UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita...

207
UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA INTERVENSI TERHADAP PENDERITA KUSTA SETELAH SELESAI PENGOBATAN MELALUI PENGAMATAN SEMI AKTIF DAN PENGAMATAN PASIF (STUDI KASUS DI KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2012) TESIS MEDITA ERVIANTI 0906503130 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DEPOK JANUARI 2013 Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita...

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA

INTERVENSI TERHADAP PENDERITA KUSTA

SETELAH SELESAI PENGOBATAN MELALUI

PENGAMATAN SEMI AKTIF DAN PENGAMATAN PASIF

(STUDI KASUS DI KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2012)

TESIS

MEDITA ERVIANTI

0906503130

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

DEPOK

JANUARI 2013

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

i

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA

INTERVENSI TERHADAP PENDERITA KUSTA

SETELAH SELESAI PENGOBATAN MELALUI

PENGAMATAN SEMI AKTIF DAN PENGAMATAN PASIF

(STUDI KASUS DI KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2012)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Kesehatan Masyarakat

MEDITA ERVIANTI

0906503130

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

KEKHUSUSAN FARMAKOEKONOMI

DEPOK

JANUARI 2013

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

ii

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

iii

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan lindungannya,

sehingga tesis yang berjudul Analisis Efektivitas Biaya Intervensi terhadap

Penderita Kusta Setelah Selesai Pengobatan melalui Pengamatan Semi Aktif dan

Pengamatan Pasif dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat

memperoleh gelar Magister Kesehatan Masyarakat dari Program Pasca Sarjana

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Pada penulisan tesis ini, banyak pihak yang berperan dari awal hingga

akhir. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak

yang memberikan bantuan dalam penyelesaian tesis ini khususnya kepada :

1. Dr. H. Adang Bachtiar, MPH, DSc dan Kurniasari, SKM, MSE selaku

pembimbing akademik yang telah banyak memberikan ilmu, waktu, dan

motivasi untuk penulisan tesis ini.

2. Kepala Dinas Kabupaten Pasuruan yang telah mengijinkan pelaksanaan

penelitian ini

3. Pengelola Program Kusta dan Petugas Kusta Puskesmas di Kabupaten

Pasuruan serta Pengelola Program Kusta di Provinsi Jawa Timur yang banyak

membantu penulis selama penyusunan tesis.

4. Ayahanda Syaiful Bakhri, Ibunda alm. Niniek Kusmanawaty, Ayah Mertua

Sjachrul A. Bustami, Ibu Mertua Nina Samsiah, dan suami tercinta Rizal

Ramadhani yang selalu mendoakan dan memberikan dorongan selama masa

studi.

5. Dr. Christina Widaningrum, M.Kes selaku Kasubdit Pengendalian Penyakit

Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI yang telah

memberikan ijin kepada penulis untuk menyelesaikan tesis.

6. Ketua dan Tim Penguji Tesis yang banyak memberikan masukan untuk

perbaikan tesis ini.

7. Seluruh teman kuliah angkatan 2009, rekan-rekan di Subdit Pengendalian

Penyakit Kusta dan Frambusia, rekan-rekan di NLR, serta teman-teman yang

terlibat dalam seminar yang telah memberikan banyak masukan dalam

penyusunan tesis ini.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

v

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini tidak luput dari

segala kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun tetap

diharapkan.

Depok, 3 Januari 2013

Penulis

Medita Ervianti

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

vi

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

vii

ABSTRAK

Medita Ervianti

Ilmu Kesehatan Masyarakat

Analisis Efektivitas Biaya Intervensi terhadap Penderita Kusta Setelah

Selesai Pengobatan melalui Pengamatan Semi Aktif dan Pengamatan Pasif

Kecacatan merupakan salah satu indikator beban penyakit kusta. Risiko

kecacatan akibat kusta tidak hanya terjadi pada kasus baru kusta, tetapi juga

selama pengobatan dan setelah selesai pengobatan. Metode pengamatan berperan

untuk mengendalikan tingkat cacat pada penderita yang telah selesai pengobatan.

Metode pengamatan pasif diterapkan di Indonesia sejak tahun 1982. Pada tahun

2009, metode pengamatan semi aktif diterapkan di Kabupaten Pasuruan. Belum

diketahui metode pengamatan yang lebih efektif biaya.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas biaya antara metode

pengamatan pasif dan metode pengamatan semi aktif setelah selesai pengobatan

kusta dalam pengendalian tingkat cacat. Efektivitas dan biaya pada masing-

masing metode dihitung dan dilihat berapa rasio efektivitas biaya dalam

pengendalian tingkat cacat. Hubungan faktor-faktor seperti umur, tingkat

pendidikan, tingkat pengetahuan, tingkat ekonomi, tipe kusta, riwayat reaksi,

pencegahan cacat, perawatan diri dengan pengendalian tingkat cacat serta faktor

apa yang paling dominan juga diteliti. Desain penelitian adalah cross sectional.

Hasil penelitian menunjukkan metode pengamatan semi aktif lebih efektif

biaya dibandingkan dengan metode pengamatan pasif. Berdasarkan hasil analisis

bivariat, terdapat hubungan antara pencegahan cacat dan perawatan diri dengan

pengendalian tingkat cacat. Sedangkan hasil multivariat menyatakan perawatan

diri sebagai faktor yang mempengaruhi.

Kata Kunci : Analisis Efektivitas Biaya, Pengamatan Semi Aktif, Setelah

Pengobatan Kusta, Kecacatan

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

viii

ABSTRACT

Medita Ervianti

Public Health Science

Cost-Effectiveness Analysis of Intervention for Leprosy Patients after

Release from Treatment Through Semi Active Surveillance and Passive

Surveillance

Disability is one of indicator of the leprosy burden. The risk of disability

due to leprosy, not only in new cases of leprosy, but also during treatment and

after release from treatment. Surveillance is one of method to control level of

disability in patients who had completed treatment. Passive surveillance

implemented in Indonesia since 1982. In 2009, the semi-active surveillance

applied in Pasuruan. Not yet known which surveillance is more cost-effective.

This study aims to analyze the cost-effectiveness of the passive and semi-

active surveillance after release from leprosy treatment in controlling the level of

disability. The effectiveness and cost of each method was calculated and seen the

cost-effectiveness ratio to the control of the level of disability. Relationship of

factors such as age, education level, knowledge level, economic level, type of

leprosy, history of reactions, defect prevention, self-care by controlling the level

of disability and what is the most dominant factor is also studied. The study

design was cross-sectional.

The results showed semi active surveillance more cost-effective than

passive surveillance. Based on the results of the bivariate analysis, there is a

relationship between defect prevention and self-care by controlling the level of

disability. While the results of the multivariate declared self-care as a affected

factor.

Keywords: Cost-Effectiveness Analysis, Semi Active Surveillance, Released from

Treatment of Leprosy, Disability

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .......................... vi

ABSTRAK ......................................................................................................... vii

ABSTRACT ....................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... xvii

1. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 6

1.3 Pertanyaan Penelitian .............................................................................. 7

1.4 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 7

1.4.1 Tujuan Umum ............................................................................... 7

1.4.2 Tujuan Khusus .............................................................................. 7

1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................... 8

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 9

2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 10

2.1 Pengertian dan Diagnosis Penyakit Kusta ............................................... 10

2.2 Klasifikasi Kusta ..................................................................................... 11

2.3 Pengobatan Kusta .................................................................................... 12

2.4 Selesai Pengobatan atau RFT ................................................................. 14

2.5 Relaps atau Kambuh ............................................................................... 14

2.6 Kecacatan Akibat Kusta ......................................................................... 15

2.6.1 Penyebab Kecacatan .................................................................... 15

2.6.2 Penilaian Kecacatan ..................................................................... 17

2.7 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kecacatan ............................. 18

2.7.1 Karakteristik Responden .............................................................. 20

2.7.1.1 Umur ................................................................................ 20

2.7.1.2 Tingkat Pendidikan .......................................................... 20

2.7.1.3 Pengetahuan ..................................................................... 21

2.7.1.4 Tingkat Ekonomi ............................................................. 22

2.7.2 Tipe Kusta..................................................................................... 22

2.7.3 Riwayat Reaksi ............................................................................ 23

2.7.3.1 Pengertian Reaksi ............................................................ 23

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

x

2.7.3.2 Gejala dan Klasifikasi ...................................................... 23

2.7.3.3 Hubungan Reaksi dan Kecacatan .................................... 25

2.7.4 Upaya Pencegahan Cacat Akibat Kusta ...................................... 25

2.7.4.1 Pemeriksaan Fungsi Saraf secara Rutin ........................... 28

2.7.4.2 Penangan Reaksi dan Neuritis ......................................... 28

2.7.4.3 Hubungan Upaya Pencegahan Cacat dengan Kecacatan . 31

2.7.5 Perawatan Diri ............................................................................. 31

2.7.5.1 Perawatan Diri pada Mata ............................................... 33

2.7.5.2 Perawatan Diri pada Kulit ............................................... 34

2.7.5.3 Perawatan Diri pada Tangan dan Kaki ............................ 36

2.7.5.4 Hubungan Perawatan Diri dengan Kecacatan ................. 40

2.8 Program Pengawasan Penderita Kusta Setelah Selesai Pengobatan ...... 40

2.8.1 Metode Pengamatan Aktif ............................................................. 41

2.8.2 Metode Pengawasan Pasif ............................................................. 42

2.8.3 Metode Pengamatan Semi Aktif ................................................... 44

2.8.4 Perbedaan Metode ......................................................................... 47

2.9 Evaluasi Ekonomi .................................................................................. 49

2.9.1 Pengertian Evaluasi Ekonomi ...................................................... 49

2.9.2 Metode Evaluasi Ekonomi............................................................ 49

2.10 Biaya (Cost) ............................................................................................. 51

2.10.1 Klasifikasi Biaya........................................................................... 52

2.10.1.1 Pengaruh pada Skala Produksi ...................................... 52

2.10.1.2 Lama Penggunaan .......................................................... 52

2.10.1.3 Fungsi atau Aktivitas Sumber Biaya ............................. 53

2.10.1.4 Konsep Akibat Ekstern .................................................. 53

2.10.2 Penghitungan Biaya ..................................................................... 53

2.11 Efektivitas (Outcome) ............................................................................ 54

2.12 Analisis Efektivitas Biaya (Cost Effectiveness Analysis) ........................ 54

3. KERANGKA KONSEP .............................................................................. 56

3.1 Kerangka Teori ........................................................................................ 56

3.2 Kerangka Konsep .................................................................................... 57

3.3 Hipotesis ................................................................................................. 58

4. DESAIN PENELITIAN .............................................................................. 59

4.1 Desain Penelitian ..................................................................................... 59

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................................... 59

4.3 Populasi dan Sampel ............................................................................... 59

4.4 Definisi Operasional ................................................................................ 61

4.5 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 78

4.6 Manajemen Data .................................................................................... 78

4.7 Analisis Data .......................................................................................... 79

4.7.1 Pencatatan dan Pemilahan ............................................................ 79

4.7.2 Analisis Univariat dan Bivariat ................................................... 79

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

xi

4.7.3 Analisis Multivariat ..................................................................... 82

4.7.4 Perhitungan ICER ........................................................................ 82

5. HASIL PENELITIAN ................................................................................. 84

5.1 Gambaran Umum .................................................................................... 84

5.1.1 Metode Pengamatan Semi Aktif .................................................. 85

5.1.2 Metode Pengamatan Pasif ........................................................... 88

5.2 Hubungan Metode Pengamatan dengan Pengendalian Tingkat Cacat ... 90

5.3 Hubungan Metode Pengamatan dengan Tingkat Pengetahuan, Pencegahan

Cacat dan Perawatan Diri ....................................................................... 91

5.3.1 Hubungan Metode Pengamatan dengan Tingkat Pengetahuan ... 91

5.3.2 Hubungan Metode Pengamatan dengan Pencegahan Cacat ........ 92

5.3.3 Hubungan Metode Pengamatan dengan Perawatan Diri ............. 93

5.4 Hubungan Umur, Tingkat Pendidikan, Tingkat Pengetahuan, Tingkat

Sosial Ekonomi, Tipe Kusta, Riwayat Reaksi, Pencegahan Cacat, dan

Perawatan Diri dengan Pengendalian Tingkat Cacat ............................. 93

5.4.1 Hubungan Umur dengan Pengendalian Tingkat Cacat................. 93

5.4.2 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengendalian Tingkat Cacat

...................................................................................................... 94

5.4.3 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Pengendalian Tingkat

Cacat ........................................................................................... 95

5.4.4 Hubungan Tingkat Ekonomi dengan Pengendalian Tingkat Cacat

...................................................................................................... 95

5.4.5 Hubungan Tipe Kusta dengan Pengendalian Tingkat Cacat ....... 96

5.4.6 Hubungan Riwayat Reaksi dengan Pengendalian Tingkat Cacat . 97

5.4.7 Hubungan Pencegahan Cacat dengan Pengendalian Tingkat Cacat

...................................................................................................... 98

5.4.8 Hubungan Perawatan Diri dengan Pengendalian Tingkat Cacat .. 99

5.5 Faktor yang Paling Berpengaruh terhadap Pengendalian Tingkat Cacat 99

5.6 Biaya ....................................................................................................... 102

5.7 Efektivitas Biaya dalam Pengendalian Tingkat Cacat ........................... 103

5.8 Rasio Efektivitas Biaya Tambahan dalam Pengendalian Tingkat Cacat 102

6. PEMBAHASAN ........................................................................................... 104

6.1 Hubungan Metode Pengamatan dengan Pengendalian Tingkat Cacat ... 104

6.2 Hubungan Metode Pengamatan dengan Tingkat Pengetahuan, Pencegahan

Cacat, dan Perawatan Diri ...................................................................... 104

6.3 Hubungan Umur, Tingkat Pendidikan, Tingkat Pengetahuan, Tingkat

Sosial Ekonomi, Tipe Kusta, Riwayat Reaksi, Pencegahan Cacat, dan

Perawatan Diri dengan Pengendalian Tingkat Cacat ............................. 105

6.3.1 Hubungan Umur dengan Pengendalian Tingkat Cacat................. 105

6.3.2 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengendalian Tingkat Cacat

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

xii

...................................................................................................... 105

6.3.3 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Pengendalian Tingkat

Cacat ........................................................................................... 106

6.3.4 Hubungan Tingkat Ekonomi dengan Pengendalian Tingkat Cacat

106

6.3.5 Hubungan Tipe Kusta dengan Pengendalian Tingkat Cacat ....... 106

6.3.6 Hubungan Riwayat Reaksi dengan Pengendalian Tingkat Cacat 107

6.3.7 Hubungan Pencegahan Cacat dengan Pengendalian Tingkat Cacat

...................................................................................................... 107

6.3.8 Hubungan Perawatan Diri dengan Pengendalian Tingkat Cacat . 108

6.4 Faktor yang Paling Berpengaruh terhadap Pengendalian Tingkat Cacat 108

6.5 Biaya ....................................................................................................... 112

6.6 Efektivitas Biaya dalam Pengendalian Tingkat Cacat ........................... 113

6.7 Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 113

7. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 115

7.1 Kesimpulan ............................................................................................. 115

7.2 Saran ....................................................................................................... 115

7.2.1 Program ....................................................................................... 115

7.2.2 Penelitian Selanjutnya ................................................................ 116

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 117

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Prevalensi dan jumlah kasus baru kusta di 130 negara pada wilayah

WHO tahun 2010 ............................................................................ 1

Tabel 2.1 Fungsi Saraf Tepi ............................................................................ 11

Tabel 2.2 Klasifikasi Kusta berdasarkan Program Pengobatan ...................... 12

Tabel 2.3 Dosis Obat Penderita PB ................................................................. 13

Tabel 2.4 Dosis Obat Penderita MB ................................................................ 13

Tabel 2.5 Tingkat Cacat Menurut WHO yang Disesuaikan untuk Indonesia . 17

Tabel 2.6 Hasil Pemeriksaan Keadaan Cacat pada Kartu Penderita Kusta ..... 18

Tabel 2.7 Hasil Penelitian Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kecacatan

.......................................................................................................... 19

Tabel 2.8 Perbedaan Reaksi Ringan dan Berat pada Reaksi Tipe 1 ................ 24

Tabel 2.9 Perbedaan Reaksi Ringan dan Berat pada Reaksi Tipe 2 ................ 25

Tabel 2.10 Kerusakan Fungsi Saraf Tepi .......................................................... 28

Tabel 2.11 Pengobatan Reaksi Berat ................................................................. 29

Tabel 2.12 Jenis Kecacatan dan Perawatan Diri pada Mata .............................. 33

Tabel 2.13 Jenis Kecacatan dan Perawatan Diri pada Kulit .............................. 35

Tabel 2.14 Jenis Kecacatan dan Perawatan Diri pada Tangan dan Kaki .......... 37

Tabel 2.15 Perbedaan Metode Pengamatan Setelah Selesai Pengobatan .......... 48

Tabel 2.16 Tabel Pengukuran Biaya dan Konsekuensi pada Evaluasi Ekonomi 51

Tabel 4 Definisi Operasional ........................................................................ 61

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Puskesmas di Kabupaten Pasuruan

Tahun 2012 ...................................................................................... 85

Tabel 5.2 Hubungan Metode Pengamatan dengan Pengendalian Tingkat Cacat di

Kabupaten Pasuruan Tahun 2012 .................................................... 90

Tabel 5.3 Hubungan antara Metode Pengamatan dengan Tingkat Pengetahuan di

Kabupaten Pasuruan Tahun 2012 .................................................... 91

Tabel 5.4 Hubungan antara Metode Pengamatan dengan Pencegahan Cacat di

Kabupaten Pasuruan Tahun 2012 .................................................... 92

Tabel 5.5 Hubungan antara Metode Pengamatan dengan Perawatan Diri di

Kabupaten Pasuruan Tahun 2012 .................................................... 93

Tabel 5.6 Hubungan antara Umur dengan Pengemdalian Tingkat Cacat di

Kabupaten Pasuruan Tahun 2012 .................................................... 94

Tabel 5.7 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Pengendalian Tingkat

Cacat di Kabupaten Pasuruan Tahun 2012 ..................................... 94

Tabel 5.8 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Pengendalian Tingkat

Cacat di Kabupaten Pasuruan Tahun 2012 ..................................... 95

Tabel 5.9 Hubungan antara Tingkat Ekonomi dengan Pengendalian Tingkat

Cacat di Kabupaten Pasuruan Tahun 2012 ..................................... 96

Tabel 5.10 Hubungan antara Tipe Kusta dengan Pengendalian Tingkat Cacat di

Kabupaten Pasuruan Tahun 2012 .................................................... 96

Tabel 5.11 Hubungan antara Riwayat Reaksi dengan Pengendalian Tingkat Cacat

di Kabupaten Pasuruan Tahun 2012 ................................................ 97

Tabel 5.12 Hubungan antara Pencegahan Cacat dengan Pengendalian Tingkat

Cacat di Kabupaten Pasuruan Tahun 2012 ..................................... 98

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

xiv

Tabel 5.13 Hubungan antara Perawatan Diri dengan Pengendalian Tingkat Cacat

di Kabupaten Pasuruan Tahun 2012 ................................................ 99

Tabel 5.14 Model Awal Uji Multivariat terhadap Faktor yang Berhubungan

dengan Pengendalian Tingkat Cacat di Kabupaten Pasuruan Tahun

2012 .................................................................................................. 100

Tabel 5.15 Model Akhir Uji Multivariat terhadap Faktor yang Berhubungan

dengan Pengendalian Tingkat Cacat di Kabupaten Pasuruan Tahun

2012 ................................................................................................. 100

Tabel 5.16 Gambaran Biaya Program dan Penderita pada Metode Pengamatan

Semi Aktif dan Metode Pengamatan Pasif di Kabupaten Pasuruan

Tahun 2012 ...................................................................................... 102

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Proses Terjadinya Kecacatan Kusta ................................... 16

Gambar 2.2 Alur Kegiatan Penderita Setelah Selesai Pengobatan Kusta yang

Datang ke Puskesmas pada Metode Pengamatan Pasif ................ 43

Gambar 2.3 Alur Pertemuan Penderita dengan Petugas pada Metode Pengamatan

Semi Aktif ..................................................................................... 45

Gambar 2.4 Alur Kegiatan Penderita Setelah Selesai Pengobatan Kusta yang

Datang ke Puskesmas pada Metode Pengamatan Semi Aktif ....... 47

Gambar 3.2 Kerangka Konsep .......................................................................... 57

Gambar 5.1 Alur Kegiatan Penderita Setelah Selesai Pengobatan Kusta yang

Datang ke Puskesmas pada Metode Pengamatan Semi Aktif ....... 87

Gambar 5.2 Alur Kegiatan Penderita Setelah Selesai Pengobatan Kusta yang

Dikunjungi oleh Puskesmas pada Metode Pengamatan Semi Aktif

....................................................................................................... 88

Gambar 5.3 Alur Kegiatan Penderita Setelah Selesai Pengobatan Kusta yang

Datang ke Puskesmas pada Metode Pengamatan Pasif ................ 89

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kartu Penderita Kusta .............................................................. 122

Lampiran 2 Form POD ............................................................................... 126

Lampiran 3 Form Evaluasi Pengobatan Reaksi Berat ................................. 127

Lampiran 4 Kuesioner Puskesmas ............................................................. 129

Lampiran 5 Kuesioner Petugas Puskesmas ................................................ 132

Lampiran 6 Kuesioner Penderita ................................................................ 137

Lampiran 7 Hasil Analisis Bivariat ............................................................ 145

Lampiran 8 Hasil Analisis Multivariat ....................................................... 181

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

xvii

DAFTAR SNGKATAN

ALERT : All Africa Leprosy, Tuberculosis and Rehabilitation Training Centre

BTA : Bakteri Tahan Asam

CEA : Cost-Effectiveness Analysis

CER : Cost-Effectiveness Ratio

DDS : Diamino Diphenyl Sulphone

ENL : Erythema Nodosum Leprosum

GDP : Gross Domestic Product

ICER : Incremental Cost-Effectiveness Ratio

ILEP : International Federation of Anti-Leprosy Associations

KPD : Kelompok Perawatan Diri

MB : Multi Basiler

MDT : Multi Drugs Therapy

NCD : New Case Detection

OR : Odds Ratio

PB : Pausi Basiler

PCC : Pengawas Cegah Cacat

POD : Prevention of Disability

RCT : Randomized Clinical Trial

RFC : Release From Control

RFT : Release From Treatment

ST : Sensory Test

UPBM : Upaya Perawatan Berbasis Masyarakat

VMT : Voluntary Muscle Testing

WHO : World Health Organization

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit kusta merupakan penyakit kronis dan menular yang telah

dikenal sejak tahun 2000 sebelum Masehi (Depkes RI, 2007). Namun hingga

tahun 2010, masih terdapat 130 negara di wilayah Afrika, Amerika, Asia

Tenggara, Mediterania Timur, dan Pasifik Barat yang memiliki beban

penyakit kusta tinggi. Data WHO (2011) menunjukkan bahwa Asia Tenggara

memiliki penderita kusta terdaftar (prevalensi) dan jumlah kasus baru (NCD)

terbanyak dibandingkan dengan empat wilayah lainnya, seperti yang

tercantum pada tabel berikut ini :

Tabel Prevalensi dan jumlah kasus baru kusta di 130 negara

pada wilayah WHO tahun 2010

Wilayah WHO

Kasus Terdaftar

(prevalensi /10.000 penduduk)

Jumlah kasus baru (angka penemuan

kasus baru /100.000 penduduk)

Afrika

Amerika

Asia Tenggara

Mediterania Timur

Pasifik Barat

27.111 (0,38)

33.953 (0,38)

113.750 (0,64)

9.046 (0,17)

8.386 (0,05)

25.345 (3,53)

37.740 (4.25)

156.254 (8,77)

4.080 (0,67)

5.055 (0,28)

Sumber : WHO, 2011

Selain besarnya jumlah kasus baru dan prevalensi, WHO (2009) juga

menyatakan bahwa lebih dari tiga juta orang di seluruh dunia diperkirakan

hidup dengan kecacatan akibat kusta. Besarnya jumlah kasus baru, prevalensi,

dan jumlah kecacatan tersebut menunjukkan tingginya beban kusta di dunia

pada tahun 2010.

Indonesia sebagai salah satu negara di Asia tenggara, memiliki beban

penyakit kusta yang cukup tinggi. Pada tujuh tahun terakhir, Indonesia

menempati urutan ketiga di dunia dan urutan kedua di wilayah Asia Tenggara

(WHO, 2011). Berdasarkan Kemenkes RI (2011), pada tahun 2010 jumlah

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

2

Universitas Indonesia

kasus baru kusta di Indonesia mencapai 17.012 kasus dengan kecacatan

tingkat 2 di antara penderita baru sebesar 10,71% (1822 kasus).

Kecacatan sebagai salah satu indikator beban penyakit kusta,

menimbulkan masalah yang kompleks. Kecacatan yang terjadi pada bagian

mata, tangan, atau kaki penderita seringkali tampak menyeramkan sehingga

menimbulkan ketakutan yang berlebihan terhadap kusta (leprofobia) dan

stigma di masyarakat (Wisnu dan Hadilukito, 2003). Stigma di masyarakat

menyebabkan penderita kusta dijauhi dan dikucilkan oleh masyarakat

walaupun penderita tersebut telah diobati dan telah dinyatakan selesai

pengobatan (Wisnu dan Gudadi, 1997). Kecacatan menjadi penyebab

timbulnya stigma yang mengakibatkan terjadinya permasalahan kompleks,

tidak hanya terbatas pada masalah medis melainkan masalah sosial, ekonomi,

budaya, keamanan, dan ketahanan nasional (Depkes RI, 2007; Universitas

Sumatera Utara, 2008).

Risiko kecacatan akibat kusta tidak hanya terjadi pada kasus baru

kusta. Kecacatan dapat terjadi sebelum pengobatan, selama pengobatan,

bahkan setelah selesai pengobatan dan risiko cacat tersebut menurun bertahap

setelah tiga tahun berikutnya (Rodrigues dan Lockwood, 2011; Depkes RI,

2007; Health Ministry of Ethiopia, 1997). Laporan WHO Expert Committee

on Leprosy dari beberapa Negara menyatakan bahwa rata-rata setelah selesai

pengobatan kusta terdapat 75% penderita dengan kecacatan (Susanto, 2006).

Sedangkan hasil penelitian penilaian kecacatan terhadap 43 penderita setelah

selesai pengobatan yang dilakukan di kabupaten Subang provinsi Jawa Barat

pada tahun 2001, menunjukkan 21 % mengalami kenaikan tingkat kecacatan

(Hasibuan, 2002).

Risiko kecacatan pada penderita kusta setelah selesai pengobatan di

seluruh provinsi di Indonesia selama ini dipantau dengan menggunakan

metode pengamatan pasif (passive surveillance). Metode ini dilakukan selama

2 tahun setelah selesai pengobatan untuk tipe PB (pauci-baciler) dan 5 tahun

setelah selesai pengobatan untuk tipe MB (multi-baciler) tanpa pemeriksaan

laboratorium (Depkes RI, 2007). Metode ini disebut dengan pengamatan pasif

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

3

Universitas Indonesia

karena petugas tidak akan melakukan tindakan apabila penderita tidak datang.

Metode pengamatan pasif yang direkomendasikan oleh WHO ini, lebih

mengacu pada keaktifan penderita setelah selesai pengobatan untuk datang ke

puskesmas dan berkonsultasi dengan petugas puskesmas tiap tahun atau

kapan saja jika terdapat tanda-tanda relaps atau terdapat masalah-masalah lain

seperti terjadinya reaksi atau bertambah buruknya akibat kusta yang mereka

derita (Jacobson, 1994; Gebre dan Saunderson, 2001).

Setelah diterapkan, diketahui kerugian pada metode pengamatan pasif

adalah kesempatan untuk mendeteksi reaksi atau neuritis (terutama silent

neuritis) secara dini berkurang. ALERT melakukan penelitian di Ethiopia

pusat terhadap 116 penderita setelah selesai pengobatan yang dipantau oleh

metode pengamatan pasif selama 5 tahun. Hasil menunjukkan bahwa dari 116

penderita yang didorong untuk datang tiap tahun ke pelayanan kesehatan

untuk pemeriksaan fungsi saraf dan penilaian tingkat kecacatan, hanya sedikit

yang datang untuk tindak lanjut . Sebanyak 56,9% penderita tidak pernah

datang sama sekali dalam 5 tahun. Berdasarkan penelitian ini juga diperoleh

odds ratio (OR) terjadinya kondisi yang memburuk pada kecacatan (nilai

kecacatan Mata-Tangan-Kaki meningkat) apabila pengamatan aktif tidak

dilakukan adalah 1,9 (disesuaikan umur, jenis kelamin, klasifikasi) (Gebre

dan Saunderson, 2001).

Berdasarkan berkurangnya kesempatan mendeteksi reaksi secara dini

dan memburuknya kondisi kecacatan pada penderita dalam metode

pengamatan pasif, maka pada tahun 2009 dilakukan suatu proyek uji coba

pengamatan semi aktif (Semi Active Surveillance). Metode yang dilakukan di

Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Gorontalo ini disebut dengan

pengamatan semi aktif karena petugas puskesmas akan pasif menunggu

penderita datang ke puskesmas atau Kelompok Perawatan Diri (KPD)

berdasarkan perjanjian minimal 3 bulan sekali untuk memeriksakan diri.

Namun, petugas akan mengunjungi penderita secara aktif apabila penderita

tidak datang dan tidak dapat dihubungi dalam tempo 4 bulan dari waktu yang

dijanjikan. Saat penderita bertemu dengan petugas puskesmas atau KPD, akan

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

4

Universitas Indonesia

dilakukan pemeriksaan tanda awal reaksi dan pencegahan cacat (pemeriksaan

fungsi saraf), penilaian kondisi kecacatan, pemberian informasi tentang

perawatan diri, serta identifikasi kebutuhan medis dan alat pelindung diri

yang dibutuhkan oleh penderita (Kemenkes RI, 2010)

Pengamatan semi aktif secara umum, bertujuan untuk mencegah

peningkatan tingkat kecacatan (tingkat tetap atau menurun) pada penderita

setelah selesai pengobatan dalam pengamatan selama 5 tahun. Sedangkan

tujuan khusus dari metode ini adalah penderita tetap memiliki hubungan

dengan petugas puskesmas selama penderita masih berisiko, penderita

mampu melakukan perawatan diri secara teratur tiap hari, dan penderita

mendapatkan bantuan dalam mengatasi masalah medis yang ada (Kemenkes

RI, 2010). Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Pasuruan (2011), perlu

dilakukan kegiatan pengamatan semi aktif untuk mengurangi beban kecacatan

penderita kusta setelah selesai pengobatan. Kecacatan dapat dikurangi dan

penderita kusta dapat dibantu secara lebih efektif dan efisien dengan

menerapkan suatu sistem yang memungkinkan penderita kusta setelah selesai

pengobatan untuk tetap berhubungan dengan Puskesmas selama penderita

tersebut membutuhkan bimbingan untuk mengatasi kecacatan yang dialami.

Kedua metode pencegahan cacat setelah selesai pengobatan tersebut

memiliki tujuan yang sama, yaitu lebih spesifik untuk mencegah terjadinya

peningkatan tingkat cacat (timbulnya cacat baru dan kondisi cacat yang

bertambah parah). Namun dari kedua metode tersebut, belum dapat ditentukan

metode yang mana yang lebih efektif-biaya. Hal ini disebabkan karena metode

pengamatan semi aktif belum pernah dilakukan sebelumnya, baik di dalam

negeri maupun di luar negeri. Penelitian yang pernah dilakukan terkait dengan

metode pengamatan pasif adalah penelitian yang dilakukan oleh ALERT di

daerah Ethiopia pusat, pada penelitian ini metode pengamatan pasif

dibandingkan dengan metode pengamatan aktif. Hasil penelitian menunjukkan

pada kedua metode terdapat sedikit perbedaan efektivitas (mengurangi tingkat

kecacatan) namun biaya yang dibutuhkan pada metode pengamatan aktif lebih

mahal dibandingkan metode pengamatan pasif (Gebre dan Saunderson, 2001).

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

5

Universitas Indonesia

Berdasarkan paparan tersebut, peneliti berpendapat bahwa diperlukan

metode yang tepat untuk dapat mengevaluasi secara menyeluruh terhadap

efektivitas dan biaya dari penerapan metode pengamatan pasif dan

pengamatan semi aktif. Peneliti akan menggunakan Analisis Efektivitas Biaya

(CEA) yaitu suatu analisis yang mencari bentuk intervensi mana yang paling

menguntungkan dalam mencapai suatu tujuan, dengan cara membandingkan

hasil suatu kegiatan dengan biayanya, dimana ukuran input diukur dalam nilai

moneter dan ukuran output-nya diukur dalam jumlah output yang

dihasilkannya (Drummond, 2001).

Input yang dimaksud dalam penelitian ini adalah besarnya biaya yang

terdiri biaya langsung maupun tidak langsung yang dikeluarkan oleh program

dalam mengendalikan nilai kecacatan pada penderita, sedangkan output yang

dimaksud adalah jumlah penderita yang tingkat cacatnya dapat dikendalikan

sehingga tingkat cacat yang dimiliki tetap bahkan menurun. Selanjutnya

melalui penelitian yang akan dilakukan, akan diketahui metode mana yang

memiliki efektivitas biaya yang lebih tinggi dan menjadi suatu alternatif yang

sesuai untuk mengendalikan tingkat cacat pada penderita setelah selesai

pengobatan. Selain itu, peneliti juga akan melihat hubungan antara

pengendalian tingkat cacat dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan

kecacatan seperti umur, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, tingkat

ekonomi, tipe kusta, riwayat reaksi, pencegahan cacat, perawatan diri

(Moshioni,et.al, 2010; Universitas Negeri Semarang, 2009; Susanto, 2006;

Universitas Diponegoro, 2002).

Penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak baik orang yang pernah

mengalami kusta dan keluarga, masyarakat umum, peneliti dan bagi program

pengendalian penyakit kusta dan penelitian ini tidak merugikan masyarakat.

Harapan peneliti adalah penelitian ini dapat menghasilkan data yang akurat

yang dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk merencanakan dan

melaksanakan program pengendalian penyakit kusta terkait pencegahan cacat

akibat kusta pada penderita setelah selesai pengobatan.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

6

Universitas Indonesia

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka

dibutuhkan suatu penelitian yang dapat menentukan apakah metode

pengamatan semi aktif lebih efektif biaya dibandingkan dengan pengamatan

pasif dalam mengendalikan tingkat cacat.

1.2 Rumusan Masalah

Kecacatan merupakan salah satu indikator beban penyakit kusta.

Kecacatan dapat terjadi Kecacatan dapat terjadi sebelum pengobatan, selama

pengobatan, bahkan setelah selesai pengobatan (Rodrigues dan Lockwood,

2011; Depkes RI, 2007; Health Ministry of Ethiopia, 1997). Upaya dalam

pengendalian kecacatan pada penderita yang telah selesai pengobatan adalah

dengan menerapkan metode pengamatan. Sejak tahun 1982, telah diterapkan

metode pengamatan pasif di seluruh wilayah Indonesia. Namun pada

penerapan pengamatan pasif ini, terdapat kerugian dalam pengendalian cacat

yaitu berkurangnya kesempatan untuk mendeteksi reaksi atau neuritis

(terutama silent neuritis) secara dini (Gebre dan Saunderson, 2001). Guna

mengatasi kerugian tersebut, pada tahun 2009 dilakukan suatu proyek uji

coba pengamatan semi aktif (Semi Active Surveillance) pada Kabupaten

Pasuruan dan Gorontalo. Namun hingga saat ini belum diketahui apakah

metode pengamatan semi aktif lebih efektif biaya dibandingkan dengan

metode pengamatan pasif yang telah diterapkan sebelumnya dalam

mengendalikan tingkat cacat.

Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian untuk melihat metode

yang lebih efektif biaya dalam pengendalian tingkat cacat pada penderita kusta

setelah selesai pengobatan antara pengamatan pasif dan metode pengamatan

semi aktif. Penelitian ini akan dilakukan di Kabupaten Pasuruan pada Mei

2012 karena Kabupaten Pasuruan merupakan salah satu kabupaten yang

melaksanakan metode pengamatan semi aktif di 10 puskesmas dan metode

pengamatan pasif di 14 puskesmas. Selain itu, Kabupaten Pasuruan terletak di

Provinsi Jawa Timur yang merupakan provinsi dengan jumlah kasus kecacatan

terbanyak dibandingkan provinsi lain di Indonesia. Prosentase kecacatan

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

7

Universitas Indonesia

tingkat 2 di antara kasus baru yang terdapat di Kabupaten Pasuruan mencapai

8,9% (Kemenkes, 2011).

1.3 Pertanyaan Penelitian

a. Bagaimana gambaran biaya, metode pengamatan, umur, tingkat

pendidikan, tingkat pengetahuan, tingkat ekonomi, tipe kusta, riwayat

reaksi, pencegahan cacat, perawatan diri, dan tingkat cacat pada penderita

kusta yang telah selesai pengobatan?

b. Bagaimana hubungan metode pengamatan dengan tingkat pengetahuan,

perawatan diri, dan pencegahan cacat pada penderita kusta yang telah

selesai pengobatan?

c. Bagaimana hubungan umur, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan,

tingkat ekonomi, tipe kusta, riwayat reaksi, pencegahan cacat, perawatan

diri dengan pengendalian tingkat cacat pada penderita kusta yang telah

selesai pengobatan?

d. Faktor-faktor apa yang paling dominan mempengaruhi pengendalian

tingkat cacat pada penderita kusta yang telah selesai pengobatan?

e. Bagaimana rasio efektivitas biaya metode pengamatan semi aktif terhadap

metode pengamatan pasif dalam mengendalikan tingkat cacat pada

penderita kusta setelah selesai pengobatan?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Menganalisis efektivitas biaya metode pengamatan semi aktif

terhadap metode pengamatan pasif setelah selesai pengobatan kusta dalam

pengendalian tingkat cacat.

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi biaya, metode pengamatan, umur, tingkat

pendidikan, tingkat pengetahuan, tingkat ekonomi, tipe kusta, riwayat

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

8

Universitas Indonesia

reaksi, pencegahan cacat, perawatan diri, dan tingkat cacat pada

penderita kusta yang telah selesai pengobatan.

b. Mengetahui hubungan antara metode pengamatan dengan tingkat

pengetahuan, perawatan diri, dan pencegahan cacat pada penderita

kusta yang telah selesai pengobatan.

c. Mengetahui hubungan antara umur, tingkat pendidikan, tingkat

pengetahuan, tingkat ekonomi, tipe kusta, riwayat reaksi, pencegahan

cacat, perawatan diri dengan pengendalian tingkat cacat pada penderita

kusta yang telah selesai pengobatan.

d. Mengetahui faktor-faktor apa yang paling dominan mempengaruhi

pengendalian tingkat cacat pada penderita kusta yang telah selesai

pengobatan.

e. Mengetahui rasio efektivitas biaya metode pengamatan semi aktif

terhadap metode pengamatan pasif dalam mengendalikan tingkat cacat

pada penderita kusta setelah selesai pengobatan.

1.5 Manfaat Penelitian

a. Aplikatif

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembuat

kebijakan dalam merumuskan alternatif terbaik dalam perencanaan dan

pelaksanaan pengendalian cacat pada program pengendalian penyakit

kusta.

b. Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan pengembangan

penelitian tentang efektivitas biaya pada metode lain terkait pengendalian

cacat pada penyakit kusta.

c. Metodologis

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai metode

atau strategi yang tepat untuk mendapatkan metode yang lebih efektif dan

efisien dalam pengendalian cacat pada penyakit kusta.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

9

Universitas Indonesia

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan menganalisis efektivitas biaya intervensi terhadap

penderita kusta setelah selesai pengobatan melalui metode pengamatan pasif

dan metode pengamatan semi aktif di kabupaten Pasuruan pada bulan Mei

2012. Penelitian ini dilakukan pada penderita kusta setelah selesai pengobatan

di Kabupaten karena Kabupaten Pasuruan menerapkan metode pengamatan

pasif (14 puskesmas) dan metode pengamatan semi aktif (10 puskesmas).

Penelitian ini dilakukan dengan desain penelitian cross sectional.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

10 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Diagnosis Penyakit Kusta

Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh bakteri

yang menyerang kulit dan saraf tepi (James Chin, 2009). Penyakit ini

disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae dan ditularkan melalui

pernapasan atau kulit dengan kontak erat dan lama. Bakteri pada penyakit

kusta memiliki masa inkubasi yang cukup panjang yaitu 2 hingga 5 tahun

(Depkes RI, 2007).

Diagnosa penyakit kusta dapat dilakukan oleh petugas puskesmas

atau tenaga kesehatan yang telah mendapatkan pelatihan tentang penyakit ini.

Berdasarkan Pfaltzgraff dan Ramu (1994) dan Depkes RI (2007), diagnosa

penyakit kusta ditegakkan dengan ditemukannya salah satu tanda dari 3 tanda

utama yang umum disebut cardinal sign yaitu :

a. Lesi berwarna keputihan (hypopigentasi) atau kemerahan (erithematous)

yang mati rasa (anaesthesi).

b. Adanya penebalan saraf tepi disertai dengan adanya gangguan fungsi.

Gangguan fungsi saraf merupakan akibat dari peradangan kronis pada

saraf tepi (neuritis perifer).

c. Ditemukannya bakteri Mycobacterium leprae dari hasil pemeriksaan BTA

pada kerokan kulit.

Saraf tepi yang dimaksud dalam cardinal sign berikut dengan

fungsinya dapat dilihat pada tabel 2.1.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

11

Universitas Indonesia

Tabel 2.1

Fungsi Saraf Tepi

Saraf Fungsi

Motorik Sensorik Otonom

Auricularis

magnus

Mempersarafi area

belakang telinga

Mempersarafi

kelenjar

keringat,

kelenjar

minyak, dan

pembuluh

darah

Facialis Mempersarafi

kelopak mata agar

bisa menutup

Ulnaris Mempersarafi jari

manis dan jari

kelingking

Rasa raba telapak tangan

bagian jari kelingking dan

separuh jari manis

Medianus Mempersarafi ibu

jari, telunjuk, dan

jari tengah

Rasa raba telapak tangan

bagian ibu jari, telunjuk,

jari tengah, separuh jari

manis

Radialis Kekuatan

pergelangan tangan

Peroneus

communis

Kekuatan

pergelangan kaki

Tibialis

posterior

Mempersarafi jari-

jari kaki

Rasa raba telapak kaki

Sumber : Depkes RI, 2007

2.2 Klasifikasi Kusta

Menurut Amirudin, Hakim, dan Darwis (2003), klasifikasi penyakit

kusta dilakukan untuk menentukan rejimen pengobatan, prognosis,

komplikasi, dan perencanaan operasional. Perencanaan operasional yang

dimaksud, misalnya menentukan pasien yang mempunyai nilai epidemiologis

tinggi sebagai target utama pengobatan, identifikasi pasien yang memiliki

peluang cacat.

Klasifikasi penyakit kusta yang umum digunakan antara lain

klasifikasi Madrid (1953), klasifikasi Ridley-Jopling (1962), dan klasifikasi

WHO (1981 dan modifikasi 1988). Klasifikasi Madrid merupakan klasifikasi

internasional yang membagi penyakit kusta menjadi 4 tipe yaitu intermediate

(I), tuberkuloid (T), borderline – dimorphous (B), Lepromatosa (L).

Sedangkan klasifikasi Ridley-Jopling merupakan klasifikasi yang digunakan

untuk kepentingan riset yang membagi penyakit kusta menjadi tipe

tuberkuloid (TT), borderline tuberkuloid (BT), mid – borderline (BB),

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

12

Universitas Indonesia

borderline lepromatous (BL), Lepromatosa (LL). Klasifikasi berikutnya

adalah klasifikasi WHO yang digunakan untuk kepentingan program

(memudahkan pengobatan di lapangan), yaitu tipe PB (pausibasilar) dan tipe

MB (multibasilar) dengan kriteria yang dijabarkan pada tabel 2.2.

Tabel 2.2

Klasifikasi Kusta berdasarkan Program Pengobatan

Tanda Utama PB MB

Bercak Kusta Jumlah 1 – 5 Jumlah > 5

Penebalan Saraf Tepi yang

Disertai dengan Gangguan

Fungsi (mati rasa/ kelemahan

otot yang dipersarafi oleh saraf

yang bersangkutan)

Hanya satu saraf Lebih dari satu saraf

Sediaan Apusan BTA Negatif BTA Positif

Sumber : Depkes RI, 2007

2.3 Pengobatan Kusta

Pengobatan pada penderita kusta dapat membunuh bakteri

Mycobacterium leprae sehingga dapat memutus mata rantai penularan,

menyembuhkan penyakit pada penderita, dan mencegah terjadinya cacat atau

mencegah bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan (Depkes

RI, 2007). Pengobatan dengan minyak chaulmoogra (hydnocarpus) dikenal

sebagai pengobatan pertama kali yang efektif untuk kusta. Kemudian pada

tahun 1945, pengobatan tersebut digantikan dengan pengobatan yang

menggunakan dapson (DDS). DDS tidak hanya mengobati penyakit kusta

pada suatu individu, namun juga mengontrol kusta pada masyarakat di daerah

endemik (McDougall, 1997). Berdasarkan Depkes RI (1993), DDS

digunakan sebagai pengobatan kusta di Indonesia sejak tahun 1951. Pada

tahun 1969, program kusta diintegrasikan di puskesmas.

Sejak tahun 1982, WHO merekomendasikan pengobatan baru untuk

penyakit kusta yaitu rejimen MDT (Multi Drugs Therapy). Pengobatan

dengan MDT diterapkan oleh program kusta di Indonesia pada tahun yang

sama (McDougall, 1997; Depkes RI, 1993). MDT diharapkan dapat

mengantisipasi terjadinya resistensi obat saat penderita kusta hanya

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

13

Universitas Indonesia

mengkonsumsi DDS dalam pengobatan penyakit kusta (Soebono dan

Suhariyanto, 2003).

MDT (Multi Drugs Therapy) merupakan kombinasi dua atau tiga obat

yang terdiri dari obat rifampisin, lampren (clofazimin), dan dapson (DDS).

Rifampisin bekerja sinergis mematikan bakteri Mycobacterium leprae,

sedangkan obat lampren dan DDS bekerja untuk melemahkan dan

menghancurkan sisa-sisa bakteri. Rincian mengenai dosis obat ditampilkan

pada tabel 2.3 untuk penderita PB dan 2.4 untuk penderita MB.

Tabel 2.3

Dosis Obat Penderita PB

Obat Umur 10-14 tahun Umur ≥15 tahun Keterangan

Rifampisin 450 mg/bulan 600 mg/bulan Minum hari ke 1 di

depan petugas

DDS

50 mg/bulan 100 mg/bulan Minum hari ke 1 di

depan petugas

50 mg/hari 100 mg/hari Minum hari ke 2 – 28

di rumah

Sumber : Depkes RI, 2007

Tabel 2.4

Dosis Obat Penderita MB

Obat Umur 10-14 tahun Umur ≥15 tahun Keterangan

Rifampisin 450 mg/bulan 600 mg/bulan Minum hari ke 1 di

depan petugas

DDS

50 mg/bulan 100 mg/bulan Minum hari ke 1 di

depan petugas

50 mg/hari 100 mg/hari Minum hari ke 2 – 28

di rumah

Lampren

150 mg/bulan 300 mg/bulan Minum hari ke 1 di

depan petugas

50 mg/ 2 hari 50 mg/hari Minum hari ke 2 – 28

di rumah

Sumber : Depkes RI, 2007

Informasi pada kedua tabel tersebut adalah rincian dosis pada paket

obat yang tersedia dalam bentuk blister, yaitu paket obat untuk orang dewasa

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

14

Universitas Indonesia

dan anak umur 10 – 14 tahun. Sedangkan untuk anak yang umurnya di bawah

10 tahun, dosis obat disesuaikan dengan berat badan sebagai berikut :

Rifampisin : 10 – 15 mg/kgBB

DDS : 1 – 2 mg/kg BB

Lampren : 1 mg/kgBB

Pada awal rejimen MDT ini direkomendasikan, jumlah obat MDT

yang diberikan pada tipe PB adalah 6 blister dalam 6 – 9 bulan, sedangkan

pada tipe MB adalah 24 blister selama 24 – 36 bulan. Kemudian pada tahun

1997, muncul rejimen MDT generasi kedua oleh WHO sebagai hasil dari

penelitian terhadap pengobatan MDT pada tipe MB. Pada rejimen MDT

kedua ini, penderita MB direkomendasikan mendapatkan jumlah obat lebih

sedikit dari sebelumnya, yaitu 12 blister obat selama 12 – 18 bulan tanpa

meningkatkan risiko berkembangnya resistensi terhadap rifampisin

(McDougall, 1997; Depkes RI, 2007).

2.4 Selesai Pengobatan atau RFT

Selesai pengobatan atau RFT (Release from Treatment) adalah istilah

untuk menyatakan penderita telah selesai pengobatan kusta. Penderita PB

yang telah minum 6 blister obat MDT dalam 6 – 9 bulan dan penderita MB

yang telah minum 12 blister obat MDT dalam 12 – 18 bulan dinyatakan telah

menyelesaikan pengobatan atau RFT oleh petugas puskesmas dan akan

memasuki masa pengamatan (Depkes RI, 2007).

2.5 Relaps atau Kambuh

Relaps adalah kembalinya penyakit kusta secara aktif pada penderita

yang telah menyelesaikan pengobatan MDT (RFT) dengan gejala meluas dan

menebalnya lesi yang telah ada atau terbentuknya lesi baru, penebalan atau

kekakuan saraf, adanya saraf baru yang mengalami penebalan disertai

gangguan fungsi, ditemukannya bakteri pada tempat yang sebelumnya negatif

atau pada lesi baru (Amirudin, Hakim, dan Darwis, 2003). Menurut Depkes

RI (2007), pernyataan relaps harus dikonfirmasikan ke dokter kusta yang

memiliki kemampuan klinis dalam mendiagnosis relaps.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

15

Universitas Indonesia

Apabila relaps terjadi, maka penderita akan diobati kembali dengan

rejimen pengobatan yang sesuai dengan tipe kusta yang diderita berdasarkan

hasil pemeriksaan cardinal sign (Depkes RI, 2007). Pada saat pengobatan

dengan DDS dilakukan, relaps sering terjadi pada penderita setelah

pengobatan (RFT). Namun sejak pengobatan MDT dilaksanakan, angka

relaps setelah selesai pengobatan (RFT) sangat kecil, berkurang hingga

kurang dari 1 % (Lockwood, 2002).

2.6 Kecacatan Akibat Kusta

2.6.1 Penyebab Kecacatan

Kecacatan pada kusta dapat terjadi sebelum pengobatan, selama

pengobatan, bahkan setelah selesai pengobatan dan risiko cacat tersebut

menurun bertahap setelah tiga tahun berikutnya (Rodrigues dan Lockwood,

2011; Depkes RI, 2007; Health Ministry of Ethiopia, 1997). Kecacatan

dapat terjadi pada mata, tangan, dan kaki. Skema proses terjadinya

kecacatan pada penderita penyakit kusta dapat dilihat pada gambar 2.1.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

16

Universitas Indonesia

Gambar 2.1

Skema Proses Terjadinya Kecacatan Kusta

Sumber : Depkes RI, 2007; Wisnu dan Hadilukito, 2003

Pada skema tersebut, kecacatan berdasarkan penyebabnya terbagi

atas kecacatan primer dan kecacatan sekunder. Cacat primer adalah cacat

yang disebabkan langsung oleh aktivitas penyakit, yaitu melalui infiltrasi

langsung Mycobacterium leprae ke susunan saraf tepi dan organ atau dapat

juga melalui reaksi kusta. Aktivitas penyakit ini menyebabkan kerusakan

pada fungsi sensorik, motorik, dan otonom dari saraf tepi : facialis,

auricularis magnus, medianus, radialis, ulnaris, peroneus communis, dan

tibialis posterior. Infiltrasi bakteri pada kulit, jaringan subkutan, dan

Kecacatan Primer

Kecacatan Sekunder

Tangan/

Kaki

Mati

Rasa

Kornea

Mati Rasa,

Refleks

Kedip

Berkurang

Tangan/

Kaki

Lemah/

Lumpuh

Mata

Tidak

Bisa

Kedip

Kulit Kering

dan Pecah-

pecah

Gangguan Fungsi Saraf Tepi

Sensorik Motorik Otonom

Anestesi

(Mati Rasa) Kelemahan

Gangguan Kelenjar

Keringat, Kelenjar

Minyak, Aliran Darah

Luka Infeksi

Jari-jari

bengkok/

kaku Infeksi Luka

Mutilasi/

Absorbsi Buta

Mutilasi/

Absorbsi Buta Infeksi

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

17

Universitas Indonesia

jaringan lain juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan tersebut

(Depkes RI, 2007).

Cacat sekunder terjadi akibat adanya cacat primer. Kerusakan fungsi

saraf sensorik di bagian tubuh tertentu dapat menyebabkan terjadinya luka

apabila bagian tubuh tersebut mengalami trauma mekanis atau termis.

Kerusakan fungsi saraf motorik dapat menyebabkan kontraktur yang dapat

menimbulkan gangguan menggenggam atau berjalan. Kerusakan fungsi

saraf otonom akan mengakibatkan kulit mudah retak-retak dan dapat terjadi

infeksi sekunder (Universitas Sumatera Utara, 2008).

2.6.2 Penilaian Kecacatan

Guna menilai kualitas penanganan pencegahan cacat yang telah

dilakukan, seluruh penderita kusta dinilai tingkat kecacatannya sesuai

dengan petunjuk WHO. Tingkat kecacatan menurut WHO yang disesuaikan

untuk Indonesia, secara garis besar terbagi menjadi 3 tingkat. Perbedaan

tingkat kecacatan di Indonesia dengan tingkat kecacatan menurut WHO,

terletak pada adanya gangguan fungsi sensoris pada mata yang tidak

diperiksa (cacat tingkat 1 pada mata) karena keterbatasan pemeriksaan di

lapangan. Secara lengkap, penetapan tingkat kecacatan tersebut dapat dilihat

pada tabel 2.5.

Tabel 2.5

Tingkat Cacat Menurut WHO yang Disesuaikan untuk Indonesia

Tingkat Mata Telapak Tangan/Kaki

0 Tidak ada kelainan pada mata

akibat kusta.

Tidak ada cacat pada tangan dan

kaki akibat kusta.

1 Anestesi, kelemahan otot pada

tangan dan kaki (tidak ada

kecacatan/ kerusakan yang

kelihatan akibat kusta).

2 Ada lagophthalmos pada

mata (kelopak mata tidak

dapat menutup sempurna)

Ada cacat/kerusakan yang

kelihatan akibat kusta, misalnya

ulkus, jari kiting, kaki semper.

Sumber : Depkes RI, 2007

Pada penilaian kecacatan ini, suatu kecacatan yang bukan merupakan

akibat kusta tidak dihitung. Mati rasa pada bercak juga tidak dihitung

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

18

Universitas Indonesia

sebagai kecacatan tingkat 1 karena bukan disebabkan oleh kerusakan saraf

perifer utama tetapi rusaknya saraf lokal kecil pada kulit. (Depkes RI, 2005

dan 2007).

Pemeriksaan dan penilaian kecacatan pada penderita kusta dilakukan

saat mulai pengobatan dan pada saat selesai pengobatan (RFT). Nilai

tersebut dicatat pada kartu penderita yang wajib dimiliki oleh penderita baru

seperti yang terlihat pada tabel 2.6.

Tabel 2.6

Tabel Hasil Pemeriksaan Keadaan Cacat pada Kartu Penderita Kusta

WAKTU PEMERIKSAAN TANGGAL

TINGKAT CACAT (WHO : 0.1.2) MATA TANGAN KAKI Nilai

Tertinggi Jumlah

Nilai ka ki ka ki Ka ki

Pertama

RFT

Sumber : PLKN, 2010

Pencatatan hasil pemeriksaan pada tabel tersebut, dimulai dengan

mengisi tanggal kemudian mencatat tingkat kecacatan menurut WHO

(nilai 0–2) pada kolom mata kanan, mata kiri, tangan kanan, tangan kiri,

kaki kanan, dan kaki kiri. Kolom nilai tertinggi diisi dengan nilai kecacatan

yang paling tinggi diantara kolom mata, tangan, dan kaki baik kiri maupun

kanan. Nilai tertinggi antara 0–2, nilai ini disebut dengan tingkat kecacatan.

Jumlah nilai diperoleh dengan menjumlahkan semua nilai dari kolom mata,

tangan, dan kaki. Jumlah nilai berkisar 0–12, nilai ini disebut dengan skor

kecacatan. Pada penelitian ini, nilai kecacatan yang digunakan sebagai

output adalah jumlah nilai kecacatan atau nilai kecacatan tertinggi,

tergantung pada hasil penelitian.

2.7 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kecacatan

Faktor - faktor diteliti hubungannya dengan kecacatan pada beberapa

penelitian yang dapat dilihat pada tabel 2.7.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

19

Universitas Indonesia

Tabel 2.7

Hasil Penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan Kecacatan

No Peneliti Tahun Variabel yang diteliti

Hasil

Variabel yang

Berhubungan

Variabel yang

Tidak

Berhubungan

1 Moshioni,et.al

2010 Umur, tipe kusta,

pendidikan, jenis

kelamin

Umur, tipe kusta,

pendidikan

Jenis kelamin

2 Saputri

(UNS)

2009 Pengetahuan penderita

tentang kecacatan,

sikap penderita

terhadap kecacatan,

perilaku pencegahan

cacat penderita kusta,

jenis kelamin,

pendapatan,

keteraturan berobat,

kelambatan berobat,

reaksi kusta, tingkat

pendidikan, jenis kusta

Pengetahuan

penderita tentang

kecacatan, sikap

penderita terhadap

kecacatan, perilaku

pencegahan cacat

penderita kusta,

jenis kelamin, status

ekonomi,

keteraturan berobat,

kelambatan berobat,

reaksi kusta

Tingkat

pendidikan,

jenis kusta

3 Susanto 2006 Umur, pendidikan, tipe

kusta, reaksi,

pengetahuan,

keteraturan berobat,

diagnosis, perawatan

diri, jenis kelamin,

lama sakit, lama kerja

Umur, pendidikan,

tipe kusta, reaksi,

pengetahuan,

keteraturan berobat,

diagnosis,

perawatan diri,

Jenis kelamin,

lama sakit, lama

kerja

4 Kurnianto

(UNDIP)

2002 Umur, jenis kelamin,

tingkat pendidikan,

jenis pekerjaan, tingkat

penghasilan, riwayat

reaksi, tipe kusta, lama

sakit, lokasi lesi,

keteraturan berobat,

motivasi keluarga,

pencegahan cacat,

perawatan diri

Jenis pekerjaan,

tingkat ekonomi,

riwayat reaksi, tipe

kusta, lama sakit,

lokasi lesi,

keteraturan berobat,

motivasi keluarga,

pencegahan cacat,

perawatan diri

Umur, jenis

kelamin, tingkat

pendidikan, tipe

kusta

Peneliti memilih faktor- faktor yang berhubungan berdasarkan pada

hasil penelitian yang pernah dilakukan minimal oleh dua peneliti dan

menunjukkan adanya hubungan antara variabel tersebut dengan kecacatan.

Faktor keteraturan berobat tidak diteliti sebagai faktor risiko karena populasi

yang diteliti pada penelitian ini adalah penderita yang telah menyelesaikan

pengobatan secara teratur. Faktor-faktor risiko kecacatan yang diteliti pada

penelitian ini adalah sebagai berikut :

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

20

Universitas Indonesia

2.7.1 Karakteristik Responden (Umur, Tingkat Pendidikan, Pengetahuan,

Tingkat Ekonomi)

2.7.1.1 Umur

Umur berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990),

diartikan sebagai lama waktu hidup seorang individu sejak dilahirkan.

Menurut Smith (1992) sebagaimana pada sebagian besar penyakit,

kecacatan pada kusta meningkat seiring dengan meningkatnya umur.

Penelitian membuktikan bahwa penderita usia lebih tua banyak mengalami

cacat dan memiliki kecacatan yang lebih serius daripada penderita yang

berusia muda (Guocheng, 1993). Pada usia lanjut terjadi penurunan

kemampuan hormonal, kemampuan sensorik, dan kemampuan motorik

(Courtright, 2002).

Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa umur ≥15 tahun

berhubungan dengan kecacatan (Susanto, 2006). Namun penelitian yang

lain menyatakan bahwa tidak hubungan antara umur dengan kecacatan

(Universitas Diponegoro, 2002).

2.7.1.2 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan yang dimaksud pada penelitian ini adalah

tingkat pendidikan formal. Pendidikan formal adalah segenap bentuk

pendidikan atau pelatihan yang diberikan secara terorganisasi dan

berjenjang, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus

(Depdikbud, 1990).

Menurut Moschioni, et al (2010), penderita yang telah menempuh

pendidikan formal lebih waspada terhadap apa yang mereka butuhkan

termasuk dalam perhatian mencari pelayanan kesehatan. Rendahnya

tingkat pendidikan menyebabkan lambatnya pencarian pengobatan

terhadap gejala dini kerusakan fungsi saraf yang dapat berkembang

menjadi kecacatan. Smith (1992) juga menyatakan bahwa rendahnya

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

21

Universitas Indonesia

tingkat pendidikan sebagai salah satu faktor risiko terjadinya kecacatan

walaupun efek atau sebab tersebut masih belum dapat dimengerti secara

jelas.

Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan

berhubungan dengan kecacatan (Susanto, 2006). Namun penelitian yang

lain menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan

dengan kecacatan (Universitas Diponegoro, 2002; Universitas Negeri

Semarang, 2009).

2.7.1.3 Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui mengenai hal

tertentu (Depdikbud, 1990). Pengetahuan berisikan aspek positif atau

aspek negatif tentang suatu hal sehingga apabila seseorang lebih melihat

aspek positif daripada aspek negatif maka akan tumbuh sikap yang positif

terhadap hal tersebut, begitu pula sebaliknya (Ancok, 1987). Pengetahuan

mengenai terjadinya kecacatan pada kusta, reaksi, upaya pencegahan cacat,

dan perawatan diri pada seorang penderita akan mendorong timbulnya

sikap dan perilaku penderita tersebut untuk mencegah terjadinya kecacatan

apabila penderita dapat melihat kerugian yang disebabkan oleh kecacatan

dan reaksi serta melihat keuntungan dalam melakukan upaya pencegahan

cacat dan perawatan diri. Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa

pengetahuan penderita tentang kecacatan berhubungan dengan kecacatan,

OR 3,339 (Universitas Negeri Semarang, 2009; Susanto, 2006).

Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori,

yaitu:

a. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76% - 100% dari

seluruh petanyaan

b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari

seluruh pertanyaan

c. Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40% - 55% dari

seluruh pertanyaan

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

22

Universitas Indonesia

Pada penelitian ini, tingkat pengetahuan akan dibagi menjadi 2

kategori yaitu tinggi dan rendah. Kategori tingkat pengetahuan tinggi

mencakup pengetahuan yang baik dan cukup berdasarkan tingkat

pengetahuan menurut Arikunto. Sedangkan tingkat pengetahuan rendah

sama dengan kriteria pengetahuan yang kurang.

2.7.1.4 Tingkat Ekonomi

Menurut Smith (1992), status ekonomi yang kurang diidentifikasi

sebagai salah satu faktor risiko terjadinya kecacatan walaupun efek atau

sebab tersebut masih belum dapat dimengerti secara jelas.

Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingkat ekonomi

berhubungan dengan kecacatan dengan OR 5,8 (Universitas Diponegoro,

2002) dan 3,995 (Universitas Negeri Semarang, 2009).

2.7.2 Tipe Kusta

Klasifikasi penyakit kusta telah dipaparkan sebelumnya pada

tinjauan pustaka sub bab 2.1.2. Pada penelitian ini, klasifikasi kusta yang

akan dikaitkan sebagai faktor risiko kecacatan adalah klasifikasi WHO (tipe

PB dan MB) karena penelitian ini berkaitan dengan program.

Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa tipe kusta

berhubungan dengan kecacatan (Susanto, 2006). Berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh Guocheng (1993), prosentase penderita kusta tipe MB

yang mengalami kecacatan (81,15%) lebih besar daripada prosentase

penderita kusta tipe PB yang mengalami kecacatan (53,4%). Hal ini

disebabkan banyaknya kuman kusta pada tipe MB yang dapat menginfiltrasi

langsung ke susunan saraf tepi yang dapat menyebabkan kerusakan fungsi

saraf (Depkes RI, 2007). Namun penelitian yang lain menyatakan bahwa

tidak hubungan antara tingkat penghasilan dengan kecacatan (Universitas

Diponegoro, 2002; Universitas Negeri Semarang, 2009).

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

23

Universitas Indonesia

2.7.3 Riwayat Reaksi

2.7.3.1 Pengertian Reaksi

Reaksi kusta adalah suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit

kusta yang merupakan suatu reaksi kekebalan (cellular respons) atau reaksi

antigen-antibodi (humoral respons) dengan akibat merugikan penderita,

terutama jika mengenai saraf tepi karena menyebabkan gangguan fungsi

atau cacat (Depkes RI, 2007, p.90).

Reaksi oleh beberapa penulis dianggap sebagai penyakit yang

lazim dalam perjalanan penyakit kusta. Namun, dalam kondisi tertentu

reaksi dapat berlangsung serius dan merambah serta merusak organ lain

dalam tubuh. Reaksi dapat menimbulkan kecacatan apabila tidak ditangani

dengan tepat (Martodihardjo dan Susanto, 2003).

Terjadinya reaksi seringkali berkaitan dengan perubahan daya

tahan tubuh penderita. Faktor-faktor yang dapat menjadi pencetus

timbulnya reaksi kusta adalah stres fisik (kehamilan, masa nifas, imunisasi,

penyakit infeksi, anemia, kurang gizi, kelelahan), stres mental (malu,

takut), kelelahan, kurang gizi, anemia, penyakit infeksi, sesudah imunisasi,

kehamilan dan setelah melahirkan, dan setelah pengobatan yang intensif

(Universitas Diponegoro, 2008; Depkes RI, 2007; Martodihardjo dan

Susanto, 2003).

2.7.3.2 Gejala dan klasifikasi

Reaksi dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Reaksi tipe 1 atau reaksi reversal

Reaksi tipe 1 disebabkan karena meningkatnya kekebalan

seluler secara cepat sehingga menyebabkan terjadinya respon radang

pada daerah kulit dan saraf yang terkena penyakit ini. Apabila dilihat

dari sudut pandang penyerangan bakteri, peningkatan imun ini dapat

menguntungkan, namun radang yang terjadi pada jaringan saraf dapat

menyebabkan kerusakan/kecacatan jika tidak ditangani secara cepat dan

tepat. Reaksi tipe 1 ditandai dengan adanya lesi kulit yang memerah,

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

24

Universitas Indonesia

bengkak, nyeri, panas, neuritis, gangguan fungsi saraf tepi sering

terjadi, dan kadang disertai demam. Reaksi ini biasanya terjadi segera

setelah pengobatan, baik pada penderita PB maupun penderita MB

(Depkes RI, 2007). Berdasarkan tingkat keparahannya, reaksi tipe 1

terbagi menjadi reaksi ringan dan reaksi berat dengan gejala seperti

yang dipaparkan pada tabel 2.8.

Tabel 2.8

Perbedaan Reaksi Ringan dan Berat pada Reaksi Tipe 1

No Gejala Reaksi Ringan Reaksi Berat

1 Kulit Bercak merah,

tebal, panas, nyeri

Bercak merah, tebal, panas,

nyeri yang bertambah parah

sampai pecah, dekat dengan

saraf

2 Saraf Tepi Tidak ada nyeri

pada perabaan,

tidak ada gangguan

fungsi

Nyeri pada perabaan, terdapat

gangguan fungsi

3 Keadaan

Umum

Tidak ada demam Terkadang timbul demam

4 Gangguan

pada Organ

Lain

Tidak ada Tidak ada

Sumber : Depkes RI, 2007

b. Reaksi tipe 2 atau ENL (Erythema Nodosum Leprosum)

Reaksi tipe 2 merupakan reaksi humoral ditandai dengan

kumpulan nodul kemerahan (ENL) yang lunak dan nyeri, neuritis,

gangguan fungsi saraf tepi, gangguan konstitusi, dan komplikasi pada

organ tubuh lainnya seperti mata, kelenjar getah bening, sendi, ginjal,

dan testis. Reaksi ini biasanya terjadi setelah mendapat pengobatan

yang lama (lebih dari 6 bulan) dan hanya terjadi pada penderita MB

(Depkes RI, 2007; Universitas Diponegoro, 2008). Berdasarkan tingkat

keparahannya, reaksi tipe 2 terbagi menjadi reaksi ringan dan reaksi

berat dengan gejala seperti yang dipaparkan pada tabel 2.9

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

25

Universitas Indonesia

Tabel 2.9

Perbedaan Reaksi Ringan dan Berat pada Reaksi Tipe 2

No Gejala Reaksi Ringan Reaksi Berat

1 Kulit Nodul merah,

panas, nyeri

Nodul merah, panas, nyeri yang

bertambah parah sampai pecah

2 Saraf Tepi Tidak ada nyeri

pada perabaan,

tidak ada gangguan

fungsi

Nyeri pada perabaan, terdapat

gangguan fungsi

3 Keadaan

Umum

Terkadang timbul

demam

Timbul demam

4 Gangguan

pada Organ

Lain

Tidak ada Terjadi peradangan pada mata,

testis, ginjal, kelenjar limfe,

gangguan pada tulang, hidung,

dan tenggorokan

Sumber : Depkes RI, 2007

2.7.3.3 Hubungan Reaksi dan Kecacatan

Prosentase penderita kusta yang mengalami kecacatan dengan

riwayat reaksi lebih besar daripada proporsi penderita kusta yang

mengalami kecacatan tanpa riwayat reaksi (Universitas Diponegoro, 2002;

Susanto, 2006) . Menurut Depkes RI (2007) reaksi merupakan salah satu

penyebab terjadinya kecacatan. Reaksi dapat merusak organ dalam tubuh

dan mengakibatkan kecacatan yang mendadak (Martodihardjo dan

Susanto, 2003).

Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa reaksi berhubungan

dengan kecacatan dengan OR yang bervariasi 4,9 (Universitas

Diponegoro, 2002) dan 2,404 (Universitas Negeri Semarang, 2009).

Berdasarkan penelusuran peneliti, belum ada penelitian lain yang

menyatakan bahwa tidak hubungan antara reaksi dengan kecacatan.

2.7.4 Upaya Pencegahan Cacat Akibat Kusta

Upaya pencegahan cacat (prevention of disability) menurut Depkes

(2007) adalah penemuan penderita baru secara dini, pengobatan penderita

dengan MDT, deteksi dini adanya reaksi kusta dengan pemeriksaan fungsi

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

26

Universitas Indonesia

saraf secara rutin, penanganan reaksi, penyuluhan, perawatan diri,

penggunaan alat bantu, dan rehabilitasi.

Menurut Srinivasan (1994), terdapat empat tahap pencegahan cacat :

a. Tahap pertama yaitu mencegah terjadinya kecacatan primer yang belum

berkembang dan mencegah cacat sekunder yang berkembang dari

beberapa cacat primer. Upaya pencegahan cacat primer lebih

menekankan pada diagnosis dan terapi diantaranya diagnosis kusta secara

dini serta pengobatan secara teratur dan adekuat tanpa adanya

penundaan. Upaya pencegahan sekunder menekankan pada pendidikan

dan perawatan. Pendidikan diberikan agar penderita memahami

bagaimana kecacatan sekunder dapat terjadi dan bagaimana cara

menghindarinya. Perawatan yang dimaksud diantaranya perawatan diri

sendiri untuk mencegah luka, perawatan mata, tangan, dan atau kaki yang

anestesi atau mengalami kelumpuhan otot (Wisnu dan Hadilukito, 2003).

b. Tahap kedua adalah tindakan pencegahan cacat permanen. Beberapa

cacat pada kusta bersifat sementara namun dapat menjadi permanen

apabila diabaikan. Tindakan untuk mencegah cacat permanen yang dapat

dilakukan adalah diagnosis dini dan penatalaksanaan neuritis, diagnosis

dini dan penatalaksanaan reaksi. Selain itu perlu juga dilakukan

pemeriksaan fungsi sensorik, motorik, dan otonom oleh petugas

kesehatan. Penderita sebaiknya melaporkan perubahan-perubahan yang

terjadi terutama pada mata, tangan, dan kaki sesegera mungkin kepada

petugas kesehatan. Perubahan-perubahan yang dilaporkan penderita

tersebut sebaiknya dicatat oleh petugas kesehatan secara rutin setiap

bulan (Srinivasan, 1994; Wisnu dan Hadilukito, 2003).

c. Tahap Ketiga adalah pencegahan yang bertujuan untuk menghapuskan

kecacatan dengan membuat penderita yang cacat sedapat mungkin seperti

kondisi semula melalui fisioterapi, pembedahan korektif, dan alat bantu

seperti alas kaki khusus, orthesa, dan prosthesa.

d. Tahap Keempat adalah mencegah terjadinya pengucilan penderita dari

keluarga dan masyarakat. Pada tahap ini diupayakan agar penderita

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

27

Universitas Indonesia

memperoleh kembali kehormatannya yang hilang, menghasilkan

kemampuan, dan berbaur kembali dengan keluarga dan masyarakatnya.

Upaya pencegahan cacat yang dimaksud sebagai faktor risiko

kecacatan pada penderita setelah selesai pengobatan adalah suatu upaya

yang dilakukan penderita sejak menyelesaikan pengobatan dalam mencegah

terjadinya kecacatan baru dan bertambah buruknya cacat yang telah ada.

Berdasarkan pada pengertian dan tahapan pencegahan yang telah

dipaparkan, upaya pencegahan cacat yang sesuai untuk digunakan dalam

penelitian ini adalah upaya pencegahan tahap kedua (diagnosis dini dan

penatalaksanaan neuritis melalui pemeriksaan fungsi saraf serta diagnosis

dini dan penatalaksanaan reaksi).

Upaya pencegahan cacat tahap pertama (kecuali perawatan diri),

ketiga, dan keempat tidak termasuk faktor risiko kecacatan dalam penelitian

ini. Pencegahan cacat tahap pertama berupa diagnosis dan pengobatan kusta

(pencegahan cacat primer) dilakukan untuk penderita baru kusta. Sedangkan

perawatan diri (pencegahan cacat sekunder), menjadi faktor risiko terhadap

kecacatan yang akan dibahas secara terpisah pada bagian selanjutnya.

Pencegahan cacat tahap ketiga (upaya rehabilitasi medik) dan tahap keempat

(upaya rehabilitasi sosial) tidak dimasukkan ke dalam penelitian ini karena

pencegahan cacat yang ditekankan pada penelitian ini hanya sampai pada

upaya pencegahan cacat primer dan sekunder.

Upaya pencegahan cacat dilihat dari bagaimana upaya penderita

setelah selesai pengobatan untuk memeriksakan diri secara dini dan teratur

mengenai reaksi dan neuritis yang sedang diderita kepada petugas

puskesmas. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Wisnu dan Hadilukito

(2003), penderita sebaiknya melaporkan perubahan-perubahan yang terjadi

terutama pada mata, tangan, dan kaki sesegera mungkin kepada petugas

kesehatan. Perubahan-perubahan yang dilaporkan penderita tersebut

sebaiknya dicatat oleh petugas secara rutin. Hasil pemeriksaan terhadap

penderita akan ditulis oleh petugas di lembar pemeriksaan atau dikenal

dengan form POD (Prevention of Disability). Contoh form POD terlampir.

Penderita yang diidentifikasi mengalami neuritis ataupun reaksi akan

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

28

Universitas Indonesia

ditangani sesuai dengan pengobatan yang telah ditentukan oleh program.

Adapun penjelasan mengenai pemeriksaan fungsi saraf dan reaksi secara

rutin berikut dengan penanganannya akan diulas sebagai berikut :

2.7.4.1 Pemeriksaan Fungsi Saraf secara Rutin

Penyakit kusta dapat menyebabkan kerusakan fungsi saraf tepi

secara permanen, kerusakan yang dialami dipaparkan pada tabel 2.10.

Kerusakan saraf yang terjadi kurang dari 6 bulan, jika diobati prednison

dengan tepat tidak akan menyebabkan kerusakan saraf permanen. Untuk

itu, pemantauan kerusakan fungsi saraf melalui pemeriksaan fungsi saraf

secara rutin sangat penting sebagai upaya pencegahan dini cacat (Depkes

RI, 2007).

Tabel 2. 10

Kerusakan Fungsi Saraf Tepi

Sumber : Depkes RI, 2007

2.7.4.2 Penanganan Reaksi dan Neuritis

Sebelum melakukan penanganan reaksi yang dialami oleh

penderita kusta, terlebih dahulu harus mengidentifikasi tipe reaksi yang

dialami serta derajat keparahan reaksi untuk menentukan penanganan dan

Saraf Fungsi

Motorik Sensorik Otonom

Facialis Kelopak mata tidak

menutup

Kekeringan dan

kulit retak akibat

kerusakan kelenjar

keringat, kelenjar

minyak, dan

pembuluh darah

Ulnaris jari manis dan jari

kelingking lemah/

lumpuh /kiting

Mati rasa telapak

tangan bagian jari

kelingking dan jari

manis

Medianus Ibu jari, telunjuk, dan

jari tengah lemah/

lumpuh/ kiting

Mati rasa telapak

tangan bagian ibu

jari, telunjuk, dan jari

tengah

Radialis Tangan lunglai

Peroneus

communis

Kaki semper

Tibialis

posterior

Jari kaki kiting Mati rasa telapak

kaki

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

29

Universitas Indonesia

obat yang tepat. Penentuan tipe reaksi dan adanya neuritis dapat dibantu

dengan mengisi form POD.

Prinsip penanganan reaksi ringan :

a. Berobat jalan, istirahat di rumah.

b. Pemberian analgetik/antipiretik, obat penenang jika perlu.

c. Jika masih dalam pengobatan, MDT tetap diberikan dengan dosis yang

sama seperti sebelumnya.

d. Menghindari/menghilangkan faktor pencetus.

Sedangkan prinsip penanganan reaksi berat dan neuritis, yaitu :

a. Imobilisasi lokal/ istirahat di rumah.

b. Pemberian analgetik/antipiretik, obat penenang jika perlu.

c. Jika masih dalam pengobatan, MDT tetap diberikan dengan dosis yang

sama seperti sebelumnya.

d. Menghindari/menghilangkan faktor pencetus.

e. Memberikan obat anti reaksi yaitu prednison dan lamprene. Obat

thalidomid yang juga merupakan obat anti reaksi tidak digunakan dalam

program.

f. Jika terdapat indikasi rawat inap, penderita dirujuk ke rumah sakit.

Pemberian obat prednison dan lampren terhadap kondisi reaksi

berat yang berbeda, secara rinci dapat dilihat pada tabel 2.11.

Tabel 2.11

Pengobatan Reaksi Berat

Tipe Reaksi Pengobatan Keterangan

Tipe 1 dan 2

Berat

Pemberian prednison pada pagi

hari sesudah makan:

2 Minggu ke 1 = 40 mg/hari

2 Minggu ke 2 = 30 mg/hari

2 Minggu ke 3 = 20 mg/hari

2 Minggu ke 4 = 15 mg/hari

2 Minggu ke 5 = 10 mg/hari

2 Minggu ke 6 = 5 mg/hari

Setiap 2 minggu penderita

diperiksa kembali fungsi

sarafnya. Jika kondisi

membaik, dosis diturunkan.

Jika kondisi tetap, dosis

yang sama dilanjutkan 1

minggu. Jika memburuk,

dosis dinaikkan satu tingkat

diatasnya.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

30

Universitas Indonesia

Tipe Reaksi Pengobatan Keterangan

Neuritis Mencari dosis awal prednison

yaitu dengan memberikan 40

mg/hari pada pagi hari sesudah

makan selama 1 minggu

kemudian diperiksa kembali.

Jika tidak ada perbaikan, kondisi

maka dosis dinaikkan menjadi

50 sampai 60 mg/hari. Dosis

awal ini kemudian dipertahankan

selama 2 minggu.

Setelah dosis awal

ditemukan, setiap 2 minggu

penderita diperiksa kembali

fungsi sarafnya. Jika kondisi

membaik, dosis diturunkan.

Jika kondisi tetap, dosis

yang sama dilanjutkan 1

minggu. Jika memburuk,

dosis dinaikkan satu tingkat

diatasnya.

Tipe 1 dan 2

berat pada

anak

Pada anak, dosis awal prednison

maksimal 1 mg/ kgBB.

Setiap 2 minggu penderita

diperiksa kembali fungsi

sarafnya. Jika kondisi

membaik, dosis diturunkan.

Jika kondisi tetap, dosis

yang sama dilanjutkan 1

minggu. Jika memburuk,

dosis dinaikkan satu tingkat

diatasnya. Total lama

pengobatan maksimal 12

minggu.

ENL (tipe

2) berat

berulang

Pemberian prednison pada pagi

hari sesudah makan:

2 Minggu ke 1 = 40 mg/hari

2 Minggu ke 2 = 30 mg/hari

2 Minggu ke 3 = 20 mg/hari

2 Minggu ke 4 = 15 mg/hari

2 Minggu ke 5 = 10 mg/hari

2 Minggu ke 6 = 5 mg/hari

Pemberian prednison didampingi

dengan pemberian lamprene

dosis dewasa :

2 bulan ke 1= 3 x 100 mg/hari

2 bulan ke 2 = 2 x 100 mg/hari

2 bulan ke 3 = 1 x 100 mg/hari

Pada pemberian prednison,

setiap 2 minggu penderita

diperiksa kembali fungsi

sarafnya. Jika kondisi

membaik, dosis diturunkan.

Jika kondisi tetap, dosis

yang sama dilanjutkan 1

minggu. Jika memburuk,

dosis dinaikkan satu tingkat

diatasnya.

Sumber : Depkes RI, 2007

Menurut Depkes RI (2007), hal yang perlu diperhatikan dalam

pemberian prednison pada penderita reaksi dan neuritis:

a. Pemberian prednison harus dalam pengawasan dokter puskesmas atau

petugas kusta kabupaten dan harus dicatat pada form evaluasi

pengobatan reaksi berat.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

31

Universitas Indonesia

b. Sebelum memulai pengobatan dengan prednison, terlebih dahulu

memeriksa kondisi penderita yang mungkin merupakan kontra indikasi

pemberian prednison (TBC, kencing manis, tukak lambung berat). Jika

kondisi tersebut berat maka penderita harus dirujuk ke rumah sakit.

c. Prednison diberikan dalam dosis tunggal pada pagi hari sesudah makan,

kecuali dalam kondisi terpaksa prednison dapat diberikan dengan dosis

terbagi misalnya 2 x 4 tablet/hari.

d. Penderita harus mematuhi aturan pemberian prednison karena

prednison dapat menyebabkan efek samping yang serius. Prednison

tidak boleh dihentikan secara mendadak karena dapat mengakibatkan

terjadinya rebound phenomena (demam, nyeri otot, nyeri sendi,

malaise). Sedangkan efek samping penggunaan jangka panjang adalah

gangguan cairan dan elektrolit, hiperglikemi, mudah terinfeksi,

perdarahan pada penderita tukak lambung, osteoporosis, dan cushing

syndrome (moon face, obesitas sentral, jerawat, pertumbuhan rambut

berlebihan, timbunan lemak).

2.7.4.3 Hubungan Upaya Pencegahan Cacat dengan Kecacatan

Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa upaya pencegahan

cacat berhubungan dengan kecacatan, OR 3,429 (Universitas Negeri

Semarang, 2009).

2.7.5 Perawatan Diri

Penderita kusta dalam mencegah cacat perlu dilakukan perawatan

dan penggunaan alat bantu sebagai pelindung terhadap mata, tangan, dan

kaki yang berisiko. Jika terdapat kelemahan otot maka dilakukan latihan

secara aktif, namun jika kekuatan otot sudah hilang perlu dilakukan latihan

secara pasif. Bagian kaki dan tangan yang kontraktur, harus dilakukan

latihan peregangan. Kaki dan tangan yang tidak sensitif maka dilakukan

rendam-gosok-oles dan hindari benda tajam. Alat pelindung yang digunakan

dapat berupa kaca mata, sarung tangan, sepatu (Wisnu dan Hadilukito,

2003).

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

32

Universitas Indonesia

Menurut ILEP (2006), Orang yang harus mengembangkan kebiasaan

rawat diri kusta adalah orang yang menderita kerusakan saraf dan orang

yang berisiko mengalami reaksi (selama pengobatan dan selama

sekurangnya 2 tahun setelah pengobatan). Banyak orang yang menderita

kusta akan menderita kerusakan saraf permanen sehingga akan selalu

memiliki risiko mengalami kerusakan jaringan dan perubahan bentuk.

Apabila mempelajari kebiasaan rawat diri yang baik, orang yang menderita

kusta dapat melindungi dirinya dari kerusakan lebih lanjut. Walaupun

petugas kesehatan, keluarga, dan teman kadang dapat membantu,

sebenarnya untuk menjaga diri tiap hari tergantung pada orang itu sendiri.

Kebutuhan yang ditekankan pada perawatan diri adalah kesadaran, periksa

pandang, dan proteksi.

Perawatan diri perlu dilakukan pada tangan, kaki jika telah terjadi

kerusakan saraf karena seringnya bagian-bagian tubuh ini mengalami

kecacatan. Masalah terpenting dalam kerusakan saraf akibat kusta adalah

hilangnya sensabilitas atau anestesi yang membuat orang mudah terluka

dalam aktivitas sehari-hari mereka. Kusta juga dapat menyebabkan

kerusakan pada saraf yang mengendalikan otot menyebabkan kelemahan,

clawing (jari bengkok), kekakuan sendi dan perubahan bentuk.

Petugas kesehatan seharusnya dapat mendorong para penyandang

kusta untuk dapat mengatasi komplikasi penyakit mereka sebisa mungkin di

rumah, tetapi juga siap untuk memberikan informasi dan nasehat jika

diperlukan. Perawatan diri dilakukan untuk menjaga agar mata yang susah

berkedip bebas dari cedera dan gangguan penglihatan, tangan dan kaki yang

mati rasa bebas dari luka, daerah kulit yang tidak berkeringat tetap lembut

dan bebas dari keretakan, mempertahankan mobilitas sendi walaupun ada

paralisis otot tangan atau kaki, melatih otot-otot penting yang mengalami

kelemahan untuk membuatnya kuat merencanakan perubahan kegiatan

sehari-hari guna mencegah berulangnya luka, serta membuat penderita

mampu menjaga tangan dan kaki mereka.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

33

Universitas Indonesia

2.7.5.1 Perawatan diri pada Mata

Jenis kecacatan yang terjadi pada mata dan perawatan diri yang

dapat dilakukan dijelaskan pada tabel 2.12.

Tabel 2.12

Jenis Kecacatan dan Perawatan Diri pada Mata

Jenis

kecacatan

Keterangan Perawatan Diri

Lagophthalmos Kondisi mata tidak

dapat menutup dengan

sempurna karena otot

yang berfungsi

menutup mata menjadi

lemah atau lumpuh

(paralisis) akibat

terjadinya kerusakan

saraf facialis saat

reaksi kusta.

Tanda berupa

keluarnya air mata

terus-menerus,

terkadang hilangnya

sensasi kornea yang

menyebabkan

hilangnya refleks

kedip normal.

Menyebabkan kornea

mengalami risiko

rusak sehingga

warnanya menjadi

kurang jernih dan

transparan

Harus mengembangkan kebiasaan baru yang

disebut ’think blink’ atau ’pikir-kedip’

(didorong untuk melakukan ’berkedip’ yang

dipaksakan tersebut kapan saja saat orang

melihat obyek/benda yang umum di sekitar

mereka yang dilakukan cukup lama)

Mengenakan kaca mata.

Mengenakan topi atau kerudung

Menggunakan kain atau kipas untuk mengusir

lalat

Menutup kepala dengan kain atau gunakan

kelambu saat tidur

Menjaga mata tetap bersih dan lembab

(menggunakan tetes mata yang mengandung air

mata buatan yang tersedia di pasaran atau

larutan saline steril yang diteteskan sepanjang

hari ke mata)

Tidak menggosok mata (terutama dengan

tangan mati rasa yang kasar atau dengan kain

yang kotor)

Menjaga daerah sekitar mata tetap bersih

dengan menggunakan kain bersih yang

basah/lembab

Memeriksa mata secara rutin tiap hari

(menggunakan cermin atau meminta bantuan

teman untuk melihat apakah ada tanda luka,

kemerahan atau bulu mata yang bengkok

masuk ke mata),

Memeriksa ketajaman penglihatan tiap hari

dengan melihat benda tetap yang sama yang

berjarak 6 meter

Melakukan latihan aktif tiap hari (penderita

mencoba keras menutup mata dengan erat)

Jika tidak dapat melakukan latihan aktif maka

penderita dapat melakukan latihan pasif tiap

hari untuk mencegah masalah berlanjut

(mencoba keras menutup mata dengan erat

kemudian meletakkan jari-jari di sudut luar dan

perlahan tarik ke luar hingga mata tertutup)

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

34

Universitas Indonesia

Jenis

kecacatan

Keterangan Perawatan Diri

Peradangan

(inflamasi)

Tanda utama adalah

nyeri dan kemerahan

yang menetap pada

mata

Terjadi karena mata

terus terpapar debu

atau binatang kecil

Harus ditangani khusus oleh orang yang terlatih

dalam perawatan mata

Ulserasi

Kornea

Pada kornea terdapat

bintik putih dan mata

merah

Terjadi karena sensasi

pada kornea

menghilang kemudian

terpapar benda seperti

pasir, serangga, atau

bulu mata

jika tidak ditangani

secepatnya dapat

menimbulkan

kebutaan

Harus segera dirujuk ke spesialis mata

Sumber : ILEP, 2006

2.7.5.2 Perawatan Diri pada Kulit

Jenis kecacatan yang terjadi pada kulit dan perawatan diri yang

dapat dilakukan dijelaskan pada tabel 2.13.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

35

Universitas Indonesia

Tabel 2.13

Jenis Kecacatan dan Perawatan Diri pada Kulit

Jenis

Kecacatan

Keterangan Perawatan Diri

Kulit

Pecah

dan

Kalus

Disebabkan oleh

kulit yang

dibiarkan menjadi

terlalu kering

akibat rusaknya

saraf yang

mengendalikan

pengeluaran

keringat

Kulit pecah

seringkali

ditemukan di

lengkungan/ lipatan

tangan, sekitar

tumit, dan lipatan

antar jari-jari kaki.

Kulit yang pecah

merupakan luka

yang tidak boleh

diabaikankarena

dapat menjadi pintu

masuknya infeksi.

Jika luka terinfeksi,

bisa dengan mudah

menyebar ke sendi

dan tulang sehingga

menyebabkan

hilangnya jari

Melakukan periksa pandang pada kulit sekurangnya

sekali sehari. Melihat apakah ada yang luka atau

pecah, daerah yang merah atau bengkak. Jika

kesulitan dapat menggunakan cermin untuk

membantu melihat. Guna mencegah terjadinya ulkus,

maka kaki dan tangan harus diistirahatkan saat

terdapat tanda awal yang ditemukan pada saat periksa

pandang

Pemeriksaan alas kaki yang dipakai juga dilakukan

tiap hari. Alas kaki diperiksa apakah ada batu atau

benda keras lain yang mungkin terperangkap di

dalamnya, atau benda tajam yang mungkin dapat

menembus sol alas kaki. Periksa bagian bawah alas

kaki, apakah ada benda tajam yang mungkin dapat

menembus sol saat alas kaki digunakan untuk berjalan

Jika kulit lembut dan elastis, maka kemungkinan

untuk retak karena tekanan (pembebanan atau

gesekan) adalah kecil. Kalus akan terbentuk pada

bagian bawah kaki yang mengalami tekanan dan akan

lebih cepat muncul jika kulit mengalami kerusakan

sehingga penderita perlu melakukan aktivitas

merendam kaki dan tangan dengan air bersih dalam

waktu 20 hingga 30 menit, menggosok kulit kaki dan

tangan yang kering dengan benda abrasif (batu apung,

sabut kelapa, tongkol jagung, amplas, dan alat kikir),

dan mengoleskan minyak dan salep pelembab pada

kulit pecah dan kalus yang telah direndam sebelum

benar-benar kering

Kulit

Pecah

dan

Kalus

Jika infeksi

menyebar ke tulang

tumit, infeksi dapat

menghancurkan

tulang tersebut.

Jika tulang tumit

hancur atau rusak

berat, ada

kemungkinan

penderitanya

kehilangan seluruh

kakinya

Apabila kalus tidak dapat hilang dengan melakukan

kegiatan merendam, menggosok, dan mengoles atau

terlalu banyak kulit bagian dalam yang retak maka

petugas harus menghilangkannya dengan skapel

Mengistirahatkan dan melindungi jari yang terluka

menggunakan bidai agar tidak bergerak (dari plastik,

pipa karet, kayu, bambu). Bidai mencegah

pemendekan jari lunak (terutama sekitar daerah sendi)

selama fase penyembuhan. Bidai melindungi luka dan

menahan jari pada posisi terbaik yang paling

menguntungkan. Bidai tersebut dipakai selama 23 jam

tiap hari, 1 jam bidai dilepas untuk memijat dan

menggerakkan sendi untuk mencegah kekakuan.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

36

Universitas Indonesia

Jenis

Kecacatan

Keterangan Perawatan Diri

Kulit

melepuh

Penyebab utama

kulit melepuh :

Panas (sumber

kontak langsung

dengan cairan

/permukaan

panas/ api)

Gesekan/ friksi

(gosokan

berulang pada

kulit dengan

permukaan keras

seperti alat yang

tidak dilapisi dan

sepatu tidak pas).

Hal pertama yang dilakukan yaitu menentukan

penyebab terjadinya kulit melepuh dan meyakinkan

bahwa ada tindakan untuk mencegah berulangnya

kejadian tersebut.

Jangan membuka atau menusuk lepuhan.

Bersihkan perlahan dengan sabun yang lembut dan air

bersih mengalir tanpa memecahkan kulit, lalu

keringkan. Olesi dengan cairan iodium agar lepuh

mengering cepat. Tutup dengan pembalut tebal dari

kain atau kasa sebagai bantalan hingga sekelilingnya.

Istirahatkan bagian yang terluka. Jika lepuhan pecah

maka penanganan sama seperti luka terbuka

Luka

terbuka

(ulkus)

Seluruh luka terjadi

karena jaringan

pada bagian tubuh

mati rasa mendapat

penekanan seperti :

Cedera tiba-tiba

karena benda tajam

yang mengiris atau

menembus kulit

Tekanan berulang

dan gesekan

(seperti ulkus di

kaki karena

berjalan

Luka di tangan

akibat tidak

menggunakan

pelindung pada

peralatan yang

dipegang tangan)

Terbakar.

Luka yang bersih, cairan jernih, dan superfisial ditangani oleh petugas dan penderita bersama-sama

Luka lain (daerah luka merah, hangat, dan bengkak

dengan kelenjar limfe nyeri dan bengkak, eksudat

nanah, luka yang dalam) dapat mengalami komplikasi

akibat infeksi jaringan lunak atau tulang sehingga

harus dirawat di rumah sakit /dokter spesialis.

Hampir semua luka sembuh bila diistirahatkan dan

akan memburuk bila tidak diistirahatkan. Sepanjang

orang tersebut sehat, jaringan yang rusak akan

memperbaiki sendiri. Jika ulkus di kaki, lebih baik

berbaring di tempat tidur dengan kaki dinaikkan di

atas level jantung (tirah baring). Jika tidak dapat

sepenuhnya istirahat, sedapat mungkin

mengistirahatkan bagian yang terluka dengan bidai

atau berjalan dengan kruk/tongkat.

Lingkungan luka bebas dari benda asing (bahan

pembalut tidak berlebihan, tidak menggunakan

kapas), bebas substansi beracun (mengikis jaringan

mati dari pinggir luka), bebas mikroorganisme

berbahaya, lembab tapi tidak terlalu basah (nanah atau

cairan dari luka harus didrainase, ganti pembalut yang

kotor akibat cairan yang keluar dari luka), tidak

kering, temperatur stabil (luka dibersihkan/direndam

dalam air yang suhunya mendekati suhu tubuh).

Higiene harus terjaga sehingga tidak menjadi sumber

infeksi terhadap luka.

Sumber : ILEP, 2006

2.7.5.3 Perawatan Diri pada Tangan dan kaki

Jenis masalah atau kecacatan yang terjadi pada tangan dan kaki

serta perawatan diri yang dapat dilakukan dijelaskan pada tabel 2.14.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

37

Universitas Indonesia

Tabel 2.14

Jenis Kecacatan dan Perawatan Diri pada Tangan dan Kaki

Jenis

Masalah

/Kecacatan

Keterangan

Perawatan Diri

Tekanan Saat permukaan yang

keras digenggam terlalu

keras, tekanan dapat

menyebabkan luka pada

tangan.

Contoh aktivitas :

bekerja dengan sekop,

bajak, palu, atau saat

menggenggam

pegangan sepeda atau

motor.

Banyak orang tidak

mampu

mendistribusikan beban

tubuh secara merata

pada kaki sehingga area

tertentu pada kaki

mengalami tekanan

lebih berat daripada

area lain. Tekanan

tersebut dalam waktu

tertentu akan

mengakibatkan jaringan

rusak

Belajar memperhatikan dan memikirkan

aktivitasnya untuk bisa mencegah luka karena

tidak memiliki sensasi yang dapat

memperingatkan apabila ada kegiatan tertentu

yang tidak aman

Guna mencegah tekanan terjadi pada tangan,

pegangan yang keras dibungkus dengan

menggunakan kain atau material lain yang

lembut sehingga berfungsi sebagai bantalan

agar lebih lembut dipegang oleh tangan.

Guna mencegah tekanan terjadi pada kaki,

sepatu atau sandal diberi sol yang lembut pada

bagian dalamnya untuk dapat mambantu

mengurangi tekanan.

Apabila terjadi luka pada tangan dan kaki,

dapat dilakukan penanganan seperti

penanganan luka/ulkus pada kulit.

Gesekan Aktivitas dengan tangan

terus menerus meluncur

maju mundur di atas

permukaan keras dapat

menimbulkan gesekan

pada tangan sehingga

mengakibatkan lepuhan

Contoh aktivitas :

mendayung perahu,

menggiling jagung,

menumbuk tepung

Tali sandal dan bagian

atas sepatu bisa

menggesek kulit kaki

yang menyebabkan

lepuh dan dapat

menimbulkan luka

serius pada kaki yang

mati rasa dan kering

Belajar memperhatikan dan memikirkan

aktivitasnya untuk mencegah luka karena tidak

memiliki sensasi yang dapat memperingatkan

apabila ada kegiatan tertentu yang tidak aman

Guna mencegah gesekan terjadi pada tangan,

permukaan yang keras diberi bantalan agar

pegangannya kokoh dan mantap. Bantalan

karet sangat berguna untuk mencegah

slip/meluncurnya genggaman.

Guna mencegah gesekan terjadi pada kaki,

kulit dijaga senantiasa lembut dan elastis

dengan kegiatan merendam, menggosok, dan

mengoleskan minyak. Kemudian menghindari

penggunaan alas kaki yang terbuat dari bahan

yang keras yang tidak dapat membengkok

dengan mudah seperti kulit atau plastik cetak.

Apabila terjadi lepuhan pada tangan dan kaki,

dapat dilakukan penanganan seperti

penanganan pada kulit lepuh.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

38

Universitas Indonesia

Jenis

Masalah

/Kecacatan

Keterangan

Perawatan Diri

Panas

/terbakar

Contoh : saat memasak,

karena makanan atau

minuman panas, duduk

di dekat api, merokok,

terkena knalpot. atau

duduk dekat mesin yang

sedang menyala.

Belajar memperhatikan dan memikirkan

aktivitasnya untuk bisa mencegah luka karena

tidak memiliki sensasi yang dapat

memperingatkan apabila ada kegiatan tertentu

yang tidak aman

Guna mencegah terbakar/ terkena panas maka

harus menemukan cara mencegah kontak kulit

dengan permukaan panas atau terlalu dekat

dengan api, contoh : menggunakan sendok

untuk makan, memakai tambahan di luar

cangkir/ gelas yang panas, menggunakan kain

tebal untuk memegang peralatan panas,

menggunakan pemegang pipa rokok, kaki

dilipat jika duduk dekat api.

Luka bakar diobati perak sulfadiazine atau

obat lain yang tersedia di puskesmas.

Luka akibat

benda tajam

Benda tajam yang kasar

seperti serpihan kayu,

kaca, duri, seng, paku,

alat tajam dapat melukai

tangan dan kaki.

Belajar memperhatikan dan memikirkan

aktivitas untuk mencegah luka karena tidak

memiliki sensasi yang dapat memperingatkan

jika ada kegiatan tertentu yang tidak aman

Guna mencegah luka akibat benda tajam pada

tangan, tangan harus diproteksi dengan sarung

tangan atau kain saat melakukan aktivitas

yang berisiko melukai tangan. Orang harus

selalu mencoba dan menyadari bahwa

tangannya dalam bahaya.

Guna melindungi kaki, dapat menggunakan

alas kaki dengan sol luar yang keras.

Jika terjadi luka, maka dilakukan penanganan

seperti penanganan luka/ulkus pada kulit.

Tangan

lumpuh atau

lemah

Tangan yang lumpuh

atau lemah diakibatkan

adanya kerusakan pada

saraf tepi pada tangan

Tangan lumpuh/ lemah harus dijaga agar

kulitnya tetap dalam kondisi baik dengan cara

merendam, menggosok, mengoleskan minyak.

Jari tangan yang lemah/ lumpuh harus dipijat

untuk mencegah kekakuan.

Latihan meluruskan jari-jari yang mulai

bengkok. Tangan yang lemah diletakkan di

atas permukaan datar dan lunak dengan

telapak menghadap ke atas. Bagian pinggir

tangan lain diletakkan kuat dan didorong

perlahan dari permulaan pergelangan tangan

hingga ke ujung jari yang lemah, tahan dalam

hitungan sepuluh. Latihan diulangi 3 kali

sehari.

Latihan ibu jari yang lemah. Letakkan tangan

yang ibu jarinya lemah di atas permukaan

datar dan lunak. Letakkan tangan yang kuat di

atas tangan yang ibu jarinya lemah. Lingkari

sekeliling ibu jari yang lemah dengan jari-jari

tangan lain, ibu jari diposisikan tegak,

kemudian tahan. Tanpa merubah posisi,

lakukan gerakan mengurut ke arah ujung ibu

jari yang lemah hingga lurus. Setelah di ujung

ibu jari tahan dalam hitungan sepuluh. Latihan

diulangi 3 kali sehari

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

39

Universitas Indonesia

Jenis

Masalah

/Kecacatan

Keterangan

Perawatan Diri

Tangan

lumpuh atau

lemah

Latihan meluruskan jari secara aktif. Caranya

adalah mengepalkan tangan yang mengalami

kelemahan kemudian memaksakan untuk

membuka dan tahan pada posisi membuka

dalam hitungan sepuluh. Latihan dilakukan

sekurangnya 3 kali sehari

Meluruskan jari yang telah bengkok secara

pasif dengan bidai minimal digunakan pada

malam hari. Bidai harus diberi bantalan serta

dilepas dan diperiksa secara reguler untuk

mencegah terjadinya luka akibat tekanan.

Bidai hanya diberikan pada orang yang dapat

memahami risiko dalam menggunakannya.

Kaki semper terjadi jika saraf

poplitea lateralis

mengalami kerusakan

Jika mengalami kaki

semper, orang tidak

mampu mengangkat

atau menahannya tetap

stabil sehingga ketika

tungkai diangkat, kaki

seakan menjadi

tergantung lepas.

Kaki semper bisa

menimbulkan

serangkaian kerusakan

pada kaki jika kaki juga

kebetulan mengalami

gangguan sensasi (mati

rasa).

Menjaga kulit agar tetap dalam kondisi yang

baik dengan cara merendam, menggosok, dan

mengoleskan minyak.

Jika layanan rujukan dapat diakses, penderita

dirujuk untuk memperoleh pegas/ per atau

bidai posterior untuk kaki semper. Jika

layanan rujukan tidak dapat diakses, pegas

kaki semper dapat dibuat sendiri dengan

memasang ban dalam sepeda ke bagian

pengikat di betis sampai ke sepatu kemudian

menggunakan material yang kuat yang

dipaskan ke sekeliling sepatunya. Pegas

tersebut dapat melindungi kaki agar tidak

tergantung lepas saat berjalan.

Guna mencegah kaki tertarik melengkung ke

arah bawah karena tarikan otot di bagian

belakang kaki, maka dibutuhkan latihan. Bila

masih ada kekuatan dapat melakukan latihan

aktif. Sembari duduk, penderita mencoba

sedapat mungkin mengangkat kaki yang

lunglai. Bila masih ada kekuatan, memakai

beban dengan menggunakan kantong berisi

pasir. Latihan dilakukan 20 kali setiap latihan

pada pagi dan sore hari.

Guna menghindari pemendekan tendo achiles

pada kaki semper maka perlu dilakukan

latihan pasif. Kain dilingkarkan ke sekeliling

kaki. Kain tersebut ditarik untuk menarik kaki

ke arah atas. Kaki ditahan dalam posisi

tersebut, sementara menghitung hingga

sepuluh, kemudian baru dilemaskan. Lakukan

20 kali setiap latihan pada pagi dan sore hari.

Sumber : ILEP, 2006

Kecacatan yang telah terjadi pada kaki dapat terlindungi oleh alas

kaki dari masalah yang dapat menyebabkan memburuknya kecacatan

seperti yang dijelaskan pada tabel 2.14. Adapun alas kaki yang sesuai

untuk kaki yang mati rasa yaitu :

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

40

Universitas Indonesia

a. Bersol luar yang keras untuk mencegah penetrasi benda tajam dari

tanah

b. Sol dalam yang lembut (berguna mengurangi tekanan pada kaki saat

berjalan) dengan bahan dari karet mikroseluler (MCR) atau Ethyil

Vinyl Acetate (EVA) setebal 4 mm.

c. Kelengkungan yang cukup tinggi sekitar jari-jari kaki (terutama jika

orang tersebut memiliki jari-jari yang bengkok)

d. Jika penderitanya juga menderita kecacatan pada tangan atau mata,

disarankan untuk memilih sepatu dengan penutup berperekat (velcro) di

bagian depan kaki dan tali belakang yang menahan serta mudah

disesuaikan.

Alas kaki yang harus dihindari adalah :

a. Sepatu atau sandal dari plastik

b. Sepatu dengan paku di bagian bawahnya

c. Sepatu modis dengan tumit tinggi

d. Sandal yang tidak punya tali pengikat di bagian belakang

e. Alas kaki rusak yang telah diperbaiki lagi. Alas kaki yang diperbaiki

justru dapat berbahaya karena jahitan dan kulit yang kaku justru dapat

menyebabkan luka.

2.7.5.4. Hubungan Perawatan Diri dengan Kecacatan

Berdasarkan hasil beberapa penelitian terdapat hubungan antara

perawatan diri dengan kecacatan dengan OR 4,1 (Universitas

Diponegoro, 2002; Susanto, 2006).

2.8 Program Pengawasan Penderita Kusta Setelah Selesai Pengobatan

Surveilans (Surveillance) berasal dari bahasa Perancis “Surveiller”

yang berarti mengamati sesuatu dengan perhatian penuh disertai dengan

kemampuan dan seringkali kecurigaan. Menurut WHO, Surveilans adalah

proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interprestasi data secara

sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

41

Universitas Indonesia

membutuhkan untuk diambil tindakan (Universitas Diponegoro, 2006b).

Surveilans yang dilakukan oleh program pengendalian penyakit kusta

terhadap penderita kusta setelah selesai pengobatan lebih dikenal dengan

istilah pengamatan atau pengawasan (Depkes RI, 1993). Pengamatan

dilakukan oleh petugas puskesmas sejak penderita dinyatakan RFT hingga

penderita dinyatakan RFC (Release from Control) untuk melihat kondisi

tertentu dari penderita kusta sesuai dengan tujuan program. RFC (Release

from Control) adalah istilah untuk menyatakan penderita telah selesai dari

masa pengawasan/pengamatan (Depkes RI, 2005). Masa pengamatan

terhadap penderita setelah selesai pengobatan dilakukan selama beberapa

tahun tergantung pada jenis pengamatan dan tujuan pengamatan.

Terdapat 3 metode pengamatan terhadap penderita setelah selesai

pengobatan yaitu metode pengamatan aktif, pasif, dan semi aktif.

2.8.1 Metode Pengamatan Aktif

Metode pengamatan aktif (Active Surveillance) adalah suatu metode

pengamatan yang dilakukan oleh petugas puskesmas kepada penderita

setelah selesai pengobatan yang datang ke puskesmas atau dikunjungi oleh

petugas kusta secara rutin, yaitu sekali dalam 6 bulan. Penderita yang tidak

datang ke puskesmas dalam 6 bulan akan ditelusuri dan ditemui oleh

petugas puskesmas. Pada saat datang ke puskesmas atau dikunjungi,

penderita diperiksa secara klinis maupun laboratorium. Pengamatan

dilakukan selama 4 tahun untuk penderita PB dan 5 tahun untuk penderita

MB (Depkes RI, 1984).

Metode pengamatan aktif bertujuan untuk mengidentifikasi sedini

mungkin terjadinya kasus relaps (kambuh) pada penderita dengan

melakukan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan fisik terhadap tanda

relaps dan kondisi kecacatan, serta pengobatan kembali sesuai dengan tipe

kusta jika penderita dinyatakan relaps (Gebre dan Saunderson, 2001).

Metode pengamatan aktif dihentikan pada masa penggantian

regimen DDS ke regimen MDT karena pada saat itu risiko terjadinya,

relaps sangat kecil (Srinivasan, 1995; Manjunath, 2001).

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

42

Universitas Indonesia

2.8.2 Metode Pengamatan Pasif

Metode pengamatan pasif (passive surveillance) adalah suatu metode

pengamatan yang dilakukan oleh petugas puskesmas kepada penderita

setelah selesai pengobatan yang datang ke puskesmas minimal sekali dalam

setahun tanpa pemeriksaan laboratorium (Depkes RI, 2007; Depkes RI,

1993 ; Srinivasan, 1995). Penderita yang tidak datang ke puskesmas dalam 1

tahun tidak akan ditelusuri oleh petugas puskesmas dan dianggap tidak

memiliki keluhan akibat kusta. Metode pengamatan pasif bertujuan untuk

mengidentifikasi terjadinya reaksi, neuritis, dan relaps pada penderita

dengan melakukan pemeriksaan fisik terhadap kondisi kecacatan, tanda

reaksi dan neuritis, serta tanda relaps (Jacobson, 1994). Penderita yang

datang akibat adanya keluhan reaksi dan neuritis akan ditangani dengan

pengobatan prednisone dan lamprene sesuai dengan kebijakan program

mengenai penatalaksanaan reaksi. Penderita yang teridentifikasi relaps akan

diberikan pengobatan ulang sesuai dengan tipe kusta yang diderita (Depkes

RI, 2007). Sedangkan penderita yang mengalami luka akibat kusta akan

ditangani sesuai dengan tata cara perawatan luka seperti yang dipaparkan

oleh ILEP (2006) pada sub bab 2.7.5 mengenai perawatan diri. Selain

memberikan bantuan tindakan medis, petugas puskesmas juga memberikan

informasi tanda-tanda reaksi dan pentingnya perawatan diri. Alur kegiatan

penderita setelah selesai pengobatan kusta yang datang ke puskesmas pada

metode pengamatan pasif dapat dilihat pada gambar 2.2.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

43

Universitas Indonesia

Gambar 2.2

Alur Kegiatan Penderita Setelah Selesai Pengobatan Kusta yang Datang

ke Puskesmas pada Metode Pengamatan Pasif

Metode pengamatan pasif diberlakukan pada masa penggantian

regimen DDS ke regimen MDT. Pada saat pengobaan MDT dimulai,

kejadian relaps menjadi sangat kecil (Srinivasan, 1995). Berdasarkan

penelitian, kejadian relaps menurun hingga kurang dari 1 % (Lockwood,

2002).

Metode pengamatan pasif hingga saat ini masih digunakan sebagai

metode pengamatan pada penderita setelah selesai pengobatan. Namun

berdasarkan hasil penelitian penilaian kecacatan terhadap 43 penderita

setelah selesai pengobatan yang dilakukan di kabupaten Subang provinsi

Jawa Barat pada tahun 2001, menunjukkan 21 % penderita mengalami

kenaikan tingkat kecacatan (Hasibuan, 2002). Tingkat kecacatan yang

memburuk pada penderita tersebut merupakan dampak dari kerugian yang

Penderita

datang

Administrasi

Puskesmas

Petugas

Kusta

Membayar

administrasi

Mengambil

kartu

penderita

Mengambil kartu khusus penderita

kusta

Anamnesa

Pemeriksaan cardinal sign kusta

Pemeriksaan kecacatan dan

pengisian form POD

Penjelasan tanda-tanda reaksi dan

pentingnya perawatan diri

Penanganan reaksi/ neuritis akibat

kusta dan memberikan obat

lamprene secara langsung dan

meresepkan vitamin atau obat

prednisone untuk reaksi/ neuritis

jika dibutuhkan

Penanganan luka akibat kusta

Apotik/

Loket Obat

Penderita

pulang

Memberikan vitamin

atau obat prednisone

untuk reaksi/ neuritis

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

44

Universitas Indonesia

disebabkan oleh metode pengamatan pasif. Kerugian yang dimaksud adalah

berkurangnya kesempatan untuk mendeteksi reaksi atau neuritis (terutama

silent neuritis) secara dini yang merupakan hal terpenting pada program

pengobatan yang lebih pendek dengan terapi MDT (Gebre dan Saunderson,

2001). Kesempatan deteksi berkurang karena metode ini sangat tergantung

pada kewaspadaan dan kepedulian penderita untuk melaporkan kondisi

dirinya (Manjunath, 2001).

Hasil penelitian ALERT di Ethiopia pusat (Gebre dan Saunderson,

2001) menunjukkan dalam metode pengamatan pasif, dari 116 penderita

setelah selesai pengobatan yang didorong untuk datang tiap tahun ke

pelayanan kesehatan selama 5 tahun untuk pemeriksaan VMT,ST, dan

penilaian tingkat kecacatan hanya sedikit yang datang untuk tindak lanjut

(56,9% tidak pernah datang sama sekali dalam 5 tahun). Sedikitnya

penderita yang datang pada pengamatan pasif di Ehiopia diperkirakan

karena jauhnya jarak antar rumah penderita dengan pelayanan kesehatan

terdekat. Odds ratio terjadinya kondisi yang memburuk (kerusakan) apabila

pengamatan aktif tidak dilakukan adalah 1,9 (disesuaikan umur, jenis

kelamin, klasifikasi). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, juga diketahui

bahwa pengamatan aktif mahal jika dilakukan dan hanya sedikit mengurangi

kecacatan lebih lanjut. Penulis jurnal menyarankan untuk mengupayakan

pendidikan dan dukungan kepada penderita sebelum selesai pengobatan agar

dapat memahami kerusakan yang mungkin terjadi, bagaimana

mengenalinya, dan langkah apa yang harus diambil jika hal tersebut terjadi

(Gebre dan Saunderson, 2001).

2.8.3 Metode Pengamatan Semi Aktif

Metode pengamatan semi aktif (Semi Active Surveillance) adalah

suatu metode pengamatan yang dilakukan oleh petugas puskesmas kepada

penderita setelah selesai pengobatan yang datang ke puskesmas minimal

sekali dalam 3 bulan. Penderita yang tidak datang ke puskesmas dalam 3

bulan akan ditunggu selama 1 bulan oleh petugas di puskesmas. Jika pada 1

bulan tersebut penderita tetap tidak datang ke puskesmas, petugas akan

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

45

Universitas Indonesia

menelusuri dan menemui penderita. Alur metode pengamatan semi aktif

digambarkan pada gambar 2.3.

Gambar 2.3

Alur Pertemuan Penderita dengan Petugas

pada Metode Pengamatan Semi Aktif

Ya

Ya Ya

Tidak Tidak

Metode pengamatan semi aktif merupakan suatu proyek uji coba

yang dilakukan di kabupaten Pasuruan dan Gorontalo yang dimulai sejak

bulan Agustus 2009 dan masih berlangsung hingga saat ini. Metode ini

secara umum bertujuan untuk mencegah bertambahnya dan memburuknya

kecacatan pada penderita kusta setelah selesai pengobatan dan untuk

meningkatkan kemampuan penderita untuk dapat mengontrol kecacatan

secara mandiri. Tujuan khusus dari metode ini adalah penderita tetap

memiliki hubungan dengan puskesmas selama masih memiliki risiko,

penderita mampu melakukan perawatan diri secara teratur tiap hari, dan

penderita mendapat bantuan dalam mengatasi masalah medis yang ada

(Kemenkes, 2010).

Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Pasuruan (2011), kecacatan

dapat dikurangi dan penderita kusta dapat dibantu secara lebih efektif dan

efisien dengan menerapkan suatu sistem yang memungkinkan penderita

Penderita RFT datang

ke puskesmas pada 3

bulan yang dijanjikan

kepada petugas

Petugas menunggu

selama 1 bulan,

penderita datang ke

puskesmas

Penderita

diperiksa

Petugas

menelusuri

alamat dan

menemui

penderita

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

46

Universitas Indonesia

kusta setelah selesai pengobatan untuk tetap berhubungan dengan

Puskesmas selama penderita tersebut membutuhkan bimbingan untuk

mengatasi kecacatan yang dialami. Sehingga perlu dilakukan kegiatan

Pengamatan semi aktif untuk mengurangi beban kecacatan penderita kusta

setelah selesai pengobatan. Kegiatan pengamatan semi aktif mengarah pada

identifikasi terjadinya reaksi, neuritis, dan relaps serta perilaku perawatan

diri pada penderita dengan melakukan pemeriksaan fisik terhadap kondisi

kecacatan, tanda reaksi dan neuritis, dan tanda relaps serta perilaku

perawatan diri. Penderita yang datang akibat adanya keluhan reaksi dan

neuritis akan ditangani dengan pengobatan prednison dan lampren sesuai

dengan kebijakan program mengenai penatalaksanaan reaksi. Penderita yang

teridentifikasi relaps akan diberikan pengobatan ulang sesuai dengan tipe

kusta yang diderita. Sedangkan penderita yang mengalami luka akibat kusta

akan ditangani dan diberikan informasi perawatannya di rumah secara rutin.

Selain memberikan bantuan tindakan medis, petugas puskesmas juga

memberikan informasi tanda-tanda reaksi dan pentingnya perawatan diri,

memberikan demo perawatan diri dan memberikan alat perawatan diri yang

sesuai dengan kebutuhan penderita, bantuan konseling psikologis. Alur

kegiatan penderita setelah selesai pengobatan kusta di puskesmas pada

metode pengamatan semi aktif digambarkan pada gambar 2.4.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

47

Universitas Indonesia

Gambar 2.4

Alur Kegiatan Penderita Setelah Selesai Pengobatan Kusta yang Datang

ke Puskesmas pada Metode Pengamatan Semi Aktif

2.8.4 Perbedaan Metode

Perbedaan mengenai 3 metode pengamatan penderita setelah selesai

pengobatan yang pernah diterapkan di Indonesia dipaparkan pada tabel 2.15.

Penderita

datang

Administrasi

Puskesmas Petugas

Kusta

Membayar

administrasi

Mengambil

kartu

penderita

Mengambil kartu khusus penderita

kusta

Anamnesa

Pemeriksaan cardinal sign kusta

Pemeriksaan kecacatan, hasil

perawatan diri, dan pengisian form

POD

Penjelasan tanda-tanda reaksi dan

pentingnya perawatan diri

Memberikan demo perawatan diri dan

memberikan alat perawatan diri yang

sesuai dengan kebutuhan penderita

Penanganan reaksi/ neuritis akibat

kusta dan memberikan obat lamprene

secara langsung dan meresepkan

vitamin atau obat prednisone untuk

reaksi/ neuritis jika dibutuhkan

Penanganan luka akibat kusta

Bantuan konseling psikologis

Apotik/

Loket Obat

Penderita

pulang

Memberikan vitamin atau

obat prednisone untuk

reaksi/ neuritis

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

48

Universitas Indonesia

Tabel 2.15

Perbedaan Metode Pengamatan Setelah Selesai Pengobatan

Keterangan Pengamatan Aktif Pengamatan Pasif Pengamatan Semi Aktif

Tahun 1945 - 1982 1982 – saat ini 2009 – saat ini

Pengobatan DDS MDT MDT

Tujuan Memantau kejadian

relaps

Memantau kejadian

relaps, neuritis, reaksi

Memantau kejadian

neuritis, reaksi,

perawatan diri

Bentuk

Kegiatan

Penderita

dikunjungi oleh

petugas

puskesmas

minimal 1 kali

dalam 6 bulan

untuk

pemeriksaan dini

terhadap relaps

(diperiksa secara

klinis dan

laboratorium)

Penderita mengunjungi

puskesmas minimal 1

kali dalam 1 tahun

untuk pemeriksaan dini

terhadap relaps,

neuritis, dan reaksi

dibantu oleh petugas

puskesmas

Petugas tidak

diwajibkan mencari dan

memeriksa penderita

jika penderita tidak

datang

Penderita mengunjungi

puskesmas minimal 1

kali dalam 3 bulan

untuk pemeriksaan dini

terhadap neuritis dan

reaksi dibantu oleh

petugas puskesmas

Petugas wajib mencari

penderita dan

memeriksa penderita

pada bulan selanjutnya

jika penderita tidak

datang hingga akhir

tribulan yang dijanjikan

Kelebihan Kondisi penderita

setelah selesai

pengobatan (saat

masa pengawasan)

dapat dipantau dan

ditangani dengan

baik

Beban kerja yang ringan

bagi petugas

Jumlah biaya yang

dikeluarkan

diperkirakan rendah

Kondisi penderita

setelah selesai

pengobatan (saat masa

pengawasan) dapat

dipantau dan ditangani

dengan baik

Jumlah biaya yang

dikeluarkan

diperkirakan tidak

terlalu tinggi

Beban kerja petugas

tidak terlalu tinggi

Penderita secara tidak

langsung didorong

untuk belajar mandiri

dan waspada terhadap

kondisi kesehatannya

Kelemahan Jumlah biaya

yang dikeluarkan

besar

Beban kerja yang

tinggi bagi

petugas

Penderita

memiliki

ketergantugan

yang tinggi

terhadap petugas

Kondisi penderita

setelah selesai

pengobatan (masa

pengawasan) sulit

dipantau bahkan tidak

dapat ditangani dengan

baik karena penderita

datang saat kondisi

kesehatannya sudah

memburuk

Berdasarkan penelitian,

masih banyak

ditemukan penderita

yang kecacatannya kian

memburuk selama masa

pengawasan

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

49

Universitas Indonesia

Keterangan Pengamatan Aktif Pengamatan Pasif Pengamatan Semi Aktif

Rekomendasi Dihentikan karena

jumlah kasus relaps

sedikit akibat

penggantian

regimen

pengobatan DDS

menjadi MDT

Diharapkan diganti

dengan metode yang

lebih efektif-biaya

sehingga dapat

memantau kondisi

penderita dengan baik

dengan biaya dan tenaga

yang relatif ringan

Diharapkan dapat lebih

efektif-biaya untuk

memantau kondisi

penderita akibat kusta

setelah selesai

pengobatan (dalam masa

pengawasan) termasuk

kondisi kecacatannya

2.9 Evaluasi Ekonomi

2.9.1 Pengertian Evaluasi Ekonomi

Evaluasi Ekonomi adalah penilaian dan interpretasi nilai suatu

intervensi layanan kesehatan dengan menguji hubungan antara biaya dan

outcome dari intervensi tersebut secara sistematik (Wonderling, 2005).

Sedangkan Brent (2003) menyatakan bahwa evaluasi ekonomi mencoba

menilai keinginan sosial dari suatu program relatif terhadap beberapa

alternatif lain.

Menurut Drummond (2005), evaluasi ekonomi penting dilakukan

karena tanpa analisis yang sistematik sulit untuk mengidentifikasi secara

jelas alternatif-alternatif yang sesuai. Tanpa adanya pengukuran dan

perbandingan output dan input, nilai yang dapat terlihat hanya sebatas nilai

uang yang dikeluarkan dan tidak sampai melihat keuntungan yang diperoleh

program atau alternatif-alternatif tersebut. Selain itu, melalui evaluasi

ekonomi dapat diperoleh alternatif yang sesuai dengan sudut pandang yang

diinginkan, misalnya sesuai sudut pandang masyarakat, anggaran

kementerian kesehatan yang tersedia, individu, institusi khusus, kelompok

target untuk layanan khusus.

2.9.2 Metode Evaluasi Ekonomi

Pada evaluasi ekonomi, terdapat beberapa metode analisis yang

digunakan yaitu :

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

50

Universitas Indonesia

a. Analisis Minimalisasi Biaya (Cost Minimization Analysis)

Suatu metode analisis yang digunakan untuk membandingkan

biaya bersih dari program-program yang menghasilkan outcome yang

sama (Gold, 1996).

b. Analisis Manfaat Biaya (Cost Benefit Analysis)

Suatu metode analisis untuk memperkirakan keuntungan sosial

bersih dari suatu program atau intervensi dimana keuntungan tambahan

program lebih sedikit dibandingkan tambahan biayanya, dengan seluruh

keuntungan dan biaya diukur dalam dolar (Gold, 1996).

c. Analisis Efektivitas Biaya (Cost Effectiveness Analysis)

Analisis efektivitas biaya adalah suatu analisis yang mencari

bentuk intervensi mana yang paling menguntungkan dalam mencapai

suatu tujuan, dengan cara membandingkan hasil suatu kegiatan dengan

biayanya, dimana ukuran input diukur dalam nilai moneter dan ukuran

output-nya diukur dalam jumlah output yang dihasilkannya (Drummond,

2001). Sedangkan menurut Gold (1996), analisis efektivitas biaya

merupakan suatu metode analisis dimana biaya dan dampak dari suatu

program atau alternatif dihitung dan ditunjukkan dalam suatu rasio dari

tambahan biaya terhadap tambahan dampak yang berupa outcome

kesehatan.

d. Analisis Utilitas Biaya (Cost Utility Analysis)

Analisis Utilitas Biaya adalah suatu metode evaluasi ekonomi

yang konsekuensi intervensinya diukur dalam bentuk kuantitas dan

kualitas hidup (Coons dan Kaplan, 1996).

Perbedaan metode analisis pada evaluasi ekonomi dirangkum oleh

Drummond pada tabel 2.16.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

51

Universitas Indonesia

Tabel 2.16

Tabel Pengukuran Biaya dan Konsekuensi pada Evaluasi Ekonomi

Jenis Analisis Pengukuran /

Penilaian biaya

pada seluruh

alternative

Identifikasi

konsekuensi

Pengukuran /

penilaian konsekuensi

Analisis

Minimalisasi Biaya

Nilai moneter Identifikasi

semua aspek

Tidak ada

Analisis Efektivitas

Biaya

Nilai moneter Output yang

sama pada

berbagai

alternatif tetapi

tingkatan yang

dicapai berbeda

Nilai satuan output

mengikuti hasil

(misalnya pertambahan

tahun hidup yg

diperoleh, hari

mengalami cacat yang

dapat diselamatkan,

penurunan angka

hipertensi,dan lain-lain)

Analisis Manfaat

Biaya

Nilai moneter Output sama

ataupun berbeda

dengan berbagai

tindakan

alternatif

Nilai moneter

Analisis Utilitas

Biaya

Nilai moneter Output sama

ataupun berbeda

dengan berbagai

tindakan

alternatif

Pertambahan tahun

hidup yang berkualitas

Sumber: Diterjemahkan dari Drummond, 2005

Berdasarkan uraian mengenai metode evaluasi ekonomi tersebut,

metode yang sesuai dengan penelitian adalah analisis efektivitas biaya

karena alternatif-alternatif yang dibandingkan memiliki output yang sama

namun dengan jumlah/tingkatan yang berbeda. Peneliti ingin mengetahui

alternatif mana yang lebih efektif biaya dengan melihat perbandingan

jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan setiap output.

2.10 Biaya (Cost)

Biaya adalah nilai dari sumber daya yang biasanya diekspresikan

dalam bentuk moneter (Wonderling, Gruen, dan Black, 2005).

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

52

Universitas Indonesia

2.10.1 Klasifikasi Biaya

Biaya dikelompokkan menurut beberapa kriteria yaitu berdasarkan:

2.10.1.1 Pengaruh pada skala produksi

Berdasarkan pengaruh pada skala produksi, biaya dibedakan

menjadi :

a. Biaya Tetap (Fixed Cost)

Merupakan biaya yang nilainya secara relatif tidak dipengaruhi

oleh besarnya produksi (output). Biaya ini harus tetap dikeluarkan

walaupun tidak ada pelayanan.

b. Biaya variabel (Variabel Cost)

Merupakan biaya yang nilainya dipengaruhi oleh banyaknya

output (produksi).

c. Biaya Total (Total Cost)

Merupakan jumlah biaya dari biaya tetap dan biaya variabel.

2.10.1.2 Lama penggunaan

Berdasarkan pengaruh pada skala produksi, biaya terbagi menjadi 3

yaitu :

a. Biaya Investasi (Investment Cost)

Merupakan biaya yang kegunaannya dapat berlangsung dalam

waktu yang relatif lama, biasanya lebih dari 1 tahun. Biaya tersebut

dihitung dari nilai barang investasi yang disetahunkan (biaya

penyusutan).

b. Biaya Operasional (Operational Cost)

Merupakan biaya yang diperlukan untuk melaksanakan

kegiatan dalam suatu proses produksi dan memiliki sifat habis pakai

dalam kurun waktu singkat (kurang dari satu tahun).

c. Biaya pemeliharaan (Maintenance Cost)

Merupakan biaya yang dikeluarkan untuk mempertahankan

nilai suatu barang investasi agar tetap berfungsi.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

53

Universitas Indonesia

2.10.1.3 Fungsi atau aktivitas sumber biaya

Biaya menurut fungsi atau aktivitas sumber biaya dibedakan

menjadi :

a. Biaya Langsung (Direct Cost)

Merupakan biaya yang dibebankan pada sumber biaya yang

mempunyai fungsi atau aktivitas langsung terhadap output. Menurut

Gold (1996), biaya langsung adalah nilai dari seluruh barang, layanan,

dan sumber daya lain yang dikonsumsi dalam ketentuan dari suatu

intervensi atau dalam menangani efek samping atau konsekuensi lain

saat ini atau di masa mendatang yang terkait dengan hal tersebut.

b. Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost)

Merupakan biaya yang dibebankan pada sumber biaya yang

memunyai fungsi penunjang (aktivitas tidak langsung) terhadap

output.

2.10.1.4 Konsep akibat ekstern

Biaya berdasrkan konsep akibat ekstern menurut Sukirno (2002)

dibagi menjadi :

a. Biaya pribadi

Merupakan biaya yang dibelanjakan oleh produsen yang

digunakan untuk menghasilkan barang.

b. Biaya sosial

Merupakan biaya yang dibelanjakan oleh masyarakat untuk

memperoleh barang dan biaya-biaya lain yang harus dibayar oleh

masyarakat akibat dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas produsen

dalam menghasilkan barang.

2.10.2 Penghitungan Biaya

Perhitungan biaya menggunakan metode konvensional dengan

menjumlahkan kelompok biaya berdasarkan konsep akibat ekstern yaitu

biaya program atau biaya penderita pada masing-masing metode. Masing-

masing biaya diperoleh dari penjumlahan biaya langsung dan tidak

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

54

Universitas Indonesia

langsung (biaya berdasarkan aktivitas sumber biaya). Menurut Muennig

(2002), terdapat 3 langkah untuk menghitung data yaitu mengidentifikasi

sumber daya yang digunakan, mengukur sumber daya yang digunakan,

dan memberi nilai pada sumber daya yang digunakan.

2.11 Efektivitas (Outcome)

Outcome adalah perubahan status sebagai hasil dari proses suatu

sistem. Pada konteks pelayanan kesehatan adalah perubahan status

kesehatan sebagai hasil dari pelayanan (Wonderling, 2005). Pada penelitian

ini yang menjadi efektivitas adalah pengendalian tingkat cacat.

2.12 Analisis Efektivitas Biaya (Cost Effectiveness Analysis)

Analisis efektivitas biaya adalah suatu metode untuk mengevaluasi

outcome dan biaya dari intervensi-intervensi yang dibuat untuk

meningkatkan kesehatan. Hasil analisis ini biasanya dirangkum dalam suatu

rasio efektivitas biaya yang menunjukkan biaya untuk mencapai satu unit

outcome kesehatan. Analisis efektivitas biaya menyediakan perkiraan

efektivitas dan biaya sehingga menunjukkan trade-off yang dilibatkan dalam

memilih di antara intervensi-intervensi atau variasi dalam suatu intervensi

(Russel et al, 1996).

Apabila intervensi yang akan diteliti lebih efektif dan biayanya lebih

sedikit daripada alternatifnya maka intervensi tersebut dinyatakan

mendominasi alternatif. Pada situasi tersebut, penghitungan rasio efektivitas

biaya tidak dibutuhkan. Analisis efektivitas biaya dilakukan pada intervensi

dengan biaya yang dikeluarkan lebih banyak dan lebih efektif daripada

alternatifnya. Pada pemahaman biaya saat ini, analisis efektivitas biaya juga

dapat memberikan informasi untuk memutuskan suatu intervensi baru mana

yang biayanya lebih sedikit tetapi sedikit kurang efektif daripada alternatif

yang ada (Garber et al, 1996).

Rasio efektivitas biaya merupakan ukuran inti yang digunakan

dalam analisis efektivitas biaya (Garber et al, 1996). Menurut Gold (1996),

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

55

Universitas Indonesia

rasio efektivitas biaya adalah biaya tambahan untuk memperoleh suatu

efek dampak kesehatan dari intervensi kesehatan, dibandingkan dengan

suatu alternatif. Rumus rasio efektivitas biaya berdasarkan McGuire

(2001) digambarkan sebagai berikut :

Average Cost Effectiveness Ratio (ACER)

Ca ACER a = (2.1)

Ea

Incremental Cost Effectiveness Ratio (ICER)

Ca – Cb ∆ C

ICER = = (2.2)

Ea – Eb ∆ E

Intervensi dengan rasio efektivitas biaya rendah merupakan

intervensi yang baik dan akan menjadi prioritas tinggi sebagai sumber

daya (Garber et al, 1996).

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

56 Universitas Indonesia

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Teori

Analisis Efektivitas Biaya (CEA) adalah suatu analisis yang mencari

bentuk intervensi mana yang paling menguntungkan dalam mencapai suatu

tujuan, dengan cara membandingkan hasil suatu kegiatan dengan biayanya,

dimana ukuran input diukur dalam nilai moneter dan ukuran output-nya diukur

dalam jumlah output yang dihasilkannya (Drummond, 2001).

Intervensi yang akan dianalisis pada penelitian ini adalah metode

pengamatan semi aktif dan metode pengamatan pasif. Efektivitas biaya pada

dua intervensi tersebut diperoleh dengan membandingkan jumlah biaya

sebagai input dan jumlah penderita yang tingkat cacatnya dapat dikendalikan

sebagai output yang dihasilkan dari masing-masing metode selama 2 tahun

hingga 3 tahun. Biaya diperoleh dari total biaya baik biaya langsung maupun

tidak langsung yang dikeluarkan oleh program untuk dapat menghasilkan

suatu pengendalian tingkat cacat.

Penelitian ini juga melihat hubungan antara faktor-faktor seperti umur,

tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, tingkat sosial ekonomi, tipe kusta,

riwayat reaksi, pencegahan cacat, perawatan diri dengan pengendalian

tingakat cacat serta mengetahui faktor-faktor mana yang paling dominan

dalam mempengaruhi pengendalian tingkat cacat pada penderita kusta yang

telah selesai pengobatan.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

57

Universitas Indonesia

3.2 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka konsep tersebut, pengendalian tingkat cacat

berhubungan dengan faktor-faktor seperti umur, tingkat pendidikan, tingkat

pengetahuan, tingkat ekonomi, tipe kusta, riwayat reaksi, pencegahan cacat,

perawatan diri.

Faktor tingkat pengetahuan, pencegahan cacat, dan perawatan diri

pada kelompok penderita setelah selesai pengobatan yang dipantau dengan

INTERVENSI Pengamatan Pasif

INTERVENSI Pengamatan Semi Aktif

BIAYA Biaya Program Biaya Penderita

LUARAN Pengendalian Tingkat Cacat

LUARAN Pengendalian Tingkat Cacat

ICER

BIAYA

Biaya Program Biaya Penderita

FAKTOR BERHUBUNGAN

DENGAN KECACATAN

- Umur - Tingkat Pendidikan - Tingkat Penghasilan - Tipe Kusta - Riwayat Reaksi

FAKTOR BERHUBUNGAN

DENGAN KECACATAN

- Pengetahuan - Pencegahan Cacat - Perawatan Diri

FAKTOR BERHUBUNGAN

DENGAN KECACATAN

- Umur - Tingkat Pendidikan - Pengetahuan - Tingkat Penghasilan - Tipe Kusta - Riwayat Reaksi - Pencegahan Cacat - Perawatan Diri

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

58

Universitas Indonesia

metode pengamatan semi aktif, dipengaruhi secara langsung oleh intervensi

pada metode tersebut. Pada metode pengamatan semi aktif, petugas puskesmas

akan datang jika penderita tidak datang pada waktu yang telah dijanjikan

sehingga penderita akan melakukan pengobatan atau konsultasi secara teratur.

Saat konsultasi, petugas memberikan informasi dan melakukan pemeriksaan

fungsi saraf serta tanda awal reaksi, memberikan informasi tentang perawatan

diri, mengidentifikasi kebutuhan medis dan alat pelindung diri yang

dibutuhkan oleh penderita.

3.2 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah metode pengamatan semi aktif lebih

efektif-biaya dari metode pengamatan pasif dalam mengendalikan tingkat

cacat pada penderita setelah selesai pengobatan.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

59

Universitas Indonesia

BAB 4

DESAIN PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian

cross sectional. Penelitian cross sectional adalah penelitian non-eksperimental

dalam rangka mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko

dengan efek yang berupa penyakit atau status kesehatan tertentu (Pratiknya,

1996). Sedangkan menurut Gold (1996), penelitian cross sectional adalah

suatu penelitian yang melihat status seorang individu berdasarkan keberadaan

paparan dan penyakit yang dinilai pada saat yang sama. Peneliti menggunakan

desain cross sectional karena tidak terdapat data yang lengkap mengenai data

variabel independen maupun variabel dependen yang tercatat sebelumnya

sehingga data variabel independen dan dependen diambil pada saat yang sama.

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada Mei 2012 di Kabupaten Pasuruan,

Jawa Timur.

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian adalah penderita kusta setelah selesai

pengobatan. Sampel penelitian diambil dengan teknik purposive sampling

dengan kriteria

a. Inklusi :

1. Penderita kusta semua usia dan semua jenis kelamin.

2. Penderita kusta tipe PB ataupun tipe MB yang telah menyelesaikan

terapi obat MDT (RFT/ Release From Treatment) pada bulan Mei

2009 hingga bulan April 2010.

3. Penderita yang memiliki riwayat kecacatan atau riwayat reaksi, riwayat

nodul atau infiltrat, atau hasil pemeriksaan laboratorium BTA positif.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

60

Universitas Indonesia

b. Eksklusi :

1. Penderita kusta yang masih dalam pengobatan MDT.

2. Penderita yang telah menyelesaikan terapi obat MDT (RFT/ Release

From Treatment) sebelum bulan Mei 2009 atau setelah April 2010

karena efektivitas akan dinilai dari intervensi yang dilakukan ≥ 2 tahun

hingga <3 tahun setelah selesai pengobatan.

3. Penderita yang tidak memiliki riwayat kecacatan atau riwayat reaksi,

riwayat nodul atau infiltrat, atau BTA negatif.

Jumlah sampel yang diambil adalah 43 orang per metode dari rumus :

n = { Z1-α/2 √2 P (1-P) + Z1-β √P1 (1-P1) + P2 (1-P2) }2

(P1-P2)2

Dengan :

α = 5 %

1 – β = 80 %

P1 = 0,97

P2 = 0,79

Pada penelitian ini, diperkirakan metode pengamatan semi aktif lebih

efektif-biaya dibandingkan metode pengamatan pasif. Berdasarkan hasil evaluasi

sementara pada bulan Juni 2011 (laporan pengamatan semi aktif, 2011),

prosentase kejadian cacat yang dapat dikendalikan (menetap bahkan membaik)

mencapai 97% (P1). Sedangkan pada metode pengamatan pasif, prosentase cacat

adalah 0,79% (P2). Prosentase ini diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan di

kabupaten Subang, Jawa Barat pada tahun 2001 (Hasibuan, 2002).

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

61

Universitas Indonesia

1.4 Definisi Operasional

Tabel 4 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Variabel Dependen

1 Tingkat Cacat Nilai tertinggi yang diperoleh

dari pemeriksaan fisik pada

mata, tangan, kaki penderita

kusta yang menyatakan

beratnya kondisi cacat.

Tabel Keadaan

Cacat

Pemeriksaan fisik

penderita

Tingkat 0 – 2

Rasio

2

Pengendalian

Tingkat Cacat

Menetap atau menurunnya

tingkat cacat saat

pengambilan data

dibandingkan tingkat cacat

saat penderita kusta baru

dinyatakan selesai

pengobatan.

Tabel Keadaan

Cacat pada Kartu

penderita dan

kuesioner

Membandingkan

tingkat cacat pada

kartu penderita

dengan tingkat cacat

pada kuesioner

Kategori :

0. Tingkat cacat dapat

dikendalikan

(tetap/menurun)

1. Tingkat cacat tidak

dapat dikendalikan

(meningkat)

Ordinal

3 Pengendalian

Tingkat Cacat

pada Metode

Pengamatan

Pasif

Pengendalian tingkat cacat

terhadap penderita kusta yang

telah menyelesaikan

pengobatan 2 hingga kurang

dari 3 tahun yang datang ke

puskesmas minimal sekali

dalam setahun

Tabel Keadaan

Cacat pada Kartu

penderita dan

kuesioner

Membandingkan

tingkat cacat pada

kartu penderita

dengan tingkat cacat

pada kuesioner

Kategori :

0. Tingkat cacat dapat

dikendalikan

(tetap/menurun)

1. Tingkat cacat tidak

dapat dikendalikan

(meningkat)

Ordinal

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

62

Universitas Indonesia

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

4. Pengendalian

Tingkat Cacat

pada Metode

Pengamatan

Semi Aktif

Pengendalian tingkat cacat

terhadap penderita kusta yang

telah menyelesaikan

pengobatan 2 hingga kurang

dari 3 tahun yang datang ke

puskesmas minimal sekali

dalam 3 bulan dan akan

dikunjungi oleh petugas

puskesmas jika tidak datang.

Tabel Keadaan

Cacat pada Kartu

penderita dan

kuesioner

Membandingkan

tingkat cacat pada

kartu penderita

dengan tingkat cacat

pada kuesioner

Kategori :

0. Tingkat cacat dapat

dikendalikan

(tetap/menurun)

1. Tingkat cacat tidak

dapat dikendalikan

(meningkat)

Ordinal

5. Incremental

Cost

Effectiveness

Ratio (ICER)

Perbandingan selisih biaya

dan selisih jumlah penderita

yang tingkat cacatnya dapat

dikendalikan pada metode

pengamatan semi aktif dan

pengamatan pasif.

Perhitungan program

excel

Membandingkan

selisih biaya dengan

selisih jumlah

penderita yang tingkat

cacatnya dapat

dikendalikan

Jumlah biaya dalam

rupiah

Rasio

Variabel Independen

6. Umur Waktu yang dihitung sejak

kelahiran responden sampai

saat responden dinyatakan

selesai pengobatan (RFT).

Kuesioner Kuesioner Kategori :

0. < 15 tahun

1. ≥ 15 tahun

Nominal

7. Tingkat

Pendidikan

Jenjang pendidikan formal

yang telah ditempuh oleh

responden saat responden

dinyatakan selesai

pengobatan (RFT).

Kuesioner Kuesioner Kategori :

0. Tinggi (SMP, SMA,

PT)

1. Rendah (Tidak

sekolah, SD)

Ordinal

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

63

Universitas Indonesia

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

8. Tingkat

Pengetahuan

Pemahaman responden

tentang terjadinya cacat pada

kusta, reaksi, pencegahan

cacat, dan perawatan diri

pada saat pengambilan data

Kuesioner Kuesioner Kategori :

0. Tinggi (skor > 55)

1. Rendah (skor ≤ 55)

Ordinal

9. Tingkat

Ekonomi

Pengeluaran rata-rata yang

diperoleh setiap anggota

rumah tangga responden

setiap bulan

Kuesioner Kuesioner Kategori :

0. Tinggi (≥Rp 479.490)

1. Rendah(<Rp 479.490)

(BPS, 2012)

Ordinal

10. Tipe Kusta Tipe penyakit kusta

berdasarkan klasifikasi WHO

pada responden saat

responden mendapatkan

pengobatan

Kartu penderita Pemeriksaan klinis Kategori:

0. PB

1. MB

Nominal

11. Reaksi Kusta Suatu reaksi kekebalan atau

reaksi antigen-antibodi akibat

kusta yang pernah dialami

responden sejak selesai

pengobatan (RFT) hingga

saat pengambilan data. Gejala

reaksi: timbulnya bercak kulit

atau nodul yang memerah,

bengkak, panas, neuritis,

gangguan fungsi saraf, nyeri

yang bertambah parah sampai

pecah, dan demam.

Kuesioner Kuesioner Kategori :

0. Tidak Pernah Reaksi

1. Pernah Reaksi

Nominal

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

64

Universitas Indonesia

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

12. Pencegahan

Cacat

Pemeriksaan fungsi saraf

minimal 1 tahun sekali serta

tata laksana reaksi atau

neuritis secara dini dan

teratur yang diperoleh

responden sejak

menyelesaikan pengobatan

(RFT) hingga saat

pengambilan data.

Kuesioner Kuesioner Kategori :

0. Mendapat

pencegahan cacat

1. Tidak mendapat

pencegahan cacat

Nominal

13. Perawatan Diri Perawatan dan perlindungan

yang dilakukan responden

setiap hari terhadap mata,

tangan, dan kakinya yang

berisiko cacat dengan

menggunakan alat bantu yang

sesuai dan aktif mencari

bantuan ke pelayanan

kesehatan untuk menangani

kecacatan atau masalah

terkait kusta yang dialami.

Tindakan dilihat sejak

responden menyelesaikan

pengobatan (RFT) hingga

saat pengambilan data.

Kuesioner Kuesioner Kategori :

0. Melakukan

perawatan diri

1. Tidak melakukan

perawatan diri

Nominal

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

65

Universitas Indonesia

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

14. Biaya pada

Metode

Pengamatan

Semi Aktif

Total dari biaya yang

dikeluarkan oleh program

maupun biaya yang

dikeluarkan oleh penderita

untuk menghasilkan

efektivitas pada metode

pengamatan semi aktif

Kuesioner penderita

dan stakeholder,

dokumen terkait

penderita dan

dokumen

pengeluaran biaya

stakeholder

Wawancara dengan

penderita dan

stakeholder, dokumen

terkait penderita dan

dokumen pengeluaran

biaya yang berada di

stakeholder

Jumlah biaya dalam

rupiah

Rasio

15. Biaya pada

Metode

Pengamatan

Pasif

Total dari biaya yang

dikeluarkan oleh program

maupun biaya yang

dikeluarkan oleh penderita

untuk menghasilkan

efektivitas pada metode

pengamatan pasif

Kuesioner penderita

dan stakeholder,

dokumen terkait

penderita dan

dokumen

pengeluaran biaya

stakeholder

Wawancara dengan

penderita dan

stakeholder, dokumen

terkait penderita dan

dokumen pengeluaran

biaya yang berada di

stakeholder

Jumlah biaya dalam

rupiah

Rasio

16. Biaya Program Total dari biaya langsung

maupun biaya tidak langsung

yang dikeluarkan oleh

program meliputi biaya yang

dikeluarkan oleh pusat, NLR,

yayasan kusta, dinas

kesehatan, puskesmas,

maupun petugas dalam

mengendalikan tingkat cacat.

Kuesioner penderita

dan stakeholder,

dokumen terkait

penderita dan

dokumen

pengeluaran biaya

stakeholder

Wawancara dengan

penderita dan

stakeholder, dokumen

terkait penderita dan

dokumen pengeluaran

biaya yang berada di

stakeholder

Jumlah biaya dalam

rupiah

Rasio

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

66

Universitas Indonesia

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

17. Biaya

Langsung

Program

Biaya yang dibebankan pada

sumber biaya yang

mempunyai fungsi/aktivitas

langsung pada pengendalian

tingkat cacat yang

dikeluarkan oleh program

seperti biaya investasi, biaya

operasional, dan biaya

pemeliharaan.

Kuesioner penderita

dan stakeholder,

dokumen terkait

penderita dan

dokumen

pengeluaran biaya

stakeholder

Wawancara dengan

penderita dan

stakeholder, dokumen

terkait penderita dan

dokumen pengeluaran

biaya yang berada di

stakeholder

Jumlah biaya dalam

rupiah

Rasio

18. Biaya Investasi Biaya dari penggunaan

barang yang kegunaannya

dapat berlangsung dalam

waktu yang relatif lama,

biasanya lebih dari 1 tahun.

Biaya ini dihitung dari nilai

barang investasi yang

disetahunkan (biaya

penyusutan), pada penelitian

ini adalah biaya pemakaian

ruang kusta dan biaya

pemakaian alat medis/non

medis.

Kuesioner

puskesmas dan

daftar inventaris

ruangan kusta di

puskesmas

Wawancara dengan

stakeholder,

mengumpulkan daftar

inventaris ruangan

kusta, kemudian

menjumlahkan biaya

pemakaian ruang

kusta dan biaya

pemakaian alat

medis/non medis.

Jumlah biaya dalam

rupiah

Rasio

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

67

Universitas Indonesia

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

19. Biaya

Pemakaian

Ruang Kusta

Biaya pembangunan ruang

kusta untuk melayani seluruh

responden yang telah selesai

pengobatan yang datang ke

puskesmas sejak Juni 2009

hingga Mei 2012. Besarnya

biaya adalah nilai ruang kusta

yang disetahunkan (biaya

penyusutan).

Kuesioner

puskesmas, kartu

register penderita

Wawancara dengan

stakeholder,

menghitung biaya

pemakaian ruang

kusta berdasarkan

nilai ruang kusta yang

disetahunkan (biaya

penyusutan).

Jumlah biaya dalam

rupiah

Rasio

20. Biaya

Pemakaian

Alat

Medis/Non

Medis

Biaya pembelian alat

medis/non medis untuk

melayani seluruh responden

yang telah selesai pengobatan

yang datang ke puskesmas

sejak Juni 2009 hingga Mei

2012. Besarnya biaya adalah

nilai alat medis/non medis

yang disetahunkan (biaya

penyusutan).

Kuesioner

puskesmas, daftar

inventaris ruangan

kusta

Wawancara dengan

stakeholder,

mengumpulkan daftar

inventaris ruangan

kusta, menghitung

biaya pemakaian alat

medis/non medis

berdasarkan nilai alat

medis/non medis yang

disetahunkan (biaya

penyusutan).

Jumlah biaya dalam

rupiah

Rasio

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

68

Universitas Indonesia

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

21. Biaya

Operasional

Biaya yang dikeluarkan untuk

melakukan seluruh kegiatan

dalam suatu proses produksi

dan memiliki sifat habis pakai

dalam kurun waktu singkat

seperti biaya tenaga, bahan

habis pakai, obat,

transportasi, komunikasi,

listrik-air, penyediaan alat

pelindung dan perawatan diri

untuk penderita.

Kuesioner

stakeholder dan

penderita, kartu

register penderita,

dokumen

pengeluaran biaya

stakeholder.

Wawancara dengan

stakeholder,

mengumpulkan kartu

register penderita dan

dokumen pengeluaran

biaya stakeholder.

Jumlah biaya dalam

rupiah

Rasio

22. Biaya Tenaga

Pelayanan

Kusta

Biaya tenaga yang

dikeluarkan petugas untuk

memberikan pelayanan pada

seluruh responden yang

selesai pengobatan (datang ke

puskesmas maupun yang

dikunjungi) sejak Juni 2009

hingga Mei 2012. Besarnya

biaya diperoleh dari proporsi

responden yang datang ke

puskesmas maupun yang

dikunjungi terhadap jumlah

waktu yang diluangkan

petugas untuk pelayanan dan

kegiatan yang mengikuti.

Kuesioner petugas

puskesmas, kartu

register penderita

Wawancara dengan

stakeholder,

mengumpulkan data

kunjungan responden

dari kartu register

penderita, kemudian

menghitung biaya

tenaga berdasarkan

proporsi responden

yang datang ke

puskesmas terhadap

jumlah waktu yang

diluangkan petugas

untuk pelayanan

kepada responden.

Jumlah biaya dalam

rupiah

Rasio

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

69

Universitas Indonesia

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

23. Biaya Bahan

Habis Pakai

Biaya pemakaian bahan habis

pakai oleh petugas untuk

memberikan pelayanan

kepada seluruh responden

yang telah selesai pengobatan

yang datang ke puskesmas

sejak Juni 2009 hingga Mei

2012. Besarnya biaya

diperoleh dengan menghitung

proporsi responden yang

datang ke puskesmas

terhadap jumlah bahan habis

pakai yang digunakan petugas

untuk pelayanan.

Kuesioner petugas

puskesmas, kartu

register penderita.

Wawancara dengan

stakeholder,

mengumpulkan data

kunjungan dari kartu

register penderita,

menghitung biaya

bahan habis pakai

berdasarkan proporsi

responden yang

datang ke puskesmas

terhadap jumlah bahan

habis pakai yang

digunakan petugas

untuk pelayanan.

Jumlah biaya dalam

rupiah

Rasio

24. Biaya

Pemakaian

Obat

Biaya pembelian obat untuk

diberikan kepada seluruh

responden yang telah selesai

pengobatan yang datang ke

puskesmas sejak Juni 2009

hingga Mei 2012. Besarnya

biaya diperoleh dengan

menghitung jumlah obat yang

diberikan kepada responden

saat menerima pelayanan di

puskesmas.

Kartu register

penderita.

Mengumpulkan data

kunjungan dari kartu

register penderita,

menghitung jumlah

obat yang diberikan

kepada responden saat

pelayanan di

puskesmas.

Jumlah biaya dalam

rupiah

Rasio

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

70

Universitas Indonesia

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

25. Biaya

Transportasi

Petugas

Biaya yang dikeluarkan oleh

petugas untuk mengunjungi

seluruh responden sejak Juni

2009 hingga Mei 2012.

Besarnya biaya diperoleh

dengan menghitung jumlah

kunjungan ke rumah

responden.

Kuesioner petugas

puskesmas dan

penderita.

Wawancara dengan

penderita dan

stakeholder, kemudian

menghitung jumlah

kunjungan ke rumah

responden.

Jumlah biaya dalam

rupiah

Rasio

26. Biaya Listrik

dan air

Biaya pemakaian listrik dan

air untuk memberikan

pelayanan kepada seluruh

responden sejak Juni 2009

hingga Mei 2012. Besarnya

biaya diperoleh dengan

menghitung proporsi

responden yang datang ke

puskesmas terhadap biaya

listrik dan air yang digunakan

untuk seluruh pelayanan di

puskesmas.

Kuesioner

puskesmas dan

petugas puskesmas,

kartu register

penderita, dokumen

pengeluaran biaya

stakeholder

Wawancara dengan

stakeholder,

mengumpulkan

dokumen pengeluaran

biaya stakeholder dan

data kunjungan dari

kartu register

penderita, menghitung

biaya listrik dan air

berdasarkan proporsi

responden yang

datang ke puskesmas

terhadap biaya listrik

dan air yang

digunakan petugas di

ruang kusta untuk

pelayanan.

Jumlah biaya dalam

rupiah

Rasio

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

71

Universitas Indonesia

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

27. Biaya

Komunikasi

dengan

Penderita

Biaya yang dikeluarkan oleh

petugas untuk menghubungi

seluruh responden sejak Juni

2009 hingga Mei 2012.

Besarnya biaya diperoleh

dengan menghitung jumlah

komunikasi dengan

responden atau pihak yang

dapat berkomunikasi

langsung dengan responden.

Kuesioner petugas

puskesmas.

Wawancara dengan

stakeholder, kemudian

menghitung jumlah

komunikasi.

Jumlah biaya dalam

rupiah

Rasio

28. Biaya

Pembelian

Alat dan

Bahan

Perawatan dan

Perlindungan

Diri untuk

Penderita

Biaya yang dikeluarkan oleh

program untuk membeli alat

dan bahan perawatan dan

perlindungan diri sesuai

dengan kebutuhan seluruh

responden sejak Juni 2009

hingga Mei 2012. Besarnya

biaya diperoleh dengan

menghitung jumlah dari

masing-masing jenis alat dan

bahan yang diterima

responden.

Kuesioner penderita. Wawancara dengan

penderita, kemudian

menghitung jumlah

dari masing-masing

jenis alat dan bahan

yang diterima

responden.

Jumlah biaya dalam

rupiah

Rasio

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

72

Universitas Indonesia

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

29. Biaya

Pemeliharaan

Biaya yang dikeluarkan oleh

program untuk

mempertahankan nilai barang

investasi agar tetap berfungsi,

dalam hal ini adalah ruang

kusta dan alat medis/non

medis. Besarnya biaya

diperoleh dengan

menjumlahkan biaya

pemeliharaan dari masing-

masing barang inventaris

yang digunakan dalam

pelayanan.

Dokumen

pengeluaran biaya

stakeholder.

Wawancara dengan

stakeholder,

mengumpulkan

dokumen pengeluaran

biaya stakeholder,

kemudian

menjumlahkan biaya

dari masing-masing

barang inventaris yang

digunakan dalam

pelayanan.

Jumlah biaya dalam

rupiah

Rasio

30. Biaya Tidak

Langsung

Program

Biaya yang dibebankan pada

sumber biaya yang

mempunyai fungsi

penunjang/aktivitas tak

langsung terhadap

pengendalian tingkat cacat

yang dikeluarkan oleh

program seperti biaya untuk

tenaga pendukung, koordinasi

Dinkes Kabupaten dengan

puskesmas, monitoring dan

evaluasi Dinkes Provinsi,

pelatihan, administrasi umum

Kuesioner dan

dokumen

pengeluaran biaya

stakeholder

Wawancara dengan

stakeholder dan

mengumpulkan

dokumen pengeluaran

biaya

Jumlah biaya dalam

rupiah

Rasio

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

73

Universitas Indonesia

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

31. Biaya Tenaga

Pendukung

Program

Biaya tenaga yang

dikeluarkan pegawai dinkes

kabupaten dan provinsi untuk

melaksanakan kegiatan

terkait program dalam upaya

pengendalian tingkat cacat

penderita yang telah selesai

pengobatan kusta. Besarnya

biaya diperoleh dari proporsi

waktu yang diluangkan untuk

melakukan kegiatan terkait

program pada masing-masing

pengamatan.

Kuesioner

stakeholder dan

dokumen

pengeluaran biaya

stakeholder.

Wawancara dengan

stakeholder,

mengumpulkan

dokumen pengeluaran

biaya stakeholder,

kemudian menghitung

proporsi waktu yang

diluangkan untuk

melakukan kegiatan

terkait program pada

masing-masing

pengamatan.

Jumlah biaya dalam

rupiah

Rasio

32. Biaya

Koordinasi

Dinkes

Kabupaten

dengan

Puskesmas

Biaya yang dikeluarkan oleh

dinkes kabupaten untuk

menghubungi pihak

puskesmas dalam rangka

melaksanakan kegiatan

terkait program pengendalian

tingkat cacat pada penderita

yang telah selesai

pengobatan. Besarnya biaya

diperoleh dengan

menjumlahkan biaya seluruh

kegiatan koordinasi.

Kuesioner

stakeholder dan

dokumen

pengeluaran biaya

stakeholder.

Wawancara dengan

stakeholder,

mengumpulkan

dokumen pengeluaran

biaya stakeholder,

kemudian

menjumlahkan biaya

seluruh kegiatan

koordinasi.

Jumlah biaya dalam

rupiah

Rasio

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

74

Universitas Indonesia

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

33. Biaya

Monitoring

dan Evaluasi

Kegiatan

Dinkes

Provinsi

Biaya yang dikeluarkan oleh

dinkes provinsi untuk

melakukan kegiatan

monitoring dan evaluasi

terhadap pelaksanaan

kegiatan terkait program

pengendalian tingkat cacat

pada penderita yang telah

selesai pengobatan. Besarnya

biaya diperoleh dengan

menjumlahkan biaya seluruh

kegiatan monitoring dan

evaluasi.

Kuesioner

stakeholder dan

dokumen

pengeluaran biaya

stakeholder.

Wawancara dengan

stakeholder,

mengumpulkan

dokumen pengeluaran

biaya stakeholder,

kemudian

menjumlahkan biaya

seluruh kegiatan

monitoring dan

evaluasi.

Jumlah biaya dalam

rupiah

Rasio

34. Biaya

Pelatihan

Biaya yang dikeluarkan oleh

seluruh pihak untuk melatih

petugas puskesmas dan pihak

yang terlibat dalam pelayanan

penderita yang telah selesai

pengobatan dalam

pengendalian tingkat cacat.

Besarnya biaya diperoleh

dengan menjumlahkan biaya

seluruh kegiatan pelatihan.

Kuesioner

stakeholder dan

dokumen

pengeluaran biaya

stakeholder.

Wawancara dengan

stakeholder,

mengumpulkan

dokumen pengeluaran

biaya stakeholder,

kemudian

menjumlahkan biaya

seluruh kegiatan

pelatihan.

Jumlah biaya dalam

rupiah

Rasio

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

75

Universitas Indonesia

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

35. Biaya

Administrasi

Umum

Biaya yang dikeluarkan oleh

seluruh pihak untuk kegiatan

pendukung pelayanan

penderita yang telah selesai

pengobatan dalam

pengendalian tingkat cacat.

Besarnya biaya diperoleh

dengan menjumlahkan biaya

bahan habis pakai dan biaya

pemeliharaan yang tidak

terkait langsung dengan

pelayanan.

Kuesioner

stakeholder dan

dokumen

pengeluaran biaya

stakeholder.

Wawancara dengan

stakeholder,

mengumpulkan

dokumen pengeluaran

biaya stakeholder,

kemudian

menjumlahkan biaya

bahan habis pakai dan

biaya pemeliharaan

yang tidak terkait

langsung dengan

pelayanan

Jumlah biaya dalam

rupiah

Rasio

36. Biaya

Penderita

Total dari biaya langsung

maupun biaya tidak langsung

yang dikeluarkan oleh

penderita dalam

mengendalikan tingkat

cacatnya.

Kuesioner penderita

dan stakeholder,

dokumen terkait

penderita dan

dokumen

pengeluaran biaya

stakeholder

Wawancara dengan

penderita dan

stakeholder, dokumen

terkait penderita dan

dokumen pengeluaran

biaya yang berada di

stakeholder

Jumlah biaya dalam

rupiah

Rasio

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

76

Universitas Indonesia

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

37. Biaya

Langsung

Penderita

Biaya yang dibebankan pada

sumber biaya yang

mempunyai fungsi (aktivitas)

langsung terhadap

pengendalian tingkat cacat

yang dikeluarkan oleh

penderita pada metode

pengamatan semi aktif,

seperti biaya tindakan dan

pengobatan ke pelayanan

kesehatan dan biaya

pembelian alat pelindung dan

perawatan diri.

Kuesioner penderita,

kuesioner

stakeholder,

dokumen

pengeluaran biaya

stakeholder.

Wawancara dengan

penderita dan

stakeholder,

mengumpulkan

dokumen pengeluaran

biaya stakeholder,

Jumlah biaya dalam

rupiah

Rasio

38. Biaya

Pengobatan

dan Tindakan

oleh Penderita

Biaya yang dikeluarkan

seluruh responden untuk

membayar pengobatan dan

tindakan yang telah diterima

saat datang ke pelayanan

kesehatan sejak Juni 2009

hingga Mei 2012. Besarnya

biaya diperoleh dengan

menghitung jumlah biaya

yang dikeluarkan saat

responden berkunjung di

pelayanan kesehatan.

Kuesioner penderita. Wawancara dengan

penderita, kemudian

menghitung jumlah

biaya yang

dikeluarkan saat

responden menerima

pelayanan di

pelayanan kesehatan.

Jumlah biaya dalam

rupiah

Rasio

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 96: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

77

Universitas Indonesia

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

39. Biaya

Pembelian

Alat dan

Bahan

Perawatan dan

Perlindungan

Diri oleh

Penderita

Biaya yang dikeluarkan oleh

responden untuk membeli alat

dan bahan perawatan dan

perlindungan diri sesuai

dengan kebutuhan sejak Juni

2009 hingga Mei 2012.

Besarnya biaya diperoleh

dengan menghitung jumlah

dari masing-masing jenis alat

dan bahan yang dibeli oleh

responden.

Kuesioner penderita. Wawancara dengan

penderita, kemudian

menghitung jumlah

dari masing-masing

jenis alat dan bahan

yang dibeli oleh

responden.

Jumlah biaya dalam

rupiah

Rasio

40. Biaya

Transportasi

Penderita

Biaya yang dikeluarkan oleh

penderita untuk menjangkau

pelayanan kesehatan sejak

Juni 2009 hingga Mei 2012

dalam rangka pengendalian

tingkat cacatnya. Besarnya

biaya diperoleh dengan

menghitung jumlah

kunjungan ke pelayanan

kesehatan.

Kuesioner penderita

dan kartu register

penderita.

Wawancara dengan

penderita,

mengumpulkan kartu

register penderita,

kemudian menghitung

jumlah kunjungan ke

pelayanan kesehatan.

Jumlah biaya dalam

rupiah

Rasio

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 97: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

78

Universitas Indonesia

4.5 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer

diperoleh langsung melalui pengisian kuesioner yang dipandu dan diajukan

oleh enumerator untuk penderita. Selain itu data juga diperoleh dari kuesioner

stakeholder (puskesmas dan petugas puskesmas, petugas dinas kesehatan

kabupaten, petugas dinas kesehatan provinsi). Data sekunder diperoleh dari

beberapa data yang telah tercatat pada dokumen-dokumen tertentu untuk

informasi tambahan. Dokumen yang menjadi sumber data sekunder pada

penelitian ini adalah kartu penderita, kartu monitoring khusus penderita pada

pengamatan semi aktif, form pencegahan cacat (POD), form tatalaksana reaksi

reaksi berat, simpus penderita, rincian biaya puskesmas, rincian biaya dinkes

kabupaten dan provinsi untuk kegiatan kusta, rincian biaya dari dana yang

diberikan oleh NLR untuk pengamatan semi aktif, daftar inventaris ruangan

kusta di puskesmas, catatan penerimaan alat bantu pelindung diri.

4.6 Manajemen Data

Manajemen data terdiri atas editing, coding, entry data, dan cleaning.

Editing adalah pengecekan data yang telah terkumpul untuk melihat adanya

kemungkinan data yang masuk meragukan atau tidak sesuai. Coding adalah

pemberian kode atau tanda pada tiap-tiap data yang termasuk dalam kategori

yang sama. Kode dibuat dalam bentuk angka atau huruf. Entry data adalah

memasukkan data yang diperoleh dalam sistem computer. Cleaning adalah

data yang telah masuk diperiksa kembali dan digunakan untuk membersihkan

data dari kesalahan-kesalahan.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 98: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

79

Universitas Indonesia

4.7 Analisis Data

Berikut akan diuraikan langkah-langkah untuk mengolah data pada

penelitian ini.

4.7.1 Pencatatan dan Pemilahan

Langkah awal pengolahan data pada penelitian ini adalah pencatatan

dan pemilahan terhadap biaya, faktor-faktor yang berhubungan dengan

kecacatan sebagai variabel independen, efektivitas sebagai variabel

dependen yang diperoleh dari data primer dan sekunder. Data biaya diolah

dengan program excel, sedangkan data variabel dependen dan independen

diinput dan diolah dengan program SPSS.

4.7.2 Analisis Univariat dan Bivariat

Data variabel dianalisis univariat dan bivariat untuk melihat

distribusi dari masing-masing variabel baik variabel dan untuk mengetahui

adanya hubungan antara variabel dependen dengan independen dengan

menggunakan uji chi-square.

Penghitungan biaya dilakukan dengan metode konvensional. Seluruh

biaya dihitung dan diinput pada masing-masing komponen biaya dan

dijumlahkan sehingga diperoleh biaya untuk masing-masing metode

pengamatan. Komponen biaya dan cara memperoleh jumah biayanya pada

penelitian ini dirinci sebagai berikut :

a. Biaya Pemakaian Ruang Kusta

Biaya diperoleh dari nilai ruang kusta (yang disetahunkan). Data

diperoleh dari kuesioner petugas, kuesioner puskesmas.

b. Biaya Pemakaian Alat Medis/Non Medis

Biaya diperoleh dari nilai alat medis/non medis yang digunakan dalam

pelayanan terhadap responden (yang disetahunkan). Data diperoleh dari

daftar inventaris ruang kusta, kuesioner puskesmas.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 99: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

80

Universitas Indonesia

c. Biaya Tenaga Pelayanan Kusta

Biaya diperoleh dengan menghitung proporsi responden yang datang ke

puskesmas maupun yang dikunjungi dikalikan proporsi jumlah waktu

yang diluangkan petugas untuk pelayanan dan kegiatan yang mengikuti

dikalikan dengan gaji petugas yang terlibat. Data diperoleh dari

kuesioner petugas puskesmas, kartu register penderita

d. Biaya Bahan Habis Pakai

Biaya diperoleh dengan menghitung proporsi responden yang datang ke

puskesmas dikalikan dengan jumlah biaya bahan habis pakai yang

digunakan petugas untuk pelayanan. Data diperoleh dari kuesioner

petugas puskesmas, kartu register penderita.

e. Biaya Pemakaian Obat

Biaya diperoleh dengan menghitung jumlah obat yang diberikan kepada

responden saat menerima pelayanan di puskesmas dikalikan dengan

harga masing-masing obat dengan harga sesuai tahun yang dilakukan

confounding. Data diperoleh dari kartu register penderita.

f. Biaya Transportasi Petugas

Biaya diperoleh dengan menghitung jumlah kunjungan ke rumah

responden dikalikan dengan biaya transport ke rumah masing-masing

responden. Data diperoleh dari kuesioner petugas dan penderita.

g. Biaya Komunikasi dengan Penderita

Biaya diperoleh dengan menghitung jumlah komunikasi dengan

responden atau pihak yang dapat berkomunikasi langsung dengan

responden dikalikan dengan biaya komunikasi. Data diperoleh dari

kuesioner petugas puskesmas.

h. Biaya Pembelian Alat dan Bahan Perawatan dan Perlindungan Diri

untuk Penderita

Biaya diperoleh dengan menghitung jumlah dari masing-masing jenis

alat dan bahan yang diterima responden dikalikan dengan harga masing-

masing jenis alat dan bahan. Data diperoleh dari kuesioner penderita.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 100: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

81

Universitas Indonesia

i. Biaya Listrik dan Air

Biaya diperoleh dengan menghitung proporsi responden yang datang ke

puskesmas dikalikan dengan proporsi ruang kusta dikalikan dengan

biaya listrik dan air yang digunakan untuk seluruh pelayanan di

puskesmas. Data diperoleh dari kuesioner puskesmas dan petugas

puskesmas, kartu register penderita, dokumen pengeluaran biaya

stakeholder.

j. Biaya Pemeliharaan

Biaya diperoleh dengan menghitung jumlah biaya pemeliharaan dari

masing-masing barang inventaris yang digunakan dalam pelayanan.

Data diperoleh dari dokumen pengeluaran biaya stakeholder.

k. Biaya Tenaga Pendukung Program

Biaya diperoleh dengan menghitung proporsi waktu yang diluangkan

pegawai dinkes kabupaten dan provinsi untuk melakukan kegiatan

terkait program pada masing-masing pengamatan. Data diperoleh dari

kuesioner stakeholder dan dokumen pengeluaran biaya stakeholder.

l. Biaya Koordinasi Dinkes Kabupaten dengan Puskesmas

Biaya diperoleh dengan menghitung jumlah biaya seluruh kegiatan

koordinasi. Data diperoleh dari kuesioner stakeholder dan dokumen

pengeluaran biaya stakeholder.

m. Biaya Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Dinkes Provinsi

Biaya diperoleh dengan menghitung jumlah biaya seluruh kegiatan

monitoring dan evaluasi. Data diperoleh dari kuesioner stakeholder dan

dokumen pengeluaran biaya stakeholder.

n. Biaya Pelatihan

Biaya diperoleh dengan menghitung jumlah biaya seluruh kegiatan

pelatihan. Data diperoleh dari kuesioner stakeholder dan dokumen

pengeluaran biaya stakeholder.

o. Biaya Administrasi Umum

Biaya diperoleh dengan menghitung jumlah biaya bahan habis pakai

dan biaya pemeliharaan yang tidak terkait langsung dengan pelayanan.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 101: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

82

Universitas Indonesia

Data diperoleh dari kuesioner stakeholder dan dokumen pengeluaran

biaya stakeholder.

p. Biaya Pengobatan dan Tindakan oleh Penderita

Biaya diperoleh dengan menghitung jumlah biaya yang dikeluarkan saat

responden berkunjung ke pelayanan kesehatan. Data diperoleh dari

kuesioner penderita.

q. Biaya Pembelian Alat dan Bahan Perawatan dan Perlindungan Diri oleh

Penderita

Biaya diperoleh dengan menghitung jumlah dari masing-masing jenis

alat dan bahan yang dibeli oleh responden dikalikan dengan harga

masing-masing jenis alat dan bahan. Data diperoleh dari kuesioner

penderita.

r. Biaya Transportasi Penderita

Biaya diperoleh dengan menghitung jumlah kunjungan ke pelayanan

kesehatan dikalikan biaya transport ke pelayanan kesehatan. Data

diperoleh dari kuesioner penderita dan kartu register penderita.

4.7.3 Analisis Multivariat

Seluruh variabel independen yang telah dinyatakan berhubungan

dengan variabel dependen pada analisis bivariat kemudian dimasukkan ke

dalam model dan dianalisis multivariat dengan menggunakan uji regresi

logistik ganda untuk mencari variabel independen yang paling berpengaruh

terhadap variabel dependen.

4.7.4 Perhitungan ICER

Kemudian dihitung rasio efektivitas biaya intervensi terhadap

penderita kusta setelah selesai pengobatan melalui pengamatan semi aktif

dan metode pengamatan pasif dengan membandingkan biaya pada kedua

metode dengan efektivitas berupa penderita dengan cacat yang dapat

dikendalikan pada kedua metode tersebut. Setelah diperoleh rasio efektivitas

biaya (ICER), dibandingkan dengan threshold ratio. Threshold ratio

berdasarkan WHO (2005) adalah Gross Domestic Product per capita (GDP

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 102: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

83

Universitas Indonesia

per capita) dengan tingkatan efektif biaya tinggi (kurang dari GDP per

capita), efektif biaya (antara satu hingga tiga kali GDP per capita), tidak

efektif biaya (lebih dari tiga kali GDP per capita). Berdasarkan data Bank

Dunia (World Bank) tahun 2011, current prices untuk GDP per capita untuk

Indonesia adalah US$ 3,495.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 103: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

84 Universitas Indonesia

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa

Timur. Pada tahun 2011, angka penemuan kasus baru di Kabupaten Pasuruan

sebesar 16,88 per 100.000 penduduk dengan prosentase penderita MB sebesar

78 %, kasus anak 16 %, dan cacat tingkat 2 sebesar 14 %. Prevalensi hingga

akhir tahun 2011 cukup tinggi yaitu 2,4 per 10.000 penduduk. Kasus kusta

tersebar di 26 puskesmas dari 33 puskesmas yang berada di wilayah

Kabupaten Pasuruan.

Kabupaten Pasuruan menerapkan metode pengamatan semi aktif

sebagai suatu proyek uji coba dalam pengamatan terhadap penderita kusta

yang telah menyelesaikan pengobatan (dinyatakan RFT) sejak tahun 2009.

Metode pengamatan semi aktif ini diterapkan di 10 puskesmas, sedangkan

puskesmas lainnya masih menerapkan metode pengamatan pasif. Pada

penelitian ini akan dibandingkan efektivitas biaya pada kedua metode tersebut.

Responden yang dipilih pada penelitian ini adalah penderita kusta yang

telah menyelesaikan pengobatan (dinyatakan RFT) sejak bulan Mei tahun

2009 hingga bulan Maret tahun 2010. Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh

86 responden dari 23 puskesmas yang terbagi menjadi 2 intervensi (metode

pengamatan) yaitu 43 responden pada metode pengamatan semi aktif dan 43

responden pada metode pengamatan pasif. Adapun distribusi responden di 23

puskesmas yang menjadi lokasi penelitian disajikan pada tabel 5.1.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 104: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

85

Universitas Indonesia

Tabel 5.1

Distribusi Responden Berdasarkan Puskesmas

di Kabupaten Pasuruan Tahun 2012

No Nama Puskesmas Jumlah Responden

Pengamatan Semi Aktif

Jumlah Responden

Pengamatan Pasif

1 Pohjentrek 7 -

2 Winongan 11 -

3 Pasrepan 2 -

4 Grati 8 -

5 Wonorejo 2 -

6 Gempol 2 -

7 Kedaung Wetan 3 -

8 Nguling 1 2

9 Gondang Wetan 4 -

10 Beji 3 -

11 Sukorejo - 2

12 Kejayan - 10

13 Rembang - 3

14 Kraton - 4

15 Kepulungan - 6

16 Purwosari - 1

17 Lumbang - 1

18 Lekok - 3

19 Karangrejo - 3

20 Rejoso - 2

21 Ambal-ambil - 3

22 Bangil - 1

23 Ngempit - 2

Total 43 43

5.1.1 Metode Pengamatan Semi Aktif

Responden pada metode pengamatan semi aktif adalah penderita

kusta yang telah selesai pengobatan (dinyatakan RFT) yang tersebar di

10 puskesmas di Kabupaten Pasuruan. Pada metode pengamatan semi aktif,

terdapat 37 responden yang aktif datang ke puskesmas dan terdapat 41

responden yang pernah dikunjungi oleh petugas puskesmas.

Responden yang datang ke puskesmas mendaftarkan diri dan

mengambil kartu register keluarga (family folder) di loket tanpa membayar

biaya registrasi. Setelah mendapat kartu dari petugas loket, responden

kemudian menemui petugas kusta puskesmas di ruang pelayanan. Ruang

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 105: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

86

Universitas Indonesia

pelayanan untuk kusta di setiap puskesmas berbeda. Ada puskesmas yang

memiliki ruangan khusus untuk pelayanan kusta, ada pula yang menjadi satu

dengan ruang balai pengobatan, ruang laboratorium, atau ruang unit gawat

darurat. Waktu pelayanan petugas kusta kepada responden bervariasi,

berkisar 23 hingga 130 menit tergantung pada pelayanan apa saja yang

diberikan. Setiap petugas puskesmas memberikan pelayanan berupa

anamnesa, penjelasan mengenai reaksi, penjelasan mengenai perawatan diri,

melakukan pemeriksaan fungsi saraf dan tatalaksana reaksi sebagai

pencegahan cacat, perawatan luka, dan melakukan demo rawat diri kepada

responden. Beberapa petugas memberikan pelayanan tambahan yaitu

mengambil kartu kusta, melakukan pemeriksaan tanda utama kusta

(cardinal sign), memberikan alat untuk perawatan dan pelindung diri,

menyerahkan obat atau vitamin secara langsung, melakukan konseling, dan

memberikan motivasi untuk datang ke Kelompok Perawatan Diri (KPD).

Petugas kusta di tiga puskesmas dibantu oleh petugas apotik dalam

memberikan pelayanan penyerahan obat atau vitamin. Pelayanan tindakan

dan obat tidak dipungut biaya. Alur pelayanan pada metode pengamatan

semi aktif yang datang ke puskesmas dapat dilihat pada gambar 5.1.

Petugas kusta puskesmas yang akan berkunjung ke rumah responden

meluangkan waktu kurang lebih 5 hingga 15 menit untuk mempersiapkan

perlengkapan yang akan dibawa. Perlengkapan tersebut diantaranya adalah

kartu penderita, form pemeriksaan fungsi saraf dan tatalaksana reaksi, buku

catatan, bolpoin, leaflet, kapas, gunting, plester, kasa, obat-obatan, alat

bantu/pelindung, bahan untuk perawatan diri, dan tensimeter. Hampir

seluruh petugas kusta puskesmas pada metode pengamatan semi aktif

menggunakan sepeda motor pribadi untuk mengunjungi rumah responden.

Waktu tempuh yang dibutuhkan adalah 15 hingga 30 menit dengan biaya

transpor yang dikeluarkan sebesar 5.000-30.000 rupiah.

Beberapa petugas kusta puskesmas mengunjungi responden bersama

dengan mitra kerja diantaranya bidan desa, tenaga admnistrasi, atau kader.

Seluruh petugas kusta saat berkunjung ke rumah responden memberikan

pelayanan berupa anamnesa, penjelasan mengenai reaksi, penjelasan

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 106: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

87

Universitas Indonesia

mengenai perawatan diri, melakukan pemeriksaan fungsi saraf dan

tatalaksana reaksi sebagai pencegahan cacat, perawatan luka, dan

melakukan demo rawat diri kepada responden. Terdapat beberapa petugas

yang juga memberikan pelayanan tambahan seperti mengambil kartu

register keluarga (family folder), kartu kusta, melakukan pemeriksaan tanda

utama kusta (cardinal sign), memberikan alat untuk perawatan dan

pelindung diri, menyerahkan obat atau vitamin secara langsung, melakukan

konseling, dan memberikan motivasi untuk datang ke Kelompok Perawatan

Diri (KPD). Waktu yang diluangkan untuk memberikan pelayanan saat

berkunjung ke rumah responden berkisar 47 hingga 135 menit. Alur

pelayanan responden pada metode pengamatan semi aktif saat petugas

melakukan kunjungan ke rumah penderita dapat dilihat pada gambar 5.2.

Gambar 5.1

Alur Kegiatan Penderita Setelah Selesai Pengobatan Kusta yang Datang

ke Puskesmas pada Metode Pengamatan Semi Aktif

Keterangan :

= aktivitas pasti dilakukan

= aktivitas belum tentu dilakukan

Penderita

datang

Administrasi

Puskesmas Petugas

Kusta

Mengambil

kartu register

keluarga

(family folder)

Anamnesa

Penjelasan tanda-tanda reaksi

Penjelasan pentingnya perawatan diri

Pemeriksaan fungsi saraf & tatalaksana reaksi

Perawatan luka akibat kusta

Demo perawatan diri

Apotik/

Loket Obat

Penderita

pulang

Memberikan

vitamin/ obat

Mengambil kartu khusus penderita kusta

Pemeriksaan tanda utama (cardinal sign) kusta

Penyerahan vitamin /obat secara langsung

Memberikan alat perawatan dan pelindung diri

Melakukan konseling

Memberikan motivasi untuk datang ke

Kelompok Perawatan Diri (KPD)

Pendaftaran

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 107: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

88

Universitas Indonesia

Gambar 5.2

Alur Kegiatan Penderita Setelah Selesai Pengobatan Kusta yang

dikunjungi oleh Puskesmas pada Metode Pengamatan Semi Aktif

Keterangan :

= aktivitas pasti dilakukan

= aktivitas belum tentu dilakukan

5.1.2 Metode Pengamatan Pasif

Responden pada metode pengamatan pasif adalah penderita kusta

yang telah selesai pengobatan (dinyatakan RFT) yang tersebar di

14 puskesmas di Kabupaten Pasuruan. Pada metode pengamatan pasif,

terdapat 7 responden yang aktif datang ke 5 puskesmas.

Responden yang datang ke puskesmas langsung ke bagian loket

untuk mendaftarkan diri dan mengambil kartu register keluarga (family

folder) tanpa membayar biaya registrasi. Setelah mendapat kartu dari

petugas loket, responden kemudian menemui petugas kusta puskesmas di

ruang pelayanan. Seluruh puskesmas memiliki ruangan khusus untuk

Persiapan

Petugas

Petugas

Datang

Petugas Kusta

di Rumah

Penderita

Anamnesa

Penjelasan tanda-tanda reaksi

Penjelasan pentingnya perawatan diri

Pemeriksaan fungsi saraf dan tatalaksana reaksi/ neuritis

Penanganan dan perawatan luka akibat kusta

Demo perawatan diri

Petugas

Pulang

Mengambil kartu register keluarga (family folder) Mengambil kartu khusus penderita kusta

Pemeriksaan tanda utama (cardinal sign) kusta

Penyerahan vitamin atau obat secara langsung kepada penderita

Memberikan alat perawatan dan pelindung diri

Melakukan konseling

Memberikan motivasi untuk datang ke Kelompok Perawatan Diri

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 108: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

89

Universitas Indonesia

pelayanan kusta. Waktu pelayanan petugas kusta kepada responden

bervariasi, berkisar 47 hingga 153 menit tergantung pada pelayanan apa saja

yang diberikan. Setiap petugas puskesmas mengambil kartu kusta,

melakukan anamnesa, memberikan penjelasan mengenai reaksi, penjelasan

mengenai perawatan diri, perawatan luka, dan menyerahkan obat atau

vitamin secara langsung kepada responden. Pelayanan tindakan dan obat

tidak dipungut biaya. Beberapa petugas memberikan pelayanan tambahan

yaitu, melakukan pemeriksaan tanda utama kusta, melakukan pemeriksaan

fungsi saraf dan tatalaksana reaksi sebagai pencegahan cacat, memberikan

alat untuk perawatan dan pelindung diri, melakukan demo rawat diri, dan

melakukan konseling. Alur pelayanan responden pada metode pengamatan

pasif yang datang ke puskesmas dapat dilihat pada gambar 5.3.

Gambar 5.3

Alur Kegiatan Penderita Setelah Selesai Pengobatan Kusta yang Datang

ke Puskesmas pada Metode Pengamatan Pasif

Keterangan :

= aktivitas pasti dilakukan

= aktivitas belum tentu dilakukan

Penderita

datang

Administrasi

Puskesmas

Petugas

Kusta

Pendaftaran

Mengambil

kartu register

keluarga

(family folder)

Mengambil kartu khusus penderita kusta

Anamnesa

Penjelasan tanda-tanda reaksi

Penjelasan pentingnya perawatan diri

Perawatan luka akibat kusta

Memberikan vitamin/ obat secara langsung

kepada penderita

Penderita

pulang

Pemeriksaan tanda utama kusta

Pemeriksaan fungsi saraf & tatalaksana reaksi

Demo perawatan diri

Memberikan alat perawatan & pelindung diri

Melakukan konseling

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 109: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

90

Universitas Indonesia

Pada metode pengamatan pasif tidak ada responden yang mendapat

kunjungan dari petugas kusta puskesmas. Hal ini sesuai dengan deskripsi

pengamatan pasif bahwa petugas tidak diwajibkan melakukan kunjungan ke

rumah penderita apabila penderita kusta yang telah menyelesaikan

pengobatan dan masih dalam masa pengamatan tidak datang ke puskesmas

untuk memeriksakan diri secara dini.

5.2 Hubungan Metode Pengamatan dengan Pengendalian Tingkat Cacat

Tabel 5.2

Hubungan antara Metode Pengamatan dengan Pengendalian Tingkat

Cacat di Kabupaten Pasuruan Tahun 2012

Jenis Metode

Pengamatan Setelah

Selesai Pengobatan

Kusta

Pengendalian Tingkat Cacat

Total

OR

(95%CI)

p

Value Ya Tidak

n % n % n %

Metode Pengamatan

Semi Aktif

42

97,7

1

2,3

43

100

9,6

(1,145-

80,517)

0,030

Metode Pengamatan

Pasif

35

81,4

8

18,6

43

100

Jumlah 77 89,5 9 10,5 86 100

Tabel 5.2 menyajikan data distribusi dan hubungan metode

pengamatan dengan pengendalian tingkat cacat. Berdasarkan tabel tersebut,

dapat dilihat bahwa pada metode pengamatan semi aktif hanya ada 1

responden (2,3%) dari 43 responden yang tingkat cacatnya tidak dapat

dikendalikan. Sedangkan pada metode pengamatan pasif, dari 43 responden

masih terdapat 8 responden (18,6%) yang tingkat cacatnya tidak dapat

dikendalikan.

Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji chi-square, diperoleh

p=0,030 maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan pengendalian tingkat

cacat antara metode pengamatan semi aktif dengan metode pengamatan

pasif. Hasil uji juga menunjukkan nilai OR=9,6 yang berarti bahwa

penderita pada metode pengamatan pasif memiliki peluang 9,6 kali untuk

tidak dapat dikendalikan tingkat cacatnya dibandingkan dengan penderita

pada metode pengamatan semi aktif.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 110: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

91

Universitas Indonesia

5.3 Hubungan Metode Pengamatan dengan Tingkat Pengetahuan,

Pencegahan Cacat, dan Perawatan Diri

5.3.1 Hubungan Metode Pengamatan dengan Tingkat Pengetahuan

Tabel 5.3

Hubungan antara Metode Pengamatan dengan Tingkat Pengetahuan

di Kabupaten Pasuruan Tahun 2012

Jenis Metode

Pengamatan Setelah

Selesai Pengobatan

Kusta

Tingkat Pengetahuan

Total

OR (95% CI)

p

Value Tinggi Rendah

n % n % n %

Metode Pengamatan

Semi Aktif

35

81,4

8

18,6

43

100

3,804

(1,436-10,078)

0,011

Metode Pengamatan

Pasif

23

53,5

20 46,5

43

100

Jumlah 58 67,4 28 32,6 86 100

Tabel 5.3 memperlihatkan bahwa responden pada metode

pengamatan semi aktif lebih banyak yang memiliki tingkat pengetahuan

tinggi mengenai kecacatan pada kusta yaitu sebanyak 35 orang (81,4%).

Pada metode pengamatan pasif, jumlah responden yang memiliki

pengetahuan tinggi mengenai kecacatan pada kusta (23 orang) tidak jauh

berbeda dengan jumlah responden yang memiliki pengetahuan rendah (20

orang).

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh α < 0,05 maka dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara tingkat pengetahuan

responden pada metode pengamatan semi aktif dengan tingkat pengetahuan

responden pada metode pengamatan pasif. Nilai OR=3,804 menyatakan

bahwa penderita pada metode pengamatan pasif memiliki peluang 3,8 kali

lebih rendah pengetahuannya daripada penderita pada metode pengamatan

semi aktif.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 111: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

92

Universitas Indonesia

5.3.2 Hubungan Metode Pengamatan dengan Pencegahan Cacat

Tabel 5.4

Hubungan antara Metode Pengamatan dengan Pencegahan Cacat

di Kabupaten Pasuruan Tahun 2012

Jenis Metode

Pengamatan Setelah

Selesai Pengobatan

Kusta

Pencegahan Cacat

Total

OR (95% CI)

p

Value Ya Tidak

n % n % n %

Metode Pengamatan

Semi Aktif

41 95,3 2 4,7 43 100 420

(56,467-

3127,686)

0,000

Metode Pengamatan

Pasif

2 4,7 41 95,3 43 100

Jumlah 43 50 43 50 86 100

Pada Tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada metode pengamatan

semi aktif, responden yang mendapat pencegahan cacat mencapai 95,3 %

(41 responden). Jumlah tersebut jauh lebih besar daripada jumlah responden

yang tidak mendapat pencegahan cacat (2 responden). Sebaliknya, pada

metode pengamatan pasif jumlah responden yang mendapat pencegahan

cacat hanya 4,7% (2 responden) dan responden yang tidak mendapat

pencegahan cacat sebanyak 95,3 % (41 responden).

Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji chi-square, diperoleh α

< 0,05 yaitu terdapat perbedaan perilaku pencegahan cacat antara metode

pengamatan semi aktif dengan metode pengamatan pasif. Nilai OR=420,250

menyatakan bahwa penderita pada metode pengamatan pasif memiliki

peluang 420 kali untuk tidak mendapat pencegahan cacat dibandingkan

penderita pada metode pengamatan semi aktif.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 112: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

93

Universitas Indonesia

5.3.3 Hubungan Metode Pengamatan dengan Perawatan Diri

Tabel 5.5

Hubungan antara Metode Pengamatan dengan Perawatan Diri

di Kabupaten Pasuruan Tahun 2012

Jenis Metode

Pengamatan Setelah

Selesai Pengobatan

Kusta

Perawatan Diri

Total

OR (95% CI)

p

Value Ya Tidak

n % n % n %

Metode Pengamatan

Semi Aktif

42 97,7 1 2,3 43 100 36,522

(4,601-

289,926)

0,000

Metode Pengamatan

Pasif

23 53,5 20 46,5 43 100

Jumlah 65 75,6 21 24,4 86 100

Berdasarkan tabel, responden pada metode pengamatan semi aktif

lebih banyak yang melakukan perawatan diri yaitu sebanyak 42 orang

(97,7%). Sedangkan pada metode pengamatan pasif, jumlah responden yang

melakukan perawatan diri (23 orang) tidak jauh berbeda dengan jumlah

responden yang tidak melakukan perawatan diri (20 orang).

Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji chi-square, dapat dilihat

p value yang dihasilkan adalah 0,000. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

terdapat perbedaan perilaku perawatan diri antara metode pengamatan semi

aktif dengan metode pengamatan pasif. Nilai OR yang dihasilkan adalah

36,522. Nilai tersebut menyatakan bahwa penderita pada metode

pengamatan pasif memiliki peluang 36 kali untuk tidak melakukan

perawatan diri dibandingkan dengan penderita pada metode pengamatan

semi aktif.

5.4 Hubungan Umur, Tingkat Pendidikan, Tingkat Pengetahuan, Tingkat

Sosial Ekonomi, Tipe Kusta, Riwayat Reaksi, Pencegahan Cacat, dan

Perawatan Diri dengan Pengendalian Tingkat Cacat

5.4.1 Hubungan Umur dengan Pengendalian Tingkat Cacat

Umur responden pada penelitian ini diklasifikasikan menjadi 2

kelompok yaitu kelompok umur < 15 tahun dan kelompok umur ≥ 15 tahun.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 113: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

94

Universitas Indonesia

Distribusi dan hubungan antara umur dengan pengendalian tingkat cacat

disajikan pada tabel 5.6.

Tabel 5.6

Hubungan antara Umur dengan Pengendalian Tingkat Cacat

di Kabupaten Pasuruan Tahun 2012

Kelompok

Umur

Pengendalian Tingkat

Cacat

Total

OR

(95% CI)

p Value Ya Tidak

n % N % n %

< 15 Tahun 3 100 0 0 3 100 - 1,000

≥ 15 Tahun 74 89,2 9 10,8 83 100

Jumlah 77 89,5 9 10,5 86 100

Berdasarkan tabel tersebut, jumlah responden berumur < 15 tahun

yang tingkat cacatnya dapat dikendalikan adalah 3 orang (100%) dan tidak

ada responden yang cacatnya tidak dapat dikendalikan. Sedangkan pada

responden yang berumur ≥ 15 tahun, terdapat 74 responden (89,2%) yang

cacatnya dapat dikendalikan dan 9 responden (10,8%) yang cacatnya tidak

dapat dikendalikan.

Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji chi-square, diperoleh

α > 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara

umur dengan pengendalian tingkat cacat.

5.4.2 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengendalian Tingkat Cacat

Tabel 5.7

Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Pengendalian Tingkat Cacat

di Kabupaten Pasuruan Tahun 2012

Tingkat

pendidikan

Pengendalian Tingkat

Cacat

Total

OR

(95% CI)

p Value Ya Tidak

n % N % n %

Tinggi 18 90,0 2 10 20 100 - 1,000

Rendah 59 89,4 7 10,6 66 100

Jumlah 77 89,5 9 10,5 86 100

Tabel tersebut menunjukkan bahwa 90% responden berpendidikan

tinggi (18 orang) dapat dikendalikan tingkat cacatnya dan terdapat 2

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 114: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

95

Universitas Indonesia

responden (10%) yang tingkat cacatnya tidak dapat dikendalikan. Pada

responden dengan tingkat pendidikan rendah, sebagian besar responden

(89,4%) dapat dikendalikan tingkat cacatnya dan hanya 7 orang (10,6%)

yang tingkat cacatnya tidak dapat dikendalikan.

Berdasarkan hasil analisis, p value yang diperoleh adalah 1,000.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat

pendidikan dengan pengendalian tingkat cacat.

5.4.3 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Pengendalian Tingkat Cacat

Tabel 5.8

Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Pengendalian Tingkat

Cacat di Kabupaten Pasuruan Tahun 2012

Tingkat

Pengetahuan

Pengendalian Tingkat

Cacat

Total

OR

(95% CI)

p Value Ya Tidak

n % N % n %

Tinggi 50 86,2 8 13,8 58 100 - 0,260

Rendah 27 96,4 1 3,6 28 100

Jumlah 77 89,5 9 10,5 86 100

Pada Tabel 5.8 dapat dilihat pada responden dengan tingkat

pengetahuan tinggi mengenai kecacatan pada kusta, lebih banyak responden

yang tingkat cacatnya dapat dikendalikan (86%). Begitu pula dengan

responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah, jumlah responden

yang tingkat cacatnya dapat dikendalikan (27 orang) lebih banyak daripada

jumlah responden yang tingkat cacatnya tidak dapat dikendalikan (27

orang). Berdasarkan hasil analisis diperoleh p=0,260, artinya tidak ada

hubungan antara tingkat pengetahuan dengan pengendalian tingkat cacat.

5.4.4 Hubungan Tingkat Ekonomi dengan Pengendalian Tingkat Cacat

Tingkat ekonomi responden pada penelitian ini diukur dari

besarnya biaya yang dikeluarkan rumah tangga responden per bulan per

orang. Pada tabel berikut, disajikan distribusi dan hubungan antara tingkat

ekonomi dengan pengendalian tingkat cacat.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 115: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

96

Universitas Indonesia

Tabel 5.9

Hubungan antara Tingkat Ekonomi dengan Pengendalian Tingkat Cacat di

Kabupaten Pasuruan Tahun 2012

Tingkat Sosial

Ekonomi

Pengendalian Tingkat

Cacat

Total

OR

(95% CI)

p Value Ya Tidak

n % N % n %

Tinggi 7 100 0 0 7 100 - 1,000

Rendah 70 88,6 9 11,4 79 100

Jumlah 77 89,5 9 10,5 86 100

Pada tabel dapat dilihat bahwa jumlah responden dengan tingkat

sosial ekonomi tinggi adalah 7 responden dan ternyata tingkat cacat dari

seluruh responden dapat dikendalikan. Sedangkan pada responden dengan

tingkat ekonomi rendah, jumlah responden yang tingkat cacatnya dapat

dikendalikan adalah 70 orang (88,6%) dan 9 orang lainnya (11,4%) tidak

dapat dikendalikan tingkat cacatnya.

Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji chi-square, diperoleh

α > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat

ekonomi dengan pengendalian tingkat cacat.

5.4.5 Hubungan Tipe Kusta dengan Pengendalian Tingkat Cacat

Tabel 5.10

Hubungan antara Tipe Kusta dengan Pengendalian Tingkat Cacat di

Kabupaten Pasuruan Tahun 2012

Tipe Kusta

Pengendalian Tingkat

Cacat

Total

OR

(95% CI)

p Value Ya Tidak

n % N % n %

PB 2 100 0 0 2 100 - 1,000

MB 75 89,3 9 10,7 84 100

Jumlah 77 89,5 9 10,5 86 100

Tabel 5.10 menggambarkan bahwa seluruh responden dengan tipe

PB (2 orang) dapat dikendalikan tingkat cacatnya. Pada penderita kusta tipe

MB, jumlah responden dengan tingkat cacat yang dapat dikendalikan (75

orang) lebih besar dibandingkan jumlah responden dengan tingkat cacat

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 116: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

97

Universitas Indonesia

tidak dapat dikendalikan (9 orang). Berdasarkan hasil uji statistik

menggunakan uji chi-square, diperoleh p value sebesar 1,000. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tipe kusta dengan

pengendalian tingkat cacat.

5.4.6 Hubungan Riwayat Reaksi dengan Pengendalian Tingkat Cacat

Tabel 5.11

Hubungan antara Riwayat Reaksi dengan Pengendalian Tingkat Cacat

di Kabupaten Pasuruan Tahun 2012

Riwayat Reaksi

Pengendalian Tingkat

Cacat

Total

OR

(95% CI)

p Value Ya Tidak

n % N % n %

Tidak 56 87,5 8 12,5 64 100 - 0,437

Ya 21 95,5 1 4,5 22 100

Jumlah 77 89,5 9 10,5 86 100

Pada responden yang tidak memiliki riwayat reaksi, jumlah

responden dengan tingkat cacat dapat dikendalikan lebih besar daripada

responden dengan tingkat cacat tidak dapat dikendalikan yaitu masing-

masing sebanyak 56 responden dan 8 responden. Pada responden yang

memiliki riwayat reaksi, jumlah responden dengan tingkat cacat dapat

dikendalikan juga lebih besar yaitu sebanyak 21 responden (95,5%) dan

hanya ada 1 responden saja (4,5%) yang tingkat cacatnya tidak dapat

dikendalikan.

Berdasarkan hasil analisis, p value yang diperoleh sebesar 0,437

sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat reaksi

dengan tingkat cacat yang dapat dikendalikan.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 117: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

98

Universitas Indonesia

5.4.7 Hubungan Pencegahan Cacat dengan Pengendalian Tingkat Cacat

Tabel 5.12

Hubungan antara Pencegahan Cacat dengan Pengendalian Tingkat Cacat

di Kabupaten Pasuruan Tahun 2012

Pencegahan

Cacat

Pengendalian Tingkat

Cacat

Total

OR

(95% CI)

p

Value Ya Tidak

n % N % n %

Ya 42 97,7 1 2,3 43 100 9,6

(1,145-80,517)

0,030

Tidak 35 81,4 8 18,6 43 100

Jumlah 77 89,5 9 10,5 86 100

Pada Tabel 5.12 dapat dilihat bahwa pada responden yang mendapat

pencegahan cacat, terdapat 42 responden (97,7%) yang tingkat cacatnya

dapat dikendalikan dan hanya 1 responden (2,3%) yang tingkat cacatnya

tidak dapat dikendalikan. Pada responden yang tidak mendapat pencegahan,

terdapat 35 responden (81,4%) dengan tingkat cacat dapat dikendalikan dan

8 responden (18,6%) dengan tingkat cacat tidak dapat dikendalikan.

responden yang tidak mendapat pencegahan cacat sebanyak 95,3 % (41

responden).

Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji chi-square, diperoleh

p=0,030 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan

pengendalian tingkat cacat antara penderita yang mendapat pencegahan

cacat dengan penderita yang tidak mendapat pencegahan cacat. Nilai

OR=9,6 menyatakan bahwa penderita yang tidak mendapat pencegahan

cacat memiliki peluang 9,6 kali untuk tidak dapat dikendalikan tingkat

cacatnya dibandingkan dengan penderita yang mendapat pencegahan cacat.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 118: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

99

Universitas Indonesia

5.4.8 Hubungan Perawatan Diri dengan Pengendalian Tingkat Cacat

Tabel 5.13

Hubungan antara Perawatan Diri dengan Pengendalian Tingkat Cacat

di Kabupaten Pasuruan Tahun 2012

Perawatan

Diri

Pengendalian Tingkat

Cacat

Total

OR

(95% CI)

p Value

Ya Tidak

n % N % n %

Ya 64 98,5 1 1,5 65 100 39,385

(4,530-342,424)

0,000

Tidak 13 61,9 8 38,1 21 100

Jumlah 77 89,5 9 10,5 86 100

Pada tabel dapat dilihat bahwa pada responden yang melakukan

perawatan diri, lebih banyak responden yang tingkat cacatnya dapat

dikendalikan (64 orang) dibandingkan dengan responden yang tingkat

cacatnya tidak dapat dikendalikan (1 orang). Sedangkan pada responden

yang tidak melakukan perawatan diri, jumlah responden dengan tingkat

cacat dapat dikendalikan sebanyak 13 responden dan 8 responden yang

tingkat cacatnya tidak dapat dikendalikan.

Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji chi-square, dapat dilihat

p value yang dihasilkan adalah 0,000. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

ada hubungan antara pengendalian nilai cacat dengan perawatan diri. Nilai

OR yang dihasilkan adalah 39,385. Nilai tersebut menyatakan bahwa

penderita yang tidak melakukan perawatan diri memiliki peluang 39 kali

untuk tidak dapat dikendalikan tingkat cacatnya dibandingkan dengan

penderita yang melakukan perawatan diri.

5.5 Faktor yang Paling Berpengaruh terhadap Pengendalian Tingkat Cacat

Sebelum melakukan analisis multivariat, faktor-faktor yang diprediksi

berhubungan telah dilakukan seleksi dengan analisis bivariat. Faktor-faktor

tersebut yang masuk pada model multivariat adalah faktor yang dari hasil uji

bivariatnya diperoleh p value ≤ 0,25. Tabel 5.14 menyajikan data mengenai

faktor yang berhubungan dengan pengendalian tingkat cacat yang masuk pada

model awal multivariat yaitu variabel perawatan diri dan pencegahan cacat.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 119: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

100

Universitas Indonesia

Tabel 5.14

Model Awal Uji Multivariat terhadap Faktor yang Berhubungan dengan

Pengendalian Tingkat Cacat di Kabupaten Pasuruan Tahun 2012

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95,0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a Cgh_cct .060 1.490 .002 1 .968 1.062 .057 19.704

Rwt_diri 3.638 1.407 6.685 1 .010 38.005 2.411 598.993

Constant -4.181 1.147 13.289 1 .000 .015

Setelah dilakukan analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi

logistik ganda, diperoleh model terakhir yang disajikan pada tabel berikut.

Tabel 5.15

Model Akhir Uji Multivariat terhadap Faktor yang Berhubungan dengan

Pengendalian Tingkat Cacat di Kabupaten Pasuruan Tahun 2012

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95,0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a Rwt_diri 3.673 1.103 11.083 1 .001 39.385 4.530 342.424

Constant -4.159 1.008 17.030 1 .000 .016

Berdasarkan tabel 5.15, dapat dilihat bahwa hanya terdapat 1 faktor

yang berhubungan signifikan dengan pengendalian tingkat cacat dari hasil

uji multivariat yaitu faktor perawatan diri dan tidak terdapat variabel

interaksi maupun variabel perancu (confounding). Nilai OR yang dihasilkan

adalah 39,385. Nilai tersebut menyatakan bahwa penderita yang tidak

melakukan perawatan diri memiliki peluang 39 kali untuk tidak dapat

dikendalikan tingkat cacatnya dibandingkan dengan penderita yang

melakukan perawatan diri.

Hasil analisis hubungan bivariat dan multivariat, memperlihatkan

hubungan antara metode pengamatan dengan perawatan diri dan hubungan

anatara perawatan diri dengan pengendalian tingkat cacat. Hubungan

tersebut berikut proporsinya dapat disajikan pada Pohon Keputusan

(Decision Tree) gambar 5.4.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 120: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

101

Universitas Indonesia

Gambar 5.4

Pohon Keputusan (Decision Tree) Probabilitas

Penderita

Kusta Setelah

Selesai

Pengobatan

Pengamatan

Pasif

Pengamatan

Semi Aktif

Melakukan

Perawatan

Diri

Tidak

Melakukan

Perawatan Diri

Melakukan

Perawatan

Diri

Cacat Dapat

Dikendalikan

Cacat Dapat

Dikendalikan

Cacat Dapat

Dikendalikan

Cacat Dapat

Dikendalikan

Cacat Tidak Dapat

Dikendalikan

Cacat Tidak Dapat

Dikendalikan

Cacat Tidak Dapat

Dikendalikan

Cacat Tidak Dapat

Dikendalikan

Tidak

Melakukan

Perawatan Diri

N=43

N=43

N=43 (0,54)

N=43 (0,46)

N=23 (1,0)

N=23 (0)

N=20 (0,6)

N=20 (0,4)

N=43 (0,98)

N=42 (0,98)

N=42 (0,02)

N=43 (0,02)

N=1 (1,0)

N=1 (0)

0,54

0

0,276

0,184

0,96

0,02

0,02

0

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 121: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

102

Universitas Indonesia

5.6 Biaya

Biaya metode pengamatan semi aktif dan pengamatan pasif pada

penelitian ini digambarkan pada tabel 5.16.

Tabel 5.16

Gambaran Biaya Program dan Penderita pada metode Pengamatan Semi Aktif

dan Metode Pengamatan Pasif di Kabupaten Pasuruan Tahun 2012

Jenis Biaya Pengamatan

Semi Aktif

Pengamatan

Pasif

I. Biaya Program 360.872.024,63 65.123.361,49

A Biaya Langsung 250.657.161,85 56.669.438,95

1 Biaya Investasi 126.546.736,10 49.650.866,30

a Biaya Pemakaian Ruang Kusta 75.503.874,85 28.394.554,15

b

Biaya Pemakaian Alat Medis/ Non

Medis 51.042.861,26 21.256.312,15

2 Biaya Operasional 117.897.262,86 2.032.202,49

a Biaya Tenaga Pelayanan Kusta 22.557. 166,36 1.093.655,48

b Biaya Bahan Habis Pakai 965.579,52 150.938,10

c Biaya Pemakaian Obat 87.372.305,00 184.603,10

d Biaya Transportasi Petugas 4.825.000,00 -

e Biaya Komunikasi dengan Penderita 366.615,59 140.463,81

f Biaya Listrik dan Air 80.630,00 6.542,00

g Biaya Pembelian Alat dan Bahan

Perawatan dan Perlindungan Diri

untuk penderita 1.729.966,39 456.000,00

3 Biaya Pemeliharaan 6.213.162,89 4.986.370,16

B. Biaya Tidak Langsung 110.214.862,77 8.453.922,54

1 Biaya Tenaga (SDM Non Ptgs Kusta

Puskesmas, Dinkes atau Pusat) 667.840,05 839.468,00

2 Biaya Koordinasi Dinkes Kab dengan

Puskesmas 4.293.636,36 5.581.727,27

3 Biaya Monitoring dan Evaluasi kegiatan

Dinkes Prov 83.223.750,00 -

4 Biaya Pelatihan 20.988.727,27 1.654.545,45

5 Biaya Administrasi Umum 1.040.909,09 378.181,82

II Biaya Penderita 2.696.000,00 942.000,00

Biaya Langsung 2.696.000,00 942.000,00

1 Biaya Pengobatan dan Tindakan 116.000,00 75.000,00

2 Biaya Pembelian Alat dan Bahan

Perawatan dan Perlindungan Diri 945.000,00 367.000,00

3 Biaya Transportasi Penderita 1.635.000,00 500.000,00

Total Biaya 363.568.024,63 66.065.361,49

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 122: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

103

Universitas Indonesia

5.7 Rasio Efektivitas Biaya dalam Pengendalian Tingkat Cacat

Rasio efektivitas biaya tambahan dalam pengendalian tingkat cacat

pada metode pengamatan semi aktif dengan pengamatan pasif adalah :

∆ C (Rp 363.568.024,63 - Rp 66.065.361,49)

ICER = =

∆ E (41-23)

Rp 297.502.663,14

= = Rp 16.527.926

18

Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa rasio

efektivitas biaya untuk mengendalikan tingkat cacat pada seorang penderita

yang telah selesai pengobatan pada metode pengamatan semi aktif adalah

sebesar Rp 16.527.926. Biaya tersebut apabila dibandingkan dengan

threshold ratio berdasarkan WHO (GDP per capita = US$ 3,495), diperoleh

hasil bahwa rasio efektivitas biaya metode pengamatan semi aktif kurang dari

satu kali GDP per capita. Metode pengamatan semi aktif merupakan

intervensi yang efektif biayanya tinggi terhadap pengamatan pasif dalam

mengendalikan tingkat cacat pada penderita kusta yang telah selesai

pengobatan.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 123: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

104 Universitas Indonesia

BAB 6

PEMBAHASAN

6.1 Hubungan Metode Pengamatan dengan Pengendalian Tingkat Cacat

Hasil analisis bivariat terhadap metode pengamatan dengan

pengendalian tingkat cacat pada penelitian ini menunjukkan terdapat

hubungan yang signifikan dengan nilai OR sebesar 9,6. Hasil analisis ini

sesuai dengan tujuan pengamatan semi aktif menurut Dinas Kesehatan

Kabupaten Pasuruan (2011), yaitu menurunkan kejadian kecacatan atau

bertambah buruknya kecacatan pada penderita kusta yang telah selesai

pengobatan. Pengamatan semi aktif perlu dilakukan untuk mengurangi beban

kecacatan penderita kusta setelah selesai pengobatan. Kecacatan dapat

dikurangi dan penderita kusta dapat dibantu secara lebih efektif dan efisien

dengan menerapkan suatu sistem yang memungkinkan penderita kusta setelah

selesai pengobatan untuk tetap berhubungan dengan Puskesmas selama

penderita tersebut membutuhkan bimbingan untuk mengatasi kecacatan yang

dialami.

6.2 Hubungan Metode Pengamatan dengan Tingkat Pengetahuan,

Pencegahan Cacat, dan Perawatan Diri

Berdasarkan hasil analisis bivariat terhadap variabel metode

pengamatan dengan variabel tingkat pengetahuan, pencegahan cacat, dan

perawatan diri diperoleh hubungan yang signifikan antara metode

pengamatan dengan 3 variabel tersebut. Responden pada pengamatan pasif

memiliki peluang untuk tidak melakukan perawatan diri, tidak mendapatkan

pencegahan cacat, dan lebih rendah tingkat pengetahuannya apabila

dibandingkan dengan metode pengamatan semi aktif. Metode pengamatan

semi aktif bertujuan agar penderita tetap memiliki hubungan dengan petugas

puskesmas selama penderita masih berisiko, penderita mampu melakukan

perawatan diri secara teratur tiap hari, dan penderita mendapatkan bantuan

dalam mengatasi masalah medis yang ada (Kemenkes RI, 2010).

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 124: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

105

Universitas Indonesia

Kepedulian petugas puskesmas untuk melakukan kunjungan ke rumah

penderita apabila penderita tidak datang ke puskesmas cukup mendukung

peningkatan pengetahuan, perilaku perawatan diri, dan pencegahan cacat.

Pada pengamatan semi aktif, petugas selalu melakukan pemeriksaan fungsi

saraf dan tata laksana reaksi serta memberikan demo perawatan diri kepada

penderita yang telah selesai pengobatan, baik di puskesmas maupun di rumah

penderita sebagaimana telah dijelaskan pada gambaran metode pengamatan

semi aktif (sub bab 5.1.1).

6.3 Hubungan Umur, Tingkat Pendidikan, Tingkat Pengetahuan, Tingkat

Sosial Ekonomi, Tipe Kusta, Riwayat Reaksi, Pencegahan Cacat, dan

Perawatan Diri dengan Pengendalian Tingkat Cacat

6.3.1 Hubungan Umur dengan Pengendalian Tingkat Cacat

Analisis bivariat terhadap hubungan umur dengan pengendalian

tingkat cacat membuktikan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna.

Hasil pada penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Kurnianto (2002), namun bertentangan dengan Susanto (2006) dan

Moshioni (2010) yang menyatakan ada hubungan yang bermakna secara

statistik antara umur dengan tingkat cacat.

Hubungan yang tidak bermakna pada penelitian ini mungkin

disebabkan adanya distribusi umur yang tidak normal. Jumlah responden

usia < 15 tahun sangat sedikit yaitu hanya 3 orang dari 86 responden yang

diteliti, sehingga tidak dapat mewakili kelompok umur yang diteliti.

6.3.2 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengendalian Tingkat Cacat

Berdasarkan hasil uji chi-square pada hubungan antara tingkat

pendidikan dengan pengendalian tingkat cacat disimpulkan tidak ada

hubungan yang signifikan. Hal ini bertentangan dengan penelitian Susanto

(2006) dan Moshioni (2010) yang menyatakan pendidikan sebagai faktor

yang berhubungan dengan tingkat cacat. Perbedaan hasil analisis mungkin

terjadi karena adanya perbedaan kriteria dalam mengelompokkan tingkat

pendidikan.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 125: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

106

Universitas Indonesia

6.3.3 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Pengendalian Tingkat Cacat

Penelitian yang dilakukan oleh Saputri (2009) menunjukkan bahwa

pengetahuan penderita tentang kecacatan berhubungan dengan kecacatan.

Namun hal ini tidak terbukti pada hasil analisis hubungan tingkat

pengetahuan dengan tingkat cacat pada penelitian ini karena p value yang

diperoleh adalah 0,260.

Hubungan yang tidak bermakna secara statistik antara tingkat

pengetahuan dengan pengendalian tingkat cacat dimungkinkan karena

tingkat pengetahuan responden tidak selalu mendorong timbulnya sikap dan

perilaku penderita dalam mencegah terjadinya cacat baru atau cacat yang

memburuk, dalam hal ini peran keluarga juga mempengaruhi (Universitas

Diponegoro, 2002).

6.3.4 Hubungan Tingkat Ekonomi dengan Pengendalian Tingkat Cacat

Menurut Smith (1992), status ekonomi yang kurang diidentifikasi

sebagai salah satu faktor risiko terjadinya kecacatan. Hal tersebut didukung

oleh penelitian yang dilakukan oleh Saputri (2009) dan Kurnianto (2002).

Pernyataan mengenai hubungan tingkat ekonomi dengan tingkat cacat tidak

terbukti pada penelitian ini. Berdasarkan hasil analisis bivariat, diperoleh α

> 0,05 yang berarti tidak ada hubungan antara tingkat ekonomi dengan

pengendalian tingkat cacat. Hal ini mungkin disebabkan jumlah responden

yang memiliki tingkat ekonomi tinggi hanya 7 orang dari 86 orang yang

diteliti. Selain itu itu penentuan kriteria dalam pengelompokkan tingkat

ekonomi juga mempengaruhi perbedaan hasil analisis.

6.3.5 Hubungan Tipe Kusta dengan Pengendalian Tingkat Cacat

Tipe kusta menjadi salah satu faktor yang dibuktikan berhubungan

dengan kecacatan pada penelitian Susanto (2006). Banyaknya kuman kusta

pada penderita tipe MB menyebabkan terjadinya infiltrasi langsung ke

susunan saraf tepi yang dapat menimbulkan kerusakan fungsi saraf (Depkes

RI, 2007). Namun adanya hubungan signifikan tersebut tidak dapat

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 126: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

107

Universitas Indonesia

dibuktikan pada penelitian ini. Nilai p value (1,000) yang dihasilkan dari

analisis bivariat menggunakan uji chi-square menyatakan tidak ada

hubungan antara tipe kusta pada penderita dengan pengendalian tingkat

cacat. Hal ini dikarenakan jumlah responden kusta tipe PB dalam penelitian

ini sangat sedikit (2 orang) dibandingkan jumlah responden kusta tipe MB

(84 orang).

6.3.6 Hubungan Riwayat Reaksi dengan Pengendalian Tingkat Cacat

Hasil analisis bivariat antara riwayat reaksi dengan pengendalian

tingkat cacat pada penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang

signifikan. Hal ini tidak sesuai dengan hasil beberapa penelitian yang

menyatakan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara riwayat

reaksi dengan kecacatan (Universitas Diponegoro, 2002; Susanto, 2006;

Universitas Negeri Semarang, 2009).

Perbedaan hasil penelitian mungkin disebabkan reaksi yang terjadi

terhadap responden pada penelitian ini tidak berlangsung serius sampai

menimbulkan kecacatan. Sebagaimana dinyatakan oleh Martodihardjo dan

Susanto (2003), reaksi dapat menimbulkan kecacatan apabila tidak ditangani

dengan tepat. Pada penelitian ini, sebagian besar reaksi yang terjadi pada

responden telah ditangani dengan tepat.

6.3.7 Hubungan Pencegahan Cacat dengan Pengendalian Tingkat Cacat

Pada hasil penelitiannya, Saputri (2009) dan Kurnianto (2002)

menyatakan adanya hubungan antara pencegahan cacat dengan kecacatan

yang terjadi. Penelitian ini juga membuktikan bahwa hubungan antara

pencegahan cacat dengan pengendalian tingkat cacat adalah bermakna

secara statistik, dengan OR sebesar 9,6. Responden yang tidak mendapatkan

pencegahan cacat memiliki peluang 9,6 kali untuk tidak dapat dikendalikan

tingkat cacatnya.

Menurut Srinivasan (1994), beberapa cacat pada kusta bersifat

sementara namun dapat menjadi permanen apabila diabaikan. Oleh karena

itu, diagnosis dini dan tatalaksana reaksi atau neuritis serta pemeriksaan

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 127: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

108

Universitas Indonesia

fungsi saraf yang dilakukan oleh petugas sebagai bentuk pencegahan cacat

merupakan hal yang penting.

6.3.8 Hubungan Perawatan Diri dengan Pengendalian Tingkat Cacat

Perawatan diri merupakan salah satu faktor pada penelitian ini yang

dinyatakan memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dengan

pengendalian tingkat cacat. OR yang diperoleh dari uji chi-square adalah

39,385, yang artinya penderita yang tidak melakukan perawatan diri

memiliki peluang 39 kali untuk tidak dapat dikendalikan tingkat cacatnya.

Hasil dari penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Susanto (2006) dan Kurnianto (2002).

ILEP (2006) menyatakan bahwa orang yang menderita kusta dapat

melindungi dirinya dari kerusakan lebih lanjut apabila memiliki kebiasaan

rawat diri yang baik. Kebutuhan yang ditekankan pada perawatan diri

adalah kesadaran, periksa pandang, dan proteksi.

6.4 Faktor yang Paling Berpengaruh terhadap Pengendalian Tingkat Cacat

Berdasarkan hasil analisis bivariat diperoleh 2 variabel yang

berhubungan secara bermakna dengan pengendalian tingkat cacat, yaitu

variabel pencegahan cacat dan perawatan diri. Namun setelah diuji

multivariat menggunakan uji regresi logistik ganda, hasilnya menyatakan

bahwa hanya perawatan diri yang memiliki pengaruh terhadap pengendalian

tingkat cacat tanpa adanya variabel interaksi maupun variabel perancu

(confounding) dengan OR =39,385.

Variabel metode pengamatan berhubungan dengan pengendalian

tingkat cacat namun tidak mempengaruhi pengendalian tingkat cacat secara

langsung. Hasil analisis bivariat metode pengamatan dengan perawatan diri

diperoleh adanya hubungan yang signifikan (sub bab 5.3.3). Perbedaan

metode pengamatan mendorong perbedaan terjadinya perawatan diri yang

merupakan faktor tunggal yang mempengaruhi pengendalian tingkat cacat.

Pada metode pengamatan semi aktif, petugas tidak hanya memberikan

informasi mengenai pentingnya perawatan diri saat penderita datang ke

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 128: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

109

Universitas Indonesia

puskesmas tetapi juga memberikan contoh cara melakukan perawatan diri

(Gambar 5.1). Petugas juga melakukan kunjungan ke rumah untuk melihat

kondisi penderita apabila penderita tidak datang ke puskesmas pada waktu

yang telah dijanjikan. Hal tersebut menyebabkan penderita pada pengamatan

semi aktif lebih banyak yang melakukan perawatan diri.

Variabel pencegahan cacat juga dinyatakan berhubungan dengan

pengendalian tingkat cacat namun tidak berpengaruh saat dianalisis bersama-

sama dengan variabel perawatan diri. Hal ini kemungkinan karena adanya

hubungan antara perawatan diri dengan pencegahan cacat. Hasil analisis

bivariat menggunakan chi-square terhadap hubungan perawatan diri dengan

pencegahan cacat diperoleh p value=0,000 dengan OR = 36,522. Pada

penderita yang tidak melakukan perawatan diri memiliki peluang 36 kali

untuk tidak mendapat pencegahan cacat.

Adanya kesempatan untuk mendapat pencegahan cacat dari petugas

sangat tergantung dari ada atau tidaknya pertemuan antara penderita dengan

petugas. Responden yang melakukan perawatan diri biasanya menemui

petugas kusta saat mereka tidak mampu mengatasi komplikasi penyakit di

rumah dan meminta informasi dari petugas. Pada saat itulah petugas akan

memberikan pencegahan cacat sesuai dengan kebutuhan penderita.

Menurut ILEP (2006), orang yang harus mengembangkan kebiasaan

rawat diri kusta adalah orang yang menderita kerusakan saraf dan orang yang

berisiko mengalami reaksi (selama pengobatan dan selama sekurangnya 2

tahun setelah pengobatan). Penderita kusta akan selalu memiliki risiko

kerusakan jaringan dan perubahan bentuk. Apabila memiliki kebiasaan rawat

diri yang baik, orang yang menderita kusta dapat melindungi dirinya dari

kerusakan lebih lanjut.

Berdasarkan hasil penelitian, perawatan diri pada penderita yang telah

menyelesaikan pengobatan merupakan faktor yang paling penting untuk

ditingkatkan dan menjadi suatu kebutuhan bagi penderita agar dapat

mengendalikan tingkat cacat selama hidupnya. Guna mewujudkan hal

tersebut, penderita tidak mungkin dapat menggantungkan pencegahan cacat

selama hidupnya kepada petugas kusta atau tenaga medis lainnya. Perlu

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 129: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

110

Universitas Indonesia

dilakukan suatu inovasi yang efektif biaya untuk mendorong perilaku

perawatan diri pada penderita yang telah selesai pengobatan agar dapat

mengendalikan tingkat cacat secara mandiri.

Selain meningkatkan perawatan diri melalui metode pengamatan semi

aktif dan melalui Kelompok Perawatan Diri (KPD), perawatan diri di rumah

(home care) merupakan salah satu cara yang relatif murah. Namun untuk

meningkat efektivitasnya cara ini perlu dimodifikasi karena seringkali

penderita kurang termotivasi untuk melakukan perawatan diri di rumah.

Modifikasi perawatan diri dapat dilakukan dengan pemberdayaan dalam

bentuk Upaya Perawatan Berbasis Masyarakat (UPBM). Upaya Perawatan

Berbasis Masyarakat (UPBM) menekankan pada pemberian informasi,

pemberian kapasitas terhadap individu, dan kemandirian individu. Adapun

Upaya Perawatan Berbasis Masyarakat meliputi :

a. Informasi Risiko Kecacatan

Memberikan informasi kepada penderita yang akan selesai pengobatan

(RFT) mengenai faktor-faktor yang dapat menimbulkan kecacatan, tanda-

tanda dini reaksi/neuritis atau luka yang dapat menyebabkan kecacatan,

dan bentuk kecatatan yang dapat dialami. Selain memberikan informasi

secara lisan, hendaknya terdapat poster yang dilengkapi dengan gambar

dan keterangan singkat yang mudah diingat oleh penderita. Dengan

demikian, penderita lebih waspada terhadap ancaman kecacatan.

b. Informasi Cara Perawatan Diri dan Pemberian Paket Perlengkapan

Memberikan informasi kepada penderita yang akan selesai pengobatan

(RFT) mengenai cara-cara perawatan diri yang sesuai dengan kecacatan

yang diderita atau sesuai dengan risiko kecacatan pada anggota tubuhnya.

Informasi diperkuat dengan memberikan contoh secara langsung,

memberikan paket lengkap alat dan perlengkapan perawatan diri untuk di

rumah, dan lembar balik tentang cara perawatan diri dan perlindungan diri.

Dengan demikian, penderita dapat melakukan perawatan diri secara

mandiri di rumah.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 130: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

111

Universitas Indonesia

c. Pembentukan Pengawas Cegah Cacat (PCC)

Membentuk Pengawas Cegah Cacat (PCC) dari pihak keluarga atau orang

terdekat dengan penderita yang bertugas membantu penderita untuk

mengenali faktor-faktor yang dapat menimbulkan kecacatan, tanda-tanda

dini reaksi/neuritis atau luka yang dapat menyebabkan kecacatan, dan

bentuk kecatatan yang dapat dialami penderita serta cara-cara perawatan

diri yang dapat dilakukan oleh penderita untuk mencegah hilangnya fungsi

anggota tubuh atau mengembalikan sebanyak mungkin fungsi anggota

tubuh. Sebaiknya Pengawas Cegah Cacat (PCC) ikut ke pelayanan

kesehatan saat penderita akan dinyatakan selesai pengobatan (RFT) dan

mendapatkan informasi langsung dari petugas kusta puskesmas. Pengawas

Cegah Cacat (PCC) tidak hanya berfungsi mengingatkan namun juga

memberikan motivasi bagi penderita.

d. Informasi Kontak Pertolongan Pencegahan Cacat

Memberikan informasi kepada penderita yang akan selesai pengobatan

(RFT) mengenai siapa yang harus dihubungi dan kemana mereka harus

datang apabila terdapat masalah terkait kecacatan yang tidak dapat mereka

tangani sendiri. Perlu adanya klinik-klinik khusus untuk perawatan luka

ataupun kecacatan yang menjadi bidang dari bagian keperawatan. Klinik

tidak hanya dapat menangani perawatan pada penderita kusta namun juga

dapat diintegrasikan untuk penanganan kasus kecelakaan umum,

kecelakaan akibat kerja, perawatan luka pada penderita diabetes, dan kasus

lain yang memerlukan perawatan secara intensif. Klinik sejenis ini telah

ada di wilayah pulau bali.

e. Pemantauan Terintegrasi

Petugas dapat juga memantau kondisi penderita yang telah selesai

pengobatan secara umum pada saat melakukan survei kontak untuk

mencari kasus baru. Integrasi kegiatan pemantauan dengan kegiatan

pencarian kasus baru dapat meminimalkan biaya pemantauan terhadap

penderita yang telah selesai pengobatan yang dapat digunakan untuk

kepentingan program.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 131: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

112

Universitas Indonesia

6.5 Biaya

Berdasarkan gambaran biaya yang dikeluarkan oleh kedua metode

pada tabel 5.16 pada Bab 5, biaya yang dikeluarkan oleh metode pengamatan

semi aktif relatif lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan oleh

metode pengamatan pasif. Komponen biaya yang paling besar adalah biaya

pemakaian obat (Rp 87.372.305,00) pada pengamatan semi aktif. Besarnya

biaya diakibatkan karena penderita pada pengamatan semi aktif lebih aktif

datang ke puskesmas untuk memeriksakan diri dan mendapatkan obat.

Apabila obat yang harus diminum telah habis, penderita akan kembali ke

puskesmas untuk memeriksakan diri dan mendapatkan obat jika masih

dibutuhkan.

Biaya yang paling besar setelah biaya pemakaian obat adalah biaya

monitoring dan evaluasi kegiatan dinas kesehatan provinsi pada pengamatan

semi aktif (Rp 83.223.750,00). Hal ini disebabkan karena pengamatan semi

aktif masih merupakan suatu uji coba sehingga kegiatannya masih dipantau

oleh dinas kesehatan provinsi.

Besarnya biaya pada kedua komponen tersebut mempengaruhi

besarnya biaya yang dibutuhkan dalam pengendalian kecacatan pada

penderita kusta yang telah selesai pengobatan. Perlu dilakukan analisis

sensitivitas untuk mengetahui seberapa besar pengaruhnya apabila kedua

biaya tersebut dapat ditekan atau dihilangkan. Biaya obat pada pengamatan

semi aktif dapat diturunkan dengan memberikan jumlah obat dan jenis obat

sesuai kebutuhan penderita. Sedangkan biaya monitoring dan evaluasi

kegiatan dinas kesehatan provinsi pada pengamatan semi aktif dapat

dihilangkan apabila metode pengamatan semi aktif bukan merupakan suatu

uji coba sehingga hanya dinas kesehatan kabupaten yang bertanggung jawab

atas monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan metode ini. Namun,

walaupun pada penelitian ini tidak dilakukan analisis sensitivitas dan jumlah

biaya seperti yang dipaparkan pada tabel 5.16, metode pengamatan semi aktif

masih dinyatakan memiliki efektivitas biaya tinggi yang dibahas lebih lanjut

pada sub bab 5.7.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 132: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

113

Universitas Indonesia

6.6 Efektivitas Biaya dalam Pengendalian Tingkat Cacat

Tingginya efektivitas biaya pada metode pengamatan semi aktif

terhadap pengamatan pasif menunjukkan bahwa efektivitas pada metode

pengamatan semi aktif sepadan dengan biaya yang dikeluarkan peda metode

tersebut dibandingkan dengan pengamatan pasif. Pengamatan semi aktif

meningkatkan pengetahuan, mendorong timbulnya perilaku perawatan diri,

dan meningkatkan pencegahan cacat pada penderita kusta yang telah selesai

pengobatan. Penderita lebih aktif datang ke puskesmas dan aktif melakukan

perawatan diri.

Keaktifan penderita pada pengamatan semi aktif menyebabkan

tingginya biaya operasional (Rp 117.897.262,86) hingga mencapai 58 kali

lipat dibandingkan biaya operasional pada pengamatan pasif. Selain itu,

keaktifan penderita datang ke puskesmas menyebabkan biaya transpor yang

dikeluarkan penderita pada pengamatan semi aktif secara kumulatif (Rp

1.635.000,00) tiga kali lebih besar dibandingkan biaya transpor penderita

pada pengamatan pasif (Rp 500.000,00). Keaktifan penderita dalam merawat

tubuhnya menyebabkan biaya untuk membeli alat dan bahan perawatan dan

perlindungan diri (Rp 945.000,00) hampir tiga kali lebih besar dibandingkan

biaya transpor penderita pada pengamatan pasif (Rp 367.000,00). Namun

besarnya biaya tersebut tidak menyebabkan metode pengamatan semi aktif

menjadi tidak efektif biaya. Rasio efektivitas biaya yang dihasilkan

(Rp 16.527.926) kurang dari 1 kali GDP per capita (US$ 3,495)sehingga

metode pengamatan semi aktif lebih efektif biaya dibandingkan metode

pengamatan pasif untuk mengendalikan tingkat cacat pada seorang penderita

yang telah selesai pengobatan di kabupaten Pasuruan.

6.7 Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini dilakukan pengambilan data primer dan sekunder.

Pada pengambilan data primer terdapat keterbatasan dalam merekam data

biaya yang dikeluarkan oleh penderita. Peneliti mengandalkan ingatan

penderita terhadap aktivitas penderita terkait pengendalian tingkat cacat

dalam 2-3 tahun sebelum pengambilan data sehingga ada kemungkinan

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 133: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

114

Universitas Indonesia

kesalahan nominal biaya atau biaya yang dicatat tidak lengkap. Selain itu,

biaya pembangunan gedung pada penelitian ini tidak diketahui nilai pada saat

gedung tersebut dibangun karena keterbatasan dokumen pendukung sehingga

nilai yang diambil adalah nilai saat ini tanpa penyusutan.

Sampel pada penelitian tidak sesuai dengan yang diperkirakan

sebelumnya karena pada saat pengambilan data, ditemukan adanya responden

yang pindah tempat tinggal dan sudah meninggal.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 134: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

115 Universitas Indonesia

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

1. Metode pengamatan semi aktif adalah intervensi yang efektif biaya tinggi

dibandingkan pengamatan pasif dalam mengendalikan tingkat cacat pada

penderita kusta yang telah selesai pengobatan dengan rasio efektivitas

biaya kurang dari satu kali GDP per capita yaitu sebesar Rp. 16.527.926.

2. Faktor yang berhubungan dengan pengendalian tingkat cacat penderita

yang telah selesai pengobatan adalah metode pengamatan, pencegahan

cacat, dan perawatan diri.

3. Faktor yang paling mempengaruhi pengendalian tingkat cacat pada

penderita yang telah selesai pengobatan adalah perawatan diri. Penderita

yang tidak melakukan perawatan diri memiliki peluang 39 kali untuk tidak

dapat dikendalikan tingkat cacatnya dibandingkan dengan penderita yang

melakukan perawatan diri.

4. Metode pengamatan berhubungan dengan pengetahuan, pencegahan cacat,

dan perawatan diri.

7.2 Saran

7.2.1 Program

1. Metode pengamatan semi aktif direkomendasikan sebagai metode untuk

mengendalikan tingkat cacat penderita yang telah selesai pengobatan

karena terbukti sebagai intervensi dengan efektif biaya tinggi

dibandingkan dengan metode pengamatan pasif.

2. Program harus melakukan analisis dampak anggaran (Budget Impact

Analysis) apabila metode pengamatan semi aktif akan diterapkan di

seluruh Indonesia.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 135: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

116

Universitas Indonesia

3. Perlu dilakukan suatu inovasi yang efektif biaya untuk mendorong

perilaku perawatan diri pada penderita yang telah selesai pengobatan agar

dapat mengendalikan tingkat cacat yaitu Upaya Perawatan Berbasis

Masyarakat (UPBM). Upaya ini meliputi pemberian informasi risiko

kecacatan dengan alat bantu poster, pemberian informasi cara perawatan

diri dengan alat bantu lembar balik, pemberian paket perlengkapan untuk

perawatan diri, pembentukan Pengawas Cegah Cacat (PCC) dari pihak

keluarga atau orang terdekat, pemberian informasi kontak klinik khusus

perawatan yang dapat memberikan pertolongan pencegahan cacat saat

penderita tidak mampu menangani, dan pemantauan terintegrasi.

7.2.2 Penelitian Selanjutnya

1. Penelitian selanjutnya diharapkan juga meneliti tentang faktor jenis

kelamin, pekerjaan, serta motivasi keluarga sebagai faktor yang

berhubungan dengan pengendalian tingkat cacat pada penderita kusta

yang telah selesai pengobatan.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengendalian tingkat

cacat pada penderita yang telah selesai pengobatan dengan desain kohort

dengan Randomized Clinical Trial (RCT) agar dapat mengontrol faktor-

faktor yang berhubungan dengan kecacatan dan lebih mudah merekam

biaya yang dikeluarkan oleh program dan terutama oleh penderita untuk

menghindari recall bias.

3. Melakukan analisis sensitivitas terhadap biaya yang tidak berhubungan

secara langsung atau yang dapat dihemat dalam penerapan metode

pengamatan semi aktif.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 136: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

117

DAFTAR PUSTAKA

Ancok, Djamaludin. (1987). Teknik Penyusunan Skala Pengukuran. Yogyakarta : Pusat

Penelitian Kependudukan UGM.

Amirudin, MD, Hakim, Zainal, dan Darwis, Emil. (2003). Diagnosis Penyakit Kusta.

Dalam E.S.S. Daili, dkk (Ed). Kusta (Edisi Kedua, hal. 12-32,). Jakarta : FKUI.

Arianto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi

VI. Dalam Universitas Bakti Indonesia Banyuwangi. KTI Tingkat Pengetahuan

Remaja Putri dalam Menggunakan Cairan Pembersih Genetalia di SMA Negeri 1

Glenmore Kecamatan Glenmore Kabupaten Banyuwangi. 12 Desember 2011. http://bejocommunity.blogspot.com/2010/05/kti-tingkat-pengetahuan-remaja-putri.html

BPS Provinsi Jawa Timur. (2012). Statistik Daerah Provinsi Jawa Timur 2012. 5 Mei

2012. http://jatim.bps.go.id/e-pub/2012/statda2012/index.html

Brent, Robert J. (2003). Cost-Benefit Analysis and Health Care Evaluations.

Massachusetts : Edward Elgar Publishing Limited.

Chin, James. (2009). Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta : CV.

Infomedika.

Coons, Stephen Joel, dan Kaplan, Robert M. (2005). Cost-Utility Analysis. Dalam J.L

Bootman, R.J. Townsend, dan W.F. McGhan (Ed). Principles of

Pharmacoeconomics (3rd ed, pp. 117-148). Cincinnati : Harvey Whitney Books

Company.

Courtright, P. (2002, September). Eye disease in multibacillary leprosy patients at the

time of their leprosy diagnosis: findings from the Longitudinal Study of Ocular

Leprosy (LOSOL) in India, the Philippines and Ethiopia. Leprosy Review, 73 (3),

225-238.

Depdikbud RI. (1990). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Depkes RI. (1984). Petunjuk Kusta untuk Petugas Balai Pengobatan Umum dan Pusat

Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Depkes RI. (1993). Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta. Jakarta :

Departemen Kesehatan RI.

Depkes RI. (2005). Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta. Jakarta :

Departemen Kesehatan RI.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 137: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

118

Depkes RI. (2007). Buku Pedoman Nasional Pengendalian Penyakit Kusta. Jakarta :

Departemen Kesehatan RI.

Dinas Kesehatan Pasuruan. (2011, Mei) Pilot Project Semi Active Surveilance (SAS)

Kabupaten Pasuruan. 16 November 2011.

http://dinkes.pasuruankab.go.id/media.php?module=detailberita&id=45

Drummond, F.M., et al. (2005). Methods for the Economic Evaluation of Health Care

Programmes (3rd Edition). New York : Oxford University Press.

Garber, A.M, et al. (1996). Theoretical Foundations of Cost-Effectiveness Analysis.

Dalam Marthe R. Gold, et al (Ed). Cost-Effectiveness in Health and Medicine (pp.

25-50). New York : Oxford University Press.

Gebre, Alemu, dan Saunderson, Paul. (2001). Comparative Value of Active and Passive

Surveillance Over Time in Treated Leprosy Patients, in The prevention of Further

Disability. Leprosy Review, 72, 221-223. 12 Desember 2011.

http://www.leprahealthinaction.org/ir/june01/lep221_223.pdf.

Gold, M.R., et al. (1996). Indentifying and Valuing Outcomes. Dalam Marthe R. Gold,

et al (Ed). Cost-Effectiveness in Health and Medicine (pp. 82-134). New York :

Oxford University Press.

Guoceng, Zhang, et al. (1993, June). An Epidemiological Survey of Deformities and

Disabilities among 14.257 Cases of Leprosy in 11 Countries. Leprosy Review, 64

(2), 143-149.

Hasibuan, Yamin. (2002, December). Problems Related to Physical Rehabilitation

Amongst PALS After Release From Treatment. International Journal of Leprosy ,

70 (4), 316A-317A.

ILEP.(2006). How to Prevent Disabilities in Leprosy. London : ILEP.

Jacobson, R.R. (1994). Treatment of Leprosy. Dalam Hastings, Robert C. Lerosy (2nd

ed, pp. 317-352). London : Churchil Livingstone.

Lockwood, Diana N.J. (2002, June). Chemotherapy. Leprosy Review, 73 (Supplement),

S27-S34.

Manjunath, R., et al. (2001, March). Modified Active Surveillance System(MASS); a

Novel Clinicopathological Evaluation of PB Leprosy Patients after RFT, in

Mangalore, India. Leprosy Review, 72 (1), 50-56.

Martodihardjo, Sunarko dan Susanto, R.S.D. (2003). Reaksi Kusta dan Penanganannya.

Dalam E.S.S.Daili, dkk (Ed). Kusta (Edisi kedua, hal.75-82). Jakarta : FKUI.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 138: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

119

McDougall, A.C. (1997, December). Recent Developments in The Chemotherapy of

Leprosy. Leprosy Review, 68 (4), 294-298.

McGuire, Alistair. (2001). Theoretical Concepts in The Economic Evaluation of Health

Care. Dalam M.F. Drummond dan A. McGuire (Ed). Economic Evaluation in

Health Care : Merging Theory with practice (pp. 1-21). New York : Oxford

University Press.

Ministry of Health Ethiopia. (1997, August). National Tuberculosis and Leprosy

Control Programme (First Edition). Ethiopia : Ministry of Health Ethiopia.

Moshioni, Cristiane, et.al. (2010, Jan/Feb). Risk factors for physical disability at

diagnosis of 19,283 new cases of leprosy. Revista da Sociedade Brasileira de

Medicina Tropical 43 (1). 27 November 2011.

http://www.scielo.br/scielo.php?pid=S0037-

86822010000100005&script=sci_arttext

Muennig, Peter. (2002). Designing and Conducting Cost-Effectiveness Analysis in

Medicine and Health Care. San Fransisco : Jossey-Bass a Willey Company.

Pfaltzgraff, R.E. dan Ramu, Gopal. (1994). Clinical Leprosy. Dalam Robert C. Hastings

(Ed). Lerosy (2nd ed, pp. 237-290). London : Churchil Livingstone.

Pratiknya, A.W. (1996). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan

Kesehatan. Jakarta: Rajawali.

Pusat Pelatihan Kusta Nasional. (2010). Modul 5 : Pencatatan dan Pelaporan.

Makassar: Pusat Pelatihan Kusta Nasional.

Rodrigues, Laura C., dan Lockwood, Diana N. (2011, June). Leprosy Now :

Epidemiology, Progress, Challenges, and Research Gaps. The Lancet, 11, 464-470.

27 November 2011. http://www.thelancet.com/infection.

Russel, L.B., et al. (1996). Cost-Effectiveness Analysis as a Guide to Resource

Allocation in Health : Roles and Limitations. Dalam Marthe R. Gold, et al (Ed).

Cost-Effectiveness in Health and Medicine (pp. 3-24). New York : Oxford

University Press.

Smith, W.C.S. (1992, September). The Epidemiology of Disability in Leprosy Including

Risk Factors. Leprosy Review, 63 (Supplement 1), 23s-30s.

Soebono, Hardyanto dan Suhariyanto, Bambang. (2003). Pengobatan Penyakit Kusta

Dalam E.S.S. Daili, dkk (Ed). Kusta (Edisi Kedua, hal. 66-74,). Jakarta : FKUI.

Srinivasan, H. (1995, September). Deformities and Disabilities : Unfinished Agenda in

Leprosy Work. Leprosy Review, 66 (3), 193-200.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 139: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

120

Srinivasan, H. (1994). Disability, deformity, rehabilitation. Dalam Robert C. Hastings

(Ed). Lerosy (2nd ed, pp. 411-448). London : Churchil Livingstone.

Sukirno, S. (1988). Pengantar Teori Mikroekonomi Edisi Ketiga. Dalam Rifmi Utami,

dkk. Analisis Efektivitas Upaya Penderita Kusta Baru Secara Aktif dan Pasif

Menggunakan Metode Cost Effectiveness Analysis. Surabaya : Yayasan Sumber

Daya Manusia Bidang Kesehatan.

Susanto, Nugroho. (2006). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kecacatan

Penderita Kusta (Kajian di Kabupaten Sukoharjo). 27 November 2011. Universitas

Gajah Mada. http://nugrohosusantoborneo.files.wordpress.com/2010/02/150-nugroho-susanto-04-naspub.pdf.

Universitas Diponegoro. (2002). Faktor-faktor Risiko yang Berhubungan dengan

Kecacatan Penderita Kusta di Kabupaten Tegal. 4 Desember 2011.

http://eprints.undip.ac.id/14286/1/2002MIKM1809.pdf

Universitas Diponegoro. (2006). Faktor-faktor yang Berkaitan dengan Tingkat

Kecacatan Kusta di Kabupaten Brebes Tahun 2005. 27 November 2011.

http://eprints.undip.ac.id/4257/1/2873.pdf

Universitas Diponegoro. (2008). Faktor-faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap

Terjadinya Reaksi Kusta (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Brebes).

27 November 2011. http://eprints.undip.ac.id/17745/2/PRAWOTO.pdf

Universitas Negeri Semarang. (2009). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian

Cacat Tingkat 2 (Studi Di Kampung Rehabilitasi Rumah Sakit Kusta Donorojo Jepara

tahun 2008). 27 November 2011. http://lib.unnes.ac.id/5561/1/4413A.pdf

Universitas Sumatera Utara. (2008). Pencegahan Kecacatan pada Tangan Penderita

Kusta. 29 Oktober 2011.

http://repository.usu.ac.id/bistream/123456789/3430/3/08E00072.pdf.txt

WHO. (2005). Cost-Effectiveness Thresholds. 4 Januari 2013.

http://www.who.int/choice/costs/CER_thresholds/en/index.html

WHO. (2009). Enhanced Global Strategy for Futher Reducing the Disease Burden Due

to Leprosy. New Delhi : WHO

WHO (2011, 2 September). Weekly Epidemiological Record. 25 November 2011.

www.who.int/wer/2011/wer8636.pdf

Wisnu, I.M. dan Gudadi, (1997). Pencegahan Cacat Kusta. Dalam Adi Djuanda, dkk

(Ed). Kusta, Diagnosis, dan Penatalaksanaan. Jakarta : FKUI.

Wisnu, I.M. dan Hadilukito, Gudadi. (2003). Pencegahan Cacat Kusta. Dalam E.S.S.

Daili, dkk (Ed). Kusta (Edisi Kedua, hal. 83-93,). Jakarta : FKUI.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 140: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

121

Wonderling, David, Gruen, Reinhold, dan Black, Nick. (2005). Introduction to Health

Economics. England : Open University Press.

World Bank. (2011). GDP Per Capita (Current US$). 4 Januari 2013.

http://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.PCAP.CD

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 141: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

122

Lampiran 1 : Kartu Penderita Kusta

KARTU PENDERITA

PROPINSI : …………………………… KLASIFIKASI KABUPATEN/KOTA : ……………….. MB KECAMATAN : ………………………. PB PUSKESMAS : …………………………. MDT MULAI TGL. : ………………………… TERDAFTAR TGL : ………………………… DINYATAKAN RFT TGL. : ………………… NOMOR TERDAFTAR : …………………… MENINGGAL TGL. : ………………………. DEFAULT TGL. : …………………….. DIPINDAHKAN TGL. : ……………………

KETERANGAN TENTANG SI SAKIT

NAMA : …………………………………….. ALAMAT : ………………………. (RT. …./RW….. )

JENIS KELAMIN : L / P DESA : …………………………… …. …… UMUR : ……………………………………. KECAMATAN : …………………………….. TEMPAT LAHIR : ………………………… KABUPATEN/KOTA : …………………….. SUKU : ……………………………………. Pekerjaan : ………………………………….

CARA PENEMUAN

PEMBERITAHUAN SUKARELA KAMBUH SURVAI KONTAK PINDAH DARI SURVAI ANAK SEKOLAH LAIN-LAIN CHASE SURVAI SURVAI LAIN

RIWAYAT PENYAKIT

PERNAH BERGAUL DENGAN PENDERITA : YA / TIDAK *) SUDAH PERNAH BEROBAT SEBELUMNYA : YA / TIDAK *) BILA YA BERI KETERANGAN : ………………………………………………. …………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………….

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 142: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

123

KEADAAN SEKARANG (TGL 7/1/99 PEMERIKSAAN KULIT DAN URAT SYARAF

LUKISLAH KELAINAN-KELAINAN PADA GAMBAR TUBUH DENGAN TANDA GAMBAR DI BAWAH INI

Di kerjakan oleh : ………………………………………………………

SIMBOL (TANDA GAMBAR) KELAINAN PADA KUSTA 1. Hipopigmentasi

10. x Hidung plana

2. Hipo/Anestesi (mati rasa) 11. c Kontraktur lemas 3. Tanda 1 + 2 dengan batas tidak tegas 12. s Kontraktur kaku 4. Tanda 1 + 2 dengan batas tegas 13. Mutilasi (hilang sebagian)

5. Infiltrat 14. Ulkus

6. Plaque (penebalan kulit yang lebar 15. Drop (lunglai) 7. Nodulus 16. . . Ginekomasti 8. Penebalan syaraf 17. E Eritema

9. Madarosis (alis rontok) 18. Lo Lagopthalmos

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 143: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

124

KEADAAN CACAT WAKTU

PEMERIKSAAN

TANGGAL TINGKAT CACAT (WHO : 0.1.2)

MATA TANGAN KAKI Nilai Tertinggi

Jumlah Nilai

ka ki ka ki Ka ki

Pertama

RFT

PENGOBATAN MDT

PEMBERIAN OBAT TIAP BULAN

BULAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 TH………….

TANGGAL

TH. ………..

TH. …………….

PEMERIKSAAN KONTAK SERUMAH

No

Nama Kontak

U m u r

L Pemeriksaan 2000 200… 200… 200… 200…

Keterangan P Tgl Hasil Tgl Hasil Tgl Hasil Tgl Hasil Tgl Hasil

Penjelasan Tulislah pada kolom hasil bila : - Ternyata kusta dengan : PB atau MB. - Suspek kusta dengan : S. - Bukan kusta dengan : -

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 144: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

125

KONFIRMASI DIAGNOSIS OLEH : Kepala Puskesmas/Wasor :

Tanggal/Bulan/Tahun :…………………….. Tanda Tangan :

Catatan : TGL. ……………. Tahun …………. TGL. ……………. Tahun …………. TGL. ……………. Tahun …………. TGL. ……………. Tahun …………. TGL. ……………. Tahun …………. TGL. ……………. Tahun ………….

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 145: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

126

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 146: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

127

Lampiran 3 : Form Evaluasi Pengobatan Reaksi Berat

FORM EVALUASI PENGOBATAN REAKSI BERAT

Petunjuk cara mengisi

Kolom 2 : berapa mm celah Kolom 2 – 13 : hanya diisi kelainan yang ada Kolom 3,9 10 : (++) bila nyeri spontan atau Kolom 4,5,6,11 : diisi K ( kuat ), S ( sedang ) bila diraba sangat nyeri L ( lumpuh ) (+) bila digulirkan nyeri Kolom 14 : diisi jenis obat, dosis & lama(hari) pemberian Kolom 7,8,12,13 : beri tanda X pada titik yang mati rasa Kolom 15 : diisi kelainan organ kulit yang ada

Tanggal

Mata Lagoph thal mos

Tangan Kaki Dosis Obat dan lama nya

Ket

Nyeri

saraf

ulnar

Kekuatan Otot

Gangguan Rasa Raba (titik)

Nyeri saraf Ke

Kua

tan

otot Gangguan Rasa

Raba (titik)

Jari 5

Ibu jari

pergel

P e r o n e u s

T i b i a l i s Pos

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Ka Ki

Ka Ki

Ka Ki

Ka Ki

Ka Ki

Kanan Kiri Ka Ki

Ka Ki

Ka Ki

Kanan Kiri

Kesimpulan pemeriksaan: 1. Adakah bercak yang pecah / nodul yang pecah ? 2. Adakah nyeri tekan pada saraf ? 3. Apakah kekuatan otot atau rasa raba

berkurang dalam waktu < dari 6 bulan terakhir?

4. Apakah ada lagophthalmos yang baru terjadi dalam waktu < dari 6 bulan terakhir ?

5. Apakah ada bercak aktif di dekat saraf tepi ?

Ya / tidak Ya / tidak Ya / tidak

Ya / tidak

Ya / tidak

Pemberian prednison : ( dosis tunggal)

- 40 mg selama 2 Minggu - 30 mg selama 2 Minggu - 20 mg selama 2 Minggu - 15 mg selama 2 Minggu - 10 mg selama 2 Minggu - 5 mg selama 2 Minggu

Perawatan diri baru diberikan bila keadaan

penderita sudah membaik

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 147: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

128

Tanggal

Mata Lagoph thal mos

Tangan

Kaki Dosis Obat dan lama nya

Ket

Nyeri

saraf

ulnar

Kekuatan Otot

Gangguan Rasa Raba (titik)

Nyeri saraf Ke

Kua

tan

otot

Gangguan Rasa Raba (titik)

Jari 5

Ibu jar

pergel

Peroneus

Tib. Pos

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Ka Ki

Ka Ki

Ka Ki

Ka Ki

Ka Ki

Kanan Kiri Ka Ki

Ka Ki

Ka Ki

Kanan Kiri

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 148: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

129

Lampiran 4 : Kuesioner Puskesmas

Kuesioner Puskesmas

No : Tanggal : …../….../………

Pengisi Kuesioner :

I. Identitas Puskesmas

1. Puskesmas :

2. Alamat :

3. No Telp :

4. Lama berdiri : ……tahun……bulan (sejak …../……..)

5. Luas bangunan puskesmas : m2

6. Sumber air yang digunakan :

a. PAM c. Mata Air b. Sumur tanah d. Lainnya, sebutkan …………

II. Ruang Pemeriksaan Penderita Kusta di Puskesmas

7. Saat penderita yang telah RFT datang ke puskesmas, di ruang manakah

penderita menemui petugas kusta?

a. Di ruang khusus pemeriksaan petugas kusta

b. Di tempat pemeriksaan yang menjadi satu dengan balai pengobatan

c. Lainnya, sebutkan ……

8. Berapa luas ruangan tersebut ? m2

9. Apakah di ruangan tersebut terdapat :

No Jenis Barang Pilihan Ukuran Jumlah Lama Penggunaan

1) Meja a.Ya b. Tidak ..…..x.…...x…... ….. buah ……. tahun

2) Kursi a.Ya b. Tidak …….x…....x…... ….. buah ……. tahun

3) Lemari a.Ya b. Tidak …….x…....x…... ….. buah ……. tahun

4) Kipas Angin a.Ya b. Tidak Besar/sedang/kecil ….. buah ……. tahun

5) Tempat Tidur a.Ya b. Tidak ...….x.…...x.….. ….. buah ……. tahun

6) Gunting a.Ya b. Tidak Besar/sedang/kecil ….. buah ……. tahun

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 149: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

130

10. Apakah saat penderita kusta yang telah RFT menemui petugas kusta,

menggunakan barang habis pakai /jasa :

III. Pembiayaan Puskesmas

11. Jumlah biaya untuk penggunaan listrik selama 1 bulan : Rp ...............

(Rata-rata tagihan bulanan listrik dalam 3 bulan terakhir)

12. Apakah dalam 3 tahun terakhir puskesmas mendapatkan dana operasional

khusus untuk penanganan penderita yang telah RFT dari :

No Instansi Pilihan Jumlah Dana Waktu

Penerimaan

1) Dinas Kesehatan a. Ya b.Tidak Rp ……………

2) BOK Puskesmas a. Ya b.Tidak Rp ……………

3) Lainnya, sebutkan ………. a. Ya b.Tidak Rp ……………

4) Lainnya, sebutkan……….. a. Ya b.Tidak Rp ……………

5) Lainnya, sebutkan ……….. a. Ya b.Tidak Rp ……………

No Nama Barang Pilihan Keterangan Biaya per bulan

1) Kertas/buku a.Ya b. Tidak Administrasi Rp …………..

2) Bolpoin/Alat tulis lain

a.Ya b. Tidak Administrasi Rp …………..

3) Fotokopi/print a.Ya b. Tidak Administrasi Rp …………..

4) Perban/plester a.Ya b. Tidak Tindakan Rp …………..

5) Kapas a.Ya b. Tidak Pemeriksaan Rp …………..

6) Minyak goreng

a.Ya b. Tidak Demo perawatan diri

Rp …………..

7) Batu Apung a.Ya b. Tidak Demo perawatan diri

Rp …………..

8) Ember/Bak a.Ya b. Tidak Demo perawatan diri

Rp …………..

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 150: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

131

13. Apakah dalam 3 tahun terakhir terdapat dana operasional yang diterima

puskesmas yang dialokasikan untuk :

No Instansi Pilihan Jumlah Dana Sumber Dana

1) Transpor mengunjungi rumah penderita yang telah RFT

a. Ya b.Tidak

Rp ……………

2) Transpor mengunjungi KPD dalam pelayanan kepada penderita yang telah RFT

a. Ya b.Tidak

Rp ……………

3) Biaya menghubungi penderita yang telah RFT yang belum datang ke puskesmas

a. Ya b.Tidak

Rp ……………

4) Biaya pembelian vitamin/obat untuk penderita

a. Ya b.Tidak

Rp ……………

5) Biaya pembelian alat perawatan diri dan alat bantu untuk penderita

a. Ya b.Tidak

Rp ……………

6) Membantu meningkatkan ekonomi penderita

a. Ya b.Tidak

Rp ……………

7) Lainnya, sebutkan ……….. a. Ya b.Tidak Rp ……………

8) Lainnya, sebutkan ……….. a. Ya b.Tidak Rp ……………

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 151: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

132

Lampiran 5 : Kuesioner Petugas Puskesmas

Kuesioner Petugas Kusta Puskesmas

No : Tanggal : …../….../………

I. Identitas Tenaga Kesehatan

1. Nama : .....................................................................................................................

2. No Telp/ HP : ......................................................................................................................

3. Umur : ......................................................................................................................

4. Jabatan : ......................................................................................................................

(Jika petugas mengelola program kesehatan lebih dari 1, mohon ditulis dengan lengkap)

5. Puskesmas : ......................................................................................................................

6. Lama bekerja di Puskesmas : …… tahun …… bulan (sejak bulan…… tahun …….. )

II. Pembiayaan Tenaga Kesehatan

7. Sebagai seorang tenaga kesehatan di puskesmas, Saudara memiliki :

1) Jumlah gaji : Rp ……………. per bulan

2) Jumlah hari kerja : ……. hari per minggu

3) Jumlah jam kerja : Senin – kamis = …… jam per hari

: Jumat = …… jam per hari

: Sabtu = …… jam per hari

4) Jumlah pasien umum yang ditangani sendiri : ……..... orang

per bulan

5) Jumlah penderita Kusta yang ditangani sendiri : ……..... orang

per bulan

6) Jumlah penderita kusta telah RFT yang ditangani sendiri : ……..... orang

per bulan

7) Waktu rata-rata untuk melayani 1 orang penderita kusta

yang telah RFT : ………. jam / menit

8) Waktu untuk melayani penderita kusta yang RFT di luar

jam kerja puskesmas : ………. jam

per bulan

9) Insentif yang diberikan untuk petugas dalam melayani

penderita kusta yang telah RFT : Rp …………. per bulan

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 152: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

133

8. Selain Saudara, tenaga kesehatan di wilayah kerja puskesmas yang rutin

membantu Saudara menangani penderita kusta yang telah RFT :

No Jenis Tenaga

Kesehatan

Pilihan

Jumlah

Jumlah Jam Kerja dalam

1 Minggu

Jumlah Jam pelayanan penderita

kusta yang RFT dalam 1 Minggu

1) Petugas Puskesmas

a. Ya b. Tidak …… orang …. jam …. jam

2) Bidan Desa a. Ya b. Tidak …… orang …. jam …. jam

3) Kader a. Ya b. Tidak …… orang …. jam …. jam

4) Lainnya, ………

a. Ya b. Tidak …… orang …. jam …. jam

9. Apakah Saudara pernah menghubungi penderita kusta yang telah RFT untuk

mengingatkan agar datang ke puskesmas?

a. Ya b. Tidak

(Jika Jawaban “Tidak”, langsung ke pertanyaan no.11)

10. Bagaimana cara Saudara menghubungi penderita kusta yang telah RFT ?

No Cara menghubungi Pilihan Biaya 1) Titip pesan kepada sanak

saudara atau tetangga penderita b. Ya b. Tidak Rp ………... per

bulan

2) Menghubungi via sms b. Ya b. Tidak Rp ………... per

bulan

3) Menghubungi via telp b. Ya b. Tidak Rp ………... per

bulan

4) Lainnya, Sebutkan …………. b. Ya b. Tidak Rp ………... per

bulan

11. Apakah Saudara pernah mengeluarkan dana pribadi untuk kegiatan pelayanan

penderita kusta yang telah RFT?

a. Ya b. Tidak

(Jika Jawaban “Tidak”, langsung ke pertanyaan no.13 )

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 153: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

134

12. Dana pribadi tersebut apakah Saudara untuk kegiatan/kebutuhan apa saja ?

No Cara menghubungi Pilihan Biaya 1) Transpor mengunjungi penderita

yang telah RFT ke rumah a. Ya b. Tidak Rp ………… per bulan

2) Transpor mengunjungi penderita yang telah RFT ke KPD

a. Ya b. Tidak Rp ………… per bulan

3) Membeli vitamin/obat untuk penderita

a. Ya b. Tidak Rp ………… per bulan

4) Membeli alat perawatan diri dan alat bantu untuk penderita

a. Ya b. Tidak Rp ………… per bulan

5) Memberi bantuan ekonomi pada penderita

a. Ya b. Tidak Rp ………… per bulan

6) Lainnya, Sebutkan …………. a. Ya b. Tidak Rp ………… per bulan

7) Lainnya, Sebutkan …………. a. Ya b. Tidak Rp ………… per bulan

III. Proses Penderita setelah RFT yang berkunjung

13. Saat penderita kusta yang telah RFT datang berkunjung ke puskesmas, apakah

penderita :

No Kegiatan Pilihan Waktu berlangsung

Ruangan / Tempat

Petugas yang bertugas

1) Melakukan pendaftaran a. Ya b. Tidak ……. menit

2) Melakukan pembayaran biaya administrasi awal

a. Ya b. Tidak ……. menit

3) Melakukan pengambilan Family folder (kartu riwayat kesehatan keluarga)

a. Ya b. Tidak ……. menit

4) Melakukan pengambilan kartu penderita khusus kusta

a. Ya b. Tidak ……. menit

5) Dilakukan anamnesa a. Ya b. Tidak ……. menit

6) Mendapat pemeriksaan cardinal sign kusta

a. Ya b. Tidak ……. menit

7) Medapat pemeriksaan kecacatan, hasil perawatan diri, dan pengisian form POD

a. Ya b. Tidak ……. menit

8) Mendapat penjelasan tanda-tanda reaksi

a. Ya b. Tidak ……. menit

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 154: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

135

9) Mendapat penjelasan pentingnya perawatan diri

a. Ya b. Tidak ……. menit

10) Mendapat demo perawatan diri

a. Ya b. Tidak ……. menit

11) Mendapat tindakan perawatan luka akibat kusta bagi penderita yang memerlukan

a. Ya b. Tidak ……. menit

12) Melakukan pembayaran biaya tindakan

a. Ya b. Tidak ……. menit

13) Mendapat alat perawatan diri yang sesuai dengan kebutuhan penderita

a. Ya b. Tidak ……. menit

14) Mendapat penanganan reaksi/ neuritis akibat kusta dan mendapat resep obat

a. Ya b. Tidak ……. menit

15) Mendapatkan obat lamprene /vitamin/prednisone jika dibutuhkan

a. Ya b. Tidak ……. menit

16) Melakukan pembayaran biaya obat/vitamin

a. Ya b. Tidak ……. menit

17) Mendapat bantuan konseling psikologis

a. Ya b. Tidak ……. menit

18) Mendapat motivasi untuk datang ke KPD

a. Ya b. Tidak ……. menit

IV. Proses petugas berkunjung ke rumah penderita yang telah RFT

14. Apakah Saudara pernah mengunjungi penderita kusta yang telah RFT di:

No Tempat Pilihan Waktu Kunjungan Kunjungan bersama dengan Mitra Kerja

1) Rumah Penderita

a. Ya

b. Tidak

a. Di dalam jam kerja

b. Di luar jam kerja

a. Ya, sebutkan………….

b. Tidak

2) KPD a. Ya

b. Tidak

a. Di dalam jam kerja

b. Di luar jam kerja

a. Ya, sebutkan………….

b. Tidak

15. Apa saja yang Saudara bawa jika akan mengunjungi penderita kusta yang telah

RFT ?

..................................................................................................................................................

..................................................................................................................................................

16. Berapa lama Saudara mempersiapkan barang – barang tersebut ? …….. menit

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 155: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

136

17. Saat Saudara mengunjungi rumah penderita yang telah RFT :

No Tempat

Kendaraan yang

Digunakan

Biaya Transpor

Rata-rata Waktu Tempuh Puskesmas –

Rumah Penderita

1) Rumah Penderita

Rp ……………

………….menit

2) KPD Rp ……………

………….menit

18. Kegiatan apa saja yang dilakukan petugas kusta pada penderita yang telah RFT :

No Kegiatan Pilihan Waktu berlangsung

1) Melakukan pengambilan Family folder (kartu riwayat kesehatan keluarga)

a. Ya b. Tidak ……. menit

2) Melakukan pengambilan kartu penderita khusus kusta a. Ya b. Tidak ……. menit

3) Dianamnesa a. Ya b. Tidak ……. menit

4) Mendapat pemeriksaan cardinal sign kusta a. Ya b. Tidak ……. menit

5) Medapat pemeriksaan kecacatan, hasil perawatan diri, dan pengisian form POD

a. Ya b. Tidak ……. menit

6) Mendapat penjelasan tanda-tanda reaksi a. Ya b. Tidak ……. menit

7) Mendapat penjelasan pentingnya perawatan diri a. Ya b. Tidak ……. menit

8) Mendapat demo perawatan diri a. Ya b. Tidak ……. menit

9) Mendapat tindakan perawatan luka akibat kusta bagi penderita yang memerlukan

a. Ya b. Tidak ……. menit

10) Melakukan pembayaran biaya tindakan a. Ya b. Tidak ……. menit

11) Mendapat alat perawatan diri yang sesuai dengan kebutuhan penderita

a. Ya b. Tidak ……. menit

12) Mendapat penanganan reaksi/ neuritis akibat kusta

dan mendapat resep obat a. Ya b. Tidak ……. menit

13) Mendapatkan obat lamprene /vitamin/prednisone jika dibutuhkan

a. Ya b. Tidak ……. menit

14) Melakukan pembayaran biaya obat/vitamin a. Ya b. Tidak ……. menit

15) Mendapat bantuan konseling psikologis a. Ya b. Tidak ……. menit

16) Mendapat motivasi untuk datang ke KPD a. Ya b. Tidak ……. menit

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 156: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

137

Lampiran 6 : Kuesioner Penderita

Kuesioner Penderita

Pewawancara :............................... Puskesmas : ...............................

Kode Responden :............................... Tanggal : ..............................

I. Identitas dan Karakteristik Responden

1. Nama :................................................... Jenis Kelamin : L / P

2. Umur : …... tahun (lahir .…/..../………) Tipe Kusta : PB/MB

3. Alamat : ................................................. No Telp/HP : .............................

4. Pendidikan :

a. Tidak sekolah d. Tamat atau tidak tamat SMA/sederajat

b. Tamat atau tidak tamatSD/sederajat e. Tamat atau tidak tamat akademi/PT/sederajat

c. Tamat atau tidak tamatSMP/sederajat

5. Jumlah penghasilan anggota keluargadalam 1 tahun :

No Nama

Anggota

Keluarga

(a)

Hubungan

dengan

Responden

(b)

Bekerja

(c)

Penghasilan Tetap Penghasilan Tambahan

Jumlah

(d)

Periode

(e)

Jumlah

(f)

Periode

(g)

1)

2)

3)

4)

5)

6)

7)

8)

9)

10)

…….......

…….......

…….......

…….......

…….......

………...

………...

………...

………...

………...

………...

………...

………...

………...

………...

………...

………...

………...

………...

………...

a. Ya b. Tidak

a. Ya b. Tidak

a. Ya b. Tidak

a. Ya b. Tidak

a.Ya b. Tidak

a.Ya b. Tidak

a. Ya b. Tidak

a.Ya b. Tidak

a.Ya b. Tidak

a.Ya b. Tidak

Rp …………

Rp …………

Rp …………

Rp …………

Rp …………

Rp …………

Rp …………

Rp …………

Rp …………

Rp …………

Per ………..

Per ………..

Per ………..

Per ………..

Per ………..

Per ………..

Per ………..

Per ………..

Per ………..

Per ………..

Rp …………

Rp …………

Rp …………

Rp …………

Rp …………

Rp …………

Rp …………

Rp …………

Rp …………

Rp ………....

Per ………..

Per ………..

Per ………..

Per ………..

Per ………..

Per ………..

Per ………..

Per ………..

Per ………..

Per ………..

Catatan :

- Pada kolom (a) ditulis nama anggota keluarga yang berada dalam satu rumah

- Pada kolom (b) diisi dengan pilihan : Istri/Suami, Anak, Orang Tua, Mertua, Kakak, Adik,

Ipar, Keponakan, Lainnya (sebutkan)

- Pada kolom (e) dan (g) diisi dengan pilihan : hari, minggu, bulan, atau tahun

- Kolom (f) untuk mencatat jumlah penghasilan di luar penghasilan tetap seperti :

tunjangan hari raya, insentif/ bonus dari tempat bekerja, hasil menyewakan rumah

/kendaraan/tanah, menerima bantuan atau sumbangan dari kerabat/orang lain

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 157: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

138

II. Pengetahuan Responden

6. Menurut Saudara, apakah penderita yang selesai pengobatan seperti Saudara

masih mendapat kemungkinan untuk menjadi cacat?

a. Ya b. Tidak

7. Apa yang menyebabkan penderita kusta dapat menjadi cacat?

............................................................................................................................................

8. Apakah kecacatan akibat kusta dapat dicegah?

a. Ya b. Tidak

9. Cara pencegahan apa saja yang dapat dilakukan agar seorang penderita kusta

tidak menjadi cacat ?

............................................................................................................................................

10. Menurut Saudara,apakahpenderita kusta yang telah selesai pengobatan perlu

menemui petugas kusta puskesmas ?

a. Ya, karena ………………..

b. Tidak

11. Menurut Saudara, apa yang harus dilakukan seorang penderita kusta jika

mengalami gejala reaksi seperti bercak/benjolan kecil pada kulit yang

memerah, bengkak, nyeri, panas, nyeri dangangguan fungsi pada saraf ?

............................................................................................................................................

III. Tindakan Pencegahan Cacat

12. Setelah selesai pengobatanpada bulan….tahun..., apakah Saudara pernah menemui

petugas kusta untuk memeriksakan diri terkait dengan penyakit kusta di :

No Tempat Pilihan Intensitas

1)

2)

3)

4)

Puskesmas

KPD

Rumah (dikunjungi oleh

petugas)

Lainnya, sebutkan …….

a. Ya b. Tidak

a. Ya b. Tidak

a. Ya b. Tidak

a. Ya b. Tidak

…..kali tiap bulan/tahun

…..kali tiap bulan/tahun

…..kali tiap bulan/tahun

…..kali tiap bulan/tahun

Jika jawaban responden pada no 1) - no 4) adalah “Tidak”, langsung ke

pertanyaan no.14

13. Kapan Terakhir kali Saudara menemui petugas kusta tersebut?

Bulan……….. Tahun 20..…

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 158: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

139

IV. Reaksi Kusta

14. Sejak Saudara selesai pengobatan MDT hingga saat ini,apakah Saudara pernah

mengalami gejala reaksi seperti bercak/ benjolan kecil pada kulit yang

memerah, bengkak, nyeri, panas, nyeri pada saraf, gangguan fungsi saraf, dan

demam ?

a. Ya b. Tidak

Jika jawaban responden “Tidak”, langsung ke pertanyaan no.19

15. Berapa kali Saudara mengalami gejala tersebut? …… kali

16. Apa yang Saudara lakukan saat mengalami gejalatersebut ?

Tindakan Pilihan Intensitas Biaya

Transpor

Biaya

Obat/Vitamin

1) Dibiarkan saja

2) Istirahat/mengurangi kerja

3) Mengobatisendiri

4) Memeriksakan diri ke petugas

kusta dipuskesmas/KPD

5) Memeriksakan diri ke

pelayanan kesehatan lainnya

6) Lainnya, sebutkan …….

a. Ya b. Tidak

a. Ya b. Tidak

a. Ya b. Tidak

a. Ya b. Tidak

a. Ya b. Tidak

a. Ya b. Tidak

…….kali

…….kali

…….kali

…….kali

…….kali

…….kali

-

-

Rp ……...

Rp ……...

Rp ……...

Rp ……...

-

-

Rp ……...

Rp ……...

Rp ……...

Rp ……...

Jika responden hanyamelakukan tindakan no 1) dan 2), langsung ke pertanyaan no. 19

17. Selain biaya transpor dan biaya obat, apakah terdapat biaya lain yang Saudara

keluarkan?

a. Ya b. Tidak

Jika jawaban responden “Tidak”, langsung ke pertanyaan no. 19

18. Apakah Saudara membayar :

No Jenis Biaya Pilihan Jumlah Biaya

1) Biaya Pendaftaran/Administrasi awal a. Ya b. Tidak Rp …………….

2)

Biaya Tindakan :

-Tindakan ………………

-Tindakan ………………

a. Ya b. Tidak

Rp …………….

Rp …………….

3) Biaya lainnya, sebutkan ……….. a. Ya b. Tidak Rp …………….

4) Biaya lainnya, sebutkan ……….. a. Ya b. Tidak Rp …………….

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 159: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

140

V. Perawatan Diri

19. Sejak Saudara selesai pengobatan MDT hingga saat ini, apakah Saudara pernah

mengalami kecacatan/kelainan pada :

N

o

Bagian

Tubuh

(a)

Jenis Kelainan/

Kecacatan

(b)

Pilihan

(c)

Waktu

(d)

Tindakan Perawatan Diri Kusta yang

Dilakukan

(e)

Keterangan

(f)

Biaya

(g)

1 Mata Lagophthalmos

(mata tidak

dapat menutup

sempurna)

a. Ya

b. Tdk

…/20…

(…bulan

yang

lalu)

a. Latihan menutup mata dan berpikir

kedip

b. Membersihkan mata dengan kain basah

c. Memeriksa mata dengan cermin /oleh

keluarga

d. Memeriksa ketajaman mata

e. Memberikan obat tetes mata

f. Menggunakan kain atau kipas untuk

mengusir lalat

g. Mengenakan kaca mata dan topi

h. Mengenakan tutup kepala atau kelambu

saat tidur

i. Tidak ada tindakan

j. Lainnya, sebutkan ……..

Peradangan /

Ulserasi kornea

a. Y

a

b. Tdk

…/20…

(…bulan

yang

lalu)

a. Memberi salep mata antibiotik dari

puskesmas dan bebat mata

b. Berobat ke dokter spesialis mata

c. Tidak ada tindakan

d. Lainnya, sebutkan ………

2

Tangan

Kulit pecah dan

kalus

a. Y

a

b. Tdk

…/20…

(…bulan

yang

lalu)

a. Periksa pandang

b. Merendam, menggosok, mengoleskan

minyak

c. Mengeringkan dengan kain

d. Menggunakan bidai (spalk)

e. Tidak ada tindakan

f. Lainnya, sebutkan………

Luka bakar

/Kulit melepuh

a. Y

a

b. Tdk

…/20…

(…bulan

yang

lalu)

a. Membersihkan dengan sabun

b. Memberi obat dari puskesmas

c. Membalut dengan kain atau kasa

d. Memberi obat dari pelayanan kesehatan

lain

e. Tidak ada tindakan

f. Lainnya, sebutkan………...

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 160: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

141

N

o

Bagian

Tubuh

(a)

Jenis Kelainan/

Kecacatan

(b)

Pilihan

(c)

Waktu

(d)

Tindakan Perawatan Diri Kusta yang

Dilakukan

(e)

Keterangan

(f)

Biaya

(g)

2

Tangan

Luka terbuka

(ulkus)

a. Y

a

b. Tdk

…/20…

(…bulan

yang

lalu)

a. Istirahat

b. Lindungi luka dengan pembalut/perban

c. Menjaga hygiene (kebersihan diri)

d. luka dibersihkan, jaringan yang mati

dikikis, dan perban diganti secara teratur

e. Tidak ada tindakan

f. Lainnya, sebutkan ……..

Lumpuh atau

lemah

a. Y

a

b. Tdk

…/20…

(…bulan

yang

lalu)

a. Menjaga kulit (merendam, menggosok,

mengoleskan minyak)

b. Jari tangan dipijat agar tidak kaku

c. Latihan meluruskan jari-jari yang mulai

bengkok

d. Latihan terhadap ibu jari yang lemah

e. Latihan meluruskan jari secara aktif

f. Latihan meluruskan jari secara pasif

yang sudah bengkok

g. Tidak ada tindakan

h. Lainnya, sebutkan……….

3 Kaki Kulit pecah dan

kalus

a. Y

a

b. Tdk

…/20…

(…bulan

yang

lalu)

a. Periksa pandang

b. Merendam, menggosok, mengoleskan

minyak

c. Mengeringkan dengan kain

d. Menggunakan bidai (spalk)

e. Tidak ada tindakan

f. Lainnya, sebutkan ………

Luka bakar/

Kulit melepuh

a. Y

a

b. Tdk

…/20…

(…bulan

yang

lalu)

a. Membersihkan dengan sabun

b. Memberi obat dari puskesmas

c. Membalut dengan kain atau kasa

d. Memberi obat dari pelayanan kesehatan

lain

e. Tidak ada tindakan

f. Lainnya, sebutkan………...

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 161: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

142

Catatan :

- Lingkari jawaban “Ya” pada kolom (c) jika terjadi kelainan atau kecacatan sesuai dengan

kolom (b)

- Pada kolom (d) ditulis bulan dan tahun kelainan/kecacatan tersebut terjadi

- Lingkari jawaban yang sesuai pada kolom (e), jawaban boleh lebih dari satu

- Pada kolom (f) dituliskan nama barang yang digunakan dalam perawatan diri tersebut

(minyak goreng/sayur/kelapa, batu apung, ember, perban, plester, kacamata, kain bersih, alat

bantu lainnya), nama obat yang digunakan, atau nama dari jenis pelayanan/jasa lain yang

digunakan untuk membantu responden dalam melakukan tindakan perawatan diri tersebut

- Pada kolom (g) dituliskan jumlah biaya yang dikeluarkan oleh penderita untuk membeli

barang/obat/jasa serta biaya transpor untuk pembelian obat atau bahan tersebut (sesuai

dengan kolom (f)).

20. Apakah Saudara pernah mendapat bantuan alat bantu dan alat perawatan diri

kusta ?

a. Ya b. Tidak

Jika jawaban responden “Tidak”, langsung ke pertanyaan no.22

N

o

Bagian

Tubuh

(a)

Jenis Kelainan/

Kecacatan

(b)

Pilihan

(c)

Waktu

(d)

Tindakan Perawatan Diri Kusta yang

Dilakukan

(e)

Keterangan

(f)

Biaya

(g)

3 Kaki Luka terbuka

(ulkus)

a. Y

a

b. Tdk

…/20…

(…bulan

yang

lalu)

a. Istirahat

b. Lindungi luka dengan pembalut/perban

c. Menjaga hygiene (kebersihan diri)

d. luka dibersihkan, jaringan yang mati

dikikis, dan perban diganti secara teratur

e. Tidak ada tindakan

f. Lainnya, sebutkan ……..

Kaki semper a. Y

a

b. Tdk

…/20…

(…bulan

yang

lalu)

a. Menjaga kulit (merendam,

menggosok, mengoleskan minyak)

b. Jari tangan dipijat agar tidak kaku dan

latihan terhadap ibu jari yang lemah

c. Latihan meluruskan jari-jari yang

mulai bengkok

e. Latihan meluruskan jari secara aktif

f. Latihan meluruskan jari secara pasif

yang sudah bengkok

g. Tidak ada tindakan

h. Lainnya, sebutkan……….

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 162: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

143

21. Bantuan alat bantu dan alat perawatan diri kusta apa yang Saudara terima :

N

o

Bentuk Bantuan Pilihan Jumlah Pihak yang

Memberi

1)

2)

3)

4)

5)

Minyak goreng

Batu Apung

Ember

Lainnya, sebutkan ……..

Lainnya, sebutkan ……..

a. Ya b. Tidak

a. Ya b. Tidak

a. Ya b. Tidak

a. Ya b. Tidak

a. Ya b. Tidak

……. buah

……. buah

……. buah

……. buah

……. buah

……………

……………

……………

……………

……………

Catatan : pada kolom “pihak yang memberi” dapat diisi dengan Petugas kusta,

Puskesmas, KPD, Dinas Kesehatan, Pemerintah Daerah, LSM, Lainnya (sebutkan)

22. Apakah Saudara pernah mendapatkan bantuan ekonomi ?

a. Ya b. Tidak

Jika jawaban responden “Tidak”, langsung ke pertanyaan no 24

23. Bantuan ekonomi apa yang Saudara terima :

N

o

Bentuk Bantuan Pilihan Jumlah dalam

rupiah

Pihak yang

Memberi

1)

2)

3)

4)

Uang

Sembako

Pinjaman dana usaha

Lainnya, sebutkan ……..

a. Ya b. Tidak

a. Ya b. Tidak

a. Ya b. Tidak

a. Ya b. Tidak

Rp ………….

Rp ………….

Rp ………….

Rp ………….

……………

……………

……………

……………

Catatan : pada kolom “pihak yang memberi” dapat diisi dengan Petugas kusta,

Puskesmas, KPD, Dinas Kesehatan, Pemerintah Daerah, LSM, Lainnya (sebutkan)

24. Jumlah pengeluaran keluarga dalam 1 tahun terakhir :

No Pengeluaran Keluarga Jumlah Pengeluaran Periode

1)

2)

3)

4)

5)

6)

Belanja bahan makanan

Membeli makanan dan minuman jadi

Membeli rokok, sirih

Membeli pakaian, sepatu/sandal, topi, aksesoris, kosmetik

Membeli perabot rumah tangga (TV,kulkas, kipas angin,

lemari, radio, HP, komputer, meja, kursi, dll)

Membayar biaya pendidikan (iuran/sumbangan sekolah,

kursus, ekstra kurikuler, alat tulis dan buku pelajaran,

uang ujian)

Rp ……………..

Rp ……………..

Rp ……………..

Rp ……………..

Rp ……………..

Rp ……………..

Per ……….

Per ……….

Per ……….

Per ……….

Per ……….

Per ……….

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 163: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

144

No Pengeluaran Keluarga Jumlah Pengeluaran Periode

7)

8)

9)

10)

11)

12)

13)

14)

15)

16)

17)

Biaya Kesehatan (membeli obat/vitamin, membayar jasa

dokter/tenaga kesehatan/dukun, persalinan, imunisasi,

KB)

Membeli minyak tanah, gas, bensin/solar, bahan bakar lain

Membeli barang berharga (perhiasan, surat berharga)

Membayar pajak, iuran warga, premi asuransi, arisan,

menabung

Memberikan sumbangan/bantuan, hibah, hadiah

Membayar sewa rumah, tanah, properti lain, kendaraan

Membeli rumah, tanah, properti lain, kendaraan

Membayar biaya listrik, air, telp rumah, pulsa HP

Membiayai pesta atau upacara dari salah satu anggota

keluarga (perkawinan, khitanan, ulang tahun, perayaan

hari raya, upacara adat, naik haji)

Biaya lain, sebutkan …………

Biaya lain, sebutkan …………

Rp ……………..

Rp ……………..

Rp ……………..

Rp ……………..

Rp ……………..

Rp ……………..

Rp ……………..

Rp ……………..

Rp ……………..

Rp ……………..

Rp ……………..

Per ……….

Per ……….

Per ……….

Per ……….

Per ……….

Per ……….

Per ……….

Per ……….

Per ……….

Per ……….

Per ……….

Catatan :

- Pada kolom “periode” diisi dengan pilihan : hari, minggu, bulan, atau tahun

- Uang saku anak termasuk dalam poin “membeli makanan dan minuman jadi”

VI. Nilai Kecacatan

25. Jika Saudara tidak keberatan, kami akan melakukan pemeriksaan kondisi fisik Saudara

Tabel Penilaian Kondisi Kecacatan

Catatan :

- pengisian kondisi kecacatan saat RFT diambil dari data kartu penderita

- hasil penilaian kondisi kecacatan diisikan pada baris “saat pengambilan data”

Waktu

Pemeriksaan

Tanggal

TINGKAT CACAT (WHO : 0.1.2)

MATA TANGAN KAKI Nilai

Tertinggi

Jumlah

Nilai Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri

RFT …. /….20…

Saat Pengabilan

Data

…. /….20…

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 164: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

145

Lampiran 7 : Hasil Analisis Bivariat

Hubungan antara metode pengamatan setelah selesai pengobatan kusta dengan tingkat

cacat yang dapat dikendalikan

Crosstabs

Notes

Output Created 15-Oct-2012 16:28:15

Comments

Input Data H:\Edit 7 Mei 2012 revisi ok\Hasil

Olahan\Data Penderita.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data

File 86

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated

as missing.

Cases Used Statistics for each table are based on all

the cases with valid data in the specified

range(s) for all variables in each table.

Syntax CROSSTABS

/TABLES=Kelp BY kndl_TkC

/FORMAT=AVALUE TABLES

/STATISTICS=CHISQ RISK

/CELLS=COUNT ROW

/COUNT ROUND CELL.

Resources Processor Time 00:00:00.031

Elapsed Time 00:00:00.016

Dimensions Requested 2

Cells Available 174762

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 165: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

146

[DataSet1] H:\Edit 7 Mei 2012 revisi ok\Hasil Olahan\Data Penderita.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Kelompok pemantauan

terhadap penderita yang telah

RFT * tingkat cacat responden

dapat dikendalikan

86 100.0% 0 .0% 86 100.0%

Kelompok pemantauan terhadap penderita yang telah RFT * tingkat cacat responden dapat dikendalikan

Crosstabulation

tingkat cacat responden dapat

dikendalikan

Total Ya Tidak

Kelompok

pemantauan

terhadap penderita

yang telah RFT

kelompok SAS Count 42 1 43

% within Kelompok

pemantauan terhadap

penderita yang telah RFT

97.7% 2.3% 100.0%

Kelompok PS Count 35 8 43

% within Kelompok

pemantauan terhadap

penderita yang telah RFT

81.4% 18.6% 100.0%

Total Count 77 9 86

% within Kelompok

pemantauan terhadap

penderita yang telah RFT

89.5% 10.5% 100.0%

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 166: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

147

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 6.081a 1 .014

Continuity Correctionb 4.468 1 .035

Likelihood Ratio 6.835 1 .009

Fisher's Exact Test .030 .015

Linear-by-Linear Association 6.010 1 .014

N of Valid Casesb 86

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,50.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Kelompok

pemantauan terhadap

penderita yang telah RFT

(kelompok SAS / Kelompok

PS)

9.600 1.145 80.517

For cohort tingkat cacat

responden dapat dikendalikan

= Ya

1.200 1.033 1.394

For cohort tingkat cacat

responden dapat dikendalikan

= Tidak

.125 .016 .957

N of Valid Cases 86

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 167: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

148

Hubungan antara metode pengamatan setelah selesai pengobatan kusta dengan

pengetahuan

Crosstabs

Notes

Output Created 11-Nov-2012 16:26:07

Comments

Input Data H:\Edit 7 Mei 2012 revisi ok\Hasil

Olahan\Data Penderita.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 86

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as

missing.

Cases Used Statistics for each table are based on all the

cases with valid data in the specified

range(s) for all variables in each table.

Syntax CROSSTABS

/TABLES=Kelp BY Tk_pnget

/FORMAT=AVALUE TABLES

/STATISTICS=CHISQ RISK

/CELLS=COUNT ROW

/COUNT ROUND CELL.

Resources Processor Time 00:00:00.016

Elapsed Time 00:00:00.045

Dimensions Requested 2

Cells Available 174762

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 168: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

149

[DataSet1] H:\Edit 7 Mei 2012 revisi ok\Hasil Olahan\Data Penderita.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Kelompok pemantauan

terhadap penderita yang telah

RFT * tingkat pengetahuan

responden tentang penyakit

kusta terhadap kecacatan dan

faktor risiko

86 100.0% 0 .0% 86 100.0%

Kelompok pemantauan terhadap penderita yang telah RFT * tingkat pengetahuan responden tentang penyakit

kusta terhadap kecacatan dan faktor risiko Crosstabulation

tingkat pengetahuan responden

tentang penyakit kusta terhadap

kecacatan dan faktor risiko

Total tinggi rendah

Kelompok

pemantauan

terhadap

penderita

yang telah

RFT

kelompok SAS Count 35 8 43

% within Kelompok pemantauan

terhadap penderita yang telah

RFT

81.4% 18.6% 100.0%

Kelompok PS Count 23 20 43

% within Kelompok pemantauan

terhadap penderita yang telah

RFT

53.5% 46.5% 100.0%

Total Count 58 28 86

% within Kelompok pemantauan

terhadap penderita yang telah

RFT

67.4% 32.6% 100.0%

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 169: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

150

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 7.626a 1 .006

Continuity Correctionb 6.408 1 .011

Likelihood Ratio 7.814 1 .005

Fisher's Exact Test .011 .005

Linear-by-Linear Association 7.537 1 .006

N of Valid Casesb 86

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,00.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Kelompok

pemantauan terhadap penderita

yang telah RFT (kelompok SAS

/ Kelompok PS)

3.804 1.436 10.078

For cohort tingkat pengetahuan

responden tentang penyakit

kusta terhadap kecacatan dan

faktor risiko = tinggi

1.522 1.113 2.081

For cohort tingkat pengetahuan

responden tentang penyakit

kusta terhadap kecacatan dan

faktor risiko = rendah

.400 .198 .808

N of Valid Cases 86

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 170: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

151

Hubungan antara metode pengamatan setelah selesai pengobatan kusta dengan

pencegahan cacat

Crosstabs

Notes

Output Created 12-Jan-2013 13:53:11

Comments

Input Data E:\Lembar Tesis Lengkap\Data Olah\Data

Penderita.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 86

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as

missing.

Cases Used Statistics for each table are based on all the

cases with valid data in the specified

range(s) for all variables in each table.

Syntax CROSSTABS

/TABLES=Kelp BY Cgh_cct

/FORMAT=AVALUE TABLES

/STATISTICS=CHISQ RISK

/CELLS=COUNT ROW

/COUNT ROUND CELL.

Resources Processor Time 00:00:00.031

Elapsed Time 00:00:00.031

Dimensions Requested 2

Cells Available 174762

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 171: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

152

[DataSet1] E:\Lembar Tesis Lengkap\Data Olah\Data Penderita.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Kelompok pemantauan

terhadap penderita yang telah

RFT * perilaku pencegahan

cacat yang dilakukan responden

sejak setelah RFT hingga saat

pengambilan data

86 100.0% 0 .0% 86 100.0%

Kelompok pemantauan terhadap penderita yang telah RFT * perilaku pencegahan cacat yang dilakukan

responden sejak setelah RFT hingga saat pengambilan data Crosstabulation

perilaku pencegahan cacat yang

dilakukan responden sejak

setelah RFT hingga saat

pengambilan data

Total Ya Tidak

Kelompok pemantauan

terhadap penderita yang

telah RFT

kelompok SAS Count 41 2 43

% within Kelompok

pemantauan terhadap

penderita yang telah RFT

95.3% 4.7% 100.0%

Kelompok PS Count 2 41 43

% within Kelompok

pemantauan terhadap

penderita yang telah RFT

4.7% 95.3% 100.0%

Total Count 43 43 86

% within Kelompok

pemantauan terhadap

penderita yang telah RFT

50.0% 50.0% 100.0%

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 172: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

153

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 70.744a 1 .000

Continuity Correctionb 67.163 1 .000

Likelihood Ratio 86.866 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 69.922 1 .000

N of Valid Casesb 86

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21,50.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Kelompok

pemantauan terhadap penderita

yang telah RFT (kelompok SAS

/ Kelompok PS)

420.250 56.467 3127.686

For cohort perilaku pencegahan

cacat yang dilakukan responden

sejak setelah RFT hingga saat

pengambilan data = Ya

20.500 5.288 79.466

For cohort perilaku pencegahan

cacat yang dilakukan responden

sejak setelah RFT hingga saat

pengambilan data = Tidak

.049 .013 .189

N of Valid Cases 86

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 173: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

154

Hubungan antara metode pengamatan setelah selesai pengobatan kusta dengan

perawatan diri

Crosstabs

Notes

Output Created 12-Jan-2013 13:55:59

Comments

Input Data E:\Lembar Tesis Lengkap\Data Olah\Data

Penderita.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 86

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as

missing.

Cases Used Statistics for each table are based on all the

cases with valid data in the specified

range(s) for all variables in each table.

Syntax CROSSTABS

/TABLES=Kelp BY Rwt_diri

/FORMAT=AVALUE TABLES

/STATISTICS=CHISQ RISK

/CELLS=COUNT ROW

/COUNT ROUND CELL.

Resources Processor Time 00:00:00.000

Elapsed Time 00:00:00.000

Dimensions Requested 2

Cells Available 174762

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 174: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

155

[DataSet1] E:\Lembar Tesis Lengkap\Data Olah\Data Penderita.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Kelompok pemantauan

terhadap penderita yang telah

RFT * perilaku perawatan diri

yang dilakukan responden sejak

setelah RFT hingga saat

pengambilan data

86 100.0% 0 .0% 86 100.0%

Kelompok pemantauan terhadap penderita yang telah RFT * perilaku perawatan diri yang dilakukan responden

sejak setelah RFT hingga saat pengambilan data Crosstabulation

perilaku perawatan diri yang

dilakukan responden sejak

setelah RFT hingga saat

pengambilan data

Total Ya Tidak

Kelompok pemantauan

terhadap penderita yang

telah RFT

kelompok SAS Count 42 1 43

% within Kelompok

pemantauan terhadap

penderita yang telah RFT

97.7% 2.3% 100.0%

Kelompok PS Count 23 20 43

% within Kelompok

pemantauan terhadap

penderita yang telah RFT

53.5% 46.5% 100.0%

Total Count 65 21 86

% within Kelompok

pemantauan terhadap

penderita yang telah RFT

75.6% 24.4% 100.0%

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 175: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

156

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 22.744a 1 .000

Continuity Correctionb 20.413 1 .000

Likelihood Ratio 26.707 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 22.480 1 .000

N of Valid Casesb 86

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,50.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Kelompok

pemantauan terhadap penderita

yang telah RFT (kelompok SAS

/ Kelompok PS)

36.522 4.601 289.926

For cohort perilaku perawatan

diri yang dilakukan responden

sejak setelah RFT hingga saat

pengambilan data = Ya

1.826 1.377 2.422

For cohort perilaku perawatan

diri yang dilakukan responden

sejak setelah RFT hingga saat

pengambilan data = Tidak

.050 .007 .356

N of Valid Cases 86

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 176: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

157

Hubungan antara Umur dengan Tingkat Cacat yang Dapat Dikendalikan

Crosstabs

Notes

Output Created 11-Nov-2012 17:33:55

Comments

Input Data H:\Edit 7 Mei 2012 revisi ok\Hasil

Olahan\Data Penderita.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 86

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as

missing.

Cases Used Statistics for each table are based on all the

cases with valid data in the specified

range(s) for all variables in each table.

Syntax CROSSTABS

/TABLES=Umur_olh BY kndl_TkC

/FORMAT=AVALUE TABLES

/STATISTICS=CHISQ RISK

/CELLS=COUNT ROW

/COUNT ROUND CELL.

Resources Processor Time 00:00:00.032

Elapsed Time 00:00:00.017

Dimensions Requested 2

Cells Available 174762

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 177: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

158

[DataSet1] H:\Edit 7 Mei 2012 revisi ok\Hasil Olahan\Data Penderita.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

kelompok Umur responden saat

RFT * tingkat cacat responden

dapat dikendalikan

86 100.0% 0 .0% 86 100.0%

kelompok Umur responden saat RFT * tingkat cacat responden dapat dikendalikan Crosstabulation

tingkat cacat responden dapat

dikendalikan

Total Ya Tidak

kelompok Umur

responden saat

RFT

<15 Count 3 0 3

% within kelompok Umur

responden saat RFT 100.0% .0% 100.0%

>=15 Count 74 9 83

% within kelompok Umur

responden saat RFT 89.2% 10.8% 100.0%

Total Count 77 9 86

% within kelompok Umur

responden saat RFT 89.5% 10.5% 100.0%

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 178: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

159

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .363a 1 .547

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .676 1 .411

Fisher's Exact Test 1.000 .715

Linear-by-Linear Association .359 1 .549

N of Valid Casesb 86

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,31.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

For cohort tingkat cacat

responden dapat dikendalikan =

Ya

1.122 1.041 1.209

N of Valid Cases 86

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 179: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

160

Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Cacat yang Dapat Dikendalikan

Crosstabs

Notes

Output Created 11-Nov-2012 17:40:13

Comments

Input Data H:\Edit 7 Mei 2012 revisi ok\Hasil

Olahan\Data Penderita.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 86

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as

missing.

Cases Used Statistics for each table are based on all the

cases with valid data in the specified

range(s) for all variables in each table.

Syntax CROSSTABS

/TABLES=Tk_didik BY kndl_TkC

/FORMAT=AVALUE TABLES

/STATISTICS=CHISQ RISK

/CELLS=COUNT ROW

/COUNT ROUND CELL.

Resources Processor Time 00:00:00.031

Elapsed Time 00:00:00.014

Dimensions Requested 2

Cells Available 174762

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 180: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

161

[DataSet1] H:\Edit 7 Mei 2012 revisi ok\Hasil Olahan\Data Penderita.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

tingkat pendidikan * tingkat

cacat responden dapat

dikendalikan

86 100.0% 0 .0% 86 100.0%

tingkat pendidikan * tingkat cacat responden dapat dikendalikan Crosstabulation

tingkat cacat responden dapat

dikendalikan

Total Ya Tidak

tingkat pendidikan tinggi Count 18 2 20

% within tingkat pendidikan 90.0% 10.0% 100.0%

rendah Count 59 7 66

% within tingkat pendidikan 89.4% 10.6% 100.0%

Total Count 77 9 86

% within tingkat pendidikan 89.5% 10.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .006a 1 .938

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .006 1 .938

Fisher's Exact Test 1.000 .652

Linear-by-Linear Association .006 1 .939

N of Valid Casesb 86

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,09.

b. Computed only for a 2x2 table

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 181: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

162

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for tingkat

pendidikan (tinggi / rendah) 1.068 .203 5.603

For cohort tingkat cacat

responden dapat dikendalikan =

Ya

1.007 .851 1.191

For cohort tingkat cacat

responden dapat dikendalikan =

Tidak

.943 .213 4.182

N of Valid Cases 86

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 182: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

163

Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Cacat yang Dapat Dikendalikan

Crosstabs

Notes

Output Created 17-Dec-2012 22:17:48

Comments

Input Data F:\Pengolahan Data\Hasil Olahan\Data

Penderita.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 86

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as

missing.

Cases Used Statistics for each table are based on all the

cases with valid data in the specified

range(s) for all variables in each table.

Syntax CROSSTABS

/TABLES=Tk_pnget BY kndl_TkC

/FORMAT=AVALUE TABLES

/STATISTICS=CHISQ RISK

/CELLS=COUNT ROW

/COUNT ROUND CELL.

Resources Processor Time 00:00:00.063

Elapsed Time 00:00:00.046

Dimensions Requested 2

Cells Available 174762

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 183: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

164

[DataSet1] F:\Pengolahan Data\Hasil Olahan\Data Penderita.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

tingkat pengetahuan responden

tentang penyakit kusta terhadap

kecacatan dan faktor risiko *

tingkat cacat responden dapat

dikendalikan

86 100.0% 0 .0% 86 100.0%

tingkat pengetahuan responden tentang penyakit kusta terhadap kecacatan dan faktor risiko * tingkat cacat

responden dapat dikendalikan Crosstabulation

tingkat cacat responden dapat

dikendalikan

Total Ya Tidak

tingkat pengetahuan

responden tentang penyakit

kusta terhadap kecacatan

dan faktor risiko

tinggi Count 50 8 58

% within tingkat

pengetahuan responden

tentang penyakit kusta

terhadap kecacatan dan

faktor risiko

86.2% 13.8% 100.0%

rendah Count 27 1 28

% within tingkat

pengetahuan responden

tentang penyakit kusta

terhadap kecacatan dan

faktor risiko

96.4% 3.6% 100.0%

Total Count 77 9 86

% within tingkat

pengetahuan responden

tentang penyakit kusta

terhadap kecacatan dan

faktor risiko

89.5% 10.5% 100.0%

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 184: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

165

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 2.106a 1 .147

Continuity Correctionb 1.156 1 .282

Likelihood Ratio 2.485 1 .115

Fisher's Exact Test .260 .140

Linear-by-Linear Association 2.081 1 .149

N of Valid Casesb 86

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,93.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for tingkat

pengetahuan responden tentang

penyakit kusta terhadap

kecacatan dan faktor risiko

(tinggi / rendah)

.231 .027 1.950

For cohort tingkat cacat

responden dapat dikendalikan =

Ya

.894 .789 1.013

For cohort tingkat cacat

responden dapat dikendalikan =

Tidak

3.862 .508 29.387

N of Valid Cases 86

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 185: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

166

Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Cacat yang Dapat Dikendalikan

Crosstabs

Notes

Output Created 17-Dec-2012 22:20:40

Comments

Input Data F:\Pengolahan Data\Hasil Olahan\Data

Penderita.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 86

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as

missing.

Cases Used Statistics for each table are based on all the

cases with valid data in the specified

range(s) for all variables in each table.

Syntax CROSSTABS

/TABLES=Tk_keluar BY kndl_TkC

/FORMAT=AVALUE TABLES

/STATISTICS=CHISQ RISK

/CELLS=COUNT ROW

/COUNT ROUND CELL.

Resources Processor Time 00:00:00.000

Elapsed Time 00:00:00.000

Dimensions Requested 2

Cells Available 174762

[DataSet1] F:\Pengolahan Data\Hasil Olahan\Data Penderita.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 186: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

167

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Tingkat pengeluaran rumah

tangga responden * tingkat

cacat responden dapat

dikendalikan

86 100.0% 0 .0% 86 100.0%

Tingkat pengeluaran rumah tangga responden * tingkat cacat responden dapat dikendalikan Crosstabulation

tingkat cacat responden dapat

dikendalikan

Total Ya Tidak

Tingkat pengeluaran rumah

tangga responden

tinggi Count 7 0 7

% within Tingkat pengeluaran

rumah tangga responden 100.0% .0% 100.0%

rendah Count 70 9 79

% within Tingkat pengeluaran

rumah tangga responden 88.6% 11.4% 100.0%

Total Count 77 9 86

% within Tingkat pengeluaran

rumah tangga responden 89.5% 10.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .891a 1 .345

Continuity Correctionb .090 1 .764

Likelihood Ratio 1.618 1 .203

Fisher's Exact Test 1.000 .448

Linear-by-Linear Association .880 1 .348

N of Valid Casesb 86

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,73.

b. Computed only for a 2x2 table

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 187: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

168

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

For cohort tingkat cacat

responden dapat dikendalikan =

Ya

1.129 1.043 1.221

N of Valid Cases 86

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 188: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

169

Hubungan antara Tipe Kusta dengan Tingkat Cacat yang Dapat Dikendalikan

Crosstabs

Notes

Output Created 11-Nov-2012 17:43:26

Comments

Input Data H:\Edit 7 Mei 2012 revisi ok\Hasil

Olahan\Data Penderita.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 86

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as

missing.

Cases Used Statistics for each table are based on all the

cases with valid data in the specified

range(s) for all variables in each table.

Syntax CROSSTABS

/TABLES=Tipe_kus BY kndl_TkC

/FORMAT=AVALUE TABLES

/STATISTICS=CHISQ RISK

/CELLS=COUNT ROW

/COUNT ROUND CELL.

Resources Processor Time 00:00:00.032

Elapsed Time 00:00:00.015

Dimensions Requested 2

Cells Available 174762

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 189: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

170

[DataSet1] H:\Edit 7 Mei 2012 revisi ok\Hasil Olahan\Data Penderita.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Tipe kusta berdasarkan program

yang diderita responden saat

menerima pengobatan * tingkat

cacat responden dapat

dikendalikan

86 100.0% 0 .0% 86 100.0%

Tipe kusta berdasarkan program yang diderita responden saat menerima pengobatan * tingkat cacat

responden dapat dikendalikan Crosstabulation

tingkat cacat responden dapat

dikendalikan

Total Ya Tidak

Tipe kusta berdasarkan

program yang diderita

responden saat

menerima pengobatan

PB Count 2 0 2

% within Tipe kusta

berdasarkan program yang

diderita responden saat

menerima pengobatan

100.0% .0% 100.0%

MB Count 75 9 84

% within Tipe kusta

berdasarkan program yang

diderita responden saat

menerima pengobatan

89.3% 10.7% 100.0%

Total Count 77 9 86

% within Tipe kusta

berdasarkan program yang

diderita responden saat

menerima pengobatan

89.5% 10.5% 100.0%

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 190: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

171

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .239a 1 .625

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .448 1 .503

Fisher's Exact Test 1.000 .801

Linear-by-Linear Association .237 1 .627

N of Valid Casesb 86

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,21.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

For cohort tingkat cacat

responden dapat dikendalikan =

Ya

1.120 1.040 1.206

N of Valid Cases 86

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 191: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

172

Hubungan antara Riwayat Reaksi dengan Tingkat Cacat yang Dapat Dikendalikan

Crosstabs

Notes

Output Created 11-Nov-2012 17:48:52

Comments

Input Data H:\Edit 7 Mei 2012 revisi ok\Hasil

Olahan\Data Penderita.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 86

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as

missing.

Cases Used Statistics for each table are based on all the

cases with valid data in the specified

range(s) for all variables in each table.

Syntax CROSSTABS

/TABLES=Reaksi BY kndl_TkC

/FORMAT=AVALUE TABLES

/STATISTICS=CHISQ RISK

/CELLS=COUNT ROW

/COUNT ROUND CELL.

Resources Processor Time 00:00:00.000

Elapsed Time 00:00:00.000

Dimensions Requested 2

Cells Available 174762

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 192: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

173

[DataSet1] H:\Edit 7 Mei 2012 revisi ok\Hasil Olahan\Data Penderita.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

kejadian reaksi dari responden

yang pernah dialami sejak

setelah RFT hingga saat

pengambilan data * tingkat

cacat responden dapat

dikendalikan

86 100.0% 0 .0% 86 100.0%

kejadian reaksi dari responden yang pernah dialami sejak setelah RFT hingga saat pengambilan data * tingkat

cacat responden dapat dikendalikan Crosstabulation

tingkat cacat responden dapat

dikendalikan

Total Ya Tidak

kejadian reaksi dari

responden yang pernah

dialami sejak setelah

RFT hingga saat

pengambilan data

Tidak Count 56 8 64

% within kejadian reaksi dari

responden yang pernah

dialami sejak setelah RFT

hingga saat pengambilan data

87.5% 12.5% 100.0%

Ya Count 21 1 22

% within kejadian reaksi dari

responden yang pernah

dialami sejak setelah RFT

hingga saat pengambilan data

95.5% 4.5% 100.0%

Total Count 77 9 86

% within kejadian reaksi dari

responden yang pernah

dialami sejak setelah RFT

hingga saat pengambilan data

89.5% 10.5% 100.0%

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 193: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

174

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 1.106a 1 .293

Continuity Correctionb .420 1 .517

Likelihood Ratio 1.289 1 .256

Fisher's Exact Test .437 .272

Linear-by-Linear Association 1.093 1 .296

N of Valid Casesb 86

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,30.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for kejadian reaksi

dari responden yang pernah

dialami sejak setelah RFT

hingga saat pengambilan data

(Tidak / Ya)

.333 .039 2.829

For cohort tingkat cacat

responden dapat dikendalikan =

Ya

.917 .805 1.044

For cohort tingkat cacat

responden dapat dikendalikan =

Tidak

2.750 .364 20.764

N of Valid Cases 86

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 194: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

175

Hubungan antara Pencegahan Cacat dengan Tingkat Cacat yang Dapat Dikendalikan

Crosstabs

Notes

Output Created 17-Dec-2012 22:25:45

Comments

Input Data F:\Pengolahan Data\Hasil Olahan\Data

Penderita.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 86

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as

missing.

Cases Used Statistics for each table are based on all the

cases with valid data in the specified

range(s) for all variables in each table.

Syntax CROSSTABS

/TABLES=Cgh_cct BY kndl_TkC

/FORMAT=AVALUE TABLES

/STATISTICS=CHISQ RISK

/CELLS=COUNT ROW

/COUNT ROUND CELL.

Resources Processor Time 00:00:00.000

Elapsed Time 00:00:00.000

Dimensions Requested 2

Cells Available 174762

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 195: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

176

[DataSet1] F:\Pengolahan Data\Hasil Olahan\Data Penderita.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

perilaku pencegahan cacat yang

dilakukan responden sejak

setelah RFT hingga saat

pengambilan data * tingkat

cacat responden dapat

dikendalikan

86 100.0% 0 .0% 86 100.0%

perilaku pencegahan cacat yang dilakukan responden sejak setelah RFT hingga saat pengambilan data *

tingkat cacat responden dapat dikendalikan Crosstabulation

tingkat cacat responden dapat

dikendalikan

Total Ya Tidak

perilaku pencegahan cacat

yang dilakukan responden

sejak setelah RFT hingga

saat pengambilan data

Ya Count 42 1 43

% within perilaku

pencegahan cacat yang

dilakukan responden sejak

setelah RFT hingga saat

pengambilan data

97.7% 2.3% 100.0%

Tidak Count 35 8 43

% within perilaku

pencegahan cacat yang

dilakukan responden sejak

setelah RFT hingga saat

pengambilan data

81.4% 18.6% 100.0%

Total Count 77 9 86

% within perilaku

pencegahan cacat yang

dilakukan responden sejak

setelah RFT hingga saat

pengambilan data

89.5% 10.5% 100.0%

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 196: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

177

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 6.081a 1 .014

Continuity Correctionb 4.468 1 .035

Likelihood Ratio 6.835 1 .009

Fisher's Exact Test .030 .015

Linear-by-Linear Association 6.010 1 .014

N of Valid Casesb 86

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,50.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for perilaku

pencegahan cacat yang

dilakukan responden sejak

setelah RFT hingga saat

pengambilan data (Ya / Tidak)

9.600 1.145 80.517

For cohort tingkat cacat

responden dapat dikendalikan =

Ya

1.200 1.033 1.394

For cohort tingkat cacat

responden dapat dikendalikan =

Tidak

.125 .016 .957

N of Valid Cases 86

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 197: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

178

Hubungan antara Perawatan Diri dengan Tingkat Cacat yang Dapat Dikendalikan

Crosstabs

Notes

Output Created 17-Dec-2012 22:23:58

Comments

Input Data F:\Pengolahan Data\Hasil Olahan\Data

Penderita.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 86

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as

missing.

Cases Used Statistics for each table are based on all the

cases with valid data in the specified

range(s) for all variables in each table.

Syntax CROSSTABS

/TABLES=Rwt_diri BY kndl_TkC

/FORMAT=AVALUE TABLES

/STATISTICS=CHISQ RISK

/CELLS=COUNT ROW

/COUNT ROUND CELL.

Resources Processor Time 00:00:00.000

Elapsed Time 00:00:00.000

Dimensions Requested 2

Cells Available 174762

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 198: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

179

[DataSet1] F:\Pengolahan Data\Hasil Olahan\Data Penderita.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

perilaku perawatan diri yang

dilakukan responden sejak

setelah RFT hingga saat

pengambilan data * tingkat

cacat responden dapat

dikendalikan

86 100.0% 0 .0% 86 100.0%

perilaku perawatan diri yang dilakukan responden sejak setelah RFT hingga saat pengambilan data * tingkat

cacat responden dapat dikendalikan Crosstabulation

tingkat cacat responden dapat

dikendalikan

Total Ya Tidak

perilaku perawatan diri yang

dilakukan responden sejak

setelah RFT hingga saat

pengambilan data

Ya Count 64 1 65

% within perilaku perawatan

diri yang dilakukan

responden sejak setelah

RFT hingga saat

pengambilan data

98.5% 1.5% 100.0%

Tidak Count 13 8 21

% within perilaku perawatan

diri yang dilakukan

responden sejak setelah

RFT hingga saat

pengambilan data

61.9% 38.1% 100.0%

Total Count 77 9 86

% within perilaku perawatan

diri yang dilakukan

responden sejak setelah

RFT hingga saat

pengambilan data

89.5% 10.5% 100.0%

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 199: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

180

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 22.638a 1 .000

Continuity Correctionb 18.904 1 .000

Likelihood Ratio 19.408 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 22.375 1 .000

N of Valid Casesb 86

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,20.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for perilaku

perawatan diri yang dilakukan

responden sejak setelah RFT

hingga saat pengambilan data

(Ya / Tidak)

39.385 4.530 342.424

For cohort tingkat cacat

responden dapat dikendalikan =

Ya

1.591 1.136 2.228

For cohort tingkat cacat

responden dapat dikendalikan =

Tidak

.040 .005 .304

N of Valid Cases 86

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 200: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

181

Lampiran 8 : Hasil Analisis Multivariat

Logistic Regression

Notes

Output Created 21-Dec-2012 11:01:40

Comments

Input Data F:\Lembar Tesis Lengkap\Data Olah\Data

Penderita.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 86

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as

missing

Syntax LOGISTIC REGRESSION VARIABLES

kndl_TkC

/METHOD=ENTER Cgh_cct Rwt_diri

/PRINT=CI(95)

/CRITERIA=PIN(0.05) POUT(0.10)

ITERATE(20) CUT(0.5).

Resources Processor Time 00:00:00.000

Elapsed Time 00:00:00.000

[DataSet1] F:\Lembar Tesis Lengkap\Data Olah\Data Penderita.sav

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 86 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 86 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 86 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 201: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

182

Dependent Variable

Encoding

Original

Value Internal Value

Ya 0

Tidak 1

Block 1: Method = Enter

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R

Square

Nagelkerke R

Square

1 38.242a .202 .414

a. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter

estimates changed by less than ,001.

Classification Tablea

Observed

Predicted

tingkat cacat responden dapat

dikendalikan Percentage

Correct Ya Tidak

Step 1 tingkat cacat responden

dapat dikendalikan

Ya 77 0 100.0

Tidak 9 0 .0

Overall Percentage 89.5

a. The cut value is ,500

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 19.410 2 .000

Block 19.410 2 .000

Model 19.410 2 .000

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 202: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

183

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95,0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a Cgh_cct .060 1.490 .002 1 .968 1.062 .057 19.704

Rwt_diri 3.638 1.407 6.685 1 .010 38.005 2.411 598.993

Constant -4.181 1.147 13.289 1 .000 .015

a. Variable(s) entered on step 1: Cgh_cct, Rwt_diri.

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed

Predicted

tingkat cacat responden dapat

dikendalikan Percentage

Correct Ya Tidak

Step 0 tingkat cacat responden dapat

dikendalikan

Ya 77 0 100.0

Tidak 9 0 .0

Overall Percentage 89.5

a. Constant is included in the model.

b. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant -2.147 .352 37.130 1 .000 .117

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables Cgh_cct 6.081 1 .014

Rwt_diri 22.638 1 .000

Overall Statistics 22.638 2 .000

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 203: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

184

Analisis :

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95,0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a Cgh_cct .060 1.490 .002 1 .968 1.062 .057 19.704

Rwt_diri 3.638 1.407 6.685 1 .010 38.005 2.411 598.993

Constant -4.181 1.147 13.289 1 .000 .015

a. Variable(s) entered on step 1: Cgh_cct, Rwt_diri.

Berdasarkan tabel akan dikeluarkan variabel yang nilai p value > 0,25 sehingga variabel

cegah cacat akan dikeluarkan terlebih dahulu.

Tabel Perubahan OR :

Variabel OR awal OR Perubahan OR

Cgh cct 1,062

Rwt diri 38,005

Setelah variabel cegah cacat dikeluarkan :

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 204: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

185

Logistic Regression

Notes

Output Created 21-Dec-2012 11:23:16

Comments

Input Data F:\Lembar Tesis Lengkap\Data Olah\Data

Penderita.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 86

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as

missing

Syntax LOGISTIC REGRESSION VARIABLES

kndl_TkC

/METHOD=ENTER Rwt_diri

/PRINT=CI(95)

/CRITERIA=PIN(0.05) POUT(0.10)

ITERATE(20) CUT(0.5).

Resources Processor Time 00:00:00.000

Elapsed Time 00:00:00.000

[DataSet1] F:\Lembar Tesis Lengkap\Data Olah\Data Penderita.sav

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 86 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 86 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 86 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 205: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

186

Dependent Variable

Encoding

Original

Value Internal Value

Ya 0

Tidak 1

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 19.408 1 .000

Block 19.408 1 .000

Model 19.408 1 .000

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R

Square

Nagelkerke R

Square

1 38.244a .202 .414

a. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter

estimates changed by less than ,001.

Classification Tablea

Observed

Predicted

tingkat cacat responden dapat

dikendalikan Percentage

Correct Ya Tidak

Step 1 tingkat cacat responden dapat

dikendalikan

Ya 77 0 100.0

Tidak 9 0 .0

Overall Percentage 89.5

a. The cut value is ,500

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 206: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

187

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95,0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a Rwt_diri 3.673 1.103 11.083 1 .001 39.385 4.530 342.424

Constant -4.159 1.008 17.030 1 .000 .016

a. Variable(s) entered on step 1: Rwt_diri.

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed

Predicted

tingkat cacat responden dapat

dikendalikan Percentage

Correct Ya Tidak

Step 0 tingkat cacat responden

dapat dikendalikan

Ya 77 0 100.0

Tidak 9 0 .0

Overall Percentage 89.5

a. Constant is included in the model.

b. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant -2.147 .352 37.130 1 .000 .117

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables Rwt_diri 22.638 1 .000

Overall Statistics 22.638 1 .000

Analisis :

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013

Page 207: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335004-T33053-Medita Ervianti.pdf · Kusta dan Frambusia, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

188

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95,0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a Rwt_diri 3.673 1.103 11.083 1 .001 39.385 4.530 342.424

Constant -4.159 1.008 17.030 1 .000 .016

a. Variable(s) entered on step 1: Rwt_diri.

Setelah variabel cgh cct dikeluarkan, perubahan OR :

Variabel OR saat Cegah

Cacat ada

OR saat Cegah

Cacat tdk ada

Perubahan OR

Cgh cct 1,032 -

Rwt diri 37,956 39,385 3,7 %

Setelah variabel cgh cct dikeluarkan, terlihat bahwa tidak ada perubahan OR > 10 % sehingga

variabel cgh cct tersebut dikeluarkan.

Tidak ada variabel confounding dan sepenuhnya variabel perawatan diri yang mempengaruhi

pengendalian terhadap cacat.

Analisis efektivitas..., Medita Ervianti, FKM UI, 2013