famfol kusta

54
BAB I PENDAHULUAN Keadaan sehat jasmani adalah keinginan semua orang termasuk orang perorang, keluarga, kelompok dan seluruh anggota masyarakat. Kesehatan adalah hasil interaksi dari berbagai faktor dan berkaitan erat dengan lingkungan, host (pejamu) dan agent (penyebab penularan). Pelayanan kedokteran keluarga adalah dimana pelayanan dokter keluarga ini memiliki karakteristik tertentu dengan sasaran utamanya adalah keluarga. Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor. Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempunyai peran mempengaruhi kesehatan serta berkaitan erat dengan host (pejamu) dan agent (penyebab penularan). 1 Pelayanan yang pada praktek dokter keluarga banyak macamnya, yaitu: 1. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga hanya pelayanan rawat jalan saja. Dokter yang menyelenggarakan praktek dokter keluarga tersebut tidak melakukan pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah atau pelayanan rawat inap di rumah sakit. Semua pasien yang membutuhkan pertolongan diharuskan datang ke tempat praktek dokter keluarga. Jika kebetulan pasien tersebut memerlukan pelayanan rawat inap, pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit. 2. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di rumah Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga mencakup pelayanan rawat jalan serta pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah. Pelayanan bentuk ini lazimnya dilaksanakan oleh dokter keluarga yang tidak mempunyai akses dengan rumah sakit. 3. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di rumah, serta pelayanan rawat inap di rumah sakit. 1

description

hih

Transcript of famfol kusta

BAB I

PENDAHULUAN

Keadaan sehat jasmani adalah keinginan semua orang termasuk orang perorang, keluarga, kelompok dan seluruh anggota masyarakat. Kesehatan adalah hasil interaksi dari berbagai faktor dan berkaitan erat dengan lingkungan, host (pejamu) dan agent (penyebab penularan). Pelayanan kedokteran keluarga adalah dimana pelayanan dokter keluarga ini memiliki karakteristik tertentu dengan sasaran utamanya adalah keluarga. Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor. Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempunyai peran mempengaruhi kesehatan serta berkaitan erat dengan host (pejamu) dan agent (penyebab penularan).1Pelayanan yang pada praktek dokter keluarga banyak macamnya, yaitu:

1. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan

Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga hanya pelayanan rawat jalan saja. Dokter yang menyelenggarakan praktek dokter keluarga tersebut tidak melakukan pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah atau pelayanan rawat inap di rumah sakit. Semua pasien yang membutuhkan pertolongan diharuskan datang ke tempat praktek dokter keluarga. Jika kebetulan pasien tersebut memerlukan pelayanan rawat inap, pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit.2. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di rumahPada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga mencakup pelayanan rawat jalan serta pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah. Pelayanan bentuk ini lazimnya dilaksanakan oleh dokter keluarga yang tidak mempunyai akses dengan rumah sakit.3. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di rumah, serta pelayanan rawat inap di rumah sakit.Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga telah mencakup pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di rumah, serta perawatan rawat inap di rumah sakit.1,2Hendrik L. Blum, menggambarkan hubungan antara 4 faktor yaitu keturunan, lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan.1,2

Gambar 1:Kerangka Blum mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi status kesehatan.

Definisi kesehatan dalam hal ini akan merujuk pada satu pengertian mengenai kesehatan:1. WHO yaitu suatu keadaan complete physical, mental, dan social well-being, and not merely the absence of disease and infirmity.

2. Sosiologi yaitu keadaan kapasitas optimum individu untuk melaksanakan peran dan tugas yang telah disosialisasikan.3. Blum yaitu kesehatan manusia terdiri dari tiga unsur yang saling berinteraksi dan saling terkait secara hirarkis, yaitu apa yang dinamakannya kesehatan somatik yang ditandai berlangsungnya fungsi fisiologi dan integrasi anatomi, kesehatan psikis yang mengacu pada berbagai kemampuan seperti kemampuan mengetahui, mengamati, menyadari, dan menanggapi keadaan sehat somatiknya sendiri; dan kesehatan sosial yang mengacu pada kesesuaian perilaku individu dengan anggota lain dalam keluarganya, dengan keluarganya, dan dengan sistem sosial.3Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis seperti cacat fisik tetapi juga meluas sampai masalah sosial dan ekonomi. Penyakit kusta pada umumnya terdapat di negara- negara yang sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara itu dalam memberikan pelayanan yang memadai dalam bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat.

Diperkirakan jumlah penderita baru kusta di dunia pada tahun 2005 adalah sekitar 296.499 jiwa, dari jumlah tersebut paling banyak terdapat di regional Asia Tenggara (201.635 jiwa), diikuti regional Afrika (42.814 jiwa), Amerika (41.780 jiwa), dan sisanya berada di regional lain didunia. Di Indonesia ditemukan kasus baru kusta pada tahun 2005 sebanyak 19.695 jiwa. Dalam 5 tahun terakhir (2000- 2005), situasi penyakit kusta di Indonesia tidak mengalami perubahan, hal ini ditunjukkan pada tahun 2000, jumlah penderita terdaftar sebanyak 24.125 jiwa dan jumlah penderita baru sebanyak 21.964 jiwa, tahun 2001 jumlah penderita terdaftar sebanyak 17.712 jiwa dan jumlah penderita baru sebanyak 14.772 jiwa, tahun 2002 jumlah penderita terdaftar sebanyak 19.855 jiwa dan jumlah penderita baru sebanyak 16.253 jiwa, tahun 2003 jumlah penderita terdaftar sebanyak 18.337 jiwa dan jumlah penderita baru sebanyak 15.913 jiwa, tahun 2004 jumlah penderita terdaftar sebanyak 19.666 jiwa dan penderita baru sebanyak 16.572 jiwa, tahun 2005 jumlah penderita terdaftar sebanyak 21.537 jiwa dan penderita baru sebanyak 19.995 jiwa. Dari data- data ini dapat disimpulkan bahwa penyakit kusta masih menjadi masalah di Indonesia. BAB IILAPORAN KUNJUNGAN RUMAHPuskesmas:BatujayaNomor register:203/001Tgl kunjungan rumah :26 Desember 2012I. Identitas Pasien

a. Nama:Tn. Mb. Umur:30 tahun

c. Jenis Kelamin:Laki-lakid. Pekerjaan : Buruh Pabrik ( sekarang tidak bekerja

e. Pendidikan : SMP (Tamat)f. Alamat:Dusun Mekarjaya, RT/RW 12/01, Desa Batujaya, Kabupaten KarawangII. Riwayat Biologis Keluarga

a. Keadaan kesehatan sekarang:Sakitb. Kebersihan perorangan:Kurangc. Penyakit yang sering diderita:Tidak adad. Penyakit keturunan:Tidak adae. Penyakit kronis/menular:Tidak ada

f. Kecacatan anggota keluarga:Tidak ada

g. Pola makan:Kurangh. Pola istirahat:Kurangi. Jumlah anggota keluarga:8 orang (serumah)III. Psikologis Keluarga

a. Kebiasaan buruk:merokok 2 bungkus per harib. Pengambilan keputusan

:Keluargac. Ketergantungan obat:Tidak ada

d. Tempat mencari pelayanan kesehatan:Puskesmas e. Pola rekreasi

:Tidak berekreasiIV. Keadaan Rumah/ Lingkungan

a. Jenis bangunan:Non-permanenb. Lantai rumah:Tanahc. Luas rumah:40 m2

d. Penerangan:Sangat kurange. Kebersihan:Sangat kurangf. Ventilasi:Sangat kurangg. Dapur:Ada

h. Jamban keluarga:Tidak ada i. Sumber air minum:Isi ulang (tanpa merk)j. Sumber pencemaran air:Sawah, limbah rumah tanggak. Pemanfaatan pekarangan:Tidak adal. Sistem pembuangan air limbah: Tidak adam. Tempat pembuangan sampah:Tidak adan. Sanitasi lingkungan:Sangat kurangV. Spiritual Keluarga

a. Ketaatan beribadah:Sedangb. Keyakinan tentang kesehatan:KurangVI. Keadaan Sosial Keluarga

a. Tingkat pendidikan:Kurangb. Hubungan antar anggota keluarga:Baik

c. Hubungan dengan orang lain:Baik

d. Kegiatan organisasi sosial:Kurang

e. Keadaan ekonomi:KurangVII. Kultural Keluarga

a. Adat yang berpengaruh:Sundab. Lain-lain:Tidak ada

VIII. Daftar Anggota Keluarga

NoHubungan dengan PasienUmur

(tahun)Pendidikan

Pekerjaan AgamaKeterangan

1.Ayah56Tamat SDBuruh taniIslamSehat

2.Ibu51Tamat SDBuruh tani IslamSehat

3.Pasien30 Tamat SMPKaryawan / buruh IslamSakit

4.Adik I26Tamat SMPBuruh taniIslamSehat

5.Adik II24Tamat SMPIRTIslamSehat

6.Istri 27Tamat SMPIRTIslamSehat

7.Suami Adik II26Tamat SMPKaryawanIslamSehat

8.Anak I12SDPelajarIslamSehat

9.Anak II6SDPelajarIslamSehat

10.Anak III2 bulanSehat

IX. Keluhan Utama

Wajah, lengan dan tangan kiri bengkak, mati rasa, kaku.X. Keluhan Tambahan

Tungkai dan kaki kiri nyeri dan tidak bertenaga. XI. Riwayat Penyakit SekarangLaki-laki, 30 tahun mengeluh pergelangan, pungung, jari-jari, dan telapak tangannya bengkak, kaku, serta mati rasa. Keluhan dirasakan sepanjang hari dan hanya pada sisi kiri. Pasien menambahkan, lengan, tangan dan jari-jarinya juga terasa cekot-cekot pada malam hari tapi tidak mengganggu tidurnya. Keluhan bengkak pada wajah sudah berkurang sejak mendapat obat dari puskesmas, namun bercak-bercak merah pada wajah dan tangan belum hilang. Tungkai dan kaki kiri juga masih terasa nyeri dan tidak bertenaga.1 minggu yang lalu, pasien datang ke puskesmas dengan keluhan wajah, pergelangan, punggung , jari-jari, dan telapak tangan sebelah kiri bengkak serta tidak dapat digerakkan karena kaku dan terasa tidak bertenaga. Keluhan dirasakan terus-menerus (sepanjang hari) selama + satu bulan. Pasien merasa tebal dan mati rasa pada daerah yang bengkak serta cekot-cekot pada malam hari. Awalnya muncul beberapa bercak bulat kemerahan berdiameter 3-5 cm berbatas tegas dan tidak tegas serta terasa gatal. Bercak muncul pertama di wajah, lalu muncul di tangan serta di punggung tangan. Pasien juga mengeluh kaki dan tungkai kirinya mulai terasa nyeri dan kurang bertenaga. Sejak mengalami keluhan ini, pasien berhenti bekerja. Untuk melakukan kegiatan sehari-hari seperti menimba air untuk mandi harus dibantu oleh orang lain.1 tahun yang lalu, pasien pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya namun hilang setelah berobat ke puskesmas dan menggunakan ramuan tradisional setempat (daun-daunan). Pasien menyangkal ketika ditanya tentang riwayat pengobatan kusta sebelumnya. Pasien mempunyai kebiasan merokok setidaknya 2 bungkus dalam sehari, tidak minum alkohol, tidak pernah menggunakan obat-obatan terlarang. Pasien tidak memiliki riwayat batuk-darah / flek paru, darah tinggi, kencing manis, sesak nafas maupun alergi pada obat atau makanan tertentu. Pada keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal yang serupa. Sebelum ke puskesmas pasien belum pernah berobat ke tempat lain.XII. Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak jelasXIII. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis :

Keadaan Umum:Baik

Kesadaran:Compos mentis

Keadaan gizi: Cukup

Tekanan Darah: 120/ 80 mmHg

Nadi:90 kali / menit

Pernapasan:23 kali / menit

Suhu: 36,5 o C Berat badan:57 kg

Tinggi badan:165 cm Status Gizi

= 57 = 20,93

(1.65)2 QUOTE

IMT normal : 18,522,9 kg/m2 Status gizi= sedang Kepala:normocephali, rambut hitam, merata, tidak mudah dicabut.

Kulit: sawo matang (status lokalis) Wajah: facies leonina (-) Mata:konjungtiva an-anemis, sklera an-ikterik, RCL dan RCTL +/+, pupil bulat, isokor, gerak bola mata normal, lagofthalmus (-), madarosis (-) Telinga:bentuk simetris, cuping telinga kiri agak menebal, serumen -/-, membran timpani sulit di nilai.

Hidung:bentuk normal (hidung pelana -), deviasi septum (-), mukosa tidak hiperemis, sekret (-), nafas cuping hidung (-), epistaksis (-).

Mulut:bibir tidak pucat, sianosis (-), mukosa bibir basah.

Tenggorokan:faring tidak hiperemis, uvula di tengah, tonsil T1-T1 tenang, tidak terdapat bercak putih, suara sengau (-)

Leher: tidak teraba kelenjar getah bening.

Thoraks: Paru

Inspeksi:simetris saat statis dan dinamis, tidak ada retraksi. Palpasi:tidak teraba massa. fremitus kanan = kiri. Perkusi:Sonor, batas paru hepar ICS VI midclavicula line sinistra. Peranjakan hati 2-3 cm. Auskultasi: suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/- Jantung

Inspeksi:pulsasi iktus cordis tidak terlihat

Palpasi:iktus cordis teraba pada ICS IV linea midclavicula sinistra, tidak kuat angkat

Perkusi:redup Auskultasi: BJ I > II reguler, murmur (-), gallop (-) - Abdomen

Inspeksi:cembung, sikatriks (-)

Palpasi: supel, nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Perkusi:timpani

Auskultasi:bising usus (+)

- Ekstremitas: akral hangat, pitting edema (+/-), functio laesa (+/-), makula plaque eritematous (+)

Motorik:

+1+5

+4+5

Sensorik:

-+

++

Status LokalisGambar 2. Lesi yang ditemukan pada Pasien

Facialis : UNILATERAL ( SINISTRA : makula plaque eritematous (+) > 5 dengan anestesi berbatas tegas dan tidak tegas, punch-out lession (-), central healing lession (tidak khas), nodul (-), sisik (-). Auricula:Cuping telinga menebal dan anestesi, permukaan tidak bersisik, simetris bilateral Pectoralis:ginekomastia - Skapula:- Lumbalis:- Dorsum pedis sinistra : - II.2.6. Pemeriksaan Tambahan

Fungsi saraf tepi

Sensorik : sensasi raba, sensasi nyeri dan sensasi suhu terganggu pada lesi. Motorik : lagophthalmus tidak ada, kaku pada jari, pergelangan tangan kiri, functio laesa. Otonom : kulit tidak tampak kering, ekstremitas superior (unilateral = sinistra) tampak edema.Pemeriksaan BTA : Belum dilakukanXIV. Diagnosis Penyakit

Morbus Hansen Tipe PB dengan cacat tingkat 1.XV. Diagnosis Keluarga

Tidak adaXVI. Anjuran Penatalaksanaan penyakit : Promotif :Memberikan penyuluhan dan pengertian kepada pasien tentang penyakit kusta, komplikasi penyakit, dan pencegahan cacat.

Preventif :Mencegah agar pasien tidak sampai terganggu produktivitasnya secara permanen, mencegah/ meminimalkan kecacatan lebih lanjut, serta tidak menjadi sumber penularan bagi orang lain. Kuratif :

a. Farmakologis:Pengobatan Bulanan : Hari Pertama ( Dosis Supervisi)

2 kapsul Rifampisin @ 300 mg (600 mg)

1 tablet Dapsone/DDS 100 mg

Pengobatan Harian : Hari 2-28

1 tablet Dapsone/DDS 100 mg

1 Blister untuk I bulan

Lama pengobatan: 6 Blister diminum selama 6 - 9 bulanb. Non-farmakologis: Menjelaskan kepada pasien bahwa penyaki ini bisa disembuhkan tetapi pengobatan akan berlangsung lama antara 12-18 bulan, untuk itu pasien harus rajin mengambil obat di uskesmas dan tidak boleh putus berobat.

Jika dalam masa pengobatan tiba-tiba badan pasien menjadi demam, nyeri di seluruh tubuh, disertai bercak-bercak kemerahan bertambah banyak maka harus segera berobat ke pelayanan kesehatan.

Menjelaskan kepada pasien penyakit ini dapat menyebabkan kecacatan karena gangguan saraf, dan kecacatan tersebut dapat dicegah dengan cara :

Kulit kaki dan tangan harus selalu dalam keadaan bersih dan dijaga kelembapannya

Periksa kaki dan tangan secara teratur apakah terdapat nyeri, kemerahan atau luka. Bila terdapat nyeri, kemerahan atau luka segera periksakan ke pelayanan kesehatan terdekat.

Biasakan menggunakan alas kaki dan sarung tangan XVI. Prognosis

Penyakit:dubia Keluarga:dubia Masyarakat:dubiaXVII. Resume

Laki-laki, 30 tahun mengeluh pergelangan, pungung, jari-jari, dan telapak tangannya bengkak, kaku, serta mati rasa sejak satu bulan yang lalu. Keluhan dirasakan sepanjang hari dan hanya pada sisi kiri. Lengan, tangan dan jari-jarinya juga terasa cekot-cekot pada malam hari tapi tidak mengganggu tidurnya. Keluhan bengkak pada wajah sudah berkurang sejak mendapat obat dari puskesmas, namun bercak-bercak merah pada wajah dan tangan belum hilang. Tungkai dan kaki kiri juga masih terasa nyeri dan tidak bertenaga. Awalnya muncul beberapa bercak bulat kemerahan berdiameter 3-5 cm berbatas tegas dan tidak tegas serta terasa gatal. Bercak muncul pertama di wajah, lalu muncul di tangan serta di punggung tangan. Sejak mengalami keluhan ini, pasien berhenti bekerja. Untuk melakukan kegiatan sehari-hari seperti menimba air untuk mandi harus dibantu oleh orang lain. 1 tahun yang lalu, pasien pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya namun hilang setelah berobat ke puskesmas dan menggunakan ramuan tradisional setempat (daun-daunan). Pasien menyangkal ketika ditanya tentang riwayat pengobatan kusta sebelumnya. Pasien mempunyai kebiasan merokok setidaknya 2 bungkus dalam sehari.Rumah pasien tergolong rumah yang tidak sehat dilihat ventilasi tidak memadai. Penerangan dan kebersihan rumah kurang baik, kondisi rumah berantakan dan memprihatinkan. Terdapat dapur di belakang rumah yang terpisah dari ruang keluarga. tidak ada ruang makan, hanya ada dipan di dapur yang sekaligus dipergunakan untuk mengganti fungsi ruang makan. Jamban dan kamar mandi tidak permanen, tidak tertutup kurang layak yang letaknya diluar rumah. Untuk MCK digunakan air dari rembesan sawah. Air rembesan sawah ditampung pada galian tanah yang dalamnya kurang dari 2 meter dan jaraknya ( kurang dari 5 m) tidak jauh dari jamban/ kamar mandi. Sudah hampir 2 tahun air PAM tidak lagi mencapai desa tempat pasien tinggal. Pasien dan keluarganya menggunakan air isi ulang tanpa merk sumber air minum. Ditemukan sumber pencemaran air berupa limbah rumah tangga dan sawah. Tidak terdapat pembuangan sistem pembuangan air limbah dan tempat pembuangan sampah di belakang rumah pasien.Ditinjau dari spiritual keluarga keluarga pasien merupakan keluarga yang cukup taat beribadah beragama Islam. Keluarga pasien juga merupakan keluarga yang kurang sadar akan kesehatan. BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Kusta (Lepra, Morbus Hansen) ialah penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Bakteri ini memiliki afinitas pertama yaitu saraf perifer, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat menyebar ke organ lain kecuali susunan saraf pusat (SSP).ETIOLOGI

Kuman penyebab kusta ialah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G.A. Hansen pada tahun 1874 di Norwegia. M.leprae berbentuk basil dengan ukuran 3-8 Um x 0.5 Um, tahan asam dan alkohol serta Gram-positif.

Cara penularan kuman ini belum diketahui secara pasti. Selama ini hanya diketahui anggapan klasik yaitu penularan melalui kontak langsung antara kulit yang lama dan erat. Anggapan kedua ialah melalui inhalasi, sebab M.leprae masih dapat hidup beberapa hari di dalam droplet.

Hingga saat ini kuman M.leprae ini belum juga dapat dibiakkan dalam media artifisial. Sebagai sumber infeksi hanyalah melalui manusia, meskipun masih diteliti adanya kemungkinan di luar manusia. Penderita yang mengandung M.leprae sampai 103 per gram jaringan, memiliki angka penularan hingga 3 sampai 10 kali lebih besar dibandingkan dengan penderita yang hanya mengandung 107 basil per gram jaringan.

PATOGENESIS

Pada tahun 1960, Shepard berhasil menginokulasikan M. leprae pada kaki mencit, sehingga berkembang biak di sekitar lokasi suntikan. Dari berbagai macam spesimen, bentuk lesi maupun negara asal penderita, ternyata tidak ada perbedaan spesies. Agar dapat tumbuh diperlukan jumlah minimum M. leprae yang disuntikkan dan jika melampaui jumlah maksimum bukan berarti perkembangbiakan nya akan meningkat.Sebenarnya M. leprae mempunyai patogenitas dan daya invasi yang rendah, sebab penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih berat, bahkan dapat terjadi sebaliknya.

Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat penyakit, tidak lain disebabkan oleh respon imun yang berbeda, yang menggugah timbulnya reaksi granuloma setempat atau menyeluruh, yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Gejala klinisnya lebih sebanding dengan tingkat reaksi selularnya daripada intensitas infeksinya. Oleh karena itu penyakit kusta ini disebut juga sebagai penyakit imunologik.EPIDEMIOLOGI

Epidemiologi Penyakit Kusta

Sampai saat sekarang epidemiologi penyakit kusta belum sepenuhnya diketahui secara pasti dan untuk ini akan dibahas situasi penyakit kusta di dunia dan di Indonesia serta beberapa hasil penelitian sebagai berikut :

Distribusi Penyakit Kusta Menurut Waktu dan Tempat

a. Situasi Kusta di Dunia

Penyakit kusta terbesar di seluruh dunia dengan endemisitas yang berbeda-beda. Diantara 122 negara yang endemis pada tahun 1985, 98 negara telah mencapai eliminasi kusta yaitu prevalensi rate < 1/10.000 penduduk. Lebih dari 10.000.000 penderita telah disembuhkan dengan MDT pada akhir tahun 1999 dan 641.091 kasus masih dalam pengobatan pada tahun 2000. Di antara 11 negara penyumbang penderita kusta di dunia, Indonesia menempati urutan ke 4 setelah India, Brazil, dan Myanmar. Situasi Kusta di Indonesia

Untuk menetapkan suatu wilayah sebagai low endemic kusta, digunakan indikator penemuan kasus baru dimana angka tersebut harus di bawah 0,5 per 10.000 atau < 5/100.000 penduduk dengan catatan bahwa angka tersebut berada di kisaran nilai stabil selama 3 tahun berturut-turut.

Pada pertengahan tahun 2000, Indonesia telah mencapai eliminasi kusta sesuai target WHO. Pada tahun 2003, distribusi kusta menurut tempat dan waktu ialah penderita kusta yang terdaftar di Indonesia pada akhir Desember 2003 sebanyak 18.312 penderita yang terdiri dari 2.814 PB dan 15.498 MMB dengan Prevalens Rate 0,86 per 10.000 penduduk terdapat di 10 propinsi, yaitu : Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Papua, NAD, DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur.

Distribusi Penyakit Kusta Menurut Orang

a. Distribusi Menurut Umur

Penyakit kusta jarang ditemukan pada bayi. Angka kejadian (Insidence Rate) penyakit ini meningkat sesuai umur dengan puncak umur 10-20 tahun dan kemudian menurun. Prevalensi juga meningkat sesuai dengan umur dengan puncak umur 30-50 tahun dan kemudian secara perlahan-lahan menurun.b. Distribusi Menurut Jenis Kelamin

Insiden maupun prevalensi pada laki-laki lebih banyak dari pada perempuan kecuali di Afrika dimana perempuan lebih banyak dari pada laki-laki.

Faktor fisiologik seperti pubertas, menopause, kehamilan serta faktor infeksi dan malnutrisi dapat meningkatkan perubahan klinis penyakit kusta.Faktor-Faktor Yang Menentukan Terjadinya Sakit Kustaa. Penyebab

Mycobacterium leprae pertama kali ditemukan oleh G.H. Armauer Hansen pada tahun 1873. M. leprae hidup secara intraseluler dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf (Schwan Cell) dan sel dari sistem retikuloendotelial.

Waktu pembelahan sangat lama, yaitu 2-3 minggu. Di luar tubuh manusia (dalam kondisi tropis) kuman kusta dapat bertahan sampai 9 hari (Leprosy Hasting, 1985). Pertumbuhan optimal dari kuman kusta adalah pada suhu 27o-30oC.b. Sumber Penularan

Hanya manusia satu-satunya sampai saat ini dianggap sebagai sumber penularan walaupun kuman kusta dapat hidup pada Armadillo, Simpanse dan pada telapak kaki tikus putih

c. Cara Keluar Dari Pejamu (Host)

Luka di kulit dan mukosa hidung telah lama dikenal sebagai sumber dari kuman. Mukosa hidung pasien lepromatous leprosy mengandung banyak sekali M. leprae. Telah terbukti bahwa saluran nafas bagian atas dari penderita tipe Lepromatous merupakan sumber kuman yang terpenting di dalam lingkungan.

d. Cara Penularan

Kusta mempunyai masa inkubasi 2-5 tahun, akan tetapi dapat juga bertahun-tahun. Penularan terjadi apabila M.leprae yang solid keluar dari tubuh penderita dan masuk ke dalam tubuh orang lain.

Belum diketahui secara pasti bagaimana cara penularan penyakit kusta. Secara teoritis penularan ini dapat terjadi dengan cara kontak yang intim dan lama dengan penderita. Yang jelas seseorang penderita yang telah minum obat sesuai dengan regimen WHO tidak menjadi sumber penularan kepada orang lain.e. Cara Masuk ke Dalam Pejamu (Host)

Tempat masuk kuman kusta ke dalam tubuh host sampai saat ini belum dapat dipastikan. Diperkirakan cara masuknya adalah melalui saluran pernafasan bagian atas namun diduga dapat juga melalui kulit yang luka.

f. Pejamu (Host)

Hanya sedikit orang yang akan terjangkit kusta setelah kontak dengan penderita, hal ini disebabkan karena adanya imunitas. Seseorang dalam lingkungan tertentu akan termasuk ke dalam salah satu dari tiga kelompok berikut ini, yaitu :

1. Host yang mempunyai kekebalan tubuh yang tinggi merupakan kelompok terbesar yang telah atau akan menjadi resisten terhadap kuman kusta.

2. Host yang mempunyai kekebalan tubuh yang rendah terhadap kuman kusta, mungkin menderita penyakit kusta yang ringan (tipe PB)

3. Host yang tidak mempunyai kekebalan terhadap kuman kusta merupakan kelompok terkecil dan mudah menderita kusta yang stabil dan progresif.

Oleh karena M. leprae termasuk kuman intraseluler maka sistem imun yang efektif adalah imun seluler. Tidak semua penderita yang memiliki banyak M. leprae yang hidup, sehingga hanya kira-kira 5-15% dari penderita kusta yang hidup yang dapat menularkan penyakit. Di lain pihak, manusia sebagian besar kebal (95%) tehadap kusta, hanya sebagian kecil yang dapat ditulari (5%). Dari sebagian kecil ini, 70% dapat sembuh dan hanya 30% yang dapat menjadi sakit.

Gambar 3. Perjalanan Penyakit Kusta

Upaya Pemberantasan atau Pemutusan Mata Rantai Penularan

Penentuan kebijaksanaan dan metoda pemberantasan penyakit kusta sangat ditentukan oleh pengetahuan epidemiologi kusta dan perkembangan ilmu dan teknologi di bidang tersebut

Kondisi sosial ekonomi diperkirakan memainkan peranan penting dalam upaya pemberantasan kusta. Meskipun faktor-faktor yang mendukung penurunan ini tidak diketahui, kondisi perumahan, jumlah manusia dalam satu rumah tangga, dan jumlah anggota keluarga diperkirakan merupakan faktor-faktor yang penting.

Upaya pemutusan mata rantai penularan dapat dilakukan melalui :

1. Pengobatan MDT pada penderita kusta

2. Isolasi terhadap penderita kusta. Namun hal ini tidak dianjurkan karena penderita yang sudah berobat tidak akan menularkan penyakitnya ke orang lain.

3. Vaksinasi BCG pada kontak serumah dengan penderita penyakit kusta.

Dari hasil penelitian di Malawi pada tahun 1996 didapatkan bahwa pemberian vaksinasi BCG satu kali dapat memberikan perlindungan sebesar 50%, dengan pemberian dua dosis dapat meberikan perlindungan terhadap kusta sampai mencapai 80%. Namun demikian vaksinasi pada kontak serumah masih memerlukan penelitian lebih lanjut, karena di beberapa negara memberikan hasil yang berbeda.

Berikut ialah bagan yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan intervensi terhadap faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit kusta dalam rangkan memutuskan mata rantai penularan.DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI

Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya kecuali susunan saraf pusat. 1,5DiagnosisAtas dasar definisi tersebut maka untuk mendiagnosa kusta dicari kelainan-kelainan yang berhubungan dengan gangguan saraf tepi dan kelainan-kelainan yang tampak pada kulit.Untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda utama atau Cardinal Sign, yaitu :

1. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa

Kelainan kulit/lesi dapat berbentuk bercak keputihan (hipopigmentasi) atau kemerahan (erithematous) yang mati rasa (anestesi).

2. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf

Gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi (neuritis perifer). Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa :a. Gangguan fungsi sensoris:mati rasa

b. Gangguan fungsi motoris:kelemahan otot (parese) atau kelumpuhan (paralisis)

c. Gangguan fungsi otonom :kulit kering dan retak-retak.

3. Adanya kuman tahan asam di dalam kerokan jaringan kulit (BTA positif).

Pemeriksaan kerokan kulit hanya dilakukan pada kasus yang meragukan. Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta bilamana terdapat satu dan tanda-tanda utama diatas.Tanda-tanda tersangka kusta (Suspek)

1. Tanda-tanda pada kulit

a. Bercak kelainan kulit yang merah atau putih di bagian tubuh

b. Kulit mengkilap

c. Bercak yang tidak gatal

d. Adanya bagian-bagian tubuh yang tidak berkeringat atau tidak berambut

e. Lepuh tidak nyeri2. Tanda-tanda pada saraf

a. Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota badan atau muka.

b. Gangguan gerak anggota badan atau bagian muka

c. Adanya cacat (deformitas)

d. Luka (ulkus) yang tidak mau sembuh

Tanda-tanda tersebut diatas jangan digunakan sebagai dasar diagnosis penyakit kusta tetapi harus diperiksa lebih lanjut untuk menemukan adanya tanda pasti penyakit kusta, karena diagnosis penyakit kusta hanya dapat didasarkan pada penemuan Cardinal sign (Gejala-gejala utama).Diagnosis didasarkan pada gambaran klinis, bakterioskopis dan histopatologis. Menurut WHO (1995), diagnosis kusta ditegakkan bila terdapat satu dari tanda kardinal berikut :

1. Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas

Lesi kulit dapat tunggal atau multipel, biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga. Lesi dapat bervariasi tetapi umumnya berupa makula, papul, atau nodul.

Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit merupakan gambaran khas. Kerusakan saraf terutama saraf tepi, bermanifestasi sebagai kehilangan sensibilitas kulit dan kelemahan otot. Penebalan saraf tanpa disertai kehilangan sensibilitas dan/atau kelemahan otot juga merupakan tanda kusta.

2. BTA positif

Pada beberapa kasus ditemukan basil tahan asam dan kerokan jaringan kulit.Untuk mendiagnosis penyakit kusta pada seseorang, paling sedikit harus ditemukan satu Cardinal Sign. Tanpa menemukan suatu Cardinal Sign, kita hanya boleh mendiagnosis menyatakan pasien sebagai tersangka (suspek) kusta. Penderita perlu diamati dan diperiksa ulang setelah 3- 6 bulan sampai diagnosis kusta dapat ditegakkan atau disingkirkan.Dalam pelaksanaan program P2 Kusta, diagnosis kusta cukup didasarkan atas gejala klinik (bercak mati rasa dan kerusakan saraf dengan gangguan fungsi). Hanya dalam kasus yang meragukan dilakukan pemeriksaan BTA.KlasifikasiSetelah seseorang didiagnosis menderita kusta, maka tahap selanjutnya rang perlu dilakukan adalah menentukan tipe penyakit kusta yang diderita. Penemuan tipe penyakit kusta pada seorang penderita disebut kiasifikasi penyakit kusta.

Klasifikasi berdasarkan Ridley dan Jopling adalah tipe TT (tuberku1oid), BT (borderline tuberculoid), BB (mid borderline), BL (borderline lepromatous), dan LL (lepromatosa), sedangkan Departemen Kesehatan Ditjen P2MPLP (1999) dan WHO (1995) membagi tipe menjadi tipe Pause Basiler (PB) dan Multi Basiler (MB). Perbedaan kedua tipe ini dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2.

Sebenarnya dikenal banyak jenis klasifikasi penyakit kusta yang cukup menyulitkan, misalnya Klasifikasi Madrid. Ada pula klasifikasi Ridley Jopling dan klasifikasi WHO. Untuk kepentingan pemberantasan penyakit kusta nasional maupun global, kita cukup menggunakan kiasifikasi menurut anjuran WHO tahun 1982.

Klasifikasi WHO (1982 kemudian disempurnakan pada tahun 1997)

Klasifikasi ini dikembangkan oleh kelompok ahli WHO pada tahun 1982 dan khusus dimaksudkan untuk pengobatan pada kondisi lapangan. Dalam klasifikasi ini seluruh penderita kusta hanya dibagi dalam 2 tipe yaitu tipe Paucibacillary (PB) dan Multibacillary (MB). Dasar dan klasifikasi ini adalah negatif dan positifnya basil tahan asam (BTA) dalam skin smear. Terkadang, pada kondisi lapangan, klasifikasi hanya didasarkan pada gambaran klinik dan penyakit kusta yang diderita.Tabel 1. Klasifikasi PB dan MB menurut P2MPLPKelainan kulit dan hasil pemeriksaan bakteriologistipe pbtipe mb

1. Bercak (makula)

a. Jumlah

b. Ukuran

c. Distribusi

d. Permukaan

e. Batas

f. Gangguan sensibiltas

g. Kehilangan kemampuan berkeringat, bulu rontok pada bercak1-5

Kecil dan besar

Unilateral atau bilateral simetris

Kering dan kasar

Tegas

Selalu ada dan jelas

Bercak tidak berkeringat, ada bulu rontok pada bercakBanyak

Kecil-kecil

Bilateral, simetris

Halus, berkilat

Kurang tegas

Biasanya tidak jelas, jika ada, terjadi pada yang sudah lanjutBercak masih berkeringat, bulu tidak rontok

2. Infiltrat

a. Kulit

b. Membrana mukosa (hidung tersumbat perdarahan)

Tidak ada

Tidak pernah adaAda, kadang-kadang tidak ada

Ada, kadang-kadang tidak ada

3. NodulusTidak adaKadang-kadang ada

4. Penebalan saraf tepiLebih sering terjadi dini, asimetrisTerjadi pada yang lanjut biasanya lebih dari satu dan simteris

5. Deformitas (cacat)Biasanya asimeteris terjadi diniTerjadi pada stadium lanjut

6. Sediaan apusBTA negatifBTA positif

7. Ciri-ciri khusus

Central healing / penyembuhan di tengahPunched out lesion (lesi seperti kue donat, madarosis, ginekomastia, hidung pelana, suara sengau

Tabel 2.Klasifikasi PB dan MB berdasarkan WHOTipe PBTipe MB

1. Lesi kulit

(makula datar, papul yang meninggi, nodus) 1-5 lesi

Hipopigmentasi/ eritema

Distribusi tidak simetris

Hilang sensasi yang jelas 5 lesi

Distribusi lebih simetris

Hilangnya sensasi

2. Kerusakan saraf

(hilangnya sensasi/ kelemahan otot yang dipersarafi oleh saraf yang terkena) Hanya satu cabang saraf Banyak cabang saraf

Catatan:

Setiap penderita dengan hasil bakterioskopik positif tanpa melihat gambaran klinisnya diobati dengan regimen MDT WHO untuk MB.PENGOBATAN

Tujuan Pengobatan

Melalui pengobatan penderita diberikan obat-obat yang dapat membunuh kuman kusta. Dengan demikian, pengobatan akan:

Memutus mata rantai penularan

Menyembuhkan penyakit penderita

Mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahbnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan.

Pengobatan penderita kusta ditujukan untuk mematikan kuman kusta sehingga tidak berdaya merusak jaringan tubuh dan tanda-tanda penyakit menjadi kurang aktif sampai akhimya hilang. Dengan hancurnya kuman maka sumber penularan dan penderiita terutama tipe MB ke orang lain terputus.

Penderita yang sudah dalam keadaan cacat permanen, pengobatan hanya dapat mencegah cacat lebih lanjut.

Bila penderita kusta tidak minum obat secara teratur, maka kuman kusta dapat menjadi aktif kembali, sehingga timbul gejala-gejala baru pada kulit dan saraf yang dapat memperburuk keadaan. Disinilah pentingnya pengobatan sedini mungkin dan teratur. Selama dalam pengobatan penderita-penderita dapat terus bersekolah atau bekerja seperti biasa.Obat-Obat yang Dipergunakan Dalam Pengobatan Penderita Kusta

1. DDS (Dapsone)

a. Singkatan dari Diamino Diphenyl Sulfoneb. Bentuk obat berupa tablet warna putih dengan takaran 50 mg/tab dan 100 mg/tablet

c. Sifat bakteriostatik yaitu menghalangi/menghambat pertumbuhan kuman kusta.

d. Dosis dewasa 100 mg/hari, anak 10-14 th 50 mg/hari

e. Efek samping,

1. Manifestasi kulit (alergi) seperti halnya obat lain, seseorang dapat alergi terhadap obat ini. Bila hal ini teiadi harus dipeniksa dokter untuk dipertimbangkan tindakan selanjutnya, obat harus dihentikan.

1. Anemia Hemolotik, bila Hb sangat rendah, hentikan pemberian DDS dan perbaiki keadaan umum penderita.

1. Manifestasi saluran pencemaan makanan: anoreksi, nausea. muntah, hepatitis

1. Manifestasi urat saraf; neuropati perifer, sakit kepala, vertigo, penglihatan kabur, sulit tidur, psikosis2. Lamprene (B663) juga disebut Clofazimine

a. Bentuk kapsul, warna coklat, dengan takaran 50 mg/kapsul dan 100 mg/kapsul

b. Sifat

2. Bakteriostatik yaitu menghambat pertumbuhan kuman kusta, bakterisid lemah

2. Anti reaksi (menekan reaksi sebagai anti inflamasi)

c. Cara Pemberian

Secara oral, diminum sesudah makan untuk menghindari gangguan gastrointestinal. Pengobatan reaksi akan diuraikan pada materi reaksi.

d. Efek samping

2. Warna kulit, terutama pada infiltrat berwama ungu sampai kehitam-hitaman yang dapat hilang setelah beberapa bulan pemberian obat Lamprene dihentikan. Kulit kering dan pecah-pecah (ichtiosis) di daerah tungkai bagian depan.

2. Gangguan pencernaan berupa mual, muntah, diare, nyeri lambung, sampai kolik perut. Bila gejala ini menjadi berat, hentikan pemberian lampren.3. Rifampicin

a. Bentuk: kapsul atau tablet takaran 150 mg, 300 mg, 450 mg dan 600 mg.

b. Sifat :

mematikan kuman kusta secara cepat (bakteriosid), 99% kuman kusta mati dalam satu kali pemberian

c. Dosis:

untuk dipergunakan dalam pengobatan kombinasi, lihat pada regimen pengobatan MDT. Untuk anak-anak dosisnya adalah 10-15 mg/kg berat badan

d. Cara pemberian obat:

cara oral, bila diminum setengah jam sebelum makan, penyerapan lebih baik

e. Efek samping:

3. Dapat menimbulkan kerusakan pada hati dan ginjal. Dengan pemberian Rifampicin 600 mg/bulan tidak berbahaya bagi hati dan ginjal (kecuali ada tanda-tanda penyakit sebelumnya). Sebelum pemberian obat ini perlu dilakukan tes fungsi hati, apabila ada gejala-gejala yang mencurigakan. Pengobatan rifampicin supaya dihentikan sementara bila timbul gejala gangguan fungsi hati dan dapat dilanjutkan kembali bila fungsi hati sudah normal.

3. Bila gangguan fungsi hati terjadi memang disebabkan oleh obat ini, maka rifampisin tidak lagi diberikan.

3. Bila terjadi efek samping yang ringan seperti munculnya gejala influensa (flu syndrome) yaitu badan panas, beringus, lemah dan lain-lain yang akan hilang bilamana di berikan obat simptomatis.

3. Perlu diberitahukan kepada penderita bahwa air seni akan berwama merah4. Obat anti reaksi terdiri dari :

a. Prednison

Obat ini digunakan untuk penanganan/pengobatan reaksi. Mengenai cara pemberiannya, lihat pada materi reaksi.b. Lamprene

Obat ini dipergunakan untuk penanganan/pengobatan reaksi ENL yang berulang-ulang. Mengenai cara pemberiannya, lihat pada materi reaksi.

c. Talidomid tidak dipergunakan dalam program.5. Vitamin (Roboransia)a. Sulfat Ferrosus. Obat tambahan untuk yang anemia berat

b. Vitamin A. Untuk penyehatan kulit yang bersisik (ichthiosis)Regimen Pengobatan

Regimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai dengan regimen pengobatan yang direkomendasikan oleh WHO. Regimen tersebut adalah sebagai berikut :

1. Penderita Pauci Baciler (PB)

a. Penderita Pauci Baciler (PB) lesi 1. Diberikan dosis tunggal ROMrifampicinofloxacinminocyclin

Dewasa 50-70 kg600 mg400 mg100 mg

Anak 5-14 tahun300 mg200 mg51 mg

1) Obat ditelan di depan petugas

2) Anak 15 tahunket

RifampicinBerdasarkan berat badan300 mg/bln450 mg/bln600 mg/blnMinum di depan petugas

DDSBerdasarkan berat badan25 mg/hari50 mg/hari100 mg/hariMinum di depan petugas

DDSBerdasarkan berat badan25 mg/hari50 mg/hari100 mg/hariMinum di rumah

Tabel 4. Dosis MDT untuk Kusta MB Menurut Umur

jenis obat< 5 tahun5-9 tahun10-14 tahun> 15 tahunket

RifampicinBerdasarkan berat badan300 mg/bln450 mg/bln600 mg/blnMinum di depan petugas

DDSBerdasarkan berat badan25 mg/hari50 mg/hari100 mg/hariMinum di depan petugas

DDSBerdasarkan berat badan25 mg/hari50 mg/hari100 mg/hariMinum di rumah

DDSBerdasarkan berat badan100 mg/bln150 mg/bln300 mg/blnMinum di depan petugas

ClofazimineBerdasarkan berat badan50 mg, 2xseminggu50 mg, 3xseminggu50 mg/hariMinum di rumah

Rifampisin

: 10-l5mg/kgBB

DDS

: 1-2 mg/kg BB

Clofazimine

: 1 mg/kgBBGambar 4. Kemasan Blister MB dan PB

Penderita dengan keadaan khusus

a. Kehamilan: regimen MDT aman untuk ibu hamil dan anaknya

b. Tuberkulosis: bila seseorang menderita tuberkulosa dan kusta, maka pengobatan anti tuberkulosa dan MDT dapat diberikan bersamaan,.dengan dosis Rifampisin sesuai dosis untuk tuberkulosis.

a. Untuk penderita TB yang menderita kusta tipe PB Pengobatan kustanya cukup ditambahkan dengan DDS 100 mg karena Rifampisin sudah diperoleh dan obat TB. Lama pengobatan tetap sesuai dengan jangka waktu pengobatan PB.

b. Untuk penderita TB yang menderita kusta tipe MB, pengobatan kusta cukup dengan DDS dan Lampren karena Rifampisin sudah diperoleh dari obat TB. Lama pengobatan tetap disesuaikan dengan jangka waktu pengobatan MB. Catatan: Jika pengobatan TB sudah selesai maka pengobatan kusta kembali sesuai blister MDT.

c. Untuk penderita PB yang alergi terhadap DDS, DDS diganti dengan lampren dengan dosis dan jangka waktu pengobatan sama.

d. Untuk penderita MB yang alergi terhadap DDS, pengobatan hanya dengan dua macam obat saja. (Rifampisin dan Lampren) sesuai dosis dan jangka waktu pengobatan MB.

Efek Samping Obat-Obat MDT dan Penanganannya

Walaupun dari pengalaman lapangan penderita kusta jarang mengalami efek samping dari obat-obat kusta yang diberikan, namun petugas perlu mengetahui efek samping berbagai obat kusta yang digunakan agar dapat memberikan penjelasan yang tepat kepada penderita dan bertindak secara tepat apabila menghadapi keadaan tersebut

Bila terjadi efek samping seperti: mual, gatal-gatal, timbul kemerahan (alergi), sindroma pernapasan, dan lain-lain, pengobatan dihentikan & segera lapor ke dokter puskesmas.

Monitoring dan Evaluasi Hasil Pengobatan

a. Release From Treatment/RFT ( Selesai Pengobatan = Sembuh)

Penderita PB dapat dinyatakan RFT setelah mendapat pengobatan 6-9 bulan, tanpa harus pemeriksaan laboratorium

Pendenta MB dapat dinyatakan RFT setelah mendapat pengobatan 12 dosis dalam waktu 12-18 bulan, tanpa harus pemeriksaan laboratorium.

Masa pengamatan Pengamatan dilakukan secara pasif Tipe PB selama 2 tahun dan MB selama 5 tahun tanpa pemeriksaan laboratorium.

b. Default (= Penderita ambil obat tidak teratur)

Setiap penderita PB tidak ambil obat 4 bulan selama pengobatan dan setiap penderita MB tidak ambil obat 7 bulan selama pengobatan, dinyatakan Default. Penderita yang Default agar dicari penyebabnya dan diberi penjelasan agar menyelesaikan pengobatannya.

Default penting untuk melihat kinerja petugas dan ini dapat dilihat pada kartu monitoring pengobatan.c. Out Of Control (OOC = Hilang)

Setiap penderita PB maupun MB, bila 12 bulan berturut-turut tidak ambil obat dinyatakan hilang (OOC). Penderita yang OOC bila kembali ke puskesmas agar diperiksa, diberi MDT MB dan awal menurut regimen WHO bila ditemukan salah satu kelainan berikut :

Kemerahan pada lesi kulit.

Lesi kulit baru sejak pemeriksaan terakhir.

Kelainan saraf tepi baru sejak pemeriksaan terakhir.

Nodul-nodul baru

Tanda-tanda ENL atau reaksi reversal.d. Relaps/Kambuh

Bila setelah dinyatakan RFT timbul tanda-tanda utama baru atau aktif kembali (bercak di kulit, nodul atau kerusakan saraf). Untuk menyatakarn relaps harus dikonfirmasikan ke bagian rujukan (Petugas kusta Kabupaten/propinsi). Bila setelah dikonfirmasi dinyatakan relaps, maka penderita diobati MDT ulang. Penderita PB setelah relaps dinyatakan sebagai MB, dan diberi MDT tipe MB.

REAKSI KUSTA

II.9.1 Pengertian

Reaksi kusta atau reaksi lepra adalah suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit kusta yang merupakan suatu reaksi kekebalan (seluler respons) atau reaksi antigen-antibodi (Humoral respons) dengan akibat merugikan penderita, terutama pada saraf tepi yang rnenyebabkan gangguan fungsi (cacat).

Reaksi ini dapat terjadi pada penderita sebelum mendapatkan pengobatan pada saat pengobatan maupun sesudah pengobatan. Namun sering terjadi pada bulan sampai setahun sesudah mulai pengobatan.

Reaksi dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan, dapat disertai kecacatan permanen (Claw hand, Drop foot, dan lain-lain) bila tidak ditangani dengan cepat dan tepat.

Hal-hal yang mempermudah (pencetus) terjadinya reaksi kusta, misalnya

1. Penderita dalam keadaan kondisi lemah

2. Kehamilan, setelah melahirkan (masa nifas)

3. Sesudah mendapat imunisasi

4. Terinfeksi penyakit seperti malaria, infeksi pada gigi, bisul, cacingan,dll.

5. Kurang gizi

Perlu memperhatikan faktor-faktor pencetus diatas dengan penangangan yang benarJenis ReaksiJenis reaksi sesuai proses terjadinya dibedakan atas 2 tipe yaitu: reaksi tipe 1 dan reaksi tipe 2.

1. Reaksi tipe I (reaksi reversal, reaksi upgrading, reaksi borderline)

Terjadi pada pasien tipe borderline disebabkan meningkatnya kekebalan selular secara cepat. Pada reaksi ini terjadi pergeseran tipe kusta ke arah PB. Faktor pencetusnya tidak diketahui secara pasti tapi diperkirakan ada hubungan dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat.

a. Gejala

Gejala reaksi dapat dilihat pada perubahan lesi kulit, neuritis (nyeri tekan pada saraf), gangguan fungsi saraf tepi dan kadang-kadang gangguan keadaan umum penderita.

b. Menurut keadaan reaksi, maka reaksi kusta tipe I ini dapat dibedakan: reaksi ringan dan reaksi berat.

c. Perjalanan reaksi dapat berlangsung selama 6-12 minggu atau lebih. Klasifikasi reaksi tipe I secara garis besar dapat dilihat pada tabel sedangkan perbedaannya dengan relaps dijabarkan pada tabel.Tabel 5. Klasifikasi reaksi Tipe I

gejalareaksi ringanreaksi berat

Lesi kulitTambah aktif, menebal merah, teraba panas, dan nyeri tekan. Makula yang menebal dapat sampai membentuk plaqueLesi membengkak sampai ada yang pecah, merah, teraba panas,dan nyeri tekan. Ada lesi kulit baru, tangan dan kaki bengkak, serta sendi-sendi sakit

Saraf tepiTidak ada neuritis (tidak ada penebalan saraf dan gangguan fungsi)Ada neuritis (nyeri tekan, dan/atau gangguan fungsi misalnya kelemahan otot

Keadaan umumTidak ada demamKadang-kadang ada demam ringan

Tabel 6. Perbedaan reaksi Tipe I dan relapsgejala dan tandareaksi tipe I (reversal)relaps

Interval waktuUmumnya muncul selama masa pengobatan atau pada kurun waktu 6 bulan setelah penghentian pengobatanBiasanya muncul lama sesudah pengobatan dihentikan. Umumnya sesudah interval 1 tahun

Timbul gejalaMendadakPelan-pelan

Gangguan sistemDapat disertai deman dan perasaan kurang enakTidak pernah disertai demam dan perasaan kurang enak

Lesi lamaBeberapa lesi atau seluruhnya menjadi eritem, mengkilat dan bengkakHanya pinggiran sebagian lesi menunjukkan eritem dan infiltrat

Lesi baruPemunculan lesi baru sangat sedikitBeberapa lesi baru muncul

UlserasiLesi sering pecah dan terjadi ulserasiJarang terjadi ulserasi

Peredaan/penyembuhanDisertai deskuamasiTidak ada deskuamasi

Keterlibatan sarafBanyak saraf dapat terlibat dengan nyeri tekan dan gangguan motorisDapat terjadi hanya pada satu saraf dan gangguan motoris muncul perlahan-lahan

Respons terhadap steroid (prednison)Sangat baikTidak jelas

Sumber : dikutip dari Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta (1999)

2. Reaksi tipe II (reaksi eritema nodosum leprosum)

Reaksi ini terjadi pada pasien tipe MB dan merupakan reaksi humoral dimana basil kusta yang utuh maupun tak utuh menjadi antigen. Tubuh akan membentuk antibodi dan komplemen sebagai respons adanya antigen. Reaksi kompleks imun terjadi antara antigen, antibodi, dan komplemen.

Kompleks imun ini dapat mengendap antara lain di kulit berbentuk nodul yang dikenal sebagai eritema nodosum leprosum (ENL), mata (iridosiklitis), sendi (artritis), dan saraf (neuritis) dengan disertai gejala konstitusi seperti demam dan malaise, serta komplikasi pada organ tubuh lainnya.

Hal-hal yang mempermudah terjadinya reaksi kusta adalah stress fisik (kondisi lemah, menstruasi, hamil, setelah melahirkan, pembedahan, sesudah mendapat imunisasi, dan malaria) dan stres mental. Perjalanan reaksi dapat berlangsung sampai 3 minggu. Kadang-kadang timbul berulang-ulang dan berlangsung lama.Tabel 7. Klasifikasi reaksi Tipe II

gejalareaksi ringanreaksi berat

Lesi kulitENL yang nyeri tekan berjumlah sedikit, biasanya hilang sendiri dalam 2-3 hariENL nyeri tekan, ada yang sampai pecah (ulseratif), jumlah banyak, berlangsung lama

KonstitusiTidak ada demam atau ringanDemam ringan sampai berat

Saraf tepiTidak ada neuritis (nyeri tekan atau gangguan fungsi)Ada neuritis (nyeri tekan dan gangguan fungsi)

Organ tubuhTidak ada gangguanTerjadi peradangan pada organ-organ tubuh, yaitu mata ( iridosiklitis), testis (epididimorkitis), ginjal (nefritis), sensi (artitis), kel.limfe (limfadenitis), gangguan pada tulang, hidung, dan tenggorok

Tabel 8. Perbedaan reaksi Tipe I dan Tipe II

no.gejala/tandareaksi ringanreaksi berat

1.Keadaan umumUmumnya baik, demam ringan (sub febril) atau tanpa demam)Ringan sampai berat disertai kelemahan umum dan demam tinggi

2.Peradangan kulitBercak kulit lama menjadi lebih meradang (merah), dapat timbul bercak baruTimbul nodul kemerahan, lunak, dan nyeri tekan. Biasanya pada lengan dan tungkai. Nodul dapat pecah (ulserasi)

3.SarafSering terjadi, umumnya berupa nyeri tekan saraf dan/atau gangguan fungsi sarafDapat terjadi

4. Peradangan pada organ lainHampir tidak adaTerjadi pada mata, kelenjar getah bening, sendi, ginjal, testis, dll

5.Waktu timbulnyaBiasanya segera setelah pengobatanBiasanya setelah mendapatkan pengobatan yang lama, umumnya lebih dari 6 bulan

6.Tipe kustaDapat terjadi pada kusta tipe PB maupun MBHanya pada kusta tipe MB

KECACATAN KUSTAProses Terjadinya Cacat Kusta

Fungsi saraf ada 3 macam:

Fungsi motorik memberikan kekiatan pada otot

Fungsi sensonk memberi rasa raba

Fungsi otonom mengurus kelenjar keringat dan kelenjar sebum.

Terjadinya cacat tergantung dari fungsi saraf, serta saraf mana yang rusak.

Kecacatan pada kusta dapat terjadi lewat 2 proses :

1. Infiltrasi langsung M. leprae ke susunan saraf tepi dan organ (misalnya mata).

2. Melalui reaksi kusta.

Kecacatan yang terjadi tergantung pada komponen saraf yang terkena. Apakah sensoris, motoris, otonom, maupun kombinasi antara ketiganya.

Tingkat Cacat Menurut WHO

Untuk menilai kualitas penanganan pencegahan cacat yang dilakukan oleh petugas, maka semua pasien kusta dinilai tingkat cacatnya sesuai dengan petunjuk WHO.

Kualitas penemuan penderita juga dapat dinilai dengan melihat proporsi tingkat cacat 2 di antara penderita baru.

Ini suatu sistem untuk mengukur cacat akibat kerusakan saraf, sebagai resiko penyakit kusta. Cacat yang terjadi bukan akibat kusta, tidak dihitung.

Mata diperiksa apakah kelopak mata sulit menutup,

Tangan diperiksa apakah ada lunglai, mati rasa pada telapak, luka atau ulkus akibat mati rasa, pemendekan jari atau kelemahan otot.

Kaki diperiksa apakah ada lunglai (semper), mati rasa pada telapak kaki, luka, atau pemendekan jari.Gambar 5.Proses Terjadinya Cacat Kusta

Tabel 9. Kerusakan saraf akan mengakibatkan cacat pada tempat tertentusarafmotoriksensorikotonom

FascialisKelopak mata tidak bisa menutup

UlnarisJari tangan ke 4 dan ke 5 lemah/lumpuh/kitingMati rasa telapak tangan bagian jari ke 4 dan 5Kekeringan dan kulit retak akibat kerusakan kelenjar keringat, minyak dan aliran darah

MedianusIbu jari, jari ke2,dan ke 3 lemah/lumpuh/kitingMati rasa telapak tangan bagian ibu jari, jari ke 2 dan 3Kekeringan dan kulit retak akibat kerusakan kelenjar keringat, minyak dan aliran darah

RadialisTangan lunglaiKekeringan dan kulit retak akibat kerusakan kelenjar keringat, minyak dan aliran darah

PeroneusKaki semperKekeringan dan kulit retak akibat kerusakan kelenjar keringat, minyak dan aliran darah

Tibialis posteriorJari kaki kitingMati rasa telapak kakiKekeringan dan kulit retak akibat kerusakan kelenjar keringat, minyak dan aliran darah

Tabel 10.Tingkat cacat menurut WHOtingkatreaksi ringanreaksi berat

0Tidak ada kelainan pada mata akibat kustaTidak ada anestesi atau cacat akibat kusta

1Ada kelainan mata akibat kusta tetapi tidak kelihatan. Visus sedikit berkurang akibat kustaAda anestesi tetapi tidak ada cacat atau kerusakan yang kelihatan akibat kusta

2Ada lagophtalmus, visus sangat terganggu akibat kustaAda cacat/kerusakan yang kelihatan akibat kusta misalnya ulkus, jari kiting, kaki semper

Yang tidak termasuk hitungan ialah semua cacat atau kelainan pada kulit saja atau yang terjadi bukan akibat penyakit kusta, yaitu: luka biasa (pada tangan atau kaki yang tidak mati rasa), alis mata menipis (madarosis), hidung pelana, mati rasa selain pada telapak (pada kulit umum atau pada bercak); kiting, kelemahan otot atau kehilangan jari yang disebabkan oleh kecelakaan.

Tingkat cacat umum berarti nilai cacat yang paling tinggi di antara mata, tangan dan kaki, dan nilai itulah yang diisi di laporan bulanan

Jumlah nilai diperoleh dengan menjumlahkan semua nilai dan mata, tangan dan kakii sehingga dapat gambaran yang lebih jelas mengenai keadaan penderita itu yang sebenarnya.PENCEGAHAN CACAT & PERAWATAN DIRIProgram pencegahan cacat sebenarnya sudah dimulai sejak dari penemuan penderita.

Berikut adalah komponen kegiatan pencegahan cacat:

1. Penemuan dini penderita sebelum cacat

2. Mengobati penderita dengan MDT sampai RFT

3. Deteksi dini adanya reaksi kusta dengan pemeriksaan fungsi saraf secara rutin

4. Menangani reaksi

5. Penyuluhan

6. Perawatan diri

7. Menggunakan alat bantu untuk mencegah bertambahnya kecacatan yang terlanjur diderita.

8. Rehabilitasi medis (operasi rekonstruksi)

Penderita harus mengerti bahwa pengobatan MDT sudah (atau akan) membunuh bakteri kusta. Tetapi cacat pada mata, tangan atan kakinya yang terlanjur terjadi akan tetap ada seumur hidupnya, sehingga dia harus bisa melakukan perawatan diri dengan rajin agar cacatnya tidak bertambah berat.Prinsip pencegahan bertambahnya cacat pada dasarnya adalah 3 M:

1. Melindungi mata, tangan dan kaki dan trauma fisik

2. Memeriksa mata, tangan dan kaki secara teratur

3. Melakukan perawatan diri

RUJUKAN UNTUK OPERASI / OPERASI REKONSTRUKSIIndikasi untuk rujukan operasi meliputi:

Borok di telapak kaki (plantaris pedis) yang lebih dan 1 tahun

Borok yang disertai dengan osteomyelitis

Cacat sudah menetap, misalnya jari bengkok, tangan lunglai, kaki semper, dan mata yang tidak dapat menutup.

Khusus untuk operasi rekonstruksi, ada hal-hal yang menjadi pra syarat yang harus dipenuhi sebelum operasi dilaksanakan, antara lain :

1. Usia produktif dan bersedia dioperasi.

2. Mengerti apa manfaat dan batasan operasi

3. RFT dan BTA negatif

4. Bebas reaksi atau bebas prednison, minimal 6 bulan.

5. Cacat sudah menetap (lebih dan 1 tahun)

6. Tidak ada kekakuan sendi/kontraktur pada jari-jari

7. Tidak ada luka pada daerah yang akan dioperasi.

8. Kondisi umum baik, HB di atas 10 gr %.

BAB IV

PEMBAHASAN

Menurut Teori Blum bahwa kesehatan manusia dipengaruhi oleh beberapa unsur yaitu lingkungan, pelayanan kesehatan, perilaku dan keturunan. Dimana unsur-unsur tersebut saling berinteraksi dan saling terkait satu sama lain. Juga mengacu pada kemampuan mengetahui, mengamati, menyadari, dan menanggapi keadaan sehatnya sendiri. Dari hasil kunjungan rumah didapatkan bahwa pasien mempunyai penyakit Morbus Hansen / kusa tipe PB dengan cacat tingkat 1. Pasien berpola hidup kurang sehat sehingga memacu perburukkan penyakit. Pasien mengaku kesulitan berobat karena masalah ekonomi dan kebiasaan merokok yang suit ditinggalkan (menurut pasien lebih baik tidak makan dari pada tidak merokok).Dilihat dari hasil kunjungan rumah pasien, didapatkan bahwa tempat tinggal pasien, termasuk dalam kategori kurang/ tidak sehat sebab kebersihan sangat kurang, ventilasi dalam rumah sangat kurang, pencahayaan di dalam sangat kurang, pembuangan sampah kurang, sumber air bersih sangat kurang. (dapat dilihat di lampiran).

Maka terbukti bahwa kesehatan manusia dipengaruhi oleh beberapa unsur-unsur yang disebutkan di Teori Blum. Oleh karena itu sebagai dokter keluarga yang bekerja di Puskesmas, sebaiknya dapat memberikan komunikasi, informasi dan edukasi perorangan untuk memperbaiki pola hidup pasien.

BAB V

KESIMPULAN & SARAN1. KesimpulanDari hasil pemeriksaan saat kunjungan rumah pada Rabu 26 Desember 2012 didapatkan bahwa pasien adalah penderita Morbus Hansen / Kusta tipe PB dengan cacat tingkat 1. Pasien kurang memiliki pengetahuan tentang penyakitnya sehingga melakukan pola hidup yang salah dan kebiasaan merokok (2 bungkus per hari minimal). Rumah pasien tergolong rumah yang sehat dilihat dari ventilasi udaranya, sumber air bersih, pembuangan sampah, serta penerangan dalam rumah baik. Untuk mencegah jatuhnya seseorang ke dalam tingkat kecacatan lebih lanjut maupun perburukan kualitas hidup / produktivitas, perlu kedisiplinan terutama dalam hal kepatuhan minum obat. Edukasi dari dokter kepada pasien sangatlah penting terutama mengenai komplikasi dan pola /gaya hidup yang sehat.

2.SaranBagi pasien disarankan:

Menjelaskan kepada pasien bahwa penyaki ini bisa disembuhkan tetapi pengobatan akan berlangsung lama antara 12-18 bulan, untuk itu pasien harus rajin mengambil obat di uskesmas dan tidak boleh putus berobat.

Jika dalam masa pengobatan tiba-tiba badan pasien menjadi demam, nyeri di seluruh tubuh, disertai bercak-bercak kemerahan bertambah banyak maka harus segera berobat ke pelayanan kesehatan.

Menjelaskan kepada pasien penyakit ini dapat menyebabkan kecacatan karena gangguan saraf, dan kecacatan tersebut dapat dicegah dengan cara :

Kulit kaki dan tangan harus selalu dalam keadaan bersih dan dijaga kelembapannya

Periksa kaki dan tangan secara teratur apakah terdapat nyeri, kemerahan atau luka. Bila terdapat nyeri, kemerahan atau luka segera periksakan ke pelayanan kesehatan terdekat.

Biasakan menggunakan alas kaki dan sarung tangan

Keterangan :

I = indeterminate

TT = tuberkuloid

BT = borderline tuberculoid

BB = mid borderline

BL = borderline lepromatous

LL = lepromatosa

2