UNS Nur aisyah h0913071 - 2015 ITP

47
ACARA III PENGARUH FAKTOR PERTUMBUHAN TERHADAP POPULASI MIKROBIA DALAM BAHAN PANGAN A. Tujuan Tujuan praktikum Mikrobiologi Pengolahan Pangan acara III Pengaruh Faktor Pertumbuhan Terhadap Populasi Mikrobia dalam Bahan Pangan adalah untuk mempelajari pengaruh pemanasan, pendinginan, pH, senyawa antimikrobia, dan hurdle concept terhadap viabilitas dan pertumbuhan mikrobia pangan. B. Tinjauan Pustaka Pseudomonas merupakan genus dari spesies- spesies yang dapat mengolah atau memanfaatkan komponen organik dan anorganik pada range yang luas. Morfologi Pseudomonas antara lain, memiliki sel berbentuk curved-rod dengan panjang max 4,0μm yang umumnya berpasangan atau membentuk rantai pendek dan merupakan bakteri gram negatif. Mereka dapat ditemukan pada berbagai tempat pada ekosistem tanah dan air serta merupakan patogen dominan pada tanaman, hewan dan manusia. Pseudomonas merupakan bakteri aerob dan keberadaan oksigen dirasa menjadi faktor utama pada habitasi Pseudomonas. Spesies

description

Tujuan praktikum Mikrobiologi Pengolahan Pangan acara III Pengaruh Faktor Pertumbuhan Terhadap Populasi Mikrobia dalam Bahan Pangan adalah untuk mempelajari pengaruh pemanasan, pendinginan, pH, senyawa antimikrobia, dan hurdle concept terhadap viabilitas dan pertumbuhan mikrobia pangan.Pada seluruh perlakuan faktor yang telah diberikan pada uji, pada Saccharomycess perlakuan dengan pengaturan pH menjadi basa dan perlakuan dengan hurdle concept merupakan yang paling efektif dalam mengontrol pertumbuhannya. Pada perlakuan penambahan antimikroba kurang dapat mengontrol karena sifat khamir yang tahan terhadap antimikroba dan juga perlakuan pemanasan. Sedangkan pada Pseudomonas, semua perlakuan dengan baik dapat mengontrol pertumbuhannya hanya pada perlakuan penambahan antimikroba yang kurang dapat mengontrol karena sifat Pseudomonas yang resisten terhadap antimikroba.

Transcript of UNS Nur aisyah h0913071 - 2015 ITP

ACARA IIIPENGARUH FAKTOR PERTUMBUHAN TERHADAP POPULASI MIKROBIA DALAM BAHAN PANGAN

A. TujuanTujuan praktikum Mikrobiologi Pengolahan Pangan acara III Pengaruh Faktor Pertumbuhan Terhadap Populasi Mikrobia dalam Bahan Pangan adalah untuk mempelajari pengaruh pemanasan, pendinginan, pH, senyawa antimikrobia, dan hurdle concept terhadap viabilitas dan pertumbuhan mikrobia pangan. B. Tinjauan Pustaka Pseudomonas merupakan genus dari spesies-spesies yang dapat mengolah atau memanfaatkan komponen organik dan anorganik pada range yang luas. Morfologi Pseudomonas antara lain, memiliki sel berbentuk curved-rod dengan panjang max 4,0m yang umumnya berpasangan atau membentuk rantai pendek dan merupakan bakteri gram negatif. Mereka dapat ditemukan pada berbagai tempat pada ekosistem tanah dan air serta merupakan patogen dominan pada tanaman, hewan dan manusia. Pseudomonas merupakan bakteri aerob dan keberadaan oksigen dirasa menjadi faktor utama pada habitasi Pseudomonas. Spesies Pseudomonas memiliki ruang lingkup habitat yang luas dari berbagai jenis ekosistem tanah dan air hingga jaringan pada tumbuhan dan hewan. Yang terpenting adalah, ia dapat hidup selama tempat tersebut memiliki suhu sekitar 4-42C, keasaman sekitar pH 4-8 dan tempat tersebut mengandung komponen organik yang sederhana ataupun kompleks. Pada umumnya, spesiesnya tumbuh secara cepat dan dapat memetabolis sejumlah substansi termasuk racun kimia organik seperti hidrokarbon alifatik dan aromatik. Strainnya umumnya resisten terhadap antibiotik, disinfektan, deterjen, cemaran logam berat, dan pelarut organik. Pseudomonas sangat berpengaruh pada industry makanan. Spesies ini yang sering menjadi penyebab kerusakan pada daging, unggas, dan ikan-ikanan walaupun telah disimpan pada suhu refrigerator (Moore et al, 2006).Khamir merupakan mikroorganisme eukariot yang termasuk dalam kingdom fungi. Khamir merupakan makhluk uniselular walaupun beberapa spesiesnya berupa makhluk mutiseluler. Pada umumnya berukuran 3-4 m namun ada pula yang lebih dari 40 m. Kebanyakan khamir bereproduksi secara aseksual dengan mitosis dan budding. Saccharomycess cereviseae atau sering disebut dengan ragi roti merupakan satu dari berbagai spesies khamir yang dikomersialkan dan yang paling kaya mengandung krud protein, vit B kompleks, biotin, niasin, asam pantotenat, tiamin serta memiiliki harga biologis yang tinggi (Adebiyi et al, 2012).Genus Saccharomyces memiliki sel berbentuk bulat, elips atau silindris dengan mungkin membentuk pseudohifa tapi tidak untuk hifa. Reproduksi aseksual dengan pertunasan multilateral dan secara seksual dengan askospora (1-4 atau lebih per askus). Pada media cair tidak membentuk pelikel atau cincin serta mampu melakukan fermentasi dengan cepat. Dalam melakukan proses fermentasi Saccharomycess dipengaruhi oleh faktor tumbuh yang meliputi aw minimun 0,90-0,94 dan pH pertumbuhan antara 2,0-8,6 dengan pH optimum antara 4,5-5,0. Laju fermentasi gula oleh Saccharomycess relatif intensif pada pH 3,5-6,0 (Widiastutik dan Nur, 2014).Saccharomyces cerevisiae merupakan mikrobia fakultatif aerob yang dapat menggunakan baik sistem aerob maupun anaerob untuk memperoleh energi dari proses pemecahan glukosa, tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan lingkungan asam serta tetap aktif melakukan aktifitasnya pada suhu 28 - 32C . Sel berbentuk silindris, dengan ukuran sel 5 -20 mikron, dan biasanya 510 kali lebih besar dari ukuran bakteri. Khamir ini bersifat non-patogenik dan non-toksik sehingga banyak digunakan dalam berbagai proses fermentasi seperti pembuatan roti dan alkohol (Rakhmadani dkk, 2010).Medium kultur merupakan suatu solusi atau larutan yang mengandung nutrient yang dibutuhkan oleh mikrobia untuk hidup. Mikrobia kebanyakan membutuhkan substansi terlarut yang rendah berat molekulnya yang berupa turunan dari degradasi enzimatik pada nutrient kompleks. Pada umumnya, medium tumbuh pada mikrobakteria berupa likuid, semi-likuid, dan padat. Broth medium merupakan media tumbuh mikrobia yang kurang mengandung agen pemadat sehingga berwujud likuid. Sedang medium agar merupakan medium tumbuh mikrobia yang berwujud padat atau solid. Agar ini merupakan broth medium yang ditambahkan dengan agen pensolid (Cappuccino, 1999).PDB atau Potato Dextrose Broth merupakan medium cair yang biasa dipakai untuk mengkultur khamir dan jamur. Dapat juga digunakan untuk media tumbuh jamur dan khamir yang sangat penting secara klinis dari makanan dan produk dairy. Penggunaan kaldu kentang yang kaya akan nutrisi sangat mendukung pertumbuhan jamur dan khamir. Ditambah dengan adanya dekstrosa yang merupakan turunan gula yang dapat difermentasikan sebagai sumber karbon dan energy bagi mikrobia. Pada pembuatannya dibutuhkan dekstrosa sebanyak 20 gr/liter dan kaldu solid dari kentang sebanyak 6,5 gr/liter. Preparasi dimulai dengan pencampuran dekstrosa dengan kaldu kentang dalam 1 liter air suling. Lalu campur dan larutkan dengan bantuan pemanasan dengan frekuen agitasi. Didihkan selama sekitar 1 menit hingga larut sempurna. Pindahkan pada labu atau wadah yang diinginkan lalu disterilkan dengan autoclave dengan suhu 121C selama 15 menit. Setelah itu didinginkan dan disimpan pada suhu 2-8C (MacFaddin, 1985).Pada pembuatan medium PDB (Potato Dextrose Broth), awalnya, kentang dikupas lalu dicuci dan dipotong dadu sebanyak 200 gr. Potongan kubus kentang lalu dipindahkan kedalam panic yang berisi 1000mL air dan direbus sampai didapat kentang yang cukup lembut unuk dilumatkan. Setelah dilumatkan, lalu lumatan kentang diperas pada filter atau pengayak untuk mendapatkan bubur. Bubur yang didapatkan lalu dipindahkan pada silinder ukur 1000 mL dan ditambahkan 20 gr dextrose lalu dilarutkan. Medium lalu dibuat hingga 1000 ml dan dipindahkan pada labu 250 mL, ditutup dan disterilkan dengan autoclave pada suhu 126C dengan 15 psi selama 20 menit. Setelah itu dibiarkan dingin dan ditambah dengan 3 tetes asam laktat 25% (Ikechi and Edith, 2013).NB atau Nutrient Broth merupakan media tumbuh mikroba yang sering digunakan pada beberapa varietas besar dari mikroorganisme. Prinsipnya, NB tersusun atas campuran ekstrak triptofan dan daging (kaldu) yang dijadikan sebagai sumber nutrient bagi kultur microorganism terebut. Untuk menangani equilibrium osmosis NB juga ditambahkan dengan Sodium Klorida. Preparasinya dengan melarutkan 20 gr medium terdehidrasi (BK003) dalam 1 liter destilat. Lalu diaduk pelan hingga terjadi peyebaran sempurna. Tuangkan pada tabung reaksi atau laubu, lalu disterilkan dengan autoclave pada suhu 121C selama 15 menit. Dengan komposisi 50% tripton, 25% kaldu, dan 25% sodium klorida (Ther, 2009).Apabila mikroba dihadapkan pada suhu tinggi diatas suhu maksimum, akan memberikan beberapa macam reaksi. Thermal shock, adalah peningkatan suhu yang tiba-tiba dalam kurun waktu tertentu yang menyebabkan kematian bakteri, terutama pada bakteri muda atau pada fase logaritmik. Waktu kematian thermal, adalah waktu yang diperlukan untuk membunuh suatu spesies mikroba pada suatu suhu yang tetap. Faktor-faktor yang mempengaruhi titik kematian thermal ialah waktu, suhu, kelembaban, spora, umur mikroba, pH dan komposisi medium. Sedang pengaruh suhu rendah dapat mengakibatkan (1) Cold shock , adalah penurunan suhu yang tiba-tiba menyebabkan kematian bakteri, terutama pada bakteri muda atau pada fase logaritmik, (2) Pembekuan (freezing), adalah rusaknya sel dengan adanya kristal es di dalam air intraseluler, (3) Lyofilisasi , adalah proses pendinginan dibawah titik beku dalam keadaan vakum secara bertingkat. Proses ini dapat digunakan untuk mengawetkan mikroba karena air protoplasma langsung diuapkan tanpa melalui fase cair (sublimasi) (Sumarsih, 2009).Rentang suhu optimum ditentukan oleh pengaruh suhu terhadap membran sel dan enzim, untuk organisme tertentu, pertumbuhan dibatasi oleh suhu dimana enzim dan membran sel dapat berfungsi. Ketika suhu mendekati suhu minimum, tidak hanya mengurangi kecepatan pertumbuhan tetapi juga memperpanjang fase adaptasi. Hal ini sangat penting dalam proses penyimpanan makanan pada suhu dingin. Jika makanan disimpan di bawah suhu minimum, maka sel-sel mikroorganisme akan tumbuh lambat. Hal ini disebabkan karena semua reaksi metabolisme mikroorganisme dikatalisasi oleh enzim dan tingkat reaksi katalisasi enzim tergantung pada suhu. Setiap enzim berfungsi secara optimum pada pH dan suhu tertentu. Suhu yang tinggi selama beberapa menit akan mendenaturisasi (menghancurkan) sebagian besar enzim. Suhu yang sangat rendah pada prakteknya menghentikan aktivitas enzim tetapi tidak menghancurkannya. Dan jika makanan disimpan di atas suhu maksimum, maka sel-sel mikroorganime akan mati dengan cepat (RofiI, 2009).Temperatur rendah pada prinsipnya dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme, tetapi penyimpanan bahan pangan pada temperatur tersebut tidak sepenuhnya menjamin keamanan produk. Hal ini disebabkan karena adanya mikroorganisme yang dapat hidup pada temperatur rendah yang dikenal sebagai mikmorganisme psikotrof. Metode pendinginan juga dapat menimbulkan mikroorganisme yang toleran terhadap temperatur rendah yang dapat tumbuh pada temperature 2-7C, misalnya: Pseudomonas, Alcaligegenes, dan Achmmobacter. Juga sering ditemukan Streptococcus, khamir. kapang dan Bacillus wagulan (Yuniati dkk, 1999).Pada pH yang rendah, membran sel menjadi jenuh oleh ion hidrogen sehingga membatasi transport membran. Keracunan yang terjadi pada pH rendah adalah karena sebagian substansi asam yang tidak terurai meresap ke dalam sel, sehingga terjadi ionisasi dan pH sel berubah. Perubahan ini menyebabkan proses pengiriman asam-asam amino dari RNA terhambat sehingga menghambat pertumbuhan dan bahkan dapat membunuh mikroba (Agustiyani dkk, 2004).Mekanisme penghambatan pada pH dendah disebabkan pada kondisi tersebut, sel mempertahankan pH konstan di dalam sel. Jika pH diturunkan, maka proton dalam jumlah tinggi akan masuk kedalam sitoplasma sel. Sehingga pH sitoplasma menurun lalu enzim-enzim yang bekerja akan focus untuk mengembalikan pH normal dan memperlambat aktivitas pertumbuhan (Naufalin dkk, 2006).Metabolit sekunder yang terkandung di dalam umbi bawang putih membentuk suatu sistem kimiawi yang kompleks yg merupakan mekanisme pertahanan diri dari kerusakan akibat mikroorganisme dan faktor eksternal lainnya. Sistem tersebut juga ikut berperan dalam proses perkembangbiakan tanaman melalui pembentukan tunas. Umbi bawang putih berpotensi sebagai agen anti-mikrobia. Kemampuannya menghambat pertumbuhan mikrobia sangat luas, mencakup virus, bakteri, protozoa, dan jamur. Ajoene, yang terdapat dalam ekstrak maserasi bawang putih, mempunyai aktivitas anti-virus paling tinggi dibandingkan senyawa lain. Ajoene juga menghambat per-tumbuhan bakteri serta khamir. Ketika bawang putih diremas, maka kandungan aliin di dalamnya akan segera teroksidasi menjadi allisin dan selanjutnya menjadi deoksi-alliin, DADS, dan DATS, suatu senyawa anti bakteri. Senyawa-senyawa tersebut dapat mereduksi sistein dalam tubuh mikrobia sehingga mengganggu ikatan disulfida dalam proteinnya. DATS merupakan senyawa yang mempunyai aktivitas anti-bakteri paling kuat. Sedangkan senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan Trypanosoma adalah DADS (Hernawan dan Ahmad, 2003). Hurdle concept telah diteliti dan dikembangkan selama beberapa tahun terakhir. Hal ini sangat berguna pada pengawetan pangan karena hurdle concept sendiri merupakan kombinasi atau gabungan dari perlakuan preventif dalam mengkontrol eksistensi mikroorganisme pada bahan makanan. Esensi dari pendekatan dan pengembangan ini adalah supaya bahan pangan dapat tetap stabil dan aman walaupun tanpa penyimpanan pada refrigerator. Dan juga ditujukan supaya bahan pangan dapat diterima secara organoleptik dan tetap bernutrisi. Sinergisme kombinasi tersebut dicapai melalui turunan efek hurdle pada target yang terpisah di dalam sel yang terganggu homostatisnya oleh mekanisme berbeda yang diberikan (Mcmeekin et al, 2000).Hurdle concept merupakan kombinasi dari beberapa metode pengawetan yang dapat berupa perlakuan fisik, kimia, atau biologis. Faktor-faktor yang digunakan untuk pengawetan bahan panga disebut dengan hurdle dan sekarang ini terdapat berbagai jenis faktor dan perlakuannya yang telah digunakan untuk pengawetan makanan. Hurdle berpotensi yang digunakan untuk pengawetan makanan dapat diklasifikasikan melalui fisik, fisikokimia, turunan mikrobial, dan gabungan hurdle. Hurdle diguakan pada pengawetan makanan dapat mempengaruhi kualitas begitu juga keamanan pangan bahan itu sendiri. Efeknya dapat positif ataupun negatif tergantung jenis dan intensitasnya. Pada beberapa hurdle memiliki efek antimikroba dan pada saat yang bersamaan juga meningkatkan flavor produk. Sehingga untuk meyakinkan kestabilan dan keamanan bahan pangan, pengaplikasian hurdle harus disesuaikan dengan perlakuan dan produknya dengan tepat. Perlakuan pemanasan sangat efektif dalam membunuh sel mikroorganisme dan pemanasan juga secara umum digunakan dalam pengkombinasian dengan metode pengawetan lain. Selama pemanasan umumnya akan mengakibatkan koagulasi protein, gelatinisasi pati, pelmatan struktur, dan formasi aroma yang dapat memberikan heat shock dan mengubah membrane pada sel mikrobia. Pada pelakuan penurunan pH, dapat mengurangi aktivitas bahkan pertumbuhan mikroba yang tidak tahan pH rendah. Pada perlakua penurunan suhu, ditujukan untuk memberikan cold shock pada sel mikrobia dan mengurangi Aw bahan sehingga mengurangi aktivitas dan pertumbuhan mikrobia (Lee, 2004).Konsep hurdle merupakan penggunaan kombinasi dari berbagai metode pengaweta makanan untuk meningkatkan kestabilan mikrobanya (agar tetap terkontrol). Selain itu konsep hurdle ini diharapkan dapat meningkatan kualitas sensori dan proerti nutrisi dan ekonomi dari bahan. Sehingga konsep hurdle di lakukan untuk meningkatkan kualitas bahan pangan dan lama umur simpan bahan (Singh et al, 2014).Spektrofotometri adalah ilmu yang mempelajari tentang penggunaan spektrofotometer. Spektofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Spektrometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Cara kerja spektrofotometer secara singkat adalah sebagai berikut. Menempatkan larutan pembanding, misalnya blangko dalam sel pertama baru larutan yang akan dianalisis pada sel kedua. Kemudian pilih foto sel yang cocok 200 nm-650 nm (650 nm-1100 nm) agar daerah yang diperlukan dapat terliputi. Dengan ruang foto sel dalam keadaan tertutup nol galvanometer didapat dengan menggunakan tombol dark-current. Pilih h yang diinginkan, buka fotosel dan lewatkan berkas cahaya pada blangko dan nol galvanometer didapat dengan memutar tombol sensitivitas. Dengan menggunakan tombol transmitansi, kemudian atur besarnya pada 100%. Lewatkan berkas cahaya pada larutan sampel yang akan dianalisis. Skala absorbansi menunjukkan absorbansi larutan sampel (Sumarsih, 2007).Spektrofometer berprinsip suatu sumber cahaya dipancarkan melalui monokromator yang menguraikan sinar yang masuk dari sumber cahaya tersebut menjadi pita-pita panjang gelombang yang diinginkan untuk pengukuran suatu zat tertentu. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap gugus kromofor mempunyai panjang gelombang maksimum yang berbeda. Dari monokromator tadi cahaya/energi radiasi diteruskan dan diserap oleh suatu larutan yang akan diperiksa di dalam kuvet. Kemudian jumlah cahaya yang diserap oleh larutan akan meng-hasilkan signal elektrik pada detektor, yang mana signal elektrik ini sebanding dengan cahaya yang diserap oleh larutan tersebut. Besarnya signal elektrik yang dialirkan ke pencatat dapat dilihat sebagai angka. Metode Spektrofotometri Ultra-violet dan Sinar Tampak berdasarkan pada hukum Lambert-Beer. Hukum tersebut menyatakan bahwa jumlah radiasi cahaya tampak, ultra-violet dan cahaya-cahaya lain yang diserap atau ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan (Triyati, 1985).C. Metodologi 1. Alata. Pipet volume 1 mlb. Propipetc. Tabung reaksid. Penjepit Tabung Reaksie. Penutup Tabung Reaksif. Rak tabung reaksig. Bunsen h. Penangas air 600Ci. Refrigeratorj. Spektrofotometer2. Bahana. PDB (Potato Dekstrose Broth)b. NB (Nutrient Broth)c. PDB dengan perlakuan pH 3, 7, dan 9d. NB dengan perlakukanpH 3,7, dan 9e. Suspensi Kultur Saccharomycessf. Suspensi Kultur Pseudomonasg. Ekstrak bawang putihh. Aquades

3. Cara Kerja (Flowchart)a. Pengaruh pemanasan terhadap pertumbuhan mikroba1) 0,1 ml suspense SaccharomycessDisuspensikan kedalam 4 tabung medium PDBDitetapkan satu sampel tabung sebagai kontrolDipanaskan pada penangas air suhu 60C dengan variasi lama 5, 10, dan 20 menit.3 sampel tabung perlakuan pemanasanDiinkubasi pada suhu kamar selama 24 jamSampel dan kontrolDiamati absorbansinya dengan spektrofotometerPada Saccharomycess

2) Disuspensikan kedalam 4 tabung medium NB0,1 ml suspensi PseudomonasDitetapkan satu sampel tabung sebagai kontrolDipanaskan pada penangas air suhu 60C dengan variasi lama 5, 10, dan 20 menit.3 sampel tabung perlakuan pemanasanDiinkubasi pada suhu kamar selama 24 jamSampel dan kontrolDiamati absorbansinya dengan spektrofotometerPada Pseudomonas

b. Pengaruh suhu rendah terhadap pertumbuhan mikroba1) 0,1 ml suspensi SaccharomycessDisuspensikan kedalam 3 tabung medium PDBDiinkubasi pada suhu kamar, suhu refrigerator dan suhu freezer 24 jamDiamati absorbansinya dengan spektrofotometerSampel Pada Saccharomycess

2) 0,1 ml suspensi PseudomonasPada Pseudomonas

Disuspensikan kedalam 3 tabung medium NBSampel

Diinkubasi pada suhu kamar, suhu refrigerator dan suhu freezer 24 jam

Diamati absorbansinya dengan spektrofotometer

c. Pengaruh perlakuan pH terhadap pertumbuhan mikroba1) Disuspensikan kedalam 3 tabung medium PDB dengan variasi pH 3,7,dan 9.Diinkubasi pada suhu kamar selama 24 jamDiamati absorbansinya dengan spektrofotometerSampel 0,1 ml suspensi SaccharomycessPada Saccharomycess

2) 0,1 ml suspensi PseudomonasDisuspensikan kedalam 3 tabung medium NB dengan variasi pH 3,7,dan 9.Diinkubasi pada suhu kamar selama 24 jamDiamati absorbansinya dengan spektrofotometerSampel Pada Pseudomonas

d. Pengaruh penambahan zat anti mikroba terhadap pertumbuhan mikroba1) 0,1 ml suspensi SaccharomycessDisuspensikan kedalam 4 tabung medium PDB dengan 1 tabung sebagai kontrol.Diinkubasi pada suhu kamar selama 24 jamDiamati absorbansinya dengan spektrofotometerEkstrak bawang putih Ditambahkan pada 3 tabung dengan perbandingan 1:1, 1:2, dan 1:3Sampel dan KontrolPada Saccharomycess

2) 0,1 ml suspensi PseudomonasDisuspensikan kedalam 4 tabung medium NB dengan 1 tabung sebagai kontrol.Diinkubasi pada suhu kamar 24 jamDiamati absorbansinya dengan spektrofotometerDitambahkan pada 3 tabung dengan perbandingan 1:1, 1:2, dan 1:3Ekstrak bawang putih Sampel dan KontrolPada Pseudomonas

e. Pengaruh pemanasan dan penambahan zat anti mikroba terhadap pertumbuhan mikroba1) 0,1 ml suspensi SaccharomycessDisuspensikan kedalam 4 tabung medium PDB dengan 1 tabung sebagai kontrol.Diinkubasi pada suhu kamar selama 24 jamDiamati absorbansinya dengan spektrofotometerEkstrak bawang putih Ditambahkan pada 3 tabung dengan perbandingan 1:1, 1:2, dan 1:3Sampel dan KontrolDipanaskan pada suhu 60C selama 10menitPada Saccharomycess

2) 0,1 ml suspensi PseudomonasDisuspensikan kedalam 4 tabung medium NB dengan 1 tabung sebagai kontrol.Diinkubasi pada suhu kamar selama 24 jamDiamati absorbansinya dengan spektrofotometerEkstrak bawang putih Ditambahkan pada 3 tabung dengan perbandingan 1:1, 1:2, dan 1:3Sampel dan KontrolDipanaskan pada suhu 60C selama 10menitPada Pseudomonas

D. Hasil dan Pembahasan Praktikum Mikrobiologi Pengolahan Pangan acara III ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa faktor terhadap pertumbuhan mikroba. Biakan mikroba yang digunakan adalah Pseudomonas dan Saccharomycess. Tiap biakan diberi perlakuan-perlakuan sehubungan dengan faktor tumbuh yaitu perlakuan pemanasan, penyimpanan suhu rendah, variasi pH, penambahan senyawa antimikroba, dan kombinasi faktor pemanasan dan penambahan zat anti mikroba (hurdle). Menurut Adebiyi et al (2012), Khamir merupakan mikroorganisme eukariot yang termasuk dalam kingdom fungi. Khamir merupakan makhluk uniselular walaupun beberapa spesiesnya berupa makhluk mutiseluler. Pada umumnya berukuran 3-4 m namun ada pula yang lebih dari 40 m. Kebanyakan khamir bereproduksi secara aseksual dengan mitosis dan budding. Saccharomycess cereviseae atau sering disebut dengan ragi roti merupakan satu dari berbagai spesies khamir yang dikomersialkan. Berdasarkan Widiastutik dan Nur (2014), genus Saccharomyces memiliki sel berbentuk bulat, elips atau silindris. Reproduksi aseksual dengan pertunasan multilateral dan secara seksual dengan askospora (1-4 atau lebih per askus). Pada media cair tidak membentuk pelikel atau cincin serta mampu melakukan fermentasi dengan cepat. Pada proses fermentasi Saccharomycess dipengaruhi oleh faktor tumbuh yang meliputi aw minimun 0,90-0,94 dan pH pertumbuhan antara 2,0-8,6 dengan pH optimum antara 4,5-5,0. Menurut Rakhmadani dkk (2010), Saccharomyces cerevisiae merupakan mikrobia fakultatif aerob yang dapat menggunakan baik sistem aerob maupun anaerob untuk memperoleh energi dari proses pemecahan glukosa, tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan lingkungan asam serta tetap aktif melakukan aktifitasnya pada suhu 28 - 32C. Sel berbentuk silindris, dengan ukuran sel 5 -20 mikron, dan biasanya 510 kali lebih besar dari ukuran bakteri. Menurut Moore et al (2006), Pseudomonas memiliki sel berbentuk curved-rod dengan panjang max 4,0m yang umumnya berpasangan atau membentuk rantai pendek dan merupakan bakteri gram negatif. Dapat ditemukan pada berbagai tempat pada ekosistem tanah dan air serta merupakan pathogen dominan pada tanaman, hewan dan manusia. Pada umumnya, spesiesnya tumbuh secara cepat dan dapat memetabolis sejumlah substansi termasuk racun kimia organik seperti hidrokarbon alifatik dan aromatic. Strainnya umumnya kerapkali resisten terhadap antibiotic, disinfektan, deterjen, cemaran logam berat, dan pelarut organik. Yang terpenting adalah, ia dapat hidup selama tempat tersebut memiliki suhu sekitar 4-42C, keasaman sekitar pH 4-8 dan tempat tersebut mengandung komponen organik yang sederhana ataupun kompleks. Pseudomonas merupakan bakteri aerob. Pseudomonas sangat berpengaruh pada industri makanan. Spesies ini yang sering menjadi penyebab kerusakan pada daging, unggas, dan ikan-ikanan walaupun telah disimpan pada suhu refrigerator. Kedua galur tersebut akan diteliti respon pertumbuhannya terhadap perlakuan faktor yang diberikan dengan dikulturkan pada medium yang telah disituasikan sesuai faktor yang diinginkan. Pada Saccharomyces dikulturkan pada media PDB atau Potato Dextrose Broth yang berupa kaldu kentang dengan gula dekstrosa yang dapat diuraikan oleh khamir. Dan pada Pseudomonas dikulturkan pada medium Nutrient Broth yang berupa kaldu daging yang kaya akan protein sebagai nutrisi utama Pseudomonas. Berdasarkan MacFaddin (1985), PDB atau potato dextrose broth merupakan medium cair yang biasa dipakai untuk mengkultur khamir dan jamur. Penggunaan kaldu kentang yang kaya akan nutrisi sangat mendukung pertumbuhan jamur dan khamir. Ditambah dengan adanya dekstrosa yang emrupakan karbohidrat yang dapat difermentasikan sebagai sumber karbon dan energy bagi mikrobia. Pada pembuatannya menurut, Ikechi and Edith (2013), awalnya, kentang dikupas lalu dicuci dan dipotong dadu sebanyak 200 gr. Potongan kubus kentang lalu dipindahkan kedalam panic yang berisi 1000mL air dan direbus sampai didapat kentang yang cukup lembut unuk dilumatkan. Setelah dilumatkan, lalu lumatan kentang diperas pada filter atau pengayak untuk mendapatkan bubur. Bubur yang didapatkan lalu dipindahkan pada silinder ukur 1000 mL dan ditambahkan 20 gr dextrose lalu dilarutkan. Medium lalu dibuat hingga 1000 ml dan dipindahkan pada labu 250 mL, ditutup dan disterilkan dengan autoclave pada suhu 126C dengan 15 psi selama 20 menit. Menurut Ther (2009), pembuatan NB tersusun atas campuran ekstrak triptofan dan daging (kaldu) yang dijadikan sebagai sumber nutrient bagi kultur microorganism terebut. Preparasinya dengan melarutkan 20 gr medium terdehidrasi (BK003) dalam 1 liter destilat. Lalu diaduk pelan hingga terjadi peyebaran sempurna. Tuangkan pada tabung reaksi atau laubu, lalu disterilkan dengan autoclave pada suhu 121C selama 15 menit. Dengan komposisi 50% tripton, 25% kaldu, dan 25% sodium klorida.Pada percobaan, setiap diberi perlakuan, sampel dan kontrol akan diinkubasi dan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer untuk mengetahui tingkat pertumbuhannya. Menurut Sumarsih (2007), spektofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur energi secara relative jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Spektrometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Cara kerja spektrofotometer secara singkat adalah sebagai berikut. Tempatkan larutan pembanding, misalnya blangko dalam sel pertama sedangkan larutan yang akan dianalisis pada sel kedua. Kemudian pilih foto sel yang cocok 200nm-650nm (650nm-1100nm) agar daerah yang diperlukan dapat terliputi. Dengan ruang foto sel dalam keadaan tertutup nol galvanometer didapat dengan menggunakan tombol dark-current. Pilih h yang diinginkan, buka fotosel dan lewatkan berkas cahaya pada blangko dan nol galvanometer didapat dengan memutar tombol sensitivitas. Dengan menggunakan tombol transmitansi, kemudian atur besarnya pada 100%. Lewatkan berkas cahaya pada larutan sampel yang akan dianalisis. Skala absorbansi menunjukkan absorbansi larutan sampel. Berdasarkan Triyati (1985), spektrofometer Ultraviolet dan Sinar Tampak, berprinsip suatu sumber cahaya; dipancarkan melalui monokromator. Monokromator menguraikan sinar yang masuk dari sumber cahaya tersebut menjadi pita-pita panjang gelombang yang diinginkan untuk pengukuran suatu zat tertentu, yang menunjukkan bahwa setiap gugus kromofor mempunyai panjang gelombang maksimum yang berbeda. Dari monokromator tadi cahaya/energi radiasi diteruskan dan diserap oleh suatu larutan yang akan diperiksa di dalam kuvet. Kemudian jumlah cahaya yang diserap oleh larutan akan meng-hasilkan signal elektrik pada detektor, yang mana signal elektrik ini sebanding dengan cahaya yang diserap oleh larutan tersebut. Bersama signal elektrik yang dialirkan ke pencatat dapat dilihat sebagai angka.Tabel 3.1Pengaruh Pemanasan Terhadap Populasi MikrobaJenis MikrobaPertumbuhan setelah pemanasan pada suhu 60o C

0 menit5 menit10 menit20 menit

Saccharomyces0,5230,518 0,618 0,766

Pseudomonas0,455 0,417 0,373 0,394

Sumber : Laporan SementaraPada percobaan ini akan dipelajari pengaruh pemanasan terhadap viabilitas dan pertumbuhan mikrobia pangan. Bahan yang digunakan adalah 4 tabung PDB (Potato Dekstrose Broth), 4 tabung NB (Nutrient Broth), suspensi kultur Saccharomyces dan Pseudomonas. Media PDB digunakan untuk menumbuhkan khamir, sedangkan media NB digunakan untuk menumbuhkan bakteri. Pada tabung yang berisi medium PDB masing-masing diberi 0,1 ml suspensi Saccharomyces, sedangkan pada tabung yang berisi medium NB masing-masing diberi 0,1 ml suspensi Pseudomonas. Pada setiap suspense dalam tabung, satu tabung digunakan sebagai kontrol sedangkan 3 tabung lainnya diberi perlakuan pemanasan dengan penangas air suhu 60 oC selama 5, 10, dan 20 menit. Lalu sampel dan ketiga tabung perlakuan pemanasan baik dari biakan Saccharomycess ataupn Pseudomonas tersebut, diinkubasi pada suhu kamar selama 1 hari. Baru setelah itu diukur pertumbuhannya dengan mengukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjanggelombang 660 nm.Dari hasil pengukuran absorbansi, didapatkan hasil pada biakan Saccharomycess terukur absorbansi pada kontrol, perlakuan pemanasan 5, 10, dan 20 menit berturut-turut adalah 0,523 ; 0,518 ; 0,618 ; dan 0,766 . Pada data tersebut, apabila setiap perlakuan dibandingkan dengan kontrol maka kontrol memiliki absorbansi yang lebih besar disbanding ketiga sampel pemanasan. Karena pada kontrol tidak mengalami proses pemanasan sehingga tidak terjadi pelambatan pertumbuhan karena kerusakan enzim. Hal ini berdasarkan literatur oleh RofiI (2009), yang menyatakan suhu yang tinggi selama beberapa menit akan mendenaturisasi (menghancurkan) sebagian besar enzim. Sedangkan pada sampel dengan pemanasan, semakin lamanya waktu pemanasan, nilai absorbansi juga mengalami peningkatan. Hal ini berlawanan dengan literatur RofiI (2009), yang menyatakan bahwa pertumbuhan dibatasi oleh suhu optimum mereka dimana enzim dan membran sel masih dapat berfungsi. Menurut Rakhmadani dkk (2010), Saccharomyces cerevisiae merupakan mikrobia fakultatif aerob yang tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan aktifitasnya pada suhu 28 - 32C dan suhu maksimalnya 55C. Karena telah melewati batas suhu optimumnya, maka pertumbuhannya seharusnya menurun. Namun, pada biakan dengan pemanasan lebih lama, absorbansinya mengalami peningkatan yang menandakan bahwa pertumbuhan semakin meningkat pada sampel yang lebih lama dipanaskan. Hal ini dapat terjadi apabila terjadi bias pada saat pengambilan biakan sebelum pemanasan. Sehingga terjadi ketidak keseragaman sampel sebelum perlakuan. Hal ini juga dapat dikarenakan pada pemanasan selama 5 menit, mikroba mengalai Thermal shock dimana peningkatan suhu yang mendadak dan cepat menghalangi mikroba beradaptasi pada fase logaritmiknya sehingga menyebabkan penghambatan pertumbuhan bahkan kematian sehingga absorbansinya lebih rendah dari pemanasan 10 menit dan 20 menit. Hal ini di dasarkan oleh literatur Sumarsih, (2009), Thermal shock , adalah peningkatan suhu yang tiba-tiba dalam kurun waktu sekejap yang menyebabkan kematian bakteri, terutama pada bakteri muda atau pada fase logaritmik.Pada sampel Pseudomonas hasil absorbansi dari control, pemanasan selama 5,10, dan 20 menit berturut-turut adalah 0,530 ; 0,417 ; 0,373 ; dan 0,394 . Pada data tersebut, diketahui sampel Pseudomonas kontrol memiliki absorbansi yang lebih besar disbanding ketiga sampel pemanasan. Karena pada kontrol tidak mengalami proses pemanasan sehingga tidak terjadi pelambatan pertumbuhan karena kerusakan enzim. Hal ini berdasarkan literatur oleh RofiI (2009), yang menyatakan suhu yang tinggi selama beberapa menit akan mendenaturisasi (menghancurkan) sebagian besar enzim. Sedangkan pada sampel dengan pemanasan, semakin lamanya waktu pemanasan, nilai absorbansi mengalami penurunan. Hal ini sudah sesuai dengan literatur RofiI (2009), yang menyatakan bahwa pertumbuhan dibatasi oleh suhu optimum mereka dimana enzim dan membran sel masih dapat berfungsi. Sedang suhu optimumnya oleh Moore et al (2006), Pseudomonas dapat hidup selama tempat tersebut memiliki suhu sekitar 4-42C. Namun pada pemanasan selama 20 menit, absorbansinya meningkat. Diduga terjadi kesalahan selama pengambilan biakan kedalam media kultur sehingga terjadi ketidak seragaman jumlah awal biakan.Dari kedua galur tersebut, memiliki respon yang berbeda pada pemanasan. Hal ini dikarenakan salah satu faktor pertumbuhan yaitu galur mikroba itu sendiri. Sesuai dengan Sumarsih (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi titik kematian thermal ialah waktu, suhu, kelembaban, spora, galur, umur mikroba, pH dan komposisi medium. Tabel 3.2 Pengaruh Suhu Rendah terhadap Populasi MikrobaJenis mikrobaPertumbuhan setelah perlakuan suhu rendah

Suhu kamarSuhu refriSuhu freezer

Saccharomyces0,146 1,066 1,669

Pseudomonas0,419 0,20 0,166

Sumber : Laporan SementaraPada uji ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh suhu rendah terhadap populasi mikroba. Pada medium PDB masing-masing diberi 0,1 ml suspensi Saccharomyces, sedangkan pada tabung yang berisi medium NB masing-masing diberi 0,1 ml suspensi Pseudomonas. Untuk setiap seri mikroba, 1 tabung diinkubasi pada suhu kamar, 1 tabung diinkubasi pada suhu refrigerator dan 1 tabung pada suhu freezer selama 1 hari. Kemudian diamati pertumbuhannya dengan mengukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm.Menurut Yuniati dkk (1999), temperatur rendah pada prinsipnya dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme, kecuali pada mikmorganisme yang dapat hidup pada temperatur rendah yang dikenal sebagai mikmorganisme psikmtrof. Metode pendinginan juga dapat menimbulkan mikroorganisme yang toleran terhadap temperatur rendah yang dapat tumbuh pada temperatur 2-7C, misalnya: Pseudomonas, Flavobaderiu, Alcaligegenes, Achmmobacter. Juga sering ditemukan Streptococcus, khamir. kapang dan Bacillus Dari hasil pengukuran absorbansi, didapatkan hasil absorbansi terukur pada biakan Saccharomycess pada inkubasi suhu kamar, refrigerator, dan freezer berturut-turut adalah 0,146 ; 1,066 ; dan 1,669 . Sehingga dapat diketahui absorbasi tertinggi pada suhu freezer dan terendah pada biakan yang diinkubasi pada suhu ruang. Hal ini berlawanan dengan teori oleh RofiI (2009), yaitu suhu yang sangat rendah pada prakteknya menghentikan aktivitas enzim tetapi tidak menghancurkannya. Berdasarkan literatur Sumarsih (2009), pengaruh pembekuan (freezing), menyebabkan rusaknya sel dengan adanya kristal es di dalam air intraseluler. Ditambah lagi pendapat Rakhmadani dkk (2010), dimana Saccharomyces cerevisiae tetap aktif melakukan aktifitasnya pada suhu 28 - 32C dengan suhu minimum 25C. Sehingga seharusnya semakin rendah suhunya, semakin sulit mikrobia untuk tumbuh dan absorbansinya menurun. Ketidak sesuaian ini dapat diakibatkan oleh perlakuan yang kurang tepat dan kurang seragam pada saat pemrosesan sampel karena pemrosesan dilakukan oleh beberapa praktikan sehingga tingkat keakuratan dan presisinya rendah.Sedangkan pada Pseudomonas data absorbansi inkubasi suhu ruang, refrigerator, dan freezer berturut-turut adalah 0,215 ; 0,20 ; dan 0,166 . Dari data tersebut diketahui inkubasi pada suhu ruang memiliki absorbansi tertinggi hal ini mendandakan biakan Pseudomonas yang diinkubasi pada suhu rendah mengalami keterhambatan pertumbuhan. Hal ini disebabkan pada suhu rendah, metabolisme sell oleh enzim terhambat selain itu pada suhu freezer dapat mematikan aktivitas enzim atau metabolisme secara total karena air pada bahan menjadi kristal akibat suhu beku. Hal ini didasarkan oleh RofiI (2009), yaitu suhu yang sangat rendah pada prakteknya menghentikan aktivitas enzim tetapi tidak menghancurkannya. Dan juga berdasarkan literatur Sumarsih (2009), dimana pengaruh Pembekuan (freezing), menyebabkan rusaknya sel dengan adanya kristal es di dalam air intraseluler. Selain itu menurut Moore et al (2006), Pseudomonas dapat hidup selama tempat tersebut memiliki suhu sekitar 4-42C, atau dengan kata lain suhu minimal Pseudomonas dapat hidup adalah 4C sehingga pada suhu freezer, Pseudomonas tidak dapat hidup. Sehingga hasil uji sudah sesuai teori yang ada.Tabel 3.3 Pengaruh pH terhadap Populasi MikrobaJenis MikrobaPertumbahan pada media berbeda pH

pH 3pH 7pH 9

Saccharomyces1,599 1,284 1,076

Pseudomonas0,021 0,485 0,342

Sumber : Laporan SementaraPada uji ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan pH terhadap populasi mikroba. Pada medium PDB masing-masing diberi 0,1 ml suspensi Saccharomyces, sedangkan pada tabung yang berisi medium NB masing-masing diberi 0,1 ml suspensi Pseudomonas. Untuk setiap seri mikroba, 1 tabung dibuat ber pH 3, 1 tabung dibuat ber pH 7 dan 1 tabung dibuat ber pH 9. Kemudian setiap sampel diinkubasi pada suhu kamar selama 1 hari. Kemudian diamati pertumbuhannya dengan mengukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm. Dari hasil pengukuran absorbansi, didapatkan hasil absorbansi terukur pada biakan Saccharomycess pada pH 3 (asam), pH 7 (Netral), dan pH 9 (basa), berturut-turut adalah 1,599 ; 1,284 ; dan 1,076 . Dari data tersebut diketahui bahawa semakin tinggi pH biakan, maka absorbansinya menurun yang menandakan bahwa terdapat penurunan pertumbuhan seiring meningkatnya pH. Saccharomycess sendiri merupakan golongan khamir yang digunakan sebagai agen fermentasi yang tahan dan suka pada lingkungan asam. Hal ini berdasarkan Rakhmadani dkk (2010), yang menyatakan bahwa Saccharomyces cerevisiae merupakan mikrobia fakultatif aerob yang dapat menggunakan baik sistem aerob maupun anaerob untuk memperoleh energi dari proses pemecahan glukosa, tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan lingkungan asam serta tetap aktif melakukan aktifitasnya pada suhu 28 - 32C .Dan menurut Widiastutik dan Nur (2014), Saccharomycess dipengaruhi oleh faktor tumbuh yang meliputi aw minimun 0,90-0,94 dan pH pertumbuhan antara 2,0-8,6 dengan pH optimum antara 4,5-5,0. Sedangkan pada biakan Pseudomonas hasil absorbansi pada pH 3 - asam , pH 7 - netral, dan pH 9 - basa berturur-turut adalah 0,021 ; 0,485 ; dan 0,342 . Pada data tersebut terliha absorbansi terendah pada pH rendah atau asam karena adanya penghambatan pertumbuhan akibat keasaman yang meningkatkan konsentrasi proton pada membrane sel bakteri sehingga menghambat terjadinya penyaluran nutrisi dan menghambat pertumbuhan. Hal ini berdasarkan Agustiyani dkk (2004), pada pH rendah, membran sel menjadi jenuh oleh ion hidrogen sehingga membatasi transport membran. Perubahan ini menyebabkan proses pengiriman asam-asam amino dari RNA terhambat sehingga menghambat pertumbuhan sehingga dapat membunuh mikroba. Sedangkan menurut Naufalin dkk (2006), jika pH diturunkan, maka proton dalam jumlah tinggi akan masuk kedalam sitoplasma sel. Sehingga pH sitoplasma menurun lalu enzim-enzim yang bekerja akan focus untuk mengembalikan pH normal dan memperlambat aktivitas pertumbuhan. Selain itu pada pH 7 atau netral, absorbansi yang terukur adalah yang tertinggi dari ketiga perlakan. Hal ini karena batas pH optimum Pseudomonas adalah 4 8 sehingga pada pH netral Pseudomonas akan lebih maksimum pertumbuhannya ketimbang pada pH asam dan pH basa (pada uji pH basa absorbansinya juga turun). Hal ini sesuai dengan literatur oleh Moore et al (2006), yang menyatakan Pseudomonas dapat hidup pada rentang pH sekitar 4 - 8 dan tempat tersebut mengandung komponen organik yang sederhana ataupun kompleks.Tabel 3.4 Pengaruh Antimirokba (ekstrak bawang putih)Jenis mikrobaPertumbuhan setelah penambahan senyawa antimikroba

Kontrol1:11:21:3

Saccharomyces0,460 0,786 1,285 0,731

Pseudomonas0,283 0,486 0,612 0,471

Sumber : Laporan SementaraPada uji ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh penambahan senyawa anti mikroba dengan berbagai konsentrasi terhadap populasi mikroba. Perlakuan pemberian senyawa anti mikroba dengan perbandingan ekstrak bawang putih : aquades divariasikan dengan 3 konsentrasi yaitu 1:1, 1:2, dan 1:3. Pada medium PDB masing-masing diberi 0,1 ml suspensi Saccharomyces, sedangkan pada tabung yang berisi medium NB masing-masing diberi 0,1 ml suspensi Pseudomonas. Untuk setiap seri mikroba, 1 tabung dijadikan sebagai kontrol, 3 tabung lainnya ditambah senyawa anti mikroba dengan perbandingan 1:1, 1:2, dan 1:3. Kemudian setiap sampel dan kontrol diinkubasi pada suhu kamar selama 1 hari. Kemudian diamati pertumbuhannya dengan mengukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm. Pada uji ini, digunakan ekstrak bawang putih sebagai antimikrobia. Menurut Hernawan dan Ahmad (2003), terdapat metabolit sekunder yang terkandung di dalam umbi bawang putih yang membentuk suatu sistem kimiawi yang kompleks serta merupakan mekanisme pertahanan diri dari kerusakan akibat mikroorganisme dan faktor eksternal lainnya. Umbi bawang putih berpotensi sebagai agen anti-mikrobia. Kemampuannya menghambat pertumbuhan mikrobia sangat luas, mencakup virus, bakteri, protozoa, dan jamur. Ajoene yang terkandung dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif dan positif, serta khamir. Ketika bawang putih diremas, maka kandungan aliin di dalamnya akan segera teroksidasi menjadi allisin dan selanjutnya menjadi deoksi-alliin, DADS, dan DATS, suatu senyawa anti bakteri. Senyawa-senyawa tersebut dapat mereduksi sistein dalam tubuh mikrobia sehingga mengganggu ikatan disulfida dalam proteinnya.Dari hasil pengukuran absorbansi, didapatkan hasil absorbansi terukur pada biakan Saccharomycess pada kontrol, penambahan senyawa antimikroba 1:1, 1:2, dan 1:3 berturut-turut adalah 0,460 ; 0,786 ; 1,285 ; dan 0,731 . Diketahui bahwa absorbansi pada perlakuan penambahan antimikroba masih lebih tinggi pada kontrol. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh sifat Saccharomycess yang tahan terhadap senyawa antimikroba. Sesuai pernyataan Balia (2004), Yeast juga tidak mati oleh adanya antibiotik dan beberapa yeast mempunyai sifat antimikroba sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba lain. Hal serupa terjadi pada biakan Pseudomonas. Pada biakan Pseudomonas absorbansi terukur pada penambahan senyawa antimikroba 1:1, 1:2, dan 1:3 berturur-turut adalah 0,283 ; 0,486 ; 0,612 ; dan 0,471 . Diketahui bahwa absorbansi pada perlakuan penambahan antimikroba masih lebih tinggi pada kontrol. Hal ini mungkin menurut Moore et al (2006), Pseudomonas umumnya resisten terhadap antibiotik, disinfektan, deterjen, cemaran logam berat, dan pelarut organik. Sehingga lebih tahan terhadap antibiotik dan tetap dapat betumbuh sedikit demi sedikit.Tabel 3.5 Pengaruh Hurdle concept dengan Pemanasan dan Senyawa AntimikrobiaJenis mikrobaPertumbuhan setelah pemanasan & penambahan senyawa antimikrobia

Kontrol1:11:21:3

Saccharomyces0,974 1.371 0,623 0,763

Pseudomonas0,604 0,184 0,419 0,180

Sumber : Laporan SementaraPada uji ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh penambahan senyawa anti mikroba dengan berbagai konsentrasi serta dengan pemanasan pada suhu 60C terhadap populasi mikroba. Pada medium PDB masing-masing diberi 0,1 ml suspensi Saccharomyces, sedangkan pada tabung yang berisi medium NB masing-masing diberi 0,1 ml suspensi Pseudomonas. Untuk setiap seri mikroba, 1 tabung dijadikan sebagai kontrol, 3 tabung lainnya ditambah senyawa anti mikroba dengan perbandingan 1:1, 1:2, dan 1:3. Sampel kontrol dan sampel dengan perlakuan pemberian senyawa anti mikroba dengan perbandingan ekstrak bawang putih:aquades divariasikan dengan 3 konsentrasi yaitu 1:1, 1:2, dan 1:3 masing-masing dipanaskan terlebih dahulu pada penangas air dengansuhu 60C selama 10 menit. Kemudian setiap sampel dan kontrol diinkubasi pada suhu kamar selama 1 hari. Kemudian diamati pertumbuhannya dengan mengukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm. Di kutip pada Mcmeekin et al (2000), Hurdle concept sendiri merupakan kombinasi atau gabungan dari perlakuan preventif dalam mengkontrol eksistensi mikroorganisme pada bahan makanan. Menurut Lee (2004), hurdle concept merupakan kombinasi dari beberapa metode pengawetan yang dapat beru[a perlakuan fisik, kimia atau biologis. Faktor-faktor yang digunakan untuk pengawetan bahan pangan disebut dengan hurdle dan sekarang ini terdapat berbagai jenis faktor dan perlakuannya yang telah digunakan untuk pengawetan makanan. Hurdle berpotensi yang digunakan untuk pengawetan makanan dapat diklasifikasikan melalui fisik, fisikokimia, turunan mikrobial, dan gabungan hurdle. Efeknya dapat positif ataupun negatif tergantung jenis dan intensitasnya. Pada beberapa hurdle memiliki efek antimikroba dan pada saat yang bersamaan juga meningkatkan flavor produk. Sehingga untuk meyakinkan kestabilan dan keamanan bahan pangan. Perlakuan pemanasan sangat efektif dalam membunuh sel mikroorganisme dan pemanasan juga secara umum digunakan dalam pengkombinasian dengan metode pengawetan lain. Selama pemanasan umumnya akan mengakibatkan koagulasi protein, gelatinisasi pati, pelmatan struktur, dan formasi aroma yang dapat memberikan heat shock dan mengubah membrane pada sel mikrobia. Pada pelakuan penurunan pH, dapat mengurangi aktivitas bahkan pertumbuhan mikroba yang tidak tahan pH rendah. Pada perlakuan penurunan suhu, ditujukan untuk memberikan cold shock pada sel mikrobia dan mengurangi Aw bahan sehingga mengurangi aktivitas dan pertumbuhan mikrobia. Sedangkan menurut Singh et al (2014), konsep hurdle merupakan penggunaan kombinasi dari berbagai metode pengawetan makanan untuk meningkatkan kestabilan mikrobanya (agar tetap terkontrol). Selain itu konsep hurdle ini diharapkan dapat meningkatan kualitas sensori dan proerti nutrisi dan ekonomi dari bahan. Sehingga konsep hurdle di lakukan untuk meningkatkan kualitas bahan pangan dan lama umur simpan bahan.Dari hasil pengukuran absorbansi, didapatkan hasil absorbansi terukur pada biakan Saccharomycess pada kontrol, penambahan senyawa antimikroba 1:1, 1:2, dan 1:3 yang dipanaskan berturut-turut adalah 0,974 ; 1.371 ; 0,623 ; dan 0,763 . Terlihat bahwa pada konsentrasi 1:1 memiliki absorbansi yang lebih tinggi dari pada kontrol. Hal ini dapat dikarenakan sifat resistensi Saccharomycess pada antibakteri. Namun, hal ini termasuk penyimpangan karena pada konsentrasi anti mikrobia yang lebih rendah dengan pemanasan, absorbansi yang terukur lebih rendah dari kontrol. Hal ini dapat terjadi karena kesalahan selama proses atau saat penambahan kultur pada media.Sedangkan pada biakan Pseudomonas di dapat absorbansi pada kontrol, penambahan senyawa antimikroba 1:1, 1:2, dan 1:3 yang dipanaskan berturur-turut adalah 0,604 ; 0,184 ; 0,419 ; dan 0,180 . Pada hasil tersebut, semua perlakuan penambahan zat antimikroba berabsorbansi lebih rendah daripada kontrol. Hal ini dikarenakan karena pemberian antimikroba yang dikombinasikan dengan pemanasan dapat menghambat aktivitas enzim pada Pseudomonas untuk tumbuh secara normal. Menurut Lee (2004), Hurdle berpotensi yang digunakan untuk pengawetan makanan dapat diklasifikasikan melalui fisik, fisikokimia, turunan mikrobial, dan gabungan hurdle. Efeknya dapat positif ataupun negatif tergantung jenis dan intensitasnya. Selama pemanasan umumnya akan mengakibatkan koagulasi protein, gelatinisasi pati, pelmatan struktur, dan formasi aroma yang dapat memberikan heat shock dan mengubah membrane pada sel mikrobia. Sedangkan menurut Singh et al (2014), konsep hurdle merupakan penggunaan kombinasi dari berbagai metode pengawetan makanan untuk meningkatkan kestabilan mikrobanya (agar tetap terkontrol).Pada seluruh perlakuan faktor yang telah diberikan pada uji, pada Saccharomycess perlakuan dengan pengaturan pH menjadi basa dan perlakuan dengan hurdle concept merupakan yang paling efektif dalam mengontrol pertumbuhannya. Pada perlakuan penambahan antimikroba kurang dapat mengontrol karena sifat khamir yang tahan terhadap antimikroba dan juga perlakuan pemanasan. Sedangkan pada Pseudomonas, semua perlakuan dengan baik dapat mengontrol pertumbuhannya hanya pada perlakuan penambahan antimikroba yang kurang dapat mengontrol karena sifat Pseudomonas yang resisten terhadap antimikroba.

E. Kesimpulan Dari hasil praktikum Pengaruh Faktor Pertumbuhan Terhadap Populasi Mikrobia Dalam Bahan Pangan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :1. Semakin tinggi nilai absorbansi yang dihasilkan maka akan semakin tinggi tingkat kekeruhan yang menandakan bahwa semakin banyak pula mikrobia yang tumbuh.2. Suhu minimum Saccharomycess dapat tumbuh adalah 25C pada Pseudomonas suhu minimumnya sebesar 4C. 3. Pseudomonas lebih tahan pada suhu rendah daripada Saccharomyces, semakin rendah suhu inkubasi maka semakin kecil nilai absorbansi atau semakin sedikit mikroba yang tumbuh.4. Saccharomyces dapat hidup pada pH rendah dan tidak dapat tumbuh dengan baik pada pH tinggi, sedangkan Pseudomonas dapat tumbuh baik pada pH netral.5. Penggabungan pemanasan dan penambahan senyawa antimikrobia lebih efektif untuk mempertahankan mutu dan daya simpan suatu bahan pangan.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja antimikroba adalah pH lingkungan, stabilitas senyawa antibakeri, suhu lingkungan, takaran inokulum mikroorganisme, waktu inkubasi, dan aktivitas metabolisme mikroorganisme.

DAFTAR PUSTAKA

Adebiyi, O.A., Makanjuola B.A., Bankole T.O. and Adeyori A.S. 2012. Yeast Culture (Saccharomyces cerevisae ) Supplementation: Effect on the Performance and Gut Morphology of Broiler Birds. Global Journal of Science Frontier Research, 12(6): 25-29.Agustiyani, D., Hartati Imamuddin, Erni Nur Faridah, dan Oedjijono. 2004. Pengaruh pH dan Substrat Organik Terhadap Pertumbuhan dan Aktivitas Bakteri Pengoksidasi Amonia. Biodiversitas, 5(2): 43-47Balia, Roostita Lobo. 2004. Potensi dan Prospek Yeast (Khamir) dalam Meningkatkan Diversifikasi Pangan di Indonesia. Departemen Pendidikan Nasional Universitas Padjadjaran, Bandung.Cappuccino, G. James. 1999. Microbiology: A Laboratory Manual Fifth Edition. Benjamin/Cummings Science Publishing. California.Hernawan, U.E., dan Ahmad D.S. 2003. REVIEW: Senyawa Organosulfur Bawang Putih (Allium sativum L.)dan Aktivitas Biologinya. Jurnal Biofarmasi, 1(2): 65-76Ikechi, N.C. Gloria and Edith N.K. Elenwo. 2013. Research Article: Potential of Potatoes Latex Culture Medium for Various Fungi. Journal of Applied and Industrial Science, 1(2): 103-107.Lee, Sun-Young. 2004. Microbial Safety Pickled Fruits and Vegetables and Hurdle Technology. International Journal of Food Safety, 4(2): 21-MacFaddin, J.F. 1985. Bacteriological Analytical Manual 8th Edition. Gaithersburg, Inc. Washington.McMeekin, Thomas A., Kirsty Presser, David R., Thomas Ross, mark Salter, and Suwuna Tienuungoon. 2000. Review: Quantifying the Hurdle Concept by Modeling the Bacterial Growth/No-Growth Interface. International Journal of Food Microbiology 55: 93 -98. Moore, Edward R.B., Brian J.T., Vitor A.P.M.D.S., Dietmar H.P., Juan-Luis R., and Norberto J.P. 2006. Non-medical Pseudomonas. Journal of Prokaryotes, 6: 646-703.Naufalin, Rifda, Betty Sri L.J., Feri Kusnandar, Mirnawati S., dan Herastuti S.R. 2006. Pengaruh pH, NaCl, dan Pemanasan Terhadap Stabilitas Antibakteri Bunga Kecombrang dan Aplikasinya pada Daging Sapi Giling. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 17(3): 197-203.Rakhmadani, Hijri Agista, Endro Sutrisno, dan Badrus Zaman. 2010. Studi Pemanfaatan Limbah Makanan Sebagai Bahan Penghasil Etanol untuk Biofuel Melalui Proses Hidrolisis pada Kecepatan Pengadukan dan Waktu Fermentasi yang Berbeda. Biodiversitas 10: 1-8.RofiI, Fatkhan.2009. Hubungan Antara Jumlah Total Bakteri dan Angka Katalase Terhadap Daya Tahan Susu. Jurnal Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Bogor.Singh, Veer Pal, Vikas Pathak, Narendra Kumar N., and Meena G. 2014. Research: Application of Hurdle Concept in development and Shelf Life Enhancement of Chicken Lollipop. International Journal of Current Microbiology and Applied Sciences, 3(1): 355-361.Sukasih, Ermi, Setyadjit, dan Ratih Dewanti H. 2005. Analisis Kecukupan Panas pada Proses Pasteurisasi Puree Mangga (Mangifera Indica L). Jurnal Pascapanen, 2(2): 8-17.Sumarsih, Sri. 2007. Modul kuliah: Spektroskopi. Universitas Sanata Dharma Press, Yogyakarta Sumarsih, Sri. 2009. Diktat Kuliah: Mikrobiologi Dasar. Universitas Sanata Dharma Press, YogyakartaTher, Zac de. 2009. Biokar Diagnostic Rue des Quarante Mines. Beauvais Codex, France.Triyati, Etty. 1985. Spektrofotometer Ultra-Violet Dan Sinar Tampak Serta Aplikasinya Dalam Oseanologi. Oseana Journal 10(1): 39-47. Widiastutik, Naning dan Nur Hidayatul Alami. 2014. Isolasi dan Identifikasi Yeast dari Rhizosfer Rhizophora mucronataWonorejo. Jurnal Sains dan Seni Pomits Vol. 3(1): 11-16.Yuniati, H., Sudarwanto, M.B., Soejoedono, R.R., dan Komari. 1999. Pengaruh Bakteri Psikrotrof Terhadap Mutu Gizi Susu Segar. Panel Gizi Makanan, 22: 49-54