigrasi.go.id/index2.php?option=com_content&do.../pada

    tanggal 4 maret 2012

    www.acicis.murdoch.Roberts,Anita-Asylum Seekers dari Timur Tengah di

    Indonesia Dari Perspektif Republik Indonesia.