Urolithiasis II

download Urolithiasis II

of 20

Transcript of Urolithiasis II

  • 8/11/2019 Urolithiasis II

    1/20

    BAB II

    TINJAUAN TEORI

    A. Pengertian

    Urolitiasis adalah Batu ginjal (kalkulus) bentuk deposit mineral, paling

    umum oksalat Ca2+ dan fosfat Ca2+, namun asam urat dan kristal lain juga

    membentuk batu, meskipun kalkulus ginjal dapat terbentuk dimana saja dari

    saluran perkemihan, batu ini paling sering ditemukan pada pelvis dan kalik

    ginjal.(Marilynn E,Doenges 2002).

    Urolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam sistem urinarius.Batu

    tersebut dibentuk oleh kristalisasi larutan urine (kalsium oksalat, asam urat,

    kalsiumfosfat, struvit dan sistin).( Sandra M Nettina 2002).

    Urolitiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) ditraktus urinarius. Batu

    terbentuk di dalam traktus ketika konsentrsi substansi tertentu seperti kalsium

    oksalat, kalsium fospat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk

    ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal

    mencegah kristalisasi dalam urine. Kondisi lain yang mempengaruhi laju

    pembentukan batu mencakup pH urine dan status cairan klien (batu cenderung

    terjadi pada klien dehidrasi) (Brunner & Suddarth 2002).

    Urolitiasis adalah terbentuknya batu (kalkulus) dimana saja pada sistem

    penyalur urine, tetapi batu umumnya tebentuk diginjal. (Robbins 2007).

    B. Etiologi

    Secara epidemiologis terdapat dua faktor yang mempermudah/

    mempengaruhi terjadinya batu pada saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor

  • 8/11/2019 Urolithiasis II

    2/20

    ini adalah faktor intrinsik, yang merupakan keaadaan yang berasal dari tubuh

    seseorang dan faktor ekstrinsik, yaitu pengaruh yang berasal dan lingkungan di

    sekitarnya.

    1. Faktor intrinsik itu antara lain adalah :

    a. Umur Penyakit batu saluran kemih paling sering didapatkan pada usia 30 -

    50 tahun.

    b. Hereditair (keturunan).Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.

    Dilaporkan bahwa pada orang yang secara genetika berbakat terkena

    penyakit batu saluran kemih, konsumsi vitamin C yang mana dalam

    vitamin C tersebut banyak mengandung kalsium oksalat yang tinggi akan

    memudahkan terbentuknya batu saluran kemih, begitu pula dengan

    konsumsi vitamin D dosis tinggi, karena vitamin D menyebabkan absorbsi

    kalsium dalam usus meningkat.

    c. Jenis kelamin Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibanding

    dengan pasien perempuan.

    2. Faktor ekstrinsiknya antara lain adalah:

    a. Asupan air Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium

    pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.

    b. Diet Obat sitostatik untuk penderita kanker juga memudahkan

    terbentuknya batu saluran kemih, karena obat sitostatik bersifat

    meningkatkan asam urat dalam tubuh. Diet banyak purin, oksalat, dan

    kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih.

    c. Iklim dan temperatur Individu yang menetap di daerah beriklim panas

    dengan paparan sinar ultraviolet tinggi akan cenderung mengalami

    dehidrasi serta peningkatan produksi vitamin D3 (memicu peningkatan

  • 8/11/2019 Urolithiasis II

    3/20

    ekskresi kalsium dan oksalat), sehingga insiden batu saluran kemih akan

    meningkat.

    d. Pekerjaan Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaanya

    banyak duduk atau kurang aktifitas (sedentary life).

    e. Istirahat ( bedrest ) yang terlalu lama, misalnya karena sakit juga dapat

    menyebabkan terjadinya penyakit batu saluran kemih.

    f. Geografi pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran

    kemih lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah

    ston belt (sabuk batu). ( Ragil 2009)

    C. Patofisiologi

    Uroliasis merupakan kristalisasi dari mineral dari matrik seputar, seperti:

    pus, darah, jaringan yang tidak viral, tumor atau urat. Peningkatan konsentrasi di

    larutan urine akibat intake cairan rendah dan juga peningkatan bahan-bahan

    organik akibat ISK atau utine statis, mensajikan sarang untuk pembentukan batu.

    1. Proses perjalanan panyakit:

    Proses terbentuknya batu terdiri dari beberapa teori (Prof.dr.Arjatmo

    Tjokronegoro, phd.dkk,1999) antara lain:

    a. Teori Intimatriks

    Terbentuknya Batu Saluran Kencing memerlukan adanya substansi

    organik Sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan

    mukoprotein A yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi

    pembentukan batu.

    b. Teori Supersaturasi

    Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti sistin,

    santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.

  • 8/11/2019 Urolithiasis II

    4/20

    c. Teori Presipitasi-Kristalisasi

    Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine.

    Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin dan garam urat,

    urine alkali akan mengendap garam-garam fosfat.

    d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat

    Berkurangnya Faktor Penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat,

    polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah

    terbentuknya Batu Saluran Kencing.

    2. Manifestasi Klinis

    Manifestai klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung pada

    adanya obstruksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat aliran urine,

    terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan sistem

    piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang

    disertai menggigil, demam, dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang

    terus menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala umum

    secara perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal: sedangkan yang lain

    menyebabkan nyeri yang luar biasa dan ketidak nyamanan.

    Batu di piala ginjal mungkin berkaitan dengan sakit yang dalam dan

    terus menerus diarea kostovertebral. Hemeturia dan piuria dapat dijumpai.

    Nyeri yang berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita

    mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati testis. Bila nyeri

    mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan ke seluruh area kostovertebral,

    dan muncul mual dan muntah, maka pasien mengalami episode kolik renal.

    Diare dan ketidak nyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal

  • 8/11/2019 Urolithiasis II

    5/20

    ini akibat dari reflex renointestinal dan proktimitas anatomik ginjal ke

    lambung, pankreas dan usus besar.

    Batu yang terjebak di ureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar

    biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan genitalia. Pasien merasa

    ingin berkemih, namun hanya sedikit urin yang keluar, dan biasanya

    mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Kolompok gejala ini disebut kolik

    ureteral. Umumnya pasien akan mengeluarkan batu dengan diameter 0,5

    sampai 1 cm secara spontan. Batu dengan diameter lebih dari 1 cm biasanya

    harus diangkat atau dihancurkan sehingga dapat diangkat atau dikeluarkan

    secara spontan.

    Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan gejala

    iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria. Jika

    batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih, akan terjadi retnsi

    urin.Jika infeksi berhubungan dengan adanya batu, maka kondisi ini jauh lebih

    serius, disertai sepsis yang mengancam kehidupan pasien.( Brunner

    &Suddarth 2005).

    3. Komplikasi

    Jika batu dibiarkan dapat menjadi sarang kuman yana dapat

    meimbulkan infeksi saluran kemih, pylonetritis, yang akhirnya merusak ginjal,

    kemudian timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya yang jauh lebih parah. (

    Abdul Haris Awie, 2009)

    D. Penatalaksanaan Medis

  • 8/11/2019 Urolithiasis II

    6/20

    Adapun penatalaksanaan yang akan dilakukan pada pasien dengan

    urolitiasis terdiri dari operasi dan konservatif. Tindakan operasi yang dilakukan

    adalah Ureterlititomyyaitu pengambilan batu ureter dengan cara menginsisi pelvis

    ginjal, Dan tindakan Ureter Resection Sitoscopy adalah dengan cara memasukan

    alat ureteroscop per uretra guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks

    ginjal, dengan memakai energi tertentu, batu yang berada didalam ureter maupun

    sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi atau uretero

    renescopy. Sedangkan untuk penatalaksanan pemberian obat mencegah presifitasi

    batu disesuaikan dengan kelainan metabolik yang ada.

    1. Perawatan Post Operasi Ureter Resection Sitoscopy:

    Observasi dilakukan saat klien tiba diruangan, dilakukan

    bersinambungan oleh perawat 24-48 jam pertama setelah operasi.

    a. Tanda-tanda vital:

    Observasi tanda-tanda vital tiap 15-30 menit sampai kondisi klien

    sadar dan tanda-tanda vital stabil, perhatikan tetesan infus dan jumlah

    cairan yang masuk dan keluar, identifikasi jenis anestesi yang digunakan.

    Bila anestesi spinal maka klien bedrest total 24 jam untuk menghindari

    terjadinya peningkatan intra kranial, bila anestesi, bila anestesi umum

    perhatikan posisi tidur, harus miring untuk menghindari terjadinya muntah.

    Perhatian utama adanya kemungkinaan syok berhubungan dengan

    hipovolemik dari darah dan cairan yang hilang atau penurunan dari

    resisten perifer total. Peningkatan sekresi kortisol dalam tubuh yang

    berhubungan dengan respons stres dapat membantu mempertahankan

    vasokontraksi dan kestabilan pembuluh darah. Tekanan darah dan tanda-

    tanda vital lainnya dipengaruhi oleh respon terhadap nyeri, narkotik,

    analgesik dapat menurunkan tekanan darah dan mendepresikan pusat

    pernapasan. Peningkatan suhu tubuh yang melebihi 370C adalah normal

  • 8/11/2019 Urolithiasis II

    7/20

    pada hari pertama dan hari kedua setelah pembedahan, setelah periode

    tersebut peningkatan suhu tubuh dapat mengindifikasikan terjadinya

    infeksi pada saluran pernapasan dan perdarahan pada luka.

    b. Luka

    Cek tanda dan gejala inflamasi seperti eritema, rasa panas areal

    luka atau nyeri yang hebat.

    c. Intak dan output

    Jika klien terpasang kateter, pengeluaran urin dapat monitor secara

    cermat. Pengeluaran urin pada kateter harus 30-50 ml/ jam. Apabila kateter

    tidak digunakan waktu dan jarak dari buang air kecil harus diukur dan

    dicatat, tergantung pada jenis pembedahan dan kondisi klien, buang air

    kecil pertama harus terdiri dari 4-12 jam setelah operasi ini dapat

    mengidentifikasi retensi urine. Pengeluaran urine yang sedikit dapat pula

    diartiakn dehidrasi dan syock. Pengeluaran yang lain harus pula diukur

    dan dicatat, intak diukur dan dicatat, baik melalui intra vena dan oral

    dalam beberapa hari setelah pembedahan.

    d. Kenyamanan

    e. Pengkajian secara spesifik untuk menentukan apakah nyeri tersebut dari

    trauma pembedahan atau adri sumber kemungkinan lain yang penting.

    Pengkajian kebiasaan dan frekuensi pola tidur membantu dalam

    perencanaan kebutuhan istirahat yang sesuai.

    f. Pengkajian pernapasan

    Pengkajian pernapasan setelah operasi membantu perawat dalam

    menentuakannormal dan abnormalnya dari suara pernapasan. Pengkajian

  • 8/11/2019 Urolithiasis II

    8/20

    sebelum dan sesudah klien batuk dan kedalaman pernapasan dapat juga

    membantu apakah latihan tersebut efektif.

    g. Pengkajian abdomen

    Abdomen harus di kaji sebelum operasi sama seperti pernapasan

    sesudah operasi, mendengarkan suara bising usus dapat membantu perawat

    menentukan klien mulai boleh makan dan minum.

    2. Rehabilitasi

    Perawatan rehabilitasi pada klien dengan post operasi Ureter Resection

    Sitoscopy adalah bedrest, saat timbulnya nyeri latihan tehnik relaksasi yaitu

    dengan menarik napas dalam, posisi diatur senyaman mungkin untuk

    mengurangi nyeri.

    E. Pengkajian Keperawatan

    Pengkajian keperawatan merupakan pengumpulan data yang berhubungan

    dengan pasien secara sistematis pada pengkajian klien dengan tergantung pada

    ukuran, lokasi, dan etiologi kalkulus (Doengus 2002), yaitu :

    1. Akivitas/ istirahat

    Gejala: Pekerjaan monoton, pekerjaan dimana klien terpajan pada lingkungan

    bersuhu tinggi, keterbatasan aktivitas/ mobilisasi sehubungan dengan kondisi

    sebelumnya (contoh penyakit tak sembuh, cedera medulla spinalis)

    2. Sirkulasi

    Tanda: peningkatan TD/ nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal), kulit hangat dan

    kemerahan.

    3. Eliminasi

    Gejala:

  • 8/11/2019 Urolithiasis II

    9/20

    riwayat adanya/ ISK kronis: obstruksi sebelumnya (kalkulus), penurunaan

    haluan urine, kandung kemih penuh, rasa terbakar, dorongan berkemih, diare.

    Tanda:

    Oliguria, hemeturia, piuria, perubahan pola berkemih.

    4. Makanan/ cairan

    Gejala: Mual/ muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purine, kalsium

    oksalat, dan / fosfat, ketidak cukupan pemasukan cairan: tidak minum air yang

    cukup.

    Tanda: Diestensi abdominal: penurunan/ tak ada bising usus, muntah.

    5. Nyeri/ kenyamanan

    Gejala:

    a. Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung pada lokasi batu,

    contoh pada panggul di region sudut kostovetebrel: dapat menyebar

    kapanggul, abdomen, dan turun ke lipatan paha/ genetalia.

    b. Nyeri dangkal konstan menunjukan kalkulus ada dipelvis atau kalkulus

    ginjal.

    c. Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat dengan posisi atau tindakan

    lain.

    Tanda:

    Melindungi: perilaku distraksi, nyeri tekan pada daerah ginjal pada palpasi.

    6. Keamanan

    Gejala:

    Penggunaan alkohol: demam menggigil.

    7. Penyuluhan/ pembelajaran

    Gejala: Riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout,

    ISK kronis. Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya,

  • 8/11/2019 Urolithiasis II

    10/20

    hiperparatiroidisme. Penggunaan antibiotik anti hipertensi, natrium bikarbonat

    aluporinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium/ vitamin.

    8. Pemeriksaan Penunjang

    a. Urinalisa: warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah; secara umum

    menunjukkan SDM, SDP, Kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat),

    serpihan, mineral, bakteri, pus; pH mungkin asam (meningkatkan sistin

    dan batu asam urat) atau alkalin (meningkatkan magnesium, fosfat

    ammonium, atau batu kalium fosfat).

    b. Urine (24 jam): kreatinin, asa urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin

    mungkin meningkat.

    c. Kultutur urine; mungkin menunjukkan ISK (stapilococus aureus, proteus,

    klebsiela, pseudomonas)

    d. Survei biokimia: Peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat,fosfat,

    protein, elektrolik.

    e. BUN/kreatinin serum dan urine: Abnormal (tinggi pada serum/ rendah

    pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal

    menyebabkan iskemia/nekrosis.

    f. Kadar klorida dan biokarbonat serum: Peningkatan kadar klorida dan

    penurunan bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.

    g. Hitung darah lengkap: SDP mungkin meningkat menunjukkan

    infeksi/septicemia.

    h. SDM: Biasanya normal.

    i. Hb/Ht: Abnormal bila pasien dehidrasi nerat atau polisitemia terjadi

    (mendorong presitipasi pemadatan) atau anemia (perdarahan,

    disfungsi/gagal ginjal).

  • 8/11/2019 Urolithiasis II

    11/20

    j. Hormon paratiroid: Mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH

    merangsang reabsorpi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum

    dan kalsium urine)

    k. Foto ronsen KUB: Menunjukkan adanya kalkuli dan/atau perubahan

    anatomik pada area ginjal dan sepanjang ureter.

    l. IVP: Memberikan konfirmasi cepat urolitiasis seperti penyebab nyeri

    abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur

    anatomik (distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli.

    m. Sistoureterokopi: Visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat

    menunjukkan batu dan/atau afek obstruksi.

    n. Scan CT: Mengidentifikasi/menggambarkan kalkuli dan massa lain; ginjal,

    ureter, dan distensi kandung kemih.

    o. Ultrasoundginjal: Untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.

    F. Diagnosa Keperawatan

    Diagnosa keperawatan adalah data data yang didapatkan pada pengkajian

    keperawatan kemudian disusunlah diagnosa yang umum timbul pada batu saluran

    kemihMenurut Marliynn E, Doengoes diagnose keperawatan pada klien dengan

    Post Operasi Ureter Resection Sitoscopyadalah:

    1. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi bedah, tekanan dan

    mitasi kateter/ badan

    2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan

    kesulitan mengontrol perdarahan, pembatasan pra- operasi

  • 8/11/2019 Urolithiasis II

    12/20

    3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan sekunder

    terhadap: presedur bedah, presedur alat invasive, alat selama pembedahan

    kateter, irigasi kandung kemih.

    4. Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung

    kemih, reflek spasme otot: presedur bedah atau tekanan dari balon kandung

    kemih.

    5. Kurang pengetahuan tentang kondisi , prognosis dan kebutuhan pengobatan

    berhubungan dengan salah interpretasi informasi tidak mengenal sumber

    informasi.

    G. Perencanaan Keperawatan

    Perencanaan keperawatan adalah merupakan petunjuk untuk penangan,

    aktivitas, dan tindakan yang membantu klien dalam mencapai hasil yang

    diharapkan. ( Marillynn.E. Doenges,2000). Adapun perencanan untuk klien

    dengan Urolitiasis sesuai dengan diagnosa yang terjadi adalah sebagai berikut :

    1. Perubahan eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanikal: bekuan

    darah, edema trauma presedur bedah, dan iritasi kateter atau balon.

    Tujuan : Klien menunjukan kemampuan eliminasi urine yang jernih

    Kriteri hasil : Klien berkemih dengan adekuat tanpa bukti distensi

    kandungan kemih

    Rencana/ tindakan keperawatan:

    a. Mandiri:

    1) Mengkaji haluan urine dan sistem kateter atau drainase, khususnya

    selama irigasi kandung kemih

    2) Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran urine di urine

    bag

  • 8/11/2019 Urolithiasis II

    13/20

    3) Dorong klien untuk berkemih bila terasa dorongan tetapi tidak lebih

    dari 2-4 jam/ protokol

    4) Dorong pemasukan cairan 3000 ml sesuai toleransi, batasi cairan pada

    malam hari setelah kateter dilepas.

    b. Kolaborasi:

    1) Pertahankan irigasi kandung kemih kontinyu sesuai indikasi pada

    periode pasca oiperasi dini:

    Mandiri:

    a) Retensi dapat karena edema area bedah, bekuan darah, dan spasma

    kandung kemih (doenges, 2000)

    b) Urine yang ditampung harus seimbang atau tidak jauh berbeda

    dengan pemasukan cairan. (Doenges, 2000)

    c) Berkemih dengan dorongan mencegah retensi urine. Keterbatasan

    berkemih untuk tiap 4 jam meningkatakan tonus kandung kemih

    atau membantu latihan ulang kandung kemih

    d) Mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi ginjal untuk kelainan

    urine, penjadwalan, masukan cairan menurunkan kebutuhan

    berkemih/ gangguan tidur selama malam hari

    2) Mencuci kandung kemihdari bekuan darah dan debris untuk

    mempertahankan patensi kateter atau aliran urine

    2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan

    kesulitan mengontrol perdarahan, pemasuakan pre-operasi

    Tujuan : Kebutuhan cairan klien terpenuhi

    Kriteria hasil : Tanda-tanda vital stabil, pengisian kapiler baik, membran

    mukosa lembab, menunjukan tidak adanya perdarahan aktif

  • 8/11/2019 Urolithiasis II

    14/20

    Rencana tindakan keperawatan

    a. Mandiri:

    1) Awasi pemasuakan dan pengeluaran

    2) Evaluasi warna, konsentrasi urine, contoh: merah terang dengan

    bekuan darah.

    3) Awasi tanda-tanda vital, peningkatan nadi dan pernapasan, penurunan

    takanan darah, diafrosis, pucat, perlambatan pengisian kapiler dan

    membran mukosa kering.

    b. Kolaborasi:

    1) Awasi pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, contoh: Hb/ Ht,

    jumlah sel darah merah:

    Mandiri:

    a) Idikator keseimbangan cairan dan kebutuhan pengantian. Pada

    irigasi kandung kemih, awasi pentingnya perkiraan kehilangan

    darah dan secara akurat mengkaji haluan urine. (doenges, 2000)

    b) Perdarahan dapat dibuktikan atau disingkirkan dalam jaringan

    perinium

    c) Dehidrasi/ hipovalemia memerlukan intervensi cepat untuk

    mencegah berlanjut ke syock

    2) Berguna dalam evaluasi kehilangan darah atau kebutuhan pergantian

    kebutuhan (Doenges, 2000)

  • 8/11/2019 Urolithiasis II

    15/20

    3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan

    sekunder terhadap presedur bedah, presedur alat invasif alat selama

    pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih.

    Tujuan : Tidak terjadi infeksi selama pemasangan alat ivasif

    Kriteri hasil : Tidak terdapat tanda-tanda infeksi (merah, bengkak, nyeri

    bertambah, luka berbau), suhu dalam batas normal (360C -

    370C)

    Rencana tindakan keperawatan:

    a. Mandiri

    1) Pertahankan sistem kateter steril: berikan kateter regule dengan sabun

    dan air, beriakan salep antibiotik disekitar kateter.

    2) Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan

    pernapasan cepat, gelisa, peka, disorentasi.

    3) Observasi drainase dari luka supra pubil dan foley kateter.

    b. Kolaborasi

    1) Berikan antibiotik sepalosporin, misalnya: cetroxone sesuai program

    medis.

    Mandiri:

    a) Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi/ sepsis lanjut.(Doenges

    2000, hal 682)

    b) Menghindari reflex balik urine, yang dapat memasukan bakteri

    kedalam kandung kemih.

  • 8/11/2019 Urolithiasis II

    16/20

    c) Klien yang mengalami sitoskopy atau TUR prostat beriso untuk

    syock bedah septik sehubungan dengan eritmia, drainase pululen.

    2) Mungkin diberikan secara profilaksis sehubungan dengan peningkatan

    resiko infeksi pada URS

    4. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa

    kandung kemih, reflek spasme otot: Presedur dan atau tekanan balon

    kandung kemih.

    Tujuan : Rasa nyeri berkurang/ hilang setelah dilakukankeperawatan

    Kriteria hasil : Klien mengatakan nyeri berkurang, raut muka tampak

    rileks, skala nyeri berkuang.

    Rencana tindakan keperawatan

    a. Mandiri:

    1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10)

    2) Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase, pertahankan selang

    bebas dari lekukan dan bekuan.

    3) Tingkatkan pemasukan cairan 3000 ml/ hari sesuai toleransi

    4) Berikan tindakan nyaman dan aktivitas terapiutik, dorong penggunaan

    teknik relaksasi, temasuk latihan napas dalam, visualisasi, pedoman

    imajinasi.

    b. Kolaborasi:

    1) Berikan obat sesuai instruksi untuk nyeri dan spasme.

  • 8/11/2019 Urolithiasis II

    17/20

    Mandiri:

    a) Nyeri tajam, intermiten dengan dorongan berkemih/ pasase urine

    sekitar kateter menunjukan spasme kandung kemih, yang

    cendrung lebih berat pada pendekatan suprapubik atau URS

    (doenges 2000)

    b) Mempertahankan fungsi kateter dan sistem drainase, menurunkan

    resiko distensi/ spasme kandung kemih

    c) Menurunkan iritasi dengan mempertahankan aliran cairan konstan

    kedalam mukosa kandung kemih

    d) Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kambali perhatian, dan

    dapat meningkatakan kemampuan koping

    2) Obat antispasmodik mencegah spasme kandung kemih, obat

    analgesik mengurangi nyer insisi.

    5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, proknosis, dan kebutuhan

    pengobatan berhubungan dengan salah interpensi

    Tujuan : Klien dan keluarga klien mengerti secara umum tentang

    penyakitnya

    Kriteri hasil : Klien dan keluarga dapat menjelaskan secara sederhana

    tentang proses penyakit, pencegahan, dan pengobatannya.

    Rencana tindakan keperawatan

    a. Mandiri

    1) Kaji implementasi presedur harapan masa depan

    2) Tekankan perlunya nutrisi yang baik: dorong komsumsi buah,

    meningkatkan diet tinggi serat

  • 8/11/2019 Urolithiasis II

    18/20

    3) Diskusikan pembatasan aktivitas awal, contoh menghindari

    mengangkat, latihan keras, duduk/ mengendarai motor terlalu lama,

    memanjat lebih dari dua tingkat tanga sewkaligus.

    4) Dorong kesinambungan latihan perinial

    5) Instruksikan perawatan kateter urine bila ada idintifikasi sumber alat

    atau dukungan:

    Mandiri:

    a) Memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat

    pilihan informasi

    b) Meningkatkan penyembuhan dan mencegah komplikasi,

    menurunkan resiko perdarahan pasca operasi

    c) Peningkatan tekanan abdominal/ peregangan yang menempatkan

    stres pada kandung kemih dan postat, menimbulkan resiko

    perdarahan

    d) Membantu kontrol urinaria dan menghilangkan intentinesia

    e) Meningkatkan kemandirian kompetensi dalam perawatan diri

    6) Perencanaan pulang:

    a) Diet tinggi kolori dan protein yaitu nasi, telur, daging, susu

    b) Diet minum banyak air putih 3000 cc/ hari dan hindari minum

    kopi, alkohol dan yang bersoda serta makanlah makanan yang

    banyak mengandung serat.

    c) Mendorong klien agar tidak melakukan pekerjaan yang berat,

    buang air kecil yang teratur dan mendorong klien dalam

    mematuhi program pemulihan kesehatan dan teratur minum obat

    sesuai dengan pesanaan dokter.

  • 8/11/2019 Urolithiasis II

    19/20

  • 8/11/2019 Urolithiasis II

    20/20

    direvisi intervensi keperawatan atau hasil pasien diperlukan. Dalam tahap ini akan

    terlihat apakah tujuan telah disusun tercapai atau tidak, pada penderita dengan

    post operasi Ureter Resection Sitoscopy, hasil evaluasi yang diharapkan meliputi:

    a Nyeri hilang/ terkontrol

    b Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan

    c Komplikasi dicegah/ minimal

    d Proses penyakit/ prognosis dan program terapi dipahami

    (Marilynn E, Doengoes 2002)